Anda di halaman 1dari 118

MODUL I

BHINNEKA TUNGGAL IKA, PANCASILA,


UUD 1945 NKRI DAN TRISAKTI

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat 3
B. Tujuan Pembelajaran 3
C. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 4
D. Alokasi Waktu 5
E. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 5
F. Metode Pembelajaran 7

BAB II BHINNEKA TUNGGAL IKA


A. Pluralisme 7
B. Sejarah Kbinnekaan 10
C. Konsep Bhinneka Tunggal Ika dan Pluralisme Global 14
D. Lambang Bhinneka Tunggal Ika 17
E. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika 19
F. Rangkuman 21
G. Latihan 21

BAB III PANCASILA


A. Pemahaman Nilai Pancasila 22
B. Penerapan Nilai Pancasila Dalam Lingkungan Kerja 39
C. Permasalahan dan Isu Strategis Implementasi Nilai-Nilai
Pancasila 48
D. Latihan 50

BAB IV SEJARAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


A. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia 51
B. Nilai-Nilai Nasionalisme 61
C. Isu Strategis tentang Nasionalisme 62
D. Nilai Cinta Tanah Air 63
E. Sikap Bela Negara 68
F. Latihan 72

BAB V UNDANG-UNDANG DASAR 1945


A. Pemahaman UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara 73
B. Implementasi UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Melalui
Peraturan Perundang-Undangan 89
C. Tujuan Negara Diwujudkan Melalui Kebijakan Pemerintahan 95
D. Latihan 99

BAB VI TRISAKTI
A. Pra Wacana 101
B. Masalah Pokok Bangsa 102
C. Konsep Trisakti 105
D. Strategi Implementasi Trisakti 108
E. Rangkuman 115
F. Latihan 117

--oOo-

2
BAB I PENDAHULUAN

A.
DESKRIPSI SINGKAT
Untuk Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan untuk
memahami Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945, NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) dan Trisakti yang dirinci dalam topik
bahasan sebagai berikut: Pluralisme, Sejarah Kebhinekaan dan
Komparasi dengan negara lain, Konsep Bhineka Tunggal Ika dan
Pluralisme Global, Lambang Bhineka Tunggal Ika, dan Semboyan
Bhineka Tunggal Ika; Perbandingan Ideologi Besar Dunia, Sejarah
Lahirnya Pancasila, Keunggulan Pancasila di Tengah Globalisasi; Sejarah
Konstitusi, UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara, Implikasi UUD 1945 dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; Sejarah Nasional dan
Kolonialisme, Periode Awal Kemerdekaan, Periode Konsolidasi dan
Penyatuan Wilayah NKRI; Masalah Pokok Bangsa, Konsep Trisakti dan
Strategi Implementasi Trisakti

1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran peserta pembekalan dapat memahami
semboyan Berbangsa dan bernegara “Bhinneka Tunggal Ika, Falsafah
dasar Negara Pancasila, Konstitusi Negara UUD 1945 Kedaulatan
wilayah NKRI dan Starategi mewujudkan tujuan negara “Tri Sakti”

2. Indikator Hasil Belajar


1) Mengimpelementasikan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
2) Memahami historis Pancasila, studi komparatif ideologi besar dunia

3
dan keunggulan Pancasila;
3) Memahami historis konstitusi, Konstitusi Negara UUD 1945 dan
Impelementasi UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara;
4) Menginternalisasi filosofi nilai nilai kesejarahaan NKRI dan
semangat mempertahankan kedaulatan bangsa;
5) Memahami permasalahan pokok bangsa, konsep Tri Sakti dan
StrategiImpelementasi Tri Sakti.

B.
MATERI POKOK BAHASAN DAN SUB MATERI POKOK BAHASAN
1) Bhinneka Tunggal Ika
a. Pluralisme
b. Sejarah Kebhinekaan dan Komparasi dengan negara lain
c. Konsep Bhineka Tunggal Ika dan Pluralisme Global
d. Lambang Bhineka Tunggal Ika
e. Semboyan Bhineka Tunggal Ika
2) Pancasila
a. Pemahaman Pancasila
b. Penerapan Pancasila dalam lingkungan kerja
c. Permasalahan Aktualisasi Pancasila
3) UUD 1945
a. Sejarah Konstitusi
b. UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara
c. Implikasi UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

4) NKRI
a. Sejarah Nasional dan Kolonialisme
b. Periode Awal Kemerdekaan
c. Periode Konsolidasi dan Penyatuan Wilayah NKRI

4
5) Trisakti
a. Masalah Pokok Bangsa
b. Konsep Trisakti
c. Strategi ImplementasiTrisakti

C.
ALOKASI WAKTU
Pembelajaran pada Mata Diklat Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945,
NKRI dan Trisakti dialokasikan selama 9 (sembilan) Jam Pelajaran.

D.
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Dalam memaksimalkan hasil belajar yang akan dicapai oleh setiap peserta,
maka diharapkan setiap fasilitator melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Fasilitator membuka sesi dengan mengucapkan salam, dan mengajak
peserta untuk bersikap aktif dan senyaman mungkin, kemudian
menjelaskan secara singkat tujuan dan pokok bahasan pada sesi
pertama ini.
2. Fasilitator mengkaitkan dengan pengalaman hidup sehari-hari dan mulai
masuk ke pokok bahasan dengan mengajukan pertanyaan singkat
kepada semua peserta,
3. Membangun semangat Bhinneka Tunggal Ika praja pelopor revolusi
mental
4. Menjelaskan historis Pancasila, studi komparatif ideologi besar dunia
dan keunggulan Pancasila.
5. Menjelaskan historis konstitusi, Konstitusi Negara UUD 1945 dan
Impelementasi UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
6. Menginternalisasi filosofi nilai nilai kesejarahaan NKRI dan semangat
mempertahankan kedaulatan bangsa
7. Menjelaskan permasalahan pokok bangsa, konsep Tri Sakti dan Strategi

5
Impelementasi Tri Sakti;
8. Menayangkan film-film pendek sesuai pokok bahasan
9. Meminta peserta untuk mencermati tayangan film yang disajikan dalam
pembelajaran sebagai proses internalisasi nilai-nilai;
10. Mendiskusikan dengan sesama peserta tentang makna dari film yang
ditayangkan terkait dengan materi pembelajaran yang
disampaikanfasilitator;
11. Menanyakan apabila hal-hal yang belum dipahami dari fasilitator
pengampu dikaitkan dengan gambaran yang akan ditemui peserta pada
saat dilapangan;
12. Memaknai nilai- nilai yang terkandung dalam materi yang diberikan oleh
pengampu;
13. Menjawab soal sebagai alat evaluasi dengan sungguh-sungguh sebagai
salah satu bahan evaluasi peserta;
14. Me-review untuk membuat kesimpulan dari materi pembelajaran;
15. Fasilitator menutup sesi ini dengan melakukan penyimpulan dan
menyoroti hal-hal yang dipandang penting. Hal ini penting agar
narasumber memastikan hal-hal yang krusial dan mengintegrasikannya
agar terinternalisasi ke lima (5) sub pokok bahasan sebagai suatu
kesatuan yang utuh

E.
METODE PEMBELAJARAN
1. Ceramah singkat;
2. Film Pendek
3. Diskusi
4. Tanya jawab
5. Curah pendapat
6. Simulasi

6
BAB II BHINNEKA TUNGGAL IKA

INDIKATOR KEBERHASILAN :
Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta dapat Mengimplementasikan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

A. PLURALISME:
Terminologi “pluralisme” dari aspek semantik-nya terdiri dari kata plural &
isme, plural berarti kemajemukan (kb) dan isme yang berarti “aliran” atau
“faham” menunjuk kepada kemajemukan ras dan suku bangsa, agama
dan entitas geografis/wilayah. Pluralisme Indonesia merupakan yang
terbanyak dibandingkan seluruh negara lain di dunia, berdasarkan:
1. Jumlah etnis (suku bangsa) dan sub-etnis yang lebih dari 350 kultur-
suku dan sub-suku;
2. Jumlah bahasa, lebih dari 750 bahasa daerah (beberapa diantaranya
bahkan sudah dan terancam punah);
3. Kepulauan, lebih dari 17.500 pulau (hanya 6.500 pulau yang
berpenghuni dan kurang dari 500 pulau yang sudah diberi nama);
4. Keaneka-ragaman Flora (tumbuhan), yaitu baru ditemukan sekitar
8.000 tipe yang sudah teridentifikasi, dan diperkirakan hal ini baru
20% dari jumlah flora yang ada di Indonesia, yang diantaranya terdiri
dari:
a. 25% tumbuhan berbunga di dunia, terdapat di Indonesia (setara
dengan 20.000 spesies, serta 40% diantaranya merupakan
tumbuhan endemik atau asli Indonesia;
b. Indonesia memiliki sekitar 4.000 jenis tumbuhan orchidaceae

7
(angrek-anggrekan);
c. Sekitar 4.000 spesies tumbuhan paku-pakuan tumbuh di
Indonesia;
d. Lebih dari 332 spesies tumbuhan rotan tumbuh di Indonesia;
e. Dari 1.200 spesies bambu yang ada di bumi, 122 spesies
diantaranya tumbuh di Indonesia;
f. Jumlah spesies pohon meranti (dipterocarpaceae) di Indonesia
paling banyak didunia dengan lebih dari 400 spesies.

Meskipun demikian, menurut data IUCN Redlist, di Indonesia


terdapat sekurang-kurangnya 397 spesies tumbuhan yang terancam
punah, yang mana dari jumlah tersebut tergolongkan dalam 2
spesies dengan status extinct in the wild (punah di alam liar), 115
type dengan status critically endangered (gawat), 74 type tumbuhan
berstatus endangered (terancam) serta 206 spesies tumbuhan
berstatus vulnerable (rawan).

5. Keaneka-ragaman Fauna (binatang), yaitu sekitar 300.000 jenis


satwa liar atau 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia,
diantaranya yaitu:
a. 515 jenis mamalia hidup di Indonesia (259 jenis diantaranya
endemik atau hewan asli Indonesia);
b. Indonesia menjadi habitat lebih dari 1.539 jenis burung (384
jenis diantaranya endemik);
c. Sekitar 45% jenis ikan yang dikenal di dunia, hidup di wilayah
perairan Indonesia;
d. 173 jenis hewan amphibi hidup di Indonesia.

Sayangnya, menurut data IUCN (2013), terdapat sejumlah satwa

8
yang terancam punah, yang terdiri dari 184 jenis mamalia, 119 jenis
burung, 32 jenis reptil dan 32 jenis amphibi. Jumlah total spesies
satwa Indonesia yang terancam punah dengan kategori kritis
(critically endangered) ada 69 spesies, kategori endangered
(terancam) sejumlah 197 spesies dan kategori rentan (vulnerable)
ada 539 jenis. Namun demikian, hal tersebut tidak mengurangi
makna Indonesia sebagai negara pluralis terbesar, bila dibandingkan
dengan Negara-negara lain di dunia.

B. SEJARAH KEBHINEKAAN
Menurut sejarawan Universitas Oxford, Peter Carey, nama Indonesia
muncul dan diperkenalkan James Richardson Logan (1819-1869) tahun
1850 dalam Journal of Indian Archipelago and Eastern Asia. Sejarawan
Yayasan Nation Building (Nabil), Didi Kwartanada, menambahkan,
informasi tentang seorang priayi Inggris, Earl George Samuel Windsor
(1813-1865), dalam karya ilmiah berjudulOn The Leading Characteristics
of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations (1850)
mengusulkan sebutan khusus bagi warga Kepulauan Melayu atau
Kepulauan Hindia (Hindia-Belanda) dengan dua nama yang diusulkan,
yakni Indunesia atau Malayunesia.

Tokoh lain yang disebutkan Peter Carey dan Didi Kwartanada adalah
ilmuwan Jerman, Adolf Bastian (1826-1905), Guru Besar Etnologi di
Universitas Berlin, yang memopulerkan nama Indonesia di kalangan
sarjana Belanda.
Bastian memopulerkan nama Indonesia dalam bukunya berjudul
Indonesien: Oder Die Inseln Des Malayischen Archipel terbitan 1884
sebanyak lima jilid. Buku tersebut memuat hasil penelitiannya di
Nusantara dalam kurun 1864-1880. Menurut Carey, Bastian membagi

9
wilayah Nusantara dalam zona etnis dan antropologi.
Pada bab sebelumnya, telah disampaikan bahwa suku-suku bangsa di
seluruh wilayah Nusantara, meskipun memiliki perbedaan primordialitas
namun mengalami sejarah penjajahan yang sama. Hal ini sama dengan
konsep kebangsaan yang berdasarkan definisinya, menunjuk pada:
1. Sekelompok manusia yang berada dalam suatu ikatan batin yang
dipersatukan karena memiliki persamaan sejarah, serta cita-cita
yang sama (Ernest Renan);
2. Sekelompok manusia yang memiliki persamaan karakter karena
persamaan nasib dan pengalaman sejarah budaya yang tumbuh
berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa (Otto
Bauer);
3. Merupakan komunitas politik yang dibayangkan dalam wilayah yang
jelas batasnya dan berdaulat (Benedict R.O.G. Anderson);
4. Bangsa itu terjadi karena adanya persamaan ras, bahasa, adat
istiadat dan Agama yang menjadi pembeda antara bangsa satu dan
bangsa lain (Hans Kohn)

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu


bangsa, memiliki kesamaan ciri pokok yaitu (1) kesamaan domisili-
geografis, (2) kesamaan pengalaman sejarah, (3) primordialitas (SARA)
yang mirip atau sama.

Sejak pihak kolonial Belanda mengganti strategi penjajahan mereka


dengan Politik Etis, maka pada tahun 1912 Soewardi Soerjaningrat (Ki
Hajar Dewantara) bersama dua kawannya E. Douwes Dekker dan Tjipto
Mangunkusumo mendirikan partai politik bernama Indischje Partij untuk
memperjuangkan kemerdekaan Hindia-Belanda lepas dari pemerintahan
kolonial Belanda. Tahun 1913, Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hajar

10
Dewantara mendirikan Kantor Berita untuk Bumiputera di Den Haag,
Belanda. Namanya: Indonesische Persbureau, disingkat IP. Saat itu
Soewardi Soerjaningrat sedang menjalani pembuangan di negeri Belanda
akibat aktivitas politiknya tersebut.

Pada bulan Februari 1922, para pelajar Indonesia di negeri Belanda


sepakat mengadopsi nama Indonesia. Mereka mengubah nama
organisasinya dari Indische Vereeniging menjadi Indonesische
Vereeniging. Kemudian, di tahun 1924, koran organisasi ini, Hindia
Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Setahun kemudian,
giliran nama Indonesische Vereeniging resmi diubah
menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) yang dimotori oleh Moehammad
Hatta.

Pengusulan istilah “Indonesia” ini menurut diskusi para pelajar bumi


putera tersebut, diambil dari kata “Indus” dan “Nesos”, yang berarti
menunjuk suatu wilayah di muara Sungai Indus di India. Pada tahun 1927,
Soekarno bersama Tjipto Mangunkusumo serta kawan-kawannya
di Algemene Studieclub mendirikan gerakan politik nasionalis bernama
Perserikatan Nasional Indonesia (PNI), yang kemudian berganti nama
menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Soekarno dan PNI punya
kontribusi besar dalam mempopulerkan nama Indonesia di kalangan
rakyat jelata, petani, buruh, dan kaum tertindas lainnya.

Pada tahun 1928, Kongres Pemuda Indonesia ke-2, yang dihadiri oleh
perwakilan seluruh perkumpulan pemuda/pemudi dari seluruh daerah di
Indonesia mengikrarkan ‘satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa:
INDONESIA”. Sejak itulah Indonesia sebagai nama dari sebuah negeri
yang diperjuangkan makin berterima luas di kalangan kaum pergerakan

11
dan rakyat banyak. Dua tahun sebelumnya, Wage Rudolf Supratman
menciptakan lagu berjudul “Indonees, Indonees”, yang kemudian di tahun
1944 diubah menjadi “Indonesia Raya”. Lagu itu diperdengarkan tanpa
lirik oleh WR Soepratman di Kongres Pemuda Indonesia ke-2 di gedung
Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat Raya 106, Jakarta, tahun 1928.
Sejak itulah cita-cita “Indonesia Raya” bergema di hampir semua pulau-
pulau sepanjang Semenanjung Malaya hingga Papua.

Pada tahun 1936 Soetardjo dkk di depan Volksraad (Dewan Perwakilan


Rakyat Kolonial Belanda) mengajukan petisi untuk menuntut
kemerdekaan Indonesia, namun ditolak oleh pemerintah Belanda. Bulan
Maret 1942, pasukan terakhir Belanda di P. Jawa menyerah kepada
Jepang, sehingga istilah “Hindia Belanda” dihapuskan oleh pemerintah
kolonial Jepang, dan kembali bangsa lndonesia mengalami penjajahan
Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun.
Singkat kata, maka:
1. Pada sidang pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945,
maka para founding fathers pejuang kemerdekaan mengusulkan
masing-masing rencana dasar negara, bentuk negara serta
beberapa hal yang diperlukan menjelang akan “diberikannya”
kemerdekaan oleh pemerintah kolonial Jepang;
2. Proklamasi Kemerdekaan dinyatakan pada tanggal 17 Agustus
1945, dan dalam situasi darurat maka pada saat itu pernyataan
kemerdekaan belum dibarengi dengan kelengkapan alat-alat negara,
termasuk Lambang Negara;
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan
Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai
dengan komponen yg terdapat dalam Lambang Negara Indonesia.

12
Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951
disebutkan bahwa: Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus
kesebelah kanannya;
b. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher
Garuda, dan
c. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda. Di atas pita tertulis dengan huruf Latin sebuah
semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi: BHINNEKA
TUNGGAL IKA.

C. KONSEP BHINNEKA TUNGGAL IKA dan PLURALISME GLOBAL


Dalam mengelola kemajemukan masyarakat, Indonesia memiliki
pengalaman sejarah yang cukup panjang bila dibandingkan dengan
bangsa-bangsa lain. Negara Barat relatif masih baru mewacanakan hal
ini, sebelum dikenal apa yang disebut dengan multikulturalisme di Barat,
jauh berabad-abad yang lalu bangsa Indonesia sudah memiliki falsafah
“Bhinneka Tunggal Ika”. Sejarah juga membuktikan bahwa semakin
banyak suatu bangsa menerima warisan kemajemukan, maka semakin
toleran bansa tersebut terhadap kehadiran “yang lain”.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas


berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, serta agama yang
berbeda-beda. Keanekaragaman tersebut terdapat di berbagai wilayah
yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kenyataan yang tak dapat
ditolak bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia secara sederhana dapat
disebut sebagai masyarakat yang beragam budaya.

Di lain sisi, kemajemukan (pluralitas) bangsa Indonesia justru menjadi nilai


lebih NKRI dibandingkan sejarah pluralitas negara-negara lain, misalnya:

13
1. India  gagal mempersatukan primordialitas, pecah menjadi
Srilanka dan Pakistan;
2. Pakistan  kemudian pecah menjadi Bangladesh;
3. Amerika Serikat perlu waktu lebih dari 100 tahun untuk “menjahit
luka” akibat perang saudara (civil war) yang berlangsung tahun
1861-1865;
4. Uni Soviet pecah menjadi negara-negara Ukraina, Kazakhztan,
Uzbekistan, dll akibat runtuhnya Pakta Warsawa dan tembok Berlin;
5. Pecahnya negara Yugoslavia menjadi 6 negara (Slovenia, Kroasia,
Bosnia-Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia);
Tercatat, Indonesia hingga saat ini masih menjadi rujukan pembelajaran
dan studi banding pluralitas.

Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indonesia dalam


menghadapi keaneka-ragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau
adagium “Bhinneka Tunggal Ika,” yang bermakna beraneka tetapi satu,
yang hampir sama dengan motto yang dipegang oleh bangsa Amerika,
yakni “e pluribus umum”

Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dan Undang-Undang Dasar


Sementera tahun 1950, pasal 3 ayat (3) menentukan perlunya ditetapkan
lambang negara oleh Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari pasal
tersebut terbit Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang
Lambang Negara.

Baru setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam pasal 36A


menyebutkan: ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Dengan demikian Bhinneka Tunggal
Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang
ditetapkan dalam UUD. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan

14
secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka
Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya
difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan
benar pula.

Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan


Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan
komponen yg terdapat dalam Lambang Negara Indonesia. Menurut pasal1
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 disebutkan bahwa:
Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus kesebelah
kanannya;
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher
Garuda, dan
3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Di atas pita tertulis dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam
bahasa Jawa Kuno yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA.

Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah sebagai berikut:


Burung Garuda disamping menggambarkan tenaga pembangunan yang
kokoh dan kuat, juga melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa
Indonesia yang digambarkan oleh bulu-bulu yang terdapat pada Burung
Garuda tersebut. Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap sayapnya
melambangkan tanggal 17, jumlah bulu pada ekor sebanyak 8
melambangkan bulan 8, jumlah bulu dibawah perisai sebanyak 19,
sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45. Dengan demikian jumlah
bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari
kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945.

Sementara itu perisai yang tergantung di leher garuda menggambarkan

15
Negara Indonesia yang terletak di garis khalustiwa, dilambangkan dengan
garis hitam horizontal yang membagi perisai, sedang lima segmen
menggambarkan sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan bintang bersudut lima yang terletak di tengah
perisai yang menggambarkan sinar ilahi. Rantai yang merupakan
rangkaian yang tidak terputus dari bulatan dan persegi menggambarkan
kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sekaligus melambangkan
monodualistik manusia Indonesia. Kebangsaan dilambangkan oleh pohon
beringin, sebagai tempat berlindung; Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarakatan/perwakilan
dilambangkan dengan banteng yang menggambarkan kekuatan dan
kedaulatan rakyat. Sedang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
dengan kapas dan padi yang menggambarkan kesejahteraan dan
kemakmuran.

