A. PENGERTIAN
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES ( AEDES ALBOPICTUS dan AEDES
AEGEPTY ).
B. PENYEBAB
Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes
( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ).
1
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Derajat IV
Nadi tak teraba,tekanan darah tak dapat diukur
Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah lengkap = Hemokonsentrasi ( Hematokrit meningkat 20 % atau lebih )
Thrombositopeni ( 100.000 / mm3 atau kurang )
2. Serologi = Uji HI ( Hemaaglutination Inhibition Test )
3. Rontgen Thorak = Effusi Pleura
E. PATHWAYS
Virus Dengue
Virus Dengue
Resti gangguan
nutrisi kurang dari Kehilangan
kebutuhan tubuh plasma Efusi pleura
Resiko
terjadinya Asicites
perdarahan Hemokonsentrasi
Resiko syok
hipovolemi
Syok
Kematian
2
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
F. PENATALAKSANAAN
Medik
1. DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 – 2 liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak < 1 th dosis
50 mg Im dan untuk anak > 1 th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi,
beri lagi luminal dengan dosis 3 mg / kg BB ( anak < 1 th dan pada anak > 1 th
diberikan 5 mg / kg BB )
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2. DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml /
kg BB )
- Transfusi jika Hb dan Ht turun
Keperawatan
1. Pengawasan tanda – tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 jam
- Observasi intake dan output
- Pada pasien DHF derajad I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3
jam, periksa Hb, Ht, Trombosit tiap 4 jam beri minum 1 – 2 liter per hari, beri
kompres
- Pada pasien DHF derajad II : Pengawasan tanda vital,pemeriksaan
Hb,Ht,Trombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah,kecil dan cepat,
tekanan darah menurun,anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajad III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2
pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, observasi
productie urin tiap jam, periksa Hb,Ht dan Thrombocyt.
2. Resiko Perdarahan
- Observasi perdarahan : Ptekie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat warna perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan Tractus Gastro Intestinal
3. Peningkatan Suhu Tubuh
- Observasi / ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres
3
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
4
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
H. PENCEGAHAN DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara :
- Rumah selalu terang
- Tidak mengggantung pakaian
- Bak atau tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4
hari sekali
- Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air
hujan
- Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan PEN KES
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
5
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
- Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan
untuk mengatasi gejala
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
6
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
7
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
B. ETIOLOGI
1. Disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu salmonella typhi, salmonella paratyphi
A dan salmonella paratypii B dan kadang – kadang jenis salmonella yang lain, demam
disebabkan oleh s.typhi cenderung untuk menjadi lebih berat dari pada bentuk infeksi
salmonella yang lain.
2. Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian
tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah berkemih.
3. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan.
D. PATOFISIOLOGI
1. Setelah malalui asam lambung, salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh
sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah bekembang biak di RES terjadilah
bakteriemi II
2. Interaksi samonella dengan magrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch
of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas,
instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll
3. imunulogi humoral lokal di usus di produksi IgA sekretorik yng berfungsi mencegah
melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, produksi igM dan IgG
untuk memudahka fagosistosis salmonella oleh magrofag. Seluler berfungsi untuk
membunuh salmnella intraselluler
Kuman S.Typhi masuk tubuh manusia melalui mulut degan makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertropi. Ditempat ini di komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal
8
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
dapat terjadi. Kuman S.Thypi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe
dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertropi, setelah
melewti kelenjar-kelenjar limfe ini S.Thypi masuk aliran darah melalui ductus thoracicus.
Kuman-kuman S.Thypi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S.Tiphy
berserang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
Semua disangkal demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tfoid disesabkan oleh
endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulka bahwa
endotoksema bukan merupakan penyebab utama demm dan gejala-gejala toksemia pada
demam tifoid. Endooksin S.Thypi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena
membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat S.Thypi berkembang
bak. Demam pada tifoi disebabkan karena S.Thypi dan endoktoksinnya merangsag
sintesis dan pengelapsan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
PATOGENESIS
Infeksi didapat dengan cara menelan makanan atau minuman yang terkontamnasi, dan
dapat pula dengan kontak langsung jari tangan yang terkontamnasi tinja, urine, secret
saluran nafas, atau dengan pus penderita yang terinfeksi. Agar dapat menimbulkan gejla
klinis, diperluka S.Thypi dalam dosis tertentu. Percobaan menyimpulkan bahwa jumlah
kuman yang diperlukan untuk menimbulkan penyakit adalah berkisar atara 1 juta dan 1
milyar
Pada fase awal demam tifoid bisa diteukan adalah gejala gejala saluran nafas atas. Ada
kemungkinan sebagian kuman in masuk ke dalam peredaran darah melalui jaringan
limfoid di faring. Terbukti daam suatu penelitihan bahwa S.Thypi berhasil diisolasi dari
jaringan tonsil penderita demam tifoid ini, walaupun pada percobaan lain seseorang yang
berkumur dengan air ang mengandung S.Thypi hidup in ternyata tidak menjadi terinfeksi.
Pada tahap awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri telan yang disebabkan karena
kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutupselaput berwarna putih sampai
kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri, kadang-kadang tepi
lidah tampak hiperemis dan tremor, bila terjadi infeksi dari nasofaring melalui saluran
tuba eustachi ke telinga tengah dan hal ini dapat terjadi otitis media.
9
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
asam amino rantai endek sehingga menurunkan suasana asam serta memproduksi zat
antibateria seperti colicin.
Di usus halus organisme dengan cepat menginasi sel epitel dan tinggi di lamina
propia. Pross invasi dan penetrasi mikroorganisme ke dalam mukosa intestin ini
merupakan proses yang sangat penting dalam patogenesis demam tifoid.
E. KOMPLIKASI / PENYULIT
Komplikasi intestinal yaitu, perforasi usus, perdarahan usus.
Komplikasi ektraintestinal yaitu kardiovaskuler, darah, paru, hepar, dan kandung
kemih , ginjal, tulang, neuropsikiatrik
Otitis media, pnemonia, ensefalopati, syok, ileus, melena, ikterus, karditis, ISK.
Termasuk penyulit adalah relapse ( kambuh ), karier, perdarahan usus, perforasi,
gangguan status mental berat.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah demam tifoid bervariasi bergantung pada masa sakit. Pada
mulanya penderita demam tifoid tidak mengalami anemia, tetapi pada pasien yang
tidak mendapat antibiotik anemia berkembang dengan cepat dan mencapai titik
terendah pada minggu ketiga. Anemia disebabkan karena kombinasi berbagai hal
yaitu hemolisis, penekanan sumsum tulang, dan kehilangan darah akibat occult blood
loss.
Jumlah leukosit bisa normal tapi bisa bervariasi antara 1.200 sampai 20.000
sel/mm3. Lekositosis dapat timbul saat hari ke 7 sampai 10, kemudian berkembang
menjadi lekopenia hingga mencapai titik terparah pada minggu ketiga. Bila terjadi
leukositosis bisa berasal dari bakterimia, peritonitis oleh karena perforasi usus, atau
terjadi komplikasi ektraintestinal lainnya. Hitung jenis leukosit biasanya normal atau
bergeser sedikit ke kiri. Besarnya pergeseran bergantung pada beratnya infeksi dan
efek regenerasi yang lebih besar dari efek degenerasi. Eosinofil dan basofil
menghilang diikuti dengan penurunan limfosit, secara bertahap eosinofil dan basofil
muncul kembali diikuti meningkatnya limfosit dan monosit setelah minggu kedua.
Pemeriksaan serologis untuk diagnosis demam tifoid adalah uji widal yang
mengukur antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H. Dasar uji widal adalah
reaksi aglutinasi antara antigen s. Typhi dengan antibody yang terdapat pada serum
penderita.
10
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Nilai sensitifitas, spesifitas serta ramal reaksi widal sangat bervariasi dari satu
laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut tidak sensitif karena adanya
sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya
antibody dengan uji ini. Bila dapat dideteksi adanya titer antibodi sering titer naik
sebelum timbul gejala klinis sehingga sulit untuk memperlihatkan terjadinya
kenaikan titer yang berarti. Disebut tidak spesifik oleh karena semua grup D
salmonella mempunyai antigen O demikian juga grup A dan B Salmonella. Semua
grup D Salmonella mempunyai fase H antigen yang sama dengan S. Typhi. Titer H
tetap meningkat dalam waktu sesudah infeksi.
Uji widal tidak dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis demaam
tifoid bila hanya dilakukan sau kali saja, kenaikan titer widal pada satu seri
pemeriksaan widal atau kenaikan titer 4 kali pada pemeriksaan berikutnya dapat
membantu memastikan diagnosis demam tifoid.
Diagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi S. Typhi. Isolasi dapat
dilakukan dengan melakukan biakan dari berbagai tempat daam tubuh.
Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil isolasi kuman, diantaranya jumlah kuman
yang beredar dalam darah dan faktor serum yang dapat menghambat atau membunuh
kuman. Oleh karena itu dalam tehnik isolasi kuman harus diambil jumlah sampel
darah yang cukup ( 5-10 ml ), dengan media yang sesuai dan pengenceran yang
cukup ( 1:8:10 ) sehingga faktor serum kadarnya lebih rendah dari yang diperlukan
untuk bakterisidal.
Hasil Laboratorik :
a. Leukopenia, anesonofilia
b. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah
negatif ) ; tinja minggu II, air kemih minggu III
c. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada
stadium rekonvalescen titer makin meninggi
d. Identifikasi antigen : Elisa, PCR, IgM S.typhi dengan tubex TF cukup akurat
e. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M
11
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif,
medikamentosa, terapi penyulit ( tergantung penyulit ) yang terjadi. Kadang-kadang
perlu konsultasi ke Divisi Hematologi, Jantung, Neurologi bahkan ke bagian
lain/bedah.
TERAPI
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat,isolasi pasien bedrest
selama demam sampai 2 minggu, mobilisasi
Farmakologis :
Simtomatis :
Antimikroba :
Pilihan utama : Kloramfenicol 4x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam
Alternatif lain :
1. Tiamfenicol 4 x 500 mg ( komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenicol )
2. Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
3. Ampisilin dan Amoksilin 50 – 150 mg/kg BB selama 2 minggu
4. Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah cefriaxone 3-4 gram dalam
dektrosa 100 cc selama ½ jam per infus sekali sehari, selama3 – 5 hari. Dapat pula
diberikan cefotaxime 2 -3 x 1 gram, cefoprazone 2x1 gram
5. Fluorokuinolon ( demam umumnya lisis pad hari III atau menjelang hari IV )
6. Norfloksasin 2 x 400 mg/ hari selama 14 hari
7. Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
8. Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
9. Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
10. Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
11. Kasus toksik tifoid ( demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa
kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam
batasnormal ) langsung diberikan kombinasi kloramfenicol 4 x 500 mg dengan
ampisilin 4 x 1gram, deksametason 3 x 5 mg
12. Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau
perforasi, renjatan septik
13. Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami
renjatan septik dengan dosis 3 x 5 mg
12
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA
Obat - obat pilihan pertama adalah kloramfenicol, ampisilin/amoksilin atau
kotrimoksazol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat – obat
pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenicol diberikan dengan dosis 50 mg / kg BB/ hari, terbagi dalam 3 – 4
kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi
kontra pemberian kloramfenicol, diberi
Ampisilin dengan dosis 200 mg/kg BB/ hari, terbagi dalam 3- 4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat selama 21 hari, atau
Amoksilin dengan dosis 100 mg /kg BB/ hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
oral/intravena selama 21 hari, atau
Kotrimoksazol dengan dosis 8 mg/kg BB/ hari terbagi dalam 2 kali pemberian,
oral selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi cefriaxone dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg /kg BB / hari, sekali sehari, intravena, selama 5- 7
hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR ( Multi Drug Resistance ), maka
pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
PENATALAKSANAAN PENYULIT
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi
nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB,
intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1
mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah
dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
PENATALAKSANAAN EPIDEMIOLOGIS
Meliputi isolasi penderita berupa isolasi gastrointestinal, sedangkan pemutusan
transmisi dengan pengelolaan disposial dan terapi pembawa kuman (“carrier”),
sedangkan pencegahan dengan melakukan immunisasi.
PENCEGAHAN
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan
khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah penigkatan higiene dan
sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam
tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga
kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak
tecemar salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan
terhadap penjual (keliling) minuman/makanan. Pada saat ini telah ada di pasaran
berbagai vaksin untuk pencegahan demam tifoid. Vaksin chotypa dari kuman dimatikan
(whole cell) tidak digunakan lagi karena efek samping yang terlalu berat dan daya
lindungnya pendek. Dua vaksin yang aman dan efektif telah mendapat lisensi dan sudah
13
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
ada di pasaran. Satu vaksin bedasar subunit antigen tertentu dan yang lain berdasar
bakteri (whole cell) hidup dilemahkan. Vaksin pertama, mengandung Vi polisakarida,
diberikan cukup sekali, subcutan atau intramuskular. Diberikan mulai usia > 2 tahun.
Re-imunisasi tiap 3 tahun. Kadar protektif bila mempunyai antibodi anti-Vi 1 mg/ml.
Vaksin Ty21a hidup dilemahkan diberikan secara oral, bentuk kapsul enterocoated atau
sirup. Diberikan 3 dosis, selang sehari pada perut kosong. Untuk anak usia ≥ 5 tahun.
Reimunisasi tiap tahun, tidak boleh diberi antibiotik selama kurun waktu 1 minggu
sebelum sampai 1 minggu sesudah imunisasi.
H. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak dengan tifus abdominalis dapat ditemukan timbulnya demam yang
khas yang berlangsung selama kurang lebih 3 minggu dan menurun pada pagi hari serta
meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-
pecah, lidah kotor ujung dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi pembesaran
hati dan limfe, adanya konstipasi dan bahkan bisa terjadi gangguan kesadaran seperti
perdarahan usus halus, adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan pada meningen,
bronkhopneumonia, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
leukopenia dengan lmfositosis relatif, pada kultur empedu ditemukan pada titer antibodi
O lebih besar atau sama dengan 1/200 dan H: 1/200.
PEMERIKSAAN FISIK
Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 10C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujng
merah, serta tremor), hepatomegali, spenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada
orang Indonesia).
I. DIAGNOSIS/MASALAH KEPERAWATAN
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan tifus abdominalis
adalah sebagai berikut :
1. Imbalance nutrisi (kurang dari kebutuhan)
2. Hipertermia
3. Risiko terjadi komplikasi (cedera)
14
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
15
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pediatric.com/isi03.php?page=html&kategori=PDT&direktori=pdt&filepdf&=0
&pdf=html=07110-fkxu277.htm
Rampengan, T.H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan Edisi 1.
Jakarta: Salemba Medika.
16
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
1. Definisi
Penyakit diare atau gastroenteritis (GE) adalah suatu infeksi usus yang
menyebabkan keadaan feses bayi encer dan/ atau berair, dengan frekuensi lebih
dari 3 kali perhari, dan kadang disertai muntah.
Diare adalah : BAB lebih dari tiga kali dengan konsistensi cair (WHO, 1992)
Diare terjadi jika ada peningkatan frekuensi buang air besar dengan peningkatan
isi air di dalamnya (Whaley & Wong, 1994).
Diare didefinisikan sebagai perubahan dalam kebiasaan buang air besar yang
merupakan dampak dari lebih sering dan lembeknya feses.
Diare adalah peningkatan jumlah volume, keenceran dan frekuensi buang air
besar. (medistore.com)
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari
3 kali/ hari), serta perubahan dalam isis (lebih dari 200 gram/ hari) dan konsistensi
(feses cair), (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Jenis Diare
Penatalaksanaan diare bergantung pada jenis klinis penyakitnya, yang dengan mudah
ditentukan saat anak pertama kali sakit. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan.
Empat jenis klinis diare antara lain :
a. Diare akut bercampur air (termasuk kolera) yang berlangsung selama beberapa jam/
hari : bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak
diberikan makan/minum.
b. Diare akut bercampur darah (disentri) : bahaya utama adalah kerusakan usus halus
(intestinum) sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan
komplikasi lain termasuk dehidrasi.
c. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama) : bahaya utama adalah
malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa
terjadi.
d. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) : bahaya utama adlaah
infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi
(kekurangan) vitamin dan mineral.
17
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
b. Diare kronik : didefinisikan sebagai peningkatan dalam frekuensi BAB dan air
dalam feses dengan durasi lebih dari 14 hari, biasanya disebabkan oleh kondisi
kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi saluran cerna, penurunan
imunitas, alergi makanan, intoleransi laktosa, diare non spesifik (Whaley & Wong,
1994).
B. ETIOLOGI
1) Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
a. Faktor infeksi
1. Infeksi internal : ialah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab diare pada anak meliputi infeksi internal sebagai berikut :
2. Infeksi parenteral : ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis
media kut (OMA), tonsilitis/ tonsiloparingitis, bronkhopnemonia, encepalitis,
dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada anak kurang dari 2 tahun
b. Faktor malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan : makanan besi, beracun alergi terhadap makanan
d. Psikologis : rasa takut dan cemas
2) Faktor yang meningkatkan penyebaran kuman penyebab diare :
1. Tidak memadainya penyediaan air bersih
2. Air tercemar oleh tinja
3. Pembuangan tinja yang tidak hygienis
4. Kebersihan perorangan dan lingkungan jelek
5. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya
6. Pengehntian ASI yang terlalu dini
C. GAMBARAN KLINIS
Mula-mula pasien cengeng gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau
darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu. Anus dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktose yang tidak
diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah sebelum dan sesudah diare dan menyebabkan lambung juga turut
meradang, atau akibat gangguan asam basa dan elektrolit. Timbul dehidrasi akibat
kebanyakan kehilangan cairan dan elektrolit. Gejala dehidrasi mulai nampak yaitu berat
badan menurun turgor berkurang mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi),
18
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit nampak kering. Akibat dehidrasi diuresis
berkurang (oliguri sampai anuri). Bila sudah asidosis metabolis pasien akan tampak pucat
dengan pernapasan cepat dan dalam (kussmaul). Asidosis metabolisme karena :
1. Kehilangan NaCO3 melalui tinja diare
2. Ketosis kelaparan
3. Produk-produk metabolik
4. Berpindahnya ion natrium dari cairan intra sel ke ekstrasel
5. Penimbunan laktat (anoksia jaringan)
Cara menilai dehidrasi seperti tercantum di bawah ini :
Tabel 1. Kirteria penilaian dehidrasi
Gejala dan tanda Tak dehidrasi Dehidrasi tak berat Dehidrasi berat
1. Keadaan Baik Rewel, gelisah, lemahApatis, tidak
umum sadar
2. mata Tidak cekung Cekung dan kering Sangat cekung
3. air mata Jika menangis Jika menangis tidak Jika menangis
masih ada ada tidak ada
4. bibir Tidak kering kering Sangat kering
5. rasa haus Tidak merasa haus Haus sekali, jika diberi Tidak bisa minum
minum rakus
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
a. Gangguan osmotic
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsang tertentu (misalnya toksin pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus selanjutnya timbul diare
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motalitas usus
Hiperpristaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makan
sehingga timbul diare. Sebaliknya bila pristaltik menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya timbul diare pula.
19
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
E. PATHWAY
Pengeluaran cairan
Ketidakseimbangan cairan meningkat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
Resiko hipo/hipertermi
Resiko hipo/hipernatremi
Asidosis metabolik
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan tinja; makroskopis dan mikroskopis
PH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance)
Biakan kuman untuk mencarri kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai
antibiotika (pada diare persisten)
Pemeriksaan darah; darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Ca, dan P serum, pada diare yang disertai kejang)
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah mengetahui faal ginjal
Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitas terutama pada diare kronik.
G. PENATALAKSANAAN
Diare cair membutuhkan pergantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya.
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat
(terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti
(terapi rumatan).
20
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang
melalui diare dan atau muntah (previous water loss = PWL); ditambah dengan banyaknya
cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan (normal water loss); ditambah
dengan banyaknya cairan yang melalui tinja dan muntah masih terus berlangsung
(concomitant water loss=CWL). Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat
badan masing-masing anak atau golongan umur.
Tabel 2. Pemberian Terapi Cairan pada Anak dengan Dehidrasi
`
Berat saat Derajat dehidrasi
ini (kg) Sedang (4-6%) Berat (>7%)
ml/jam 0-6 ml/jam 7-24 ml/jam 0-6 ml/jam 7-24
jam jam jam jam
3.0 kg 25 20 45 20
4.0 kg 35 30 60 30
5.0 kg 45 35 75 35
6.0 kg 55 40 90 40
7.0 kg 60 45 100 45
8.0 kg 70 50 115 50
9.0 kg 80 55 130 55
10.0 kg 90 60 150 60
12.0 kg 105 65 175 65
15.0 kg 135 70 220 70
20.0 kg 175 85 290 85
30.0 kg 260 90 440 90
21
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Rencana pengobatan B
Dalam tiga jam pertama berikan 75 ml/kgBB atau bila BB anak tidak diketahui dan
berikan oralit. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah. Dorong ibu untuk
meneruskan ASI. Untuk bayi kurang 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-
200 ml air masak selama masa ini.
Amati anak denganseksama dan bantu ibu memberikan oralit :
Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
Tunjukkan cara pemberiannya, sesendok the setiap 1-2 menit untuk anak dibawah 2
tahun, beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Bila anak muntah tunggu 10 menit, kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih
lambat
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak
atau ASI. Beri oralit sesuai rencana A bila bengkak telah hilang.
Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih
rencana A, B atau C untuk melanjutkan pengobatan.
Bila tidak ada dehidrasi, ganti rencana A, bila dehidrasi telah hilang anak biasanya
kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur
Bila tnada menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulang rencana B tetapi tawarkan
makanan, susu dan sari buah seperti rencana A
Bila tanda menujukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana C.
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam pengobatan 3 jam dirumah
Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari
Tunjukkan cara pemberian oralit, memberikan makan anak dan membawa ke petugas
kesehatan bila perlu.
H. FOKUS PENGKAJIAN
Kaji mengenai :
Kemungkinan memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi
Kemungkinan adanya infeksi di lokasi lain (misal pernafasan, saluran kemih)
Pengkajian fisik rutin
22
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
1. Diare
Definisi : peengeluaran feses yang encer dan tak berbentuk
Batasan karakteristik :
Setidaknya 3 kali buang air besar cair dalam sehari
Bising usus hiperaktif
Urgensi
Nyeri abdomen
Kram
Faktor yang mempengaruhi
Psikologis
Tingkat stres yang tinggi dan kecemasan
Situasional
Kecanduan alkohol
Racun
Kecanduan laktasif
Radiasi
Pemberian makanan melalui selang
Efek samping pengobatan
Kontaminan
Perjalanan
Fisiologis
Inflamasi
Malabsorbsi
Proses infeksi
Iritasi
Parasit
2. Kekurangan volume cairan
Definisi : penurunan cairan intravaskuler, intersisial, dan/ atau intraseluler. Ini
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
Batasan karakteristik :
23
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Kelemahan
Haus ‘penurunan turgor kulit/ lidah
Membran mukosa/ kulit kering
Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/
tekanan nadi.
