Anda di halaman 1dari 56

Page |1

Non-Print Version

Indonesia Value Investing: Ebook Kuartalan


Edisi Kuartal IV 2017 (Q4 2017)
oleh Teguh Hidayat
www.teguhhidayat.com

Pembaca Yth, Dokumen (“ebook”) ini bersifat terbatas (restricted) untuk penggunaan personal, dan
rahasia (classified) sehingga tidak terbuka bagi umum. Dilarang menyebarluaskan dokumen ini baik
sebagian maupun seluruhnya kepada siapapun, dalam bentuk apapun, dan untuk tujuan apapun,
tanpa izin tertulis dari Teguh Hidayat. Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Setiap pelanggaran
terhadap ketentuan ini akan dikenai hukuman sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Pasal 27 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, Tentang Hak Cipta:


1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49
Ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000 (satu juta Rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000
(lima milyar Rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).

TeguhHidayat.com
Page |2

UNTUK DIPERHATIKAN:

1. Ebook ini terbit tanggal 3 April 2017, sehingga harga saham (current) yang dicantumkan disini
adalah harga pada tanggal-tanggal sebelum tanggal tersebut. Harga saham terbaru ketika anda
membaca salah satu analisis di ebook ini bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
2. Buku edisi berikutnya (Kuartal I 2018) akan terbit pada 8 Mei 2018.
3. Don’t forget that the Disclaimer is ON, and good luck!

Jika pada saham tertentu yang dibahas dalam ebook ini, dalam ulasannya tidak disebutkan target harga,
maka memang saham tersebut tidak memiliki target harganya, alias kalau bisa pegang aja terus atau
kalau mau dijual pun paling tidak asal diatas harga belinya saja. Karena dalam value investing yang
penting itu buy stock at a lowest possible price, dan bukannya sell stock at a highest possible price.
Kemudian jika dalam ulasannya tidak disebutkan soal prospek perusahaan kedepan, maka memang
perusahaannya tidak sedang mengerjakan apa-apa alias hanya menjalani bisnis seperti biasanya saja,
atau prospek tersebut (termasuk detail operasional perusahaan) sudah dibahas di ebook edisi
sebelumnya, atau sudah dibahas secara terbuka di teguhhidayat.com

‘Jangka pendek’ yang dimaksud disini adalah kurang dari 3 bulan, ‘jangka menengah’ adalah 3 – 12 bulan,
dan ‘jangka panjang’ adalah diatas 1 tahun.

Penting: Ebook ini milik Teguh Hidayat dan hanya boleh dibaca oleh nama-nama yang terdaftar dalam
database penulis (termasuk nama anda), sehingga anda tidak diperkenankan meng-share ebook ini
kepada siapapun, termasuk rekan kantor atau istri/suami/anak, apalagi mem-forward-nya ke grup
atau forum. Jika anda hendak merekomendasikan ebook ini kepada rekan anda, maka mintalah rekan
anda tersebut untuk membelinya sesuai dengan petunjuk yang disampaikan di www.teguhhidayat.com.

Merci,
Teguh

TeguhHidayat.com
Page |3

DAFTAR ISI

No. Kode Hal Current Best Buy at Rating Info Risk


1 BBNI 4 9,625 9,000? A Bandar IHSG' Moderate
2 BJTM 6 780 current, or 720 A Dividend stock Low
3 JSMR 7 5,625 5,250 - 5,500 AA Low
4 AISA 9 540 current A Wait n see? High
5 BULL 11 242 ??? A How high can you go? High
6 ADMF 13 8,850 8,000 - 8,500 AA Low
7 HEXA 14 3,290 3,000 A alat-alat berat Moderate
8 IMAS 16 925 current AA Akumulasi! Moderate
9 ASII 18 8,150 8,000 or below AA Bright long term prospect? Low
10 AALI 20 14,900 13,000 BBB Valuasi tanggung! Low
11 CFIN 22 336 current, or 300 A Moderate
12 BSDE 23 1,845 1,800, or below A Best, only already too big Low
13 BEST 26 296 current, or 270 A ASRI sister company Low
14 MBAP 28 3,340 3,000 - 3,250 A Mulai likuid Moderate
15 ADHI 31 2,120 below 2,000 AA 2018: Tahun konstruksi? Low
16 WIKA 31 1,710 1600 A Moderate
17 WSBP 32 410 375 - 400 AA Moderate
18 KKGI 35 414 380 - 400 A high expectation for 2018 Moderate
19 HRUM 37 2,720 current, or 2,500 A Low
20 MBSS 38 695 current AA The Next PTRO? Moderate
21 SOCI 40 256 current A target 290 - 300 Low
22 ASRI 41 386 current AA Tunggu properti rame Low
23 APLN 42 212 200 - 210 AA murah! Moderate
24 LPCK 44 3,150 3,000 - 3,300 BBB akumulasi pelan pelan Moderate
25 KLBF 45 1,500 current, or 1,400 A long term Low
26 TSPC 47 1,625 current A Low
27 LTLS 48 635 current, or 550 - 600 A High
28 TKIM 50 6,900 ? BBB Next INKP? High
29 MAIN 52 705 current A sudah bottom High
30 GJTL 53 810 750 - 800 AA utang berkurang Moderate

Catatan: Best buy artinya anda nggak harus beli persis diharga segitu, melainkan sedikit diatasnya
juga boleh,
tapi sebaiknya selisihnya tidak terlalu jauh
Kalau ratingnya bagus, misalnya triple AAA, maka artinya sahamnya lebih direkomendasikan ketimbang
yang ratingnya hanya AA, A, atau BBB
Posisi IHSG ketika ebook ini terbit: 6,241

Catatan: Analisis BBNI hingga HEXA, terbit pada tanggal 19 Februari, analisis IMAS hingga BSDE terbit
pada tanggal 5 Maret, analisis BEST hingga WSBP terbit pada 19 Maret 2018.

TeguhHidayat.com
Page |4

1. Bank BNI 2017 2016 Change (%)


Assets 709,330 603,032 17.6
Liabilities 584,087 492,701 18.5
Equity 98,592 87,157 13.1
Earnings 60,314 50,798 18.7
Shares Volume 18,649 18,649 0.0
2017 2016
Income 48,178 43,768 10.1
Operating Profit 17,223 14,229 21.0
Net Profit for Company 13,616 11,339 20.1
Comp. Net Profit 15,618 12,333 26.6
EPS 730 610 19.7
in billion Rp, EPS in Rp, Shares Volume in Million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 9,625
Mkt Cap (billion Rp) 179,493
PER (X) 13.2
PBV (X) 1.8

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


CAR 18.5 19.4 (4.3)
NPL Gross 2.3 3.0 (23.6)
NPL Net 0.7 0.4 59.1
ROA 2.8 2.7 2.2
ROE 15.6 15.5 0.4
NIM 5.5 6.2 (10.9)
Op. Exp. to Op. Inc. 71.0 73.6 (3.5)
LDR 85.6 90.4 (5.3)

Sebelum kita mulai membahas analisis saham satu per satu, pertama-tama penulis mengajak anda untuk
memahami terlebih dahulu situasi pasar sekarang ini, terutama terkait IHSG yang seperti naik terus
dalam setahunan terakhir (dan naiknya tambah kenceng di bulan Desember 2017 serta Januari 2018
kemarin), tapi kenaikan IHSG tersebut tidak benar-benar diikuti oleh kenaikan saham-saham di BEI,
dimana dalam waktu bersamaan ada banyak saham, terutama di kelompok second liner, yang justru
malah jeblok. Atau dengan kata lain, pergerakan IHSG tidak lagi mencerminkan arah pasar. Penulis
pertama kali menyadari fenomena ini pada September 2017 lalu (baca lagi ulasannya disini:
http://www.teguhhidayat.com/2017/09/asing-jualan-terus.html), dan saya membahasnya sekali lagi di
bulan Desember 2017 dimana ketika itu terjadi ‘koreksi pasar yang tidak kelihatan’
(http://www.teguhhidayat.com/2017/12/cara-membaca-arah-pasar-sekarang-ini.html), dan terakhir
pada Februari 2018, yakni ketika Dow Jones turun, yang otomatis menjadi alasan kuat bagi IHSG untuk
ikut turun, tapi lagi-lagi IHSG tetap saja seperti gak mau turun
(http://www.teguhhidayat.com/2018/02/penurunan-dow-jones-pengaruhnya-ke-ihsg.html). Jika anda
belum membaca tiga artikel tersebut maka penulis sangat menyarankan agar anda membacanya terlebih
dahulu, lalu baru lanjut membaca Ebook ini.

Nah, sudah selesai bacanya? Okay, kita lanjut lagi. Terkait ‘Naik turunnya IHSG tidak lagi mencerminkan
arah pasar’, ‘Adanya bandar BEI yang menjaga/mengerek IHSG agar naik terus, agar para calon investor

TeguhHidayat.com
Page |5

gak takut untuk membuka rekening (sehingga kampanye Yuk Nabung Saham! menjadi sukses)’, hingga
‘Terjadinya koreksi pasar yang tidak kelihatan’, penulis juga membahasnya lebih lengkap di Ebook
Kuartalan ini di edisi Kuartal III 2017 kemarin, yakni pada analisa TLKM, dimana penulis kemudian
berkesimpulan bahwa saham-saham bluechip, terlepas dari valuasi mereka yang rata-rata sudah
kemahalan gara-gara dikerek terus (terutama bluechip perbankan/BBCA dkk, yang naik lebih dari 40%
sepanjang 2017 lalu), tapi selama situasi pasarnya masih seperti sekarang/IHSG dijagain terus, maka
beberapa saham-saham bluechip tetap menarik untuk dibeli, karena saham-saham bluechip inilah yang
akan naik banyak jika Bandar BEI memutuskan bahwa ‘IHSG harus naik!’ (jadi mau ASRI, AISA, ADHI dst
jeblok sampe 10 – 20% sekalipun, tapi kalo BBRI, UNVR naik 2 – 3%, maka IHSG tetap akan naik).

Dan di edisi Q3 2017 kemarin, salah satu saham bluechip yang paling penulis rekomendasikan berdasarkan
analisa situasi pasar diatas adalah BBNI, ketika itu sahamnya masih di level 7,750 (which is, kalau pake
analisa value investing standar, harga segitu sudah tinggi/target harganya sejak awal memang di 7,000-
an). Dan berapa BBNI sekarang? Sempat menyentuh 10,000 sebelum kemudian stabil di level 9,500-an,
atau naik paling tinggi dibanding saham-saham bluechip lainnya. Menariknya, kenaikan BBNI yang luar
biasa untuk ukursan saham bluechip tersebut hanya terjadi pada Desember 2017 lalu, dimana pada saat
yang bersamaan IHSG juga lompat sekitar 6% dari 5,900-an ke 6,300-an (jadi benar bahwa BBNI ini
menjadi salah satu saham yang dinaikkan, dalam rangka menaikkan IHSG). Sementara pada waktu-waktu
lainnya, BBNI ini cenderung stagnan, tapi gak sampai turun juga.

Okay, lalu bagaimana untuk sekarang ini? Well, ketika kemarin Dow Jones turun tapi IHSG tidak ikut
turun, sementara BBNI, yang sebelumnya turun ke 9,000 pas (kalau gak lagi dikerek, maka secara alamiah
BBNI memang akan turun, karena valuasinya sudah gak murah lagi), tapi langsung naik lagi ke 9,600-an,
maka penulis simpulkan bahwa, hingga ketika Ebook ini terbit, situasi pasar seperti yang sudah
disampaikan diatas masih terjadi. Dan itu artinya? Yup, meski saham-saham second liner mungkin saja
turun jika kembali terjadi ‘koreksi yang tidak kelihatan’ seperti Desember 2017 lalu, tapi BBNI ini justru
akan naik sendiri, mungkin kali ini bisa tembus barrier 10,000 tadi.

Jadi jika anda termasuk yang sudah collect BBNI ini sejak awal, maka boleh hold. Karena diluar faktor
situasi pasar maka masih ada sentimen positif tambahan terkait pembayaran dividen, kemungkinan
rencana stocksplit (BMRI dan BBRI sudah stocksplit, tinggal BBNI yang belum), dan laba bersih BBNI,
seiring dengan positifnya perkembangan ekonomi, kemungkinan besar bakal kembali naik di tahun 2018
ini. However, karena valuasi sahamnya biar gimana udah agak mahal, dan kinerja fundamental BBNI
sebenarnya gak terlalu istimewa, maka jika dibandingkan ketika anda beli sahamnya di harga 7,750, tiga
bulan lalu, maka keputusan untuk masuk di harga seekarang terbilang berisiko. Jadi kalau anda baru mau
masuk, maka gunakan dana secukupnya saja.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 9,625: BBB

TeguhHidayat.com
Page |6

2. Bank Jatim 2017 2016 Change (%)


Assets 51,519 43,033 19.7
Liabilities 43,703 35,823 22.0
Equity 7,816 7,210 8.4
Earnings 2,978 2,443 21.9
Shares Volume 14,975 14,945 0.2
2017 2016
Income 4,890 4,904 (0.3)
Operating Profit 1,643 1,452 13.2
Net Profit for Company 1,159 1,028 12.8
Comp. Net Profit 1,220 1,543 (21.0)
EPS 78 69 12.5
in billion Rp, EPS in Rp, Shares Volume in Million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 780
Mkt Cap (billion Rp) 11,680
PER (X) 10.1
PBV (X) 1.5

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


CAR 24.7 23.9 3.2
NPL Gross 4.6 4.8 (3.8)
NPL Net 0.5 0.7 (29.2)
ROA 3.1 3.0 4.7
ROE 17.4 17.8 (2.2)
NIM 6.7 6.9 (3.7)
Op. Exp. to Op. Inc. 68.6 72.2 (5.0)
LDR 164.5 166.4 (1.2)

Selain BBNI, BJTM juga menjadi salah satu top picks penulis di Ebook Kuartal III 2017 kemarin, ketika itu
dengan inti analisa sebagai berikut: ‘BJTM ini adalah salah satu saham dengan dividend yield terbesar,
yakni mencapai 8 – 9% (meski untuk tahun ini yield-nya kemungkinan bakal turun jadi 5 – 6%, tapi itu
tetap cukup besar). Namun sedikit berbeda dengan emiten-emiten lainnya yang baru akan membayar
dividen pada bulan April atau Mei, atau paling cepat Maret, pada awal tahun 2017 lalu BJTM sudah
mengumumkan pembayaran dividennya as early as January. Dan berbeda dengan saudaranya yang
bergerak liar yakni BJBR, BJTM ini dalam enam bulan terakhir adem ayem saja di level 670 – 700 (sempet
turun sampai 600 tapi langsung naik lagi), sehingga valuasinya masih relatif murah. Dan untuk timingnya
masuknya, maka akhir tahun ini (November – Desember 2017) sudah merupakan waktu yang tepat,
mumpung sahamnya masih belum rame (ketika itu BJTM masih di level 695).

Dan berapa BJTM sekarang? Sudah naik lumayan ke level 780, sementara laporan keuangan terbarunya
juga cukup bagus as expected. Tapi yang juga penulis perhatikan, ketika pada Desember 2017 lalu saham-
saham second liner bertumbangan seiring dengan derasnya aksi jualan asing ketika itu, BJTM ini tetap
strong di level 750-an (dan itu bukan karena dikerek seperti halnya BBNI, karena naik turunnya saham
mid cap seperti BJTM ini gak berpengaruh apa-apa ke IHSG). Jadi meski profitnya dalam tiga bulan
terakhir tampak biasa-biasa saja (karena di waktu yang bersamaan, BBNI naiknya lebih tinggi, belum lagi
ada banyak saham lain yang naiknya lebih tinggi lagi), tapi BJTM ini termasuk saham yang tidak terlalu

TeguhHidayat.com
Page |7

fluktuatif, sehingga megangnya juga gak deg-degan (terutama bagi anda yang newbie, yang kalau
sahamnya turun 2 – 3% saja pada hari tertentu langsung kebakaran kumis), sehingga praktis risikonya
lebih rendah dibanding saham lain yang fluktuatif. Karena untuk dividennya kemungkinan akan
diumumkan dalam waktu dekat (kemarin perusahaan sudah RUPS), maka BJTM mungkin masih bisa naik
sedikit lagi ke level 800-an. Jadi jika anda sudah memegangnya sejak awal, maka boleh hold. However,
jika anda baru mau masuk di level sekarang, maka seperti BBNI diatas, gunakan dana secukupnya saja.

Tentang perusahaannya sendiri, seperti yang sudah disampaikan di edisi Q3 2017 kemarin, BJTM adalah
Bank Pembangunan Daerah (BPD) milik Pemprov Jawa Timur, dimana seperti BPD-BPD lain pada
umumnya, pendapatan perusahaan mayoritas berasal dari kredit untuk pegawai negeri sipil (PNS)
setempat. Karena lebih banyak bermain di kredit mikro ketimbang korporasi, maka secara profitabilitas
BJTM ini tidak kalah dibanding BBRI (yang juga pemain kredit mikro), termasuk pertumbuhannya juga
meyakinkan dalam jangka panjang. Kalaupun ada problem maka itu adalah dari sisi manajemen, dimana
dulu pernah salah satu direktur BJTM terkena kasus korupsi (dan sepertinya itu memang masalah umum di
bank BPD), dan karena labanya selalu habis dipakai bayar dividen maka pertumbuhan jangka panjangnya
jadi lamban. Alhasil BJTM ini kurang cocok untuk long term. However, kalau kita mencari saham untuk
jangka pendek, dalam hal ini memanfaatkan momentum pembagian dividennya, sementara disisi lain
risikonya juga relatif rendah (sebab kalau saham-saham lain, kalau kita mengharapkan profit besar dalam
jangka pendek, maka biasanya risikonya pun besar), maka BJTM ini sangat layak dipertimbangkan, dan
pergerakan sahamnya sejauh ini membuktikan hal tersebut (bahwa risikonya rendah).

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 780: A

3. Jasa Marga 2017 2016 Change (%)


Assets 79,193 53,500 48.0
Current 18,987 12,965 46.4
Liabilities 60,833 37,161 63.7
Current 24,998 18,627 34.2
Equity 15,098 13,679 10.4
Earnings 8,125 6,491 25.2
Shares Volume 7,258 7,258 0.0
2017 2016
Revenues 35,092 16,661 110.6
Operating Profit 4,648 4,166 11.6
Net Profit for Company 2,200 1,889 16.5
Comp. Net Profit 1,881 1,684 11.7
EPS 303 277 9.5
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 5,625
Mkt Cap (billion Rp) 40,826
PER (X) 18.6
PBV (X) 2.7

TeguhHidayat.com
Page |8

Ratios (%) 2016 2015 Change (%)


EDR 24.8 36.8 (32.6)
EER 53.8 47.5 13.4
Current Ratio 76.0 69.6 9.1
ROA 2.4 3.1 (24.5)
ROE 14.6 13.8 5.5
OPM 13.2 25.0 (47.0)
NPM 5.4 10.1 (47.0)

Bagi anda yang berlangganan Ebook Kuartalan ini sejak lama, atau sudah menjadi pembaca setia
TeguhHidayat.com ini sejak beberapa tahun lalu, maka anda mungkin hafal bahwa JSMR sudah menjadi
saham favorit penulis sejak dulu, terutama setelah sahamnya drop ke level dibawah 4,500 pada akhir
2016 lalu, ketika itu karena perusahaan menggelar right issue di harga pelaksanaan Rp3,900 per saham,
tapi disisi lain kinerja perusahaan masih baik-baik saja (labanya masih naik, dan bisnis jalan tol secara
umum masih lancar), dan prospeknya justru sangat cerah terkait rencana pemerintah untuk membangun
banyak ruas jalan tol baru (dan rencana tersebut memang terealisasi, dimana sekarang ini ada banyak
ruas tol baru yang sudah beroperasi, dan akan lebih banyak lagi ruas tol baru di masa yang akan datang).
Jadi, yap, seperti yang dibahas disini: http://www.teguhhidayat.com/2016/09/jasa-marga-menjelang-
right-issue-peluang.html, JSMR ketika itu menawarkan big value opportunity, dengan target harganya
sekitar 6,000. Dan analisa JSMR ini sendiri kemudian rutin masuk Ebook kuartalan ini setiap edisinya.

Hingga pada Oktober – November 2017 kemarin, JSMR akhirnya naik hingga tembus 6,700 (diatas target
konservatif kita yang 6,000), atau naik total lebih dari 50% hanya dalam waktu kurang dari setahun.
Karena penulis menganggap bahwa JSMR pada harga tersebut sudah cukup mahal, dan karena sahamnya
tidak termasuk yang berpengaruh besar terhadap naik turunnya IHSG (jadi sahamnya gak akan dijagain
seperti halnya BBNI), maka penulis memutuskan untuk mengeluarkannya dari planning/tidak lagi
direkomendasikan. Sehingga pada Ebook Kuartal III 2017 kemarin, JSMR ini tidak termasuk dari 30 saham
yang dibahas.

Waktu berlalu, dan berapa JSMR sekarang? Well, sudah turun lagi ke 5,600-an, dan kabar baiknya kinerja
perusahaan masih bagus seperti biasa, malah sedikit lebih bagus karena perusahaan dapet tambahan laba
dari proyek-proyek konstruksinya (seiring dengan gencarnya pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah,
maka selain proyek infra yang dikerjakaan oleh Waskita dkk, JSMR juga kebagian proyek infrastrukturnya
sendiri/kerjaan JSMR sekarang ini gak cuma mengelola jalan tol, melainkan juga membangun jalan tol itu
sendiri dan juga fasilitas-fasilitas pendukungnya seperti rest area dll). Jadi, yap, jika anda sudah profit
taking dari JSMR ini sebelumnya, atau belum pernah masuk sama sekali, maka JSMR di harga sekarang
bisa dipertimbangkan (dengan target yang masih sama yakni 6,000 – 7,000), karena kecuali kalau nanti
perusahaan menggelar right issue lagi, maka gak ada alasan bagi sahamnya untuk balik lagi ke 4,500-an.
Sementara jika di Kuartal I 2018 nanti laba bersih JSMR naik lagi, dan kemungkinan memang demikian,
maka tentu sahamnya punya alasan bagus untuk naik lagi. Dan jangan lupa pula dengan rencana IPO anak
usahanya, PT Jasa Marga Transjawa Tol, yang kalau nanti ceritanya ramai dibicarakan (sampai sekarang
ceritanya masih belum rame), maka itu juga akan jadi sentimen bagus buat sahamnya.

TeguhHidayat.com
Page |9

And btw, jika anda ragu soal valuasi JSMR yang kelihatannya agak mahal bahkan jika dibandingkan
dengan sesama bluechip, maka coba baca ini: http://www.teguhhidayat.com/2016/01/mengenal-nilai-
kualitatif-saham.html.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 5,625: A

4. Tiga Pilar Sejahtera Food (current price: 540)

Hingga 19 Februari 2018, AISA belum merilis laporan keuangan Kuartal IV 2017, namun berdasarkan waktu
terbit dari laporan-laporan keuangan sebelumnya, maka untuk periode kali inipun AISA mungkin akan
terlambat merilis LK-nya (hingga deadline tanggal 31 Maret nanti, belum tentu AISA akan sudah merilis
LK-nya). Karena itulah penulis putuskan untuk membahasnya sekarang saja, terutama karena kalau
berdasarkan LK Kuartal III-nya kemarin, maka AISA pada harga sahamnya saat ini (540) hanya
mencerminkan PBV 0.4 dan PER 7.5 kali, clearly too sexy to be ignored, dan itu belum termasuk
mempertimbangkan fakta bahwa: 1. AISA ini perusahaan consumer goods, jadi kalo perbandingannya
adalah saham-saham seperti INDF, ROTI, ULTJ, apalagi UNVR, maka valuasi sahamnya saat ini terbilang
nonsense, dan 2. Di masa lalu, AISA ini memang rata-rata PBV-nya mencapai 1.5 - 2.0 kali. Jadi kalau kita
mau optimis, maka terdapat potensi upside hingga 5 kali lipat disini.

Tapi yah, bukan tanpa alasan kenapa saham AISA bisa serendah ini bukan? Karena perusahaannya memang
lagi problem. Sebut saja: 1. Beberapa bulan lalu pabrik beras milik anak usaha AISA, PT Indo Beras Unggul
(PT IBU), digerebek, 2. Direktur PT IBU (atas nama Trisnawan Widodo) ditetapkan sebagai tersangka,
kemudian lanjut cerita bahwa 3. Perusahaan akan menjual unit usaha berasnya, 4. Utang obligasinya
memperoleh penurunan rating dari Pefindo/utangnya disebut-sebut rentan gagal bayar (jadi belum
benar-benar gagal bayar, hanya dianggap rentan saja. Tapi beritanya terdengar seperti bahwa AISA ini
bangkrut), dan terakhir, baru saja awal Februari ini 5. Keluar keputusan pengadilan dimana status
tersangka TW meningkat menjadi terpidana, dan PT IBU itu sendiri berhenti beroperasi sama
sekali/semua karyawannya di-PHK, dan 6. Salah satu obligasi AISA akan jatuh tempo April 2018 ini.

Jadi bahkan bagi penulis saja, yang sudah terbiasa menganalisis peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
suatu perusahaan serta menakar bagaimana pengaruhnya terhadap fundamental serta prospek
perusahaan tersebut kedepannya, maka AISA ini boleh dibilang dihajar bertubi-tubi, hingga akhirnya
informasinya menjadi semrawut, simpang siur, dan pemberitaan yang beredar tentang perusahaan lebih
merupakan rumor terkait emosi pada trader setiap kali saham AISA naik atau turun (jadi kalau AISA naik
maka rumornya bagus, tapi kalo AISA turun maka rumornya jelek), ketimbang fakta peristiwa yang
benar-benar terjadi. Dilihat dari sini maka cukup jelas bahwa AISA terbilang berbahaya/high risk,
terutama bagi investor pemula yang belum bisa lepas dari berita/rumor yang muncul saban hari di media,
grup, dan forum (jadi dari sisi risiko, AISA ini kebalikannya BJTM diatas).

TeguhHidayat.com
P a g e | 10

However, jika anda bisa mengabaikan fluktuasi sahamnya, termasuk ‘tutup telinga’ terhadap rumor-
rumor simpang siur terkait AISA, maka sekali lagi, AISA ini terlalu seksi untuk diabaikan, dan penulis
sendiri sudah membuat analisa lengkapnya di link berikut: http://www.teguhhidayat.com/2017/12/tiga-
pilar-sejahtera-food.html, dimana pada intinya adalah: 1. Yes, AISA akan kehilangan separuh
pendapatannya kalau mereka mendivestasi usaha beras, tapi dari sisi laba bersih maka laba bersih AISA
hanya akan turun sedikit, 2. Utang obligasi AISA masih aman-aman saja/masih jauh dari kemungkinan
gagal bayar, dan penurunan rating Pefindo lebih terkait keputusan manajemen AISA untuk tetap divestasi
usaha beras, meski itu tidak memperoleh persetujuan rapat umum pemegang obligasi atau RUPO (nanti
akan ada RUPO lagi tanggal 7 Maret), dan 3. Even kalau kita asumsikan bahwa AISA akan kehilangan usaha
berasnya begitu saja/tidak memperoleh uang tunai atas penjualan usaha berasnya tersebut, maka harga
sahamnya saat ini, yang hanya seperempat dari posisi puncaknya di 2,000, itu sudah jauh lebih rendah
dibanding penurunan nilai aset yang akan terjadi karena divestasi usaha beras perusahaan. Jadi
analoginya, nilai wajar AISA turun sedikit dari let say 1,500 ke 1,200, tapi harga sahamnya sudah jeblok
dari 2,000 ke 500 (jadi kalo AISA ini turunnya mentok di 1,000, misalnya, maka penulis gak akan tertarik.
But hey, AISA sekarang tinggal 500 lho!).

Okay, lalu bagaimana kondisi terbaru AISA saat ini? Well, diluar keputusan pengadilan diatas maka yang
kita tunggu sekarang ini adalah hasil RUPO-nya tanggal 7 Maret nanti, serta bagaimana penyelesaian dari
salah satu utang obligasi AISA senilai Rp900 milyar yang akan jatuh tempo April 2018 ini (secara teori
utang tersebut gak jadi masalah/akan bisa dilunasi atau di-refinancing, karena posisi aset lancar AISA
masih jauh lebih besar yakni Rp5.8 trilyun. Tapi memang masalahnya jadi ribet setelah AISA berencana
menjual anak usaha berasnya, padahal obligasinya dijamin dengan anak usaha tersebut). Jadi kalau ada
yang bilang bahwa untuk saham AISA ini sebaiknya kita wait n see dulu, maka penulis setuju, karena
berbagai drama terkait divestasi berasnya dll tidak akan berakhir dalam waktu dekat, selain karena
sekarang ini kita juga tengah menunggu, bagaimana realisasi dampak dari penutupan usaha beras AISA di
laporan keuangannya di Kuartal I 2018 nanti, apakah tidak seburuk yang diperkirakan, atau malah lebih
buruk lagi (misalnya AISA ini kemudian membukukan rugi, dari sebelumnya hanya penurunan laba).

Hanya saja, setelah pada Desember lalu AISA ini sempat drop sampai 378, kesininya sahamnya naik lagi
hingga sempat tembus 670. Dan meski kemarin AISA kembali dihajar oleh berita keputusan pengadilan,
serta berita terkait jatuh tempo utang obligasinya, tapi penurunan sahamnya kali ini mentok di 450
(lebih tinggi dari 378 tadi), sebelum kemudian naik dan stabil lagi di 500-an. Jadi, yep, posisi AISA saat
ini kemungkinan sudah low enough (dan secara valuasi memang sudah sangat low), dan kalau nanti
sahamnya ‘kena hajar’ lagi, maka sekarang secara teknikal sudah ada level support baru di 450 dan 378
tadi, dimana jika support ini tidak sampai tembus/AISA sukses bertahan di level 500-an ini selama let say
3 – 6 bulan kedepan, maka setelah 3 – 6 bulan tersebut, dan setelah kesimpang siuran berita terkait
perusahaan akhirnya mereda sama sekali (dan bisa saja berganti dengan berita-berita bagus), maka
ketika itulah sahamnya akan mulai merangkak naik. We’ll see.

TeguhHidayat.com
P a g e | 11

Rating Kinerja pada Tahun 2017: ?


Rating Saham pada 540: AA

5. Buana Listya Tama (current price: 242)

Seperti halnya AISA, BULL juga kemungkinan akan terlambat merilis LK-nya, jadi sahamnya bisa diulas
dari sekarang, dimana secara umum analisa untuk BULL ini tidak banyak perubahan dibanding Kuartal III
(dan juga Kuartal II) kemarin. Berikut adalah analisa BULL seperti yang disampaikan di Ebook Kuartal II:

Penulis pertama kali menemukan BULL pada Maret 2017 lalu, dimana setelah melakukan analisa yang
cukup panjang, kesimpulannya adalah bahwa BULL ini menarik karena 1. Valuasinya sangat terdiskon
dengan PBV 0.4 kali (pada harga 127), dan sahamnya mungkin bisa naik sampai 200 – 300, 2. Kalopun
turun maka akan dijaga untuk minimal gak balik lagi dibawah harga right issue-nya (100). However,
terdapat risiko dimana pergerakan BULL nyaris sepenuhnya dikuasai bandar, yakni sekuritas Danatama,
sementara kinerja BULL itu sendiri sampe sekarang masih biasa-biasa saja, bahkan perusahaan sering
telat merilis LK-nya. Anda bisa baca lagi ulasannya disini:
http://www.teguhhidayat.com/2017/03/buana-listya-tama.html.

Dan memang, setelah hampir setengah tahun, meski BULL secara keseluruhan masih naik (pada Maret
lalu, BULL masih berada di level 127), tapi fluktuasinya lumayan bikin pusing dimana BULL ini sempet
ditarik sampe 175, sebelum kemudian melayang-layang turun lagi (kalo kata seorang temen: Kaya
layangan putus), dan posisi investor sekarang ini adalah sama sekali tidak punya gambaran soal
kedepannya BULL ini bakal kemana, apakah ditarik keatas lagi atau dibiarkan melayang turun, terutama
karena perusahaan bahkan masih belum merilis LK-nya untuk Kuartal I 2017 (dan anehnya sahamnya
tidak disuspen karenanya). Jadi, yap, BULL ini terbilang spekulasi. Satu-satunya fakta analisa yang bisa
diandalkan adalah bahwa para pemegang saham besar di BULL sudah average down melalui mekanisme
right issue pada harga 100, akhir tahun 2016 lalu, sehingga teorinya adalah, meski BULL mungkin saja
bakal lama naiknya (sengaja biar orang-orang teler dulu), namun BULL juga gak akan balik lagi hingga
dibawah 100 tersebut. Sebab kalo itu terjadi, Om Vicky bakal langsung dikepret oleh Budy Tjokro dkk.

Sampai sejauh ini, pergerakan BULL masih sesuai dengan teori diatas, dimana meski belum ada lagi
kerekan sampai tembus 175 seperti beberap waktu lalu, namun kerekan-kerekan kecil tetap terjadi
(misalnya terbang dari 130 sampai 145 hanya dalam sehari, sebelum kemudian turun lagi pelan-pelan,
tapi begitu penurunannya mendekati 130 maka langsung dikerek lagi. Coba saja anda perhatikan).
Secara teknikal pun, dalam setahun terakhir trend BULL ini masih uptrend, dimana kalau nanti dia
tembus resisten 155, maka itulah tandanya.

Hanya saja, kita tentu tidak bisa menebak kapan BULL bakal naik hingga tembus 155 tersebut, alias bisa
saja cukup lama dari sekarang, atau malah tidak terjadi sama sekali. Mengingat fundamental BULL
masih belum jelas, maka nyaris tidak mungkin bagi sahamnya untuk naik sendiri karena mekansime pasar

TeguhHidayat.com
P a g e | 12

yang normal, sehingga dalam hal ini kita hanya bisa mengharapkan ‘belas kasihan’ bandar agar
sahamnya naik. Meski demikian kemungkinan kenaikan tersebut tetap terbuka lebar karena cukup jelas
bahwa sampai sekarang si ‘tuan bandar’ itu masih aktif bekerja, sementara disisi lain risikonya juga
rendah mengingat PBV-nya masih 0.5 kali, dan adanya jaminan bahwa sahamnya gak akan sampai drop
dibawah 100 (pada prakteknya, jangankan balik lagi ke 100, sekarang ini sudah terbentuk support kuat
di 127). Kesimpulannya, meski juga masih berbau spekulasi, namun BULL ini sedikit banyak masih
memenuhi kaidah value investing terutama dari risikonya yang, secara teori, terbilang rendah, dan pada
harga sekarang pun dia sudah boleh buy.

Okay, pada edisi Kuartal III kemarin penulis katakan bahwa, pertama, BULL masih dijagain sama
bandarnya, dan arahnya masih keatas, jadi sepertinya tinggal tunggu rame saja (gak akan lama lagi).
Dan kedua, BULL masih belum merilis LK Kuartal III, tapi di LK Kuartal II-nya, perusahaan melaporkan
laba bersih dari surplus revaluasi kapal senilai US$ 21 juta. Ini menarik, karena meski pendapatan
tersebut tidak riil/BULL tidak benar-benar menerima duit sebanyak itu, namun itu menyebabkan nilai
ekuitas perusahaan melompat jadi US$ 141 juta, dan alhasil PBV-nya sahamnya jadi turun sedikit ke
level 0.4 kali (di harga 150). Kalau melihat lagi proses right issue-nya dll, maka penulis kira pencatatan
surplus revaluasi itu juga merupakan persiapan dari bandarnya untuk nanti benar-benar mengerek BULL
ini terbang keatas (untuk BULL ini, bandar sahamnya dan manajemen perusahaan adalah merupakan
orang-orang yang sama). Yup, kesimpulannya so far so good, sekarang tinggal kita tunggu lagi saja
perkembangan berikutnya.

Waktu tiga bulan kembali berlalu, dan holaa.. berapa BULL sekarang? Sudah 242. Jadi meski butuh waktu
hampir setahun dari ketika penulis membahas BULL ini di TeguhHidayat.com, Maret 2017 lalu (ketika itu
sahamnya masih di 127), tapi BULL ini benar-benar naik banyak (jadi kalau anda minta penulis untuk
cariin saham yang bakal terbang besok, minggu depan, atau bulan depan, we cannot help you. Tapi kalau
anda cari saham yang bisa naik 100% dalam waktu 1 tahun atau kurang, maybe we can help you).
Surprisingly, kinerja BULL sendiri tampak improve di Kuartal III 2017, dimana pendapatan, laba bersih,
hingga laba bersih komprehensifnya naik semua. Dan ekuitas BULL sendiri melompat dari US$ 98 menjadi
145 juta, sehingga meski sahamnya sudah naik banyak, tapi PBV-nya masih 0.6 kali, alias masih murah!

Tapi yah, kalau anda baru mau masuk ke BULL ini di harga sekarang, maka mungkin sudah terlambat.
Penulis tetap memasukkan BULL ini ke dalam planning karena, pertama, BULL ini bisa menjadi ilustrasi
bagi saham AISA diatas, yang ‘sempat tampak mengesalkan pada awalnya, tapi menghasilan profit besar
pada akhirnya’ (AISA baru penulis bahas secara terbuka di blog pada Desember 2017, jadi kalau pake
contoh BULL ini, maka sahamnya baru akan jackpot pada Nov – Des 2018 nanti). Dan kedua, dengan
mempertimbangkan bahwa BULL masih belum rame dibicarakan, selain karena valuasinya juga memang
masih murah, maka normalnya BULL bisa lanjut naik lagi, mungkin sampai PBV-nya diatas 1 kali, dan
analis-analis sekuritas mulai merekomendasikan sahamnya, sama seperti mereka baru rame ngomongin
INDY ketika sahamnya sudah jauh diatas level 800-an (level dimana penulis menemukan INDY ini pertama
kali). Jadi kalau anda sudah memegang BULL ini sejak awal, maka boleh hold.

TeguhHidayat.com
P a g e | 13

Rating Kinerja pada Tahun 2017: ?


Rating Saham pada 242: A

6. Adira 2017 2016 Change (%)


Assets 29,493 27,643 6.7
Liabilities 23,748 22,666 4.8
Equity 5,745 4,977 15.4
Earnings 5,680 4,886 16.3
Shares Volume 1,000 1,000 0.0
2017 2016
Revenues 9,137 8,413 8.6
Operating Profit 2,122 1,716 23.7
Net Profit for Company 1,409 1,009 39.6
Comp. Net Profit 1,266 949 33.5
EPS 1,409 1,009 39.6
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 8,850
Mkt Cap (billion Rp) 8,850
PER (X) 6.3
PBV (X) 1.5

Ratios (%) 2016 2015 Change (%)


EDR 24.2 22.0 10.2
EER 98.9 98.2 0.7
ROA 4.3 3.4 25.1
ROE 24.5 20.3 20.9
OPM 23.2 20.4 13.9
NPM 13.9 11.3 22.9

Di edisi Kuartal III kemarin, penulis membahas tiga saham perusahaan pembiayaan yakni ADMF, MFIN, dan
WOMF, dimana inti rekomendasinya untuk dua saham yang disebut pertama adalah: Keduanya cocok
untuk investasi jangka panjang, sementara WOMF juga cocok untuk long term, tapi hati-hati karena harga
200-an sudah agak mahal. Kebetulan, ADMF sudah merilis LK-nya, dan berdasarkan LK terbarunya diatas
maka bisa penulis katakan bahwa saham ini masih bagus secara fundamental, demikian pula harga
sahamnya meski sudah naik ke level 8,850 (tiga bulan lalu masih 7,100), tapi dengan PBV 1.5 kali maka
dia belum begitu mahal (di edisi kemarin, penulis katakan bahwa PBV yang wajar bagi ADMF ini adalah
serendah-rendahnya 1.5 – 2.0 kali), jadi dia masih berpeluang untuk naik lebih lanjut. Actually, jika kita
asumsikan bahwa laba ADMF akan kembali naik di Kuartal I 2018 nanti, dan itu adalah asumsi yang masuk
akal mengingat rendahnya suku bunga perbankan saat ini (yang otomatis menurunkan biaya operasional
ADMF sebagai perusahaan pembiayaan), plus kondusifnya kondisi ekonomi (yang meningkatkan volume
penjualan sepeda motor dan mobil), maka level 10,000 bagi ADMF dalam 6 bulanan kedepan harusnya
bukan merupakan level yang mustahil.

TeguhHidayat.com
P a g e | 14

Seperti halnya BULL, ADMF ini juga sudah merupakan stock pick penulis sejak dulu (meski tidak menjadi
saham favorit penulis, karena kurang likuid), tepatnya pada Kuartal IV 2015 lalu (persis dua tahun lalu)
ketika sahamnya masih berada di level 3,020. Dan fakta bahwa ADMF sekarang sudah berada di level
8,000 sekali lagi membuktikan bahwa, yep, value investing works!

Rating Kinerja pada Tahun 2017: AA


Rating Saham pada 8,850: A

7. Hexindo A. 31-Dec-17 31-Mar-17 Change (%)


Assets 259 239 8.1
Current 212 190 11.7
Liabilities 116 97 19.2
Current 104 87 19.6
Equity 143 142 0.6
Earnings 112 111 0.8
Shares Volume 840 840 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 240 201 19.1
Operating Profit 20 14 50.0
Net Profit for Company 15 11 36.1
Comp. Net Profit 15 11 36.1
EPS 0.018 0.013 36.1
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 3,290
Mkt Cap (billion Rp) 2,764
PER (X) 10.1
PBV (X) 1.4

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 123.8 146.8 (15.6)
EER 78.1 78.0 0.2
Current Ratio 203.7 218.2 (6.6)
ROA 7.9
ROE 14.2
OPM 8.5 6.7 25.9
NPM 6.4 5.6 14.3

HEXA mungkin terdengar asing bagi investor yang masih baru, tapi bagi mereka yang sudah invest di stock
market sejak tahun 2010 atau lebih lama lagi, maka HEXA bukanlah barang baru. Actually, ini merupakan
salah satu perusahaan dengan fundamental terbaik di zamannya, yakni ketika sektor tambang batubara
lagi jaya-jayanya di tahun 2009 – 2012 lalu. Yup, HEXA adalah perusahaan distributor alat-alat berat asal
Jepang merk Hitachi, dengan konsumen utama mereka adalah perusahaan-perusahaan tambang di tanah
air. Jadi HEXA ini satu sektor dengan katakanlah UNTR, KOBX, dan INTA, yang kesemuanya merupakan
distributor alat-alat berat dengan merk-nya masing-masing. Dan pemegang saham mayoritas di HEXA
adalah Hitachi itu sendiri (tepatnya Hitachi Construction Co. Ltd, asal Jepang).

TeguhHidayat.com
P a g e | 15

Dan berikut ini catatan penting: Mungkin karena dipegang dan dikelola langsung oleh Hitachi Jepang,
maka laporan keuangan HEXA mengikuti standar laporan keuangan di Jepang, dimana periode satu
tahun disana dimulai dari tanggal 1 April, dan berakhir tanggal 31 Maret tahun berikutnya (jadi gak
seperti di Indonesia, dimana periode laporan keuangan disini adalah sama dengan tahun kalender: Mulai
tanggal 1 Januari, dan berakhir tanggal 31 Desember). Jadi, yap, untuk LK HEXA yang keluar akhir
Januari 2018, itu merupakan LK untuk Kuartal III atau sembilan bulan, dan bukannya dua belas bulan
seperti LK emiten lainnya di BEI, sehingga tabel ringkasan LK-nya menjadi seperti diatas. HEXA adalah
satu-satunya emiten di BEI yang laporan keuangannya seperti ini.

Okay, lanjut. Diatas dikatakan bahwa HEXA ini merupakan perusahaan bagus di zamannya, kenapa bisa
dikatakan begitu? Karena dulu, sebelum harga batubara mulai beranjak turun, HEXA membukukan ROE
hingga 30 – 40%, rutin bagi dividen dalam jumlah cukup besar, dan sahamnya sendiri sempat dihargai
sampai level 10,000 (jadi saham HEXA sekarang, meski juga sudah naik banyak dari level terendahnya di
1,200-an, dua tahun lalu, tapi relatif masih murah). Cara kerja perusahaannya sendiri terbilang
konservatif: Hanya jualan alat berat saja, nothing else, dan gak pernah ngambil utang atau ekspansi yang
aneh-aneh, jadi kalau industri tambang itu sendiri mulai pulih, maka kinerja HEXA otomatis bakal pulih
juga. Bagi kebanyakan orang, saham terbaik di sektor alat-alat berat adalah UNTR. Tapi bagi sebagian
investor, maka yang terbaik di sektor ini bukanlah UNTR, melainkan justru HEXA.

Dan kalau bukan karena penulis banyak memasukkan saham-saham batubara kedalam planning, harusnya
HEXA ini juga masuk planning kita dari dulu (HEXA, seperti halnya ADMF, tidak masuk prioritas penulis
karena sahamnya kurang likuid). Tapi untungnya untuk saat ini saham HEXA terbilang cukup likuid,
kinerjanya masih bagus as expected, prospeknya juga masih oke seiring tingginya harga batubara, dan
valuasi sahamnya belum terlalu mahal. Jadi ketika beberapa waktu lalu HEXA ini naik dari 1,200-an
hingga tembus 4,000-an pada Maret 2017, maka penulis ketika itu langsung give up, karena cukup jelas
bahwa kita ketinggalan kereta. Tapi seperti halnya JSMR, ternyata benar HEXA ini turun lagi hingga
mentok di 2,750 pada Desember 2017 kemarin, sebelum sekarang mulai naik lagi. Jadi, yap, sahamnya
sekarang bisa dipertimbangkan lagi, dengan target harga sekitar 4,000-an (meski untuk entry point-nya
sebaiknya di level 3,000 pas atau sedikit dibawahnya).

Sekilas tentang perusahaan, HEXA adalah distributor alat-alat berat terutama excavator merk Hitachi dan
John Deere, dengan 45 jaringan distribusi yang tersebar dari Sumatera hingga Papua. HEXA memegang
sekitar 24% pangsa pasar excavator di Indonesia. Kinerja perusahaan mengalami titik terendahnya pada
tahu 2015 lalu, sebelum kesininya laba bersihnya mulai naik lagi, dan barulah pada tahun 2018 ini
perusahaan banyak ekspansi dengan membuka banyak kantor cabang baru, dan meluncurkan model alat-
alat berat baru sesuai permintaan pasar. Jika dibanding dua distributor alat-alat berat lainnya yakni INTA
dan KOBX, yang so far masih struggle membayar utang-utangnya, maka HEXA terbilang sudah bisa
menikmati kebangkitan sektor mining, dimana selama sektor ini masih growing, demikian pula laba HEXA
akan naik secara konsisten. We’ll see.

TeguhHidayat.com
P a g e | 16

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 3,290: BBB

Catatan: Analisis IMAS hingga BSDE dibawah ini, termasuk catatan khusus soal Grup Lippo, terbit pada
tanggal 5 Maret 2018.

8. Indomobil 2017 2016 Change (%)


Assets 31,435 25,633 22.6
Current 13,280 11,673 13.8
Liabilities 22,124 18,924 16.9
Current 15,768 12,595 25.2
Equity 8,238 5,634 46.2
Earnings 1,456 1,561 (6.7)
Shares Volume 2,763 2,763 0.0
2017 2016
Revenues 15,418 15,050 2.4
Operating Profit 1,410 573 146.1
Net Profit for Company (91) (289) (68.6)
Comp. Net Profit 2,649 (1) NM
EPS (33) (105) (68.6)
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 925
Mkt Cap (billion Rp) 2,556
PER (X) (28.1)
PBV (X) 0.3

Ratios (%) 2016 2015 Change (%)


EDR 37.2 29.8 25.1
EER 17.7 27.7 (36.2)
Current Ratio 84.2 92.7 (9.1)
ROA 8.4 (0.0) NM
ROE (1.1) (5.1) (78.5)
OPM 9.1 3.8 140.2
NPM 17.2 (0.0) NM

Dalam beberapa tahun terakhir ini pasar modal Indonesia diramaikan dengan kenaikan luar biasa hingga
beberapa kali lipat dari ‘saham-saham murah’, biasanya saham dengan PBV 0.7 kali atau lebih rendah,
seperti INDY, HRUM, PTRO, INKP, BRPT, TPIA, hingga MEDC, yang seketika menyebabkan metode value
investing menjadi populer di kalangan investor dan trader (karena saham-saham diatas hanya bisa
‘ditemukan’ menggunakan metode value investing). Dan kalau anda sudah langganan Ebook kuartalan ini
sejak lama maka anda tentu sudah hafal bahwa saham-saham tersebut, kecuali TPIA, semuanya pernah
direkomendasikan di ebook ini ketika harganya masih sangat rendah, dan ketika sahamnya belum ramai
dibicarakan orang (karena memang belum naik).

Problemnya, seringkali orang baru sadar bahwa sebuah saham itu bagus dan murah, dan baru tertarik
untuk masuk justru setelah sahamnya naik banyak. Yup, jadi ketika sebuah saham murah naik banyak,

TeguhHidayat.com
P a g e | 17

maka selalu ada saja orang yang ketinggalan kereta, dan ini tentu menyebalkan (penulis bisa katakan
demikian karena saya sendiri kadang-kadang mengalami ketinggalan kereta tersebut). However, ada
perbedaan mendasar antara investor pemula dan investor berpengalaman dalam menyikapi situasi
dimana mereka ketinggalan kereta: 1. Investor pemula memaksakan untuk tetap beli sahamnya meski di
harga tinggi, tanpa menyadari bahwa itu keputusan yang berisiko, 2. Investor berpengalaman berusaha
mencari kereta lainnya yang belum jalan, karena dia sadar betul bahwa setiap beberapa waktu sekali,
di pasar selalu ada saja saham-saham bagus yang harganya masih murah, yang belum dilirik orang.

Nah, jadi ketika sebagian besar orang sibuk meratap, ‘Coba kalau tahun lalu saya beli saham A, harusnya
saya udah kaya sekarang!’, maka penulis tetap fokus pada kerjaan rutin kita yakni menggali tanah, untuk
menemukan (calon) mutiara terpendam. Dan dengan PBV hanya 0.3 kali pada harga saham 925, IMAS ini
mungkin bisa menjadi calon mutiara tersebut. Okay, kita langsung pelajari saja perusahaannya.

IMAS adalah perusahaan distributor dan perakit kendaraan bermotor terbesar kedua di Indonesia, setelah
Astra International. IMAS adalah pemegang merk mobil Suzuki, Nissan, Datsun, Hino, Renault, hingga
Volkswagen, dan juga alat-alat berat merk John Deere. Jika melihat merk-merk mobilnya yang memang
kurang populer (merk Toyota/Daihatsu dipegang Astra, sedangkan Honda dipegang Honda Prospect
Motor), maka wajar jika IMAS kurang terkenal dibanding Astra, tapi dengan total aset Rp31 trilyun maka
dia bukan perusahaan cupu juga. IMAS merupakan bagian dari Grup Salim (pemilik Indofood, Indomaret,
dst), dan merupakan holding dari semua unit usaha Grup Salim di bidang otomotif.

Kemudian, entah karena Grup Salim dalam beberapa tahun terakhir lebih sibuk mengembangkan Indofood
ketimbang anak-anak usaha lainnya (Indofood sering sekali ekspansi/kerja sama sana-sini, sedangkan
IMAS hampir gak pernah kedengaran ada aksi korporasi), atau karena sebab lain, maka kinerja IMAS
terbilang mengecewakan. Pada tahun 2011, IMAS masih membukukan laba bersih Rp1.1 trilyun, tapi
setelah itu cenderung turun terus hingga akhirnya minus/rugi Rp289 milyar pada tahun 2016, dan
sahamnya otomatis ikutan turun. Pada bulan April 2012, IMAS sempat berada di level 9,100, tapi setelah
itu dia mulai turun, dan terus saja turun, hingga akhirnya mentok di 835 pada Februari 2018 kemarin,
atau jeblok 91% dalam waktu hampir enam tahun. Yup, jadi IMAS ini kondisinya mirip dengan saham-
saham batubara di tahun 2016 lalu, yang ketika itu rata-rata sudah turun total 80 – 90% sejak empat –
lima tahun sebelumnya. Dan mungkin karena orang-orang juga sudah mulai notice valuasi IMAS yang
sudah sangat murah, maka sejak Oktober 2017 lalu IMAS ini tidak turun lebih lanjut/cenderung bergerak
mendatar dengan volume trading yang sepi, dengan sesekali naik keatas, tapi abis itu turun lagi. Karena
disisi lain sampai akhir tahun 2017 ini IMAS masih membukukan rugi (lihat lagi tabel kinerjanya diatas),
maka wajar jika ‘kereta IMAS’ ini masih belum jalan. Sebab, berbeda dengan saham-saham batubara yang
langsung naik lagi sejak akhir tahun 2016 lalu, meski ketika itu INDY dkk masih membukukan
rugi/penurunan laba, dan itu karena ketika itu harga batubara mulai naik sehingga orang-orang bisa
berasumsi bahwa di tahun 2017 INDY dkk akan membukukan lompatan laba (dan itu memang benar),
maka untuk IMAS ini, kita gak bisa menggunakan asumsi yang sama (bahwa laba perusahaan di tahun 2018
nanti bakal naik).

TeguhHidayat.com
P a g e | 18

Jadi pertanyaannya sekarang, adakah sedikit petunjuk soal bagaimana kira-kira kinerja IMAS di tahun
2018 ini? Well, mari kita cek lagi. Dari sisi nilai pendapatan, kinerja IMAS untuk pertama kalinya membaik
di tahun 2017, dimana pendapatannya naik tipis 2.4% dibanding 2016, dan itu adalah kali pertama
pendapatan IMAS naik sejak tahun 2013. Dan meski masih rugi, tapi ruginya sudah lebih baik dibanding
2016. Berdasarkan rencana kerja/ekspansi, IMAS tidak punya rencana pengembangan apapun kecuali
menjalankan bisnis yang sudah ada saja, dan ini sebenernya kurang bagus, karena kalo penulis jadi
Direktur di IMAS ini, maka saya akan kerja keras, gimana caranya kek, agar Suzuki dan Nissan gak selalu
berada di belakang Toyota dan Honda. However, kalau melihat fakta bahwa, meski labanya mulai turun
sejak 2011, tapi pendapatan IMAS masih naik sampai tahun 2013, dan perusahaan baru membukukan rugi
antara tahun 2014 sampai 2017, maka mungkin bisa kita simpulkan bahwa kinerja IMAS ini selaras
dengan kinerja makroekonomi nasional, dimana kita tahu bahwa Indonesia mengalami puncak
pertumbuhan ekonomi di tahun 2011, ekonomi mulai stagnan di tahun 2013, hampir saja krisis di tahun
2015, dan kesininya barulah mulai pulih lagi. Artinya? Yep, kalau trend pulihnya makroekonomi ini
berlanjut, maka di tahun 2018 ini IMAS berpeluang untuk membukukan laba lagi. Faktanya ,saham IMAS
sendiri mulai naik banyak dari tahun 2010 hingga 2012, dimana jika kita asumsikan bahwa kenaikan
tersebut adalah karena ditopang oleh kinerja fundamental perusahaan yang memang bagus, maka kinerja
IMAS juga tercatat sangat baik mulai tahun 2009 hingga 2011, alias selaras dengan pulihnya ekonomi
Indonesia pasca krisis global 2008.

Kesimpulannya, kita bisa asumsikan bahwa laba IMAS bakal positif di tahun 2018 nanti. Dan meski asumsi
ini tidak sekuat asumsi ketika dua tahun lalu kita katakan bahwa para emiten batubara akan
membukukan laba di tahun 2017, tapi sekarang kita lihat saja perbandingan risk and reward-nya: Jika
benar IMAS membukukan laba di tahun 2018, maka sahamnya bakal lompat dengan mudah, minimal ke
2,000 (dan setelah itu barulah analis sekuritas ramai merekomendasikannya). Tapi jika IMAS masih rugi,
maka yowis sahamnya gak jadi naik, tapi harusnya gak bakal lanjut turun juga, karena sudah kelewat
murah (selain karena, just remember, IMAS ini perusahaan guedee dan lumayan terkenal, sama seperti
INDY, BRPT, dan INKP). Memang, untuk lebih yakinnya maka boleh juga kita tunggu sampai Kuartal I 2018
nanti, tapi penulis kira juga tidak ada risiko berarti jika kita mulai menyicil beli sahamnya dari sekarang.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 925: AAA

9. Astra Int'l 2017 2016 Change (%)


Assets 295,646 261,855 12.9
Current 121,293 110,403 9.9
Liabilities 139,317 121,949 14.2
Current 98,722 89,079 10.8
Equity 123,645 111,951 10.4
Earnings 113,428 101,642 11.6
Shares Volume 40,484 40,484 0.0
2017 2016

TeguhHidayat.com
P a g e | 19

Revenues 206,057 181,084 13.8


Operating Profit 29,196 22,253 31.2
Net Profit for Company 18,881 15,156 24.6
Comp. Net Profit 22,636 19,804 14.3
EPS 466 374 24.6
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 8,150
Mkt Cap (billion Rp) 329,941
PER (X) 17.5
PBV (X) 2.7

Ratios (%) 2016 2015 Change (%)


EDR 88.8 91.8 (3.3)
EER 91.7 90.8 1.0
Current Ratio 122.9 123.9 (0.9)
ROA 7.7 7.6 1.2
ROE 15.3 13.5 12.8
OPM 14.2 12.3 15.3
NPM 11.0 10.9 0.4

Seperti yang sudah penulis sampaikan di edisi-edisi sebelumnya, ASII baru masuk lagi ke Ebook Kuartalan
ini sejak Kuartal I 2017 lalu, ketika itu karena kinerja perusahaan, yang sempat stagnan antara tahun
2012 – 2016, mulai tumbuh pesat lagi seiring dengan pulihnya harga komoditas, yang seketika membuat
kinerja UNTR dan AALI, dua anak usaha ASII di bidang komoditas batubara dan sawit, menjadi moncer.
Dan sejak awal 2017 tersebut, penulis katakan bahwa ASII ini layak untuk dicicil untuk tujuan long term,
dengan best buy-nya di harga berapapun asal dibawah 8,000.

Dan berapa ASII sekarang? Well, masih belum kemana-mana di 8,000-an (sempet naik sampai 9,000, dan
sebaliknya turun sampai 7,800, tapi abis itu ya stabil lagi di 8,000-an). Karakter pergerakan ASII yang
sangat stabil ini otomatis membuatnya low risk, dan sangat direkomendasikan bagi anda yang
menginginkan saham yang, meski tidak akan memberikan profit besar dalam jangka pendek, tapi
berpeluang untuk menghasilkan decent profit setelah 1 – 2 tahun. Dan kebetulan, harganya sekarang
masih berada di kisaran best buy-nya.

