Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM I

GENETIKA
(ABKC 2305)

PERSILANGAN MONOHIBRID DAN PERSILANGAN DIHIBRID

Disusun Oleh :
Ahmad Saufi
(1910119110014)
Kelompok II B

Asisten Dosen :
Dody Alfayed
Syifa Fauzia

Dosen Pengasuh :
Prof. Dr. H. Muhammad Zaini M.Pd
Drs. Bunda Halang M.T
Riya Irianti S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
OKTOBER
2020
PRAKTIKUM I
Topik : Persilangan Monohibrid dan Persilangan Dihibrid
Tujuan : Untuk membuktikan Hukum Mendel (rasio genotip dan fenotip
yang dihasilkan)
Hari/tanggal : Selasa / 13 Oktober 2020
Tempat : Daring

I. ALAT DAN BAHAN


A. Alat :
Alat yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut :
1. Kontak tempat kancing genetik (beacker glass)
2. Baki
3. Alat tulis

B. Bahan :
1. 30 pasang kancing genetika berwarna merah
2. 30 pasang kancing genetika berwarna hijau
3. 30 pasang kancing genetika berwarna putih, dan
4. 30 pasang kancing genetika berwarna kuning

II. CARA KERJA


A. Persilangan Monohibrid
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Menyiapkan 30 kancing merah dan kancing putih ke dalam beacker glass yang
bertanda (berlubang)
3. Menyiapkan 30 kancing merah dan kancing putih ke dalam beacker glass yang
bertanda (bertombol)
4. Mengocok atau mencampurkan kedua macam gamet tadi (merah dan putih)
jantan dan betina betina pada masing-masing beacker glass.
5. Mengaduk sampai seluruh kancing benar-benar tercampur pada masing-
masing kaca beacker glass.
6. Mengambil kancing pada masing-masing beacker glass tersebut tanpa melihat
dengan mata (acak) kemudian memasangkannya satu persatu.
7. Mencatat hasil persilangan ke dalam tabel
8. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya

B. Persilangan Dihibrid
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan berupa kancing genetik
sebanyak 200 biji terdiri atas: (merah = bulat, putih = keriput)
a. 30 merah jantan dan 30 putih jantan (ember kecil 1).
b. 30 kuning jantan dan 30 hijau jantan (ember kecil 2).
c. 30 merah betina dan 30 putih betina (ember kecil 3).
d. 30 kuning betina dan 30 hijau betina (ember kecil 4).
Keterangan: Merah = bulat, putih = keriput.
2. Masing-masing kancing pasangkan sesuai ketentuan
3. Masukkan masing-masing ke dalam beacker glass dan mengaduknya
hingga rata
4. Beacker glass I dengan beacker glass III dipasangkan bersamaan dengan
beacker glass II dan beacker glass IV.
5. Letakkan 2 pasang kancing yang masing-masing sedah diberi nama sesuai
ketentuan.
6. Kancing yang sudah diambil langsung dari tabel pengamatan
7. Perbandingan fenotif dan genotifnya.
III. TEORI DASAR
1. Persilangan Monohibrid
Dalam membicarakan sifat tertentu, kita hanya menggambarkan
pasangan kromosom dengan gen yang bersangkutan saja, tetapi bukan berarti
bahwa kromosom kromosom-kromosom dan gen-gen yang lain tidak ada dalam
sel itu. Ada sifat yang disebut dominan, yaitu apabila kehadiran gen yang
mengawasi sifat ini menutupi ekspresi gen yang lainnya yaitu resesif, sehingga
sifat yang terakhir ini tidak tampak.
Dalam percobaanya, Mendel menggunakan tanaman ercis untuk melihat
adanya perbedaan dalam ukuran pohon, misalnya adanya variasi tinggi 0,45 m
sampai 1,00 m. Sifat –sifat tersebut memperlihatkan perbedaan yang kontras
sehingga memudahkan untuk diamati. Pada waktu Mendel mengadakan
persilangan antara kedua varietas tersebut dimana yang satu tinggi dan yang
lain pendek, maka Mendel mendapat hasil sebagai berikut :
Persilangan antara jantan dan betina pada Ercis bersegresi sehingga ratio
fenotipnya adalah tinggi, sedangkan keturunan F2 akan memisah dengan
perbandingan fenotip yaitu tinggi : pendek = 3 : 1. Sedangkan ratio genotipnya
adalah TT : Tt : tt = 1 : 2 : 1. Satu tumbuhan Ercis homozigot, dan dua tumbuhan
Ercis heterozigot dan satu tumbuhan Ercis pendek.

2. Persilangan Dihibrid
Semua keterangan di atas hanya membicarakan persilangan satu sifat
beda. Sekarang akan dipelajari dua individu dengan dua sifat beda dimana hasil
persilangan ini dinamakan dihibrid.
Sebelum melakukan percobaan, harus diketahui cara pewarisan sifat.
Dua pasang yang diawasi oleh pasangan gen yang terletak pada kromosom yang
berlainan. Sebagai contoh Mendel melakukan percobaan dengan menanam
kacang Ercis yang memiliki dua sifat beda. Mula-mula tanaman galur murni
yang memiliki biji bulat berwarna kuning disilangkan dengan tanaman galur
murni yang memiliki biji keriput berwarna hijau, maka F1 seluruhnya berupa
tanaman yang berbiji bulat berwarna kuning. Biji-biji dari tanaman F1 ini
kemudian ditanam lagi dan tanaman yang tumbuh dibiarkan mengadakan
penyerbukan sesamanya untuk memperoleh keturunan F2 dengan 16 kombinasi
yang memperlihatkan perbandingan 9 / 16 tanaman berbiji keriput warna
kuning : 3 / 16 berbiji bulat warna hijau : 3 / 16 berbiji keriput warna kuning :
1 / 16 berbiji keriput warna hijau atau dikatakan perbandingannya ( 3 : 3 : 1)
(Halang, 2020).
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Persilangan Monohibrid
Fenotip Genotip Tabulasi Σ

IIII IIII
Merah MM 15
IIII

IIII IIII IIII IIII

Merah-Putih Mm IIII IIII 30

IIII IIII
Putih Mm 15
IIII

Rasio Fenotip = Merah : Putih


45 : 15
3:1
Rasio Genotip = MM : Mm : mm
15 : 30 : 15
1: 2 :1
B. Tabel Persilangan Dihibrid
Rasio yang
Jumlah
Fenotip Genotip Tabulasi diinginkan
(Genotip)
(Fenotip)

BBKK IIII 5

BBKk IIII IIII I 11


Bulat Kuning 35
BbKK IIII 4

BbKk IIII IIII IIII 15

BBkk IIII 4
Bulat Hijau 9
Bbkk IIII 5
bbKK IIII 5
Keriput Kuning 15
bbKk IIII IIII 10

Keriput Hijau bbkk IIII 5 5

Keterangan =
1. B : Bulat
2. b : Keriput
3. K : Kuning
4. k : Hijau
5. BBKK, BbKK, BbKk,
BBKk : Bulat Kuning
6. BBkk, Bbkk : Bulat Hijau
7. bbKK, bbKk : Keriput
Kuning
8. bbkk : Keriput Hijau
Rasio Fenotip = Bulat Kuning : Keriput Kuning : Bulat Hijau : Keriput Hijau
35 : 15 : 9 : 5
8,75 : 3,75 : 2,25 : 1,25

Rasio Genotip = BBKK : BbKK : BbKk : BBKk : bbKk : bbKK : BBkk


: Bbkk : bbkk
5 : 4 : 15 : 11 : 10 : 5 : 4 : 5 : 5
1,25 : 1: 3,75 : 2,75 : 2,5 : 1,25 : 1: 1,25: 1,25
V. ANALISIS DATA
1. Persilangan Monohibrid
Persilangan monohibrid adalah persilangan sederhana yang hanya
memperlihatkan satu sifat beda. Menurut hukum Mendel I, suatu persilangan
monohibrid akan menghasilkan rasio fenotif 3 : 1. (Wijayanto, Hidayat, &
Hasan, 2013).
Jika dominasi nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohybrid
menghasilkan keturunan dengan perbandingan 3:1. (Rinaldi. 2015)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di laboratorium Biologi
yang bertujuan untuk membuktikan Hukum Mendel I, maka diketahui bahwa
hasil pengamatan yang dilakukan dengan cara mengambil acak kancing genetik
ini dapat membuktikan perbandingan rasio fenotifnya pada data kelompok,
yaitu pada rasio fenotif Merah : Putih = 45 : 15, selain itu untuk rasio genotifnya
adalah MM : Mm : mm = 15 : 30 : 15, dan 1 : 2 : 1 apabila disederhanakan.
Sehingga data dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam praktikum ini
sesuai dengan hukum Mendel I.
Jika dituliskan persilangannya juga akan sesuai dengan hokum Mendel
I tersebut, yaitu
P : ♀MM >< ♂ mm
(Merah) (Putih)
F1 : Mm (Merah)
F1 >< F1 : ♀Mm >< ♂ Mm
(Merah ) (Merah)
G: M, m M, m
F2 :
Fenotip (Genotip) Merah (M) Putih (m)

