Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT


DIVISIONS TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
PADA IPA KELAS 8 SMP N 2 GADINGREJO

Dosen Pengampu: Supriyadi, M. Pd

Disusun Oleh:
1. Cindy Putri (1811060468)
2. Laeli Lutfiana (1811060204)
3. Rena Tri Andini (1811060344)
4. Tri Padzila Ulya (1811060203)
5. Wasiyah Sugiyati (1811060352)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Sebagai langkah awal untuk memahami judul proposal ini, dan untuk menghindari
kesalahpahaman, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan beberapa kata yang menjadi
judul skripsi ini. Adapun judul proposal yang dimaksudkan adalah "PENGARUH METODE
PEMBELAJARAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATERI IPA KELAS 8 SMP N 2
GADINGREJO". Adapun uraian pengertian beberapa istilah yang terdapat dalam judul
proposal ini yaitu, sebagai berikut:
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kekuatan yang ada atau
yang timbul dari sesuatu, seperti orang, benda yang turut membentuk watak, kepercayaan,
atau perbuatan seseorang.1 Dalam hal ini pengaruh lebih condong kedalam sesuatu yang
dapat membawa perubahan pada diri seseorang atau lebih tepatnya pada siswa, untuk
menuju arah yang lebih positif.
metode adalah cara yangdapat digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalambentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran.2
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah dan cara yang digunakan
guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan metode pembelajaran adalah
proses pembelajaran yang difokuskan kepada pencapaian tujuan.
Metode pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan
pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.3
Kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan.4
berpikir kritis merupakan proses yang persistent (terus menerus) dan teliti. Berpikir
dimulai apabila sesorang dihadapkan pada suatu masalah (perplexity), ia menghadapai suatu
yang menghendaki adanya jalan keluar, situasi yang menghendaki jalan keluar tersebut
mengundang yang bersangkutan untuk memanfaatkan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan yang sudah dimilikinya, untuk memanfaatkan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan yang sudah dimiliknya terjadi suatu proses tertentu di otaknya sehinga ia
mampu menemukan sesuatu yang tepat dan sesuai untuk digunakan mencari jalan keluar
terhadap masalah yang dihadapinya.5

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, h.
747
2
Zulkifli, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Pekanbaru: Zanafa Publising, 2011), h. 6
3
Rusman, dkk, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 202
4
Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57
5
Alec Fisher, Berfikir Kritis Sebuah Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.2.
IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja
tetapi juga mencakup pengetahuan seperti keterampilan dalam hal melaksanakan
penyelidikan ilmiah. Proses ilmiah yang dimaksud misalnya melalui pengamatan,
eksperimen, dan analisis yang bersifat rasional.6
Jadi yang penulis maksud dari judul proposal penelitian tentang PENGARUH
METODE PEMBELAJARAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATERI IPA KELAS 8 SMP N
2 GADINGREJO adalah untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh penggunaan
metode pembelajaran student team achievement division terhadap kemampuan berpikir
kritis pada materi ipa kelas 8 smpn gading rejo.

B. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh dalam
pembentukan perilaku seseorang. Hamalik menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu
proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang berguna
dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai usaha harus dilakukan oleh semua elemen
pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan; diantaranya peningkatan kualitas guru,
melengkapi sarana dan prasarana, mengadakan pelatihan bagi guru dalam penggunaan
berbagai pendekatan, metode dan model dalam pembelajaran.7
Pendidikan juga merupakan usaha membekali peserta didik dengan bimbingan
pembelajaran dan latihan. Dengan adanya tercapainya fungsi dan tujuan pendidikan
nasional. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan beriringan dengan
perkembangan IPTEK, seni budaya, dan perubahan pada masyarakat. Pencapaian tersebut
menuntut pengembangan kurikulum dalam melakukan perbaikan dan penilaian kurikulum
yang akan diterapkan. Kurikulum tersebut adalah kurikulum 2013 sebagai pembaharuan dari
kurikulum 2006. Kurikulum 2013 di arahkan pada kegiatan pembelajaran yang dapat
memberdayakan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar mereka dapat memiliki
kompetensi yang diharapkan yaitu menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan8
Pemilihan model pembelajaran yang tepat oleh guru dalam proses pembelajaran
sangat menentukan hasil belajar. penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Berfikir kritis adalah kemampuan untuk bernalar (to reason) dalam suatu cara terorganisasi.
Tanda-tanda pemikir kritis adalah kesiapan untuk menantang ide-ide orang lain. Ini berarti
jika kita mengharap siswa menjadi pemikir kritis, kita mencoba mendorong mereka untuk
menerima tantangan tentang ide-ide dan cara-cara mereka berfikir. Berdiskusi, berdebat,
berargumen dapat dikembangkan di lingkungan sekolah. Guru harus mendorong mereka

6
Heri Sulistyanto, dkk. 2008. Ilmu pengetahuan Alam, (Jakarta : Pusat Perbukuan Depdiknas), Hal.7
7
Siska Siska Arimadona, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Stad
(Student Team Achievement Division) Terhadap Hasil Belajar Biologi, Vol.1 No.1, (Bukittinggi, Jurnal Pendidikan
IPA Veteran, 2017), 73
8
Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
SMA/MA. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Jakarta.
untuk memberikan argumen, alasan, latar belakang, tujuan, menunjukkan cara kerja, cara
mencapai tentang apa yang disampaikan siswa.9
Keterampilan berpikir kritis merupakan suatu proses yang memungkinkan siswa
mendapatkan pengetahuan baru melalui proses kolaborasi dan pemecahan masalah dalam
pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis memfokuskan pada proses belajar dari pada
hanya pemerolehan pengetahuan. Keterampilan berpikir kritis melibatkan aktivitas-aktivitas,
seperti menganalisis, menyintesis, membuat pertimbangan, menciptakan, dan menerapkan
pengetahuan baru pada situasi dunia nyata.10
Robert Ennis memberikan definisi berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang
berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus
dilakukan. Kemampuan berpikir kritis ini dirinci lebih lanjut dan lebih spesifik sesuai
dengan pembelajaran IPA sebagai kemampuan yang meliputi: (1) mengklasifikasi, (2)
mengasumsi, (3) memprediksi dan menghipotesis, (4) menginterpretasikan data,
mengiferensi atau membuat kesimpulan, (5) mengukur, (6) merancang sebuah penyelidikan
untuk memecahkan masalah, (7) mengamati, (8) membuat grafik, (9) mengurangi
kemungkinan kesalahan percobaan, (10) mengevaluasi, (11) menganalisis.11
Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan yang dapat dipelajari. Dengan
demikian, keterampilan ini dapat diajarkan. Keterampilan berpikir kritis tidak akan
berkembang dengan baik tanpa ada usaha sadar untuk mengembangkannya selama
pembelajaranKeterampilan berpikir kritis memerlukan pembelajaran dan latihan secara terus
menerus dan disengaja agar dapat berkembang ke arah yang potensial. Oleh karena itu,
siswa harus ditantang agar dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis selama
pembelajaran.12

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut
1. Banyak metode pembelajaran yang berpusat pada guru hal ini membuat siswa kurang
terlibat secara aktif serta cenderung membuat siswa malas berpikir secara mandiri
2. Rendahnya daya tangkap siswa dalam pemahaman materi sehingga menurunnya hasil
belajar siswa
3. Kurangnya aktantivitas dan interaksi antar siswa berpengaruh terhadap penguasaan
materi
4. Tidak adanya media belajar siswa yang disediakan guru dalam menunjang belajar siswa
secara mandiri

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

9
Nur Rizki Arifin, Pengaruh Model Pembelajaran Koopera tif Tipe Student Team Achievement Division Halaman 423
(STAD) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa, Vol.4 No.4 (Bandung: Jurnal Ilmiah Edukasi,2016), 424
10

11
A.B Susilo, Pengembangan Model Pembelajaran Ipa Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan
Berpikir Kritis Siswa Smp, (Semarang: Journal of Primary Education, 2012), 59
12
I Wayan, Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pertanyaan Socratik Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa, (Bali: Cakrawala Pendidikan, 2012), 352
1. Apakah ada pengaruh metode pembelajaran Student Team Achievement Divisions
terhadap kemampuan berpikir kritis pada IPA kelas 8 SMP N 2 Gadingrejo Pringsewu?
2. Apakah efektif metode pembelajaran Student Time Achievement Divisions terhadap
kemampuan berpikir kritis pada IPA kelas 8 SMP N 2 Gadingrejo, Pringsewu?
3. Apakah penggunaan metode pembelajaran Student Time Achievement Divisions dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa ?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Student Team Achievement Divisions
terhadap kemampuan berpikir kritis pada IPA kelas 8 SMP N 2 Gadingrejo Pringsewu
2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis peserta didik dan menekankan pada
aktivitas dan interaksi diantara peserta didik untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pembelajaran.

F. Batasan Masalah
Pembatasan masalah yang ditetapkan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Metode pembelajaran yang digunakan adalah Student Team Achivement Divisions yang
terdiri dari lima tahapan proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui
lima tahapan yang meliputi: 1) Tahap menyajikan materi, 2) Tahap kegiatan kelompok,
3) Tahap tes individual, 4) Tahap penghitungan skor perkembangan individu, dan 5) Tahap
pemberian penghargaan/rekognisi.
2. Pemahaman peserta didik terhadap materi Zat Adiktif
3. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII pada salah satu SMP Negeri di
Pringsewu

G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Bagi siswa, sebagai acuan dalam mendorong siswa untuk berperan aktif dalam model
pembelajaran
2. Bagi guru, sebagai masukan pertimbangan untuk meningkatkan berpikir kritis siswa
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Time Achievemet Divisions
3. Bagi Sekolah, dengan adanya model pembelajaran yang baik maka mampu
mewujudkan siswa yang cerdas dan berprestasi.
4. Bagi penulis, sebagai tambahan pengetahuan untuk menjadi seorang pendidik
kelak dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Time
Achievemet Divisions untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

H. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan


Taufik Samsuri dan Laras Firdaus dalam jurnalnya yang berjudul "Pengaruh
Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achivement Division (STAD) terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa", menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif STAD
berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah
NW Pringgabaya, dilihat dari perbedaan antara skor keterampilan berpikir kritis siswa kelas
eksperimen dibandingkan dengan kelas pembanding, rata-rata skor kelas eksperimen sebesar
16,93, dan standar deviasi sebesar 1,75, sedangkan rata-rata skor kelas pembanding sebesar
13,00, dan standar deviasinya sebesar 2,45, dan nilai uji-t sebesar 5,06 dengan nilai P
(probability) = 0,000.
Ermayanti dan Dwi Sulisworo dalam jurnalnya yang berjudul "Tingkat Kemampuan
Berpikir Kritis Peserta Didik setelah Penerapan Model Pembelajaran Student Team
Achievement Divisions (STAD) pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)",
menyimpulkan bahwa peserta didik kelas X.A SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta secara
keseluruhan memberikan respon kemajuan hasil belajar setelah penerapan model
pembelajaran STAD pada pembelajaran fisika dengan tes evaluasi akhir perindikator
tersebar dalam 3 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi dan sedang. Untuk kategori memberikan
penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar dan menyimpulkan berada pada
kategori sangat tinggi. Untuk indikator membuat penjelasan lebih lanjut berada pada
kategori sedang dan indikator menerapkan strategi dan teknik pada kategori tinggiPeserta
didik kelas X.A SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta memberikan respon setuju terhadap
penerapan model pembelajaran STAD dalam pembelajaran fisika.
Nur Rizqi Arifin dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (Stad) Terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa”, menyimpulkan bahwa nilai signifikansi kelas eksperimen dan kontrol pada
pengujian posttest sebesar 0,762 disini membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran ekonomi dengan uji
t. Karena nilai probabilitasnya lebih kecil P value 0,762 < 0,05 maka H0 diterima dan H1
ditolak yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata nilai posttest
eksperimen dengan rata-rata nilai posttest kontrol.

I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini, disusun sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan bab pertama berisi pendahuluan yang berisi penegasan judul, latar
belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah, kajian penelitian terdahulu yang relevan, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka bab kedua berisi deskripsi teoritik yang menerangkan tentang
variabel (Pembelajaran metode Student Time Achievement Divisions dan deskripsi
keterampilan berpikir kritis) yang diteliti yang akan menjadi landasan teori atau kajian
teori, dan hipotesis penelitian.
3. Bab III Metodologi Penelitian bab ketiga berisi metode penelitian yang berisikan
pendekatan dan jenis penelitian serta wilayah atau tempat penelitian ini dilaksanakan.
Selain itu di bab tiga ini juga dipaparkan mengenai tahapan-tahapan penelitian, teknik
pengumpulan data, desain penelitian, instrument data, prosedur analisis data dan
keabsahan data (uji validitas dan uji reabilitas, uji prasyarat analisis dan uji hipotesis).
KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Pembelajaran Student Time Achievement Division


