Anda di halaman 1dari 63

PETUNJUK TEKNIS

DAN

PROSEDUR TETAP

PROGRAM PERBAIKAN GIZI

 PEMANTAUAN STATUS GIZI BALITA


 PENDATAAN ASI EKSKLUSIF
 PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN POLA IBU ASUH
 PEMANTAUAN GARAM BERYODIUM DIMASYARAKAT
 PELAKSANAAN PEMBERIAN VITAMIN A
 PEMANTAUAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH

UPTD PUSKESMAS GAJAHAN


DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Data program perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu informasi gambaran
wilayah yang dibutuhkan bagi pengambil keputusan dan pelaksana kegiatan baik lintas sektor
maupun lintas program terkait. Untuk memberikan presepsi yang sama tentang kegiatan di
tingat Kota Surakarta pada setiap tingkatan administrasi, maka diperlukan petunjuk teknis.

Penyediaan petunjuk teknis program perbaikan gizi masyarakat merupkan pedoman


pengumpulan data program gizi, yang dilaksanakan setiap tahun oleh petugas di setiap tingkat
administrasi dengan menggunakan Posyandu sebagai unit terkecil.

Dengan adanya perkembangan program ilmu pengetahuan, maka petunjuk teknis


mengalami beberapa perubahan untuk penyempurnaan. Perubahan dimaksud agar kualitas
data yang digunakan dapat tetap dipertahankan. Namun demikian, kritik dan saran dari
pemegang program sebagai pengguna sangat diharapkan.

Surakarta, 02 Januari 2016


Plt. Kepala UPTD Puskesmas Gajahan
Dinas Kesehatan
Kota Surakarta

dr. Tutik Asmi


NIP. 19730812 200501 2013
DAFTAR ISI

I. KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
II. DAFTAR ISI............................................................................................................. 3
III. PEMANTAUAN STATUS GIZI BALITA............................................................ 4
IV. PENDATAAN ASI EKSKLUSIF.......................................................................... 12
V. PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN POLA IBU ASUH.......................... 22
VI. PEMANTAUAN GARAM BERYODIUM DIMASYARAKAT......................... 28
VII. PEMBERIAN VITAMIN A PADA BAYI DAN BALITA.................................. 40
VIII. PEMANTAUAN STATUS GIZI ANAK BALITA.............................................. 48
PETUNJUK TEKNIS DAN PROSEDUR TETAP
PEMANTAUAN STATUS GIZI ANAK BALITA
(PSG)

UPTD PUSKESMAS GAJAHAN


DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA
TAHUN 2016
I. PENDAHULUAN

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan dalam


mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu
upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi
yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan
kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (DEPKES RI,
2004).
Namun sebaliknya gizi yang tiak seimbang menimbulkan masalah yang
sangat sulit sekali ditanggulangi, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah
Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004).
Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal
dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi
buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang samgat
sulit ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu
sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurang intake (konsumsi)
makanan terhadap kebutuhan makan seseorang, namun tidak demikian
oleh pemerintah dan masyarakat karena masalah gizi buruk adalah masalah
ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga, tetapi anehnya didaerah-daerah
yang telah swasembada pangan bahkan telah terdistribusi merata sampai
ketingkat rumah tangga (misalnya program raskin), masih sering ditemukan
kasus gizi buruk, padahal sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati
beberapa tahapan yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat
badan ideal seorang anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat
buruk (gizi buruk). Jadi masalah sebenarnya adalah masyarakat atau
keluarga balita belum mengetahui cara menilai status berat badan anak
(status gizi anak) atau juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat
badan anak, sepertinya masyarakat atau keluarga hanya tahu bahwa anak
harus diberikan makan seperti halnya orang dewasa harus makan tiap
harinya.
II. LANDASAN HUKUM

Pelaksanaan kegiatan Pemantauan Status Gizi Anak Balita di Kota Surakarta


berlandaskan pada :
1. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
2. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/ Menkes/ PER/ VIII/ 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten
Kota
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1141/ Menkes/ PER/ VIII/ 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1995/
Menkes/ SK/ XII/ 2010 tentang standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak.

III. PENGERTIAN

1. Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh
derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari
pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri
dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO_NCHS dengan
indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB.
2. Penimbangan Berat Badan (BB) dan Pengukuran Tinggi Badan (TB)
dilakukan oleh petugas klinik gizi sesuai dengan syarat- syarat
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan
benar penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan
(mikrotoisme).
3. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan
Pengukuran TB, dikurangi dengan tanggal kelahiran yang diambil dari
data identitas anak pada sekolah masing-masing, dengan ketentuan 1
bulan adalah 30 hari fan 1 tahun adalah 12 buan.
4. Balita Gizi Buruk dihitung berdasarkan indikator BB/TB dan hasilnya
<-3SD baku rujukan WHO NCHS.
5. Balita gizi Kurang dihitung berdasarkan indikator BB/TB dan hasilnya
berada diantara -2SD s/d -3SD baku rujukan WHO NCHS.
6. Balita stuned adalah status gizi balita yang didasarkan pada indeks
Pajang badan / Tinggi badan menurut Umur.

IV. TUJUAN

Tujuan Umum :
Tersedianya informasi status gizi balita secara berkala untuk keperluan
perencanaan, penetapan kebijakan dan evaluasi program perbaikan gizi.
Tujuan Khusu :
a. Mendapatkan data berat badan dan panjang/tinggi badan balita
b. Mendapatkan data status gizi di tingkat kelurahan
c. Tersebar luasnya informasi status gizi balita kepada penentu kebijakan,
pengambilan keputusan, lintas program, lintas sektoral, dan pengguna
lainya.

V. SASARAN KEGIATAN

Balita sasaran posyandu di setiap kelurahan di kecamatan Pasar Kliwon


binaan UPTD Puskesmas Gajahan.

VI. PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Waktu Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan serempak pada bulan september 2016 .
2. Tenaga Pengumpul Data
Tenaga pengumpul data adalah :
 Tenaga dari Puskesmas (petugas gizi, bidan wilayah, dan tenaga lain yang
ditugaskan)
 Kader posyandu
3. Pengumpulan Data
 Lokasi
Seluruh Posyandu di setiap Kelurahan di wilayah Puskesmas
 Sasaran
Semua balita sasaran posyandu di wilayah puskesmas
4. Cara Pengumpulan Data
a. Petugas gizi puskesmas melaksanakan sosialisasi dengan kader dan
tokoh masyarakat tentang pelaksanaan PDG
b. Penyusunan jadwal pelaksanaan PSG disampaikan kepada Dinas
Kesehatan Kota
c. Menyiapkan alat dan bahan untuk pelksanaan PSG
- Untuk mengukur berat badan (BB) digunakan dacin yang masih
baik dan mempunyai ketepatan pengukuran 0,1 kg.
- Untuk anak usia <2 tahun atau yang belum bisa berdiri dengan
tegak digunakan ukuran panjang badan (PB). Untu anak >2
tahun digunakan ukuran tinggi badan (TB). Ketelitian alat ukur
panjang badan dan tinggi badan adalah 0,1 cm.
d. Pengumpulan data dengan metode pengukuran yang standar.
Data yang dikumpulkan : tanggal pengukuran, nama anak, jenis
kelamin, tanggal lahir, umur, berat badan, cara pengukuran, panjang
badan/ tinggi badan, status gizi BB/U, TB/U, BB/TB.

Untuk menjaga validitas dan keakuratan PSG sebelum pelaksanaan


dilakukan pengendalian kualitas data terlebih dahulu, pengendalian tersebut
antara lain:

e. Pembekalan Petugas
o Uji coba instrumen (alat)
o Standarisasi pengukuran berat badan, panjang badan, tinggi
badan.
o Penentuan umur
o Penentuan status gizi dengan standar WHO anthro 2005 dengan
isian data survey oleh petugas gizi puskesmas
f. Pelaksanaan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan pada tahap awal dan
pertengahan pelaksanaan meliputi :
o Pengecekan sasaran balita
o Mengamati dan memperbaiki cara pengukuran berat badan,
panjang badan, tinggi badan.

