Anda di halaman 1dari 17

Studi Ketahanan Korosi Pitting Baja Tahan Karat

Martensitik 410 Wrought dan CA6NM Investment Casting

Hezkiel Marchiano Sigit, Anthon de Fretes, Efendi


Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
BSD City, Jalan Raya Cisauk, Sampora, Banten 15345, INDONESIA
E-mail: kielkazuto@gmail.com

ABSTRAK

Umumnya turbin uap pada PLTU memiliki beberapa tingkatan yaitu turbin tekanan tinggi,
menengah dan rendah. Belakangan ini turbin tekanan rendah sering ditemukan kegagalan
pada saat proses perawatan, uap yang terkondensasi menjadi butir air mengandung
klorida yang menempel pada sudu turbin sehingga terjadi kegagalan berupa korosi pitting,
CA6NM sebagai alternatif baja martensitik yang kedepannya menjadi pengganti Baja 410,
CA6NM mudah dibuat dibandingkan Baja 410 dan sebelumnya diaplikasikan pada turbin
air. Pada penelitian ini menentukan material antara CA6NM dan Baja 410 untuk
mengetahui ketahanan korosi dengan pengaruh elektrolit kondisi simulasi dua lingkungan
korosif yaitu simulasi geothermal dan NaCl, bentuk pengujian korosi menggunakan cylic
potentiodynamic polarization yang befungsi untuk mengetahui potensial breakdown dan
potensial proteksi. Prosedur penelitian menggunakan tahapan proses heat treatment untuk
mendapatkan sifat mekanik dan struktur mikro yang diinginkan. Berdasarkan pengujian,
material CA6NM dan Baja 410 setelah melalui proses heat treatment memiliki rata-rata
nilai kekerasan CA6NM 38,7 HRc sedangkan Baja 410 bernilai 27,56 HRc, pada
pengujian korosi nilai potensial breakdown untuk material CA6NM -266,8 mV, potensial
proteksi nya sebesar -143,5 mV, ketahanan korosi untuk material CA6NM lebih baik
dibandingkan dengan Baja 410, pada pengamatan menggunakan SEM kedua material
mengalami korosi pitting tetapi dari pengamatan lubang diameter besar pada Baja 410.
Dari hasil EDS kandungan Cl- untuk CA6NM massa 0,62 % dan Baja 410 massa Cl- 3,41
%.
.