Pengisian vena menurun
Perubahan status mental
Konsentrasi urine meningkat
Temepratur tubuh meningkat
Hematokrit meningkat
Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)
Faktor yang berhubungan :
Kehilangan volume cairan secara aktif
Kegagalan mekanisme pengaturan
3. Resiko kerusakan integritas kulit
Definisi : beresiko untuk mengalami gangguan/ kerusakan pada kulit
Faktor resiko :
Eksternal
Radiasi
Imobilisasi fisik
Faktor mekanik (seperti tekanan, restrain, pencukuran, dll)
Hipotermia atau hipertermia
Kelembapan
Substansi kimiawi
Ekresi dan/ atau sekresi
Usia yang ekstrim
Internal
Pengobatan
Prominensia otot
Faktor imunologis
Faktor-faktor perkembangan
Sensasi terganggu
Pigmentasi terganggu
Status metabolik terganggu
Sirkulasi terganggu
Turgor kulit terganggu (perubahan elastisitas)
Status nutrisi terganggu (misal kegemukan, emasiasi/ pengurusan badan)
24
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
psikogenetik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh
Batasan karakteristik :
Berat badan 20% atau lebih dibawah ideal
Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (recommended
daily allowance)
Membran mukosa dan konjungtiva pucat
Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/ mengunyah
Luka, inflamasi pada rongga mulut
Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
Miskonsepsi
Kehilangan BB dengan makan cukup
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
Kurang minat terhadap makanan
Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
Diare dan atau steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan memasukkan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi zat-
zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
5. Resiko ketidakseimbangan temperatur tubuh
Definisi : beresiko untuk gagal dalam mempertahankan suhu tubuh dalam rentang
normal
Faktor resiko :
Gangguan tingkat metabolisme
Penyakit atau trauma yang mempengaruhi pengaturan suhu
Pengobatan yang menyebabkan vasokontriksi atau vasodilatasi
Ketidaksesuaian dalam berpakaian pada temperatur lingkungan tertentu
25
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Kurang aktivitas
Berat badan yang ekstrim
Usia yang ekstrim
Dehidrasi
Sedasi
Terpapar lingkungan yang panas atau dingin
6. Resiko infeksi
Definisi : peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Faktor resiko :
Prosedur infasif
Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
Trauma
Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
Ruptur membran amnion
Agen farmasi (imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan paparan lingkungan patogen
Imunosupresi
Ketidakadekuatan imun buatan
Tidak adekuat pertahanan skunder (penurunan Hb, leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
Penyakit kronik
7. PK : hipovolemik / syok
Definisi :
Kondisi kegagalan sistem sirkulasi untuk memnuhi nutrisi dan oksigensi yang
diakibatkan oleh kurangnya volume darah sirkulasi.
Karakteristik :
Takikardi
Tekanan darah dapat normal dan menurun seiring memburukannya kondisi
Nadi dapat normal dan semakin melemah hingga tak teraba
Pengisian kapiler berkurang
Kulit pucat
Takipnea
Agitasi, letargi samapi tidak responsif
26
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
8. PK : Asidosis metabolik
Definisi :
Kondisi ketidakseimbangan elektrolit diman pH darah turun ( <7.35 ) karena
peningkatan kadar asam dalam tubuh
Karakteristik :
Pernafasan dalam ( kussmaul )
Mangantuk
AGD :Ph < 7.35, HCO ³ < 22 mmol/L
9. PK : hiponatremia
Definisi :
Ketidakseimbangan elektroliot dimana natrium serum kurang dari rentang normal.
Karakteristik :
Mengantuk
Na serum < 130 mmol/L
Malnutrisi
10. Hipokalemia
Definisi :
Ketidakseimbangan elektrolit dimana kalium serum kurang dari rentang normal.
Karakteristik :
K serum < 3,4 mmol/L
Kelemahan otot, paraslisis
Peristaltik turun
Kembung.
27
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik,difus
atau lokal ( Soeparman,1998 ).
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung ( Arif Mansjoer,1999 ).
Gastritis adalah radang mukosa lambung ( Sjamsuhidajat, R, 1998 )
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa Gastritis merupakan
inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin ( aspirin yang
dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung )
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
Gastritis Kronis
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui. Gastritis ini merupakan
kejadian biasa pada orang tua, tapi diduga pada peminum alkohol, dan merokok.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu anoreksia,
mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada hematemesis
melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.
2. Gastitis Kronik
Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri
ulu hati, anoreksia, nausea dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak dijumpai
kelainan.
D. PROSES PENYAKIT
Gastritis Akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa lambung.
Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
1. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung
akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan
berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCl dan NaCO3.
28
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam
lambung meningkat maka akan meningkatkan mual, muntah, maka akan terjadi
gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
2. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang
dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan
terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus
gagal meindungi mukosa lambung maka akan terajdi erosi pada mukosa
lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka
akan terajadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
Gastritis Kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi
mukosa lambung yang berulang – ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak
sempurna akibatnya akan terjadi atropi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan
sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intrinsik lainnya akan
menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu
bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian
atas ( SCBA ) berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik,
terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
2. Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik yaitu gangguan penyerapan vitamin B12,
akibat kurang penyerapan, B12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi
terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.
F. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Gastritis Akut
Pemberian obat – obatan H2 blocking ( Antagonis reseptor H2 ). Inhibitor pompa
proton, antikolinergik dan antasid ( Obat- obatan alkus lambung yang lain ). Fungsi
obat tersebut untuk mengatur sekresi lambung.
2. Gastritis Kronik
Pemberian obat – obatan atau pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2 atau
inhibitor pompa proton.
29
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
G. INTERVENSI
DIAGNOSA
NO KEPERAWATAN NANDA
NOC NIC
NYERI AKUT b.d
Mukosa lambung
A teriritasi
Adalah Pengalaman Pain Management
sensori dan emosional 1. Lakukan pengkajian nyeri
yang tidak secara komprehensif
menyenangkan * Pain Level 2. Observasi reaksi non
yang muncul akibat * Pain Control verbal
kerusakan jaringan yang * Comfort Level 3. Gunakan tehnik
aktual / potensial Kriteria Hasil : komunikasi terapeutik untuk
a. Mampu mengontrol mengetahui pengalaman
nyeri nyeri
b. Melaporkan bahwa 4. Kontrol lingkungan yang
nyeri berkurang dengan dapat mempengaruhi
menggunakan nyeri ( misal suhu ruangan,
manajemen nyeri kebisingan)
c. Mampu mengenali 5. Anjurkan tehnik non
nyeri ( skala,intensitas, farmakologi
frekuensi dan tanda 6. Kolaborasi dengan dokter
nyeri ) jika ada keluhan dan
d. Menyatakan rasa tindakan nyeri tidak
nyaman setelah nyeri berhasil
berkurang
30
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >38ºc). kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranialmaupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan (IDAI,2004).
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah :
Kejang berlangsung singkat
Umumnya sering berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 10 menit
Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Ciri kejang ini :
Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
B. PENYEBAB
Etiologi kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
Intrakranial meliputi :
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaracnoid, subdural atau ventrikuler
Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
Ekstrakranial meliputi :
Gangguan metabolik : hipoglikemi, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit
(Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
Toksik : intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat.
Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan
piridoksin.
Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu :
Riwayat kejang dalam keluarga
Usia kurang dari 18 bulan
Tingginya suhu badan sebelum kejang→makin tinggi suhu sebelum kejang demam,
semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang.
31
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaaan normal, membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) serta
elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam neuron
tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron berlaku sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut sebagai potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini, diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan patofiologi dari membran neuron itu sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1ºc akan meningkatkan metabolisme basal 10-15%
dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya
mencapai 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium melalui membran sel yang mengakibatkan lepasnya aliran listrik. Lepasnya
aliran listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh bagian sel
32
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
33
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
E. PATHWAY
etiologi
demam
Metabolisme Kebutuhan O2
basal meningkat meningkat
10-15% sampai 20%
Pelepasan muatan listrik semakin meluas keseluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter
34
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan
glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadanag tidak menunjukkan kelainan yang
berarti.
2. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien kejang
demam meliputi :
Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering
tidak jelas
Bayi antara 12 bulan – tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali
pasti bukan meningitis
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT-
scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokaluntuk mencari lesi
organik di otak.
G. MANAJEMEN TERAPI
Tujuan penanganan kejang adalah untuk menghentikan kejang sehingga defek pernafasan
dan hemodinamik dapat diminimalkan.
Pengobatan saat terjadi kejang
1. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan
kejang. Dosis pemberian :
5mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun atau 5 mg untuk
BB < 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB> 10 kg, 0,5-0,7
mg/kgBB/kali.
2. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB.
Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk
menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, hentikan
penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih
kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan
baik.
3. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-
lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang
ventilator bila perlu.
35
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Riwayat kejang
2. Riwayat penyakit, terutama penyakit infeksi
3. Pengkajian fisik dan neurologi
4. Pantau kejang : awitan, waktu, durasi, kepatenan jalan nafas selama kejang
berlangsung
5. Observasi pasca kejang: status kesadaran, adanya paresis atau kelemahan
36
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
I. MASALAH KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam adalah:
1. Hipertermia
Definisi : temperatur tubuh meningkat diatas rentang normal
Kriteria :
o Peningkatan suhu tubuh dari rentang normal
o Kejang atau konvulsi
o Kelit memerah
o Tingkat pernafasan meningkat
o Takikardi
o Palpasi hangat
Faktor yang berhubungan : penyakit, peningkatan metabolik rate
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Definisi : ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran
nafas untuk mempertahankan jalan nafas yang bersih
Kriteria :
o Dispnea
o Suara nafas kecil
o Orthopnea
o Suara nafas tambahan
o Batuk, tidak efeltif atau absen
o Produksi sputum
o Sianosis
o Perubahan pada rate dan ritme nafas
o Gelisah
Faktor yang berhubungan : spasme jalan nafas, akumulasi sekret, adanya jalan nafas
buatan (selama kejang)
3. Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral
Definisi : penurunan oksigen yang berdampak pada kegagalan menutrisi jaringan pada
tingkat kapiler
Kriteria :
o Abnormalitas saat berbicara
o Perubahan reaksi pupil
o Kelemahan ekstremitas atau paralisis
o Status mental terganggu
o Kesulitan menelan
o Perubahan perilaku
Faktor yang berhubungan : gangguan aliran darah arteri ke otak
37
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
4. Risiko aspirasi
Definisi : berisiko untuk masuknya sekresi gastrointestinal, orofaringeal, zat padat,
atau cairan kedalam jalur trakheobronkhial
Faktor risiko : peningkatan tekanan gastrik, pemberian makanan melalui selang,
penurunan kesadaran, adanya selang trakheostomi atau endotrakheaql, pemberian
obat, peningkatan residu lambung, penurunan refleks gag dan batuk, gangguan
menelan.
5. Risiko injuri
Definisi : beresiko mengalami cedera sebagai dampak kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber daya adfaptif dan defensi individu.
Faktor resiko : faktor fisik (desain dan tatanan alat), psikologis (kesadaran afektif),
biokemis (fungsi regulatori), perubahan gerakan (lidah tergigit).
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Definisi : pengambilan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kriteria :
o Laporan pengambilan nutrisi kurang dari rekomendasi asupan harian
o Kelemahan otot-otot untu menelan atau mengunyah
o Menunjukkan ketidak mampuan untuk ingesti makanan
Faktor yang berhubungan : ketidak mampuan ingesti berhubungan dengan faktor
mekanik
7. Gangguan mobilitas fisik
Definisi : pembatasan dalam gerakan fisik yang independen, bertujuan dari badan atau
satu ekstremitas atau lebih.