5. Pelaporan Hasil
a. Formulir F0/PSG, digunakan untuk registrasi seluruh balita disetiap
lokasi yang berisi nama anak, nama orang tua, tanggal lahir anak,
jenis kelamin, alamat lengkap.
b. Formulir FI/PSG, digunakan untuk registrasi sampel balita dan
untuk mencatat hasil pendataan status gizi dan menentukan status
gizi balita yang berisi tanggal pengukuran, nama anak, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, berat badan, tinggi badan, / panjang badan, cara
pengukuran, status gizi BB/U, TB/U, BB/TB.
c. Formulir FII/PSG, digunakan untuk menggabungkan semua balita
yang diukur sehingga diperoleh jumlah balita yang diukur pada
masing-masing kecamatan. Formulir ini berisi nama desa, jumlah
balita yang diukur, status gizi BB/U, TB/U, BB/TB.
Penilaian status gizi dilakukan oleh petugas gizi puskesmas sesuai
data pada formulir FI/PSG. Setelah FI lengkap terisi, pindahkan
hasil penilaian status gizi ke formulir rekapitulasi FII. Di FII ini
dapat dihitung persen status gizi baita untuk tingkat kecamatan.
d. Pengiriman laporan ke Puskesmas
Formulir pengumpulan data (FII/PSG) yang telah diisi lengkap oleh
Puskesmas, segera dikirim ke Dinas Kesehatan Kota untuk
pengolahan lebih lanjut.
FORMULIR REGISTRASI (F0/PSG)
PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) BALITA
KOTA SURAKARTA
2016

01. Puskesmas :..........................................


02. Kecamatan :..........................................
03. Kelurahan :..........................................
04. Posyandu :..........................................

No. Nama Anak Nama Orang Jenis Tanggal Lahir Umur Alamat lengkap
Urut Tua Kelamin *) (Tanggal/Bulan/tahun) (bulan)

Catatan :
*) Jenis kelamin Laki-laki (1) ; Perempuan (2
LAMPIRAN
FORMULIR REGISTRASI (FI/PSG)
PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) BALITA
KOTA SURAKARTA
TAHUN 2016

01. Puskesmas :..........................................


02. Kecamatan :..........................................
03. Kelurahan :..........................................
04. Jumlah balita yang ada :..........................................
05. Jumlah balita yang ditimbang :..........................................
06. Posyandu :..........................................
07. Tanggal pengukuran :..........................................

No. Nama Jenis Tanggal Umur Berat Cara PB/TB Status Gizi
Urut Anak Kelamin Lahir (bulan) Badan Pengukuran (cm)
*) (tgl/bln/th) (Kg) BB/U TB/U BB/TB
Buruk Kurang Baik Lebih Pendek Normal Kurus Kurus Normal Gemuk
Sekali

Jumlah

*) Jenis Kelamin = (1); Perempuan (2)

**) Cara Pengukuran : Panjang / Telentang (P) dan Berdiri (T)


FORMULIR REGISTRASI (FII/PSG)
PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) BALITA
KOTA SURAKARTA
TAHUN 2016

01. Kecamatan :..........................................


02. Nama Puskesmas :..........................................

Status Gizi
Jumlah
No. Nama Nama
Balita yang
Urut Posyandu Kelurahan
diukur BB/U TB/U BB/TB
Kurus
Buruk Kurang Baik Lebih Pendek Normal Kurus Normal Gemuk
Sekali
PETUNJUK TEKNIS DAN PROSEDUR TETAP
PENDATAAN ASI EKSKLUSIF

UPTD PUSKESMAS GAJAHAN

DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA

2016
I. PENDAHULUAN

Anak sebagai harapan masa depan keluarga, masyarakat dan bangsa, karena itu perlu
diberikan perlindungan mulai sejak dalam kandungan (UU No. 23 th. 2002 tentang
Perlindungan Anak).
Pemberian ASI pada 1 jam pertama kelahirannya merupakan upaya penyelamatan satu
juta bayi. Penggunaan ASI eksklusif selama 6 bulan bagi bayi, merupakan hal yang
sangat penting dalam pembangungan SDM sejak dini.
Kebijakan peerintah, semua Ibu atau minimal 80% dari Ibu dapat memberikan ASI
secara eksklusif, serta semua yankes dan petugas kesehatan melaksanakan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui dan bebas dari promosi susu formula, namun
kenyataan baru 10% saja Ibu yang memberi ASI eksklusif pada bayinya.
Kegagalan dalam pencapaian target pemberian ASI eksklusif kepada bayi berdampak
terhadap kesehatan dan perkembangan sumber daya manusia memberikan ASI pada 1
jam kelahiran bayinya, perlu diadakan suatu strategi lintas sektoral maupun organisasi
non pemerintah, organisasi kemsyarakatan, profesi, dan pendidikan sejak dini kepada
anak dan remaja, di sekolah maupun dalam keluarganya.

II. LANDASAN UMUM

Pelaksanaan kegiatan Pencatatan dan Pelaporan ASI Eksklusif di Kota Surakarta


berdasarkan pada :
 Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi Khusus Di Kabupaten / Kota, terbitan
Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jendral Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan
Anak, Jakarta 2011
III. TUJUAN

Tujuan Umum :
Tersedianya petunjuk teknis dalam rangka pencatatan dan pelaporan ASI Eksklusif di
Kota Surakarta tahun 2016.
Tujuan Khusus
1. Terselenggaranya kegiatan perhitungan ASI Eksklusif 0-6 bulan
2. Terselenggaranya kegiatan pencatatan dan pelaporan ASI Eksklusif
3. Terselenggaranya tertib administrasi dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan
ASI Eksklusif

IV. SASARAN KEGIATAN

Bayi usia 0-6 bulan yang masih diberi ASI saja pada bulan Februari dan Agustus.

V. PELAKSANAAN

1. Perhitungan ASI Eksklusif 0-6 Bulan


a. Waktu : Februari dan Agustus
b. Metode pengumpulan : Recall 24 jam, potong lintang diambil status ASI bulan
terakhir
c. Bila ada Ibu yang menyusui kembalitidak dimasukkan dalam perhitungan.
2. Langkah-Langkah Perhitungan
a. Siapkan KMS balita dan hitung umur bayi pada saat pengukuran
b. Tanyakan Ibu bayi apakah bayi sehari sebelumnya sudah diberikan
makanan/minuman lain kecuali obat, mineral dan vitamin, kemudian catat
bulan ke dalam KMS balita pada kolom ASI Eksklusif 0,1,2,3,4,5 bulan dengan
memberikan tanda-tanda berikut :
Tanda yang digunakan :

√ = Bayi masih diberi ASI saja

X = Bayi ssudah diberi makanan / minuman lain selain ASI

A = Bayi tidak datang penimbangan

R = Bayi kembali diberi ASI saja (Relaktasi)


CATATAN ASI EKSKLUSIF PADA KMS

Beri tanda (√) bila pada bulan tersebut bayi masih diberi ASI saj tanpa makanan
dan minuman lain. Bila diberi makanan selain ASI, bulan tersebut berikutnya diisi
dengan tanda (-)
Langkah-Langkah Perhitungan

1) Pindahkan catatan informasi ASI pada KMS sesuai dengan kode-kode yag telah
diisi kedalam register bayi. Hal ini dilakukan setiap bulan pada saat bayi
berkunjung ke Posyandu.
2) Bidan desa merekap jumlah kode √, X, A, R kunjungan terakhir di Posyandu
ke dalam formulir rekapitulasi tingkat desa
3) TPG merekap jumlah kode √, X, A, R kunjungan terakhir tingkat desa ke
dalam formulir rekapitulasi tingkat Puskesmas.
4) TPG Puskesmas menghitung Cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan 6 bulan sekali
bersamaan dengan bulan vitamin A bulan Februari dan Agustus dengan rumus
berikut :
3. Langkah-Langkah dan Rumus Perhitungan Persen ASI Eksklusif

a. TERKOREKSI
(Memperhatikan keadaan sebelumnya : Cohort)

b. TIDAK TERKOREKSI
(Hanya memperhatikan keadaan saat ini)
Perhitungan indikator menurut WHO-Unicef
Posyandu ⁿ√, ⁿX, ⁿA, ⁿR

∑n√
Posyandu ⁿ√, ⁿx, ⁿA, ⁿR

∑n X
Posyandu ⁿ√, ⁿX, ⁿA, ⁿR
DESA
∑n
Posyandu ⁿ√, ⁿX, ⁿA, ⁿR
∑n R
Posyandu ⁿ√, ⁿX, ⁿA, ⁿR

CONTOH PERHITUNGAN DI POSYANDU

Berdasarkan register bayi , pada kunjungan terakhir hitung jumlah untuk masing-masing kode-
kode berikut :

Nama
AE0 AE1 AE2 AE3 AE4 AE5
Anak
Iwan √ A √ X R R
Eko √ X R R R R
Cahaya √ √ √ √
Hera √ √ √ √
Titin √ A
Elmi √ X X X X X

∑√=2 ∑X=1 ∑R=2 ∑A=1


4. Perhitungan Persen ASI Eksklusif Terkoreksi (PĒ) dan Tidak Terkoreksi (PE)
a. Di tingkat desa

∑ 𝑛𝑣 + ∑ 𝑛𝑅
PE =
∑ 𝑛𝑣 + ∑ 𝑛𝑥 + ∑ 𝑛𝑅
x 100 %

∑ 𝑛𝑣
PĒ =
∑ 𝑛𝑣 + ∑ 𝑛𝑥 + ∑ 𝑛𝑅
× 100%

CONTOH PERHITUNGAN DI TINGKAT DESA

POSYANDU Sn √ Sn X Sn A Sn R
Mawar 7 2 3 1
Melati 8 3 4 1
Bougenvile 11 1 3 2
Kenanga 9 0 2 2
Anggrek 15 3 4 3
JUMLAH 50 9 16 9

PĒ = {50/(50+9+9)} X 100% = 73,5%

PE = {(50+9)/(50+9+9)} X 100% = 86,8%


DARI DESA KE PUSKESMAS

DESA ∑n√, ∑nx, ∑nA, ∑nR

DESA
∑n√, ∑nx, ∑nA, ∑nR N√

Nx
PUSKESMAS
DESA NA
∑n√, ∑nx, ∑nA, ∑nR
NR

DESA
∑n√, ∑nx, ∑nA, ∑nR

DESA
∑n√, ∑nx, ∑nA, ∑nR

2. DI TINGKAT PUSKESMAS

𝑁𝑣
PE = x 100 %
𝑁𝑣 + 𝑁𝑥 + 𝑁𝑅

𝑁𝑣 + 𝑁𝑅
PĒ = x 100 %
𝑁𝑣 + 𝑁𝑥 + 𝑁𝑅
CONTOH PERHITUNGAN DI TINGKAT PUSKESMAS

DESA N√ NX NA NR
Gading Rejo 30 15 7 4
Sumber Rejo 25 13 4 3
Wono Rejo 32 16 5 4
Bangun Rejo 26 0 4 5
Tunggul Rejo 35 17 6 3
JUMLAH 152 61 26 19

PĒ = {125/(152+61+19)} X 100% = 68,5%

PE = {(152+19)/(152+16+19)} X 100% =77,0 %


1. UNTUK TINGKAT DESA

JUMLAH BAYI 0-5 BULAN

POSYANDU Tidak ASI


ASI Eksklusif Tidak Datang Relaktasi
Eksklusif (X)
(√) (A) (R)

JUMLAH

2. UNTUK TINGKAT PUSKESMAS

JUMLAH BAYI 0-5 BULAN

DESA Tidak ASI


ASI Eksklusif Tidak Datang Relaktasi
Eksklusif (X)
(√) (A) (R)
PETUNJUK TEKNIS DAN PROSEDUR TETAP
KEGIATAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN
(PMT) POLA IBU ASUH
BAGI BALITA GIZI KURANG DAN IBU HAMIL KEK

UPTD PUSKESMAS GAJAHAN KOTA SURAKARTA


TAHUN 2016
I. PENDAHULUAN

Krisis ekonomi yang sampai saat ini belum dapat ditanggulangi dengan baik,
menyebabkan semakin banyaknya keluarga misin dan menurunnya daya beli terhadap
pangan sehingga ketersediaan bahan makanan dalam keluarga menjadi terbatas dan
pada akhirnya berpotensi terjadinya gizi kurang, gizi buruk pada bayi dan balita serta
kurang energi Kronis (KEK) dan anemia gizi kekeurangan zat besi pada ibu hamil.
Masalah gangguan gizi pada balita dan ibu hamil merupakan masalah yang perlu
ditanggulangi secara serius, karena kedua maslah ini menjadi bagian dari target RPJMN
dan MDGs 2015.
Balita merupakan generasi penerus yang perlu diperhatikan karena awal kehidupn
merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan. Sehingga masa ini disebut juga
sebagai “masa emas” (golden period) atau “masa kritis” (kritikal perriod). Berhubung
masa ini tidak berlnagsung lama maka anak harus mendapat perhatian yang serius pada
awal kehidupannya yaitu: gizi yang baik, stimulasi yang memadai, pelayanan kesehatan
secara terpadu, juga deteksi dan intervensi dini terhadap penyimpangan tumbuh
kembang.
Data pengelolaan masalah gizi padabalita dan ibu hamil di Kota Surakarta
menunjukkan bahwa angka prevalensi gizi buruk tahun 2010 sebesar 0% mengalami
penurnan bila dibandingkan dengan tahun 2009 dengan prevalensi 0,4%, sedangkan
untuk prevalensi balita dengan status gizi kurang mengalami kenaikan dari 6.89% pada
tahun 2009 menjadi 7. 19% pada tahun 2010. Selanjutnya prevalensi bumil KEK tahn
2011 5,68%.
Penyebab terjadinya masalah gizi pada balita dan bumil sebagian besar disebabkan
karena kurangnya asupan zat gizi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-
hari. Faktor penyebab yang lain adalah kurangnya pola asuh dan pola makan, sehingga
beberapa zat gizi tidak dapat mencukupi kebutuhan khususnya energi dan zat gizi miro
terutama Zat Besi (Fe) dan Seng (Zn).
Untuk memberikan bantuan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan pada
sasaran balita gizi buruk, balita gizi kurang dan ibu hamil KEK di Puskesmas
diperlukan petunjuk teknis yang memadai.
II. LANDASAN HUKUM

Pelaksanaan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan kepada balita gizi buruk, balita
gizi kurang dan ibu hamil KEK di Kota Surakarta berlandaskan pada:
1. Undang-undang Dasar Tahun 1945 pasal 28 ayat (1)
2. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
4. Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 6 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta
5. Keputusan Meneteri Kesehatan No. 1575/Menkes/SK/XI/2005tanggal 24
Nopember 2005 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Di Anjurkan Bagi Bangsa
Indonesia

III. PENGERTIAN

1. PMT Pola Ibu Asuh


Pmeberian Makanan Tambahan dilaksanakan oleh Ibu Asuh. Ibu Asuh bisa dipilih
olah kader Posyandu yang tempat tinggalnya dekat dengan sasaran PMT. Dana
PMT dari Puskesmas diserahkan kepada Ibu Asuh untuk dibelanjakan maupun
diolah. Petuas Gizi Puskesmas memberikan arahan mengenai kecukupan gizi dan
menu yang dianjurkan.
2. Balita Gizi Buruk
Balita berstatus gizi buruk, yang dihitung berdasarkan indikator BB/TB dan
hasilnya < -3SD baku rujukan WHO NCHS.
3. Balita Gizi Kurang
Balita berstatus gizi buruk, yang dihitung berdasarkan indikator BB/TB dan
hasilnya berada diantara -2SD s/d -3SD baku rujukan WHO NCHS
4. Ibu Hamil KEK
Ibu hail dengan ukuran LILA (Lingkar Lengan Atas) < 23,5 cm
IV. TUJUAN

Tujuan Umum :
Tersedianya petunjuk teknis dalam rangka pengelolaan kegiatan PMT balita gizi buruk,
PMT balita gizi kurang dn PMT Ibu Hamil KEK di wilayah Puskesmas tahun 2016.

Tujuan Khusus:
1. Terselenggaranya kegiatan PMT balita gizi buruk, balita gizi kurang dan ibu hamil
KEK di puskesmas dengan pola Ibu Asuh
2. Terselenggaranya pemantauan kegiatan PMT balita gizi buruk, balita gizi kurang
dan ibu hamil KEK oleh petugas puskesmas.
3. Terselenggaranya pengukuran status gizi sasaran saat sebelum dan setelah
pemberian PMT
4. Terselenggarnya tertib administrasi dalam pelaksanaan kegiatan PMT balita dan
Ibu hamil.

V. SASARAN KEGIATAN

PMT balita gizi buruk, balita gizi kurang dan ibu hamil KEK dan atau dengan Anemia.
VI. BENTUK KEGIATAN

1. Penyusunan jadwal kegiatan PMT (POA)


 Waktu : Januari 2016
 Sasaran : Plan Of Action (POA)
 Dasar : DPA Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin
 Pelaksana : Petugas pengelola Gizi bersama bendara Puskesmas

2. Penetapan Sasaran Penerima PMT


 Waktu : sesuai POA
 Sasaran : Balita gizi buruk, Balita gizi kurang, Ibu Hamil KEK/Anemia
 Dasar : DPA Kegiatan Pemberian Tambahan Makanan dan Vitamin
hasil Pemantauan pertumbuhan (KMS Balita dan Buku KIA)
 Pelaksana : Petugas pengelola Program Gizi bersama bidan wilayah
setempat

3. Sosialisasi PMT
 Waktu : Sesuai POA
 Sasaran : Calon penerima PMT dengan Ibu Asuh yang sudah
disepakati / catering
 Dasar : petunjuk pelaksanan PMT
 Pelaksana : Petugas pengelola Program Gizi Puskesmas

4. Distribusi Dasar PMT


 Waktu : Perbulan selama 3 (tiga) bulan sesuai POA
 Sasaran : Ibu Asuh yang telah ditetapkan / Catering
 Dasar : Petunjuk Pelaksanaan PMT
- Balita Gizi Buruk : Rp 10.000,- /
- Balita Gizi Kurang : Rp 6.500,- / HMA
- Bumil KEK/Anemia : Rp 10.000,- /HMI
Nilai Gizi
- Kalori : 250-300 Kkal / orang / hari
- Protein : 5-10 gram / orang/ hari
 Pelaksana : Bendahara Puskesmas bersama dengan petugas pengelola gizi
dan bidan wilayah setempat.

5. Pelaksanaan PMT
 Waktu : 90 hari makan anak (HMA) / Ibu (HMI) sesuai POA
 Sasaran : Balita dan Ibu Hamil sasaran PMT
 Dasar : Daftar menu PMT
 Pelaksana : Catering didampingi petugas pengelola program gizi dan bidan
wilayah

6. Pengukur Status Gizi


 Waktu : Gibur : setiap 2 hari skali
Girang : setiap 2 minggu sekali
Bumil KEK : setisp 2 minggu sekali
 Sasaran : Kohort sasaran penerima PMT
 Dasar : Software Antro 2005 untuk Balita dan pita LILA untuk Ibu
hamil
 Pelaksana : Petugas pengelola program gizi bersama dengan bidan
wilayah setempat

7. Pemantau Pelaksanaan PMT


 Waktu : Bersamaan dengan saat pengukuran status gizi
 Sasaran : Ibu asuh sasaran penerima PMT
 Dasar : Materi pemantau meliputi :
- Ketepatan menu
- Tingkat penerimaan sasaran
- Perkembangan status gizi & permasalahan yang ada
 Pelaksana : Petugas pengelola gizi bersama dengan bidan wilayah setempat

8. Pelaporan
 Waktu : Setelah pelaksanaan PMT
 Sasaran : Perkembangan status gizi sasaran penerima PMT
 Dasar : Hasil pengukuran status gizi sebelum & setelah kegiatan PMT
 Pelaksana : Pengelola Program Gizi Puskesmas

VII. BIAYA

Pembiyaan kegiatan PMT balita gizi buruk, balita gizi kurang dan ibu hamil KEK ini
bersumber dari APBD Kota Surakarta tahun 2016 yang berada pada DPA kegiatan
Pemberian Tambahan Makanan dan Vitamin dalam Rekening 5.2.2.03.09 Belanja Jasa
Transaksi Keuangan.
PETUNJUK TEKNIS DAN PROSEDUR TETAP
PEMANTAUAN GARAM BERYODIUM TINGKAT MASYARAKAT
PUSKESMAS GAJAHAN KOTA SURAKARTA

UPTD. PUSKESMAS GAJAHAN KOTA SURAKARTA


TAHUN 2016
I. LATAR BELAKANG
Masalah GAKY merupakan masalah yang serius karena diperkirakan pada saat ini terdapat sekitar
42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah yang lingkungannnya miskin Yodium. Atas dasar
prevalensi penderita GAKY hasil survey Nasional Gondok Endemik 1980-1982. Diperkirakan di
Indonesia telah terjadi deficit tingkat kecerdasan sebesar 140 juta IQ-Points. Lebih jauh, telah
diidentifikasi bahwa para penderita GAKY memiliki produktifitas kerja yang rendah, sehingga
dapat mengurangi penghasilan sampai 15 persen.
Rendahnya produktifitas kerja mereka secara mikro berpengaruh terhadap ekonomi keluarga dan
secara makro berpegaruh terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Negara. Selain hal-hal
tersebut, akibat dari GAKY yang lain adalah:
 Lahir mati, cacat baaan, retardasi mental, lumpuh, tuli, gondok, gangguan pertumbuhan, paada
ibu hamil bisa terjadi keguguran.
 Pada tingkat ringan kekurangan iodium akan berkaitan menurunnya libido, kesuburan, dan
immunitas.
Penangulangan GAKY yang paling tepat adalah dengan suplementasi yodium, baik secara langsung
melalui pemberian kapsul minyak beryodium (khusus daerah endemis) maupun tidak langsung
melalui garam beryodium, mengkonsumsi aneka ragam makanan dari laut dan mengurangi zat
goitrogenik (misal pada kol dan singkong).
Di masyarakat garam yang dikonsumsi adalah garam NaCl. Garam ini diperoleh dengan proses
penguapan air laut maupun cara lain, yang aman untuk digunakan sebagai bahan makanan. Jenis
air laut tersebut akan menghasilkan kualitas garam yang berbeda-beda. Hal ini terutama
disebabkan adanya perbedaan dalam metode penguapan air laut dan sumber air laut yang
digunakan.
Oleh karena berbedanya kualitas garam yang dihasilkan, maka dibuat suatu standar garam
konsumsi disesuaikan dengan kemampuan para produsuen dan kebutuhan konsumen.
Dalam SNI kadar yodium dalam darah yang ditentukan sebesar 30-80 ppm alam bentuk KIO3, hal
ini dikaitkan dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari 5- 10 gram, sedangkan
kebetuhan tubuh akan yodium adalah sekitar 100-150 µg tiap orang perhari. SNI garam konsumsi
diterapkan secara wajib terhadap produsen, distributor/pedagang sesuaidengan Kepres No
69.Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium untuk melindungi kesehatan
masyarakat.Untuk itu perlu dipantau agar garam konsumsi yang beredar tetap terjamin
keamanannya.
Sebaran dan besar masalah garam yang beredar di berbagai daerah sangat penting untuk diketahui,
agar para pengelola progam dapat secara tepat merencanakan penanggulangannya.Karena itu perlu
dilakukan pemantauan garam beryodium secra terintegrasi mulai dari tingkat produsen,
distributor, pasar dan di tingkat masyarakat di seluruh Indonesia.
Pelaksanaan pemantauan di Kota Surakarta tidak menggunakan sampel dari murid SD/MI namun
memanfaatkan posyandu. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu:
 Di wilayah kerja Puskesmas Gajahan mempunyaiSD/MI di wilayahnya 6 kelurahan (22 SD),
namun semua kelurahan mempunyai posyandu.
 Tidak seluruh murid SD/MI di wilayah kerja Puskesmas Gajahan adalah warga Surakarta
sehingga tidak menggambarkan konsumsi garam yodium kota Surakarta.
Melalui garam beryodium yang dibawa peserta posyandu dari rumah, sampel garam dapat
terkumpul dalam variasi yang cukup banyak, dan terkumpul dalam waktu yang singkat.
Gerakan pemudayaan hidup sehat dan sadar gizi dapat dijadikan sarana untuk mendidik
masyarakat.

II. LANDASAN HUKUM


Pelaksanaan kegiatan pemantauan garam beryodium kota Surakarta berlandaskan pada:
Perda No. 14 tahun 2003, yang terdari dari 7 Bab dan 17 Pasal.
Mengatur pengendalian PRODUKSI Garam Beryodium:
 Pasal 3
“Setiap orang atau Badan hokum dilarang memproduksi garam tidak cukup yodium atau
tidak beryodium untuk konsumsi manusia.”
 Pasal 4
“Siapapun dilarang membawa garan tdak cukup beryodium atau tidak beryodium ke dalam
atau ke luar daerah, kecuali garam untuk bahan penolong industry”.
 Pasal 5
“Produksi garam konsumsi harus memiliki kadar yodium sekurang-kurangnya 30 ppm
sebanyak-banyaknya 80 ppm”.
Mengatur ketentuan pidana dan Sanksi Pidana Tambahan:
 Pasal 13
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, 4, dan 5 dikenakan
pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah).
 Pasal 14
Perampasan barang tertentu
Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulya kerugian konsumen.
Kewajiban penarikan barang dari peredaran.
Pencabutan isjin usaha.
Mengatur Pengendalian Perdagangan dan Perdaran Garam Yodium
 Pasal 8
“Setiap orang atau badan dilarang melakukan perdagangan dan atau peredaran garam tidak
cukup beryodium atau tidak beryodium untuk konsmsi manusia”.
Peaturan Walikota Surakarta Nomor 1 Tahun 2006.
Petunjuk pelaksanaan peraturan daerah kota Surakarta Nomor 14 tahun 2003 tentang
pengendalian peredaran garam.
Dalam peraturan walikota tersebut, diatur tentang persyaratan teknis pengelolaan garam, mulai dari
kandungan yodium, pengemasan, berat pengemasan, kadar air, label dan lain-lain. Termasuk
peringatan dan sanksi (pasal 12):
Apabila dari hasil test yodium dinyatakan garam kurang atau tidak mengandung yodium maka
pedagang yang bersangkutan diberi penjelasan dan atau surat peringatan.
Pemberian surat peringatan dapat diberikan sampai 3 (tiga) kali dalam waktu yang berlainan.
Apabila surat peringatan sudah diberikan sebanyak 3 (tiga) dan pedagang yang bersangkutan masih
memperdagangkan garam konsumsi yang tidak beryodium, maka Kantor Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Surakarta dapat memanggil untuk memberikan pembinaan.

III. PENGGUNAJUKNIS
1. Pengambil keputusan di tingkat Kota
2. Tim penanggulanagan GAKY di Kota Surakarta
3. Tim Teknis/Pokja Penanggulangan GAKY kota Surakarta
4. Pengelola Program dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta (Bidang Binkesmas, Seksi
perbaikan Gizi Masyarakat)
5. Lintas sektoral yang terkait

IV. TUJUAN
Tujuan Umum
Terlaksananya pembuatan untuk memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam
beryodium yodium yang memenuhi syarat di masyarakat.

Tujuan Khusus
1. Diperolehnya informasi tentang konsumsi garam beryodium di tingkat kelurahan dengan
pengujian garam.
2. Diperolehnya informasi tentang bentuk garam yang digunakan di tingkat masyarakat.
3. Diperolehnya informasi tentang tempat pembelian garam yang digunakan masyarakat.
4. Diperolehnya informasi tentang ada/tidaknya merk dagang produk garam yang dikonsumsi
masyarakat.

V. PENGERTIAN
Garam beryodium: garam Natrium Chlorida (NaCl) yang diproduksi melalui proses yodisasi yang
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) kandungan yodium antara 30-80 ppm untuk
konsumsi manusia atau ternak.
Daerah Endemik Berat: daerah yang penduduknya mengalami pembesaran kelenjar gondok
dengan total Goiter Rate (TGR) ≥30,0%.
Daerah Endemik Sedang: daerah yang penduduknya mengalami pembesasaran kelenjar gondok
dengan total Goiter Rate (TGR) 20,0 – 29,9%.
Daerah Endemik ringan: daerah yang penduduknya mengalami pembesasaran kelenjar gondok
dengan total Goiter Rate (TGR) 5,0 – 19,9%.
Daerah Non Endemik: daerah yang pendududknya mengalami pembesaran kelenjar gondok
dengan total Goiter rate (TGR) < 5,0%.
Kelurahan dengan garam baik: kelurahan dengan 90% sample yang diperiksa dengan memenuhi
syarat (mengandung yodium dengan kadar cukup).
Kelurahan dengan Garam tidak Baik: kelurahan < 90% sample yang diperiksa memenuhi syarat
(mengandung yodium dengan kadar cukup).

VI. WAKTU PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data dilakukan serempak pada pekan pemantauan garam beryodium di tingkat
masyarakat yaitu minggu ke 1 bulan Februari dan minggu ke 1bulan Agustus setiap
tahunnya.Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan selama 2 hari.
Untuk pelaksnaan pengumpulan data di posyandu dilakukan pada bulan Februari dan Agustus
tetapi disesuaikan dengan jadwal buka posyandu di masing-masing kelurahan.

VII. TENAGA PENGUMPUL DATA


Tenaga pengumpul data adalah:
1. Tenaga dari puskesmas (tenaga gizi dibantu oleh tenaga lain yang telah ditugaskan)
2. Kepala sekolah atau guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah
3. Kader posyandu

VIII. PENGUMPULAN DATA


Lokasi: seluruh kelurahan yang ada di wilayah puskesmas
Sampel didapatkan dari sasaran posyandu ditiap-tiap kelurahan
Sampel diambil 21 dengan cara ramdom sampling

Data yang dikumpulkan dalam pemantauan garam beryodium, meliputi:


Bentuk garam yang dikonsumsi: halus, curai/krosok dan briket.
Merk dagang/label garam yang beredar dan dikonsumsi
Tepat ibu membeli garam
Kandungan yodium pada garam dapat dilihat melalui indicator warna

IX. CARA PENGUMPULAN DATA


Kader meminta ibu bayi/balita untuk membawa garam yang digunakan di rumah pada saat datang
ke posyandu.Garam tersebut sebanyak 1-2 sendok makan, dibungkus dalam plastik atau dengan
kertas.
Mintalah ibu untuk mencatat bentuk garam, merk dagang/label, dan nomor pendaftaran dari
garam yang digunakan di rumah/dibawa.
Masing-masing contoh garam dianalisis/diuji pada saat posyandu oleh petugas Puskesmas atau
kader dengan bimbingan petugas. Dengan cara sebagai berikut:
1. Ambilah ½ sendok makan garam yang akan diuji. Bila garam berbentuk briket, haluskan
garam tersebut.
2. Teteskan 2-3 tetes cairan uji garam beryodium ke permukaan garam tersebut.
3. Perhatikan perubahan warna yang terjadi pada garam segera setelah ditetesi cairan uji garam
beryodium.
Pembacaan hasil:
1. Bila garam berubah warna menjadi ungu tua (seperti tertera pada etiket botol), maka garam
tersebut mengandung cukup yodium (≥ 30 ppm)
2. Bila warna ungu muda atau keputih-putihan berarti garam tersebut mengandung yodium
kurang dari 30 ppm.
3. Bila warna tidak berubah, garam tersebut tidak mengandung yodium.

X. PENGISIHAN FORMULIR DAN PENGOLAHAN DATA


1. Form GB Kelurahan
Form GB kelurahan diisi dan diolah oleh kader (di Posyandu)
 Tulislah pada kolom yang tersedia, nama propinsi, kabupaten/kota,
kecamatan,kelurahan, nam posyandu, dan tanggal pelaksanaan pengujian garam
tersebut.
 Kolom 2, 3, dan 4: berilah tanda √ pada salah satu kolom tersebut sesuai dengan
bentuk gram yang diuji. Bentuk garam dibagi menjadi 3 jenis yaitu halus, curia/krosok
dan briket/bata.
 Kolom 5 dan 6: tulislah nama merk dagang dan nomor pendaftaran (pada ekmasan
ditulis MD atau SP) dari garam yang akan diuji sesuai catatan ibu. Bila merk dagang ini
tidak di dapat, maka kolom 5 dan 6 dikosongkan.
 Kolom 7, 8, 9,dan 10: beri tanda √ pada salah satu kolom tersebut sesuai dengan
Tempat membeli garam, yaitu pasar, warung, tukang sayur, lain-lain (termasuk
minimarket dan supermarket).
 Kolom 11, 12, dan 13: bila setelah ditetesi cairan uji garam beryodium, garam berubah
warna ungu tua berilah tanda √ pada kolom 11 (kandungan yodium cukup), bila warna
ungu muda ataukeputih-putihan berilah tanda √ pada kolom 12 (kandungan yodium
kurang dari 30 ppm), dan bila warna garam tidak berubah beilah tanda √ pada kolom
13 (tidak mengandung yodium).
 Pada baris terakhir (baris jumlah): jumlahkan tanda √ pada seluruh kolom yang ada,
kecuali kolom 5 dan 6.
 Pada bagian bawah formulir, tulislah nama-nama kader pelaksana pengujian yang
bertugas pada saat posyandu buka.
Catatan:
Form GB kelurahan yang telah diisi lengakp oleh kader, akan diambil oleh tenaga gizi
puskesmas pada setiap tanggal 15 Februari dan 15 Agustus.
2. Form GB Puskesmas
Form GB Puskesmas adalah rekapitulasi hasil pengujian garam beryodium di tingkat
posyandu, dari semua kelurahan yang ada di puskesmas. Form GB Puskesmas diisi oleh
tenaga gizi puskesmas.
 Tulislah pada kolom yang tersedia, nama propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, jumlah
posyandu dan jumlah sampel.
 Pindahkan hasil form GB Kelurahan ke form GB Puskesmas untuk masing-masing
kelurahan yang ada diwilayah puskesmas. Tulislah nama kelurahan tersebut dalam
kolom 2.
 Kolom 3, 4, dan 5:
Pada kolom 3, tulislah hasil jumlah kolom 11 pada form GB kelurahan (jumlah hasil uji
garam + cukup di kelurahan)
Berilah tanda √ pada kolom 4, bila kolom 11 pada form kelurahan berjumalah 20 atau
2 (kelurahan baik)
Beri tanda √ pada kolom 5, bila kolom 11 pada form GB kelurahan berjumlah 19 atau
kurang (kelurahan tidak baik)
 Kolom 6, 7, dan 8:
Pindahkan jumlah masing-masing bentuk garam pada kolom 2, 3, dan 4 dalam kolom
form GB kelurahan pada kolom 6, 7, dan 8 dari setiap kelurahan.
 Kolom 9, 10:
Hitunglah jumlah garam yang diuji pada form GB Kelurahan yang mempunyai nama
merk/ dagang (kolom 5). Isilah kolom 9 dengan jumlah sampel garam yang diuji yang
mempunyai nama merk/dagang (kolom 5 form GB Kelurahan), kolom 10 dengan
jumlah sampel garam yang diuji yang tidak mempunyai nama merk/dagang (kolom 5
dari form GB Kelurahan) dari setiap kelurahan.
 Kolom 11, 12:
Hitunglah jumlah garam yang diuji pada form GB Kelurahan yang mempunyai nomor
MD atau SP (kolom 6). Isilah kolom 11 dengan jumlah sampel garam yang diuji yang
mempunyai nomor MD atau SP (kolom 6 form GB Kelurahan), kolom 12 dengan
jumlah sampel garam yang diuji yang tidak mempunyai nomor MD atau SP (form GB
kelurahan) dari setiap kelurahan.
 Kolom 13, 14, 15, dan 16:
Pindahkan jumlah kolom 7, 8, 9, dan 10 pada form GB Kelurahan ke kolom 13, 14, 15,
dan 16 form GB Puskesmas, dari setiap kelurahan.
Pada baris jumlah: jumlahkan kolom 2 s/d kolom 16 untuk setiap kelurahan.
Catatan:
Form GB puskesmas ini setelah ditandatangani oleh tenaga pelaksana gizi puskesmas dan
diketaui oleh kepala puskesmas, dikirim ke dinas kesehatan kota paling labat tanggal 28
Februari dan 31 Agustus. Hasil pemantauan garam beryodium ini diinformasikan dan
dibahas dalam rapat koordinasi tingkat kota.
LAMPIRAN
FORMULIR PEMANTAUAN GARAM BERYODIUM
DI TINGKAT MASYARAKAT
TINGKAT KELURAHAN

Propinsi : Desa :
Kabupaten/Kodya : Nama Posyandu :
Kecamatan : Tgl. Pelaksana :

Bentuk Tempat Membeli


Hasil Uji
Garam Garam

Nomor Pendaftaran

Tukang Sayur
Curai/Krosok

No Nama Merk/Dagang
Bata/Briket

Tidak Ada
Lain-Lain
(MD/SD)

Warung

Kurang
Cukup
Halus

Pasar

Jumlah

Mengetahui, Petugas Gizi


Kepala Puskesmas Gajahan Puskesmas Gajahan

................................. .................................
FORMULIR PEMANTAUAN GARAM BERYODIUMDI TINGKAT MASYARAKAT
TINGKAT PUSKESMAS

Propinsi : Jumlah Posyandu :


Kabupaten/Kodya : Jumlah Sampel :
Kecamatan : Periode/Tanggal :
:

Nama
Katagori Bentuk No. Tempat Membeli
Jumlah Merk/Daga
Desa Garam MD/SP Garam
ng
Nama
No
Hasil Uji Cukup

Tukang Sayur
Posyandu Curai/Krosok
Tidak Baik

Lain-Lain
Warung
Briket

Tidak

Tidak
Halus

Pasar
Baik

Ada

Ada

Jumlah

Mengetahui, Petugas Gizi


Kepala Puskesmas Gajahan Puskesmas Gajahan

................................. .................................
PETUNJUK TEKNIS DAN PROSEDUR TETAP
PEMBERIAN VITAMIN A DOSIS TINGGI BAGI BAYI, ANAK BALITA,
DAN IBU NIFAS PUSKESMAS GAJAHAN KOTA SURAKARTA

UPTD. PUSKESMAS GAJAHAN KOTA SURAKARTA


TAHUN 2016
I. PENDAHULUAN

Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin
A yang cukup untuk tubuh.Selain itu, perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang
peranan.

Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanaa sebagai
berikut:

 Menongkatkan konsumsi sumber vvitamin A alami melalui penyuluhan


 Menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran
secara luas (fortifikasi)
 Distribusi vitamin A dosis tinggi secara berkala.

Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses Komunikasi
Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman dan langgeng. Namun
disadari bahwapenyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan
fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat rintisan.Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini
masih bertumpu pada pemeberian Kapsul Vitamin A dosis tinggi.

II. TUJUAN

Kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi maslah KVA pada masyarakat
apabila cakupan tinggi (minimal 95%).Cakupan tersebut dapat tercapai apabila seluruh jajaran
kesehtan dan sector-sektor terkait dapat menjalankan peranannya masing-masing dengan baik.
Tujuan Umum
Menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan Vitamin A pana anak-anak balita.
Tujuan Khusus
a. Cakupan pemberian Vitamin A dosis tinggi paling sedikit 95% dari seluruh sasaran
b. Seluruh jajaran kesehan menegetahui tugas masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul
vitamin A dosisi tinggi, dan melaksanakan tugas tersebut dengan baik.
c. Seluruh sector terkait mengetahui peranan masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul
vitamin A dosis tinggi dan melaksanakan peran tersebut dengan baik.

