Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh
Sulistyaning Tyas
Pembimbing
dr. Annisa Muhyi, Sp. A, M. Biomed
TUTORIAL KLINIK
Oleh :
Pembimbing
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Kejang pada
Neonatus”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. A. Wisnu W., Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Annisa Muhyi, Sp. A, M. Biomed selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Neurologi.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik
ini.Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut asal patofisiologi dan neuronal kejang dapat dibagi dua yaitu
epileptik dan non epileptik. Kejang epileptik berasal dari neuron kortikal dan
berkaitan dengan kelainan EEG. Sedangkan kejang non epileptik berawal dari
subkortikal dan biasanya tidak berkaitan dengan perubahan EEG apapun.
Penyebabnya adalah tidak adanya hambatan kortikal pada refleks batang otak.
5
Menurut data data dari Queensland Maternity and Neonatal clinical
guideline, kejang sangat sering terjadi dengan perkiraan 70% dari bayi kurang
bulan dengan pendarahan intraventriikular atau leukomalasia periventricular.
Kejang biasanya dikenali lebih sering dengan penggunaan monitor EEG
berkelanjutan.4
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau tonik pada
satu atau lebih anggota gerak. (Lissauer,Tom:2006)
Menurut asal patofisiologi dan neuronal kejang dapat dibagi dua yaitu
epileptik dan non epileptik. Kejang epileptik berasal dari neuron kortikal dan
berkaitan dengan kelainan EEG. Sedangkan kejang non epileptik berawal dari
subkortikal dan biasanya tidak berkaitan dengan perubahan EEG apapun.
Penyebabnya adalah tidak adanya hambatan kortikal pada refleks batang otak.
7
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan
Avery’s neonatology, ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :
PENYEBAB KETERANGAN
8
Sulit dikontrol dengan medikamentosa
Pendarahan Pendarahan intraventrikular
intrakranial Pendarahan intracerebral
Pendarahan subdural
Pendarahan subarachnoid
Infeksi SSP Meningitis bakteri
Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus
grup B, escherichia coli, listeria, staphyloccocus
Stroke perinatal Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan
stroke
Insidensi 1 per 4000
Metabolik Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesaemia
Hipo/hipernatremia
Ketergantungan pyridoxine
Kelainan Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun
metabolik tetap membutuhkan perhatian khusus untuk
bawaan menemukan penyebab yang dapat di tangani
Putus obat ibu Penghentian obat pada ibu yaitu heroin, barbiturat,
methadone, kokain, dll.
9
Kejang hari Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
kelima Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak
diketahui
Perdarahan intrakranial
Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra
kranial seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya
berhubungan dengan penyebab lain, yaitu :
10
penurunan kesadaran, tangisan yang melengking dan ubun-ubun besar
tegang dan menonjol. Mortalitas tinggi, dan pada bayi yang hidup
hidup biasanya terdapat gejala sisa neurologis.
3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular
Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada
seberapa beratnya penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi
yang mengalami trauma atau asfiksia biasanya timbul pada hari
pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan dapat timbul gejala seperti
gangguan napas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi kuadriparesis
flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada bayi
cukup bulan biasanya ditemukan riwayat intrapartum misalnya trauma,
pasca-pemberian cairan hpertonik secara cepat terutama natrium
bikarbonat dan asfiksia. Manifetasi klinis yang timbul biasanya
bervariasi mulai dari asimtomatik sampai gejala yang hebat. Gejala
neurologis yang paling sering ditemui adalah kjang yang bersifat fokal,
multifokal atau umum.
Hipokalsemia
Hipokalsemia umum terjadi pada bayi baru lahir prematur dan sakit. Kadar
kalsium lebih tinggi di darah tali pusat dibandingkan darah ibu karena transfer
kalsium aktif melalui plasenta ke janin. Pertambahan kalsium janin pada trimester
ketiga mendekati 150 mg/kg/24 jam, dan kandungan mineral tulang janin dua kali
lipat usia gestasi antara 30 dan 40 minggu. Semua bayi menunjukan sedikit
penurunan kadar kalsium setelah lahir, mencapai kadar paling rendah dalam 24
jam sampai 48 jam, saat hipokalsemia umumnya terjadi. Kadar kalsium serum
total kurang dari 7 mg/dL dan kadar kalsium ion kurang dari 3 – 3.5 mg/dL
dianggap sebagai hipokalsemia.
