Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik faktor alam
maupun faktor non alam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologi. (Suratman Woro Suprojo, Prosiding pengindraan jauh dan system informasi
geografi.2012). Manejemen bencana pada gedung merupakan hal yang perlu diperhatikan
bagi pengelola gedung. Salah satu manajemen bencana pada gedung adalah penentuan
jalur penyelamatan keluar dari gedung seperti perletakan titik-titik pemadam kebakaran
(fire alarm, sprinkler, hydrant), penanda jalur evakuasi, titik kumpul, letak tangga darurat,
serta jalur sirkulasi dari evakuasi penyelamatan bencana.
Salah satu manajemen bencana pada gedung adalah menentukan jalur
penyelamatan keluar dari gedung. Jalur evakuasi adalah jalur yang ditujukan untuk
membuat orang agar dapat menyikapi saat terjadi bencana dan tidak panik saat terjadi
bencana melainkan dapat memposisikan apa yang akan mereka lakukan dengan melihat
arah panah maupun tanda lain demi menekan jumlah korban yang disebabkan oleh
kepanikan saat terjadi bencana, seperti kebakaran, banjir maupun gempa bumi. Sistem
evakuasi penghuni dan pengunjung gedung terhadap bencana akan membantu penghuni
gedung dalam menyelamatkan diri, dengan menghindari tempat yang berbahaya ataupun
beresiko dan memilih jalur/tempat yang aman.
Penelitian ini dilakukan di gedung Fakultas Teknik UNS yang sudah dilengkapi
dengan sistem evakuasi, namun untuk pemenuhan kriteria belum dapat diketahui apakah
sudah memenuhi atau belum. Maka dari itu, penelitian sistem evakuasi ini akan lebih
difokuskan pada kriteria jalur penyelamatan yang ada di gedung Fakultas Teknik UNS.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana jalur sistem evakuasi di gedung Fakultas Teknik UNS?
2. Apakah sistem evakuasi gedung Fakultas Teknik UNS sudah dapat memenuhi kriteria
yang ditetapkan?

C. Sasaran dan Tujuan


Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini mempunyai sasaran dan
tujuan sebagai berikut :
1. Sasaran
Tersedianya sistem evakuasi yang baik secara kriteria dilihat dari aspek jalur evakuasi
serta kriteria yang seharusnya seperti dalam hal perletakan, jumlah serta keadaan
sistem evakuasi di gedung Fakultas Teknik UNS.
2. Tujuan
a) Mahasiswa mengetahui berbagai permasalahan sistem evakuasi gedung Fakultas
Teknik UNS.
b) Mahasiswa mengetahui berbagai macam sistem evakuasi bencana pada gedung
Fakultas Teknik UNS.
c) Mahasiswa mengetahui kriteria sistem evakuasi yang seharusnya di gedung
Fakultas Teknik UNS.

D. Batasan Masalah
Permasalahan yang dibahas dibatasi hanya pada hal-hal sebagai berikut :
1. Kajian hanya lingkup gedung Fakultas Teknik UNS
2. Membahas mengenai permasalahan sistem evakuasi gedung Fakultas Teknik UNS
yang sudah ada saat ini
3. Membahas macam sistem evakuasi pada umumnya serta yang sudah ada pada gedung
Fakultas Teknik UNS
4. Membahas tentang kriteria sistem evakuasi yang semestinya diterapkan di gedung
Fakultas Teknik UNS.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, diharapkan penelitian ini mempunyai
manfaat sebagai berikut :
1. Menjadi acuan untuk melakukan penelitian sejenis dalam pengembangan sistem
evakuasi Fakultas Teknik UNS.
2. Memberikan informasi kepada penghuni maupun pengunjung gedung Fakultas
Teknik mengenai macam sistem evakuasi yang ada saat ini.
3. Sistem evakuasi menjadi jalur penyelamatan yang harus ada pada setiap gedung dan
sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

F. Sistematika
Dari penyusunan laporan penelitian ini sistematika dibagi menjadi 4 bagian dan
secara terinci diuraikan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, sasaran dan tujuan,
Batasan masalah, manfaat penelitian serta sistematika dari laporan
penelitian.
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Darurat pada Bangunan


Kondisi darurat merupakan suatu kondisi yang memaksa manusia untuk
menyelamatkan diri dari suatu penyebab tertentu. Kondisi darurat dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia (human false).
1. Bencana Alam (natural hazard), seperti banjir, kekeringan, angin topan, gempa, dan
petir.
2. Kegagalan Teknis (technological hazard), seperti pemadaman listrik, bendungan
bobol, kebocoran nuklir, peristiwa kebakaran/ledakan, kecelakaan kerja, dan
pencemaran limbah.
3. Bencana Sosial, seperti perang dan kerusuhan.
Suatu kawasan perlu memperhatikan sistem tanggap darurat untuk mengantisipasi
terjadinya kondisi darurat. Sistem tanggap darurat merupakan suatu rangkaian kegiatan
dalam suatu sistem management dan kebijakan perusahaan tentang prosedur tanggap
darurat, responsibility, organisasi, serta mekanisme alur kegiatan jika terjadi kondisi
gawat darurat di tempat kerja (Panduan Praktis Divisi K3LH, 2009).