1. Pengertian Metode Pembelajaran Student Time Achievement Divisions
STAD adalah singkatan dari divisi prestasi tim siswa, itu adalah strategi
pembelajaran kolaboratif yang kecil kelompok pelajar dengan tingkat kemampuan
berbeda bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. Dulu dirancang oleh
Robert Slavin dan rekan-rekannya di Universitas Johns Hopkins (Pembelajaran Inovatif,
2009).13
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe Student Time Achievemet Divisions
siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat oatau lima orang siswa
dengan kemampuan akademik yang beragam, sehingga dalam setiap kelompok terdapat
siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah. Hal ini menyataka bahwa terdapat
perbedaan kemandirian dalam belajar secara signifikan a ntara siswa yang mengikuti
model pembelajaran model kooperatif tipe Student Time Achievemet Divisions dengan
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.14 Model pembelajaran kooperatif
learning tipe STAD merupakan pembelajaran kelompok, namun belum ada penelitian
terkait kerja sama kelompok.15
Tim sebagai fitur paling penting dari STAD. Di setiap titik, penekanan
ditempatkan pada anggota tim yang melakukan yang terbaik untuk tim, dan pada tim
yang melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Ada lima komponen STAD:
Presentasi kelas, Studi tim, Kuis atau Tes, Skor peningkatan individu dan Pengakuan
Tim.16 Ciri Penting pembelajaran STAD adalah siswa kerja kelompok, dan kelompok
berasal siswa yang dari ras dan suku yang berbeda kemudian guru akan memberikan
penghanggaan pembelajaran model STAD adalah siswa saling mrngajar sesamanya untuk
mencapai tujuan tertentu.17
Pembelajaran dengan menggunakan model Student Time Achievemet Divisions
sesuai dengan fitrah siswa yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang penuh
ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawabbersama, serta
pembagian tugas dan rasa senasib. Melalui belajar kelompok, siswa dilatih dan
dibiasakan untuk saling membantu dan berbagi tanggung jawab, siswa belajar dan
berlatih interaksi sesame temannya, berbagi pengalaman dan pengetahuan, belajar
13
Monchai Tiantong & Sanit Teemuangsai, Student Team Achievement Divisions (STAD) Technique
through the Moodle to Enhance Learning Achievement, Vol. 6 No. 4, (Thailand: International Education Studies,
2013), 86
14
Siska Arimadona, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Stad (Student
Team Achievement Division) Terhadap Hasil Belajar Biologi, Vol.1 No.1, (Bukittinggi, Jurnal Pendidikan IPA
Veteran, 2017), 73
15
Theodora Edeltrudis Hoba & Yohanes Nong Bunga, Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Student Team Achievement Division (Stad) Terhadap Kerja Sama Siswa Pada Materi Sel Kelas Xi Smas Katolik
Alvarez Paga Tahun Ajaran 2019/2020, (Nusa Tengga Timur, Jurnal Biologi & Pendidikan Biologi, 2020), 17
16
Eucharia Okwudilichukwu Ugwu, Effect of Student Teams Achievement Division and Think-Pair-Share
on Students’ Achievement in Reading Comprehension, Vol.8 No.1, (Nigeria: African Journal of Teacher Education,
2019),223
17
Betaria Putra, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(Stad) Terhadap Kompetensi Belajar Siswa Ranah Kognitif, Vol.1 No.4,(Jambi:Journal on education, 2019), 787
melakukan dan mengatakan, naluri berkompetisi dipupuk dan menyadari kelebihan serta
kekurangan masing-masing.18
Pembelajaran kooperatif ditinjau dari prestasi akademik lebih efektif dalam
memperoleh perilaku kognitif terutama pada tataran pengetahuan, pemahaman dan
penerapan, mempengaruhi secara positif hubungan antar siswa; meningkatkan
kepercayaan diri mereka, siswa memiliki sikap yang lebih positif terhadap sekolah dan
pelajaran19 Banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif digunakan dalam
sistem pendidikan, Slavin (2009) menyarankan dua alasan, pertama, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaanPembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
pembelajaran prestasi siswa, dapat mengembangkan sosial hubungan, mendorong
kekurangan penerimaan diri dan orang lain juga dapat meningkatkan harga diri. Kedua,
Pembelajaran kooperatif dapat mewujudkan kebutuhan siswa untuk belajar berpikir,
memecahkan masalah, dan mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuan dengan
keterampilan mereka.
Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa
bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Metode ini
sering melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat) siswa yang
mempunyai kemampuan yang berbeda, dan ada yang menggunakan ukuran kelompok
yang berbeda-beda 20, cooperative learning berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama. Setiap anggota sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa
dirasakan oleh semua anggota kelompok dalam suasana kooperatif. Konteks
pembelajaran, pembelajaran kooperatif seringkali didefinisikan sebagai pembentukan
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa yang dituntut untuk bekerjasama dan
saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa- siswa lain. Siswa juga
mencari hasil yang bermanfaat tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk anggota
kelompok mereka.
Setelah membaca dan menyusun peta konsep, kegiatan selanjutnya pada model
pembelajaran Remap Coople adalah penerapan pembelajaran kooperatif secara tatap
muka di dalam kelas. Sebelumnya disebutkan bahwa pembelajaran kooperatif yang
dipilih dalam pembelajaran adalah STAD. Robert Slavin sebagai ahli yang
mengembangkan model STAD membagi sintaks STAD menjadi empat tahap yaitu: tahap
I (presentasi guru), tahap II (kerja kelompok), tahap III (kuis dan kemajuan skor
kelompok), dan tahap IV (penghargaan kelompok) . Sintaks tersebut diharapkan dapat
memberdayakan berpikir kritis serta kemampuan berpikir kreatif siswa. Keunggulan dari
STAD adalah kolaborasi kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok
bergantung pada keberhasilan individu sehingga setiap anggota kelompok tidak dapat
bergantung pada anggota lainnya . 21

18
Shilphy A. Octavia, Model-Model Pembelajaran, (Sleman: Deepublish, 2020), 71
19
Yalçin Karali dan Hasan Aydemir, The effect of cooperative learning on the academic achievement and
attitude of students in Mathematics class, (Turki: Academic Journals. 2018)
20
Johnson, D. W., Roger T. Johnson & Mary B. S.. (2000). cooperative learning methods: A Meta-
Analysis. Educational research Journal.
21
Facione, P., Giancarlo, C. A., Facione, N. C., and Gainen, J.1995. The dispositions towards critical
thinking. Informal Logic, 20, 1, 61-84.
Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa saling mendukung dan
membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
sehingga kerjasama yang terjadi akan melibatkan semua anggota kelompok.22
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan
kreatif siswa di Indonesia tergolong rendah seperti yang dinyatakan dalam banyak
publikasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model
pembelajaran STAD Remap dapat memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif siswa SMP, khususnya untuk mata pelajaran Biologi.23

2. Ciri-Ciri Metode Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions


Ciri-ciri metode pembelajaran Student Teams Achievement Divisions, diantaranya adalah:24
a. Siapnya perangkat pembelajaran.
b. Terbentuknya kelompok kooperatif.
c. Penentuan skor awal.
d. Setting tempat duduk (pembelajaran)
e. Kerja kelompok.

3. Langkah Pembelajaran Metode Student Time Achievemet Divisions


Slavin yang dikutip dalam (Trianto 2009) menyatakan bahwa. Siswa STAD
ditempatkan dalam tim pembelajaran yang beranggotakan 4-5 orang yang merupakan
campuran menurut level prestasi, jenis kelamin, dan etnis. Guru menyajikan pelajaran,
dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota
tim telah menguasai pelajaran. Kemudian, semua siswa diberi tes pada materi, pada saat
tes ini mereka tidak diizinkan untuk mencontek. Seperti pembelajaran lainnya, kooperatif
STAD belajar juga membutuhkan persiapan yang cukup banyak agar kegiatan
pembelajaran dapat dilaksanakan25