Penyebab hipokalsemia bervariasi tergantung waktu onset dan penyakit
pada bayi. Hipokalsemia dini pada neonates terjadi pada 3 hari pertama kehidupan
dan seringkali tanpa gejaa. Hipoparatiroidisme menetap berkurang respons
paratiroid terhadap penurunan kadar kalsium serum pascanatal yang biasa dapat
merupakan penyebab hipokalsemia pada bayi premature dan bayi dari ibu
11
diabetes. Tidak adanya kelenjar paratiroid kongenital dan sindrom DiGoerge juga
dihubungkan dngan hipokalsemia. Hipomagnesia(<1.5 mg/dL) dapat terjadi
bersamaan dengan hipokalsemia, terutama pada bayi dari ibu diabetes. Terapi
dengan kalsium saja tidak menghilangkan gejala atau meningkatkan kalsium
serum smapai hipomagnesia juga diterapi. Terapi natrium bikarbonat, pelepasan
fosfat dari nekrosis sel, hipoparatiroidisme menetap dan hiperkalsitonemia
mungkin merupakan penyebab hipokalsemua neonatal dini yang berhubungan
dengan asfiksia. Hipokalsemia awian dini berhubungan dengan asfiksia sering
terjadi kejang sebagai akibat ensefalopati hipoksik oiskemik atau hipokalsemia.
Hipokalsemia ambat pada neonatus atau tetani pada neonatus, sering merupakan
akibat pemberian susu yang menangdung fosfat tingi atau tidak mampu ekskresi
kandungan fosfat yang biasa terdapat pada susu formula. Hiperfosfatemia (>8
mg/dL) umunya terjadi pada bayi dengan hipokalsmeia setelah minggu pertama
kehidupan. Keadaa defisiensi vitamin D dan malabsorpsi juga dihubungkan
dengan hipokalsemua awitan lambat.
Manifestasi klinis hipokalsemia dan hipomagnesemia meliputi apne,
kedutan otot, kejang, laringospasme, tanda Chovstek (spasme otot wajah ketika
sisi wajah di atas nervus tujuh diketuk), tanda Trousseau (spasme karpopedal yang
dipicu oleh inflasi parsial dari manset tekanan darah). Dua anda terakhir jarang
terjadi pada periode awal neonatus.
Hipokalsemia neonates dapat dicegah dengan pemberian suplementasi
kalsium IV atau oral dengn dosis 25 sampai 75 mg/kg/24 jam. Hipokalsemua dini
asimtomatik daribayi premature dan bayi dari ibu diabetes sering membaik
spontan. Hipokalsemia spontan harus diterapi dengan 2 sampai 4 ml/kg kalsium
glukonas 10% diberikan secara intravena dan perlahan selama 10 – 15 menit,
diikuti infus kontinu dari kalsium elemental sebanyak 75 mg/kg/24 jam. Bila
terdapat juga hipomagnesemia, magnesium sulfat 50% sebanyak 0.1 mL/kg
diberikan secara intamuskular dan diulang setiap 8 – 12 jam.
Terapi hipokalsemia lambat meliputi tatalaksana segera seperti
hipokalsemia dini, ditambah pemberian minum dengan forula rendah fosfat.
Infiltrasi subkutan dari graram kalsium IV dapat menyebbkn nekrosis jaringan
suplementasi oral sifatnya hipertonik dan dapat menyebabkan iritasi mukosa usus
12
2.4 Patogenesis
Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa
berhubungan pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur
kortikal dan subkortikal yang masih sangat minim.
Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai
2 tahun yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan
kepadatan dendrit pada sunsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar
kehamilan sampai bulan pertama setelah kelahiran. Pada saat baru lahir,
13
merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi sinaps fisiologis dan
sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada aktifitas.
Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi pada sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5.
14
berhubungan dengan terjadinya kejang neonatus familial jinak,
menyebabkan proses hiperpolarisasi K+ yang berakibat terjadinya
penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.
Awitan kejang
Awitan kejang yang terjadi pada kejang demam biasanya dimulai antara 12
hingga 48 jam setelah lahir, bayi jarang mengalami kejang saat berada di ruang
bersalim. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam
setelah terjadi keadaan hipoksik iskemik dan sesuai dengan yang kita ketahui
tentang pelepasan dan penghancuran glutamat pada saat fase reperfusi sekunder3.