D. LAMBANG BHINEKA TUNGGAL IKA:


Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau
semboyan Indonesia. Frasa ini berasal
dari bahasa Jawa Kuna danseringkali
diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda
tetapi tetap satu”. pembentuk kata "aneka"
dalam Bahasa Indonesia.

Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam"


atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam"
dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia.
Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka
Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun
berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu

16
kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri
atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama
dan kepercayaan.

Kalimat ini merupakn kutipan dari sebuah kakarin Jawa Kuna yaitu
kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit
sekitar abad ke 14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi
antara umat Hindu Siwa dengan umat Budha.Bangsa Indonesia lahir dari
suatu proses sejarah pertumbuhan dan perjuangan yang panjang,
kemudian Negara sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat melalui
Proklamasi 17 Agustus 1945. Kemerdekaan bangsa membawa
konsekuensi logis pada pergaulan antar bangsa yang sekaligus
menghendaki pelibatan diri kedalam pembangunan tata kehidupan dunia
yang harmonis menuju kesejahteraan umat manusia.

Disamping itu, bangsa Indonesia menyadari bahwa betapa kondisi dan


konstelasi geografi yang menjadi ruang hidupnya, serta segala isinya
berdampak erat pada berbagai perbedaan cirri dan karakter budaya
penduduknya.Berbagai ragam perbedaan yang ditandai oleh keberadaan
lebih dari 350 etnis dan suku bangsa, sekitar 750 bahasa, serta
bermacam agama yang dianut oleh rakyatnya merupakan faktor yang
melahirkan perbedaan-perbedaan kepentingan dan tujuan setiap
kelompok masyarakat, Perbedaan kepentingan dan tujuan tersebut dapat
diperkuat oleh factor ruang hidup berupa pulau-pulau yang secara
geografis terpisah satu dari yang lain.
Bila merujuk pada asalnya, yaitu kitab Sutasoma yang ditulis oleh Empu
Tantular pada abad XIV, ternyata semboyan tersebut merupakan seloka/
slogan yang menekankan pentingnya kerukunan antar umat dari agama

17
yang berbeda pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha.Dengan demikian
konsep Bhinneka Tunggal Ika yang lengkapnya berbunyi “Bhinneka
Tunggal Ikatan hana dharma mangrva” merupakan kondisi dan tujuan
kehidupan yang ideal dalam lingkungan masyarakat yang serba majemuk
dan multi etnik.

Keberagaman atau kehidupan lingkungan majemuk bersifat alami dan


merupakan sumber kekayaan budaya bangsa.Setiap perwujudan
mengandung ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari perwujudan yang
lain. Tidak mungkin satu perwujudan mengandung semua crri yang ada
karena bilahal itu terjadi, dia akan menjadi maha sempurna, padahal yang
maha sempurna adalah Tuhan. Perbedaan yang ada dalam kehidupan
masyarakat Indonesia sebenarnya untuk memenuhi kepentingan bersama
agar dapat hidup sejahtera.

E. SEMBOYAN BHINEKA TUNGGAL IKA


Bangsa Indonesia lahir dari suatu proses sejarah pertumbuhan dan
perjuangan yang panjang, kemudian menegara sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat melalui Proklamasi 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan bangsa membawa konsekuensi logis pada pergaulan antar
bangsa yang sekaligus menghendaki pelibatan diri kedalam
pembangunan tata kehidupan dunia yang harmonis menuju kesejahteraan
umat manusia.

Disamping itu, bangsa Indonesia menyadari bahwa betapa kondisi dan


konstelasi geografi yang menjadir uang hidupnya, serta segala isinya
berdampak erat pada berbagai perbedaan cirri dan karakter budaya
penduduknya.Berbagai ragam perbedaan yang ditandai oleh keberadaan
lebih dari 200 etnis dan suku bangsa, sekitar 400 bahasa, serta

18
bermacam agama yang dianut oleh rakyatnya merupakan faktor yang
melahirkan perbedaan-perbedaan kepentingan dan tujuan setiap
kelompok masyarakat, Perbedaan kepentingan dan tujuan tersebut dapat
diperkuat oleh factor ruang hidup berupa pulau-pulau yang secara
geografis terpisah satu dari yang lain.

Bhinneka Tunggal Ika, adalah semboyan pada lambing Negara Republik


Indonesia yang keberadaannya berdasarkan PP No 66 Tahun 1951, yang
mengandung arti “Berbedatetapisatu”. Semboyan tersebut menurut Prof.
Soepomo, menggambarkan gagasan dasar, yakni menghubungkan
daerah-daerah dan suku-sukubangsa di seluruh nusantara menjadi
Kesatuan Raya.

Bila merujuk pada asalnya, yaitu kitab Sutasoma yang ditulis oleh
EmpuTantular pada abad XIV, ternyata semboyan tersebut merupakan
seloka (slogan) yang menekankan pentingnya kerukunan antar umat dari
agama yang berbeda pada waktu itu yaitu Syiwa dan Budha.Dengan
demikian konsep Bhinneka Tunggal Ika yang lengkapnya berbunyi
“Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrva” merupakan kondisi
dan tujuan kehidupan yang ideal dalam lingkungan masyarakat yang
serba majemuk dan multi etnik.Keberagaman atau kehidupan lingkungan
majemuk bersifat alami dan merupakan sumber kekayaan budaya
bangsa.Setiap perwujudan mengandung ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dari perwujudan yang lain. Tidak mungkin satu
perwujudan mengandung semua crri yang ada karena bilahal itu terjadi,
dia akan menjadi maha sempurna, padahal yang maha sempurna adalah
Tuhan. Perbedaan yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia
sebenarnya untuk memenuhi kepentingan bersama agar dapat hidup
sejahtera.

19
F. RANGKUMAN
Bhinneka Tunggal Ika, adalah semboyan pada lambang Negara Republik
Indonesia yang keberadaannya berdasarkan PP No 66 Tahun 1951, yang
mengandung arti “Berbeda tetapi satu”. Semboyan tersebut menurut Prof.
Soepomo, menggambarkan gagasan dasar, yakni menghubungkan
daerah-daerah dan suku-suku bangsa di seluruh Nusantara menjadi Satu
Kesatuan, Indonesia Raya.

G. LATIHAN
Berikan contoh pelaksanaan semangat Kebhinekatunggalikaan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi purna praja!

BAB III 20
PANCASILA

INDIKATOR KEBERHASILAN :

Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta dapat Memahami Makna


Pancasila, Penerapan Pancasila dalam lingkungan kerja adan permasalahan
aktualisasi

3.1. Pemahaman Nilai-nilai Pancasila


3.1.1. Asal Mula Pancasila
Terkait asal mula Pancasila, Prof. Dr., Drs. Notonagoro, S.H.dalam bukunya
Pancasila Secara Ilmiah Populer (1975) menyebutkan adanya beberapa macam
asal mula Pancasila dapat dipakai sebagai falsafah negara, yakni causa materialis,
causa formalis, sebagai sambungan dari causa formalis dan causa finalis, causa
efisien atau asal mula.
A. Causa Materialis
Causa materialis, artinya asal mula bahan, yaitu bangsa Indonesia sebagai
bahan terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan, dan dalam agama-
agamanya.
B. Causa Formalis
Causa formalis, artinya asal mula bentuk atau bangun dan causa finalisatau
asal mula tujuan, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai pembentuk
negara, BPUPKI adalah asal mula bentuk atau bangun dan asal mula tujuan
Pancasila sebagai calon dasar filsafat Negara.
C. Sebagai Sambungan dari Causa Formalis dan Causa Finalis Sebagai
sambungan dari causa formalis dan causa finalis adalah sembilan orang
anggota BPUPKI termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, sebagai asal mula
sambungan dalam asal mula bentuk maupun asal mula tujuan Pancasila
sebagai calon dasar filsafat negara. Dengan cara menyusun rencana
Pembukaan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat Pancasila dan juga
BPUPKI menerima rencana tersebut dengan perubahan.

21
D. Causa Efisien atau Asal Mula Karya
Causa efisien atau asal mula karya adalah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau PPKI yang menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat negara
(sebelum ditetapkan PPKI, istilahnya masih calon dasar filsafat negara).
Selanjutnya, dijelaskan bahwa berdasarkan teori causa materialis dapat
digambarkan pada kenyataan, yaitu kondisi sebelum diproklamirkannya negara,
perumusan menjadi dasar kerohanian atau dasar filsafat Negara R.I. pada masa
perjuangan kemerdekaan dengan dimulainya sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), melalui penyampaian
konsep dasar negara oleh para tokoh-tokoh di antaranya Mr. Muh. Yamin, Prof.
Soepomo, dan Ir. Soekarno pada tanggal, 29 Mei, 31 Mei, dan 1 Juni 1945
Berdasarkan teori causa formalis dan causa final is, dapat digambarkan
sebagai kondisi yang ada pada saat perumusan rancangan mukadimah hukum
dasar yang merupakan hasil perumusan tanggal, 22 Juni 1945 dan yang kemudian
bisa diterima oleh anggota BPUPKI pada tanggal, 10 Juli 1945, saat sidang
terakhir.
Untuk memenuhi teori efisiensi, dapat ditunjukkan melalui kondisi sesudah
proklamasi kemerdekaan R.I., yang kegiatan lembaga BPUPKI telah beralih ke
lembaga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan tugas yang
berbeda, yaitu meletakkan dasar negara, pembukaan Undang-Undang Dasar, dan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

3.1.2. Tinjauan Pancasila dari segi etimologis, historis, istilah resmi dan
yuridis
A. Etimologis
Berdasarkan asal kata (etimologis), istilah pancasila (pancasyila) berasal
dari bahasa Sansekerta (India) yang mengandung dua macam arti, seperti berikut
Pancasyila: panca artinya lima, sedangkan syila dengan huruf i yang dibaca
pendek, artinya dasar, batu sendi atau alas sehingga pancasyila memiliki arti lima
dasar. Pancasyila: panca artinya lima, sedangkan syiila dengan huruf ii yang

22
dibaca panjang, artinya peraturan tingkah laku yang penting sehingga pancasyiila
memiliki arti lima aturan tingkah laku yang penting

B. Historis
Secara historis, munculnya Pancasila tidak bisa dilepaskan dari situasi
perjuangan bangsa Indonesia menjelang kemerdekaan. Keinginan lepas dari
belenggu penjajahan asing dan belenggu pemikiran ideologis dunia saat itu, yakni
ideologi liberalisme dan komunisme, para tokoh bangsa antara lain Soekarno
dengan sungguh-sungguh menggali nilai-nilai dari negerinya sendiri yang akan
dijadikan panduan dan dasar bagi Indonesia merdeka. Panduan dan dasar negara
Indonesia, menurut Soekarno, mestilah bukan meminjam dari unsur-unsur asing
yang tidak sepenuhnya sesuai dengan jati diri bangsa, tetapi harus digali dari
rahim kebudayaan Indonesia sendiri. Tanpa nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di tanah kelahirannya, akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk
mencapai cita-cita kemerdekaannya. Suasana kebatinan ingin lepas dari dua
kungkungan inilah Pancasila seyogianya diposisikan, sehingga keinginan-
keinginan sebagian pihak yang hendak membawa Indonesia ke arah tatanan
demokrasi liberal maupun sosialisme dapat diingatkan kembali pada konteks
sejarah lahirnya Pancasila yang berusaha menggabungkan segala kebaikan-
kebaikan yang terdapat pada dua ideologi dunia tersebut. Upaya sungguh-
sungguh ini terbukti mendapatkan apresiasi setidaknya dari tokoh filsuf Inggris
Bertrand Russel seperti dikutip Latif yang menyatakan bahwa Pancasila
merupakan sintesis kreatif antara Declaration of American Independence (yang
merepresentasikan ideologi demokrasi kapitalis) dengan Manifesto Komunis (yang
merep-resentasikan ideologi komunis). Bahkan Ir. Soekarno ketika kemudian
menjabat sebagai Presiden RI berkali-kali mengatakan bahwa Pancasila
merupakan sublimasi (peningkatan satu tingkat lebih tinggi) dari Declaration of
Independence dan Manifesto Komunis.
Dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), salah seorang peserta sidang Dr. Radjiman Widyodiningrat

23
melontarkan gagasan tentang rumusan sebuah dasar negara bagi Indonesia yang
akan dibentuk. Merespons gagasan ini, sejumlah tokoh pergerakan nasional
antara lain Mohammad Yamin, Prof. Seopomo, dan Soekarno masing-masing
menguraikan buah pikiran mereka tentang dasar negara pada perhelatan resmi
tersebut pada persidangan pertama BPUPKI 29 Mei 1945, Mr. Mohammad Yamin
dalam pidatonya mengusulkan pemikirannya tentang dasar negara yang mencer-
minkan lima asas dasar negara Indonesia Merdeka. Kelima asas usulan Mr. Yamin
ini antara lain:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Kelima asas yang diuraikan Mr. Yamin secara lisan tersebut kemudian
disari- kan secara tertulis dalam bentuk rancangan konstitusi atau UUD Republik
Indonesia. Pada bagian pembukaan usulan konstitusi tersebut termaktub rumusan
dasar negara sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam persidangan BPUPKI, masalah hubungan antara agama dan negara
menjadi salah satu perdebatan yang sangat dinamis di antara para peserta yang
hadir. Secara garis besar, peserta perhelatan nasional itu dapat dikelompokkan ke
dalam dua kelompok: nasionalis sekuler dan Islam. Merespons keinginan
nasionalis Islam yang mengusulkan menjadikan Islam sebagai dasar negara
Indonesia merdeka, pada 31 Mei 1945 Prof. Soepomo menjabarkan tentang
gagasan negara Islam dan gagasan negara yang berdasarkan cita-cita luhur dari

24
agama Islam. Menurut pengusul konsep negara kebangsaan ini, dalam negara
yang tersusun sebagai negara Islam, negara tidak bisa dipisahkan dari agama.
Negara dan agama adalah satu, bersatu padu dan hukum syariat itu dianggap
sebagai perintah Tuhan untuk menjadi dasar untuk dipakai oleh negara. Soepomo
lalu menganjurkan agar negara Indonesia tidak menjadi negara Islam, tetapi
menjadi “negara yang memakai dasar moral yang luhur yang dianjurkan juga oleh
agama Islam.” Alasan Soepomo inilah, masih menurut budayawan Abdul Hadi,
dapat diterima oleh kalangan nasionalis Islam pengusung ide negara Islam. Alasan
inilah menjadi argu- men kemudian hari kesediaan kalangan nasionalis Islam untuk
menerima usulan penggantian “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta dengan
“Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pancasila, sebagaimana akan dibicarakan
kemudian. Dengan demiki an, Pancasila dinilai tidak bertentangan dengan prinsip
tauhid dalam Islam dan prinsip moral pendirian negara dalam ajaran Islam.
Pada 1 Juni 1945, Ir. Soekarno pada gilirannya untuk menyampaikan
pidato- nya tentang dasar negara menguraikan lima unsur dasar negara. Untuk
yang perta- ma kalinya pada kesempatan ini Soekarno mengusulkan kelima unsur
dasar negara yang ia uraikan diberi nama Pancasila. Bersandar pada usulannya
ini, banyak ahli menyimpulkan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Kelima unsur
uraian Soekarno antara lain:
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Ke-lima prinsip dasar negara tersebut kemudian “diperas” oleh Soekarno
menjadi Trisila (tiga dasar), yaitu: (1) sosionasionalisme (kebangsaan); (2)
sosiodemokrasi (mufakat); dan (3) keTuhanan. Tak cukup hingga di sini, ketiga sila
ini disari-kan lagi oleh Soekarno menjadi satu sila (Ekasila) yakni, gotong royong
Tiga minggu berselang setelah pidato Soekarno 1 Juni tentang Pancasila,
pada 22 Juni 1945 sembilan tokoh pergerakan nasional yang tergabung dalam

25
Panitia Sembilan diberi mandat untuk merumuskan beragam usulan dan
pandangan yang telah dikemukakan oleh para tokoh pergerakan nasional.
Kesembilan anggota ini antara lain: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A.
Maramis, Abikoesno Tjokro- soejoso, Abdulkahar Moezakir, Haji Agus Salim, Mr,
Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr. Moh. Yamin. Setelah membahas
beragam usulan tentang dasar negara Indonesia merdeka pada sidang-sidang
sebelumnya, di Jakarta Pani tia Sembilan berhasil menyusun sebuah piagam yang
kemudian dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta.” Dalam Piagam Jakarta ini
dirumuskan butir-butir Pancasila sebagai berikut:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan dan sistematika Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta
bentukan Panitia Sembilan ini kemudian diterima oleh Badan Penyelidik dalam
sidang keduanya pada 14-16 Juli 1945. Pada saat bersamaan, kekosongan
kekuasaan tengah terjadi di Indonesia akibat menyerahnya Jepang pada tentara
Sekutu pada 14 Agustus 1945. Sementara menunggu kedatangan Inggris yang
diberi mandat oleh Sekutu untuk menjaga keamanan di Indonesia pasca-
kekalahan Jepang. Sembari menunggu kedatangan Inggris, tanggung jawab
keamanan diserahkan kepada pihak Jepang yang sudah kalah. Otomatis tengah
terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia pada saat itu. Fakum kekuasaan ini
tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia. Situasi ini dimanfaatkan oleh kalangan
pemuda Indonesia untuk mendesak kemerdekaan bagi Indonesia. Tekad bulat
untuk merdeka akhirnya terwujud: pada pukul 10 bertepatan dengan hari Jumat 17
Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta

26
membacakan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Nama jalan
ini sekarang dikenal dengan nama Jalan Proklamasi.
Sehari setelah proklamasi merupakan momentum yang tidak kalah pen-
tingnya bagi perjalanan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Pada hari 18
Agustus 1945 peran umat Islam sangatlah signifikan sebagai kelompok mayoritas
dalam perubahan uraian sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta, menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adalah tokoh proklamator Mohammad Hatta yang
berinisiatif mengundang sejumlah tokoh Islam untuk bersama-sama merumuskan
kembali butir sila pertama Pancasila yang sempat menjadi polemik di kalangan
umat Islam, yaitu ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya. Diantara tokoh Islam representatif yang hadir pada saat itu adalah
Ketua Muhammadiyah periode 1944-1953 Ki Bagus Hadikusuma, didampingi
Muhammad Hasan dan Kahar Muzakir. Kehadiran ketiga tokoh Muhammadiyah ini
untuk mengubah butir sila pertama Pancasila yang kontroversial saat itu. Menurut
Hajrianto Y. Tohari, Ki Bagus Hadikusuma hadir dengan rumusan yang sekarang
berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama).
Secara terminologis, eksistensi Pancasila tidak dapat dipisahkan dari situasi
menjelang lahirnya negara Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Sebagai
konsekuensi dari lahirnya Indonesia, ia membutuhkan alat-alat kelengkapan seba-
gai negara yang berdaulat. Pada fase ini keterkaitan antara Pancasila dan kons-
titusi UUD 45 sangatlah erat. Sehari setelah Soekarno-Hatta memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia, pada 18 Agustus 1945 sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan undang-undang dasar negara
Indonesia yang disebut dengan Undang Undang Dasar 45. Pengesahan UUD ’45
ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan beberapa perubahan pada rumusan Piagam Jakarta yang
kemudian berfungsi sebagai Pembukaan UUD ’45
2. Menetapkan rancangan hukum dasar yang telah diterima Badan Penyidik pada
17 Juli 1945, setelah mengalami berbagai perubahan karena berkaitan dengan

27
perubahan Piagam Jakarta, kemudian berfungsi sebagai Undang-Undang
Dasar 1945
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Pertama
4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai Badan
Musyawarah Darurat
Berdasarkan pengesahan tersebut, susunan UUD ’45 terdiri dari dua bagian:
Pembukaan dan pasal-pasalnya yang terdiri dari 37 pasal, 1 Aturan Peralihan yang
terdiri dari 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan yang terdiri atas 2 ayat. Pada bagian
pembukaan konstitusi UUD ’45 inilah kelima sila pada Pancasila tercantum sebagai
berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila yang tercantum pada Pembukaan UUD 45 adalah sah
dan benar karena mempunyai kedudukan konstitusional dan disahkan melalui
suatu persidangan badan yang mewakili seluruh bangsa Indonesia yaitu Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Namun demikian, rumusan Pancasila
pada perjalanannya telah mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat dina-
mika sejarah perjalanan ketatanegaraan bangsa Indonesia setelah merdeka. Di
balik perubahan-perubahan ini, demikian sejarawan Anhar Gonggong
menyimpulkan, pengakuan terhadap kelima butir dasar negara masih tetap
diberikan oleh kalangan tokoh pemimpin nasional.
Sekilas perubahan kelima butir dasar negara itu adalah: Dalam konstitusi
Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berlaku sejak 29 Desember 1949 hingga 17
Agustus 1950 rumusan Pancasila sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Perikemanusiaan

28
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Kelima rumusan Pancasila RIS itu kemudian dicantumkan lagi pada era
pemberlakuan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku
mulai 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, yakni:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Perikemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Hal yang patut dicatat sepanjang perumusan dasar negara Pancasila
adalah nilai-nilai religius yang selalu ada pada setiap usulan tentang falsafah
negara Indonesia merdeka. Nilai-nilai transenden inilah kemudian menjadi spirit
yang menyinari semua sila-sila yang terdapat pada Pancasila. Kelima sila
Pancasila saling berkelindan satu dengan yang lainnya dengan nilai-nilai
ketuhanan sebagai sokoguru bagi nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, demokrasi,
dan keadilan yang dicitacitakan para pendiri bangsa. Sehingga demokrasi
Indonesia yang hendak diwujudkan adalah tidak sebatas demokrasi prosedural
yang bertopang pada dukungan modal segelintir orang, tetapi demokrasi yang
dapat melahirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia yang mampu
memuliakan kemanusiaannya dan dapat memperkukuh persatuan dan
kesatuannya sebagai sebuah bangsa yang mer- deka yang bebas menjalankan
kepercayaan dan keyakinannya masing-masing. Demokrasi dimaksud adalah
demokrasi permusyawaratan versi Indonesia yang, menurut Latif, menekankan
pada kesepakatan-kesepakatan serta menyelaraskan antara demokrasi politik dan
demokrasi ekonomi, yang secara teoretis seruang dengan konsep yang lahir
kemudian yang dikenal dengan istilah “demokrasi deliberatif” (deliberative
democracy) yang disuarakan oleh Joseph M. Bessette pada 1980 dan sejajar
dengan konsep “sosial demokrasi” (sosdem).

29
Sejarah perjalanan Pancasila tidak sepi dari ujian yang dihadapinya. Pergo-
lakan politik paskakemerdekaan diwarnai oleh ancaman terhadap Pancasila baik
internal maupun eksternal. Bersamaan dengan ketidakpuasan daerah terhadap
pemerintah pusat yang menimbulkan pemberontakan politik di sejumlah ka-
wasan, Indonesia yang baru saja merdeka harus berhadapan dengan aksi militer
Belanda yang berkeinginan kembali ke Indonesia. Menurut catatan Anhar
Gonggong, Partai Komunis Indonesia (PKI) tercatat sebagai salah satu kekuatan
politik yang pernah ada di Indonesia dalam pemberontakannya di Madiun (1948)
hendak mengubah Pancasila sebagai dasar negara. Sebelum peristiwa ini
“Kesaktian” Pancasila telah teruji: pada sidang-sidang resmi BPUPKI,
pemberontakan politik Darul Islam (DI/TI) di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat, dan
peristiwa Gerakan 30 September yang dilakukan oleh PKI yang hendak
menggantikannya dengan ideologi lain.
C. Istilah Resmi
Istilah resmi adalah istilah "Pancasila" bagi "lima dasar" yang diusulkan oleh
Ir. Soekarno pada Sidang Pertama BPUPKI hari terakhir tanggal 1 Juni 1945

D. Yuridis
Segi yuridis (hukum) adalah pengertian Pancasila dalam sila-sila atau
kelima sila dari Pancasila yang tata urutan/rumusannya tercantum pada alinea ke-
4 Pembukaan UUD 1945

3.1.3. Nilai-Nilai Pancasila


Sejak diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi Nasional,
maka secara otomatis membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila
dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara
Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar
yang fundamental. Sebagai suatu sistem nilai, maka lima dasar Pancasila tersebut
pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Meskipun dalam setiap sila
terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya, namun

30
kesemuanya itu tidak lain mempakan satu kesatuan yang sistematis dan tak
terpisahkan sehingga saling terkait antara satu sila dengan sila lainnya.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa, nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalan
Permusyawaratan/Perwakilan, dan nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Kalau disarikan, maka dalam kelima dasar diatas terdapat lima prinsip
nilai dasar yang menjadi tolok ukur identitas bangsa Indonesia , yakni: Nilai
Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai Kerakyatan, dan Nilai
Keadilan.

1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa


Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Dengan nilai ini, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius (beragama)
bukan bangsa yang ateis (tidakbertuhan). Nilai ketuhanan juga memiliki arti
adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan menjalankan ritual/ibadah dalam beragama, tidak ada paksaan serta
tidak ada sikap diskriminasi an tar umat beragama. Secara singkat, ada
beberapabutir nilai terkandung dalam sila pertama Pancasila, yakni:
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab;
b. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda- beda sehingga terbina
kerukunan hidup;
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing;
d. Tidak memaksakan suatu agama kepercayaannya kepada orang lain.

2. Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

31
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti bahwa pola
pikir, pola sikap dan pola tindakan seluruh bangsa ini harus memiliki kesesuaian
dengan nilai- nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani
dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Singkatnya, setiap
individu bangsa harus memiliki pola pandang yang sama serta menempatkan
kemanusiaannya secara proporsional dan ber- keadaban dengan
mengimplementasikan beberapa butir nilai yang terkandung sila ke-2 Pancasila,
yakni:
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia;
b. Saling mencintai sesama manusia;
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa;
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain;
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan;
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
g. Berani membela kebenaran dan keadilan;
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat dunia
intemasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Nilai Persatuan Indonesia


Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu
dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan
menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa
Indonesia. Nilai persatuan adalah menyatunya tekad dan semangat dalam memiliki
dan memperjuangkan kemajuan bangsa Indonesia. Secara singkat ada beberapa
butir nilai yang terkandung dalam sila ke-3 Pancasila, yakni:
a. Menjaga persatuan dan kesatuan negara kesatuan Republik Indonesia;
b. Rela berkorban demi bangsa dan negara;

32
c. Cinta akan tanah air;
d. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia;
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.

4. Nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalan


Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-
lembaga perwakilan. Sistem demokrasi yang dibangun adalah semangat
mentradisi- kan musyawarah sebagai bentuk mekanisme kebersamaan,
keterbukaan dan akuntabilitas publik. Singkatnya, ada beberapa butir nilai yang
terkandung dalam sila ke-4 Pancasila, yakni:
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat diatas kepentingan
pribadi dan golongan;
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
c. Mengutamakan budaya rembug musyawarah dalam meng- ambil keputusan
bersama;
d. Berembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata
mufakat yang diliputi dengan semangat kekeluargaan.

5. Nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna
sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur secara lahiriah ataupun bathiniah. Secara singkat, ada beberapa butir
nilai yang terkandung dalam sila ke-5 Pancasila, yakni:
a. Bersikap adil terhadap sesame;
b. Menghormati hak-hak orang lain;
c. Menolong sesame;
d. Menghargai orang lain;

33
e. Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

3.1.4. Makna Nilai Pancasila


Nilai Pancasila dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu nilai dasar dan nilai
instrumental. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya
abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat
operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya,
dengan bersumber pada kelima nilai dasar dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
Sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, bahwa
Pancasila sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai
dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar
yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional.
Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan
sehari-hari.
Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai
pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu
sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai
Instrumental. Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang
dijabar- kannya. Penjabaran nilai tersebut bisa dilakukan secara kreatif dan
dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan
dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya. Penjabaran dari nilai-nilai
dasar tersebut adalah:
1. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.

34
Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius
bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan
akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama,
tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama. Menurut
Amiruddin, inti terpenting Pancasila adalah unsur Ketuhanan Yang Maha Esa.
Unsur tersebut adalah jantung Pancasila yang merupakan hasil pengalaman para
pendahulu bangsa atas keberadaan Allah SWT.
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap
dan perilaku sesuai dengan nilai- nilai moral dalam hidup bersama atas dasar
tuntutan hati nurani dengan memperlaku- kan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
3. Nilai Persatuan
Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai
sepenuhnya terhadap keaneka-ragaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
4. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musya- warah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan.
5. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna
sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur secara lahiriah ataupun batiniah
Secara lebih detail, berdasarkan Ketetapan MPR. Nomor: 11/MPR/ 1978
tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima sila Pancasila tersebut
menjadi 45 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila.

35
1. Sila pertama
a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaan- nya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing- masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkuthubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan men- jalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
2. Sila kedua
a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g. Gemar melakukan kegiatan kemanusi aan.
h. Berani membela kebenaran dan keadilan.

36
i. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
3. Sila ketiga
a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
c. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
e. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Sila keempat
a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
f. Dengan iktikad baik dan rasa tanggungjawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
g. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
h. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani

37
yang luhur.
i. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
j. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
5. Sila kelima
a. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
b. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gay
a hidup mewah.
h. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
i. Suka bekerja keras.
j. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
k. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.
3.2. Penerapan Nilai-nilai Pancasila dalam lingkungan kerja
Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan
fundamen atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan
menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, berakibat
lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering

38
disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag), Staats fundamentele
norm, Weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee).
Negara Indonesia, dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bemegara
dilandasi oleh filsafat atau ideologi Pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat
dan kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideologi
berarti mengubah eksis- tensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa
bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar
negaranya.
Secara yuridis-konstitusional, Pancasila adalah dasar negara. Namun secara
multidimensional, ia memiliki berbagai sebutan (fungsi/ posisi) yang sesuai pula
dengan esensi dan eksistensinya sebagai kristalisasi nilai-nilai budaya dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Karena itu Pancasila sering disebut dan
dipahami sebagai: 1) Jiwa Bangsa Indonesia; 2) Kepribadian Bangsa Indonesia; 3)
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia; 4) Dasar Negara Republik Indonesia; 5)
Sumber Hukum bagi Negara Republik Indonesia; 6) Perjanjian Luhur Bangsa
Indonesia pada waktu mendirikan Negara;Ideologi Bangsa Indonesia; 8) Filsafat
Hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
Dengan demikian, Pancasila bukan saja sebagai dasar Negara, tetapi
sekaligus juga telah menjadi tujuan kehidupan berbangsa dan bemegara. Dengan
dasar Negara Pancasila dan tujuan masya- rakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, maka tidak dapat tidak, pedoman atau cara-cara guna mencapai tujuan
tersebut juga harus Pancasila. Sehingga, dapat dikatakan, dari (dasar) Pancasila
dengan (pedoman) Pancasila untuk Pancasila. Jika salah satu komponen ini tidak
terpenuhi, maka tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila tidak mungkin dapat terwujud.

3.2.1. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia


Pancasila dalam pengertian ini adalah bahwa setiap Bangsa mempunyai
jiwanya masing-masing yang disebut jiwa rakyat/jiwa Bangsa. Pancasila sebagai
jiwa bangsa adanya/lahimya bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia.

39
Jiwa Bangsa Indonesia mempunyai arti statis (tetap/tidak ber- ubah) dan
mempunyai arti dinamis (bergerak). Jiwa ini diwujudkan dalam sikap mental dan
tingkah laku serta amal/perbuatan.
Hal ini berarti bahwa Pancasila melekat erat pada kehidupan bangsa
Indonesia, dan menentukan eksistensi bangsa Indonesia. Segala aktivitas bangsa
Indonesia disemangati oleh Pancasila

3.2.2. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia


Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian
Indonesia ialah keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa
Indonesia adalah pencer- minan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa
Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan
oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan
suasana waktu sepanjang masa. Walau- pun bangsa Indonesia sejak dahulu kala
bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok,
Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap
hidup dan berkembang.
Hal ini berarti bahwa sikap mental, tingkah laku dan amal perbuatan bangsa
Indonesia mempunyai ciri-ciri khas yang dapat membedakan dengan bangsa lain.
Ciri-ciri khas inilah yang dimaksud dengan kepribadian, dan kepribadian bangsa
Indonesia adalah Pancasila.
Pancasila merupakan pilihan unik yang paling tepat bagi bangsa Indonesia,
karena merupakan cerminan sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri sejak adanya di
bumi Nusantara. Secara integral, Pancasila adalah "materai" yang khas Indonesia

3.2.3. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia di dalam
perjuangannya untuk mencapai kehidupan yang lebih sem- puma, senantiasa

40
memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup.
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut
adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan
hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi
maupun dalam interaksi antar manusia dalam masya- rakat serta alam sekitamya.
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke
arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup
(filsafat hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang
persoalan-persoalan yang di- hadapinya dan menentukan arah serta cara
bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan
hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi
persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan- persoalan di
dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan- persoalan besar umat manusia
dalam pergaulan masyarakatbangsa- bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup
yang jelas, sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia
memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul
dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpe- doman pada pandangan
hidup itu pula suatu bangsa akan mem- bangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan
gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada
akhirnya pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang
dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbul- kan
tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Hal ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
dipergunakan sebagai petunjuk, penuntun, dan pegangan dalam mengatur sikap dan
tingkah laku manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bemegara.
Pancasila sebagai weltanschauung bangsa Indonesia atau sebagai
philosophische grondslag bangsa Indonesia. Kata-kata ini diucapkan oleh Ir.

41
Soekamo dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di muka sidang BPUPKI. Welt
berarti dunia, wanschauung berarti pandangan. Dalam kamus Jerman-Inggris
Weltanschauung dapat diberi arti conception of the world, philosophy of life. Jadi
Weltanschauung berarti pandangan dunia atau pandangan hidup, atau falsafah
hidup atau philoshopische grondslag (dasar filsafat).
Dengan demikian, Pancasila menghidupi dan dihidupi oleh bangsa
Indonesia dalam seluruh rangkaian yang bulat dan utuh tentang segala pola pikir,
karsa dan karyanya terhadap ada dan ke- beradaan sebagai manusia Indonesia,
baik secara individual maupun sosial. Pancasila merupakan pegangan hidup yang
memberikan arah sekaligus isi dan landasan yang kokoh untuk mencapai cita-cita
bangsa Indonesia. Dalam negara Pancasila, pandangan hidup masya- rakat
tercermin dalam kehidupan Negara, yaitu Pemerintah terikat oleh kewajiban
konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain- lain penyelenggara Negara,
untuk memelihara budi pekerti kema- nusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.

3.2.4. Pancasila sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia


Falsafah berasal dari kata Yunan "philosophia”. Philos atau philein berarti to
love (mencintai atau mencari). Sophia berarti wisdom, kebijak- sanaan atau
kebenaran. Jadi secara harfiah, falsafah berarti mencintai kebenaran. Dengan
demikian, Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia mempunyai arti
bahwa Pancasila oleh bangsa Indonesia diyakini benar-benar memiliki kebenaran.
Falsafah berarti pula pandangan hidup, sikap hidup, pegangan hidup, atau
tuntunan hidup.
Pancasila juga merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan
mendalam mengenai hakikat diri bangsa Indonesia, sehingga merupakan pilihan
yang tepat dan satu-satunya untuk bertingkah laku sebagai manusia Indonesia
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara. Nilai-nilai budaya
bangsa yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi etika normatif, berlaku

42
umum, asasi dan fundamental, yang senantiasa ditumbuh-kembangkan dalam
proses mengada dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.

3.2.5. Pancasila sebagai Ideologi Negara Republik Indonesia


Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil
perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagai- mana
ideologi-ideologi lain didunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-
istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara. Dengan demikian,
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada
pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau
mengambil ideologi dari bangsa lain.
Pancasila sebagai ideologi Negara merupakan tujuan bersama Bangsa
Indonesia yang diimplementasikan dalam Pembangunan Nasional yaitu
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material dan spiritual
berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan RI yang merdeka,
berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan
bangsa yang aman, ten tram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan
pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan mengemukakan, bahwa
Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi
suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan
pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri:
a. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan;
b. Mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pedoman
hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamal- kan,
dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan
dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang

43
sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi
merupakan sesuatuyang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan
suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (ketexikatan) untuk mewujudkannya.
Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula
komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu tercermin dalam sikap
seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan yang mengikat, yang harus
ditaati dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan pribadi ataupun masyarakat.
Ideologi yang dimaksud adalah ideologi terbuka, yaitu Pancasila bersifat
aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan
perkembangan jaman. Sebagai suatu ideologi terbuka, Pancasila memiliki
dimensi:
a. Dimensi idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
yang bersifat sistematis dan rasional yaitu hakikatnilai yang terkandung dalam
lima (5) sila Pancasila.
b. Dimensi normatif, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan
dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD
1945.
c. Dimensi realistis, harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, Pancasila harus dijabarkan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga bersifat realistis artinya mampu
dijabarkan dalam kehidupan nyata dalam berbagai bidang.
Keterbukaan Pancasila dibuktikan dengan keterbukaan dalam menerima
budaya asing masuk ke Indonesia selama budaya asing itu tidak melanggar nilai-
nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila. Misalnya masuknya budaya
India, Islam, Barat dan sebagainya.
Menurut Kaelan, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila
sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
a. Nilai dasar, yaitu hakekat kelima Pancasila.
b. Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan strategi,
sasaran serta lembaga pelaksanaanya.

44
c. Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam
suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan
sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.2.6. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam lingkungan kerja
Pendidikan Pancasila pada umumnya dipelajari untuk memahami dan
memperoleh pengetahuan tentang Pancasila secara baik dan benar, dalam arti
yuridis konstitusional dan objektif ilmiah. Yuridis konstitusional, mengingat Pancasila
sebagai dasar negara dijadikan landasan dan pedoman dalam pelaksanaan
penyelenggaraan negara Republik Indonesia termasuk melandasi tatanan hukum
yang berlaku. Artinya, dalam setiap langkah dan tindakan dari aparat pemerintahan
negara yang ada, seperti presiden, para menteri, dan pejabat negara yang lain
termasuk DPR/MPR seharusnya selalu mengingat dan mempertimbangkan nilai-nilai
luhur yang ada dalam sila-sila Pancasila agar dapat men- cerminkan kepribadian
dan budaya bangsa yang akan menjadi panutan bagi rakyat pendukungnya. Yaitu,
penduduk dan warga negara sehingga terdapat keseimbangan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta tegaknya tatanam hukum, seperti yang diharapkan
bersama.
Objektif ilmiah, artinya Pancasila sebagai dasar negara adalah suatu nilai
kerohanian. Yang masuk dalam kategori filsafat itu adalah pengetahuan. Oleh
karena itu, penalaran dan penjabarannya, selain secara objektif juga ilmiah.
Objektif, mengingat Pancasila bukan milik subjek tertentu, tetapi milik semua
manusia, semua rakyat, dan juga bangsa Indonesia. Untuk sampai kepada
pemikiran yang hakiki tentang Pancasila, manusia harus menggunakan
pemahaman secara umum melalui berbagai sudut pandang. Ilmiah karena ilmu
pengetahuan harus dinalar berdasarkan teori-teori ilmiah atau pengetahuan umum,
seperti bersistem, bermetode, berobjek, dan memiliki ke- simpulan sebagai hasil
analisis, dalam Empat Tiang Penyangga Ilmu dalam Filsafat Pendidikan Nasionai
Pancasila (Sunaryo Wreksosuhardjo, 2002:7). Ilmiah, berarti dinalar melalui akal
sehat atau logika. Logika, berfikir secara logis. Dalam matematika, misalnya
perhitungan empat kali empat hasilnya enam belas. Lain halnya, dibidang hukum

45
apabila seorang terpidana telah dinyatakan bersalah secara hukum dan telah
mendapatkan keputusan hukum tetap, harus segera melaksanakan hukumannya
sesuai keputusan yang telah ditetapkan tersebut.
Tentang penerapan nilai sila-sila Pancasila perlu ditengarai makna dan arti
dari setiap sila Pancasila secara hakiki agar kita mendapatkan gambaran tentang
inti arti Pancasila yang semuanya akan sangat berkaitan dengan hal ikhwal dalam
uraian selanjutnya. Maka, sudah tepat hanya lima sila itu yang dimasukkan dalam
dasar filsafat negara sebagai inti kesamaan dari segala keadaan yang beraneka
warna itu dan juga telah mencukupi, dalam arti tidak ada lainnya yang tidak dapat
dikembalikan kepada salah satu sila dari Pancasila.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Dengan nilai ini diharapkan pegawai dapat mengimplementasikan nilai-nilai sila
pertama dengan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda- beda, Saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing, dan Tidak memaksakan suatu agama kepercayaannya kepada orang lain
dalam lingkungan kerja.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti bahwa pola
pikir, pola sikap dan pola tindakan seluruh bangsa ini harus memiliki kesesuaian
dengan nilai- nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani
dengan memper lakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Dengan nilai ini
diharapkan pegawai mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan
persamaan kewajiban antara sesama pegawai, Saling mencintai sesama pegawai,
Mengembangkan sikap tenggang rasa, Tidak semena-mena terhadap pegawai
maupun atasan, Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, mengembangkan sikap
saling hormat-menghormati danbekerjasama dengan pegawai lainnya.
Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu
dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Implementasi nilai sila ke-3 ini bisa dengan Bangga

46
menjadi orang Indonesia, mencintai produk Indonesia, dan rela berkorban untuk
kepentingan negara Indonesia.
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-
lembaga perwakilan. Nilai ini dapat diimpelentasikan dengan Tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain, Mengutamakan budaya rembug musyawarah dalam
mengambil keputusan bersama dan bermusyawarah sampai mencapai konsensus
atau kata mufakat yang diliputi dengan semangat kekeluargaan.
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung makna
sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur secara lahiriah ataupun bathiniah. Secara singkat implementasi dari
sila ke-5 ini bisa berupa Bersikap adil terhadap sesama pegawai, Menghormati
hak-hak pegawai lain, menolong rekan kerja yang sedang mengalami
kesulitan/kesusahan, dan menghargai pegawai lain.

