Anda di halaman 1dari 11

Common stocks and uncommon

profits by Philip A. Fisher

Philip A. Fisher adalah seorang investor yang sangat sukses di eranya. Strategi
analisa Fisher bertitik berat pada 2 hal: management dan prospek kinerja
perusahaan.

Beliau adalah sosok yang tidak menyukai publisitas, namun menjadi sangat terkenal
di era 1950-1960an pasca penerbitan bukunya yang berjudul “Common stocks and
Uncommon profits” ini.

Hal utama dalam investasi saham menurut Fisher adalah memiliki mindset yang
benar. Membeli saham dan menyimpannya untuk jangka panjang.

Jikapun dari waktu ke waktu harga saham bisa menjadi cukup mahal berdasarkan
valuasi wajar, namun jika prospek pertumbuhan kinerja masa depan masih bagus
dan cerah, tidak ada alasan mengapa investor harus menjualnya sekarang. Dengan
menjual saham di harga mahal, maka investor seakan-akan membatasi kesempatan
untuk mendapatkan keuntungan masa depan.

Ini mirip dengan prinsip yang diajarkan oleh Admin grup kami. Jika anda jual saat
cuan 50% maka anda tidak akan pernah merasakan cuan 51%, dan jika anda jual
saat cuan 100% maka anda tidak akan pernah merasakan cuan 101% dst.
Tentunya, kita harus bijak mengikuti perkembangan fundamental dan prospek
kinerja perusahaan, namun bukan pergerakan harga saham.

Lihat saja saham MYOR, bukankah dah cukup mahal secara valuasi, namun karena
prospek pertumbuhan kinerja masih sangat terbuka, sehingga sahamnya masih
layak di pegang untuk jangka panjang.

Sama halnya seperti saham ROTI, UNVR, ICBP, MLBI, HMSP dkk walaupun secara
PER dinilai sudah premium, namun mereka berhasil bertahan di harga mahal, ya
karena mereka adalah perusahaan hebat yang masih akan bertumbuh di masa
depan.

Konsep growth investing mungkin cukup asing bagi kita, karena kebanyakan kita
yang berjurus FA masih lebih fokus ke value investing, yaitu beli saat murah, jual
saat mahal.
Dalam buku Common stocks and uncommon
profits, Fisher mencoba mengajarkan kita cara menemukan perusahaan hebat yang
memiliki prospek kinerja dahsyat. Dan dari buku ini juga, kita di perkenalkan
analisa KUALI–tatif, sangat berbeda dengan analisa KUANTI-tatif yang sering kita
pelajari dari berbagai pakar dalam bentuk berbagai rasio finansial.

Inilah letaknya perbedaan antara Phil Fisher dan Ben Graham, namun yang paling
hebat dan beruntung adalah Warren Buffett (WB) karena beliau berhasil meleburkan
ke dua strategi ini dalam strategi investasi beliau. Toh, banyak kredit juga harus
diberikan kepada Charlie Munger karena Charlie Munger lah yang mengenalkan
growth investing kepada WB.

Ok, mari kita mulai masuk ke pembahasan buku Common stocks and uncommon
profits.

Semua orang yang terjun ke dunia saham dengan alasan apapun pada akhirnya
adalah demi keuntungan. Jadi, patut kita pelajari dulu sejarah bagaimana uang di
hasilkan dari bursa saham sebelum kita masuk ke strategi dll.

Sejak era abad ke 19 hingga masuk ke awal 20, keberhasilan investasi saham
di dominasi oleh 2 strategi utama.

Yang pertama adalah buy low, sell high. Beli saat sirklus sektor sedang buruk dan
menjual saat sektor membaik. Pada masa itu, akses ke informasi khusus tidaklah
mudah (sebetulnya hingga kini pun masih sama, hanya insider yang punya akses
VIP terhadap data ginian), sehingga yang bisa benar-benar memanfaatkan teknik ini
adalah sekaum kecil investor yang memiliki koneksi dekat dengan perusahaan,
sedangkan bagi yang lain, itu murni spekulasi pasar alias mencoba market timing.

Namun ada strategi ke dua yang Fisher lebih menonjolkan karena strategi ini jauh
lebih aman dan hasilnya jauh memuaskan, yaitu buy and hold. Membeli
perusahaan hebat tanpa perlu melakukan market timing. Inilah yang kita kenal
dengan strategi growth investing.

Sekali lagi, saya harus tekankan kembali perbedaan antara buku ini dengan banyak
buku investasi lain yang sudah pernah kita baca. Analisa Fisher sangat terfokus ke
sisi kualitas perusahaan, sangat sedikit membahas rasio finansial, dan itu menjadi
tantangan bagi kita untuk meniru caranya, karena sesuatu yang berbasis non-angka
menjadi cukup subyektif sehingga susah untuk membuat patokan antara apa yang
kita yakin itu fakta dan apa yang sesungguhnya adalah fakta.

Dalam analisa growth investing, Fisher menggunakan istilah “Scuttlebutt”. Kita hanya
butuh mengkoleksi pecahan-pecahan informasi dari berbagai narasumber yang
berhubungan langsung dengan industri tersebut. Baik itu karyawan perusahaan,
vendor, supplier, badan hukum, badan peneliti, kompetitor, bahkan mantan
karyawan dll.

Fisher juga bilang, tidak semua informasi yang kita kumpulkan itu harus saling
sinkron satu sama lain, namun jika kita berhasil menanyakan pertanyaan yang
pinter kepada orang yang tepat, maka dari pecahan informasi yang terkumpul
akan terlihat sangat jelas perusahaan mana yang jauh unggul. Terus langkah
terakhir barulah kita tanyakan kepada management perusahaan untuk
menyempurnakan analisa kita.

Menurut Fisher, ada 15 pedoman yang patut kita ketahui tentang sebuah
perusahaan hebat yaitu:

1. Apakah perusahaan memiliki produk dan jasa dan pangsa pasar yang bisa
menunjang pertumbuhan pendapatan di masa depan?

Disini, Fisher membagikan perusahaan menjadi 2 jenis: “beruntung dan bisa” dan
“beruntung karena mereka bisa”.

Yang pertama adalah perusahaan yang mendapatkan kiprah dari perubahan


eksternal. Contoh: sejak dulu bisnis JNE bisa dibilang cukup bagus, namun sejak
boomingnya penjualan online, kini pengiriman paket JNE meningkat pesat sehingga
membuat bisnisnya tumbuh pesat.

Terus jenis yang kedua adalah perusahaan yang visioner yang mampu menciptakan
produk baru atau sektor baru untuk menunjang kinerja masa depan. Contoh:
Unilever, walaupun semua produknya sudah ada di Sabang sampai Merauke,
namun perusahaan tidak pernah berhenti menciptakan produk baru yang
bisa menunjang pertumbuhan baru.

2. Apakah management memiliki keteguhan untuk terus menciptakan produk


baru jika permintaan atas produk sekarang sudah di tingkat matang?

Point ini hampir mirip dengan point no. 1 namun beda. Point no. 2 ini membahas
tentang sikap management. Karena semua pasar pada satu saat pasti mencapai titik
matang, sehingga management harus siap dan mampu terus menerus menciptakan
produk baru untuk memperlebar pasar atau membuka pasar baru demi menunjang
pertumbuhan pendapatan masa depan.
Contoh: Disaat lahan industri Lippo Cikarang sudah terbatas, management
terus mencari cara untuk menunjang peningkatan pendapatan masa depan.
Perusahaan sudah mulai beralih ke sektor residensial, komersil sekaligus
pemeliharaan kota lewat mega proyek Orange County, dan perusahaan juga sudah
memiliki rencana menjadikan Lippo Cikarang seperti Shenzhen nya China.

3. Seberapa efisien dan efektif penelitian dan pengembangan (R&D)


perusahaan?

Secara umum, analis selalu membandingkan efektifitas R&D satu perusahaan


dengan yang lain dengan cara membandingkan rasio beban R&D terhadap
pendapatan. Namun sayangnya cara ini tidak memberikan kita kejelasan secara rinci
pendapatan aktual yang di hasilkan oleh masing-masing setiap R&D. Tentunya, hal
itu sangat sulit untuk di ukur, apalagi setiap perusahaan pasti memiliki kebijakan
yang berbeda apa yang digolongkan sebagai R&D. Namun, R&D yang efektif adalah
yang bisa memberi keunggulan kompetisi kepada perusahaan, yang bisa
menciptakan produk baru namun tidak gampang di tiru oleh pesaing.

Contoh: KLBF yang terus berekspansi ke segment biofarmasi. Dengan product


range yang sangat luas dalam kategori obat resep dan potensi pertumbuhan yang
baik karena program BPJS, KLBF terus melakukan penelitian dan
bangun pabrik. Inilah R&D yang efisien dan efektif yang bisa menciptakan produk-
produk baru, memperbesar potensi pasar dan menekan biaya lewat produksi pabrik
sendiri.

4. Apakah perusahaan memiliki team marketing dan penjual yang hebat?

Rasanya jarang sekali kita membahas hal ini di dalam analisa kita. Ini juga sempat di
singgung oleh Fisher, investor amatir hingga “professional” cenderung suka salah
persepsi antara sebab dan akibat. Justru apa yg kita lihat di pendapatan itu adalah
refleksi dari akibat alias hasil, sedangkan penyebabnya adalah hal seperti yang di
bahas di point no. 4 ini.

Walaupun ada pengecualian di beberapa produk yang bisa menjual sendiri, namun
secara umum tim penjual yang handal ditambah dengan marketing dan logistik yang
kuat lah yang menjadi jaminan peningkatan penjualan perusahaan.

Untuk mengetahui perusahaan mana yang memiliki tim penjual/pemasar yang


handal, bisa kita tanya ke kompetitor, supplier maupun customer. Lalu kita juga bisa
tanya langsung ke tim penjual tersebut bagaimana sistem bonus dan promosi
mereka.

Di laporan tahunan juga bisa kita lihat pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan


oleh perusahaan untuk meningkatkan kapasitas para sales dan management.
Contoh: Asuransi Prudential. Pelatihan yang diselenggarankan oleh perusahaan
begitu hebat, setiap agen yang keluar dari sana pasti sudah memiliki kapasitas jual
yang tinggi. Walaupun memang ada sebagian kecil manusia itu dilahirkan hebat
dalam penjualan, namun banyak bisa dilatih dan dibentuk menjadi handal.

5. Seberapa bagus marjin laba perusahaan?

Fisher menyarankan investor untuk tidak berinvestasi di perusahaan yang memiliki


marjin laba yang tipis, kecuali perusahaan memiliki rencana bagus untuk
memperbaiki marjinnya di masa mendatang. Alasan Fisher adalah dengan marjin
yang tipis, maka kinerja akan lebih fluktuatif. Pada saat ekonomi lagi bagus, maka
laba mungkin bisa tumbuh pesat hingga 3-angka sama halnya saat ekonomi
terpuruk, kerugian pun bisa saja sama.

Yang layak menjadi kandidat investasi jangka panjang itu adalah perusahaan yang
sehat yang bisa tumbuh secara konsisten. Contoh: pada tahun 2015 saat sektor
pakan ternak terpuruk, CPIN masih berhasil mencetak laba sedangkan MAIN dan
JPFA sudah mengalami kerugian, terus di tahun 2016 semua sudah mulai mencetak
laba, kinerja JPFA naik menggila, inkonsistensi inilah yang Fisher anjurkan kita
hindari.

Namun Fisher juga menyingung tentang satu pengecualian, yaitu perusahaan yang
memiliki turnover rate asset yang tinggi. Disini bisa kita tafsir bahwa yang di
bicarakan adalah perusahaan yang memiliki turnover rate di persediaan yang tinggi,
alias fast moving consumer goods. Contoh: MPPA, AMRT, MIDI, RANC dkk

6. Apa yang perusahaan akan lakukan untuk memperbaiki marjin laba?

Point ini mengingatkan seorang teman di grup kami yang sering membahas tentang
prospek masa depan perusahaan. Banyak investor termasuk saya hingga para
“pakar” sering berasumsi bahwa jika dalam 10 tahun terakhir marjin laba perusahaan
adalah 10%/thn, maka cenderung untuk 10 tahun kedepan marjin laba perusahaan
akan tetap di 10%/thn.

Fisher menyinggung bahwa, performa masa lampau bukanlah jaminan untuk


performa masa depan. Investor jeli yang bisa membaca arah perbaikan marjin laba
masa depan dan mengambil langkah yang tepat akan bisa mendapatkan
keuntungan yang dahsyaat.

Contoh: NIRO. Perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan ruang pusat


keramaian. Walaupun saat ini masih mencetak rugi, namun model bisnisnya
sangat bagus.

Mereka mengetahui bahwa di kota-kota besar, tempat perbelanjaan sudah banyak


jadi mereka berekspansi ke kota tier 2 hingga 4 dimana pusat perbelanjaan masih
minim dan orang masih butuh tempat jalan-jalan dan hiburan keluarga sehingga
okupansi penyewaan ruang usaha di mal NIRO selalu tinggi.

Contoh lain adalah AISA yang berfokus kepada penjualan beras premium dan
menunda pembangunan pabrik. Inilah upaya perusahaan hebat dalam
meningkatkan marjin laba.

7. Seberapa harmonis hubungan perusahaan dengan para pekerja dan buruh?

Point ini mencerminkan produktivitas pekerja. Jika pekerja selalu demo dan
menuntut hak terhadap perusahaan, barang kali ada yang kurang harmonis
dengan cara perusahaan mengatur para pekerja. Ini akan menghambat produktivitas
sehingga akan meningkatkan beban alhasil marjin laba menurun.

Sesungguhnya dengan hubungan baik saja belum tentu produktivas para pekerja
bisa meningkat, apalagi tidak harmonis. Namun jika perusahaan memiliki pekerja
yang anthusias terhadap pekerjaan mereka, maka itu adalah perusahaan yang layak
kita perhatikan.

Salah satu cara mengetahui perusahaan mana yang memiliki hubungan harmonis
antar para pekerja adalah membandingkan labour turnover rate mereka, rate yang
rendah bisa diasumpsikan sebagai hubungan yang baik, namun lebih baik lagi jika
kita bisa mendengarkan langsung dari para pekerja tanggapan mereka terhadap
perusahaan.

Contoh: Ada perusahaan tbk yang dekat dengan lingkungan saya. Saya sempat
ngobrol dengan beberapa karyawannya dari beberapa divisi. Saya bermulai dengan
memuji bahwa perusahaannya sekarang sudah menjadi perusahaan terbuka, namun
tanggapan yang saya terima cukup membuat kaget.

Mereka menyeluh bahwa image perusahaan memang meningkat, namun bonus


mereka sudah lama ditiadakan dan tunjangan pun tidak sesuai harapan. Ini adalah
kata-kata awal yang dilontarkan ke saya. Bayangkan sebagus apa loyalitas para
pekerja terhadap perusahaan jika hal pertama yang di ucap kepada orang luar
adalah kritik terhadap perusahaannya sendiri.

8. Bagaimana pula hubungan dengan para eksekutif?

Sama dengan point no.7 namun di level eksekutif. Apakah eksekutif memiliki
passion, motivasi dan antusiasme dalam menjalani tugas dan berhubungan baik
satu sama lain. Hubungan yang buruk akan membuat para eksekutif keluar dari
perusahaan atau bekerja tanpa maksimal.

Gaji dan tunjangan yang terlalu besar akan menjadi sebuah pemborosan, namun
yang rendah akan membuat mereka kurang loyal. Harus ada tim audit yang bertugas
untuk meninjau gaji dan tunjungan yang sesuai dengan standard industri atau
wilayah setempat.

Untuk mengetahui hubungan para eksekutif, kita bisa memanfaatkan acara rups
atau pubex untuk bertemu dan berbincang dengan beberapa eksekutif di level yang
berbeda.

Contoh: BIRD. Walaupun disini bukanlah sesungguhnya tim management, namun


tim pemilik perusahaan yang saling merebut kepemilikan. Jika yang atas saja sudah
kacau dan tidak konsen untuk menjalani usaha demi mencapai tujuan yang sama,
kira-kira sebagus apa dilapisan bawah yang butuh arahan dari atas?

9. Apakah perusahaan memiliki hiraki otoritas dan deligasi yang benar dalam
management?

Untuk perusahaan kecil mungkin sering kita lihat dimana pemilik selalu memerintah
sekaligus mengerjakan semua kerjaan yang ada alias one-man-show. Namun
kinerja perusahaan kecil seperti ini akan mentok pada satu saat.

Untuk bisa berkembang lagi, maka pemilik harus bisa mengdelegasi tugas sehingga
dia bisa fokus pada visi dan misi perusahaan, dan yang diberi tanggung jawab bisa
membantunya menjalani tugas sesuai yang sudah di arahkan.

Walaupun cara yang paling mudah adalah mengrekrut calon management handal
dari luar, namun hal itu akan berdampak negatif seperti yang sudah di ulas di point
no. 8, akan mengganggu suasana kerja antar management yang sudah ada
karena dinilai kurang pro dan mengapresiasi karyawan lama. Jadi, hal otoritas dan
deligasi harus dicermati dengan seksama oleh perusahaan untuk menentukan opsi
yang terbaik.

Contoh: SMSM. Di salah satu article yang saya pernah baca tentang wawancara
jurnalis dengan CEO perusahaan, CEO menjelaskan dengan detail tahapan-tahapan
pangkat promosi yang perusahaan bisa berikan kepada para pekerja. Ini sungguh
menakjudkan dan memberi saya pandangan bahwa SMSM adalah perusahaan yang
siap menjadi besar karena secara internal sudah di tata sedemikan baik dan rapi,
sehingga setiap karywan dari lapisan paling bawah hingga paling atas mengerti
persis apa yang bisa diharapkan dari perusahaan.

10. Sebagus apa analisa biaya perusahaan serta kontrol terhadap


standar akunting?

Perusahaan harus bisa mengurai biaya pengeluaran secara akurat sehingga


bisa menjelaskan secara rinci setiap segmen biaya yang timbul dalam operasional.
Lewat analisa biaya perusahaan bisa melihat apa yang harus di perbaiki demi
meningkatkan efisiensi.
Selain itu standard akunting juga perlu diperhatikan. Jika perusahaan sering tukar
menukar standard yang di pakai demi mempercantik laporan keuangan, ini adalah
perusahaan yang kita mau hindari.

Contoh: Saya ingat di tahun 2014 atau 2015, pernah melakukan analisa terhadap LK
salah satu perusahaan tbk. Walaupun saat itu perusahaan melaporkan keuntungan,
namun di neraca Aktiva dan Pasiva tidak imbang dan revisi tidak dilakukan hingga
berbulan-bulan setelah mendapat teguran dari badan pengawasan. Perusahaan
yang tidak jujur hingga satu saat akan kebongkar, dan saat itu terjadi, pasar akan
menghukumnya habis-habisan.

11. Apakah perusahaan memiliki keunggunal kompetisi?

Fokus utama tentang point ini adalah MOAT.

Contoh: ICBP. Masih ingat begitu Mayora pertama kali meluncurkan Bakmi Mewah,
tidak lama kemudian Indomie pun langsung meluncurkan produk yang sama dengan
merk Real Meat. Toh, sebagai produsen mie instant terbesar di tanah air alias
market leader, Indomie tidak mungkin tinggal diam saat pangsa pasarnya di coba
rebut oleh pesaing dan menurunkan reputasinya dan brand imagenya. Toh, jika
mengingat mie instan, siapa tidak langsung kepikir Indomie?

12. Apakah perusahaan memiliki pandangan jangka pendek atau jangka


panjang terhadap laba?

Menurut Fisher perusahaan yang patut kita invest adalah perusahaan yang memiliki
visi jangka panjang terhadap laba.

Perusahaan hebat adalah yang berani mengambil langkah yang dibutuhkan jika pun
secara jangka pendek laba bisa terpangkas namun demi pertumbuhan bisnis dan
keuntungan yang jauh lebih besar secara jangka panjang.

Tidak jarang kita dengarkan ucapan dari management bahwa mereka menjamin
harga saham perusahaannya dalam kurun waktu tertentu akan naik ke harga
tertentu. Toh, harga saham adalah tanggung jawab bursa, sedangkan kinerja
perusahaan barulah tanggung jawab perusahaan, PLEASE JANGAN SALAH
FOKUS!

Contoh: Management beberapa perusahaan tbk yang pernah memaparkan hal


tersebut. Menurut saya ini adalah langkah yang sangat arogan. Tidak ada seorang
pun yang bisa secara pasti bisa menjamin harga saham di timeframe tertentu, apa
yang membuat mereka begitu yakin. Lagi pula, jika perusahaan terlalu peduli
terhadap pergerakan harga sahamnya, cenderung mereka akan lebih mementingkan
jangka pendek kebanding janga panjang, kemungkinan manipulasi data pun lebih
cenderung terjadi. STAY AWAY.
13. Apakah ekspansi perusahaan akan merugikan pemegang saham?

Perusahaan bisa berekspansi lewat banyak cara, antara lain: private placement
(mendapatkan investor yang mau membeli saham dari perusahaan langsung),
menerbitkan saham baru (Right issues), pinjaman bank atau yang paling
ideal menggunakan uang dari kas internal.

Contoh: LPPF dan LPCK. Walaupun perusahaan memiliki fasilitas pinjaman yang
siap untuk di pakai, namun capex selalau datang dari kas internal, sehingga tidak
menimbulkan beban keuangan tambahan.

14. Apakah management berani menceritakan tidak hanya hal baik namun
juga hal buruk tentang perusahaan ke publik?

Coba dipelajari publikasi paparan management saat kinerja buruk, apakah


management akan menjelaskan dengan apa adanya atau mencoba menutupi
atau beralasan dan melemparkan tanggung jawab.

Contoh: SCMA dan SMSM. Saya beberapa kali berkomunikasi dengan Investor
relations dari masing-masing perusahaan dan mendapat pengalaman yang sangat
berkesan. Kedua perusahaan memiliki etika yang baik terhadap transparansi.
Masing-masing menceritakan apa adanya tentang kesulitan pertumbuhan yang
sedang di alami di tahun 2016. SCMA emang kalah saing dari kompetitor dalam
audience share, sedangkan SMSM tetap mempertahankan harga demi menjaga
marjin laba.

15. Apakah management memiliki integritas yang tidak terbantahkan?

Point ini cukup sulit sebetulnya. Dalam bisnis, kita harus memahami bahwa dalam
kondisi tertentu tidak mudah untuk menjaga integritas apalagi jika hal tersebut akan
berefek negatif dalam jangka pendek terhadap kinerja perusahaan. Namun jika kita
berhasil menemukannya, maka itu adalah perusahaan yang patut kita invest.

Contoh: ROTI. Berani jujur dan tidak memanfaatkan situasi yang salah demi
keuntungan perusahaan. Atas kejujuran tersebut sempat heboh dan membikin
banyak issue negatif yang merugikan perusahaan, namun integritas perusahaan
terjaga, dan itu sangat sulit kita temukan di Indonesia.

Jadi itulah 15 pedoman yang patut kita cek satu per satu untuk menemukan
perusahaan superb.

Ok, setelah kita mengetahui apa yang mau di beli, sekarang mari kita lihat kapan
waktu yang tepat untuk membeli?
Filosofi Fisher sangat sederhana. Waktu yang tepat untuk beli saham adalah saat
memiliki uang nganggur.

Namun investor umumnya terlalu fokus kepada sirklus bisnis dan pergerakan bursa
untuk menentukan waktu yang tepat untuk beli, padahal jika harus fokus ke sana,
masih banyak faktor lain yang akan mempengaruhi penilaian kita, seperti: PDB,
inflasi, neraca perdagangan, suku bunga dll.

Menurut penelitian Fisher, membeli pada harga puncak pun setelah 25 tahun tetap
bisa memberikan imbal hasil antara 20x hingga 25x. Jadi, fokuslah pada apa yang
mau di beli bukan kapan harus membeli.

Lalu Fisher juga memberikan pandangan tentang waktu yang tepat untuk jual.

Menurut Fisher hanya ada 3 alasan mengapa investor ingin menjual saham:

1. Membuat kesalahan dalam analisa dan menjadi makin jelas bahwa potensi kinerja
yang diharapkan meleset jauh dari fakta. Dalam hal ini, kejujuran diri sangat
dibutuhkan untuk mengakui kesalahan dan menjualnya sesegera mungkin baik itu
dalam posisi untung tipis (syukur) atau sudah loss banyak. Cutloss demi
membebaskan uang untuk ditanamkan kembali di saham yang benar akan jauh lebih
menguntungkan dibanding mempertahankan ego yang tinggi demi
membantah kesalahan.
2. Jika perusahaan memenuhi makin sedikit dari kriteria 15 pedoman banding
sebelumnya. Butuh fokus dan follow the story untuk memberi penilaian ulang
terhadap kelayakan perusahaan dalam 15 pedoman atas. Fisher juga memberi satu
arahan untuk nge-test apakah perusahaan masih memiliki kualifikasi untuk
digolongkan growth company. Tanyakan diri kita, apakah di puncak sirklus bisnis
yang berikut, EPS perusahaan akan bisa lebih besar dari kini?
3. Alasan terakhir ini agak langka (menurut Fishser) namun boleh dilakukan
adalah switching saham. Kadang dalam situasi special, sebuah kesempatan beli
yang begitu menarik timbul sehingga membuat penukaran stock menjadi layak.
Namun, hal ini harus di lakukan dengan pemikiran yang matang. Investor
cenderung lebih kenal dengan saham yang sudah di pegang lama, namun tidak
demikian dengan saham yang baru di beli, sehingga prospek yang dikirakan bagus
di saham baru ini belum tentu demikian dalam kenyataan. Jadi harus sangat hati-hati
jika ingin melakukan switching.

Sebagai tambahan Fisher juga memberikan 1o arahan apa yang patut


investor TIDAK LAKUKAN:

1. Jangan beli perusahaan kemaren sore yang penuh promosi diri


2. Jangan abaikan perusahaan bagus hanya karena sahamnya tidak liquid
3. Jangan beli hanya karena laporan tahunan di tulis dengan cantik
4. Jangan berasumpsi valuasi mahal, berarti harga saham tidak bisa naik lagi
5. Jangan permasalahkan sebuah transaksi hanya karena beda harga 1-tick
6. Jangan terlalu menekankan pentingnya diversifikasi
7. Jangan takut membeli saat terjadinya perang
8. Jangan menentukan posisi beli berdasarkan chart hi dan lo masa lampau
9. Jangan kejar suatu posisi yang sedang digoreng walaupun growth stock
10. Jangan ikuti massal

Inilah ringkasan saya dari buku Common stocks and uncommon profits, mungkin
masih banyak detail yang tidak sempat saya paparkan dalam article ini, karena
untuk memaksakan 1 buku kedalam 1 article membutuhkan nekad yang tinggi.

Untuk lebih detail, silahkan dibaca langsung dari buku aslinya.

Anda mungkin juga menyukai