Anda di halaman 1dari 34

Metode Value Investing Untuk Pemula Page 1 of 34

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 2 of 34

Daftar Isi

Chapter 1 Mengenal Value Investing 3

Chapter 2 Mindset Value Investor 9

Chapter 3 Senjata Utama Value Investor 14

Chapter 4 Rasio Dasar Fundamental 23

Chapter 5 Saham Undervalued & Nilai Intrinsik 31

What’s Next? 34

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 3 of 34

Chapter 1
Mengenal Value Investing

1.1 Penemu Metode Value Investing


Value Investing adalah salah satu metode investasi yang cukup populer dalam
dunia investasi di pasar saham. Konsep Value Investing berasal dari Professor
Benjamin Graham. Benjamin Graham adalah seorang investor, pakar ekonomi, dan
seorang professor. Dia juga dikenal sebagai “The Father of Value Investing”.

Benjamin Graham (1894 – 1976)


menulis dua buah buku yang dianggap menjadi “Kitab Suci”
dalam investasi yaitu “The Intelligent Investor (1949)” dan
“Security Analysis (1934)”. Filosofi investasi nya antara lain
lebih menekankan pada psikologi seorang investor, investasi
dengan gaya buy and hold dengan analisa fundamental,
diversifikasi secara terkonsentrasi (concentrated
diversification), margin of safety, serta contrarian mindset.

Setelah lulus dari Columbia University


pada usia 20, dia memulai karirnya di Wall
Street, yang pada akhirnya mendirikan
Graham – Newman Partnership. Setelah
mempekerjakan mantan muridnya dan
Manajer Berkshire Hathaway di masa depan
(Warren Buffett), dia mengambil posisi
manajer di almamaternya (Columbia
University), kemudian di Andersen School of
Management, dan University of California di Los Angeles.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 4 of 34

Sepanjang karirnya, Graham melahirkan banyak murid terkenal yang kemudian


mendapatkan kesuksesan besar dalam dunia investasi, termasuk Warren Buffett.
Murid lainnya yang sukses di dunia investasi karena Value Investing ini adalah William
J. Ruane, Irving Kahn dan Walter J. Schloss. Selain itu, pemikiran Graham mengenai
investasi telah mempengaruhi orang-orang seperti Seth Klarman dan Bill Ackman.

1.2 Investing VS Trading


“Pasar saham itu berbahaya!“

“Pasar saham itu sama seperti judi!”

“Banyak orang kehilangan uang di pasar saham!”

Mungkin Anda pernah mendengar kata-kata seperti di atas?

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 5 of 34

Tahukah Anda bahwa 85% orang kehilangan uang di pasar saham, namun
apakah Anda juga tahu bahwa kata-kata itu ditujukan untuk orang yang melakukan
trading di pasar saham, bukan investasi di pasar saham.

Dalam berinvestasi di saham, banyak orang memiliki salah persepsi antara


investasi dan trading. Perhatikan pula bahwa dalam E-Book ini saya seringkali
menggunakan kata investasi, bukan trading. Ada banyak perbedaan antara investing
dan trading, berikut ini adalah perbedaan yang paling dasar:

Trading adalah membeli saham dan menjualnya kembali dalam


hitungan menit, jam, hari, atau minggu (jangka pendek).

Investasi adalah membeli saham dan menjualnya kembali


dalam waktu minimal 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun, atau tidak pernah
sama sekali.

Dalam trading (atau menjurus ke speculating), seseorang sama sekali tidak


memperhatikan fundamental sebuah perusahaan. Bahkan seringkali seorang trader
(sebutan untuk orang yang melakukan trading) tergoda untuk menaruh uangnya di
saham gorengan (istilah saham yang memiliki fundamental jelek) hanya karena
mendengar bahwa harga sahamnya akan naik dalam waktu dekat.

Sedangkan dalam investasi, seseorang hanya akan menaruh uangnya di


perusahaan yang memiliki track record yang bagus, kinerja keuangan yang bagus,
manajemen yang professional. Dengan berinvestasi di perusahaan seperti ini, Anda
akan terhindar untuk menjadi 85% orang yang kehilangan uang di pasar saham.

Dengan kata lain, ada perbedaan besar antara trading dan


investasi. Dalam E-Book ini, saya mengajak Anda untuk berinvestasi, bukan

trading. Jika Anda mencari buku tentang trading, mungkin Anda bisa berhenti
membaca e-book ini dan mencari buku tentang trading di luar. Namun jika Anda
mencari buku tentang investasi, Anda berada di tempat yang tepat.

Saya berasumsi, bahwa pada titik ini, Anda satu pemahaman dengan saya. Mari
kita lanjut ke bagian selanjutnya.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 6 of 34

1.3 Apa Itu Value Investing


Dalam berinvestasi di pasar saham, metode yang sudah sangat terbukti adalah
Value Investing. Seperti diceritakan pada bagian sebelumnya, Benjamin Graham (The
Father of Value Investing) telah melahirkan banyak murid terkenal yang kemudian
mendapatkan kesuksesan besar dalam dunia investasi, termasuk Warren Buffett. Di
Indonesia, kita mengenal seorang investor yang sangat terkenal, yaitu Lo Kheng Hong,
yang meraih kesuksesan besar di pasar saham dengan metode Value Investing.

Jadi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Value Investing?

“Value Investing is finding a stock that is selling at a


discount to its intrinsic value or companies that the market
has undervalued for some reason unrelated to its economic
fundamentals”

Dari definisi di atas, ada tiga kata kunci yang perlu diperhatikan secara lebih

detail. Pertama, istilah yang disebut dengan intrinsic value. Kedua, istilah yang
disebut undervalued, dan Ketiga, istilah yang disebut fundamentals.
Apa yang dimaksud dalam intrinsic value? Dan apa yang dimaksud saham dengan
fundamentals yang kuat? Dan kapan harga saham disebut undervalued? Penjelasan
lebih lanjut mengenai saham yang disebut dengan fundamentals yang kuat akan
dibahas pada Chapter 4, sementara penjelasan mengenai kapan harga saham disebut
undervalued dan apa yang dimaksud dengan Intrinsic Value akan dibahas pada Chapter
5.

Dalam Chapter 1 ini, kita akan memahami terlebih dahulu mengenai konsep
dasar Value Investing. Pada dasarnya, konsep Value Investing dapat dirumuskan pada
gambar berikut ini:

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 7 of 34

Pada gambar di atas, kita melihat ada sebuah garis yang disebut dengan Market
Price. Market price ini maksudnya adalah harga saham yang diperdagangkan pada
saat ini. Jika Anda sedang melihat pergerakan harga saham saat ini, maka itulah yang
disebut dengan market price. Market price bergerak fluktuatif naik dan turun dalam
jangka pendek, namun market price sendiri tidak mencerminkan informasi bisnis
apapun. Kita hanya bisa melihat harga sahamnya saat ini sedang naik, atau sedang
turun, atau sedang bergerak sideways. Banyak investor yang salah memahami bahwa
apabila harga saham sedang naik maka bisnis nya pasti sedang bagus, sementara
apabila harga saham sedang turun maka bisnis nya pasti sedang jelek, padahal tidak
selalu demikian.

Sering kali, harga saham bergerak secara irasional, ketika bisnis sebuah
perusahaan tidak baik harga saham malah bergerak naik, dan sering kali juga ketika
bisnis sebuah perusahaan sedang baik harga saham justru bergerak turun. Seringkali
pula, harga saham bergerak naik secara signifikan sehingga mencapai harga yang
terlalu tinggi, atau bergerak turun secara signifikan sehingga mencapai harga yang
terlalu rendah. Dengan kata lain, bisa kita katakan bahwa pasar saham bergerak
secara tidak efisien.

Karena ketidak-efisienan pasar saham ini lah, maka diperlukan sebuah


indikator bagi investor sebagai pembanding bagi si market price tadi. Indikator inilah
yang disebut dengan intrinsic value atau nilai intrinsik. Secara sederhana, nilai

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 8 of 34

intrinsik inilah yang merupakan harga wajar sebuah saham. Kembali lagi, kita belum
akan membahas nilai intrinsik pada Chapter 1 ini, namun pada tahap ini, Anda hanya
perlu mengetahui bahwa ada yang namanya nilai intrinsik (intrinsic value).

Setelah kita mengetahui bahwa ada yang namanya Market Price dan ada yang
namanya Intrinsic Value, barulah kita bisa melakukan evaluasi terhadap harga saham
saat ini (ingat bahwa Market Price saja tidak memberikan informasi bisnis apapun).
Apabila Market Price berada di bawah Intrinsic Value, maka harga saham tersebut bisa
kita katakan di bawah harga wajarnya alias masih murah. Sementara ketika Market
Price berada di atas Intrinsic Value, maka harga saham tersebut bisa kita katakan di
atas harga wajarnya alias mahal.

Dalam konsep Value Investing, kita sebagai investor berinvestasi di perusahaan


yang memiliki fundamental yang bagus, namun harga sahamnya sedang dihargai
murah oleh market (karena faktor non-economic fundamental), sehingga harga
sahamnya berada jauh di bawah intrinsic value nya. Gap antara Market Value dan

Intrinsic Value disebut dengan Margin of Safety. Semakin besar Margin of

Safety, maka semakin kecil resiko untuk berinvestasi di saham tersebut.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 9 of 34

Chapter 2
Mindset Value Investor

2.1 Mindset Seorang Value Investor


60% keberhasilan seorang investor di pasar saham, bukan lah ditentukan dari
kecanggihan analisa, ataupun besarnya modal yang dimiliki, melainkan mindset atau
pola pikir yang tepat. Apabila seorang investor memiliki kecanggihan analisa, didukung
dengan tools yang canggih, namun ternyata memiliki mindset yang salah dalam
berinvestasi maka bisa dikatakan akan percuma. Warren Buffett pernah mengatakan:

“You don’t need to be a rocket scientist. Investing is not a


game where the guy with the 160 IQ beats the guy with
130 IQ”

Dalam kalimat tersebut, Warren Buffett ingin menyampaikan bahwa untuk


dapat berhasil di dunia investasi tidak memerlukan IQ super tinggi. Banyak orang yang
berpikir bahwa mereka tidak mungkin dapat berhasil di dunia investasi karena tidak
memiliki latar belakang keuangan. Pada kenyataannya, banyak orang yang bisa
berhasil di pasar modal meskipun tidak memiliki latar belakang keuangan.

Untuk bisa menjadi seorang investor (value investor) yang berhasil, kita perlu
memahami apa saja mindset seorang Value Investor:

Value Investor memiliki mindset seorang business


owner. Ingat bahwa ketika kita membeli saham sebenarnya kita telah membeli

bagian dari perusahaan tersebut, bukan hanya selembar kertas (saham) atau
sembarang angka pada layar laptop atau smartphone Anda. Saat Anda duduk untuk

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 10 of 34

menganalisis bisnis Anda harus bertanya pada diri sendiri pertanyaan-pertanyaan


tertentu. Apakah ini masuk akal jika saya adalah CEO? Dimana bisnis ini
menghasilkan uang? Bisakah itu terus menghasilkan uang? Tren apa yang akan
menghalangi bisnis ini untuk terus menyusuri jalannya? Siapa yang dapat mengambil
pangsa pasar dari kita? Bila Anda menerapkan pola pikir ini, Anda akan mengerti
investasi Anda dengan cara yang mungkin tidak Anda duga sebelumnya. Ini akan
membuat Anda menjauh dari berinvestasi di perusahaan yang tidak Anda pahami, dan
hasilnya investasi Anda akan menjadi lebih baik.

Value Investor juga memiliki orientasi jangka


panjang. Seorang Value Investor tahu bahwa dalam jangka pendek, pasar saham
akan berfluktuasi. Namun dalam jangka panjang, harga sahamnya akan mengikuti
seiring fundamental perusahaannya. Sehingga seorang Value Investor akan senantiasa
berpikir untuk jangka panjang. Misalkan, seorang Value Investor akan bertanya kepada
diri mereka sendiri : Apakah perusahaan ini akan tetap memiliki kinerja yang baik 5 –
10 tahun mendatang? Jika jawabannya adalah tidak, maka mereka tidak akan mau
berinvestasi di perusahaan tersebut.

Value Investor juga senantiasa berpikir secara


rasional. Berinvestasi di pasar saham (apalagi dengan metode Value Investing)

bukanlah seperti orang yang pergi ke casino. Ketika orang pergi ke casino, semua orang
ingin memenangkan uang tetapi mereka lebih banyak berspekulasi. Namun, lebih
banyak orang pulang dengan jumlah uang lebih sedikit ketimbang mereka yang pulang
dengan jumlah uang yang lebih banyak. Sayangnya, banyak orang memperlakukan
instrumen saham seperti hal nya casino. Sangat banyak spekulan di pasar saham, yang
hanya melakukan jual dan beli saham berdasarkan feeling, informasi dari orang lain,
ataupun berdasarkan rumor. Inilah yang menjelaskan mengapa banyak orang
memasuki pasar saham dengan harapan menghasilkan uang, tapi hanya sedikit yang
berhasil melakukannya.

Mindset yang terakhir, dan mungkin salah satu yang paling sering dilupakan

banyak orang: Value Investor senantiasa memiliki kesabaran

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 11 of 34

untuk melihat harga sahamnya bertumbuh. Berinvestasi di

pasar saham membutuhkan waktu untuk bisa bertumbuh. Namun sayangnya banyak
investor yang tidak berhasil di pasar saham, bukan karena mereka tidak pandai
menganalisa, melainkan karena mereka tidak sabaran. Banyak sekali saya menjumpai
orang yang menyebut dirinya investor saham, namun mengeluh karena sahamnya
tidak naik-naik. Setelah saya tanya memang sudah berapa lama memegang saham
tersebut? Orang tersebut menjawab “satu minggu”. Sepintas hal tersebut terlihat lucu,
namun sebenarnya itulah kenyataan yang terjadi saat ini, banyak orang yang berharap
“profit instan” dari pasar saham.

“Stock Market is a device for transferring money from


the impatient to the patient”

Warren Buffett tidak sedang bercanda. Ungkapan tersebut adalah benar adanya.
Warren Buffett sebagai Value Investor memahami betul bahwa dalam jangka pendek
kita tidak bisa memprediksi pergerakan harga saham. Banyak investor yang tidak
bersabar melihat harga sahamnya untuk bertumbuh akhirnya memilih untuk masuk
ke saham-saham yang sedang naik tinggi, berharap bahwa harga sahamnya akan naik
lebih tinggi lagi. Namun seringkali terjadi, harga sahamnya justru bergerak turun dan
alhasil investor tersebut justru merugi dan menjual harga sahamnya di harga rendah.