3.3. Permasalahan/Isu Strategis terkait Implementasi nilai-nilai Pancasila


Sejak diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi Nasional,
maka secara otomatis membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila
dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara
Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar
yang fundamental. Sebagai suatu sistem nilai, maka lima dasar Pancasila tersebut
pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Meskipun dalam setiap sila
terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya, namun
kesemuanya itu tidak lain mempakan satu kesatuan yang sistematis dan tak
terpisahkan sehingga saling terkait antara satu sila dengan sila lainnya.
Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki landasan dalam
penyelenggaraan negara. Landasan sebagai dasar negara dan sumber-sumber
nilai dalam segala kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia mengenal
Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum yang

47
memiliki kedudukan tertinggi. Pancasila merupakan dasar dari norma-norma yang
tidak boleh dilanggar. Pancasila yang begitu agung tidak boleh dikesampingkan
dalam segala perjalanan penyelenggaraan negara. Namun pada kenyataannya,
Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi negara dan merupakan
kesepakatan politik para founding father mulai banyak yang mengabaikan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya.
Dengan mulai banyaknya yang mengabaikan nilai-nilai Pancasila maka
muncul permasalahan-permasalahn terkait implementasi nilai-nilai Pancasila di
Indonesia. Permasalahan yang timbul harus segera diidentifikasi dan dicari
solusinya sehingga implementasi nilai-nilai Pancasila dapat berjalan dengan baik.
Nilai-Nilai pokok dari Pancasila yaitu: Ketuhanan (Religiusitas),
Kemanusiaan (Humanisme), Persatuan (Nasionalisme), Kedaulatan Rakyat
(Demokrasi), dan Keadilan sosial. Dalam praktek penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara, penerapan nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya
berjalan sesuai apa yang dicita-citakan. Hal mana tampak dari adanya sejumlah
persoalan dalam penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut.
a. Nilai KeTuhanan (Religiusitas)
1) Masalah Hubungan Negara dengan Agama
2) Masalah Kebebasan beragama/berkeyakinan
3) Masalah Hubungan antar umat beragama (toleransi
b. Kemanusiaan (Humanisme)
1) Masalah Hubungan Negara dengan Warga Negara
2) Masalah Hubungan antar warga negara
c. Persatuan (Nasionalisme)
1) Memudarnya rasa kebangsaan
2) Ketidakpuasaan daerah terhadap pusat
3) Norma yang berpotensi mencederai rasa kebangsaan (Perda bermasalah)
4) Menjamurnya parpol-parpol yang berpotensi melunturkan semangat
persatuan.
d. Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)

48
1) Peranan Rakyat dalam perumusan kebijakan
2) Eksistensi Wakil Rakyat dalam kaitan dengan pengisian jabatan secara
langsung
3) Hubungan Rakyat dengan Wakil Rakyat
e. Keadilan Sosial
1) Kesejahteraan rakyat (kesehatan, pendidikan, ekonomi)
2) Pengangguran
3) Kemiskinan
4) Kesenjangan antar penduduk, antar wilayah.
3.4. Evaluasi
Evaluasi terhadap setiap pokok bahasan dilakukan terhadap:
a. Evaluasi terhadap peserta dilakukan dengan mengisi buku kerja dan uji
kompetensi;
b. Evaluasi terhadap Fasilitator dilakukan dengan menggunakan Instrumen
evaluasi yang telah disediakan.

BAB III
SEJARAH NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA

INDIKATOR KEBERHASILAN :

Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta dapat Memahami sejarah pra


pasca kemerdekaa, Makna nasionalisme, Ketahanan Nasional dan Bela Negara49
3.1 Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
3.1.1 Latar belakang Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14


Agustus 1945 maka secara hukum tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini
mengakibatkan Indonesia berada dalam keadaan vacum of power (tidak ada
pemerintah yang berkuasa) dan waktu itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal 10
September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan
bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia.
Dan pada tanggal 14 September 1945 Mayor Greenhalg perwira Sekutu datang ke
Jakarta untuk mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang
pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 Sekutu tiba mendarat di Jakarta dan
bertugas melucuti tentara jepang. Tugas ini dilakukan oleh Komando Pertahanan
Sekutu di Asia Tenggara yang bernama South East Asia Command (SEAC) di
bawah pimpinan Lord Louis Mountbatten yang berpusat di Singapura. Untuk
melaksanakan tugas itu, Mountbatten membentuk suatu komando khusus yang
diberi nama Allied Forces Natherland East Indies (AFNEI) di bawah pimpinan
Letnan Jendral Sir Philip Chirstison. Adapun tugas AFNEI :

1. Melindungi dan menjalankan pemindahan tawanan perang dan orang


interniran.
2. Melucuti tentara Jepang dan mengembalikannya.
3. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian
diserahkan kepada pemerintah sipil.

50
4. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang.
Dalam menjalankan misiya di Indonesia, AFNEI hanya berkonsentrasi tugas di
Jawa dan Sumatera. Terbagi dalam 3 divisi, yaitu :
1. 23 tahun Indian Division dibawah komando Mayor Jendral D.C Hawthorn
(divisi ini berlokasi di Jawa Barat)
2. 5 tahun Indian Division,di bawah komando Mayor Jendral E.C Mansergh (divisi
ini berlokasi di Jawa Timur)
3. 26 tahun Indian Division,di bawah komando Mayor Jendral H.M Chambers
(divisi ini berlokasi di Sumatera)
Sementara daerah-daerah Indonesia lainnya di pegang tentara Australia-
turut bergabung dalam tentara sekutu. Awalnya rakyat Indonesia, menyambut
gembira kedatangan tentara Sekutu. Namun, ketika diketahui bahwa tentara
Sekutu membawa NICA (Nederland Indies Civil Administration) yang ingin
menengakkan kembali kekuasaan kolonial Hindia Belanda, rakyat Indonesia
mengambil sikap bermusuhan. Sikap ini memiliki dasar menilik Civil Affair
Agreement (perjanjian sipil) antara pemerintah Inggris dengan Belanda di
Chequers (dekat London), tertanggal 24 Agustus 1945 menyebutkan yang
diperbolehkan mendarat di Indonesia hanyalah tentara Inggris.

3.1.2 Zaman Penjajahan Negara Barat di Indonesia


Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah
agama islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersamaan dengan itu berkembang
pulalah kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak, dan mulailah
berdatangan orang-orang Eropa di nusantara. Mereka itu antara lain orang
Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat
tanaman rempah-rempah.
Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang pada awalnya berdagang
adalah orang-orang bangsa portugis. Namun lama-kelamaan bangsa portugis
mulai menunjukkan peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat
menjadi praktek penjajahan. Pada akhir abad XVI bangsa Belanda datang pula ke

51
Indonesia dengan menempuh jalan yang penuh kesulitan. Untuk menghindarkan
persaingan diantara mereka sendiri, kemudian mereka mendirikan suatu
perkumpulan dagang yang bernama VOC (Vorenidge Oost Indisce Compagnie),
yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompeni’.
Praktek-praktek kompeni mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan
sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan. Mataram dibawah pemerintahan
Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan dan menyerang ke
Batavia pada tahun 1628 dan tahun 1629, walaupun tidak berhasil meruntuhkan
namun Gubernur jendral J.P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang
kedua itu.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras
untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia.
Mereka ingin membulatkan hegemoninya sampai kepelosok- pelosok nusantara.
Melihat praktek-prakek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan
di berbagai wilayah nusantara antara lain:
 Patimuara di Maluku (1817);
 Baharudin di Palembang (1819);
 Imam Bojol di Minangkabau (1821-1837);
 Pangeran Diponogoro di Jawa Tengah (1825-1830);
 Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860);
 Anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895);
 Sisingamangaraja di tanah batak (1900).

3.1.3 Kebangkitan Nasional


Pada abad XX di panggung internasional terjadilah pergolakkan
kebangkitan Dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri.
Gerakan inilah yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkn suatu
bangsa yang memiliki kehormatanakan kemerdekaan dan kekuatannya sendiri

52
Organisasi Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 mei 1908 inilah yang
merupakan pelopor pergerakkan nasional, sehingga setelah itu muncullah
organisasi-organisasi pergerakkan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakkan
nasional itu antara lain: Sarekat Dagang Islam (SDI 1909), yang kemudian dengan
cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik denga mengganti namanya
menjadi Sarekat Islam (SI 1911) di bawah HOS Cokroaminoto.
Berikutnya munculah Indische Partij (1913), yang dipimpin oleh tiga
serangkai yaitu: Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat
(yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro).
Dalam situasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional
Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Ciptomangunkusumo,
Sartono, dan tokoh lainnya. Mulailah kini perjuangan nasional Indonesia
dititikberatkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang jelas yaitu Indonesia
merdeka.
Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bentuknya
dengan Partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931). Kemudian golongan
demokrat antara lain Moh. Hatta dan St. Syahir mendirikan PNI baru yaitu
Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan kemerdekaan Indonesia
harus dicapai dengan kekuatan sendiri.

3.1.4 Zaman Penjajahan Jepang


Janji Belanda tentang Indonesia dengan merdeka kelak di kemudian hari
dalam kenyataannya hanya suatu kebohongan belaka.Bahkan sampai akhir
pendudukan pada tanggal 10 Maret 1940, kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak
pernah terwujud.
Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang Pemimpin
Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Akan tetapi dalam perang melawan
Sekutu Barat yaitu (Amerika, Inggris, Rusia, Prancis, Belanda, dan negara sekutu
lainnya) nampaknya Jepang semakin terdesak. Oleh karena itu agar mendapat
dukungan dari bangsa Indonesia, maka pemerintahan Jepang berrsikap bermurah

53
hati terhadap bangsa Indonesia, yaitu menjanjikan Indonesia merdeka kelak di
kemudian hari. Janji kedua pemerintahan Jepang berupa ‘kemerdekaan tanpa
syarat’.Janji itu disampaikan kepada bangsa Indonesia seminggu sebelum bangsa
Jepang menyerah, dengan Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari
Pemerintah Militer di seluruh Jawa dan Madura).Dalam janji kemerdekaan yang
kedua tersebut bangsa Indonesia diperkenankan untuk memperjuangkan
kemerdekaannya.
Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia maka
sebagai realisasinya janji tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas
untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokritsu Zyunbi Tioosakai.

3.1.6 Peristiwa-Peristiwa Heroik Pasca Kemerdekaan


A. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran 5 Hari atau Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah
serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia di Semarang melawan Tentara
Jepang. Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap
Jepang pada masa transisi (bedakan dengan Peristiwa 10 November –
perlawanan terhebat rakyat Indonesia dalam melawan sekutu dan Belanda).
Pertempuran ini dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya
suasana sudah mulai memanas sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober
1945.
B. Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak
tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10
November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang
pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam
sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas
perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

54
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus
1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang
Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan
pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya.
Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan
bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel
Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan
no. 65 Surabaya.

C. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa atau yang sering disebut sebagai palagan
Ambarawa memang menarik. Secara singkat, dapat diceritakan bahwa disebut
Pertempuran Ambarawa karena memang terjadinya di kota Ambarawa.
Pertempuran itu sebenarnya sudah diawali sejak Oktober 1945, di mana pada
tanggal 20 Oktober 1945 tentara Sekutu mendarat di Semarang di bawah
pimpinan Brigadir Jenderal Bethel

D. Pertempuran Medan Area


Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan
Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama Civil
Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara
pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama
pemerintah Belanda.
Dalam melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah sipil,
pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando
Inggris. Kekuasaan itu kelak di kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda.
Inggris dan Belanda membangun rencana untuk memasuki berbagai kota strategis

55
di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota yang akan didatangi Inggris
dengan “menyelundupkan” NICA Belanda adalah Medan.

E. Bandung Lautan Api


Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang
terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946.
Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah
mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal
ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk
dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang
Kemerdekaan Indonesia.

F. Pertempuran Margarana
Latar belakang munculnya puputan Margarana atau pertempuran
Margarana sendiri bermula dari Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10
November 1946, Belanda melakukan perundingan linggarjati dengan pemerintah
Indonesia. Salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda mengakui
secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi
Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda diharuskan sudah
meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal
2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara
di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari
pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara
Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat
sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk
mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak
mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.

G. Pertempuran Laut Aru

56
Pertempuran Laut Aru adalah suatu pertempuran yang terjadi di Laut Aru,
Maluku, pada tanggal 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda. Insiden ini
terjadi sewaktu dua kapal jenis destroyer, pesawat jenis Neptune dan Frely milik
Belanda menyerang RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI
Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli pada posisi 04,49° LS dan
135,02° BT. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah
menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, “Kobarkan semangat pertempuran”.

H. Tindakan Heroik Di Yogyakarta


Pada tanggal 26 September 1945 terjadi perebutan kekuasaan dan para
pegawai negeri semua mogok karena peristiwa ini. Sejak pukul 10.00, mereka
mogok bekerja dan memaksa Jepang untuk menyerahkan semua kantor Jepang
ke Indonesia. Diperkuat oleh pengumuman oleh KNI DI Yogyakarta pada 26
September 1945 bahwa kekuasaan di daerah itu sekarang berada di tangan
pemerintah RI. Kemudian terjadilah demo dan para pemuda berusaha untuk
merebut senjata dan peralatan perang, sedapat mungkin tanpa melalui jalan
kekerasan. Tapi karena usaha perundingan gagal, pada 1 Oktober malam, para
pemuda, BKR dan kepolisian menyerbu Tansi Otsuka Butai yang berada di kota
baru. Malam itu juga Otsuka Butai menyerah setelah 18 orang pemuda polisi
gugur.
I. Peristiwa 11 Nopember 1946 di Sulawesi Selatan
Pada saat Belanda (Mayjend Van Mook) sedang mengadakan Konferensi
Denpasar dalam rangka pembentukan negara Indonesia Timur dan negara-negara
boneka lainnya, pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda mengumumkan bahwa
Sulawesi berada dalam status darurat perang dan hukum militer (akibat dari
penolakan rakyat terhadap rencana (pembentukan Negara Indonesia Timur).
Rakyat Sulawesi Selatan yang diangap menolak atau tidak setuju/menentang
rencana tersebut dibantai habis oleh pasukan Belanda pimpinan Raymond
Westerling yang mengakibatkan lebih dari 40.000 jiwa rakyat Sulawesi meninggal.

57
Robert Wolter Monginsidi dan Andi Matalatta yang memimpin pasukan untuk
melawan kebiadaban Belanda akhirnya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.

J. Tindakan Heroik Di Aceh


Di Aceh terjadi sebuah pertempuran besar. Pertempuran tersebut terjadi
karena pembentukan Organisasi yang dibentuk oleh para pemuda pada tanggal 6
oktober 1945 yang diberi nama Angkatan Pemuda Indonesia (API), namun
seminggu berdirinya organisasi tersebut kemudian jepang melarang berdirinya
Organisasi tersebut. Walaupun dipakasa untuk membubarkan API, tapi para
pemuda menolak dengan keras dan timbullah pertempuran. Para pemuda melucuti
senjata Jepang. Selain itu, para pemuda juga mengambil alih kantor-kantor
pemerintah Jepang dan mengibarkan bendera merah putih.

K. Tindakan Heroik Di Palembang


Di Palembang pada 8 Oktober 1945 Dr.A.K.Gani memimpin rakyat
mengadakan upacar pengibarab Bendera Merah-Putih. Perekutan kekuasaan di
Palembang dilakukan tanpa Insiden. Pihak Jepang berusaha menghindari
pertempuran.

L. Tindakan Heroik Di Kalimantan


Di Kalimantan dukungan Proklamasi Kemerdekaan dilakukan dengan
berdemokrasi, pengibaran Bendera Merah-Putih dan mengadakan rapat-rapat.
Pada 14 November 1945 dengan beraninya sekitar 8000 orang berkumpul di
komplek NICA dengan mengarak Bendera Merah-Putih.
M. Peristiwa Merah Putih di Manado
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 februari 1946 di Manado. Para pemuda
Manado bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan
kekuasaan pemerintahan di Manado, Tomohon, dan Minahasa. Sekitar 600 orang
pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditahan. Adapun latar belakang dari

58
peristiwa ini yaitu keinginan pemuda untuk merebut kembali kekuasan di seluruh
Manado yang berada di tangan Belanda.

N. Tindakan Heroik di Nusa Tenggara


Di Nusa tenggara juga dilakukan usaha perebutan kekuasaan dari sekutu.
Rakyat tetap mengibarkan bendera merah putih dan memakai Lencana Merah.

O. Tindakan Heroik di Papua


Pada tanggal 14 Maret 1948 para pemuda papua menyerang NICA dan
Tangsi Sorido. Namn serangan itu gagal dan dua orang pemimpinnya dibunuh dan
yang lainnya dipenjara seumur hidup.

P. Tindakan Heroik di Padang dan Bukit Tinggi


Di padang dan bukit tinggi dibentuk balai penerangan pemuda indonesia
dan pemuda republik indonesia. Kedua organisasi pejuang iitu memelopori
pembentukan BKR dan komite nasional Indonesia.

Q. Tindakan Heroik di Surakarta


Terjadi pertempuran rakyat dengan Jepang di markas Kempeitai. Dalam
pertempuran gugur pemuda Arifin.

R. Tindakan Heroik di pulau Sumbawa


Pada Bulan Desember 1945, para pemuda berusaha merebut senjata dari
jepang dan bentrokan terjadi di Gempe dan di Sape.

S. Tindakan Heroik di Lampung


BKR dan para pemuda berhasil melucuti senjata Jepang di Teluk Betung,
Kalianda dan Manggala.
3.2 Nilai-Nilai Nasionalisme
3.2.1 Pengertian Nasionalisme

59
Nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan dimana
kesetiaan seseorang secara total diabadikan langsung kepada Negara atas nama
sebuah bangsa. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian nasionalisme
adalah “pencinta nusa dan bangsa sendiri”, “memperjuangkan kepentingan
bangsanya”, “semangat kebangsaan”.
Nasionalisme dibedakan menjadi 2, yaitu nasionalisme dalam arti luas dan
nasionalisme dalam arti sempit. Dalam arti luas, nasionalisme adalah paham
kebangsaan, yaitu mencintai bangsa dan Negara dengan tetap mengakui
keberadaan bangsa dan Negara lain. Dalam arti sempit, nasionalisme diartikan
sebagai mengagung-agungkan bangsa dan Negara sendiri dan merendahkan
bangsa lain. Paham ini disebut dengan paham chauvimisme, dikembangkan pada
masa jerman di bawah Hitler dan di italia di bawah Musolini.
Dalam arti sederhana, nasionalisme adalah sikap mental dan tingkah laku
individu atau masyarakat yang menunjukan adanya loyalitas atau pengabdian yang
tinggi terhadap bangsa dan negaranya.

3.2.2 Prinsip dan Nilai yang Terkandung dalam Nasionalisme

A. Prinsip-prinsip Nasionalisme Indonesia


Dapat disimpulkan bahwa nasionalisme indoesia yang berdasarkan pancasila
adalah bersifat “majemuk tunggal”. Unsur-unsur yang terkandung dalam
nasionalisme bangsa Indonesia yaitu:
1. Kesatuaan sejarah;
2. Kesamaan nasib;
3. Kesatuaan kebudayaan;
4. Kesatuan wilayah;
5. Kesatuan asas kerohanian.

B. Nilai-nilai yang terkandung dalam nasionalisme bangsa Indonesia yaitu:

60
1. Menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan
golongan;
2. Sanggup/rela berkorban untuk bangsa dan Negara;
3. Mencintai tanah air dan bangsa;
4. Bangga berbangsa dan bernegara Indonesia;
5. Menjunjung tinggi persatuaan dan kesatuan berdasarkan prinsip Bhineka
Tunggal Ika;
6. Memajukan pergaulan untuk meningkatkan persatuan bangsa dan Negara.

3.3 Isu-Isu Strategis tentang Nasionalisme


Konflik politik yang mengancam integrasi bangsa dan konflik sosial yang
telah merusak tatanan kehidupan masyarakat masih menghantui perjalanan
Indonesia, minimal hingga saat ini. Konflik politik yang bersifat vertikal , seperti di
Aceh, Papua, dan mungkin beberapa daerah lain, merupakan salah satu bentuk
terjadinya degradasi nasionalisme Indonesia. Bukankah mereka pada mulanya
menyatakan dirinya sebagai bagian dari Indonesia, diawali dari proses etno-
nasional menjadi nasionalisme nasional yang dibangun atas dasar kesadaran dan
kesukarelaan, bukan atas dasar pemaksaan yang menggunakan senjata. Selain
itu, masih ada pula konflik sosial yang mungkin bersifat vertikal dan horizontal.
Konflik sosial ini sewaktu-waktu dapat meletus, seperti di Poso, Ambon, konflik
antardaerah, antarkampung, dan beberapa konflik lain.
Munculnya konflik di tingkat lokal, apakah sebagai pertanda meningkatnya
gerakan etno-nasionalisme (chauvinisme regional) sehingga semakin menguatkan
corak disintegrasi bangsa. Apakah ini juga pertanda bahwa bangsa kita masih
mengalami crisis of management dan crisis of authority. Padahal bangunan
nasionalisme nasional Indonesia bermula dari adanya kesadaran kolektif
masyarakat etnik untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa.
Bagaimanapun, denasionalisme mulai menggejala dalam perjalanan politik
bangsa kita. Gejala untuk menarik kembali nasionalisme nasional menjadi
nasionalisme regional (etno-nasionalisme) mulai tampak. Indikatornya adalah

61
muncul berbagai konflik sosial dan politik, baik dalam bentuk konflik vertikal
maupun konflik horizontal di beberapa daerah.
Suka atau tidak suka, konflik di beberapa daerah menunjukkan bahwa telah
terjadi penurunana nilai nasionalisme di tingkat lokal, meskipun hanya
dikumandangkan oleh sebagian kecil masyarakat tersebut. Hal ini terjadi karena
kurang adanya keserasian antarnegara dengan rakyat, sehingga memunculkan
konflik antara negara dengan rakyat. Dampak dari konflik antara negara dengan
rakyat adalah membuat buruk kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dalam
situasi seperti ini, seolah-olah legitimasi negara tidak berakar kuat pada rakyat.
Akibatnya, sebagian dari mereka beranggapan bahwa negara sebagai lembaga
yang terpisah dan asing dari komunitasnya. Bagi komunitas etnik tertentu yang
ada di dalam suatu negara, identitas kebangsaan yang melekat pada negara
dipahami tidak lebih sebagai identitas kebangsaan yang imajiner di samping
realitas identitas kebangsaan lain yang juga melekat pada masing-masing
komunitas etnik.
Kalau nasionalisme ingin terus bertahan dalam melawan arus globalisasi,
yang memberikan berbagai janji dan sekaligus menunjukkan sekian banyak
ancaman, maka nasionalisme harus dikembalikan kepada yang mempunyai, yaitu
masyarakat-bangsa. Jangan sampai nasionalisme hanya menjadi nasionalisme
negara seperti yang telah dilakukan oleh Orde Lama dan Orde Baru, sehingga
sistem hegemoni tersebut telah mulai menggerogoti nasionalisme itu sendiri.
Artinya, proses ke arah terwujudnya clean governance dan clean government
jangan hanya menjadi slogan penguasa yang sebentar lagi akan menduduki
kekuasaan.

