Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Lemak
B. Tujuan
Mengenal beberapa sifat lemak
II. TINJAUAN PUSTAKA

Lemak adalah ester yang terbentuk dari gliserol dengan asam lemak, dimana
ketiga gugus hidroksilnya dieterkan. Lemak dapat didefinisikan sebagai senyawa
organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik non polar (Fessenden dan Fessenden, 1986). Lemak dan minyak adalah
senyawa lipida yang paling banyak di alam. Perbedaan antara keduanya adalah
perbedaan konsistensi/sifat fisik pada suhu kamar, yaitu lemak berbentuk padat
sedangkan minyak berbentuk cair. Perbedaan titik cair dari lemak disebabkan
karena perbedaan jumlah ikatan rangkap, panjang rantai karbon, bentuk cis dan
trans yang terkandung di dalam asam lemak tidak jenuh (Sartika, 2008).
Menurut Mantogomery (1993), lemak merupakan senyawa organik yang sukar
larut dalam pelarut organik seperti eter, benzena, dan kloroform. Lemak yang
merupakan kelompok ikatan organik ini terdiri atas unsur-unsur Carbon (C),
Hidrogen (H), Oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut
tertentu (zat pelarut lemak). Dalam tubuh manusia, lemak berfungsi sebagai
komponen struktural membran sel, sebagai bentuk penyimpanan energi, sebagai
bahan bakar metabolik, dan sebagai agen pengemulsi.

Lemak adalah salah satu komponen makanan multifungsi yang sangat penting
untuk kehidupan. Selain memiliki sisi positif, lemak juga mempunyai sisi negatif
terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi,
bagian dari membran sel, menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-
organ tubuh serta pelarut vitamin A, D, E, dan K (Sartika, 2008).

Menurut Sudarmadji (1989), lemak dan minyak merupakan senyawa organik


yang sangat penting terdapat dalam makanan, karena dapat langsung dicerna dalam
tubuh manusia menjadi sumber energi. Lemak dan minyak tidak hanya dikenal
sebagai sumber makanan manusia, tapi merupakan bahan baku lilin, margarin,
detergen, kosmetik, obat-obatan, dan bahan pelumas, yang diolah dengan proses
yang berbeda.
Sifat-sifat lemak menurut Almatsier (2002), adalah berat jenis lemak lebih
rendah daripada air, oleh karena itu air dan lemak tidak dapat bercampur sehingga
lemak akan berada di atas dan air berada dibawah. Semakin banyak mengandung
asam lemak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh, maka konsistensi lemak akan
semakin cair. Sebaliknya semakin banyak mengandung asam lemak jenuh dan
rantai panjang maka konsistensi lemak akan semakin padat. Sifat fisika lemak dan
minyak adalah tidak larut dalam air, hal ini disebabkan oleh adanya asam lemak
berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus polar. Viskositas lemak dan
minyak akan bertambah dengan bertambahnya panjang rantai karbon (Deman,
1997).

Lemak tersusun dari asam-asam lemak dan suatu polihidroksi (gliserol). Asam
lemak adalah asam karboksilat rantai panjang yang dapat mengandung ikatan
rangkap (tidak jenuh) dan jenuh. Lemak yang mengandung ikatan rangkap
dinamakan minyak. Lemak dan minyak berfungsi sebagai cadangan energi
metabolit. Konsumsi lemak tak jenuh, seperti minya kelapa sawit dapat mengurangi
kadar kolesterol dalam tubuh. Lemak dan minyak dapat dihidrolisis dengan suatu
basa alkali membentuk sabun (Suhardjo dan Kusharto, 1992).

Menurut Lehninger (1998), asam lemak adalah asam organik berantai panjang
yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak mempunyai gugus
karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon non polar yang panjang yang menyebabkan
kebanyakan lipid bersifat tidak larut di dalam air dan tampak berminyak atau
belemak. Asam lemak tidak terdapat secara bebas atau berbentuk tunggal di dalam
sel atau jaringan, tetapi terdapat dalam bentuk yang terikat secara kovalen pada
berbagai kelas lipida yang berbeda, asam lemak dapat dibebaskan dari ikatan ini
oleh hidrolisis kimia atau enzimatik.

Asam lemak tidak jenuh yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan tidak jenuh
(rangkap) baik tunggal maupun ganda. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah
rusak apabila terkena panas. Asam lemak yang bersifat jenuh yaitu asam lemak
dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau
lemak yang berasal dari hewan (Moehji,1992).
Menurut Chang (2005), lemak dan minyak adalah nama untuk senyawa dalam
kelompok yang sama, yang disebut trigliserida, yang mengandung 3 gugus ester
dimana R, R’, dan R” mewakili rantai hidrokarbon yang panjang.

Gambar 1. Struktur Trigliserida

Pada proses pembentukannya, trigliserida merupakan proses kondensasi satu


molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya ketiga asam
lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul
air.

Gambar 2. Pembentukan Trigliserida

Kalau R1 = R2 = R3 maka trigliserida yang terbentuk adalah trigliserida


sederhana (simple triglycerida) sebaliknya kalau berbeda-beda adalah trigliserida
campuran (mixet triglycerida) (Sudarmadji, 1989).

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengelmusi, terdiri
dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium
atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara
kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.
Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras, sedangkan sabun
yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (Zulkifli dan Estiasih, 2014).
Menurut Permono (2001), sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang
terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar,
bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat
ilmiah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan atau
pakaian. Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti
natrium stearat, C17H35COONa+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari
kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan air.
Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun
(Achmad, 2004).

Menurut Naomi, dkk. (2013), sabun dihasilkan melalui reaksi saponifikasi.


Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak, dan
reaksi saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasil mula-mula dari
penyabunan adalah karboksilat karena campurannya bersifat basa. Setelah
campuran diasamkan, karboksilat berubah menjadi asam karboksilat.

Saponifikasi merupakan salah satu pemurnian secara fisik. Saponifikasi


dilakukan dengan menambahkan basa pada minyak yang akan dimurnikan.
Penambahan basa pada proses saponifikasi akan bereaksi dengan lemak bebas
membentuk sabun yang mengendap dengan membawa serta lendir, kotoran, dan
sebagian zat warna. Saponifikasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam
lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemakbebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock)
(Zulkifli dan Estiasih, 2014).

Sabun membersihkan dengan bertindak sebagai emulsi. Cara kerja sabun yakni
pada bagian hidrofob (tidak mudah larut dalam air) molekul sabun masuk ke dalam
lemak, sedangkan ujungnya yang bermuatan negatif ada di bagian luar. Oleh karena
adanya gaya tolak antara muatan listrik, maka kotoran akan terpecah menjadi
partikel-partikel kecil dan membentuk emulsi. Dengan demikian kotoran mudah
terlepas dari kain atau benda lain (Poedjiadi, 2005).
Menurut Sari, dkk. (2010), sabun adalah senyawa yang dapat menurunkan
tegangan permukaan air. Sifat ini menghilangkan dan mengusir kotoran dan
minyak. Setelah kotoran dan minyak dari permukaan serat, sabun menolong
mencucinya karena struktur kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) yang
bersifat hidrofil (senang air) sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (benci
air). Rantai hidrokarbon larut dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air.
Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci.

Menurut Marsidi (2001), air sadah adalah istilah yang digunakan pada air yang
mengandung kation penyebab kesadahan. Pada umumnya kesadahan disebabkan
oleh adanya logam-logam atau kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn,
Ca, dan Mg, tetapi penyebab utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg). Pada air sadah, sabun menjadi kurang efektif karena salah satu
bagian dari molekul sabun diikat oleh unsur Ca/Mg.

Uji sifat lemak terbagi menjadi 5 bagian yaitu:

1. Pembuatan garam
Sabun merupakan suatu bahan kimia yang lazim digunakan masyarakat
untuk berbagai keperluan sehari-hari. Dilihat dari sudut pandang kimiawi,
sabun merupakan garam dari asam lemak yang memiliki rantai panjang.
Garam ini terbentuk bila lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali
sehingga gugus ester dari lemak tersebut dapat terkonversi menjadi gliserol
dan garam asam lemak. Reaksi pembuatan sabun yang disebut sebagai
reaksi saponifikasi akan menghasilkan sabun sebagai produk utama dan
produk samping berupa gliserol (Poedjiadi, 1994). Secara kimiawi, reaksi
saponifikasi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Gambar 3. Reaksi saponifikasi

2. Hidrolisa sabun
Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam
lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Hidrolisis
sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil
dari C14) (Winarno, 1992). Dengan proses hidrolisa, lemak akan terurai
menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan
menggunakan asam, basa, dan enzim tertentu. Dalam proses hidrolisa,
lemak atau minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Reaksi hidrolisa dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau
lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak
tersebut (Ketaren, 2008).
3. Emulsi lemak
Menurut Winarno (1984), emulsi adalah suatu disperse atau suspense suatu
cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut
tidak saling berbaur tetapi saling antagonistic. Air dan minyak merupakan
cairan yang tidak saling berbaur, tetapi saling terpisah karena mempunyai
berat jenis yang berbeda. Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian
utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari buti-butir yang
biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua, disebut media pendispersi yang
juga dikenal sebagai continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan
bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak
tadi tetap tersuspensi di dalam air. Senyawa ini molekul-molekulnya,
mempunyai afinitas terhadap kedua cairan itu. Daya afinitasnya harus
parsial dan tidak sama terhadap kedua cairan itu. Menurut Hart, dkk. (2003),
bahwa apabila pada suatu bahan yang diujikan terdapat lemak maka akan
mengalami emulsi dengan sempurna yang ditunjukan dengan adanya
endapan (emulsi). Menurut Poedjiadi (1994), bahwa sabun digunakan
sebagai bahan pembersih kotoran terutama kotoran yang bersifat lemak atau
minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau minyak.
4. Ketidakjenuhan lemak
Reagensia permanganat merupakan uji bayer untuk ketidakjenuhan dalam
senyawa yang tak diketahui strukturnya. Larutan uji (KMnO4) berwarna
ungu. Ketika reaksi berjalan, warna ungu menghilang dan nampak endapan
MnO2 coklat (Fessenden dan Fessenden, 1982). Pada uji bayer ini dilakukan
dengan mencampurkan larutan KMnO4. Hasil yang positif adalah hilangnya
warna ungu dari larutan kalium permanganat (Wilbraham, 1992).
5. Pembuatan asam minyak
Pada proses pembuatan asam minyak, akan dihasilkan pula asam minyak
dapat dibentuk dari pereaksian sabun dengan suatu senyawa asam tertentu.
Misalnya saja dengan menambahkan larutan asam klorida yang merupakan
larutan asam kuat. Beda halnya dengan minyak yang berwujud cair, asam
minyak memiliki wujud yng berupa padatan, sehingga asam minyak dapat
dengan mudah dibedakan dari minyak berdasarkan identifikasi
penampakannya. Pada proses pembuatan asam minyak akan dihasilkan pula
suatu produk sampingan berupa garam (Hadi dan Purba, 1991).
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Tabung reaksi 1. Larutan CH3COOH 5%
2. Rak tabung reaksi 2. Larutan CaCl2 1%
3. Pipet tetes 3. Larutan MgSO4 1%
4. Pro pipet 4. Larutan Pb asetat 1%
5. Pipet ukur 5. Larutan sabun
6. Vortex 6. Aquades
7. Gelas beker 7. Indikator Phenolphtalein
8. Plat tetes 8. Minyak
9. Gelas ukur 9. Larutan Eter
10. Indikator universal 10. Larutan KMnO4 0,1 N
11. Gelas pengaduk 11. HCl pekat
12. Kertas lakmus
13. Kertas label

B. Cara Kerja
1. Pembentukan garam
Larutan sabun diambil sebanyak 30 ml lalu dimasukkan ke dalam gelas
beker. pH pada larutan sabun diperiksa dengan kertas lakmus. Jika pH pada
larutan sabun sudah netral, maka larutan sabung langsung dimasukkan ke
dalam 3 tabung reaksi sama rata. Apabila pH larutan sabun belum netral,
maka larutan sabun ditambah larutan CH3COOH 5% sampai pH nya netral.
Larutan sabun dengan pH netral dimasukkan ke 3 tabung reaksi. Larutan
sabun sebanyak 5 ml dimasukkan ke masing-masing tabung reaksi. Pada
tabung pertama, larutan sabun ditambah 7 tetes larutan CaCl2 1%. Tabung
kedua, ditambah 7 tetes larutan MgSO4 1%. Tabung ketiga ditambah 7 tetes
Pb asetat 1%. Perubahan yang terjadi pada masing-masing larutan diamati.
2. Hidrolisa sabun
Larutan sabun sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 5 ml aquades dan ditambah indikator PP sebanyak
3 tetes. Tabung reaksi divortex. Perubahan yang terjadi pada larutan
diamati.
3. Sifat emulsi lemak
Pada tabung reaksi pertama, ditambah aquades sebanyak 2 ml dan
ditambah 5 tetes minyak lalu didiamkan. Pada tabung reaksi kedua,
ditambah 2 ml aquades kemudian ditambah 5 tetes minyak dan ditambah 2
ml larutan sabun lalu didiamkan. Perubahan yang terjadi pada larutan
diamati.
4. Sifat ketidakjenuhan lemak
Minyak sebanyak 2 ml dan larutan eter sebanyak 5 ml dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Lalu tabung reaksi divortex. Setelah divortex,
ditambahkan larutan KMnO4 0,1 N sebanyak 3 tetes. Perubahan pada
larutan diamati.
5. Pembuatan asam minyak
Larutan sabun sebanyak 5 ml dimasukkan ke tabung reaksi. Kemudian
ditambah larutan HCl pekat sebanyak 3 ml. Tabung reaksi divortex lalu
didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan percobaan pembentukan garam yang telah dilakukan,
didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 1.
LARUTAN WARNA ENDAPAN GARAM
AWAL AKHIR
CaCl2 Putih keruh Putih keruh +++

MgSO4 Putih keruh Putih keruh +

Pb asetat Putih keruh Putih keruh ++

Berdasarkan percobaan hidrolisa sabun yang telah dilakukan, didapatkan


hasil yang dapat dilihat pada tabel 2.
LARUTAN SABUN WARNA
AWAL AKHIR
Ditambah phenolphtalein Bening Ungu. Ada buih warna
putih

Berdasarkan percobaan ketidakjenuhan lemak yang telah dilakukan,


didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 3.
LARUTAN SABUN WARNA
AWAL AKHIR
Ditambah KMnO4 Bening kekuningan Bening kekuningan.
Ada endapan cokelat.
Berdasarkan pecobaan emulsi lemak yang telah dilakukan, didapatkan
hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.
MINYAK WARNA EMULSI KETERANGAN
1. Aquades 2 ml + Bening Ada Ada emulsi,
5 tetes minyak bentuk cekung
2. Aquades 2 ml + Putih keruh Ada Ada emulsi
5 tetes minyak + sedikit, bentuk
2 ml larutan menggumpal
sabun

Berdasarkan percobaan pembuatan asam minyak yang telah dilakukan,


didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.
LARUTAN WARNA KETERANGAN
Sabun + HCl pekat Putih keruh Terbentuk 2 lapisan

