Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM I

GENETIKA
(AKBK 3312)

“PERSILANGAN MONOHIBRID DAN PERSILANGAN DIHIBRID”

Disusun Oleh:
Rabiatul Adawiyah
(2110119120001)
Kelompok II A

Asisten Dosen:
Kamila Nur Faizza
Shafa’ Muthi’ah

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Muhammad Zaini, M. Pd.
Dr. Bunda Halang, M.T.
Riya Irianti, S. Pd., M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
SEPTEMBER
2022
PRAKTIKUM I

Topik : Persilangan Monohibrid dan Persilangan Dihibrid

Tujuan : Untuk Membuktikan Hukum Mendel (Rasio Fenotip dan Genotif

yang Dihasilkan)

Hari/Tanggal : Jum’at/16 September 2022

Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP ULM Banjarmasin

I. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Kotak tempat kancing genetik (beacker glass)
2. Kertas
3. Pulpen
B. Bahan
Kancing genetik yang digunakan adalah kancing genetik berwarna
(merah, hijau, putih, dan kuning).

II. CARA KERJA


A. Persilangan Monohibrid
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Menyiapkan 50 kancing merah dan kancing putih ke dalam beacker
glass yang bertanda (berlubang).
3. Menyiapkan 50 kancing merah dan kancing putih ke dalam beacker
glass yang bertanda (bertombol).
4. Mengocok atau mencampurkan kedua macam gamet tadi (merah
dan putih) jantan dan maupun betina pada masing-masing beacker
glass.
5. Mengaduk sampai seluruh kancing benar-benar tercampurv pada
masing-masing beacker glass.
6. Mengambil kancing pada masing-masing beacker glass tersebut
tanpa melihat dengan mata (secara acak) kemudian
memasangkannya satu persatu.
7. Mencatat hasil persilangan ke dalam tabel.
8. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.

B. Perslangan Dihibrid
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan berupa kancing
sebanyak 200 biji terdiri dari :
a. 25 merah jantan dan 25 putih jantan (ember kecil 1).
b. 25 kuning jantan dan 25 hijau jantan (ember kecil 2).
c. 25 merah betina dan 25 putih betina (ember kecil 3).
d. 25 kuning betina dan 25 hijua betina (ember kecil 4)
e. Keterangan : Merah = bulat, putih = keriput.
2. Masing-masing kancing dipasangkan sesuai ketentuan.
3. Memasukkan masing-masing ke dalam beacker glass dan
mengaduknya hingga merata.
4. Mengambil secara acak sepasang-pasang dari beacker glass I
dengan beacker glass III dipasangkan bersamaan dengan beacker
glass II dan beacker glass IV.
5. Meletakkan 2 pasang kancing yang masing-masing sudah diberi
nama sesuai ketentuan.
6. Kancing yang sudah diambil langsung dicatat dalam tabel
pengamatan.
7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.

III. TEORI DASAR


A. Persilangan Monohibrid
Dalam membicarakan satu sifat tertentu, kita hanya
menggambarkan pasangan kromosom dengan gen yang besangkutan
saja, tetapi bukan berarti bahwa kromosom dan gen-gen yang lain tak
ada dalam sel itu. Ada sifat yang disebut dominan, yaitu apabila
kehadiran gen yang mengawasi sifat ini menutupi ekspresi gen yang
lainnyab yaitu resesif, sehingga sifat yang terakhir ini tidak tampak.
Dalam percobaannya Mendel menggunakan tanaman Ercis untuk
melihat adanya peebedaan dalam ukuran pohon, misalnya adanya
variasi tinggi yang 0,45 m sampai 1,00 m. Sifat-sifat tersebut
memperlihatkan perbedaan yang kontras sehingga memudahkan untuk
mengganti.
Pada waktu Mendel mengadakan persilangan antara kedua varietas
tersebut dimana yang satu tinggi dan yang lain pendek, maka Mendel
mendapat hasil sebagai berikut :
Peersilangan antara jantan dan betina pada Ercis bersegresi
sehingga rasio fenotifnya adalah tinggi, sedangkan keturunan F2 akan
memisah denagn perbandingan fenotif yaitu tinggi : pendek = 3 : 1,
sedangkan rasio genotifnya adalah TT : Tt : tt = 1 : 2 : 1. Satu
tumbuhan Ercis homozigot, dan dua tumbuhan Ercis heterozigot dan
satu tumbuhan Ercis pendek.