3.4 Nilai Cinta Tanah Air


3.4.1 Pengertian Cinta Tanah Air
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah negara
kesatuan yang terdiri dari berbagai macam pulau, daerah, bahasa, ras, suku,
budaya, dan agama. Kehidupan berbangsa dan bernegara tak luput dari

62
kehidupan sejarah di masa lampau. NKRI dilahirkan oleh generasi yang memiliki
idealisme cinta tanah air dan bangsa untuk membebaskan diri dari ancaman
penjajah di masa lalu. Cinta tanah air sendiri berasal dari perwujudan dari
Pancasila sila ke-3 yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Hal tersebut dapat
diwujudkan dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, serta bangsa
dan negara. Setiap warga negara wajib memiliki rasa cinta tanah air dan berhak
mengikuti segala aktivitas kenegaraan.
Menurut Winarno dan Suhartatik mengatakan bahwa cinta pada bangsa dan
tanah air artinya setia pada bangsa dan negara Indonesia dengan berbuat sesuatu
yang baik ditujukan untuk kemajuan bangsa dan kemajuan masyarakat Indonesia.
Kemudian Widagdo mengatakan bahwa cinta tanah air ialah perasaan cinta
terhadap bangsa dan negaranya sendiri.Usaha membela bangsa dari serangan
penjajahan. Dalam cinta tanah air terdapat nilai-nilai kepahlawanan ialah rela
dengan sepenuh hati berkorban untuk bangsa dan Negara.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengertian dari “Cinta Tanah Air”
merupakan suatu rasa sayang, cinta, peduli, bangga dan loyal pada setiap individu
terhadap daerah atau negara yang ditinggalinya yang tercermin dalam perilaku
mengabdi, membela, melindungi, dan menjaga bangsa dari segala ancaman dan
gangguan dari dalam maupun luar negeri. Kesadaran akan cinta tanah air sendiri
pada hakikatnya rela berkorban dan berbakti terhadap bangsa dan negara.
Kebanggaan menjadi salah satu bagian dari tanah air dan bangsanya yang
berujung ingin berbuat sesuatu yang mengharumkan nama tanah air dan bangsa.
Semangat cinta tanah air perlu terus dibina sehingga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia tetap terjamin. Cinta tanah air bermanfaat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Manfaat tersebut diantaranya Negara akan
aman dan damai, pembangunan dapat berjalan lancer, dan pendapatan Negara
akan meningkat. Manfaat tersebut kita sendiri yang merasakan. Kita akan merasa
aman da damai serta kesejahteraan hidup meningkat.
Perilaku cinta tanah air dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk,
diantaranya memelihara persatuan dan kesatuan dan menyumbangkan

63
pengetahuan dan keterampilan yang di miliki untuk membangun Negara. Cinta
tanah air dan bangsa adalah suatu sikap ketulusan dan keikhlasan yang
diwujudkan dalam perbuatan untuk kejayaan tanah air dan kebahagiaan
bangsanya. Sebagai warga negara Indonesia kita wajib mempunyaa rasa cinta
terhadap tanah air dan bangsa, yaitu:
 bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia;
 tidak akan melakukan perbuatan dan tindakan yang merugikan tanah air;
 setia dan taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bangsa yang cinta kepada tanah airnya akan selalu tanggap dan waspada
terhadap setiap kemungkinan adanya unsur-unsur yang dapat merusak persatuan
dan kesatuan bangsa. Unsur-unsur tersebut dapat berasal dari dalam negeri
maupun dari luar negeri yang dapat membahayakan keamanan negara serta
kelangsungan hidup bangsa.
Untuk mengisi cinta tanah air, pemerintah melaksanakan pembangunan
nasional. Setiap warga Negara harus turut serta menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional melalui berbagai kegiatan dengan bidangnya masing-
masing. Keikutsertaan masyarakat dalam mencintai tanah air dapat dilakukan
dengan cara rajin belajar bagi pelajar, bekerja dengan tekun sesuai keahlianya,
membayar pajak, memelihara hasil pembangunan, dan menciptakan situasi aman
dan damai.
Jika cinta tidak terbina pada diri setiap warga maka Negara akan mudah
dilanda kekacauan, pembangunan tidak behasil, pendapatan Negara menurun,
dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan dan kesehatan warga sendiri yang akan
hancur.

3.4.2 Perlunya Rasa Cinta Tanah Air


Rasa cinta tanah air perlu ditumbuh kembangkan dalam jiwa setiap individu
sejak usia dini yang menjadi warga dari sebuah negara atau bangsa agar tujuan
hidup bersama dapat tercapai. Salah satu cara untuk menumbuh kembangkan
rasa cinta tanah air adalah dengan menumbuhkan rasa bangga terhadap tanah

64
airnya melalui proses pendidikan. Rasa bangga terhadap tanah air dapat
ditumbuhkan dengan memberikan pengetahuan dan dengan membagi dan berbagi
nilai-nilai budaya yang kita miliki bersama.
Di dalam pancasila terdapat nilai-nilai yang perlu di pahami oleh setiap
warga Negara Indonesia untuk menumbuhkan rasa Cintanya terhadap Tanah Air
yaitu pada sila pertama KETUHANAN YANG MAHA ESA, dimana kita adalah
Negara yang beragama dan kuat akan ajaran-ajaran baik dari agama kita masing-
masing, tidak menganut paham komunis dan brutal, tetapi Negara kita yang
tercinta ini sudah mengatur sebagaimana rupanya menjadi Negara yang bersahaja
yang percaya bahwa semua yang ada didunia ini ada yang menciptakannya dan
kita patut bersyukur akan hal itu. Ini adalah salah satu bukti mengapa kita perlu
mencintai tanah air kira secara sepenuh hati.
Sila ke dua dari pancasila lebih mengena lagi di dalam kehidupan kita
sehari-hari, yaitu KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, maksudnya pun
kita ketahui bahwa di Indonesia ini menjungjung tinggi sikap rasa keadilan dan
saling mengasihi antar manusia. Tidak buat sewenang-wenang semena-mena,
karena masyarakat Indonesia mempunyai hak keadilan yang sama. Tidak
menganut paham komunis, gangster ataupun yang membuat peradaban manusia
di Indonesia menjadi Negara yang tidak mempunyai rasa keadilan yang tidak
beradab. Ini adalah contoh kedua bagaimana kita lebih bisa menghargai dan
mencintai tanah air kita Indonesia.
PERSATUAN INDONESIA adalah bunyi dari Pancasila sila ke tiga, yang
mempunyai makna bahwa Indonesia menjunjung tinggi rasa persatuan dan
kesatuan negaranya. Agar tercipta suasana yang kondusif, aman, tentram,
nyaman. Dan dibutuhkan peran aktif masyarakatnya juga untuk membuat
persatuan dan kesatuan di Indonesia ini menjadi nyata. Bahwasanya Negara yang
maju adalah Negara yang dapat memegang teguh ajarannya dan menjaga nama
baik negaranya. Maka lebih banyak perlu dibuktikan lagi oleh para penerus bangsa
dan generasi muda dalam ikut serta menjaga perdamaian persatuan dan kesatuan
Negara Indonesia.

65
Sila keempat berbunyi KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN. Indoseia
adalah Negara demokrasi, bahwasanya semua hal yang bersangkutan dengan
kemerdekaan Negara dipilih dengan cara demokrasi, permusyawaratan dalam
masyarkat adalah cara ampuh untuk memenuhi keinginan rakyat dalam turut serta
membangun Negara menjadi yang lebih baik lagi, yang sudah diwakili oleh
permusyawaratan perwakilan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang ada di Negara
Indonesia.
Dan yang terakhir sila kelima adalah KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH
RAKYAT INDONESIA. Sila ini menjadi satu-satunya cerminan hokum yang di ikuti
dengan undang-undang yang berada di Indonesia untuk menjaga keadilan dan
kesejahteraan rakyatnya. Demi terjalinnya rasa saling menghargai, menjaga, dan
menyayangi, sejak awal Indonesia sudah menyadari bahwa sila ini penting untuk
diterapkan sebagai pedoman dan pandangan hidup bernegara di Indonesia.
Dari kelima Pancasila tersebut, rasa cinta tanah air perlu ditumbuh
kembangkan dalam jiwa setiap individu yang menjadi warga dari sebuah negara
atau bangsa agar tujuan hidup bersama dapat tercapai sesuai dengan norma
agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum yang tercermin
dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, yang percaya akan Tuhan Yang Maha
Esa, yang mempunyai rasa sosial yang tinggi, yang mempunyai kepribadian sopan
dan santu, dan selalu taat pada hukum.

3.4.3 Cara Meningkatkan Rasa Cinta Tanah Air


Kemerdekaan bangsa Indonesia di dapat bukan atas hadiah dari bangsa
penjajah namun merupakan perjuangan dari pahlawan yang telah rela berkorban
harta, waktu serta nyawanya untuk kemerdekaan suatu bangsa yakni bangsa
Indonesia. Dengan perjuangan pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya. Sejak itu, bangsa Indonesia bertekad untuk
melindungi bangsanya dari gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari
luar. Cara meningkatkan rasa cinta tanah air yaitu:

66
1. Mempelajari sejarah perjuangan para pahlawan pejuang kemerdekaan kita
serta menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan.
2. Menghormati upacara bendera sebagai perwujudan rasa cinta tanah air dan
bangsa Indonesia.
3. Menghormati simbol-simbol Negara seperti lambang burung garuda, bendera
merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dll.
4. Mencintai dan menggunakan produk dalam negeri agar pengusaha local bisa
maju sejajar dengan pengusaha asing.
5. Ikut membela serta mempertahankan kedaulatan kemerdekaan bangsa dan
Negara Indonesia dengan segenap tumpah darah secara tulus dan iklhas.
6. Turut serta mengawasi jalannya pemerintahan dan membantu meluruskan
yang salah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
7. Membantu mengharumkan nama bangsa dan Negara Indonesia kepada warga
Negara asing baik di dalam maupun di luar negeri serta tidak melakukan
tindakan-tindakan yang mencoreng nama baik Indonesia.
8. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada acara-acara resmi
dalam negeri.
9. Beribadah dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kemajuan bangsa
dan Negara.
10. Membantu mewujudkan ketertiban dan ketentraman baik di lingkungan sekitar
kita maupun secara nasional.

3.5 Sikap Bela Negara


3.5.1 Pengertian Bela Negara
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup
bangsa dan negara yang seutuhnya. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara dan syarat-syarat tentang pembelaan diatur
dengan undang-undang. Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti

67
pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu
sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan
baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata
musuh bersenjata.
Menurut penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Pertahanan Negara, bela negara adalah sikap dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara,bukan hanya sebagai kewajiban dasar warga negara,tetapi juga
merupakan kehormatan warga negara sebagai wujud pengabdian dan kerelaan
berkorban kepada bangsa dan negara.
Bela negara yang dilakukan oleh warga negara merupakan hak dan kewajiban
membela serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara,keutuhan
wilayah,dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.Pembelaan yang
diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan negara merupakan
tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara.Oleh karena itu,warga
negara mempunyai kewajiban untuk ikut serta dalam pembelaan negara,kecuali
ditentukan lain dengan undang-undang.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat
tentang pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib
ikut serta dalam membelanegara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan
hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Adapun unsur dasar bela negara
yaitu:
1. Cinta Tanah Air
2. Kesadaran Berbangsa & bernegara
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
4. Rela berkorban untuk bangsa & negara
5. Memiliki kemampuan awalbela negara

68
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela
berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI. Beberapa jenis ancaman dan gangguan
pertahanan dan keamanan negara yaitu :
a. Ancaman dari Luar Negeri:
1) Agresi;
2) Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
3) Spionase (mata-mata);
4) Sabotase;
5) Aksi teror dari jaringan internasional.
b. Ancaman dari Dalam Negeri
1) Pemberontakan senjata;
2) Konflik Horizontal;
3) Aksi Teror;
4) Sabotase;
5) Aksi kekerasan yang berbau SARA;
6) Gerakan separatis (upaya pemisahan diri untuk membuat negara baru);
7) Pengrusakan Lingkungan;

3.5.2 Nilai-Nilai dalam Bela Negara


Arti dari bela negara itu sendiri adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang
memiliki tekad, sikap dan perilaku yang dijiwai cinta NKRI berdasarkan Pancasila
dan UUD1945 yang rela berkorban demi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Adapun kriteria warga negara yang memiliki kesadaran bela negara adalah
mereka yg bersikap dan bertindak senantiasa berorientasi pada nilai-nilai bela
negara. Nilai-nilai bela negara terebut berisikan:
1. Nilai-nilai bela negara yang dikembangkan adalah Cinta Tanah air,yaitu
mengenal, memahami dan mencintai wilayah nasional, menjagatanah dan
pekarangan serta seluruh ruang wilayah Indonesia,melestarikan dan

69
mencintai lingkungan hidup, memberikan kontribusipada kemajuan bangsa
dan negara, menjaga nama baik bangsa dan negaraserta bangga sebagai
bangsa indonesia dengan cara waspada dan siapmembela tanah air
terhadap ancaman tantangan, hambatan dan gangguanyang membahayakan
kelangsungan hidup bangsa serta negara dari manapundan siapapun.
2. Nilai yang kedua adalah Sadar akan berbangsa dan bernegara, yaitu dengan
membina kerukunan menjaga persatuan dan kesatuan dari lingkungan
terkecil atau keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan dan
lingkungan kerja, mencintai budaya bangsa dan produksi dalam negeri,
mengakui, menghargai dan menghormati bendera merah putih, lambang
negara dan lagu kebangsaan Indonesia Raya, menjalankan hak dan
kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan yangberlaku dan
mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, keluarga
dan golongan.
3. Nilai ketiga adalah yakin kepada Pancasila sebagai ideologi negara, yaitu
memahami hakekat atau nilai dalam Pancasila, melaksanakan nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan Pancasila sebagaipemersatu
bangsa dan negara serta yakin pada kebenaran Pancasilasebagai ideologi
negara.
4. Nilai keempat rela adalah berkorban untuk bangsa dan negara, yaitubersedia
mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsadan
negara, siap mengorbankan jiwa dan raga demi membela bangsa dannegara
dari berbagai ancaman, berpastisipasi aktif dalam pembangunanmasyarakat,
bangsa dan negara, gemar membantu sesama warga negara yg mengalami
kesulitan dan yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan
negara tidak sia-sia.
5. Untuk nilai yang terakhir memiliki kemampuan awal bela negara secarapsikis
dan fisik. Secara psikis, yaitu memiliki kecerdasan emosional,spiritual serta
intelegensia, senantiasa memelihara jiwa dan raganyaserta memiliki sifat-sifat

70
disiplin, ulet, kerja keras dan tahan uji. Sedangkan secara fisik yaitu memiliki
kondisi kesehatan, ketrampilan.

3.6 Evaluasi
Evaluasi terhadap setiap pokok bahasan dilakukan terhadap:
a. Evaluasi terhadap peserta dilakukan dengan mengisi buku kerja dan uji
kompetensi;
b. Evaluasi terhadap Fasilitator dilakukan dengan menggunakan Instrumen
evaluasi yang telah disediakan.

BAB IV UNDANG-UNDANG
DASAR 1945
71
INDIKATOR KEBERHASILAN :
Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta dapat memahami historis
konstitusi, Konstitusi Negara UUD 1945 dan Implikasi UUD 1945 dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara

5.1 Pemahaman UUD 1945 sebagai konstitusi negara


5.1.1 Pembukaan UUD 1945
Lebih lanjut tentang Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa meskipun
seolah-olah Pembukaan merupakan bagian dari UUD 1945, sebenarnya keduanya
lahir secara terpisah, masing-masing hanya bersamaan hari dan tanggal
pengesahannya, seperti dikemukakan oleh Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H., dalam
bukunya (1959) mengenai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (pokok
kaidah negara yang fundamental) bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah
merupakan hukum yang tertinggi, sedangkan pembukaan pada hakikatnya terpisah
dengan UUD 1945, dan merupakan pokok kaidah negara yang fundamental,
sedangkan intinya adalah Pancasila.
Pembukaan UUD 1945 pada prinsipnya sangat erat kaitannya dengan
proklamasi maupun dengan Pancasila. Dalam pembukaan tercantum permasalahan
yang sangat berhubungan dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan RI, yaitu suatu
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, juga ikut dalam melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembukaan UUD 1945 juga memuat asas-asas dan dasar proklamasi kemerdekaan
yang hakikatnya menyatu dan tidak ter- pisahkan. Selain itu, juga mengandung
penjelasan yang rinci tentang cita-cita luhur proklamasi (declaration of
independence) dari bangsa Indonesia dan menjadi satu rangkaian dalam
Proklamasi 17 Agustus 1945. Cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat dan negara yang meyakini adanyaTuhan Yang Maha Esa, yang setiap

72
warga negara hidup atas dasar saling menghargai dan saling meng- hormati serta
menjadi landasan dasar bagi seluruh masyarakat.
Indonesia dan pada akhirnya proklamasi kemerdekaan RI merupakan
pencetusan atas semangat Pancasila sebagai titik kulminasi tekad bangsa Indonesia
untuk merdeka.
Selanjutnya, Pembukaan U U D 1945 sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental memiliki arti, antara lain, sebagai berikut:
1. sumber hukum dari Undang-Undang Dasar (1945) karena Pembukaan UUD
1945 mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap dan tidak berubah bagi
negara yang dibentuk;
2. menurut teori hukum, yang meletakkan dasar negara adalah PPKI, yang
menjadi pembentuk negara yang pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945;
3. pembentuk negara (PPKI) mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari
pemerintah atau Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sedangkan
pemerintah dan MPR hanya merupakan alat perlengkapan negara yang
kedudukannya lebih rendah dart pembentuk negara;
4. secara hukum, semua produk hukum hanya bisa diubah/dihapus oleh ketentuan
yang lebih tinggi kedudukannya sehingga Pembukaan UUD 1945 hanya dapat
diubah oleh pembentuk negara (PPKI) yag pada saat ini sudah tidak ada lagi.

5.1.2 Pokok Pikiran pada Pembukaan UUD 1945


Adapun pokok pikiran yang secara yuridis merupakan nilai-nilai Pancasila
terdiri atas empat pokok pikiran, yakni negara persatuan, negara hendak
mewujudkan keadilan sosia! bagi seluruh rakyat Indonesia, negara kedaultan rakyat,
negara berdasarkan atas ke- Tuhanan Yang Maha Esa, dan dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
1. Negara Persatuan
Negara persatuan adalah negara melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan memiliki arti

73
a. negara melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,
b. negara mengatasi segenap paham golongan dan perseorangan, dan
c. negara menhendaki persatuan melindungi segenap bangsa, yang akhirnya
mewajibkan dalam penyelenggaraan negara meng- utamakan kepentingan
negara di atas kepentingan golongan maupun perseorangan
2. Negara Hendak Mewujudkan Keadilan Sosiai bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
Sejak dibentuknya Negara RI telah ada tujuan, yaitu negara akan berusaha
mewujudkan keadilan sosiai bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai
Merauke. Dengan didasarkan bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosiai dalam kehidupan
masyarakat.
3. Negara Berkedaulatan Rakyat
Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Artinya, yang
berdaulat adalah rakyat dan segala persoalan diselesaikan dengan jalan
musyawarah/perwakilan.
4. Negara Bberdasar atas KeTuhanan Yang Maha Esa dan Dasar
Kemanusian yang Adil dan Beradab
Negara termasuk rakyat Indonesia mengakui dan percaya kepada Tuhan
Yang Esa atau Yang Tunggal. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab dengan
menghormati segenap manusia yang memiliki adat serta perlakuan yang adil bagi
setiap manusia.
Sementara itu, undang-undang dasar harus mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan Iain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti, kemanusiaan yang luhur, dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.

5.1.3 Paragraf-Paragraf dalam Pembukaan UUD 1945


Mengenai pengertian dari paragraf I sampai dengan paragraf IV dapat
dijelaskan sebagai berikut.

74
1. Paragraf Pertama
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan peri keadilan." Di sini mengandung pengertian bahwa
bangsa Indonesia memiliki kesediaan serta kemampuan dalam menyelami persoalan
secara mendalam tentang kenyataan bahwa keadilan bukan keadaan kodrati yang
sebenarnya karena makna kodrati harus mengandung pengertian kenyataan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Perikemanusiaan dan perikeadilan mengandung
makna filosofis, yang dasar perikemanusian dan perikeadilan keduanya berkembang
atas dasar kepentingan bersama rakyat Indonesia dan antarbangsa sehingga jelas
bangsa Indonesia menolak penghisapan atas manusia oleh manusia dan atas
bangsa oleh bangsa yang lain. Dengan demikian, perlunya menjaga hubungan
antarindividu atau masyarakat dalam kelompok bangsa serta memberikan ruang
gerak yang seluas-luasnya kepada hak kemerdekaan setiap manusia sebagai
individu maupun anggota masyarakat bangsa secara seimbang dan harmonis.
2. Paragraf Kedua
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke
depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur."
Ditunjukkan dalam paragraf kedua ini bahwa kemerdekaan Indonesia itu
bukanlah suatu hadiah ataupun pemberian dari penjajah, melainkan suatu hasil
perjuangan dari seluruh rakyat pejuang Indonesia. Negara Indonesia merdeka yang
dicita-citakan memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur. Merdeka berdasarkan asas kebebasan, baik terhadap bangsa/negara
sendiri maupun terhadap negara-negara yang lain dalam arti bebas bertanggung
jawab. Bersatu dalam arti bersatunya seluruh masyarakat bangsa Indonesia dari
Sabang sampai Merauke. Adil dalam nilai keadilan yang nyata dalam lingkup negara
maupun dunia luar, sedangkan makmur adalah setiap orang harus dapat mencapai
kehidupan berkesejahteraan yang layak bagi kemanusiaan, lahir, batin, jasmani, dan

75
rohani.

