Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembelajaran IPA saat ini


Masih banyak guru IPA setelah lulus LPTK (Lembaga Pendidikan Tinggi
Kependidikan) mungkin pada awalnya, masih sedikit memiliki idealisme untuk
berkembang, tetapi begitu bekerja di lapangan idealisme itu pudar. Lama kelamaan, sehari-
harinya hanya melakukan pekerjaan rutin sebagai guru. Ironisnya lagi, mereka tidak
berkeinginan untuk meningkatkan keprofesionalannya kerena berbagai alasan. Banyak
pelatihan yang diberikan kepada guru hanya sekedar untuk dipelajari sebagai wacana dan
kurang diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Mungkin, sebagian besar guru yang tidak
bersedia menerangkan beralasan bahwa mereka sudah terlalu banyak dibebani dengan
beban mengajar. Kemungkinan lainnya, guru kurang rajin mencari sumber yang dapat
memberikan ide mengenai bagaimana cara-cara meningkatkan keprofesionalan tersebut.
Guru perlu terus-menerus mencari cara baru membelajarkan peserta didiknya agar tidak
membosankn, tetapi memberikan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAIKEM).
Pada setiap kurikulum mata pelajaran, guru diharapkan mengembangkan model
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi lapngan. Berdasarkan pengamatan di lapanagan
masih mentransfer ilmu tanpa mengembangkan bagaimana cara belajar peserta didik sesuai
dengan karakteristik materi.
Suatu kenyataan bahwa pembelajaran IPA yang dialami selama ini masih jauh dari
yang diharapkan, yaitu dilaksanakan guru dengan lebih menekankan pada penguasaan
sejumlah fakta dan konsep. Penggunaan metode ceramah yang tidak variatif sering
dilaksanakan dalam setiap kegiatan pembelajaran, sehingga aktivitas pembelajaran selalu
didominasi oleh guru. Peserta didik menjadi pelajar yang pasif, dan cepat merasa bosan
dalam belajar. Hal ini di karenakan pula langkanya penggunaan atau pemanfaatan alat-alat
penunjang pembelajaran IPA. Peserta didik hanya menjadi pendengar, penulis ringkasan
atau pencatat materi yang ada pada buku sumber.
Dalam proses pembelajaran IPA, keaktifan peserta didik merupakan inti dari pola
belajar. Hal ini dapat tercermin dari keaktifan peserta didik dalam membaca sendiri,
mengaitkan konsep-konsep baru dengan berdiskusi dan menggunakan istilah, konsep dan
prinsip baru dari berbagai eksperimen dan observasi. Pada dasarnya mata pelajaran IPA
merupakan mata pelajaran yang diharapkan sebagai sarana mengembangkan kemampuan
berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip IPA untuk
menjelaskan berbagai peristiwa alam. Telah diketahui bersama bahwa di kalangan peserta
didik telah berkembang pesat yang kuat bahwa pelajaran IPA merupakan pelajaran yang
sulit untuk dipahami dan kurang menarik. Sebagian besar peserta didik merasa kesulitan
ketika akan mengikuti pelajaran IPA. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat dan
motivasi untuk mempelajari IPA dengan senang hati, peserta didik merasa terpaksa atau
hanya merupakan kewajiban saja.
Hasil evaluasi belajar pun menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas untuk materi
pelajaran IPA seringkali merupakan nilai yang terendah dibandingkan dengan nilai mata
pelajaran yang lain. Tanpa disadari, para guru turut memberikan kontribusi terhadap faktor
yang menyebabkan kesan peserta didik tersebut kesalahan-kesalahan yang cenderung
dilakukan guru IPA adalah sebagai berikut :
1. Seringkali IPA disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal
mati oleh peserta didik, akibatnya ketika diadakan evaluasi belajar, kumpulan tersebut
campur aduk dan menjadi kusat di benak peserta didik.
2. Dalam menyampaian materi IPA kurang memperhatikan proporsi materi dan
sistematika penyampaiannya, serta kurang menekankan pada konsep dasar, sehingga
terasa sulit bagi peserta didik.
3. Kurangnya variasi dalam pembelajaran serta jarangnya digunakan alat bantu dan
analogi yang dapat memperjelas gambaran peserta didik tentang materi yang dipelajari.
4. Adanya anggapan guru bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai
pelajaran dibandingkan dengan peserta didik. Peserta didik dianggap sebagai botol
kosong harus diisi dengan sesuatu yang dianggap sangat penting.

