KEGAGALAN PERNAPASAN
A. PENGERTIAN
Hematotorak adalah adanya darah pada rongga pleura (Reksoprodjo S, 1995).
Torakotomi adalah tindakan life saving untuk menhentikan kelainan yang terjadi
karena pendarahan (Reksoprodjo, S, 1995).
Gagal pernapasan akut (GPA) adalah tidak berfungsinya pernapasan pada
derajat dimana pertukaran gas tidak adekuat untuk mempertahankan gas darah
secar adekuat (Hudak and Gallo, 1994).
B. PATOFISIOLOGI
Kecelakaan Lalulintas
3. Pembersihan jalan
nafas tidak efektif.
C. DATA FOKUS
1. Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas
2. Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur, tekanan
darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop
3. Integritas : ketakutan dan gelisah
4. Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line
5. Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila bernapas dan
batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri
6. Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi interkostal, perkusi
pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri (paradoksal).
Kulit pucat, sianosis, berkeringat
Penggunaan ventilator mekanik
7. Keamanan : riwayat trauma
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar x dada menyatakan adanya akumulasi cairan
2. Analisa gas darah : PaCO2 meningkat > 45, PaO2 menurun< 80, saturasi
oksigen menurun
3. Kadar Hb menurun < 10 gr %
4. Volume tidak menurun < 500 ml
5. Kapasital vital paru menurun
E. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi secara adekuat
2. Mencegah komplikasi
3. Memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
F. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan : pola pernapasan tidak efektif berhubungan
dengan gangguan rasio O2 dan CO2.
Data : perubahan frekuensi nafas, retraksi interkostal, penurunan vital
kapasitas paru, takipnea atau henti nafas bila ventilator dihentikan,
sianosis, penurunan PO2 < 80, peningkatan CO2 > 45, peningkatan
saturasi oksigen, gelisah
Tujuan keperawatan : Pola pernapasan efektif melalui ventilator tanpa
adanya penggunaan otot bantu pernapasan
Kriteria hasil : Saturasi oksigen normal, tidak ada hipoksia, kapasital vital
normal, tidak ada sianosis
Rencana tindakan :
a. Selidiki penyebab gagal pernapasan, rasional pemahaman tentang
penyebab kegagalan pernapasan penting untuk memberikan
perawatan.
b. Observasi pola napas dan catat frekuensi pernapasan, jarak antara
pernapasan spontan dan napas ventilator, rasional pasien dengan
pemasanagn ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi
dan pasien berupaya memperbaiki kekurangan oksigen dengan
peningkatan pola pernapasan sehingga frekuensi meningkat.
c. Auskultasi dada secara periodik, catat bila ada kelainan bunyi
pernapasan. Rasional : Memberikan informasi tentang adanya
obsturksi jalan nafas, perubahan simetrisitas dada menunjukkan tidak
tepatnya letak selang endotrakeal.
d. Jumlahkan pernapasan pasien selama 1 menit penuh dan bandingkan
untuk menyusun frekuensi yang diinginkan ventilator. Rasional :
Pernapasan pasien cepat menimbulkan alkalosis respiratorik,
sednagkan pernapasan pasien lambat menimbulkan asidosis
( peningkatan PaCO2)
e. Kembangkan balon selang endotrakeal dengan tepat menggunakan
tehnik hambatan minimal, periksa pengembangan tiap 4 jam.
Rasional : balon harus tepat mengembang untuk meyakinkan ventilasi
adekuat sesuai volume tidak yang diinginkan
f. Periksa selang bila ada sumbatan/lipatan. Rasional lipatan selang
menghambat aliran volume udara adekuat. Adanya air memungkinkan
tumbuhkan kuman sehingga pencetus terjadinya kolonisasi kuman.
g. Periksa fungsi alarm ventilator. Rasional : ventilator mempunyai
berbagai alarm sehingga kelainan dini bisa terdeteksi misalnya adanya
penurunan tekanan gas, saturasi oksigen, rasio inspirasi dan ekspirasi
dsb.
h. Bantu pasien dalam kontrol pernapasan bila penyapihan diupayakan.
Rasional melatih pasien untuk bernapas secara lambat denga cara
nafas abdomen dan penggunaan tehnik relaksasi sehingga fungsi
pernapasan bisa maksimal.
i. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah sesuai pesanan.
Rasional untuk mengetahui keberhasilan pemberian bantuan napas.
j. Kaji volume tidal. Rasional untuk menentukan jumlah udara inspirasi
dan ekspirasi
k. Awasi rasio inspirasi den ekspirasi. Rasional : fase ekspirasi biasanya
2 kali panjangnya dari kecepatan inspirasi.
Evaluasi dikombinasi
PaO2 <50 mmHg dengan Ph dan PCO2
9
1. Fraksi oksigen ( Fi O2) inspirasi 100 %
2. VT = 10-15 ml/Kg berat badan
3. Frekuensi pernapasan = 10-15 x/menit
4. Aliran inspirasi = 40-60 l/dt
5. Sensitivitas = -2 cm H2O
6. Tekanan ekspirasi akhir positif ( TEAP) = 0-5 cm
Kriteria Penyapihan :
1. Kapasitas vital = 10-15 cc/Kg
2. VT = 4-5 cc/Kg
3. Ventilasi per menit = 6-10 liter
4. Kekuatan inspirasi = 20 cm H2O
5. GDA normal
6. Selang endotrakeal
7. Di atas karina pada foto rongent, diameter 8,5 mm
8. Nutrisi 2000-2500 kal/hari
9. Kesiapan emosi baik
10. Tanda fisik stabil
Indikator Penyapihan :
Perbaikan penyebab kegagalan pernapasan, mempertahankan kekuatan otot, nutrisi
sesuai, persiapan psikologis.
10
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi –
descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang
mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996).
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera
kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9
– 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang
tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal
diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di
nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”,
sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka
reaksi verbal diberi nilai “T”.
11
B. PATOFISIOLOGI
Cidera Kepala TIK - Oedem
- Hematom
Respon Biologi Hypoxemia
Kelainan Metabolisme
Cidera Otak Primer Cidera Otak Sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel Otak
12
Hubungan Cedera Kepala Terhadap Munculnya Masalah Keperawatan
Nyeri
Intracerebral Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung
Gangguan
kesadaran / Edema Cerebri
Penurunan GCS
13
C. MEKANISME CEDERA KEPALA
Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala
manusia maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:
1. Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat,
lebih dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi
kerusakan yang terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai
pada kerusakan tulang kepala, jaringan dan pembuluh darah otak. (Bajamal A.H ,
1999).
2. Dynamic Loading
Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik).
Gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun
gaya tersebut bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury). Mekanisme
cidera kepala dynamic loading ini paling sering terjadi (Bajamal A.H , 1999).
a. Impact Injury
Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan diteruskan
kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan
sebagian yang lain akan diteruskan, sedangkan jika mengenai jaringan yang
keras akan dipantulkan kembali. Tetapi gaya impact ini dapat juga
menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan
menimbulkan lesi :
Pada cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum, Excoriasi,
Hematom subcutan, Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang atap kepala
meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete, Fraktur depresi.
Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom epidural,
Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intrakranial. Kontusio
serebri terdiri dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse
intrakranial, Laserasi serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal
injury (Umar Kasan , 1998).
14
densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang
kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap
berhenti, sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan
otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-
tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang
kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa Hematom subdural,
Hematom intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra coup kontusio.
Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan
ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri,
Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998).
15
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
CEDERA OTAK PRIMER
Cedera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik
akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera otak primer ini
dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera primer tidak mendapat
penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder (Bajamal
A.H, Darmadipura : 1993).
16
2. Fraktur Linier Kalvaria
Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada
tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala “bending” dan
terjadi fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial, tetapi tidak ada
terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur
tersebut cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup
besar, dari penelitian di RS Dr. Soetomo Surabaya didaptkan 88% epidural hematom
disertai dengan fraktur linier kalvaria. Jika gambar fraktur tersebut kesegala arah
disebut “Steallete fracture”, jika fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur
(Bajamal AH, 1999).
3. Fraktur Depresi
Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur masuk
rongga intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut, berdasarkan pernah
tidaknya fragmen berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2 yaitu
fraktur depresi tertutup dan fraktur depresi terbuka (Bajamal AH, 1999).
17
potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat secara “mozaik”
(Bajamal 1999).
18
1) KOMOSIO SEREBRI
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya
kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala. Sedangkan secara
klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15
menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesi retrogrde ataupun
antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan
(Bajamal AH : 1993).
2) KONTUSIO SEREBRI
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak
akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita pernah atau
sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan
neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti hemiparese/plegi, aphasia disertai
gejala mual-muntah, pusing sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada
pemerikasaan CT Scan didaptkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan
istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid
pada daerah yang mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut
“Pulp brain” (Bajamal A.H & Kasan H.U , 1993 ).
19
kesadaran, Adanya lateralisasi, Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang
dengan pemberian anlgesia. Pada CT Scan jika perdarahan volumenya lebih dari 20
CC atau tebal lebih dari 1 CM atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift)
lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan
sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan. Jika saat operasi
tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan jika
saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea. Pada
penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan diagnose
radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu “Burr hole
explorations” yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan
pada titik- titik tertentu yaitu Pada tempat jejas/hematom, pada garis fratur, pada
daerah temporal, pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria), pada daerah
parietal, pada daerah occipital. Prognose dari EDH biasanya baik, kecuali dengan
GCS datang kurang dari 8, datang lebih dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun (Bajamal
A.H , 1999).
20
prognosenya makin tua pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan
memperjelek prognosenya.
Subdural hematom adalah terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan
otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena /
jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan
sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam – 2 hari, 2 minggu atau beberapa
bulan.