3. Paragraf Ketiga
"Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorong- kan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdeka- annya."
Di sini terbukti adanya kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia bisa
tercapai karena masyarakat bangsa ini meyakini akan ridho serta izin dari Tuhan
Yang Mahakuasa memberikan restunya atas segenap usaha yang sungguh-
sungguh dan keinginan yang besar untuk menjadi bangsa yang merdeka.
Berdasarkan kenyataan atas hukum Tuhan tersebut, bangsa Indonesia akan
mencapai keseimbangan dalam hal kehidupan material, spiritual, dunia, dan akhirat.

4. Paragraf Keempat
"Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosiai bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Inti pokok paragraf keempat adalah tertuju kepada pembentukan suatu
pemerintahan negara yang isinya, di antaranya, adalah sebagai berikut:
1. perihal tujuan negara,
2. perihal diadakannya undang-undang dasar,
3. perihal bentuk negara, dan
4. perihal asas/dasar kerohanian (falsafah) negara.

76
Adapun mengenai perihal tujuan negara, terlihat dan tercantum dalam
kalimat:... untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi... sampai dengan keadilan sosiai. Tujuan negara dimaksud adalah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, men- cerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosiai.
Kemudian, tentang ketentuan diadakannya undang-undang dasar adalah
seperti tersebut dalam kalimat... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,.... Di sini
memuat fungsi yang mengharuskan diadakannya UUD dan bahwa kemerdekaan
Indonesia bukan kemerdekaan yang sekedarnya, melainkan yang tersusun secara
teratur menurut ketentuan UUD yang diadakan.
Tentang bentuk negara terlihat dalam kalimat... yang terbentuk dalam suatu
susunan negara RI yang berkedaulatan rakyat.... Bentuk negara yang dimaksud di
sini adalah negara republik dengan kekuasa- an di tangan rakyat secara mutlak dan
negara berdasar atas hukum.
Isi yang lain dari paragraf keempat adalah perihal asas/dasar kerohanian
(falsafah) negara dan ini terlihat pada kalimat... dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut ke- manusian yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan ke- rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam pemusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Dasar kerohanian mempunyai sifat umum abstrak
karena sedikit isi namun rangkum- annya luas, kemudian juga lestari dan abadi,
berarti tidak mudah berubah, sedangkan universal artinya bisa berlaku untuk siapa
saja atau negara mana saja

5.1.4 Proses Amandemen UUD 1945


Tuntutan Reformasi 1998 agar UUD 1945 dirubah agar sistem
ketatanegaraan Indonesia lebih baik, pakar hukum Dr. Adnan Buyung Nasution
mengusulkan perlu dibentuk komisi negara yang mengkaji secara khusus

77
amandemen UUD 45, sehingga perubahan dan perbaikan terhadap UUD 45 hasil
amandemen tidak menimbul- kan persoalan baru. Perubahan UUD 45 hasil
amandemen perlu di- lakukan secara menyeluruh dan tidak bisa dilakukan secara
parsial, atau bagian demi bagian dan tanpa melihat konteksnya secara luas atau
tanpa dibarengi suatu konsep perubahan baru. Hal ini justru akan menyisakan
persoalan baru yang sarat dengan tumpang tindih.
Menurutnya, sampai saat ini ada beberapa kelompok yang menolak hasil
amandemen UUD 45 dan menuntut kembali ke UUD 45 yang asli. Keberatan itu,
sebenamya terkait dengan tiga hal. Pertama, persoalan konsep negara (staatsidee)
yangberkenaan dengan paham kedaulatan rakyat dan pemeritahan demokratis
konstitusional. Kedua, persoalan dasar negara yang mencakup dasar Negara Islam
versus Pancasila yang dikhawatirkan adalah munculnya kekuatan yang
memaksakan memasukkan Islam yang secara substantif meng- geser Pancasila
sebagai dasar negara. Dan ketiga, soal kepentingan politik yang menyangkut
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan tidak melalui
forum MPR.
Reformasi tahun 1998 membuka peluang bagi masyarakat Indonesia untuk
melakukan pembaharuan dan perbaikan dalam sistem ketatanegraaan di Indonesia.
Kekuasaan pemerintah pusat yang terlalu sentralistik dianggap sebagai pemicu
munculnya kedik- tatoran baru, sehingga perlu adanya redistribusi kekuasaan
dengan desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah, adanya pem- batasan
kekuasaan presiden dengan mempertegasan batasan se-or- ang untuk menjadi
presiden. Serta mempertegas fungsi dan peran lembaga-lembaga tinggi Negara,
sehingga tidak ada over lapping dalam melakukan tugas sesuai kewenangannya
merupakan sebagian bahan usulan tuntutan sebagian masyarakat Indonesia.
Dari usulan yang berkembang tersebut, MPR selaku majelis tertinggi dan
lembaga konstitusi negara Indonesia membentukPanitia Ad Hoc I Badan Pekerja
MPR yang akan membahas perubahan Ran- cangan Perubahan UUD 1945,
bahan bahsan yang digunakan menjadi acuan Panitia adalah:
a. Materi rancangan Perubahan Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945

78
sebagaimana yang dimuat dalam lampiran bebe- rapa ketetapan MPR
b. Materi usulan fraksi-fraksi MPR yang disampaikan dalam pengantar
musyawarah pada rapatbadan pekerja MPR
c. Materi usulan lembaga Negara/pemerintah
d. Meteri usulan berbagai kelompok masyarakat; (FT, ormas, pakar, LSM,
Lembaga pengkaji dan lain-lain)
e. Materi basil kunjungan kerja ke daerah
f. Materi hasil seminar
g. Materi usulan dari perorangan WN
h. Materi hasil studi banding ke negara lain
i. Materi masukan dari Tim Ahli Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR
Berdasarkan kesepakatan Panitia Ad Hoc I mengenai pemba- hasan
perubahan UUD 1945 yang berisi:
a. Tidak mengubah pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945
b. Tetap mempertahankan Negara Republik Indonesia
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d. Penjelasan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke dalam pasal-
pasal (batang tubuh)
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum
Pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filosofis yaitu Panca- sila dan
dasar normatif akan mendasari seluruh pasal dalam UUD. Kesepakatan untilk
mempertahankan NKRI merupakan bentuk Negara yang paling tepat untuk
mewadahi persatuan bangsa yang majemuk. Sedangkan untuk tetap
mempertahankan, mempertegas dan memperkuat sistem pemerintahan presidensial
dalam mencipta- kan demokrtatisasi. Serta melakukan interpretasi lebih detail terkait
peraturan hukum yang belum termaktub dalam batang tubuh UUD 1945 yang
ditetapkan PPKI. Melakukan amandemen dengan cara adendum, artinya UUD 1945
tetap dipertahankan naskah aslinya bersamaan dengan naskah hasil perubahan,

79
sehingga ada kejelasan pasal-pasal yang diamandemen dan tahun perubahannya.
Beberapa hal yang perlu diatur lebih detail terkait pembatasan masa jabatan
presiden, ketentuan mengenai HAM, distribusi ke- kuasaan yang mengarah paada
model desentralisasi kekuaaan melalui pemerintah daerah. Serta pengaturan
kewenangan dan tugas yang jelas pada lembaga-lembaga Negara agar tercipta
check and balancing dalam proses yang demokratis.

5.1.5 Hasil Amandemen UUD 1945


Dalam proses dan hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan agar diperoleh
kesamaan dan keseragaman pendapat dalam memahami Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, termasuk menjadi acuan bagi para
narasumber dalam melakukan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.229 Beberapa ketentuan tersebut antara lain, sebagai
berikut:
a. Secara resmi kata yang dipakai dalam perubahan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah kata
perubahan. Istilah amandemen yang berasal dari bahasa Inggris
tidak digunakan sebagai istilah resmi. Istilah amandemen banyak
digunakan oleh para akademis dan LSM serta orang asing.
b. Penyebutan UUD 1945 secara resmi adalah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Penyebutan secara resmi ini
diputuskan dalam sidang paripuma Majelis pada sidang tahunan
MPR tahun 2000
c. Dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, MPR menyepakati cara penulisan
cara adendum yakni naskah asli Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 tetap dibiarkan utuh, sementara
naskah perubahan diletakkan setelah naskah asli. Dengan demi-
kian naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-

80
nesia tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
2) Perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945;
3) Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945;-
4) Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945;
5) Perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
d. Agar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dapat lebih mudah dipahami oleh berbagai kalangan, di- susun
risalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 dalam satu naskah yang berisikan pasal-pasal dari naskah asli
yang tidakberubah dan pasal-pasal dari empat naskah perubahan.
Namun Undang-Undang Dasar dalam satu naskah itu bukan
merupakan naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
e. Penyebutan nama Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 telah termasuk juga perubahannya. Oleh
karena itu, tidak perlu disebutkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dan perubahannya atau UUD 1945
dan perubahannya.
f. Kata "pembukaan" merupakan kata penyebutan resmi untuk
menunjukkan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Istilah lain yang dapat dipakai adalah
preambule sebagaimana tercantum dalam naskah asli Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Adapun
mukaddimah adalah istilah yang digunakan dalam Piagam Jakarta.
g. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri

81
atas dua bagian, yaitu pembukaan dan pasal-pasal. Istilah batang
tubuh yang selama ini digunakan sebagaimana yang tercantum
dalam pasal II Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 tidak lagi dipakai karena sudah
digantikan dengan pasal-pasal.
h. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 tidak berlaku lagi sesuai dengan ketentuan pasal II Aturan
Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945. Walaupun demikian, sebagai dokumen historis penjelasan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tetap
tercantum dalam naskah ash Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 karena dalam melakukan perubahan
konstitusi, MPR menganut cara addendum
i. Rumusan diatur dengan undang-undang yang terdapat dalam pasal
atau ayat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 diberi makna hal yang diatur dalam ketentuan itu harus
dirumuskan dalam sebuah undang-undang yang khusus diterbitkan
untuk kepentingan itu. Adapim diatur dalam undang-undang yang
terdapat dalam pasal atau ayat Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 diberi makna hal yang diatur dalam
ketentuan itu dapat menjadi materi suatu atau beberapa undang-
undang yang tidak khusus diterbitkan untuk kepentingan itu.

Setelah melalui tingkat-tingkat pembicaraan sesuai dengan ketentuan pasal


92 per aturan Tata Tertib MPR, dalam beberapa kali sidang MPR telah mengambil
putusan empat kali perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 dengan perincian sebagai berikut:

1. Pembahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945 hasil sidang umum MPR tahun 1999 (tanggal
19 sampai dengan 21 oktober 1999)

82
2. Pembahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik In-
donesia tahun 1945 hasil sidang tahun 2000 (tanggal 7 sampai
dengan 18 Agustus 2000)

3. Pembahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik In-


donesia tahun 1945 hasil sidang tahun 2001 (tanggal 1 sampai
dengan 9 November 2001)

4. Pembahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945 hasil sidang tahun 2002 (tanggal 1 sampai
dengan 11 Agustus 2002).

Setelah disahkannya perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia tahun 1945 pada sidang tahunan MPR tahun 2002 yang lalu,
agenda reformasi konstitusi Indonesia dipandang telah tuntas, mengingat perubahan
dilakukan dengan cara adendum, setelah dilakukan empatkali perubahan dalam satu
rangkaian kegiatan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
memiliki susunan sebagai berikut:

1. Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun


1945 yang ditetapkan pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia tanggal 18 Agustus dan diberlakukan kembali dengan
dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara
aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(sebagaimana tercantum dalam lembaran Negara nomor 75 Tahun
1959);

2. Perubahan pertama Undang-Undang Negara Republik Indonesia


tahun 1945;

3. Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun


1945;

4. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun

83
1945;

5. Perubahan keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945.

Untuk memudahkan pemahaman secara sistematis, holistik dan


komprehensif, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 juga
disusun dalam satu naskah yang berisikan pasal- pasal dari naskah asli yang tidak
berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan. Penyusunan Undang-
Undang Dasar 1945 dalam satu naskah pada awalnya merupakan kesepakatan
panitia ad hoc Ibadan pekerja MPR masa sidang tahun 2001-2002. Selanjut- nya,
kesepakatan itu dibahas dan disepakati oleh komisi A Majelis pada sidang tahunan
MPR tahun 2002, tanggal 9 Agustus 2002, yang disampaikan pada rapat pari puma
ke-5 sidang tahunan MPR tahun 2002. Kesepakatan Komisi A majelis itu
menindaklanjuti laporan panitia ad hoc I badan pekerja masa sidang tahun 2001-
2002 dalam rapat ke-4 badan pekerja MPR tanggal 25 Juli 2002 berupa draft

Undang-Undang Dasar 1945 dalam satu naskah, untuk dilaporkan dalam


siding paripuma MPR, yang selanjutnya akan menjadi risalah sidang paripuma MPR
sebagai naskah perribantuan dan kompilasi tanpa ada opini. Namun susunan
Undang-Undang Dasar dalam satu naskah itu bukan merupakan naskah resmi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kedudukannya
hanya sebagai risalah sidang dalam rapat paripuma sidang tahunan MPR tahun
2002.

Walaupun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945


disusun dalam satu naskah, hal itu sama sekali tidak mengubah sistematika Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yakni secara penomoran
tetap terdiri atas 16 bab dan 37 pasal. Perubahan bab dan pasal ditandai dengan
huruf (A, B, C dan seterusnya) dibelakang angka bab atau pasal (contoh bab VTIA
tentang Dewan Perwakilan Daerah dan pasal 22E). penomoran Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang tetap tersebut sebagai

84
konsekuensi logis dari pilihan melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dengan cara adendum.

Ditinjau dari aspek sistematika, Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945 sebelum dirubah terdiri atas tiga bagian (termasuk
penamaannya), yaitu:
1. Pembukaan (preambule);
2. Batang Tubuh;
3. Penjelasan.

Setelah dirubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun


1945 terdiri atas dua bagian, yaitu:
1. Pembukaan;
2. Pasal-pasal (sebagai ganti istilah Batang Tubuh)

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945


yang dilakukan mencakup 21 bab, 73 pasal, dan 170 ayat, 3 pasal aturan
peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
Ditinjau dari jurnlah Bab, Pasal, dan Ayat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 sebelum diubah terdiri atas 16 Bab, 37 Pasal dan
49 ayat, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2.
Ayat Aturan Tambahan. Setelah diubah tahun 2002, Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri atas 21 Bab (Jumlah, total Bab dan
sub Bab), 73 pasal (Jumlah total Pasal dan sub Pasal), dan 170 ayat, 3 Pasal Aturan
Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

Tabel Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Sebelum dan Sesudah Amandemen
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
No Jumlah Jumlah Total Ayat Aturan Aturan

85
Total Bab Pasal Peralihan Tambahan
1 Sebelum 16 37 49 4 Pasal 2 Ayat
Amandemen
2 Setelah 21 (Jumlah 170 3 Pasal 2 Pasal
Amandemen (Jumlah Total Pasal
Bab dan dan Sub
Sub Bab, pasal, akan
akan tetapi dalam
tetapi penomorann
jumlah ya tetap
babnya berisi 37
tetap 16 Pasal)
Bab)
Sumber: dikutip dari Buku "Merevitalisasi Pendidikan Pancasila Sebagai
PemanduReprmasi”, oleh Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya,

IAIN Sunan Ampel Press , Surabaya, 2011, hal. 187


Konstitusi Negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil
amandemen, yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara
negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban
warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga Eksekutif terdiri atas
Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden
dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh seorang
gubemur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kota dipimpin oleh seorang
bupati/wali- kota. Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang
dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi
bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya. Fungsi MA

86
adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi nasehat, dan
fungsi adminsitrasi
Adapun beberapa perubahan terkait dengan amandemen UUD 1945 adalah
sebagai berikut:
1. Bentuk dan kedaulatan Negara, pasal 1 dipertegas bahwa ke- daulatan
ditangan rakyat. Pada ayat 2 yang diimplementasikan dengan pemilihan
langsung baik DPR, DPD, Presiden, Wapres dan Kepala Daerah, serta
Indonesia adalah Negara hukum pada ayat 3, yang artinya Negara berdasar
hukum dengan berpegang pada prinsip supremasi hukum, kesetaraan didepan
hukum, dan penegakkan hukum dengan tidak bertentangan dengan hukum.
2. Lembaga-lembaga Dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, yaitu:
KPU, BPK, Bank Sentral, DPR, MPR, DPD, MA, MK, dan KY
3. MPR, terkait keanggotaannya yang terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih
langsung melalui pemilu. Kewenangan MPR di- tambah sesuai dengan
perubahan mekanisme pemilihan presiden dan MPR bukan lagi lembaga
tertinggi negara. Memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD
(pasal 3 ayat dan pasal 37), melantik Presiden dan Wakil Presiden,
memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden menurut UUD (pasal 3 ayat 3)
4. Kekuasaan Pemerintahan Negara, Presiden adalah pemegang kekuasaan
pemerintahan Negara yang rincian kewenangan, kewajiban dan haknya
tertuang dalam pasal 4 sampai pasal 16, pasal 17 ayat 2, pasal 20 ayat 2 dan
4, pasal 22 ayat 1 pasal 23 ayat 2, pasal 23F ayat 1, pasal 24A ayat 3, pasal
24B ayat 3 dan pasal 24C ayat 3. Ada pengurangan, pembatasan, serta
pengendalian kekuasaan presiden. Hak membentuk UUD yang dulu ada
ditangan presiden sekarang ada pada DPR, sedangkan presiden hanya
berhak mengajukan rancangan UUD kepada DPR
5. Pemerintahan Daerah, terkait dengan wewenang, kewajiban Kepala Daerah
dan DPRD serta proses pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota yang dipilih
langsung oleh rakyat yang diatur dalam pasal 18,18A dan 18B
6. DPR, diatur dalam pasal 5 ayat 1, pasal 7B ayat 1, pasal 11 ayat 1 dan 2, pasal

87
13 ayat 2 dan 3, pasal 14 ayat 2, Pasal 19, pasal 20, pasal 20A, pasal 21, pasal
22, pasal 22 A dan 22 B, 22 D ayat 1 dan ayat 2, pasal 23 ayat 2 dan 3, pasal
23F, Pasal 24A ayat 3, Pasal24 B ayat 3, dan pasal24 C ayat 3.
7. DPD, diatur pada pasal 22 C ayat 1 dan 2, dan Pasal 22 D ayat 4.
8. Kekuasaan Kehakiman diatur dalam pasal 24 A, 24 B, dan Pasal 24 C.
9. Wilayah Negara diatur dalam pasal 25A
10. Warga Negara dan penduduk diatur pada pasal 26, pasal 27 dan pasal 28.
11. Hak asasi manusia diatur secara detail pada Pasal 28 A, Pasal 28 B, Pasal 28 C,
Pasal 28 D, Pasal 28 E, Pasal 28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 H, Pasal 28 I, dan
Pasal 28 J.
12. Pertahanan keamanan Negara diatur dalam Pasal 30
13. Atribut Kenegaraan: Bendera (pasal 35), bahasa (pasal 36), lambang Negara
(Pasal 36A), dan lagu kebangsaan (Pasal 36 B).
Namun menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 kekuasaan tertinggi di
tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti
terjadi suatu reformasi kekuasaan tertinggi dalam negara secara kelembagaan
tinggi negara, walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan. MPR
menurut UUD 1945 hasil Amandemen 2002, hanya memiliki kekuasaan melakukan
perubahan UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta memberhentikan
Presiden/Wakil Presiden sesuai masa jabatan, atau jikalau melanggar suatu
konstitusi. Oleh karena itu, sekarang Presiden bersifat 'Neben' bukan'
Untergeordnet', karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat (lihat UUD 1945 hasil
Amandemen 2002, pasal 6A ayat (1).

5.2 Implementasi UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara melalui Peraturan


Perundang-Undangan
5.2.1 Konstitusi
Di samping pengertian Undang-Undang Dasar dipergunakan juga istilah lain
yaitu "Konstitusi". Istilah berasal dari bahasa Inggris "Constitution' atau dari bahaga
Belanda "Constitutie". Terjemahan dari istilah tersebut adalah Undang-Undang

88
Dasar dan hal ini memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman
yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata "Grondwet" (grond = dasar, wet
= undang-undang) yang kedua-duanya menunjukkan naskah tertulis.211
Namun pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat
mempunyai arti:

1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar, atau


2. Sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar
Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas dari pada pengertian
Undang-Undang Dasar, karena pengertian Undang- Undang Dasar hanya meliputi
konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis, yang
tidak tercakup dalam Undang-Undang Dasar. Dalam praktik ketatanegaraan
negara Republik Indonesia, pengertian konstitusi adalah sama dengan pengertian
Undang- Undang Dasar. Hal ini terbukati dengan disebutnya istilah Konstitusi
Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat

5.2.2 Implementasi UUD 1945 melalui Peraturan Perundang-undangan


Peraturan perundangan-undangan berbeda dengan Undang-Undang,
karena Undang-Undang hanya merupakan salah satu bagian dari peraturan
perundang-undangan. Peraturan Peundang-Undangan itu sendiri adalah semua
pertauran tertulis yang dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang
berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis.
Dalam kehidpan berbangsa dan bernegara, peraturan perundang-undangan
berfungsi, antara lain sebagai berikut:
1. sebagai norma hukum bagi warga negara karena beisi peraturan untuk
membatasi tingkah laku manusia sebagai warga negara yang harus ditaati,
dipatuhi, dan dilaksanakan. Bagi mereka yang melanggar diberi sanksi atau
hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga terjamin rasa
keadilan dan kebenaran.

