Anda di halaman 1dari 24

PANDUAN

PELAKSANAAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT


PUSKESMAS LANDASAN ULIN

1
Lampiran
Keputusan Kepala Puskesmas Landasan Ulin
Nomor :
Tanggal :

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada balita
di Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang, diantaranya 5.7% gizi buruk, gizi lebih 11,9%,
stunting (pendek) 37,2%. Proporsi gemuk menurut kelompok umur, terdapat angka
tertinggi baik pada balita perempuan dan laki-laki pada periode umur 0-5 bulan dan 6-11
bulan dibandingkan kelompok umur lain. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini
masih banyak masyarakat khususnya ibu balita yang mempunyai persepsi tidak benar
terhadap balita gemuk. Data masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
berdasarkan hasil survei nasional tahun 2003 sebesar 11,1% dan menurut hasil
Riskesdas 2013, anemia pada ibu hamil sebesar 37,1%.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan


perbaikan gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Mutu
gizi akan tercapai antara lain melalui penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan profesional disemua institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan
kesehatan yang penting adalah pelayanan gizi di Puskesmas, baik pada Puskesmas
Rawat Inap maupun pada Puskesmas Non Rawat Inap.

Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi didalam gedung dan di
luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat berupa
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung juga
meliputi perencanaan program pelayanan gizi yang akan dilakukan diluar gedung.
Sedangkan pelayanan gizi diluar gedung umumnya pelayanan pelaksanaan pelayanan
gizi pada kelompok dan masyarakat dalam bentuk promotif dan preventif. Dalam
pelaksanaan pelayana gizi di Puskesmas, diperlukan pelayanan yang bermutu sehingga
dapat menghasilkan status gizi yang optimal dan mempercepat proses penyembuhan

2
pasien. Pelayanan gizi yang bermutu dapat diwujudkan apabila tersedia acuan untuk
melaksanakan palayanan gizi yang bermutu sesuai dengan pilar dalam Pedoman Gizi
Seimbang (PGS).

B. TUJUAN
Tujuan Umum :
Terciptanya sistem pelayanan gizi yang komperhensif di Puskesmas yang menjadi
dasar bagi pelaksanaan pelayanan gizi yang bermutu dalam rangka mengatasi masalah
gizi perorangan dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.

Tujuan Khusus :
1) Terlaksananya pelayanan gizi di dalam gedung yang berkualitas di Puskesmas dan
jejaringnya
2) Terlaksananya pelayanan gizi diluar gedung yang berkualitas di Puskesmas dan
jejaringnya.
3) Terlaksanya pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi yang baik
dipuskesmas dan jejaringnya.

3
BAB II
RUANG LINGKUP KEGIATAN

A. DEFINISI
Gizi masyarakat adalah ilmu yang mempelajari mengenai kesehatan terutama gizi di
masyarakat, dikaitkan dengan permasalahan gizi yang muncul dalam kelompok
masyarakat yang menitikberatkan pada preventif dan promotif. Gizi masyarakat tidak
hanya menyangkut seputar masalah kesehatan khususnya gizi namun juga menyangkut
mengenai masalah ekonomi, sosial budaya, pendidikan kependudukan dan sebagainya.

B. RUANG LINGKUP KEGIATAN


1. Pelayanan Gizi di Luar Gedung
2. Pencatatan dan Pelaporan
3. Monitoring dan Evaluasi

C. LANDASAN HUKUM
Sebagai dasar penyelenggaraan pelayanan gizi di Puskesmas diperlukan
peraturan perundang-undangan pendukug. Beberapa ketentuan perundang-undangan
yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
2. UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
4. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintah
antar Pemerintah, Pemerintah antar Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
7. Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 tentang ASI Ekslusif
8. Peraturan Presiden No 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi
9. Peraturan Presiden No 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1333 tahun 1999 tentang Standar
Pelayanan Puskesmas Perawatan

4
11. Keputusan bersama Menteri Kesehatan RI No 894/Menkes/SKB/VIII/2001 dan
Kepala Badan Kepegawaian Negara No 35 Tahun 2001 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Nutrisionis dan Angka Kreditnya.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81 tahun 2004 tentang Pedoman
Penyusunan SDM Kesehatan Di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota Serta RS
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
15. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 741/Menkes/SK/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
16. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 75 Tahun 2013 tentang angka Kecukupan
Gizi yang dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia
17. Peraturan Menteri Kesehatan No 26 Tahun 2013 tentang Praktik Tenaga Gizi

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. PELAYANAN GIZI DI LUAR GEDUNG


Kegiatan pelayanan gizi di luar gedung ditekankan kearah promotif dan preventif
serta sasarannya adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.

1. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu


a. Tujuan: untuk memantau status gizi balita menggunakan KMS atau buku KIA.
b. Sasaran: kader Posyandu
c. Lokasi: Posyandu
d. Pelaksanaan Pemantauan Pertumbuhan antara lain :
1) Merencanakan kegiatan pemantauan pertumbuhan di wilayah kerja
puskesmas
2) Membuat jadwal kunjungan
3) Melakukan kunjungan ke Posyandu
4) Memantau pelaksanaan kegiatan Posyandu
5) Mengevaluasi atau mengkonfirmasikan hasil kegiatan pemantauan
pertumbuhan di Posyandu
6) Memberikan pembinaan kepada kader posyandu dalam melaksanakan
pemantauan pertumbuhan, membina kader dalam menyiapkan SKDN serta
membina dalam pencatatan dan pelaporan sehingga kader mampu untuk
melakukan pemantauan pertumbuhan di Posyandu dengan baik dan benar
7) Melakukan simulasi dalam pemantauan pertumbuhan balita seperti cara
menimbang yang baik dan benar, pengisian KMS dan pencatatan pelaporan
di Posyandu untuk meningkatkan wawasan kader posyandu dalam
melaksanakan kegiatan di Posyandu
8) Membuat RTL untuk kegiatan Posyandu selanjutnya
9) Menyusun laporan hasil kegiatan pemantauan pertumbuhan di Posyandu
e. Target yang diinginkan adalah Semua Kader Posyandu dapat melakukan
kegiatan pemanataun pertumbuhan (status gizi) balita dengan baik dan benar,
mampu melakukan pencatatan dan pelporan yang baik dan benar, dapat
memberikan konseling dan penyuluhan dini kepada masyarakat jika ditemukan
masalah pertumbuhan pada balita dan mampu melakukan inovasi-inovasi baru
dalam kegiatan posyandu.

6
2. Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A
a. Tujuan: untuk meningkatan keberhasilan kegiatan pemberian vitamin A melalui
pembinaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan sehingga
kegiatan pencegahan kekurangan vitamin A dapat berjalan dengan baik.
b. Sasaran: bayi, balita dan ibu nifas.
c. Lokasi: Posyandu.
d. Pelaksanaan pemberian Kapsul Vitamin A :
1) Data diperoleh dari angka proyeksi yang telah ditetapkan oleh Dinas
kesehatan
2) Membuat perencanaan pengadaan Kapsul Vitamin A berdasarkan jumlah
bayi dan balita serta Ibu Nifas dari angka proyeksi di wilayah Puskesmas
Landasan Ulin
3) Pengadaan Kapsul Vitamin A 100.000 SI dan 200.000 SI
4) Kapsul Vitamin A didistribusikan ke Bidan kelurahan dan bidan kelurahan
dibantu oleh kader Posyandu memberikan kepada Ibu Nifas (0-42hari) dan
bayi-balita usia 6-59 bulan di posyandu masing-masing dengan ketentuan:
a) Bayi 6-11 bulan diberikan vitamin A 100.000 SI warna biru, diberikan
dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
b) Balita 12-59 bulan diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah,
diberikan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
c) Bayi dan Balita Sakit: bayi usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan
yang sedang menderita ampak, diare, gizi buruk, xeroftalmia diberikan
vitamin A dengan dosis sesuai umur.
d) Ibu Nifas (0-42 hari): pada ibu nifas diberikan 2 kapsul merah dosis
200.000 SI, 1 kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24
jam berikutnya.
5) Swipping Vitamin A dilakukan jika masih ditemukan bayi dan balita yang
belum mendapatkan Vitamin A yang dilakukan pada bulan Februari dan
Agustus
6) Membuat Laporan hasil kegiatan pemberian kapsul vitamin A
7) Mengevaluasi hasil kegiatan pemberian kapsul vitamin A

7
e. Targetnya adalah semua bayi dan balita usia 6-59 bulan serta Ibu Nifas (0-42
hari) di wilayah Puskesmas Landasan Ulin mendapatkan Suplementasi Kapsul
Vitamin A sehingga dapat mencegah terjadinya Kekurangan Vitamin A (KVA).

3. Pengelolaan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


MP-ASI bufferstock adalah MP-ASI pabrikan yang disipakan oleh
Kementerian Kesehatan RI dalam rangka pencegahan dan penganggulangan
gizi terutama di daerah rawan gizi / keadaan darurat / bencana.MP-ASI
beffersctock didistribusikan secara bertingkat. Tenaga gizi puskesmas akan
mendistribusikan kepada masyarakat. Sasaran MP-ASI adalah baduta 6-24
bulan.

4. Surveilans Gizi
Kegiatan surveilens gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data
yang dilakukan secara terus menerus, penyajian serta diseminasi informasi bagi
Kepala Puskesmas serta lintas program dan lintas sector terkait di tingkat
kecamatan. Informasi dari kegiatan surveilens gizi dimanfaatkan untuk melakukan
tindakan segera maupun untuk perencanaan program jangka pendek, menengah,
maupun jangka panjang.Sebagai acuan bagi petugas gizi puskesmas dalam
melakukan surveilens gizi bisa menggunakan buku surveilens gizi, Kemeterian
Kesehatan RI, 2014.
a. Tujuan
1) Tersedianya informasi berkala dan terus menerus untuk mengetahui
masalah gizi dan perkembangan di masyarakat
2) Tersedianya informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab
masalah gizi dan factor terkait
3) Tersedianya informasi kecenderungan masalah gizi di suatu daerah
4) Menyedikan informasi intervensi yang paling tepat untuk dilakukan (bentuk,
sasaran, dan tempat)
b. Lingkup data surveilens gizi antara lain :
1) Data status gizi
2) Data konsumsi makanan
3) Data cakupan program gizi
c. Sasaran : bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu
menyusui, pekerja serta lansia.

