Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH

FINANCIAL BEHAVIOUR

INVESTOR BIASES DEFINED AND ILUSTRATED

Dosen Pengampu :
Dr. Siti Aisjah.

Disiapkan oleh :
Hanifa Bennu Nur | 197020200111015

Program Doktor Ilmu Manajemen


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2020
INVESTOR BIASES DEFINED AND ILUSTRATED

1. Pengantar
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi pengambilan keputusan para investor dalam
berinvestasi salah satunya adalah faktor psikologis. Faktor psikologis tersebut bahkan dinilai
dapat menyebabkan para investor melakukan hal yang tidak rasional dan tidak dapat diprediksi.
Terkadang emosi, sifat, pengetahuan, preferensi, serta berbagai macam hal yang melekat pada
diri manusia melandasi munculnya keputusan dalam bertindak. Hal tersebut membuat mereka
kehilangan kendali diri, di mana mereka menjadi terlalu percaya diri atau malah menjadi terlalu
pesimis.
Apa saja aspek psikologis yang mendasari pengambilan keputusan? Menurut Michael
M. Pompian, yang memengaruhi para investor dalam mengambil keputusan adalah aspek
kognitif dan emosi. Masalahnya, kedua aspek tersebut sangat mudah mengalami bias atau
penyimpangan.
a. Bias Kognitif
Kognisi adalah proses pemahaman, pengolahan, pengambilan kesimpulan atas suatu
informasi atau fakta. Sesuai namanya, bias kognitif menggambarkan adanya penyimpangan
atau berat sebelah yang disebabkan oleh informasi yang dimiliki oleh investor. Beberapa
ragam bias yang termasuk dalam bias kognitif ini adalah Representative bias, Anchoring and
Adjustment Bias, Availability Bias, Self Atribution Bias, Illusion of Control Bias, Conservatism
Bias, dll.
b. Bias Emosi
Emosi lebih menitikberatkan pada perasaan dan spontanitas dibandingkan fakta. Dengan
demikian, bias emosional menggambarkan kesalahan keputusan karena mengabaikan fakta.
Beberapa contoh ragam bias emosi ini adalah: Overconfidence Bias, Self Control Bias, dll.
Beberapa ragam bias tersebut, selanjutnya akan dibahas dalam tulisan ini.

2. Ragam Bias
Konsep bias lahir dari asumsi Behavioral Finance. Suatu kajian yang meyakini bahwa
ada pengaruh psikologis yang memengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi.