Kata kunci: turbin tekanan rendah, heat treatment, korosi pitting, geothermal, cylic
potentiodynamic polarization, NaCl
PENDAHULUAN sebelumnya diaplikasikan pada turbin
air, perkembangan saat ini akan
Turbin uap merupakan komponen
digunakan pada turbin uap. Proses
penting yang digunakan pada
pembuatan CA6NM umumnya dapat
pembangkit listrik karena mengubah
dilakukan di Indonesia karena biaya
energi potensial uap menjadi energi
yang relatif murah dan melalui proses
kinetik dan selanjutnya diubah menjadi
investment casting sehingga hanya
energi mekanis dalam bentuk putaran
memerlukan sedikit proses machining
poros turbin. Umumnya Pembangkit
seperti pada bagian finishing.
Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Kondisi lingkungan percobaan
menggunakan turbin uap tipe
penelitian menggunakan dua simulasi
multistage, turbin uap yang terdiri atas
yakni kondisi lingkungan geothermal
lebih dari 1 stage turbin yakni turbin
dan air laut karena instalasi PLTU
High Pressure (HP), Intermediate
biasanya dilakukan didekat pantai,
Pressure (IP), Low Pressure (LP) [1].
pada kondisi lingkungan geothermal
Belakangan ini sudu pada LP turbin
terdapat gas CO2 maka dari itu
uap umumnya lebih rentan terhadap
percobaan yang dilakukan ada yang
kegagalan daripada IP dan HP. Turbin
menggunakan gas CO2, atas dasar
LP dalam operasi berulang mengalami
itulah penelitian ini dilakukan untuk
beban berfluktuasi yakni berkurang dan
mengetahui ketahanan korosi dua
meningkat sehingga permukaan sudu
material pada kondisi lingkungan yang
secara bergantian menjadi basah dan
digunakan
kering. Selama uapnya kering hanya
ada sedikit korosi. Pada stage LP
temperaturnya turun akibatnya ada TINJAUAN PUSTAKA
sedikit uap terkondensasi, uap yang
terkondensasi terdapat kandungan Kondisi Operasional Sudu Turbin
bersifat korosif berupa Cl- [2], Sudu turbin adalah komponen
Kegagalan yang ditemukan biasanya penting pada turbin yang mengkonversi
berupa retak pada sudu turbin diawali energi termal dari uap bertekanan
korosi sumuran dengan adanya menjadi energi gerak atau kinetik.
kegagalan tersebut maka biaya dalam Prinsip kerjanya yaitu uap bertekanan
operasional dan perawatannya dalam keadaan ekspansi akan
bertambah. menggerakan fixed blade dan moving
Pada umumnya material yang blade. Moving blade kemudian akan
digunakan untuk turbin uap meneruskan energi kinetik dari putaran
menggunakan Baja 410 karena blade ke rotor untuk merubah menjadi
mempunyai kombinasi kekuatan, energi mekanik [3].
ketangguhan dan ketahanan korosi
yang baik. Baja 410 merupakan bahan
baku impor yang belum diproduksi di
Indonesia karena biaya yang tinggi dan
prosesnya melalui machining yang
rumit, alternatifnya CA6NM akan
dijadikan kandidat sebagai pengganti
Baja 410, CA6NM dan Baja 410
merupakan baja tahan karat, CA6NM Gambar 1. Komponen penting
steam turbin [3]
digunakan secara luas sebagai steam
Sudu turbin sendiri bekerja pada turbine rotor blades dan gas turbine
kondisi operasional yang bermacam- compressor blade yang beroperasi pada
macam tergantung pada hasil output suhu hingga 480℃, sebuah perlakuan
daya yang akan dihasilkan oleh steam panas yang benar untuk material ini
turbine, beberapa industri mempunyai adalah austenisasi pada suhu 950℃
hasil output daya sebesar 1-30 MW. atau diatas temperatur tersebut, dan
Untuk kondisi operasional kecepatan didinginkan secara cepat dengan udara
turbin sendiri ada 2 jenis yaitu 3000 atau oli dan dilakukan proses
rpm frekuensi 50 Hz, dan 3600 rpm tempering. Blade dibuat dari baja
dengan frekuensi 60 Hz. Di Indonesia paduan yang terutama mengandung
kondisi operasional nya menggunakan karbon, kromium, nikel, molybdenum
[7]
kecepatan 3000 rpm dengan frekuensi .
50 Hz, untuk lebih jelasnya dapat Pengembangan material yang
dilihat pada tabel dibawah ini [4]. digunakan pada komponen turbin uap
akan digantikan material dari Baja 410
Tabel 1. Kondisi Operasional menjadi CA6NM dikarenakan material
untuk Steam Turbin Blade [4] ini merupakan martensitik dan
No Power Speed Rated Steam memiliki molybdenum dan nikel yang
tinggi, sehingga dapat meningkatkan
Rating Range Conditions
perfoma pada komponen turbin.
1 20 - 100 3000 – 140 bar, 565℃ CA6NM umumnya digunakan dan
merupakan paduan nikel-molibdenum
MW 3600
besi-kromium yang mudah dikeraskan
rpm oleh perlakuan panas [8]. Besi cor
CA6NM awalnya dikembangkan di
Air yang dipanaskan hingga menjadi George Fischer, pengecoran baja
steam awalnya merupakan air laut yang memiliki kekuatan impak tinggi dan
telah dilakukan proses demineralisasi kemampuan las yang baik dengan
dan desalinasi. Proses tersebut karbon rendah. Temper embrittlement
berfungsi untuk menghilangkan dan dikurangi dengan menambahkan
memisahkan kandungan mineral dan molybdenum meningkatkan konten
garam. Walaupun demikian, nikel mencapai mikrostruktur bebas
kandungan garam dalam air masih dari δ-ferit [9].
tetap ada namun dalam jumlah yang
sangat kecil, Efisiensi dan kehandalan Pengertian Stainless Steel
dari turbin bergantung dari desain yang Stainless steel adalah baja paduan
tepat pada blade [5]. yang memiliki sifat ketahanan korosi,
sehingga secara luas digunakan dalam
Material Sudu Turbin industri kimia, makanan dan minuman,
Baja AISI 410 adalah baja tahan industri yang berhubungan dengan air
karat martensitik yang paling banyak laut dan semua industri yang
digunakan mengutamakan kekuatan memerlukan ketahanan korosi,
yang baik didapatkan dari struktur sedangkan aplikasi dalam dunia
mikro martensitik, baja AISI 410 dapat kesehatan biomedis stainless steel
dipanaskan sesuai dengan penerapan karena karakteristiknya yang
tingkat korosi [6], baja AISI 410 dapat menguntungkan seperti tahan korosi
(corrosion resistance), berkekuatan butir yang dapat menurunkan
tinggi (high strength) dan biaya ketangguhan [14].
perawatan yang rendah (low cost
maintenance) [10]. Quenching
. Krom bereaksi dengan oksigen, Proses quenching melibatkan
memegang peranan penting dalam beberapa faktor yang saling
pembentukan lapisan korosi ini. Pada berhubungan. Pertama yaitu jenis
kenyataannya, semua stainless steel media pendingin dan kondisi proses
mengandung paling sedikit 10% krom yang digunakan, yang kedua adalah
[11]
. hardenability dari logam.
Baja tahan karat austenitik adalah Hardenability merupakan fungsi dari
baja tahan karat yang paling tahan komposisi kimia dan ukuran butir pada
terhadap korosi karena tingginya temperatur tertentu. Selain itu, dimensi
kandungan kromium dan nikel dari logam juga berpengaruh terhadap
diproduksi dalam jumlah besar. Baja hasil proses quenching [15].
tahan karat martensitik dan feritik Kemampuan quenchant untuk
bersifat magnetik, baja tahan karat meningkatkan kekerasan baja
austenitik tidak memiliki sifat tergantung pada karakteristik dari
magnetik [12]. media pendinginan, media quenching
yang paling umum digunakan memiliki
Proses Perlakuan Panas bentuk cairan [16].
Perlakuan panas atau heat treatment
adalah kombinasi operasi pemanasan Korosi
pada logam di bawah temperatur lebur Korosi didefinisikan menurut
logam tersebut dan pendinginan Fontana sebagai kehancuran atau
terhadap logam atau paduan dalam kerusakan material karena reaksi
keadaan padat dengan waktu tertentu dengan lingkungannya, korosi
[13]
. Perlakuan panas bertujuan untuk merupakan salah satu penyebab utama
meningkatkan sifat tertentu seperti suatu sistem turbin mengalami
kekerasan, ketangguhan, ketahanan kegagalan [17]. Faktor utama korosi
terhadap korosi. yaitu konsentrasi H2O dan O2,
Elektrolit, dan Temperatur [18].
Holding Time
Waktu penahanan sangat Korosi Sumuran
berpengaruh pada saat transformasi Pitting corrosion berasal dari kata pit
karena apabila waktu penahanan yang adalah sumur. Korosi sumuran
diberikan kurang tepat atau terlalu merupakan bentuk korosi lokal dimana
cepat, maka transformasi yang terjadi hasil korosi akan terbentuk suatu
tidak sempurna dan tidak homogen lubang pada material. Korosi pitting
selain itu waktu tahan terlalu pendek dianggap lebih berbahaya jika
akan menghasilkan kekerasan yang dibandingkan dengan korosi merata,
rendah hal ini dikarenakan tidak karena produk korosi terbentuk akan
cukupnya jumlah karbida yang larut menutupi lubang sehingga sulit untuk
dalam larutan. Sedangkan apabila diidentifikasi. Logam yang bisa
waktu penahanan yang diberikan membentuk lapisan pasif, seperti
terlalu lama, transformasi terjadi stainless steel, nickel atau aluminum
namun diikuti dengan pertumbuhan merupakan logam yang rentan
[20]
terserang korosi pitting. Korosi pitting pertumbuhan lubang dihentikan .
efeknya tidak meluas, namun terjadi
hanya disuatu titik saja dan terus
efeknya ke dalam sehingga
membentuk cekungan seperti sumur
[19]
. Bentuk rongga hasil dari korosi
pitting dilihat pada gambar 2.