8
d. Dalam pelaksanaan surveilens gizi, tenaga gizi puskesmas berkoordinasi
dengan tenaga surveilens di Puskesmas melakukan kegiatan antara lain :
1) Merencanakan surveilens mulai dari lokasi, metode, cara melakukan, dan
penggunaan data
2) Melakukan surveilens gizi meliputi mengumpulkan data, mengolah data,
menghasilkan data, menganalisa data, melaksanakan diseminasi informasi
3) Membina kader posyandu dalam pencatatan dan pelaporan kegiatan gizi di
posyandu
4) Melaksanakan intervensi gizi yang tepat
5) Membuat laporan surveilens gizi
e. Contoh kegiatan dalam surveilens gizi antara lain :
1) Pemantauan Status Gizi (PSG)
a) Tujuan : mengetahui status gizi masyarakat sebagai bahan
perencanaan
b) Sasaran : disesuaikan dengan kebutuhan setempat (bayi, balita, anak
usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui, pekerja serta
lansia)
2) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
a) Tujuan : tersedianya informasi secara terus menerus, cepat, tepat dan
akurat sebagai dasar penentuan tindakan dalam upaya untuk
pencegahan dan penanggulangan masalah gizi, selain itu bertujuan
untuk memantau situasi pangan dan gizi antar desa atau kelurahan
dalam 1 kecamatan
b) Sasaran : lintas program dan lintas sectoral di tingkat kecamatan di
wilayah kerja Puskesmas.
3) System kewaspadaan Dini – Kejadian Luar Biasa/SKD KLB Gizi Buruk
a) Tujuan : mengantisipasi kejadian luar biasa gizi buruk di suatu wilayah
pada kurun waktu tertentu
b) Sasaran : balita dan keluarga, posyandu
4) Pemantauan Konsumsi garam beryodium di rumah tangga
a) Memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam
beryodium yang memenuhi syarat di masyarakat. Dilaksanakan setiap
satu tahun sekali
b) Sasarannya adalah ibu rumah tangga

9
f. Hasil kegiatan surveilans gizi akan digunakan untuk merencanakan kegiatan
Program UKM pada periode selanjutnya.

5. Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program


a. Tujuan : meningkatkan pencapaian indicator perbaikan gizi di tingkat
pusksesmas melalui kerjasama lintas sector dan lintas program
b. Sasaran : seksi pemberdayaan masyarakat kantor camat, penyuluh pertanian
lapangan, juru penerang kecamatan, TP KK, Dinas Pendidikan, kelurahan,
program KIA, bidan coordinator, tenaga sanitarian, tenaga promosi kesehatan,
perawat, sanitarian, juru imunisasi, kader posyandu dan lain-lain
c. Kerjasama lintas sektor dan lintas program dapat dilakukan melalui rapat atau
pertemuan rutin (mingguan dan bulanan) seperti, pertemuan kader tingkat
kecamatan, dan Bimtek kader posyandu.
d. Pelaksanaan kerjasama lintas sector dan lintas program dapat meliputi :
1) Merencanakan kegiatan sensitive yang memerlukan kerjasama
2) Mengidentifikasi sector dan program yang perlu kerjasama
3) Melakukan pertemuan untuk menggalang komitmen kerjasama
4) Melakukan koordinasi dalam menentukan indicator keberhasilan kerjasama
5) Mengkoordinasikan pelaksanaan kerjasama
6) Membuat laporan hasil kerjasama.

6. Pelaksanaan Gizi Buruk Rawat Jalan


 Penemuan anak gizi buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan
anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan fasilitas kesehatan
(puskesmas), hasil laporan masyarakat dan skrining aktif
 Penapisan anak gizi buruk, anak yang dibawa oleh orantuanya atau anak hasil
penapisan LILA <12.5cm, atau semua anak yang dirujuk dari posyandu (2T dan
BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua anak
diperiksa tanda-tanda komplikasi, semua anak diperiksa nafsu makan dengan
cara merecall makan anak melalui orang tua dalam 3 hari berutur-turut
 Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda : tampak
sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema,
BB/PB atau BB/TB < -3SD, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa
komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan

10
 Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : tampak
sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < - 3SD, LILA <
11,5 cm (untuk anak usia 6-59bulan) dan diserai darisalah satu atau lebih tanda
komplikasi media sebagai berikut : anoreksia, pneumonia berat, anemia berat,
dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak
dikategorkan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara
rawat inap
 Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut BB/TB <-2
s/d – 3SD, LILA 11.5 s/d 12.5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak
ada komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan
PMT Pemulihan
 Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik, dan nafsu makan membaik maka
penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat jalan.
 Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda-tanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka
penanganan anak dengan pemberian PMT Pemulihan
 Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan
PMT Pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan fitemukannya salah satu
tanda komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan
ketiga berat badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema
baru, tidak ada nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

1. Langkah pelaksanaan
a. Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana adalah tim palaksana yang terdiri dari dokter, ahli gizi,
perawat, tenaga promosi kesehatan, bidan keluarahan. Dalam pelaksanaan
rawat jalan masyarakat yang dibantu oleh kader posyandu.

