PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik faktor alam
maupun faktor non alam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologi. (Suratman Woro Suprojo, Prosiding pengindraan jauh dan system informasi
geografi.2012). Manejemen bencana pada gedung merupakan hal yang perlu diperhatikan
bagi pengelola gedung. Salah satu manajemen bencana pada gedung adalah penentuan
jalur penyelamatan keluar dari gedung seperti perletakan titik-titik pemadam kebakaran
(fire alarm, sprinkler, hydrant), penanda jalur evakuasi, titik kumpul, letak tangga darurat,
serta jalur sirkulasi dari evakuasi penyelamatan bencana.
Salah satu manajemen bencana pada gedung adalah menentukan jalur
penyelamatan keluar dari gedung. Jalur evakuasi adalah jalur yang ditujukan untuk
membuat orang agar dapat menyikapi saat terjadi bencana dan tidak panik saat terjadi
bencana melainkan dapat memposisikan apa yang akan mereka lakukan dengan melihat
arah panah maupun tanda lain demi menekan jumlah korban yang disebabkan oleh
kepanikan saat terjadi bencana, seperti kebakaran, banjir maupun gempa bumi. Sistem
evakuasi penghuni dan pengunjung gedung terhadap bencana akan membantu penghuni
gedung dalam menyelamatkan diri, dengan menghindari tempat yang berbahaya ataupun
beresiko dan memilih jalur/tempat yang aman.
Penelitian ini dilakukan di gedung Fakultas Teknik UNS yang sudah dilengkapi
dengan sistem evakuasi, namun untuk pemenuhan kriteria belum dapat diketahui apakah
sudah memenuhi atau belum. Maka dari itu, penelitian sistem evakuasi ini akan lebih
difokuskan pada kriteria jalur penyelamatan yang ada di gedung Fakultas Teknik UNS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana jalur sistem evakuasi di gedung Fakultas Teknik UNS?
2. Apakah sistem evakuasi gedung Fakultas Teknik UNS sudah dapat memenuhi kriteria
yang ditetapkan?
D. Batasan Masalah
Permasalahan yang dibahas dibatasi hanya pada hal-hal sebagai berikut :
1. Kajian hanya lingkup gedung Fakultas Teknik UNS
2. Membahas mengenai permasalahan sistem evakuasi gedung Fakultas Teknik UNS
yang sudah ada saat ini
3. Membahas macam sistem evakuasi pada umumnya serta yang sudah ada pada gedung
Fakultas Teknik UNS
4. Membahas tentang kriteria sistem evakuasi yang semestinya diterapkan di gedung
Fakultas Teknik UNS.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, diharapkan penelitian ini mempunyai
manfaat sebagai berikut :
1. Menjadi acuan untuk melakukan penelitian sejenis dalam pengembangan sistem
evakuasi Fakultas Teknik UNS.
2. Memberikan informasi kepada penghuni maupun pengunjung gedung Fakultas
Teknik mengenai macam sistem evakuasi yang ada saat ini.
3. Sistem evakuasi menjadi jalur penyelamatan yang harus ada pada setiap gedung dan
sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan.
F. Sistematika
Dari penyusunan laporan penelitian ini sistematika dibagi menjadi 4 bagian dan
secara terinci diuraikan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, sasaran dan tujuan,
Batasan masalah, manfaat penelitian serta sistematika dari laporan
penelitian.
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Jalur Evakuasi
Menurut Kepmen PU NO 10/KPTS/2000, setiap bangunan harus dilengkapi
dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga
memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-
hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Adapun tujuan dari sarana penyelamatan
adalah mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada
saat keadaan darurat terjadi. Sarana penyelamatan jiwa meliputi sarana jalan keluar,
tangga darurat, tanda petunjuk arah, pintu darurat, penerangan darurat, dan tempat
berkumpul.
Sarana evakuasi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
Terdapat peta jalur yang ditempatkan di tempat yang strategis dan mudah dilihat
Jalur evakuasi bebas dari halangan yang dapat menghambat proses evakuasi
Jalur evakuasi mampu mengeluarkan penghuni dalam waktu 2 hingga 3 menit
Material yang digunakan tidak mudah terbakar
1. Pintu-pintu Darurat
Pintu darurat adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha
penyelamatan jiwa pada saat terjadi kebakaran. Daun pintu harus membuka keluar
dan jika terutup maka tidak bisa dibuka dari luar (self closing door). Pintu darurat ini
tidak boleh terhalang dan tidak boleh terkunci, serta harus berhubungan langsung
dengan jalan penghubung, tangga, atau halaman luar.
Untuk menetapkan lebar jalan ke luar dari suatu jalur pintu dalam upaya
menghitung kapasitasnya, hanya lebar bebas dari jalur pintu harus diukur ketika pintu
dalam posisi terbuka penuh. Lebar bebas harus ukuran lebar bersih yang bebas dari
tonjolan. Bukaan pintu untuk sarana jalan ke luar harus sedikitnya memiliki lebar
bersih 80 cm. Bila digunakan pasangan daun pintu maka sedikitnya salah satu daun
pintu memiliki lebar bersih minimal 80 cm
Ketinggian permukaan lantai pada kedua sisi pintu tidak boleh berbeda lebih
dari 12 mm. Ketinggian ini harus dipertahankan pada kedua sisi jalur pintu pada jarak
sedikitnya sama dengan lebar daun pintu yang terbesar. Tinggi ambang pintu tidak
boleh menonjol lebih dari 12 mm. Ambang pintu yang ditinggikan dan perubahan
ketinggian lantai lebih dari 6 mm pada jalur pintu harus dimiringkan dengan
kemiringan tidak lebih curam dari 1 : 2.
Setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dari jenis engsel sisi atau pintu
ayun. Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari posisi
manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh.
Pintu kebakaran yang disyaratkan dari tipe engsel sisi dan tipe poros ayun
harus membuka atau berayun ke arah lintasan jalan ke luar apabila digunakan untuk
melayani ruangan atau daerah dengan beban penghuni 50 atau lebih. Pintu harus
membuka ke arah jalur jalan ke luar apabila digunakan pada ruang eksit yang
dilindungi atau apabila digunakan untuk melayani daerah yang mengandung resiko
bahaya kebakaran berat.
Lebar bersih dari segala rintangan, kecuali 110 cm, 90 cm, apabila total beban hunian
tonjolan pada atau di bawah tinggi dari semua lantai yang dilayani oleh jalur
pegangan tangan pada tiap sisinya tidak tangga kurang dari 50.
lebih dari 9 cm.
Maksimum ketinggian anak tangga 18 cm
Minimum ketinggian anak tangga. 10 cm
Minimum kedalaman anak tangga. 28 cm
Tinggi ruangan minimum. 200 cm
Ketinggian maksimum antar bordes 370 cm
tangga.
Tabel 2.1 Ukuran tangga
Sumber: SNI 03 – 1746 – 2000
Anak tangga dan bordes tangga harus padat, tahannya gelincir seragam, dan
bebas dari tonjolan atau bibir yang dapat menyebabkan pengguna tangga jatuh. Jika
tidak tegak (vertikal), ketinggian anak tangga harus diijinkan dengan kemiringan di
bawah anak tangga pada sudut tidak lebih dari 30 derajat dari vertikal, bagaimanapun,
tonjolan yang diijinkan dari pingulan harus tidak lebih dari 4 cm. Kemiringan anak
tangga harus tidak lebih dari 2 cm per m (kemiringan 1 : 48).
Ketinggian anak tangga harus diukur sebagai jarak vertikal antar pingulan
anak tangga. Kedalaman anak tangga harus diukur horisontal antara bidang vertikal
dari tonjolan terdepan dari anak tangga yang bersebelahan dan pada sudut yang betul
terhadap ujung terdepan anak tangga, tetapi tidak termasuk permukaan anak tangga
yang dimiringkan atau dibulatkan terhadap kemiringan lebih dari 20 derajat
(kemiringan 1 : 2,75).
Harus tidak ada variasi lebih dari 1 cm di dalam kedalaman anak tangga yang
bersebelahan atau di dalam ketinggian dari tinggi anak tangga yang bersebelahan, dan
toleransi antara tinggi terbesar dan terkecil atau antara anak tangga terbesar dan
terkecil harus tidak lebih dari 1 cm dalam sederetan anak tangga.
Tangga dan ram harus mempunyai rel pegangan tangan pada kedua sisinya. Di
dalam penambahan, rel pegangan tangan harus disediakan di dalam jarak 75 cm dari
semua bagian lebar jalan ke luar yang dipersyaratkan oleh tangga. Lebar jalan ke luar
yang dipersyaratkan harus sepanjang jalur dasar dari lintasan.
Pagar pengaman dan rel pegangan tangan yang disyaratkan harus menerus
sepanjang tangga. Pada belokan tangga, rel pegangan tangan bagian dalam harus
menerus antara deretan tangga pada bordes tangga.
Rel pegangan tangga harus paling sedikit 86 cm dan tidak lebih dari 96 cm di
atas permukaan anak tangga, diukur vertikal dari atas rel sampai ke ujung anak
tangga.
PEMBAHASAN
Terdapat 3 APAR yang terletak di masing-masing lantai sebanyak 1 buah, ada APAR
yang tidak sesuai dengan standar dan aturan yaitu terdapat 1 APAR yang tidak
terdapat tanda pemasangan antara tidak terpakai ataupun sudah pernah dipakai.
Ketinggian pemasangan APAR sudah sesuai dan sudah dilengkapi pula dengan
adanya check sheet. Komponen hydrant sudah terdapat dibeberapa titik gedung II
Fakultas Teknik UNS, namun kurang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan karena
belum dilengkapinya dengan alat hydrant yang harusnya ada di dalam hydrant
tersebut, yang dapat mempersulit proses penanganan ketika terjadi kebakaran.
Gambar APAR Gedung 2
Sumber Pribadi
Keputusan Menteri PU Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya
Kebakaran.
Tim Penyusun. 2000. SNI 03-1746-2000 Alat Bantu Evakuasi untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, Panduan Pemasangan.
Tim Penyusun. 2000. SNI 03-1756-2000 Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
Tim Penyusun. 2001. SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda
Arah, dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung.