Pendahuluan
Bab 1: cara untuk mempelajari segala sesuatu tentang perusahaan hingga detail
1. Laporan keuangan/kuartalan
2. Laporan tahunan
3. Materi public expose (tentang mereka siapa, rencana ke depan, dsb. Presentasi aslinya biasanya
dilakukan di hotel di Jakarta, namun kita bisa mendownload power point/pdfnya)
4. Laporan hasil public expose (jawaban2 perusahaan ttg pertanyaan investor pada saat presentasi
publicly expose)
Jika laporan keuangannya buruk maka tidak usah lanjut ke nomer selanjutnya, toh kita tidak akan
beli
Setelah membaca dokumen di atas anda akan mengetahui 1. Kinerja keuangan perusahaan (dari
laporan keuangan), 2. Profil dan informasi umum ttg perusahaan (dari laporan tahunan), 3. Kegiatan
operasional dan rencana ke depan (dari materi dan hasil publicly expose)
Paling santai :ketika anda sudah memegang saham tertentu, maka pekerjaan sudah selesai. Cukup
memantau seminggu/sebulan sekali
Paling menguntungkan : karena kalau trading(tik tok) ongkos trading fee-nya besar
BUKAN membeli rumah bernilai 500juta seharga 700juta dengan harapan karena pembangunan di
masa depan harganya akan jadi 1M
Value investing adalah membeli rumah bernilai 500juta seharga 300 juta (misal karena pemilik
rumah butuh uang cepat/ada kerusuhan). KESIMPULANNYA : VALUE INVESTING TIDAK MEMILIKI
RISIKO KARENA SUDAH UNTUNG SEJAK AWAL
Bab 3: tiga elemen value investing (mutlak, tidak diurutkan berdasarkan prioritas)
Kasus :
Saham ASII harganya saat ini (ketika buku itu ditulis kuartal 1 2014 ) Rp7.200, sementara BVnya
Rp2.197 > Harga saham 3,3 kali lipat BVnya (PBV = 3,3)
Ingat, saham ASII memiliki harga yg melebihi BVnya karena ada faktor FV (Future value) di mana ada
anggapan bahwa perusahaan akan tumbuh ke depannya
Jawabannya iya secara present value, namun value investing melihat future valuenya juga
Melihat future value 5 thn kemudian (asumsi 5 thn karena diperkirakan (berdasar track recordnya)
bahwa ASII masih beroperasi baik dalam 5 tahun ke depan, dan kita akan mengambil uangnya 5
tahun lagi)
Maka perkiraan BV/nilai saham ASII 5 tahun lagi (jika menggunakan ROE 21,2% )
Rp.2.197 × (1+0.212)^5
=Rp5.422
Jika menggunakan ROE 23-29% kita bisa optimis bahwa BV 2018 = Rp.6000
ROE 40% sangat jarang terjadi, tetapi PBV 5 kali bisa dianggap wajar
Namun perlu juga melihat faktor kualitatif (nama besar dan likuiditas) perusahaan. Karena ASII
adalah perusahaan yg memiliki nama besar dan sahamnya juga salah satu yg paling likuid maka
diperkirakan jika PBV wajarnya 2,7-3 kali
Kesimpulannya : tetap saja harga ASII Rp7200 saat ini masih terhitung mahal, cari saja saham lain,
saham ASII bisa dibeli jika harga di bawah (3× Rp2197)= Rp6600 atau lebih baik jika bisa di bawah
Rp6000
Perbedaan Sektor perusahaan tidak berpengaruh, di mana tidak pernah ada sektor tertentu yg harga
sahamnya dihargai lebih tinggi (PBVnya lebih tinggi) dibanding sektor lain
Perusahaan metrodata
ROEnya 18.8% maka PBV wajarnya 1,9 kali dan tidak boleh lebih dari itu (karena tidak memiliki nama
besar dan likuiditas saham sebaik ASII). Jika ROEnya 15% maka PBVnya ya 1,5 kali
Bagaimana jika sebuah saham tidak memiliki future value namun PBVnya rendah ? Contohnya
Krakatau steel yg mengalami kerugian tahun lalu (2013) dan tidak ada tanda2 akan mengalami
kemajuan, namun PBVnya kecil = 0,6 kali
Jika kita membeli saham K.steel Rp 10 juta maka secara teori kita untung 4 juta. Namun ingat, untuk
mendapat profit 4 juta saham kita harus terjual (ketika PBVnya menjadi 1 atau ketika harga naik),
padahal kenaikan harga saham hanya dapat terjadi jika perusahaan menunjukkan kinerja bagus dan
investor2 tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut
Warran Buffett : membeli saham bagus dengan harga wajar, jangan membeli saham jelek pada
harga murah
Kesimpulan kasus Krakatau steel dari sudut pandang Warran Buffett untuk saat ini: cari saham lain
aja. Tidak2 apa agak mahal yg penting masih di bawah future valuenya
Bagaimana jika kinerja KSteel membaik ? Tentu saham2nya akan meroket (saham turn over)
Karena itu Teguh Hidayat memiliki watchlist berisi saham2 yg PBV-nya (0,8/ 0,7/ bahkan 0,3) siapa
tau kinerja mereka membaik seperti dalam kasus saham ELSA
Penjelasan mengapa W.Buffet tidak menyukai saham turn over adalah karena dia membeli saham
dalam skala besar (minimal 60 T sekali beli) sehingga tidak bisa berspekulasi pada saham2 turn over
Saran T.hidayat untuk investor retail (bukan investor institusi atau seperti w.buffet) adalah memiliki
watchlist saham2 yg PBVnya kecil sehingga jika suatu saat laporan keuangan(kuartalan) perusahaan
membaik bisa segera ada take action
PER cenderung tidak stabil, tidak cocok digunakan untuk perusahaan yg tidak konsisten labanya
(kalau PBV asal masih untung masih bisa digunakan, cenderung konsisten karena menggunakan
ekuitas perusahaan)
Per hanya cocok untuk perusahaan blue chip atau perusahaan kecil/menengah namun kinerja jangka
panjangnya konsisten
Kalau PERnya di bawah 10, dengan fundamental sangat baik, maka harga segitu sudah murah
Kalau PERnya di bawah 7 dan sahamnya merupakan saham grade 'A' (astra, Indofood, dll) pokoknya
beli
Namun ada juga saham2 pengecualian, contohnya Unilever, PERnya 40x sangat mahal namun kinerja
perusahaannya luar biasa ( ROEnya 100%, Dividennya 100%laba, historisnya sangat panjang sejak
1933)
Bab V : Cara cepat mempelajari fundamental perusahaan sekaligus menyeleksi saham2 bagus
Lebih mudah menyeleksi saham berfundamental bagus > diseleksi berdasarkan valuasi > diseleksi
berdasarkan manajemennya
Untuk tahap awal bisa melihat perusahaan besar saja yg jumlahnya kurang dari 100
Bisa dengan melihat "50 mist active stock in trading value" per kuartalan (praktiknya dicari sendiri),
lalu download laporan keuangannya
1. Perusahaannya bertumbuh (dilihat dari EKUITAS YANG DAPAT DIATRIBUSIKAN KEPADA ENTITAS
INDUK yang terus meningkat dan LABA YANG DIATRIBUSIKAN KEPADA ENTITAS INDUK yang juga
meningkat. catatan :bukan menggunakan laba komprehensif)
Lalu dihitung lah ROEnya (berdasarkan pengalaman T. Hidayat ROE yang bagus lebih besar dari 20%
Selanjutnya menghitung jumlah utang (DER) : total utang/ jumlah ekuitas yang dapat diatribusikan
kepada pemilik entitas induk
Untuk perusahaan non-bank nilai DER yg baik adalah kurang dari 1
Catatan ; untuk perusahaan2 tertentu seperti kontruksi, asuransi, properti maka wajar DERnya lebih
dari 1
Catatan : untuk perbankan seperti BRI maka menghitung utangnya berbeda dengan perusahaan lain.
Selain laporan keuangan versi full juga ditambah laporan keuangan versi iklan, lalu dilihat KPMM
/capital adequacy ratio (ekuitas : aset), CAR yg ideal adalah yg di atas 20%, jika di bawahnya maka
bank tsb memiliki utang terlalu banyak
Catatan : tidak perlu terlalu ketat untuk menerapkan 3 syarat di atas, perusahaan tertentu mungkin
labanya turun, atau utangnya lebih besar sedikit dibanding ekuitasnya, tetapi jika ROEnya lebih dari
25 %, terkenal, punya reputasi bagus, dan PALING PENTING : Valuasinya masih murah, maka saham
tsb masih bisa dikoleksi.
Karena bahkan untuk 3 kriteria tadi hanya sedikit perusahaan yg memenuhinya, kalau hanya
mengincar perusahaan berfundamental bagus maka akan sulit dan biasanya valuasinya sudah sangat
mahal
Dalam value investing, intinya adalah kita tidak perlu membeli saham perusahaan dengan
fundamental sangat baik, YANG PENTING HARGA SAHAM TERSEBUT LEBIH RENDAH/SETIMPAL
DIBANDING KINERJA/KUALITAS FUNDAMENTAL PERUSAHAAN TERSEBUT
Jika penurunan laba dari tahun sebelumnya sangat signifikan maka tidak perlu analisis lebih lanjut
Satu lagi : Teguh Hidayat TIDAK menggunakan Laporan arus kas untuk melihat cash flow-nya
positif/negatif. Karena menurutnya cashflow tidak berarti apapun
Kata penulis : menemukan saham dengan fundamental bagus berdasarkan laporan keuangan
terbarunya itu mudah, yang sulit adalah menemukan perusahaan yang kinerjanya jangka panjangnya
konsisten bagus (5 tahun) terakhir)
Kemudian ditambah dengan membaca materi public expose (untuk mengetahui keadaan
perusahaan sekarang, dan rencana ke depan perusahaan. Jadi bisa sekali lagi melihat prospek
perusahaan)
Beberapa perusahaan memiliki laporan keuangan yang bagus, namun kinerja historisnya amburadul,
atau prospek ke depannya tidak jelas)
Lanjutan >> jika setelah dicek semuanya bagus, maka tinggal di cek manajemennya, jika bagus, maka
tinggal lihat valuasi perusahaan (di bab IV), jika murah, ya langsung beli bos !
Tambahkan saham2 sangat bagus (kinerja konsisten, ROE besar, dst) ke dalam watchlist
Perusahaan2 blue chip sekalipun harga sahamnya bisa turun karena 1)IHSG terkoreksi dalam, 2)Laba
perusahaan turun, 3)Isu negatif tentang perusahaan
Seringkali tidak perlu membeli saham dengan harga sangat murah, yang penting tidak terlalu mahal
(saham2 perusahaan besar-biasanya- sudah terlalu mahal, PBVnya bisa >4x)
Teguh Hidayat pribadi lebih memilih saham blue chip (kinerja konsisten bagys, terkenal, bervaluasi
tidak terlalu mahal) daripada saham second liner (Valuasinya sangat murah (kurang dari satu),
namun fundamental tidak luar biasa, dan perusahaan tidak terlalu besar), karena resikonya lebih
kecil (prinsip WB : never lose money)
2)analisis sektor
3)analisis makroekonomi Indonesia (termasuk naik-turunnya IHSG yg pasti akan mengikuti naik-
turunnya kondisi ekonomi di Indonesia)
Jika analisis 1,2,3 bagus tetapi 4 tidak, maka tetap beli. Jika analisis 1 bagus tetapi 2,3,4 tidak, maka
mungkin sebaiknya dipertimbangkan lagi, kecuali fundamentalnya benar2 bagus
Tidak perlu secara bersamaan, tetapi menyesuaikan trend. Maksudnya jika dalam 1 waktu sektor
tertentu sedang booming maka anda bisa memfokuskan waktu untuk mempelajari sektor tersebut.
Caranya dengan mempelajari laporan tahunan perusahaan dalam sektor tersebut, dan baca2 di
internet
Memang itulah tugas investor : Membaca, melakukan riset, memperluas informasi. Sayangnya
jarang sekali orang yang melakukannya !!
Analisis makroekonomi
Pertama, dengan melihat statistik(bisa dilihat dari BPS), bisa juga dengan membuka
www.tradingeconomics.com untuk mempelajari indikator-indikator ekonomi Indonesia (dan dunia).
Pelajari semuanya dan jadilah ekonom ! Wkwkwk
Analisis Global : mempelajari tentang isu2 ekonomi terkini dan menganalisis apakah ada dampaknya
kepada perekonomian/bursa saham Indonesia
DIVERSIFIKASI
Yaitu dengan "mengasuransikan" dana ke saham blue chip, dan mengambil resiko ke perusahaan2
second liner yg berpotensi (tentu setelah analisis fundamental), presentase komposisi pembagian
saham blue chip& second liner menyesuaikan risiko yg hendak ditanggung investor
Saran T.hidayat : investor pemula paling tidak diversifikasi ke 5 saham, setelah berpengalaman baru
menambah 7-10 saham
Catatan : bedakan kasus yang dialami suatu grup/seorang pengusaha mempelajari reputasi dari
pengendali perusahaan (Googling aja bos !)
Catatan : bedakan kasus yang dialami suatu grup/seorang pengusaha (yang memengaruhi kinerja
perusahaan), dengan kasus-kasus yang bersifat operasional (misalnya komplain dari BEBERAPA
mitra/konsumen)
KASUS : BAGAIMANA jika saya tidak menemukan saham yang memenuhi 3 kriteria di atas ?
Jika tidak ada perusahaan yang bagus ya jangan beli. Karena kunci value investing adalah
KESABARAN (yang jarang dimiliki orang). Namun jika muncul peluang (menemukan saham bagus)
maka segera take action bosquh !
Lalu kapan harus jual ?
Ya ketika laporan keuangannya tidak memburuk atau Valuasinya sudah tidak masuk akal lagi.
NAMUN perlu dicatat bahwa menjual saham bisa agak lama kemudian, karena-kebanyakan saham
perlu waktu lama untuk naik signifikan
Intinya : banyak orang gagal karena tidak sabar menunggu. Padahal menunggu adalah bagian dari
value investing (tentunya sambil melakukan analisis)
Pelajarannya :
Apapun latar belakang pendidikan, asalkan meluangkan waktu memahami value investing dan
menerapkannya maka bisa sukses !! ( Warran Buffet sendiri bilang bahwa materi2 ekonomi yang dia
pelajari selama kuliah (sampai mendapat gelar master bidang ekonomi) tidak ada gunanya ketika
menjadi value investor
Kerja keras, ketekunan, dan kesabaran yang akan menjadikan seorang value investor sukses
-Low profile profile (tidak pamer kesuksesan ketika membeli saham tertentu dan tidak mencap
dirinya sebagai 'pakar investasi')
Intinya :
Modal kecil dalam bertahun-tahun bisa menjadi LUAR BIASA BESAR (pakai hitungan berpangkat)
Tidak usah terlalu fokus pada Financial freedom bla bla tetapi nikmati prosesnya sambil melakukan
hal lain dalam kehidupan, kemudian lihat hasilnya
Walaupun seseorang sudah berpengalaman kerja di pasar modal selama bertahun-tahun TAPI bukan
sebagai Value Investor ( malah pakai analisis teknikal, trader, atau spekulan yang aneh-aneh) wajar
jika belum ke mana-mana
Jika sudah berinvestasi dengan benae dan sudah berpengalaman namun asetnya tidak naik-naik
maka hanya ada 1 kemungkinan : pasarnya belum bersahabat, karena bisa saja seorang investor yg
sudah berpengalaman dan mendapat untung yg meningkat setiap tahunnya bisa rugi besar-besaran
pada tahun tertentu seperti pada tahun 2008
Namun asal anda Keep Going and Never Quit InsyaAllah nilai aset terus meningkat karena pasar
saham akan naik terus dalam waktu panjaang
5%,10% atau 15% lebih baik dibanding kinerja pasar. Kalau IHSG turun 30% namun aset kita turun
20%, maka itu sudah pencapaian yang baik (target warran Buffet adalah kinerja 10% lebih baik
dibanding pasar per tahunnya)
Rata2 kinerja pasar modal Indonesia : 12% per tahun, maka target kita adalah pertumbuhan 25% per
tahun
Tidak usah berusaha untuk menghasilkan profit sebesar-besarnya setiap tahun (pencapaian terbaik
Warran Buffet adalah pertumbuhan 56% per tahun), yang penting Keep Calm, biarkan saja mengalir
(yang penting tetap lebih di atas kinerja pasar). Santai wae lur !
Aturan WB :
1. Never Lose Money 2. Don't forget rule number one (jadi fokusnya bukan mengejar keuntungan
sebesar-besarnya, tapi WB hanya berusaha untuk jangan sampai RUGI saja
Penutup :
Berusahalah untuk bermanfaat sebesar-besarnya untuk orang lain, jangan berfokus pada
keuntungan diri sendiri. Targetkan keuntunganmu nanti untuk dibagikan kepada mereka yang
membutuhkan. Itu akan menekan sikap serakahmu, dan kegiatan investasi juga akan menjadi lebih
mudah dengan sendirinya