Peran Tim Pelaksana


Dokter, melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis,
pemberia terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inap
Perawat, melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatan
Ahli Gizi, melakukan pemeriksaan antropometri, konseling, pemberian
makanan unruk pemulihan gizi, makanan siap saji, makanan formula.

11
Tenaga Promosi Kesehatan, melakukan penyuluhan PHBS, advokasi,
sosialisasi dan musyawarah masyarakat desa
Bidan di Desa, sebagai coordinator di wilayah kerjanya, melakukan skrining
dan pendampingan bersama kader
Kader, melakukan penemuan kasus, merujuk dan melakukan pendampingan

Kunjungan Rumah
a. Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi
keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi
dan memberikan nasehat sesuai dengan masalah yang dihadapi
b. Dalam melakukan kunjugnan, tenaga kesehatan atau kader membawa kartu
status, checklist kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk
pemulihan gizi dan bahan penyuluhan.
c. Tenaga kesehatan atau kader melakukn kunjungan rumah pada anak gizi
buruk rawat jalan, bila berat badan anak sampai pada minggu ketiga tidak
naik atau turun dibandingkan dengan berat badan pada saat masuk (kecuali
dengan anak edema) dan anak yang 2 kali berturut-tuirut tidak dating tanpa
pemberitahuan.

2. Rujukan dilakukan apabila anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta,
sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik, dan timbul edema baru.

3. Drop Out (DO)


DO dapat terjadi pada anak yang pindah alamat dan tidak diketahui, menolak
kelanjutan perawatan dan meninggal dunia. Anak menolak kelanjutan perawatan
dilakukan kunjungan rumah udiberikan motivasi bila tetap menolak diminta untuk
membuat pernyataan tertulis atas penolakan.

4. Makanan untuk pemulihan gizi


a) Prinsip
 Makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan padat energy yang
diperkaya dengan vitamin dan mineral
 Makanan untuk pemulihan gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama
masa pemulihan

12
 Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa F100, makanan gizi siap saji
dan makanan local. Makanan local dengan bentuk mulai dari makanan
bentuk cair, lumat, lembik, dan padat.
 Bahan dasar utama makanan untuk pemulihan gizi dalam F100 dan
makanan gizi siap saji adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang-
kacangan, dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber
energy sebesar 30-60% dari total kalori.
 Makanan local dengan kalori dengan kalori 200kkkal/kg BB perhari, yang
diperoleh dari lemak 30-60% dari total energy, protein 4-6g/Kg BB perhari
 Apabila akan menggunakan makanan local tidak dilakukan secara
tunggal tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

b) Jumlah dan frekuensi


 Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kb BB perhari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama 1 minggu dalam bentuk makanan cair
(F100)
 Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB perhari, yang diberikan 5-7
kali pemberian/hari (F100)
 Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian
makanan secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair
dan menambah frekuensi makanan padat.

c) Cara penyimpanan makanan


 Untuk pemulihan gizi dalam bentuk F100 harus segera diberikan dan
dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair tersebut hanya dapat disimpan
dalam suhu ruang maksimal 2 jam.
 Makanan untuk pemulihan gizi dalam bentuk kering yang diracik secara
terpisah oleh tenaga kesehatan puskesmas dapat disimpan maksimal 7
hari, dan disimpan ditempat yang sejuk dan kering, aman, tertutup dan
terhindar dari cemaran dan binatang penggangu.
 Makanan untuk pemulihan gizi dalam kemasan agar diperhatikan masa
kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.

13
B. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan di Puskesmas, data dan informasi dari
hasil pencatatan diolah dan dianalisa serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pencatatan dan pelaporan untuk mendokumentasikan pelayanan gizi
di luar gedung menggunakan istrumen antara lain :

1. Rekapitulasi Hasil Sistem Informasi Puskesmas (Simpus)


2. Rekapitulasi Hasil Sistem Informasi Posyandu (SIP)
3. F3/Gizi (Rekapitulasi data gizi dari Puskesmas)
4. F2/Gizi (Rekapitulasi data gizi dari Kelurahan)
5. F1/Gizi (Rekapitulasi data gizi dari Posyandu)
6. Pelaporan ASI Ekslusif
7. Pelaporan BGM
8. Form Pelacakan Gizi Buruk

C. MONITORING DAN EVALUASI


Monitoring dan evaluasi dilaksanakan di Puskesmas, data dan informasi dari hasil
pencatatan diolah dan dianalisa serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kegiatan yang dimonitor adalah kegiatan pelayanan gizi baik di dalam maupun di luar
gedung. Cara melakukan monitoring dan evaluasi perlu memperhatikan jenis dan waktu
kegiatan yang dilaksanakan. Dari sisi jenis kegiatan, dapat dibedakan antara monitoring
di dalam dan luar gedung.