III. CARA PEMBERIAN

1. Sasaran
a. Bayi
Semua bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupun sakit
b. Anak Balita
Semua anak balita umur 12-59 bulan, baik sehat maupun sakit
c. Ibu Nifas
Ibu yang baru melahirkan (nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang
cukup melalui ASI

2. Dosis Vitamin A
i. Secara periodic
a. Bayi umur 6-11 buan
Satu kapsul vitamin A 100.000 SI (warna biru) iberikan satu kali secara serentak
pada bulan Februari atau Agustus.
b. Anak balita umur 12-59 bulan
Satu kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) tiap 6 bulan, diberikan secara
serentak pada bulan februari dan Agustus.
c. Ibu Nifas
Satu kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) dalam masa Nifas.Kapsul vitamin
A diberikan paling lambat 30 hari setelah melahirkan.

ii. Kejadian tertentu


a. Xerophthalmia
Bila ditemukan bayi atau anak balita dengan salah satu tanda xerophthalmia seperti:
buta senja, bercak putih (bercak bitot), mata keruh atau kering.
 Saat ditemukan:
Segera diberi satu kapsul vitamin A 200.000 SI atau 100.000 SI sesuai umur.
 Hari berikutnya
Satu kapsul vitamin A 200.000 SI atau 100.000 SI sesuai umur.
 Empat minggu berikutnya:
Satu kapsul vitamin A 200.000 atau 100.000 SI sesuai umur (kelainan mata
berupa bercak bitot, mata keruh atau kering yang disertai luka perlu diberikan
pengobatan local seperti salep antibiotic).
b. Campak, pneumonia, diare, gizi buruk, dan Infeksi Lain
Anak balita yang menderita penyakit seperti tersebut di atas segera diberi satu kapsul
vitamin A 200.000 SI.Untuk bayi dieri satu kapsul vitamin A 100.000 SI.

3. Langkah-langkah distribusi Vitamin A


a. Pendataan sasaran
Pendatan sasaran yang meliputi bayi (6-11 bulan) dan balita (1-59 bulan) dilakukan
oleh kader posyandu pada satu bulan sebelum ulan vitamin A, yaitu pada bulan
Januari dan Juli. Daftar nama-nama sasaran hasil pendataan oleh kader direkap
ditingkat Binwil dan Petugas gizi ditingkat Puskesmas, yang selanjutnyadata ini
digunakan sebagai pedoman distribusi dan pedoman perhitungan cakupan Vitamin A.
Pendataan sasaran bayi, anak balita dan ibu nifas penting untuk:
1. Mengetahui jumlah sasaran
2. Mengetahui jumlah kapsul yang sudah atau yang belum mendapat kapsul, sebagai
dasar untuk melaksanakan upaya tindak lanjut, misalnya untuk melakukan
“sweeping”, dan untuk menghitung cakupan.

b. Distribusi kapsul vitamin A


Untuk tujuan pencegahan, pemebrian kapsul Vitamin A dosis tinggi diberikan kepada
bayi dan anak balita secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada
bulan Februari atau Agustus; dan untuk anak balita enam bulan sekali, dan secara
serentak dalam bulan Februari dan Agustus.

c. Sweeping atau kunjungan rumah


Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemberian kapsul
Vitamin A.
 Bila masih ada bayi dan anak balita yang belum mendapatkan kapsul Vitamin A
pada hari pemberian yang telah ditentukan, perlu dilakukan “sweeping” yaitu
melacak/mencari bayi dan anak balita tersebutuntuk diberikapsul Vitamin A,
dengan melakukan kunjungan rumah. diharapkan dengan kegiatan bulan kapsul
dan “sweeping” semua bayi ( 6-11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan)
dapatdicakup 100% dengan pemeberian kapsul Vitamin A.
 “sweeping”/kunjungan rumah sebaiknya dilakukan oleh kader segera setelah hari
pemebrian dan paling lambat sebulan setelahnya. Untuk memudahkan pencatatan
dan pelaporan, akhir minggu ketiga bulan Maret (untuk periode Februari) dan
akhir minggu ketiga bulan September (untuk perode Agustus) seluruh kegiatan
“sweeping” hendaknya sudah selesai.
 bila setelah “sweeping” masih ada anak yang belum mendapatkan kapsul, maka
agar diupayakan lagi meskipun sudah diluar periode pemberian. Ini perlu dicatat
tersendiri dan dilaporkan sebagai cakupan periode berikutnya (lihat Pencatatan
dan pelaporan).

d. Ibu Nifas
Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 SI kepada ibu pada masa nifas diberi 2 (dua)
kapsul dengan waktu pemberian:
 Segera setelah melahirkan atau pada kunjungan pertama neonatal, dan
 Minimal 24 jam setelah pemberian pertama atau pada kunjungan kedua neonatal.

IV. TEMPAT PEMBERIAN

Sebagai upaya pencegahan, kapsul Vitamin A diberikan kepada seluruh bayi (6-11 bulan) dan
anak balita (12-59 bulan) di Posyandu pada hari buka posyandu. Untuk wilayah khusus
tertentu pemebrian kapsul Vitamin A kepada bayi, anak balita dan ibu nifas dapat melalui
institusi kesehatan/oeganisasi profesi terkait seperti Rumah Sakit, IDAI, POGI, dan IBI.
V. PEMANTAUAN DAN TINDAK LANJUT

Petugas Puskesmas memantau kegiatan pemberian kapsul sekaligus mengumpulkan hasil


cakupan. Untuk itu perlu menyusun jadwal sedemikian rupa agar seluruh posyandu dapat
terpantau.
Apabila cakupan pemberian kapsul masih rendah (di bawah 90%), petugas Pusekesmas
hendaknya bersama-sama kepala kelurahan dan pengurus Kelurahan siaga membahas masalah
ini, dan mengorganisir kegiatan untuk mencapai anak-anak yang belum mendapat kapsul,
antara lain melalui “sweeping” yaitu mengunjungi tiap anak yang belum mendapat kapsul.
Sebaiknya tidak menitipkan kapsul kepada orang lain.
Pemberian kapsul melaluirumahsakit, IDAI, POGI, dan IBI di wilayah kerja, juga dipantau
dan dilakukan tindak lanjut.

VI. PENCATATANDAN PELAPORAN

1. Posyandu

 Menjelang pemberian kapsul viatamin A, tiap posyandu atau tempat lain yang telah
disepakati, harus sudah siap dengan daftar nama semua bayi umur 6-11 bulan dan
anak balita umur 12-59 bulan di wilayahnya, yang dicatat pada formulir registrasi.
 Setiap pemberian kapsul Vitamin A, baik yang diebrikan di Posyandu/tempat lainyang
telah disepakati, maupun yang diberikan melalui “sweeping” harus dicatat di KMS dan
di formulir regitrasi. (Lihat Contoh).
 Pemberian diluar periode sweeping harus dicatat tersendiri, dan dimasukakn sebagai
cakupan periode berikutnya. Jadi, anak yang dicakup setelah bulan Maret, dilaporkan
sebagai cakupan periode Agustus. Demikian pula anak yang dicakup setelah bulan
September, dilaporkan sebgai cakupan periode Februari.

2. Tingakat Kelurahan
 Pada minggu keempat bualan Maret/September, yaitu setelah selesai “sweeping”
koordinator kader mengumpulkan hasil pemberian Vitamin A dari seluruh
posyandu/tempat lain yang disepakati di wilayahnya.
 Dengan menggunakan (lampiran 1), dicatat/dihitung cakupan dari masing-masing
tempat, kemudian direkapitulasi untuk memperoleh cakupan tingkat kelurahan.
 cakuapan/laporan dibuat rangkap dua, masing-mamsing untuk puskesmas dan untuk
arsip di tingkat kelurahan.

3. Tingakat Puskesmas

 Pada minggu pertama bulan April/Oktober koordinator gizi Puskesmas


mengumpulkan hasil pencatatan dari desa-desadan temapt-tempat lain yang telah
disepakati di wilayahnya.
 koordinator gizi puskesmas mencatat hasil cakupan tiap desa, kemudian direkapitulasi
untuk memperoleh cakupan tingkat desa. Bila adadesa yang belum melapor, petugas
puskesmas hendaknyamembicarakan hal ini dengan koordinator kader dan kepala
kelurahan dan membantu mebuat laporan tersebut.
 Setiap ibu nifas yang telah mendapatkan kapsul vitamin A agar dicatat dalam kohort
ibu dan dilaporkan melalui sistem pelaporan di Puskesmas.
 Catatan/cakupan bayi, anak balita dan ibu nifas tersebut dibuat rangkap dua,
dilaporkan ke Dinkes Kota Surakarta dan untuk arsip Puskesmas.

VII. PERHITUNAGNCAKUPAN

1. Definisi Operasinal

a. Balita 6-59 bulan adalah balita usia 6-59 bulan yang ada di suatu wilayah tertentu
diperoleh berdasarkan hasil pendatan sasaran Vitamin A
b. Kapsul vitamin A adalah kapsul yang mengandung Vitamin A dosis tinggi, yaitu
100.000 Satuan Internasional (SI) untuk bayi usia 6-11 bulan dan 200.000 SI untuk
anak balita 12-59 bulan.
c. Presentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul Vitamin A adalah jumlah balita 6-59
bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A dibagi jumlah seluruh balita6-59 bulan
yang ada di satu wilayah dalam perode 6 (enam) bulan yang didistribusikan setiap
Februari dan agustus dikai 100%.
2. Ukuran Indikator

Kinerja dilai baik jika presentase balita 6-59 bulan mendapat vitamin A sesuai atau
melampaui target (Lihat Indikator Kinerja dan Target kegiatan Pembinaan Gizi Tahun
2010-2015)

3. Rumus

% balita 6-11 bulan 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 6 − 11 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙 𝑣𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐴
=
mendapat kapsul 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 6 − 11 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛
Vitamin A

% balita 6-11 bulan


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 11 − 59 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙 𝑣𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐴
mendapat kapsul =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 11 − 59 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛
Vitamin A
LAMPIRAN
CONTOH PENCATATAN PADA FORM REGISTRASI

Nama Tgl. Pemebrian Vitamin A


Orang
Anak/Ibu L/P Tgl.Lahir 100.000 SI 200.000 SI Keterangan
Tua/Suami
nifas Feb Agus Feb Agus
PETUNJUK TEKNIS DAN PROSEDUR TETAP

PEMANTAUAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH (PSG-AS)

UPTD. PUSKESMAS GAJAHAN KOTA SURAKARTA

TAHUN 2016
I. PENDAHULUAN
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sengat diperlukan dalam mengisi pembangunan
yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan
adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh,
dapat meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan pertumbuhan yang normal (Depkes RI,
2004).
Namun sebaiknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali
ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi seimbang yang tidak seimbang itu adalah Kurang
Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY) dan Anemia Zat Besi (Depkes RI, 2004).
Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau yang dikenal dengan gizi kurang
atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada anak-anak
sekolah, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah,
walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya
intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang, namun tidak demikian
oleh pemerintah dan masyarakat karena masalah gizi buruk adalah maslah ketersediaan
pangan ditingkat rumah tangga, tetapi anehnya didaerah-daerah yang telah swasembada
pangan bahkan telah terdistribusi merata sampai rumah tangga (misalnya program raskin),
masih sering ditemukan kasus gizi buruk, adahal sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati
beberapa tahapan yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang
anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi masalah
sebenarnya adalah masyarakat atau keluarga anak sekolah belum mengetahui cara manilai
sttus berat badan anak (status gizi anak) atau juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat
badan anak, sepertinya masyarakat atau keluarga hanya tahu bahwa anak harus diberikan
makan seperti halnya orang dewasa harus makan tiap harinya.

II. LANDASAN HUKUM


Pelaksanaan Kegiatan Pemantauan Status Gizi Anak Sekolah di Kota Surakarta berlandaskan
pada:
1. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
2. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/Menkes/PER/VIII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidan Kesehatan di Kabupaten Kota
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1141/Menkes/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1995/Menkes/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

III. PEGERTIAN
1. Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan
fisik energi dan zat-zat gizi lain yang yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak
fisiknya diukur secara antropometri dan dikatagorikan berdasarkan standar baku WHO-
NCHS dengan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB.
2. Penimbangan Berat Badan (BB) dan Pengukuran Tinggi Badan (TB) dilakukan oleh
petugas klinik gizi sesuai dengan syarat-syarat penimbangan berta badan dan pengukuran
tinggi badan yang tidak baik dan benar penggunaan timbangan berat badan meteran tinggi
badan (mikrotoise).
3. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan pengukuran TB,
dikurangi dengan tanggal kelahiran yang diambil dari data identitas anak pada sekolah
masing-masing, dengan ketentuan satu bulan adalah 30 hari dan i tahun adalah 12 bulan.
4. Anak kurus sekali dihitung berdasarkan indikator BB/TB dan hasilnya <-3SD buku
rujukan WHO NCHS.
5. Anak kurus dihitung berdasarkan indikator BB/TB dan hasilnya berada diantara -2SD s/d -
3SD buku rujukan WHO NCHS.
6. Anak Sekolah Stunted adalah status gizi anak sekolah yang didasarkan pada indeks panjang
badan/tinggi badan menurut umur.

IV. TUJUAN
Tujuan Umum
Tersedianya informasi status gizi anak sekolah secara berkala untuk keperluan perencanaan,
penetapan kebijakan dan evaluasi program perbaikan gizi.
Tujuan Khusus
a. Mendapatkan data berat badan dan panjang/tinggi badan anak sekolah
b. Mendapatkan data status gizi anak sekolah
c. Tersebar luasnya informasi status gizi anak sekolah kepada penentu kebijakan, pengambil
keputusan, lintas program, lintas sektoral, dan pengguna lainnya.

V. SASARAN KEGIATAN
Anak Sekolah di Setiap (SD dan TK) di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan

VI. PELAKSANAAN KEGIATAN


1. Waktu Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan serempak bersamaan dengan skrining sekolah.
2. Tenaga Pengumpulan Data
Tenaga pengumpul data adalah:
 Tenaga dari puskesmas (petugas gizi, bidan wilayah, dan tenaga lain yang
ditugaskan).
 Guru
3. Pengumpulan Data
 Lokasi
Seluruh sekolah (SD/TK) di wilayah Puskesmas
 Sasaran
Semua murid sekolah (SD/TK) di wilayah Puskesmas
4. Cara Pengumpulan Data
1) Pengukuran dilaksanakan besamaan dengan skrining anak sekolah
2) Menyiapakn alat dan bahan untuk pelaksanaan PSG
- Untuk mengukur berat badan (BB) digunakan timbangan injak yang masih
baik dan mempunyai ketepatan pengukuran 0,1 kg. Untuk anak TK
disarankan menggunakan timbangan dacin.
- Untuk mengukur tinggi badan digunakan ukuran tinggi badan (TB). Ketelitian
alat ukur panjang badan dan tinggi badan adalah 0,1 cm.
3) Pengumpulan data dengan metode pengumpuran yang standar.
Data yang dikumpulan: tanggal pengukuran, nama anak, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, berat badan, cara pengukuran, panjang badan/tinggi badan, status gizi BB/U,
TB/U, BB/TB.
Untuk menjaga validitas dan keakuratan PSG sebelum pelaksanaan dilakukan
pengendalian kualitas data terlebih dahulu, pengendalian tersebut antara lain:
1) Pembekalan Petugas
Ujicoba instrumen (alat)
Stabdarissi pengukuran berat badan, panjang badan, tinggi badan.
Penentuan umur
Penentuan status gizi dengan standar WHO anthro 2005 dengan isian data survey
oleh petugas gizi puskesmas.
2) Pelaksanaan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan pada tahan awal dan pertengahan
pelaksanaan meliputi:
Pengecekan sasaran anak sekolah
Mengamati dan memperbaiki cara pengukuran berat badan, panjang badan, tinggi
badan.
FORMULIR REGISTRASI (FII/PSG)
PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) ANAK SEKOLAH
KOTA SURAKARTA
TAHUN 2016

02. Nama Puskesmas :......................................................


Status Gizi
No Nama Jumlah Anak BB/U TB/U BB/TB
urut Sekolah yang diukur Kurus
Buruk Kurang Baik Lebih Pendek Normal Kurus Normal Gemuk
Sekali
PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) ANAK SEKOLAH
KOTA SURAKARTA
TAHUN 2016

01. Sekolah : ....................................................


02. Kelas : ....................................................
03. Puskesmas : ....................................................
04. Jumlah Anak Sekolah Yang Ada : ....................................................
05. Jumlah Anak Sekolah Ditimbang : ....................................................
06. Tanggal Pengukuran : ....................................................

Status Gizi
Tanggal Berat
No Nama Jenis Umur PB/T BB/U TB/U BB/TB
Lahir Badan
Urut Anak Kelamin *) (bulan) B (cm) Kurus
(tgl/bl/th) (Kg) Buruk Kurang Baik Lebih Pendek Normal Kurus Normal Gemuk
Sekali

*) Jenis Kelamin Laki-laki = (1); Perempuan (2)

Anda mungkin juga menyukai