Keadaan yang sama terjadi pada bayi. Kejang onset lanjut memberi kesan adanya
meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia
15
o Lebih sering mengunyah, menghisap,
pada bayi menjulurkan lidah
cukup bulan o Ekstremitas- memukul,
o Terjadi pada gerak seperti berenang,
bayi dengan mengayuh pedal
gangguan SSP o Otonomik- apneu,
berat takikardia, tekanan darah
tidak stabil
Klonik o 50%4 o Biasanya dalam keadaan
o Lebih sering sadar
pada bayi o Gerak ritmik (1-3/detik)
cukup umur o Fokus organ lokal atau 1
sisi wajah atau tubuh.
Mungkin merupakan
fokal neuropathy yang
tersembunyi
o Multifokal – irregular,
terpotong-potong
Tonik 20%4 Mungkin melibatkan 1
Lebih sering bagian ekstremitas atau
pada bayi seluruh tubuh
preterm Ekstensi generalisata dari
(<2500gr) bagian tubuh atas dan
bawah dengan postur
opisthotonic
Mioklonik 5%4 Sentakan cepat terisolasi
(membedakan dari
mioklonik neonatus jinak)
Fokal (1 bagian
ekstremitas) atau
multifokal (beberapa
bagian tubuh)
16
Ditemukan pada putus
obat (terutama gol. Opiat
Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang
seperti fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak
pada neonatus. Yang biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu
fenomena lain yang penting adalah jitteriness.Jitteriness adalah gangguan dalam
pergerakan yang biasanya dihubungkan dengan hasil yang baik2. Jitteriness jinak
biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Adapun perbedaan
antara kejang dan jitteriness adalah :
2.6 Diagnosis
17
Adapun yang penting dicari melalui anamnesis adalah3 :
Faktor resiko :
Pemeriksaan fisik
18
pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas normal, namun demikian
bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang
mengalami kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan
berurutan :
19
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Kimia darah
Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan
magnesium pada darah serta analisa gas darah harus dilakukan.
Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas
pada bayi baru lahir, intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau
kejang yang tidak responsif terhadap antikonvulsan, harus dicari
penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.
b. CT-scan kranium
Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya
penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam
menentukan bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan
20
malformasi serebral.Melalui catatan sebelumnya, pemeriksaan ini
memberikan hasil yang penting pada kasus kejang neonatus,
terutama bila kejang terjadi asimetris.
c. MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi
subtle yang kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium..
3. Pemeriksaan lain
EEG(electroencephalography)
EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda
abnormal. EEG interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal.
Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari
awal terjadinya kejang, untuk mencegah kehilangan tanda-tanda
diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa depan bayi.
EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi cukup
bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting untuk
memeastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis yang timbul subtle
atau apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah diberikan. Untuk
menginterpretasikan hasil EEG dengan benar, sangatlah penting untuk
mengetahui status klinis bayi (termasuk keadaan tidur) dan obat-obatan
yabg diberikan.
21
keduanya mempunyai kemampuan menciptakan peristiwa ictal
yang sangat bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum adalah
lobus temporal. Beberapa penelitian telah menghitung durasi
kejang pada neonatus. Umumnya digunakan batasan 5 detik,
namun Clancy dan Ledigo menggunakan pembatasan menurut
mereka sendiri yaitu 10 detik sebagai durasi minimal dan definisi
ini juga diadopsi oleh Sher dkk.
