Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lipid

Lipid adalah komponen sel yang tidak larut dalam air memiliki struktur

yang beragam yang bisa dilarutkan oleh pelarut nonpolar (Nelson and Cox, 2008).

Lipida mempunyai beberapa fungsi di antaranya ialah sebagai: komponen

structural membrane, sumber energi, lapisan pelindung dan sebagai vitamin dan

hormone. Pada umumnya klasifikasi lipida didasarkan atas kerangka dasarnya dan

dibedakan menjadi lipida kompleks dan lipida sederhana. Golongan pertama dapat

dihidrolisis sedangkan golongan kedua, tidak dapat dihidrolisis. Lipida kompleks

dibagi menjadi L-triasil gliserol, fosfolipida, sfingolipida, dan lilin

(Martoharsono, 2015).

Tidak seperti karbohidrat dan sebagian kelas-kelas lain dari senyawa, lipid

tidak memiliki kesamaan fitur struktural yang berfungsi sebagai dasar untuk

menentukan senyawa tersebut. Sebaliknya, karakterisasi mereka adalah

berdasarkan karakteristik kelarutan. Sebuah lipid adalah senyawa organik yang

ditemukan dalam organisme hidup yang tidak larut (atau hanya sedikit larut)

dalam air tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar. Ketika bahan biokimia

(manusia, hewan, atau jaringan tanaman) dihomogenisasi dalam blender dan

dicampur dengan pelarut organik nonpolar, zat yang larut dalam pelarut adalah

lipid (Stroker, 2007).

2.1.1 Minyak

Minyak adalah campuran triasilgliserol yang cair pada suhu kamar

(25 °C). Umumnya, minyak yang diperoleh dari sumber tanaman. Minyak
terbentuk secara alami dari campuran kompleks molekul triasilgliserol dengan

berbagai jenis, karena lemak dan minyak adalah campuran, tidak ada lemak atau

minyak dapat diwakili oleh bahan kimia tertentu dengan rumus tunggal. Banyak

asam lemak yang berbeda diwakili dalam molekul triasilgliserol dalam campuran.

Komposisi sebenarnya dari lemak atau minyak bervariasi bahkan untuk spesies

yang diperoleh. Komposisi tergantung pada kedua faktor yaitu makanan dan

iklim. Misalnya lemak yang diperoleh dari babi yang makan jagung memiliki

komposisi keseluruhan berbeda dari lemak diperoleh dari babi yang makan

kacang. biji rami tumbuh di iklim hangat memberikan minyak dengan berbeda

komposisinya dari yang diperoleh dari biji rami tumbuh di iklim dingin

(Stroker, 2007).

Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk

golongan lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk

minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter,

benzena, kloroform) atau sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut air

(Sudarmadji dkk., 2003).

2.1.2 Lemak

Lemak alami adalah campuran kompleks dari molekul triasilgliserol di

mana dengan berbagai jenis. Lemak yang merupakan campuran triasilgliserol

yang padat atau semi-padat pada suhu kamar (25 °C). Umumnya, lemak yang

diperoleh dari sumber hewani (Stroker, 2007).

Asam lemak jenuh yang terbanyak adalah beratom C16 dan 18 dan yang

tidak jenuh adalah C18. Ikatan ganda (rangkap) kalau hanya sebuah terdapat pada

atom nomor 9, bilamana terdapat lebih dari satu, maka ikatan atom C rangkap
berikutnya terjadi dengan antara tiga buah atom C (9 antara 3 buah, ikatan

berikutnya adalah 12 dan seterusnya). Ikatan rangkap yang lebih dari satu selalu

dipisahkan dengan gugus metilena –CH2–. Pada umumnya asam lemak yang tidak

jenuh ikatan rangkapnya adalah cis. Dengan demikian maka asam lemak tidak

jenuh yang mengandung banyak ikatan ganda akan membelok dan menutup.

Dalam cairan yang mengandung asam lemak dikenal peristiwa “tengik”, bau yang

khas ini disebabkan karena adanya senyawa campuran asam keto dan asam

hidroksiketo yang berasal dari dekomposisi asam lemak yang terdapat dalam

cairan itu. Sampai sekarang reaksi menjadi tengik dikenal sebagai reaksi asam

lemak tidak jenuh. Reaksi oksigen dengan asam lemak tidak jenuh dikenal dengan

nama oto-oksidasi melalui mekanisme mulai reaksi radikal bebas. Lilin adalah

senyawa yang berbentuk ester asam lemak dengan alkohol bukan gliserol. Pada

umumnya asam lemaknya adalah asam palmitat dan alkoholnya mempunyai atom

C sebanyak 26-34, contohnya adalah mirisil palmitat (Martoharsono, 2015).

Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang

sama polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan. Polaritas bahan dapat

berubah karena adanya perubahan kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan

KOH berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya

sehingga mudah larut dan diekstraksi dengan air. Ekstrak asam lemak yang

terionisasi ini dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat encer

10 N sehingga kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi

dengan pelarut nonpolar misalnya petroleum eter. Bahan pelarut yang dipakai

untuk ekstraksi juga dipilih yang lebih polarm isalnya kloroform, etanol, methanol
atau campuran beberapa bahan pelarut. Cara ekstraksi lipida dengan pelarut

organik ini memiliki spesifitas atau kekhasan yang tinggi. Sebagian lipida dalam

jaringanterdapat dalam keadaan terikat (secara tidak erat) dengan protein atau

bahan-bahan lain, sehingga ekstraksi langsung dengan eter misalnya tak akan

dapat melarutkannya dalam jaringan-jaringan biologis yang penting adalah

pemecahan ikatan lipida dengan protein tersebut misalnya dengan etanol atau

aseton. Sebagian lipida akan terlarut dalam etanol atau aseton dan sebagian lagi

tidak. Apabila bahan yang terlarut dalam etanol atau aseton dan yang tidak terlarut

kemudian kedua-duanya diekstraksi dengan eter (yang nonpolar) maka semua

bahan lipida praktis akan terikut dalam eter ini (Sudarmadji dkk., 2003).

Lemak dan minyak digunakan hampir secara universal sebagai simpanan

energi dalam organisme yang merupakan turunan dari lemak asam. Asam lemak

adalah turunan hidrokarbon, pada keadaan oksidasi yang rendah hidrokarbon

dalam bahan bakar fosil. Oksidasi asam lemak (untuk CO2 dan H2O), seperti

kontrol dalam pembakaran yang cepat dari bahan bakar fosil di pembakaran

internal mesin yang sangat eksergonik (Nelson and Cox, 2008).

2.2 Ekstraksi

Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak atau lipida umumnya

tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Pemilihan

bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan

derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut

yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada

bahan pelarut umum untuk semua macam lipida (Sudarmadji dkk., 2003).
Proses ekstraksi dengan 3 macam pelarut yaitu n-heksan, dietil eter dan

etanol. Tujuan pemakaian ketiga pelarut untuk mengetahui pengaruh polaritas

pelarut terhadap rendemen minyak dan karakteristik minyak yang diperoleh.

Tahapan proses berupa proses ekstraksi dan degumming. Proses ekstraksi

dilakukan untuk memperoleh minyak dari ampas biji karet dan proses degumming

bertujuan untuk memisahkan minyak dengan zat pengotor seperti gum. Hasil yang

diperoleh dari proses degumming berupa minyak murni (Wildan dkk., 2013).

Ekstraksi menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat memberikan hasil

rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan pelarut lainnya. Hal ini

kemungkinan besar terkait dengan sifat minyak bekatul yang non polar, sehingga

minyak bekatul cenderung larut ke pelarut yang bersifat non polar juga.

Berdasarkan penggolongan pelarut yang digunakan, n-heksana dan Etil asetat

memiliki sifat non polar sehingga ekstraksi dengan menggunakan pelarut

n-heksana dan etil asetat memberikan rendamen lebih besar dibandingkan dengan

pelarut alkohol maupun dengan aseton (Susanti dkk., 2012).

Hasil pada efisiensi ekstraksi lipid dari sampel tanah menggunakan CH2Cl2

atau CHCl3, perbandingan antara CH2Cl2 dan CHCl3 untuk studi lipid (kolesterol,

triasilgliserida, dan fosfolipid) dari serum dan hati tikus jaringan manusia

memperoleh jumlah hampir sama lipid ini ketika baik pelarut dipergunakan

(Sanchez dkk., 2008). Percobaan ekstraksi dari heksana, metanol, dan aseton

campuran menunjukkan bahwa signifikan jumlah bahan yang tertinggal setelah

yang ekstraksi pertama. Namun, jumlah minyak diekstrak menurun tajam dengan

masing-masing ekstraksi berikutnya. hasil peningkatan itu karena penambahan


cosolvents polar bisa disebabkan tingkat fosfolipid yang tinggi dalam sampel.

Fosfolipid memiliki kepala polar dan ekor nonpolar. lumpur sekunder terutama

terdiri dari mikroorganisme membran sel yang mengandung fosfolipid. Selain dari

campuran metanol/aseton akan melarutkan fosfolipid untuk pelarut dengan nilai

Hansen tinggi untuk polaritas dan ikatan hidrogen. Ini adalah hipotesis bahwa

campuran pelarut membantu untuk mengganggu membran lipid, yang diadakan

bersama-sama melalui interaksi hidrofobik dan dilindungi oleh kelompok kepala

polar. Sampel dari lipid diekstraksi dianalisis melalui lapis tipis kromatografi

menunjukkan kehadiran fosfolipid, tetapi jumlah kuantitatif tidak dapat diperoleh

(Dufreche dkk., 2007).

Anda mungkin juga menyukai