B. Kurikulum Pembelajaran IPA


Pembelajaran IPA pada kurikulum 2013 disusun dengan memperhatikan
keterampilan proses IPA yang meliputi keterampilan proses dasar (basic science process
skill) dan keterampilan proses lanjut (integrated science process skill). Keterampilan
proses dasar meliputi mengukur (measure), observasi (observing), inferensi (inferring),
prediksi (predicting), klasifikasi (classifying), dan komunikasi (communicating).
Keterampilan proses sains lanjut meliputi pengontrolan variabel, interpretasi data,
perumusan hipotesis, pendefinisian variabel operasional, merancang eksperimen,
melakukan eksperimen. Dalam implementasi Kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran
IPA dikembangkan dengan pendekatan scientific (observing, measuring, questioning,
experiment, communicating) dan keterampilan proses sains lainnya. Kegiatan yang
berbasis scientific inilah yang harus dimunculkan baik ketika menyusun RPP, LKPD
maupun ketika pelaksanaan pembelajaran IPA. Dalam Kurikulum 2013, sebagian besar
rumusan Kompetensi Dasar sudah terpadu (terintegrasi). Hal ini berbeda dengan rumusan
kompetensi dasar pada KTSP yang masih terpisah pisah. Mengacu pada KD yang sudah
terpadu tersebut, (silabus, RPP dan LKPD) diarahkan untuk dirancang berbasis
keterpaduan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific
appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya,
menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. A process skill
approach stresses the development of investigative skills are often assosiated with scientific
inquiry (Chiapetta & Koballa, 2010: 131). Pendekatan keterampilan proses sebagai
pendekatan yang menekankan pengembangan keterampilan penyelidikan yang berupa
kemampuan metode ilmiah (scientific methods). Pembelajaran IPA pada kurikulum 2013
menekankan pada aspek keterampilan proses. Keterampilan proses IPA diklasifikasikan
menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu.
Tabel 1. Keterampilan Proses Dasar dan Keterampilan Proses Lanjut Keterampilan

Keterampilan proses dasar Keterampilan proses lanjut


(basic science process skill) (integrated science process skill)
Observasi Pengontrolan data
Mengukur Interpretasi data
Inferensi Perumusan hipotesis
Prediksi Pendefinisian variabel secara operasional
Klasifikasi Merancang eksperimen
Komunikasi Melakukan eksperimen
(Chiapetta & Koballa, 2010: 132).
Keterampilan proses di atas merupakan dasar dikembangkannya pendekatan
scientific pada kurikulum 2013. Scientific pada kurikulum 2013 sering dinamakan
munculnya 5M (mengamati, mengukur, mencoba, mengasosiasi, mengkomunikasikan).
Pada dasarnya, keterampilan proses dapat muncul lebih dari 5M yang disebutkan tadi,
misalnya mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, menginferensi dan keterampilan
proses lainnya.
1. Mengamati (Observing)
Mengamati merupakan kemampuan untuk mengindera objek dan persoalan. Dalam
mengindera menggunakan panca indera dan menghasilkan fakta. Dalam pembelajaran,
observasi ini dapat dikembangkan ketika akan menemukan persoalan.
2. Menanya (Questioning)
Menurut Borich, Gary D (2007: 303), beberapa data penelitian menunjukkan bahwa
tidak semua pertanyaan dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Kajian
awal menunjukkan bahwa 70-80% dari semua pertanyaan melibatkan pertanyaan
berupa ingatan dari kejadian atau fakta dan hanya 20-30% pertanyaan yang
mengarahkan siswa untuk proses berpikir tingkat tinggi. Beberapa proses berpikir
tingkat lebih tinggi antara lain clarifying, expanding, generalizing, dan making
inferences. Pertanyaan untuk berpikir tingkat tinggi penting dipunyai peserta didik
untuk menanggapi berbagai persoalan dan gejala yang terkait dengan sains serta
persoalan lain dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih lanjut Borich, Gari D (2007:
304), menyatakan fungsi pertanyaan dalam proses pembelajaran antara lain: 1) Interest
getting and attention getting, 2) Diagnosing and checking, 3) Recalling specific facts
or information, 4) Managing, 5) Encouraging, 6) Structuring and redirecting learning,
7) Allowing expression of affect.