B. Jalur Evakuasi
Menurut Kepmen PU NO 10/KPTS/2000, setiap bangunan harus dilengkapi
dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga
memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-
hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Adapun tujuan dari sarana penyelamatan
adalah mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada
saat keadaan darurat terjadi. Sarana penyelamatan jiwa meliputi sarana jalan keluar,
tangga darurat, tanda petunjuk arah, pintu darurat, penerangan darurat, dan tempat
berkumpul.
Sarana evakuasi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
 Terdapat peta jalur yang ditempatkan di tempat yang strategis dan mudah dilihat
 Jalur evakuasi bebas dari halangan yang dapat menghambat proses evakuasi
 Jalur evakuasi mampu mengeluarkan penghuni dalam waktu 2 hingga 3 menit
 Material yang digunakan tidak mudah terbakar
1. Pintu-pintu Darurat
Pintu darurat adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha
penyelamatan jiwa pada saat terjadi kebakaran. Daun pintu harus membuka keluar
dan jika terutup maka tidak bisa dibuka dari luar (self closing door). Pintu darurat ini
tidak boleh terhalang dan tidak boleh terkunci, serta harus berhubungan langsung
dengan jalan penghubung, tangga, atau halaman luar.
Untuk menetapkan lebar jalan ke luar dari suatu jalur pintu dalam upaya
menghitung kapasitasnya, hanya lebar bebas dari jalur pintu harus diukur ketika pintu
dalam posisi terbuka penuh. Lebar bebas harus ukuran lebar bersih yang bebas dari
tonjolan. Bukaan pintu untuk sarana jalan ke luar harus sedikitnya memiliki lebar
bersih 80 cm. Bila digunakan pasangan daun pintu maka sedikitnya salah satu daun
pintu memiliki lebar bersih minimal 80 cm

Gambar 2.1 Lebar bersih pintu


Sumber: SNI 03 – 1746 – 2000

Ketinggian permukaan lantai pada kedua sisi pintu tidak boleh berbeda lebih
dari 12 mm. Ketinggian ini harus dipertahankan pada kedua sisi jalur pintu pada jarak
sedikitnya sama dengan lebar daun pintu yang terbesar. Tinggi ambang pintu tidak
boleh menonjol lebih dari 12 mm. Ambang pintu yang ditinggikan dan perubahan
ketinggian lantai lebih dari 6 mm pada jalur pintu harus dimiringkan dengan
kemiringan tidak lebih curam dari 1 : 2.
Setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dari jenis engsel sisi atau pintu
ayun. Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari posisi
manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh.
Pintu kebakaran yang disyaratkan dari tipe engsel sisi dan tipe poros ayun
harus membuka atau berayun ke arah lintasan jalan ke luar apabila digunakan untuk
melayani ruangan atau daerah dengan beban penghuni 50 atau lebih. Pintu harus
membuka ke arah jalur jalan ke luar apabila digunakan pada ruang eksit yang
dilindungi atau apabila digunakan untuk melayani daerah yang mengandung resiko
bahaya kebakaran berat.

2. Sarana Jalan Keluar


Menurut Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 1992, sarana jalan keluar adalah
jalan yang tidak terputus atau terhalang menuju suatu jalan umum, termasuk di
dalamnya pintu penghubung, jalan penghubung, ruangan penghubung, jalan lantai,
tangga terlindung, tangga kedap asap, pintu jalan keluar dan halaman luar. Sedangkan
jalan keluar adalah jalan yang diamankan dari ancaman bahaya kebakaran dengan
dinding, lantai, langit-langit dan pintu keluar yang tahan api.
Sarana jalan keluar yang digunakan pada saat kebakaran harus bebas dari
halangan apa pun juga karena untuk memperlancar jalannya evakuasi penghuni
gedung menuju tempat yang aman. Selain itu, sarana jalan keluar harus tidak licin,
mempunyai lebar minimum 1,8 meter, dan dilengkapi tanda-tanda petunjuk yang
menunjukkan arah ke pintu darurat.
Jalan keluar yang melayani pelepasan dari satu ruang tertutup untuk tangga
harus mempunyai tingkat ketahanan api yang sama dan proteksi bukaan mempunyai
tingkat proteksi kebakaran seperti dipersyaratkan untuk ruang tertutup untuk tangga
dan harus terpisah dari bagian lain dari bangunan. Jendela kebakaran sesuai
ketentuan yang berlaku tentang perlindungan terhadap bukaan, dipasang pada satu
pemisah di dalam bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem sprinkler
otomatis yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000.
Penyebaran api untuk bahan finis interior pada dinding, langit-langit dan
lantai harus dibatasi sampai kelas A atau kelas B dalam ruang tertutup untuk eksit
sesuai ketentuan yang berlaku untuk bahan finis interior dinding, lantai, dan langit-
langit. Sarana jalan ke luar harus dirancang dan dijaga untuk mendapatkan tinggi
ruangan seperti yang ditentukan di dalam standar ini dan harus sedikitnya 2,3 m
dengan bagian tonjolan dari langit-langit sedikitnya 2 m tinggi nominal di atas lantai
finis. Tinggi ruangan di atas tangga minimal 2 m dan diukur vertikal dari ujung anak
tangga ke bidang sejajar dengan kemiringan tangga. Pada bangunan yang sudah ada
tingginya langit-langit tidak kurang dari 2,1 m dari lantai dengan tanpa penonjolan di
bawah 2 m tinggi nominal dari lantai

3. Titik Kumpul (Assembly Point)


Titik kumpul merupakan suatu tempat di area luar gedung atau bangunan yang
diperuntukkan sebagai tempat berhimpun setelah proses evakuasi dan dilakukan
perhitungan personil, pada saat terjadi kebakaran. Tempat berkumpul darurat harus
aman dari bahaya kebakaran lainnya.

Gambar 2.2 Papan petunjuk titik kumpul


Sumber: indonetwork.co.id

Titik kumpul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.