22
Lingga Wahyu Ningtias, et.al., Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division
(Stad) Disertai Lembar Kerja Siswa (Lks) Pada Pembelajaran Ipa Di Smp, Vol.5 No.2, (Jember: Jurnal Pendidikan
Fisika, 2016), 171
23
Lipman, M. 2003. Critical thinking: What can it be? In A.C. Ornstein et. al. (Eds.), Contemporary issues
in curriculum. New York, Pearson.
24
M. Miftahussiroyudin (eds.), Strategi Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Pada
Materi Esensial Rukun Iman (INOVASI), (Surabaya: Balai Diklat Keagamaan, 2013), 291
25
Lutfiana Sa'adatul Fuad & Fewi Anggreini, The Effect of STAD Type Learning Model on the Results of
Learning in Term of Critical Thinking Skills of Vocational School Students, Vol. 2, (Indonesia: PROC. INTERNAT.
CONF. SCI. ENGIN, 2019), 267
Model Student Time Achievemet Divisions dikembangkan oleh Robert Slavin dkk.
Adapun langkah pembelajarannya sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen.
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru member tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleg anggota-anggota
kelompok. Anggota kelompok yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada
anggota lain sampai kelompok mengerti.
4. Guru memberi pertanyaan kepada seluruh siswa. Ketika menjawab pertanyaan,
para siswa tidak boleh saling membantu.
5. Pertanyaan yang diberikan guru tersebut dijawab pada lembar kerja.
6. Hasil kerja siswa selanjutnya dievaluasi.
7. Tim yang meraih prestasi tinggi diberi penghargaan.
8. Guru mengimpulkan pembelajaran.26
Adapun tahapan tahapan yang dilalui pembelajaran Kooperatif tipe STAD,
meliputi:
1. Tahap Penyajian Materi
Guru menyajikan materi melalui metode ceramah, demonstrasi, ekspositori,
atau membahas buku pelajaran matematika. Dalam tahap ini, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan memotivasi rasa ingin tahu
siswa tentang konsep yang akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan
apa yang telah dimiliki dengan yang disampaikan oleh guru.
2. Tahap Kegiatan Kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang dipelajari guna
kerja kelompok. Guru menginformasikan bahwa LKS harus benar-benar
dipahami bukan sekedar diisi dan diserahkan pada guru. LKS juga digunakan
sebagai keterampilan kooperatif siswa. Dalam hal ini, apabila di antara anggota
kelompok ada yang belum memahami, maka teman sekelompoknya wajib
memberi penjelasan kembali karena guru hanya sekedar menjadi fasilitator yang
memonitor kegiatan setiap kelompok.
3. Tahap Tes Individu
Tes individu atau hasil belajar ini digunakan setelah kegiatan kelompok usai
dan dikerjakan secara individu. Tes ini bertujuan supaya siswa dapat
menunjukkan apa yang mereka pahami saat kegiatan kelompok berlangsung dan
disumbangkan sebagai nilai kelompok.
4. Tahap perhitungan Nilai Perkembangan Individu
Perhitungan nilai perkembangan individu dimaksudkan agar setiap siswa
terpacu untuk meraih prestasi yang maksimal. Perhitungan nilai perkembangan
individu dihitung berdasarkan skor awal. Skor awal mewakili skor rata-rata
siswa pada kuis-kuis sebelumnya. Apabila memulai model kooperatif tipe STAD
setelah memberikan tiga kali atau lebih kuis, maka digunakan hasil nilai terakhir
siswa dari tahun lalu.

4. Unsur-unsur Dasar Model Student Time Achievement Divisions

26
Saifudin Mahmud & Muh. Idham, Strategi Belajar Mengajar, ( Aceh: Syiah Kuala. 2017), 125
Ada beberapa unsure dasar salam metode pembelajaran Student Time Achievemet
Divisions:
a. Ketergantungan positif.
b. Akuntabilitas individual.
c. Interaksi tatap muka.
d. Keterampilan sosial.
e. Processing.27

5. Strategi Pembelajaran Metode Student Time Achievement Divisions


Student Time Achievemet Divisions merupakan strategi pembelajaran kolaborasi
yang mana pembelajaran kelompok kecil dengan tikat kemampuan berbeda untuk bekerja
bersama-sama menyelesaikan tujuan pembelajaran. Membagi siswa kedalam kelompok-
kelompok kecil memberikan kesempatan untuk terlibat dalam pembelajaran. Di dalam
STAD setiap anggota kelompok terdiri dari 4 sampai 5 anggota kelompok yang memiliki
perbedaan nilai secara heterogen, suku, dan jenis kelamin. Karena dengan belajar
berkelompok siswa dapat bertukar ide dan lebih untuk bergerak aktif. Saat diskusi
kelompok inilah yang membuat siswa terlatih untuk berpikir kritis, karena banyak ide-ide
yang dikeluarkan sehingga menimbulkan banyak pendapat yang berbeda dengan
banyaknya pendapat yang berbeda siswa akan terus berpikir tinggi untuk mengetahui
jawabannya. Setelah mendapat jawabannya maka terpecahkanlah permasalahan yang ada.
Dengan begitu siswa mampu untuk memecahkan berbagai macam pendapat atau ide-ide
yang ada dengan pemikiran yang kritis.28

6. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Student Teams Achievement


Divisions
Suatu model pembelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian
pula dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions
(STAD). Berikut ini beberapa keunggulan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-
Achievement Divisions (STAD) antara lain:29
a) Karena dalam kelompok peserta didik dituntut untuk aktif sehingga dengan model ini
peserta didik dengan sendirinya akan percaya diri dan meningkat kecakapan
individunya.
b) Interaksi sosial yang terbangun dalam kelompok, dengan sendirinya peserta didik
belajar dalam bersosialisasi dengan lingkungannya (kelompok).
c) Dengan kelompok yang ada, peserta didik diajarkan untuk membangun komitmen
dalam mengembangkan kelompoknya.
d) Mengajarkan menghargai orang lain dan saling percaya.
e) Dalam kelompok peserta didik diajarkan untuk saling mengerti dengan materi yang
ada, sehingga peserta didik saling memberitahu dan mengurangi sifat kompetitif.

27
Shilphy A. Octavia, Model-Model Pembelajaran, (Sleman: Deepublish. 2020), 72
28
Farqiyatur Ramadhan, et.al., Potensi Remap STAD (Reading Concept Mapping Student Teams
Achievement Division) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa, Vol.13 No.1, (Malang: Proceeding
Biology Education Conference.2016), 205
29
Imas Kurniasih & Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan
Profesionalisme Pendidik, (Yogyakarta: Kata Pena, 2015), 23
Selain keunggulan tersebut pemebelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah:30
a) Karena tidak adanya kompetisi diantara anggota masing-masing kelompok,
b) anak yang berprestasi bisa saja menurun semangatnya.
c) Jika pendidik tidak bisa mengarahkan anak, maka anak yang berprestasi bisa
d) jadi lebih dominan dan tidak terkendali.

B. Berpikir Kritis
Pada era globalisasi ini, arah dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai sejalan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini berkembang sangat pesat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus didasari dengan peningkatan
kualitas pendidikan yang sejalan dengan perkembangan tersebut. Peningkatan kualitas
dan sumberdaya manusia sangat penting untuk menghadapi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Salah satu upaya dalam bidang pendidikan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM adalah dengan membiasakan dan
membentuk budaya berpikir kritis pada siswa dalam proses pembelajaran.31
Kemampuan berpikir dapat didefinisikan sebagai salah satu proses kognitif yang
digunakan seagai panduan dalam proses berpikir, dengan menyusun kerangka berpikir
dengan cara membagi-bagi kedalam kegiatan nyata. Berpikir kritis adalah sebuah proses
intelektual dengan melakukan pembuatan konsep, penerapan, melakukan sintesis dan
atau mengevaluasi informasi yang diperoleh dari observasi, pengaaman, refleksi,
pemikiran, atau komunikasi sebagai dasar untuk meyakini dan melakukan suatu
tindakan.32
John Dewey mengatakan, bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang
benar pada anak-anak, kemudia beliau mendefiniskan berpikir kritis (critical thingking)
sama dengan “refektive thought” (berpikir reflektif) yaitu “Aktif, gigih, dan
pertimbangan yang cermat mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan
apapun yang diterima dipandang dari berbagai sudut alasan yang mendukung dan
menyimpukannya.33
Berpikir kritis diartikan sebagai cara berpikir yang sistematis dan mandiri yang
menghasilkan suatu interpretasi, analisis, kesimpulan terhadap sesuatu, evaluasi, dan
memberi penjelasan tentang sesuatu dan keterampilan berpikir merupakan alat dalam
hidup jangka panjang.34 Kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi manusia yang
sukses adalah kemampuan untuk (a) berpikir kritis, menganalisis dan memecahkan
masalah dunia nyata yang kompleks, (b) menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan
sumber belajar yang sesuai, (c) bekerja sama dalam tim dan kecil kelompok, (d)