Gambar 3. Kurva polarisasi


skematik untuk logam yang
menunjukkan transisi pasif aktif
dalam potensial pasif [20]

Kekerasan
Percobaan uji kekerasan (Hardness
Gambar 2. Bentuk rongga dari hasil Test) yang akan dilakukan adalah
korosi pitting [19] percobaan kekerasan dengan cara
mekanis statis dan itu meliputi cara-
Potensial Elektrokimia cara Rockwell, Brinell dan Vickers.
Studi elektrokimia korosi pitting Pada penelitian ini HRc digunakan
biasanya menunjukkan bahwa pitting sebuah indentor kerucut diamond yang
stabil hanya terjadi di dalam atau di atas memiliki sudut puncak 120° yang
kisaran kritis atau potensial. Oleh ujungnya dibundarkan dengan jari-jari
karena itu kerentanan logam pasif 0,2 mm dan dipakai untuk menentukan
terhadap korosi pitting sering diselidiki kekerasan baja-baja yang telah
dengan metode elektrokimia. paling dikeraskan [21].
umum, kurva arus potensial
menunjukkan transisi pasif aktif dan Metalografi
kemudian peningkatan arus tiba-tiba Ilmu logam dibagi menjadi dua
dalam rentang potensial pasif, seperti bagian khusus, yaitu metalurgi dan
yang ditunjukkan secara skematis pada metalografi. Metalurgi adalah ilmu
Gambar 3. Nilai-nilai berikut sering yang menguraikan tantang cara
ditentukan dan digunakan untuk pemisahan logam dari ikatan unsur-
mengkarakterisasi logam dan alloys unsur lain atau cara pengolahan logam
sehubungan dengan korosi pitting, secara teknis untuk memperoleh jenis
kerapatan arus kritis icrit yang logam atau logam paduan yang
mencirikan transisi pasif aktif, potensi memenuhi kebutuhan tertentu.
pitting Ep dimana lubang yang stabil Sedangkan metalografi adalah ilmu
mulai tumbuh dan potensi repasifasi yang mempelajari tentang cara
atau perlindungan Erep atau Epp pemeriksaan logam untuk mengetahui
dibawah ini dimana lubang-lubang sifat, struktur, temperatur dan
yang telah tumbuh terpasifasi dan campuran logam tersebut. Metalografi
merupakan suatu pengetahuan yang
khusus mempelajari struktur logam dan
mekanisnya, dalam metalografi dikenal
pengujian makro dan pengujian mikro.
Persiapan material uji biasanya
diletakkan dalam sebuah mounting
berupa akrilik, polyester maupun epoxy
untuk material yang berbentuk kecil
atau rapuh. Tetapi tahap ini tidak perlu
apabila material uji yang akan dianalisa
memiliki bentuk yang cukup besar.
Setelah itu proses grinding dan
polishing untuk menghasilkan
permukaan material uji yang rata dan
mengkilap, tidak boleh ada goresan
pada material uji sesuai dengan ASTM
E3 [22].
Selanjutnya dilakukan pengetsaan
berfungsi untuk menghasilkan kontras
warna yang berbeda untuk pengamatan
mikroskop optik. Etsa digunakan
sesuai jenis material yang akan
dilakukan pengujian dengan standar
ASTM E407 [23].

