Banyak orang menjadi mahasiswa hanya karena pendapat umum bahwa setelah lulus
dari SMA seseorang harus belajar di Perguruan Tinggi (PT). Karena itu mereka tidak
mengetahui apa kewajiban mereka yang sebenarnya sebagai mahasiswa di PT. Apalagi
karena kemerdekaan Indonesia direncanakan dan diperjuangkan oleh pemuda-pemuda
yang menjadi mahasiswa. Akibatnya orang yang lulus sebagai insinyur teknik sipil bercita-
cita menjadi nega-rawan karena Presiden pertama Republik Indonesia adalah seorang
negarawan. Sebenarnya, kalau semua mahasiswa teknik sipil bercita-cita seperti itu dan
mencapai cita-cita itu, Indonesia akan kekurangan ahli-ahli teknik sipil yang tangguh,
karena semua yang telah mengalami pendidikan menjadi sarjana teknik sipil akhirnya tidak
bekerja dalam bidang teknik sipil melainkan menduduki jabatan-jabatan politik. Yang susah
dipahami orang ialah bahwa seorang sarjana teknik sipil atau sarjana pertanian yang
benar-benar bekerja dalam bidang keahliannya, adalah juga manusia pejuang pembangunan
yang mengabdi kepada bangsa dan negara.
Tulisan ini bermaksud menerangkan kepada mahasiswa baru ilmu-ilmu pertanian dan
ilmu-ilmu pengetahuan alam apa yang diharapkan daripadanya setelah ia mendaftar
menjadi mahasiswa di PT. Untuk itu pada tahap pertama ia harus memahami apa beda
pendidikan di peringkat pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi di
Universitas. Perbadaan utama antara pendidikan dasar dan menengah terhadap pendidikan
tinggi ialah bahwa di pendidikan dasar dan menengah siswa diberi pelajaran tentang
pengetahuan yang sudah ditemukan, sedangkan di PT mahasiswa dilatih untuk
menemukan pengetahuan baru.
Pengetahuan baru hanya dapat ditemukan oleh orang yang menemukan keganjilan
pada berbagai kejadian yang terjadi di sekelilingnya. Oleh karena itu untuk mencari pe-
ngetahuan baru seorang mahasiswa harus melatih diri untuk mempertanyakan segala
sesuatunya. Sikap mempertanyakan segala sesuatunya disusul dengan upaya mendapatkan
jawaban atau penyelesaian dari kegiatan bertanya-tanyanya itu adalah sifat utama yang
harus dimiliki seorang mahasiswa apabila ia benar-benar ingin memiliki kreativitas atau
dayacipta yang tinggi sebagai lulusan perguruan tinggi.
Agar dapat mempertanyakan segala sesuatunya mengenai pengetahuan yang sudah
dianggap mapan di dalam bidang pertanian dan pengetahuan alam, mahasiswa pada tahap
pertama harus menguasai terlebih dahulu pengetahuan dasar dalam bidang-bidang itu,
yaitu ilmu hayat, ilmu kimia, fisika, matematika, dan ilmu-ilmu kemanusiaan. Pengetahuan
dasar seperti ini di IPB disajikan di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dalam bentuk kuliah
dan praktikum. Praktikum yang diberikan sebagai pendamping kuliah dimaksudkan agar
mahasiswa dapat mengulangi usaha mempertanyakan berbagai permasalahan yang
dilakukan oleh ilmuwan terdahulu, agar dapat menguasai sikap itu apabila tiba gilirann ya
ia harus mempertanyakan sesuatu. Mempertanyakan sesuatu dan melakukan percobaan
untuk menguji berbagai pendapatnya mengenai permasalahan yang dihadapi itu
dinamakan penelitian.
Keterampilan dasar untuk meneliti yang diperoleh di TPB ini kemudian digunakan di
tingkat-tingkat berikutnya untuk mengulangi usaha penemuan pengetahuan yang lebih
rumit. Akhirnya, di tingkat akhir. apa yang sudah diterima sebagai latihan itu diterapkan
untuk mendapatkan pengetahuan baru yang belum pernah ditemukan orang sebelumnya.
Oleh karena itu seorang mahasiswa harus dapat memahami apa hakikat ilmu pengetahuan
itu, dan apa sikap yang harus dimilikinya agar ia dapat menjadi lulusan PT yang berhasil.
Untuk itu pula ia harus mampu memilih salah satu bidang kegiatan kerja dari bianglala
jenis-jenis ilmu-ilmu pertanian dan pengetahuan alam.
Apa hakikat ilmu pengetahuan atau sains itu, serta jenis bidang pengetahuan apa yang
dihadapi dalam ilmu-ilmu pertanian dan pengetahuan alam yang terkait, akan menjadi
pokok bahasan kita dalam bab-bab selanjutnya.
1.7. Kesimpulan
Dari pembahasan pengalaman hidup ilmuwan seperti telah tersurat di atas dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan baru sebagai sasaran perburuan seorang ilmuwan
diperoleh sebagai hasil petualangan para ilmuwan mengkhayal di alam nalar. Pengetahuan
baru itu hanya dapat diciptakan oleh para ilmuwan apabila mereka mempunyai daya-
khayal dan daya-cipta yang asli, diupam oleh pengamatan-pengamatan yang
kebenarannya selalu diuji berulang-ulang. Selain itu lingkungan sosial ilmuwan itu juga
harus dapat menenggang dan menerima ilmuwan itu sebagai orang yang harus dapat
berpikir dan bernalar tanpa kendala, apabila memang diharapkan dari ilmuwan itu bahwa
ia akan menghasilkan pengetahuan baru yang benar secara ilmiah.
Adakalanya pengetahuan baru itu kemudian ditambahkan ke kumpulan pengetahuan
lain yang sudah lebih dahulu ditemukan, akan tetapi adakalanya pula pengetahuan baru itu
menyebabkan ada beberapa butir pengetahuan lama yang akhirnya dinyatakan tidak benar.
Kumpulan pengetahuan yang butir pengetahuannya selalui diperbaharui itu oleh para
ilmuwan digolong-golongkan dan ditata sehingga menghasilkan pernyataan-pernyataan
yang berlaku secara umum. Kumpulan pengetahuan yang telah ditata dengan aturan
tertentu ini disebut sains atau ilmu pengetahuan. Karena butir pengetahuan yang menyusun
khazanah ilmu pengetahuan ini seperti telah dikatakan sebelumnya selalu berubah-ubah
dari masa ke masa, maka sebagai akibatnya ilmu pengetahuan selalu mengalami perubahan
dan perkembangan dari masa ke masa.
Tujuan kita dalam mempelajari Perkembangan Ilmu Pengetahuan ialah untuk meniti
sejarah. Dengan melihat ke belakang kita telusuri berbagai peradaban manusia di dunia ini
yang datang silih berganti membawa berbagai penemuan baru yang akhirnya berkembang
menjadi sains dan teknologi yang kita kenal sekarang. Setelah melihat ke belakang,
mudah-mudahan kita dapat memandang jauh ke muka dengan menggunakan pengalaman
masa lalu sebagai tuntunan agar dapat mempunyai pandangan terbuka meng-hadapi
tuntutan perubahan zaman yang pasti akan kita hadapi di masa depan.
6. PERTANIAN USAHA
6.3. Pekarangan
Pekarangan di sekitar rumah dan halaman ditanami dengan sangat tepat guna.