Kriteria :
o Keterbatasan dalam menunjukkan keterampilan motorik
o Terbatasnya rentang gerakan
o Gerakan yang tidak terkoordinasi
o Kesulitan mengubah posisi
o Tremor yang diinduksi oleh gerakan
Faktor yang berhubungan : kerusakan muskuloskeletal, kerusakan persepsi sensori
38
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
39
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
40
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
41
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
42
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
43
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
44
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
45
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
46
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningitis (selaput yang menutupi otak dan
medullaspinalis)
B. PENYEBAB
Bakteri seperti :
Pneumococcus, meningococcus, stapilococcus, streptococcus, sahuonella.
Virus seperti :
Hemofilus, influenza, dan herpes sinplex
D. PATOFISIOLOGI
Microorganisme penyebab dapat masuk emncapai meningen dengan berbagai cara
antara lain : hematogen dan atau limpatik, perkontuinitatum, retrograde melalui syaraf
perifer atau langsung masuk cairan cerebrospinalis. Efek peradangan dapat mengenai
ketiga lapisan meningan dan ruang-ruang yang berada diantara lapisan. Efek peradangan
akan menyebabkan peningkatan cairan cerebrospinalis, yang dapat menyebabkan
obstruksi dan terjadi hydrocephalus, peningkatan TIK, serta efek patologi lain speerti
hiperemi pada meningen, edema, dan eksudasi.
47
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
E. WEB OF CAUTION
Bakteri
Kejang hipermi
Eksudasi
Edema otak
Obstruksi SCF
TIK meningkat
F. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan liquor serebrospinal dengan lumbal punksi berguna untuk menegakkan
diagnosis untuk pengobatan yang tepat.
Kontraindikasi LP adalah :
1. Tekanan intracranial yang meningkat
2. Radang pada tempat yang akan ditusuk
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi umum : sesuai dengan terapi pasien koma
2. Terapi spesifik : sesuai dengan kasusnya.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data yang diperoleh :
Demam tinggi sampai konvulsi
Penurunan kesadaran/ koma
Pasien tampak toksis/ koma
48
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
I. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa kep/ data Tujuan/ kriteria Rencana tindakan
penunjang
1. Gangguan perfusi Tujuan : monitor tanda-tanda vital
cerebral b/d proses Perfusi jaringan dan status neurologik
peradangan, peningkatan cerebral menjadi baik pasien
TIK. Kriteria : monitor pasien dengan
Tanda : nyeri kepala (-) ketat terutama setelah LP.
Nyeri kepala klien tidak gelisah Anjurkan pasien berbaring
Gelisah kaku kuduk (-) tanpa bantal 4-6 jam
Kaku kuduk tensi dalam batas setelah tindakan LP
Tensi meningkat normal monitor tanda-tanda
kejang kejang (-) peningkatan TIK selama
perjalanan penyakit/ nadi
lambat, tensi meningkat,
kesadaran menurun,
pernafasan chcynstoke,
reflek pupil menurun,
kelemahan
Anjurkan bedrest dengan
posisi terlentang atau posisi
elevasi 15-45 derajat sesuai
indikasi
Kaji adanya kaku kuduk
iritabilitas dan kejang
Cegah terjadinya
peningkatan suhu tubuh
dan beri kompres hangat
bila suhu tubuh meningkat
Kolaborasi dalam
pemberian terapi misalnya
manitol. Pemberian
oksigen sungkup,
pemeriksaan analisa gas
49
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
darah
2. Tidak efektifnya pola Tujuan : Kaji fungsi respirasi :
nafas b/d penurunan Pola nafas efektif bunyi nafas, kecepatan
kesadaran, kejang Kriteria : irama, kedalaman
Tanda : - Sesak (-) Pertahankan kepatenan
- Kesadaran menurun - RR < 40 x/menit jalan nafas, lakukan suction
- Apatis s/d koma - Kesadaran CM bila banyak secret
- Kejang - Kejang tidak terjadi Monitor hasil pemeriksaan
- Sesak (-) AGO
- RR > 40 x/menit Rubah posisi tiap 2 jam
Kolaborasi untuk
pemberian oksigen
3. Gangguan Tujuan : Observasi tanda dehidrasi
keseimbangan cairan Cairan seimbang sesuai Monitor intake dengan
kurang dari kebutuhan kebutuhan tubuh output cairan
tubuh b/d penurunan Monitor hasil pemeriksaan
kesadaran Kriteria : lab khususnya elektrolit, BJ
- Bisa menelan urine
- Kesadaran CM Berikan cairan sesuai
- Muntah berkurang indikasi oral/ parenteral
4. Gangguan pemenuhan Tujuan : Kaji frekuensi muntah,
kebutuhan nutrisi b/d Nutrisi terpenuhi sesuai perubahan vital sign
kesadaran menurun, kebutuhan Kaji adanya keterbatasan
kesulitan menelan, pemenuhan nutrisi
muntah Kriteria : Timbang BB tiap hari bila
- Bisa menelan memungkinkan
- Kesadaran CM Lakukan oral hygiene
- Muntah berkurang Kolaborasi pemasangan
NGT bila pasien tidak bisa
memenuhi kebutuhan
nutrisi per oral
5. Gangguan rasa nyaman Tujuan : Ciptakan lingkungan yang
nyeri b/d proses Rasa nyeri berkurang/ tenang, jauh dari stimulus
peradangan, sirkulasi hilang yang berlebihan seperti :
toksin kebisingan, cahaya yang
Kriteria : berlebihan/ silau
- Klien tampak rileks Pertahankan tetap bedrest
- Klien dapat tidur dan bantu ADL
dan istirahat dengan Beri kompres dingin pada
baik kepala dan dahi
Pertahankan posisi yang
nyaman bagi klien
Kolaboratif untuk
pemberian analgetik
50
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses atau
tinja yang berwarna hitam yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan
bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara
darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna
seperti kopi atau kemerah - merahan dan bergumpal – gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan didaerah proksimal jejunum dan
melena dapat terjadi tersendiri atau bersama – sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50 – 100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya
darah yang keluar selama hematemesis atau melena. Banyaknya darah yang keluar
selama hematemasis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar
kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan
suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera dirumah sakit.
51
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Cepat lelah
1. Perubahan nutrisi sesak nafas 5. Gangguan pola nafas
2. Keseimbangan cairan
3. Gangguan perfusi jaringan
4. cemas
C. DIAGNOSIS
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lemahatau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat penyakit
dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung,
pemakaian oabat- obat ulserogenik dan penyakit darah seperti : leukemia, dan lain –lain.
Biasanya pada perdarahan sluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises
esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih didaerah epigastrium dan
gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat
diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takaran yang praktis
seperti berapa gelas, berapa kaleng, dan lain – lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda – tanda anemia
dan gejala – gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang lebih serius
seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda – tanda
hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti,eritema palmaris,
caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
52
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
53
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
54
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
PROGNOSIS
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk / terganggu
sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang
berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar
Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain- lain. Hasil penelitian Hernomo
menunjukkan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran makan
bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi tidaknya perdarahan
ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif
terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.
55
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
56
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
57
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
d. Temperatur
klien dengan hematemesis malena pada umunya mengalami kenaikan temperatur
sekitar 38-39 derajat celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur kulit menjadi
dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa pendarahan
merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga tubuh klien dapat
meningkat. Selain itu pemberian infus yang ama juga dapatt menjadi sumber
infeksi yang menyebabkan suhu ubuh klien meningkat.
e. Eliminasi
Pada klien hematemesis malena pada umumnya mengalami gangguan eleminasi.
Yang perlu dikaji adalah :
Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu urine berkurang
biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan kosistensinya.
f. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis malena perlu
dilkukan beberapa tindaka sebagai penegakan diagnosa an terapi bagi lien.
58
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Penurunan volume
cairan potensial
untuk terjadinya
dehidrasi, kolaps
kardiovaskuler
tidak seimbangnya
cairan dan elekrolit
59
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
terjadi akibat
kehilangan cairan
pada saat muntah
darah dan berak
darah
60
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia,
dan hiperkolestrolimea.
B. ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun,
jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologi menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resistensi
terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatal.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
Malaria kuartana atau parasit lain. Penyakit kolagen seperti lupus eriternatous
desiminata, purpura anafilaktoid.
Glomerulonefritis akutglomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis. Bahan kimia
seperti trimetadion, paradion, penisalimin, garam emas, sengatan lebah, air raksa.
Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipoklompementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)
d. Glomerulosklerosis fokal segmenta. Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis
glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus.
C. PATOFISIOLOGI
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
gromerolus terhadap protein plasma, yang menimbulkan : proteinuria, hipoalbumenemia,
hiperlipidemia, dan edema. Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan osmotik
plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi
cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi sistem renin-angiotensin yang menyebabkan disekresinya hormon
antideuretik (ADH) dan aldosteron. Reabsorbsi tubular terhadap natrium (Na+) dan air
mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskular
.
61
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
D. PATHWAY
Peningkatan permeabilitas
glomerulus
proteinuria
Stimulasi rennin-
angiotensin
Penurunan
tekanan osmotik Sekresi ADH dan
plasma, aldosteron
peningkatan
tekanan
hidrostatik
aldosteron Reabsorbsi Na
dan Air
meningkat
Akumulasi
cairan rongga
hipoalbumenia Volume
interstisial dan
abdomen intravaskuler
meningkat
Edema
62
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
F. KOMPLIKASI
a. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
b. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trobosis vena)
c. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
d. Kerusakan kulit
e. Infeksi
f. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
g. Efek samping steroid yang tidak diinginkan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Uji Urin
Protein urin………. Meningkat
Urinalisa………….. cast hialin dan granular, hematuria
Dipstik urin……….. positif untuk protein dan darah
Berat jenis urin……. Meningkat
b. Uji Darah
Albumin serum……. Menurun
Kolestrol serum meningkat
Hemoglobin dan hematokrit…… meningkat (hemokonsentrasi)
Laju endap darah (LED)……….. meningkat
Elektrolit serum……… bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
c. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal yang tidak dilakukan secara rutin
H. TERAPI
a. Pemberian kortikosteroid (prednison)
b. Penggantian protein(dari makanan atau 25% albumin)
c. Pengurangan edema….. diuretik dan restriksi natrium
d. Rumatan keseimbanagn elektrolit
e. Inhibitor enzim penkonversi-angiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria pada
glomerulonefritis membranosa)
f. Agens pengalkilasi (sitotoksik)…. Klorambusil dan siklofosfamid
g. Obat nyeri
h. Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi
I. MASALAH KEPERAWATAN
a. Kelebihan volume cairan
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
63
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
64
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
C. INSIDENSI
Lebih sering dijumpai pada anak laki-laki dari pada perempuan, rasio 1:1. Peningkatan
terlihat pada anak dengan sindrom down dan holt-oram. Merupakan lesi yang paling
umum dijumpai pada kelainan kromosom.
D. PENYEBAB
Pasti belum diketahui, tapi faktor prenatal yang dapat memicu antara lain: virus rubella
dan virus lainnya, usia ibu diatas 40 tahun, ibu dengan diabetes.
E. PATOFISIOLOGI
Kebocoran terjadi pada dinding bagian bawah yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan
yang memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel. Akibatnya darah yang
mengangkut oksigen dari paru-paru dan darah yang mengangkut karbondioksida dari
65
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
seluruh tubuh bercampur. Darah segar yang telah mendapat oksigen masuk ke serambi
jantung sebelah kiri hingga mengalir ke ventrikel kiri. Celah pada dinding ventrikel
menyebabkan darah masuk ke ventrikel kanan dan terpompa kembali ke pembuluh dan
masuk paru-paru. Jumlah darah yang bertambah akibat kebocoran menyebabkan ventrikel
kanan bekerja ekstra untuk memompa darah masuk ke paru-paru, hal ini akan
meningkatkan tekanan arteri pulmonari.
Perubahan fisiologi yang terjadi sebagai berikut :
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya
oksigen melalui defek tersebut ke ventrikel kanan
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke paru yang akhirnya paru dipenuhi
darah dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vaskuler pulmoner
3. Jika tahanan pulmoner besar maka tekanan ventrikel kanan meningkat ke kiri
menyebabkan sianosis ( sindrom Eissenmenger ).
G. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Rontgen dada
2. Elektrokardiogram (EKG).
3. Ekokardiografi: untuk menentukan posisi dan ukuran defek.
4. Kateteriasi jantung: menunjukkan hubungan abdnormal antar ventrikel.
5. Darah lengkap : uji prabedah rutin.
66
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
H. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung kronik.
2. Endokarditis kronik.
3. Insufiniensi aorta atau stenosis pulmoner.
4. Penyakit vaskuler paru progresif.
5. Kerusakan sistem konduksi ventrikel.
I. PENATALAKSANAAN
Jika asimtomatik tidak diperlukan pengobatan, jika timbul gagal jantung kronik atau
beresiko mengalami perubahan vaskuler paru atau menunjukan adanya pirau yang hebat
maka diindikasikan untuk pembedahan dengan menambal lubang atau menjahit lubang
yang ada.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Sistem kardiovaskuler.
b. Kaji komplikasi :
Murmur diastolik ( insufisiensi aorta ).
Tekanan nadi lebar ( insufisiensi aorta ).
Aritmia.
Gagal jantung kronik.
Perdarahan.
Curah jantung menurun.
2. Diagnosa keperawatan.
a. Cemas.
b. Intoleransi aktivitas.
c. Penurunan curah jantung.
d. Perubahan perfusi jaringan.
e. Kelebihan volume cairan.
f. Risiko infeksi.
g. Risiko cidera.
h. Perubahan proses keluarga.
i. Risiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
j. Risiko penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif.
67
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
K. INTERVENSI
1. Cemas b/d
Penyakit yang diderita
Kurang pengetahuan
68
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah,kuantitas hemoglobin dan volume
pada sel darah merah ( hematokrit per 100 ml darah ).
B. ETIOLOGI
Anemia dapat diklasifikasikan menurut :
1. Morfologi sel darah dan indeks – indeksnya
2. Etiologi
Klasifikasi anemia menurut morfologi mikro dan makro menunjukkan ukuran sel
darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Ada tiga klasifikasi besar yaitu :
1. Anemia Normositik Normokrom adalah ukuran dan bentuk sel – sel darah merah
normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal (MCV dan MCHC
normal atau rendah )
2. Anemia Makrositik Normokrom adalah ukuran sel – sel darah merah lebih besar dari
normal tetapi konsentrasi hemoglobin normal ( MCV meningkat,MCHC normal )
3. Anemia Mikrositik Hipokrom ukuran sel – sel darah kecil megandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari normal ( MCV maupun MCHC kurang ).
Yang termasuk dalam kategori anemia mikrositik hipokrom adalah anemia defisiensi bisa
terjadi akibat kekurangan besi, pirodoksin atau tembaga.
Anemia Defisiensi Besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun di
bawah tingkat normal yang terjadi akibat tidak adanya besi yang memadai untuk
mensintesis hemoglobin.
C. PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak – anak. Bayi
cukup bulan yang lahir dari ibu non anemik dan bergizi baik, memiliki cukup persediaan
zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya saat berusia 4 – 6
bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan
anak. Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi terjadinya anemia defisiensi
besi. Hal ini paling sering terjadi karena pengenalan makanan padat yang terlalu dini (
sebelum usia 4 – 6 bulan ). Di hentikannya susu formula bayi mengandung zat besi atau
ASI sebelum usia 1 tahun dan minum susu sapi belebihan tanpa tambahan makanan padat
kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau
bayi dai ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi
69
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
yang adekuat. Bayi ini beresiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum
berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik. Pada bayi
hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh protein dalam susu
sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7
ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada
remaja putri anemia defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi yang
berlebihan.
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Kadar porfirin eritrosit bebas ( meningkat )
b. Konsentrasi besi serum ( menurun )
c. Saturasi transferin ( menurun )
d. Konsentasi feritin serum ( menurun )
e. Hemoglobin menurun
f. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit ( lebih dari 2,8µg/g adalah diagnostik untuk
defisiensi besi
g. Mean cospuscle volume (MCV) dan Mean Cospuscle Hemoglobin
a. Concentration ( MCHC ), menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik
atau sel – sel darah merah yang kecil – kecil dan pucat
h. Selama pengobatan jumlah retikulosit meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesudah
di mulainya terapi besi mengidentifikasi respon terapeutik yang positif
i. Dengan pengobatan, hemoglobin kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu
mengidentifikasi tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.
E. PENATALAKSANAAN
Usaha pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan tersebut
mencakup mengnjurkan ibu – ibu untuk memberikan ASI, makan makanan kaya besi dan
minum vitamin pranatal yang mengandung besi. Terapi untuk mengatasi anemia
defisiensi besi terdiri dari program pengobatan berikut : a.
Zat besi di berikan per oral dalam dosis 2 – 3 mg/kg unsur besi semua bentuk zat besi
sama efektifnya ( fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat ).
b.Vitamin C harus diberikan dengan besi ( vitamin C meningkatkan absorbsi besi )
Terapi besi diberikan sekurang - kurangnya 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk
mengisi cadangan besi. Zat besi yang disuntikan jarang dipakai lagi kecuali terdapat
penyakit malabsorbsi usus halus.
70
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
F. PENGKAJIAN
Pengkajian meliputi pengkajian sistem hematologi :
1. Tanda – tanda vital
a. Nadi
b. Pernafaasan
2. Tampilan Umum
a. Tanda – tanda gagal jantung kongestif
b. Gelisah
3. Kulit
a. Warna pucat, ikterus
b. Ptekie
c. Memar
d. Perdarahan dari membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena
4. Abdomen
a. Pembesaran hati
b. Pembesaran limpa
71
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
72
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
73
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
74
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
2. NOC :
NIC : Terapi
Intoleransi Aktivitas 1.Konservasi energi Aktivitas
b.d Kelemahan
Kriteria : Kegiatan :
menyeluruh status
75
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
3.
NOC : NIC :
Resiko infeksi b.d 1.Status Imun
prosedur Kriteria : 1.Kontrol Infeksi
invasive,malnutrisi, -Infeksi berulang tidak Kegiatan :
ketidak adekuatan terjadi
pertahanan primer / *Bersihkan
-Status gastro intestinal lingkungan secara
sekunder
tepat setelah
76
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
77
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
78
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
* Dorong istirahat
* Instruksikan
pasien untuk minum
antibiotik sesuai
resep
* Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
* Ajarkan cara
menghindari infeksi
NIC :
4.
Manajemen nutrisi
Ketidakseimbangan NOC :
nutrisi : kurang dari *Kaji adanya alergi
Status Nutrisi makanan
kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan Kriteria : * Kolaborasi dengan
mengabsorpsi zat –
-Intake zat gizi ahli gizi untuk
zat gizi berhubungan menentukan jumlah
(nutrien ) adekuat
dengan faktor kalori dan nutrisi
biologis - Intake makanan dan yang dibutuhan
cairan adekuat pasien
- Energi tercukupi * Tingkatkan
- Masa tubuh sesuai konsumsi protein dan
vitamin C
- Berat badan sesuai usia
* Berikan subtansi
- Ukuran kebutuhan gula
nutrisi secara biokimia
dalam rentang normal * Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah konstipasi
* Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
* Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
* Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Monitor Nutrisi
*Monitor adanya
penurunan berat
79
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
badan
* Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
*Monitor lingkungan
selama makan
*Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
* Monitor turgor
kulit
*Monitor
kekeringan, rambut
kusam dan mudah
patah
* Monitor mual dan
muntah
* Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
* Monitor kalori dan
intake nutrisi
* Catat adanya
edema,hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas oral
* Catat jika lidah
berwarna
magenta,scarlet
80
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
DAFTAR PUSTAKA
81
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
Pengertian asma sendiri adalah sindrom obstruksi jalan nafas yang terjadi berulang yang
ditandai dengan adanya konstriksi otot polos, hipereksresi mukus dan inflamasi.Asma
disebut juga sebagai reactive airway disease (RAD) adalah suatu penyakit obstruktif pada
jalan nafas secara riversibel uang ditandai dengan brochospasme, inflamasi dan
peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan
B. ETIOLOGI
1. Faktor ekstrinsik, reaksi antigen antibodi, karena inhalasi alergen (debu, serbuk-
serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor Intrinsik , infeksi para influensa virus, pneumonia,mycoplasmal, kemudian
dari fisik : cuaca dingin , perubahan temperatur, iritan kimia, kimia polusi udara (CO,
asap rokok, parfum ), Emosional : takut, cemas, dan tegang. Aktifitas berlebihan juga
dapat menjdai faktor pencetus.Dua faktor diatas merupakan faktor-faktor yang sering
ditemui di masyarakat tetapi sampai saat ini berbagai teori tentang mekanisme
timbulnya asma bronchial sangat heterogen dan terus berkembang, serta tidak
selamanya dapat mencakup semua penderita asma.Oleh karena itu dalam penanganan
asma dan pemeliharaan penderita asma penting sekali untuk mengetahui faktor
pencetus timbulnya asma pada masing-masing individu daripadamencari penyebab
yang belumpasti.
82
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asm sendiri dapat digolongkan menjadi :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asmaakan
muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi
bronchial di laboratorium
b. Asama tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan
tetapi dengan tes fungsi paru tampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya
terjadi setelah sembuh danseranganasma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan
tes fngsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi . Biasanya penderita merasa tidak sakit
tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas berbunyi .
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala gejala yang makin
banyak antara lain :
1. kontraksi otot - otot bantu pernafasan, terutama sternoliedo matoideus
2. sianosis
3. silent chest
4. gangguan kesadaran
5. tampak lelah
6. hiperinflasi thoraks dan takikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu ststus asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa
serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatang yang
lazim dipakai.
Karena pada dasarnya asma bersifat reversibel maka dalam kondisi apapun
diusahakan untuk mengembalikan nafas kondisi normal.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium adalah :
a. pemeriksaan darah tepi (secret hidung)
b. pemeriksaan Ig E
c. Pemeriksaan Rongten thorak biasanya ujung depan costa terangkat dan puncak dada
lebar
83
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
E. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan para ahli, pencetus bisa berdasarkan
a. gangguan saraf autonom
saraf simpatik saraf parasimpatik
(adrenergik) (Kolinergik)
Bronko konstriksi
Sesak nafas
Bersihan jalan nafas tidak efeksif
PK : Hipoiskemia
Intoleransi aktivitas
Cemas
Kurang pengetahuan
84
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
F. INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas atau pola nafas tidak efektif b/d
Kerusakan neuro obstruksi
Trakeogrokial
Spasme brongkial
Akumulasi sekret
TUJUAN NTERVENSI RASIONAL
Mempertahankan pola 1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko
nafas yang efektif mengosonkan mulut aspirasi atau masuknya
dengan jalan nafas paten dari benda tertentu benda asing ke faring
atau aspirasi dapat seperti gigi palsu aura 2. Mencegah aspirasi
dicegah terjadi atau tanpa gejala 3. Untuk memfasilitasi
kejang usha bernafas atau
2. Letakan klien pada ekspansi dada
posisis mirng pada 4. Untuk mencegah
permukaan datar gigitan lidah
miringkan epala selama mengefektifan jalan
serangan kejang nafas
3. Tagalkan pakaian pada 5. Mempertahankan
daerah dada atau bersihan jalan nafas
abdomen dan leher 6. Memenuhi kebutuhan
4. Masukan spatel lidah klien terhadap oksigen
atau jalan nafas buatan 7. Menjaga jika terjadnya
atau gulingan benda obstruksi jalan nafas
lunak sesuai indikasi yang permanen oleh
5. Lakukan penghisapan rangsangan kejang
sesuai indikasi
6. Berikan tambahan O2
sesuai indikasi
7. Siapkan alat atau bantu
intubasi jka ada indikasi
85
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
Tuberculusis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Penyakit tubercolusis ini biasanya menyerang paru - paru tetapi dapat
menyebar hampir keseluruh tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi
awal biasanya terjadi 2 - 10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian mengalami
penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
B. ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah bakteri mycobacterium tuberculosis merupakan kuman
aerob yang dapat hidup terutama pada paru atau berbagai organ lainnya yang memiliki
tekanan parsial tinggi
86
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Dapat berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam
D. PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis Primer
Infeksi tuberkulosis ini kebanyakan terjadi melalui udara yakni melalui droplet yang
mengandung kuman baksil tuberkel yang berasal dari organ infeksius. Droplet
mengkontaminasi paru dengan implantasi pada alveolus. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat akan menmpel pada jalan nafas atau paru. Bila kuman ini
menetap di jaringan paru maka akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag dan akan membentuk sarang tuberkulosis pnemoni kecil yang disebut
sarangprimer. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hilus(limfadenitis regional). Sarang primer + limfangiitis regional akan membentuk
komplek primer.
Komplek Primer selanjutnya :
- Sembuh tanpa cacat
- Sembuh dengan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik, kalsifikasi ke hilus atau
komplek ghon.
- Berkomplikasi dan menyebar ke daerah sekitarnya secara bronkogen, limfogen,
dan hematogen
Tuberkulosis post primer
Kuman yang dromant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun- tahun
kemudiansebagai infesksi endogen. Tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini
yang berlokasi di regio atau paru-paru, invasinya ke daerah parenkim paru. Dilihat
dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini dapat menjadi :
- Direarbsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
- Sarang meluas dan menyembuh debgan sebutan jaringan fibrosis
- Meluas membentuk cavitas. Dari cavitas ini dapat :
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru
b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis
c. Bersih dan menyembuh
87
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Proliferasi sel epitel di sekeliling basil dan membentuk dinding antara basil
dan organ yang terinfeksi
Basil akan menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar regional
dan menimbulkan reaksi eksudasi
88
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologis
Gambaran TBC milier berupa bercak halus tersebar merata pada seluruh lapang
paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan
pleura, efusi pleura atau empisema, pneumothoraks (bayangan hitam di pinggir paru
atau pleura)
Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Pada saat TBC aktif jumlah lekosit meningkat dengan difesrensiasi ke kiri, laju
endap darah meningkat, jumlah limfosit di bawah normal. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal, LED mulai menurun kemudian normal,
jumlah limfosit tetap meningkat
2) Sputum
Untuk menemukan kuman BTAdiagnosis dipastikan kriteria sputum BTA positif
adalah bila sekurang kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA dalam satu
sediaan. Pemriksaan sputum dilakukan sewaktu pagi sewaktu (SPS).
3) Tes Tuberkulin
bIasanya dipakai cara mantoux test yakti dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin
purified protein derivated intrakutan berkekuatan 5 T>U
F. PENATALAKSANAAN
Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan gejala pulmontal dan sistemik
untuk mengembalikan pasien pada kehidupan, kesehatan, bekerja, dan keluarga secepat
mungkin, dan untuk mencegah penularan infeksi pada orang lain. Obat yang digunakan.
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pira zinamid
- Streptomisin
- Etambutol
G. KOMPLIKASI
Dapat menyebabkan efusi pleura, empiema, pneumothorak,laryngitis, Tuberkulosis
enteritis, respiratori distres
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan jaringan paru
Tidak efektifitasnya pola nafas b/d adanya batuk, nyeri dada
Tidak efektifitasnya bersihan jalan nafas b/d adanya secret
89
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
I. INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas b/d
Kongesti paru
Kerusakan parenkim paru
Trauma pulmo
Perubahan membran alveoli dan retensi cairan intertisil
90
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
91
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISBA) dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang
disertai eksudasi dan konsolidasi
Klasifikasi berdasarkan anatomi dan etoilohis
Pembagian Anatomis
- Pneumoni Lobaris , melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua terkena, maka dikenal sebagai bilateral atau “ganda”
- Pneumoni Lobularis (Bronkopnemonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.
- Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular
Pembagian etiologis
- Bacteria : Diplococus pneumoni, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococus aureus, Hemophilus influinzae, Bacilus Friedlander, Mycobacterium
tuberkulosis
- Virus : Respiratory Syncytial virus, virus Influenza, Adenovirus, Virus
Sitomegalitik
Mycoplasma Pneumonia
- Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces
dermatitides, Coccidodies immitis, Aspergilus specbies, Candida Albican
- Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan Amnion, benda asing
- Pneumoni Hipostatik
- Sidrom Loeffler
B. ETIOLOGI
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet sering disebabkan oleh streptococcus aureus , sedangkan pada pemakaian
ventilator oleh P.aeruginosa dan entero bacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh, dan penyakit kronis, polusi linkungan,
penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Pneumoi dubedakan menjadi dua berdasarkan
penyebabnya,
92
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
- Pneumi Aspirasi terajdi karena infeksi kuman, askiorasi bahan kimia toksik, atau
cairan makanan dan lambung, edem oaru, dan obstruktif mekanik simple oleh bahan
padat.
- Pnemoni gangguan imun disebabkan oleh proses penyakit dan akibat terapi.
Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang
biasanya nonvirulen, protozoa, parasitjamur, dan cacing.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam sebagai tanda infeksi yang pertama dengan suhu mencapai 39.5 – 40.5 oC
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
3. Anoreksia merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak.
4. Muntah, biasanya berlangsung singkat tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai
infeksi pernafasan, khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri
apendiksitis
7. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti
hanya selama fase akut.
8. Bunyi pernafasan seperti batuk, mengi, mengorok atau stridor.
9. Sakit tenggorokan merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar.
E. PENATALAKSANAAN
1. Berikan obat dengan dosis yang tepat, amati respon dan efek samping obat
2. Berikan informasi untuk pengendalian infeksi serta cara pencegahannya
3. Gizi seimbang dan cukup
4. Tutup mulut saat batuk karena penularan pnemonia banyak berasal dari percikan batuk
atau bersin pasien pnemonia
5. Hindari merokok.
93
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
F. INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas atau pola nafas tidak efektif b/d
Kerusakan neuro obstruksi
Trakeogrokial
Spasme brongkial
Akumulasi sekret
TUJUAN NTERVENSI RASIONAL
Mempertahankan pola 1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko
nafas yang efektif mengosonkan mulut aspirasi atau masuknya
dengan jalan nafas paten dari benda tertentu benda asing ke faring
atau aspirasi dapat seperti gigi palsu aura 2. Mencegah aspirasi
dicegah terjadi atau tanpa gejala 3. Untuk memfasilitasi usha
kejang bernafas atau ekspansi
2. Letakan klien pada dada
posisis mirng pada 4. Untuk mencegah gigitan
permukaan datar lidah mengefektifan jalan
miringkan epala selama nafas
serangan kejang 5. Mempertahankan
3. Tagalkan pakaian pada bersihan jalan nafas
daerah dada atau 6. Memenuhi kebutuhan
abdomen dan leher klien terhadap oksigen
4. Masukan spatel lidah 7. Menjaga jika terjadnya
atau jalan nafas buatan obstruksi jalan nafas yang
atau gulingan benda permanen oleh
lunak sesuai indikasi rangsangan kejang
5. Lakukan penghisapan
sesuai indikasi
6. Berikan tambahan O2
sesuai indikasi
7. Siapkan alat atau bantu
intubasi jka ada
indikasi
94
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
G. PATOFISIOLOGI
Organisme
Leukositosis
95
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
Bronchopnemoni adalah salah satu jenis onemonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak , teratur dalam satu atau lebih area terlakolisasi didalam bronchi dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan disekitarnya.
Bronchopnemonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan
terdapat didaerah bronkus dan sekitar alveoli
B. ETIOLOGI
Timbulnya bronchopnemoni diakibatkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,
mikrobakteri, mikroplasma, dan riketsia antara lain :
1. Bakteri : Streptococcus, Saphylococcus, H.Influenza, Klebsiella
2. Virus : Legionella Pneumonia
3. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi : Makanan, sekresi orofaringeal, atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
C. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopnemonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas
selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonimengalami tanda dan
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada, pleuritis, batuk produkstif, batuk
produktif, hidung kemerahan, hingga sianosis.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan sputum
- Analisa gas adarah
- Kultur darah
- Sampel darah, sputum, dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
- Rontgengram Thoraks
- Laringoskopi/Broukannkoskopi
96
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
F. PENATALAKSANAAN
1. Berhenti merokok
2. Minum banyak air putih dan berhenti minum minuman yang beralkohol
3. Hindari iritan atau allergen yang dapat memperparah penyakit seperti asap rokok
4. Tingkatkan Imunitas tubuh dengan makan makanan yang mengandung nutrisi
seimbang, berolahraga dan cukup istrirahat serta mengurangi stress
G. INTERVENSI
2. Bersihan jalan nafas atau pola nafas tidak efektif b/d
Kerusakan neuro obstruksi
Trakeogrokial
Spasme brongkial
Akumulasi sekret
TUJUAN NTERVENSI RASIONAL
Mempertahankan pola 1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko
nafas yang efektif mengosonkan mulut dari aspirasi atau masuknya
dengan jalan nafas paten benda tertentu seperti benda asing ke faring
atau aspirasi dapat gigi palsu aura terjadi 2. Mencegah aspirasi
dicegah atau tanpa gejala kejang 3. Untuk memfasilitasi
2. Letakan klien pada usha bernafas atau
posisis mirng pada ekspansi dada
permukaan datar 4. Untuk mencegah gigitan
miringkan epala selama lidah mengefektifan
serangan kejang jalan nafas
3. Tagalkan pakaian pada 5. Mempertahankan
daerah dada atau bersihan jalan nafas
abdomen dan leher 6. Memenuhi kebutuhan
4. Masukan spatel lidah klien terhadap oksigen
atau jalan nafas buatan 7. Menjaga jika terjadnya
atau gulingan benda obstruksi jalan nafas
lunak sesuai indikasi yang permanen oleh
5. Lakukan penghisapan rangsangan kejang
97
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
sesuai indikasi
6. Berikan tambahan O2
sesuai indikasi
7. Siapkan alat atau bantu
intubasi jka ada indikasi
H. PATHWAY BRONCHOPNEUMONIA
98
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
Brokitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan inflamasi yang
mengenai trakea , bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk dan
biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu.
Bronkitis dibedakan menjadi dua :
1. Bronkitis Akut
Ditandai dengan awitan gejala yang mendadak dan berlangsung lebih singkat. Pada
bronkitis jenis ini, inflamasi (peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri dan kondisinya diperparah oleh pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok,
udara kotor, debu kimiawi, dll.
2. Bronkitis Kronis ditandai dengan gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam
setahun selama 2 tahun berturut -turut). Pada bronkitis kronik peradangan bronkus
tetap berlanjut selama beberapa waktu dan terjadi obstruksi / hambatan pada aliran
udara yang normal di dalam bronkus.
B. ETIOLOGI
Bronkitis oleh virus seperti Rhinovirus, virus influenza, adenoviruz, dan paramixovirus.
Bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan mycoplasma pnemonia yang dapat
menyebabkan bronkitis akut dan biasanya terjadi pada anak usia diatas 5 tahun atau
remaja. Gejala khas berupa batuk berturut – turut dalam satu aspirasi sehingga
menimbulkan whoop. Batuk biasanya menghasilkan mocus yang kental dan lengket.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada bronkitis akut :
- Batuk
- Terdengar ronchi
- Suara yang berat dan kasar
- Whezing
- Demam
- Produksi sputum
Tanda dan gejala pada pada bronkitis kronis :
- Batuk parah pada kondisi pagi hari dan pada kondisi lembab
- Sering mengalami infeksi saluran atas, misalnya pilek atau flu yang di barengi
dengan batuk
- gejala pada pada bronkitis akut lebih dari 2 sampai 3 minggu
- demam tinggi
99
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
D. MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan, hiperventilasi paru
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi lendir, batuk tidak
efektif dan bronkokonstriksi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah
dan kelemahan.
4. Hipertermi b.d proses penyakit peradangan
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
E. PENATALAKSANAAN
1. Membatasi aktivitas
2. Berhenti merokok
3. Hindari makanan yang merangsang
4. Tidak tidur di kamar yang ber AC / menggunakan baju dingin, bila ada yang tertutup
lehernya
5. Jaga kebersihan makanan dan jangan lupa cuci makan sebelum makan.
6. Minum banyak air agar lendir atau dahak dapat mudah dikeluarkan
7. Cobalah untuk menjalani terapi uap hangat untuk membantu menghilangkan
sumbatan dan mengencerkan lendir atau dahak
F. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d
Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria Hasil :
* Usaha nafas kembali normal
* Meningkatnya suplai oksigen
ke paru paru
1. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dg mudah
2. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas
3. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta
menyerap keringat
4. Berikan oksigen dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter
5. Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan IV dan obat ( bronchodilator ) sesuai
dengan instruksi dokter
6. Observasi tanda tanda vital
100
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
G. PATHWAY
101
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan akut atau sering disebut ISPA adalah infeksi yang
mengganggu proses pernafasan seseorang. Infeksi ini umumnya disebabkan umumnya
disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trachea, paru – paru. ISPA menyebabkan
fungsi pernafasan menjadi terganggu, infeksi ini dapat menyebar keseluruh sistem
pernafasan dan menyebabkan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen. Kondisi ini bisa
berakibat fatal, sampai berujung kematian
B. ETIOLOGI
ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri seperti :
Adenovirus : Gangguan pernafasan seperti pilek, bronkitis, dan pneumonia bisa
disebabkan oleh virus yang memiliki lebih dari 50 jenis ini.
Rhinovirus : Virus ini menyebabkan pilek. Tapi pada anak kecil dan orang dengan
sitem kekebalan yang lemah pilek bisa berubah menjadi ISPA dengan tahap yang
serius
Pnemokokus : penyakit meningitis disebabkan oleh virus jenis ini. Bakteri ini juga
bisa memicu gangguan pernafasan lain seperti halnya pneumonia
102
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
D. PENATALAKSANAAN
Untuk mendiagnosis ISPA perlu dilakukan
1. Anamnesa seputar riwayat penyakit dan gejala
2. Pemeriksaan fisik, suara nafas, hidung, dan tenggorokan juga perlu diperiksa
3. Pemeriksaan sampel dahak untuk menentukan jenis virus atau bakteri ISPA
4. X-Ray atau CT san mungkin direkomendasikan apabila sudah masuk ke paru-paru
untuk mengamati keadaan paru-paru
Pengobatan ISPA :
- Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan asetaminofen untuk mengurangi efek
demam dan nyeri di tubuh
- Obat antihistamin, dekongestan dan ipratropium untuk mengatasi hidung yang
berair dan tersumbat
- Obat untuk antitusif untuk mengurangi batuk-batuk
- Obat steroid seperti deksametason dan prednison mungkin diresepkan pada kondisi
tertentu untuk mengurangi peradangan dan pembengkakan yang terjadi di saluran
pernafasan bagian atas
E. MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan prodiksi secret
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan, hiperventilasi paru
3. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan kapasitas pembawa oksigen darah.
4. Hipertermi b.d proses penyakit peradangan
F. INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas atau pola nafas tidak efektif b/d
Kerusakan neuro obstruksi
Trakeogrokial
Spasme brongkial
Akumulasi sekret
TUJUAN NTERVENSI RASIONAL
Mempertahankan pola 1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko
nafas yang efektif mengosonkan mulut aspirasi atau masuknya
dengan jalan nafas paten dari benda tertentu benda asing ke faring
atau aspirasi dapat seperti gigi palsu aura 2. Mencegah aspirasi
dicegah terjadi atau tanpa 3. Untuk memfasilitasi usha
gejala kejang bernafas atau ekspansi
2. Letakan klien pada dada
posisis mirng pada 4. Untuk mencegah gigitan
permukaan datar lidah mengefektifan jalan
miringkan epala nafas
selama serangan 5. Mempertahankan bersihan
kejang jalan nafas
103
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
G. PATHWAY
104
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
Efusi pleura ini adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan diantara dua
lapisan pleura (membran yang memisahkan paru-paru dengan dinding dada bagian
dalam). Sebenarnya cairan yang diproduksi pleura iniberfungsi sebagai yang dipelumas
yang membantu kelancaran pergerakan paru-paru ketika bernafas . Namun ketika cairan
tersebut berlebihan dan menumpuk maka bisamenimbulkan gejala-gejala tertentu, seperti
nyeri dada saat menarik dan membuang nafas, batuk, demam, dan sesak nafas.
B. ETIOLOGI
Efusi Pleura seringkali terjadi sebagai kompliksai jenis penyakit lainnya, seperti :
Kanker Paru-paru
Tuberkulosis (TBC)
Pneumonia
Penyakit Lupus
Rheumatoid Arthritis
Efusi pleura juga bisa terjadi akibat rembesan cairan yang keluar dari pembuluh darah.
Rembesan ini bisa dipivu oleh rendahnya kadar protein dalam darah (pada kasus ginjal
atau serosis) serta tekanan balik di dalam pembuluh darah (pada kasus penyakit gagal
ginjal)
105
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
D. PEMERIKSAAN
Diagnosis efusi pleura biasanya diawali dengan pemeriksaan fisik sederhana
menggunakan stetoskop atau mengetuk dada setelah sebekumnya mengumpulkan
keterangan dari pasien perihal gejala yang dirasakan dan riwayat penyakit yang diderita.
Apabila dokter mencurigai pasien terkena efusi pleura, pemeriksaan lanjutan secara lebih
detail bisa dilakukan melalui sejumlah prosedur pemindaian seperti : X-Ray, USG, dan
CT-Scan pada dada. Tindakan thoracentesis dapat dilakukan untuk memeiksa jenis
cairan, tindakan tersebut adalah mengambil sampel cairan melalui jarum yang ditusukkan
ke dalam rongga pleura
E. PENATALAKSANAAN
Prosedur thoracentesis untuk mengeluarkan cairan pleura dengan volume besar
Pemasangan selang plastik khusus ke dalam rongga pleura melalui bedah
torakostomi
Pemasangan kateter secara jangka panjang lewat kulit ke dalam ruang pleura
Penyuntika zat pemicu iritasi (misalnya doxycycline) ke dalam ruang pleura melalui
selang khusus guna mengikat dinding dada dan pleura. Prosedur ini dinamakan
pleurodesis ini biasanya diterapkan untuk mencegah efusi pleura yang kerap kambuh
F. MASALAH KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan di rongga pleura
Nyeri b.d proses drainase
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan metabolisme
tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak
Gangguan rasa nyaman batuk yang menetap dan sesak nafas
G. INTERVENSI
Ketidakefektifan pola nafas b.d Proses
Inflamasi pada saluran pernafasan
Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria Hasil :
* Usaha nafas kembali normal
* Meningkatnya suplai oksigen ke paru paru
1. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dg mudah
2. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas
3. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta
menyerap keringat
106
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
H. PATHWAY
107
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. PENGERTIAN
Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik performis
merupakansaluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2 –
6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, dibawah katup iliacecal, tepatnya pada
dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.
B. PATOFISIOLOGI
Apendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian dari sekum. Peradangan pada
(akut) dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat
serius. Infeksi kronis dapat terjadi pada apendik, tetapi hal ini tidak selalu menimbulkan
nyeri di daerah abdomen.
Peradangan
Peregangan apendik
Hipoksia
Nyeri
Apendik dapat terjadi oleh adanya ulserasi dinding mukosa atau obstruksi lumen
(biasanya oleh fecolif/faeses yang keras). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus
mengakibatkan perlengketan, infeski dan terhambatnya aliran darah. Dari keadaan
hipoksia menyebabkan gangren atau dapat terjadi ruptur dalam waktu 24 - 36 jam. Bila
108
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
proses ini berlangsung terus-menerus organ disekitar dinding apendik terjadi perlengketan
dan akan menjadi abses (kronis). Apibila proses infeksi sangat cepat.
C. ETIOLOGI
Ulserasi pada mukosa
Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
Pemberian barium
Berbagai macam penyakit cacing
Tumor
Struktur karena fibrosis pada dinding usus
D. INSIDEN
Apendisitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun. Pada wanita dan
laki-laki insidenya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25 tahun wanita lebih
banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2
E. PENCEGAHAN
Pencegahan pada apendisitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau peradangan
pada lumen apendik. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fecalit dapat
terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi serat.
Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan yang
cepat terhadap gejal dan tanda apendisitis meminimalkan resiko terjadinya gangren,
perforasi, dan peritonitis.
F. MANAGEMENT KOLABORASI
Pengkajian
Riwayat
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan apendisitis meliputi :
umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan, dan riwayat medik lainya, pemberian barium
baik lewat mulut/rektal, riwayat diit terutama makanan yang berserat.
Pengakajian
a. Data Subyektif
Sebelum operasi
Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
Mual, muntah, kembung
Tidak nafsu makan
Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
Diare atau kostipasi
109
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
Sesudah operasi
Nyeri daerah operasi
Lemas
Haus
Mual, kembung
Pusing
b. Data obyektif
Sebelum operasi
Nyeri tekan di titik Mc. Berney
Spasme otot
Takhikardi, takipnea
Pucat, gelisah
Bising usus berkurang atau tidak ada
Demam 38 – 38.5 C
Sesudah operasi
Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
Terpasang infus
Terdapat drain/pipa lambung
Bising usus berkurang
Selaput mukosa mulut kering
c. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit : 10.000 – 18.000 / mm3
Netrofil meningkat 75%
WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjainya perforasi
(jumlah sel darah merah)
d. Data Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada katup
Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian
e. Potensial Komplikasi
Perforasi
Peritonitis
Dehidrasi
Sepsis
Elektrolit darah tidak seimbang
Pnemonia
110
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
f. Diagnosa Keperawatan
Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan apendiks
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksi
dan diare
Kurang pengetahuan tentang prosedur persiapan dan sesudah operasi
Kekurangan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan
g. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan
Perubahan fragmen tulang
Luka pada jaringan lunak
Pemasangan back slab
Stres dan cemas
111
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
A. DEFINISI
- Hernia adalah keluarnya isi rongga tubuh, biasanya abdomen lewat suatu celah pada
dinding yang mengelilinginya.
- Hernia adalah keluarnya jaringan, organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu
lubang atau suatu celah keluar di bawah rongga kulit atau menunggu rongga lainnya
(yang terjadi secara congenital atau akuisital).
- Hernia dapat terjadi karena adanya suatu daerah yang lemah yang disebut Locus
Minaris Resistantie (LMR)
- Bagian – bagian dari hernia adalah sebagai berikut :
1. Kantong Hernia.
Pada hernia abdominalis biasanya adalah peritonium perietalis, tetapi tidak semua
hernia mempunyai kantong, seperti hernia incisionalis, adipose, intersisialis.
2. Isi Hernia
Organ/jaringan yang keluar melalui kantong hernia, biasanya hernia abdominalis
berupa usus.
Pintu hernia : bagian LMR yang dilalui kantong hernia
3. Leher hernia : bagian tersempit kantong hernia yang sesuai pintu hernia
B. KLASIFIKASI
1. Berdasar terjadinya :
a. Hernia bawaan atau kongenital
b. Hernia dapatan atau akuisital
2. Berdasarkan sifat hernia :
a. Hernia reponible yaitu bila si hernia dapat dimasukan kembali. Usus keluar bila
berdiri atau mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau didorong masuk. Tidak
terdapat keluhan atau gejela obstruktif.
b. Hernia ireponible yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat di kembalikan ke dalam
rongga , hal ini disebabkan perlengkapan isis usus pada peritonium kantong
hernia. Tidak ada keluhan nyeri atau tanda sumbatan usus.
3. Berdasarkan isinya :
a. Hernia adipose, isinya jaringan lemak.
b. Standing hernia, isinya kembali sebagian dari dinding kantong hernia.
c. Hernia litter, hernia inkaserata/ strangulasi yang sebagian dinding ususnya terjepit
dalam cincin hernia.
112
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
4. Berdasarkan letaknya :
a. Diafragma.
b. Inguinal.
c. Umbilikalis.
d. Femoralis.
e. Perineal.
f. Ventral.
g. Scrotal.
113
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
D. PATOFISIOLOGI
Hernia
Hernia letak rendah Isi hernia tidak dapat Obstipasi, muntah, tidak
benjolan saat dimasukan lagi flaktus, perut kembung,
mengejan, angkat dehidrasi, gangguan
beban berat hilang saat keseimbangan cairan dan
istirahat baring elektrolit, gangguan asam
basa, nyeri di tempat
hernia, peritonitis/ abses
local
E. DIAGNOSIS HERNIA
1. Anamnesis.
- Gejala yang ditimbulkan hernia sangat berfariasi dan lebih tergantung pada tekanan
yang menekan si hernia daripada ukuran hernia, hernia yang besar bisa hanya
menyebabkan penderita merasa tidak enak. Sementara hernia yang kecil yang terjepit
erat menyebabkan rasa nyeri lokal dan proyeksi hebat serta nausea. Apalagi hernia
yang mengalami strangulasi akan menimbulkan gejala yang hebat dan progresif dan
perlu pertolongan segera.
- Pada awalnya (hernia yang baru terjadi) umumnya tidak terdapat keluhan sakit.
Kalaupun ada hanya rasa tidak enak, kecuali pada hernia inkaserata yang
menimbulkan gejala rasa sakit yang hebat. Selanjutnya gejala hernia berkaitan erat
terutama dengan letak dan isi hernia, misalnya :
- Hernia femoralis yang berisi kandung kemih akan menimbulkan kelainan kencing,
seperti frekuensi, urgensi, disuria terminal dan bahkan hematuria.
- Hernia haitus oesephagus menimbulkan palpitasi dan rasa sesak substernal oleh
karena tekanan lambung.
- Tekanan isi hernia yang berupa usus akan menimbulkan obstruksi usus, bahkan
meskipun hanya sebagian kecil usus saja yang terjepit.
114
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
2. Inspeksi
Dilakukan pada penderita baik dengan ileus maupun tidak. Pasien disuruh berdiri dan
mengejan, lihat apakah daerah lipatan paha ada benjolan atau tidak, lihat pula saat
tidur hal ini membedakan dengan limphadenopathy dimana benjolan tetap ada pada
posisi tidur.
3. Palpasi
- Akan teraba benjolan abnormal yang dapat teraba adanya fluktuasi, tegas atau keras,
tergantunga isi hernia dan tekanan. Isi hernia berupa omentum, atau colon sigmoid,
yang mengandung feses akan teraba liat, sedang usus yang mengandung gas akan
teraba lembut dan dapat ditekan atau tegang tergantung derajat incarcerasinya.
Kecuali bila mengalami incarcerasi masa hernia dapat dalam posisi supinasi.
- Benjolan dapat di lihat di atas lipat paha menunjukan hernia inguinalis, sedang di
bawah lipat paha hernia femoralis. Palpasi hernia inguinalis lateralis dapat dilakukan
dengan 3 jari, sedang untuk bagian medialis dapat dengan jari telunjuk melalui
scrotum.
4. Pemeriksaan lain
a. Perkusi, bila isi gas akan terdengan suara timpani.
b. Auskultasi, terdengan suara usus, bila negatif kemungkinan omentum.
c. Diapanaskopi.
Menggunakan sinar kuat pada kamar gelap untuk melihat apakah cairan atau
tidak. Caranya dengan melihat scrotum yang disinari, bila jernih berarti ada
cairan/ hidrocele dan nilai diapanaskopi positif, bila gelap berarti hernia dan
nilai diapanaskopi negatif.
d. Radiologi, foto abdomen dengan kontras barium, fluoroskopi
e. Lab darah rutin : hematologi rutin, BUN, Kreatinin, elektrolit darah.
F. KOMPLIKASI
Terjadi bila isi hernia berupa usus dan pintunya sempit :
1. Perlekatan.
Bisa terjadi antara isi dengan isi atau isi dengan kantongnya , atau kantong dengan
jaringan ikat di sekitarnya. Disebut juga hernia akreta
2. Hernia Ireponibilis.
Yaitu isi hernia tidak dapat dimasukan lagi tanpa operasi. Terjadi bila ada perlekatan
hernia dengan jaringan sekitarnya.
3. Jepitan terhadap isi hernia sehingga vaskularisasinya terganggu menyebabkan iskemia
(hernia strangulasi)
4. Infeksi : menimbulkan nekrosis.
115
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
G. MANAGEMEN HERNIA
1. Konservatif
a. Reposisi
Memasukan isi hernia secara hati – hati, dilakukan dengan baik dan tekanan
lembut tapi pasti. Pada hernia reponible dilakukan tekanan secara terus menerus
pada benjolan seperti dengan bantal pasir, pasien tidur pada posisi supine
antitrendenburg atau memakai korset. Komplikasinya : perdarahan, jepitan dengan
pintu dan isinya tidak masuk vacum abdomen tapi masuk sela – sela jaringan,
sehingga terjadi hernia intersisialis. Hal ini terjadi bila pintu hernia terlalu kecil.
b. Suntikan.
Dengan cairan sklerotik, misalnya kinin atau bradikinin dengan maksud supaya
pintu hernia mengecil, bahkan jika mungkin dihilangkan (ditutup)
Hal ini setelah reposisi, harus hati – hati karena bila isi hernia terjepit bisa
menimbulkan incarserata
c. Sabuk Hernia.
Dilakukan bila pintu hernia masih kecil, bahayanya akan menimbulkan incarserata
bila pemasangannya tidak pas. Dapat menambah lebar pintu hernia.
2. Terapi pembedahan
a. Elektif : untuk hernia repinibilis.
b. 2 x 24 jam : untuk hernia ireponibilis (elektif terbatas)
c. Spoed / cepat : hernia incarserata
Tindakan konservatif dilakukan bila keadaan umum pasien KU jelek, tapi hernia
masih bersifat reponibilis. Bila KU jelek dan hernianya incarserata, maka harus
dilakukan tindakan operatif tetapi hanya bersifat paliatif (menghilangkan ileus)
dahulu, sedang penutupan hernia setelah KU baik. Hernia reponbilis pada bayi
dioperasi jika umur bayi lebih dari 6 bulan atau BB lebih dari 6 kg.
Tujuan operasi hernia :
a. Reposisi hernia (isi hernia)
b. Menutup pintu hernia (menghilangkan LMR)
c. Mencegah residif dengan memperkuat dinding perut
Metode pembedahan antara lain :
a. Perbaikan bassini.
Kantong indirek dibuka, diperiksa, diligasi. Bagian dasar inguinalis diperkuat
dengan menjahit fascia transversalis pada ligamentum inguinalis di belakang
funikulus.
116
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
117
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
DAFTAR PUSTAKA
Black, M., Joyce, Ester, 1997, Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Continuity of Care, USA
Brunner and Suddarth, 1980, Medical Surgical Nursing, J.B Lippincott Company,
Philadelphia, USA
Donna, L., Wong, Marilyn Hockenberry-Eaton, Marilyn L. Winke David Wilson, et al,
1999, Wholey and Wong’s Nursing Care of Children, St. Louis, Mosby, USA
Kendarto, 1994, Hernia, HDW Ilmu Bedah I, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta
118
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
RENCANA TINDAKAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh b/d
Output yang berlebih
Intake yang kurang
Klien menerima perawatan yang diberikan 3. Pantau setiap maskan dan 3. Mendekteksi tanda-tanda keseimbangan
pengeluaran cairan cairan tubuh
Klien mau melaksanakan program dan
merubah perilaku hidup sehat 4. Berikan tindakan sesuai program 4. Tindakan yang dapat memberikan cairan
bagi tubuh
5. Lakukan observasi terhadap keluhan
dan perkembangan 5. Deteksi dini terhadap pencapaian
keseimbangan cairan tubuh
119
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
2. Kelebihan volume cairan b/d kongesti vaskuler pulmonalis dan perpindahan cairan ke ekstra vaskuler
120
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
121
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
122
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
123
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
124
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
125
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
126
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
127
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
128
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
129
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
12. Resiko tinggi terjadi gawat janin sebagai akibat dari akut abdomen
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Setelah dirawat selama 2 jam tidak terjadi gawat 1. Monitor CHPB 2 jam 1. UNTUK MENGETAHUI jika terjadi
jani 2. Monitor vital sigh ibu setiap 2 jam gangguan sirkulasi yang berakibat timbulnya
Kriteria K 3. Monitor kesadaran setiap 2 jam distress pada janin
Kontraksi (+) 4. Monitor tanda-tanda akut abdomen 2. Peningkatan tensi merupakan pre-tensi dari
Djj = 12;11;12 5. Kolaborasi monitoring NST adanya ancaman yang dapat mengancam
His setiap 3-5 menit keselamatan ibu dan janin.
3. Penurunan kesadran merupakan pertanda dari
hipoksia sebagai akibat spasme yang muncul
sebagai akibat lanjut dari akut abdomen.
4. Ancaman distress pada janin diketahui dari
perubahan gambaran NST yakni terjadi nya
peningkatan frekuensi
5. Monitor perkembangan janin.
130
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
131
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
132
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
133
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
134
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
135
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
17. Ketidakefektifan Pemberian ASI b.d Diskontinuitas Pemberian ASI ( indikasi fisioterapi ), Reflek Menghisap Menurun
136
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
18. Anemia
137
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
138
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
20. Resiko infeksi b/d penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran
139
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
140
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
141
Standart Asuhan Keperawatan Anak RSUD Ploso
142