2.1. Overconfidence Bias (Bias Terlalu Percaya Diri)


Overconfidence merupakan salah satu jenis bias atau ketimpangan yang muncul secara
alamiah, yang dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan seluruh manusia.
Bias overconfidence sendiri bisa didefinisikan sebagai kesalahan investor dalam meyakini
kemampuan analisisnya yang mengarah pada prediksi yang keliru. Singkatnya, orang berpikir
bahwa mereka lebih cerdas dan memiliki informasi yang baik daripada keadaan yang
sebenarnya. Studi empiris menunjukkan bahwa perilaku overconfident ini lebih banyak muncul
ketika investor memasuki sesi perdagangan pra-pembukaan dan ketika pasar dalam
posisi bullish setelah berita bagus memasuki pasar.
Implikasi dari bias ini adalah investor cenderung merasa bahwa analisis yang menjadi
dasar keputusan transaksinya telah benar walaupun nyatanya tidak demikian. Contoh
kasusnya, seorang investor baru saja mendapat tips tokcer dari broker dan membaca artikel
(yang menurutnya sangat informatif) tentang trading di internet. Setelah mendapatkan informasi
tersebut, ia merasa siap untuk mengambil tindakan. Akhirnya ia pun nekat
melakukan trading saham berdasarkan pengetahuan baru yang ia rasa akan membawa
keuntungan baginya. Padahal, ilmu yang dimiliki oleh investor ini belum komprehensif dan
masih banyak hal yang harus dipelajari. Beruntung bila ia kebetulan mendapatkan return yang
sesuai ekspektasinya. Bagaimana kalau ternyata ia malah rugi?
Apa yang Menyebabkan Investor Overconfidence?
Asumsi Behavioral Finance menjelaskan, ada dua hal yang menyebabkan investor
cenderung percaya diri berlebihan. Pertama, semua orang menilai dirinya positif. Kedua, secara
psikologis, semua orang ingin mengendalikan situasi dan lingkungan sekitar dirinya dan merasa
mampu untuk melakukan itu. Lalu, apakah benar overconfidence bisa membahayakan investasi
Anda?
Fakta berikut dapat memperlihatkan kelemahan dari overconfindence. Menjelang akhir
1920-an, John Maynard Keynes, pemenang Nobel sekaligus ekonom paling berpengaruh di
dunia pada abad 20, dikenal atas keahliannya berdagang mata uang, komoditas, dan saham.
Portofolio pribadinya pun penuh dengan saham beberapa perusahaan di Inggris dan kontrak
berbagai komoditas. Sebelum tragedi Depresi Besar tahun 1929, teman Keynes yang bekerja
sebagai bankir Swiss sempat menasihatinya untuk tidak menyimpan, apalagi membeli saham,
mengingat suramnya situasi di bursa saat itu. Namun, Keynes dengan penuh percaya diri
bersikeras untuk menyimpan, bahkan menambah portofolionya. Beberapa saat sebelum terjadi
depresi ekonomi di seluruh dunia, Keynes dengan yakin berkata: “Kita tidak akan mengalami
crash di zaman ini.” Akibat kepercayaan diri yang berlebihan, portofolio Keynes pun tersapu
depresi dan hanya tersisa seperempatnya. Sejak saat itu, Keynes pun percaya harga saham
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fundamental.
Gejala investor overconfidence dan dampak buruknya menurut Michael M. Pompian
dalam bukunya yang berjudul Behavioral Finance and Wealth Management.
1) Terlalu Yakin atas Kemampuannya Sendiri untuk Mengidentifikasi Suatu Perusahaan
Sebagai Pilihan Investasi yang Potensial
Gejala:
Investor overconfidence terlalu yakin atas kemampuan mereka dalam mengidentifikasi
suatu perusahaan sebagai pilihan investasi yang potensial. Mereka merasa bahwa analisis
yang mereka lakukan benar dan prediksi mereka sudah tepat. Dengan begitu, mereka pun
tak ragu-ragu untuk menaruh seluruh sahamnya di perusahaan tertentu. Mereka pun
mengesampingkan informasi negatif yang mengindikasikan peringatan bahwa pembelian
saham tidak boleh dilakukan atau saham yang sudah dibeli harus dijual. Hal ini disebabkan
karena mereka terlalu yakin dan percaya pada pandangan dan pengetahuan mereka sendiri
sehingga informasi lain yang mereka dapat tidak terlalu mereka hiraukan.
Dampak:
Setelah membutakan diri terhadap prospek kerugian perusahaan yang mereka percayai,
barulah mereka terkejut dan kecewa setelah kinerja investasinya buruk.
2) Transaksi Berlebihan Karena Menyangka Keputusannya Benar
Gejala:
Investor yang terlalu percaya diri cenderung melakukan perdagangan secara berlebihan
karena mereka percaya bahwa mereka memiliki pengetahuan khusus yang tidak dimiliki
orang lain. Mereka juga berpikir bahwa semakin sering memasuki pasar, akan semakin
banyak pula keuntungan yang bisa didapat.
Dampak:
Fakta menunjukan bahwa mereka yang sering memasuki hanya akan selalu tergoda untuk
melakukan transaksi bahkan yang tidak menguntungkan sekalipun. Perilaku perdagangan
yang berlebihan pun telah terbukti berakibat pada meningkatnya biaya transaksi termasuk
kalkulasi pajaknya, sehingga peluang memperoleh keuntungan nihil atau bahkan
mengalami kerugian. Analis saham dan investor ternama asal Amerika Serikat Jesse
Livermore pernah mengatakan: “Jangan mencoba bermain pasar sepanjang waktu. Itu tidak
bisa dilakukan, terlalu memainkan emosi.
3) Meremehkan Risiko Penurunan
Gejala:
Investor yang terlalu percaya diri, terutama mereka yang yakin akan kemampuannya
memprediksi, cenderung meremehkan risiko penurunan. Sikapnya ini membuat mereka
tidak mempertimbangkan kemungkinan timbulnya kerugian dalam portofolio mereka. Hal ini
bisa jadi disebabkan karena mereka tidak tahu, tidak mengerti, atau tidak mengindahkan
statistik kinerja investasi historis.
Dampak:
Akibatnya, mereka bisa saja secara tidak terduga memiliki kinerja portofolio yang buruk.
4) Portofolio Tak Terdiversifikasi
Gejala:
Investor yang terlalu percaya diri memiliki portofolio yang tidak terdiversifikasi karena sudah
terlalu yakin bahwa perusahaan yang ia pilih akan memberikan return tinggi.
Selain itu, tak sedikit investor menolak diversifikasi karena berpikir seperti ini: “Jika tujuan
investasi kita adalah memaksimalisasi keuntungan dan bukan meminimalisasi risiko,
mengapa kita harus melakukan diversifikasi?”, “Diversifikasi akan membuat kita tidak gesit
dalam menghadapi pasar yang bearish”, “Diversifikasi itu cocok untuk investor awam yang
tidak yakin akan kemampuan pemilihan sahamnya”, “Bill Gates tak akan menjadi manusia
terkaya dunia jika dia menerapkan diversifikasi”, dll.
Dampak:
Investor yang berpikir seperti di atas tidak memahami bahwa jika ia tidak mengalokasikan
aset secara strategis, mereka dapat menanggung risiko lebih besar daripada yang bisa
mereka tolerir. Investor tentu merasa hebat dan semakin percaya diri saat
mendapat return maksimal, tapi mereka baru benar-benar mengetahui pentingnya
meminimalisasi risiko dengan diversifikasi saat sudah merasakan rugi.
Apa yang Harus Dilakukan untuk Menghindari Perilaku Overconfidence?
Terlalu percaya diri adalah salah satu bias paling merugikan yang dapat dimiliki oleh
seorang investor. Pasalnya, kepercayaan diri Anda memperlakukan portofolio Anda secara
buruk. Contohnya seperti meremehkan risiko penurunan, terlalu sering trading untuk mengejar
“saham panas“, memegang portofolio yang kurang berkembang, dan tidak melakukan
diversifikasi. Keempat sikap tersebut dapat menimbulkan bahaya serius.
Apa saja solusinya?
1) Lakukan Diversifikasi terhadap Investasi Anda
Diversifikasi adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengurangi risiko dengan
mengalokasikan aset Anda ke dalam beberapa instrumen investasi. Sebagian besar pakar
investasi setuju bahwa meski tidak menjamin seorang investor akan terhindar dari kerugian,
diversifikasi merupakan strategi yang cukup efektif untuk diaplikasikan dalam perencanaan
investasi di saham jangka panjang. Konsep diversifikasi ini sendiri dapat dianalogikan
dengan keranjang telur. Sebaiknya, Anda tidak meletakan seluruh telur yang Anda miliki
dalam satu keranjang. Kira-kira kenapa? Jawabannya, kalau keranjangnya jatuh maka
semua telur yang Anda miliki pecah semua.
2) Stop Overtrading
Sebuah studi menganalisis kegiatan trading dari 10.000 klien di perusahaan pialang. Studi
ini ingin memastikan apakah trader yang melakukan trading dengan intensitas tinggi
menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Setelah menghitung pajak dan biaya
lainnya untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, studi tersebut menemukan bahwa performa
saham yang dibeli lebih rendah dibanding saham yang dijual, mencapai 5% dalam satu
tahun dan 8,6% selama dua tahun. Dengan kata lain, semakin aktif investor ritel, semakin
sedikit uang yang mereka hasilkan. Studi ini diulang berkali-kali di banyak pasar dan
hasilnya selalu sama. Dengan demikian, disimpulkan bahwa para trader, “pada dasarnya
mengeluarkan biaya untuk kehilangan uang.” Dari studi tersebut, kita bisa melihat bahwa
banyak investor overconfidence yang yakin bahwa mereka dapat secara konsisten
memanfaatkan pasar, namun realitanya sudah banyak bukti yang menyatakan sebaliknya.
Overtrading atau terlalu sering melakukan trading malah mengurangi keuntungan
karena trader harus membayar biaya trading tersebut.
Solusi yang bisa Anda lakukan untuk menahan diri adalah:
• Susun rencana trading dan terapkan dengan disiplin
• Latih kesabaran dan tekan ego Anda
• Pikirkan matang-matang sebelum Anda melakukan trading
Pahami juga bahwa ketika Anda melakukan aktivitas trading, Anda melawan komputer,
investor institusi, dan pihak lain di seluruh dunia dengan data dan pengalaman yang lebih
baik dari Anda.
3) Perbanyak Investasi
Perbanyak kegiatan investasi, di mana Anda menanam modal di perusahaan yang sudah
stabil sehingga modal tersebut tumbuh secara pasif. Dengan meningkatkan time
frame Anda, mirroring index, dan mengambil keuntungan dari dividen, Anda bisa
membangun kekayaan Anda perlahan tapi pasti.
4) Coba untuk Bertukar Ilmu dengan Investor Lain
Agar tidak terlalu percaya diri, cobalah bergabung dengan komunitas investor dan sering lah
berdiskusi dengan investor handal. Dengan demikian, Anda akan menyadari bahwa ilmu
Anda masih belum ada apa-apanya dibanding para investor lain.
2.2. Representative Bias (Bias Keterwakilan)
Ketika membuat penilaian, orang sering bergantung pada sejauh mana pengamatan
mereka mewakili karakteristik yang diketahui. Aturan praktis ini disebut bias keterwakilan.
Dua interpretasi utama bias keterwakilan berlaku untuk investor individu.
1) Pengabaian Tarif Dasar.
Dalam pengabaian tingkat dasar, investor berupaya menentukan potensi keberhasilan,
katakanlah, investasi di Perusahaan A dengan mengontekstualisasikan usaha itu dalam
skema klasifikasi yang akrab dan mudah dipahami. Investor seperti itu dapat
mengkategorikan Perusahaan A sebagai "nilai saham" dan menarik kesimpulan tentang
risiko dan imbalan yang mengikuti dari kategorisasi itu. Alasan ini, bagaimanapun,
mengabaikan variabel lain yang tidak terkait yang secara substansial dapat mempengaruhi
keberhasilan investasi. Investor sering memulai jalan yang salah ini karena sepertinya
alternatif untuk penelitian yang rajin sebenarnya diperlukan ketika mengevaluasi investasi.
Untuk meringkas karakterisasi ini, beberapa investor cenderung mengandalkan stereotip
ketika membuat keputusan investasi.
2) Pengabaian Ukuran Sampel.
Dalam pengabaian ukuran sampel, investor, ketika menilai kemungkinan hasil investasi
tertentu, sering gagal untuk secara akurat mempertimbangkan ukuran sampel dari data
yang menjadi dasar penilaian mereka. Mereka salah mengasumsikan bahwa ukuran sampel
kecil mewakili populasi (atau data "nyata"). Beberapa peneliti menyebut fenomena ini
sebagai "hukum bilangan kecil." Ketika orang pada awalnya tidak memahami fenomena
yang tercermin dalam serangkaian data, mereka akan dengan cepat menyusun asumsi
tentang fenomena itu, dengan hanya mengandalkan beberapa titik data yang tersedia.
Individu yang cenderung mengabaikan ukuran sampel dengan cepat memperlakukan
properti yang tercermin dalam sampel kecil seperti properti yang secara akurat
menggambarkan kumpulan data universal. Sampel kecil yang telah diperiksa individu,
mungkin tidak mewakili data apa pun secara luas.
Relevansi untuk Investor dan Moderasi Bias keterwakilan memiliki implikasi penting bagi
investor yang mencari pola harga yang dapat mereka eksploitasi. Setelah serangkaian pendek
pengembalian positif, mereka mungkin mengembangkan keyakinan bahwa ekonomi yang
menghasilkannya telah berpihak pada pengembalian yang baik, meskipun ini mungkin tidak
benar. Memang, De Bondt & Thaler (1985) menunjukkan bahwa portofolio dari pecundang
sebelumnya (saham dengan kinerja negatif baru-baru ini) mengungguli portofolio pemenang
masa lalu (saham dengan kinerja positif baru-baru ini). Artinya, bias keterwakilan membuat
investor bereaksi berlebihan terhadap informasi positif (negatif) relatif terhadap pemenang
sebelumnya, karena ini tampak lebih representatif untuk pengembalian baik (buruk) yang baru-
baru ini diamati. Moderasi terbaik untuk mengatasi kesalahan ini adalah dengan
mengungkapkannya dengan bukti statistik.

2.3. Anchoring and Adjustment Bias (Bias Penahan dan Penyesuaian)


Anchoring and adjustment bias adalah bias pemrosesan informasi di mana penggunaan
heuristik psikologis memengaruhi cara orang memperkirakan probabilitas. Ini fenomena
penyelesaian masalah individu, yang mana menunjukkan bagaimana penilaian akhir dapat
dipengaruhi dan berpotensi tidak akurat oleh kecenderungan individu untuk berlabuh pada
penilaian awal dan kemudian membuat penyesuaian yang akhirnya tidak memadai ketika
sampai pada penilaian akhir.
Ketika membuat penilaian, individu tampak terlalu dipengaruhi oleh nilai-nilai sewenang-
wenang yang disebutkan dalam deskripsi masalah, bahkan jika mereka sadar bahwa nilai-nilai
ini tidak informatif, dan bahkan jika nilainya sangat tinggi atau rendah. Dampak dari nilai-nilai ini
pada keputusan individu dikenal sebagai jangkar. Contoh-contoh berikut menggambarkan efek
penahan. Dalam sebuah studi oleh Northcraft & Neale (1987), agen real estat diberi
kesempatan untuk menilai rumah yang akan dijual — satu ditaksir dengan harga $ 74.900 atau
yang lainnya dengan harga $ 135.000. Semua agen menerima informasi yang sama tentang
properti dengan satu pengecualian: Untuk beberapa agen, harga terdaftar di 11% sampai 12%
di bawah nilai penilaian yang sebenarnya, untuk yang lain 4% di bawah nilai, dan untuk yang
lain 11% untuk 12% di atas nilai. Agen dapat mengunjungi properti; setelah itu, mereka diminta
untuk memberikan perkiraan terbaik mereka pada nilai properti. Agen memberikan perkiraan
yang jelas berlabuh pada harga listing jelas untuk kedua properti: agen dengan harga listing
rendah memberikan rata-rata nilai penilaian yang lebih rendah daripada agen dengan harga
listing yang lebih tinggi. Menariknya, ketika ditanya apa tiga pertimbangan utama mereka dalam
membuat penilaian ini, hanya 1 agen dari 10 yang menyebutkan harga daftar. Jadi, ada
kemungkinan bahwa para agen sama sekali tidak menyadari bahwa mereka telah berlabuh
dengan harga daftar.
Relevansi untuk Investor dan Moderasi Efek dari penahan adalah kuat dan meresap.
Orang-orang menyesuaikan estimasi mereka secara tidak memadai dari nilai jangkar terlepas
dari topik penilaian. Masa kini adalah jangkar yang sangat kuat. Orang mungkin gagal
mengantisipasi kemungkinan perubahan dramatis dan tetap tidak siap untuk skenario seperti
itu. Perkiraan dan estimasi konsensus oleh perusahaan adalah jangkar yang sulit diabaikan
orang ketika membuat prediksi sendiri. Ketika menerima informasi tentang kemungkinan
pendapatan perusahaan di bawah kondisi ekonomi terbaik, orang-orang memiliki kesulitan
untuk memperkirakan pendapatan dengan benar di bawah kondisi riil. Karena jangkar sering
tidak diperhatikan, salah satu pendekatan yang efektif untuk menghindari bias jangkar adalah
untuk menghasilkan alasan yang tidak konsisten dengan jangkar. Dalam satu studi oleh
Chapman & Johnson (1999), peserta diminta untuk memperkirakan peluang kemenangan dari
Partai Republik dengan menunjukkan apakah peluang ini lebih tinggi atau lebih rendah dari dua
digit terakhir dari nomor jaminan sosial mereka. Sebelum memberikan perkiraan akhir mereka,
beberapa peserta diminta untuk membuat daftar satu alasan mengapa Partai Republik akan
menang, beberapa mengapa seorang Republikan tidak akan menang, dan beberapa tidak
diperintahkan untuk menyebutkan alasan apa pun. Bias penahan yang signifikan diamati hanya
untuk peserta yang tidak memberikan alasan apa pun dan yang mencantumkan alasan yang
konsisten dengan jangkar (mis., Argumen pendukung dalam hal mereka berharap bahwa Partai
Republik akan menang). Karenanya, dengan mempertimbangkan alasan yang tidak konsisten
dengan jangkar, mis. argumen terhadap hasil yang diharapkan oleh peserta, dapat membantu
menghilangkan bias. Strategi mempertimbangkan sebaliknya terbukti efektif juga dalam
pengaturan nyata, seperti ketika membeli mobil bekas (Mussweiler & Pfeif, 1991).

2.4. Cognitive Disonance Bias (Bias Disonansi Kognitif)


Disonansi kognitif adalah emosi tidak menyenangkan yang dihasilkan dari memercayai
dua hal yang bertentangan pada saat yang sama. Studi tentang disonansi kognitif adalah salah
satu bidang yang paling banyak diikuti dalam psikologi sosial. Disonansi kognitif dapat
menyebabkan pengambilan keputusan yang irasional ketika seseorang mencoba untuk
mendamaikan keyakinan mereka yang bertentangan. Disonansi kognitif terjadi ketika seseorang
percaya pada dua hal yang bertentangan pada saat yang sama. Dalam berinvestasi, hal itu
dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak rasional. Biasanya orang yang
mengalami disonansi kognitif mencoba menyelesaikan keyakinan yang saling bertentangan
sehingga pikiran mereka sekali lagi menjadi linear dan rasional.
Menurut penelitian sebelumnya, biaya hangus dapat menyebabkan dan menegaskan
kembali disonansi kognitif. Ini karena pengambilan keputusan masa depan individu atau
pedagang dapat dipengaruhi oleh keputusan investasi sebelumnya. Dengan demikian,
keputusannya di masa depan, yang mungkin bertentangan dengan kepercayaan investasinya,
diambil untuk menegaskan kembali jumlah waktu dan uang yang telah ia investasikan pada
yang sebelumnya.
Contoh Disonansi Kognitif
Sebagai contoh, seorang investor sangat percaya pada anomali pasar "jual di bulan Mei dan
pergi". Investor berpikir bahwa orang menjual saham pada bulan Mei dan itu menyebabkan
harga menjadi tertekan secara artifisial. Karena itu, Anda tidak boleh menjual saham pada
bulan Mei karena tawaran jual menurunkan harga dan Anda tidak akan pernah bisa
mendapatkan harga terbaik. Terpisah dari pemikiran ini, investor menerima panggilan dari
brokernya tentang saham yang dimilikinya. Tampaknya, perusahaan sedang mengalami
pengambilalihan yang bermusuhan dan harga saham sudah mulai turun. Pialang berpikir ini
hanya puncak gunung es dan investor harus segera menjual saham. Investor berada di papan
sampai mereka melihat kalender mereka dan melihatnya adalah 1 Mei. Investor segera
memikirkan pedoman "tidak menjual pada bulan Mei" dan mulai mengalami kecemasan terkait
dengan disonansi kognitif. Investor harus menemukan cara untuk mendamaikan keinginan
mereka untuk menjual saham dengan keyakinan bahwa menjual saham pada bulan Mei adalah
ide yang buruk untuk berdamai dengan keputusan apa pun yang mereka capai.

2.5. Availability Bias (Bias Ketersediaan)


Bias ketersediaan mengacu pada kecenderungan untuk dipengaruhi oleh informasi yang
lebih mudah diingat (Ricciardi 2008), seperti ingatan yang sangat berdampak atau lebih baru.
Kesediaan klien untuk membeli asuransi perawatan jangka panjang seringkali tergantung pada
apakah ia secara pribadi mengenal seseorang yang telah menerima bantuan perawatan
kesehatan di rumah atau menginap di fasilitas perawatan terampil. Pengalaman pribadi kerabat
yang berumur panjang atau pendek dapat memengaruhi kesediaan untuk merencanakan masa
pensiun yang lama.
Bias ketersediaan berarti bahwa investor melebihi informasi yang mudah diakses, mis.,
Yaitu mudah diingat dari ingatan atau yang sesuai dengan skenario masa depan yang mudah
dibayangkan cenderung mengingat peristiwa yang mendapat banyak perhatian dari media dan
ini mempengaruhi perilaku mereka (De Bondt, Muradoglu, Shefrin & Staikouras, 2008).
Persepsi informasi dipengaruhi oleh sifat-sifatnya. Informasi yang konkret, dapat
dibayangkan, dan menarik lebih mudah dirasakan dan disimpan daripada data abstrak atau
statistik. Informasi seperti itu juga lebih "tersedia" dan mudah diambil ketika seseorang
mencoba memikirkan sebuah contoh. Inilah alasannya, mengapa ada perbedaan antara
penilaian orang tentang kemungkinan suatu peristiwa dan data statistik. Sebagai contoh,
sebagian besar orang Amerika berpikir bahwa pembunuhan atau kecelakaan mobil membunuh
lebih banyak orang daripada diabetes dan kanker lambung dan bahwa tornado mengklaim lebih
banyak nyawa daripada kilat, sementara bukti statistik menunjukkan bahwa itu persis
sebaliknya (Combs & Slovic, 1979). Bias dalam persepsi ini disebut bias ketersediaan. Karena
kecelakaan mobil, tornado, dan pembunuh menjadi berita utama, mereka lebih mudah
dirasakan dan disimpan dalam memori daripada informasi lain sehingga ketika orang mencoba
memikirkan contoh informasi ini memengaruhi penilaian probabilitas karena ketersediaan tinggi.
Sepupu dekat dengan ketersediaan jelas. Biasanya mengacu pada seberapa konkret dan bisa
dibayangkan atau betapa menariknya beberapa informasi. Eksperimen menunjukkan bahwa
pembuat keputusan dipengaruhi lebih kuat oleh informasi yang jelas daripada oleh informasi
abstrak.
Relevansi untuk Investor dan Moderasi Sebuah studi terkenal oleh Barber & Odean
(2008) menunjukkan bahwa investor individu adalah pembeli bersih saham yang menarik
perhatian. Misalnya, mereka membeli saham dalam berita, saham yang mengalami volume
perdagangan abnormal tinggi, dan saham dengan pengembalian satu hari yang ekstrem.
Didorong oleh atensi hasil dari kesulitan bahwa investor telah mencari ribuan saham yang
berpotensi mereka beli. Investor individu tidak menghadapi masalah pencarian yang sama
ketika menjual karena mereka cenderung hanya menjual saham yang sudah mereka miliki.
Barber dan Odean menemukan bahwa banyak investor menganggap hanya membeli saham
yang pertama kali menarik perhatian mereka. Dengan demikian, preferensi menentukan pilihan
setelah perhatian menentukan set pilihan. Namun, investasi yang digerakkan oleh perhatian
tidak menghasilkan pengembalian yang superior. Secara keseluruhan, bias pemilihan informasi
membuat investor menggunakan subset bukti atau bukti yang tidak sesuai untuk masalah
keputusan. Ini memotivasi pengembangan kepercayaan yang salah dan menghambat
pembelajaran. Salah satu pendekatan untuk memperbaiki perkembangan ini adalah dengan
membandingkan bahaya yang secara eksplisit dilampaui dan diremehkan dengan bukti untuk
pandangan yang berlawanan. Namun, para penasihat harus berhati-hati untuk tidak
menimbulkan efek sebaliknya — yaitu, memotivasi klien yang sebelumnya melebih-lebihkan
beberapa risiko untuk meremehkan mereka. Yang terbaik adalah menunjukkan bukti empiris
jangka panjang untuk kasus serupa.

2.6. Self Atribution Bias (Bias Atribusi Diri)


Bias atribusi-diri (atau bias atribusi-melayani-diri) mengacu pada kecenderungan
individu untuk menganggap keberhasilan mereka sebagai aspek bawaan, seperti bakat atau
pandangan jauh ke depan, sementara lebih sering menyalahkan kegagalan pada pengaruh
luar, seperti nasib buruk. Siswa yang berhasil dalam ujian, misalnya, mungkin menghargai
kecerdasan mereka sendiri atau etos kerja, sementara mereka yang gagal mungkin mengutip
penilaian yang tidak adil. Demikian pula, atlet sering beralasan bahwa mereka hanya tampil
untuk mencerminkan keterampilan atletik superior mereka sendiri jika mereka memenangkan
pertandingan, tetapi mereka mungkin menuduh panggilan tidak adil oleh wasit ketika mereka
kalah dalam pertandingan.
Atribusi diri adalah fenomena kognitif dimana orang menghubungkan kegagalan dengan
faktor situasional dan keberhasilan dengan faktor disposisi. Bias yang melayani diri sendiri
sebenarnya dapat dipecah menjadi dua kecenderungan konstituen atau bias tambahan.
1) Bias yang meningkat sendiri mewakili kecenderungan orang untuk mengklaim tingkat kredit
yang tidak rasional atas keberhasilan mereka.
2) Bias perlindungan diri merupakan efek wajar — penolakan irasional terhadap tanggung
jawab atas kegagalan.
Bias yang meningkat sendiri dapat dijelaskan dari perspektif kognitif. Penelitian telah
menunjukkan bahwa jika orang berniat untuk berhasil, maka hasil sesuai dengan niat itu —
kesuksesan — akan dirasakan sebagai hasil dari orang yang bertindak untuk mencapai apa
yang semula mereka maksudkan. Individu, dengan demikian, secara alami akan menerima
lebih banyak kredit untuk kesuksesan daripada kegagalan, karena mereka berniat untuk
berhasil daripada gagal. Bias perlindungan diri juga dapat dijelaskan sebagian dari perspektif
emosional. Beberapa berpendapat bahwa kebutuhan untuk mempertahankan harga diri secara
langsung mempengaruhi atribusi hasil tugas karena orang akan melindungi diri mereka sendiri
secara psikologis ketika mereka berusaha untuk memahami kegagalan mereka. Karena
penjelasan kognitif dan emosional ini saling terkait, mungkin sulit untuk memastikan bentuk bias
mana yang bekerja dalam situasi tertentu.
Contoh Bias atribusi diri. Dana Dunn, seorang profesor psikologi di Moravian College di
Bethlehem, Pennsylvania, telah melakukan beberapa pekerjaan luar biasa mengenai bias
mementingkan diri sendiri. Dia mengamati bahwa murid-muridnya sering mengalami kesulitan
mengenali bias atribusi melayani diri sendiri dalam perilaku mereka sendiri. Untuk
menggambarkan fenomena ini, dia melakukan percobaan di mana dia meminta siswa untuk
mengambil selembar kertas dan menggambar garis di tengah halaman. Dia kemudian
memberitahu mereka untuk memberi label satu kolom "kekuatan" dan yang lainnya
"kelemahan" dan untuk mendaftar kekuatan dan kelemahan pribadi mereka di dua kolom. Dia
menemukan bahwa siswa secara konsisten mendaftar lebih banyak kekuatan daripada
kelemahan. Hasil Dunn menunjukkan bahwa murid-muridnya cenderung menderita bias atribusi
melayani diri sendiri. Investor tidak kebal dari perilaku ini. Pepatah Wall Street lama "Jangan
membingungkan otak dengan pasar banteng" relevan di sini. Ketika seorang investor yang
rentan terhadap bias atribusi-diri membeli investasi dan itu naik, maka itu karena, tentu saja,
karena bisnis dan investasi mereka cerdas. Sebaliknya, ketika seorang investor yang rentan
terhadap bias atribusi-diri membeli investasi dan itu turun, maka itu karena, tentu saja, karena
nasib buruk atau faktor lain yang bukan kesalahan investor. Kekuatan orang, pada umumnya,
terdiri dari kualitas pribadi yang mereka yakini memberdayakan mereka untuk berhasil,
sedangkan kelemahan adalah sifat yang mereka miliki yang membuat mereka gagal. Investor
yang mengalami bias atribusi-diri merasakan bahwa keberhasilan investasi lebih sering
dikaitkan dengan karakteristik bawaan dan bahwa kegagalan investasi disebabkan oleh faktor-
faktor eksogen.
Implikasi bagi Investor. Keberhasilan dan kegagalan yang dikaitkan secara irasional
dapat mengganggu investor dengan dua cara utama. Pertama, orang yang tidak dapat melihat
kesalahan yang mereka buat, akibatnya, tidak dapat belajar dari kesalahan itu. Kedua, investor
yang secara tidak proporsional menghargai diri sendiri ketika hasil yang diinginkan muncul
dapat menjadi terlalu percaya diri yang merugikan dalam pengetahuan pasar mereka sendiri. Di
bawah ini kami menggambarkan perangkap perilaku mementingkan diri sendiri yang sering
menyebabkan kesalahan keuangan.
Perilaku yang bisa penyebab kesalahan investasi:
1) Investor atribusi-diri dapat, setelah periode investasi yang sukses (seperti seperempat atau
satu tahun) percaya bahwa kesuksesan mereka adalah karena ketajaman mereka sebagai
investor daripada faktor-faktor di luar kendali mereka. Perilaku ini dapat menyebabkan
mengambil terlalu banyak risiko, karena investor menjadi terlalu percaya diri dengan
perilaku mereka.
2) Bias atribusi-diri sering mendorong investor untuk berdagang lebih daripada yang bijaksana.
Karena investor percaya bahwa investasi yang berhasil (perdagangan) dikaitkan dengan
keterampilan versus keberuntungan, mereka mulai berdagang terlalu banyak, yang telah
terbukti "berbahaya bagi kekayaan Anda."
3) Bias atribusi diri mengarahkan investor untuk "mendengar apa yang ingin mereka dengar."
Yaitu, ketika investor diberikan informasi yang mengkonfirmasi keputusan yang mereka buat
untuk melakukan investasi, mereka akan menganggap "kecemerlangan" untuk diri mereka
sendiri. Hal ini dapat menyebabkan investor melakukan pembelian atau menahan investasi
yang seharusnya tidak mereka lakukan.
4) Bias atribusi-diri dapat menyebabkan investor memiliki portofolio yang kurang
terdiversifikasi, khususnya di antara investor yang mengaitkan keberhasilan kinerja
perusahaan dengan kontribusi mereka sendiri, seperti eksekutif perusahaan, anggota
dewan, dan sebagainya. Seringkali, kinerja suatu persediaan tidak dikaitkan dengan
keterampilan seorang individu, tetapi lebih banyak faktor, termasuk kesempatan; dengan
demikian, memegang posisi stok terkonsentrasi dapat dikaitkan dengan atribusi mandiri dan
harus dihindari.

2.7. Illution Of Control Bias (Bias Ilusi Kontrol)


Bias control ilusi, merupakan bentuk lain dari perilaku disonan, menggambarkan
kecenderungan manusia untuk percaya bahwa mereka dapat mengendalikan atau setidaknya
memengaruhi hasil ketika, pada kenyataannya, mereka tidak bisa. Bias ini dapat diamati di Las
Vegas, di mana kasino menjadi tuan rumah bagi banyak bentuk kekeliruan psikologis ini.
Beberapa pelanggan kasino bersumpah bahwa mereka dapat memengaruhi hasil acak seperti
produk sepasang dadu yang dilemparkan. Dalam permainan kasino "craps," misalnya, berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa orang benar-benar melempar dadu dengan lebih kuat
ketika mereka mencoba untuk mencapai angka yang lebih tinggi atau ketika gulungan "penting"
terjadi. Beberapa orang, ketika berhasil mencoba memprediksi hasil dari serangkaian lemparan
koin, benar-benar percaya bahwa mereka adalah "penebak yang lebih baik," dan beberapa
mengklaim bahwa gangguan dapat mengurangi kinerja mereka pada tugas yang sewenang-
wenang secara statistik ini.
Ellen Langer, PhD, dari departemen psikologi Universitas Harvard, mendefinisikan ilusi
bias kontrol sebagai "harapan probabilitas kesuksesan pribadi secara tidak tepat lebih tinggi
daripada probabilitas obyektif." Langer menemukan bahwa pilihan, keakraban tugas,
persaingan, dan keterlibatan aktif semua bisa meningkatkan kepercayaan diri dan
menghasilkan ilusi semacam itu. Sebagai contoh, Langer mengamati bahwa orang-orang yang
diizinkan untuk memilih nomor mereka sendiri dalam permainan lotere hipotetis juga bersedia
membayar harga lebih tinggi per tiket daripada subjek yang berjudi pada nomor yang diberikan
secara acak. Sejak penelitian awal ini, banyak peneliti lain telah mengungkap situasi serupa di
mana orang menganggap diri mereka memiliki lebih banyak kendali daripada yang mereka
miliki, menyimpulkan hubungan sebab akibat di mana tidak ada, atau secara mengejutkan
menunjukkan kepastian besar dalam prediksi mereka untuk hasil peristiwa kebetulan. Analogi
yang relevan dapat ditemukan dalam anekdot hipotetis yang lucu:
Di sebuah kota kecil bernama Smallville, seorang pria berbaris ke alun-alun kota setiap
hari pada pukul 6 malam. membawa bendera kotak-kotak dan terompet. Ketika lelaki itu
mencapai tempat yang telah ditentukan, ia mengacungkan bendera dan meniup beberapa nada
pada terompet. Kemudian, dia kembali ke rumah untuk menyenangkan keluarganya. Seorang
petugas polisi memperhatikan peragaan harian pria itu dan akhirnya bertanya kepadanya, "Apa
yang kamu lakukan?" Pria itu menjawab, "Jauhkan gajah-gajah itu." "Tapi tidak ada gajah di
Smallville," jawab petugas itu. "Baiklah, kalau begitu, aku melakukan pekerjaan yang bagus,
bukan?" Mendengar ini, petugas memutar matanya dan tertawa. Kisah yang agak absurd ini
menggambarkan kekeliruan yang melekat dalam ilusi bias kontrol.
Ketika mengalami ilusi bias kontrol, orang merasa seolah-olah mereka dapat melakukan
lebih banyak kontrol atas lingkungan mereka daripada yang sebenarnya bisa mereka lakukan.
Implikasi bagi Investor
Di bawah ini kami daftar empat perilaku utama yang dapat menyebabkan kesalahan investasi
oleh investor yang rentan terhadap bias ilusi kontrol.
1) Ilusi kontrol dapat mengarahkan investor untuk berdagang lebih daripada yang bijaksana.
Para peneliti telah menemukan bahwa pedagang, terutama pedagang online, percaya diri
mereka memiliki kontrol lebih besar atas hasil investasi mereka daripada yang sebenarnya.
Kelebihan hasil perdagangan, pada akhirnya, dalam pengembalian menurun.
2) Ilusi kontrol dapat mengarahkan investor untuk mempertahankan portofolio yang kurang
terdiversifikasi. Para peneliti telah menemukan bahwa investor memegang posisi
terkonsentrasi karena mereka condong ke perusahaan atas nasib yang mereka rasakan
sejumlah kontrol. Kontrol itu terbukti ilusi, dan kurangnya diversifikasi merugikan portofolio
investor.
3) Ilusi kontrol dapat menyebabkan investor menggunakan limit order dan teknik-teknik lain
semacam itu untuk mengalami rasa kontrol yang salah atas investasi mereka. Bahkan,
penggunaan mekanisme ini seringkali dapat mengarah pada peluang yang diabaikan atau,
lebih buruk, pembelian yang merugikan dan tidak perlu berdasarkan pada terjadinya harga
sewenang-wenang.
4) Ilusi kontrol berkontribusi, secara umum, kepada investor yang terlalu percaya diri.
Khususnya, investor yang telah sukses dalam bisnis atau pengejaran profesional lainnya
percaya bahwa mereka juga harus berhasil dalam bidang investasi. Apa yang mereka
temukan adalah bahwa mereka mungkin memiliki kemampuan untuk membentuk hasil
dalam panggilan mereka, tetapi investasi adalah masalah yang berbeda sama sekali.

2.8. Conservatism Bias (Bias Konservatisme)


Bias konservatisme adalah proses mental di mana orang berpegang teguh pada
pandangan atau ramalan sebelumnya dengan mengorbankan mengakui informasi baru.
Sebagai contoh, anggaplah seorang investor menerima beberapa kabar buruk mengenai
pendapatan perusahaan dan bahwa berita ini secara negatif bertentangan dengan perkiraan
pendapatan lain yang dikeluarkan bulan sebelumnya. Bias konservatisme dapat menyebabkan
investor bereaksi kurang terhadap informasi baru, mempertahankan tayangan yang berasal dari
perkiraan sebelumnya daripada bertindak berdasarkan informasi yang diperbarui. Penting untuk
dicatat bahwa bias konservatisme tampaknya bertentangan dengan bias keterwakilan. Dalam
keterwakilan, orang bereaksi berlebihan terhadap informasi baru. Orang-orang dapat benar-
benar menunjukkan kedua bias: Jika data baru tampak cocok, atau tampak mewakili, model
yang mendasarinya, maka orang mungkin kelebihan berat badan data tersebut sesuai dengan
bias keterwakilan. Namun, jika tidak ada hubungan representatif yang terbukti, konservatisme
dapat mendominasi, yang kemudian kurang menekankan data baru.
Implikasi bagi Investor. Investor terlalu sering memberikan perhatian lebih pada
perkiraan hasil daripada data baru yang sebenarnya menggambarkan hasil yang muncul.
Banyak praktisi manajemen kekayaan telah mengamati klien yang tidak dapat bertindak
rasional atas informasi terbaru mengenai investasi mereka karena klien “terjebak” pada
kepercayaan sebelumnya.
Tiga perilaku yang berasal dari bias konservatisme yang dapat menyebabkan kesalahan
investasi, yaitu:
1) Bias konservatisme dapat menyebabkan investor melekat pada pandangan atau perkiraan,
berperilaku terlalu tidak fleksibel ketika disajikan dengan informasi baru. Sebagai contoh,
asumsikan seorang investor membeli sekuritas berdasarkan pada pengetahuan bahwa
perusahaan merencanakan pengumuman yang akan datang mengenai produk baru.
Perusahaan kemudian mengumumkan bahwa mereka telah mengalami masalah dalam
membawa produk ke pasar. Investor dapat berpegang teguh pada kesan awal, optimis dari
beberapa perkembangan positif yang akan segera terjadi oleh perusahaan dan mungkin
gagal untuk mengambil tindakan terhadap pengumuman negatif.
2) Ketika investor bias konservatisme bereaksi terhadap informasi baru, mereka sering
melakukannya terlalu lambat. Misalnya, jika pengumuman pendapatan menekan saham
yang dimiliki investor, investor konservatif mungkin terlalu lambat untuk menjual.
Pandangan yang sudah ada sebelumnya bahwa, misalnya, perusahaan memiliki prospek
yang baik, dapat bertahan terlalu lama dan memberikan terlalu banyak pengaruh,
menyebabkan seorang investor menunjukkan konservatisme untuk membongkar stok hanya
setelah kehilangan lebih banyak uang daripada yang diperlukan.
3) Konservatisme dapat berhubungan dengan kesulitan mendasar dalam memproses
informasi baru. Karena orang mengalami tekanan mental ketika disajikan dengan data yang
kompleks, pilihan yang mudah adalah dengan tetap berpegang pada keyakinan
sebelumnya. Sebagai contoh, jika seorang investor membeli sekuritas dengan keyakinan
bahwa perusahaan siap untuk tumbuh dan kemudian perusahaan mengumumkan bahwa
serangkaian perubahan akuntansi yang sulit diinterpretasikan dapat memengaruhi
pertumbuhannya, investor mungkin mengabaikan pengumuman daripada berusaha untuk
menguraikannya. Lebih jelas dan karena itu, lebih mudah untuk mempertahankan adalah
keyakinan sebelumnya bahwa perusahaan siap untuk tumbuh.
Relevansi untuk Investor dan Moderasi Bias konservatisme membuat investor bereaksi lambat
terhadap informasi baru. Bahkan profesional tidak dapat menghindari bias. Perkiraan
pendapatan mereka menyesuaikan terlalu lambat dengan informasi baru sehingga harga pasar
perusahaan yang melaporkan kejutan pendapatan positif (negatif) cenderung melayang naik
(turun) untuk sementara waktu. Dalam literatur empiris, pengamatan ini dikenal sebagai drift
post-earningsannouncement-drift (Bernard & Thomas, 1989). Strategi terbaik untuk
menghindari bias konservatisme adalah dengan menggunakan aturan statistik ketika
memperbarui kepercayaan.

2.9. Ambiguity Aversion Bias (Bias Keengganan Ambiguitas)


Ambiguitas adalah bias kognitif di mana pengambilan keputusan dipengaruhi oleh
kurangnya informasi, atau "ambiguitas". Secara umum, orang-orang bimbang dalam keadaan
ambiguitas, sebuah tendensi dikenal sebagai ambiguitas aversi. Frank K. Knight
mendefinisikan risiko sebagai sebuah spekulasi dengan sebuah distribusi kemungkinan yang
tepat. “Ketidakpastian,” Bias ini menyiratkan bahwa orang cenderung untuk memilih opsi yang
diketahui probabilitas hasil yang menguntungkan, di atas opsi yang kemungkinan hasilnya tidak
diketahui.
Kesalahan investasi yang berasal keengganan ambiguitas.
1) Ketidakjelasan ambiguitas dapat menyebabkan investor menuntut kompensasi yang lebih
tinggi untuk risiko yang dirasakan dalam berinvestasi pada aset tertentu. Dengan demikian,
investor hanya boleh memiliki investasi konservatif, yang dapat menyebabkan potensi untuk
hidup lebih lama dari basis aset, erosi daya beli, dan konsekuensi lainnya.
2) Keengganan mendua dapat membatasi investor pada indeks nasional mereka sendiri (mis.,
Standard & Poor's 500) karena indeks ini lebih akrab daripada yang asing. Ini sangat
penting mengingat boom dalam dana yang diperdagangkan di bursa (ETF), yang
menawarkan kemampuan bagi orang Amerika untuk berinvestasi di tempat-tempat yang
sering tidak dikenal, seperti Cina dan Amerika Selatan. Demikian pula, penolakan
ambiguitas dapat menyebabkan investor lebih menyukai perusahaan yang secara geografis
dekat dengan mereka dan mengabaikan investasi yang tampaknya terletak jauh. Tersisa
terbatas pada indeks nasional tertentu atau perusahaan membatasi pilihan untuk
diversifikasi dan mencegah investor dari mengeksploitasi peluang keuntungan di luar
negeri.
3) Ketidakjelasan ambiguitas dapat menyebabkan investor percaya bahwa saham majikan
mereka adalah investasi yang lebih aman daripada saham perusahaan lain karena investasi
di perusahaan lain bersifat ambigu. Enron, WorldCom, dan krisis lainnya menunjukkan
bahaya nyata berinvestasi terlalu banyak dalam satu saham perusahaan.
4) Aspek unik dari penolakan ambiguitas adalah efek kompetensi. Di sini, investor disajikan
dengan distribusi probabilitas yang tidak pasti mungkin diharapkan untuk menunjukkan
kehati-hatian karena keengganan ambiguitas. Namun, menilai diri mereka kompeten dalam
beberapa bidang terkait (mis., Saham asing, saham perusahaan kecil, dll.), Investor ini
sebenarnya menerima lebih banyak risiko daripada yang seharusnya.
Cara orang menginvestasikan uang. Investor yang tidak mau mengambil risiko
cenderung untuk menggunakan uang mereka untuk investasi "aman" seperti obligasi
pemerintah dan deposito bank, berlawanan dengan investasi yang lebih tidak stabil seperti
saham dan dana. Meskipun pasar saham cenderung memberikan pengembalian yang jauh
lebih tinggi dari waktu ke waktu, investor mungkin lebih suka investasi "aman" di mana
pengembalian diketahui, daripada pasar saham yang kurang dapat diprediksi di mana
pengembalian tidak diketahui.

Referensi
Bachmann, Cremenna, Enrico G. De Giorgi, Thorsten Hens, 2018, Behavioural Finance for
Private Banking: From the Art of Advice to the Science of Advice, Second Edition, John
Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Pompian, M. Michael, 2006, Behavioural Finance and Wealth Management: How to Build
Optimal Portfolios That Account for Investor Biases, John Wiley & Sons, Inc.
Artikel

Judul Does Overconfidence Affect Corporate Investment? CEO Overconfidence Measures


Revisited
Penulis Ulrike Malmendier, Geoffrey Tate
Jurnal European Financial Management
Tahun 2005
Rank Q1
DOI
Tujuan Meneliti perkembangan Perilaku Keuangan Perusahaan dalam konteks satu contoh
spesifik: distorsi dalam investasi perusahaan karena CEO terlalu percaya diri. Penelitian
dilakukan untuk melihat hubungan antara gambaran CEO dan keputusan investasi yang
terlalu percaya diri
Pembahasan Analisis terlalu percaya diri berhubungan dengan beberapa cabang literatur psikologi.
Literatur eksperimental yang luas mendokumentasikan kecenderungan individu untuk
menganggap diri mereka 'di atas rata-rata' pada karakteristik positif (mis. Kruger, 1999;
Alicke et al., 1995; Alicke, 1985; Svenson, 1981).

Sebagai contoh, warisan Roger Smith, CEO General Motors dari 1981 hingga 1990 dan
CEO yang terlalu percaya diri. Smith percaya bahwa pabrik yang sepenuhnya
menggunakan robot adalah masa depan produksi mobil. Pabrik tanpa kehadiran manusia
akan memungkinkan GM untuk memotong biaya dan mengurangi tenaga kerja
perusahaan. Dia menginvestasikan $ 40 miliar untuk mengotomatisasi pabrik GM. Visinya
menyebabkan PHK besar-besaran di GM. Ini juga memicu tanggapan negatif dari analis
bisnis dan insinyur yang sama-sama tidak percaya teknologi cukup maju untuk aplikasi
praktis. Persepsi luar terbukti benar. Hasil dari proyek kesayangan Smith adalah pabrik di
mana 'robot-robot itu sering mulai saling memecah belah, menghancurkan mobil,
menyemprot cat di mana-mana atau bahkan memasang peralatan yang salah'. Ironisnya,
perpindahan ke pabrik yang disamaratakan akhirnya meningkatkan kebutuhan akan
tenaga kerja manusia untuk 'Baby-sit' robot dan melakukan perbaikan ketika mereka
rusak. Sekitar 20 tahun kemudian, banyak robot tetap tidak digunakan. Peneliti
menangkap ketidaksesuaian dalam keyakinan antara CEO dan pasar yang
didokumentasikan dalam kasus GM.

Berbeda dari penjelasan tradisional, seperti membangun kerajaan, CEO benar-benar


percaya bahwa ia menciptakan nilai dengan investasinya yang berlebihan. Namun,
implikasi dari terlalu percaya diri lebih halus, daripada investasi berlebihan. CEO yang
terlalu percaya diri terus-menerus merasa diremehkan oleh pasar modal dan karenanya
enggan menerbitkan sekuritas berisiko untuk membiayai proyeknya (Heaton, 2002). Efek
ini merupakan interpretasi ulang model tipe tradisional Myers-Majluf (1984) dengan
informasi asimetris. Di sana, manajer memiliki informasi orang dalam, dan tipe yang baik
enggan menerbitkan ekuitas. Di sini, manajer yang terlalu percaya diri berpikir ia memiliki
informasi orang dalam (positif), dengan efek yang sama pada penerbitan ekuitas. Terlalu
percaya diri sama dengan 'informasi asimetris yang dirasakan'. Kekurangan penilaian
yang dirasakan mendorong para CEO untuk tidak melakukan proyek (dan bahkan kurang
berinvestasi) ketika mereka tidak dapat dibiayai tanpa memanfaatkan sumber daya dari
orang luar (yang tidak bias). Dalam hal ini, masuknya uang tunai akan memungkinkan
(terlalu percaya diri) CEO untuk melakukan proyek-proyek terdahulu.
Dengan menggunakan Regresi standar, ditemukan bahwa langkah-langkah peneliti
memprediksi akuisisi manajerial meningkat, terutama karena tidak adanya kendala
keuangan, dan menunjukkan bahwa kepercayaan yang berlebihan dapat menjelaskan
sebagian besar dari perolehan nilai pemegang saham yang hilang dalam transaksi
merger. Hasil investasi dan merger menyiratkan bahwa keputusan pembiayaan juga
dipengaruhi oleh kepercayaan berlebihan. Dalam Malmendier et al. (2005), peneliti
mengidentifikasi secara langsung saluran pembiayaan, menunjukkan bahwa kepercayaan
yang berlebihan mendorong preferensi untuk pembiayaan internal daripada eksternal dan,
tergantung pada pembiayaan eksternal, preferensi untuk hutang ekuitas. Dengan
demikian, kepercayaan berlebihan berpotensi untuk menjelaskan baik teka-teki leverage
rendah dan perilaku tipe pecking-order, serta variasi pola-pola ini di dalam perusahaan
(Graham, 2000; Shyam-Sunder dan Myers, 1999; Myers dan Majluf, 1984).

Kesimpulan Implikasi bagi tata kelola perusahaan


Kemungkinan terlalu percaya diri eksekutif mengubah kesimpulan dasar tentang
mekanisme insentif. Jika CEO terlalu optimis tentang nilai yang dapat mereka hasilkan,
maka stok dan opsi tidak membantu dalam meningkatkan pengambilan keputusan
perusahaan. CEO yang terlalu percaya diri tidak perlu insentif untuk memaksimalkan nilai
pasar dari ekuitas perusahaan - itulah yang mereka yakini sudah mereka lakukan. Opsi
bahkan dapat mendorong mereka ke arah perilaku dan investasi yang berisiko dan lebih
berisiko (dan NPV lebih rendah) daripada yang disukai pemegang saham, terutama
mengingat CEO sudah melebih-lebihkan nilai yang diharapkan dari pertaruhan tersebut.
Perangkat insentif lain mungkin bekerja lebih baik untuk membasmi terlalu banyak
investasi daripada stok dan opsi. Salah satu contohnya adalah utang. Jika uang tunai
terikat untuk pembayaran utang dan kapasitas untuk utang sudah habis, CEO perlu
mengeluarkan utang berisiko atau ekuitas untuk membiayai proyek. Karena CEO yang
terlalu percaya diri menganggap perusahaan mereka undervalued, utang yang sudah ada
sebelumnya akan mengurangi kecenderungan untuk berinvestasi terlalu tinggi. Lebih
umum, membutuhkan persetujuan dari luar dapat mengimbangi CEO terlalu percaya diri.
'Orang luar' bisa menjadi dewan yang waspada terhadap perilaku CEO.

Anda mungkin juga menyukai