30
Imas Kurniasih & Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan
Profesionalisme Pendidik, (Yogyakarta: Kata Pena, 2015), 24
31
Nana Hendracipta, et al., Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Model
Inkuiri Terbimbing Di Sekolah Dasar, Vol.3 No.2, (Banten: JPSD, 2017), 216
32
Lilis Lismaya, Berpikir Kritis & PBL, 8
33
Hendra Surya, Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011),
129
34
Iluh Via Vanellia Darma, et.al., Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa Kelas Vii Smp Pada Pembelajaran Ipa, Vol.1 No.1, (Bali: Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Sains Indonesia,2018), 45
keterampilan komunikasi lisan dan tertulis yang efektif dan (e) menggunakan
pengetahuan konten dan keterampilan intelektual untuk menjadi pembelajar yang
berkelanjutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa beberapa keterampilan yang harus dimiliki
dalam era pengetahuan adalah (a) keterampilan berpikir kritis dan kerja keras, (b)
kreativitas, (c) kolaborasi, (d) pemahaman lintas budaya, (e) komunikasi, (f) komputasi,
dan (g) karier dan kemandirian. Pembelajaran saat ini nampaknya siswa kurang didoron g
untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya, siswa diarahkan untuk menghapal
informasi dan dipaksa untuk mengingat, serta mengumpulkan berbagai informasi tanpa
diharuskan untuk memahami informasi yang mereka ingat. untuk terhubung dengan
kehidupan sehari-hari.35
Berpikir kritis sangat erat kaitannya dengan siswa pemahaman mendalam tentang
konten materi pelajaran tertentu, meningkatkan pengambilan keputusan berkaitan dengan
masalah kehidupan nyata yang kompleks lebih umum dengan kecenderungan menjadi
warga negara yang lebih aktif dan terinformasi. Berbagai pemangku kepentingan dalam
pendidikan, seperti pembuat kebijakan, pendidik, dan pengusaha telah menganggap
pengembangan berpikir kritis sebagai hasil penting dari pendidikan sarjana. Namun,
upaya untuk merangsang perkembangan berpikir kritis telah lama terjalin dengan
kontroversi atas beberapa masalah, seperti kekhususan domain. Domain-umum
keterampilan berpikir kritis pengajaran berpikir kritis dalam kursus yang berdiri sendiri
dalam kursus khusus domain, dan penilaian hasil berpikir kritis. Mempertimbangkan
beberapa kontroversi seputar pengajaran keterampilan berpikir kritis dalam konteks
pendidikan tinggi, makalah ini berpendapat bahwa perkembangan terbaru dalam
penelitian desain instruksional mungkin memiliki implikasi yang kaya untuk merancang
lingkungan belajar yang efektif untuk bepikir kritis.36
Berpikir kritis diasumsikan sebagai berpikir yang masuk akal dan reflektif untuk
menentukan apa yang dipercaya atau yang dilakukan. Berpikir kritis merupakan
kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi suatu informasi. 37 Berpikir kritis
adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan
dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat
dipahami sebagai kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik,
membedakannya secara tajam, memilih,mengidentifikasi, mengkaji, dan
mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan
asumsi bahwa berpikir merupakan potensi yang ada pada manusia yang perlu
dikembangkan untuk kemampuan yang optimal.38
Berpikir kritis merupakan pengaturan diri dalam memutuskan sesuatu yang
menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan
menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau pertimbangan kontekstual
yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Kemampuan berpikir kritis meliputi
35
Iin Khairunisa & Muh. Thariq Aziz, Implementation of Cooperative Learning Model Learning Through
The STAD Method in Improving Student’s Critical Thinking Ability, Vol.2 No.1, (Indonesia: IJECA, 2019), 9
36
Dawit Tibebu Tiruneh, et.al., Designing Learning Environments for Critical Thinking: Examining
Effective Instructional Approaches, Vol.16, (Belgia: Int J of Sci and Math Educ, 2018), 1066
37
Farqiyatur Ramadhan, et.al., Potensi Remap STAD (Reading Concept Mapping Student Teams
Achievement Division) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa, Vol.13 No.1, (Malang: Proceeding
Biology Education Conference.2016), 203
38
Ibid
kemampuan klarifikasi dasar, dasr pengambilan keputusan, menyimpulkan, memberikan
penjelasan lebih lanjut, perkiraan dan pengintegrasian, serta kemampuan tambahan.
Sebagai pendidik, seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang mampu
melatih kemampuan berpikir kritis siswa untuk menemukan informasi belajar secara
mandiri dan aktif menciptakan struktur kognitif pada siswa. Upaya untuk pembentuka n
kemampuan berpikir kritis siswa yang optimal mensyaratkan adanya kelas yang
interaktif, siswa dipandang sebagai pemikir bukan seorang yang diajar, dan guru berperan
sebagai mediator, fasilitator, dan motivator yang membantu siswa dalam belajar bukan
mengajar.39
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu komponen vital dan merupakan
elemen penting di abad 21 g faktor-faktor yang mempengaruhi pada diri siswa.
Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi siswa karena memungkinkan untuk
berasumsi, menganalisis argumen, dan mengevaluasi kualitas informasi. Berpikir kritis
adalah strategi kognitif dan cara melihat sesuatu dan istilah deskriptif untuk serangkaian
metode yang digunakan. 40
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis cenderung percaya dan bertindak
menurut penalarannya secara logis dan sistematis berdasarkan informasi yang diterima.
Keterampilan berpikir kritis terdiri dari kemampuan menganalisis,memahami, dan
mengevaluasi baik alasan maupun informasi dan merupakan bagian dari keterampilan
kognitif yang terdiri dari interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi, penjelasan, dan diri
-regulasi .Keterampilan berpikir kritis menyangkut metode berpikir yang melibatkan
prosedur kognitif seperti penalaran, analisis dan evaluasi yang secara pedagogis berkaitan
dengan pemecahan masalah dan komunikasi dan proses metakognitif yang
mencakup.beberapa komponen lain termasuk keterampilan dalam menganalisis argumen,
menyimpulkan keterampilan melalui penalaran induktif dan deduktif, keterampilan dalam
mengevaluasi, dan keterampilan dalam membuat keputusan pemecahan masalah yang
akurat. Keterampilan berpikir kritis sebagai seni dalam menganalisis dan mengevaluasi
pemikiran untuk memperbaikinya .41
Perkembangan pemikiran kritis siswa telah menjadi perhatian dan tujuan utama
pendidikan di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Pengembangan keterampilan
berpikir kritis memegang peranan penting dalam dunia pendidikan dan dibutuhkan oleh
siswa Mengajar keterampilan berpikir kritis selalu menjadi tujuan yang berorientasi pada
pembelajaran bagi guru di semua disiplin ilmu.Peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa seharusnya menjadi tanggung jawab guru sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa siswa harus menguasai beberapa keterampilan
yang terkait baik secara kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif. , dan berpikir serta
bertindak secara komunikatif.

