A. Psikologi Pasar
Analisa psikologi Pasar Modal adalah analisa tingkah laku dan proses mental dari pelaku
pasar. Analisa ini menfokuskan pada pola pergerakan harga yang diakibatkan oleh perilaku
investor, setiap saham memiliki karakteristik perilaku pergerakan, hal tersebut sesuai dengan
tingkah laku dan proses mental dari mayoritas investor saham tersebut.
Dicontohkan saham Indofood Sukses Makmur, Tbk (INDF) memiliki perilaku devensif,
industri makanan dan minuman selalu dibutuhkan oleh masyarakat dan laku di setiap kondisi,
sehingga mayoritas investor berprilaku devensif tentunya investor yang memiliki perilaku
agresif tidak akan menginvestasikan dananya kepada saham ini, karena saham ini tidak bisa
memberikan keuntungan dalam waktu singkat.
Karakter investor berdasarkan waktu investasi jangka panjang dan jangka pendek
"trading", Investor ada yang Domestik perorangan dan domestik institusi, investor asing
"foreign" perorangan dan investor asing "forein" institusi, selain itu investor juga melakukan
investasi berdasarkan segmen industri, segmen kapitalisasi pasar dan juga melakukan
investasi berdasarkan alat analisa investasi khususnya teknikal analisis. Dari jenis investor,
jenis waktu investasi dan jenis analisa yang digunakan investor akan menciptakan karakter
pergerakan harga saham.
Analisa investasi baik analisa fundamental maupun analisa teknikal tidak ubahnya
sebagai alat semata, seperti ketika kita bermain musik, alat musik dan kunci nada adalah alat,
untuk menjadi musik yang merdu dan enak didengar dibutuhkan kemampuan seseorang untuk
memainkannya. Investasi juga tidak ubahnya seperti bermain musik diperlukan kemampuan
untuk menggunakan analisa fundamental dan teknikal sehingga inves tor bisa menghasilkan
keuntungan, untuk itu diperlukan setrategi investasi "trading" saham diantaranya adalah:
1. Trading plan dikatakan mutlak dalam investasi saham, investor harus memiliki planning
dalam melakukan investasi meliputi saham dengan segmen usaha apa yang mau dibeli,
harga saham kisaran berapa, dan juga diharga berapa kita melakukan pembelian dan
seberapa jauh kerugian yang patut ditoleransi ketika analisa yang di gunakan tidak tepat
dalam memprediksi, sehinga segalanya sudah ter-planning dengan baik.
4. Tidak Over trading, over trading terjadi biasanya pada invetor yang melakukan
investasi jangka pendek "trading", dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal, maka investor melakukan trading secara terus menerus dengan mengalihkan
dana portofolio dengan cepat. Justru jika hal tersebut dilakukan secara terus menerus
akan mengakibatkan over trading, kadang kerugian bukan karena salah dalam
menggunakan analisa akan tetapi kerugian terjadi karena biaya tranding mahal. Biaya
tranding "fee" di bayarkan setiap melakukan transaksi baik transaksi beli atau jual dengan
terlalu seringnya melakukan pengalihan portofolio, biaya "fee" yang harus dibayarkan
berkali-kali sehingga jika ditotal biaya dengan keuntungan bisa jadi lebih besar dari
biaya, atau pun jika memperoleh keuntungan tidak maksimal karena dipotong oleh biaya
yang besar.
5. Menerima Kerugian, kerugian adalah sesuatu yang sangat di hindari oleh investor
namun hal tersebut justru terjadi kerugian yang fatal dikarenakan investor sangat
menghindari kerugian, misalnya investor mengalami kerugian dikarenakan salah salam
memilih saham dengan trand yang turun "down trend" dikarenakan investor sangat
menghindari kerugian maka investor tersebut tidak mau menjual dengan rugi "cute loss",
Karena down trend maka saham yang suda terlanjur dibeli Mengalami penurunan terus-
menerus, maka kerugian yang Harusnya bisa diminimalisir akan berubah menjadi
kerugian Yang sangat besar dikarenakan saham mengalami penurunan yang terus-
menerus.
