(E-Book) Metode Value Investing Untuk Pemula PDF
(E-Book) Metode Value Investing Untuk Pemula PDF
Daftar Isi
What’s Next? 34
Chapter 1
Mengenal Value Investing
Tahukah Anda bahwa 85% orang kehilangan uang di pasar saham, namun
apakah Anda juga tahu bahwa kata-kata itu ditujukan untuk orang yang melakukan
trading di pasar saham, bukan investasi di pasar saham.
trading. Jika Anda mencari buku tentang trading, mungkin Anda bisa berhenti
membaca e-book ini dan mencari buku tentang trading di luar. Namun jika Anda
mencari buku tentang investasi, Anda berada di tempat yang tepat.
Saya berasumsi, bahwa pada titik ini, Anda satu pemahaman dengan saya. Mari
kita lanjut ke bagian selanjutnya.
Dari definisi di atas, ada tiga kata kunci yang perlu diperhatikan secara lebih
detail. Pertama, istilah yang disebut dengan intrinsic value. Kedua, istilah yang
disebut undervalued, dan Ketiga, istilah yang disebut fundamentals.
Apa yang dimaksud dalam intrinsic value? Dan apa yang dimaksud saham dengan
fundamentals yang kuat? Dan kapan harga saham disebut undervalued? Penjelasan
lebih lanjut mengenai saham yang disebut dengan fundamentals yang kuat akan
dibahas pada Chapter 4, sementara penjelasan mengenai kapan harga saham disebut
undervalued dan apa yang dimaksud dengan Intrinsic Value akan dibahas pada Chapter
5.
Dalam Chapter 1 ini, kita akan memahami terlebih dahulu mengenai konsep
dasar Value Investing. Pada dasarnya, konsep Value Investing dapat dirumuskan pada
gambar berikut ini:
Pada gambar di atas, kita melihat ada sebuah garis yang disebut dengan Market
Price. Market price ini maksudnya adalah harga saham yang diperdagangkan pada
saat ini. Jika Anda sedang melihat pergerakan harga saham saat ini, maka itulah yang
disebut dengan market price. Market price bergerak fluktuatif naik dan turun dalam
jangka pendek, namun market price sendiri tidak mencerminkan informasi bisnis
apapun. Kita hanya bisa melihat harga sahamnya saat ini sedang naik, atau sedang
turun, atau sedang bergerak sideways. Banyak investor yang salah memahami bahwa
apabila harga saham sedang naik maka bisnis nya pasti sedang bagus, sementara
apabila harga saham sedang turun maka bisnis nya pasti sedang jelek, padahal tidak
selalu demikian.
Sering kali, harga saham bergerak secara irasional, ketika bisnis sebuah
perusahaan tidak baik harga saham malah bergerak naik, dan sering kali juga ketika
bisnis sebuah perusahaan sedang baik harga saham justru bergerak turun. Seringkali
pula, harga saham bergerak naik secara signifikan sehingga mencapai harga yang
terlalu tinggi, atau bergerak turun secara signifikan sehingga mencapai harga yang
terlalu rendah. Dengan kata lain, bisa kita katakan bahwa pasar saham bergerak
secara tidak efisien.
intrinsik inilah yang merupakan harga wajar sebuah saham. Kembali lagi, kita belum
akan membahas nilai intrinsik pada Chapter 1 ini, namun pada tahap ini, Anda hanya
perlu mengetahui bahwa ada yang namanya nilai intrinsik (intrinsic value).
Setelah kita mengetahui bahwa ada yang namanya Market Price dan ada yang
namanya Intrinsic Value, barulah kita bisa melakukan evaluasi terhadap harga saham
saat ini (ingat bahwa Market Price saja tidak memberikan informasi bisnis apapun).
Apabila Market Price berada di bawah Intrinsic Value, maka harga saham tersebut bisa
kita katakan di bawah harga wajarnya alias masih murah. Sementara ketika Market
Price berada di atas Intrinsic Value, maka harga saham tersebut bisa kita katakan di
atas harga wajarnya alias mahal.
Chapter 2
Mindset Value Investor
Untuk bisa menjadi seorang investor (value investor) yang berhasil, kita perlu
memahami apa saja mindset seorang Value Investor:
bagian dari perusahaan tersebut, bukan hanya selembar kertas (saham) atau
sembarang angka pada layar laptop atau smartphone Anda. Saat Anda duduk untuk
bukanlah seperti orang yang pergi ke casino. Ketika orang pergi ke casino, semua orang
ingin memenangkan uang tetapi mereka lebih banyak berspekulasi. Namun, lebih
banyak orang pulang dengan jumlah uang lebih sedikit ketimbang mereka yang pulang
dengan jumlah uang yang lebih banyak. Sayangnya, banyak orang memperlakukan
instrumen saham seperti hal nya casino. Sangat banyak spekulan di pasar saham, yang
hanya melakukan jual dan beli saham berdasarkan feeling, informasi dari orang lain,
ataupun berdasarkan rumor. Inilah yang menjelaskan mengapa banyak orang
memasuki pasar saham dengan harapan menghasilkan uang, tapi hanya sedikit yang
berhasil melakukannya.
Mindset yang terakhir, dan mungkin salah satu yang paling sering dilupakan
pasar saham membutuhkan waktu untuk bisa bertumbuh. Namun sayangnya banyak
investor yang tidak berhasil di pasar saham, bukan karena mereka tidak pandai
menganalisa, melainkan karena mereka tidak sabaran. Banyak sekali saya menjumpai
orang yang menyebut dirinya investor saham, namun mengeluh karena sahamnya
tidak naik-naik. Setelah saya tanya memang sudah berapa lama memegang saham
tersebut? Orang tersebut menjawab “satu minggu”. Sepintas hal tersebut terlihat lucu,
namun sebenarnya itulah kenyataan yang terjadi saat ini, banyak orang yang berharap
“profit instan” dari pasar saham.
Warren Buffett tidak sedang bercanda. Ungkapan tersebut adalah benar adanya.
Warren Buffett sebagai Value Investor memahami betul bahwa dalam jangka pendek
kita tidak bisa memprediksi pergerakan harga saham. Banyak investor yang tidak
bersabar melihat harga sahamnya untuk bertumbuh akhirnya memilih untuk masuk
ke saham-saham yang sedang naik tinggi, berharap bahwa harga sahamnya akan naik
lebih tinggi lagi. Namun seringkali terjadi, harga sahamnya justru bergerak turun dan
alhasil investor tersebut justru merugi dan menjual harga sahamnya di harga rendah.
kebanyakan investor menjadi greedy saat market euphoria, seorang value investor
justru akan merasa takut. Sebaliknya, ketika kebanyakan investor menjadi fear saat
market di fase depression, di situlah saat seorang value investor justru akan merasa
yakin dan greedy di saat yang tepat. Untuk lebih jelasnya silakan lihat gambar di bawah
ini mengenai greed and fear cycle.
Jadi jika Anda pernah membaca di buku ataupun sumber lainnya, bahwa
seorang investor tidak boleh greedy (serakah), sebenarnya itu tidak 100% tepat. Greedy
(serakah) sebenarnya merupakan sifat dasar manusia. Ketika kita memiliki uang Rp 10
juta, kita berpikir seandainya kita memiliki uang Rp 100 juta. Ketika kemudian kita
memiliki uang Rp 100 juta, apakah kita akan menjadi puas? Tidak. Kita pasti akan
berpikir seandainya kita memiliki uang Rp 1 miliar, demikian pula seterusnya.
Di atas kita sudah mengetahui bahwa dalam keadaan normal apalagi ketika
semua orang sedang dalam keadaan euphoria, seorang value investor hendaklah
jangan menjadi greedy. Namun, ketika semua orang merasa putus asa (bahkan merasa
bahwa masuk ke dalam pasar saham merupakan keputusan terbodoh dalam
hidupnya), itulah saat di mana seorang Value Investor justru boleh menjadi greedy.
Karena di saat fase market sedang putus asa, harga-harga saham menjadi sedemikian
murahnya, sehingga tidak lagi mencerminkan fundamental perusahaannya. Dan saat
market kembali ke posisi semula, seorang Value Investor akan meraih profit yang
sedemikian besar nya. Seperti yang pernah dikatakan oleh Warren Buffett:
Chapter 3
Senjata Utama Value Investor
Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan ini dirilis oleh perusahaan dan dapat
kita peroleh di website www.idx.co.id (Website ini dapat diakses untuk umum, baik
investor saham maupun yang belum menjadi investor saham). Cara mendapatkan
Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan adalah:
2. Pilih Laporan Keuangan dan Tahunan, kemudian masukan kode emiten yang
dicari
Kedua, adalah Laporan Tahunan. Laporan Tahunan ini terbit setiap 1 tahun
sekali. Dalam Laporan Tahunan, tidak hanya berisi angka-angka, melainkan juga
penjelasan secara kualitatif dari manajemen mengenai kondisi dan apa saja yang
dialami oleh perusahaan selama 1 tahun ke belakang, dan bagaimana prospek
perusahaan ke depannya. Oleh karena itu, Laporan Tahunan ini biasanya memang
lebih tebal dibandingkan dengan Laporan Keuangan. Namun, jika sudah terbiasa kita
akan bisa merangkum intisari dari Laporan Tahunan dalam waktu yang lebih singkat.
Pada persamaan di atas, Aset berada di sisi kiri, sementara Liabilitas dan
Ekuitas berada di sisi kanan. Kedua bagian Neraca selalu bergerak bersama. Apabila
salah satu sisi bertambah atau berkurang, begitu juga sisi satunya. Untuk lebih
jelasnya, mari kita lihat beberapa skenario.
merupakan aset. Namun, sisi sebelah kanan (liabilitas) juga akan meningkat. Misal,
perusahaan mengambil kredit sebesar Rp 50 juta, maka Aset dalam bentuk Kas akan
naik Rp 50 juta. Jumlah aset yang tadinya Rp 200 juta akan naik menjadi Rp 250 juta.
Sementara itu, Liabilitas juga akan meningkat dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta.
Aset sendiri terbagi atas Aset Lancar dan Aset Tidak Lancar. Aset Lancar adalah
Aset yang likuid dan dapat dicairkan dalam jangka waktu di bawah 1 tahun. Aset tidak
lancar adalah Aset yang dapat dicairkan dalam jangka waktu di atas 1 tahun. Contoh
daripada Aset Lancar adalah Kas dan setara Kas, Piutang Usaha, serta Persediaan.
Liabilitas juga terbagi atas Liabilitas Jangka Pendek dan Liabilitas Jangka
Panjang. Liabilitas Jangka Pendek adalah Liabilitas yang jatuh tempo dalam jangka
waktu di bawah 1 tahun. Liabilitas Jangka Panjang adalah Liabilitas yang jatuh tempo
dalam jangka waktu di atas 1 tahun.
Ekuitas terdiri dari setoran awal pemilik, serta penambahan saldo laba yang
ditahan.
Untuk melihat lebih jelas apa saja yang termasuk dalam Aset, Liabilitas, dan
Ekuitas, Anda bisa mendownload Laporan Keuangan melalui website www.idx.co.id.
Beban Pokok Penjualan, atau biasa disebut juga Cost of Goods Sold,
merupakan biaya yang timbul dari proses produksi barang dan jasa. Beban pokok
penjualan ini biasanya bersifat variable cost. Seiring dengan kenaikan pendapatan,
maka beban pokok penjualan akan semakin meningkat juga. Hanya saja yang perlu
diperhatikan adalah, mana yang lebih besar antara kenaikan pendapatan dengan
beban pokok penjualan. Misal dalam analogi warung kopi di atas, apabila ternyata
warung kopi Anda sekarang menjual lebih banyak daripada sebelumnya, maka Anda
membutuhkan lebih banyak kopi, gula, dan bahan-bahan lainnya yang dibutuhkan
untuk menghasilkan secangkir kopi. Pendapatan setelah dikurangi dengan Beban
Pokok Penjualan, akan menghasilkan yang disebut dengan Laba Bruto.
Laba bruto, atau biasa disebut juga Gross Profit, merupakan perbedaan antara
Pendapatan dengan Beban Pokok Penjualan. Laba Bruto mengukur tingkat
keuntungan sebuah perusahaan sebelum mempertimbangkan biaya lain seperti biaya
operasional, beban bunga, beban pajak, dll. Apabila laba bruto perusahaan berkurang
dari tahun ke tahun, hal ini mungkin mengindikasikan bahwa terdapat: penurunan
volume penjualan, perusahaan tidak menetapkan harga yang sesuai untuk produknya,
biaya dari bahan mentah meningkat, atau proses produksi yang tidak efisien.
Beban Bunga, atau biasa disebut juga Interest Expense, merupakan biaya
yang dibebankan kreditor (bank) pada suatu bisnis untuk keuntungan penggunaan
uang mereka. Sementara itu, Beban Pajak, atau biasa disebut juga Tax Expense,
merupakan jumlah yang harus dibayarkan kepada pemerintah.
Laba Bersih, atau biasa disebut juga Net Profit, merupakan laba bersih suatu
perusahaan setelah dikurangi seluruh biaya, termasuk beban bunga dan beban pajak.
Laba bersih ini biasanya yang menjadi salah satu indikator utama yang sangat
diperhatikan oleh investor. Apabila laba bersih mengalami penurunan, maka biasanya
investor akan bereaksi secara negatif (baca : harga saham cenderung menurun), dan
apabila laba bersih mengalami kenaikan, maka biasanya investor akan bereaksi secara
positif (baca : harga saham cenderung meningkat).
Kas menjadi hal yang sangat penting bagi kelangsungan perusahaan. Ada
pepatah yang mengatakan bahwa Cash is King. Ketika sebuah perusahaan kehabisan
kas, perusahaan tidak mampu membayarkan biaya pengeluaran, upah menjadi
tertahan, dan pemasok telat mendapat pelunasan, sampai pada akhirnya perusahaan
menyatakan kebangkrutan. Beberapa opsi yang dapat dilakukan perusahaan ketika
perusahaan mulai kehabisan kas adalah menjual aset, meminjam lebih banyak uang,
atau menagih piutang pelanggan lebih cepat. Namun, ketiga hal tersebut memiliki
resiko yang cukup tinggi. Ketika perusahaan menjual aset, maka perusahaan memang
mendapatkan tambahan kas yang cukup, akan tetapi hal ini mengurangi kapasitas
perusahaan untuk berproduksi di masa yang akan datang. Begitu pula dengan
meminjam lebih banyak uang, apabila tidak diikuti dengan kemampuan perusahaan
melunasi pinjaman tersebut (apalagi tidak mampu membayar bunganya) malah justru
akan memperparah kondisi perusahaan. Opsi yang ketiga, menagih piutang pelanggan
lebih cepat juga beresiko, karena pelanggan yang tidak bersedia untuk bekerjasama
dengan cepat akan merasa perusahaan tidak memiliki fleksibilitas yang cukup dalam
hal pembayaran.
Investor yang cerdas lebih memusatkan perhatian mereka kepada kas ketimbang
laba karena beberapa alasan. Pertama, Keuntungan dapat diperbaiki dalam beberapa
periode terutama jika perusahaan memiliki fondasi yang kuat, sebaliknya kas yang
bermasalah hampir dapat dipastikan perusahaan akan segera berakhir. Kedua, kas
lebih sulit untuk dimanipulasi (baik disengaja maupun tidak disengaja) karena kas
dapat lebih mudah diukur dengan menggunakan rekening bank. Seperti dikemukakan
pada bagian Laporan Laba Rugi di atas, pencatatan penjualan (dan juga pencatatan
laba) dapat bervariasi tergantung sistem keuangan yang dipakai. Sementara arus kas
masuk dan keluar jelas tercatat dalam rekening Bank.
Dalam laporan arus kas, ada 3 bagian utama yang perlu diperhatikan, yaitu :
operating cash flow, investing cash flow, dan financing cash flow.
Laporan arus kas ditujukan untuk memberikan informasi tentang posisi kas
perusahaan, atau jumlah kas yang dimiliki perusahaan pada akhir periode dalam
seluruh rekening bank yang dimiliki. Selain itu, Laporan arus kas juga memberikan
informasi perbedaan antara jumlah kas di awal dengan jumlah kas di akhir periode
akuntansi. Apabila jumlah kas di akhir periode lebih sedikit dibandingkan dengan di
awal periode, artinya arus kas masuk lebih sedikit dibandingkan dengan arus kas
keluar (arus kas negatif). Sebaliknya, apabila jumlah kas di akhir periode lebih banyak
dibandingkan dengan di awal periode, artinya arus kas masuk lebih besar
dibandingkan dengan arus kas keluar (arus kas positif).
Chapter 4
Rasio Dasar Fundamental
Selain Rasio Lancar (Current Ratio), ada pula yang disebut Rasio Cepat (Quick
Ratio) dan Rasio Kas (Cash Ratio). Pada intinya, Quick Ratio dan Cash Ratio
juga ingin menjawab pertanyaan apakah perusahaan dapat membayar
hutang jangka pendek dengan menggunakan aset lancarnya. Hanya saja,
Quick Ratio mengeluarkan Persediaan dalam perhitungan Aset, sehingga
rumusnya menjadi:
Notes :
Rasio Lancar yang dianggap baik adalah >1.0
Rasio Cepat yang dianggap baik adalah >1.0
Rasio Kas yang dianggap baik adalah di antara 0.5 – 1.0
Rasio ini secara umum ingin menjawab pertanyaan “Apakah hutang yang ada
saat ini (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) dapat
dibayarkan dengan menggunakan ekuitas (modal) yang ada?”
Rumus dari Rasio Hutang Terhadap Modal (Debt to Equity Ratio) adalah:
Namun, ada beberapa industry yang terdapat pengecualian untuk rasio ini,
yaitu industry Bank, Konstruksi, dan Perusahaan Investasi.
Untuk menganalisa fundamental dari Laporan Arus Kas, seorang Value Investor
perlu untuk lebih teliti dalam membaca dan memahami Laporan Arus Kas. Misalkan,
apabila arus kas perusahaan meningkat, maka belum tentu arus kas perusahaan
dikatakan baik. Kita perlu melakukan pengecekan lebih dalam, apakah kenaikan arus
kas tersebut diperoleh dari operating cash flow atau kah diperoleh dari financing cash
flow? (Jika Anda belum memahami operating cash flow dan financing cash flow, silakan
baca kembali Chapter 3). Apabila arus kas naik namun disebabkan oleh financing cash
flow nya (yang diperoleh karena perusahaan melakukan pinjaman), sementara
operating cash flow nya negative, maka arus kas perusahaan tersebut tidak dapat
dikatakan baik.
cash flow yang positif, artinya perusahaan tidak sedang berekspansi, atau
yang lebih buruk, perusahaan melakukan penjualan aset, yang berpotensi
mengurangi kapasitas produksi di masa yang akan datang.
Mari kita kembali menggunakan contoh agar bisa lebih memahami maksudnya.
Chapter 5
Saham Undervalued & Nilai Intrinsik
Lalu bagaimana cara kita tahu harga sahamnya murah atau mahal? 90%
investor hanya melihat pergerakan harga saham (baik naik maupun turun) tanpa
mengetahui nilai sebenarnya dari sebuah perusahaan itu sendiri. Nah di sini kita perlu
sebuah nilai pembanding untuk mengetahui apakah harga sahamnya saat ini
dikatakan mahal atau murah. Nilai pembanding inilah yang disebut dengan nilai
intrinsik atau intrinsic value. Agar lebih mudah memahaminya, mari kita menggunakan
sebuah contoh:
Harga saham Perusahaan A saat ini adalah Rp 1000, sementara harga saham
Perusahaan B saat ini adalah Rp 500. Menurut Anda, manakah harga saham yang
dikatakan lebih murah? Bagi investor yang tidak memahami konsep Value Investing,
akan mengatakan bahwa harga saham B lebih murah, karena harga saham B (Rp 500)
hanya setengahnya nya dari Perusahaan A (Rp 1,000). Padahal hal ini belum tentu
benar. Setelah kita hitung, ternyata Intrinsic Value Perusahaan A adalah Rp 2,000 dan
Intrinsic Value Perusahaan B adalah Rp 700. Jadi, apabila kita sudah memahami
konsep Intrinsic Value, maka sekarang kita mengetahui bahwa harga saham
perusahaan A lah yang lebih murah dibandingkan harga saham perusahaan B. Atau
dengan kata lain, bisa kita katakan bahwa harga saham Perusahaan A undervalued,
sementara harga saham Perusahaan B overvalued.
Pengertian Intrinsic Value adalah nilai kekayaan bersih perusahaan saat ini
ditambah dengan akumulasi laba yang bisa dikumpulkan ke depannya. Jadi kembali
contoh di awal, di mana kita menggunakan analogi warung kopi. Ekuitas Warung Kopi
Anda saat ini adalah Rp 200 juta. Selain itu, warung kopi Anda bisa menghasilkan
laba bersih Rp 20,000,000 per tahunnya. Katakanlah saya mendatangi Anda dan
menawarkan uang sejumlah Rp 200 juta (sejumlah nilai ekuitas saat ini) kepada Anda
untuk melepas kepemilikan warung kopi Anda kepada saya. Pertanyaannya, apakah
Anda akan melepaskan warung kopi tersebut? Jawabannya tentu tidak. Karena
apabila Anda melepaskan warung kopi kepada saya dengan harga Rp 200 juta, maka
keuntungan Rp 20 juta per tahun tadi tidak bisa lagi Anda nikmati karena juga akan
berpindah ke saya. Oleh karena itu, Anda seharusnya melakukan negosiasi ke saya,
bahwa Nilai Intrinsik untuk warung kopi tersebut di atas Rp 200 juta.
Lalu berapa nilai intrinsik dari warung kopi tersebut? Salah satu pendekatan
yang paling sederhana adalah dengan menambahkan nilai ekuitas dengan akumulasi
laba bersih selama beberapa tahun ke depan (biasanya 5 tahun). Sehingga dengan laba
bersih Rp 20 juta per tahun, akan tercipta akumulasi laba bersih sebesar Rp 100 juta
dalam waktu 5 tahun. Akumulasi laba bersih Rp 100 juta tersebut ditambahkan
dengan ekuitas warung kopi tersebut (Rp 200 juta) sehingga nilai yang wajar nya
menjadi Rp 100 juta + Rp 200 juta = Rp 300 juta. Sehingga Anda seharusnya
bernegosiasi bahwa harga wajar warung kopi Anda bukanlah Rp 200 juta, melainkan
Rp 300 juta.
Nah lalu berapa harga sahamnya yang wajar dari warung kopi tersebut?
Katakanlah warung kopi Anda sudah menjadi perusahaan publik, dan saat ini jumlah
saham yang beredar adalah 1 juta lembar saham. Maka nilai intrinsik per lembar
saham untuk warung kopi Anda adalah Rp 300 juta : 1 juta lembar = Rp 300. Apabila
saat ini harga saham warung kopi Anda berada di bawah Rp 300, bisa dikatakan harga
sahamnya undervalued, sementara apabila harga saham warung kopi Anda berada di
atas Rp 300, bisa dikatakan harga sahamnya overvalued.
Apakah nilai intrinsik selalu tetap? Jawabannya tidak. Apabila ternyata pada
tahun berikutnya warung kopi Anda bisa menghasilkan laba lebih dari Rp 20 juta, serta
ekuitas warung kopi Anda juga naik melebihi Rp 200 juta, maka nilai intrinsik nya juga
akan lebih dari Rp 300 per lembar saham (bisa dihitung dengan cara yang sama).
Sebaliknya, apabila ternyata pada tahun berikutnya warung kopi Anda ternyata
mengalami penurunan laba bersih, serta ekuitas juga menurun, maka nilai intrinsik
warung kopi Anda akan lebih rendah dari Rp 300 per lembar saham.
Bagaimana kalau ternyata warung kopi Anda justru mengalami kerugian? Bisa
kita katakan apabila warung kopi Anda mengalami kerugian (atau kinerja nya tidak
stabil) maka warung kopi Anda tidak lagi memiliki nilai intrinsik. Oleh karena itu dalam
bursa saham di BEI, carilah perusahaan-perusahaan yang konsisten mencetak laba
dan kenaikan ekuitas, agar bisa kita hitung berapa nilai wajar atau nilai intrinsik
perusahaan tersebut.
Selamat!
Anda baru saja menyelesaikan E-Book Metode Value Investing Untuk Pemula.
Ini merupakan langkah awal Anda untuk menjadi seorang Value Investor yang
professional di pasar saham.
What’s Next?
Saya ingin mengajak Anda agar kita bisa sukses bersama di pasar saham!
Bagaimana caranya?
Langkah 2 : Untuk Anda yang masih pemula namun sudah serius untuk
berinvestasi di saham, saya akan membantu Anda dengan memberikan panduan,
yang informasinya dapat Anda peroleh di bit.ly/MonthlyInvestingPlan
Apabila Anda memiliki pertanyaan, Anda juga bisa sampaikan melalui email :
rivan.investing@gmail.com, atau via WA : 0896-3045-2810 (Johan).
Happy Investing!