BBKK
Bulat – BbKK
kuning
BBKk
BbKk
Bulat – BBkk
hijau Bbkk
Keriput bbKK
– kuning bbKk
Keriput
bbkk
– hijau
Jumlah
Ratio Fenotif = Bulat-kuning : Bulat-hijau : Keriput-kuning : Keriput-hijau
Ratio
genotif = BBKK : BbKK : BBKk : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbk
k
Analisa Data
Pada Persilangan Dihibrid, perbandingan rasio fenotif yang tepat, yaitu 9 : 3 : 3
: 1.
Percobaan Mendel sendiri, dimana untuk mendapatkan rasio fenotif 9 : 3 : 3 : 1
untuk perkawinan dihibrid, Mendel menggunakan sampel sebanyak 556
kacang ercis. Di samping sedikitnya kancing yang dipasangkan, ketidaksesuaian
hasil yang didapat juga dimungkinkan karena ketidaktelitian praktikan pada
saat pengambilan kancing.
Menurut hukum Mendel II, suatu persilangan dihibrid akan menghasilkan
ratio fenotifnya 9 : 3 : 3 : 1. Hukum Mendel II menyatakan bahwa gen-gen dari
sepasang alel memisah secara bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi
(meiosis) pada waktu pembentukan gamet- gamet. Oleh karena itu pada
percobaan persilangan dihibrid yang dilakukan itu telah terjadi 4 macam
pengelompokkan dari dua pasang gen, yaitu :
Gen B mengelompok dengan gen K, terdapat gamet BK
Gen B mengelompok dengan gen k, terdapat gamet Bk
Gen b mengelompok dengan gen K, terdapat gamet bK
Gen b mengelompok dengan gen k, terdapat gamet bk.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan pada percobaan persilangan dihibrid , maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
Persilangan dihibrid adalah suatu persilangan ( pembastaran ) dengan dua sifat
beda.
Tiap sifat dari organisme hidup dikendalikan oleh sepasang faktor keturunan
( gen ), satu dari induk jantan, lainnya dari induk betina.
Pada percobaan persilangan Dihibrid, rasio fenotifnya menyimpang dari teori.
Hal ini dimungkinkan karena :
Jumlah kancing yang dipasangkan tidak banyak sehingga kemungkinan terjadi
penyimpangan peluang semakin besar dan nisbahnya makin menjauhi dari
prediksi teoritis.
Ketidak telitian praktikan pada saat pengambilan kancing