Dari kutipan tersebut dapat disarikan bahwa fungsi pertanyaan antara lain 1)
Menumbuhkan ketertarikan dan perhatian, 2) Mendiagnosis dan mengecek, 3)
Menanyakan kembali fakta spesifik atau informasi, 4) Mengelola, 5) Memberikan
proses berpikir tingkat tinggi, 6) Menyusun dan mengarahkan pembelajaran, 7)
Memberikan ekspresi dari sikap.
Jenis pertanyaan ada yang bersifat konvergen dan divergen. Menurut Borich, Gary
D (2007: 304), pertanyaan konvergen adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban
atau respon terbatas dan sedikit. Jenis pertanyaan lain mengharapkan jawaban atau
respon yang lebih terbuka atau lebih banyak, inilah yang disebut sebagai pertanyaan
divergen (divergen question). G Brown dan Wragg (1993) dalam Borich, Gary
D(2007: 307) menyarankan bahwa pertanyaan pada berbagai jenis level kognitif dapat
diarahkan untuk individu, kelompok dan seluruh siswa dalam kelas.
3. Menalar (Associating)
Menurut Kemendikbud (2013: 301), istilah aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada
teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.
Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam
referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi,
asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari
kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
4. Mencoba (Experimenting)
Mencoba merupakan tahap melakukan penyelidikan. Penyelidikan dapat berupa
kegiatan observasi maupun kegiatan eksperimen. Kegiatan observasi merupakan
kegiatan untuk memperoleh data melalui pengamatan, misalnya pengamatan ciri hidup
dan tak hidup benda. Kegiatan eksperimen merupakan kegiatan memberikan perlakuan
pada suatu objek kemudian melihat hasilnya.
5. Mengkomunikasikan
Komunikasi merupakan tahap untuk melaporkan hasil penyelidikan. Komunikasi dapat
berupa komunikasi lisan dan komunikasi tertulis. Komunikasi lisan misalnya kegiatan
menyampaikan hasil percobaan secara lisan, menyampaikan pendapat. Komunikasi
tertulis misalnya menyampaikan hasil percobaan dalam bentuk tabel, grafik, diagram,
laporan dan lain sebagainya.

C. Pembelajaran IPA Berbasis PAIKEM


Perencanaan pembelajaran yang sistematis dapat disusun dalam beberapa
perangkat pembelajaran yang saling terpadu antar satu dengan yang lainnya. Sehingga
dapat memungkinkan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efiktif, dan konseptual
terlaksana. Oleh karenanya, diperlukan sebuah perangkat pembelajaran baru berbasis
PAIKEM dengan model Discovery Learning dapat dijadikan sebagai contoh bagi guru
untuk merencanakan pembelajaran dengan baik. pengembangan pembelajaran IPA
berbasis PAIKEM dengan model Discovery Learniang dapat meningkatkan aktivitas
belajar dan bisa digunakan sebagai rujukan pembelajaran baru.
Penerapan pembelajaran IPA berbasis PAIKEM dengan model Discovery Learning
merupakan pendekatan dan model yang dianggap efektif, yang sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran IPA dan karakteristik siswa yang dapat meningkatkan aktivitas siswa.
PAIKEM sangat relevan dengan kurikulum 2013 karena pendekatan pembelajarannya
adalah Saintifik (Mengamati, Menanya, Mengumpulkan informasi, Mengolah informasi,
Mengkomunikasikan), dan cocok untuk pembelajaran tingkat SD, SLTP, SLTA. Selain itu
juga siswa masih kurang menemukan (discovery) sesuatu yang baru dan berguna bagi
dirinya. Model pembelajaran Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang terjadi apabila materi pembelajaran tidak disajikan
dengan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik itu sendiri yang
mengorganisasi sendiri. Dikarenakan Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru
pada saat mengajar dikelas masih kurang bervariasi, akibatnya dalam pengembangan
pembelajaran salah satunya, anak lebih cenderung berpikir menggunakan perasaannya
daripada nalarnya. Sehingga siswa tidak tahan lama duduk dan sulit berkonsentrasi pada
pelajaran. Sebagai akibatnya siswa kurang terarah dalam belajar IPA, yang berujung pada
rendahnya pemahaman siswa. Selfi T. Usman (2014) (1), menyatakan bahwa dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran PAIKEM sebagai metode belajar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai guru professional harus mampu
mengembangkan persiapan mengajar yang baik, logis, dan sistematis. Maka dari itu, perlu
adanya inovasi baru dalam membelajarkan IPA yaitu dengan pengembangan pembelajaran
IPA berbasis PAIKEM dengan model Discovery Learning khususnya untuk meningkatkan
aktivitas belajar siswa. PAIKEM mengandung makna pembelajaran yang dirancang agar
mengaktifkan anak, mengembangkan inovasi dan kreativitas sehingga efektif namun tetap
menyenangkan. Selain itu juga, melihat karakteristik model Discovery Learning yang
bersifat: Peran guru sebagai pembimbing, siswa belajar secara aktif sebagai seorang
ilmuwan, dan bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan siswa melakukan kegiatan
menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat
kesimpulan, sehingga siswa tidak bosan dikarenakan guru tidak hanya terpaku pada satu
model, metode dan media. Dengan demikian, diharapkan pendekatan berbasis PAIKEM
dengan model Discovery Learning dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
dan bermakna yang mampu memberikan siswa keterampilan, pengetahuan dan sikap untuk
hidup.