B. Pembahasan
Percobaan pembentukan garam adalah percobaan pertama yang dilakukan.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui reaksi pembentukan
garam. Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu larutan
sabun dimasukkan ke gelas beker lalu pH larutan sabun ditentukan dengan
kertas lakmus. Apabila larutan sabun belum mencapai pH netral, maka langkah
selanjutnya ditambahkan larutan CH3COOH sedikit demi sedikit hingga pH
menjadi netral. Tujuan dari penambahan CH3COOH yaitu untuk menetralkan
larutan sabun yang bersifat basa. Pencampuran larutan sabun dengan asam
asetat (CH3COOH) dilakukan karena garam akan bercampur dengan larutan
yang bersifat non-polar. Larutan sabun dengan pH netral diperlukan supaya
tidak mengganggu reaksi pembentukan garam.
Larutan sabun dengan pH netral dimasukkan ke 3 tabung reaksi. Pada
tabung reaksi pertama ditambahkan CaCl2 1%, tabung kedua ditambah
MgSO4 1% dan tabung ketiga ditambahkan Pb asetat 1%. Fungsi dari ketiga
larutan tersebut yaitu sebagai larutan pembentuk garam yang berfungsi
mengekstrasi asam lemak pada larutan sabun.
Sebelum ditetesi CaCl2 1% sebanyak 7 tetes, larutan berwarna putih keruh.
Setelah ditetesi CaCl2 1% warna larutan tetap putih keruh. Setelah larutan
didiamkan, terdapat endapan garam yang banyak (+++). Endapan berasal dari
pembentukan ikatan Ca+ dengan larutan sabun. Endapan yang terbentuk pada
tabung reaksi pertama menunjukkan adanya pembentukan garam. Reaksi yang
terjadi adalah:

2C17H35COONa + CaCl2 2 NaCl + Ca (C17H35COO)2


Pada tabung reaksi kedua, sebelum ditetesi 7 tetes larutan MgSO4 1 %
larutan berwarna putih keruh. Setelah ditetesi larutan MgSO4 larutan tidak
berubah warna dan terbentuk endapan yang sedikit (+) dibandingkan dengan
kedua larutan lainnya. Reaksi yang terjadi adalah :
2C17H35COONa + MgSO4 Na2SO4 + Mg(C17H35COO)2
Pada tabung reaksi ketiga, sebelum ditetesi 7 tetes larutan Pb asetat 1%
larutan berwarna putih keruh. Setelah ditetesi larutan Pb asetat 1% tetap
berwarna putih keruh dan terbentuk endapan yang sedang (++). Reaksi yang
terjadi adalah :
2C17H35COONa + Pb(CH3COOH)2 2CH3COONa+Pb(C17H35COO)2
Ketika menambahkan 7 tetes larutan CaCl2, MgSO4, dan Pb asetat endapan
yang terbentuk di ketiga tabung reaksi belum terlalu terlihat. Tetapi ketika
ditambah kembali 7 tetes CaCl2, MgSO4, dan Pb asetat lalu divortex, endapan
baru jelas terlihat.
Diantara ketiga tabung reaksi, yang paling banyak menghasilkan endapan
adalah tabung reaksi yang ditetesi larutan CaCl2. Endapan yang terbentuk
mengindikasi kelarutannya. Semakin banyak endapannya maka semakin
rendah kelarutannya, begitu pula sebaliknya. Tabung didiamkan sebentar
hingga terbentuk endapan bertujuan agar larutan dapat bereaksi dengan baik.
Percobaan kedua adalah hidrolisa sabun. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui proses hidrolisa sabun. Fungsi dari penambahan akuades ini adalah
sebagai pelarut polar yang memisahkan antara air sabun dan lemak yang
terlarut di dalamnya, dapat memutuskan ikatan rangkap, membuat larutan
sabun semakin tidak jenuh serta sebagai pengencer. Fungsi dari indikator
phenolphtalein (PP) yaitu sebagai indikator untuk membuktikan bahwa larutan
tersebut bersifat basa atau tidak. Sebelum larutan ditambah indikator PP,
larutan berwarna bening. Setelah ditambah indikator PP dan divortex, larutan
berubah warna menjadi ungu dan muncul buih berwarna putih. Dengan
munculnya warna pink, artinya terdapat basa dalam larutan (Day dan
Underwood, 1989). Pada percobaan hidrolisa sabun ini juga dilakukan
pengocokan dengan vortex yang bertujuan agar larutan yang terdapat di dalam
tabung reaksi tercampur secara merata dan larutan dapat berubah warna secara
sempurna. Reaksi yang terjadi adalah :
RCOONa + H2O RCOO- + NaOH
RCOO + H2O RCOOH + OH-
(Lemak) (basa)
Percobaan ketiga adalah ketidakjenuhan lemak. Percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui sifat ketidakjenuhan lemak. Larutan yang digunakan pada
percobaan ini adalah eter, KMnO4, minyak. Fungsi dari larutan eter yaitu
sebagai pelarut non-polar untuk melarutkan minyak. Fungsi penambahan
KMnO4 adalah untuk oksidator yang memecah ikatan rangkap lemak (lemak
tak jenuh) menjadi ikatan tunggal (asam lemak jenuh).
Larutan pada percobaan ketidakjenuhan lemak sebelum ditambah KMnO4
berwarna bening kekuningan. Setelah ditambah KMnO4 tetap berwarna bening
kekuningan dan terdapat endapan berwarna cokelat. Endapan tersebut adalah
MnO2 sebagai indikasi adanya sifat ketidakjenuhan lemak, karena dari ikatan
tak jenuh mampu dioksidasi oleh KMnO4 menjadi ikatan tunggal yang
menghasilkan MnO4. Selain itu fungsi dari pengocokan yang dilakukan dengan
vortex agar larutan benar-benar bercampur, sehingga minyak terlarut dalam
eter. Reaksi yang terjadi adalah:

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH CH3(CH2)7CH-CH(CH2)7COOH
CH CH
Pada percobaan ketidakjenuhan lemak sudah sesuai dengan teori. Karena,
menurut Fessenden dan Fessenden (1982), reagensia permanganat merupakan
uji bayer untuk ketidakjenuhan dalam senyawa yang tak diketahui strukturnya.
Larutan uji (KMnO4) berwarna ungu. Ketika reaksi berjalan, warna ungu
menghilang dan nampak endapan MnO2 coklat.
Percobaan yang keempat adalah emulsi lemak. Percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui sifat emulsi lemak. Untuk mengetahui sifat emulsi lemak
larutan yang dibutuhkan adalah minyak, aquades, dan larutan sabun. Fungsi
dari larutan sabung yaitu sebagai emulsifier. Menurut Sari dkk. (2010), sabun
adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini
menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran dan minyak
dari permukaan serat, sabun menolong mencucinya karena struktur kimianya.
Bagian akhir dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil (senang air) sedangkan
rantai karbonnya bersifat hidrofobik (benci air). Rantai hidrokarbon larut
dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau
teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci.
Pada tabung reaksi pertama yang berisi aquades sebanyak 2 ml dan 5 tetes
minyak sebelum didiamkan berwarna bening. Setelah didiamkan beberapa saat
pada larutan terbentuk emulsi yang berbentuk cekung. Pada tabung reaksi
kedua yang berisi aquades sebanyak 2 ml, 5 tetes minyak, dan 2 ml larutan
sabun sebelum didiamkan larutan berwarna putih keruh. Setelah didiamkan
beberapa saat pada larutan terbentuk emulsi yang sedikit dan bentuknya
menggumpal. Reaksi yang terjadi adalah:

C17H35COO- + OH- C17H35COOH + OH-

Percobaan yang kelima adalah pembuatan asam minyak. Larutan yang


digunakan adalah larutan sabun dan HCl pekat. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui proses pembutan asam minyak. Penambahan lautan HCl pekat ini
bertujuan untuk memisahkan minyak dengan sabun atau untuk memutuskan
ikatan rangkap pada asam minyak. Ion Cl- dari HCl akan berikatan dengan ion
Na+ dari larutan sabun. Pengocokan dengan vortex bertujuan untuk
menghomogenkan larutan supaya rantai rangkap asam minyak benar-benar
putus, selain itu untuk membebaskan asam-asam lemak dari garam-garamnya.
Setelah divortex, pada larutan akan terbentuk dua lapisan. Lapisan atas
merupakan lemak yang teremulsi dan lapisan bawah adalah larutan HCl.
Pendiaman larutan selama beberapa saat bertujuan agar larutan membentuk
emulsi yang nantinya akan terlihat. Saat sabun ditambah asam kuat akan
menghasilkan asam lemak dan garam. Reaksi kimianya adalah :