Scanning Electrone Microscope


Elektron memiliki resolusi yang
lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya Gambar 4. Diagram alir penelitian
hanya mampu mencapai 200 nm
sedangkan elektron bisa mencapai Persiapan alat yang digunakan
resolusi sampai 0,1 – 0,2 nm. Alat-alat yang digunakan dalam
Disamping itu dengan menggunakan proses persiapan dan pengujian, alat-
elektron kita juga bisa mendapatkan alat yang digunakan adalah sebagai
beberapa jenis pantulan yang berguna berikut:
untuk keperluan karakterisasi. Jika a. Mesin furnace.
elektron mengenai suatu benda maka b. Timbangan digital.
akan timbul dua jenis pantulan yaitu c. Gergaji tangan.
pantulan elastis dan pantulan non d. Mesin surface grinding.
elastis [24]. e. Mesin uji kekerasan.
f. Mikroskop optik.
METODOLOGI PENELITIAN g. Mikroskop elektron.
h. Tang krusibel.
Metode penelitian yang dilakukan i. Krusibel.
secara garis besar dapat dilihat pada j. Mesin crane.
Gambar 4. k. Mesin poles dan ampelas.
Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam Jenis pengujian kekerasan yang
proses persiapan dan pengujian sebagai dilakukan pada pengujian ini yaitu uji
berikut: kekerasan Rockwell. Alat yang
a. Oli. digunakan adalah alat uji kekerasan
b. Baja 410 dan CA6NM. AFRI digital, sampel uji yang
c. Etch Kalling’s. digunakan adalah setelah melakukan
d. Resin dan hardener. proses perlakuan panas dan sebelum
e. Ampelas. melakukan proses perlakuan panas.
f. Lilin. Pengujian menggunakan diameter
g. Arang. indentor diamon 120o, dengan beban
h. Alumina. 150 kgf dan pre load 10 kgf, tipe yang
i. Tabung Gas CO2 digunakan adalah HRc, preparasi yang
digunakan sebelum melakukan
Elektrolit yang digunakan pengujian adalah melakukan
Elektrolit yang digunakan dalam pengamplasan terhadap sampel dengan
proses persiapan dan pengujian sebagai kertas abrasive dimulai dari kekasaran
berikut: 150, 200, 400, 800, dan 1200 mesh,
a. NaCl. kemudian dilakukan pemolesan
b. MgCl. menggunakan mesin poles dan pasta
c. NaSO4. poles alumina berukuran 0,3 𝜇𝑚,
d. CaCl2. pengujian kekerasan dalam pengujian
e. KCl. ini diharuskan permukaan agar halus
f. KOH. dan rata sehingga dapat menghasilkan
g. NaHCO3. hasil yang sesuai dengan standar yang
diinginkan, pengujian ini dilakukan
Komposisi material baja dengan menempatkan titik pada setiap
Proses penelitian dilakukan dengan sudut dan titik tengah. Gambar 5
beberapa langkah pengerjaannya merupakan alat uji yang digunakan
dimulai dari spesifikasi material, pada untuk menentukan kekerasan melalui
pengujian material ini digunakan Baja rockwell.
410 berupa plat dengan dimensi awal
adalah panjang 85 cm, lebar 6 cm dan
tebal 0,5 cm. CA6NM dengan panjang
35 cm, lebar 15 cm dan tebal 3,5 cm
Komposisi kimia material pada tabel 2
dibawah ini.

Tabel 2. Spesifikasi material baja


Gambar 5. Alat uji kekerasan
Rockwell diamond

Adapun tahapan-tahapan pengujiannya


adalah sebagai berikut:
1. Membersihkan permukaan
spesimen uji dengan menggunakan
amplas agar permukaan spesimen uji
Pengujian Kekerasan rata dan sejajar.
2. Memasang indentor diamon. 1. Sampel disiapkan lalu dilakukan
3. Mengatur load 150 kgf dan pre load pemasangan kabel tembaga ke
10 kgf. permukaan sampel dengan melakukan
4. Memasang spesimen. penyolderan menggunakan timah.
5. Memutar handwhell untuk 2. Setelah kabel terpasang dilakukan
menaikkan hingga spesimen proses pembingkaian dengan
menyentuh indentor. menggunakan epoxy resin dan
6. Menekan handle pelepas beban pengeras. Kemudian setelah selesai
untuk pengetesan pembebanan. cetak dilakukan pengamplasan dan
7. Menunggu indentor menekan benda penghalusan agar tidak ada goresan
uji selama 30 detik dan tarik handle pada permukaan, kertas abrasif yang
untuk menghilangkan pengetesan dilakukan dimulai dari kekasaran 150,
pembebanan. 200, 400, 800, dan 1200 sehingga
8. Mencatat hasil yang telah tertera spesimen permukaan menjadi rata dan
pada display alat uji. halus.
9. Pengujian dilakukan pada titik tiap 3. Elektroda yang digunakan pada
sudut dan titik tengah pada masing- pengujian ini menggunakan tiga yaitu
masing spesimen uji. reference electrode, counter electrode,
working electrode, ketiga electrode
Pengujian Korosi disambungkan dengan kabel yang
Tabel 3. Elektrolit uji dengan terhubung dengan alat CMS, masing-
kondisi simulasi geothermal [25] masing sampel dicelupkan pada media
yang sudah disiapkan berupa NaCl, dan
NaCl, NaSO4, MgCl, CaCl2, KCL,
KOH, NaHCO3 tanpa dan
menggunakan CO2.

Pengamatan SEM dan EDS


Pengamatan SEM dilakukan untuk
mengetahui sturuktur morfologi dari
Pada penilitian ini pengujian korosi sampel. Pengamatan SEM sama halnya
dilakukan untuk menentukan potensial dengan pengamatan metalografi,
korosi pitting yang terjadi, kondisi namun perbedaannya yaitu
lingkungan menggunakan media pengamatan struktur pada SEM
elektrolit simulasi geothermal dimana memiliki resolusi yang lebih tinggi
elektrolit ini mengandung sifat yang yaitu mampu melakukan perbesaran
korosif [25], pengujian digunakan hingga 50.000X, pengamatan SEM
metode polarisasi siklik dengan dilakukan untuk mengetahui bentuk
bantuan Corrosion Measurement akibat korosi pitting yang terjadi, EDS
System (CMS), dengan melakukan dilakukan untuk mengetahui elemen
pengujian dengan metode polarisasi yang terkandung sampel dapat
dapat diketahui potensial yang terjadi diketahui secara keseluruhan. Proses
karena serangan pitting melalui grafik pengamatan SEM dapat dilihat pada
yang disediakan pada komputerisasi. gambar 6 berikut.
Adapun langkah proses dalam
melakukan pengujian ini yaitu:
Kemudian hasil pengamatan
struktur mikro CA6NM menggunakan
mikroskop optik dapat dilihat pada
gambar 8 yang menunjukkan
perbesaran dari 50x, dan 500x, hasil
struktur mikro tampak menggunakan
media etch kalling’s pengamatan
struktur mikro pada material CA6NM
melalui perlakuan panas berupa
hardening dan tempering dengan
Gambar 6. Proses pengamatan SEM masing-masing quenching
dan EDS menggunakan oli dan udara, sampel
material yang diuji adalah ukuran
HASIL DAN ANALISIS panjang 1 cm dan lebar 1 cm.

Hasil Pengamatan Metalografi


Pada penelitian ini membahas
pengaruh proses perlakuan panas
terhadap material Baja 410 dan
CA6NM melalui struktur mikro yang
akan diamati menggunakan mikroskop
optik, proses perlakuan panas yang
dilakukan berupa hardening dengan
temperatur 1050℃ dengan media Gambar 8. Struktur mikro CA6NM
quenching oli dan tempering dengan untuk perbesaran (a). 50x (b). 500x
temperatur 650℃ pada masing-masing
material, dalam penelitian ini Pada hasil pengamatan terlihat pada
dilakukan analisa pengamatan material Baja 410 yang diberikan
mikrografi. proses perlakuan panas hardening pada
Berikut adalah hasil pengamatan suhu 1050℃ dimana terdapat austenit
struktur mikro Baja 410 dengan sisa dan martensit, karbida tidak
menggunakan mikroskop optik pada terlihat jelas pada pengamatan
perbesaran 50x, dan 500x. Pengamatan melainkan untuk CA6NM karbida
struktur mikro dapat ditunjukkan pada tampak terlihat sangat jelas beberapa
gambar 7 yang merupakan hasil dari karbida yang terbentuk seperti pada
pengamatan struktur mikro. tanda panah yang ditunjukkan oleh
gambar 8 bagian (b). Pada saat proses
pendinginan dilakukan secara cepat
dengan media oli, austenit sisa mulai
berkurang dan karbida mulai banyak
terbentuk.
Martensit terbentuk dari laju
pendinginan yang sangat cepat dari
temperatur austenit ke temperatur
ruang yang akan menyebabkan
Gambar 7. Struktur mikro Baja 410 transformasi fasa austenit menjadi fasa
untuk perbesaran (a). 50x (b). 500x martensit. Selain itu unsur yang
terdapat di dalamnya tidak sempat dan austenit sisa muncul akibat
berdifusi, sehingga transformasi terjadi kehomogenan struktur pada temperatur
dengan pergeseran atom-atom dari face austenit dimana jika temperatur
centered cubic menjadi body centered austenisasi tinggi maka kadar austenit
tetragonal. sisa semakin banyak yang muncul.
Austenit akan bertransformasi
menjadi martensit jika didinginkan Pengujian Kekerasan dengan
melalui temperatur kamar dengan laju metode Rockwell
pendinginan yang tinggi, sementara itu Pengujian kekerasan pada baja tahan
masih ada sebagian austenit yang tidak karat dilakukan setelah sampel
turut bertransformasi yang disebut mendapat perlakuan panas austenisasi
sebagai austenit sisa (retained dengan media quenching oli dan
austenite), pada gambar 7 dan 8 tempering dengan media udara.
terdapat tempered martensite yang Pengujian kekerasan sebelum masuk
berbentuk lath dan terdapat adanya melalui perlakuan panas dilakukan
retained austenite yang menyebabkan pengujian kekerasan, titik yang
baja menjadi ulet dan tangguh, adanya digunakan pada pengujian ini terdiri
karbida yang terbentuk pada gambar dari lima posisi pada masing-masing
4.2 bagian (b) jika yang terbentuk pengujian, dari pengujian kekerasan
tempered martensite semakin maka dapat dikumpulkan data seperti
membesar dan renggang serta terdapat pada tabel 4 berikut ini.
banyak retained austenite, hal ini Tabel 4. Data hasil uji rockwell
disebabkan semakin tinggi temperatur
tempering yang dilakukan akan
menghasilkan austenit sisa.
Pada saat penelitian yang dilakukan
adalah temperatur tempering 650℃
maka akan terbentuk tempered
martensite berupa lath, dan nilai
kekerasannya pun akan meningkat. Hal
ini disebabkan adanya fenomena
secondary hardening, secondary
hardening terjadi akibat adanya
transformasi austenit sisa menjadi
martensit. Pada material yang telah
diuji struktur mikro mengalami
perubahan dimana fasa yang muncul
berupa martensit temper dimana
martensit temper ini akibat
pendinginan cepat yang disertai proses
pemanasan ulang fasa ini
mengakibatkan sifat mampu keras atau
hardenability meningkat. Karbida
muncul akibat pemanasan di
temperatur austenit, senyawa yang Gambar 9. Grafik kekerasan
terkandung pada baja tidak larut pada benda uji sebelum dan setelah
sehingga membentuk adanya karbida perlakuan panas
Gambar 9 menunjukkan grafik baja rendah dari kekerasan saat as-received
tahan karat sebelum dan sesudah karena pada saat proses pemanasan
perlakuan panas dimana sebelum ulang dengan media quench udara nilai
dilakukan perlakuan panas pada kekerasan akan turun dengan semakin
material baja tahan karat diuji dan data tinggi nya temperatur yang diterima,
yang dihasilkan kekerasan rata-rata pada saat temperatur sebelum
lebih kecil dibandingkan setelah mencapai 650℃ nilai kekerasan cukup
melalui perlakuan panas, untuk tinggi tetapi tidak terlalu signifikan
material CA6NM sebelum heat diakibatkan terdapat pengendapan
treatment dengan jumlah rata-rata 30,4 karbida dan austenit sisa dalam jumlah
HRc dan Baja 410 sebelum heat yang kecil. Pembentukan karbida
treatment dengan rata-rata 10,38 HRc paduan mengakibatkan kekerasan
,tetapi setelah dilakukan proses meningkat lagi, pada saat temperatur
perlakuan panas menyeluruh berupa mencapai 650℃ dengan dilakukan
hardening dan tempering hasil yang waktu tahan 180 menit nilai kekerasan
dicapai adalah nilai kekerasan rata-rata akan menurun tetapi tidak dibawah as-
meningkat, pada saat fenomena received dikarenakan martensite mulai
CA6NM dan Baja 410 yang dilakukan memudar.
proses quenching dengan
menggunakan media oli, mengalami Hasil Pengujian Korosi
peningkatan pada kekerasannya, nilai Berikut adalah hasil pengujian
kekerasan hardening dengan media korosi menggunakan corrosion
yang digunakan oli akan lebih tinggi measurement system dengan software
dengan material as-received. Nilai gamry framework, pengujian korosi
kekerasan yang mengalami perlakuan dilakukan setelah perlakuan panas
panas hardening lebih tinggi dengan kondisi media larutan yang
dikarenakan adanya pembentukan berbeda. Dari data hasil pengujian
martensite, sehingga kekerasan dan korosi untuk menentukan ketahanan
kekuatan martensite meningkat tajam terhadap nilai potensial pitting dapat
dengan bertambahnya kandungan dilihat pada pengamatan dari data tabel
karbon, pada material Baja 410 5 yang ditampilkan.
sebelum proses heat treatment Tabel 5. Data hasil potensial
kekerasan sangat rendah karena breakdown dan potensial proteksi
material sudah melalui proses anil yang
mengakibatkan material lunak
sedangkan pada material CA6NM
dalam kondisi as-cast sudah terbentuk
martensit akibat pendinginan udara dari
hasil pengecoran sehingga kekerasan
sudah tinggi sebelum proses heat
treatment.
Pada baja tahan karat yang
dilakukan proses perlakuan panas
melalui proses tempering, maka dapat
dikatakan pada kekerasan material
setelah proses tempering nilai
kekerasan tidak ekstrem tetapi tidak
Tabel diatas merupakan hasil Gambar 10. Gabungan cyclic
polarization scan untuk mengamati
pengujian cylic potentiodynamic
potensial protection dan potensial pitting
polarization (forward and reverse pada CA6NM
polarization) yaitu suatu teknik dimana
potensi spesimen uji dikontrol dan
diukur menggunakan arus korosi oleh
potenstiostat, instrumen yang
digunakan adalah elektroda di dalam
elektrolit dengan potensial yang
terkontrol, sehubungan dengan
elektroda referensi yang sesuai yakni
menggunakan saturated calomel
electrode. Grafik gabungan CA6NM
dan Baja 410 dapat dilihat pada gambar
10 dan 11, nilai potensial Eb dan Eprot
dijelaskan pada gambar 12 dan 13.

Gambar 11. Gabungan cyclic


polarization scan untuk mengamati
potensial protection dan potensial
pitting pada Baja 410
Gambar 12. Grafik potensial dampak pada lapisan pasif sehingga
breakdown dan potensial protection terjadi rusak.
CA6NM Pada tabel 5 no 6 nilai Eprot sebesar
-143,5 mV nilai potensial proteksi lebih
besar dibandingkan sampel Baja 410,
sehingga pembentukan lapisan pasif
terjadi lebih cepat yang dapat menutupi
sebagian lubang dan tidak akan terus
timbul, gambar 12 dimana CA6NM
potensial proteksi berpotongan garis,
keadaan ini lapisan pasif terbentuk
sehingga lubang tidak terus timbul.
Potensial proteksi yang terjadi saat
garis tidak berpotongan ditunjukkan
pada gambar 13 yaitu lapisan pasif
mulanya akan terbentuk tetapi
potensialnya tidak mencukupi sehingga
Gambar 13. Grafik potensial lebih dominan korosi pitting yang
breakdown dan potensial protection selalu timbul pada permukaan. Pada
Baja 410 CA6NM Eb atau potensial breakdown
bernilai -266,8 mV, untuk potensial
Eb pada penjelasannya adalah breakdown lebih tinggi juga
potensial breakdown yang dimana dibandingkan dengan Baja 410.
lapisan pasif terjadi pecah karena Data diatas CA6NM akan lebih
kondisi arus dan elektrolit sehingga tahan terhadap serangan korosi pitting.
dapat membentuk sebuah korosi berupa Salah satu pengaruh besarnya nilai
pitting atau lubang. Tahap yang potensial breakdown dan proteksi
memulai terjadinya pertumbuhan bergantung pada komposisi dari
lubang adalah ditandai berupa rusaknya material tersebut, komposisi yang
lapisan pasif. Rusaknya lapisan pasif mempengaruhi dapat berupa unsur
dimana rapat arus akan meningkat nikel, krom, dan molibdenum, krom
tajam, semakin tinggi potensial pitting lebih dutamakan karena kandungannya
yang terjadi suatu material berarti lebih besar, lapisan pasif terbentuk
material tersebut semakin tahan karena ada nya krom yang melapisi
terhadap serangan pitting. logam sehingga lebih tahan terhadap
Ep atau potensial proteksi yang pada serangan korosi, semakin besar nilai
daerah logamnya mengalami pasifasi krom maka lapisan pasif akan menjadi
atau membentuk lapisan pasif. tebal, dengan semakin tebalnya lapisan
Potensial proteksi menentukan apakah pasif maka dampak serangan korosi
pits yang mulai tumbuh itu dapat terus semakin minim.
tumbuh atau tidak. Ecor yakni potensial
korosi, korosi dikondisi ini terjadi Pengamatan permukaan dengan
secara merata tetapi daerah lapisan SEM
pasif tidak terjadi rusak, sehingga Pengamatan menggunakan
lubang belum muncul, seiring Scanning Electron Microscope (SEM)
meningkatnya arus akan memberikan dilakukan untuk mengamati
permukaan yang timbul berupa lubang
yang dikenal dengan pitting corrosion
perbersaran yang dilakukan adalah 30x
dan 1000x. Hasil pengamatan
permukaan SEM dapat dilihat pada
gambar 14 dan 15.

Gambar 14. Lubang-lubang pitting


pada Baja 410

Gambar 16. EDS pada sampel baja


410

Gambar 15. Lubang-lubang pitting


pada CA6NM
Dari pengamatan SEM dapat dengan
jelas lubang yang terbentuk akibat dari
proses pengujian korosi tampak lubang
yang timbul pada permukaan material,
pada pengamatan lubang yang terjadi
pada Baja 410 lubang diameter secara
pengamatan terlihat lebih besar
dibandingkan CA6NM dapat dilihat
pada gambar pertama, kandungan
elemen pada material dapat dilakukan
pemeriksaan menggunakan Energy
Dispersive Spectroscopy (EDS)

Gambar 17. EDS pada sampel baja


CA6NM
Analisa dengan EDS pada material menggunakan NaCl. Hasil
CA6NM dilakukan pengujian untuk potensial breakdown (Eb) atau
mengetahui elemen yang ditampilkan kondisi terbentuk pitting terjadi
keseluruhan, dan tampak pada pada kedua material, CA6NM
spesifikasi awal bahwa unsur Ni ada, memiliki nilai potensial
tujuan pada material CA6NM breakdown -266,8 mV, hasilnya
ditambahkan unsur Ni yaitu sifat yang lebih tinggi nilainya
akan membuat baja menjadi tahan pada dibandingkan dengan Baja 410 -
serangan korosi atau karat, pada 347,5 mV, sehingga lebih tahan
komposisi kimia spesifikasi awal Ni dari serangan korosi pitting.
pada CA6NM 4,17 % wt, pada Potensial proteksi atau
pengujian tidak signifikan pengujian pembentukan lapisan pasif,
komposisi Ni yaitu 4,17 %, 3,3 % dan CA6NM memiliki nilai
4,18 % wt, unsur Cr, Fe dan C adalah potensial proteksi -143,5 mV,
bagian terpenting pada material baja potensial proteksi yang lebih
tahan karat pada pengujian terlihat besar dari Baja 410
bahwa Fe sangat mendominasi karena mengakibatkan lapisan pasif
unsur utamanya merupakan besi, cepat terbentuk kembali untuk
kemudian ditambahkan karbon agar menutupi proses terjadinya
menjadi keras, semakin tinggi karbon korosi berupa terbentuknya
maka akan semakin keras material lubang.
tetapi sangat getas pada 3. Pada pengamatan SEM dapat
pengaplikasiannya, unsur Cr sebagai diketahui jika Baja 410 memiliki
pelapis agar material lebih tahan lubang dengan diameter lebih
terhadap serangan karat, didukung besar dari CA6NM. Hasil dari
pada komposisi lainnya seperti nikel nilai elemen pada EDS
dan molibdenum. Pada komposisi memastikan kandungan Cl-
diatas terdapat ion Cl- yang bersifat tedapat pada kedua material
korosif tetapi pada material CA6NM untuk material CA6NM massa
hanya 0,62 % wt sedangkan pada Baja Cl- 0,62 % dan Baja 410 massa
410 nilai kandungan Cl- mencapai 3,41 Cl- 3,41 %.
%. 4. Alternatif CA6NM dapat
digunakan untuk menggantikan
SIMPULAN material Baja 410 karena hasil
nilai ketahanan korosi yang
Berdasarkan hasil penelitian dan tinggi dari pengaruh komposisi
analisis pada baja 410 dan CA6NM unsur krom, nikel dan
dapat disimpulkan sebagai berikut : molybdenum. Semakin tinggi
1. Rata-rata nilai kekerasan nilai krom maka lapisan pasif
CA6NM 38,7 HRc sedangkan pada logam akan semakin tebal.
Baja 410 nilainya 27,56 HRc,
pada pengamatan struktur mikro SARAN
terbentuk karbida, martensite
tempered dan austenit sisa. Berdasarkan simpulan diatas,
2. Pengujian ketahanan korosi peniliti memberikan saran yang
dilakukan pada dua kondisi digunakan sebagai evaluasi dari
simulasi yakni geothermal dan penelitian dalam bentuk rekomendasi.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat [8] ……….., (2004): Steel Casting
dilanjutkan sebagai penelitian Handbook, Supplement 8, Steel
selanjutnya : founders society of America.
1. Mengkaji lebih lanjut Baja 410 [9] Gysel, W., Gerber, E., Trautwein, A.,
dan CA6NM dengan mengukur (1982): CA6NM New Development
diameter dan kedalaman lubang. Based on 20 years Experience, pp.
2. Mengkaji lebih lanjut life time 403-433.
pada material melalui uji fatigue [10] Raharjo, R., Widodo, (2015): Tingkat
sehingga dapat mengetahui Kekasaran Permukaan Stainless Steel
kebutuhan aplikasi yang 316 L Akibat Tekanan
digunakan untuk sudu turbin. SteelBallPeening, Jurnal Teknik
Mesin, Malang, Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA [11] Nofriady, H., Brazi, (2012): Pengaruh
Posisi Baut Galvanis dan Stainless
[1] Mabruri, E., Prifiharni, S., Anwar Steel Ditinjau dari Fracture Surface
M.S., (2016): Pengaruh Perlakuan pada Sambungan Plat, Jurnal Teknik
Panas Terhadap Struktur Mikro dan Mesin Vol. 2 No. 1, pp. 26-34.
Ketahanan Korosi Baja Tahan Karat [12] Callister, W., Rethwisch, D., (2007):
Martensitik 13Cr-1Mo, Widyariset, Materials Science and Engineering
Vol. 2 No. 1, pp. 9-16. an introduction, Avalaible at:
[2] Goutam, D., Sandip, G.C., (2002): http://sinnot.mse.ufl.edu/syllabus.pdf
Turbine blade failure in a thermal , diakses 27 Desember 2018.
power plant, CSIR, India, pp. 85-91 [13] Avner, Sidney, (1974): Introduction
[3] Sarkar, D.K., (2015): Thermal Power to Physical Metallurgy, Second
Plant Design and Operation, Edition, McGraw-Hill International
Elsevier, London, U.K. Book Company, Tokyo.
[4] Pignone, N., (2005): Industrial [14] Thelning, K.E., (1984): Steel and its
Steam Turbine, Available at: Heat Treatment, 2nd ed, Butterworth,
https://site.ge- London, p. 145.
energy.com/businesses/geoilandgas/e [15] Nugroho, Sri, (2005): Pengaruh
n/downloads/st_tur_cat.pdf, diakses Media Quenching Air Tersirkulasi
20 Desember 2018. Terhadap Struktur Mikro dan
[5] Reddy, A.S., dkk., (2014): Analysis Kekerasan pada Baja AISI 1045,
Of Steam Turbines 1, International Artikel Teknik Mesin, pp. 19-23.
Refeered Journal Of Engineering and [16] Nunes, R.M., dkk., (1991): ASM
Science, pp. 32-48. Handbook Vol. 4, Heat Treating,
[6] Huyet, G.L., (2004): Engineering ASM Internasional, U.S.A, pp. 35, 81-
Handbook Technical Information, 82.
Industrial Press Inc, New York, [17] Fontana, Mars, G., (1987): Corrosion
U.S.A, pp. 16. Engineering, Columbus McGraw-
[7] Lamet, dkk., (1990): ASM Handbook Hill.
Vol 1, Properties and Selection [18] Roberge, Pierre, R., (2008):
Irons, Steels and High Perfomance Corrosion Engineering Principles
Alloy, ASM Internasional, Ohio, and Practice, Houston McGraw-Hill.
U.S.A. [19] Jones, D.A., (1996): Principle and
Prevention of Corrosion. New York.
McMillan Publishing Company.
[20] Revie, R.W., (2000): Uhlig’s
Corrosion Handbook. Second
Edition. New Jersey.
[21] Hadi, (2011): Hardness Testing,
diakses di
http://hadi.files.wordpress.com pada
tanggal 23 Desember 2019.
[22] ASTM, (2001): E3-11 Standard
Guide for Preparation of
Metallographic Specimens 1. ASTM
Copyright., pp. 1-12.
[23] ASTM, (2011): E407 Standard
Practice for Microetching Metals
and Alloys 1, pp. 1-21.
[24] Martinez, M., (2010): Sebuah
Pemahaman Dasar Scanning Electron
Microscope dan Energy
DispersiveSpectroscope. Diakses di
http://karyailmiah.um.ac.id pada
tanggal 12 Desember 2019.
[25] Pfennig, A., Wiegand, R., Wolf, M.,
(2012): Corrosion and Corrosion
Fatigue of AISI 420C (X46Cr13) at
60℃ in CO2-Saturated Artificial
Geothermal Brine, pp. 134-143,
Artikel diakses pada tanggal 7
November 2018.

Anda mungkin juga menyukai