Sebelum membahas tentang perilaku keuangan, penulis ada sebuah yang perlu kita
renungkan dalam perilaku investasi atau perilaku kita dalam menggunakan sumber daya
keuangan kita. Apakah kita dalam menggunakan sumber daya keuangan kita selalu realistis?
Apakah kita membeli sesuatu selalu dikarenakan karena kebutuhan kita? Atau karena
keinginan kita saja? Tanpa kita kadang perlu tahu dan mempertimbangkan apakah kita butuh,
apakah kita di rumah masih punya barang sejenis tapi dengan desain baru, fitur baru kita
berkeinginan menambah koleksi kita, lantas apakah barang tersebut kita gunakan atau jika
kita gunakan pastinya kita akan menyia-nyiakan barang kita yang sebelumnya walaupun kita
tahu bahwa barang tersebut masih berfungsi dengan baik.
Sebagai guyonan ini juga sering sekali terjadi pada kehidupan pribadi kita, kita sudah
mempunyai keluarga yang sempurna, setidaknya menurut orang lain namun di mata kita pasti
ada yang kurang, ketika kita melihat pasangan kita karena sudah hidup bersama lama pastinya
kadang kebosanan muncul, kadang ada keinginan kita untuk memiliki pasangan lain atau
paling tidak mendua dalam istilah lain selingkuh ha..ha.., sebelum ngelantur mari kembali
pada perilaku keuangan.
Sering sekali kita tidak melihat serta menyadari bahwa perilaku keuangan kita sering
sekali menyertakan emosi kita sebagai manusia, sehingga kesalahan-kesalahan konitif
mengenai keputusan tersebut mempengaruhi hasil dari perilaku kita.
Pesan utama dari behavioral finance adalah bukan pada bagaimana mengalahkan pasar,
pemahaman bahwa kita bisa memprediksi pasar dengan tepat merupakan hal yang salah dan
sangat berbahaya. Hal tersebut di karenakan manusia adalah pemproses informasi yang tidak
sempurna, sering mengalami bias pemahaman, ilusi persepsi bahkan eror informasi.
Kesalahan-kesalahan tersebut mengingatkan kita pada risiko yang jauh lebih besar dari
kesalahan analisa fundamental, namun atas kesalahan tersebutlah ternyata akan memberikan
kesempatan pada investor lain untuk memperoleh kentungan. Dari ahli prilaku keuangan
menekankan, bahwa meskipun pelaku pasar selalu belajar namun sangat lambat, sebagai
contoh di akhir 2007 dan awal 2008 harga minyak mengalami peningkatan cukup agresip
walupun negara negara pemproduksi minyak berloma untuk memproduksinya. Hal tesebut
kontras dengan kondisi Amerika di mana pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan,
bahkan di tahun 2007 dilanda krisis subprime mortgage di puncaknya pada semester 2008,
bermula dari sejumlah besar kredit perumahan Subrime Mortgage yang bermasalah di
Amerika. Hal tersebut di picu oleh kebijakan Amerika di mana di tahun 2004 mulai
pemperketat kebijakan moneter, trend peningkatan suku bunga yang dilakukan Bank Sentral
Amerika (The Fed), sehingga mendorong debitur mengalami gagal bayar, cicilan utang
perumahan meningkat, rumah banyak disita oleh bank, sehingga berdampak buruk pada
sektor properti. Dalam memberi pinjaman perumahan perbankan menggunakan dana pihak
ketiga yakni dana bank yang lebih besar, dari gabungan surat-ruat utang (mortgage) bank
kehilangan uang dalam jumlah besar dan tidak mampu membayar utang mereka ke bank
pemberi utang yang menimpa gagal bayar masal (Subrime Morgate) dikutip dari jurnal
(Daniela, 2014).