89
2. untuk menentukan aturan-aturan yang menjadi pedoman dalam menjalankan
hubungan antar sesama manusia sebabagi warga negara dan warga
masyarakat
3. untuk mengatur kehidupan manusia sebagai warga negara agar
kehidupannya sejahtera. aman, rukun, dan harmonis;
4. untuk menciptakan suasana aman, tertib, tenteram dan kehidupan yang
harmonis rasa.
5. untuk memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara.
6. untuk memberikan perlindungan atas hak asasi manusia.
Untuk memahami perundang-undangan yang berlaku, kita harus memahami
susunan tata urutan perundang-undangan. Ini disebabkan susunan tata urutan
perundangan-undangan mengajar prinsip-prinsip:
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat
dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah atau berada di bawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau
memiliki dasar hukum dari peraturan perundangan-undangan tingkat lebih
tinggi.
3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh
menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti atau
diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau paling
tidak dengan yang sederajat.
5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang
sama, perturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak dengan
secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama dicabut.
6. Peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

90
Bagaimana susunan tata urutan perundang-undangan di Indonesia?
Susunan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan nasional Indonesia diatur
dalam Undang-Undang, No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Undang-Undang No.10 ini menegaskan bahwa Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum negara, sedangkan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan
perundang-undangan. Undang-Undang ini mengatur mengenai jenis dan hierarki
(tata urutan) peraturan perundang-undangan (Pasal 7).
Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur
dalam Pasal 7 UU No. 10 thun 2004 tersebut adalah sebagai berikut:
HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MENURUT UU NO. 10 TAHUN 2004
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
3. Peraturan Pemerintah
4. Keputusan Presiden
5. Peraturan daerah
a. Perda Provinsi
b. Perda Kabupaten/Kota
c. Perdes/Peraturan yang Setingkat
Namun, tata Urutan sesuai 10 tahun 2014 tersebut sudah tidak berlaku lagi
karena telah dikuarkan UU Nomor 12 Tahun 2011. Adapun Jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal UU Nomor 12 Tahun
2011 terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

91
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai urutan perundangan-undangan
ini adalah sebagai berikut:

1. UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Hukum Dasar tertulis Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi sebagai sumber hukum tertinggi.
Menurut. L.J. van Apeldom, Undang-Undang Dasar adalah bagian tertulis dari
suatu konstitusi. Sementara itu E.C.S. Wade menyatakan, bahwa Undang-Undang
Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dan
badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan-badan tersebut. Miriam Budiardjo, menyatakan bahwa UndangUndang
Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, hak-hak asasi
manusia, prosedur mengubah UUD dan memuat larangan untuk mengubah sifat
tertentu dari Undang-Undang Dasar.
Dalam tata peraturan perundang-undangan di negara Indonesia, menurut
Miriam Budiardjo ( 1981: 106-107) Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai
kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini
dikarenakan
a. UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan
UU biasa
b. UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur.
c. UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan
merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa

2. Undang-Undang
Undang-undang merupakan peraturan perundang-undangan untuk
melaksanakan UUD 1945. Yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama
Presiden. Adapun kriteria agar suatu masalah diatur dengan UU antara lain :
1) UU dibentuk at as perintah ketentuan UUD 1945,

92
2) UU dibentuk atas perintah Ketetapan MPR,
3) UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,
4) UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah UU yang
sudah ada,
5) UU dibentuk karena berkaitan dengan hak sasai manusia,
6) UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang
banyak.

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)


Peraturan Pemerintah pengannti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden
tanpa terlebih dahulu rnendapat persetujuan DPR. Hal ini dikarenakan PERPU
dibuat dalam keadaan "darurat" dalam arti persoalan yang muncul harus segera
ditindaklanjuti. Namun demikian pada akhirnya PERPU tersebut harus diajukan ke
DPR untuk mendapatkan persetujuan. Jadi bukan berarti presiden dapat
seenaknya mengeluarkan PERPU, karena pada akhirnya harus diajukan kepada
DPR pada persidangan berikutnya. Sebagai lembaga legislatif, DPR dapat
menerima atau menolak PERPU yang diajukan Presiden tersebut,
konsekwensinya kalau PERPU tersebut ditolak, harus dicabut, dengan kata lain
harus dinyakan tidak berlaku lagi.

4. Peraturan Pemerintah (PP)


Untuk melaksanakan suatu undang-undang, maka dikeluarkanlah Peraturan
Pemerintah. ladi peraturan pemerintah tersebut merupakan bentuk pelaksanaan
dari suatu undang-undang. Adapun kriteria untuk dikeluarkannya Peraturan
pemerintah adalah sebagai berikut :
 PP tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya,
 PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana. jika UU induknya tidak
mencantumkan sanksi pidana,
 PP tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya.
 PP dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak menyebut secara
tegas, asal PP tersebut untuk melaksanakan UU,

93
5. Keputusan Presiden
Keputusan Presiden merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk
Presiden berdasarkan pasal 4 UUD 1945. Dilihat dari sifatnya Keputusan Presiden
ada dua macam, yaitu yang bersifat pengaturan dan yang bersifat penetapan.
Yang termasuk jenis peraturan perundang-undangan adalah Keputusan Presiden
yang bersifat pengaturan.
Dibandingkan dengan Peraturan pemerintah, Keputusan Presiden dapat dibuat.
baik dalam rangka melaksanakan UUD 1945, TAP MPR, UU, maupun PP.
Sedangkan PP terbatas hanya untuk melaksanakan UU saja.

6. Peraturan Daerah (Perda)


Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah daerah
Propinsi dan daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota. Masuknya Peraturan
Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang lebuh
tinggi. Selain itu Peraturan daerah inijuga dibuat dalam rangka melaksanakan
kebutuhan daerah. Dengan demikian kalau Peraturan Daerah tersebut dibuat
sesuai kebutuhan daerah, dimungkinkan Perda yang berlaku di suatu daerah
Kabupaten/Kota belum tentu diberlakukan di daerah kabupaten/ kota lain. Materi
muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah
serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

5.3 Tujuan Negara Diwujudkan melalui Implementasi dalam Kebijakan


Pemerintah
5.3.1 Tujuan Negara (Tujuan Khusus)
Terkandung dalam anak kalimat "...untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah negara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdas-
kan kehidupan bangsa’’. Tujuan khusus dalam kalimat tersebut sebagai realisasinya
adalah dalam hubungannya dengan politik dalam negeri Indonesia yaitu:

94
(1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Hal ini dalam hubungannya dengan tujuan negara hukum adalah
mengandung pengertian negara hukum formal.
(2) Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Hal ini dalam hubungannya dengan pengertian tujuan
negara hukum adalah mengandung pengertian negara hukum
material.

5.3.2 Tujuan Negara (Tujuan Umum)


Tujuan negara yang bersifat umum ini dalam arti lingkup kehidupan sesama
bangsa di dunia, Hal ini terkandung dalam kalimat:
"...dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial..’’. Tujuan negara dalam anak kalimat ini
realisasinya dalam hubungannya dengan, politik luar negeri Indonesia, yaitu di
antara bangsa-bangsa di dunia ikut melaksanakan suatu ketertiban dunia yang
berdasarkan pada prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Hal inilah yang merupakan dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif

5.4 Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku disesuaikan dengan


UUD 1945
5.4.1 Peraturan Perundang-undangan
Dalam rangka pembentukan negara Republik Indonesia, para pendahulu di
negara RI telah terlebih dahulu menyiapkan suatu landasan negara yang
kemudian melahirkan dasar negara Pancasila. Bersamaan waktunya dengan itu
Piagam Jakarta berubah menjadi Pembukaan UUD 1945 dengan mengalami
perubahan dan rancangan hukum dasar menjadi Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945. Kesemuanya itu telah di sahkan secara resmi dan

95
bersama pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu sehari setelah proklamasi
kemerdekaan RI oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Lebih lanjut tentang Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa meskipun
seolah-olah Pembukaan merupakan bagian dari UUD 1945, sebenarnya keduanya
lahir secara terpisah, masing-masing hanya bersamaan hari dan tanggal
pengesahannya, seperti dikemukakan oleh Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H., dalam
bukunya (1959) mengenai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (pokok
kaidah negara yang fundamental) bahwa Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah
merupakan hukum yang tertinggi, sedangkan pembukaan pada hakikatnya
terpisah dengan UUD 1945, dan merupakan pokok kaidah negara yang
fundamental, sedangkan intinya adalah Pancasila.
Dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945,
misalnya dapat disebutkan bentuk perundang-undangan, yang jelas-jelas
memenuhi tiga kriteria di atas adalah “Undang-undang”. Tempat (Lokus) Proses
dan Teknik Penyusunan Perundang-undangan dalam Kerangka Keilmuan Tempat
(lokus) Proses dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dalam
kerangka ilmu, dapat diketahui dari pandangan Krems yang memperkenalkan
cabang ilmu baru yang disebut Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
(Gesetzgebungswissenschaft) yang didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
interdisipliner tentang pembentukan hukum Negara.
Peraturan Perundang-undangan sebagai suatu sistem terdiri dari sub-sub
sistem, maka sifat-sifat dari pada sistem atau cirri-cirinya adalah :
1. Bersifat abstrak artinya tidak berwujud;
2. Merupakan hasil buatan dari manusia yang terencana;
3. Terbuka/ gejala sosial yang mendapatkan pengaruh sosial;
4. Hidup/ diberlakukan; dan
5. Kompleks, karena didalamnya banyak sub-sub sistem dan saling
berhubungan satu dengan yang lainnya.
Peraturan Perundang-Undangan pada dasarnya merupakan proses
penyelenggaraan Negara/ pemerintah dalam rangka tercapainya tata tertib dalam

96
bernegara. Peraturan Perundang-undangan merupakan alat atau sarana untuk
tercapinya suatu cita-cita dan tujuan Negara yaitu Kesejahteraan Masyarakat
(Welfare state). Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara Republik Indonesia
harus didasarkan pada :
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945, yang merupakan dasar
hukum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Filsafat Bangsa/ Dasar Negara yaitu Pancasila yang merupakan
Landasan Idiil dan Sumber dari segala sumber hukum.
3. Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Landasan Konstitusional
bagi setiap peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di negara ini.

5.4.2 Asas-asas Peraturan Perundang-undangan


Beberapa asas dalam perundang-undangan adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah bentuk
peraturan perundangan yang tertinggi, sehingga semua peraturan
perundangan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengannya.
2. Sesuai dengan prinsip ngara hukum, maka setiap peraturan
perundangan harus berdasar dan beersumber dengan tegas pada
peraturan perundangan yang berlaku, yang lebih tinggi tingkatnya.
3. Peraturan Perundangan dari tingkat urutan yang lebih rendah,
merupakan penjabaran atau perumusan lebih rinci dari peraturan
paerundangan yang lebih tinggi tingkat urutannya. Ini berarti pula bahwa
peraturan perundangan yang lebih rendah harus tunduk dan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi
4. Peraturan perundangan pada asasnya tidak dapat berlaku surut, kecuali
apabila dinyatakan dengan tegas dan demi kepentingan umum.
5. Peraturan perundangan yang dibuat oleh aparatur yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
6. Peraturan yang diundangkan kemudian membatalkan peraturan
perundangan yang mengatur hal yang sama yang setingkat atau lebih

97
rendah. Ini berarti bahwa, apabila ada 3 buah peraturan atau lebih yang
isinya bertentangan atau tidak sesuai antara yang satu dengan yang
lain, sedangkan peraturan-peraturan perundangan tersebut sama
tingkatnya, maka yang dianggap berlaku adalah ketentuan dalam
peraturan perundangan yang diundangkan kemudian, kecuali apabila
dalam peraturan perundangan itu dinyatakan lain (lex posteriore
derogate lex priori).
7. Peraturan perundangan yang bersifat khusus mengesampingkan
undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogate lex
generalis).
8. Peraturan perundangan hanya boleh dicabut/ diganti/ dibatalkan oleh
peraturan yang sama atau lebih tinggi tingkatnya.
9. Dalam penyusunan peraturan perundangan diperhatikan konsistensinya
baik diantara peraturan perundangan yang mengatur hal yang sama,
maupun diantara pasal-pasal dalam satu peraturan perundangan.
10. Dalam suatu peraturan perundangan harus ada kejelasan dan
ketegasan mengenai yang ingin dicapai dari ketentuan yang
bersangkutan.
11. Peraturan perundangan dalam bentuk undang-undang tidak diganggu
gugat. Ini berarti tidak ada badan/ siapapun juga berhak atau
berwenang menguji secara materiil terhadap undang-undang tersebut

5.5 Evaluasi
Evaluasi terhadap setiap pokok bahasan dilakukan terhadap:
a. Evaluasi terhadap peserta dilakukan dengan mengisi buku kerja dan uji
kompetensi;
b. Evaluasi terhadap Fasilitator dilakukan dengan menggunakan Instrumen
evaluasi yang telah disediakan.

98
BAB VI TRI SAKTI

INDIKATOR KEBERHASILAN :
Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta dapat Memahami
permasalahan pokok bangsa, konsep Tri Sakti dan Strategi Impelementasi Tri
Sakti

A. PRA WACANA
Trisakti menjadi Jargon pemerintah Jokowi – Jk, disamping visi misi yang
tertuang dalam Nawa Cita sebagaimana yang disampaikan dalam

99
Pemilihan Presiden Tahun 2014. Kata dan makna Trisakti berasal dari
pidato presiden pertama RI Soekarno, yang mengamanatkan perwujudan
masyarakat Indonesia yang ”Berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang
ekonomi dan berkepribadian dalam bidang budaya”.

Dalam konteks kekinian, Pemerintahan Jokowi JK berusaha sekuat


tenaga untuk mengembalikan semangat Tri Sakti kedalam program kerja
kabinetnya yang tergambar dalam Program Nawa Cita. Pemerintah
Jokowi Jk memandang bangsa ini adalah bangsa yang mempunyai modal
yang besar untuk menjadi bangsa yang besar, kuat dan mandiri. Potensi
sumber daya manusia yang banyak, sumber daya alam yang melimpah
dan pengembangan teknologi yang ada sangat mendukung cita-cita Tri
Sakti sehingga perlu adanya pembangunan karakter bangsa melalui
Revolusi Mental.

B. MASALAH POKOK BANGSA


Dalam perjuangan mencapai tujuan nasional, bangsa Indonesia
dihadapkan pada tiga masalah pokok bangsa, yakni (1) merosotnya
kewibawaan negara, (2) melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional,
dan (3) merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. Wibawa
negara merosot ketika negara tidak kuasa memberikan rasa aman kepada
segenap warganegara, tidak mampu mendeteksi ancaman terhadap
kedaulatan wilayah, membiarkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM),
lemah dalam penegakan hukum, dan tidak berdaya dalam mengelola
konflik sosial. Negara.semakin tidak berwibawa ketika masyarakat
semakin tidak percaya kepada institusi publik, dan pemimpin tidak
memiliki kredibilitas yang cukup untuk menjadi teladan dalam menjawab
harapan publik terhadap perubahan kearah yang lebih baik. Harapan
untuk menegakkan wibawa negara semakin pudar ketika negara mengikat

100
diri pada sejumlah perianjian internasional yang mencederai karakter dan
makna kedaulatan, yang lebih memberi keuntungan bagi perseorangan,
kelompok maupun perusahaan multinasional ketimbang bagi kepentingan
nasional.

Lemahnya sendi-sendi perekonomian bangsa terlihat dari belum


terselesaikannya persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, kesenjangan
antarwilayah, kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari eksploitasi
sumber daya alam yang berlebihan, dan ketergantungan dalam hal
pangan, energi, keuangan dan teknologi. Negara tidak mampu
memanfaatkan kandungan kekayaan alam yang sangat besar, baik yang
mewujud (tangible) maupun bersifat non-fisik (intangible), bagi
kesejahteraan rakyatnya. Harapan akan perkuatan sendi-sendi ekonomi
bangsa menjadi semakin jauh ketiga negara tidak kuasa memberi jaminan
kesehatan dan kualitas hidup yang layak bagi warganya, gagal dalam
memperkecil ketimpangan dan ketidakmerataan pendapatan nasional,
melanggengkan ketergantungan atas hutang luar negeri dan penyediaan
pangan yang mengandalkan impor, dan tidak tanggap dalam menghadapi
persoalan krisis energi akibat dominasi alat produksi dan modal korporasi
global serta berkurangnya cadangan minyak nasional.
Intoleransi dan krisis kepribadian bangsa ditimbulkan salah satunya oleh
politik penyeragaman yang telah mengikis karakter Indonesia sebagai
bangsa pejuang, memudarkan solidaritas dan gotong royong, serta
meminggirkan kebudayaan lokal. Jati diri bangsa terkoyak oleh
merebaknya konflik sektarian dan berbagai bentuk intoleransi. Negara
abai dalam menghormati dan mengelola keragaman dan perbedaan yang
menjadi karakter Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Sikap untak
tidak bersedia hidup bersama dalam sebuah komunitas yang beragam
telah melahirkan ekspresi intoleransi dalam bentak kebencian,

101
permusuhan, diskriminasi dan tindakan kekerasan terhadap "yang
berbeda". Kegagalan pengelolaan keragaman itu terkait dengan masalah
ketidakadilan dalam realokasi dan redistribusi sumber daya nasional yang
memperuncing kesenjangan sosial. Pada saat yang sama, kemajuan
teknologi informasi dan transportasi yang begitu cepat telah melahirkan
"dunia tanpa batas" (borderless-state), yang pada gilirannya membawa
dampak negatif berupa kejut budaya (culture shock) dan ketunggalan
identitas global di kalangan generasi muda Indonesia.

Hal ini mendorong pencarian kembali basis-basis identitas primordial


sebagai representasi simbolik yang menjadi pembeda dengan yang
lainnya. Konsekuensinya, bangsa ini berada di tengah pertarungan antara
dua arus kebudayaan. Di satu sisi, manusia Indonesia dihadapkan pada
arus kebudayaan yang didorong oleh kekuatan pasar yang menempatkan
manusia sebagai komoditas semata. Di sisi lain, muncul arus kebudayaan
yang menekankan penguatan identitas primordial ditengah derasnya arus
globalisasi. Akumulasi dari kegagalan mengelola dampak persilangan dua
arus kebudayaan tersebut menjadi ancaman bagi pembangunan karakter
bangsa (nation and character building).

Indonesia termasuk negara berkembang, sehingga masih banyak


permasalahan yang terjadi baik di bidang ekonomi, sosial, politik, dll yang
mempengaruhi penerapan “konsep Tri Sakti” antara lain adalah
permasalahan hutang luar negeri, kemiskinan dan factor indeks
pembangunan manusia (IPM). Posisi Utang Luar Negeri (ULN) pada akhir
triwulan IV-2015 tercatat sebesar US$ 310,7 miliar atau sekitar Rp 4.154
triliun (US$ 1 = Rp 13.400), naik 2,8% dibandingkan dengan posisi akhir
triwulan III-2015 sebesar US$ 302,3 miliar. Bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, posisi total ULN meningkat US$ 17 miliar atau tumbuh

102
5,8% dari posisi akhir 2014 sebesar US$ 293,8 miliar. Dengan
perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB)
pada akhir triwulan IV-2015 tercatat sebesar 36,1%, lebih tinggi
dibandingkan dengan 34,8% pada akhir triwulan III-2015, dan 33% pada
akhir tahun 2014. (http://finance.detik.com/read/2016)

Selanjutnya berkaitan dengan indek pembangunan manusia, Indonesia


masih tergolong rendah walaupun ada kenaikan dari 5 tahun terakhir.
Adapun indicator penilaian indeks pembangunan manusia meliputi yakni
angka harapan hidup, lama bersekolah dan pendapatan nasional bruto
per kapita. Laporan Indeks Pembangunan Manusia 2015 yang dikeluarkan
Badan PBB Urusan Program Pembangunan (UNDP) baru-baru ini
menyatakan Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami
kemajuan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati
peringkat ke 110 dari 187 negara, dengan nilai indeks 0,684. Jika dihitung
dari sejak tahun 1980 hingga 2014, berarti IPM Indonesia mengalami
kenaikan 44,3 persen. Menurut Direktur UNDP Indonesia Christophe
Bahuet mengatakan ada empat indikator yang digunakan untuk mengukur
IPM Indonesia tahun 2014, yakni angka harapan hidup sebesar 68,9,
harapan tahun bersekolah 13,0, rata-rata waktu sekolah yang sudah
dijalani oleh orang berusia 25 tahun ke atas sebesar 7,6 dan pendapatan
nasional bruto per kapita 9,788.
(http://www.voaindonesia.com/content/undp)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Maret 2015, jumlah


penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen),
bertambah sebesar 860.000 orang ketimbang dengan kondisi September
2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Kepala BPS
Suryamin mengatakan, selain mengukur jumlah penduduk miskin dan

103
persentasenya, BPS juga mengukur indeks kedalaman dan indeks
keparahan kemiskinan di Indonesia. Hasilnya, indeks keparahan
kemiskinan pada Maret 2015 meningkat dibandingkan Maret 2012, Maret
2013, dan Maret 2014. Makin besar indeks keparahan kemiskinan, maka
beda pengeluaran antar penduduk miskin makin jauh, tidak terkumpul
pada satu angka. Indeks keparahan kemiskinan pada Maret 2015 adalah
0,535, meningkat dari Maret 2014 yang ada di level 0,435, Maret 2013
(0,432), dan Maret 2012 (0,473). Tak hanya indeks keparahan, indeks
kedalaman kemiskinan pun meningkat. (http://
bisniskeuangan.kompas.com.)

C KONSEPSI TRI SAKTI


Bangsa Indonesia harus kembali kepada Tujuan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan menempuh haluan TRISAKTI
dengan berani mengambil sikap “Berdikari” sebagaimana diamanatkan
oleh Bung Karno.

Adapun konsepsi Tri Sakti meliputi:

1. Berdaulat dalam bidang politik


2. Berdikari dalam bidang ekonomi
3. Berkepribadian dalam bidang kebudayaan

Dalam pidato kenegaraan 17 Agustus 1964 yang berjudul “Tahun Vivere


Pericoloso” atau sering dikenal dengan akronim “Tavip” Bung Karno
selaku Presiden Republik Indonesia antara lain mengungkapkan tiga
paradigma yang akan mampu membangkitkan Indonesia menjadi bangsa
yang besar, baik secara politik maupun ekonomi. Konsep tiga paradigma
tersebut dinamakan dengan “Trisakti” atau tiga kekuatan yang berfungsi
sebagai kesaktian bangsa. Trisakti yang dimaksudkan Bung Karno

104
adalah, pertama, “Berdaulat dalam Politik”. Seperti kita ketahui bersama,
bangsa Indonesia pernah dijajah oleh bangsa asing berabad-abad
lamanya. Tiga ratus lima puluh tahun dalam kolonialisme Belanda
bukanlah waktu yang singkat.

Pada kondisi bangsa berada dalam cengkeraman kolonialisme, maka


kemerdekaan tidak dimiliki oleh bangsa kita dan pada saat yang sama
tidak ada lagi kedaulatan politik karena semua sektor telah diintervensi
oleh bangsa lain. Padahal sebuah bangsa memiliki hak untuk mengatur
dirinya sendiri. Sehingga Bung Karno menegaskan bahwa kedaulatan
politik bangsa Indonesia sudah mutlak untuk diwujudkan dengan menolak
segala bentuk intervensi bangsa lain. Bung Karno menyatakan, “nation
building” dan “character building” harus diteruskan sehebat-hebatnya demi
menunjang kedaulatan politik kita. Kedua, “Berdikari dalam Ekonomi”.

Bung Karno mengingatkan kita betapa bangsa Indonesia ini adalah


bangsa yang kaya dengan sumber daya alam (SDA) baik di daratan
maupun di laut. Akan tetapi kekayaan SDA ini belum mampu
membangkitkan ekonomi nasional dikarenakan tingkat ketergantungan
terhadap pranata ekonomi asing masih sangat tinggi. Dengan melihat
fakta ini maka Bung Karno mengemukakan bahwa penting sekali bangsa
Indonesia untuk “berdiri di atas kaki sendiri” (berdikari) dalam mengatur
perekonomian demi kesejahteraan rakyat. Ketergantungan yang tinggi
terhadap ekonomi bangsa lain menurut Bung Karno tidak akan menjamin
kesejahteraan rakyat, bahkan justru sebaliknya berpotensi menimbulkan
resesi ekonomi nasional yang berkepanjangan. Apa yang menjadi
kekhawatiran Bung Karno ini ternyata terbukti, terutama ketika bangsa
Indonesia pada era Orde Baru mulai berafiliasi dengan lembaga keuangan
internasional seperti IMF dan lain-lainnya, sehingga bangsa Indonesia

105
tidak bisa menghindarkan diri dari krisis ekonomi yang dampaknya terasa
hingga hari ini.

Ketiga, “Berkepribadian dalam Kebudayaan”. Aspek budaya bagi Bung


Karno sama pentingnya dengan aspek lainnya. Bangsa Indonesia harus
menghormati budaya warisan nenek moyang dan menghargai nilai-nilai
luhur kebudayaan di masyarakat. Karakter dan kepribadiaan budaya
positif Nusantara haruslah dijaga dan dilestarikan. Misalnya budaya
gotong-royong yang melambangkan kolektifitas sebuah komunitas yang
guyub, maupun berbagai karya budaya adiluhung yang mewarnai dunia
seni Indonesia.

Kembali ke haluan Tri Sakti berarti berani mengambil nasib di tangan


sendiri dengan memilih jalan searah haluan Trisakti agar bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang kuat, tidak lagi menjadi bangsa kuli atau
bangsa budak.Bung Karno pernah mengatakan ”Khusus mengenai
Prinsip BERDIKARI ingin aku tekanken bahwa ”:
a. BERDIKARI tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas
kerjasama internasional, terutama antara semua negara yang baru
merdeka.
b. Yang ditolak oleh BERDIKARI adalah ketergantungan kepada
penjajah, bukan menolak kerja sama yang sama-derajat dan saling
menguntungkan.”

D. STRATEGI IMPLEMENTASI TRI SAKTI


Meningkatkan kemandirian bangsa yang ditandai oleh tegaknya
kedaulatan politik, ekonomi yang berdikari, dan kuatnya kepribadian
bangsa dalam kebudayaan, yang bersumber dari nilai-nilai luhur budaya
nasional (gotong royong, toleransi, harmoni, solidaritas, kesetiakawanan)

106
untuk mengembangkan budaya pelayanan, melalui:
1. Kedaulatan Politik
a. Peningkatan kualitas peran dan fungsi lembaga-lembaga
demokrasi; jaminan pemenuhan kebebasan sipil dan hak-hak
politik rakyat, termasuk peningkatan peran organisasi
masyarakat sipil dan peningkatan keterwakilan perempuan
dalam politik dan pengambilan keputusan publik.
b. Pemantapan iklim kondusif bagi terpeliharanya stabilitas social
politik yang ditandai dengan menurunnya konflik sosial politik.
Pemantapan ini diupayakan melalui penerapan strategi nasional
pemantapan wawasan kebangsaan dan karakter bangsa dalam
rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Peningkatan kepatuhan dan penegakan hukum serta reformasi
peradilan secara konsisten dan berintegritas untuk menciptakan
ketertiban sosial dan mewujudkan keadilan, serta pelaksanaan
reformasi birokrasi untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan dan layanan perizinan yang bersih, transparan,
dan akuntabel, yang sejalan dengan engembangan budaya
pelayanan
d. Peningkatan kontribusi dan kualitas peran kebijakan luar negeri
Indonesia dalam berbagai forum internasional untuk mendukung
pencapaian kepentingan nasional di dalam negeri, serta sebagai
upaya untuk turut mewujudkan perdamaian dan keadilan dunia.

2. Kemandirian Ekonomi
a. Peningkatan kemandirian ekonomi nasional melalui (i)
pemberian akses yang merata ke sumber daya ekonomi bagi
seluruh masyarakat, sejalan dengan pengembangan ekonomi
berbasis maritim dengan penerapan doktrin poros maritim

107
dunia; (ii) pengelolaan energi dan pangan melalui hilirisasi
produk-produk pertanian (pangan) dan pengolahan minyak
bumi dan hasil tambang, untuk menjamin kelangsungan hidup
masyarakat; (iii) peningkatan kapasitas produksi dan
produktivitas hasil pertanian dalam negeri sehingga
mengurangi ketergantungan terhadap pasar global (impor); (iv)
peningkatan penggunaan produk dalam negeri, dengan
meningkatkan proporsi produk dalam negeri yang
diperdagangkan di pasar dalam negeri; meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk dalam
negeri; serta meningkatkan kesadaran produsen untuk
menggunakan komponen produk dalam negeri yang lebih
tinggi.
b. Pemberdayaan pelaku usaha kecil-menengah, ekonomi dan
industry kreatif, ekonomi rakyat dan ekonomi subsisten,
dengan meningkatkan pemerataan peluang dalam
pengembangan ekonomi dan distribusi aset-aset produktif
yang adil.
c. Penguatan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat di kalangan
pelaku ekonomi, pemerintah dan masyarakat untuk mencegah
praktik monopoli yang menyebabkan kegiatan usaha tidak
sehat dan ekonomi tidak efisien melalui: pendidikan formal dan
nonformal untuk mendorong internalisasi nilai-nilai persaingan
usaha yang sehat, penyusunan peraturan perundang-
undangan sebagai landasan hukum dalam pengembangan
kebijakan, serta pembentukan mekanisme harmonisasi
kebijakan persaingan usaha yang sehat.
d. Peningkatan pemasyarakatan budaya produksi melalui
peningkatan pemahaman dan penyadaran bahwa konsumsi

108
berlebihan (excessive consumption) tidak baik dan tidak bijak,
serta penyebaran pengetahuan teknik-teknik pembuatan
barang dan jasa yang dilakukan sendiri baik melalui jalur
pendidikan maupun pemasyarakatan sehingga terbangun
budaya swadesi.
e. Peningkatan dan pengembangan iklim yang kondusif bagi
inovasi melalui pemberian penghargaan bagi temuan-temuan
baru dan penegakan hak kekayaan intelektual, serta
penyediaan ruang public yang mendorong kreativitas dan yang
memfasilitasi perwujudan ide kreatif ke dalam bentuk barang,
audio, visual, grafis, koreografi, dan lain-lain.

3. Kepribadian dalam Kebudayaan


a. Peningkatan pendidikan yang berkualitas untuk melahirkan
manusia-manusia unggul, yang mampu mengembangkan
kebudayaan, daya cipta dan kreativitas, daya saing, serta
merancang masa depan bangsa yang maju, modern, dan
mandiri.
b. Peningkatan kualitas lembaga pendidikan
(sekolah/madrasah dan unversitas) sebagai sarana dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), yang
tercermin pada proses pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan iptek dan pengembangan bahasa asing (Inggris,
Arab, Mandarin, Jepang, Prancis, Jerman) sebagai instrument
untuk mengakses sumber-sumber ilmu pengetahuan dan
membangun peradaban modern.
c. Peningkatan peran keluarga sebagai basis utama dan pertama
pembentukan karakter dan kepribadian anak melalui
pengasuhan dan pendidikan di rumah, pembinaan akhlak

109
mulia dan budi pekerti, serta wahana sosialisasi dan
persemaian nilai-nilai luhur.
d. Peningkatan kesadaran masyarakat akan kemajemukan yang
menuntut setiap warga negara hidup rukun, toleran, gotong
royong, dan menjaga hubungan sosial yang harmonis, dengan
menghargai perbedaan suku, agama, bahasa, adat istiadat,
agar tercipta keutuhan, persatuan, dan kesatuan dalam
kebhinnekaan.
e. Pengembangan karakter dan jati diri bangsa yang tangguh,
berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing dan dinamis,
yang dilandasi oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berdasarkan Pancasila.
f. Pencanangan proyek percontohan dalam bentuk Komunitas
Berkarakter sebagai “kantung-kantung perubahan,” untuk
mengawali gerakan nasional kampanye revolusi mental di
kalangan aparatur negara, pengelola BUMN/BUMD, dan
masyarakat umum
g. Peningkatan kampanye publik melalui berbagai media (film,
sastra, iklan layanan masyarakat), untuk menumbuhkan etos,
semangat berkarya, daya juang, sikap antikorupsi, orientasi
mencari ilmu, hidup toleran dan menjaga harmoni sosial di
dalam masyarakat majemuk

Sebagaimana disampaikan oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik


Indonesia, visi Indonesia selama lima tahun ke depan adalah mewujudkan
Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian dan berlandaskan
gotong- royong. Visi tersebut mencerminkan konsep Tri Sakti kemudian
dijabarkan lagi dalam tujuh misi Presiden dan 9 agenda strategis yang
dikenal dengan Nawa Cita.

110
Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari bahasa
Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Dalam
konteks perpolitikan Indonesia menjelang PemiluPresiden2014, istilah ini
merujuk kepada visi-misi yang dipakai oleh pasangan calon
presiden/calon wakil presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi agenda
pemerintahan pasangan itu. Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan
agenda pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita
Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti, yakni berdaulat secara
politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan

Adapun agenda strategis Nawa Cita Pemerintahan Jokowi Jk adalah


sebagai berikut:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa
dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara
2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
Pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
Internasional
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor
sektor strategis ekonomi domestik
8. Melakukan revolusi karakter bangsa
9. Memperteguh ke-bhineka-an & memperkuat restorasi sosial
Indonesia.
Dilihat dari Nawa Cita diatas maka salah satu agenda prioritas dalam
Nawa Cita adalah melakukan revolusi karakter bangsa/revolusi mental

111
(nomor 8) dan dalam Peraturan Presiden No.2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019
memuat penguatan karakter dan jati diri bangsa sebagai berikut:
1. RPJMN 2015-2019 merupakan visi, misi, dan agenda priroitas
(Nawa Cita) Presiden RI dengan menggunakan Rancangan
Teknokratik yang telah disusun Bappenas dan berpedoman pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
2. RPJMN berfungsi untuk menjadi pedoman Kementerian/Lembaga
dalam menyusun:
a. Rencana strategis
b. Pedoman pemerintah dalam menyusun RKP
c. Acuan dasar dalam pemantauan dan evaluasi RPJM Nasional.
3. Buku II RPJMN PointF. Kebudayaan
a. Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa
b. Peningkatan Apresiasi Seni dan Kreativitas Karya Budaya
c. Pelestarian Nilai-Nilai Sejarah dan warisan Budaya
d. Peningkatan Promosi, Diplomasi, dan Pertukaran Budaya
e. Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan

Karakter Yang diharapkan (UU RPJPN 2005-2025) adalahTangguh,


Kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
patriot, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Iptek berdasarkan
Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Pemahaman terhadap sejarah, nilai-nilai luhur budaya bangsa
menjadi landasan untuk memperkuat kehidupan yang harmonis. Hal
tersebut merupakan salah satu upaya revolusi mental untuk memperkuat
karakter dan jatidiri bangsa. Revolusi mental merupakan bentuk strategi
kebudayaan yang berperan memberi arah bagi tercapainya kemaslahatan
hidup berbangsa dan bernegara.

112
E. RANGKUMAN
Bangsa yang maju ditentukan oleh mentalitas yang tangguh, baik
individual maupun kolektif dari warga negaranya. Revolusi Mental bermula
di alam pikiran yang menuntun bangsa dalam meraih cita-cita bersama
dan mencapai tujuan kolektif bernegara, yaitu memajukan kesejahteraan
umum, meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia
serta membangkitkan kesadaran bahwa bangsa Indonesia memiliki
kekuatan besar untuk berprestasi tinggi, produktif dan berpotensi menjadi
bangsa maju dan modern, serta mengubah cara pandang, pikiran, sikap,
perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, sehingga
Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan

113
bangsa-bangsa lain di dunia.

Revolusi Mental sebagai gerakan kolek


tif yang melibatkan seluruh bangsa dengan memperkuat peran semua
institusi pemerintahan dan pranata sosial-budaya yang ada di masyarakat
dilaksanakan melalui internalisasi nilai-nilai esensial pada individu,
keluarga, insititusi sosial, masyarakat sampai dengan lembaga-lembaga
negara. Nilai-nilai esensial tersebut meliputi etos kemajuan, etika kerja,
motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan
optimistis, produktif-inovatif1-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan
berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum.

Indonesia merupakan negara majemuk yang ditandai dengan khazanah


kebudayaan nusantara yang sangat kaya dan beragam baik budaya,
suku, agama, bahasa, maupun adat istiadat. Dalam kemajemukan,
masyarakat hidup rukun dalam suatu interaksi sosial antarwarga yang
harmonis, sehingga bangsa Indonesia mampu menjaga keutuhan nasional
dalam bingkai kebhinnekaan yang tunggal ika. Limpahan kekayaan alam
dan aneka rupa khazanah kebudayaan Nusantara tersebut apabila
dikelola dengan baik, dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara-
bangsa yang maju, makmur, dan sejahtera serta mandiri.

Untuk mencapai Indonesia yang maju, makmur dan sejahtera serta


mandiri diperlukan manusia-manusia unggul dengan pendidikan yang
baik, memiliki keahlian dan keterampilan, menguasai teknologi, pekerja
keras, mempunyai etos kemajuan; selalu bersikap optimistik dalam
menatap masa depan; dan memiliki nilai-nilai luhur yaitu gotong royong,
toleransi, solidaritas, rukun dan saling menghargai dan menghormati.
Disamping itu manusia unggul harus memiliki kesadaran bahwa sumber

114
daya alam dan lingkungan hidup adalah aset yang harus digunakan
secara efisien dan tetap dijaga kualitasnya, tanpa mengurangi
kesempatan generasi mendatang untuk melakukan eksplorasi kekayaan
alam tersebut bagi kesejahteraan mereka.

Bangsa Indonesia harus menyadari bahwa posisi geografis Indonesia


sangat strategis sebagai negara maritim yang berpotensi menjadi salah
satu pemain kunci perdagangan internasional dan transportasi laut
antarnegara. Posisi geo-ekonomi dan geo-politik yang sangat strategis ini
sangat menguntungkan, sehingga Indonesia dapat menjadi salah satu
kekuatan ekonomi-politik tangguh di Asia.

Dengan sistem politik dan pemerintahan demokratis yang semakin


mantap bangsa Indonesia harus mempunyai ambisi besar dan cita-cita
mulia untuk menjadi negara maju, modern, dan bermartabat. Bangsa yang
bermartabat ditandai oleh tiga hal pokok: (i) berdaulat secara politik, (ii)
berdikari secara ekonomi, dan (iii) berkepribadian dalam kebudayaan.
Kedaulatan politik sangat penting dalam konteks hubungan antarnegara
dengan prinsip saling menghormati dan menghargai keutuhan wilayah
masing-masing negara. Indonesia perlu menegaskan garis politik luar
negeri “bebas aktif” dengan mengambil peran nyata dalam mengatasi
masalah-masalah internasional sebagai tanggung jawab dalam
mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.

F. LATIHAN
Menurut Saudara, Bagaimana cara mengatasi permasalahan pokok
bangsa (merosotnya kewibawaan negara, melemahnya sendi-sendi
perekonomian nasional, serta merebaknya intoleransi dan krisis
kepribadian bangsa).

115
REFERENSI

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
4. UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
5. UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 – 2025
6. A.M. Fatwa, 2009, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, Penerbit
Buku Kompas
7. Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdauat, Mandiri dan Berkepribadian.
Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla, Jakarta, Mei 2014
8. Naskah Sekolah Sementara, Undang-Undang Dasar 1945 untuk TOF Kader
Bela Negara, Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pertahanan,
Pusdiklat Manajemen Pertahanan, Jakarta, 2015
9. Pengkajian Konstitusi, Tim Pengkajian Konstitusi, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2011
10. Visi Misi Jokowi JK
11. Peraturan Presiden No 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019
12. Kerangka Acuan Kegiatan Program Nasional Revolusi Mental, Kemenko
bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia
13. Paparan Kembali ke Haluan Tri Sakti, Sugita, Berdikari 22 Mei 2015
14. Paparan Revolusi Mental bagi ASN, Hadiat, Kementerian PPN/Bappenas, 16
Desember 2015
15. Ali, As’ad., Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Bangsa, penerbit LP3ES

16. Asshiddiqie, Jimly., 2006. Hukum Tata Negara dan Pilar‐Pilar Demokrasi,
Jakarta, KonPress.

116
17. Indrati, Maria Farida., 1998. Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang‐undangan, aria Farida Indrati Soeprapto, 1998, Yogyakarta,
Kanisius.

18. Inu Kencana Syafiie, 2006, Sitem Administrasi Publik Republik Indonesia
(SANKRI)

19. Kamil, Gurniwan P., Gotong Royong Dalam Kehidupan Masyarakat.


http://sosiologi.upi.edu/artikelpdf/gotongroyong.pdf

20. Kartodiprojo, Soediman., 2004. Pancasila sebagai, Pandangan Hidup Bangsa


dan Negara, Penerbit Gatra.

21. Latif, Yudi, 2011. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Jakarta:
MPR RI

22. Manan, Bagir., 2003, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta, FH UII Press.

23. Noormohammad, Ahmad.,


https://plus.google.com/+ahmadnoormuhammad/posts/hpky6Ct4BbS

24. Oesman O., dan Alfian 1993, Pancasila sebagai Ideology, BP-7 Pusat.
Jakarta.

25. Pandji Setijo, 2011. Pendidikan Pancasila Perspektif Perjuangan Bangsa Ed-4,
Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

26. Ridwan., Pengertian Integritas dan Korelasinya.


http://ridwanaz.com/umum/pengembangan-diri/pengertian-integritas-dan-
korelasinya-dengan-pemimpin/

27. Sunarno, Siswanto., 2007. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, perbit


puspita Jakarta

28. Supelli, Karlina., http://business-center.hapsa-studia.com/opini/politik-di-


indonesia/mengartikan-revolusi-mental/

29. Wijaya, H.A.W., 2008. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila & HAM di Indonesia,
Penerbit Rineka Cipta

30. Winarno, 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT


Bumi Aksara

117
31. _________, 2006. Kemerdekaan berserikat pembubaran Partai Politik dan
Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi.

32. _________, 2004. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan


Dalam UUD 1945, Yogyakarta, FH UI Press. Mansur, Hamdan, dkk. 2002,
Pendidikan Kewarganegaraan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

33. _________, 2006. Hukum Acara Pengujian Undang‐undang, Jakarta, Konstitusi


Press.

34. _________, 2005. Model‐model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,


Jakarta, Konstitusi Press.

35. _________, 2005. Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Jakarta,


Konstitusi Press.

36. _________, Fakta Sejarah, Konsep Trisakti Bung Karno


http://cecakhitam.wordpress.com/2011/05/15/persahabatan-bung-karno-
guavara-dan-castro/

37. http://www.satwa.net/599/jumlah-spesies-tumbuhan-di-indonesia.html

38. http://www.berdikarionline.com

39. http://echoo-binar-xesat.blogspot.co.id/2011/01/dalam-sejarah-indonesia-
sudah-beberapa.html

118

Anda mungkin juga menyukai