Monitoring dan Evaluasi Kegiatan di Luar Gedung


Kegiatan yang dimonitor dan dievaluasi, adalah
1. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu
a. Input :
1) Jumlah bayi dan balita di wilayah setempat dengan cara melihat data
laporan hasil kunjungan bayi dan balita ke Posyandu, dari data laporan
kependudukan wilayah setempat, angka proyeksi dari Dinas Kesehatan.
Selain itu, evaluasi dilakukan per bulan dan per tahun dengan melihat
adakah peningkatan atau penurunan jumlah bayi dan balita di wilayah
setempat.
2) Tenaga pelaksana (Kader Posyandu, tenaga kesehatan) dengan cara
melihat keterlibatan tenaga pelaksana (Kader Posyandu, tenaga

14
kesehatan) dalam pelaksanaan kegiatan di Posyandu (Tupoksi). Selain
itu, dilakukan evaluasi dengan membandingkan antara tugas atau tupoksi
tenaga pelaksana dengan apa yang telah dilaksanakan petugas di
Posyandu (apakah sesuai dengan tugas/tupoksinya).
3) KMS/Buku KIA dengan cara melihat apakah semua bayi dan balita yang
datang ke Posyandu memiliki dan membawa KMS/Buku KIA setiap dating
ke Posyandu. Selain itu, dilakukan evaluasi per bulan untuk mengetahui
seberapa banyak bayi dan balita yang memiliki dan tidak memiliki
Posyandu (Data “K”).
4) Alat ukur antropometri dengan melihat ketersediaan alat ukur
antropometri yang tersedia di Posyandu masing-masing dan kondisi alat.
Bisa menggunakan form inventaris barang. Evaluasi dilakukan sebulan
sekali untuk melihat apakah jumlah alat antropometri tersebut berkurang
atau bertambah dan bagaimana kondisi alata tersebut dan dibuat hasil
laporan inventaris atau stock barang.
5) Buku register/pencatatan di Posyandu (berdasarkan format SIP). Buku
register/pencatatan di Posyandu ini dapat digunakan sebagai alat untuk
memonitor dan mengevaluasi kegiatan di Posyandu. Buku
register/pencatatan ini harus diisi dan dilengkapi setiap bulan sebagai
bukti data dasar di Posyandu. Kemudian buku register/pencatatn tersebut
dievalusi setiap bulannya untuk dilengkapi dan dilaporkan ke Puskesmas
kelurahan sebagai laporan bulanan yang akan di kirim ke Pusekesmas
Kecamatan dan Sudin.

b. Proses :
1) Data SKDN yang meliputi jumlah balita yang ada (S), jumlah balita yang
punya KMS (K), jumlah balita yang ditimbang (D), jumlah balita yang naik
berat badannya (N) per bulan, triwulan, semester, tahun. Monitoring
dilakukan dengan cara melihat hasil kegiatan/pencatatan dan pelaporan
di Posyandu setiap bulan, laporan bulanan dari Puskesmas Kelurahan
(LB3 Gizi). Dan akan dievaluasi per bulan, per triwulan, semester dan per
tahun dengan melihat adakah peningkatan atau penurunan dari data
tersebut di masing-masing kelurahan.

15
2) Persentase D/S dan N/D per bulan, triwulan, semester, tahun. Monitoring
dilakukan dengan cara melihat hasil kegiatan/pencatatan dan pelaporan
di Posyandu setiap bulan, laporan bulanan dari Puskesmas Kelurahan
(LB3 Gizi). Dan akan dievaluasi per bulan, per triwulan, semester dan per
tahun dengan melihat adakah peningkatan atau penurunan dari data
tersebut di masing-masing kelurahan.
3) Jumlah balita BGM dan 2T per bulan, triwulan, semester, tahun.
Monitoring dilakukan dengan cara melihat hasil kegiatan/pencatatan dan
pelaporan di Posyandu setiap bulan, laporan bulanan dari Puskesmas
Kelurahan (LB3 Gizi) dan laporan kohort Balita BGM. Dan akan dievaluasi
per bulan, per triwulan, semester dan per tahun dengan melihat ada
seberapa banyak dan adakah peningkatan atau penurunan jumlah balita
BGM dan 2T dari masing-masing kelurahan.
4) Jumlah balita BGM dan 2T yang dirujuk per bulan, triwulan, semester,
tahun. Monitoring dilakukan dengan cara melihat hasil
kegiatan/pencatatan dan pelaporan di Posyandu setiap bulan, laporan
bulanan dari Puskesmas Kelurahan untuk jumlah balita yang dirujuk ke
Puskesmas Kecamatan. Dan akan dievaluasi per bulan, per triwulan,
semester dan per tahun dengan melihat ada seberapa banyak dan
adakah peningkatan atau penurunan dari jumlah balita BGM dan 2T yang
dirujuk dari masing-masing kelurahan.
5) Jumlah balita Atas Pita Hijau (APH). Monitoring dilakukan dengan cara
melihat hasil kegiatan/pencatatan dan pelaporan di Posyandu setiap
bulan, laporan bulanan dari Puskesmas Kelurahan (LB3 Gizi) dan laporan
kohort Balita Atas Pita Hijau (APH). Dan akan dievaluasi per bulan, per
triwulan, semester dan per tahun dengan melihat ada seberapa banyak
dan adakah peningkatan atau penurunan jumlah balita APH dari masing-
masing kelurahan.
c. Output :
1) Balok SKDN, merupakan bentuk monitoring dari kegiatan pelaksanaan
dan pencatatan pelaporan di Posyandu yang dievaluasi setiap bulan
bulan dan pertahun dengan melihat hasil capaian/persentasenya.
2) Laporan pencatatan dan pelaporan kegiatan Posyandu, merupakan
bentuk monitoring dari kegiatan pelaksanaan dan pencatatan pelaporan
di Posyandu yang dievaluasi setiap bulan bulan dan pertahun.

16
3) Laporan LB3 gizi kelurahan, merupakan bentuk monitoring dari
pelaksanaan kegiatan di Posyandu dan kegiatan gizi lainnya yang
dilaporkan setiap bulan ke Puskesmas Kecamatan dan dievaluasi setiap
bulan bulan dan pertahun dengan melihat hasil laporan LB3 gizi dari
masing-masing kelurahan.
4) Laporan Kohort BGM, APH, Gizi Buruk, merupakan bentuk monitoring
dari pelacakan, pencatatan dan pelaporan balita BGM, Gizi Buruk dan
APH berupa laporan kohort (follow up) dari masing-masing kelurahan.

3. Pemberian Kapsul Vitamin A


a. Input :
1) Anggaran pengadaan Kapsul Vitamin A, dengan mengajukan anggaran
yang akan digunakan untuk pengadaan vitamin A berdasarkan dengan
jumlah bayi dan balita yang akan diberikan vitamin A. Evaluasi dilakukan
dengan melihat jumlah pengadaan vitamin A yang akan dibagikan kepada
bayi dan balita
2) Jumlah Bayi dan Balita yang mendapatkan Vitamin A, dengan melihat
data sasaran jumlah bayi dan balita yang ada, dan laporan jumlah bayi
dan balita yang mendapat vitamin A di data sebelumnya. Evaluasi
dilakukan per bulan setelah pemberian vitamin A, dengan melihat jumlah
seberapa banyak bayi dan balita yang mendapat vitamin A serta
persentase atau capaian dari pemberian vitamin A pada bayi dan balita.
3) Jumlah Ibu Nifas yang mendapatkan Vitamin A, dengan melihat data
sasaran jumlah ibu nifas yang ada di wilayah kerja Puskesmas, dan
laporan jumlah ibu nifas yang mendapat vitamin A di data sebelumnya.
Evaluasi dilakukan per bulan setelah pemberian vitamin A, dengan
melihat jumlah seberapa banyak ibu nifas yang mendapat vitamin A serta
persentase atau capaian dari pemberian vitamin A pada ibu nifas.
4) Kapsul Vitamin A 100.000 SI warna biru, Kapsul Vitamin A 200.000 SI
warna merah, dengan cara melihat ketersediaan atau stoc vitamin A yang
tersedia yang dapat dilihat dari kartu stock barang. Evaluasi dilakukan
pengecekan barang setiap bulan dan melihat masa expired date
(kadaluarsa).
5) Tenaga kesehatan yang melakukan pemberian Vitamin A, dengan cara
melihat keterlibatan tenaga pelaksana (Kader Posyandu, tenaga

17
kesehatan) dalam pelaksanaan pemberian vitamin A. Selain itu, dilakukan
evaluasi dengan membandingkan antara tugas atau tupoksi tenaga
pelaksana dengan apa yang telah dilaksanakan petugas di Posyandu
(apakah sesuai dengan tugas/tupoksinya).
6) Waktu pemberian Vitamin A, dengan cara mebuat jadwal pemberian
vitamin A sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah
dalam pemberian vitamin A. Evaluasi dengan melihat ketapatan waktu
pemberian, dosis dan cara pemberian yang tepat.
b. Proses :
a. Data jumlah sasaran yang seharusnya mendapat vitamin A, monitoring
dilakukan dengan melihat data sasaran jumlah bayi dan balita serta ibu
nifas yang akan mendapatkan vitamin A dan laporan jumlah bayi dan
balita serta ibu nifas yang mendapat vitamin A dari laporan data
sebelumnya. Evaluasi dilakukan dengan melihat jumlah banyak bayi dan
balita, serta ibu nifas yang akan mendapat vitamin A.
b. Data jumlah sasaran yang telah mendapat vitamin A, dengan cara
membuat laporan hasil kegiatan pemberian vitamin A berdasarkan
absensi/nama bayi dan balita serta ibu nifas penerima vitamin A. Evaluasi
dilakukan per bulan setelah pemberian vitamin A, dengan melihat
seberapa banyak jumlah bayi dan balita, serta ibu nifas yang telah
mendapat vitamin A dan persentase atau capaian dari pemberian vitamin
A pada bayi dan balita serta ibu nifas.
c. Output :
1) Cakupan persentase jumlah bayi balita yang mendapatkan Vitamin A,
dimonitoring dan dievaluasi per bulan setelah melakukan pemberian
vitamin A. Kemudian hasilnya dibandingkan dengann persentase
sebelumnya adakah peningkatan atau penururan. Dan hasil persentase
ini akan dipaparkan dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan.
2) Cakupan persentase jumlah ibu nifas yang mendapatkan Vitamin A,
dimonitoring dan dievaluasi per bulan setelah melakukan pemberian
vitamin A. Kemudian hasilnya dibandingkan dengann persentase
sebelumnya adakah peningkatan atau penururan. Dan hasil persentase
ini akan dipaparkan dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan.
3) Laporan hasil kegiatan pemberian kapsul Vitamin A, merupakan salah
satu bentuk monitoring pelaksanaan kegiatan pemberian vitamin A yang

18
dilengkapi dengan form tanda terima vitamin A, form nama bayi dan balita
serta ibu nifas yang mendapatkan vitamin A. Hasil laporan ini di laporkan
setiap bulan dan evaluasi dengan melihat jumlah sasaran yang mendapat
vitamin A dan persentase/capaian pemberian vitamin A.