B. Persilangan Dihibrid
Semua keterangan di atas hanya membicarakan persilangan satu
sifat beda. Sekarang akan dipelajari dua individu dengan dua sifat beda
dimana hasil persilangan ini dinamakan dihibrid.
Sebelum melakukan percobaan, harus diketahui cara pewarisan
sifat. Dua pasang yang di awasi oleh pasangan gen yang terletak pada
kromosom yang berlainan. Sebagai contoh Mendel melakukan
pecobaan dengan menanam kacang Ercis yang memiliki dua sifat beda.
Mula-mula tanaman galur murni yang memiliki biji bulat berwarna
kuning disilangkan dengan tanaman galur murni yang memiliki biji
keriput berwarna hijau, maka F1 seluruhnya berupa tanaman yang
berbiji bulat berwarna kuning. Biji-biji dari tanaman F1 ini kemudian
ditanam lagi dan tanaman yang umbuh dibiarkan mengadakan
penyerbukan sesamanya untuk memperoleh keturunan 1: 2 dengan 16
kombinasi yang memperlihatkan perbandingan 9/16 tanaman berbiji
bulat warna kuning : 3/16 berbiji bulat warna hijau : 3/6 berbiji keriput
warna kuning : 1/16 berbiji keriput warna hijau atau dikatakan
perbandingannya adalah (3 : 3 : 1).

IV. HASIL PENGAMATAN


A. Tabel Persilangan Monohibrid

Fenotif Genotif Tabulasi Jumlah


Merah MM IIII IIII IIII IIII 24
IIII
Merah muda Mm IIII IIII IIII IIII 52
IIII IIII IIII IIII
IIII IIII II
Putih mm IIII IIII IIII IIII 24
IIII

a. Rasio Fenotif
Merah : Putih
76 : 24
Disederhanakan (dibagi 24)
3,1 : 1

b. Rasio Genotif
MM : Mm : mm
24 : 52 : 24
Disederhanakan (dibagi 24)
1 : 2,1 :1
B. Tabel Persilangan Dihibrid

Fenotip Genotif Tubulasi Jumlah Rasio total


Bulat BBKK I 1 34
kuning BBKk IIII 4
BbKK IIII III 8
BbKk IIII IIII IIII 21
IIII I
Bulat BBkk III 3 9
hijau Bbkk IIII I 6
Keriput bbKK II 2 5
kuning bbKk III 3
Keriput bbkk II 2 2
hijau

a. Rasio Fenotif
Bulat Kuning : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau
34 : 9 : 5 : 2
Disederhanakan (Dibagi 2)
17 : 4,5 : 2,5 : 1

b. Rasio Genotif

BBKK : BBKk : BbKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk

1 : 4 : 8 : 21 : 3 : 6 : 2 : 3 : 2

Disederhanakan (Dibagi 2)

0,5 : 2 : 4 : 11,5 : 1,5 : 3 : 1 : 1,5 : 1


C. Foto Pengamatan
a. Persilangan Monohibrid

(Sumber : Dok. Kelompok II A, 2022)


b. Persilangan Dihibrid

(Sumber : Dok. Kelompok II A, 2022)