2.2 Mengendalikan Fear dan Greed


Dalam bagian sebelumnya, saya sempat mengatakan bahwa bursa saham
seringkali tidak rasional. Salah satu penyebabnya adalah banyak investor yang justru
menjadi serakah (greed) saat harga saham bergerak naik. Greed tersebut lah yang
membuat harga saham bisa naik gila-gilaan (euphoria). Sebaliknya, banyak investor
menjadi takut (fear) saat harga saham bergerak turun. Fear tersebut lah yang membuat
harga saham bisa turun juga sampai tidak masuk akal (depression).

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 12 of 34

Yang seringkali dilakukan oleh kebanyakan investor adalah, mereka menjadi


greedy saat market bergerak menuju euphoria. Mereka menggunakan fasilitas margin
dari sekuritas, bahkan sampai berhutang dan menggadaikan barang-barang karena
larut dalam euphoria tersebut. Ketika market euphoria, harga saham menjadi tidak
wajar lagi dan jauh melampaui intrinsic value nya. Sebaliknya, kebanyakan investor
menjadi fear saat market bergereka menuju arah depression. Mereka menjual saham
pada harga berapapun yang bisa dijual, yang membuat harga saham terjun bebas jauh
di bawah nilai intrinsiknya.

Berbeda dengan kebanyakan investor tersebut, Value Investor sering


disebut sebagai contrarian, mengapa? Karena seringkali ketika

kebanyakan investor menjadi greedy saat market euphoria, seorang value investor
justru akan merasa takut. Sebaliknya, ketika kebanyakan investor menjadi fear saat
market di fase depression, di situlah saat seorang value investor justru akan merasa
yakin dan greedy di saat yang tepat. Untuk lebih jelasnya silakan lihat gambar di bawah
ini mengenai greed and fear cycle.

Jadi jika Anda pernah membaca di buku ataupun sumber lainnya, bahwa
seorang investor tidak boleh greedy (serakah), sebenarnya itu tidak 100% tepat. Greedy
(serakah) sebenarnya merupakan sifat dasar manusia. Ketika kita memiliki uang Rp 10
juta, kita berpikir seandainya kita memiliki uang Rp 100 juta. Ketika kemudian kita
memiliki uang Rp 100 juta, apakah kita akan menjadi puas? Tidak. Kita pasti akan
berpikir seandainya kita memiliki uang Rp 1 miliar, demikian pula seterusnya.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 13 of 34

Di atas kita sudah mengetahui bahwa dalam keadaan normal apalagi ketika
semua orang sedang dalam keadaan euphoria, seorang value investor hendaklah
jangan menjadi greedy. Namun, ketika semua orang merasa putus asa (bahkan merasa
bahwa masuk ke dalam pasar saham merupakan keputusan terbodoh dalam
hidupnya), itulah saat di mana seorang Value Investor justru boleh menjadi greedy.
Karena di saat fase market sedang putus asa, harga-harga saham menjadi sedemikian
murahnya, sehingga tidak lagi mencerminkan fundamental perusahaannya. Dan saat
market kembali ke posisi semula, seorang Value Investor akan meraih profit yang
sedemikian besar nya. Seperti yang pernah dikatakan oleh Warren Buffett:

“Be Fearful when others are


greedy, and be greedy when
others are fearful”

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 14 of 34

Chapter 3
Senjata Utama Value Investor

3.1 Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan


Pada Chapter 2 tadi, telah dikatakan bahwa Value investor percaya bahwa ketika
kita membeli saham sebenarnya kita telah membeli bagian dari perusahaan tersebut,
bukan hanya selembar kertas (saham) atau sembarang angka pada layar laptop atau
smartphone Anda, dan Value Investor akan memiliki pola pikir seperti business owner,
karena memang dengan memegang sahamnya, kita telah menjadi bagian dari pemilik
perusahaan. Sebagai business owner, senjata utama kita adalah Laporan Keuangan &
Laporan Tahunan. Di mana pada Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan kita akan
bisa melihat kinerja sebuah perusahaan dan mendapatkan gambaran secara
keseluruhan.

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan ini dirilis oleh perusahaan dan dapat
kita peroleh di website www.idx.co.id (Website ini dapat diakses untuk umum, baik
investor saham maupun yang belum menjadi investor saham). Cara mendapatkan
Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan adalah:

1. Masuk ke www.idx.co.id, kemudian pilih Perusahaan Tercatat

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 15 of 34

2. Pilih Laporan Keuangan dan Tahunan, kemudian masukan kode emiten yang
dicari

Apa perbedaan Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan? Laporan Keuangan


terbit setiap 3 bulan sekali (per kuartal). Laporan Keuangan ini lebih banyak berisikan
angka-angka yang merupakan ukuran kinerja keuangan sebuah perusahaan. Untuk
Laporan Keuangan Kuartal 1 (kinerja 3 bulan) biasanya rilis di sekitar bulan April,
Laporan Keuangan Kuartal II (kinerja 6 bulan) biasanya rilis di sekitar bulan Juli,
Laporan Keuangan Kuartal III (kinerja 9 bulan) biasanya rilis di sekitar bulan Oktober.
Nah khusus untuk Laporan Keuangan Kuartal IV (kinerja Full 1 tahun) biasanya rilis
di bulan Maret tahun berikutnya, agak lama dikarenakan harus melalui proses audit

Kedua, adalah Laporan Tahunan. Laporan Tahunan ini terbit setiap 1 tahun
sekali. Dalam Laporan Tahunan, tidak hanya berisi angka-angka, melainkan juga
penjelasan secara kualitatif dari manajemen mengenai kondisi dan apa saja yang
dialami oleh perusahaan selama 1 tahun ke belakang, dan bagaimana prospek

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 16 of 34

perusahaan ke depannya. Oleh karena itu, Laporan Tahunan ini biasanya memang
lebih tebal dibandingkan dengan Laporan Keuangan. Namun, jika sudah terbiasa kita
akan bisa merangkum intisari dari Laporan Tahunan dalam waktu yang lebih singkat.

3.2 Laporan Neraca


Dalam Laporan Keuangan, ada 3 jenis Laporan yang penting untuk kita
perhatikan. Laporan Pertama yang perlu diperhatikan adalah Laporan Neraca
(Balance Sheet). Apa yang dapat kita peroleh dari Laporan Neraca (Balance Sheet)?
Dalam Laporan Neraca, kita akan mendapatkan informasi mengenai nilai kekayaan
sebuah perusahaan dan dari mana kekayaan tersebut diperoleh. Dalam Neraca
terdapat tiga komponen utama, yaitu: Aset, Liabilitas, dan Ekuitas. Secara sederhana,
hubungan antara Aset, Liabilitas, dan Ekuitas adalah sebagai berikut:

ASET = LIABILITAS + EKUITAS


Pengertian persamaan di atas adalah: Aset sebuah perusahaan didanai oleh
pemilik (investasi awal dan laba ditahan / saldo laba) atau oleh kreditur (liabilitas /
hutang). Sebagai ilustrasi katakanlah Anda ingin membuka sebuah warung kopi. Anda
(dan rekan) sebagai pemilik katakanlah memiliki modal Rp 150 juta, kemudian Anda
memperoleh pinjaman dari pihak ketiga sebesar Rp 50 juta. Artinya sekarang warung
kopi Anda memiliki nilai kekayaan sebesar Rp 200 juta, yang didanai oleh pemilik
sebesar Rp 150 juta, dan kreditur Rp 50 juta.