Kemudian, di edisi lalu penulis katakan bahwa saya optimis di tahun 2018 nanti, laba ASII akan kembali
naik, dimana jika itu terjadi maka otomatis sahamnya akan naik ke level sideways baru, yakni 9,000-an.
Yup, seperti halnya IMAS diatas, kinerja ASII juga selaras dengan perkembangan ekonomi nasional, malah
mungkin lebih selarash/lebih match, karena berbeda dengan IMAS yang murni hanya di otomotif, ASII ini
jualannya macem-macem mulai dari mesin excavator sampe mesin fotokopi. Nah, berhubung tahun 2018
ini sebentar lagi (LK Kuartal I 2018 akan keluar akhir April nanti), dan kinerja ASII so far semakin
menguatkan asumsi tersebut (bahwa labanya akan lanjut naik), maka bagi anda yang sejak awal
berencana untuk masuk ke sahamnya untuk long term, maka anda bisa mulai belanja dari sekarang.
Actually, kalau kita mau sedikit lebih optimis, maka di tahun 2018 nanti laba ASII mungkin akan lompat
(jadi gak sekedar ‘naik’), yakni jika unit usaha properti, konstruksi, dan infrastruktur-nya, yang mulai

TeguhHidayat.com
P a g e | 20

dipegang sejak 2 – 3 tahun lalu, pada akhirnya mulai panen besar (sampai akhir tahun 2017, laba bersih
ASII dari tiga unit usaha baru tersebut totalnya masih kurang dari Rp1 trilyun), dimana jika itu terjadi,
maka ASII ini tidak hanya menarik untuk 1 – 2 tahun kedepan, tapi bisa di-hold sampai 5 tahun kedepan
(ASII sampai sekarang masih terus menambah investasi mereka di tiga usaha ini, terakhir mereka membeli
Tol Cipali dari SSIA, dan bekerja sama mengembangkan Jakarta Garden City dengan Modernland). Well,
tapi untuk saat ini mari kita lihat dulu, bagaimana pencapaian perusahaan di 2018.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 8,150: A

10. Astra Agro 2017 2016 Change (%)


Assets 24,935 24,226 2.9
Current 4,246 4,052 4.8
Liabilities 6,399 6,633 (3.5)
Current 2,309 3,943 (41.4)
Equity 18,066 17,135 5.4
Earnings 13,258 12,294 7.8
Shares Volume 1,925 1,925 0.0
2017 2016
Revenues 17,306 14,121 22.5
Operating Profit 2,939 2,209 33.0
Net Profit for Company 2,010 2,007 0.2
Comp. Net Profit 2,064 2,180 (5.3)
EPS 1,045 1,136 (8.0)
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 14,900
Mkt Cap (billion Rp) 28,678
PER (X) 14.3
PBV (X) 1.6

Ratios (%) 2016 2015 Change (%)


EDR 282.3 258.3 9.3
EER 73.4 71.7 2.3
Current Ratio 183.8 102.8 78.9
ROA 8.3 9.0 (8.0)
ROE 11.1 11.7 (5.0)
OPM 17.0 15.6 8.6
NPM 11.9 15.4 (22.7)

Dalam setahunan terakhir, seiring dengan momentum rise of coal, penulis termasuk yang menganggap
bahwa saham-saham di sektor sawit juga akan menyusul naik, dan itu sebabnya kita beberapa kali
memasukkan AALI dan LSIP, yang memang merupakan perusahaan terbaik di sektor sawit ini, ke dalam
Ebook ini. However, setelah beberapa waktu kemudian tampak bahwa harga CPO tidak beranjak naik
mengikuti kenaikan harga batubara (tetep naik sih, tapi naiknya gak banyak), maka penulis kemudian
menelaah lagi sektor ini, dan kesimpulannya adalah: Berbeda dengan batubara, harga CPO kemungkinan
gak akan kemana-mana/gak akan naik, karena situasinya adalah, Indonesia sekarang menjadi produsen

TeguhHidayat.com
P a g e | 21

CPO terbesar di dunia, sehingga harga CPO justru akan dipaksa turun agar negara-negara maju bisa beli
CPO dari sini pada harga murah. Yup, jadi anda pikir kenapa kemarin sempat ada isu bahwa Uni Eropa
memboikot CPO Indonesia? Ya biar mereka bisa beli di harga murah! Soal sawit merusak lingkungan bla
bla bla, itu cuma alasan yang dibuat-buat saja. Tapi masalah utamanya adalah, karena di kita sendiri
belum ada industri yang mampu mengolah CPO menjadi produk hilir, maka jadilah kita mau gak mau
harus ekspor CPO keluar negeri, pada ‘harga berapapun asal laku’. Anda bisa baca lagi ulasan lengkapnya
disini: www.teguhhidayat.com/2018/01/prospek-saham-perkebunan-kelapa-sawit.html.

Karena itulah, ketika beberapa waktu lalu saham-saham sawit termasuk AALI drop, maka penulis gak
begitu tertarik meski posisinya ketika itu merupakan posisi terendahnya dalam 5 tahun terakhir. Dan itu
karena, selain alasan yang sudah dikemukakan diatas, valuasi saham-saham sawit saat ini masih
tanggung, alias gak bisa disebut kelewat murah seperti halnya IMAS diatas. I mean, coba anda lihat lagi
AALI: Pada harga terendahnya kemarin yakni 12,575, PER dan PBV-nya masih 12.0 dan 1.3 kali. Gak bisa
disebut murah bukan? Secara historis, yap, valuasi AALI ini memang lebih murah dibanding tahun-tahun
lalu, tapi jika melihat outlook sawit itu sendiri yang tidak begitu cerah, maka disini kita harus lebih
realistis: Saat ini di market terdapat banyak saham lain diluar sektor sawit, yang lebih menarik dari sisi
fundamental, valuasi saham, maupun prospek usaha kedepan. Fakta penting lainnya adalah, jika dalam
beberapa tahun terakhir ASII banyak invest di konstruksi, infra, properti, menambah modal di usaha
finance (Bank Permata), dan berekspansi melalui UNTR, maka AALI ini nyaris gak ada pengembangan
usaha apa-apa, sekedar memperluas kebon juga nggak.

Okay, lalu kenapa AALI tetap masuk planning? Well, ada dua alasan. Pertama, fundamental AALI gak bisa
disebut jelek juga, dan pada tahun 2018 ini labanya tetap berpeluang naik seiring dengan stabilnya harga
CPO di RM2,500-an per ton (dua tahun lalu harga CPO berada di level RM2,000), dan meski gak akan naik
setinggi batubara, tapi disisi lain juga gak ada alasan bagi CPO untuk turun lagi. Kedua, jika benar bahwa
pada tahun 2018 ini ASII akan naik, maka saham-saham dari anak usahanya yang masih murah-murah,
seperti AALI, BNLI, dan ASGR, biasanya akan jadi incaran para investor dan akan ikut naik, minimal
karena adanya anggapan, masa saham UNTR sebagai anak usaha ASII naik banyak tapi yang lainnya nggak?
Dan memang penulis sendiri banyak menerima pertanyaan soal tiga anak usaha tersebut, karena kalau
melihat ASII-nya sendiri, maka tidak diragukan lagi sahamnya menarik untuk invest (jadi masa iya anak
usahanya gak layak invest). Dan setelah penulis pertimbangkan lagi, AALI adalah yang paling menarik
diantara ketiganya, yakni karena: 1. Historis kinerjanya paling bagus, 2. Valuasi sahamnya paling murah
jika dibandingkan dengan historisnya (dulu PBV AALI mencapai 4 kali), 3. Sahamnya paling likuid, dan
merupakan anak usaha ASII terbesar dan terpopuler kedua setelah UNTR, dan 4. Punya ‘saudara’ sesama
saham sawit yakni LSIP dan SIMP, dimana kalau salah satunya naik maka yang lainnya biasanya menyusul.

Anyway, kalau murni pake kaidah value investing, maka jujur saja, di harga 12,000 sekalipun valuasi AALI
ini masih tanggung. Jadi kecuali nanti bisa dapet harga yang bener-bener diskon, maka AALI untuk
sementara ini hanya merupakan pilihan alternatif dibanding saham-saham lain di ebook ini.

TeguhHidayat.com
P a g e | 22

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 14,900: BBB

11. Clipan Finance 2017 2016 Change (%)


Assets 9,891 6,744 46.7
Liabilities 5,861 2,945 99.0
Equity 4,030 3,799 6.1
Earnings 2,644 2,405 9.9
Shares Volume 3,985 3,985 0.0
2017 2016
Revenues 1,399 1,035 35.2
Operating Profit 334 276 21.0
Net Profit for Company 236 205 15.1
Comp. Net Profit 231 200 15.3
EPS 59 52 15.1
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 336
Mkt Cap (billion Rp) 1,339
PER (X) 5.7
PBV (X) 0.3

Ratios (%) 2016 2015 Change (%)


EDR 68.7 129.0 (46.7)
EER 65.6 63.3 3.7
ROA 2.3 3.0 (21.4)
ROE 5.9 5.4 8.5
OPM 23.9 26.7 (10.5)
NPM 16.5 19.3 (14.7)

Di edisi Kuartal III 2017 kemarin, penulis memasukkan tiga saham pembiayaan sekaligus ke dalam
planning, yakni ADMF, MFIN, dan WOMF, dan tak disangka tiga-tiganya sukses besar alias terbang semua.
However, seperti biasa kalau anda baru mau masuk sekarang maka mungkin itu sudah terlambat (tapi
ADMF mungkin masih bisa dipertimbangkan), jadi saya kemudian cari lagi barang murah yang sejenis, dan
ketemulah CFIN ini. Secara fundamental, CFIN tidaklah sebagus tiga emiten pembiayaan yang disebut
diatas, tapi PBV-nya yang cuma 0.3 kali tentu kelewat menarik untuk diabaikan, apalagi dalam kondisi
market yang lagi demam ‘value investing’ seperti sekarang ini (baca lagi ulasan IMAS diatas). Okay, lalu
CFIN ini perusahaan apa sih sebenernya? Kenapa kok selama ini namanya jarang kedengaran?

CFIN adalah perusahaan pembiayaan milik Grup Panin, dan sedikit berbeda dengan Adira atau lainnya,
yang rata-rata bermain di bisnis pembiayaan mobil dan motor, CFIN membiayai pembelian mobil bekas,
alat-alat berat, kredit usaha, hingga pembiayaan KPR/KPA. Mungkin ini sebabnya perusahaan jadi gak
seterkenal Adira, Mandala Finance, dll, karena bisnisnya kurang fokus/malah jadi mirip bank, dan kinerja
CFIN jadinya kurang bagus (pendapatan Rp1.4 trilyun terlalu kecil untuk perusahaan dengan aset nyaris
Rp10 T). Seperti kebanyakan perusahaan pembiayaan lainnya, kinerja CFIN juga gak bagus sejak tahun
2012 lalu dimana labanya turun terus, meski sebenernya gak parah-parah banget sih turunnya. Tapi jika

TeguhHidayat.com
P a g e | 23

Adira, WOMF, dan MFIN sudah kembali membukukan kenaikan laba sejak 2016 lalu, maka CFIN ini baru
membukukan kenaikan laba di tahun 2017 kemarin.

Dan mungkin karena itu pula, sahamnya rada telat naik dibanding saham para kompetitornya. Tapi jika
kita cermati lagi, sebenarnya CFIN juga mulai naik sejak menyentuh titik terendahnya di level 240,
November 2016 lalu, hingga ke posisi 330-an saat ini. Dengan kata lain, CFIN so far sudah naik 40% dalam
1.5 tahun terakhir (not bad, eh?), dan long term trend-nya masih uptrend. Dan berhubung untuk tahun
2017 laba CFIN akhirnya naik juga, dimana kenaikan tersebut berpeluang untuk lanjut di tahun 2018
nanti, maka secara fundamental, kenaikan saham CFIN yang sudah terjadi dalam 1.5 tahun terakhir,
seharusnya akan berlanjut.

However, jika dibanding saham dengan PBV 0.3 kali lainnya, katakanlah seperti IMAS diatas, maka CFIN
ini naiknya gak akan banyak-banyak, paling mentok sampai PBV-nya 0.5 kali saja (target harganya 500-
an), bahkan meski nanti labanya lompat atau semacamnya. Sebab sebagai anak usaha Grup Panin, PBV
0.5 – 0.7 kali sudah relatif cukup tinggi (silahkan anda cek PBV dari saham-saham Panin lainnya, rata-rata
ya segitu juga), dan penulis masih ingat kalau dulu memang CFIN ini PBV-nya ya di level 0.5 kali.
Nevertheless, dengan mempertimbangkan risikonya yang low karena valuasinya sudah kelewat diskon (di
tabel diatas penulis tulis risk-nya moderate, karena mempertimbangkan bahwa CFIN gak begitu likuid
sehingga anda gak bisa membelinya sebanyak, katakanlah, ASII. Tapi jika anda belinya dalam jumlah
kecil, maka risk-nya low), dan peluang CFIN untuk setidaknya naik ke 400 terbilang besar (setelah
melihat kesuksesan ADMF dan lainnya, para investor pasti bakal hunting saham perusahaan pembiayaan
yang masih murah, seperti CFIN ini), maka CFIN tetap bisa dipertimbangkan, terutama sekali lagi, jika
dana anda tidak terlalu besar dan anda mencari saham-saham dengan risiko terbatas.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 336: AA

12. Bumi Serpong D. 2017 2016 Change (%)


Assets 45,951 38,537 19.2
Current 17,965 16,564 8.5
Liabilities 16,754 14,074 19.0
Current 7,569 5,691 33.0
Equity 25,341 20,641 22.8
Earnings 17,168 12,412 38.3
Shares Volume 19,247 19,247 0.0
2017 2016
Revenues 10,347 6,603 56.7
Operating Profit 5,062 2,447 106.9
Net Profit for Company 4,920 1,796 173.9
Comp. Net Profit 5,097 2,018 152.6
EPS 256 93 173.9
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value

TeguhHidayat.com
P a g e | 24

Current Price (Rp) 1,845


Mkt Cap (billion Rp) 35,510
PER (X) 7.2
PBV (X) 1.4

Ratios (%) 2016 2015 Change (%)


EDR 151.3 146.7 3.1
EER 67.7 60.1 12.7
Current Ratio 237.3 291.1 (18.5)
ROA 11.1 5.2 111.8
ROE 19.4 8.7 123.1
OPM 48.9 37.1 32.0
NPM 49.3 30.6 61.2

Penulis terakhir kali memasukkan BSDE ke dalam planning pada Kuartal II 2017 lalu (dua edisi sebelum
edisi yang anda baca sekarang), dan ketika itu saya mengatakan bahwa BSDE ini aslinya gak begitu
menarik, karena sejak beberapa tahun lalu saya sudah mengatakan bahwa, dengan mempertimbangkan
ukuran perusahaan yang sudah kelewat besar, maka akan sangat sulit bagi perusahaan untuk tumbuh
lebih lanjut, dan demikian pula sahamnya gak bakal kemana-mana. Ketika itu BSDE ini berada di level
1,790.

Dan hari ini, atau enam bulan kemudian, berapa posisi BSDE? 1,845, alias beneran belum kemana-mana,
padahal kinerjanya sampai sekarang masih tampak luar biasa. Cuma yang juga penulis perhatikan adalah,
di edisi Kuartal II itu penulis katakan bahwa best buy BSDE ini di 1,700, dan berapa posisi terendah BSDE
dalam setahun terakhir? 1,630, yakni ketika pasar mengalami ‘koreksi yang tidak kelihatan’ di bulan
Desember 2017 (baca penjelasannya disini: http://www.teguhhidayat.com/2017/12/cara-membaca-
arah-pasar-sekarang-ini.html). Dan setelah Desember tersebut, BSDE, seperti juga saham-saham properti
lainnya, perlahan tapi pasti mulai naik lagi, dan trend-nya jelas sekali uptrend. Dalam hal ini penulis jadi
mikir: Kalau nanti sektor properti akhirnya ramai juga, dan harusnya sih itu cuma soal waktu (karena
meski pergerakan saham-saham properti sekarang ini seperti sedang mengetes kesabaran para investor,
tapi outlook-nya tetap bright sejak awal. Baca penjelasannya disini:
http://www.teguhhidayat.com/2018/01/prospek-saham-properti.html), maka orang-orang harusnya
nanti juga nyadar bahwa PER dan PBV BSDE ini cuma 7.2 dan 1.4 kali, relatif undervalue apalagi jika
melihat status sahamnya sebagai big caps, dan juga nama besar Bumi Serpong Damai itu sendiri. Jika
dibandingkan dengan beberapa saham properti besar seperti PWON, CTRA, dan SMRA, maka BSDE ini juga
lebih murah.

Kemudian, seperti yang sudah penulis sampaikan dua edisi lalu, BSDE ini menarik karena:

1. Kinerja perusahaan terbilang sangat baik dengan ROE 17% (sekarang jadi 19%, dan itu riil berasal
dari operasional perusahaan), dimana pencapaian ini terbilang sangat baik dibanding kinerja
emiten properti besar lainnya di BEI pada tahun 2017 ini,

TeguhHidayat.com
P a g e | 25

2. Seiring dengan kenaikan IHSG yang cukup signifikan dalam dua tahun terakhir, sekarang ini mulai
sulit menemukan saham big caps dengan PER kurang dari 10 kali seperti BSDE ini, jadi biar
gimana BSDE tetap menarik terutama bagi para fund manager besar baik asing maupun lokal yang
ketinggalan kereta di BBCA, HMSP, atau TLKM, karena disisi lain BSDE sekarang ini berstatus
sebagai saham properti dengan market cap terbesar di BEI.
3. BSDE beberapa waktu lalu melakukan aksi korporasi penting dengan mengakuisisi Rasuna
Epicentrum dan Epicentrum Walk di Kuningan, Jakarta (dari tangan Bakrieland
Development/ELTY), termasuk mengakuisisi Plaza Indonesia Realty (PLIN), yang merupakan
pemilik dari Mall Plaza Indonesia, Hotel Grand Hyatt, dan Hotel Keraton di Jakarta Pusat.
Berdasarkan pengalaman, kalau sebuah industri mengalami kelesuan hingga ada perusahaan besar
yang ‘memakan’ perusahaan lain yang lebih kecil di sektor yang sama, maka itu biasanya
merupakan sinyal bahwa industri yang bersangkutan, dalam hal ini properti, sudah mencapai
titik terendahnya, dimana BSDE-lah yang muncul sebagai pemenang. Diluar BSDE, penulis belum
mendengar ada raksasa properti lain yang memakan developer yang lebih kecil, sehingga dalam
hal ini kita bisa anggap bahwa BSDE ini special, dan
4. Berdasarkan public expose perusahaan, BSDE banyak melakukan ekspansi kawasan BSD City-nya
sejak tahun 2015 lalu, dimana hasilnya sekarang mulai kelihatan, dan pada tahun 2017 ini
perusahaan kembali ekspansi dengan membangun Klaska Residence di Surabaya, Southgate
Residence di Jakarta Selatan, hingga membangun dua kondominium di Rasuna Epicentrum. Jadi
meski diatas penulis mengatakan bahwa ‘BSDE sudah terlalu besar sulit untuk tumbuh lebih
lanjut’, tapi kenyataannya adalah, perusahaan ini ternyata terus bertumbuh. Kalo Grup Lippo
punya Meikarta, maka BSDE juga punya proyek ‘Silicon Valley’ di BSD City-nya (coba anda
googling sendiri untuk detilnya).

Kesimpulannya, jika benar bahwa sebentar lagi sektor properti bakal ‘naik panggung’, kinerja moncer
BSDE berlanjut di 2018, dan orang-orang nyadar bahwa BSDE ini relatif masih murah, maka targetnya
minimal 2,000 lah. Jika anda menginginkan saham yang bisa dibeli dalam jumlah banyak, naiknya alon-
alon asal kelakon dengan fluktuasi yang kalem (hanya bisa turun kalau pasar turun), sementara risikonya
juga praktis paling rendah dibanding saham-saham properti lainnya, then here you go!

Rating Kinerja pada Tahun 2017: AA


Rating Saham pada 1,845: A

Special Notes: Lippo Group

Hingga tanggal 5 Maret 2018, mayoritas emiten Grup Lippo belum merilis LK mereka untuk tahun penuh
2017, namun saham-saham seperti MLPL, MPPA, LPCK, hingga LPKR menjadi menarik untuk diperhatikan
setelah mereka terus saja turun dalam 1 – 2 tahun terakhir hingga valuasinya menjadi amat sangat
murah, untuk MLPL bahkan PBV-nya cuma 0.2 kali. Terlepas dari kinerja perusahaan yang memang gak
bagus, tapi pengalaman di INDY, INKP, hingga BRPT membuktikan bahwa saham-saham seperti MLPL dkk

TeguhHidayat.com
P a g e | 26

inilah yang menawarkan profit jackpot, tentunya dengan asumsi bahwa kinerja perusahaan kedepannya
menjadi bagus kembali.

Namun problemnya, berbeda dengan INDY dkk, maka saham-saham Grup Lippo ini tidak hanya tidak ada
gambaran soal bagaimana kira-kira kinerja perusahaan kedepannya, tapi reputasi owner-nya juga kurang
bagus sebagai tukang gorengan, mungkin hanya sedikit lebih baik dibanding reputasi Grup Bakrie, dan itu
otomatis membuat MLPL dkk menjadi high risk stocks. Dan ketika kemarin MLPL, MPPA, LPCK, dan LPKR
secara nyaris bersamaan menggela right issue di harga yang tidak terlalu jauh dari harga pasar mereka
masing-masing (jadi keliatannya saham-saham Lippo sengaja diturun sebelumnya biar mereka bisa
eksekusi right issue-nya pada harga bawah. Jadi seperti average down, gitu), maka itu juga
membuktikan bahwa analisis untuk saham-saham Lippo ini bakalan rumit karena melibatkan right issue,
prospek kinerja yang gak jelas, hingga soal Meikarta. Well, mungkin sama rumitnya dengan analisa ketika
Bumi Resources menggelar restrukturisasi utang dan right issue, pertengahan 2017 lalu.

Dan soal ‘Drama grup Lippo’ ini sudah penulis sampaikan sekilas di Edisi Kuartal III kemarin, di ulasan soal
LPCK, ketika itu sahamnya berada di level 3,880 (dan kemudian bablas turun sampai mentok di 3,050,
which is strange mengingat valuasi LPCK yang sudah kelewat rendah, bahkan pada harga 4,000). Untuk
kedepannya penulis masih pelajari lagi soal Lippo Group ini, tapi yang saat ini sudah terjadi (dan
kelihatan) adalah, para emiten sudah menentukan harga right issue mereka (MLPL 110, MPPA 410, LPCK
3,800, LPKR 635), dan keempat saham ini sudah berhenti turun, meski juga belum naik lagi. Kalo
mengingat JSMR yang dulu juga berhenti turun di 4,250 setelah harga right issue-nya diumumkan di level
3,900, dan demikian pula kasus-kasus right issue lainnya, then this is a good signal. Penulis kira juga
sudah tidak ada alasan bagi Lippo untuk kembali menurunkan harga keempat saham diatas, karena
mereka sudah dapet apa yang mereka mau: Menambah kepemilikan mereka di MLPL dkk melalui
mekanisme right issue, pada harga bawah. Jadi, yap, untuk kedepannya saham-saham Lippo ini kalau gak
bergerak stagnan, ya naik.

However, untuk analisis lebih jelasnya, dan agar kita jadinya gak spekulasi, maka kedepannya penulis
akan membahas analisa lengkap dari keempat saham Lippo diatas secara individual, dengan melihat
prospek usaha tiap-tiap perusahaan dll (untuk sekarang masih tunggu LK mereka). Well, mungkin gak
semuanya bakal masuk Ebook ini, karena kita juga harus sediakan slot untuk pembahasan saham yang lain
(jadi kuotanya tetap 30 saham). Just stay tune.

13. Bekasi Fajar 2017 2016 Change (%)


Assets 5,719 5,205 9.9
Current 2,045 1,849 10.6
Liabilities 1,871 1,815 3.1
Current 741 545 36.0
Equity 3,845 3,388 13.5
Earnings 2,652 2,203 20.4
Shares Volume 9,647 9,647 0.0
2017 2016

TeguhHidayat.com
P a g e | 27

Revenues 1,006 824 22.0


Operating Profit 488 341 43.4
Net Profit for Company 483 336 43.9
Comp. Net Profit 482 338 42.4
EPS 50 35 43.8
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 296
Mkt Cap (billion Rp) 2,856
PER (X) 5.9
PBV (X) 0.7

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 205.5 186.7 10.1
EER 69.0 65.0 6.0
Current Ratio 276.0 339.4 (18.7)
ROA 8.4 6.5 29.6
ROE 12.6 9.9 26.8
OPM 48.5 41.3 17.5
NPM 47.9 41.0 16.7

Bagi anda yang belum tahu, BEST adalah perusahaan properti pemilik kawasan industri/industrial estate
MM2100 di Kabupaten Bekasi, tepatnya di Exit Km 24 Tol Jakarta – Cikampek, dan sampai sekarang BEST
hanya mengembangkan kawasan industri MM2100 saja/tidak punya aset lainnya lagi. BEST masih satu
grup dengan Alam Sutera Realty (ASRI), namun jika dibandingkan dengan sister company-nya tersebut,
maka perkembangan perusahaan sangat lamban dimana manajemen BEST dalam beberapa tahun terakhir
hampir gak ngapa-ngapain kecuali membangun dua atau tiga sarana pendukung dan jualan tanah-tanah
kavling industri, sedangkan volume penjualan kavling industri itu sendiri terbilang stagnan seiring dengan
melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, atau setidaknya seperti itulah klaim dari pihak
manajemen. Thus, sejak terakhir kali membukukan laba bersih jumbo Rp745 milyar trilyun di tahun 2013,
kesininya laba BEST stagnan di level Rp300 – 400 milyar per tahun.

Karena itulah, setelah anjlok dari 1,000-an di tahun 2013 sampai mentok di 240 di awal tahun 2016,
saham BEST sampai sekarang masih belum kemana-mana lagi (sempat naik sampai 340, tapi kemudian
turun lagi). Tapi disisi lain setiap kali sahamnya turun entah itu karena faktor koreksi pasar atau lainnya,
maka penurunannya juga mentok di 250, dimana kalau kita lihat lagi PER PBV-nya diatas, maka
mentoknya penurunan BEST tersebut bisa dijelaskan: Valuasinya saat ini sudah cukup murah, sedangkan
kinerja perusahaan juga tidak seburuk itu. Actually, kinerja BEST untuk tahun 2017 ini malah cukup baik
dibanding 2016, 2015, dan 2014, hanya saja belum sebaik 2013, dan itulah yang menyebabkan sahamnya
masih stagnan. Jika di tahun 2018 ini BEST bisa membukukan kinerja yang kurang lebih sama baiknya
dengan kinerjanya di tahun 2013 (pendapatan Rp1.2 trilyun, laba bersih Rp700-an milyar), maka barulah
sahamnya akan berpeluang untuk naik banyak, dan tidak lagi stagnan seperti saat ini.

Jadi pertanyaannya sekarang, bagaimana kira-kira kinerja BEST di tahun 2018 ini? Sayangnya bisa penulis
katakan bahwa itu bukan sesuatu yang bisa diprediksi, sama sekali. Berbeda dengan bisnis properti yang

TeguhHidayat.com
P a g e | 28

umum (rumah, apartemen, dll) yang relatif bisa diprediksi bakal rame atau sepi berdasarkan tingkat suku
bunga bank dan kondisi ekonomi (asalkan dua indikator itu bagus maka properti juga bakal bagus, karena
akan selalu ada orang yang butuh rumah), bisnis kawasan industri tidak bisa diprediksi karena even
dalam kondisi ekonomi yang sangat baik sekalipun, tidak selalu ada perusahaan yang butuh tanah buat
bangun pabrik. Dan kalau melihat manajemennya yang gak punya rencana kerja/ekspansi apapun,
termasuk tidak ada target perolehan laba tertentu, maka penulis ragu bahwa di tahun 2018 ini BEST
bakal membukukan lompatan laba/mungkin labanya hanya sekedar naik tipis saja.

Namun demikian balik lagi ke soal valuasinya: BEST ini sudah cukup murah sehingga kalau dia turun,
maka mentoknya di 250, sedangkan kalau dia naik maka bisa sampai 350, dan itu dengan asumsi
kinerjanya sampai tahun 2018 ini masih stagnan. Disisi lain, meski prospek bisnis kawasan industri
memang tidak bisa diprediksi, namun kalau melihat bisnis properti itu sendiri yang mulai bangkit,
harusnya kawasan industri juga akan segera menyusul, sehingga penulis bisa katakan bahwa peluang BEST
untuk membukukan kinerja bagus mencapai 60%, dibanding 40% bahwa kinerjanya akan tetap stagnan
(jadi peluangnya lebih baik dibanding fifty-fifty, dan nyaris tidak ada kemungkinan kinerja BEKS bakal
jelek karena manajemen perusahaan adalah tipe konservatif/utangnya kecil). Jadi, yap, meski
peluangnya tidak terlalu besar, tapi tetap ada peluang bahwa BEST bakal membukukan kinerja bagus dan
sahamnya bakal lompat kodok/tidak stagnan lagi. Tapi kalaupun ternyata kinerja BEST tetap stagnan,
maka meski sahamnya gak jadi naik, tapi juga gak akan turun/hanya bisa turun sampai 250-an (jadi kalau
anda sudah membeli saham BEST sebelumnya, anda bisa average down disitu, kemudian tunggu saja
sampe dia naik lagi ke 325 - 350). Kesimpulannya, BEST ini ideal secara value investing karena sahamnya
menawarkan (possibly) high return at fair risk, dan itulah sebabnya dia masuk ebook ini.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 296: A

14. Mitrabara A. 2017 2016 Change (%)


Assets 161 116 38.2
Current 109 76 43.5
Liabilities 38 25 55.5
Current 34 22 54.7
Equity 122 92 33.5
Earnings 96 65 46.6
Shares Volume 1,227 1,227 0.0
2017 2016
Revenues 259 187 38.2
Operating Profit 79 36 117.4
Net Profit for Company 59 27 116.3
Comp. Net Profit 58 27 115.2
EPS 0.048 0.022 118.2
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 3,340
Mkt Cap (billion Rp) 4,099

TeguhHidayat.com
P a g e | 29

PER (X) 5.1


PBV (X) 2.5

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 317.9 370.3 (14.2)
EER 78.4 71.4 9.8
Current Ratio 316.3 340.9 (7.2)
ROA 36.3 23.3 55.7
ROE 47.9 29.6 62.0
OPM 30.4 19.3 57.4
NPM 22.7 14.5 56.5

MBAP pertama kali masuk Ebook ini pada Kuartal III kemarin, dan sampai dengan saat ini analisanya
kurang lebih masih relevan untuk ditampilkan lagi disini, so here we go:

MBAP adalah perusahaan batubara skala kecil dengan lokasi tambang di Loreh, Kab. Malinau, Prov.
Kalimantan Utara, yang baru mulai beroperasi pada tahun 2008, dengan volume produksi 3 – 4 juta ton
per tahun (kurang lebih sama dengan KKGI), yang dikirim melalui Pelabuhan Tarakan untuk kemudian
diekspor. MBAP merupakan joint venture antara Idemitsu Kosan, yang merupakan perusahaan minyak
terbesar kedua di Jepang (setelah Nippon Oil), dengan perusahaan lokal bernama PT Wahana Sentosa
Cemerlang, dimana PT Wahana menjadi pemegang saham pengendali. Dari ekspor batubara MBAP,
sebagian diantaranya dijual ke Idemitsu itu sendiri. MBAP baru listing di BEI pada Juni 2014, jadi saham
ini tergolong saham baru jika dibanding HRUM dkk, dan sayangnya jumlah saham yang dilepas ke publik
ketika itu hanya 245 juta lembar, makanya jadi nggak likuid.

Nah, sebenarnya penulis sendiri sudah tertarik dengan MBAP ini sejak Mei 2017 lalu, yakni ketika
perusahaan melaporkan LK Kuartal I 2017, dimana labanya naik banyak dan ROE-nya pun tampak
extraordinary/jauh lebih tinggi dibanding ROE dari emiten-emiten batubara lainnya. Kemudian kalau
anda perhatikan neraca perusahaan, maka MBAP ini juga mirip-mirip dengan HRUM, KKGI, PTBA, dan
ITMG, dimana utangnya kecil, margin labanya besar, laporan laba ruginya juga ‘bersih’ tanpa
pendapatan ataupun kerugian yang aneh-aneh, cash-nya gede, dan yang paling penting, nilai
pendapatannya dalam setahun sudah jauh lebih besar dibanding total aset perusahaan. Pendek kata,
penulis sudah lama gak memberikan rating kinerja AAA untuk suatu saham, tapi sepertinya kali ini MBAP
layak memperoleh rating tersebut, setidaknya untuk kinerjanya pada saat ini.

Tapi karena sahamnya yang sangat-sangat tidak likuid, dan bahkan antara Januari – April 2017 tidak ada
transaksi sama sekali, maka penulis ketika itu mengabaikan MBAP ini, karena kalo kita mau beli juga
gimana caranya? Setelah LK Kuartal I 2017-nya keluar, saham MBAP kemudian memang sempat naik
sampai menyentuh 2,800, tapi tetap tanpa didukung volume sama sekali/paling banyak hanya 15 lot per
hari (itu berarti nilai transaksinya cuma.. 3 juta Rupiah?) Sejak awal penulis hafal bahwa kalau ada
saham yang naik tanpa didukung volume seperti itu, maka turunnya juga bisa gampang banget, karena
kalau ada orang jualan MBAP ini sebanyak 10 lot saja, maka dia bakal turun lagi. Jadi ketika itu penulis
tetap mengabaikan MBAP ini, dan memang benar, MBAP kemudian balik lagi ke 2,000.

TeguhHidayat.com
P a g e | 30

Namun memasuki bulan Agustus 2017, ketika para emiten merilis laporan keuangan Kuartal II, dan LK
MBAP ini masih sama bagusnya, maka barulah ketika saham MBAP mulai naik lagi, dan kali ini didukung
dengan sedikit volume. And finally di kuartal III ini, setelah MBAP ‘confirm’ menghasilkan kinerja yang
tetap bagus, maka barulah sahamnya, meski masih tidak likuid, tapi kali ini dia bener-bener mulai
jalan. Ketika ebook ini terbit, MBAP berada di level 3,810, yang kalau dikali rata-rata volume transaksi
sahamnya yakni 53 ribu lembar per hari, maka nilai transaksinya adalah Rp200 jutaan per hari. Well, not
bad lah, dalam hal ini kalau misalnya anda berencana beli sahamnya sebanyak Rp10 – 20 juta, dan bisa
keep katakanlah untuk jangka menengah. Diluar itu, anda bisa ambil saham lain saja.

Tapi Pak Teguh, memang MBAP secara laporan keuangan sangat menarik, tapi bukannya PBV-nya di level
3.0 kali juga sudah mahal? Well, nggak juga. Ketika menemukan MBAP ini, penulis jadi ingat dengan
perusahaan batubara lainnya, Bayan Resources (BYAN), yang juga memiliki ROE yang sangat tinggi, dan
demikian pula sejak dulu PBV BYAN ini jauh lebih tinggi dibanding saham-saham batubara lainnya, tapi
toh dia gak mau turun-turun juga. Jadi kalau perbandingannya adalah BYAN tersebut, maka MBAP ini di
harga sekarang masih murah, apalagi kalau di 2,000-an. Hanya memang kalau ada yang harus
dipertimbangkan, maka BYAN ini kinerjanya lumayan konsisten dalam jangka panjang, termasuk di tahun
2015 lalu ketika harga batubara mencapai titik terendahnya, maka meski laba BYAN ketika itu juga
turun, tapi secara umum kinerjanya tetap jauh lebih baik dibanding HRUM dkk.

Sementara MBAP ini, dia belum punya track record konsisten seperti BYAN, dimana labanya baru besar
tahun 2017 ini saja (waktu batubara mencapai puncak booming di tahun 2011, produksi batubara MBAP
masih sangat kecil di angka seratus ribu ton per tahun), jadi agak sulit untuk mengasumsikan bahwa
untuk tahun-tahun selanjutnya, laba MBAP akan besar terus seperti sekarang, selain karena perusahaan
juga gak melakukan ekspansi/pengembangan usaha apapun (cuma gali batubara, lalu jual).
Kesimpulannya kalau anda tetap tertarik dengan MBAP ini, maka belilah dalam jumlah yang (menurut
anda) kecil saja, dan kemudian mari sama-sama berharap bahwa MBAP ini akan mengikuti jejak saham-
saham lain yang melakukan stocksplit, biar volume sahamnya jadi lebih encer.

Okay, itu adalah analisanya di Kuartal III kemarin. Lalu untuk Tahun Penuh 2017 ini bagaimana? Nah,
sedikit diluar dugaan, laba MBAP cuma naik sedikit dibanding Kuartal III, dan alhasil ROE-nya juga turun
jadi 48% (sebelumnya 62%), tapi secara overall penulis bisa katakan bahwa kinerja MBAP masih oke, dan
terdapat harapan besar bahwa kenaikan labanya akan berlanjut di tahun 2018 ini, itu bisa dilihat dari
nilai persediaan batubara perusahaan yang melonjak ke US$ 21 juta, dari sebelumnya US$ 10 juta di 2016
(logikanya MBAP hanya akan menggali dan menyetok batubara hasil galian di gudang jika sudah ada calon
pembelinya). Sementara sahamnya? Well, kalau kita lihat trendnya dalam setahun terakhir (setahun ya,
bukan sebulan), maka MBAP juga sudah confirm uptrend dengan support 3,000 – 3,300 (jadi harga
sekarang adalah di supportnya), dengan resisten di 4,000. Secara teori, kalau di Kuartal I 2018 nanti laba
MBAP kembali naik, maka resisten 4,000 itu akan mudah ditembus (PBV 3.0 kali pada harga 4,000

TeguhHidayat.com
P a g e | 31

terbilang masih murah untuk MBAP, dengan asumsi ROE-nya stabil diatas 30%), dan barulah ketika itu
MBAP ini akan relatif lebih likuid/lebih rame dibanding sebelumnya. We’ll see.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: AAA


Rating Saham pada 3,340: A

Untuk tiga saham berikutnya yakni ADHI, WIKA, dan WSBP, pembahasannya digabung.