Gejala – gejalanya :
1. Nyeri kepala
2. Bingung
3. Mengantuk
4. Menarik diri
5. Berfikir lambat
6. Kejang
7. Udem pupil.
21
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
CEDERA OTAK SEKUNDER
Cedera otak sekunder yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak
mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses
metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak maka
cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder yang meliputi Edema serebri,
Infrark serebri, Peningkatan tekanan intra kranial (Bajamal A.H , 1999).
EDEMA SEREBRI
Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel – sel otak, pada kasus cidera
kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema serebri vasogenik, Edema serebri
sitoststik (Sumarmo Markam et.al ,1999).
22
Gambaran CT Scan dari edema serebri Ventrikel menyempit, Cysterna basalis
menghilang, Sulcus menyempit sedangkan girus melebar.
23
vertebrae cervikal sampai terbukti tidak disertai cedera cervical, maka perlu dipasang
collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas
90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan. Setelah
jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal
antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan
nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO
2 antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi
yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan
menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat terjadinya iskemia, Periksa tekanan
oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen masker 8 liter /menit.
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak
ada) lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi >100x per menit
dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala
single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock
pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2x.
Pada pemeriksaan disability/kelainan kesadaran pemeriksaan kesadaran
memakai Glasgow Coma Scale, Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat
reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung, Periksa adanya
hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar
baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia.
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara
melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax,
foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan
seksama) (ATLS , 1997).
24
1. Reaksi Membuka Mata
2. Reaksi Verbal
Reaksi Verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4
3. Reaksi Motorik
Reaksi Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4
Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu
cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila
GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada
penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka
reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga
tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai
“X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi
maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
25
INDIKASI FOTO POLOS KEPALA
Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan
kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi
indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus
alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap,
Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi
foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut
tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto
polos posisi AP/lateral dan oblique.
INDIKASI CT SCAN
Indikasi CT Scan adalah :
1. Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah.
2. Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,
febris, dll).
4. Adanya lateralisasi.
5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
8. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
26
5. Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemerisaan foto kepala.
6. Klinis adanya tanda – tanda patah tulang dasar tengkorak.
7. Luka tusuk atau luka tembak
8. Adanya benda asing (corpus alienum).
9. Penderita disertai mabuk.
10. Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus,
gangguan faal pembekuan.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah sakit
tidak ada yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan
rumah sakit oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat
penderita di pulangkan harus di beri advice (lembaran penjelasan) apabila terdapat
gejala seperti ini harus segera ke rumah sakit misalnya : mual – muntah, sakit kepala
yang menetap, terjadi penurunan kesadaran, Penderita mengalami kejang – kejang,
Gelisah. Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih 2 x
24 jam dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999).
27
Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
a. Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15°
– 30°) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra
kranial turun.
b. Beri masker oksigen 6 – 8 liter/menit.
c. Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika tidak ada
perbaikan dapat diberikan vasopressor.
d. Pasang infus D5% ½ saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30
CC/KgBB/24jam.
e. Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan
perawatan yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran
kecil (12 Fr) untuk memberikan makanan yang dimulai pada hari I
dihubungkan dengan 500 cc Dextrose 5%. Gunanya pemberian sedini
mungkin adalah untuk menghindari atrophi villi usus, menetralisasikan asam
lambung yang biasanya pH nya sangat tinggi (stress ulcer), menambah
energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak terjadi metabolisme yang
negatip, pemberian makanan melalui pipa lambung ini akan ditingkatkan
secara perlahan – lahan sampai didapatkan volume 2000 cc/24 jam dengan
kalori 2000 Kkal. Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih
cepat pada penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi kuman di
dinding usus halus dan usus besar, Mencegah normal flora usus masuk
kedalam system portal.
f. Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari
terjadinya statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring
kekiri dan kanan setiap 2 jam.
g. Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh
langsung diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat
menyebabkan masking efek terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi
pernapasan. Pada penderita gelisah dapat terjadi karena nyeri oleh karena
fraktur, Kandung seni yang penuh, Tempat tidur yang kotor, Penderita mulai
sadar, Penurunan kesadaran, Shock, Febris.
TRANSPOR OKSIGEN
Sebagaimana yang diuraikan oleh beberapa peneliti (MacLean, 1971,
Peitzman, 1987, Abrams, 1993 mekanisme ini terdiri dari tiga unsur besar yakni:
28
1. Sistem Pernafasan yang Membawa O2 Udara Alveoli, Kemudian Difusi
Masuk ke Dalam Darah.
Setelah difusi menembus membran alveolokapiler, oksigen berkaitan dengan
hemoglobin dan sebagian kecil larut dalam plasma. Gangguan oksigenansi
menyebabkan berkurangnya oksigen didalam darah (hipoksemia) yang selanjutnya
akan menyebabkan berkurangnya oksigen jaringan (hipoksia). Atas penyebabnya,
dibedakan 4 jenis hipoksia sesuai dengan proses penyebabnya :
1) Hipoksia – Hipoksik : gangguan ventilasi-difusi
2) Hipoksia – Stagnan : gangguan perfusi/sirkulasi
3) Hipoksia – Anemik : anemia
4) Hipoksia – Histotoksik : gangguan pengguanaan oksigen dalam sel (racun
HCN, sepsis).
Pada pendarahan dan syok terjadi gabungan hipoksia stagnan dan anemik.
Kandungan oksigen dalam darah arterial (Ca O2) menurut rumus Nunn-Freeman
(MacLean, 1971, Lentner, 1984, Buran, 1987) adalah :
Ca O2 = (Hb x Saturasi O2 x 1,34) + (p O2 x 0,003)
Hb = kadar hemoglobin darah (g/dl) saturasi O2 = saturasi oksigen dalam
hemoglobin (%)
1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36 atau 1,39
pO2 = tekanan parsiel oksigen dalam plasma, mmHg
0,003 = koefisien kelarutan oksigen dalam plasma.
29
vasokonstriksi sudah berjalan dengan cepat melalui respons baroreseptor dan
katekolamin. Takikardia yang berlebihan justru merugikan, karena menyebabkan
EDV menurun sehingga CO juga turun. Cardiac output atau curah jantung adalah
volume aliran darah yang membawa oksigen ke jaringan. Hubungan antara curah
jantung (CO), frekwensi denyut jantung (f) dan Stroke Volume (SV) adalah sebagai
berikut:
CO = f x SV
SV : dipengaruhi oleh EDV--- C --- SVR
EDV : volume ventrikel pada akhir diastole
C : contractility (kekuatan kontraksi otot jantung)
SVR : Systemic Vascular Resistance
VR : Venous Return (jumlah darah yang masuk atrium), dalam keadaan
normal VR = CO
Available O2 = CO x Ca O2
Available O2 : oksigen tersedia (untuk jaringan)
Ca O2 : kandungan oksigen darah arterial.
30
DAFTAR PUSTAKA
7
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
DIABETIK KETOACIDOSIS
I. PENGERTIAN
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang
disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.
II. ETIOLOGI
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia
dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
1. Infeksi
2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin
III. PENGKAJIAN
(Menurut pengumpulan data base oleh Doengoes)
1. Aktivitas / Istrahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, koma
Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut
Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
Nadi yang menurun/tidak ada
Disritmia
Krekels, Distensi vena jugularis
Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
8
3. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK
baru/berulang
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat)
Urin berkabut, bau busuk (infeksi)
Abdomen keras, adanya asites
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan
Mual/muntah
Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat
Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu
Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek
Kekakuan/distensi abdomen, muntah
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas
aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental
Refleks tendon dalam menurun (koma)
Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
9
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen
Frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis
Kulit rusak, lesi/ulserasi
Menurunnya kekuatan umum/rentang erak
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang Lambat, penggunaan obat sepertii
steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital
(dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin
atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengatuan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Glukosa darah : meningkat 200 – 100 mg/dl atau lebih
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkaat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat atau menurun
6. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya
akan menurun
7. Fosfor : lebih sering menurun
8. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
10
9. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
10. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi),
leukositosis, hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi
11. Ureum/kreatinin: Mungkn meningkaatt atau normal(dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal)
12. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab DKA
13. Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat
14. Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,
pernafasan dan pada luka
F. RENCANA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan
intake akibat mual
11
Batasan Karakteristik :
Peningkatan urin output
Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal
Pulse perifer dapat teraba
Turgor kulit dan capillary refill baik
Keseimbangan urin output
Kadar elektrolit normal
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, Membantu memperkirakan pengurangan
muntah dan berkemih berlebihan volume total. Proses infeksi yang
menyebabkan demam dan status
hipermetabolik meningkatkan
pengeluaran cairan insensibel.
12
urin. ginjal dan keefektifan terapi.
13
hemokonsentrasi.
Hematokrit
Peningkatan nilai mencerminkan
kerusakan sel karena dehidrasi atau
BUN/Kreatinin awitan kegagalan ginjal.
Mencegah hipokalemia.
14
Batasan karakteristik :
Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan
Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
Diare
Kriteria hasil :
Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
Menunjukkan tingkat energi biasanya
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai
rentang normal
Intervensi Rasional
1. Pantau berat badan setiap hari atau Mengkaji pemasukan makanan yang
sesuai indikasi adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya.
4. Berikan makanan yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih baik
nutrien kemudian upayakan pemberian jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal
yang lebih padat yang dapat ditoleransi baik.
15
7. Kolaborasi :
Pemeriksaan GDA dengan finger Memantau gula darah lebih akurat daripada
stick reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi.
Berikan larutan dekstrosa dan Larutan glukosa setelah insulim dan cairan
setengah salin normal membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl.