- Aman dari bencana
- Mudah dilihat oleh tim penyelamat
- Cukup untuk menampung jumlah orang yang akan dievakuasi.
4. Tangga Evakuasi
Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, tangga evakuasi merupakan tangga
yang direncanakan khusus untuk penyelamatan apabila terjadi kebakaran. Tangga ini
digunakan sebagai alternatif saat terjadi kebakaran jika tangga yang biasa disediakan
untuk penghubung antarlantai tidak dapa digunakan karena terkurung api. Tangga
darurat harus berhubungan langsung dengan tempat terbuka dan dilengkapi dengan
pintu tahan api serta dapat menutup secara otomatis.
Setiap tangga kebakaran tertutup pada bangunan 5 lantai atau lebih, harus
dapat melayani semua lantai mulai dari lantai bawah, kecuali ruang bawah tanah
(basement) sampai lantai teratas harus dibuat tanpa bukaan (opening) kecuali pintu
masuk tunggal pada tiap lantai dan pintu keluar pada lantai yang berhubungan
langsung dengan jalan, pekarangan atau tempat terbuka. Berikut ini adalah kriteria
dimensi pada tangga-tangga dasar.

Lebar bersih dari segala rintangan, kecuali 110 cm, 90 cm, apabila total beban hunian
tonjolan pada atau di bawah tinggi dari semua lantai yang dilayani oleh jalur
pegangan tangan pada tiap sisinya tidak tangga kurang dari 50.
lebih dari 9 cm.
Maksimum ketinggian anak tangga 18 cm
Minimum ketinggian anak tangga. 10 cm
Minimum kedalaman anak tangga. 28 cm
Tinggi ruangan minimum. 200 cm
Ketinggian maksimum antar bordes 370 cm
tangga.
Tabel 2.1 Ukuran tangga
Sumber: SNI 03 – 1746 – 2000

Anak tangga dan bordes tangga harus padat, tahannya gelincir seragam, dan
bebas dari tonjolan atau bibir yang dapat menyebabkan pengguna tangga jatuh. Jika
tidak tegak (vertikal), ketinggian anak tangga harus diijinkan dengan kemiringan di
bawah anak tangga pada sudut tidak lebih dari 30 derajat dari vertikal, bagaimanapun,
tonjolan yang diijinkan dari pingulan harus tidak lebih dari 4 cm. Kemiringan anak
tangga harus tidak lebih dari 2 cm per m (kemiringan 1 : 48).
Ketinggian anak tangga harus diukur sebagai jarak vertikal antar pingulan
anak tangga. Kedalaman anak tangga harus diukur horisontal antara bidang vertikal
dari tonjolan terdepan dari anak tangga yang bersebelahan dan pada sudut yang betul
terhadap ujung terdepan anak tangga, tetapi tidak termasuk permukaan anak tangga
yang dimiringkan atau dibulatkan terhadap kemiringan lebih dari 20 derajat
(kemiringan 1 : 2,75).
Harus tidak ada variasi lebih dari 1 cm di dalam kedalaman anak tangga yang
bersebelahan atau di dalam ketinggian dari tinggi anak tangga yang bersebelahan, dan
toleransi antara tinggi terbesar dan terkecil atau antara anak tangga terbesar dan
terkecil harus tidak lebih dari 1 cm dalam sederetan anak tangga.
Tangga dan ram harus mempunyai rel pegangan tangan pada kedua sisinya. Di
dalam penambahan, rel pegangan tangan harus disediakan di dalam jarak 75 cm dari
semua bagian lebar jalan ke luar yang dipersyaratkan oleh tangga. Lebar jalan ke luar
yang dipersyaratkan harus sepanjang jalur dasar dari lintasan.
Pagar pengaman dan rel pegangan tangan yang disyaratkan harus menerus
sepanjang tangga. Pada belokan tangga, rel pegangan tangan bagian dalam harus
menerus antara deretan tangga pada bordes tangga.

Gambar 2.3 Ketinggian tangga lurus


Sumber: SNI 03 – 1746 – 2000
Gambar 2.4 Detail rel pegangan tangan
Sumber: SNI 03 – 1746 – 2000

Rel pegangan tangga harus paling sedikit 86 cm dan tidak lebih dari 96 cm di
atas permukaan anak tangga, diukur vertikal dari atas rel sampai ke ujung anak
tangga.

5. Tanda Penunjuk Arah


Arah jalan keluar harus diberi tanda sehingga dapat terlihat dengan jelas dan
dapat dengan mudah ditemukan. Tanda jalan keluar dan tanda yang menunjukkan
jalan keluar harus mudah terlihat dan terbaca. Tanda jalan keluar yang jelas akan
memudahkan dan mempercepat proses evakuasi karena menghilangkan keraguan
penghuni gedung saat terjadinya peristiwa kebakaran.
Tanda penunjuk arah harus berbentuk tanda gambar atau tulisan yang
ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, misalnya di persimpangan koridor atau di
lorong-lorong dalam areal gedung atau bangunan. Menurut Perda DKI Jakarta No. 3
Tahun 1992, tanda petunjuk arah jalan keluar harus memiliki tulisan “KELUAR” atau
“EXIT” dengan tinggi minimum 10 m dan lebar minimum 1 cm dan terlihat jelas dari
jarak 20 meter, serta harus dilengkapi dengan sumber daya darurat sejenis baterai.
Tanda jalan keluar dan penunjuk arah harus berwarna dasar putih dengan tulisan hijau
atau berwarna dasar hijau dengan tulisan putih.
Gambar 2.5 Tanda jalan keluar
Sumber: safetysign.co.id

6. Sistem Pengendali Asap


Asap merupakan zat padat atau cair yang melayang di udara dan gas yang
ditimbulkan jika bahan mengalami pemanasan atau pembakaran, bersama-sama
dengan sejumlah udara yang dimasukkan atau dengan kata lain dicampurkan ke
dalam massa. Asap dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a. Asap cair, merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang
banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, serta senyawa karbon lainnya.
b. Sinyal asap, merupakan salah satu dari bentuk komunikasi tertua yang ada di
dalam sejarah.
c. Titik asap, adalah temperatur ketika minyak atau lemak pada kondisi tertentu
menguapkan sejumlah senyawa volatile yang memberikan penampakan asap yang
jelas.
Asap sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh, terutama saat kebakaran terjadi.
Menghirup asap dapat merusak tubuh dengan cara asfiksia (sesak) yang sederhana,
yaitu tubuh menjadi kekurangan oksigen untuk bernafas. Selain itu, asap dapat
menyebabkan iritasi secara kimiawi atau kombinasi dari beberapa atau semua kondisi
tersebut. Mayoritas korban jiwa saat kebakaran diperkirakan sekitar 50 – 80% karena
menghirup asap daripada terluka bakar.
Dengan demikian, perlu adanya pengendalian asap, yang berguna untuk
mengurangi asap pada saat keadaan darurat terjadi. Salah satu alat untuk
pengendalian asap yakni Vent and Exhaust. Alat ini dipasang pada tempat-tempat
khusus seperti tangga kebakaran. Menurut Tanggoro (2006), Vent and Exhaust
memiliki beberapa fungsi antara lain:
a. Dipasang di depan tangga kebakaran yang akan berfungsi mengisap asap yang
akan masuk pada tangga yang dibuka pintunya
b. Dipasang di dalam tangga, secara otomatis berfungsi memasukkan udara untuk
memberikan tekanan pada udara di dalam ruangan tangga. Tekanan tersebut akan
mengatur tekanan udara di dalam ruangan lebih besar daripada udara.

C. Sarana Proteksi Kebakaran


Memadamkan kebakaran adalah suatu teknik menghentikan reaksi pembakaran
atau nyala api. Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan
salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api (Depnakertrans, 2008).
Pembakaran yang menghasilkan nyala api bisa dipadamkan dengan menurunkan
temperatur (cooling), membatasi oksigen (dilution), menghilangkan atau memindahkan
bahan bakar (starvation), dan memutuskan reaksi rantai api (Soehatman Ramli, 2005).
Teknik pemadaman dilakukan dengan media yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pemadaman tersebut (Depnakertrans, 2008).
Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan sistem perlindungan terhadap
kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja
secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam
kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman kebakaran. Yang termasuk dalam
sistem proteksi kebakaran aktif yaitu alarm (audible dan visible), deteksi/deketor (panas,
asap, nyala), alat pemadam api ringan (APAR), hydrant, dan sprinkler.
1. Instalasi Alarm Kebakaran
Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) pada suatu tempat atau bangunan
digunakan untuk pemberitaan kepada pekerja/penghuni di mana suatu bahaya
bermula. Sistem alarm ini dilengkapi dengan tanda atau alarm yang bisa dilihat atau
didengar. Penempatan alarm kebakaran ini biasanya pada koridor/gang-gang dan
jalan dalam bangunan atau suatu instalasi. Sistem alarm kebakaran dapat
dihubungkan secara manual atau otomatis pada alat-alat seperti sprinkler system,
detektor panas, detektor asap, dan lain-lain (Soehatman Ramli, 2005).

Gambar 2.6 Alarm Kebakaran


Sumber: indotrading.com

Sistem alarm kebakaran otomatis dirancang untuk memberikan peringatan


kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran sehingga dapat melakukan tindakan
proteksi dan penyelamatan dalam kondisi darurat (Kepmen PU No.10/KPTS/2000).
Komponen alarm kebakaran terdiri dari master control fire alarm, alarm bell, manual
station (titik pemanggil manual) yang dilengkapi dengan break glass, detektor panas,
detektor asap, detektor nyala, sistem sprinkler.
Menurut Perda DKI No. 3 Tahun 1992, instalasi alarm kebakaran harus selalu
dalam kondisi baik dan siap pakai. Sistem alarm kebakaran harus dipasang pada
semua bangunan, kecuali bangunan kelas 1A, yakni bangunan hunian tunggal. Sistem
alarm otomatis harus dilengkapi dengan sistem peringatan keadaan darurat dan sistem
komunikasi internal (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000).

2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


Menurut Permenaker No. Per. 04/MEN/1980, alat pemadam api ringan
(APAR) merupakan alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada mula kebakaran. APAR bersifat praktis dan mudah cara
penggunaannya, tetapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal
mula kebakaran. Keefektifan penggunaan APAR dalam memadamkan api tergantung
dari 4 faktor (ILO, 1989):
a. Pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasi kebakaran
b. Pengetahuan yang benar mengenai teknik penggunaan APAR.
c. Kecukupan jumlah isi bahan pemadam yang ada di dalam APAR
d. Berfungsinya APAR secara baik berkaitan dengan pemeliharaannya.

Gambar 2.6 APAR


Sumber: alat-pemadam.co.id

Jenis APAR berdasarkan media yang digunakan:

a. APAR dengan media air


APAR jenis ini membutuhkan gas CO2 atau N2 yang bertekanan yang berfungsi
untuk menekan air keluar.
b. APAR dengan media busa
APAR jenis ini juga membutuhkan gas CO2 atau N2 yang bertekanan untuk
menekan busa keluar.
c. APAR dengan serbuk kimia
APAR dengan serbuk kimia terdiri dari 2 jenis, yaitu:
1) Tabung berisi serbuk kimia dan sebuah tabung kecil (cartridge) yang berisi
gas bertekanan CO2 atau N2 sebagai pendorong serbuk kimia
2) Tabung berisi serbuk kimia yang gas bertekanan langsung dimasukkan ke
dalam tabung bersama serbuk kimia (tanpa cartridge). Pada bagian luar
tabung terdapat indicator tekanan gas (pressure gauge) untuk mengetahui
apakah kondisi tekanan di dalam tabung masih memenuhi syarat atau tidak.
d. APAR dengan media gas
Tabung gas biasanya dilengkapi dengan indicator tekanan pada bagian luarnya.
Khusus untuk tabung yang berisi gas CO2, corong semprotnya berbentuk melebar,
berfungsi untuk mengubah CO2 yang keluar menjadi bentuk kabut bila
disemprotkan.
e. Alat pemadam api beroda
Alat pemadam api ini sama dengan APAR, hanya ukurannya lebih besar dengan
berat antara 25 kg sampai dengan 150 kg dengan menggunakan serbuk kimia atau
gas. Untuk memudahkan bergerak, alat ini dilengkapi dengan roda dan digunakan
untuk memadamkan api yang lebih besar.

Persyaratan yang harus dipenuhi APAR tabung adalah sebagai berikut.

a. Tabung harus dalam keadaan baik


b. Etikel atau label mudah dibaca dengan jelas dan dapat dimengerti
c. Sebelum digunakan, segel harus dalam keadaan baik (tidak rusak)
d. Selang harus tahan terhadap tekanan tinggi
e. Bahan baku pemadam selalu dalam keadaan baik
f. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang diisyaratkan
g. Penggunaannya belum kadaluwarsa
h. Warna tabung harus mudah dilihat (merah, hijau, biru, atau kuning)

3. Instalasi Hidran Kebakaran


Menurut Tanggoro (2006), hidran kebakaran adalah suatu alat untuk
memadamkan kebakaran yang sudah terjadi dengan menggunakan alat baku air.
Sedangkan menurut Kepmenneg PU No.10/KTPS/2000, hidran adalah alat yang
dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan,
yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Berdasarkan lokasi
penempatan, maka hidran dibedakan atas (Juwana, 2005):
a. Hidran Bangunan (Box Hydrant – hidran kotak)
Hidran gedung ditempatkan pada jarak 35 meter, ditambah 5 meter jarak
semprotan air. Kemudian pada atap gedung yang tingginya lebih dari 8 lantai,
maka diperlukan hidran untuk mencegah menjalarnya api ke bangunan yang
bersebelahan.

Gambar 2.7 Hidran bangunan


Sumber: contractorfirehydrant.com

Hal lain yang perlu diperhatikan pada pemasangan hidran adalah:


1) Hidran bangunan yang menggunakan pipa tegak (riser) ukuran 6 inchi (15
cm) harus dilengkapi dengan kopling dari barisan atau unit pemadam
kebakaran dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh petugas
pemadam kebakaran.
2) Kotak hidran bangunan harus mudah dibuka, dapat terlihat, terjangkau dan
tidak terhalang oleh apapun.
b. Hidran halaman (Pole Hydrant)
Hidran halaman diletakkan di luar bangunan pada lokasi yang aman dari api.
Penyaluran air ke dalam bangunan dilakukan melalui katup Siamese.
Gambar 2.8 Pole Hydrant
Sumber: contractorfirehydrant.com

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemasangan hidran halaman adalah:


1) Hidran halaman harus disambungkan dengan pipa induk yang berukuran
diameter minimum 6 inchi (15 cm) dan mampu mengalirkan air 1000
liter/menit. Maksimal jarak antar hidran adalah 200 meter dan penempatan
hidran harus mudah dicapai oleh mobil pemadam kebakaran.
2) Hidran halaman yang mempunyai dua kopling outlet harus menggunakan
katup pembuka dengan diameter 4 inchi (10 cm) dan yang mempunyai tiga
kopling outlet harus menggunakan katup pembuka dengan diameter 6 inchi
(15 cm).

4. Instalasi Pemercik Otomatis (sprinkler)


Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, sprinkler adalah alat pemancar air
untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflector pada
ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata.
Sprinkler atau sistem pemancar air otomatis bertujuan untuk mencegah meluasnya
peristiwa kebakaran. Sistem sprinkler harus dirancang untuk memadamkan kebakaran
atau sekurang-kurangnya mampu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak
berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepala sprinkler pecah.
Gambar 2.9 Sprinkler
Sumber: projectmedias.com

Menurut NFPA 13 ada beberapa jenis sprinkler, di antaranya:


a. Sistem basah (wet pipe system)
Sistem sprinkler basah bekerja secara otomatis terhubung dengan sistem pipa
yang berisi air. Peralatan yang digunakan pada sistem sprinkler jenis ini terdiri
dari sumber air, bak penampungan, kepala sprinkler, tangki tekanan dan pipa air
di mana dalam keadaan-keadaan normal, seluruh jalur pipa penuh dengan air.
Sistem ini paling terkenal dan paling sedikit menimbulkan masalah.
b. Sistem kering (dry pipe system)
Sistem sprinkler kering merupakan suatu instalasi sistem sprinkler otomatis yang
disambungkan dengan sistem perpipaannya yang mengandung udara atau nitrogen
bertekanan. Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas mengakibatkan api
bertekanan membuka dry pipe valve.
c. Sistem curah (deluge system)
Sistem curah biasanya untuk proteksi kebakaran pada trafo-trafo pembangkit
tenaga listrik atau gudang-gudang bahan kimia tertentu. Sistem ini menyediakan
air secara cepat untuk seluruh area dengan memakai kepala sprinkler terbuka
yang dihubungkan ke supplai air melalui suatu valve. Valve ini dibuka dengan
cara mengoperasikan sistem deteksi yang dipasang di area yang sama dengan
sprinkler. Ketika valve dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan dan
dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada.
d. Sistem pra aksi (preaction system)
Komponen sistem pra aksi memiliki alat deteksi dan kutub kendali tertutup,
instalasi perpipaan kosong berisi udara biasa (tidak bertekanan) dan seluruh
kepala sprinkler tertutup. Valve untuk persediaan air dibuka oleh suatu sistem
operasi detektor otomatis yang dengan segera mengalirkan air dalam pipa.
Penggerak sistem deteksi membuka katup yang membuat air dapat mengalir ke
sistem pipa sprinkler dan air akan dikeluarkan melalui beberapa sprinkler yang
terbuka. Kepekaan alat deteksi pada sistem pra aksi ini diatur berbeda dan akan
lebih peka, maka dari itu disebut sistem pra aksi karena ada aksi pendahuluan
sebelum kepala sprinkler pecah.
e. Sistem kombinasi (combined system)
Sistem sprinkler kombinasi bekerja secara otomatis dan terhubung dengan sistem
yang mengandung air di bawah tekanan yang dilengkapi dengan sistem deteksi
yang terhubung pada satu area dengan sprinkler. Sistem operasi deteksi
menemukan sesuatu yang janggal yang dapat membuka pipa kering secara
stimulant dan tanpa adanya kekurangan tekanan air di dalam sistem tersebut.
Menurut SNI 03-3989-2000, dikenal dua macam sistem sprinkler yaitu sprinkler
berdasarkan arah pancaran dan berdasarkan kepekaan terhadap suhu. Berikut
klasifikasi kepala sprinkler.
a. Berdasarkan arah pancaran
1) Pancaran ke atas
2) Pancaran ke bawah
3) Pancaran ke arah dinding
b. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu
1) Warna segel
- Warna putih pada temperatur 93°C
- Warna biru pada temperatur 141°C
- Warna kuning pada temperatur 182°C
- Warna merah pada temperatur 227°C
- Tidak berwarna pada temperatur 68°C/74°C
2) Warna cairan dalam tabung gelas
- Warna jingga pada temperatur 53°C
- Warna merah pada temperatur 68°C
- Warna kuning pada temperatur 79°C
- Warna hijau pada temperatur 93°C
- Warna biru pada temperatur 141°C
- Warna ungu pada temperatur 182°C
- Warna hitam pada temperatur 201°C/260°C
BAB III

PEMBAHASAN

A. Sistem Evakuasi Gedung I Fakultas Teknik UNS


Bangunan gedung I Fakultas Teknik UNS terdiri dari 3 lantai, lantai 1 terdapat 24
ruang, lantai 2 terdapat 12 ruang serta lantai 3 terdapat 10 ruang dilengkapi dengan
adanya selasar sebesar 2 m dibagian utara dan selatan bangunan. Berikut adalah beberapa
hal yang sudah dilakukan analisis pada gedung I Fakultas Teknik UNS :
1. Jalur Evakuasi
KESESUAIAN
NO STANDAR
Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Terdapat peta jalur yang
ditempatkan di tempat
1 O
yang strategis dan
mudah dilihat
Jalur evakuasi bebas dari
halangan yang dapat
2 O
menghambat proses
evakuasi
Jalur evakuasi mampu
mengeluarkan penghuni
3 O
dalam waktu 2 hingga 3
menit
Material yang digunakan
4 O
tidak mudah terbakar
5 Tidak licin O
Mempunyai lebar
6 O
minimum 1,8 m
7 Dilengkapi tanda-tanda O
petunjuk yang
menunjukkan arah ke
pintu darurat
Sarana jalan ke luar
harus dirancang dan
dijaga untuk
mendapatkan tinggi
ruangan sedikitnya 2,3
8 O
m dengan bagian
tonjolan dari langit-
langit sedikitnya 2 m
tinggi nominal di atas
lantai finish
Tabel Jalur Evakuasi
Analisis Pribadi
Komponen jalur evakuasi terdiri atas 8 poin yang keduanya (100%) terpenuhi dan
sesuai dengan standar dimana dijelaskan bahwa terdapat 2 jalur evakuasi di gedung I
Fakultas Teknik UNS. Tinggi jalur evakuasi 3,7 m dan lebarnya 3,5 m dengan kondisi
bebas dari halangan. Peta evakuasi darurat terdistribusi ke seluruh penghuni gedung,
merata di setiap lantai gedung dimana terdapat 1 peta di masing – masing lantai
sehingga total ada 3 peta evakuasi darurat pada gedung tersebut. Informasi prosedur
untuk kejadian kebakaran atau kejadian darurat sangat penting dipasang di tempat
strategis. Serta pemasangan nomor telepon penting baik internal maupun eksternal
dalam keadaan darurat juga dapat mempermudah proses komunikasi (Syafran, 2014).
2. Titik Kumpul
KESESUAIAN
NO STANDAR
Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
1 Aman dari bencana O
Mudah dilihat oleh tim
2 O
penyelamat

3 Jumlah titik kumpul O


minimal 2
Jalur evakuasi mampu
mengeluarkan penghuni
4 O
dalam waktu 2 hingga 3
menit
Cukup untuk
menampung jumlah
5 O
orang yang akan
dievakuasi
Tabel Titik Kumpul
Analisis Pribadi
Komponen titik berkumpul terdiri atas 5 poin yang sudah terpenuhi dan sesuai dengan
standar, terdapat 1 poin yang kurang sesuai dengan standar karena di gedung I
Fakultas Teknik hanya terdapat 1 titik berkumpul sementara dalam standar titik
berkumpul minimal tersedia 2 titik sehingga jika salah satu titik tidak dapat
digunakan karena alasan keselamatan penghuni masih disediakan titik kumpul
alternatif.

