Disampaikan oleh:
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Balai Pengembangan Kompetensi Satuan Polisi
Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
Jakarta, 9 September 2021
1
Pendahuluan
2
Peta Gambut Indonesia
3
Classification system of tropical peat [Wüst et al. (2003)]
4
Kebakaran Lahan Gambut
Dalam keadaan alami, kebakaran hutan dan lahan gambut di hutan tropis
jarang terjadi. Namun demikian, banyak aktivitas manusia di hutan tropis
terkait dengan kebakaran hutan. Pembukaan hutan untuk pemukiman,
pertanian, perkebunan, atau penebangan, dapat mengubah kelembaban
atau kelembaban dari tanah karena penguapan.
Selama musim kemarau yang panjang, kondisi lingkungan sekitar yang dekat
dengan tanah diperkirakan akan jauh lebih kering. Situs-situs yang dipenuhi
dengan biomassa terbengkalai dalam jumlah tinggi lebih rentan terhadap
kebakaran.
Potensi kebakaran berbeda dari satu tempat ke tempat lain tergantung pada
sifat bahan bakar, pola iklim, dan sumber penyulutan.
5
Gambaran kebakaran hutan dan lahan gambut 6
Munculnya “hotspot”
(Kemendagri, 2013) 7
Ramalan curah hujan di Indonesia
8
Karakteristik cuaca pada Fire Danger Rating Systems (FDRS) - BMKG for
ASEAN regions on March, 19, 2015
9
Perbandingkan dengan luas wilayah
kota DKI Jakarta: 66.150 Ha
10
Peran Pemadam Kebakaran
dan Penyelamat
11
Visi Pemadam Kebakaran:
12
Misi Pemadam Kebakaran
Misi Pemadam Kebakaran adalah mewujudkan Visi menyelamatkan jiwa dan harta
benda, yang dilaksanakan melalui Tugas Pokok dan Fungsi Pemadam Kebakaran
yang disebut sebagai Panca Dharma Pemadam Kebakaran, yaitu:
14
15
Strategi
Data kewilayahan,
Perencanaan
RISPKP ekonomi,
infrastruktur, dsb.
SDM, Sarpras
dan
Penganggaran
Risiko Kebakaran Tahunan
Pembentukan dan
Pengembangan
WMK, Skala
Layanan, SOP
16
Pencapaian SPM
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang
merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap
warga negara secara minimal
(akan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah)
17
18
Risiko Kebakaran
19
Risiko Kebakaran Wilayah
Merupakan agregat dari risiko kebakaran tematik yang ada di wilayah tersebut.
Risiko kebakaran wilayah
Risiko Kebakaran di Pemukiman
21
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Sub Urusan Kebakaran di Daerah perlu
didukung oleh prosedur operasional layanan
kebakaran dan penyelamatan
22
Tujuan Standar Operasional Prosedur
layanan kebakaran dan penyelamatan
a. Meningkatkan layanan kebakaran dan penyelamatan melalui
kepastian, konsistensi, transparansi dan akuntabilitas.
b. Pemerintah Daerah dapat memetakan dan menyusun SOP teknis
layanan kebakaran dan penyelamatan.
c. Mewujudkan keseragaman pelaksanaan tugas dan fungsi
perangkat daerah yang membidangi pemadam kebakaran dan
penyelamatan di daerah.
d. Sebagai pedoman bagi petugas dalam melaksanakan layanan
kepada masyarakat.
23
Manfaat Standar Operasional
Prosedur layanan kebakaran dan
penyelamatan
a. Membantu daerah dalam meningkatkan capaian SPM
sub urusan kebakaran.
b. Meningkatkan ketahanan Daerah dalam menghadapi
bahaya kebakaran atau kondisi yang membahayakan
keselamatan.
c. Sebagai pedoman bagi perangkat daerah dalam
menyusun program, perencanaan, dan penganggaran.
24
SOP Layanan Kebakaran dan
Penyelamatan, meliputi:
a. Layanan Pencegahan dan Pengendalian
Kebakaran;
b. Pemadaman Kebakaran;
c. Penyelamatan;
d. Pemberdayaan Masyarakat; dan
e. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun.
25
Pengembangan SDM
26
Kebakaran Lahan Gambut
Perubahan tata ruang wilayah juga ditandai dengan praktik yang memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan, seperti kegiatan land clearing yang berkaitan dengan
kegiatan komersial hasil-hasil hutan, seperti pembalakan kayu dan konversi berlebihan
menjadi lahan perkebunan.
Perubahan kondisi alamiah menjadi kondisi yang baru telah meningkatkan potensi risiko
terjadinya kebakaran akibat menurunnya kandungan air di rawa dan lahan rendah, yang
secara alamiah memiliki kandungan air (moisture) yang tinggi. Kebakaran lahan dan
hutan telah menjadi bencana.
Kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia telah menjadi masalah lingkungan
yang serius, karena bersifat berulang hampir di setiap tahunnya. Kebakaran lahan dan
hutan (karhutla) telah memusnahkan juta hektar hutan dan lahan yang menyebabkan
kerugian ekonomi, masalah sosial termasuk penyakit akibat polusi udara dan bencana
lingkungan dengan dampak jangka panjang. Kondisi kemarau panjang juga telah
memperparah terjadinya kebakaran lahan dan hutan, memicu masalah kabut lokal dan
masalah kabut lintas batas [1-4].
27
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia juga terjadi di lahan gambut berupa
kebakaran membara (smoldering combustion) dengan temperature 400 s.d.
600oC, yang terjadi di bawah lapisan tanah gambut (Gambar 1) [2], yang
menghasilkan asap pekat yang membatasi jarak pandangan.
Baik kebakaran hutan dan lahan yang bersifat flaming combustion dan
smoldering akan menghasilkan asap pembakaran yang terdiri dari gas hasil
pembakaran tidak sempurna, beracun, serta disertai pelepasan partikel halus
(particulate matter - PM) (haze) yang dapat tersuspensi di lokasi kebakaran
dalam waktu yang lama, bahkan menyebar jauh ke lokasi-lokasi di sekitarnya
dalam bentuk plume.
28
Fenomena Kebakaran pada
Lahan Gambut
29
Apabila kebakaran lahan gambut sudah terjadi dan meluas, maka
upaya untuk pemadamannya akan membutuhkan upaya yang
sulit berkaitan dengan akses, serta kebutuhan air yang sangat
banyak untuk upaya pemadamannya. Upaya pemadaman sangat
sulit dilakukan akibat mengeringnya sumber air permukaan
selama musim kemarau panjang.
30
Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap
Kesehatan
Komposisi asap kebakaran lahan gambut selain terdiri dari berbagai jenis gas, juga
mengandung partikulat (particulate matter - PM) yang sangat memprihatinkan,
mengingat ukurannya yang sangat kecil dan kemampuan untuk dihirup dalam-dalam ke
paru-paru.
Paparan PM, seperti Partikel PM10 (mampu melewati saluran pernapasan atas dan
disimpan di saluran udara), dan partikel PM2.5 (dapat dihirup lebih dalam ke paru-paru
dan diendapkan didaerah pertukaran gas terminal brokus dan alveoli). [5,6]. Kerugian
akibat kebakaran hutan dan lahan tidak hanya diukur dengan kerugian materi. Dampak
kesehatan dan kehilangan keanekaragaman hayati akibat kebakaran hutan dan lahan
perlu menjadi perhatian serius.
Studi yang dilakukan Susanto dan Fitriani [5] menunjukkan bahwa dalam jangka
panjang, dampak asap kebakaran hutan dan lahan terhadap kesehatan manusia dapat
menyebabkan (i) Kanker, (ii) Penurunan sistem imun, (iii) Penurunan ketahanan
terhadap infeksi, (iv) Meningkatnya respon inflamasi, (v) Alterasi fungsi paru.
31
Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap
Kesehatan (lanjutan)
Apabila karhutla tidak kunjung dapat dicegah untuk kembali berulang, tidak menutup
kemungkinan berdampak sosial dan ekonomi yang lebih serius terkait dampak
kesehatan. Oleh sebab itu, pencegahan hutan sangat perlu dilakukan dan menjadi
prioritas utama, dan harus dilakukan.
32
Manajemen Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut
33
Restorasi Gambut (lanjutan)
Page, S.E. dkk (2002) juga menunjukkan bahwa kerusakan lahan gambut terbesar saat
terjadi kebakaran hutan Tahun 1997 terjadi di lokasi pembuatan kanal-kanal untuk
pengairan. Pembangunan kanal-kanal yang membelah rawa gambut telah mendorong
terjadinya pengeringan gambut yang berlebihan di saat musim kemarau.
36
FUNGSI HIDROLOGIS
VEGETASI
Suksesi alami Konsep KEMANDIRIAN
Revegetasi
REHABILITASI
Pemulihan REVITALISASI
Pertanian
Perikanan
Silvikultur
Paludikultur
Ekosistem Peternakan
Agroforestri Gambut Hasil hutan non kayu,
dll
PENGATURAN
Kelembagaan
LAW & ORDER
Insentif-disinsentif
Penegakan hukum
37
Contoh Desain Penataan Pemanfaatan Ruang di Ekosistem Gambut
38
The 1st GAMBUT workshop: UK – Indonesia collaboration for mitigation
of peat fires and restoration
Jakarta – Riau, 13 Agustus s/d 3 September 2018
39
Ilustrasi Metode Pemadaman Kebakaran Lahan Gambut
40
Catatan penelitian di lapangan
Fire experiment
Final
D1 D6 D9 D11 Day
Rain 1 Rain 2
Intensitas hujan : 5.6 mm/h 8.3 mm/h
Supresi
Tinggi curah hujan : 4.8 mm 2.5 mm
Hasil pemadaman oleh hujan: gagal
Supresi air
41
42
Catatan hasil penelitian 43
44