Dengan mertabolisme karbohidrat
mendekati normal perawatan harus
diberikan untuk menhindari hipoglikemia.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta
2. Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis,
Philadelphia
3. Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta
17
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
18
2. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2) dan metabolik HCO3, yang
berhubungan dengan PH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer
bersifat respiratorik, metabolik atau campuran.
a. Apakah PaCO2 normal (40 mmHg), meningkat atau menurun ?
b. Apakah HCO3 normal (24 mEq/L), meningkat atau menurun ?
c. Tambahan : apakah ada kelebihan atau kekurangan basa ?
d. Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah
dalam arah yang sama.
e. Penyimpangan dari PaCO2 dan HCO3 dalam darah yang berlawanan
menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran.
f. Cobalah untuk menduga campuran primer dengan menghubungkan hasil
pemeriksaan yang ditemukan dengan keadaan klinis.
3. Perkirakan respon kompensatorik yang bakal terjadi pada gangguan asam basa
primer.
a. Jika respon kompensatorik lebih berat atau ringan dari pada yang
diperkirakan, mungkin ada gangguan asam basa campuran (normogram
asam basa juga dapat digunakan untuk mengetahui gangguan asan basa
campuran)
b. Hitung selisih (gap) anion plasma. Jika meningkat ( >16 mEq/l ),
mungkin sekali terjadi acidosis metabolik.
c. Bandingkan besarnya penurunan HCO3 plasma dengan peningkatan
selisih anion : seharusnya sama besar.
Jika peningkatan < dari selisih anion penurunan HCO3 , mungkin
komponen dari acidosis metabolik disebabkan oleh kehilangan
HCO3.
Jika peningkatan selisih dari anion jauh lebih besar dari penurunan
HCO3 berarti ada alkalosis metabolik yang menyertainya.
19
B. KELAINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEIMBANGAN
ASAM BASA
20
b. Metanol atau formaldehid : formad
c. Etilglikol (antibeku) : oksilat, glikolat
3) Kegagalan ekskresi asam : tidak adanya ekskresi NH4 ; retensi asam
sulfat dan asam fosfat
a. gagal ginjal akut dan kronik
AK B
1 20
AK
10
21
Usaha Kompensasi Tubuh
AK
10
0,75
AK B
1 20
22
2) Kehilangan melalui ginjal
a. Diuretik simpai atau tiazid (pembatasan NaCl + berkurangnya
ECF)
b. Kelebihan mineralokortikoid
Hiperaldosteronisme
Syndrom cushing ; terapi kortikosteroid eksogen )
Makan licorice berlebihan
c. Karbenisillin atau penicillin dosis tinggi
2. Retensi HCO3
a. Pemberian Natrium Bikarbonat berlebihan
b. Sundrom susu alkali (antasid, susu, natrium bikarbonat)
c. Darah simpan (sitrat) yang banyak (>8unit)
d. Alkalosis metabolik hiperkapnia (setelah koreksi pada asidosis
respiratorik kronik)
Ventilasi mekanis: penurunan yang cepat dari PCO2 tapi HCO
tetap tinggi sampai jinjal mengeksekresi kelebihannya.
23
Keseimbangan Sebelum Terjadi Alkalosis Metabolik
AK B
1 20
AK
B
1,25 30
AK B
1
40
Paru menahan CO2 ginjal mengeluarkan ion bikarbonat dan menahan ion H + dan
ion-ion lain. Urin menjadi basa
24
Keseimbangan Setelah Pengobatan
AK B
1 20
25
e. Pneumotorak
4. Obstruksi Saluran Nafas Atas yang Akut
a. Aspirasi benda asing atau muntah
b. Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat
AK B
1 20
B
AK
20
B
AK
30
26
Urin Menjadi Asam
AK B
2 40
2. Hipoksia
a. Pneumonia, asma, edema paru
b. Gagal jantung kongestif
c. Tinggal ditempat yang tinggi
27
Keseimbangan Sebelum Terjadi Alkalosis Respiratorik
AK B
1 20
AK
B
0,5
20
AK
B
0,5
15
Ginjal mengeluarkan ion bikarbonat, menahan H+ dan anion lain, urin basa.
28
Keseimbangan Setelah Pengobatan
AK B
0,5 15
Larutan mengandung Cl
29
Efek yang mengukuti perubahan pH
Asidosis metabolik + Alkalosis respiratorik Asidosis laktat sebagai komplikasi syok
PCO2 terlalu rendah HCO3 terlalu rendah septik
pH mendekati normal Sindrom hepato renal
Intoksikasi salisilat
Alkalosis metabolik + Asidosis respiratorik Pasien PPOM yang muntah atau yang
PaCO2 terlalu tinggi HCO3 terlalu tinggi pH menjalani penyedotan nasogastrik atau
mendekati normal deuretik kuat
Sindrom distres paru dewasa
NORMAL
HCO3 + : 24,0 mEq/L
H2CO3 : 1,2 mEq/L
Rasio : 20 : 1
30
PCO2 : 40,0 mmHg
PH : 7,4
Asidosis Metabolik Alkalosis Respiratorik
Penyebab : asidosis nefritis (penurunan Penyebab : Hiperpnea , demam
eksresi metabolisme asam ), asidosis diabetik Hasil : HCO3 24,0 mEq/L
(pengeluaran produksi metabolisme asam), H2CO3 0,6 mEq/L
diare, fistula pencernaan (kehilangan Rasio 40 : 1
bikarbonat utama) PCO2 20,0 mmHg
Hasil : HCO3 15.0 mEq/L PH 7,55
H2CO3 1,2 mEq/L Mekanisme kompensasi :
Rasio 12,5 : 1 Penurunan respirasi, peningkatan ekskresi
PCO2 40,0 mmHg bikarbonat diginjal, penahanan asam :
PH 7,2 dominasi buffer asam
Mekanisme kompensasi : Hasil : HCO3 20,0 mEq/l
Peningkatan respirasi, peningkatan amonia di H2CO3 0,8 mEq/L
ginjal, peningkatan ekskresi asam, penahanan Rasio 25 : 1
bikarbonat : dominasi buffer asam PCO2 25,0 mmHg
Hasil : HCO3 17,2 mEq/L PH 7,52
H2CO3 0,9 mEq/L
Rasio 19 : 1
PCO2 30,3 mmHg
PH 7,38 FIK UI B’ 95
31
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Asidosis Metabolik
1. Independen
a. Monitor tekanan darah, frekwensi nadi / ritme
b. Kaji tingkat kesadaran dan catat perubahan progresif, kondisi
neuromuskuler misalnya : kekuatan, tonus otot, pergerakan.
c. Bila terjadi koma, lakukan : tempat tidur direndahkan, gunakan
penghalang tempat tidur, observasi yang sering.
d. Observasi respirasi mengenai jumlah dan kedalamannya.
e. Kaji temperatur kulit : warna dan perfusi jaringan
f. Auskultasi bunyi bising usus
g. Monitor intake dan out put serta berat badan setiap hari
h. Tes atau monitor PH urine
i. Jaga kebersihan mulut dengan kumur cairan sodium bikarbona, lemon
atau boraks gliserin
2. Kolaborasi
a. Bantu dengan mengidentifikasi / mengobati sesuai penyebabnya
b. Monitor analisa gas darah
c. Monitor serum elektrolit dan potasium
d. Berikan cairan sesuai indikasi, tergantung pada etiologi antara lain Dekst. 5
%/saline solution
e. Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi antara lain :
Sodium bikarbonat/laktat atau saline melalui intra vena (mengoreksi
defisit bikarbonat/mengoreksi asidosis dengan PH , 7,2)
Potasium clorida (defisit serum)
Phospat (kronik asidosis dengan hipophopatemia)
Calsium (fungsi neuro muskuler)
f. Modifikasi diet sesuai dengan indikasi, contohnya : Diet rendah protein, tinggi
karbohidrat bila terdapat gagal ginjal atau diabetes.
g. Laksanakan terapi dralisil bila diindikasikan
32
B. Alkalosis Metabolik
1. Independen
a. Monitor jumlah pernafasan, ritme dan kedalamannya
b. Monitor jumlah nadi dan ritmenya
c. Monitor intake dan out put serta berat badan tiap hari
d. Batasi intake oral dan kurangi stimulus lingkungan, lakukan suction secara
intermiten bila terpasang NGT, irigasi/bilas lambung dengan cairan
isotonik
e. Anjurkan intak cairan dan makanan tinggi potasium dan kalsium sedapat
mungkin (tergantung pada tingkat kalsium dan potasium dalam darah),
contohnya : buah anggur dan buah apel, pisang, Cauli flower (kembang
kol), buah kering (manisan), kolang-kaling, biji gandum.
f. Lanjutkan pemberian terapi diuretik secara teratur, contoh lasik, etherynic
acid.
g. Instruksikan pasien untuk mencegah hilangnya, sejumlah bikarbonat
(anjurkan pasien untuk minum susu)
2. Kolaborasi
a. Bantu dengan mengidentifikasi/mengobati sesuai penyebabnya
b. Analisa gas darah, serum elektrolit, BUN
c. Berikan obat-obatan :
Sodium clorida/cairan ringer laktat secara intra vena jika tidak ada
kontra indikasi.