ASET = LIABILITAS + EKUITAS


Rp 200 juta = Rp 50 juta + Rp 150 juta

Pada persamaan di atas, Aset berada di sisi kiri, sementara Liabilitas dan
Ekuitas berada di sisi kanan. Kedua bagian Neraca selalu bergerak bersama. Apabila
salah satu sisi bertambah atau berkurang, begitu juga sisi satunya. Untuk lebih
jelasnya, mari kita lihat beberapa skenario.

Apabila sebuah perusahaan mengambil kredit dari Bank, maka perusahaan


akan memiliki lebih banyak kas. Sisi sebelah kiri akan meningkat karena kas

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 17 of 34

merupakan aset. Namun, sisi sebelah kanan (liabilitas) juga akan meningkat. Misal,
perusahaan mengambil kredit sebesar Rp 50 juta, maka Aset dalam bentuk Kas akan
naik Rp 50 juta. Jumlah aset yang tadinya Rp 200 juta akan naik menjadi Rp 250 juta.
Sementara itu, Liabilitas juga akan meningkat dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta.

ASET = LIABILITAS + EKUITAS


Rp 250 juta = Rp 100 juta + Rp 150 juta

Selanjutnya, setelah satu tahun berlalu, warung kopi Anda ternyata


menghasilkan profit Rp 50 juta, dan Anda memutuskan untuk menahan laba / profit.
Dalam kasus ini, kedua sisi neraca akan bertambah. Warung kopi Anda sekarang
memiliki lebih banyak aset di sisi kiri, dan lebih banyak ekuitas di sisi kanan. Maka,
sekarang kondisi Neraca warung kopi Anda menjadi:

ASET = LIABILITAS + EKUITAS


Rp 300 juta = Rp 100 juta + Rp 200 juta

Aset sendiri terbagi atas Aset Lancar dan Aset Tidak Lancar. Aset Lancar adalah
Aset yang likuid dan dapat dicairkan dalam jangka waktu di bawah 1 tahun. Aset tidak
lancar adalah Aset yang dapat dicairkan dalam jangka waktu di atas 1 tahun. Contoh
daripada Aset Lancar adalah Kas dan setara Kas, Piutang Usaha, serta Persediaan.

Liabilitas juga terbagi atas Liabilitas Jangka Pendek dan Liabilitas Jangka
Panjang. Liabilitas Jangka Pendek adalah Liabilitas yang jatuh tempo dalam jangka
waktu di bawah 1 tahun. Liabilitas Jangka Panjang adalah Liabilitas yang jatuh tempo
dalam jangka waktu di atas 1 tahun.

Ekuitas terdiri dari setoran awal pemilik, serta penambahan saldo laba yang
ditahan.

Untuk melihat lebih jelas apa saja yang termasuk dalam Aset, Liabilitas, dan
Ekuitas, Anda bisa mendownload Laporan Keuangan melalui website www.idx.co.id.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 18 of 34

3.3 Laporan Laba Rugi (Income Statement)


Jika dalam Laporan Neraca kita dapat melihat Nilai Kekayaan sebuah
perusahaan, maka dalam Laporan Laba Rugi, kita mendapatkan informasi berharga
mengenai kinerja sebuah perusahaan. Dalam Laporan Laba Rugi ada beberapa
komponen yang perlu untuk diperhatikan.

Pendapatan, atau biasa disebut Revenue, merupakan total penjualan barang


dan jasa yang diakui oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu. Selain penjualan
barang dan jasa, ada sumber pendapatan lain seperti bunga dari investasi, atau
pendapatan dari Royalti yang juga dapat diakui sebagai penjualan. Beberapa
perusahaan mengakui Pendapatan ketika pelanggan telah membayar sejumlah uang,
beberapa perusahaan baru mengakui ketika suatu barang atau jasa telah diterima oleh
pelanggan. Suatu penjualan belum tentu otomatis dikonversi menjadi dana. Beberapa
perusahaan sangat cepat dalam mengubah pendapatan menjadi kas (misal: toko ritel).
Namun, untuk penjualan B2B, hal ini mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama.

Beban Pokok Penjualan, atau biasa disebut juga Cost of Goods Sold,
merupakan biaya yang timbul dari proses produksi barang dan jasa. Beban pokok
penjualan ini biasanya bersifat variable cost. Seiring dengan kenaikan pendapatan,
maka beban pokok penjualan akan semakin meningkat juga. Hanya saja yang perlu
diperhatikan adalah, mana yang lebih besar antara kenaikan pendapatan dengan
beban pokok penjualan. Misal dalam analogi warung kopi di atas, apabila ternyata
warung kopi Anda sekarang menjual lebih banyak daripada sebelumnya, maka Anda
membutuhkan lebih banyak kopi, gula, dan bahan-bahan lainnya yang dibutuhkan
untuk menghasilkan secangkir kopi. Pendapatan setelah dikurangi dengan Beban
Pokok Penjualan, akan menghasilkan yang disebut dengan Laba Bruto.

Laba bruto, atau biasa disebut juga Gross Profit, merupakan perbedaan antara
Pendapatan dengan Beban Pokok Penjualan. Laba Bruto mengukur tingkat
keuntungan sebuah perusahaan sebelum mempertimbangkan biaya lain seperti biaya
operasional, beban bunga, beban pajak, dll. Apabila laba bruto perusahaan berkurang
dari tahun ke tahun, hal ini mungkin mengindikasikan bahwa terdapat: penurunan
volume penjualan, perusahaan tidak menetapkan harga yang sesuai untuk produknya,
biaya dari bahan mentah meningkat, atau proses produksi yang tidak efisien.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 19 of 34

Beban Operasional, atau biasa disebut juga Operating Expenses, merupakan


beban yang ditimbulkan dari aktivitas operasional perusahaan, namun di luar dari
biaya produksi barang dan jasa. Kembali lagi pada analogi warung kopi, supaya warung
kopi Anda dikenal dan diketahui oleh lebih banyak orang, maka Anda melakukan
aktivitas pemasaran. Selain itu, Anda mungkin mempekerjakan lebih banyak karyawan
seiring dengan peningkatan usaha warung kopi tersebut. Biaya yang ditimbulkan dari
aktivitas pemasaran dan gaji karyawan adalah contoh dari beban operasional atau
operating expenses. Perlu untuk diketahui juga, beban operasional tidak memiliki
korelasi positif dengan peningkatan jumlah penjualan kopi tersebut seperti hal nya
beban pokok penjualan.

Laba Operasional, atau biasa disebut juga Operating Profit, merupakan


perbedaan antara Laba Bruto yang telah dikurangi dengan Beban Operasional. Laba
Operasional ini sudah mempertimbangkan beban pokok penjualan dan beban
operasional, namun belum mempertimbangkan beban bunga dan beban pajak. Apabila
laba operasional perusahaan mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hal ini
mungkin mengindikasikan bahwa terdapat : biaya operasional yang kurang efisien,
aktivitas pemasaran yang kurang tepat sasaran, beban gaji yang terlalu besar.