39
Lilis Nuryanti, et.al., Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Vol.3 No.2, (Malang: Jurnal
Pendidikan, 2018), 155
40
Bensley, D. A., & Spero, R. A. (2014). Improving critical thinking skills and metacognitive monitoring through
direct infusion. Thinking Skills and Creativity, 12, 55–68.
41
Abdi, A. (2012). A study on the relationship of thinking styles of students and their critical thinking skills.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 47, 1719–1723.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan lebih mudah menjelaskan
konsep ilmiah, memecahkan masalah, dan menggali hubungan sebab akibat dari
peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah
minimal harus dapat memberikan pelatihan keterampilan berpikir siswa, mengingat
dampak signifikan dari keterampilan berpikir yang dimiliki setiap siswa meningkat
setelah proses pembelajaran berlangsung. Keterampilan berpikir kritis siswa di Indonesia
masih perlu ditingkatkan.. Hasil dari Penelitian pendahuluan dan pengumpulan informasi
dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang didasarkan pada aspek keterampilan
berpikir kritis dalam materi evaluasi buku ajar yang digunakan dalam pembelajaran di
sekolah pada materi ekosistem Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek keterampilan
berpikir kritis yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah masih rendah sehingga
belum mengakomodir siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.42

Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif siswa, dapat
disebabkan beberapa faktor diantaranya kurang tepatnya model pembelajaran yang
digunakan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar.43
Tingkat-tingkat berpikir menurut Richard, Paul dan Linda Elder ada enam level
bepikir, yakni 1) pemikir yang tidak reflektif, 2) pemikir yang tertantang, 3) pemikir
pemula, 4) pemikir praktis, 5) pemikir mahir dan 6) pemikir unggul.44
Banyak indikator dalam berpikir krtitis menurut para ahli yang dapat digunakan
sebagai indikator kemampuan berpikir kritis matematis, seperti menurut Bullen,
Garrison, Anderson, dan Archer, serta Ennis. Salah satunya menurut Ennis (Pardomun,
2012:23) terdapat enam elemen dasar dalam berpikir kritis yaitu sebagai berikut :45
1. Focus (fokus), yaitu hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui
informasi. Untuk fokus terhadap permasalah, diperlukan pengetahuan.
2. Reason (alasan), yaitu mencari kebenaran dari pernyataan yang akan
dikemukakan. Alasan-alasan yang mendukung pernyataan harus disertai
dalam mengemukakan pendapat dengan alasan yang tepat.
3. Inference (membuat pernyataan), yaitu mengemukakan pendapat dengan
alasan yang tepat.
4. Situation (situasi), yaitu kebenaran dari pernyataan bergantung pada situasi
yang terjadi. Oleh karena itu, perlu mengetahui situasi atau keadaan
permasalahan.
5. Clarity (kejelasan), yaitu memastikan kebenaran sebuah pernyataan dan
situasi yang terjadi.
6. Overview (tinjauan ulang), yaitu melihat kembali sebuah proses dalam
memastikan kebenaran pernyataan dalam situasi yang ada sehingga bisa
menentukan keterkaitan dengan situasi lainnya.
42
Thompson, C. (2011). Critical thinking across the curriculum: Process over output. International Journal of
Humanities and Social Science, 1(9), 1–7.
43
Sismayani, et.al., Kemampuan Berpikir Kritis menggunakanPenerapan Model Problem Based Learning
(PBL) danStudent Team Achievementdivision (STAD) Pada Pembelajaran Biologi di SMP Negeri 20 Seluma,
(Semarang: Prosiding, 2019), 1
44
Kasdin Sihotang, Berpikir Kritis Kecakapan Hidup Di Era Digital, (Depok: PT Kanisius, 2019), 47
45
Anita Sri Mahardiningrum & Novisita Ratu, Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP
Pangudi Luhur Salatiga Ditinjau dari Berpikir Kritis, Vol. 7 No. 1, (Salatiga: Jurnal Mosharafa, 2018), 76
C. HIPOTEESIS
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajaran
matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik
daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvesional.
2. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan positif.
3. Terdapat korelasi positif antara sikap siswa dengan kemampuan berpikir matematis
siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September - November semester ganjil tahun
ajaran 2020/2021.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu
Lampung.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Pendekatan termasuk pendekatan penelitian kuntitatif karena data yang
digunakan berupa angka- angka dan analisis datanya menggunakan statistika.
Jenis eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jenis
eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental Design
karena pada desain ini terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang
sulit dilaksanakan pada True Experimental Design.

C. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan
desain penelitian quasi exsperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan
penguasaan konsep pada pembelajaran ekonomi. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah non equivalent control group pretest posttest
design(Campbell dan Stanley, 1963:47).
Dalam desain ini kedua kelompok tidak dipilih secara random. Rancangan
eksperimen ditunjukkan pada tabel berikut:
Desain Quasai Eksperimen
Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O1 - O2
Keterangan:
O1 = Tes awal (pre-test) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
O2 = Tes akhir (post-test) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
X = Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling


Dalam penelitian ini terdapat populasi, sampel dan teknik sampling yakni sebagai
berikut:
1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah siswa/i kelas VIII SMP Negeri 2 Gadingrejo
2. Sampel Penelitian
Sampel dikatakan sebagai bagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel dalam
penelitian kualitatif yaitu guru sebagai informan. Sampel dalam penelitian ini
yaitu siswa/i kelas VIIIA dan VIIIB
3. Teknik Sampling
Teknik sampling pada penelitian ini dengan quasi exsperimen menggunakan non
equivalent control group pretest posttest design

E. Teknik Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data ini, peniliti menggunakan beberapa teknik penelitian
yaitu: metode tes, metode tes, observasi, dan wawancara.
1. Metode tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur
tingkat kognitif yakni, pengetauhuan, pemahaman, dan aplikasi, yang dimiliki oleh
individu atau kelompok. Tes digunakan untuk mengetahui kualitas hasil belajar yaitu:
mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Khusus untuk tes prestasi
belajar yang biasanya diugunakan di sekolah dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1).
Tes buatan guru 2). Tes standar
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah tes buatan guru. Pengambilan data
diperoleh dari tes buatan guru, diadakanya tes buatan guru tersebut karena untuk
menghendaki jawaban atas hasil belajar siswa tentang berfikir kritis pada saat proses
pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD). Tes buatan guru dibuat
dalam bentuk soal cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Metode observasi
Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan
manggunakan pancaindera mata dan di bantu dengan pancaindera yang lainya.
Metode observasi ini dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis terhadap fenomena yang diselidiki. Dalam arti luas observasi tidak hanya
terbatas pada pengamatan yang dilakukan dengan mata kepala saja, melainkan juga
melakukan pengamatan langsung. Observsasi dilakukan oleh peneliti untuk
mengamati aktifitas siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung, yaitu mulai
dari tahap awal sampai dengan tahap akhir.
Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipatif, dimana peneliti turut
ikut serta mengamati aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung melalui
lembar observasi aktifitas siswa. Observasi juga dilakukan oleh peneliti dalam hal
untuk mengamati guru mata pelajaran selama proses pembelajaran berlangsung
melalui lembar observasi aktifitas guru.
3. Metode wawancara / Interview
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal semacam percakapan yang
dilakukan dua orang atau lebih berhadap - hadapan secara fisik yang bertujuan untuk
memperoleh informasi. Wawancara ini merupakan alat yang sistematis digunakan
untuk menggali data penelitian. Sebelum peneliti melakukan wawancara, terlebih
dahulu peneliti menyusun daftar pertanyaan secara garis besar yang akan ditanyakan
kepada responden dan pertanyaan disusun berdasarkan focus dan rumusan masalah
penelitian

F. Definisi Operasional Variabel


1. Definisi Operasional Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Model pembelajaran STAD adalah suatu model pembelajaran berkelompok,
berdiskusi, guna memahami materi yang diberikan oleh guru, kemudian juga
memahami konsep-konsep untuk menemukan hasil yang benar. Hal ini sesuai dengan
Teori Piaget, beliau berkata bahwa setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual, artinya teori ini mengacu pada kegiatan pembelajaran
yang harus melibatkan partisipasi siswa. Variabel ini dapat dinilai selama proses
pembelajaran, baik dalam aspek penyelesaian masalah, kerjasama dan tanggung
jawab.46
2. Definisi Operasional Kemampuan Berfikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir dan bertindak siswa
berdasarkan pengetahuan yang dimiliknya sebagai hasil belajar. Kemampuan berpikir
kritis ini dijaring melalui tes essay yang dibuat berdasarkan indikator kemampuan
berpikir kritis menurut Ennis (1985) yaitu menganalisis argumen, bertanya dan
menjawab pertanyaan, mempertimbangkan kesesuaian sumber, mengobservasi dan
mempertimbangkan hasil observasi, mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan
suatu definisi, dan menentukan suatu tindakan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis adalah kemampuan untuk merumuskan masalah, menganalisis
permasalahan, mengumpulkan informasi, mengevaluasi, menggunakan bahasa yang
jelas dalamenyampaikan gagasan, menggunakan bukti-bukti yang meyakinkan, serta
menarik kesimpulan.

G. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan
menyiapkan alat tes untuk menjawab pertanyaan peneliti yaitu tes penguasaan
konsep. Kuesioner dan observasi menjadi alat pelengkap, penjabaran alat tes
yang digunakan dalam penelitian yaitu:
1. Tes
Item soal yang dikembangkan untuk mengetahui penguasaan konsep
siswa berbentuk soal pilihan ganda yang berkaitan dengan materi IPA.
Indikator penguasaan konsep meliputi, pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Sebelum dipergunakan untuk
mengumpulakan data, maka terlebih dahulu dilakukan uji coba tes
penguasaan konsep.

46
Agus Prianto, Penerapan Metode STAD dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar,
Vol. 1, No. 1, 2013
2. Lembar Observasi
Observasi adalah pengamatan meliputi kegiatan pemuatan
perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.
Obseravasi ini dilaksanakan pada saat proses belajar pembelajaran
berlangsung dan bersifat sistematis karena menggunakan pedoman sebagai
instrument pengamatan dan observasi ini bersifat terstruktur.
Obeservasi terstruktur adalah “Observasi yang telah dirancang secara
sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana
tempatnya”. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah
tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati. Lembar
observasi digunakan untuk mengamati kerterlaksanaan model
cooperative learning type STAD dengan sintak pembelajarannya. Indikator
observasi siswa diambil dari langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yaitu, tahap persiapan, tahap penyajian materi,
tahap belajar tim/kelompok, tahap pengujian hasil belajar, dan tahap
rekognisi tim. Selain itu, lembar observasi siswa digunakan untuk
mengamati aktivitas siswa secara individu didalam kelompok. Kegiatan
observasi pada aktivitas siswa ini dilakukan pada kedua kelas, kelas
eksperimen yaitu untuk mengetahui aktivitas siswa pada
pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dan observasi pada
kelas kontrol untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran di
kelas kontrol. Indikator untuk observasi aktivitas siswa dalam
pembelajaran ini diambil dari langkah-langkah pembelajaran dikelas
eksperimen dan kontrol. Bertindak sebagai pengamat yaitu peneliti dan
dibantu seorang guru ekonomi disekolah tersebut.
3. Kuesioner (Angket)
Kuesioner bertujuan untuk memperoleh informasi atau tanggapan siswa
mengenai pembelajaran dengan model cooperative learning tipe STAD yang
dilakukan apakah menumbuh kembangkan kemampuan penguasaan konsep
siswa pada pembelajaran. Indikator kuesioner ini ialah pendapat siswa
mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

H. Uji Validitas dan Uji Reabilitas data


Instrumen yang digunakan pada tes penguasaan konsep berkaitan dengan
materi ekonomi yang dikembangkan oleh peneliti sendiri serta diuji validitas dan
reliabilitasnya. Tes ini diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum
dan setelah pembelajaran. Soal diberikan dalam bentuk pilihan ganda.
Uji coba diberikan untuk mengetahui tingkat validitas tes dan reliabilitas tes
yang akan digunakan dalam penelitian ini. Uji coba dilaksanakan pada siswa/siswi
kelas VIII SMP Negeri 2 Gadingrejo.
1. Validitas Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan
dan kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian. Menurut Akdon
(2008), jika instrumen itu bisa digunakan untuk mendapatkan data,
dikatakan valid dan bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Validitas setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian diuji
dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson(Arikunto, 2008:72)
dengan langkah-langkah sebagai berikut:

r xy=           nΣxy – (Σx) (Σy)                   


        √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}

Keterangan :
Rxy = Koefisien korelasi antara variable x dan variable y
n = Banyaknya sampel
∑x = jumlah nilai tiap butir soal
∑y = jumlah nilai total

2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas tes adalah ketepatan alat evaluasi dalam mengukur atau
ketepatan siswa dalam menjawab alat evaluasi itu. Suatu tes dapat dikatakan
miliki taraf reliabilitas yang baik jika tes tersebut dapat memberikan hasil
tetap, walaupun dikerjakan oleh siapapun (dalam level yang sama), untuk
menentukan reliabilitas angket peneliti menggunakan rumus Alpha-Crombach.
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 221), reliabilitas menunjuk pada
pengertian bahwa instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas instrumen
merupakan syarat pengujian validitas instrumen, karena itu instrumen yang valid
umumnya pasti reliabel tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan.
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 231), untuk mengetahui reliabilitas angket
menggunakan rumus K−R20, yaitu:

V t −∑ pq
( ( k −1k ) )(
r 11 =
Vt )
Keterangan: = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
Vt = varians total
p = proporsi subjek yang menjawab benar pada sesuatu butir (proporsi subjek
yang mendapat skor 1)
q = proporsi subjek yang menjawab salah pada sesuatu butir (proporsi subjek
yang mendapat skor 0)

I. Uji Prasarat Analisis


Di dalam menggunakan uji persyaratan ini peneliti menggunakan uji normalitas dan
uji homogenitas, yaitu:

1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran dilakukan untuk menguji apakah sampel yang
diselidiki berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji
Kolmogorov-Smirnov. Rumus Kolmogorov-Smirnov yang digambarkan oleh
Sugiyono (2008: 389) yaitu:
n1 + n2
KD :1,36
√ n 1 n2

Keterangan:
KD = harga K-Smirnov yang dicari
n1 = jumlah sampel yang diperoleh
n2 = jumlah sampel yang diharapkan
Normal tidaknya sebaran data penelitian dapat dilihat dari nilai signifikansi. Jika
nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 pada (P > 0,05), maka data berdistribusi
normal. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 pada (P < 0,05), maka data
berdistribusi tidak normal. Perhitungan tersebut diperoleh melalui bantuan program
SPSS versi 13,0.