V. ANALISIS PENGAMATAN
A. Persilangan Monohibrid
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan
terhadap percobaan persilangan menggunakan 50 kancing merah
dan kancing putih yang bertombol dengan 50 kancing merah dan
kancing putih yang berlubang. Maka, didapatlah hasil yaitu Kancing
merah sebanyak 24 buah, Kancing putih sebanyak 24 buah, dan
Kancing Merah-Putih sebanyak 52 buah. Sehingga, perbandingan
fenotif dari Merah : Putih adalah 76 : 24, yang di sederhanakan
menjadi 3,1 : 1. Dari perbandingan fenotif tersebut dapat dilihat
bahwa hasilnya sesuai atau mendekati dengan hukum mendel I yaitu
perbandingan monohibrid adalah 3 : 1.
Sedangan, untuk perbandingan genotif didapatkan hasil
yaitu Kancing Merah (MM) sebanyak 24 buah, Kancing Putih (mm)
sebanyak 24 buah, dan Kancing Merah-Putih (Mm) sebanyak 52
buah. Sehingga, perbandingan genotif dari Merah (MM) : Merah-
Putih (Mm) : Putih (mm) adalah 24 : 52 : 24, yang disederhanakan
menjadi 1 : 2,1 : 1. Dari perbandingan genotif tersebut dapat dilihat
bahwa hasilnya sesuai atau mendekati dengan hukum mendel I yaitu
perbandingan genotif adalah 1 : 2 : 1.
Hukum pewarisan Mendel merupakan hukum yang
berorientasi pada pewarisan sifat organisme yang dijabarkan oleh
Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai
Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian yaitu
Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai
Hukum Mendel I. Kedua, hukum berpasangan secara bebas
(independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum
Mendel II (Maria, 2021). Hukum Mendel I menyatakan bahwa pada
pembentukan gamet (sel kelamin anak), kedua gen induk (orang
tua) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-
tiap gamet menerima satu gen dari induknya. Hukum inilah berlaku
untuk persilangan dengan satu sifat beda yang disebut persilangan
monohibrid (Suryo, 2013).
Secara garis besar, hukum mendel I pada persilangan
monohibrid ini mencakup tiga pokok:
1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur
variasi pada karakter turunannya. Alel terdiri dari dua
macam bentuk yaitu alel resisif (tidak selalu tampak dari
luar, dinyatakan dengan huruf kecil) dan alel dominan
(tampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar).
2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua
jantan dan satu dari tetua betina.
3. Jika sepasang gen merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan
sB), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan
(tampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang
tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada
gamet yang dibentuk pada turunannya (Maria, 2021).

Faktor keberhasilan yang dapat membuktikan hukum


Mendel I dalam praktikum kali ini adalah cara mengocok kancing
genetika dengan benar dan mengambil acak kancing genetik secara
perlahan dan teliti. Selain itu kancing genetika yang digunakan pada
praktikum kali ini sangat membantu dalam memahami pembuktian
perbandingan Mendel monohibrid. Penggunaan kancing genetik
untuk memberikan model perbandingan genetik menurut Mendel
cukup tepat diberikan kepada mahasiswa Pendidikan (Erwinsyah,
2016).

B. Persilangan Dihibrid
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan
terhadap percobaan persilangan menggunakan 25 Kancing merah
dan Kancing putih yang bertombol, 25 kancing merah dan kancing
putih yang berlubang, 25 Kancing Kuning dan Kancing Hijau
bertombol, dan 25 Kancing Kuning dan Kancing Hijau yang
berlubang. Dilengkapi dengan keterangan Merah = Bulat, Putih =
keriput. Maka, didapatlah hasil yaitu Bulat Kuning sebanyak 34
buah, Bulat Hijau sebanyak 9 buah, Keriput kuning sebanyak 5
buah, dan keriput hijau sebanyak 2 buah. Sehingga, perbandingan
fenotif dari Bulat Kuning : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput
Hijau adalah 34 : 9 : 5 : 2. Disederhanakan mejadi 17: 4,5 : 2,5 : 1.
Dari perbandingan fenotif tersebut dapat dilihat bahwa hasilnya
sesuaiatau mendekati dengan hukum mendel II yaitu perbandingan
dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1.

Sedangkan, untuk perbandingan genotif didapatkan hasil


yaitu Bulat Kuning (BBKK) sebanyak 1 buah, Bulat Kuning
(BBKk) sebanyak 4 buah, Bulat Kuning (BbKK) sebanyak 8 buah,
Bulat Kuning (BbKk) sebanyak 21 buah, Bulat Hijau (BBkk)
sebanyak 3 buah, Bulat Hijau (Bbkk) sebanyak 6 buah, Keriput
Kuning (bbKK) sebanyak 2 buah, Keriput Kuning (bbKk)
sebanyak 3 bauh, dan Keriput Hijau (bbkk) sebanyak 2 buah.
Sehingga, perbandingan genotif dari Bulat Kuning (BBKK) : Bulat
Kuning (BBKk) : Bulat Kuning (BbKK) : Bulat Kuning (BbKk) :
Bulat Hijau (BBkk) : Bulat Hijau (Bbkk) : Keriput Kuning
(bbKK) : Keriput Kuning (bbKk) : Keriput Hijau (bbkk) adalah 1 :
4 : 8 : 21 : 3 : 6 : 2 : 3 : 2. Disederhanakan menjadi 0,5 : 2 : 4 :
11,5 : 1,5 : 3 : 1 : 1,5 : 1. Dari hasil perbandingan genotif tersebut
dapat dilihat bahwa hasilnya tidak sesuai atau tidak mendekati
dengan hukum mendel II yaitu perbandingan genotif dihibrid
adalah 1 : 2 : 1 : 2 : 4 : 2 : 1 : 2 : 1. Hal tersebut dikenal dengan
penyimpangan semu hukum mendel yang terjadi dikarenakan
interaksi antara alel dan genetik sehingga memengaruhi
penampilan (fenotipe) individu. Persitiwa penyimpangan semu
hukum mendel juga dikenal dengan polimer yaitu suatu gejala yang
memiliki banyak gen yang bukan alel, tetapi dapat memengaruhi
karakter atau sifat yang sama (Amanda, 2021).

Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment)


dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Mendel II menyatakan
bahwa persilangan dengan dua sifat beda (dihibrid) atau lebih, pada
waktu pembentukan gamet terjadi kombinasi yang bebas antara
pasangan alel yang berlainan. Apabila ada dua pasang gen yang
tidak bertaut terdapat dalam F1 dihibrid maka fenotip F2 akan
memperlihatkan perbandingan 9:3:3:1. Jika tanaman dihibrid di uji
silang (tes cross) maka akan menghasilkan perbandingan 1:1:1:1.
Semakin banyak jumlah pasangan alel yang terlibat akan
memperbanyak jumlah fenotif dan genotif 9 pada keturunan kedua.
Variasi genetika mendel terjadi pada dominan sebagian, multiple
alel dan kodominan, pewarisan poligenik, interaksi gen dan
pengaruh lingkungan pada aksi gen (Maria, 2021). Hukum Mendel
II inilah yang berlaku pada persilangan dihibrid.

Selain itu, menurut Suryo (2013) Persilangan dihibrid yang


merupakan pewarisan dua pasang sifat itu diawasi oleh dua pasang
gen yang yang terletak pada dua kromosom yang berlainan.
Persilangan ini sesuai dengan Hukum Mendel II yakni “the law of
independent assortment of genes” atau hukum pengelompokan gen
secara bebas dan memiliki rasio fenotip 9 : 3 : 3 : 1 yang
merupakan hasil yang khas diperoleh dari penyilangan-
penyilangan antara individu-individu yang heterozigitik untuk dua
pasang gen, apabila pasangan-pasangan gen tersebut terletak pada
dua kromosom yang berlainan.
VI. KESIMPULAN
1. Hukum pewarisan Mendel merupakan hukum yang berorientasi pada
pewarisan sifat organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel
dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'
2. Persilangan monohibrid merupakan persilangan dengan satu sifat beda,
yang berorientasi dengan Hukum Mendel I.
3. Persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua sifat beda,
yang berorientasi dengan Hukum Mendel II.
4. Persilangan monohibrid pada praktikum ini mendekati Hukum Mendel
I, yaitu dengan rasio fenotif 3 : 1, dan rasio genotif 1 : 2 : 1.
5. Persilangan dihibrid pada praktikum ini ada yang mendekati dan ada
juga yang tidak mendekati (penyimpangan semu) Hukum Mendel II,
yaitu rasio fenotif 9 : 3 : 3 : 1 dan rasio genotif 1 : 2 : 1 : 2 : 4 : 2 : 1 :
2 : 1.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Amanda, S. (2021). Penggaluran Dan Evaluasi Genotipe Penginduksi
Haploid In Vivo Pada Jagung (Zea Mays). Doctoral dissertation,
Universitas Andalas.

Erwinsyah, Riandi, Nurjhani. (2016). Relevansi Praktikum dan Perkuliahan


Teori Pada Mata Kuliah Genetika. Seminar nasional XIIII
Pendidikan Biologi UNS. 1391), 546-553.

Halang, Bunda & Riya Irianti. ( 2022). Penuntun Praktikum Genetika.


Banjarmasin: Batang PMIPA FKIP ULM.

Maria, U. (2021). Modul Pembelajaran, Rps, Dan Panduan Praktikum Ilmu


Genetika. Doctoral Dissertation, Uin Raden Intan Lampung.

Suryo. (2013). Genetika untuk Strata 1. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Anda mungkin juga menyukai