Tanaman yang besar terdiri atas pohon buah-buahan seperti manggis (Garcinia mangostana),
rambutan (Nephelium lappaceum), duku (Lansium domesticum), durian (Durio zibethinus),
bisbul (Diospyros discolor), gandaria (Bouca macrophylla), gowok (Eugenia polycephala), kecapi
(Sandorium koetjape), lobi-lobi (Flacourtia inermis), serta pohon lain yang dapat dijadikan
sumber sayuran teman nasi seperti nangka (Artocarpus integra), kelewih (Artocarpus
communis), dan melinjo (Gnetum gnemon). Dapat pula ditanam pepohonan yang
menghasilkan rempah-rempah seperti pala (Myristica fragrans) dan cengkih (Eugenia
aromatica). Di bawah tajuk pepohonan ini ditanam pepohonan dan perdu yang lebih kecil
yang dapat menghasilkan buah seperti berbagai jenis jeruk (Citrus sp.), berbagai jenis jambu
(Eugenia sp.), namnam (Cynometra cauliflora), dan salak (Salacca edulis); ramuan rempah-
rempah untuk memasak seperti jahe (Zingiber officinalis), lengkuas (Alpinia galanga), dan
lada (Piper nigrum). Sebagian rempah-rempah ini juga berperan sebagai bahan obat-obatan
sehingga pekarangan yang ditanami tanaman berkhasiat obat disebut juga apotek hidup.
Sebagai tanaman di lapisan terendah dapat juga ditanam bahan sayuran seperti pepaya
(Carica papaya), cabai (Capsicum sp.), bayam merah (Alternanthera amoena), bayam
(Amaranthus sp.) dan kangkung darat (Ipomoea reptans). Bagaimana susunan jenis tumbuhan
yang ditanam tentu saja berbeda-beda untuk setiap tempat bergantung pada keadaan iklim
dan tanahnya.
Tanaman pekarangan semacam yang disebutkan di atas itulah yang menjadi jembatan
bagi petani gurem untuk beralih menjadi petani usaha. Apa yang dihasilkannya di sawah
sebagian besar diperlukannya untuk keperluan hidupnya sendiri, akan tetapi apa ya ng
dihasilkannya dari pekarangan akhirnya menjadi sumber penghasil uang tunai. Apalagi
kalau tempat kediamannya dekat ke kota. Dengan cara demikianlah kemudian orang
mengenal apa yang disebut duku Condet, rambutan Binjai dan Stabat, durian Rancamaya,
serta apel Malang. Kalau kita berjalan-jalan di Batu misalnya, boleh dikatakan setiap jengkal
tanah di pekarangan rumah yang sempit sudah ditanami dengan dua tiga batang apel yang
berbuah dengan lebat.
6.8. Hortikultura
Jauh sebelum para petani padi di Indonesia mengenal sarana produksi pertanian seperti
pupuk dan obat pemberantas hama dan penyakit, para petani sayuran dan buah-buahan
sebenarnya sudah lebih dahulu menggunakan sarana produksi seperti itu. Petani sayuran
dan buah-buahan pada mulanya hanya dapat berkembang usahanya di dekat kota-kota
besar yang padat penduduknya, karena untuk pemasaran sayuran dan buah-buahan itu
diperlukan pasar yang dekat. Hal itu disebabkan karena sayuran dan buah-buahan tidak
tahan lama. Sekarang ini pola itu mulai berubah karena teknologi pascapanen sudah mulai
berkembang sehingga cara mengemas dan cara menyimpan bahan kemasan di dalam ruang
yang disejukkan sangat membantu para petani sayuran dan buah-buahan untuk
memasarkan hasil pertaniannya ke tempat yang lebih jauh. Daerah produksi sayuran dan
buah-buahan penting di Indonesia ialah misalnya Tanah Karo untuk daerah pemasaran
Medan dan Singapura, Bukit Tinggi untuk Padang, Pengalengan untuk Bandung, Bogor,
dan Jakarta, Puncak/Sindanglaya untuk Bogor dan Jakarta, Batu untuk Malang dan
Surabaya.
Salah satu kelemahan dalam peningkatan mutu hasil pertanian sayuran dan buah-
buahan atau Hortikultura ialah bahwa jenis-jenis unggul baru belum cepat dapat
dimanfaatkan oleh para petani karena belum banyak pengusaha yang berani menanamkan
modalnya dalam bidang penangkaran bibit unggul tanaman buah-buahan. Memang untuk
buah-buahan diperlukan waktu yang lebih lama untuk menemukan bibit unggul baru dan
diperlukan waktu yang lebih lama lagi untuk memperbanyak bibit unggul itu karena sifat
tanaman yang umurnya lebih dari setahun.
Hal ini menjadi tantangan bagi kita, apalagi karena di Muang Thai pihak swastalah
yang berperan mengembangkan pertanaman sayuran dan buah-buahan. Anggur hijau yang
dihasilkan oleh Muang Thai misalnya tidak kalah mutunya dengan yang dihasilkan di
Eropa atau Australia. Kuncinya ialah penemuan bibit yang baik dan cara penggunaan
sarana produksi pertanian yang tepat. Bukan saja anggur yang telah mereka kembangkan
dengan baik. Buah-buahan asli Indonesia telah mereka perbaiki sehingga kita sekarang
tergila-gila akan durian Bangkok dan jambu Bangkok. Kalau kita di sini menggunakan kata
Bangkok sebagai penunjuk mutu buah yang baik, di Bangkok kebalikannya, mereka
menggunakan kata “Jawa” untuk menunjukkan suatu gulma yang membuat kepala mereka
pusing, yaitu Eceng gondok (Eichornia crassipes), yang memperdangkal saluran air di
seluruh kota Bangkok. Padahal yang membawa eceng gondok itu ke sana pada tahun
tigapuluhan dari Kebun Raya Bogor adalah Raja Rama V yang terpesona akan bunganya
yang berwarna ungu kebiru-biruan.
Boleh juga kita ketahui bahwa mangga Filipina yang sekarang menjadi komoditi ekspor
telah berhasil diatur pembungaannya sehingga musim mangga sekarang diadakan
bergiliran untuk berbagai propinsi. Dengan cara itu persediaan mangga untuk ekspor selalu
ada. Mangga Filipina ini sebenarnya dimasukkan ke Filipina oleh ahli botani Filipina Dr.
Valmayor pada tahun 1938 dari Jawa Timur. Di tempat aslinya ini mangga tersebut dikenal
dengan nama “Si Manalagi”.
Kalau kita mempunyai kesempatan berjalan-jalan di dataran tinggi Atherton di
Queensland Utara, Australia, kita akan terpesona melihat begitu banyaknya pohon mangga
yang mereka tanam dan sudah menjadi komoditi ekspor. Pagar rumah pun ditumbuhi
pohon markisa (Passiflora sp.), sehingga pada suatu ketika kalau kita tidak hati-hati,
bukanlah suatu kemustahilan kalau kita di Ujungpandang atau Medan terpaksa minum
sirop yang diimpor dari Australia. Mengapa? Karena markisa sudah punah di Indonesia
sebab tidak dipelihara. Bagi orang Australia hal itu bukan suatu kemustahilan, karena
mereka sudah mengirim kerbau ke Indonesia, mengekspor bir kembali ke Jerman, dan me -
masok unta bagi Saudi Arabia. Apakah kita akan membiarkan kekayaan alam kita punah di
Indonesia tetapi berkembang di tempat lain?
Gambar 7.2. Citra bangsa Mesir-Kuno tentang alam-raya. Dewi Langit Nut ditopang oleh Dewa Udara Syu
membuat suatu cungkup yang melindungi Dewa Bumi Qeb yang sedang berbaring miring pada salah satu
sisinya (Repro.: Science, Colin A. Ronan).
Kalau para firaun sebelum Akhnaton mengikuti pandangan para pendeta bahwa bumi
tempat mereka berpijak adalah tubuh Dewa Bumi Qeb yang dipayungi oleh Dewi Langit
Nut yang ditopang oleh Dewa Udara Syu agar tidak mengimpit bumi, maka Firaun
Akhnaton pikirannya maju selangkah dan menganggap bahwa semua hal yang berkenaan
dengan kehidupan diatur oleh suatu Sumber Tenaga Tunggal yang memberikan makanan
kepada semua makhluk di bumi. Sumber itu menurut perkiraannya ialah matahari dan oleh
karena itu ia mencoba mengajari rakyatnya untuk menyembah hanya satu dewa yaitu Dewa
Matahari.
Perkiraan Akhnatun memang mengagumkan dan sangat maju bagi zamannya sehingga
ia dianggap firaun murtad oleh bangsanya. Akan tetapi cara kerja sinar surya tentu saja
tidak langsung seperti itu, melainkan melalui suatu kejadian yang mengubah energi surya
menjadi energi kimia melalui suatu proses yang dinamakan fotosintesis. Pada zamannya
tentu ia tidak dapat memahami hal itu semua karena ilmu kimia belum ditemukan dan
bahkan apa saja yang diketahui orang Mesir pada ketika itu belum lagi boleh dianggap
ilmu.
7.2. Fotosintesis
Dalam peristiwa fotosintesis, klorofil dalam tumbuhan hijau mengikat energi surya
yang sebenarnya adalah energi elektromagnetik melalui pembentukan karbohidrat dari
karbondioksida dan air. Karbohidrat ini menjadi dasar pembentukan bahan organik lainnya,
yang kemudian dapat dimanfaatkan manusia. Akan tetapi juga bahan organik ini dapat
berubah menjadi bahan organik fosil dan tersimpan beribu-ribu tahun lamanya serta
berubah menjadi minyak bumi, gas alam, dan batubara. Ketiga jenis bahan organik fosil ini
dihasilkan tumbuhan hijau dan hewan yang hidup dari tumbuhan hijau itu secara langsung
atau tak langsung berjuta-juta tahun yang lalu dan sekarang juga menjadi sumber energi
yang diperebutkan oleh manusia di dunia ini.*
Energi kimia yang diikat tumbuhan hijau melalui fotosintesis dalam bentuk karbohidrat
itu adalah sumber energi kehidupan makhluk hidup seperti manusia dan hewan. Akan
tetapi energi kimia yang tersimpan sebagai hasil fotosintesis dalam bentuk bahan bakar fosil
sampai saat ini adalah penggerak utama berbagai bentuk kerja yang dilakukan di bumi ini.
Minyak bumi yang diubah menjadi bensin, minyak tanah, dan minyak diesel misalnya
digunakan sebagai bahan bakar penggerak kendaraan bermotor di darat, laut, maupun
udara. Minyak diesel juga dapat digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Tenaga
listrik ini dapat dijadikan penggerak mesin-mesin industri dan mesin-mesin peralatan
perkantoran dan rumahtangga. Semuanya ini tidak langsung berasal dari energi surya.
Selain itu hasil fotosintesis yang telah dikonsumsi hewan dan manusia akan selalu
bersisa dan masih mengandung energi yang belum terbakar. Kumpulan bahan organik yang
tersisa seperti ini dapat digunakan membangkitkan energi melalui pembentukan gas-bio
yang dapat dijadikan pengganti bahan bakar.
Dalam keadaan yang sebenarnya, perjalanan reaksi gelap sehingga dari karbondioksida
dengan hidrogen dihasilkan karbohidrat itu sangat rumit dan panjang dan menyangkut
pembentukan banyak sekali senyawa antara. Daur pembentukan karbohidrat ini dikenal
dengan sebutan daur Calvin. Untuk penelitiannya yang menyangkut daur ini, Dr. Melvin
Calvin telah menerima hadiah Nobel pada tahun 1961.
Fotosintesis juga dapat terjadi bukan dengan memanfaatkan H2, melainkan H2S. Hal ini
terjadi dengan bakteri merah yang membuat dari karbondioksida dan gas dihidrogensulfida
glukose, belerang, dan air mengikuti reaksi kimia berikut:
6 CO2 + 12 H2S C6H12O6 + 12 S + 6 H2O.
Energi surya
Belerang yang terbentuk disimpan di dalam sel bakteri tersebut. Karena bakteri ini
dapat menghasilkan energi untuk kehidupannya melalui penggunaan energi surya, maka
makhluk itu sama juga dengan tumbuhan hijau tergolong ke dalam makhluk hidup yang
foto-ototrofik. Bakteri lainnya yang dapat memanfaatkan energi yang dilepas dari energi
kimia, seperti bakteri besi, belerang, dan nitrit serta nitrat, disebut makhluk hidup yang
kemo-ototrofik.
8.4. Nisbah Pemanfaatan Energi Surya Oleh Makhluk Hidup
Berapa banyakkah energi surya yang dimanfaatkan untuk kehidupan di dunia ini?
Setiap tahun rata-rata energi surya yang sampai di tepi luar atmosfer bumi banyaknya 263
ribu langley ( 1 langley = 1 gcal/cm 2). Sebagian besar sebelum mencapai bumi sudah
dipantulkan kembali ke luar oleh awan, atau diresap oleh uap air dan debu, yaitu di sekitar
123 ribu langley/tahun. Hanya kira-kira 140 ribu langley yang mencapai permukaan bumi.
Dari energi yang sampai ke permukaan bumi ini hanya 1 hingga 2 % yang digunakan untuk
fotosintesis. Energi surya yang dimanfaatkan tumbuhan hanya berasal dari gelombang
dengan panjang di antara 0.4 hingga 0.7 mikron, yaitu bagian spektrum cahaya yang dapat
kita lihat.
Energi yang ditangkap tumbuhan ini melalui fotosintesis seperti telah dikemukakan
disimpan mula-mula dalam bentuk glukose. Kemudian glukose dapat diubah bentuknya
menjadi karbohidrat dengan tingkat kandungan energi yang berbeda-beda. Beberapa hasil
ubahan seperti selulosa sudah ada dalam bentuk akhir dan tidak akan banyak lagi berubah,
sedangkan zat pati, minyak, dan lemak bertugas sebagai bahan penyimpan energi yang
sewaktu-waktu dapat digunakan kembali. Berbagai jenis gula mengandung energi yang
segera dapat digunakan kembali dalam proses pernapasan. Itulah misalnya alasannya
mengapa orang yang bekerja keras harus mendapatkan lebih banyak makanan yang mudah
menghasilkan energi. Penggergaji kayu di hutan susunan makanannya sebagian besar
berupa nasi dalam jumlah yang besar pula. Pelari maraton yang ingin memulihkan
tenaganya setelah sampai di garis akhir akan mengunyah gula-aren atau gula-batu. Dapat
pula ia minum minuman yang berkadar gula tinggi.
Proses pernapasan dapat dianggap sebagai kebalikan proses fotosintesis. Dari
karbohidrat dan oksigen melalui penggunaan ensim-ensim dapat dihasilkan kembali
karbondioksida dan air di samping energi yang sebagian akan hilang sebagai panas dan
sebagian lagi dapat digunakan untuk membentuk bahan-bahan pertumbuhan atau
pengganti bahan yang aus. Penggunaan energi yang tersimpan dalam hasil fotosintesis itu
bukan saja dapat dilakukan oleh tumbuhan itu sendiri, melainkan oleh hewan dan manusia
yang memakannya. Pemanfaatan energi yang tersimpan dalam karbohidrat itu oleh
berbagai makhluk mempunyai tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Tumbuhan menyerap
energi itu dengan keefisienan yang kecil, yaitu seperti pernah dikatakan sebelumnya, rata-
rata antara 1 hingga 2 %. Kalau tumbuhan itu dimakan oleh pemangsa, maka dari energi
yang dimakan itu yang dapat dimanfaatkan pun hanya sebagian kecil saja. Hal itu dapat
dilihat dalam bagan berikut:
1. Matahari menyampaikan 1.3 x 1023 kal/tahun
2. Tumbuhan memanfaatkan 1 x 1021 kal/tahun
3. Herbivora memanfaatkan 5 x 1020 kal/tahun
4. Karnivora memanfaatkan 1 x 1020 kal/tahun
5. Karnivora pemangsa kedua memanfaatkan 3 x 10 19 kal/tahun.
Dengan demikian akan terjadi kehilangan energi rata-rata 90 persen setiap kali bahan
yang memuat energi itu pindah dari satu matarantai rantai makanan ke matarantai
berikutnya. Karena itu salah satu cara yang terbaik untuk menghemat penggunaan bahan
hasil fotosintesis itu ialah apabila manusia lebih banyak berperilaku sebagai herbivora
daripada karnivora. Sebagai pemakan daging hewan manusia akan berperan sebagai
pemangsa tingkat pertama dan kadang-kadang juga sebagai pemangsa tingkat kedua, kalau
ia bukan makan daging sapi, melainkan menyantap ikan gabus atau daging harimau!
Perbedaan tingkat pendayagunaan energi sebagai herbi-vor dan karnivor itu
terungkapkan pula dalam pola makan bangsa-bangsa di dunia ini. Di negara yang sudah
maju kebanyakan bebijian yang dihasilkan sektor pertanian seperti jagung dan kekacangan
tidak langsung digunakan sebagai makanan manusia. Bebijian itu biasanya diubah menjadi
makanan ternak dan diumpankan terlebih dahulu untuk ternak. Manusia kemudian
memakan hasil pengubahan dari bahan nabati itu menjadi bahan hewani dalam bentuk
daging, susu, keju, atau mentega. Di negara yang sedang berkembang kebanyakan jagung
dan kedelai misalnya digunakan langsung sebagai bahan makanan manusia. Oleh karena
itu kekacangan seperti kedelai, kacang jogo, dan kacang hijau dalam peristilahan pangan
sering dijuluki sebagai “daging kaum miskin” atau dalam bahasa Inggrisnya “poor people’s
meat”. Akan tetapi akhir-akhir ini orang di negara maju mulai mencoba kembali lebih
banyak makan bahan pangan nabati, karena diet orang kaya berupa makanan yang lebih
banyak bagian bahan pangan hewaninya ternyata menyebabkan meningkatnya berbagai
penyakit pembuluh darah yang kemudian mengarah ke penyakit jantung koroner.
Dunia Baru:
VII. Amerika Tengah – Berbagai macam tumbuhan berasal dari daerah ini seperti jagung,
buncis, ubijalar, cabai, kapas, papaya, agave, kakao, dan nangka belanda.
VIII. Amerika Selatan –
(A) Ekuador – Peru – Bolivia : Daerah asal berbagai jenis kentang, tomat, kacang lima,
labu, cabai, koka, kapas Mesir, dan tembakau.
(B) Pulau Chiloe di Cili Selatan dianggap sebagai daerah sumber kentang.
(C) Daerah semiarid Brazil di wilayah ini dianggap sebagai daerah asal kacangtanah
dan nenas, sedangkan ubikayu dan hevea dianggap berasal dari daerah tropik Amazon.
Kalau kita amati di peta, kesemua daerah asal ini hanya-lah sebagian kecil saja wilayah
keseluruhan dunia, yaitu antara 2 - 3 % dari seluruh luasan bumi, secara geografi berbeda
dengan jelas, dipisahkan oleh sempadan-sempadan alami seperti gurun pasir dan
pegunungan. Kekayaan flora di tempat-tempat ini bekerjasama dengan masyarakat manusia
yang menghuni daerah ini membentuk kantung-kantung perkembangan pertanian yang
bergantung pada pola budidaya setempat. Limaperenam dari semua spesies yang
disenaraikan oleh Vavilov berasal dari Dunia Lama, sedangkan sisanya, yaitu seperenam
bagian berasal dari Dunia Baru. Setelah penelitian dan pengalaman berkembang selama ini,
orang mulai percaya bahwa pusat-pusat itu sebenarnya saling berimpitan dan tidak
memiliki sempadan yang jelas.
Sekarang kita dapat bertanya-tanya di wilayah mana kah berbagai tumbuhan dan
hewan itu mengalami penjinakan. Hal itu dapat disimpulkan dalam bentuk suatu tabel
sebagai seperti yang dapat dilihat dalam Daftar 9.3.
Di Dunia Baru ada empat pusat penjinakan, yaitu:
1. Amerika Utara
2. Amerika Tengah
3. Dataran Tinggi Amerika Selatan
4. Dataran Rendah Amerika Selatan
Di Dunia Lama ada sembilan pusat penjinakan, yaitu:
1. Eropa
2. Eropa Utara
3. Afrika
4. Timur Tengah
5. Asia Tengah
6. Cina
7. India
8. Asia Tenggara
9. Pasifik Selatan
Pusat-pusat penjinakan ini sekaligus juga dikenal sebagai pusat munculnya berbagai
peradaban manusia.
Perincian makhluk hidup yang dijinakkan seperti telah dikatakan tadi dapat dirangkum
kembali seperti tercantum pada Daftar 9.3. Dari sejarah perkembangan pemanfaatan
berbagai jenis bahan makanan diketahui misalnya bahwa kentang tadinya hanya dikenal di
suatu daerah yang sangat sempit di pegunungan Andes. Baru setelah orang Eropa datang
ke pegunungan Andes dalam abad keenambelas, mereka membawa kembali tanaman itu ke
Eropa sehingga akhirnya menjadi salah satu penghasil utama karbohidrat di dunia. Sebelum
tanaman itu dapat diterima di Eropa, kentang harus mengalami penyesuaian terlebih
dahulu terhadap iklim setempat dan pandangan masyarakat.
Daftar 9.3
Daerah Perkembangan Tanaman Hewan
Eropa Oats,bitgula,rai Sapi,babi,
kubis,anggur,zaitun. angsa,itik.
Eropa Utara Rusa kutub.
Afrika Padi Afrika, sorgum, Keledai,unggas
jawawut, mutiara, itik,angsa.
jawawut jari,uwi,
semangka,kacang hi-
jau,kopi,kapas(?), wijen.
Timur Tengah Gandum,barli,bawang, Domba,kambing,
ercis,lentil,ercis,ayam, unta,sapi,babi.
tin,kurma,linen,per,
delima,anggur,zaitun,
apel(?)
Asia Tengah Jawawut,bukweit,al- Kuda, unta,yak.
falfa,hennep,jawawut,
anggur,buncis lebar.
Cina Kedelai,kubis,bawang Sapi,babi,itik.
per,jawawut,ekor-rubah.
India Kacang merpati, Sapi,kerbau,
terung,mentimun, ayam.
kapas(?),wijen(?)
Asia Tenggara Padi Asia Tenggara,pi- Mithan banteng,
sang,jeruk,uwi,mangga ayam,kerbau,
tebu,keladi,teh babi.
Pasifik Selatan Tebu,kelapa,klewih.
Amerika Utara Bunga matahari, Kalkun.
kacang tepari.
Amerika Tengah Jagung,tomat,kacang Itik muskovi,
sieva,kacang jogo,kapas, kalkun.
alpuket,pepaya,kakao,
ubikayu,ubijalar,buncis.
Amerika Selatan:
Dataran Tinggi Kentang,kacangtanah, Llama,alpaka,
buncis Lima,buncis, marmot.
kapas.
Dataran Rendah Uwi,nenas,ubikayu,
ubijalar,kapas.
Dari: Harlan (1976).
Begitulah terjadi penyesuaian iklim bagi kentang yang mula-mula ditanam di Eropa.
Setelah itu kentang masih saja dianggap sebagai bahan makanan kelas dua, sampai pada
suatu ketika Istana Inggris mengadakan jamuan makan yang bahan makanan pokoknya
ialah kentang. Tumbuhan lain seperti tebu, kedelai, jeruk, tomat, kacangtanah, ubijalar, dan
bunga matahari, semuanya adalah pendatang baru sebagai pemasok bahan makanan. Biji
kapas sebagai sumber utama minyak makan adalah penemuan yang terjadi di abad ini.
Sewaktu suatu tumbuhan menjalani proses peralihan mejadi tanaman budidaya tidak
jarang bentuk tumbuhan itu juga mengalami perubahan perlahan-lahan. Misalnya saja tiga
jenis gandum dijinakkan dari rumput liar. Salah satu dari ketiga jenis gandum itu bersifa t
diploid dengan tujuh pasang khromosom dan sekarang sudah dianggap sebagai jenis
gandum kuno. Namanya einkorn dan agaknya merupakan hasil penjinakan di Turki Timur.
Gandum kedua ialah suatu tetraploid dengan 14 pasang khromosom dan disebut emmer.
Gandum inilah yang bertahan terlama sebagai sumber bahan karbohidrat dalam masyarakat.
Gandum ini mungkin sekali dikembangkan mula-mula di Palestina dan Turki Timur.
Emmer ini menyebar melalui Eropa, Afrika Utara, Mesir, dan Arabia, dan akhirnya men-
capai Etiopia yang sekarang masih tetap memelihara gandum ini. Jenis gandum ketiga yang
telah dijinakkan orang ialah Triticum timopheevii yang berasal dari Transkaukasia dan telah
menyebar hanya sebagai sumber plasma nutfah untuk kajian genetika. Gandum yang
ditanam sekarang bukanlah salah satu dari ketiga gandum tadi. Ketiga jenis terdahulu
memiliki butir yang dibungkus gluma yang sangat keras. Sewaktu sudah masak, malai
hancur sewaktu gandum diinjak-injak dan meninggalkan gandum yang terbungkus dalam
glumae yang keras. Karena itu biji harus mengalami proses penumbukan agar
membebaskan butir gandum dari glumae yang menjadi pembungkusnya.
Spesies gandum utama di dunia sekarang ini dan yang memberikan saham hasil yang
terbesar terhadap jumlah total sebanyak 360 ton metrik itu ialah gandum roti. Tumbuhan ini
heksaploid dengan 21 pasang khromosom dan terjadi dengan penambahan satu gugus
khromosom dari suatu rumput oat liar Triticum tauschii sehingga sudah berbeda banyak
dengan jenis-jenis gandum pertama yang dijinakkan manusia. Di Asia Tenggara sudah lama
diadakan penjinakan jenis-jenis padi, akan tetapi penjinakan ini diadakan dengan tujuan
mengadakan penyesuaiam terhadap lingkungan alami. Baru beberapa waktu ini saja dalam
tahun-tahun enampuluhan terjadi usaha disengaja untuk menemukan jenis-jenis padi baru
yang dapat memanfaatkan energi surya dengan sebaik-baiknya didukung oleh usaha-usaha
mengubah keadaan lingkungan sehingga menjadi lebih baik. Muncullah varietas-varietas
baru padi yang kita kenal dengan nama yang bertanda IR untuk varietas yang dibuat di
IRRI, serta yang memiliki nama-nama Indonesia seperti Pelita, yang disusun di Indonesia.
Hewan yang dijinakkan menjadi ternak adakalanya lepas kembali dan menjadi liar. Hal
itu terjadi dengan kuda, sapi, dan unta di Amerika Utara bagian Barat. Demikian pula
kelinci yang dimasukkan di Australia menjadi liar kembali dan berubah menjadi hama
karena tidak ada pemangsa alaminya.
Suatu hal yang sangat menarik terjadi pada penjinak-an tumbuhan, yaitu pada Brassica
oleracea dari keluarga Cruciferae. Dari satu spesies terjadi enam macam sayuran. Pemuliaan
untuk pucuk daunnya menghasilkan kubis telur, sedangkan pemuliaan untuk bunganya
menghasilkan kubis bunga. Pemuliaan untuk batangnya menghasilkan kolrabi, sedangkan
pemuliaan untuk tunas-tunas samping menghasilkan kol tunas. Pemuliaan untuk bunga
dan batang serempak menghasilkan brokoli, sedangkan pemuliaan untuk sebanyak-
banyaknya daun menghasilkan kale. Kale ini yang paling dekat morfologinya dengan
tumbuhan aslinya.
Pemuliaan hewan liar di Indonesia misalnya juga menarik perhatian dan menghasilkan
ternak yang penting. Dari banteng yang dijinakkan telah muncul sapi madura dan sapi bali
yang masih memiliki ciri-ciri banteng, yaitu bagian paha belakang yang berwarna putih. Di
beberapa daerah tertentu kerbau biasanya dipelihara setengah liar. Kadang-kadang
demikian liarnya, sehingga untuk menangkapnya harus ditembak. Bedanya dengan kerbau
liar hanyalah bahwa kerbau setengah liar yang hidup di dalam padang penggembalaan
tertentu itu jelas ada pemiliknya.
Ayam ras seperti Leghorn putih, Australorp, dan Rhode Island Red adalah hasil
penjinakan dan pemuliaan dari berbagai macam ayam hutan. Tidak tertutup pula kemung-
kinan bahwa hewan lainnya seperti rusa akhirnya dapat dijinakkan dan diternakkan.
Bahkan apabila suatu hewan liar menjadi langka, salah satu cara untuk mengatasi ke-
punahannya ialah dengan mencoba menternakkannya. Salah satu masalah misalnya ialah
dengan hewan langka Babirusa yang oleh Linnaeus pada abad yang lalu diklasifikasikan
termasuk Keluarga Suidae bersama babi. Tetapi ada orang yang mengharamkan babi
ternyata makan daging babirusa.
Ternyata dari penelitian awal seorang mahasiswa pasca-sarjana IPB, bahwa babirusa itu
lebih memiliki ciri-ciri rusa. Puting susu betinanya hanya dua seperti pada rusa, Taringnya
yang melengkung bukanlah taring yang sebenarnya, melainkan caling, yang lebih mirip
dengan gading gajah dan tanduk rusa. Demikian pula sistem pencernaannya serupa dengan
kuda, yaitu yang usus buntunya membesar dan menjadi tempat mencernakan rumput yang
dimakan. Karena itu, apabila dapat dipastikan bahwa babirusa bukan-lah babi, melainkan
lebih dekat ke keluarga Cervidae atau rusa-rusaan, akan lebih mudah mengadakan usaha
menternakkannya. Kalau tadinya orang memburu secara gelap tanpa usaha
melestarikannya, dengan menternakkan seperti menternakkan buaya yang juga hampir
punah, populasi hewan itu akan dapat terpelihara.
Jadi dapat dikatakan bahwa tanah adalah sumber utama penyedia zat hara bagi
tumbuhan. Tanah juga adalah tapak utama terjadinya berbagai peralihan bentuk zat di
dalam daur makanan. Bagian tak organik tanah yang terbentuk dari pelapukan dan
penghancuran batuan, disusul pembentukan mineral berbentuk kristal, digolongkan secara
fisik berdasarkan nisbah butir-butirnya yang berukuran tertentu. Butir-butir terhalus
disebut fraksi liat, butir-butir yang lebih besar dari liat disebut fraksi debu, dan fraksi yang
lebih besar lagi fraksi pasir. Di atas ukuran pasir ada ukuran kerikil. Bergantung pada
nisbah liat, debu, dan pasir tanah dapat digolongkan menjadi berbagai golongan, seperti
misalnya tanah liat, tanah liat berpasir, tanah lempung (nisbah liat, debu, dan pasir
berimbang), tanah lempung berpasir, dan sebagainya.
Komponen tanah yang sangat penting juga adalah bahan organiknya yang disebut
humus. Liat dan humus terdiri atas butir-butir berukuran koloid sehingga memiliki per-
mukaan yang luas dibandingkan dengan massanya. Bagian tanah yang berukuran koloid
inilah yang mudahmeresap zat hara dan kemudian menyediakannya dalam bentuk yang
dapat diresap sistem perakaran tumbuhan. Adanya komponen yang lebih kasar seperti
debu, pasir, dan kerikil di dalam tanah membuat tanah itu mempunyai kerangka yang tidak
padat melainkan berongga-rongga. Rongga-rongga ini penting karena menjamin peredaran
udara yang baik di dalam tanah untuk keperluan kehidupan perakaran tumbuhan dan
jasadrenik yang sehat. Tanpa adanya oksigen di dalam tanah yang dapat diperbaharui
melalui pertukaran gas dengan udara perakaran dan jasadrenik aerob tidak dapat hidup di
dalam tanah dan terhambatlah berbagai daur makanan yang akhirnya merugikan
kehidupan yang bergantung pada adanya tanah itu.
Bagaimana komposisi tanah dipandang dari susunan butir-butir yang membentuknya
disebut tekstur tanah seperti tadi telah disebut beberapa namanya, yaitu tanah lempung, liat
berpasir, dan sebagainya. Tanah bertekstur pasir memiliki rongga-rongga yang besar
sehingga bersifat sangat sarang. Air akan mematus dengan cepat dari tanah pasir sehingga
tidak sempat diresap perakaran. Juga akan terbawa berbagai unsur hara dalam proses
pematusan itu. Dalam tanah liat rongga-rongga tanah berukuran kapiler sehingga dapat
meresap air. Air ini menjadi sarana cair tempat melarutnya zat hara untuk diangkut melalui
sistem perakaran. Akan tetapi kalau tanah terlalu banyak mengandung butir liat, maka ada
kemungkinan terjadi kekurangan oksigen karena tanah seperti itu mudah tergenang air.
Tanah-tanah yang paling subur bagi pertanaman biasanya mempunyai struktur yang
remah. Tanah berstruktur remah terjadi apabila butir-butir berukuran koloid direkat oleh
bahan organik hasil buangan jasadrenik menjadi remah-remah yang berongga banyak dan
berlainan ukurannya. Di samping adanya rongga kapiler yang menahan air ada ron gga
berukuran lebih besar yang memuat udara. Tanah yang remah seperti itu akan cukup
menahan air tetapi juga cukup dilalui pertukaran udara yang menyediakan oksigen di
dalamnya.
Peranan penting butir berukuran koloid seperti telah dikatakan sebelumnya ialah
kemampuannya meresap ion. Kemampuan itu berdasar luas permukaan yang dimiliki butir
koloid itu diukur per satuan massa. Pada fraksi liat luas permukaan butir-butirnya dapat
mencapai 800 m2 per gram. Lagi pula butir-butir liat bermuatan negatif dan karena itu
menarik kation-kation ke permukaannya. Dengan cara ini zat hara tidak mudah terbasuh
dengan lalunya air pada proses pematusan. Humus sebagai butir koloid mempunyai
permukaan nisbi yang lebih luas lagi sehingga merupakan kompleks peresap ion yang lebih
penting lagi.
Apa yang diresap oleh butir koloid di dalam tanah dapat dilepas ke akar tumbuhan.
Lagi pula apabila ada ion lain yang ditambahkan, akan terjadi pertukaran ion yang diresap
sehingga adanya berbagai ion di dalam kompleks resapan dan di dalam larutan tanah
membentuk suatu kesetimbangan. Pemupukan dengan pupuk tak organik adalah suatu
cara yang dapat mengubah kesetimbangan ini untuk kepentingan peresapan zat hara yang
lebih menguntungkan bagi tanaman.
Di daerah tropik tanah biasanya cenderung rendah daya hasilnya. Butir liatnya
memiliki kemampuan meresap kation yang rendah sedangkan komponen humus di dalam
tanah sangat sedikit karena sebagian besar sudah terbakar karena adanya suhu tanah yang
tinggi. Masalah diperumit lagi karena adanya curah hujan yang tinggi pula yang
meningkatkan pematusan dan pembasuhan mineral. Kehijauan hutan tropik sering
menyesatkan kita untuk berpikir bahwa tanah daerah tropik itu sangat subur. Sebenarnya
kebalikannyalah yang benar.
Tumbuhan di dalam hutan hujan tropik hanya mungkin tumbuh dengan demikian
suburnya karena telah menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Caranya ialah
karena kemampuannya meresap dengan cepat unsur-unsur hara yang terbebaskan dari
pembusukan serasah, sebelum sempat terpatuskan oleh air hujan. Kesetimbangan seperti ini
sangat peka. Begitu tanah tidak sempat menyediakan serasah lagi, tumbuhan itu tidak dapat
bertahan dan yang kemudian mungkin bertahan ialah spesies yang dapat hidup dalam
keadaan yang sangat tidak subur seperti gulma alang-alang.
Derajat keasaman tanah atau pH juga sangat penting dan menentukan pertumbuhan di
atas tanah itu. Tanah yang sangat asam dapat melepas kation yang sangat berbahaya bagi
perakaran karena terjadi proses keracunan karena kation tertentu seperti aluminium. Selain
itu proses pengikatan nitrogen oleh jasad renik pun dapat terganggu. Tanah yang asam
dapat direklamasi dengan pengapuran.
Tanah yang bersifat lindi dapat ditemukan di daerah yang sangat kering. Garam yang
terbawa ke permukaan tanah karena penguapan air tanah membuat tanah itu berpH tinggi.
Demikian pula tanah di dekat pantai dapat bersifat seperti itu. Pemupukan dengan pupuk
yang bereaksi asam dapat menolong memperbaiki keadaan lahan seperti ini untuk
pertanian.
Komponen tanah yang penting lagi ialah jasadrenik yang membuat tanah itu hidup.
Tanah yang subur dapat mengandung jasadrenik hingga 6 ton untuk lahan seluas 1 ha. dan
setebal 30 cm. Jasadrenik ini dapat terdiri atas bakteri, fungi, protozoa, algae, nematoda,
cacing, dan serangga kecil. Makhluk hidup seperti inilah yang bekerja di dalam tanah
menguraikan kembali serasah dan bahan organik lainnya menjadi mineral yang dapat
diresap akar tumbuhan.
Jasad yang lebih besar seperti insekta dan cacing menghancurkan bahan organik
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Kotoran insekta dan cacing ini kemudian dimakan
jasadrenik yang lebih kecil dan sebagai hasilnya dilepas mineral yang menjadi hara
tumbuhan. Hewan tanah dan mikroorganisme juga berperan memperbaiki struktur tanah.
Hewan tanah mengaduk-aduk tanah itu sehingga berongga-rongga, sedangkan jasadrenik
mengikat butir-butir yang menyusun rongga itu dalam ikatan yang mantap melalui lendir
yang dikeluarkannya atau hifanya.
Di dalam tanah yang ideal bagi bercocoktanam kadar masing-masing unsur hara yang
diperlukan tanah berimbang. Tanah semacam ini dilambangkannya sebagai suatu tahang
yang dindingnya terdiri atas busur-busur yang sama tingginya. Tahang seperti itu akan
mampu memuat cairan hingga penuh ke tepi mulut tahang. Dengan perkataan lain, lahan
yang dilambangkan oleh tahang seperti itu kemampuan produksinya mencapai suatu
maksimum. Akan tetapi begitu tanah itu kekurangan satu zat hara tertentu, hal itu di
lambangkan pada tahang sebagai adanya salah satu busur tahang yang tingginya tidak
mencapai tinggi busur-busur lainnya. Volume cairan setinggi-tinginya yang dapat dimuat di
dalam tahang itu hanya tinggi busur yang terendah itu. Diucapkan dalam bentuk kesuburan
tanah dengan demikian dapat dikatakan bahwa daya menghasilkan suatu lahan tertentu
ditentukan oleh unsur hara di dalam tanah itu yang terendah kadarnya. Apa pun juga yang
dilakukan untuk meningkatkan hasil tanah itu, tanah itu tetap saja akan menghasilkan
seperti yang biasanya diperoleh petani itu, kecuali kalau petani itu dapat dibantu
menghilangkan kendala minimumnya itu dengan usaha menaikkan kadar unsur hara
tertentu tersebut di dalam tanah dengan mengadakan pemupukan. Demikianlah misalnya
percuma saja mengusahakan pemupukan fosfat pada tanaman kalau tanaman itu sendiri
sudah tumbuh kerdil karena kekurangan nitrogen.
Model keperluan tumbuhan akan pupuk berbentuk tahang ini dikenal sebagai hukum
minimum Justus von Liebig. Kelemahan hukum ini ialah bahwa modelnya tidak
memperhitungkan adanya interaksi antara berbagai unsur hara yang menyebabkan hasil
akan melonjak apabila berbagai unsur hara tanaman yang diperlukan itu tersedia dalam
nisbah tertentu. Kalau suatu pertanaman setelah diberi pupuk N satu satuan akan
bertambah hasilnya sebanyak satu satuan, sedangkan apabila pertanaman itu dipupuk
dengan satu satuan pupuk P akan bertambah hasilnya sebanyak satu satuan pula, maka
pemupukan serempak dengan satu satuan pupuk N dan satu satuan pupuk P apabila ada
interaksi positif akan menaikkan hasil bukan dengan dua satuan, melainkan dengan lebih
dari satuan hasil.
Setelah membahas prinsip hukum minimum Justus von Liebig ini pada diri kita akan
muncul pertanyaan, apakah unsur hara di dalam tanah atau di lingkungan tumbuhan dan
hewan itu tidak akan habis-habisnya? Kalau ada yang harus ditambah, dari mana
datangnya tambahan itu dan bagaimana caranya agar kita tidak harus terlalu sering
menambah. Kemudian pula kita dapat bertanya-tanya mengapa suatu unsur tertentu
diperlukan oleh tumbuhan atau hewan. Oleh karena itu kita akan membahas beberapa daur
unsur hara yang penting serta beberapa fungsi unsur hara di dalam tumbuhan.
Gambar 12.3. Bagan Daur Nitrogen (Repro.: Book of Nature, Simon and Schuster).
Di dalam tanah nitrogen terutama terdapat di dalam bahan organik tanah dalam
berbagai tahap pembusukan, akan tetapi nitrogen yang terkandung di dalamnya tetap
belum dapat dimanfaatkan tumbuhan sebelum berubah bentuknya menjadi ion amonium
(NH4+) atau ion nitrat (NO3–). Jalur melingkar nitrogen dari bentuk unsur menjadi asam
amino kemudian menjadi protein dan kembali lagi ke dalam bentuk unsur adalah daur hara
yang telah dipelajari dengan sangat mendalam. Sebagian besar permasalahan gizi
tumbuhan dan hewan berputar di sekitar ketersediaan senyawa-senyawa yang
mengandung nitrogen.
Penguraian lebih lanjut asam amino menjadi senyawa nitrogen takorganik dicapai
dalam beberapa tahap. setiap tahap berlangsung dengan bantuan spesies bakteri tertentu.
Mula-mula dari asam amino dibebaskan ion ammonium yang kemudian diubah menjadi
ion nitrit (NO2–). Ion ini yang adalah suatu racun bagi kehidupan tumbuhan hijau dengan
segera diubah menjadi ion nitrat (NO 3–). Bakteri-bakteri yang menghasilkan ion nitrit dan
nitrat seperti telah kita bahas bersifat ototrof dan aerob, dengan perkataan lain tidak
memerlukan hara organik akan tetapi memerlukan oksigen. Karena itu kehidupan kedua
jenis bakteri ini sangat dipengaruhi oleh aerasi tanah dan juga oleh suhu tanah dan
kandungan airnya.
Perubahan nitrogen dari suatu bentuk yang tak dapat dimanfaatkan tumbuhan menjadi
bentuk yang dapat dimanfaatkan tumbuhan telah dilihat sebagian besar adalah suatu proses
biologi. Demikian juga halnya dengan proses pengambilan nitrogen dari tanah. Sebagian
besar pengambilan nitrogen dari tanah dilakukan oleh tumbuhan. Apabila tumbuhan itu
kemudian dipanen, kehilangan nitrogen dari tanah yang disebabkan pengambilan oleh
tumbuhan itu menjadi suatu kehilangan yang tetap. Nitrogen terikat juga hilang dari
khazanah zat hara di dalam tanah oleh bakteri-bakteri tanah tertentu yang mengubah nitrat
kembali menjadi nitrogen atmosfer. Proses ini bersifat anaerob, yaitu hanya berlangsung
dalam keadaan tidak tersedianya oksigen di dalam tanah. Jadi, dalam keadaan tanah yang
kurang mendapatkan aerasi akan terjadi kehilangan nitrogen-tersedia di dalam tanah.
Lagipula nitrat itu sangat mudah terlarut di dalam tanah sehingga kalau tidak dengan
segera dimanfaatkan tumbuhan hijau atau jasadrenik, akan dengan mudah hilang karena
pembasuhan. Dengan demikian taraf ketersediaan nitrogen-tersedia di dalam tanah
tergantung pada banyaknya bahan organik yang tersedia di dalam tanah, populasi
jasadrenik yang ada di dalam tanah, dan tingkat pembasuhan di dalam tanah.
Dalam keadaan alami akan terjadi suatu kesetimbangan antara laju pertumbuhan
tumbuhan dan gaya-gaya yang menentukan penyediaan nitrogen di dalam tanah. Akan
tetapi dalam berbagai sistem pertanian kesetimbangan ini menjadi terganggu. Pemanenan
suatu pertanaman cenderung akan menguras nitrogen tanah bukan saja karena
pengambilan bahan organik hasil panen tanpa pengembalian ke dalam tanah, melainkan
juga karena erosi dan penurunan kadar bahan organik tanah. Atas dasar alasan inilah
pertanian intensif sangat tergantung pada tambahan pupuk nitrogen.
Pada mulanya pupuk nitrogen berasal dari sumber-sumber organik, terutama dari
bahan sisa hewan seperti guano, yaitu kumpulan kotoran burung. Kemudian pupuk
nitrogen mencakup natrium nitrat yang ditambang di Cili, sesudah itu juga sulfat amonium
yang menjadi hasil sampingan tanur kokas. Sekarang ini pupuk nitrogen yang terbanyak
dibuat menurut proses Haber-Bosch yang mereaksikan nitrogen udara dengan hidrogen
sehingga terbentuk ammoniak. Ammoniak ini dapat dipupukkan secara langsung atau
dapat juga dijadikan bahan baku pembuatan pupuk buatan urea, nitrat, dan senyawa
nitrogen lainnya. Di Indonesia pupuk buatan nitrogen terutama dibuat dalam bentuk
senyawa urea.
Hidrogen yang diperlukan pada proses Haber-Bosch itu biasanya diambil dari gas alam,
dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan bahan bakar itu menentukan sebagian
besar biaya produksi pupuk buatan itu. Pembuatan satu ton ammoniak memerlukan kira-
kira 800 m3 gas alam sebagai bahan baku. Karena itu melalui pengikatan nitrogen melalui
proses industri kimia bahan bakar fosil masuk ke dalam daur nitrogen. Biaya mahal yang
diperlukan untuk membuat pupuk nitrogen ini tertutupi oleh nilai tambah yang diperoleh
melalui dayahasil tanaman yang meningkat.
Sebagai kesimpulan mengenai daur ulang nitrogen dapat dikemukakan bahwa nitrogen
sering sekali muncul sebagai unsur hara yang menjadi kendala dalam pertumbuhan
tumbuhan. Nitrogen dari atmosfer tidak ada manfaatnya bagi tumbuhan. Unsur itu harus
disediakan dalam bentuk terikat atau terkombinasi dengan unsur lain, misalnya dalam
bentuk ion ammonium atau nitrat. Ada sejumlah kecil nitrogen menjadi terikat oleh
kegiatan kilat di dalam atmosfer. Peranan yang lebih penting dijalani oleh bakteri, terutama
yang hidup dalam simbiosis di dalam bintil akar tumbuhan polongan. Namun pun
demikian persediaan nitrogen-tersedia di dalam tanah tetap rendah. Unsur itu hilang
melalui pembasuhan dan oleh kegiatan bakteri denitrifikasi yang mengembalikannya ke
udara. Nitrogen juga hilang dari tanah melalui pemanenan tumbuhan yang tumbuh di
tanah itu. Untuk mengatasi kehilangan-kehilangan semacam ini pada proses-proses
budidaya tanaman, nitrogen diikat secara industri menjadi pupukbuatan yang kemudian
digunakan menyuburkan tanah pertanian. Pengikatan nitrogen melalui industri dengan
demikian menjadi matarantai penting dalam daur nitrogen. Sekaligus juga dapat
disimpulkan bahwa pertanian intensif selain mulai menggunakan energi fosil untuk
keperluan mekanisasi sebagai pengganti energi fisik yang dihasilkan manusia, juga
menggunakan energi fosil untuk mengadakan unsur hara tambahan dalam bentuk pupuk.
Hal ini terutama berlaku untuk unsur hara nitrogen karena secara alami bagian takorganik
tanah sama sekali tidak mengandung garam-garam nitrogen. Kalaupun tanah mengandung
nitrogen yang dapat diserap akar tumbuhan, maka asalnya kalau bukan dari air hujan ialah
dari hasil pengikatan nitrogen udara oleh berbagai jasadrenik secara mandiri atau melalui
simbiosis dengan tumbuhan polongan.
Ternak yang keefisienannya tertinggi dengan demikian ialah unggas petelur dan sapi
perah. Kita sekarang dapat memahami mengapa perkembangan peternakan di Indonesia,
terutama di pulau Jawa yang tinggi kepadatan penduduknya terjadi pada peternakan
unggas petelur, sapi perah, dan unggas pedaging. Sapi pedaging dan domba pedaging
keefisienannya rendah, akan tetapi di tempat-tempat yang menghasilkan bahan organik
yang tidak dapat dimanfaatkan manusia secara langsung karena kadar selulosanya yang
tinggi, pemeliharaannya dapat membawa manfaat bagi manusia karena dapat mengubah
bahan organik yang tidak bergizi menjadi daging yang tinggi kadar gizinya. Hal itu
misalnya dapat terjadi di daerah-daerah kering yang vegetasi utamanya adalah padang
rumput seperti di Nusatenggara Timur, Aceh Selatan, Padang Lawas, Sulawesi Tengah, dan
sebagian Sulawesi Selatan.
Dapat pula diamati bahwa keefisienan pengubahan ternak yang berkenaan dengan
produksi dalam rangka pem-biakan seperti telur dan susu, lebih tinggi dibandingkan
dengan pengubahan yang berkenaan dengan pertumbuhan vegetatif, yaitu hasil dalam
bentuk daging. Agaknya hal itu ada kaitannya dengan kenyataan bahwa kalau yang di-
konsumsi adalah hasil produksi dalam proses reproduksi, ternak yang menghasilkannya
tetap utuh, sedangkan pada ternak pedaging, produksinya sekaligus menyisihkan ternak itu
dari kegiatan produksi selanjutnya.
Bahwa kefisienan pengubahan babi lebih tinggi daripada sapi pedaging kiranya dapat
pula dipahami karena untuk menhasilkan daging sapi harus mendapatkan rumput dan
makanan penguat, sedangkan babi dapat dengan mudah mengubah limbah yang
sebenarnya bermutu rendah menjadi protein hewani. Hal itu tidak dapat dilakukan oleh
sapi pedaging.
Albers, D. J., G.L. Alexanderson (Eds.) 1985. Mathematical People. Profiles and Interviews. Birkhauser,
Boston.
Bonner, Elena. 1986. Alone Together. Alfred A. Knopf, New York.
Box, Joan F. 1978. R. A. Fisher. The Life of a Scientist. John Wiley & Sons, New York.
Clark, R. 1968. J.B.S. The Life and Work of J. B. S. Haldane. Quality Book Club and Hodder and
Stoughton, London.
Encyclopaedia Britannica, Inc. 1984. Science and Technology Illustrated (26):3226. Chicago.
Feynman, R. F. 1985. “Surely You’re Joking, Mr. Feynman!” Adventures of a Curious Character. W. W.
Norton and Company, New York.
.1988. “What Do You Care What Other People Think?” Further Adventures of a Curious
Character. W. W. Norton and Company, New York.
Gani, J. (Ed.). 1982. The Making of Statisticians. Springer-Verlag, New York.
Geertz, C. 1976. Involusi Pertanian. Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Diterjemahkan oleh S. Supomo.
Lihat kata pengantar oleh Sajogyo. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Hearnshaw, L. S. 1979. Cyril Burt, Psychologist. Vintage Books, New York.
Joravsky, D. 1970. The Lyssenko Affair. The University of Chicago Press, Chicago. Kleinfield, S. 1985. A
Machine Called Indomitable. Times Books, New York.
Margenau, H., D. Bergamini. 1976. The Scientist. Time-Life Books, New York. (Edisi Indonesia:
Ilmuwan, Tira Pustaka Jakarta).
Ronan, C. A. 1982. Science. Its History and Development Among the World’s Cultures. Facts On File
Publications, New York, N. Y. 10016.
Nasoetion, A. H. 1988. Remaja, Rasa Ingin Tahu, dan Daya Cipta. (Dalam Utami Munandar, S. C. 1988.
Kreativitas Sepanjang Masa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta).
Ronan, C. A. 1982. Science. Its History and Development Among the World’s Cultures. Facts on File
Publications, New York, NY 10016.
Wolpert, L, A. Richards. 1988. A Passion for Science. Oxford University Press, Oxford. Zuckerman, H.
1977. Scientific Elite.
Zuckerman, H. 1977. Scientific Elite. Nobel Laureates in the United States. The Free Press, New York.
Catatan: Barangsiapa ingin mengetahui lebih lanjut tentang permasalahan ilmu-ilmu pertanian
secara global, dipersilakan menelusuri kepustakaan di bawah ini, yang juga telah digunakan untuk
menyusun tulisan ini.
Brown, J. C. (Penerjemah). 1980. The Way Things Work Book of Nature. Simon and Schuster, New York,
NY 10020
Janick, J, R. W. Schery, F. W. Woods, V. W. Ruttan. 1974. Plant Science. An Introduction to World Crops.
W. H. Freeman and Company, San Francisco.
Nasoetion, A. H. 1980. Arah Perkembangan IPB Menuju Tahun 2000. Kompas, Senin, 3 November 1980
(Dalam: Daun-daun Berserakan. 1985. hal. 463-473).
Readings from Scientific American. 1973. Food. 1976. Food and Agriculture. 1978. Human Nutrition. W.
H. Freeman and Company, San Francisco.
Stackman, E. C., R. Bradfield, P. C. Mangelsdorf. 1967. Campaigns against Hunger. The Belknap Press of
Harvard University, Cambridge, Massachusetts.
Tudge, C. 1988. Food Crops for the Future. Basil Blackwell, Oxford, UK.