C17H35COONa + HCl 2C17H35COOH + NaCl


V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan Lemak yang dilakukan, maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa:
1. Dilihat dari sudut pandang kimiawi, sabun merupakan garam dari asam
lemak yang memiliki rantai panjang. Garam ini terbentuk bila lemak atau
minyak dipanaskan dengan alkali sehingga gugus ester dari lemak tersebut
dapat terkonversi menjadi gliserol dan garam asam lemak.
2. Dengan proses hidrolisa, lemak akan terurai menjadi asam lemak dan
gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, dan
enzim tertentu.
3. Apabila pada suatu bahan yang diujikan terdapat lemak maka akan
mengalami emulsi dengan sempurna yang ditunjukan dengan adanya
endapan (emulsi). Lemak dapat teremulsi dalam larutan emulsifier. Hal ini
dibuktikan dengan percobaan, dimana lemak hanya dapat teremulsi dalam
larutan emulsifier.
4. Ketidakjenuhan lemak diujikan melalui percobaan, dimana membentuk
endapan MnO2 yang merupakan indikasi adanya asam leak menjadi jenuh
dengan ikatan tunggal.
5. Proses pembuatan asam minyak, akan dihasilkan pula asam minyak dapat
dibentuk dari pereaksian sabun dengan suatu senyawa asam tertentu.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan Edisi 1. Andi Offset, Yogyakarta.
Almatsier, S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid I. Erlangga, Jakarta.
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga,
Jakarta.
Deman, J.M., 1997, Kimia Makanan. Penerbit ITB, Bandung.
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga,
Jakarta.
Fessenden, R. J dan J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta
Hadi, S., dan Purba, M. 1991. Ilmu Kimia Karbon. Erlangga, Jakarta.
Hart, H., Craine, L.E., Hart, D.J. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat.
Erlangga, Jakarta.
Ketaren, S. 2008 . Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lehninger.1998. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Mantogomery, R. 1993. Biokimia. UGM Press Yogyakarta.
Marsidi, R. 2001. Zeolit untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 2(1):1-10.
Moehji, S. 1992. Ilmu Gizi. Bhratara, Jakarta.
Naomi, P., Gaol, A.M.L., dan Toha, M.Y. 2013. Pembuatan Sabun Lunak dari
Minyak Goreng Bekas Ditinjau dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik
Kimia. 19(2):42-48.
Permono, A. 2001. Pembuatan Sabun Mandi Padat. Swadaya, Jakarta.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat. PT. Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Sari, T.I., Kasih, J.P., dan Sari, T.J.N. 2010. Pembuatan Sabun Padat dan Sabun
Cair dari Minyak Jarak. Jurnal Teknik Kimia. 17(1):28-33.
Sartika, R.A.D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh , Tidak Jenuh dan Asam
Lemak Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
2(4):154-160.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Yogyakarta.
Suhardjo., Kusharto, C.M. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Kanisius,
Yogyakarta.
Wilbraham, C. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit ITB,
Bandung.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta
Zulkifli, M., dan Estiasih, T. 2014. Sabun dari Salisilat Asam Lemak Minyak
Sawit: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):170-177.
LAMPIRAN

Gambar 1. Hasil uji pembuatan garam (CaCl2) Gambar 2. Pembuatan garam (Pb asetat)

Gambar 3. Hasil uji pembuatan garam MgSO4 Gambar 4. Pembuatan asam minyak

Gambar 4. Hidrolisa sabun setelah ditambah PP dan vortex.

Anda mungkin juga menyukai