Beban Bunga, atau biasa disebut juga Interest Expense, merupakan biaya
yang dibebankan kreditor (bank) pada suatu bisnis untuk keuntungan penggunaan
uang mereka. Sementara itu, Beban Pajak, atau biasa disebut juga Tax Expense,
merupakan jumlah yang harus dibayarkan kepada pemerintah.

Laba Bersih, atau biasa disebut juga Net Profit, merupakan laba bersih suatu
perusahaan setelah dikurangi seluruh biaya, termasuk beban bunga dan beban pajak.
Laba bersih ini biasanya yang menjadi salah satu indikator utama yang sangat
diperhatikan oleh investor. Apabila laba bersih mengalami penurunan, maka biasanya
investor akan bereaksi secara negatif (baca : harga saham cenderung menurun), dan
apabila laba bersih mengalami kenaikan, maka biasanya investor akan bereaksi secara
positif (baca : harga saham cenderung meningkat).

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 20 of 34

3.4 Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement)


Laporan Arus Kas adalah apa yang menghubungkan antara Neraca dan Laporan
Laba Rugi, serta apa yang mendorong berjalannya perusahaan. Kas mengalir dari
pelanggan setelah penjualan, dan kas ini digunakan untuk membayar supplier serta
upah karyawan. Laba dan kas merupakan hal yang penting untuk kesuksesan bisnis.
Apabila suatu perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, maka investor akan
bereaksi negatif. Meskipun demikian, apabila perusahaan memiliki kas yang cukup,
maka perusahaan dapat bertahan, dan pada akhirnya akan sukses. Contoh: salah satu
perusahaan di Amerika, Amazon, mengalami kerugian selama 8 tahun sebelum
kemudian mendapatkan keuntungan.

Kas menjadi hal yang sangat penting bagi kelangsungan perusahaan. Ada
pepatah yang mengatakan bahwa Cash is King. Ketika sebuah perusahaan kehabisan
kas, perusahaan tidak mampu membayarkan biaya pengeluaran, upah menjadi
tertahan, dan pemasok telat mendapat pelunasan, sampai pada akhirnya perusahaan
menyatakan kebangkrutan. Beberapa opsi yang dapat dilakukan perusahaan ketika
perusahaan mulai kehabisan kas adalah menjual aset, meminjam lebih banyak uang,
atau menagih piutang pelanggan lebih cepat. Namun, ketiga hal tersebut memiliki
resiko yang cukup tinggi. Ketika perusahaan menjual aset, maka perusahaan memang
mendapatkan tambahan kas yang cukup, akan tetapi hal ini mengurangi kapasitas
perusahaan untuk berproduksi di masa yang akan datang. Begitu pula dengan
meminjam lebih banyak uang, apabila tidak diikuti dengan kemampuan perusahaan
melunasi pinjaman tersebut (apalagi tidak mampu membayar bunganya) malah justru
akan memperparah kondisi perusahaan. Opsi yang ketiga, menagih piutang pelanggan
lebih cepat juga beresiko, karena pelanggan yang tidak bersedia untuk bekerjasama
dengan cepat akan merasa perusahaan tidak memiliki fleksibilitas yang cukup dalam
hal pembayaran.

Investor yang cerdas lebih memusatkan perhatian mereka kepada kas ketimbang
laba karena beberapa alasan. Pertama, Keuntungan dapat diperbaiki dalam beberapa
periode terutama jika perusahaan memiliki fondasi yang kuat, sebaliknya kas yang
bermasalah hampir dapat dipastikan perusahaan akan segera berakhir. Kedua, kas
lebih sulit untuk dimanipulasi (baik disengaja maupun tidak disengaja) karena kas

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 21 of 34

dapat lebih mudah diukur dengan menggunakan rekening bank. Seperti dikemukakan
pada bagian Laporan Laba Rugi di atas, pencatatan penjualan (dan juga pencatatan
laba) dapat bervariasi tergantung sistem keuangan yang dipakai. Sementara arus kas
masuk dan keluar jelas tercatat dalam rekening Bank.

Dalam laporan arus kas, ada 3 bagian utama yang perlu diperhatikan, yaitu :
operating cash flow, investing cash flow, dan financing cash flow.

Operating cash flow, atau arus kas dari aktivitas


operasi, menunjukkan arus kas yang dihasilkan atau digunakan perusahaan ketika
memproduksi suatu produk barang atau jasa. Contoh arus kas masuk dalam aktivitas
operasi: penjualan barang atau jasa kepada pelanggan, penjualan surat-surat
berharga. Sementara itu contoh arus kas keluar dalam aktivitas operasi: pembayaran
kepada supplier, pembayaran bunga, pengeluaran untuk riset dan pemasaran, membeli
persediaan.

Investing cash flow, atau arus kas dari aktivitas


investasi, membahas perolehan aset jangka panjang seperti perlengkapan mesin
atau property. Contoh arus kas masuk dalam aktivitas investasi: menjual investasi
jangka pendek atau jangka panjang, menjual properti atau peralatan, mendivestasi
aset. Sementara itu, contoh arus kas keluar dalam aktivitas investasi: pembelian mesin,
investasi pada pabrik baru, akuisisi perusahaan baru.

Financing cash flow, atau arus kas dari aktivitas


pendanaan, termasuk peminjaman uang yang dilakukan perusahaan, perubahan
dalam hutang, dividen, atau bunga yang dibayarkan. Contoh arus kas masuk pada
aktivitas pendanaan: melakukan peminjaman kepada pihak ketiga atau bank,
penerbitan surat obligasi, menjual saham treasury. Sementara itu, contoh arus kas
keluar dalam aktivitas pendanaan: membayar hutang kepada pihak ketiga atau bank,
membayarkan dividend, buyback saham treasury.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 22 of 34

Laporan arus kas ditujukan untuk memberikan informasi tentang posisi kas
perusahaan, atau jumlah kas yang dimiliki perusahaan pada akhir periode dalam
seluruh rekening bank yang dimiliki. Selain itu, Laporan arus kas juga memberikan
informasi perbedaan antara jumlah kas di awal dengan jumlah kas di akhir periode
akuntansi. Apabila jumlah kas di akhir periode lebih sedikit dibandingkan dengan di
awal periode, artinya arus kas masuk lebih sedikit dibandingkan dengan arus kas
keluar (arus kas negatif). Sebaliknya, apabila jumlah kas di akhir periode lebih banyak
dibandingkan dengan di awal periode, artinya arus kas masuk lebih besar
dibandingkan dengan arus kas keluar (arus kas positif).

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 23 of 34

Chapter 4
Rasio Dasar Fundamental

Setelah mengetahui mengenai Laporan Keuangan dan Tahunan, serta jenis-jenis


Laporan yang ada di dalamnya, selanjutnya kita akan memahami mengenai apa saja
rasio dasar yang menjadi perhatian seorang Value Investor. Ada banyak rasio yang
perlu diperhatikan dalam Laporan Keuangan, namun kita akan membahas beberapa
rasio yang cukup mudah dimengerti terlebih dahulu kali ini.

4.1 Rasio Fundamental dalam Neraca


Laporan Neraca membantu kita memahami posisi keuangan dalam perusahaan.
Lebih detail lagi, kita dapat memahami apakah perusahaan mampu membayar
hutangnya? Apakah perusahaan memiliki hutang yang terlalu banyak? Apakah
perusahaan memiliki kas yang cukup untuk membayar hutang? Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada beberapa rasio dasar yang perlu kita perhatikan.
Mari kita menggunakan contoh agar lebih mudah.