Amonium clorida atau arginin hidroklorida untuk mencegah
penurunan PH
Potasium clorida untuk mengatsi hipokalemia
Diamox
Spironolakton
d. Cugah atau batasi pengguanan sedatif/penenang
e. Anjurkan/laksanakan pemberian cairan secara intra vena
f. Berikan oksigen sesuai indikasi dan obat-obatan respiratori untuk
mengatasi kondisi ventilasi
g. Bantu dengan dralisis jika diperlukan
C. Asidosis Respiratori
1. Independen
a. Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan kesulitan pasien bernafas
(cuping hidung)
33
b. Auskultasi suara nafas
c. Kaji penurunan tingkat kesadaran
d. Monitor denyut nadi dan ritmenya
e. Catat warna kulit dan kelembabannya
f. Anurkan pasien untuk batuk dan nafas dalam, tempatkan pada posisi
semifowler, lakukan suction jika perlu, berikan nafas tambahan/oksigen
sesuai indikasi
2. Kolaborasi
a. Bantu dengan mengidntifikasi/mengobati sesuai penyebabnya
b. Monitor analisa gas darah dan kadar serum elektrolit
c. Berikan oksigen sesuai indikasi melalui masker, kanule atau ventrilasi
mekanik/ventilator
d. Tingkatkan jumlah pernafasan atau tidal volume
e. Berikan obat sesuai indikasi antara lain :
Naloxane hidroclorida (narcan) untuk menstimulasi fungsi pernafasan
dalam pasien menggunakan obat sedatif
Sodium bikarbonat
Cairan IV seperti RL atau 0,6 M cairan Na lactal
Potasium clorida
f. Batasi pengguanan obat penenang atau tranquillizer
g. Jaga kelembaban dengan menggunakan humidikasi
h. Berikan chist terapi dada termasuk didalamnya postural drainage
i. Bantu dengan alat bantu ventilator jika perlu
D. Alkalosis Respiratori
1. Independen
a. Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan usahanya/kesulitan pasien
bernafas (cuping hidung dll)
b. Pastikan penyebab hiperventilasi jika mungkin seperti kecemasan, nyeri
c. kaji tingkat kesadaran dan catat status neuromuskuler
d. Ajarkan pasien cara bernafas yang benar dan bantu pasien jika
mengguanakan alat bantu pernafasan, misalnya masker
e. Bantu Pasien untuk bersikap tenang
f. Berikan pengaman bila perlu, misal tempat tidur direndahkan, penghalang
tempat tidur dan observasi yang sering
2. Kolaborasi
a. Bantu dengan mengidentifikasi/mengobati sesuai dengan penyebab
34
b. Monitor analisa gas darah
c. Monitor serum potasium
d. Berikan sedativ jika ada indikasi
e. Gunakan alat bantu pernafasan masker untuk
mempertahankan/mengembalikan CO2. Kurangi frekwensi nafas/tidal
volume dengan alat bantu ventilator
35
DAFTAR PUSTAKA
36
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
CVA / STROKE INFARK
A. PENDAHULUAN
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan
istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada
organ otak.Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa
penurunan kualitas pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan angka kematian
yang tinggi.
Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih
19 % lebih tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun.
KLASIFIKASI :
Secara klinis stroke di bagi menjadi :
1. Serangan Ischemia Sepintas ( Transient Ischemia Attack / TIA ).
2. Stroke Ischemia ( Stroke non Hemoragik ).
3. Stroke Hemoragik.
4. Gangguan Pembuluh Darah Otak Lain.
Sumber : 2000, Harsono ED, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada UP, hal : 84.
C. PATOFISIOLOGI
Faktor Penyebab :
Kualitas pembuluh darah tidak baik
Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).
Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).
Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.
6. Kecemasan
Ischemia dan hipoksia jaringan otak
ancaman kematian.
7. Kurang
pengetahuan
Infark otak
prognosis dan
E. PENATALAKSANAAN MEDIK.
1. Pemeriksaan Penunjang.
a. Laboratorium.
Hitung darah lengkap.
Kimia klinik.
Masa protombin.
Urinalisis.
b. Diagnostik.
SCAN KEPALA
Angiografi serebral.
EEG.
Pungsi lumbal.
MRI.
X ray tengkorak
2. Pengobatan
a. Konservatif.
1) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
2) Mencegah peningkatan TIK.
Antihipertensi.
Deuritika.
Vasodilator perifer.
Antikoagulan.
Diazepam bila kejang.
Anti tukak misal cimetidine.
Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien
akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress
ulcer/perdarahan lambung.
Manitol : mengurangi edema otak.
b. Operatif
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu
dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang
menetap akan membahayakan kehidupan klien.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Biodata
Pengkajian biodata di fokuskan pada :
Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan
stroke.Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita.Ras : kulit hitam
lebih tinggi angka kejadiannya.
Keluhan Utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau
koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.
Sosial Interaksi
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan
menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan
kesembuhannya.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a. Resiko Peningkatan TIK Berhubungan Dengan Penambahan Isi Otak
Sekunder Terhadap Hipoksia, Edema Otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami
peningkatan tekanan intra kranial .
Kriteria hasil :
Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
Peningkatan tekanan darah.
Nadi melebar.
Pernafasan cheyne stokes
Muntah projectile.
Sakit kepala hebat.
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK Deteksi dini peningkatan
tekanan darah TIK untuk melakukan
nadi tindakan lebih lanjut.
GCS
Respirasi
Keluhan sakit kepala hebat
Muntah projectile
Pupil unilateral
2. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali Meninggikan kepala dapat
ada kontra indikasi.Hindari mengubah posisi membantu drainage vena
dengan cepat. untuk mengurangi kongesti
vena.
3. Hindari hal-hal berikut : Masase karotid
Masase karotid memperlambat frekuensi
jantung dan mengurangi
sirkulasi sistemik yang
diikuti peningkatan sirkulasi
secara tiba-tiba.
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat. Fleksi atau rotasi ekstrem
leher mengganggu cairan
cerebrospinal dan drainage
vena dari rongga intra
kranial.
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang
tertekan
2. Ajarkan klien untuk melakukan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
latihan gerak aktif pada kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
ekstrimitas yang tidak sakit pernapasan
3. Lakukan gerak pasif pada Otot volunter akan kehilangan tonus dan
ekstrimitas yang sakit kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
4. Berikan papan kaki pada
ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien
c. Gangguan Persepsi Sensori : Perabaan Yang Berhubungan Dengan
Penekanan Pada Saraf Sensori.
Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
Kriteria hasil :
Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Tentukan kondisi patologis klien 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang
mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, 3. Melatih kembali jaras sensorik untuk
seperti memberikan klien suatu benda mengintegrasikan persepsi dan intepretasi
untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien diri. Membantu klien untuk
menyentuh dinding atau batas-batas mengorientasikan bagian dirinya dan
lainnya. kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, 4. Meningkatkan keamanan klien dan
kaji adanya lindungan yang berbahaya. menurunkan resiko terjadinya trauma.
Anjurkan pada klien dan keluarga untuk
melakukan pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan yang normal
5. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan 5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan
tangannya bila perlu dan menyadari posisi sentuhan membantu dalan
bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien mengintegrasikan sisi yang sakit.
sadar akan semua bagian tubuh yang
terabaikan seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang membawa
area yang sakit melewati garis tengah,
ingatkan individu untuk merawata sisi yang
sakit.
49
TRAUMA THORAX (PENUMOTHORAX/HEMATOTORAX)
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak
dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru
dapat terjadi kolaps.
B. ANATOMI
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
Depan : Sternum dan tulang iga.
Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
Bawah : Diafragma
Atas : Dasar leher.
Isi :
a. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta
pembungkus pleuranya.
b. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya
meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta
desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan
frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
50
Jantung Sternum
& perikardium Saraf frenikus
Vena Kava Superior
Trakea Left Right Oesophagus
Lung lung Saraf
vagus
Aorta Vertebra
Sal. Torasika
C. PATOFISIOLOGI
51
Trauma Thorax
Terjadi perdarahan :
Karena tekanan negative intrapleura (perdarahan jaringan intersititium, perarahan
intraalveolar
Maka udara luar akan terhisap masukdiikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)
ke rongga pleura (sucking wound)
tahanan perifer pembuluh paru naik
(aliran darah turun)
- Open penumothorax
- Close pneumotoraks = ringan kurang 300 cc di punksi
- Tension pneumotoraks = sedang 300 - 800 cc di pasang drain
= berat lebih 800 cc torakotomi
Tek. Pleura meningkat terus
Tek. Pleura meningkat terus
mendesak paru-paru
(kompresi dan dekompresi)
WSD/Bullow Drainage
52
- terdapat luka pada WSD - Kerusakan integritas kulit
- nyeri pada luka bila untuk - Resiko terhadap infeksi
bergerak. - Perubahan kenyamanan : Nyeri
perawatan WSD harus di - Ketidak efektifan pola pernapasan
perhatikan. - Gangguan mobilitas fisik
- Inefektif bersihan jalan napas - Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan
Pergeseran mediatinum
53
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Photo toraks (pengembangan paru-paru).
2. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
E. PENATALAKSANAAN
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga
dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita
jatuh dalam shock.
b. Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang
hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
54
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
55
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol
dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,
dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada,
misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit.
Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain
lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
4. Terapi
a. Antibiotika..
b. Analgetika.
56
c. Expectorant.
5. Komplikasi
1. Tension penumototrax
2. Penumotoraks bilateral
3. Emfiema
57
II. KONSEP KEPERAWATAN
V. PENGKAJIAN
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
58
4. Sistem Perkemihan :
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
59
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
60
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang
diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas
yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah
udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun
seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak
adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal
atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang
tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat
drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada
selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya
perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
61
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah
pengeluaran sekresi sekret.
c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
62
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
63
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya.
Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
d. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2
jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif
untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang
tepat.
64
DAFTAR PUSTAKA
65
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
PAYAH JANTUNG, ODEM PARU DAN GAGAL NAFAS
A. KONSEP DASAR
Gagal nafas yang terjadi pada klien dengan hard heart failure merupakan suatu
proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa yang panjang dan berakhir
dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu terjadinya bendungan pada paru
sehingga terjadi "dead space" yang berakibat kegagalan ventilasi alveolar.(Paul
L.Marino 1991)
Hipermetabolisme,
Hipertensi pulmonal hipertensi, infeksi dll
Hiperfungsi kerja jantung
RVH (Pembesaran
Ventrikel kanan )
Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel
kiri (Otot jantung menebal, mengeras,
elastisitas menu-run, kemampuan kontraksi
Terjadi odem paru turun, ukuran jantung membesar (LVH)
(Dahak warna putih berbuih) Rh +/+, Sesak nafas,
Asidosis respiratorik (Ggn pertukaran gas)/(Gagal nafas),
Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Penurunan ejeksi darah sistemik
Kecemasan gelisah
Bisa terjadi trauma Syok Kardiogenik GGn perfusi jaringan
66
B. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Keluhan utama : Jantung berdebar-debar dan nafas sesak
3. Riwayat keperawatan : Klien merasakan jantungnya sering berdebar-debar
dan nafas menjadi sesak dan terasa lelah jika beraktivitas.. Riwayat hipertensi,
DM, Asthma, Riwayat MRS.