Gambar Titik Kumpul


Analisis Pribadi
3. Tangga Evakuasi
KESESUAIAN
NO STANDAR
Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Lebar bersih dari segala
rintangan, kecuali
tonjolan pada atau di
1 O
bawah tinggi pegangan
tangan pada tiap sisinya
tidak lebih dari 9 cm
Maksimum ketinggian
anak tangga 18 cm,
2 minimal 10 cm, dengan O
kedalaman minimum 28
cm
Tinggi ruangan
3 O
minimum 200 cm
Ketinggian maksimum
4 antar bordes tangga 370 O
cm
Tabel Tangga Evakuasi
Analisis Pribadi
Komponen tangga darurat terdiri atas 4 poin yang seluruhnya (100%) terpenuhi, pada
gedung I Fakultas Teknik disediakan 2 tangga darurat yang terletak di tepi bangunan
(luar bangunan) sebelah timur, dan terletak di dalam bangunan berfungsi sekaligus
sebagai tangga utama gedung yang terdapat 1 buah anak tangga berbeda ketinggian
dengan yang lain namun masih dalam rentang kriteria yang sudah ditetapkan.
Gambar Tangga Evakuasi
Analisis Pribadi
4. Tanda Penunjuk Arah
KESESUAIAN
NO STANDAR
Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Tanda penunjuk arah
harus berbentuk tanda
1 gambar atau tulisan O
yang ditempatkan di
lokasi-lokasi strategis
Tanda petunjuk arah
jalan keluar harus
memiliki tulisan
“KELUAR” atau
“EXIT” dengan tinggi
minimum 10 m dan
2 O
lebar minimum 1 cm
dan terlihat jelas dari
jarak 20 m, serta harus
dilengkapi dengan
sumber daya darurat
sejenis baterai
Tanda jalan keluar dan
penunjuk arah harus
berwarna dasar putih
3 O
dengan tulisan hijau
atau berwarna hijau
dengan tulisan putih
Tabel Tanda Penunjuk Arah
Analisis Pribadi
Komponen petunjuk arah evakuasi darurat terdiri atas 3 poin, terdapat 1 poin yang
tidak sesuai dengan standar karena tidak terdapat tanda petunjuk arah jalan keluar di
gedung I Fakultas Teknik.

Gambar Tanda Penunjuk Arah


Analisis Pribadi
5. Sarana Proteksi Kebakaran
KESESUAIAN
NO STANDAR
Ada Tidak
Instalasi Alarm
1 O
Kebakaran
Alat Pemadam Api
2 O
Ringan (APAR)
Instalasi Hydrant
3 O
Kebakaran
4 Instalasi Sprinkler O
Tabel Sarana Proteksi Kebakaran
Analisis Pribadi
Terdapat 4 poin sarana proteksi kebakaran, 2 poin tidak sesuai karena tidak terdapat
di gedung I Fakultas Teknik UNS. Poin alarm kebakaran sudah ada namun belum dan
tidak sesuai dengan standar antara lain : gedung belum mempunyai instalasi alarm
otomatis, tidak dilengkapi dengan lonceng, dan melebihi rentang jarak antar detektor
yaitu dalam standar maksimal 9,1 m sementara detektor hanya terdapat 1 di lantai 2
dan lantai 3 dengan panjang gedung berkisar 10-20 yang sudah termasuk tidak sesuai
dengan kriteria alarm kebakaran. Terdapat 2 buah APAR di lantai 1 dan lantai 3
sudah sesuai dengan standar yang seharusnya (ketinggian pemasangan APAR sudah
sesuai dan APAR dilengkapi dengan check sheet)
6. Kesimpulan Sistem Evakuasi Gedung I Fakultas Teknik UNS
Disimpulkan bahwa implementasi penerapan standar keselamatan gedung yang
mengacu pada standar dan aturan, sebanyak 24 poin yang dibahas terdapat 19 poin
terpenuhi dan sesuai dengan standar/peraturan. Sebanyak 2 poin terpenuhi namun
belum sesuai dengan standar atau peraturan, dan 3 poin sisanya tidak terpenuhi.
Aspek penyelamatan berupa tersedianya pintu darurat, instalasi hydrant kebakaran,
instalasi sprinkler masih belum disediakan dalam gedung ini. Berikut adalah denah
gedung I Fakultas Teknik UNS :
Gambar Denah Lt 1 Gedung 1
Sumber Pribadi

Gambar Denah Lt 2 Gedung 1


Sumber Pribadi
Gambar Denah Lt 3 Gedung 1
Sumber Pribadi

B. Sistem Evakuasi Gedung II Fakultas Teknik UNS


Bangunan gedung II Fakultas Teknik UNS terdiri dari 3 lantai, lantai 1 terdapat 27
ruang, lantai 2 terdapat 16 ruang serta lantai 3 terdapat 18 ruang dilengkapi dengan
adanya selasar sebesar 2 m dibagian timur dan barat bangunan. Berikut adalah beberapa
hal yang sudah dilakukan analisis pada gedung I Fakultas Teknik UNS :
1. Jalur Evakuasi
KESESUAIAN
NO STANDAR
Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Terdapat peta jalur yang
ditempatkan di tempat
1 O
yang strategis dan
mudah dilihat
Jalur evakuasi bebas dari
halangan yang dapat
2 O
menghambat proses
evakuasi
Jalur evakuasi mampu
3 O
mengeluarkan penghuni
dalam waktu 2 hingga 3
menit
Material yang digunakan
4 O
tidak mudah terbakar
5 Tidak licin O
Mempunyai lebar
6 O
minimum 1,8 m
Dilengkapi tanda-tanda
petunjuk yang
7 O
menunjukkan arah ke
pintu darurat
Sarana jalan ke luar
harus dirancang dan
dijaga untuk
mendapatkan tinggi
ruangan sedikitnya 2,3
8 O
m dengan bagian
tonjolan dari langit-
langit sedikitnya 2 m
tinggi nominal di atas
lantai finish
Tabel Jalur Evakuasi
Analisis Pribadi
2. Titik Kumpul
KESESUAIAN
NO STANDAR
Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
1 Aman dari bencana O
Mudah dilihat oleh tim
2 O
penyelamat
Jumlah titik kumpul
3 O
minimal 2
Jalur evakuasi mampu
mengeluarkan penghuni
4 O
dalam waktu 2 hingga 3
menit
Cukup untuk
menampung jumlah
5 O
orang yang akan
dievakuasi
Tabel Titik Kumpul
Analisis Pribadi
Komponen titik berkumpul terdiri atas 5 poin yang sudah terpenuhi dan sesuai dengan
standar, terdapat 1 poin yang kurang sesuai dengan standar karena di gedung I
Fakultas Teknik hanya terdapat 1 titik berkumpul sementara dalam standar titik
berkumpul minimal tersedia 2 titik sehingga jika salah satu titik tidak dapat
digunakan karena alasan keselamatan penghuni masih disediakan titik kumpul
alternatif.
3. Tangga Evakuasi
KESESUAIAN
NO STANDAR
Sesuai Kurang Sesuai Tidak Sesuai
Lebar bersih dari segala
rintangan, kecuali
tonjolan pada atau di
1 O
bawah tinggi pegangan
tangan pada tiap sisinya
tidak lebih dari 9 cm
Maksimum ketinggian
anak tangga 18 cm,
2 minimal 10 cm, dengan O
kedalaman minimum 28
cm
3 Tinggi ruangan O
minimum 200 cm
Ketinggian maksimum
4 antar bordes tangga 370 O
cm
Tabel Tangga Evakuasi
Analisis Pribadi
Komponen tangga darurat terdiri atas 4 poin yang seluruhnya (100%) terpenuhi, pada
gedung I Fakultas Teknik disediakan 2 tangga darurat yang terletak di dalam
bangunan berfungsi sekaligus sebagai tangga utama gedung.
4. Sarana Proteksi Kebakaran
KESESUAIAN
NO STANDAR
Ada Tidak
Instalasi Alarm
1 O
Kebakaran
Alat Pemadam Api
2 O
Ringan (APAR)
Instalasi Hydrant
3 O
Kebakaran
4 Instalasi Sprinkler O
Tabel Sarana Proteksi Kebakaran
Analisis Pribadi

Terdapat 3 APAR yang terletak di masing-masing lantai sebanyak 1 buah, ada APAR
yang tidak sesuai dengan standar dan aturan yaitu terdapat 1 APAR yang tidak
terdapat tanda pemasangan antara tidak terpakai ataupun sudah pernah dipakai.
Ketinggian pemasangan APAR sudah sesuai dan sudah dilengkapi pula dengan
adanya check sheet. Komponen hydrant sudah terdapat dibeberapa titik gedung II
Fakultas Teknik UNS, namun kurang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan karena
belum dilengkapinya dengan alat hydrant yang harusnya ada di dalam hydrant
tersebut, yang dapat mempersulit proses penanganan ketika terjadi kebakaran.
Gambar APAR Gedung 2
Sumber Pribadi

Gambar Hydrant Gedung 2


Sumber Pribadi
5. Kesimpulan Sistem Evakuasi Gedung II Fakultas Teknik UNS
Disimpulkan bahwa implementasi penerapan standar keselamatan gedung yang
mengacu pada standar dan aturan, sebanyak 21 poin yang dibahas terdapat 16 poin
terpenuhi dan sesuai dengan standar/peraturan. Sebanyak 2 poin terpenuhi namun
belum sesuai dengan standar atau peraturan, dan 3 poin sisanya tidak terpenuhi.
Aspek penyelamatan berupa tersedianya pintu darurat, tanda penunjuk arah, instalasi
kebakaran, instalasi sprinkler masih belum disediakan dalam gedung ini. Berikut
adalah denah gedung II Fakultas Teknik UNS :

Gambar Denah Lt 1 Gedung 2


Sumber Pribadi

Gambar Denah Lt 2 Gedung 2


Sumber Pribadi
Gambar Denah Lt 3 Gedung 2
Sumber Pribadi
Daftar Pustaka

Keputusan Menteri PU Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya
Kebakaran.

Tim Penyusun. 2000. SNI 03-1746-2000 Alat Bantu Evakuasi untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, Panduan Pemasangan.

Tim Penyusun. 2000. SNI 03-1756-2000 Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.

Tim Penyusun. 2001. SNI 03-6574-2001 Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda
Arah, dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung.

Anda mungkin juga menyukai