TOTAL ASET TOTAL LIABILITAS TOTAL EKUITAS


Rp 300,000,000 Rp 100,000,000 Rp 200,000,000
Aset Lancar Liabilitas Jangka
Rp 60,000,000 Pendek
Rp 40,000,000
Aset Tetap Liabilitas Jangka
Rp 240,000,000 Panjang
Rp 60,000,000

Contoh Neraca Sederhana

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 24 of 34

1. Rasio Lancar (Current Ratio)


Rasio ini secara umum ingin menjawab pertanyaan “Berapa kali sebuah
perusahaan dapat membayar hutang jangka pendek dengan menggunakan
seluruh aset lancar kita (persediaan, kas, piutang dagang) tanpa menghitung
aset tetap seperti property, peralatan, dan pabrik?”
Rumus dari Rasio Lancar (Current Ratio) adalah:

Dalam contoh di atas, maka Rasio Lancar adalah Rp 60,000,000 / Rp


40,000,000 = 1.5. Artinya, untuk setiap Rp 1 dalam hutang, perusahaan
memiliki Rp 1.5 untuk membayarnya. Semakin tinggi angka Rasio Lancar ini
maka semakin baik posisi keuangan perusahaan. Apabila Rasio Lancar
kurang dari 1.0, artinya perusahaan tidak memiliki sumber daya yang cukup
untuk mengembalikan hutang.

Selain Rasio Lancar (Current Ratio), ada pula yang disebut Rasio Cepat (Quick
Ratio) dan Rasio Kas (Cash Ratio). Pada intinya, Quick Ratio dan Cash Ratio
juga ingin menjawab pertanyaan apakah perusahaan dapat membayar
hutang jangka pendek dengan menggunakan aset lancarnya. Hanya saja,
Quick Ratio mengeluarkan Persediaan dalam perhitungan Aset, sehingga
rumusnya menjadi:

Demikian pula Cash Ratio, ingin menjawab pertanyaan apakah perusahaan


dapat membayar hutang jangka pendek dengan hanya menggunakan kas
saja, sehingga rumusnya menjadi:

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 25 of 34

Notes :
Rasio Lancar yang dianggap baik adalah >1.0
Rasio Cepat yang dianggap baik adalah >1.0
Rasio Kas yang dianggap baik adalah di antara 0.5 – 1.0

2. Rasio Hutang Terhadap Modal (Debt to Equity Ratio)

Rasio ini secara umum ingin menjawab pertanyaan “Apakah hutang yang ada
saat ini (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) dapat
dibayarkan dengan menggunakan ekuitas (modal) yang ada?”

Rumus dari Rasio Hutang Terhadap Modal (Debt to Equity Ratio) adalah:

Dalam contoh di atas, maka Rasio Hutang Terhadap Modal adalah Rp


100,000,000 / Rp 200,000,000 = 0.5. Artinya, total liabilitas perusahaan
hanya 0.5X (50%) dari total ekuitas perushaan. Terbalik dengan Rasio
Lancar, untuk Rasio Hutang Terhadap Modal semakin kecil semakin baik
posisi keuangan perushaan. Apabila Rasio Hutang Terhadap Modal lebih dari
1.0, maka artinya Hutang Perusahaan lebih besar dibandingkan dengan
ekuitas nya, yang artinya kurang baik.

Namun, ada beberapa industry yang terdapat pengecualian untuk rasio ini,
yaitu industry Bank, Konstruksi, dan Perusahaan Investasi.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 26 of 34

4.2 Rasio Fundamental dalam Laporan Laba


Rugi
Laporan Laba-Rugi membantu kita menjelaskan seberapa menguntungkan
sebuah bisnis. Namun, sebagai Value Investor, kita perlu memahami struktur
pendapatan, biaya, dan laba/rugi sebuah perusahaan, sehingga kita bisa mendeteksi
apakah perusahaan dalam kondisi yang sehat atau tidak, dilihat dari profitabilitas nya.
Untuk mengetahui hal tersebut, ada beberapa rasio dasar yang perlu kita perhatikan.
Mari kita kembali menggunakan contoh agar lebih mudah.

Pendapatan / Revenue Rp 80,000,000


Beban Pokok Penjualan / Cost of Goods (Rp 30,000,000)
Sold
Laba Kotor / Gross Profit Rp 50,000,000
Beban Operasional / Operating Expense (Rp 20,000,000)
Laba Operasional / Operating Profit Rp 30,000,000
Beban Bunga / Interest Expense (Rp 5,000,000)
Beban Pajak / Tax Expense (Rp 5,000,000)
Laba Bersih / Net Profit Rp 20,000,000
Contoh Laporan Laba Rugi Sederhana

1. Gross Profit Margin


Gross Profit Margin / Margin Laba Kotor secara umum ingin mengukur
profitabilitas perusahaan dilihat dari Laba Kotor nya.

Pada contoh di atas, Gross Profit Margin perusahaan adalah Rp 50,000,000


/ Rp 80,000,000 = 62.5%. Artinya, perusahaan menikmati profit 62.5% dari
total pendapatan setelah dikurangi dengan beban pokok penjualan (belum
dikurangi dengan biaya operasional, beban bunga, dan beban pajak)

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 27 of 34

2. Operating Profit Margin

Operating Profit Margin / Margin Laba Operasional secara umum ingin


mengukur profitabilitas perusahaan dilihat dari Laba Operasional nya.

Pada contoh di atas, Operating Profit Margin perusahaan adalah Rp


30,000,000 / Rp 80,000,000 = 37.5%. Artinya, perusahaan menikmati
profit 37.5% dari total pendapatan setelah dikurangi dengan beban pokok
penjualan dan biaya operasional (belum dikurangi dengan beban bunga dan
beban pajak)

3. Net Profit Margin

Operating Profit Margin / Margin Laba Operasional secara umum ingin


mengukur profitabilitas perusahaan dilihat dari Laba Operasional nya.

Pada contoh di atas, Operating Profit Margin perusahaan adalah Rp


20,000,000 / Rp 80,000,000 = 25.0%. Artinya, perusahaan menikmati
profit 25.0% dari total pendapatan setelah dikurangi dengan seluruh beban
(beban pokok penjualan, biaya operasional, beban bunga, dan beban pajak)

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 28 of 34

4.3 Rasio Fundamental dalam Laporan Arus


Kas
Laporan Arus Kas menjadi salah satu laporan yang cukup krusial di mana
apabila sebuah perusahaan tidak mampu menjaga arus kas, maka perusahaan
tersebut cepat atau lambat akan mengalami kebangkrutan.

Untuk menganalisa fundamental dari Laporan Arus Kas, seorang Value Investor
perlu untuk lebih teliti dalam membaca dan memahami Laporan Arus Kas. Misalkan,
apabila arus kas perusahaan meningkat, maka belum tentu arus kas perusahaan
dikatakan baik. Kita perlu melakukan pengecekan lebih dalam, apakah kenaikan arus
kas tersebut diperoleh dari operating cash flow atau kah diperoleh dari financing cash
flow? (Jika Anda belum memahami operating cash flow dan financing cash flow, silakan
baca kembali Chapter 3). Apabila arus kas naik namun disebabkan oleh financing cash
flow nya (yang diperoleh karena perusahaan melakukan pinjaman), sementara
operating cash flow nya negative, maka arus kas perusahaan tersebut tidak dapat
dikatakan baik.

