Anda di halaman 1dari 6

PENYEBAB NAIK TURUN HARGA SAHAM SUATU

PERUSAHAAN
 
 
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau
pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan
menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan
perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS)
 
Saham bersifat fluktuatif, bisa naik bisa turun sama halnya dengan harga
barang atau komoditi di pasar. Bagi beberapa orang disanalah seninya, bila pasar
statis tidak akan menarik minat investor. Buat Sobat yang sudah punya saham di
beberapa perusahaan pasti senang banget kalau lihat sahamnya “hijau royo royo”
dan mendadak cemas kalau sahamnya jadi “merah merah” tapi ingat jangan panik
ya.
 
Dalam teori ekonomi, naik turunnya harga saham merupakan sesuatu yang
lumrah karena hal itu digerakkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Jika
permintaan tinggi maka harga akan naik, sebaliknya jika penawaran tinggi harga
akan turun. Secara umum ada beberapa faktor yang memengaruhi naik turun harga
saham suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut diklasifikasikan menjadi faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam
perusahaan. Sementara faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar
perusahaan.
 
Faktor Eksternal
1.    Kondisi Fundamental Ekonomi Makro
Faktor ini memiliki dampak langsung terhadap naik dan turunnya harga
saham, misalnya:
·      Naik atau turunnya suku bunga yang diakibatkan kebijakan Bank Sentral
Amerika (Federal Reserve).
·      Naik atau turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan nilai
ekspor impor yang berakibat langsung pada nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS.
·      Tingkat inflasi juga termasuk dalam salah satu faktor kondisi ekonomi
makro.
·      Pengangguran yang tinggi yang diakibatkan faktor keamanan dan
goncangan politik juga berpengaruh secara langsung terhadap naik atau
turunnya harga saham.
Selain faktor itu, hubungan antara tingkat suku bunga perbankan dan
pergerakan harga saham juga sangat jelas. Ketika suku bunga perbankan
melejit, harga saham yang diperdagangkan di bursa akan cenderung turun
tajam. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan.: Pertama, ketika
suku bunga perbankan naik, banyak investor yang mengalihkan
investasinya ke instrumen perbankan semisal deposito. Dengan naiknya
suku bunga tersebut, investor dapat meraup keuntungan yang lebih
banyak. Kedua, bagi perusahaan, ketika suku bunga perbankan naik,
mereka akan cenderung untuk meminimalkan kerugian akibat dari
meningkatnya beban biaya. Hal ini terjadi karena sebagian besar
perusahaan memiliki utang kepada perbankan.
 
2.    Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Mata Uang Asing
Kuat lemahnya kurs rupiah terhadap mata uang asing sering kali menjadi
penyebab naik turunnya harga saham di bursa. Secara logika, ini sangat
masuk akal. Konsekuensi dari fluktuasi kurs tersebut bisa berdampak positif
ataupun negatif bagi perusahaan-perusahaan tertentu, khususnya yang
memiliki beban utang mata uang asing.
Perusahaan importir atau perusahaan yang memiliki beban utang mata uang
asing akan dirugikan akibat melemahnya kurs. Sebab hal ini akan berakibat
pada meningkatnya biaya operasional dan secara otomatis juga
mengakibatkan turunnya harga saham yang ditawarkan. Sebagai contoh
kasus adalah melemahnya kurs rupiah terhadap dolar AS sering kali
melemahkan harga-harga saham di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
 
3.    Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Pemerintah dapat memengaruhi harga saham meskipun kebijakan
itu masih dalam tahap wacana dan belum terealisasi. Banyak contoh dari
kebijakan Pemerintah yang menimbulkan volatilitas harga saham, seperti
kebijakan ekspor impor, kebijakan perseroan, kebijakan utang, kebijakan
Penanaman Modal Asing (PMA), dan lain sebagainya.
 
4.    Faktor Panik
Berita-berita tertentu dapat memicu kepanikan di salah satu bursa atau
saham. Kepanikan ini akan menuntut investor untuk melepas (menjual)
sahamnya. Kembali pada hukum permintaan dan penawaran. Kondisi ini akan
menyebabkan tekanan jual, sehingga harga saham akan turun. Dalam
fenomena panic selling, para investor ingin segera melepas sahamnya tanpa
peduli harganya, karena takut harganya akan semakin jatuh. Tindakan ini
lebih dipicu oleh emosi dan ketakutan bukan berdasar analisis yang rasional.
Hindari menjual saham karena terbawa kepanikan. Analisis lebih dulu saham
yang ingin dijual, apakah secara fundamental saham tersebut masih layak
dipegang. Memiliki saham yang bagus sama saja seperti memiliki sebagian
kecil dari perusahaan yang bagus dan bonafit.
 
5.    Faktor Manipulasi Pasar
Penyebab naik turun harga saham juga bisa disebabkan karena manipulasi
pasar. Manipulasi pasar biasanya dilakukan investor-investor berpengalaman
dan bermodal besar dengan memanfaatkan media massa untuk memanipulasi
kondisi tertentu demi tujuan mereka, baik menurunkan maupun
meningkatkan harga saham. Hal ini sering disebut dengan istilah rumor.
Namun penyebab oleh faktor ini biasanya tidak akan bertahan lama.
Fundamental perusahaan yang tercermin di laporan keuangan yang akan
mengambil kendali terhadap tren harga sahamnya.
 
 
Faktor Internal
1.    Faktor Fundamental Perusahaan
Faktor fundamental perusahaan adalah faktor utama penyebab harga saham
naik atau turun yang harus selalu dicermati dalam berinvestasi saham. Saham
dari perusahaan yang memiliki fundamental baik akan menyebabkan tren
harga sahamnya naik. Sedangkan saham dari perusahaan yang memiliki
fundamental buruk akan menyebabkan tren harga sahamnya turun.
 
2.    Aksi Korporasi Perusahaan
Aksi korporasi yang dimaksud di sini berupa kebijakan yang diambil jajaran
manajemen perusahaan. Dampaknya dapat mengubah hal-hal yang sifatnya
fundamental dalam perusahaan. Contoh dari aksi korporasi adalah terjadinya
akuisisi, merger, right issue, atau divestasi.
 
3.    Proyeksi Kinerja Perusahaan Pada Masa Mendatang
Performa atau kinerja perusahaan dijadikan acuan bagi para investor maupun
analis fundamental dalam melakukan pengkajian terhadap saham
perusahaan. Di antara beberapa faktor, yang paling menjadi sorotan adalah
tingkat dividen tunai, tingkat rasio utang, rasio nilai buku/Price to Book
Value (PBV), earnings per share (EPS), dan tingkat laba suatu perusahaan.
Perusahaan yang menawarkan dividend payout ratio (DPR) yang lebih besar
cenderung disukai investor karena bisa memberikan imbal balik yang bagus.
Dalam praktiknya, DPR berdampak pada harga saham. Selain itu, EPS juga
turut andil terhadap perubahan harga saham. EPS yang tinggi mendorong
para investor untuk membeli saham tersebut yang menyebabkan harga
saham makin tinggi.
Tingkat rasio utang dan PBV juga memberikan efek signifikan terhadap harga
saham. Perusahaan yang memiliki tingkat rasio utang yang tinggi biasanya
adalah perusahaan yang sedang bertumbuh. Perusahaan tersebut biasanya
akan gencar dalam mencari pendanaan dari para investor. Meskipun
demikian, perusahaan seperti ini biasanya juga diminati banyak investor.
Sebab jika hasil analisisnya bagus, saham tersebut akan memberikan imbal
tinggi (high return) karena ke depannya kapitalisasi pasarnya bisa meningkat.
 
Banyak jenis investasi yang dapat Sobat manfaatkan, namun ingat tetap berhati-hati
pilihlah investasi yang legal dan pastinya berada dibawah pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Lakukan analisis yang mendalam, jangan mengambil keputusan
karena terbawa emosi dan terpengaruh opini orang lain. Seperti kata Peter Lynch,
seorang nvestor saham terkenal asal Amerika Serikat, “Know what you own, and
know why you own it”.

INVESTASI SAHAM JUGA HARUS PUNYA STRATEGI DONG!


YUK, BAGI INVESTOR PEMULA SIMAK ARTIKEL BERIKUT INI!
 
Menurut polling yang diadakan oleh New Harris melalui sebuah aplikasi bernama
Stash, hampir 80% generasi milenial tidak melakukan kegiatan investasi di pasar
saham loh, Sobat Sikapi! Kenapa begitu? Hal ini dikarenakan 34% anak muda
mengatakan sulitnya memahami cara kerja investasi saham.
                Padahal, pembuatan rekening saham dan dana yang harus dikeluarkan untuk
dapat berinvestasi cenderung mudah dan murah. Di Indonesia sendiri, terdapat 84,75
juta jiwa dari total penduduk merupakan kelompok usia produktif atau generasi Y, yang
sekarang ini lebih dikenal dengan istilah generasi milenial, Sobat Sikapi.            
Pengetahuan awal mengenai dunia investasi saham, bisa dimulai dari
pengetahuan dasar, yaitu kapan harus membeli dan kapan harus menjual saham. Di
artikel kali ini, kita akan mengupas mengenai strategi membeli dan menjual saham,
tentu saja termasuk strategi penting mitigasi risiko kerugian dalam investasi saham.
Langsung aja, mari kita simak yuk! J
Pertama, kapan waktu yang tepat untuk membeli saham? Nah, terkait waktu
yang tepat ini sebenarnya bisa dilihat dari dua hal yaitu berdasarkan analisis
fundamental dan teknikal, Sobat Sikapi. Analisis fundamental itu mengacu pada analisa
melalui pendekatan kondisi ekonomi, politik, atau bahkan melihat tren perkembangan
usaha yang ada. Analisis ini salah satunya bisa dilihat dari laporan keuangan, Sobat
Sikapi. 
Sementara analisa teknikal, merupakan analisa saham melalui pendekatan
pergerakan saham itu sendiri pada suatu rentang waktu, termasuk didalamnya adalah
harga dan fluktuasinya, serta informasi mengenai titik tertinggi dan terendah dari suatu
saham. Perlu diingat ya Sobat Sikapi, harga disini bukan semata-mata harga yang
murah ya, tapi harga saham dari perusahaan yang pantas untuk dibeli.
Selanjutnya, terdapat hal-hal yang perlu kita perhatikan sebelum membeli
saham antara lain adalah profil dan tingkat likuiditas perusahaan, fluktuasi di Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG), tren market, Return of Equity  (ROE) atau laba dari
investasi pemegang saham di perusahaan tersebut, sales  atau penjualan, dan Earning
per Share  (EPS) Growth.
Sobat Sikapi, tentunya selain memperhatikan poin-poin penting di atas, strategi
juga menjadi salah satu hal penting. Terdapat 3 strategi dalam membeli saham yaitu: 
1.       Buy On Weakness yaitu membeli ketika harga saham sudah turun ke level tertentu
yang aman untuk dibeli. 
2.       Buy If/On Breakout yaitu membeli ketika harga saham berhasil menembus level
tertentu atau naik menembus resistance (level tertingginya). 
3.       Buy on Retracement yaitu membeli saham setelah terjadi breakout atau harga
bawah. Saham yang berhasil breakout pada umumnya akan langsung mengalami
kenaikan yang kencang, 
Sekarang, kita juga harus tahu dong, kapan waktu yang tepat untuk menjual
saham yang kita miliki. Waktu yang tepat dalam menentukan saat untuk menjual saham
adalah tentunya ketika harga sedang naik atau disebut juga profit taking, Sobat Sikapi.
Tapi, bagaimana kalau harga turun? Nah,  waktu yang tepat untuk menjual saham yaitu
salah satunya adalah dengan menetapkan cut loss.
                Cut Loss adalah istilah yang digunakan ketika kita menjual saham pada harga
yang lebih rendah dari harga belinya, sehingga kita mengalami kerugian (loss).
Keberadaan cut loss  ini bukan untuk merealisasikan kerugian loh, Sobat Sikapi! Tapi
justru untuk mencegah kerugian yang lebih besar lagi ketika harga saham yang kamu
pegang terus menurun.
                Misalnya, ketika kamu telah menentukan batasan cut loss di angka 5% atau 7%,
maka  ketika kerugian sudah mencapai kisaran angka tersebut, kamu dapat langsung
menjual saham yang kamu punya, Sobat Sikapi. 
                Cut loss sendiri dianjurkan untuk dilaksanakan oleh
para investor dan trader guna menjaga modal yang dimiliki, Sobat Sikapi. Waktu untuk
melaksanakan cut loss  pun berbeda-beda, tergantung  dari posisi kamu; apakah
sebagai trader atau investor.
                Buat kamu-kamu yang merupakan trader  aktif, jika saham yang kamu pegang
akan turun terus, maka lebih baik untuk segera melakukan cut loss  segera, Sobat Sikapi.
Kuncinya disini adalah dengan berupaya mengetahui arah pergerakan saham tersebut,
apakah akan naik, turun, atau sideways dalam kurun waktu kurang dari satu tahun atau
kurang dari beberapa bulan tergantung dari jangka waktu trading kamu. 
                Buat kalian yang posisinya sebagai Investor, maka cut loss bisa dilakukan ketika
terjadi perubahan yang fundamental yang bisa dilihat dari kinerja fundamental
perusahaan. Beberapa hal bisa dijadikan alasan mengapa kamu harus melakukan cut
lossyaitu antara lain ketika adanya berita buruk terkait perusahaan yang bersangkutan
dan atau jika terjadi penurunan IHSG.
                Ada dua cara yang dapat dijadikan patokan dalam menentukan titik cut
loss  sebuah saham, Sobat Sikapi, yaitu berdasarkan harga beli dan berdasarkan
titik support. Titik support sendiri merupakan tingkat atau area harga yang diyakini
sebagai titik terendah, Sobat Sikapi. 
                Apabila berdasarkan harga beli kamu sudah menetapkan batas cut loss  sejak
awal sebesar 5% atau 7% seperti yang dicontohkan tadi, cara ini dianggap kurang
fleksibel karena tidak mempertimbangkan prospek pergerakan harga saham ke
depannya.
                Sementara lain halnya dengan patokan berdasarkan titik support, batasan cut
loss  bisa ditetapkan dengan melihat rekomendasi saham harian yang biasanya
dikirimkan oleh sekuritas. Biasanya dituliskan dengan judul “Cut Loss If”. Cara ini dinilai
lebih fleksibel karena mengikuti pergerakan naik dan turunnya harga saham tanpa
menetapkan terlebih dahulu.
                Perlu diingat, semua jenis investasi, pasti memiliki risiko. Namun, seperti
perkataan dari Warren Buffet, “Risk comes from not knowing what you are doing.” atau risiko
datang ketika kamu tidak mengetahui apa yang kamu lakukan. Pahami jenis investasinya dan
cara kerjanya, Sobat Sikapi. Dari hal tersebut kamu akan mengerti apa yang harus kamu lakukan
dan bisa mengurangi atau bahkan menghindari kerugian!
 

Anda mungkin juga menyukai