15. Adhi Karya 2017 2016 Change (%)


Assets 28,333 20,038 41.4
Current 24,818 16,792 47.8
Liabilities 22,463 14,595 53.9
Current 17,633 12,987 35.8
Equity 5,859 5,433 7.8
Earnings 2,446 2,024 20.8
Shares Volume 3,561 3,561 0.0
2017 2016
Revenues 15,156 11,064 37.0
Operating Profit 1,708 729 134.4
Net Profit for Company 515 313 64.4
Comp. Net Profit 525 405 29.6
EPS 145 88 64.4
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 2,120
Mkt Cap (billion Rp) 7,549
PER (X) 14.6
PBV (X) 1.3

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 26.1 37.2 (29.9)
EER 41.7 37.3 12.0
Current Ratio 140.7 129.3 8.8
ROA 1.9 2.0 (8.3)
ROE 8.8 5.8 52.5
OPM 11.3 6.6 71.1
NPM 3.5 3.7 (5.4)

16. Wijaya Karya 2017 2016 Change (%)


Assets 45,684 31,355 45.7
Current 34,910 23,652 47.6
Liabilities 31,052 18,617 66.8
Current 25,976 14,909 74.2
Equity 12,634 11,445 10.4
Earnings 4,003 3,105 28.9
Shares Volume 8,970 8,970 0.0
2017 2016
Revenues 26,176 15,669 67.1
Operating Profit 1,462 1,295 12.9
Net Profit for Company 1,202 1,059 13.5

TeguhHidayat.com
P a g e | 32

Comp. Net Profit 1,308 1,194 9.5


EPS 134 162 (17.3)
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 1,710
Mkt Cap (billion Rp) 15,339
PER (X) 12.8
PBV (X) 1.2

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 40.7 61.5 (33.8)
EER 31.7 27.1 16.8
Current Ratio 134.4 158.6 (15.3)
ROA 2.9 3.8 (24.8)
ROE 9.5 9.3 2.8
OPM 5.6 8.3 (32.4)
NPM 5.0 7.6 (34.4)

17. Waskita Beton 2017 2016 Change (%)


Assets 14,920 13,734 8.6
Current 11,575 11,296 2.5
Liabilities 7,603 6,329 20.1
Current 7,593 4,878 55.7
Equity 7,317 7,406 (1.2)
Earnings 1,414 730 93.7
Shares Volume 26,361 26,361 0.0
2017 2016
Revenues 7,104 4,717 50.6
Operating Profit 1,156 967 19.5
Net Profit for Company 1,000 635 57.6
Comp. Net Profit 1,005 635 58.1
EPS 39 34 14.2
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 410
Mkt Cap (billion Rp) 10,808
PER (X) 10.6
PBV (X) 1.5

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 96.2 117.0 (17.8)
EER 19.3 9.9 96.0
Current Ratio 152.4 231.6 (34.2)
ROA 6.7 4.6 45.6
ROE 13.7 8.6 59.5
OPM 16.3 20.5 (20.6)
NPM 14.1 13.5 5.0

Kalau ada sektor yang saham-sahamnya underperform dibanding IHSG sepanjang tahun 2017 kemarin,
tapi disisi lain sektor tersebut tetap saja ramai digandrungi investor dan trader, maka itu adalah
konstruksi. Kalau kita ambil contoh saham ADHI, maka posisinya saat ini (2,120) adalah sedikit lebih

TeguhHidayat.com
P a g e | 33

rendah dibanding setahun lalu di 2,300-an, dan pada Oktober serta Desember 2017 kemarin ADHI malah
sempat under attack (masih inget ketika saham-saham konstruksi diserang rumor kontraknya gak dibayar,
proyeknya mangkrak, dll?) hingga drop masing-masing ke 1,950 dan 1,710. Menariknya, kecuali WSKT,
saham-saham BUMN konstruksi lainnya juga rata-rata seperti itu: Posisi mereka saat ini sedikit lebih
rendah dibanding setahun lalu, dan pernah dua kali jatuh pada bulan Oktober dan Desember 2017.
However, ada lagi satu hal yang penulis perhatikan: Berbeda dengan kejatuhan saham-saham konstruksi
di bulan Oktober dimana ketika itu ramai sekali rumor-rumor negatif, maka ketika konstruksi ini sekali
lagi jatuh di bulan Desember, tidak muncul lagi rumor yang sama. Dan ketika memasuki Januari 2018,
saham-saham konstruksi rebound lagi, maka beberapa saham naik sedemikian kencangnya hingga 20 – 30%
hanya dalam sebulan (ini juga yang menyebabkan konstruksi gak pernah sepi peminat), sebelum
kemudian cooling down lagi seiring melemahnya IHSG di bulan Februari – Maret.

Namun sekali lagi, meski ADHI dkk kembali turun pada awal Maret 2018, tapi kali ini tidak ada rumor
panik apapun, malah sebagian investor yang sempat ketinggalan kereta ketika konstruksi rally awal tahun
kemarin justru mulai ancang-ancang untuk masuk. Pertanyaannya, kenapa psikologis investor sekarang
berubah? (catatan: rumor-rumor jelek seringkali muncul karena kepanikan investor itu sendiri).

Dan mungkin jawabannya adalah, karena faktanya sampai akhir tahun 2017 ini, para emiten konstruksi
masih membukukan kinerja yang sangat baik. Malah WSKT membukukan kenaikan laba dua kali lipat, dan
ROE-nya mencapai hampir 30%, padahal ekuitas perusahaan sendiri sudah tembus Rp14 trilyun (di tahun
2013, ekuitas WSKT cuma Rp2.3 trilyun, dan pertumbuhan WSKT yang fenomenal ini bisa dijelaskan dari
fakta lapangan bahwa perusahaan adalah BUMN konstruksi yang paling banyak menerima pekerjaan
membangun jalan tol dll). Sementara di lapangan sangat mudah untuk melihat bahwa pembangunan infra
masih dikebut terus, dan diluar kinerjanya yang masih positif, para BUMN konstruksi juga masih
melaporkan peningkatan nilai kontrak untuk tahun 2018 ini dan seterusnya. Pendek kata, secara
fundamental tidak ada alasan untuk meninggalkan saham-saham konstruksi karena kinerja sektor ini jauh
dari kata terpuruk, prospeknya masih cerah, dan semua rumor negatif tentang konstruksi hanyalah rumor
kosong yang akan langsung menghilang setiap kali saham ADHI dkk naik lagi.

Jadi problemnya sekarang tinggal soal bagaimana strateginya saja. Dalam setahunan terakhir,
sebenarnya ada satu penyebab non-fundamental yang bisa menjelaskan penurunan saham-saham
konstruksi: Aksi jual asing yang terus menerus (termasuk awal tahun 2018 ini asing juga sudah net sell
lebih dari Rp10 trilyun), dan problemnya sektor konstruksi tidak termasuk yang dijagain oleh ‘Bandar
BEI’, karena pergerakan WSKT dkk tidak terlalu berpengaruh ke IHSG. Jadi ketika BBCA dkk
dijagain/dikerek naik terus, konstruksi dibiarkan ndlosor kebawah. Penulis sampai sekarang tidak
mengerti apa yang bikin asing terus keluar dari pasar saham Indonesia, tapi kalau kita cek lagi penurunan
ADHI, WIKA, PTPP, WSBP, hingga WTON yang sebenarnya tidak terlalu signifikan dalam setahun terakhir
(jadi turunnya gak separah katakanlah saham-saham batubara di tahun 2015 lalu), sedangkan ada satu
saham konstruksi yakni WSKT yang naik sendiri, maka bisa kita katakan bahwa pergerakan saham-saham
konstruksi masih mengikuti kaidah value investing karena, coba cek lagi: Secara kinerja dari sisi

TeguhHidayat.com
P a g e | 34

kenaikan laba, ROE, dll, maka WSKT adalah yang paling bagus, dan itu sebabnya sahamnya naik sendiri
(meskipun valuasinya mahal, tapi ingat bahwa investor lihat fundamental dulu, lalu baru valuasi).
Sementara saham konstruksi lainnya, kinerja mereka tidak sebagus WSKT, tapi juga tidak tidak bisa
disebut buruk, tapi valuasi mereka sejak awal tidak terlalu murah dengan PER 10 – 15 kali, dan PBV 1.5
– 2.0 kali.

Dan karena kita sekarang berada dalam kondisi pasar dimana saham-saham yang (awalnya) sangat murah
seperti BRPT, MEDC, INKP, INDY pada beterbangan (dan itu tentu menjadi perhatian semua orang, baca
lagi ulasan IMAS diatas), dan metode value investing menjadi populer, maka bagi para bargain hunter ini,
ADHI dkk belum cukup menarik kecuali jika nanti valuasinya memang beneran sudah murah jika
dibandingkan saham-saham lain secara umum, let say PER-nya tinggal 10 – 12 kali, atau PBV-nya 1.0 – 1.2
kali, atau lebih rendah lagi. Alhasil konstruksi secara umum turun terus, karena ketika asing jualan, para
bargain hunter belum mau nampung. Tapi ketika pada Desember 2017 kemarin ADHI akhirnya drop
sampai 1,700-an, WIKA drop sampai 1,500-an, dan WSBP drop sampai 360-an, maka mungkin pada harga-
harga tersebut-lah, ketiga saham itu sudah bisa dianggap murah (PBV ADHI apda harga 1,700 adalah
persis 1.0 kali). Dan alhasil di bulan Januarinya mereka dengan cepat naik lagi, bahkan meski tidak
disertai oleh sentimen positif tertentu (sejak Desember 2017 hingga ketika Ebook ini terbit, tidak banyak
cerita yang beredar seputar sektor konstruksi).

Nah, jadi sekarang kita simpulkan lagi: 1. Secara fundamental, konstruksi masih oke, 2. Sepanjang 2017
mereka turun terus karena asing jualan terus, 3. Ketika asing jualan, value investor belum mau nampung
karena valuasi ADHI dkk memang masih tanggung/belum cukup murah, 4. Tapi ketika pada Desember
2017 lalu konstruksi benar-benar sudah turun dalam, maka akhirnya mereka naik juga. Dari keempat poin
pengamatan diatas maka bisa kita simpulkan bahwa, meski pada Februari – Maret 2018 ini konstruksi
mulai turun lagi, tapi jika penurunan mereka tidak sampai lebih rendah dibanding Desember 2017 lalu,
maka itulah tandanya, yakni tanda bahwa valuasi ADHI dkk sudah cukup murah, downtrend konstruksi
sudah berakhir, dan mungkin selanjutnya berbalik arah menjadi uptrend terutama jika pada Kuartal I
2018 nanti, laba mereka masih naik lagi. In the end, sangat sulit bagi siapapun untuk menolak fakta
bahwa pembangunan infrastruktur beneran dikebut. Lalu bagaimana dengan cerita kecelakaan proyek
disana dan disini? Well, peristiwa kecelakaan memang bisa menghambat waktu penyelesaian pekerjaan
pembangunan Jalan Tol, misalnya, tapi tidak akan membatalkan pembagunan itu sama sekali. Selama
Pemerintah tetap komitmen menyelesaikan semua proyek-proyek, dan kondisi politik ekonomi juga
mendukung, maka tidak ada alasan bagi proyek infrastruktur manapun untuk menjadi mangkrak.

Jadi yep, penulis kira konstruksi masih sangat menarik untuk tahun 2018, dan pilihan terbaik dari sisi
fundamental maupun valuasi adalah ADHI, WIKA, dan WSBP, terutama karena kebetulan harga-harga
mereka ketika Ebook ini terbit juga berada tidak terlalu jauh dari titik terendah mereka di bulan Oktober
dan Desember 2017, dan secara valuasi juga ketiganya relatif sudah murah (sedangkan WSKT sudah
mahal). Mungkin perlu juga dicatat bahwa sejak tahun 2013 dulu sampai sekarang, saham-saham
konstruksi BUMN hampir selalu naik dan turun secara bersamaan. Jadi kalau misalnya anda sudah ambil

TeguhHidayat.com
P a g e | 35

ADHI, maka untuk diversifikasi, anda gak perlu lagi ambil dua konstruksi lainnya (jadi kalau porto anda
isinya ADHI, WIKA, WSBP, dan tidak ada lagi saham lainnya, maka itu bukanlah diversifikasi). Menariknya,
ketiga saham ini punya kelebihan masing-masing: ADHI menarik karena tiap kali dia drop dibawah level
psikologis 2,000, maka selanjutnya cepat atau lambat dia bakal naik lagi, WIKA menarik karena dia likuid
dan market cap-nya mencapai US$ 1 milyar (sehingga kalau nanti asing masuk lagi, maka WIKA-lah yang
bakal mereka comot duluan), sedangkan WSBP adalah yang paling populer di kalangan pelaku pasar
karena manajemennya/investor relationnya sering promosi tentang proyek-proyek yang diterima
perusahaan, termasuk ada rencana buyback, dan juga ada kesan bahwa kinerja WSBP adalah kurang lebih
sama bagusnya dengan induknya/WSKT (dan itu bukan kesan palsu juga, alias bener). Nah, jadi saham
mana yang bakal anda ambil? Your call!

ADHI Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 2,120: A

WIKA Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 1,710: AA

WSBP Rating Kinerja pada Tahun 2017: AA


Rating Saham pada 410: A

18. Resource Alam I. 2017 2016 Change (%)


Assets 105 99 6.4
Current 40 40 1.7
Liabilities 16 14 14.9
Current 11 10 16.4
Equity 86 82 5.4
Earnings 111 103 7.9
Shares Volume 5,000 5,000 0.0
2017 2016
Revenues 84 93 (9.6)
Operating Profit 19 14 33.0
Net Profit for Company 14 10 41.2
Comp. Net Profit 13 10 26.3
EPS 0.003 0.010 (70.0)
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 414
Mkt Cap (billion Rp) 2,000
PER (X) 10.2
PBV (X) 1.8

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 525.8 573.5 (8.3)
EER 128.6 125.6 2.4
Current Ratio 354.0 405.1 (12.6)
ROA 12.4 10.5 18.7

TeguhHidayat.com
P a g e | 36

ROE 15.8 11.8 34.0


OPM 22.9 15.6 47.0
NPM 16.3 10.4 56.2

Berdasarkan historis kinerjanya yang excellent ketika sektor batubara jaya di tahun 2011 lalu, KKGI
sebenarnya merupakan salah satu pilihan utama penulis ketika batubara mulai hot lagi, tahun 2016 lalu,
dan memang sahamnya juga sempat naik banyak dari 700-an hingga 2,500 (sebelum stocksplit). Tapi
entah kenapa, ketika emiten batubara lain memang membukukan kenaikan laba pada Kuartal I 2017, laba
KKGI malah turun sendiri, dan sampai Kuartal III kemarin dia masih turun. Jadi ya sudah, kkita gak lirik-
lirik sahamnya lagi, dan memang sahamnya pun mulai turun dari 2,500 (atau 500 sesudah stockplit),
hingga sempat mentok di 300, Desember 2017 lalu.

Namun memasuki tahun 2018, ketika saham-saham batubara naik dengan cepat di bulan Januari,
ternyata KKGI ini juga termasuk yang terbang hingga sempat menyentuh 468, sebelum kemudian cooling
down ke 406, dan lanjut turun lagi sampai mentok di 364 ketika ada cerita DMO batubara. Dan ketika
cerita DMO itu, seperti yang diduga sebelumnya, dilupakan orang, maka saham KKGI juga dengan cepat
pulih, dan sekarang sudah diatas 400-an lagi. Penulis sebenarnya tidak mengerti faktor fundamental apa
yang menyebabkan saham KKGI langsung ‘naik panggung’ lagi sepanjang awal tahun 2018 ini, padahal
sampai Kuartal IV 2017-pun, kinerjanya masih belum begitu bagus (labanya memang naik, tapi
pendapatannya masih turun).

Tapi jika kita lihat lagi pergerakan KKGI setahun lalu, tepatnya antara Desember 2016 – Februari 2017,
dimana sahamnya juga lompat dari 300 sampai sempat tembus 500, dan ketika itu adalah karena adanya
high expectation bahwa KKGI akan membukukan kinerja moncer di tahun 2017, maka kenaikan yang sama
yang terjadi pada saham KKGI dalam sejak Desember 2017 kemarin mungkin bisa dijelaskan: Meski untuk
tahun 2017 kemarin kinerja KKGI masih kurang bagus, namun tetap terdapat ekspektasi bahwa di tahun
2018 ini KKGI pada akhirnya tetap akan membukukan lompatan laba. Apalagi, just bear in mind, harga
batubara benchmark Newcastle sekarang ini stabil diatas US$ 100 per ton, dibanding hanya US$ 80-an per
ton setahun lalu. Kalau menurut penuturan manajemen, masih turunnya pendapatan KKGI di tahun 2017
adalah karena turunnya produksi (cuma 2 juta ton, turun dari 3.2 juta ton di tahun 2016), gara-gara
faktor cuaca (di Kalimantan sana hujan terus), dan keterlambatan perusahaan dalam membeli alat-alat
berat yang dibutuhkan. Tapi untuk tahun 2018 ini, seiring dengan lebih siapnya infrastruktur tambang,
dan cuaca yang lebih stabil, maka perusahaan mentargetkan produksi 3.5 juta ton. Jika ini terealisasi,
maka laba KKGI di tahun 2018 bakal lompat, demikian pula dengan sahamnya.

However, penulis masih ingat bahwa di awal tahun 2017 lalu, perusahaan juga mentargetkan produksi 4
juta ton untuk tahun tersebut, tapi nyatanya realisasinya cuma setengahnya. Sejak beberapa tahun lalu
juga KKGI sudah punya dua lokasi tambang baru dibawah bendera PT Loa Haur dan PT Kaltim Mineral,
tapi sampai sekarang dua lokasi tambang itu masih dalam tahap eksplorasi (jadi yang siap produksi tetap
hanya tambang dibawah PT Insani Bara Perkasa), Jadi mungkin untuk lebih amannya, sebaiknya KKGI ini
masuk watchlist saja dulu, dan kita tunggu dulu sampai Kuartal I 2018 ini, dimana kalau laba KKGI

TeguhHidayat.com
P a g e | 37

beneran lompat, maka baru kita boleh masuk. Sebelum Q1 2018 tersebut penulis kira KKGI hanya akan
mondar mandir di 400-an saja, tapi juga gak akan turun/balik lagi ke 300, karena adanya ekspektasi
lompatan laba tadi. Dan kalau LK selanjutnya nanti memang sesuai ekspektasi, maka barulah sahamnya
clear untuk investasi mid term. Secara teknikal pun, kalau nanti KKGI naik dan break-out level 500, maka
strong resistant berikutnya masih cukup jauh, yakni 900 (mengingat KKGI ini tidak terlalu likuid, maka
kalau nanti dia dapet gilirannya untuk naik, dia akan terbang dengan mudah).

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 414: BBB

19. Harum Energy 2017 2016 Change (%)


Assets 459 413 11.1
Current 315 268 17.4
Liabilities 64 58 9.7
Current 58 53 9.1
Equity 315 282 11.8
Earnings 193 148 30.6
Shares Volume 2,704 2,704 0.0
2017 2016
Revenues 326 217 50.0
Operating Profit 73 29 148.5
Net Profit for Company 45 13 239.2
Comp. Net Profit 55 18 207.8
EPS 0.017 0.005 246.4
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 2,720
Mkt Cap (billion Rp) 7,354
PER (X) 11.5
PBV (X) 1.7

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 495.9 486.9 1.8
EER 61.4 52.5 16.8
Current Ratio 545.1 506.6 7.6
ROA 12.0 4.3 177.0
ROE 14.4 4.7 203.5
OPM 22.4 13.5 65.7
NPM 13.9 6.1 126.2

Seperti halnya KKGI, HRUM juga merupakan salah satu top pick kita di sektor batubara sejak tahun 2016
lalu, dan sedikit berbeda dengan KKGI yang sempat absen di ebook ini, HRUM rutin masuk planning.
Terakhir di Kuartal III kemarin penulis mengatakan bahwa HRUM, yang ketika itu berada di level 2,300,
sebentar lagi bakal mencapai akhir dari periode konsolidasinya selama sekitar 1 tahun (antara Sept 2016
– Okt 2017, HRUM memang cenderung sideways dengan support kuat di 2,000), dan selanjutnya dia
berpeluang untuk naik, minimal sampai tembus resisten kuatnya di 2,570. Lalu best buying price-nya?
Well, secara teknikal maupun psikologis, ada support kuat bagi HRUM di 2,000, jadi kita bisa beli di harga

TeguhHidayat.com
P a g e | 38

yang sedikit lebih tinggi dari 2,000 tersebut, misalnya 2,050, 2,080, atau maksimal 2,100. Kebetulan
sekali, seiring dengan terjadinya foreign outflow di Desember 2017, HRUM ikut turun dan ternyata
memang benar: Penurunannya mentok di 2,040.

Kemudian, hanya sebulan selanjutnya, saham-saham batubara tancap gas di bulan Januari 2018, dan
HRUM ini termasuk yang lompatnya paling tinggi hingga sempat menyentuh 3,500 di bulan Februari, atau
naik 75% hanya dalam dua bulan. Dan meski HRUM kemudian turun lagi karena cerita DMO batubara, tapi
seperti yang penulis perkirakan (atau lebih tepatnya, saya harapkan), penurunannya tidak sampai
dibawah batas 2,570 tadi, yang sekarang menjadi supportnya. Karena terdapat ekspektasi bahwa HRUM,
seperti halnya KKGI, bakal membukukan kenaikan laba di tahun 2018 ini, maka posisi harga sekarang
(2,700-an) justru merupakan posisi enak untuk masuk. Sebab kalau misalnya HRUM saat ini masih berada
di 3,500-an, maka cepat atau lambat dia akan cooling down dulu. Tapi beruntung, karena adanya cerita
DMO tadi, maka cooling down-nya terjadi lebih cepat.

Jika dibanding KKGI, untuk HRUM ini penulis lebih optimis (bahwa laba perusahaan akan naik di tahun
2018) karena kinerja perusahaan sampai Kuartal IV 2017 memang tidak mengecewakan, dan karena HRUM
secara ukuran perusahaan serta reputasi memang lebih besar dan lebih baik dibanding KKGI. Plus, owner
HRUM yakni Kiki Barki, memang pengusaha batubara tulen dimana ia masih memiliki tiga perusahaan
batubara diluar HRUM, dan ini berbeda dengan KKGI yang dulunya justru cuma perusahaan lem kayu.
Seperti halnya KKGI yang masih punya dua lokasi tambang yang masih nganggur, maka HRUM juga punya
tiga lokasi tambang yang belum beroperasi, tapi bedanya, tiga lokasi tambang milik HRUM ini sudah siap
beroperasi, dan tinggal menunggu harga batubara bagus saja (dan memang sekarang harga batubara
sudah sangat bagus di level US$ 100 per ton). Thus, jika benar bahwa laba HRUM di Q1 2018 nanti bisa
kembali naik 50 – 100%, maka sahamnya minimal bakal ke 4,000.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 2,720: A

20. Mitrabahtera 2017 2016 Change (%)


Assets 240 261 (7.8)
Current 53 56 (6.5)
Liabilities 52 63 (17.6)
Current 9 43 (79.7)
Equity 179 188 (4.9)
Earnings 119 128 (6.9)
Shares Volume 1,750 1,750 0.0
2017 2016
Revenues 68 66 4.1
Operating Profit (9) (30) (70.1)
Net Profit for Company (9) (30) (70.4)
Comp. Net Profit (9) (30) (69.1)
EPS (0.005) (0.017) (70.2)
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

TeguhHidayat.com
P a g e | 39

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 695
Mkt Cap (billion Rp) 1,216
PER (X) (10.1)
PBV (X) 0.5

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 343.1 297.2 15.5
EER 66.4 67.9 (2.2)
Current Ratio 601.3 130.6 360.3
ROA (3.9) (11.5) (66.5)
ROE (4.9) (15.9) (68.8)
OPM (13.0) (45.3) (71.3)
NPM (12.9) (45.4) (71.5)

MBSS, seperti yang mungkin anda ketahui, adalah perusahaan kapal spesialis pengangkut batubara yang
merupakan anak usaha dari INDY, sekaligus sister company dari PTRO. MBSS ini mungkin menarik
perhatian banyak orang tidak hanya karena valuasinya yang murah (PBV 0.5 kali), tapi juga karena
sahamnya dalam 1 – 2 tahun terakhir ikut naik banyak (dulu MBSS ini cuma 300-an), biasanya naiknya
berbarengan dengan kenaikan dua sodaranya tadi. Dan actually, seperti halnya INDY dan PTRO, penulis
juga pernah memasukkan MBSS ini ke dalam planning ketika dulu sahamnya masih di 300-an, tapi terus
terang saya sendiri tidak benar-benar membeli sahamnya (kita cuma pernah beli INDY dan PTRO saja, dan
memang cuan), karena masih ragu sama kinerjanya yang, sampai sekarang, masih minus.

Namun belakangan penulis memutuskan untuk kembali memasukkan MBSS ini ke kedalam planning karena
beberapa pertimbangan berikut. Pertama, INDY, dan juga PTRO sudah naik sangat tinggi (sampai entah
berapa kali lipat), dan valuasi mereka juga sudah tidak terlalu atraktif lagi (PBV-nya sudah diatas 1 kali
semua). Sedangkan MBSS sejauh ini baru naik sekitar 100% dari posisi terendahnya, dan valuasinya pun
masih sangat rendah. Tapi menariknya, pergerakan INDY dan PTRO seperti ada yang ngejagain biar gak
turun lagi, dan MBSS otomatis ngikut (sekarang ada support kuat di 570). Dan kedua, dulu penulis sudah
masuk ke PTRO di harga 750, juga ketika laba perusahaan masih minus, tapi kita tetap masuk karena
melihat adanya ekspektasi bahwa kedepannya laba PTRO tersebut bakal plus juga, demikian pula
sahamnya bakal terbang (dan ternyata memang benar)

Sedangkan untuk MBSS ini, kemarin-kemarin penulis masih blank sama sekali soal gimana kinerjanya
kedepan, tapi untuk sekarang sepertinya kita sudah bisa melihat prospek MBSS: Rugi MBSS sekarang
tinggal US$ 9 juta (dari tadinya US$ 30 juta), dan pendapatan perusahaan sudah naik meski tipis. Artinya?
Yup, meski peluangnya masih agak fift-fifty (soalnya kalau melihat kinerja perusahaan kapal yang lain, di
tahun 2017 ini juga masih biasa-biasa saja), tapi karena risikonya juga rendah (ingat bahwa MBSS ini
sahamnya dijagain, dimana dia gak akan balik lagi ke 300/mentok-mentoknya di 600an), maka sahamnya
tetap worth it. Karena seperti halnya PTRO dulu, MBSS ini hanya perlu membukukan laba positif di Q1
2018 nanti barang US$ 2 – 3 juta, dan itu akan sudah cukup untuk mendorong sahamnya ke minimal 900 –
1,000. Soo, bagi anda yang kemarin sudah profit jumbo dari INDY dan PTRO, maka peluang jackpot
berikutnya mungkin terletak di MBSS ini. We’ll see!

TeguhHidayat.com
P a g e | 40

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BB


Rating Saham pada 695: A

21. Soechi Lines 2017 2016 Change (%)


Assets 587 556 5.4
Current 61 59 2.9
Liabilities 272 261 4.2
Current 76 58 31.5
Equity 314 295 6.5
Earnings 146 127 15.2
Shares Volume 7,059 7,059 0.0
2017 2016
Revenues 139 130 6.6
Operating Profit 35 38 (6.3)
Net Profit for Company 22 21 1.8
Comp. Net Profit 21 21 3.0
EPS 0.003 0.003 3.3
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 256
Mkt Cap (billion Rp) 1,807
PER (X) 6.1
PBV (X) 0.4

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 115.5 113.1 2.2
EER 46.5 43.1 8.1
Current Ratio 80.1 102.4 (21.8)
ROA 3.6 3.7 (2.3)
ROE 6.9 7.2 (4.5)
OPM 25.5 29.0 (12.1)
NPM 15.5 16.3 (4.5)

Seperti halnya MBSS, SOCI sebagai sesama saham perusahaan kapal juga menarik karena valuasinya yang
rendah, dan kinerjanya pun sekilas tampak lebih baik. However, dibanding MBSS dan juga beberapa
saham kapal lainnya, maka SOCI punya dua kelemahan. Pertama, dengan ROE hanya 6.9%, maka kinerja
SOCI di tahun 2017 ini sebenarnya gak bisa disebut bagus juga, dan ini sebenarnya mengecewakan
mengingat sebagai perusahaan kapal pengangkut minyak, harusnya laba SOCI bisa lebih besar mengingat
dalam dua tahun terakhir harga minyak sudah naik lumayan (dari US$ 27 ke 64 per barel). Kedua,
berbeda dengan saham-saham kapal lainnya seperti SMDR, TRAM, BULL, hingga MBSS yang sering tiba-tiba
naik banyak plus diwarnai cerita-cerita yang aneh-aneh di media, SOCI sahamnya adem ayem saja, serta
hampir gak pernah kedengaran ada cerita apapun, dan alhasil popularitasnya sangat rendah di mata
para trader. Yup, jadi kalaupun di Q1 2018 nanti laba SOCI naik lagi, tapi selama ROE-nya masih dibawah
15%, dan sahamnya tetap sepi seperti sekarang, maka penulis ragu dia bisa naik banyak. Karena berbeda
dengan katakanlah MBSS yang bisa naik banyak kalau sodaranya naik, SOCI ini cuma sebatang kara di
bursa/gak punya sodara sama sekali.

TeguhHidayat.com
P a g e | 41

Tapi Pak Teguh, lantas kenapa sampeyan tetap memasukkan SOCI ini ke planning? Well, karena dengan
PBV hanya 0.4 kali maka SOCI tetap terlalu menarik untuk diabaikan, dan kita pernah punya pengalaman
di BULL, MBSS, hingga SMDR dimana jika anda membeli saham-saham tersebut ketika PBV-nya masih 0.3 –
0.4 kali, maka anda akan memperoleh profit lumayan. Sementara secara fundamental, manajemen,
hingga kinerja historis, SOCI bahkan adalah yang terbaik dibanding tiga saham kapal tadi. Secara
teknikalpun, ketika SOCI dalam setahun terakhir turun lagi setelah kinerja perusahaan di 2017 tidak
sesuai harapan, maka penurunannya mentok di 232. Dan posisi SOCI sekarang, meski turun lagi dibanding
posisinya Januari lalu (288), tapi masih diatas 232 tadi (jadi level 232 itu sudah resmi menjadi bottom
bagi SOCI), lebih spesifiknya bertahan diatas level psikologis 250. Mengingat SOCI hanya turun pada
Desember 2017 dan Maret 2018, dimana pasar memang terkoreksi pada dua bulan tersebut, tapi ketika
pasar naik di bulan Januari 2018 maka SOCI juga ikut naik dari 232 hingga 288, maka bisa kita simpulkan:
Jika kedepannya pasar pulih lagi, atau minimal tidak lagi under pressure alias stagnan, maka SOCI juga
bakal kembali naik ke 290 – 300.

Sementara jika pada Q1 2018 nanti LK SOCI ternyata better than expected, maka tentu sahamnya juga
bisa naik lebih tinggi dari 300. Jadi, mari kita lihat lagi barang 1 bulan dari sekarang.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 256: AA

22. Alam Sutera R. 2017 2016 Change (%)


Assets 20,728 20,186 2.7
Current 2,318 3,082 (24.8)
Liabilities 12,156 12,998 (6.5)
Current 3,143 3,434 (8.5)
Equity 8,465 7,083 19.5
Earnings 5,924 4,580 29.3
Shares Volume 19,649 19,649 0.0
2017 2016
Revenues 3,917 2,716 44.2
Operating Profit 1,445 591 144.3
Net Profit for Company 1,380 509 171.2
Comp. Net Profit 1,378 521 164.7
EPS 70 26 171.3
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 386
Mkt Cap (billion Rp) 7,585
PER (X) 5.5
PBV (X) 0.9

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 69.6 54.5 27.8
EER 70.0 64.7 8.2
Current Ratio 73.7 89.8 (17.8)

TeguhHidayat.com
P a g e | 42

ROA 6.6 2.6 157.7


ROE 16.3 7.2 126.9
OPM 36.9 21.8 69.4
NPM 35.2 18.7 83.5

ASRI pertama kali masuk lagi planning penulis pada Kuartal II 2017 lalu (dua edisi, alias Agustus
2017/delapan bulan lalu), ketika itu sahamnya berada di level 354, dan kemudian dia sempat naik ke 420
pada Januari 2018 kemarin, tapi kemudian turun lagi ke level 386. Sekilas, profit sebesar hanya 9% dalam
waktu delapan bulan (dengan asumsi anda buy di harga 354 tersebut, dan masih hold saja sampai
sekarang) tentunya tampak mengecewakan, apalagi dibanding beberapa saham lain yang pernah dibahas
di Ebook ini yang beterbangan hingga diatas 100% dalam waktu kurang dari delapan bulan tersebut.
Namun kalau melihat fakta bahwa pasar saham Indonesia sebenarnya mengalami tekanan hebat, justru
setelah bulan Agustus 2017 dimana asing terus saja jualan jor-joran hingga Maret kemarin, dan itu
menyebabkan banyak saham-saham berjatuhan (jadi kalau bukan karena IHSG-nya ‘dijagain’, harusnya
IHSG sekarang sudah berada di level 4,700 - 5,000, atau lebih rendah lagi. Baca lagi tentang ‘koreksi
pasar yang tidak kelihatan’ disini: http://www.teguhhidayat.com/2017/09/asing-jualan-terus.html, dan
disini: http://www.teguhhidayat.com/2017/12/cara-membaca-arah-pasar-sekarang-ini.html), maka
kenaikan ASRI diatas sebenarnya relatif masih baik. Yup, jadi diluar saham-saham yang terbang, ada
banyak juga saham-saham yang justru nyungsep sejak Agustus 2017. In fact, dalam kondisi pasar yang
kondusif, misalnya pada Januari 2018 kemarin ketika asing sempat tidak jualan seperti bulan-bulan
lainnya, maka ASRI juga sempat naik banyak dari 336 sampai 420. Dan ketika pasar kembali under
pressure pada Februari serta terutama Maret 2018, maka ASRI hanya turun sedikit saja/tidak sampai balik
lagi ke 336 tadi.

Intinya, meski kinerja saham ASRI, dengan mempertimbangkan statusnya sebagai salah satu top pick
penulis di ebook ini, masih jauh dari harapan (target kita kemarin untuk ASRI ini adalah 550 – 600), tapi
itu semata karena faktor pasarnya saja, bukan karena kita salah analisa ataupun terjadi perubahan
fundamental, karena sampai Kuartal IV 2017 inipun, kinerja ASRI masih bagus as expected. Actually tidak
hanya ASRI, tapi kinerja emiten-emiten properti lainnya juga masih bagus semua, dan sahamnya juga
rata-rata masih naik meski pelan-pelan, dan itu selaras dengan apa yang pernah penulis disini:
http://www.teguhhidayat.com/2018/01/prospek-saham-properti.html (kalau belum baca, sebaiknya
baca dulu, agar mengerti industri properti itu sendiri). Untuk saat ini penulis bisa katakan bahwa belum
ada perubahan analisa bagi ASRI: Targetnya tetap 550 – 600. Jadi mudah-mudahan pasarnya, setelah
enam bulan terakhir digebuk asing terus, kedepannya mulai lebih stabil karena, frankly, cuma itu yang
dibutuhkan oleh ASRI agar sahamnya bisa naik. We’ll see.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: AA


Rating Saham pada 386: AA

23. Agung Podomoro L. 2017 2016 Change (%)


Assets 28,790 25,712 12.0

TeguhHidayat.com
P a g e | 43

Current 9,433 8,174 15.4


Liabilities 17,293 15,741 9.9
Current 7,220 7,655 (5.7)
Equity 8,783 7,509 17.0
Earnings 5,784 4,452 29.9
Shares Volume 19,365 20,500 (5.5)
2017 2016
Revenues 7,043 6,007 17.2
Operating Profit 2,182 1,245 75.2
Net Profit for Company 1,372 632 117.1
Comp. Net Profit 1,872 961 94.8
EPS 71 33 115.2
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 216
Mkt Cap (billion Rp) 4,183
PER (X) 3.0
PBV (X) 0.5

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 50.8 47.7 6.5
EER 65.9 59.3 11.1
Current Ratio 130.6 106.8 22.3
ROA 6.5 3.7 73.9
ROE 15.6 8.4 85.6
OPM 31.0 20.7 49.5
NPM 19.5 10.5 85.1

Ketika penulis mengatakan bahwa, diluar saham-saham yang naik banyak sejak Agustus – September
2017, maka ada banyak juga saham yang justru turun seiring dengan terjadinya koreksi-pasar-yang-tidak-
kelihatan, dan salah satu saham yang turun tersebut adalah APLN ini. Yup, September 2017 lalu APLN
sempat berada diatas 300, tapi sekarang dia berada di level 216, malah pada Desember 2017 kemarin
APLN sempet nyungsep sampai mentok persis di 200. Pergerakan APLN yang lebih fluktuatif dibanding
saham-saham properti lainnya bisa dipahami karena, berbeda dengan ASRI dkk, kinerja fundamental
APLN dari dulu terbilang fluktuatif dari kuartal ke kuartal, dimana pada Kuartal I labanya bisa tampak
naik, tapi di Kuartal II-nya labanya turun lagi. Ini pula sebabnya, berbeda dengan ASRI yang sudah tiga
edisi rutin masuk ebook ini, APLN di edisi Kuartal III kemarin malah sempat absen, dan itu bukan karena
reklamasinya dibatalkan bla bla bla (karena, seperti halnya cerita DMO batubara, itu cuma berita biasa
yang nanti juga dilupakan orang), melainkan karena itu tadi: Kinerjanya tidak konsisten.

Namun terlepas dari kinerjanya yang tidak konsisten tersebut, maka seperti yang pernah penulis
sampaikan di edisi Kuartal II 2017 lalu: APLN ini adalah saham yang hampir pasti bakal langsung kelihatan
setiap kali dia turun ke level 200 – 220, karena PBV-nya yang hanya 0.6 kali (sekarang malah cuma 0.5
kali) terlalu mencolok untuk sebuah saham likuid dari perusahaan yang juga cukup terkenal (siapa yang
gak tau Agung Podomoro??). Termasuk bulan Juni – Juli 2017 lalu ketika APLN ini turun sampai 187 karena
dihajar isu reklamasi, kesininya tetap saja dia naik lagi. Jadi, yap, anda sudah mengerti kenapa APLN ini

TeguhHidayat.com
P a g e | 44

kembali masuk planning: Karena sahamnya kebetulan sedang berada di level 200 – 220, jadi bukan karena
kinerjanya diatas tampak bagus (karena, sekali lagi, di Q1 2018 nanti bisa saja laba APLN turun lagi).
Kalau kedepannya pasar bisa sedikit lebih kondusif, maka APLN normalnya akan naik ke 270 – 300. Sedikit
berbeda dengan ASRI yang sepi-sepi saja, APLN ini termasuk saham yang ‘rame’ (analis banyak yang
merekomendasikan, demikian pula perusahaan banyak merilis berita lagi bikin apartemen bla bla bla)
setiap kali sahamnya naik tinggi, katakanlah ke 300 tersebut. Jadi mumpung sekarang ini sahamnya masih
sepi, maka itu artinya kita bisa akumulasi.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: A


Rating Saham pada 216: AA

24. Lippo Cikarang (current price: 3,150)

LPCK, seperti yang sudah diduga sebelumnya, kembali terlambat merilis LK, dan sahamnya sendiri
kembali turun dari 3,800-an k 3,100-an, dan penurunan itu tidak ada hubungannya dengan koreksi pasar
yang sudah disebut di analisa ASRI diatas, melainkan untuk LPCK ini analisanya memang ribet (dan sejak
Kuartal III kemarin, rekomendasinya untuk LPCK ini adalah wait n see saja dulu). Actually salah satu
alasan kenapa LPCK menarik untuk diperhatikan, dan makanya dia juga masuk ebook ini, adalah karena
valuasinya yang absolutely undervalue, dimana PBV-nya sekarang cuma 0.3 kali. Tapi juga terdapat
beberapa alasan khusus kenapa LPCK, yang pada awal tahun 2015 lalu berada di level 12,000-an,
sekarang malah tinggal seperempatnya, justru ketika industri properti mulai pulih.