Tujuan pembelajaran idealnya adalah memandu siswa untuk dapat beradaptasi di
dunia nyata, menjadi pemikir kritis dan kreatif, pemecah masalah, dan pengambil
keputusan. Aktivitas siswa selama pembelajaran mencerminkan adanya motivasi ataupun
keinginan siswa untuk belajar. Menurut Paul D. Dierich dalam (Hamalik, 2007: ̲ 172) (8)
aktivitas belajar siswa dapat digolongkan sebagai berikut: 1) kegiatan visual 2) kegitan
lisan 3) kegiatan mendengarkan 4) kegiatan menulis 5) kegiatan menggambar 6) kegiatan
metric 7) kegiatan mental dan 8) kegiatan emosional. Dalam melakukan aktivitas belajar
ini siswa diharapkan melakukan dua aspek yaitu: pengamatan dan mempresentasikan hasil
diskusi.

D. Pengembangan Multi Intelegensi dalam Pembelajaran IPA.


1. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Verbal Linguistik.
Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi verbal linguistic dapat merangsang
perkembangan multi intelegensi dalam setiap mata pelajaran termasuk Ilmu Pengetahuan
Alam. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk mengembangkan
intelegensi verbal linguistic dalam pembelajaran IPA adalah mendengarkan materi yang
akan dibahas dari kaset maupun dari informasi yang langsung disampaikan oleh guru,
diskusi kelas, membuat hasil laporan-laporan pengamatan, melakukan kegiatan
wawancara, mencari bahan untuk melengkapi tugas, menulis karya ilmiah dan sebagainya.
2. Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Logika Matematika.
Dalam Ilmu Pengetahuan Alam hal yang patut diperhatikan dalam mengajar adalah
penerapan konsep dasar IPA secara tepat dalam membuat keputusan setiap hari dan
membantu siswa mengenal hubungan antara Ilmu Pengetauan Alam dengan teknologi
dalam kehidupan masyarakat. Penerapan Intelegensi Logika Matematika dalam
pembelajaran IPA dapat melalui beberapa cara, yaitu:
1) Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah suatu cara untuk menemukan produk ilmiah dengan langkah-
langkah yang logis dan matematis. Proses umum metode ilmiah secara empiris
adalah :
a. Menemukan masalah.
b. Menyusun hipotesa atau dugaan sementara.
c. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan.
d. Menarik kesimpulan.
e. Menguji kesimpulan.
2) Berfikir secara Ilmiah berdasarkan Kurikulum.
3) Logika Deduktif.
Logika deduktif adalah cara berfikir dengan menguraikan konsep yang umum ke
konsep yang khusus. Contohnya :
a. Silogisme adalah argument yang tersusun dari dasar pemikiran dan
kesimpulan.
b. Diagram Venn, menggunakan lingkaran yang saling melengkapi untuk
membandingkan sekumpulan informasi.
4) Logika Induktif.
Logika induktif adalah cara berfikir seseorang dengan mempertimbangkan
kenyataan fakta khusus kepada kasimpulan umum dengan menggunakan analogi.
5) Meningkatkan belajar dan berfikir.
Meningkatkan berfikir siswa, guru dalam pembelajaran menggunakan media
pembelajaran.
6) Proses berfikir secara matematika.