Pada sisi moneter dikutip dari (Nezky, 2013) di tahun 2007 di bulan Desember rupiah
sempat menguat Rp. 9.118,-/USD dari sebelumnya dari Rp. 9.419,-/USD di tahun November
2008 terdampak krisis keuangan Amerika tersebut melemah sampai Rp. 12.151,-/USD. Di
bursa saham Indonesia setelah Indeks Saham Gabungan (IHSG) di akhir 2007 di tutup di level
2.759, hampir semua analis memprediksi bahwa IHSG akan naik pada level 3.300-3.600 di
tahun 2008. Pada kenyataannya IHSG jatuh pada level 1.100 di mana di akhir tahun ditutup
pada level 1.355 di tahun 2008.
Dari contoh diatas membuktikan bahwa manusia bukan pemproses informasi yang
sempurna, sering mengalami bias informasi, ilusi persepsi bahkan eror. Dari kesalahan
tersebut dapat dibayangkan berapa uang yang dimiliki oleh investor melayang di pasar modal
dengan indeks mengalami penurunan lebih dari setengah dari nilainya. Ternyata dari
kesalahan yang menimbulkan kerugian yang sangat fantastis tersebut memberikan
kesempatan bagi investor lain untuk memperoleh keuntungan yang fantastis pula di mana
IHSG di awal tahun 2018 mencapai level tertinggi pada posisi 6.635. Dalam jurnal yang
ditulis (Sisbintari, 2017) menyimpulkan bahwa behavioral finance bertujuan untuk menjawab
beberapa anomaly pasar yang belum mampu dijawab oleh teori-teori investasi, behavioral
finance mempelajari bagaimana manusia secara aktual berperilaku sebuah keputusan
keuangan, behavioral mempelajari bagimana psikologi mempengaruhi keputusan keuangan
perusahaan dan pasar keuangan, behavioral finance merupakan interdisiplin dari tiga kajian
yaitu psikologi, sosiologi dan keuangan sehingga terlihat jelas tidak menyingkirkan
tradisional finance, namun melengkapi kajian dengan menambah bidang sosiologi dan
psikologi.
Dalam buku Registred Securities Analyst, tim penyunting CSA INSTITUTE pokok
bahasan behavioral finance dituliskan bahwa behavioral finance sebagai aplikasi psikologi
terhadap perilaku keuangan atau perilaku dari praktisi, hal tersebut karena sifat dasar manusia.
Kesalahan satu investor dapat menjadi keuntungan investor lain, tetapi kesalahn investor juga
bisa menjadi resiko investor lain pula. Jika seorang investor mengabaikan kesalahan orang
lain akan melewatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan atau mengabaikan adanya
risiko tambahan buat dirinya. Sehingga investor harus belajar menjadi akademisi dan praktisi
sehingga memiliki pemahaman yang lebih baik atas psikologi investor dari pengalaman
investasinya, pengalaman investor lain, belajar dari kesalahan dirinya dan belajar dari
kesalahan orang lain, mempelajari kesalahan orang lain, mempelajari penyebab kesalahan,
menghindari kesalahan dan juga harus mengetahu isu-isu yang aktual.
Dalam tulisan Frank Cappielo mengingat dua faktor yang melanda investor lain yaitu
kesalahan dan ketakutan. Dalam pandangan psikologi juga menemukan faktor penting lainya,
pertama yang menentukan perilaku pengambilan risiko bukan kesalahan dan ketakutan,
namun harapan dan ketakutan. Kedua khilaf adalah hal yang manusiawi, sehingga mnedorong
seseorang membuat kesalahan yag berulang-ulang.
Dalam perkembangan teori perilaku keuangan dikenal teori prospek (prospect theory)
yang dipelopori oleh Daniel Kahneman dan Amos Tvesky satu-satunya pemenang model
ekonomi di mana teori tersebut memasukkan pronsip-prinsip terdiri dari :