o Disosiasi elektroklinik
22
23
Bagan manajemen terapi kejang pada neonatus4
24
Hentikan semua asupan secara oral
Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang
diindikasikan
Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5
mg/kg IV 4(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)
Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4
Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan
untuk menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan
pemeriksaan neurologis normal atau pemeriksaan neurologis
abnormal namun EEG normal
Penggunaan obat-obatan anti konvulsi
- Bukti penggunaan
Sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat anti konvulsi
yang diberikan pada neonatus saat ini dan sedikit konsensus
yang memberikan protokol penatalaksanaan optimal. Deteksi
kejang secara dini dan akurat sangat penting dalam memberikan
jalur pemberian obat anti konvulsi
25
Pemberian obat anti konvulsi dengan prinsip :
26
Jadwal pemberian obat anti konvulsi
- Phenobarbital
Phenobarbital
- IV (perlahan-lahan – contoh
: 1 mg/kg/menit), IM, Oral
- 2.5-5 mg/kg sekali sehari
dimulai 12-24 jam setelah
dosis awal
Keterangan Pengobatan lini pertama
Efektivitas kurang dari 50%4
Mengurangi kejang secara klinis
namun efek kurang pada kejang
EEG
Penambahan obat kedua (contoh
: fenitoin) seringkali dibutuhkan
Mungkin menyebabkan
apneu/depresi respiratorik pada
dosis tinggi (40 mg/kg) dan
peningkatan konsentrasi serum
(diatas 60 mikrogram/mL
Jangkauan terapeutik :
27
jam dari pemberian
intravena dosis awal
- 15-40 microgram/mL (65-
170 micromol/L)
- Fenitoin
Fenitoin
28
Monitor heart rate dan ritme dan
tekanan darah untuk mengetahui
apabila ada hipotensi
Jangkauan level terapeutik
60-400 mikrogram/kg/jam
Rekonstitusi dan dilusi
Dilusi 1 mg/kg
midazolam sampai
dosis total 50 mL
dengan Nacl 0.9%,
glukosa 5% atau 10%
1 ml/jam = 20
mikrogram/kg.jam
Keterangan Efektif pada bayi yang tetap
kejang setelah diberikan
fenobarbital dan/atau fenitoin
Dapat menyebabkan depresi
respiratorik dan hipotensi jika
29
disuntikkan dengan cepat atau
diberikan bersamaan dengan obat
golongan narkotika
Benzodiazepin
Diazepam
- 0,1-0,3 mg/kgBB
Phenobarbital
30
Absorbsi secara enteral termasuk baik, jadi memudahkan
pemindahan antara administrasi intravena ke pemberian secara oral.
Fenobarbital dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis rumatan
biasanya harus dinaikkan 5-8 mg/kg6 karena pada beberapa kasus
asfiksia, bayi harus memulihkan diri dari disfungsi hepar akut.
Hipotermia juga menurunkan metabolisme phenobarbital.
Fenitoin
Obat-obatan lain
31
antusias adalah levetiracetam. Levetiracetam telah digunakan
walaupun masih sedikit catatan mengenai percobaan obat ini
terhadap neonatus. Obat ini tidak memiliki interaksi dengan obat
lain. Obat ini tersedia sebagai solusi oral, sehingga memudahkan
konversi ke terapi oral. Obat ini dimetabolisme di ginjal, bukan di
hati. Mekanisme yang diketahui saat ini tidk secara langsung
melalui inhibisi atau eksitasi neutransmisi7. Dilaporkan beberapa
asus yang mengindikasikan efektifitas dan efek samping serius.
Dosis yang biasa digunakan adalah diantara 10-50 mg/kg7 dan
dosis rumatan harian dengan jumlah yang sama.
2.8 Prognosis
32
Meningitis 20 40 40
Malformasi otak 60 40
Hipokalsemia 100
Hipoglikemia 50 50
Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir
rendah seperti pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan
penyebabnya. Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung
semakin tinggi risiko kerusakan pada otak dan berdampak pada terjadinya
kelainan neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy dan retardasi mental).
33
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir (neonatal fit) adalah kejang yang
terjadi pada bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Menurut asal patofisiologi
dan neuronal kejang dapat dibagi dua yaitu epileptik dan non epileptik. Kejang
epileptik berasal dari neuron kortikal dan berkaitan dengan kelainan EEG.
Sedangkan kejang non epileptik berawal dari subkortikal dan biasanya tidak
berkaitan dengan perubahan EEG apapun. Penyebabnya adalah tidak adanya
hambatan kortikal pada refleks batang otak.
34
Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir
gangguan fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini
melibatkan bantuan ventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi keadaan
hipoglikemia, hipocalcemia atau gangguan metabolik lainnya. Manajemen kejang
pada neonatus yaitu pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian
oksigen. Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi. Lakukan penilaian
secepatnya apakah penyebab kejang dapatg ditangani dengan cepat, jika tidak bisa
tangani kejang dengan fenobarbital 20 mg/kg IV 4sambil terus memonitor sistem
kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi suportif yang dibutuhkan. Hentikan
semua asupan secara oral. Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata
cara yang diindikasikan. Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan
fenobarbital 5 mg/kg IV 4(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb). Jika
kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4. Kejang dapat tertangani,
lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk menghentikan obat antikonvulsan
jika : kejang terkontrol dan pemeriksaan neurologis normal atau pemeriksaan
neurologis abnormal namun EEG normal.
Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir
rendah seperti pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan
penyebabnya. Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung
semakin tinggi risiko kerusakan pada otak dan berdampak pada terjadinya
kelainan neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy dan retardasi mental).
35
DAFTAR PUSTAKA
36