Matematika mata pelajaran yang khusus berfikir abstrak dan sulit, sehingga anak
tidak tertarik. Untuk itu guru dapat menyusun pembelajaran dengan pola gambar,
grafik, dan pembuatan kode untuk menimbulkan keingintahuan.
7) Bekerja dengan angka-angka.
Siswa yang menyukai ketelitian akan menemukan kesenangan bekerja dengan
angka-angka seperti pengukuran, peluang, masalah-masalah dalam bentuk cerita.
8) Teknologi yang meningkatkan intelegensi logi-matematika.
Siswa dapat belajar dengan efektif dengan menggunakan software yang menarik.
3. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Musik.
Musik memilki kaitan yang erat dengan emosional seseorang, yaitu:
a. Memberikan suasana yang ramah ketika siswa memasuki ruangannya.
b. Menawarkan efek yang meredakan setelah melakukan aktivitas fisik.
c. Melancarkan peralihan antar kelas.
d. Membangkitkan kembali energy yang mulai sedikit.
e. Mengurangi strees.
f. Menciptakan suasana positif di sekolah.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembagkan intelegensi music di sekolah adalah:
a. Memasang music latar yang lembut dan universal di sekolah.
b. Melalui pembelajaran masing-masing bidang studi yang ada di sekolah.
Misalnya: menciptakan lagu-lagu yang bertemakan materi yang sedang diajarkan.
4. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Kinestetik.
Ada bermacam-macam aktivitas tectile-kinestetik yang bertujuan untuk mempertinggi
pembelajaran siswa di segala usia, yaitu:
a. Lingkungan fisik
Daerah ruang kelas, dalam merencanakan ruang kelas, para pengajar membuat
ruangan yang bisa membuat perasaan siswa menjadi senang.
b. Drama
Teater, permainan peran, drama kreatif, simulasi ( keadaan yang meniru ) keadaan
sebenarnya.
c. Gerak kreatif
Memahami pengetahuan jasmaniah, memperkenalkan aktifitas gerak kreatif,
menerapkan gerak kreatif keahlian dasar, menciptakan isi yang lebih terarah dari
aktivitas gerakan.
d. Tari
Bagian-bagian tari, rangkaian pembelajaran melalui tari.
e. Memainkan alat-alat
Kartu-kartu tugas, teka-teki kartu tugas, menggambar alat-alat tambahan, membuat
tanda-tanda bagi ruang kelas.
f. Permainan ruangan kelas
Binatang buruan (binatang pemakan bangkai) permainan-permainan lantai besar,
permainan-permainan merespon gerak fisik secara meanyeluruh, permainan
mengulang hal yang umum.
g. Pendidikan fisik
Karakteristik dari seorang pengajar (tentang) fisik , pendidikan petualang, jaringan
laba-laba, piramida sepuluh orang, petualangan-petuangan sepuluh orang.
h. Kesempatan-kesempatan latihan.
i. Perjalanan ke alam bebas.
5. Proses Belajar yang Mengembangkan Intelegensi Visual Spasial.
Proses belajar ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan persepsi.
Imajinasi dan estesti dalam buku Mc.Kim Experience in Visual thinking. Mengidentifikasi
3 komponen yang luas dari gambaran visual :
a. Gambaran eksternal yang kita rasakan.
b. Gambaran internal yang kita impikan / kita bayangkan.
c. Gambaran yang kita ciptakan melalui gambar yang tak beraturan.
6. Proses belajar yang mengembangkan Intelegensi Interpersonal.
a. Membangun lingkungan interpersonal yang positif. Kriteria group yang efektif:
1) Lingkungan kelas hangat dan terbuka.
2) Guru dan siswa bersama-sama membuat tata tertib dan sanksi berdasarkan
kemanusiaan.
3) Proses pembelajaran saling ketergantungan yaitu melakukan peran aktif dan
kontribusi darai semua siswa.
4) Belajar bertujuan untuk belajar dari kurikulum, dari teman dan dari
pengalaman.
5) Tugas dan tanggung jawab dibagi rata, sehingga setiap anggota kelas merasa
penting dalam kelas.
b. Pembelajaran kolaboratif.
c. Penanganan konflik.
d. Belajar melalui tugas sosial / jasa.
e. Menghargai perbedaan.
f. Membangun persfektif yang beragam.
g. Pemecahan masalah global dan local dalam pendidikan multicultural.
h. Tekhnologi yang meningkatkan intelegensi interpersonal.