2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari
kedua kelompok memiliki varian yang sama atau tidak. Uji homogenitas ini
menggunakan rumus sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2010:199)
yaitu:
Vb
F ( nb−1 ) , ( nk−1 )=
Vk

Keterangan:
Vb: Varian yang lebih besar
Vk: Varian yang lebih kecil
Proses perhitungan uji homogenitas dengan bantuan komputer, dalam
penelitian ini digunakan taraf signifikan 5% yang berarti jika Fhitung lebih kecil dari
Ftabel pada taraf signifikansi 5% maka kedua kelompok memiliki varians yang
homogen. Sebaliknya jika Fhitung lebih besar dari Ftabel pada taraf signifikansi 5%
maka kedua kelompok tidak memiliki varians yang homogen.

J. Uji Hipotesis
Pengujian koefisien korelasi dapat dilakukan untuk mengetahui berarti tidaknya
hubungan antara variabel yang diteliti hubungannya. Dalam uji hipotesis ini
digunakan rumus Uji-t, yaitu:

N −2
t=r
√ 1−r 2

Dimana:
t = Nilai t
r = Koefisien korelasi
N = Jumlah sampel
(Sambas Ali Muhidin & Maman Abdurahman, 2007: 129).
Kesimpulan diambil dengan membandingkan nilai uji-t (thitung) terhadap
ttabel pada taraf signifikansi 5% dan db (derajat kebebasan) N-2. Jika thitung lebih
besar dari ttabel, maka variabel tersebut memiliki perbedaan yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Prianto, Penerapan Metode STAD dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika di


Sekolah Dasar, Vol. 1, No. 1, 2013
Alec Fisher, Berfikir Kritis Sebuah Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.2.
Anita Sri Mahardiningrum & Novisita Ratu, Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP
Pangudi Luhur Salatiga Ditinjau dari Berpikir Kritis, Vol. 7 No. 1, (Salatiga: Jurnal
Mosharafa, 2018), 76
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1996, h. 747
Farqiyatur Ramadhan, et.al., Potensi Remap STAD (Reading Concept Mapping Student Teams
Achievement Division) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa,
Vol.13 No.1, (Malang: Proceeding Biology Education Conference.2016), 203
Iin Khairunisa & Muh. Thariq Aziz, Implementation of Cooperative Learning Model Learning
Through The STAD Method in Improving Student’s Critical Thinking Ability, Vol.2
No.1, (Indonesia: IJECA, 2019), 9
Lilis Nuryanti, et.al., Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Vol.3 No.2, (Malang:
Jurnal Pendidikan, 2018), 155
Kasdin Sihotang, Berpikir Kritis Kecakapan Hidup Di Era Digital, (Depok: PT Kanisius, 2019),
47
Zulkifli, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Pekanbaru: Zanafa Publising, 2011, h. 6
Rusman, dkk, (2012), Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jakarta:
Rajawali Pers, hal. 202
Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57
Sismayani, et.al., Kemampuan Berpikir Kritis menggunakanPenerapan Model Problem Based
Learning (PBL) danStudent Team Achievementdivision (STAD) Pada Pembelajaran
Biologi di SMP Negeri 20 Seluma, (Semarang: Prosiding, 2019), 1
Dawit Tibebu Tiruneh, et.al., Designing Learning Environments for Critical Thinking:
Examining Effective Instructional Approaches, Vol.16, (Belgia: Int J of Sci and Math
Educ, 2018), 1066
Farqiyatur Ramadhan, et.al., Potensi Remap STAD (Reading Concept Mapping Student Teams
Achievement Division) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa,
Vol.13 No.1, (Malang: Proceeding Biology Education Conference.2016), 203
Imas Kurniasih & Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan
Profesionalisme Pendidik, (Yogyakarta: Kata Pena, 2015), 24
Nana Hendracipta, et al., Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan
Model Inkuiri Terbimbing Di Sekolah Dasar, Vol.3 No.2, (Banten: JPSD, 2017), 216
Lilis Lismaya, Berpikir Kritis & PBL, 8
Hendra Surya, Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2011), 129
Iluh Via Vanellia Darma, et.al., Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas Vii Smp Pada Pembelajaran Ipa, Vol.1 No.1,
(Bali: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sains Indonesia,2018), 45
Shilphy A. Octavia, Model-Model Pembelajaran, (Sleman: Deepublish. 2020), 72
Farqiyatur Ramadhan, et.al., Potensi Remap STAD (Reading Concept Mapping Student Teams
Achievement Division) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa,
Vol.13 No.1, (Malang: Proceeding Biology Education Conference.2016), 205
Imas Kurniasih & Berlin Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan
Profesionalisme Pendidik, (Yogyakarta: Kata Pena, 2015),
Yalçin Karali dan Hasan Aydemir, The effect of cooperative learning on the academic
achievement and attitude of students in Mathematics class, (Turki: Academic Journals.
2018)
Lingga Wahyu Ningtias, et.al., Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement
Division (Stad) Disertai Lembar Kerja Siswa (Lks) Pada Pembelajaran Ipa Di Smp,
Vol.5 No.2, (Jember: Jurnal Pendidikan Fisika, 2016), 171
M. Miftahussiroyudin (eds.), Strategi Pembelajaran Student Team Achievement Division
(STAD) Pada Materi Esensial Rukun Iman (INOVASI), (Surabaya: Balai Diklat
Keagamaan, 2013), 291
Lutfiana Sa'adatul Fuad & Fewi Anggreini, The Effect of STAD Type Learning Model on the
Results of Learning in Term of Critical Thinking Skills of Vocational School Students,
Vol. 2, (Indonesia: PROC. INTERNAT. CONF. SCI. ENGIN, 2019), 267
Monchai Tiantong & Sanit Teemuangsai, Student Team Achievement Divisions (STAD)
Technique through the Moodle to Enhance Learning Achievement, Vol. 6 No. 4,
(Thailand: International Education Studies, 2013), 86
Siska Arimadona, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Stad
(Student Team Achievement Division) Terhadap Hasil Belajar Biologi, Vol.1 No.1,
(Bukittinggi, Jurnal Pendidikan IPA Veteran, 2017), 73
Theodora Edeltrudis Hoba & Yohanes Nong Bunga, Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Student Team Achievement Division (Stad) Terhadap Kerja Sama Siswa Pada Materi
Sel Kelas Xi Smas Katolik Alvarez Paga Tahun Ajaran 2019/2020, (Nusa Tengga
Timur, Jurnal Biologi & Pendidikan Biologi, 2020), 17
Eucharia Okwudilichukwu Ugwu, Effect of Student Teams Achievement Division and Think-
Pair-Share on Students’ Achievement in Reading Comprehension, Vol.8 No.1, (Nigeria:
African Journal of Teacher Education, 2019),223
Betaria Putra, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement
Division (Stad) Terhadap Kompetensi Belajar Siswa Ranah Kognitif, Vol.1 No.4,
(Jambi:Journal on education, 2019), 787
Shilphy A. Octavia, Model-Model Pembelajaran, (Sleman: Deepublish, 2020), 71

Anda mungkin juga menyukai