Merah (M) MM Mm
Putih (m) Mm mm

Jadi berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka


didapatkan hasil persilangan dengan perbandingan sebagai berikut :
Rasio Fenotip = Merah : Putih
45 : 15
3:1
Rasio Genotip = MM : Mm : mm
15 : 30 : 15
1: 2 :1
Faktor keberhasilan dalam membuktikan hukum Mendel I di praktikum
kali ini adalah dengan cara mengocok kancing genetik dengan benar dan
mengambil acak kancing genetik secara perlahan dan teliti. Selain itu kancing
genetik yang digunakan pada praktikum kali ini sangat membantu mahasiswa
dalam memahami pembuktian perbandingan Mendel monohibrid. Penggunaan
kancing genetik untuk memberikan model perbandingan genetik menurut
mendel cukup tepat diberikan. (Erwinsyah, Riandi, & Nurjhani, 2016)

2. Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid ini lebih rumit dibandingkan dengan persilangan
monohibrid karena persilangan dihibrid melibatkan dua lokus. (Wijayanto.
2013).
Selain persilangan monohibrid, Mendel juga melakukan persilangan
dihibrid, yaitu persilangan yang melibatkan pola perwarisan dua macam sifat
seketika. Contoh persilangan galur murni kedelai berbiji kuning-halus dengan
galur murni berbiji hijau-keriput. Hasilnya berupa tanaman kedelai generasi F1
yang semuanya berbiji kuning-halus. Ketika tanaman F1 ini dibiarkan
menyerbuk sendiri, maka diperoleh empat macam individu generasi F2,
masing-masing berbiji kuning-halus, kuning-keriput, hijau-halus, dan hijau-
keriput dengan rasio 9 : 3 : 3 : 1. ( Ketut Suardamana, I. 2017)
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di laboratorium
Biologi yang bertujuan untuk membuktikan Hukum Mendel II, maka diketahui
bahwa hasil pengamatan yang dilakukan dengan cara mengambil acak kancing
genetik ini tidak membuktikan perbandingan rasio fenotifnya pada data
kelompok, yaitu rasio fenotif Bulat Kuning : Keriput Kuning : Bulat Hijau :
Keriput Hijau = 35 : 15 : 9 : 5 dan disederhanakan menjadi 8,75 : 3,75 : 2,25 :
1,25. Selain itu untuk rasio genotifnya adalah BBKK : BbKK : BbKk :
BBKk : bbKk : bbKK : BBkk : Bbkk : bbkk = 5 : 4 : 15 : 11 : 10 : 5 : 4 : 5 : 5.
Sehingga data dari hasil yang telah di lakukan dalam praktikum kali ini belum
tepat dengan hukum Mendel II.
Ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan Hukum Mendel II ini bisa jadi
karena praktikan yang kurang teliti saat menyilangkan kancing genetik juga
alasan lain seperti kurang banyaknya pengulangan karena data akan semakin
tepat dan akurat jika dilakukan pengulangan sebanyak beberapa kali. Selain itu,
jumlah kancing yang dipasangkan juga tidak terlalu banyak menyebabkan
diduga terjadi ketidaksesuaian dan penyimpangan peluang semakin besar dan
untuk mendapatkan hasil yang sama makin menjauhi dari teori yang
dikemukakan mendel. Meskipun demikian, seperti pada persilangan
monohibrid, praktikum persilangan dihibrid pun dalam kejadian nyata terdapat
penyimpangan atau deviasi. Perbandingan hasil persilangan dalam
kenyataannya berbeda atau mempunyai selisih dengan perhitungan.
Ada beberapa macam peristiwa yang dikategorikan sebagai
penyimpangan semu hukum Mendel, yaitu atavisme ( interaksi), kriptomeri,
epistasis dan hipostasis, komplementer, serta polimeri. Atavisme adalah
munculnya suatu sifat sebagai akibat adanya interaksi beberapa gen, contohnya
bentuk jengger atau pial ayam. Hasil perbandingan fenotif pada F2 -nya adalah
9:3:3:1. Kriptomeri merupakan peristiwa tertutupnya ekspresi gen dominan
apabila berdiri sendiri. Ekspresi gen ini akan terlihat jika terdapat secara
bersamaan dengan gen dominan lain. Hasil perbandingan fenotif pada F2-nya
adalah 9:3:4. Epistasis merupakan peristiwa suatu gen mengalahkan ekspresi
gen lain yang bukan alelnya. Epistasis dominan akan didapatkan perbandinagna
fenotif pada F2-nya 12:3:1, sedangkan epistasis resesif akan didapatkan
perbandingan fenotif pada F2-nya 9:3:4. Gen- gen Komplementer merupakan
gen-gen yang saling berinteraksi atau bekerja sama untuk memunculkan fenotif
tertentu. Apabila salah satu gen tersebut tidak ada, pemunculan fenotif tersebut
dapat terhalang. Hasil yang didapatkan pada F2 –nya diperoleh perbandingan
fenotif 9:7. Polimeri merupakan peristiwa beberapa pasang gen yang bukan
sealel memengaruhi sifat tertentu. Hasil perolehan perbandingan fenotif pada
F2 nya adalah 15:1. (Astarini, Dwi. 2018).
VI. KESIMPULAN
1. Persilangan monohibrid adalah persilangan sederhana yang hanya
memperlihatkan satu sifat beda.
2. Persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua sifat beda.
3. Persilangan pada praktikum kali ini yang dapat membuktikan Hukum Mendel
4. Persilangan monohibrid dapat membuktikum hukum Mendel I.
5. Sedangkan persilangan dihibrid belum mampu membuktikan namun hampir
mendekati hukum Mendel II.
6. Persilangan monohibrid menghasilkan Rasio Fenotip = Merah : Putih atau 45
: 15 yang disederhanakan menjadi 3 : 1. Rasio Genotip = MM : Mm : mm
atau 15 : 30 : 15 yang disederhanakan menjadi 1 : 2 : 1.
7. Persiliangan dihibrid menghasilkan : Rasio Fenotip = Bulat Kuning : Keriput
Kuning : Bulat Hijau : Keriput Hijau atau 35 : 15 : 9 : 5 yang disederhanakan
menjadi 8,75 : 3,75 : 2,25 : 1,25. Rasio Genotip = BBKK : BbKK : BbKk :
BBKk : bbKk : bbKK : BBkk : Bbkk : bbkk atau 5 : 4 : 15 : 11 : 10 : 5 : 4 : 5
:5

VII. DAFTAR PUSTAKA

Halang, Bunda. (2020). Penuntun Praktikum Genetika. Banjarmasin: Batang


PMIPA FKIP ULM.

Akbar, R. T., Hardhienata, S., & Maesya, A. (2015). IMPLEMENTASI SISTEM


HEREDITAS MENGGUNAKAN METODE PERSILANGAN HUKUM
MENDEL UNTUK IDENTIFIKASI PEWARISAN WARNA KULIT
MANUSIA. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu
Komputer/Informatika, 1(1). Di
https://www.academia.edu/download/57999039/e-
jurnal_rianaldi_065110286.pdf (di akses 18 oktober 2020).
Erwinsyah, R., Riandi, R., & Nurjhani, M. (2016). Relevansi praktikum dan
perkuliahan teori pada mata kuliah genetika. In Proceeding Biology
Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol.
13, No. 1, pp. 546-553).
Di https://jurnal.uns.ac.id/prosbi/article/download/5826/5212 (di akses 18
oktober 2020).

Wijayanto, D. A. 2013. “PENERAPAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSI


DALAM PENENTUAN PROBABILITAS GENOTIP KETURUNAN
DENGAN DUA SIFAT BEDA”. Skripsi. FMIPA, Matematika, Universitas
Jember, Jember.
Di
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/6268/Dwi%20Agus
%20Wijayanto%20-%20071810101099.pdf?sequence=1&isAllowed=y (di
akses 18 oktober 2020).

Ketut Suardamana, I. (2017). Genetika. Di


http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/18274/1/79a52075ebf5cecaca6c7841065582
ae.pdf (di akses 18 oktober 2020).

Astarini, D. (2018). PENINGKATAN PEMAHAMAN MATERI


PENYIMPANGAN SEMU HUKUM MENDEL MELALUI ALAT BANTU
BALING-BALING GENETIKA PADA SISWA KELAS XII IPS 2 SMA N
1 BATURETNO TAHUN PELAJARAN 2017/2018. Jurnal JARLITBANG
PENDIDIKAN, 3(2).
Di
http://journal.kelitbanganwonogiri.org/index.php/jjp/article/download/94/91
(di akses 18 oktober 2020).

Anda mungkin juga menyukai