4. Data keperawatan
a. Sistem Pernapasan
Data Etiologi Diagnose
S : Sesak nafas sejak, Dekompensasi ventrikel Resiko tinggi terjadi
pusing PaO2 < 95 % kiri ketidakefektifan bersihan
bertambah sesak jika jalan nafas
bergerak atau kepala Bendungan paru Resiko tinggi gangguan
agak rendah, batuk (+) (odem paru) pertukaran gas b.d adanya
sekret berbuih, AGD odem paru sekunder
tidak normal dekompensasi ventrikel
kiri
O : RR >20 X/mnt, Rh ,
Wh , Retraksi otot
pernafasan, produksi
sekret banyak
b. Sistem Kardiovaskuler
Data Etologi Diagnose
S : Kepala pusing, jantung
berdebar-debar, badan Dekompensasi kordis Ggn perfusi jaringan b.d
terasa lemah, kaki penurunan kotraktilitas
bengkak s penurunan kontraktilitas jantung
O : Bendungan vena jantung
jugularis (+), S1S2
ireguler S3 (+), Ictus penurunan tekanan darah
kordis pada pada iccs
5-6, bergeeser ke kiri, Syok
Acral dingin, keluar
keringat dingin, odem - Ggn perfusi ke jaringan
- Kap.refill > 1-2dt
67
+ +
c. Rasa Aman
Data Etiologi Diagnosis
S : Gelisah, mengeluh Persaan tidak enak kaena Resiko terjadi trauma b.d
nyeri dan rasa tidak terpasang alat ventilator, kegelisahan sebagai
enak dampak pemasangan alat
O : Tidak tenang, ingin aktivitas tak terkontrol bantu nafas
mencabut alat yang Cemas b.d ancaman
terpasang, terhadap kematian
Resiko terjadi trauma
C. RENCANA TINDAKAN
- Kolaborasi:
- Pemberian infus RL 28 tts/menit - RL untuk memenuhi kebutuhan cairan
intra vaskuler, mengatasi jika terjadi
asidosis mencegah kolaps vena.
68
- Foto thorak - Untuk memastikan anatomi jantung
dan melihat adanya edema paru.
- EKG - Untuk melihat gambaran fungai
jantung
- Lanoxin IV 1 ampul - Memperkuat kontraktilitas otot jantung
- Lasix 1 ampul - Meningkatkan perfusi ginjal dan
mengurangi odem
- Observasi produksi urin dan - Melihat tingkat perfusi dengan menilai
balance cairan optimalisasi fungsi ginjal.
- Periksan DL - Untuk melihat faktor-faktor
predisposisi peningkatan fungsi
metabolisme klien sehingga terjadi
peningkatan kerja jantung.
69
- Auskultasi bunyi nafas tiap 2 - Memantau keefektifan jalan nafas
jam
- Lakukan suction jika terdengar - Jalan nafas bersih, sehingga mencegah
stridor/ ronchi sampai bersih. hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.
- Pertahankan suhu humidifier 35- - Membantu mengencerkan sekret
37,5 derajat
- Monitor status hidrasi klien - Mencegah sekret mengental
- Lakukan fisiotherapi nafas - Memudahkan pelepasan sekret
- Kaji tanda-tanda vital sebelum - Deteksi dini adanya kelainan
dan setelah tindakan
70
perawatan yang digunakan serta sikap yang harus dilakukan klien
- Jika perlu lakukan fiksasi - Untuk mencegah trauma
- Rubah posisi setiap 2 jam - Untuk mencegah timbulnya trauma
akibat penekanan yang terus menerus
pada satu tempat.
- Yakinkan nafas klien sesuai dengan - Mencegah fighting sehingga trauma
irama vetilator bisa dicegah
- Obsevasi tanda dan gejala barotrauma - Untuk deteksi dini
- Kolaborasi penggunaan sedasi - Untuk mencegah fighting
- Evaluasi warna dan bau sputum - Monitor dini terjadini infeksi skunder
- Lakukan oral hygiene setiap hari - Mencegah infeksi skunder
- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam - Menjamin selang ventilator steril
- Kolaborasi pemberian antibiotika - Sebagai profilaksis
71
DAFTAR PUSTAKA
72
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
TETANUS
VII. PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium
tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot
masester dan otot rangka.
VIII. ETIOLOGI
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-
mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya
teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka
yang dalam dengan perawatan yang salah.
IX. PATOFISIOLOGI
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan
berbagai keadaan antara lain :
a. luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng,
pisau, cangkul dan lain-lain.
b. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang, kecelakaan lalu lintas)
c. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.
73
XII. Tanda dan Gejala
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
XIV. Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.
Penatalaksanaan
XVI. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus
segera diberikan :
Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar
luka tidak boleh diberikan IV)
Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip;
Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6
74
jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam,
dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk
dewasa.
Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2
mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk
pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi
rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi dapat diganti dengan
tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot
dan ambulasi selama penyembuhan.
1. Pembedahan
Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu;
intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
75
Gambaran Patofisiologi
Individu terkena
Ekssotoksin
(masa inkubasi 2-21 hari)
Faktor penyebab : Faktor predisposisi :
- luka tusuk dalam
Kuman anaerob (Closteridium - luka karena kecelakaan kerja
- luka ringan seperti luka gores, lesi pada
tetani) mata, telinga dan tonsil
Neurotoksi
Kekakuan otot
Lokal Generalisata
76
bawah ekstensi) atau beberapa
hipoksia saraf pusat.
- Proses
supuratif : eliminasi BAB gagal nafas
- Tindakan A,B dan C terganggu
- Atur posisi semi - Gangguan keluampuhan
prone pemenuhan diperlukan alat bantu nafas
- Hentikan kejang nutrisi (Ventilator
- cari penyebab Mekanik/Respirator)
- atasi penyulit
- debridemment Masalah keperawatan :
- Netralisis tetani - ketidak efektifan jalan nafas,
- Nutiris dan cairan gangguan pertukaran gas dan
gangguan pola nafas
- Hipertermia, gangguan
komunikasi verbal, risiko
ketidakseimbangan cairan dan
elktrolit
- Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan,
77
DAFTAR PUSTAKA
78
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
CA PARU
A. PENGERTIAN
Merupakan tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran pernafasan
B. GEJALA KLINIS
Gejala yang muncul tergantung pada pasien dengan CA paru biasanya meliputi
berbagai gejala klienis diantaranya ;
a. Gejala intra pulmoner yang meliputi :
- Batuk . 2 mg ( 70 –90 % kasus )
- Batuk darah ( 6 –51 % )
- Nyeri dada/kemeng ( 42 – 67 % )
- Sesak nafas ( 58 % kasus )
b. Gejala intra torasik intrapulmoner yang meliputi penekanan-
penekanan ataupun pengrusakan struktur sekitar :
- Nervus phrenicus, akan menyebabkan lumpuhnya diafrgma
- Saraf simpatik
- Eshopagus (dispagia)
- Vena cafa superior yang dapat menyebabkan bengkak pada
wajah, leher dan pembuluh darah kontralteral
- Trachea / bronchus , yang menyebabkan sesak
- Jantung.dll
c. Gejala ektratorasik non metastase
d. Gejala ekstratorasik metastase yang akan menimbulkan manifestasi
klinik tergantung dari daerah yang terkena.
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Endoskopi : untuk mengetahui perubahan pada bronchus, permukaan
tumor dan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi
2. Bronchographi
3. Tomogram & CT scan
4. Biopsi
5. Immunologi
6. Pertanda biokomia
79
D. TERAPI
Penentuan modalitas terapi pada pasien Ca paru tergantung pada :
1. Tahapan (staging ) dari Ca
2. Jenis histopatologis
3. Penampilan/keadaan umum klien
Adapun terapi yang biasa dilakukan pada pasien Ca paru meliputi :
1. Bedah
2. Radiasi
3. Sitostatika
4. Hormonal
5. Immunologi
80
E. PATOFISIOLOGI
CA PARU
Gejala Klinis
81
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat bentuan
nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses
penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan
selang endotracheal
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
7. Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera berhubungan dengan ventilasi
mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang
endotracheal
G. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peniingkatan
produksi sekret
Tujuan: Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil:
Bunyi napas terdengar bersih.
Ronchi tidak terdengar.
Tracheal tube bebas sumbatan.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam 1 Mengevaluasi keefetifan jalan
dan kalau diperlukan. napas.
82
b. Berikan oksigen dengan O2 100 % b. Memberi cadangan O2 untuk
sebelum dilakukan pengisapan, menghindari hipoksia.
minimal 4 - 5 X pernapasan.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan c. Mencegah infeksi nosokomial.
sarung tangan steril, kateter
pengisap steril.
d. Masukan kateter kedalam selang d. Aspirasi lama dapat
ET dalam keadaan tidak mengisap menimbulkan hipoksia, karena
(ditekuk), lama pengisapan tidak tindakan pengisapan akan
lebih dari 10 detik. mengeluarkan sekret dan O2.
e. Atur tekanan isap tidak lebih dari e. Tindakan negatif yang
100 - 120 mmHg. berlebihan dapat merusak
mukosa jalan napas.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan f. Memberikan cadangan oksigen
O2 100 % sebelum melakukan dalam paru.
pengisapan berikutnya.
g. Lakukan pengisapan berulang- g. Menjamin keefektifan jalan
ulang sampai suara napas bersih. napas.