7. Proses Belajar yang Mengembangkan Intelegensi Intrapersonal.
a. Membangun suatu lingkungan untuk mengembangkan pengetahuan diri.
b. Penopang penghargaan diri.
c. Penyusunan dan pencapaian tujuan.
d. Keterampilan berfikir.
e. Pendidikan keterampilan emosional dalam kelas.
f. Penulisan jurnal.
g. Mengetahui diri sendiri melalui orang lain.
h. Merefleksikan ketakjupan dan tujuan hidup.
i. Belajar mengarahkan diri sendiri.
j. Teknologi yang mempertinggi intelegensi interpersonal.
8. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Naturalisme.
Proses pembelajaran ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan
naturalism pada siswa yaitu :
a. Menata lingkungan sekolah yang hijau dan asri.
b. Dalam mempelajari materi yang berhubungan dengan klasifikasi tumbuhan,
ekosistem, pencemaran lingkungan siswa diajak langsung kea lam.
c. Sekolah menyediakan alat bantu pelajaran seperti torso dan charta tentang organ-
organ tubuh manusia.
d. Menerapkan pelajaran pertanian atau perikanan yang disesuaikan dengan kondisi
daerah masing-masing.
e. Sekolah mengembangkan proses pembelajaran yang dapat membangkitkan
kepedulian siswa terhadap lingkungan.
9. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Emosional.
Pembelajaran emosional dapat meningkatkan sistem pembelajaran kognitif, dimana
dengan cara ini otak emosional terlibat dalam pembelajaranpenalaran sama kuatnya dengan
otak berfikir. Prinsip ini harus diterapkan oleh guru dalam mengajar, menurut Goleman,
1995 ( dalam Barbara K.Given, 2002). Hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru dalam
mengembangkan intelegensi emosional adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya guru dalam mengawali pelajaran dengan sikap lemah lembut, dengan
cara bertahap meningkatkan antusiame.
b. Menciptakan suasana kelas seperti yang diinginkan siswa.
c. Guru bias menggerakkan siswa perlahan-lahan menuju keadaan sosial emosional
yang berbeda.
d. Dalam mengajar hendaknya guru mengembangkan rasa humor yang bias
menurunkan ketegangan yang mungkin timbul akibat ketidak selarasan antara guru
dan siswa.
10. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan Intelegensi Spiritual.
Dalam proses pembelajaran sebaiknya memperluas cakupan dari ayat- ayat Alquran serta
makna-makna yang terkandung di dalamnya sehingga mengakar di dalam jiwa dan pikiran
siswa dengan cara menarik hikmah dari materi pembelajaran yang disampaikan kepada
siswa.
Implikasi materi pembelajaran IPA dalam mengembangkan intelegensi spiritual sangat
banyak sekali, sebagai contoh tentang tata surya. Dalam materi ini siswa dituntut untuk
menguasai matahari sebagai bintang, matahari sebagai pusat tatasurya, rotasi dan revolusi
bumi, pergerakan 9 macam planet dan sebagainya. Di akhir pembelajaran guru mengajak
siswa untuk mengamati keteraturan gerak anggota tata surya dan menghubungkannya
dengan surat yasin ayat 37 sampai ayat 40 yang artinya :
“Dan sebagai tanda kebesaran Allah bagi mereka adalah malam, Kami tanggalkansiang
dari malam itu, maka seketika itu mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan
ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Allah yang Maha Perkasa, Maha
Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bulan, sehingga ( setelah ia sampai
ke tempat peredaran terakhir ) kembali seperti bentuk tanndan yang tua. Tidaklah mungkin
bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-
masing beredar pada garis edarnya ”.

E. Pelaksanaan Evaluasi Dalam Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 mempertegas adanya pergeseran dalam melakukan penilaian,
yakni dari penilaian tes (mengukur kompetesi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju
penilaian autentik (mengukur kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil). Penilaian tersebut mampu mengungkapkan, membuktikan
atau menunjukkan secara tepat kemampuan sesungguhnya yang dimiliki oleh siswa.