Bagaimanakah Laporan Arus Kas yang dikatakan baik?

1. Operating Cash Flow.


Operating Cash Flow yang baik bernilai positif, atau dengan kata lain uang
kas masuk lebih besar daripada uang kas keluar. Ketika Operating Cash Flow
bernilai positif, artinya pemasukan kas dari pelanggan cukup untuk
membayar supplier, pegawai, dll. Sebaliknya, apabila operating cash flow
bernilai negatif, artinya pemasukan kas dari pelanggan tidak mencukupi
untuk membayar supplier, pegawai, dll.

2. Investing Cash Flow


Investing Cash Flow yang baik memiliki nilai negatif. Ketika Investing Cash
Flow bernilai negative, artinya perusahaan sedang melakukan ekspansi (baik
berupa mesin, peralatan, pabrik, atau melakukan akuisisi), yang artinya
perusahaan melihat masa depan nya cerah dan prospektif sehingga berani
melakukan ekspansi. Sebaliknya, apabila perusahaan memiliki investing

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 29 of 34

cash flow yang positif, artinya perusahaan tidak sedang berekspansi, atau
yang lebih buruk, perusahaan melakukan penjualan aset, yang berpotensi
mengurangi kapasitas produksi di masa yang akan datang.

3. Financing Cash Flow


Jika operating cash flow yang baik bernilai positif, dan investing cash flow
yang baik bernilai negatif, lalu bagaimanakah Financing cash flow yang baik?
Financing Cashflow yang baik tergantung dari selisih antara Operating Cash
Flow dan Investing Cash Flow. Apabila jumlah Operating Cash Flow dan
Investing Cashflow bernilai positif (yang artinya Operating Cash Flow juga
mampu menutupi Investing Cash Flow), maka Financing Cash Flow yang baik
adalah negatif, di mana kelebihan kas tersebut bisa digunakan untuk
melakukan pembayaran hutang sehingga menurunkan jumlah hutang.
Sebaliknya, apabila jumlah Operating Cash Flow dan Investing Cashflow
bernilai negatif (yang artinya Operating Cash Flow tidak mampu menutupi
Investing Cash Flow), maka Financing Cash Flow yang baik adalah bernilai
positif, yang artinya perusahaan melakukan pinjaman untuk menutupi
kekurangan tersebut.

Mari kita kembali menggunakan contoh agar bisa lebih memahami maksudnya.

Perusahaan A Perusahaan B Perusahaan C


Operating Cash Flow Rp 65,000,000 Rp 30,000,000 (Rp 10,000,000)
Investing Cash Flow (Rp 25,000,000) (Rp 50,000,000) Rp 20,000,000
Financing Cash Flow (Rp 20,000,000) Rp 40,000,000 Rp 10,000,000
Kenaikan / (Penurunan) Rp 20,000,000 Rp 20,000,000 Rp 20,000,000
Arus Kas

Dari 3 contoh di atas, yaitu Perusahaan A, Perusahaan B, dan Perusahaan C,


mana kah yang dikatakan memiliki Cash Flow yang baik? Perusahaan A, Perusahaan
B, dan Perusahaan C sama-sama memiliki kenaikan arus kas Rp 20,000,000. Namun
arus kas manakah yang dikatakan baik?

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 30 of 34

Perusahaan A dikatakan memiliki arus kas yang baik, karena Perusahaan A


memiliki operating cash flow positif Rp 65,000,000. Operating Cash Flow yang positif
ini mampu untuk menutupi dana investasi yang dibutuhkan untuk investing cash flow
sebesar (Rp 25,000,000). Setelah dikurangi investing cash flow, maka masih ada Free
Cash Flow sebesar positif Rp 40,000,000. Free Cash Flow yang positif ini dimanfaatkan
Perusahaan A untuk membayar pinjaman sebesar (Rp 20,000,000). Sehingga secara
keseluruhan, arus kas Perusahaan A masih ada kenaikan Rp 20,000,000. Sehingga
bisa kita katakan bahwa Perusahaan A memiliki arus kas yang baik.
Perusahaan B memiliki Operating Cash Flow yang positif Rp 30,000,000. Namun
dana dari Operating Cash Flow ini tidak mampu untuk menutupi dana yang
dibutuhkan untuk Investing Cash Flow sebesar (Rp 50,000,000), sehingga Free Cash
Flow negative Rp 20,000,000. Free Cash Flow yang negative ini membuat perusahaan
harus mencari pinjaman agar arus kas tetap meningkat. Beruntung, Perusahaan B
mampu mendapatkan pinjaman sebesar Rp 40,000,000 sehingga secara total,
Perusahaan B tetap mengalami kenaikan arus kas Rp 20,000,000. Sehingga bisa kita
katakan bahwa Perusahaan B juga memiliki arus kas yang baik, meskipun tidak sebaik
Perusahaan A.
Perusahaan C memiliki Operating Cash Flow yang negatif Rp 10,000,000.
Sementara itu, Perusahaan C juga melakukan penjualan aset sehingga Investing Cash
Flow justru positive Rp 20,000,000. Meskipun Perusahaan C memiliki Free Cash Flow
sebesar Rp 10,000,000, Perusahaan juga masih mencari pinjaman sebesar Rp
10,000,000. Sehingga bisa kita katakan bahwa Perusahaan C memiliki arus kas yang
kurang baik dibandingkan Perusahaan A dan Perusahaan B.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 31 of 34

Chapter 5
Saham Undervalued & Nilai Intrinsik

5.1 Memahami Saham Undervalued


Setelah kita memahami rasio apa saja yang dikatakan bahwa sebuah
perusahaan memiliki fundamental yang baik, selanjutnya kita akan mempelajari kapan
sebuah harga saham dikatakan murah, atau undervalued. Hal ini penting, karena
saham yang memiliki fundamental bagus saja, belum cukup bagi seorang Value
Investor. Banyak saham yang memiliki fundamental bagus, namun memiliki harga
saham yang relatif mahal atau overvalued. Maka tugas seorang Value Investor
selanjutnya adalah menganalisa apakah harga sahamnya saat ini bisa dikatakan
murah atau tidak.

Lalu bagaimana cara kita tahu harga sahamnya murah atau mahal? 90%
investor hanya melihat pergerakan harga saham (baik naik maupun turun) tanpa
mengetahui nilai sebenarnya dari sebuah perusahaan itu sendiri. Nah di sini kita perlu
sebuah nilai pembanding untuk mengetahui apakah harga sahamnya saat ini
dikatakan mahal atau murah. Nilai pembanding inilah yang disebut dengan nilai
intrinsik atau intrinsic value. Agar lebih mudah memahaminya, mari kita menggunakan
sebuah contoh:

Harga Saham Nilai Intrinsik


Perusahaan A 1000 2000
Perusahaan B 500 700

Harga saham Perusahaan A saat ini adalah Rp 1000, sementara harga saham
Perusahaan B saat ini adalah Rp 500. Menurut Anda, manakah harga saham yang
dikatakan lebih murah? Bagi investor yang tidak memahami konsep Value Investing,
akan mengatakan bahwa harga saham B lebih murah, karena harga saham B (Rp 500)
hanya setengahnya nya dari Perusahaan A (Rp 1,000). Padahal hal ini belum tentu
benar. Setelah kita hitung, ternyata Intrinsic Value Perusahaan A adalah Rp 2,000 dan

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 32 of 34

Intrinsic Value Perusahaan B adalah Rp 700. Jadi, apabila kita sudah memahami
konsep Intrinsic Value, maka sekarang kita mengetahui bahwa harga saham
perusahaan A lah yang lebih murah dibandingkan harga saham perusahaan B. Atau
dengan kata lain, bisa kita katakan bahwa harga saham Perusahaan A undervalued,
sementara harga saham Perusahaan B overvalued.

Hati-hari membedakan antara saham murah (undervalued) dengan saham


murahan (gorengan / penny stock). Saham murah (undervalued) adalah saham-saham
yang memiliki fundamental bagus, namun harga sahamnya sedang dihargai rendah
oleh market karena faktor non-fundamental. Misalkan karena sentiment negatif sesaat
yang belum tentu kebenarannya. Sementara saham murahan (gorengan / penny stock)
adalah saham-saham yang memiliki fundamental jelek, misalkan karena perusahaan
selalu mencatatkan kerugian, ekuitas yang tidak bertumbuh, arus kas yang selalu
negatif, atau bisa jadi karena kualitas manajemen yang tidak transparan. Seberapa
rendah pun harga sahamnya, tetap tidak layak untuk dijadikan tempat untuk
berinvestasi.

5.2 Memahami Intrinsic Value


Sekarang kita telah memahami kapan harga saham dikatakan murah
(undervalued), yaitu apabila harga saham nya saat ini berada jauh di bawah nilai
intrinsiknya. Pertanyaan berikutnya adalah apa sebenarnya pengertian dari intrinsic
value dan bagaimana cara menghitungnya?

Pengertian Intrinsic Value adalah nilai kekayaan bersih perusahaan saat ini
ditambah dengan akumulasi laba yang bisa dikumpulkan ke depannya. Jadi kembali
contoh di awal, di mana kita menggunakan analogi warung kopi. Ekuitas Warung Kopi
Anda saat ini adalah Rp 200 juta. Selain itu, warung kopi Anda bisa menghasilkan
laba bersih Rp 20,000,000 per tahunnya. Katakanlah saya mendatangi Anda dan
menawarkan uang sejumlah Rp 200 juta (sejumlah nilai ekuitas saat ini) kepada Anda
untuk melepas kepemilikan warung kopi Anda kepada saya. Pertanyaannya, apakah
Anda akan melepaskan warung kopi tersebut? Jawabannya tentu tidak. Karena
apabila Anda melepaskan warung kopi kepada saya dengan harga Rp 200 juta, maka

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 33 of 34

keuntungan Rp 20 juta per tahun tadi tidak bisa lagi Anda nikmati karena juga akan
berpindah ke saya. Oleh karena itu, Anda seharusnya melakukan negosiasi ke saya,
bahwa Nilai Intrinsik untuk warung kopi tersebut di atas Rp 200 juta.

Lalu berapa nilai intrinsik dari warung kopi tersebut? Salah satu pendekatan
yang paling sederhana adalah dengan menambahkan nilai ekuitas dengan akumulasi
laba bersih selama beberapa tahun ke depan (biasanya 5 tahun). Sehingga dengan laba
bersih Rp 20 juta per tahun, akan tercipta akumulasi laba bersih sebesar Rp 100 juta
dalam waktu 5 tahun. Akumulasi laba bersih Rp 100 juta tersebut ditambahkan
dengan ekuitas warung kopi tersebut (Rp 200 juta) sehingga nilai yang wajar nya
menjadi Rp 100 juta + Rp 200 juta = Rp 300 juta. Sehingga Anda seharusnya
bernegosiasi bahwa harga wajar warung kopi Anda bukanlah Rp 200 juta, melainkan
Rp 300 juta.

Nah lalu berapa harga sahamnya yang wajar dari warung kopi tersebut?
Katakanlah warung kopi Anda sudah menjadi perusahaan publik, dan saat ini jumlah
saham yang beredar adalah 1 juta lembar saham. Maka nilai intrinsik per lembar
saham untuk warung kopi Anda adalah Rp 300 juta : 1 juta lembar = Rp 300. Apabila
saat ini harga saham warung kopi Anda berada di bawah Rp 300, bisa dikatakan harga
sahamnya undervalued, sementara apabila harga saham warung kopi Anda berada di
atas Rp 300, bisa dikatakan harga sahamnya overvalued.

Apakah nilai intrinsik selalu tetap? Jawabannya tidak. Apabila ternyata pada
tahun berikutnya warung kopi Anda bisa menghasilkan laba lebih dari Rp 20 juta, serta
ekuitas warung kopi Anda juga naik melebihi Rp 200 juta, maka nilai intrinsik nya juga
akan lebih dari Rp 300 per lembar saham (bisa dihitung dengan cara yang sama).
Sebaliknya, apabila ternyata pada tahun berikutnya warung kopi Anda ternyata
mengalami penurunan laba bersih, serta ekuitas juga menurun, maka nilai intrinsik
warung kopi Anda akan lebih rendah dari Rp 300 per lembar saham.

Bagaimana kalau ternyata warung kopi Anda justru mengalami kerugian? Bisa
kita katakan apabila warung kopi Anda mengalami kerugian (atau kinerja nya tidak
stabil) maka warung kopi Anda tidak lagi memiliki nilai intrinsik. Oleh karena itu dalam
bursa saham di BEI, carilah perusahaan-perusahaan yang konsisten mencetak laba
dan kenaikan ekuitas, agar bisa kita hitung berapa nilai wajar atau nilai intrinsik
perusahaan tersebut.

Metode Value Investing untuk Pemula


Metode Value Investing Untuk Pemula Page 34 of 34

Selamat!
Anda baru saja menyelesaikan E-Book Metode Value Investing Untuk Pemula.
Ini merupakan langkah awal Anda untuk menjadi seorang Value Investor yang
professional di pasar saham.

Menjadi seorang Value Investor yang handal membutuhkan waktu dan


konsistensi untuk bisa berhasil di pasar saham, seperti layaknya Warren Buffett, salah
satu orang terkaya di dunia berkat konsistensinya dalam menjalankan konsep Value
Investing di pasar saham. Warren Buffett sendiri menjalankan konsep Value Investing
tidak hanya 1 atau 2 tahun, melainkan 70 tahun lebih sampai dengan saat ini.

What’s Next?
Saya ingin mengajak Anda agar kita bisa sukses bersama di pasar saham!
Bagaimana caranya?

Langkah 1 : Untuk Anda ingin mengetahui lebih jauh mengenai Value


Investing, Anda bisa membaca artikel-artikel yang saya tulis mengenai Value
Investing di http://rivankurniawan.com

Langkah 2 : Untuk Anda yang masih pemula namun sudah serius untuk
berinvestasi di saham, saya akan membantu Anda dengan memberikan panduan,
yang informasinya dapat Anda peroleh di bit.ly/MonthlyInvestingPlan

Langkah 3 : Untuk Anda yang ingin mendalami Metode Value Investing


secara lebih professional, Anda bisa mengikuti berbagai Workshop yang saya adakan
yang informasinya dapat Anda peroleh di bit.ly/UltimateValueInvesting

Apabila Anda memiliki pertanyaan, Anda juga bisa sampaikan melalui email :
rivan.investing@gmail.com, atau via WA : 0896-3045-2810 (Johan).

Happy Investing!

Metode Value Investing untuk Pemula

Anda mungkin juga menyukai