83
2. Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
Tujuan: Cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah, kooperatif.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Lakukan komunikasi terapiutik. 1 Membina hubungan saling
percaya.
2 Dorong pasien agar mampu 2 Menggali perasaan dan
mengekspresikan perasaannya. permasalahan yang sedang
dihadapi klien.
3 Berikan sentuhan kasih sayang. 3 Mengurangi cemas.
4 Berikan support mental. 4 Mengurangi cemas.
5 Berikan kesempatan pada 5 Kehadiran orang-orang yang
keluarga dan orang-orang yang dicintai meningkatkan
dekat dengan klien untuk semangat dan motivasi untuk
mengunjungi pada saat-saat sembuh.
tertentu.
6 Berikan informasi realistis pada 6 Memahami tujuan pemberian
tingkat pemahaman klien. atau pemasangan ventilator.
84
3. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang
endotracheal
Tujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah.
Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
Tindakan keperawatan:
INTERVENSI RASIONAL
1 Atur posisi selang ETT dan 1 Mencegah penarikan dan
Tubing ventilator. penekanan.
2 Atur sensitivitas ventilator. 2 Menurunkan upaya pasien
melakukan pernapasan.
3 Atur posisi tidur dengan 3 Meningkatkan rasa nyaman.
menaikkan bagian kepala tempat
tidur, kecuali ada kontra
indikasi.
4 Kalau perlu kolaborasi dengan 4 Mengurangi rasa nyeri
kokter untuk memberi analgesik
dan sedasi.
85
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
RESPIRATOR
A. RIWAYAT KEPERAWATAN
Informasi tentang keperawatan yang dibutuhkan :
1. Persepsi pasien tentang kondisinya saat ini, termasuk harapannya tentang
terapi.
2. Peran dan hambatan peran.
3. Pola nutrisi (jumlah, diet khusus, kesukaan/intoleransi, alergi, perubahan
selera makan).
4. Pola istirahat (waktu, tidur, jumlah jam tidur, kebiasaan saat tidur).
5. Pola eliminasi (kebiasaan buang air besar/kecil, penggunaan laksantif,
perubahan pola eliminasi).
6. Pola koping (kemampuan koping individu, kemampuan koping
keluarga/dukungan keluarga, penerimaan pasien terhadap penyakitnya).
7. Pola pengambilan keputusan.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Hal-hal yang perlu diingat dalam pemeriksaan fisik adalah :
1. Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat pasien masuk, dan diulang kembali
dalam interval waktu tertentu sesuai kondisi pasien.
2. Setiap pemeriksaan harus dikomunikasikan kepada pasien.
3. Privacy pasien harus terus dipertahankan (walaupun pasien dalam keadaan
koma)
4. Tehnik yang digunakan adalah : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
5. Pemeriksaan dilakukan secara “Head to toe”
6. Pemeriksaan dilakukan pada semua sistem tubuh.
B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya atelektasis,
pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
86
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan bunyi yang
dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam trakeobronkial dan
alveoli.
Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan peningkatan
usaha napas)
Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya
COPD
Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru,
obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan
endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak
mampu menggerakan dinding dada.
Sputum
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid
sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang
purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut;
sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
Selang Oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang
berada di luar.
87
B 2 : Bleeding : Kardiovaskuler
1. Irama jantung : Frekuensi .........x/m, reguler atau irreguler
2. Distensi Vena Jugularis
3. Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
4. Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi
ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya
terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
5. Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
6. Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat
terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
7. PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke
lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya
pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
8. Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
88
B 3 : Brain : Persyarafan/Neurologik
1. Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat
penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan
menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang
disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap
lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon
motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari
ketiga komponen tersebut. Seperti terlihat pada tabel berikut.
RESPON KETERANGAN NILAI
Buka mata (Eye) Spontan E4
Terhadap panggilan E3
Terhadap nyeri E2
Tak berespon E1
Respon Motorik terbaik Sesuai perintah M6
Melokalisasi M5
Menarik M4
Fleksi abnormal M3
M2
Ekstensi
M1
Tak berespon
Respon Verbal Orientasi V5
Bingung V4
Pembicaraan kacau V3
Pengeluaran bunyi-
bunyian yang tidak V2
mengandung arti.
Tak berespon V1
2. Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
3. Sensorik- motorik pada ekstremitas.
4. Refleks pupil :
Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan
atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan
respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral.
89
Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan
narkotik, heroin.
Bising Usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi
abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan
observasi bising usus selama 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat
tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
Distensi Abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan memeriksa
adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga terjadi akibat
perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan
saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster,
penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan kurangnya
pemasukan makanan.
Nyeri
Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
Mual dan muntah.
90
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung
kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat pada wajah
dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau
shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat
adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan
respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan
FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat,.
Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien
yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan
napas dan suktion yang tidak steril.
Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus
C. PSIKOSOSIAL
Tingkat kecemasan: Kecemasan pada pasien dengan menggunakan respirator
dapat terjadi akibat tindakan inkubasi, penggunaan respirator dan kebisingan yang
dihasilkan oleh alat-alat disekitar pasien.
Pola komunikasi (hambatan dalam komunikasi): gangguan komunikasi pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat tindakan inkubasi.
D. SPIRITUAL
Kebutuhan dalam melakukan ibadah atau dukungan keluarga dalam doa kepada
Tuhan YME sangat dibutuhkan selama sakit / pemasangan ventilator dengan
tujuan mengurangi kecemasan atau rasa takut yang berlebihan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Analisa Gas darah
Analisa gas darah (AGD / Astrup) adalah salah satu test diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui
pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa.
Komponen yang terdapat dalam pemeriksaan AGD adalah pH, PCO2, PO2,
saturasi O2, BB (Buffer Base), BE (Base Excess)
Komposisi yang terdapat dalam pemeriksaan AGD / Astrup dan nilai normalnya.
91
P O2 80 - 100
Saturasi O2 95 %
P CO2 35 - 45
HCO3 22 - 26 m Eq / L
Base Excess (BE) -2 + 2
Untuk menilai hasil pemeriksaan AGD/Astrup, sebelumnya harus memahami arti dari
komponen tersebut.
Pa CO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah.
PaCO2 dapat digunakan sebagai parameter cukup atau tidaknya ventilator alveolar.
Pa CO2 rendah disebut dengan hipokapnia, berarti terjadi hiperventilasi akibat
rangsangan pernapasan. PaCO2 tinggi disebut hiperkapnia, berarti terjadi kegagalan
ventilasi alveolar (hipoventilasi). Pada awal peningkatan PaCO2 sistem pernapasan
akan terangsang untuk menurunkan Pa CO2 tersebut. Sebaliknya, jika PaCO2 sangat
tinggi justru akan menekan sistem pernapasan.
92
Base Excess (BE) atau base deficit, menggambarkan secara langsung jumlah dalam
mEq/L. kelebihan basa (kekurangan asam) atau kekurangan basa (kelebihan asam).
Nilai positif menggambarkan kelebihan basa, sementara nilai negatif menggambarkan
kekurangan basa.
Hasil penilaian CVP harus selalu dikaitkan dengan keadaan klinis pasien seperti :
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suara napas dan jantung
Pemasukan cairan
Pengeluaran urine
Pada pasien yang memiliki fungsi paru dan jantung yang normal, perubahan CVP
dapat menjadi petunjuk tentang volume darah. Pembacaan kurang dari 4 biasanya
menunjukan adanya hipovolemik, sedangkan pembacaan lebih dari 11 menunjukan
adanya overhidrasi (kelebihan cairan) atau gagal jantung.
Kesalahan pembacaan CVP dapat terjadi jika ada trombosis vena, perubahan tekanan
intra thorak dan peningkatan tekanan abdomen. “ Positif Pressure Breathing” dapat
meningkatkan CVP sebesar 2 cm H2O.
93
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien yang menggunakan
respirator adalah :
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan,
kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan ekspansi paru dan perubahan
perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
2. Tidak efektifnya pembersihan jalan napas berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
3. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penggunaan alat bantu napas (respirator)
4. Gangguan komunikasi verbal, berhubungan dengan terpasangnya
endotrakeal / trakheostomy tube dan paralisis / kelemahan neuromuskuler.
5. Cemas / takut berhubungan dengan krisis situasional; ancaman terhadap
konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat bantu/perubahan status
kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan interpersonal/penularan
6. Resiko perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube dalam mulut,
kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya kebersihan mulut.
7. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan
metabolisme.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer
(cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas cilia), malnutrisi, tindakan
invasif.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak
mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional.
94
DAFTAR PUSTAKA
95
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
KETIDAKEFEKTIFANNYA POLA NAPAS
B. TUJUAN
Pola napas kembali efektif
C. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Hindari selang dari penyumbatan, seperti; Lipatan pada selang mencegah dan
selang terlipat atau penunpukan cairan. meningkatkan tekanan jalan napas. Cairan
Selang drainage dapat diletakan didepan mencegah distribusi oksigen dan menjadi
pasien atau dibelakang ventilator. tempat berkembang biaknya bakteri.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum Ventilator yang memiliki alarm yang bisa
difungsikan. Jangan mematikan alarm. dilihat dan didengar, misalnya; alarm kadar
oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
Taruhlah kantung resusitasi disamping Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat
tempat tidur dan manual ventilasi untuk berguna untuk mempertahankan fungsi
sewakaktu-waktu dapat digunakan. pernapasan jika terjadi gangguan pada alat
ventilator secara mendadak.
Bantulah pasien untuk mengontrol Melatih pasien untuk mengatur napas
pernapasan jika ventilator tiba-tiba seperti napas dalam, napas pelan, napas
berhenti. perut, pengaturan posisi, dan tehnik
relaksasi dapat membantu memaksimalkan
fungsi dari sistem resopiratoria.
KOLABORASI
Perhatikan letak dan fungsi ventilator Memperhatikan letak dan fungsi ventilator
secara rutin. sebagai kesiapan perawat dalam
Pengecekan konsentrasi oksigen, memberikan tindakan pada penyakit
96
memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, primer, setelah menilai hasil diagnostik,
monitor manometer untuk menganalisa dan me- nyediakan sebagai cadangan.
batas / kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg).
Periksa fungsi spirometer
97
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
KETIDAKEFEKTIFANNYA PEMBERSIHAN JALAN NAPAS
B. TUJUAN
1. Mempertahankan jalan napas tetap bersih dan mencegah aspirasi
2. Kriteria: Identifikasi kemungkinan terjadinya infeksi dan tentukan recana
tindakannya.
C. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa cairan muskus,
perdarahan, brochospasme, dan atau posisi
dari trakeostomy/endotrakeal tube yang
berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi Pergerakan dada yang simetris dengan
suara napas pada kedua paru (bilateral) suara napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu.
Saluran napas bagian bawah tersumbat
dapat terjadi pada pnemonia / atelektasis
akan menimbulkan perubahan suara napas
sepeti ronchi atau wheezing.
Monitor letak / posisi endotrakeal tube. Endotrakeal tube dapat saja masuk ke
Beri tanda batas bibir. dalam bronchus kanan, menyebabkan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan
memakai perekat khusus. dan mengakibatkan pasien mengalami
Mohon bantuan perawat lain ketika pnemothorak
memasang dan mengatur posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak Selama intubasi pasien mengalami refleks
napas, suara alarm dari ventilator karena batuk yang tidak efektif, atau pasien akan
98
tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret mengalami kelemahan otot-otot pernapasan
melalui endotrakeal / trakheostomy tube, (neuromuskuler / neurosensoris), keter-
bertambahnya bunyi ronchi. lambatan untuk batuk. Semua pasien
tergantung alternatif yang dilakukan seperti
mengisap lendir dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lendir jika Pengisapan lendir tidak selama dilakukan
diperlukan, batasi durasi pengisapan terus-menerus, dan durasinyapun dapat
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan dikurangi untuk mencegah bahaya
cateter pengisap yang sesuai, cairan hipoksia.
fisiologis steril. Berikan oksigen 100 % Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih
sebelum dilakukan pengisapan dengan dari 50 % diameter endotrakeal /
ambubag (hiperventilasi) trakheostomy tube untuk mencegah
hipoksia
Dengan membuat hiperventilasi melalui
pemberian oksigen 100% dapat mencegah
terjadinya atelektasis dan mengurangi
terjadinya hipoksia.
Anjurkan pasien mengenai tehnik batuk Batuk yang effektif dapat mengeluarkan
selama pengisapan , seperti; waktu sekret dari saluran napas.
bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika
ada indikasi.
Atur / rubah posisi secara teratur (tiap 2 Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
jam) segmen paru-paru, mengurangi resiko
atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan Membantu pengenceran sekret, memper-
memungkinkan. mudah pengeluaran sekret.
KOLABORASI
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi, Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
seperti ; postural drainage, perkusi / pengeluaran sekret.
penepukan.
Berikan obat-obat bronkhidilator sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
indikasi, seperti; aminophilin, meta- karena relaksasi muscle / bronchospasme.
proterenol sulfat (alupent), adoetharine
hydrochloride (bronkosol).
Bantu pasien selama dilakukan fiberoptic Dapat dilakukan untuk mengeluarkan
bronchoscopy jika diperlukan. sekret atau sisa-sisa mukus.
99
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
RESIKO GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
B. TUJUAN
Tidak ada tanda-tanda udema perifer / paru-paru
C. KRITERIA
Pasien dapat menunjukan tekanan darah, berat badan, nadi, intake dan output
dalam batas normal
D. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Pertahankan secara ketat intake dan output Untuk mencegah dan mengidentifikasi
secara dini terjadi kelebihan cairan
Hitunglah jumlah IWL melalui respirasi Untuk dapat menetapkan keakuratan dari
dan jumlah humidifikasi yang digunakan intake dan output
Timbang berat badan setiap hari Peningkatan berat badan merupakan
indikasi berkembangnya atau
bertambahnya edema sebagai manifestasi
dari kelebihan cairan.
Kaji dan observasi suara napas, vocal Adanya ronchi basah, vocal fremitus
fremitus, hasil thorak foto. menandakan adanya edema paru-paru.
Monitor tanda vital, seperti; Tekanan darah, Kekurangan cairan dapat menunjukan
nadi. gejala peningkatan nadi, dan tekanan darah
menurun.
Catatlah perubahan turgor kulit, kondisi Penurunan cardiak out put berpengaruh
mukosa mulut, dan karakter sputum. pada perfusi fungsi otak. Kekurangan
cairan selalu diidentifikasikan dengan
turgor kulit berkurang, mukosa mulut
kering, dan sekret yang kental.
Hitunglah jumlah cairan yang masuk dan Memberikan informasi tentang keadaan
keluar. cairan tubuh secara umum untuk
100
mempertahankannya tetap seimbang.
KOLABORASI
Berikan cairan perinfus jika diindikasikan Mempertahankan volume sirkulasi dan
tekanan osmotik.
Monitor kadar elektrolit jika diindikasikan Elektrolit, khususnya potasium dan sodium
dapat berkurang jika pasien mendapatkan
diuretika.
101
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN KOMUNIKASI VERBAL
B. TUJUAN
Membuat tehnik /metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan.
C. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Kaji kemampuan pasien untuk ber- Berbagai macam alasan untuk menunjang
komunikasi selama pemasangan ventilator sangat
bervariasi seperti; pasien dapat memberi
isarat dan menggunakan tulisan (misalnya:
pasien COPD dengan kemampuan yang
kurang) atau kelemahan, comatosa, atau
paralisis. Komunikasi dengan pasien ini
bersifat individual.
102
beri isarat.
Letakan bel/lampu panggilan ditempat Ketergantungan pasien pada ventilator akan
yang mudah dijangkau, dan berikan lebih baik dan rilek, perasaan aman, dan
penjelasan cara menggunakannya. Jawab mengerti bahwa selama menggunakan
panggilan tersebut dengan segera. Penuhi ventilator, perawat akan memenuhi segala
kebutuhan pasien. Katakan kepada pasien kebutuhannya.
bahwa perawatan siap membantu jika
dibutuhkan
Buatlah catatan di kantor perawatan Mengingatkan staff perawatan untuk
tentang keadaan pasien yang tak dapat berespon dengan pasien selama
berbicara. memberikan perawatan.
Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat Keluarga/SO dapat merasakan akrab
dengan pasien untuk berbicara dengan dengan pasien berada dekat pasien selama
pasien, memberikan informasi tentang berbicara, dengan pengalaman ini dapat
keluarganya dan keadaan yang sedang membantu / mempertahankan kontak nyata
terjadi. seperti merasakan kehadiran anggota
keluarga yang dapat mengurangi perasaan
kaku / janggal.
KOLABORASI Pasein dengan pengetahuan dan
Evaluasi kebutuhan komunikasi (berbicara) ketrampilan yang adekuat memiliki
selama memakai trakheostomi tube. kemapuan untuk menggerakan trakeostomy
tube bila berbicara.
103
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
RASA CEMAS / TAKUT
B. KRITERIA
1. Pasien mampu menggungkapkan perasaan yang kaku cara-cara yang sehat
kepada perawat
2. Pasien dapat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
3. Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar
4. Pasien dapat rileks dan tidur /istirahat dengan baik.
C. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Identifikasi persepsi pasien untuk Menegaskan batasan masalah individu dan
menggambarkan tindakan sesuai situasi. pengaruhnya selama diberikan intervensi.
Monitor respon fisik, seperti; kelemahan. Digunakan dalam mengevaluasi derajat/
perubahan tanda vital, gerakan yang tingkat kesadaran / konsentrasi, khususnya
berulang-ulang, Catat kesesuaian respon ketika melakukan komunikasi verbal.
verbal dan nonverbal selama komunikasi
Anjurkan pasien atau SO untuk meng Memberikan kesempatan untuk
-ungkapkan dan mengekspresikan rasa berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut,
takutnya dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Akuilah situasi yang membuat cemas dan Mengvalidasi situasi yang nayata tanpa
takut. mengurangi pengaruh emosional. Berikan
Hindari perasaan yang tak berarti seperti kesempatan bagi pasien/SO untuk
mengatakan semuanya akan menjadi baik. menerima apa yang tejadi pada dirinya
serta mengurangi kecemasan.
Identifikasi/kaji ulang bersama pasien/SO Membesarkan/menetramkan hati pasien
tindakan pengaman yang ada, seperti : untuk membantu menghilangkan cemas
kekuatan dan suplai oksigen, kelengkapan yang tak berguna, mengurangi konsentrasi
104
suction emergency. Diskusikan arti dari yang tidak jelas dan menyiapkan rencana
bunyi alarm. sebagai respon dalam keadaan darurat.
Catat reaksi dari SO. Berikan kesempatan Anggota keluarga dengan responnya pada
untuk mendiskusikan perasaannya/ apa yang terjadi, dan kecemasannya dapat
konsentrasinya, dan harapan masa depan disampaikan kepada pasien.
Identifikasi kemampuan koping pasien/SO Memfokuskan perhatian pada kemampuan
sebelumnya dan mengontrol sendiri dapat meningkatkan pengertian
penggunaannya. dalam penggunaan koping.
Demonstrasikan/anjurkan pasien untuk Pengaturan situasi yang aktif dapat me-
melakukan tehnik relaksasi, seperti; ngurangi perasaan tak berdaya.
mengatur pernapasan, menuntun dalam
berhayal, relaksasi progresif.
Anjurkan aktifitas pengalihan perhatian Sejumlah ketrampilan baik secara sendiri
sesuai kemampuan individu, seperti; maupun dibantu selama pemasangan
menulis, nonton TV dan ketrampilan ventilator dapat membuat pasien merasa
tangan. berkualitas dalam hidupnya.
KOLABORASI
Rujuk ke bagian lain guna penangan Mungkin dibutuhkan untuk membantu jika
selanjutnya. pasien /SO tidak dapat mengurangi cemas
atau ketika pasien membutuhkan alat yang
lebih canggih.
105
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
POTENSIAL PERUBAHAN MEMBRAN MUKOSA MULUT
B. TUJUAN
1. Mencatat dan memperlihatkan adanya pengurangan gejala.
2. Mengidentifikasikan intervensi secara spesifik untuk menjaga kebersihan
mukosa mulut.
C. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Lakukan pengamatan rongga mulut, gigi, Identifikasi masalah dengan cepat dapat
luka pada gusi, perdarahan secara rutin. memberikan tindakan/pencegahan dengan
tepat.
Lakukan perawatan mulut secara rutin atau Mencegah kekeringan/lecet pada membran
jika diperlukan, khususnya pasien dengan mukosa dan mengurangi medium tempat
intubasi tube, seperti; menyikat gigi dengan perkembangan bakteri. Membuat perasaan
sikat gigi yang lembut, atau menyeka enak/nyaman.
dengan kain basah.
Berikan salep pelindung bibir dan minyak Mempertahankan kelembaban dan
pelumas mulut. mencegah kekeringan.
Rubah posisi endhotrakeal tube secara Mengurangi resiko perlukaan pada bibir
teratur sesaui jadwal dan mukosa mulut.
106
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN NUTRISI
B. TUJUAN
Pasien dapat:
1. Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
2. Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium
C. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Evaluasi kemampuan makan pasien Pasien dengan trakheostomy mungkin sulit
untuk makan, tetapi pasien dengan
endotrakeal tube dapat menggunakan mag
slang atau memberi makanan parenteral
Observasi / timbang berat badan jika Tanda kehilangan berat badan (7 - 10 %)
memungkinkan. dan kekurangan intake nutrisi menunjang
terjadinya masalah katabolisma, kandungan
glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.
Monitor keadaan otot yang menurun dan Menunjukan indikasi kekurangan energy
kehilangan lemak subkutan otot dan mengurangi fungsi otot-otot
pernapasan.
Catat pemasukan per oral jika Nafsu makan biasanya berkurang dan
diindikasikan. Anjurkan pasien untuk nutrisi yang masukpun berkurang.
makan. Menganjurkan pasien memilih makanan
yang disenangi dapat dimakan (bila sesuai
anjuran)
Berikan makanan kecil dan lunak Mencegah terjadinya kelelahan, memudah-
107
kan masuknya makanan, dan mencegah
gangguan pada lambung.
Kajilah fungsi sistem gatrointestinal, yang Fungsi sistem gastrointestinal sangat
melipitu; suara bising usus, catat terjadi pengting untuk memasukan makanan.
perubahan di dalam lambung seperti mual, Ventilator dapat memnyebabkan kembung
muntah. Observasi perubahan pergerakan pada lambung dan perdarahan lambung.
usus, misalnya ; diare, konstipasi.
Anjurkan pemberian cairan 2500 cc/ hari Mencegah terjadinya dehidrasi akibat
selama tidak terjadi gangguan jantung. penggunaan ventilator selama tidak sadar
dan mencegah terjadinya konstipasi.
KOLABORASI Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat
Aturlah diet yang diberikan sesuai keadaan sangat diperlukan selama pemasangan
pasien. ventilator untuk mempertahankan fungsi
otot-otot respirasi. Karbohidrat dapat
berkurang dan penggunaan lemak
meningkat untuk mencegah terjadinya
produksi CO2 dan pengaturan sisa
respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang Memberikan informasi yang tepat tentang
diindiksikan, seperti; serum, trnsferin, keadaan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
BUN/ Creatine dan glukosa
108
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
POTENSIAL INFEKSI
B. TUJUAN
1. Individu mengenal faktor-faktor resiko
2. Mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi
3. Menunjukan / mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk meningkatkan
lingkungan yang aman
C. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
INDEPENDENT
Catat faktor-faktor resiko untuk terjadinya Intubasi, penggunaan ventilator yang lama,
infeksi. kelemahan umum, malnutrisi merupakan
faktor-faktor yang memungkinkan
terjadinya infeksi dan penyembuhan yang
lama.
Observasi warna, bau, dan karakteristik Kuning / hijau, bau sputum yang purulen
sputum. Catat drainase disekitar daerah merupakan indikasi infeksi. Sputum yang
trakeostomy. kental dan sulit dikeluarkan menunjukan
Kurangi faktor resiko infeksi nokosomial adanya dehidrasi. Faktor-faktor ini nampak
seperti; cuci tangan sebelum dan seseudah sederhana, tetapi sangat penting sebagai
melaksanakan tindakan keperawatan. pencegahan terjadinya infeksi nokosomial.
Pertahankan tehnik suction secara steril
Bantu latihan napas dalam, batuk efektif Memaksimalkan ekspansi paru dan
dan ganti posisi secara berkala pengeluaran sekresi untuk mencegah
ateletaksis dan akumulasi dan kekentalan
sekret.
Auskultasi suara napas Adanya ronchi atau wheezing menunjukan
adanya sekresi yang tertahan, yang
memerlukan ekspsktoran / suction.
Monitor / batasi kunjungan. Menghindari Individu dengan infeksi saluran napas atas,
kontak dengan orang yang menderita meningkatkan resiko berkembangnya
infeksi saluran napas atas. infeksi.
Anjurkan pasien untuk membuang sputum Mengurangi penularan organisme melalui
109
dengan tepat seperti dengan tissue dan sekresi/sputum
ganti balutan trakeostomy yang kotor.
Lakukan tehnik isolasi sesuai indikasi Sesuai dengan diagnosa yang spesifik harus
memperoleh perlindungan infeksi orang
lain seperti TBC
Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang Membantu meningkatkan daya tahan tubuh
adekuat. Berikan cairan 2500 cc sesuai dari penyakit dan mengurangi resiko
toleransi cardiak. infeksi akibat sekresi yang stasis.
Bantu perawatan diri dan keterbatasan Menunjukan kemampuan secara umum dan
aktifitas sesuai toleransi. Bantu program kekuatan otot dan merangsang
latihan. pengembalian sistem imun
KOLABORASI Mungkin dibutuhkan untuk
Periksa sputum kultur sesuai indikasi mengidentifikasi patogen dan pemberian
antimikroba yang sesuai
Berikan antibiotik sesuai indikasi Satu atau beberapa agent diberikan
tergantung dari sifat patogen dan infeksi
yang terjadi.
110
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
KURANG PENGETAHUAN
B. TUJUAN
Partisipasi dalam proses belajar.
C. KRITERIA
1. Menunjukan peringatan interes yang ditunjukan isu verbal dan nonverbal.
2. Menunjukan respon dalam proses belajar mengajar dengan banyak bertanya
3. Mengerti tentang indikasi pemakaian ventilator
4. Mendemonstrasikan pemasangan ventilator sesuai keperluan individu
D. RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
INDEPENDENT
Tentukan kemampuan dan kemauan belajar Kondisi fisik dapat mempengaruhi kondisi
belajar. Dengan kemauan yang kuat dapat
mengatasi perasaan takut terhadap mesin
dan mempunyai syarat--syarat dalam
kemampuan untuk belajar dalam semua
situasi.
Diskusikan tentang kondisi tertentu yang Dengan diskusi dapat meningkatkan
memerlukan ventilator, ukurannya, tujuan pengetahuan dasar pasien dan keluarga
pengobatan jangka panjang atau jangka sehingga dapat membuat keputusan sesuai
pendek. dengan informasi yang diberikan. Usaha ini
dapat ditruskan dalam beberapa minggu.
Bila tidak menggunakan ventilator dapat
meningkatkan PCO2, dispnea, cemas,
takikardia, berkeringat, sianosis.
Jelaskan tentang penggunaan respirator Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh
kepada pasien dan keluarga akibat pemakaian respirator, dimana perawat
111
pemakaian respirator dalam gaya hidup dan harus mengerti pemakaian vemtilator dalam
perubahan-perubahan kemauan dan waktu 24 jam.
ketidak- mauan untuk menggunakan
respirator.
Tingkatkan partisipasi perawatan mandiri Mengembalikan perhatian pada keadaan
dan sosialisasi. aktifitas normal, peningkatan daya tahan
dan membantu kemandirian pasien.
Ulangi informasi yang diberikan ; pola Mempertinggi penyembuhan dan
dalam nutiri, makanan tambahan. kepercaya- an, kebutuhan individu pada
pertemuan mendatang.
Rekomendasikan pada klien/keluarga Meningkatkan rasa aman tentang
tentang pelaksanaan resusitasi kemampuan untuk mengatasi keadaan
emergency.
Buatlah jadwal untuk memberikan latihan Pendekatan secara tim digunakan untuk
bagi perawat yang akan melaksanakan mengkoordinir perawat dan pasien serta
perawatan respirator pada pasien di rumah. memberikan pendidikan kesehatan sesuai
kebutuhan pasien.
112
DAFTAR PUSTAKA
1. Doengoes, M.E. Moorhouse, M.F. & Geissler A.C (1984), Nursing Care Plans -
Guidelines for Planning Patient Care (2nd Ed.) Philladelphia : Davis Co.
2. Potter, P.A., & Perry, A.G. (1993), Fundamental of Nursing; Concept, Proces, and
Practice (3 rd Ed.). St. Louis : Mosby Year Book.
3. Luckman, Sorensen, (1992), Medical Surgical Nursing; a Psychophysiologic
Aproach, ( 3 rd Ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.
113