Kunandar (2013), juga mengungkapkan bahwa dalam penilaian autentik ada tiga
kompetensi yang dinilai, meliputi kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Adanya
penilaian tersebut dianggap dapat mengukur kemampuan peserta didik secara menyeluruh,
karena dalam penilaian autentik tersebut mampu menghadirkan tugas – tugas yang
kompleks, permasalahan yang terbuka dan bermakna dengan mengintegrasikan
pengetahuan dan keterampilan, sehingga siswa dapat memecahkan permasalahan yang
dapat diterapkan didunia nyata. Selain itu dengan penilaian tersebut juga dianggap adil
karena bukan hanya kompetensi pengetahuan saja yang dinilai melainkan proses dalam
pembelajaran juga ikut dinilai. Salah satu penekanan dalam kurikulum 2013 adalah
pelaksanaan penilaian autentik (authentic assessment).
Sebenarnya dalam kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) sudah memberi ruang terhadap penilaian autentik, tetapi dalam
implementasi di lapangan belum berjalan secara optimal. Pada kurikulum 2013 ini
penilaian autentik menjadi penekanan yang serius dimana guru dalam melakukan penilaian
hasil belajar benar-benar memperhatikan penilaian autentik.
Menurut Kemdiknas (2013), penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.
Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, sehingga
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan
yang lebih autentik. Oleh karena itu, penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan
tematik terpadu dalam pembelajaran IPA.
Penilaian autentik merupakan salah satu pendekatan dalam kegiatan evaluasi
pembelajaran. Faktanya banyak sekolah-sekolah yang masih terlalu kaku dalam
melaksanakan penilaian secara autentik ini. Mereka menganggap penilaian ini terlalu rumit
dan sulit untuk dilakukan sehingga mereka menggunakan metode tradisional dalam
melakukan penilaian terhadap peserta didiknya. Dalam penilaian secara tradisional ini hasil
yang diperoleh kurang riil dan tidak dapat mewakili kemampuan dari peserta didik yang
sebenarnya. Untuk itu pelaksanaan dalam penilaian autentik (Authentik assesment) penting
untuk diperhatikan dalam usaha untuk memperbaiki sistem pendidikan di indonesia ini.
Menurut Yanti (2011), bagi seorang guru penilaian autentik bisa menjadi tolak ukur
yang komprehensif mengenai kemampuan siswa dan seberapa efektif metode yang
diberikan kepada siswa bisa dijalankan. Oleh karena itulah, penerapan penilaian autentik
sebagai alat evaluasi hasil belajar di sekolah-sekolah penting untuk diperhatikan agar siswa
tidak hanya sekedar menjadi pembelajar saja, namun pada akhirnya pencapaian prestasi
diikuti dengan kemampuan mengaplikasikan kemampuan yang dimilikinya kedalam dunia
nyata.

F. Merancang Kegiatan Belajar yang Menyenangkan


Strategi adalah langkah-langkah yang digunakan untuk memperoleh kesuksesan
atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam pendidikan, J. R. David (Sanjaya, 2010)
mengatakan bahwa strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal. Kegiatan belajar yang baik adalah
kegiatan yang dapat membuat siswa merasa antusias, berpengalaman dan merasa telah
memenangkan suatu ilmu pengetahuan sehingga ilmu tersebut akan menjadi bermakna.
Yang terpenting dari sebuah pembelajaran bukanlah buku teks atau peralatan pendukung,
bukan pula teknologi yang ada, tapi yang terpenting adalah sikap guru dalam membawakan
pelajaran tersebut, mampukah guru menarik minat siswa dan membuat pembelajaran
menjadi bermakna dan menyenangkan. Greenlee (Carre dan Ovens, 2006) menekankan
bahwa guru sains sekolah dasar mestinya membuat iklim pelajaran sesuai dengan alur
siswa. Biarkan siswa belajar selayaknya mereka bermain, biarkan mereka mengeksplorasi
sendiri, buatlah suasana belajar yang permissive, dan rancanglah kegiatan untuk masing-
masing individu. Wells (King, 2002) mengatakan bahwa dalam kegiatan belajar, guru
berfungsi sebagai teman yang baik yang menyediakan prosedur belajar dan juga sumber
informasi bagi siswanya. ESS (The Elementary Science Study), SAPA (Science, A Process
Approach) dan ahli pendidikan di Indonesia sepakat, bahwa pelajaran sains sebaiknya
berakar pada proyek atau aktivitas secara langsung yang melibatkan metode ilmiah dengan
guru sebagai pembimbing dan sumber bantuan informasi sehingga tujuan pelajaran sains
yang membentuk siswa dengan kompetensi literasi sains dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai