Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Program perbaikan Gizi merupakan bagian integral dari program kesehatan yang mempunyai
peranan penting dalam menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.Untuk
mencapai tujuan tersebut, program perbaikan gizi harus dilakukan secara sitematis dan
berkesinambungan. Hal ini dilakukan melalui suatu rangkaian upaya terus menerus mulai dari
perumusan masalah, penetapan tujuan yang jelas, penentuan strategi intervensi yang tepat sasaran,
identifikasi yang tepat serta kejelasan tugas pokok dan fungsi institusi yang berperan di berbagai
tingkat administrasi. Kesehatan dan Gizi merupakan faktor penting , yang secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manuasia yang sehat dan
berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya
menangani masalah gizi balita karena hal itu berpengaruh terhadap pencapaian salah satu
tujuan Millennium Development Goals (MDGs) pada Tahun 2015 yaitu mengurangi dua per
tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah lima tahun.
Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan berbasis masyarakat secara optimal oleh
masyarakat seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu pendekatan
untuk menemukan dan mengatasi persoalan gizi pada balita. Posyandu adalah salah satu
bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2006).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menanggulangi masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat

2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh
anggota untuk mewujudkan perilaku gizi yang baik dan benar
b. Meningkatkan perhatian dan upaya peningkatan status gizi warga dari berbagai
institusi pemerintah dan swasta

c. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas gizi dalam merencanakan,


1
melaksanakan, membina, memantau dan mengevaluasi upaya perbaikan gizi

1
2

masyarakat
d. Terselenggaranya pelayanan gizi yang melibatkan partisipasi masyarakat
e. Terwujudnya rangkaian kegiatan pencatatan dan pelaporan gizi dan tersedianya
situasi pangan dan gizi

C. RUANG LINGKUP
Pelayanan gizi di Puskesmas Lohbener meliputi :
- Asuhan gizi rawat jalan
- Asuhan gizi masyarakat

D. DEFINISI OPERASIONAL

Gizi adalah salah satu sarana penunjang medis yang memberikan layanan untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit rawat inap dan rawat jalan,
untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, mengoreksi kelainan
metabolisme dalam upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif.
Standar pelayanan gizi adalah sumber yang berlaku sesuai dengan tingkat atau
kelas puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya yang menyelenggarakan
pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan
klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan
penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap
keadaan gizi pasien tersebut.
Tenaga profesional / formal gizi adalah tenaga yang mencakup : Tenaga Gizi
yang telah lulus pendidikan di bidang gizi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Standar Prosedur Operasional ( SPO ) adalah kumpulan instruksi, langkah –
langkah yang telah dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.
Ruangan : luas ruangan setiap kegiatan cukup menampung semua kegiatan
yang dipergunakan sesuai dengan standar ruangan gizi, aktifitas dan jumlah petugas
yang berhubungan dengan pasien untuk kebutuhan penyediaan makan pasien.
Semua ruangan harus mempunyai tata ruang yang baik sesuai alur pelayanan dan
sesuai dengan peraturan sarana dan prasarana puskesmas.
Bahan gizi : spesifikasi bahan makanan adalah standar bahan makanan yang
ditetapkan oleh unit/instalasi gizi sesuai dengan ukuran dan bentuk.

E. LANDASAN HUKUM
Sebagai dasar penyelenggaraan pelayanan gizi di Puskesmas diperlukan peraturan
3

perundang-undangan pendukung. Beberapa ketentuan perundang-undangan yang


digunakan adalah sebagai berikut:
1. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak
3. UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
4. PP No 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI Esklusif
5. Permenkes No 155 tahun 2010 tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS)
Bagi Balita
6. Permenkes No 23 tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
7. Permenkes No 25 tahun 2014 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Anak
8. Permenkes No 41 tahun 2014 tentang Upaya Pedoman Gizi Seimbang
9. Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
10. Permenkes No 88 tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah Darah Bagi
Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil
11. Permenkes No 97 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Kehamilan
12. Permenkes No 21 tahun 2015 tentang Standar Kapsul Vitamin A bagi Bayi,
Anak balita dan Ibu Nifas
13. Permenkes No 39 tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
14. Permenkes No 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Kabupaten/Kota
15. Permenkes No 51 tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi
16. Permenkes No 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
untuk Masyarakat Indonesia
17. Keputusan Mentreri Kesehatan Nomor 1995/Menkes/SK/VII/2010 Tentang
Standar Antropometri Penilaian Status Gizi

BAB II

STANDAR KETENAGAAN
4

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

Tenaga gizi puskesmas diharapkan telah mengikuti pelatihan terkait gizi seperti
pelatihan tatalaksana Anak Gizi Buruk (TAGB), pelatihan Konselor ASI, Pelatihan
Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA), Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan,
dll. Kegiatan dalam rangka perbaikan gizi yang menjadi tanggung jawab puskesmas
dilakukan oleh TPG dengan latar belakang pendidikan gizi. Apabila belum ada TPG
berlatar belakang pendidikan gizi, dapat dikerjakan oleh TPG yang bukan berlatar
belakang gizi, seperti sanitarian, perawat, bidan, atau tenaga kesehatan lainnya.

Tenaga gizi Puskesmas sebagai penanggung jawab asuhan gizi sekaligus sebagai
pelaksana asuhan gizi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:
a) Mengkaji status gizi pasien/klien berdasarkan data rujukan
b) Melakukan anamnesis riwayat diet pasien/klien
c) Menerjemahkan rencana diet ke dalam bentuk makanan yang disesuaikan dengan
kebiasaan makan serta keperluan terapi
d) Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada pasien atau keluarga
pasien
e) Melakukan kunjungan keliling baik sendiri maupun bersama dengan tim asuhan gizi
kepada pasien
f) Memantau masalah yang berkaitan dengan asuhan gizi kepada pasien bersama dengan
perawat
g) Mengevaluasi status gizi pasien secara berkala, asupan makanan, dab bila perlu
melakukan perubahan diet pasien berdasarkan hasil diskusi dengan Tim Asuhan Gizi
Puskesmas.
h) Mengkomunikasikan hasil terapi gizi dan memberikan saran kepada anggota Tim
Asuhan Gizi Puskesmas.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pengaturan dan penjadwalan tugas tenaga kesehatan gizi diatur oleh Koordinator
Gizi, mengetahui Kepala Satuan Pelaksana UKM dan Kepala Puskesmas yang sudah
diatur sesuai dengan tupoksi kerja masing-masing unit.

C. JADWAL KEGIATAN
Program gizi dilaksanakan setiap hari kerja mulai dari Senin-Kamis pukul 08.00
sampai pukul 14.00 WIB, Jumat-Sabtu Pukul 08.00 sampai pukul 12.00 WIB.

BAB III
STANDAR FASILITAS
5

A. SARANA DAN PRASARANA


Dalam melakukan pelayanan kesehatan gizi, dibutuhkan perlengkapan sebagai
berikut:
1. Alat dan bahan penunjang:
− Timbangan berat badan dewasa
− Timbangan berat badan anak
− Alat ukur tinggi badan
− Pita LILA
− Kartu Status POZI
− Kalkulator
− PMT Bumil
− PMT Balita
− Alat masak
2. Tempat:
− Ruang Konseling
3. Alat promkes:
− Leaflet
− Lembar balik
− Dan media lainnya

B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan program gizi meliputi
- Ruang Konseling

BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN
6

A. PELAYANAN GIZI PUSKESMAS


Upaya perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas merupakan salah satu upaya
kesehatan wajib yang harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas.
1. Tujuan
a. Tujuan umum: terciptanya sistem pelayanan gizi yang komperhensif `di
puskesmas yang menjadi dasar bagi pelaksanaan pelayanan gizi yang bermutu
dalam rangka mengatasi masalah gizi perorangan dan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas.
b. Tujuan Khusus :
1) Terlaksananya pelayanan gizi di dalam gedung yang berkualitas di
Puskesmas dan jejaringnya
2) Terlaksananya pelayanan gizi diluar gedung yang berkualitas di
Puskesmas dan jejaringnya.
3) Terlaksanya pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi yang baik
dipuskesmas dan jejaringnya.

B. PELAYANAN GIZI DI DALAM GEDUNG


Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung terdiri dari upaya promotif,
preventif dan kuratif serta rehabilitatif baik rawat jalan maupun rawat inap yang
dilakukan di dalam Puskesmas.
1. Pelayanan Gizi Rawat Jalan
a. Pengkajian Gizi
1) Data Antropometri: BB, TB/PB, LILA, LK, LP.
2) Data Pemeriksaan Fisik/Klinis: rambut, otot, kulit, dll.
3) Data Riwayat Gizi: frekuensi konsumsi makanan (kualitatif), recall 24 jam
(kuantitatif).
4) Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium: kadar gula darah, kolesterol, LDL,
HDL, dll.
b. Penentuan Diagnosa Gizi
c. Intervensi Gizi
1) Penentuan jenis diet sesuai kebutuhan gizi individual.
2) Edukasi Gizi.
3) Konseling Gizi.
d. Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi

C. PELAYANAN GIZI DI LUAR GEDUNG


Kegiatan pelayanan gizi di luar gedung ditekankan kearah promotif dan preventif
serta sasarannya adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
1. Edukasi Gizi
7

a. Tujuan: mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengacu pada


Pedoman Gizi Seimbang (PGS) dan sesuai dengan risiko/masalah gizi.
b. Sasaran: kelompok dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
c. Lokasi: Posyandu, Institusi Pendidikan, Kelas Ibu, Kelas Balita, Upaya
Kesehatan Kerja (UKK), dll.
2. Konseling ASI Eksklusif dan PMBA
a. Tujuan: meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga sehingga
bayi baru lahir segera diberikan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan meneruskan
ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. Sejak usia 6 bulan disamping
meneruskan ASI mulai diperkenalkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI),
selanjutnya tetap meneruskan ASI dan MP-ASI sesuai kelompok usia sampai
usia 24 bulan.
b. Sasaran: ibu hamil dan keluarga/ibu yang mempunyai anak usia 0-24 bulan.
c. Lokasi: Posyandu, kelas balita dan kelas ibu.
3. Konseling Gizi melalui Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
(Posbindu PTM).
a. Tujuan: mencegah dan mengendalikan factor risiko PTM berbasis masyarakat
sesuai dengan sumber daya dan kebiasaan masyrakat agar masyarakat dapat
mawas diri (awareness) terhadap factor risiko PTM.
b. Sasaran: masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia > 15 tahun.
c. Lokasi: Posbindu PTM, institusi pendidikan, di tempat tinggal dalam wadah
desa yang dilakukan minimal 1x dalam sebulan.
4. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu
a. Tujuan: untuk memantau status gizi balita menggunakan KMS atau buku
KIA.
b. Sasaran: kader Posyandu
c. Lokasi: Posyandu
5. Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A
a. Tujuan: untuk meningkatan keberhasilan kegiatan pemberian vitamin A
melalui pembinaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan
sehingga kegiatan pencegahan kekurangan vitamin A dapat berjalan dengan
baik.
b. Sasaran: bayi, balita dan ibu nifas.
c. Lokasi: Posyandu.
d. Ketentuan Pemberian Vitamin A:
1) Bayi 6-11 bulan diberikan vitamin A 100.000 SI warna biru, diberikan dua
kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
2) Balita 12-59 bulan diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah,
diberikan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
3) Bayi dan Balita Sakit: bayi usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan
yang sedang menderita campak, diare, gizi buruk, xeroftalmia diberikan
8

vitamin A dengan dosis sesuai umur.


4) Ibu Nifas (0-42 hari): pada ibu nifas diberikan 2 kapsul merah dosis
200.000 SI, 1 kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam
berikutnya.
6. Pengelolaan Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Ibu Hamil dan Ibu
Nifas.
a. Tujuan: meningkatkan keberhasilan emberian TD untuk kelompok masyarakat
yang rawan menderita anemia gizi besi, yaitu ibu hamil melalui pembinaan
mulai dari perencanaan, pelasanaan dan pemantauan sehingga kegiatan
pencegahan anemia gizi besi.
b. Sasaran: ibu hamil dan ibu nifas.
c. Lokasi: tempat praktek bidan, Posyandu
7. Edukasi Pencegahan Anemia pada Remaja Putrid an WUS
a. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan program
pencegahan anemia gizi besi pada kelompok sasaran
b. Sasaran kegiatan ini adalah Remaja Puteri WUS
c. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
d. Fungsi tenaga Gizi Pusksesmas dalam pengolahan manajemen pemberian
TTD antara lain :
1) Memberikan pendidikan gizi agar remaja puteri dan WUS
mengkonsumsi TTD secara mandiri
2) Apabila disuaru daerah prevalensi anemia ibu hamil >20% maka
tenaga gizi ouskesmas merencanakan kebutuhan TTD untuk remaja
puteri dan WUS dan melakukan pemberian TTD kepada kelompok
sasaran
3) Memantau kegiatan pemberian TTD oleh bidan diwilayah kerja
puskesmas
4) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi TTD di wilayah kerja
puskesmas
5) Ketentuan dalam pemberian TTD untuk remaja putrid an WUS
- Pencegahan : 1 tablet/hari selama haid dan 1 tablet/minggu
- Pengobatan : 1 tablet/hari sampai kadar Hb normal
8. Pengelolaan Pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan
a. MP-ASI
MP-ASI bufferstock adalah MP-ASI pabrikan yang disipakan oleh
Kementerian Kesehatan RI dalam rangka pencegahan dan penganggulangan
gizi terutama di daerah rawan gizi / keadaan darurat / bencana. MP-ASI
beffersctock didistribusikan secara bertingkat. Tenaga gizi puskesmas akan
mendistribusikan kepada masyarakat. Sasaran MP-ASI adalah baduta 6-24
bulan yang terkena bencana.
b. PMT Pemulihan
9

1) Sasaran : balita kurang gizi, balita pasca perawatan gizi buruk, ibu hamil
KEK (Kurang Energi Kronik)
2) PMT Pemulihan untuk balita gizi kurang adalah makanan ringan padat
gizi dengan kandungan 350-400 kalori energy dan 10-15 gram protein.
3) PMT Bumil KEK bufferstock diberikan dalam bentuk makanan padat gizi
dengan kandungan 500 kalori energy dan 15 gram protein
4) Lama pemberian PMT Pemulihan untuk balita dan ibu hamil KEK adalah
90 hari makan anak (HMA) dan 90 hari makan bumil (HMB)
Fungsi tenaga gizi puskesmsa dalam manajemen pemberian MP-ASI dan
PMT Bumil KEK antara lain :
1) Merencanakan kebutuhan MP-ASI dan PMT Bumil KEK untuk sasaran
selama satu tahun
2) Memantau kegiatan pemberian MP-ASI dan PMT Bumil KEK, diwilayah
kerja puskesmas
3) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi MP-ASI dan PMT Bumi KEK
wilayah kerja puskesmas.
9. Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM)
Pemulihan gizi berbasis masyarakt merupakan upaya yang dilakukan masyarakt
untuk mengatasi masalah gizi yang dihadapi dendan dibantuoleh tenaga gizi
puskesmas dan tenaga kesehatan lainnya. Pendirian PGBM tergantung kepada
besaran masalah gizi di daerah. Dalam pelaksanaan PGBM dapat merujuk kepada
besaran masalah gizi di daerah. Dalam pelaksanaan PGBM dapat merujuk buku
pedoman pelayanan gizi buruk Kementerian Kesehatan 2011
a. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan status gizi balita
b. Sasaran kegiatan ini adalah balita gizi buruk tanpa komplikasi
c. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di panti/pos pemulihan gizi
d. Fungsi tenaga gizi di PGBM adalah
1) Melakukan terapi gizi (konseling, pemberian makanan pemulihan gizi,
pemantauan status gizi, dll)
2) Memberikan bimbingan teknis kepada kader dalam melaksanakan
perbaikan gizi di Pos Pemulihan Gizi Berbasis masyarakat.
10. Surveilans Gizi
Kegiatan surveilens gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data
yang dilakukan secara terus menerus, penyajian serta diseminasi informasi bagi
Kepala Puskesmas serta lintas program dan lintas sector terkait di tingkat
kecamatan. Informasi dari kegiatan surveilens gizi dimanfaatkan untuk
melakukan tindakan segera maupun untuk perencanaan program jangka pendek,
menengah, maupun jangka panjang. Sebagai acuan bagi petugas gizi puskesmas
dalam melakukan surveilens gizi bisa menggunakan buku surveilens gizi,
Kemeterian Kesehatan RI, 2014.
a. Tujuan
10

1) Tersedianya informasi berkala dan terus menerus untuk mengetahui


masalah gizi dan perkembangan di masyarakat
2) Tersedianya informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab
masalah gizi dan factor terkait
3) Tersedianya informasi kecenderungan masalah gizi di suatu daerah
4) Menyedian informasi intervensi yang paling tepat untuk dilakukan
(bentuk, sasaran, dan tempat)
b. Lingkung data surveilens gizi antara lain :
1) Data status gizi
2) Data konsumsi makanan
3) Data cakupan program gizi
c. Sasaran : bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu
menyusui, pekerja serta lansia.
d. Dalam pelaksanaan surveilens gizi, tenaga gizi puskesmas berkoordinasi
dengan tenaga surveilens di Puskesmas dengan fungsi antara lain :
1) Merencanakan surveilens mulai dari lokasi, metode, cara melakukan, dan
penggunaan data
2) Melakukan surveilens giuzi meliputi mengumpulkan data, mengolah data,
menghasilkan data, menganalisa data, melaksanakan diseminasi informasi
3) Membina kader posyandu dalam pencatatan dan pelaporan kegiatan gizi di
posyandu
4) Melaksanakan intervensi gizi yang tepat
5) Membuat laporan surveilens gizi
e. Contoh kegiatan dalam surveilens gizi antara lain :
1) Pemantauan Status Gizi (PSG)
a) Tujuan : mengetahui status gizi masyarakat sebagai bahan
perencanaan
b) Sasaran : disesuaikan dengan kebutuhan setempat (bayi, balita, anak
usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui, pekerja serta
lansia)
2) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
a) Tujuan : tersedianya informasi secara terus menerus, cepat, tepat dan
akurat sebagai dasar penentuan tindakan dalam upaya untuk
pencegahan dan penanggulangan masalah gizi, selain itu bertujuan
untuk memantau situasi pangan dan gizi antar desa atau kelurahan
dalam 1 kecamatan
b) Sasaran : lintas program dan lintas sectoral di tingkat kecamatan di
wilayah kerja Puskesmas.
3) System kewaspadaan Dini – Kejadian Luar Biasa/SKD KLB Gizi Buruk
a) Tujuan : mengantisipasi kejadian luar biasa gizi buruk di suatu
wilayah pada kurun waktu tertentu
11

b) Sasaran : balita dan keluarga, posyandu


4) Pemantauan Konsumsi garam beryodium di rumah tangga
a) Memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam
beryodium yang memenuhi syarat di masyarakat. Dilaksanakan setiap
satu tahun sekali
b) Sasarannya adalah ibu rumah tangga
11. Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program
a. Tujuan : meningkatkan pencapaian indicator perbaikan gizi di tingkat
pusksesmas melalui kerjasama lintas sector dan lintas program
b. Sasaran : seksi pemberdayaan masyarakat kantor camat, penyuluh pertanian
lapangan, juru penerang kecamatan, TP KK, Dinas Pendidikan, kelurahan,
program KIA, bidan coordinator, tenaga sanitarian, tenaga promosi kesehatan,
perawat, sanitarian, juru imunisasi dan lain-lain
c. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam kerjasama lintas sector dan lintas
program adalah :
1) Merencanakan kegiatan sensitive yang memerlukan kerjasama
2) Mengidentifikasi sector dan program yang perlu kerjasama
3) Melakukan pertemuan untuk menggalang komitmen kerjsama
4) Melakukan koordinasi dalam menentukan indicator keberhasilan kerjsama
5) Mengkoordinasikan pelaksanaan kerjasama
6) Membuat laporan hasil kerjasama.

D. PROSES ASUHAN GIZI TERSANDAR (PAGT)


PAGT merupakan proses penanganan problem gizi yang sistematis dan akan
memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi. PAGT dilaksanakan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk puskesmas yang memiliki rawat inap ataupun rawat
jalan
1. Tujuan : mengembalikan pada status gizi baik dengan mengintervensi berbagai
factor penyebab. Keberhasilan PAGT ditentukan oleh efektivitas intervensi gizi
melalui edukasi dan konseling gizi yang efektif
2. Langkah – langkah
a. Asessment Gizi
1) Data yang digali dan perbandingannya dengan rujukan standar / kriteria
asuhan gizi
2) Persepsi, nilai dan motivasi pasien pada saat penyampaian masalah
3) Perubahan pemahaman, prilaku makanan dan hasil laboratorium dari
pasien (pada saat assessment)

b. Diagnosis Gizi
c. Intervensi Gizi
12

1) Tujuan dan target intervensi


2) Rekomendasi gizi yang spesifik bersifat individual
3) Penyesuaian dan justifikasi rencana terapi gizi
d. Monitoring dan evaluasi
1) Indicator spesifik yang diukur dan hasilnya
2) Perkembangan terhadap target/tujuan
3) Factor pendorong maupun penghambat dalam pencapaian tujuan
4) Hasil dampak positif/negative
5) Rencana tindak lanjut intervensi gizi, monitoring.

E. PELAKSANAAN GIZI BURUK RAWAT JALAN


 Penemuan anak gizi buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan
anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan fasilitas kesehatan
(puskesmas), hasil laporan masyarakat dan skrining aktif
 Penapisan anak gizi buruk, anak yang dibawa oleh orantuanya atau anak hasil
penapisan LILA <12.5cm, atau semua anak yang dirujuk dari posyandu (2T dan
BGM) maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua anak
diperiksa tanda-tanda komplikasi, semua anak diperiksa nafsu makan dengan cara
merecall makan anak melalui orang tua dalam 3 hari berutur-turut
 Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda : tampak
sangat kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema,
BB/PB atau BB/TB < -3SD, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa
komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan
 Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : tampak
sangat kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < - 3SD, LILA <
11,5 cm (untuk anak usia 6-59bulan) dan diserai darisalah satu atau lebih tanda
komplikasi media sebagai berikut : anoreksia, pneumonia berat, anemia berat,
dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak
dikategorkan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara
rawat inap
 Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut BB/TB <-2
s/d – 3SD, LILA 11.5 s/d 12.5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada
komplikasi medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT
Pemulihan
 Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik, dan nafsu makan membaik maka
penanganan anak tersebut dilakukan melalui rawat jalan.
 Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda-tanda komplikasi
medis, tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka
penanganan anak dengan pemberian PMT Pemulihan
 Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan
13

PMT Pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan fitemukannya salah satu


tanda komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ketiga
berat badan tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak
ada nafsu makan maka anak perlu penanganan secara rawat inap

1. Langkah pelaksanaan
a. Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana adalah tim palksana yang terdiri dari dokter, ahli gizi, perawat,
tenaga promosi kesehatan, bidan keluarahan. Dalam pelaksanaan rawat jalan
masyarakat yang dibantu oleh kader posyandu , anggota PKK, dan perangkat desa
Peran Tim Pelaksana
Dokter, melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis,
pemberia terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inap
Perawat, melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatan
Ahli Gizi, melakukan pemeriksaan antropometri, konseling, pemberian makanan
unruk pemulihan gizi, makanan siap saji, makanan formula.
Tenaga Promosi Kesehatan, melakukan penyuluhan PHBS, advokasi, sosialisasi
dan musyawarah masyarakat desa
Bidan di Desa, sebagai coordinator di wilayah kerjanya, melakukan skrining dan
pendampingan bersama kader
Kader, melakukan penemuan kasus, merujuk dan melakukan pendampingan
Anggota PKK, membanu menemukan kasis dan menggerakan masyarakat
Perangkat Desa, BPD/Dekel melaksanakan perencanaan anggaran dan
penggerakan masyarakat

2. Waktu dan Frekuensi Pelaksanaan


Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus gizi
kurang(-2SD sampai – 3SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi
sebagai berikut :
 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
 Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang dalam waktu 6 bulan dapat
melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan ketentuan sebagai berikut :
 Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau puskesmas Perawatan atau Pusat
Pemulihan Gizi (PPG)
 Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian
makanan tambahan dan konseling.

3. Alur pelayanan penanganan anak secara rawat jalan


Pendaftaran, pengisian data anak di kartu status di catat rekam medis
Pengukuran antropometri, penimbangan dilakukan setiap minggu dan pengukuran
14

panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan. Pengukuran antropometri dilakukan


oleh tim pelaksana dan hasilnya dicatat pada kartu status. Selanjutnya dilakukan
ploting pada grafik dengan tiga indicator pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U,,
BB/U, BB/PB atau BB/TB)

Pemeriksaan klinis, dokter melakukan anamnesa untuk mecari riwayat penyakit,


pemeriksaan fisik dan mendiagnosa penyakit serta menentukan ada atau tidak
penyakit penyerta, tanda klinis atau komplikasi.
Pemberian konseling
 Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak
 Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
 Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
 Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan
menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau
mengganti makanan

4. Pemberian paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi


a. Obat
 Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh
tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat.
 Vitamin A dosisi tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai
umur pada saat pertama kali ditemukan
b. Makanan untuk pemulihan gizi
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan local atau pabrikan
1) Jenis pemberian ada 3 pilihan : makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100
atau makanan local dengan densitas energy yang sama terutama dari lemak
2) Pemberian jenis makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan
(rehi\abilitasi) : 1 minggu pertama diberikan pemberian F100, minggu
berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan
makanan keluarga.
3) Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada
orangtua anak gizi buruk pada setiap kunjugnan sesuai kebutuhan hingga
kunjungan berikutnya.

5. Kunjungan Rumah
a. Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi
keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan
15

memberikan nasehat sesuai dengan masalah yang dihadapi


b. Dalam melakukan kunjugnan, tenaga kesehatan atau kader membawa kartu status,
checklist kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan
bahan penyuluhan.
c. Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status. Bagi anak
yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan.
d. Tenaga kesehatan atau kader melakukn kunjungan rumah pada anak gizi buruk
rawat jalan, bila berat badan anak sampai pada minggu ketiga tidak naik atau
turun dibandingkan dengan berat badan pada saat masuk (kecuali dengan anak
edema) dan anak yang 2 kali berturut-tuirut tidak dating tanpa pemberitahuan.
6. Rujukan dilakukan apabila anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta,
sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik, dan timbul edema baru.
7. Drop Out (DO)
DO dapat terjadi pada anak yang pindah alamat dan tidak diketahui, menolak
kelanjutan perawatan dan meninggal dunia. Anak menolak kelanjutan perawatan
dilakukan kunjungan rumah udiberikan motivasi bila tetap menolak diminta untuk
membuat pernyataan tertulis atas penolakan.
8. Makanan untuk pemulihan gizi
a) Prinsip
 Makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan padat energy yang diperkaya
dengan vitamin dan mineral
 Makanan untuk pemulihan gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa
pemulihan
 Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa F100, makanan gizi siap saji dan
makanan local. Makanan local dengan bentuk mulai dari makanan bentuk
cair, lumat, lembik, dan padat.
 Bahan dasar utama makanan untuk pemulihan gizi dalam F100 dan makanan
gizi siap saji adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang-kacangan, dan sumber
hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energy sebesar 30-60% dari total
kalori.
 Makanan local dengan kalori dengan kalori 200kkkal/kg BB perhari, yang
diperoleh dari lemak 30-60% dari total energy, protein 4-6g/Kg BB perhari
 Apabila akan menggunakan makanan local tidak dilakukan secara tunggal
tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.

b) Jumlah dan frekuensi


 Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kb BB perhari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama 1 minggu dalam bentuk makanan cair
(F100)
16

 Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB perhari, yang diberikan 5-7


kali pemberian/hari (F100)
 Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian
makanan secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan
menambah frekuensi makanan padat.
c) Cara penyimpanan makanan
 Untuk pemulihan gizi dalam bentuk F100 harus segera diberikan dan
dihabiskan. Makanan dalam bentuk cair tersebut hanya dapat disimpan dalam
suhu ruang maksimal 2 jam.
 Makanan untuk pemulihan gizi dalam bentuk kering yang diracik secara
terpisah oleh tenaga kesehatan puskesmas dapat disimpan maksimal 7 hari,
dan disimpan ditempat yang sejuk dan kering, aman, tertutup dan terhindar
dari cemaran dan binatang penggangu.
 Makanan untuk pemulihan gizi dalam kemasan agar diperhatikan masa
kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.

BAB V

LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan program gizi


direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas sektor sesuai dengan tahapan
kegiatan dan metode pemberdayaan yang akan dilaksanakan.
17

BAB VI

KESELAMATAN SASARAN

Dalam setiap kegiatan program gizi perlu diperhatikan keselamatan pasien dan
petugas, yakni dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang
dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran
harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
18

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 ) gizi merupakan bagian dari pengelolaan


gizi secara keseluruhan. Gizi adalah unit pelayanan dimana tempat kerjanya harus
terjamin dan aman dalam proses penyelenggaraan makanan banyak. Petugas harus
memahami keamanan gizi dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk
melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai SOP, serta
mengontrol bahan makanan secara baik menurut standar pelayanan gizi yang benar
19

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pemantapan Mutu ( quality assurance ) gizi adalah semua kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin mutu pelayanan terutama dibidang gizi. Pemantapan Mutu terbagi
menjadi 3 indikator :
a. Indikator proses : indikator yang mengukur elemen pelayanan yang disediakan oleh
institusi yang bersangkutan.
b. Indikator struktur : indikator yang menilai ketersediaan dan penggunaan fasilitas,
peralatan, kualifikasi professional, struktur organisasi yang berkaitan
dengan pelayanan yang diberikan.
c. Indikator outcome : indikator untuk menilai keberhasilan intervensi gizi
20

yang diberikan.

BAB IX

PENUTUP

Pedoman pelayanan gizi ini dilakukan sebagai acuan bagi petugas gizi puskesmas
Kebon Jeruk dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan gizi di Puskemas Rawat
Inap maupun rawat jalan.
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar advokasi bagi pemegang
kebijakan untuk peningkatan mutu pelayanan gizi di Puskesmas Kebon Jeruk. Selain
tenaga gizi puskesmas, pedoman ini juga sangat tepat digunakan untuk pengelolaan
program gizi di Kabupaten/Kota dan Provinsi terutama dalam perencanaan penyusunan
program gizi.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Pedoman
Pelayanan Gizi di Puskesmas. Jakarta: 2014.
2. Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Pedoman
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Konsumsi Garam Beriodium Untuk Semua
(KGBS) di Rumah Tangga. Jakarta: 2011.
3. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta: 2014.
22

Anda mungkin juga menyukai