4. Surveilans Gizi
a. Input :
1) Anggaran untuk kegiatan surveilans gizi, dengan mengajukan anggaran
yang akan digunakan untuk kegiatan surveilans. Evaluasi dilakukan
diakhir kegiatan surveilans dengan melihat ketepatan penggunaan
anggaran untuk keberlangsungan kegiatan surveilans gizi.
2) Tenaga surveilans gizi, dengan cara melihat keterlibatan tenaga
surbeilans gizi dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev. Selain itu
dievaluasi juga bagaimana pemenuhan kompetensi petugas
dibandingkan dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh
kementrian kesehatan.
3) Data Masalah kesehatan / gizi yang ada di masyarakat, dengan melihat
data dasar permasalahan gizi yang ada di masyarakat kemudian dikaji
dan di evaluasi masalah apa yang akan dijadikan topic utama dengan
membandingkan semua permasalahn yang ada berdasarkan tingkat
keparahannya.
4) Medote pengumpulan data, dengan cara menentukan metode
pengumpulan data yang akan dipakai saat melakukan surveilans gizi.
Selain itu, evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan metode
pengumpulan data yang digunakan terhadap kefektifan dan efisien dalam
pengambilan data sampai ke pengolahan data.
5) Instrumen (alat) pengumpulan data, dengan cara menentukan instrument
(alat) pengumpulan data yang akan digunakan saat melakukan surveilans
gizi. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan melihat kefektifan dan efisien
penggunaan instrument (alat) dalam pengambilan data sehingga
mendapatkan data valid yang dibutuhkan.

19
6) Lokasi / wilayah yang bermasalah, dengan cara melihat lokasi atau
wilayah yang memiliki tingkat permasalahan gizi cukup banyak
berdasarkan hasil laporan dari masing-masing wilayah. Evaluasi
dilakukan setiap bulan sekali dengan melihat peningkatan atau
penurunan permasalahn gizi diwilayah tersebut.

b. Proses
1) Jenis kegiatan surveilans yang perlu dilakukan Puskesmas. Monitoring
dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal/rencana kegiatan
surveilans akan dilakukan berdasakan data dasar dari laporan
permasalahan gizi disutu wilayah. Evaluasi dilakukan dengan melihat
apakah rencana penyuluhan yang telah di buat dapat terlaksana sesuai
jadwal.
2) Jenis kegiatan surveilans yang telah dilakukan Puskesmas. Monitoring
dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan penyuluhan yang telah
terlaksana, absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi
penyuluhan yang telah terlaksana dalam kurun waktu per bulan, triwulan,
semester dan tahun
c. Output :
1) Laporan hasil surveilans gizi, merupakan salah satu bentuk monitoring
dalam kegiatan surveilans gizi. Laporan ini kemudian dipaparkan dan di
evaluasi bersama oleh lintas program dan lintas sector dalam membuat
rencana tindak lanjut.

5. Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program


a. Input :
1) Anggaran dana untuk kegiatan pengembangan lintas sektor, dengan cara
mengajukan anggaran untuk pelaksanaan suatu program/kegiatan yang
merupakan kerjasama antar lintas sector maupun lintas program. Evaluasi
dilakukan setiap bulan dengan melihat ketepatan penggunaan anggaran
untuk keberlangsungan program/kegiatan kerjasama tersebut.
2) Adanya mitra/tim yang terlibat dalam kerjasama lintas sektor, dengan melihat
keterlibatan mitra/tim tersebut mulai dari perencanaan kegiatan, persiapan
pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev. Selain

20
itu dievaluasi juga bagaimana pemenuhan kompetensi petugas/tim
dibandingkan dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
b. Proses :
1) Jumlah rencana rapat LP/LS per bulan dan per tahun. Monitoring dilakukan
dengan melihat dokumentasi jadwal/rencana rapat LP/LS akan dilakukan.
Evaluasi dilakukan dengan melihat apakah rencana rapat LP/LS yang telah
di buat dapat terlaksana sesuai jadwal.
2) Jumlah realisasi rapat LP/LS per bulan dan per tahun. Monitoring dilakukan
dengan melihat laporan hasil kegiatan rapat LP/LS yang telah terlaksana,
absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi rapat LP/LS
yang telah terlaksana dalam kurun waktu per bulan, triwulan, semester dan
tahun.
3) Frekuensi dan kualitas rapat LP/LS per bulan dan per tahun. Monitoring
dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan rapat LP/LS yang telah
terlaksana, absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi
rapat LP/LS yang telah terlaksana dalam kurun waktu per bulan, triwulan,
semester dan tahun
c. Output :
Laporan hasil kegiatan atau rapat LP/LS. Laporan ini merupakan salah satu
bentuk monitoring dari kegiatan rapat LP/LS. Dalam membuat laporan ini
harus disesuaikan dengan notulen hasil rapat yang telah terlaksana dan
disertai dengan bukti kegiatan misalnya, absensi peserta rapat. Laporan hasil
kegiatan rapat kemudian dipaparkan dan dievaluasi per bulan dan per tahun
apakah program atau kegiatan lintas program/lintas sektor yang telah
diraparkan dapat terlaksana dengan baik

21
SASARAN MUTU GIZI MASYARAKAT

Judul Indikator : Pemeriksaan HIV pada POPKUN dengan program mobile VCT
Definisi : Semua balita gizi buruk (<-3SD atau sangat kurus) di wilayah
Operasional Kecamatan XXX mendapatkan Formula WHO (F-100) melalui program
Community Feeding Center (CFC).
Program Community Feeding Center (CFC) merupakan Program
Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat yang dikelola oleh tenaga
kesehatan dan kader yang dilakukan secara rawat jalan(non
perawatan).
Formula WHO (F 100) merupakan formula yang diberikan kepada balita
gizi buruk yang diberikan secara bertahap berupa makanan cair yang
terbuat dari susu, gula, minyak dan mineral mix.
Gizi buruk merupakan keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu
atau lebih tanda seperti, sangat kurus, edema, BB/PB atau BB/TB <-3
SD dan LILA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan)

Sangat Kurus merupakan Kurang Energi Protein (KEP) yang ditandai


dengan BB/PB atau BB/TB <-3SD atau pada anak usia 6-59 bulan
dengan LILA < 11,5 cm

Bagian/Unit : HIV
Person In Charge : PJ HIV
Kebijakan Mutu : -
Rasionalisasi : Dengan pemberian Formula WHO (F-100) dapat memenuhi asupan zat
gizi (energi protein) balita yang menderita gizi buruk sehingga dapat
meningkatkan status gizi balita. Dengan melakukan mobile VCT dapat
memenuhi target capaian skrining pada POPKUN sehingga dapat
menurunkan angka penularan HIV
Formula Kalkulasi : Jumlah balita gizi buruk yang mendapatkan F−100 dalam satu bulan
X
jumlah seluruh balita gizi buruk di wilayahkec . Kalideres
100%

Jumlah yang diTes


X 100%
Jumlah target POPKUN wilayah Mampang Prapatan

Numerator : Jumlah balita gizi buruk yang mendapatkan F-100 dalam satu bulan
Denominator : Jumlah seluruh balita gizi buruk di wilayah Kecamatan XXX
Kriteria inklusi : Seluruh balita gizi buruk di wilayah Kec. XXX
Kriteria Eksklusi : Tidak ada
Metodologi : Retrospektif
Pengumpulan data
Tipe Pengukuran : Outcome
Sumber Data : Form Pelacakan Gizi Buruk
Waktu Pelaporan : Paling lambat tanggal 5 setiap bulan berjalan
Frekuensi : Satu bulan sekali
Pelaporan
Target Kinerja : > 58%
Jumlah Sampel : Total populasi
22
Area Monitoring : Gizi Masyarakat
Rencana : Melalui Gugus kendali mutu dan morning briefing
Komunikasi ke staf
Referensi : Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2014

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Panduan pelayanan :
a. Pedoman Pelayanan Gizi Puskesmas, 2014
b. Asuhan Gizi Di Puskesmas Pedoman Pelayanan Gizi Bagi Petugas Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI dan WHO Indonesia, 2015.
c. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, Kementerian Kesehatan RI, 2014.
d. Pedoman Tata Laksana Gizi Buruk, Depkes RI 2007
e. Panduan Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Dalam Pembinaan Kader Posyandu,
Kementerian Kesehatan Ri Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kia, 2012.
f. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita, Kementerian Kesehatan RI Ditjen Bina
Gizi dan Kia Direktorat Bina Gizi, 2014
g. Panduan manajemen suplementasi Vitamin A. Depkes 2009
h. Pedoman Surveilans Gizi Kementerian Kesehatan RI, 2014
i. Petunjuk Penyelenggaraan Satuan Karya Pramuka Bakti Husada, 2011
j. Bahan Untuk Memperoleh Tanda Kecakapan Khusus Kecakapan Khusus Saka Bakti
Husada, Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015

2. Standar Operasional Prosedur (SOP) :


a. SOP Pelacakan Kasus Gizi Buruk
b. SOP Pelayanan Kegiatan di Posyandu
c. SOP Pemantauan Pertumbuhan Balita di Posyandu
d. SOP Pemberian PMT
e. SOP Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD)
f. SOP Pemberian Vitamin A
g. SOP Pembinaan Keluarga Balita BGM
h. SOP Penanganan Balita Gizi Buruk dengan Community Feeding Centre (CFC)
i. SOP Surveilans Gizi

3. Form-Form yang digunakan :


23
a. Form Pelacakan Kasus Gizi Buruk
b. Form Skrining Gizi Pasien Gizi Buruk
c. Informed Consent Pasien CFC
d. Buku Catatan Harian Pasien Gizi Buruk Kelurahan
e. Laporan Evaluasi Balita Gizi Buruk
f. Grafik Evaluasi Balita Gizi Buruk
g. Laporan Bulanan Posyandu
h. Laporan Bulanan Gizi Kelurahan
i. LB3 Gizi

24

Anda mungkin juga menyukai