Dan di edisi Kuartal III kemarin penulis sudah menyampaikan beberapa poin alasan tersebut:

1. Selain valuasinya yang murah, LPCK ini juga menarik karena track record kinerja historisnya,
serta statusnya sebagai penguasa Daerah Cikarang, Jawa Barat, yang merupakan lokasi properti
paling hot kedua di Indonesia setelah Serpong, Banten,
2. Diluar itu, ada kemungkinan bahwa kinerja laba bersih LPCK tidak hanya akan sekedar naik lagi,
tapi bahkan bisa lompat, yakni karena adanya megaproyek Meikarta,
3. Namun cerita Meikarta ini juga terbilang (atau lebih tepatnya dibuat) kontroversial, dimana ada
juga cerita proyeknya belum dapet izin bla bla bla,
4. Berbeda dengan mayoritas emiten properti lainnya, laba LPCK sampai Kuartal III kemarin masih
turun, dan ini aneh karena LPCK tidak punya masalah utang atau apapun, sedangkan
pembangunan rumah ruko apartemen di Cikarang sana juga mulai menggeliat (jadi ada
kemungkinan angka laba LPCK sengaja dibuat turun, terutama kalau melihat akun persediaan
unit-unit propertinya, yang melonjak dari Rp2.8 per akhir tahun 2016, menjadi 5.2 trilyun pada
Q3 2017. Atau dengan kata lain, unit-unit properti ini mungkin sengaja ditahan/tidak dijual
dulu), dan
5. Owner LPCK yakni Grup Lippo, punya karakter ‘gak mau berbagi’/saham dari perusahaan yang
mereka miliki bakal dikekepin sama mereka sendiri, terutama jika mereka tahu bahwa

TeguhHidayat.com
P a g e | 45

perusahaan yang bersangkutan bakal cuan besar. Selain LKnya yang tampak masih jelek (waktu
terbitnya juga dibikin telat), cerita Meikarta dibuat kabur, kemarin LPCK juga right issue pada
harga 3,800, yang bagi penulis, itu lebih mirip Grup Lippo ini average down di LPCK (saham LPCK
sebelumnya sengaja diturunin dulu, agar orang tidak mau membeli saham barunya di harga
3,800 tersebut, jadi right issue-nya mereka sikat sendiri).

Nah, dari kelima poin diatas, terutama poin terakhir, maka anda mengerti kenapa di edisi sebelumnya,
penulis bilang LPCK ini wait n see dulu. Tapi bagaimana untuk sekarang? Nah, kemarin right issue LPCK
sudah selesai, yang artinya kalau melihat poin no.5 diatas, sekarang sahamnya gak punya alasan untuk
turun lagi, dan kalau di Q1 2018 nanti laba LPCK akhirnya naik juga, maka tanpa dikerek pun LPCK bakal
naik dengan mudah. Penurunan sahamnya sendiri sejak Januari 2018 kemarin sudah mentok di level
psikologis 3,000, dimana kalau kita lihat lagi saham LPCK di tahun 2012 lalu, memang dia juga ada
support kuat di 3,000 – 3,200. Dan terakhir, berbeda dengan sebelum-sebelumnya dimana manajemen
hampir gak mau ngomong apapun soal Mekatro, tanggal 21 Maret kemarin LPCK akhirnya merilis press
release bahwa ada 10 institusi yang invest dalam bentuk membangun rumah sakit, sekolah dll, senilai US$
550 juta/Rp7 trilyun di Meikarta. Kalau perkiraan penulis benar, kedepannya bakal ada banyak lagi press
release seperti ini.

Kesimpulannya, meski memang tetap berbau spekulasi (kalau Om James bersabda, LPCK harus turun!
Maka ente juga bisa apa), sekarang ini anda sudah boleh nyicil LPCK, pelan-pelan saja. Seperti halnya
AISA yang ceritanya juga dibuat rumit dan simpang siur, tapi pada akhirnya sahamnya tetap naik, maka
LPCK juga mungkin gak akan langsung profit dalam waktu dekat, tapi jika semuanya sesuai perkiraan,
maka LPCK tetap menawarkan handsome profit dalam 1 tahunan kedepan.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: ?


Rating Saham pada 3,130: AAA

25. Kalbe Farma 2017 2016 Change (%)


Assets 16,616 15,226 9.1
Current 10,044 9,573 4.9
Liabilities 2,722 2,762 (1.4)
Current 2,227 2,317 (3.9)
Equity 13,281 11,909 11.5
Earnings 12,788 11,416 12.0
Shares Volume 46,875 46,875 0.0
2017 2016
Revenues 20,182 19,374 4.2
Operating Profit 3,241 3,091 4.9
Net Profit for Company 2,404 2,300 4.5
Comp. Net Profit 2,443 2,354 3.8
EPS 51 49 4.5
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value

TeguhHidayat.com
P a g e | 46

Current Price (Rp) 1,500


Mkt Cap (billion Rp) 70,313
PER (X) 29.3
PBV (X) 5.3

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 487.9 431.2 13.2
EER 96.3 95.9 0.5
Current Ratio 450.9 413.1 9.2
ROA 14.7 15.5 (4.9)
ROE 18.1 19.3 (6.3)
OPM 16.1 16.0 0.7
NPM 12.1 12.1 (0.4)

KLBF adalah salah satu saham big caps paling populer di BEI, dan memang kinerja fundamentalnya juga
sangat baik secara historis maupun kinerja terbarunya, tapi penulis sendiri hampir tidak pernah
memasukkan sahamnya ke dalam planning sejak terakhir kita cuan besar di saham ini, tahun 2012 lalu
(waktu itu KLBF naik dari 400 ke 1,200). Malah di bulan November 2015 lalu, ketika KLBF ini, seiring
dengan jatuhnya IHSG ketika itu, turun dari 1,700-an ke 1,300-an, penulis tetap say no ke sahamnya,
karena kita menganggap bahwa dia masih mahal. Anda bisa baca lagi ulasan tahun 2015 disini:
http://www.teguhhidayat.com/2015/11/kalbe-farma.html.

However, ketika di tahun 2016-nya pasar mulai pulih lagi, maka tidak seperti yang diperkirakan, KLBF ini
ternyata tetap naik hingga sempat menyundul 1,800 di bulan Agustus, atau terbang hampir 40% dalam
waktu kurang dari setahun (dan itu adalah kenaikan yang sangat buanyak untuk ukuran saham blue chip).
Dari pengalaman ketinggalan kereta inilah penulis mikir lagi: Mungkin valuasi KLBF tidak semahal
kelihatannya, karena memang biar bagaimanapun, dia punya nilai kualitatif berupa nama besar Kalbe,
serta reputasi manajemennya juga sangat sangat baik (owner Grup Kable, Dr. Boen, dikenal sebagai
pengusaha dermawan yang masih mau meluangkan waktunya untuk kasih kuliah kedokteran di kampus-
kampus). Kemudian balik lagi: Meski kita katakan bahwa valuasinya mahal, tapi tetap saja kinerja KLBF
sangat konsisten naik terus, dan diperkirakan akan terus naik di masa yang akan datang. Jadi sahamnya,
seperti halnya UNVR, secara fundamental tidak punya alasan untuk turun.

Dan kalau sewaktu-waktu KLBF ini turun juga, misalnya karena koreksi pasar, maka itu akan selalu
menjadi kesempatan bagus untuk beli sahamnya, kemudian hold saja untuk jangka panjang. Yup,
sebelum sahamnya turun di Semester II 2015 karena koreksi pasar ketika itu, di tahun 2013 juga KLBF
pernah jeblok sampai 1,100-an, juga karena koreksi pasar, tapi di tahun 2014-nya dia naik lagi sampai
1,800-an. Memasuki tahun 2018 ini, kita tahu bahwa pasar saham Indonesia juga (sebenarnya) terkoreksi,
tepatnya sejak Agustus – September 2017 lalu, dan KLBF juga termasuk yang turun dari 1,700-an hingga
kemarin mentok di 1,430. Dan ini artinya? Betul sekali: Dengan asumsi koreksi pasar ini pada akhirnya
akan berakhir juga, maka kita bisa buy KLBF ini di kisaran harga sekarang, untuk kemudian diamkan saja
dimana dalam setahun kedepan, dia bisa menghasilkan profit setidaknya 20%, dengan risiko yang sangat
rendah.

TeguhHidayat.com
P a g e | 47

Rating Kinerja pada Tahun 2017: AA


Rating Saham pada 1,500: A

26. Tempo Scan P. 2017 2016 Change (%)


Assets 7,435 6,586 12.9
Current 5,049 4,385 15.1
Liabilities 2,353 1,951 20.6
Current 2,003 1,653 21.1
Equity 4,797 4,582 4.7
Earnings 4,205 3,915 7.4
Shares Volume 4,500 4,500 0.0
2017 2016
Revenues 9,565 9,138 4.7
Operating Profit 634 692 (8.3)
Net Profit for Company 544 536 1.4
Comp. Net Profit 462 527 (12.3)
EPS 121 119 1.7
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 1,625
Mkt Cap (billion Rp) 7,313
PER (X) 13.4
PBV (X) 1.5

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 203.9 234.9 (13.2)
EER 87.7 85.4 2.6
Current Ratio 252.1 265.2 (4.9)
ROA 6.2 8.0 (22.3)
ROE 11.3 11.7 (3.1)
OPM 6.6 7.6 (12.4)
NPM 4.8 5.8 (16.2)

Jika anda tertarik masuk ke saham farmasi namun masih ragu dengan valuasi KLBF diatas, maka mungkin
anda bisa mempertimbangkan TSPC sebagai alternatif. Secara popularitas maupun ukuran riil perusahaan,
TSPC sebenarnya tidak terlalu kalah dibanding KLBF, dan perusahaan juga rutin bayar dividen. Namun
likuiditasnya yang seret serta market cap-nya yang relatif kecil yakni hanya Rp7 trilyun (sepersepuluhnya
KLBF), dan kinerja perusahaan belakangan ini juga memang tidak se-moncer KLBF (padahal TSPC dulu
konsisten membukukan ROE diatas 20%) menyebabkan sahamnya kurang disukai baik itu oleh trader
maupun fund manager besar.

Tapi sisi baiknya, dengan PBV hanya 1.5 kali, atau jauh dibawah rata-rata valuasi saham sementara
kinerja perusahaan juga tidak sejelek itu, dan perusahaannya juga gak pernah punya problem serius (jadi
TSPC ini berbeda dengan, katakanlah, AISA), maka sahamnya. Sebenarnya ketika TSPC, seiring dengan
koreksi IHSG ketika itu, bablas turun dari 4,750 hingga mentok di 1,500-an, September 2015 lalu, penulis
sempat menganggap bahwa sahamnya mungkin menawarkan value opportunity, terutama karena ada
prospek terkait booming BPJS Kesehatan (pernah kita bahas disini:

TeguhHidayat.com
P a g e | 48

http://www.teguhhidayat.com/2014/12/prospek-saham-farmasi-terkait-bpjs.html). Tapi karena


valuasinya masih tanggung (ketika itu PBV-nya 1.6 kali), dan kinerja TSPC juga memang lagi turun, maka
penulis putuskan untuk tunggu dulu, siapa tahu bisa dapet di harga 1,000 pas. Tapi seperti halnya KLBF,
TSPC ternyata naik lagi hingga 2,230 pada Oktober 2016, sebelum kesininya kemudian turun lagi, sekali
lagi, karena kinerjanya masih kurang bagus (dan juga karena pasarnya terkoreksi sejak Agustus –
September 2017 lalu).

Nah, jadi sekarang anda mengerti kenapa TSPC sekarang masuk planning: Meski kinerja TSPC sejauh ini
belum improve/prospek BPJS-nya tadi pada akhirnya tidak terealisasi, tapi aluasinya saat ini sedikit lebih
rendah dibanding September 2015 lalu. Jadi dengan asumsi kedepannya pasar saham mulai pulih, maka
TSPC juga bisa saja naik ke 2,300-an lagi dalam 6 – 12 bulan kedepan, dan itu adalah kenaikan yang lebih
tinggi dibanding jika KLBF naik dari 1,500 ke 1,800. Problemnya, karena sahamnya tidak likuid maka anda
tidak bisa pegang banyak. Namun jika anda beli KLBF untuk tujuan long term, maka tidak ada salahnya
jika anda juga membeli sedikit TSPC ini, sebagai diversifikasi.

Sekilas tentang perusahaan, TSPC adalah perusahaan farmasi pemilik merk-merk terkenal seperti Bodrex,
Neo Rheumacyl, Oskadon, dan Contrexin, dengan kinerja historis yang sebenarnya tidak kalah dengan
KLBF, hanya memang dalam 5 tahun terakhir TSPC seperti ketinggalan kereta dibanding Grup Kalbe, yang
sudah ekspansi kesana kemari dan rata-rata sukses semua, bahkan sudah punya rumah sakit sendiri (Mita
Keluarga/MIKA). Diluar farmasi, TSPC juga punya beberapa produk sabun mandi, pembersih lantai, dan
kosmetik, dan mungkin gara-gara kurang fokus inilah, kinerja TSPC belakangan jadi jalan ditempat.
Anyway, dengan mempertimbangkan intangiable asset berupa nama besar perusahaan serta merk-merk
produknya, dan juga valuasi sahamnya yang sangat murah dibanding saham-saham consumer lainnya,
maka kalau penulis adalah Warren Buffett, saya mungkin akan sekalian akuisisi saja TSPC ini, lalu
manajemennya diganti semua dengan orang-orang yang lebih baik (bisa bajak direkturnya KLBF juga),
kemudian selanjutnya tinggal duduk santai, tunggu perusahaan profit lagi. However, karena saya mungkin
baru bisa melakukan itu 20 – 30 tahun lagi, maka untuk sekarang kita balik lagi saja ke value investing:
TSPC ini murah, that’s it.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 1,620: AA

27. Lautan Luas 2017 2016 Change (%)


Assets 5,769 5,658 2.0
Current 2,578 2,633 (2.1)
Liabilities 3,898 3,979 (2.0)
Current 2,638 2,677 (1.4)
Equity 1,633 1,441 13.3
Earnings 1,047 915 14.4
Shares Volume 1,560 1,560 0.0
2017 2016
Revenues 6,597 6,438 2.5
Operating Profit 366 342 7.2

TeguhHidayat.com
P a g e | 49

Net Profit for Company 150 60 149.4


Comp. Net Profit 242 74 225.8
EPS 99 40 147.5
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 635
Mkt Cap (billion Rp) 991
PER (X) 6.4
PBV (X) 0.6

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 41.9 36.2 15.7
EER 64.1 63.5 1.0
Current Ratio 97.7 98.4 (0.7)
ROA 4.2 1.3 219.6
ROE 9.2 4.2 120.1
OPM 5.6 5.3 4.6
NPM 3.7 1.2 218.0

Sebagian dari anda mungkin masih asing dengan nama ‘Lautan Luas’, tapi kalau penulis sendiri, kita
pernah membeli sahamnya ketika perusahaan di tahun 2014 membukukan kinerja bagus/ROE-nya ketika
itu diatas 15%, sedangkan PBV-nya cuma 0.3 kali pada harga 350. Dan memang LTLS sukses besar dengan
naik sampai 900, masih di tahun yang sama. Tapi kesininya laba LTLS ternyata turun lagi, hingga
sahamnya pun balik lagi ke 320, pada Mei 2016. Kalau melihat latar belakang bisnis perusahaan di bidang
kimia (LTLS ini supplier bahan baku micin Ajinomoto, dll), dimana kinerja perusahaan bisa sangat
fluktuatif dari waktu ke waktu, misalnya kalau kurs Rupiah turun (soalnya LTLS memperoleh mayoritas
bahan bakunya dari impor), sedangkan pendapatannya tetap (karena, sebagai perusahaan yang tidak
langsung menjual produknya ke konsumen akhir, LTLS tidak bisa serta merta menaikkan harga jualnya ke
Ajinomoto, karena biasanya harga jualnya sudah terikat kontrak jangka panjang), maka penulis sejak
awal memang cuma niat mampir sejenak saja di LTLS ini, dengan memanfaatkan momentum kinerja
baiknya, tahun 2014 lalu (Catatan: Di dunia industri kimia tanah air, LTLS sebenarnya merupakan salah
satu perusahaan terbesar, termapan, dan punya belasan anak usaha, termasuk di bidang supplier farmasi
juga. Tapi bagi investor kita melihatnya simpel saja: Kalau profit perusahaan kecil, sedangkan nama
perusahaan juga tidak populer/orang awam gak akan tahu apa itu PT Lautan Luas, maka sahamnya tidak
bisa dihargai terlalu tinggi seperti katakanlah TSPC, apalagi KLBF).

Jadi ketika selepas tahun 2014 tersebut kinerja LTLS turun lagi, maka ya sudah, kita gak lirik-lirik
sahamnya lagi. However, penulis juga terlambat menyadari bahwa di tahun 2017 ini, laba LTLS naik lagi,
demikian pula sahamnya diam-diam sudah naik lagi dari 350 ke 450, 500, dan sekarang sudah 600-an
(penulis katakan diam-diam, karena kalau dibanding kenaikannya tahun 2014 lalu, kenaikan LTLS di tahun
2017 kemarin terbilang pelan-pelan). Sebenarnya penulis bukannya gak nyadar kalau laba LTLS naik,
cuma kita menganggap bahwa kalau ROE-nya masih dibawah 10%, sedangkan kita juga sudah hafal bahwa
laba LTLS yang naik tersebut bisa saja turun lagi di Kuartal berikutnya. Tapi yang tidak kita sadari

TeguhHidayat.com
P a g e | 50

adalah, sekarang ini sudah mulai banyak investor yang aware dengan value investing, jadi LTLS ini tetap
naik karena PBV-nya yang hanya 0.5 – 0.6 kali tampak sangat mencolok, dan PER-nya pun cuma 6.4 kali.

Anyway, berhubung LTLS naiknya belum terlalu banyak, sedangkan kinerjanya juga masih (agak) bagus,
maka mungkin kita belum benar-benar terlambat disini. Karena kalau misalnya di Q1 2018 nanti laba LTLS
masih lanjut naik, maka sahamnya terbang sampai 1,000 pun mungkin saja. Tapi kalau anda mau cari
aman, maka boleh juga tunggu dulu sampai LK LTLS untuk Q1 2018 itu keluar, just to make sure.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 635: A

28. P. K. Tjiwi Kimia 2017 2016 Change (%)


Assets 2,581 2,491 3.6
Current 705 599 17.8
Liabilities 1,584 1,554 1.9
Current 490 407 20.5
Equity 997 937 6.4
Earnings 280 254 10.4
Shares Volume 2,671 2,671 0.0
2017 2016
Revenues 1,012 997 1.5
Operating Profit 26 11 138.4
Net Profit for Company 27 8 256.9
Comp. Net Profit 28 (18) (250.4)
EPS 0.010 0.003 227.6
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 6,900
Mkt Cap (billion Rp) 18,433
PER (X) 53.6
PBV (X) 1.4

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 62.9 60.3 4.4
EER 28.1 27.1 3.7
Current Ratio 143.8 147.1 (2.2)
ROA 1.1 (0.7) (245.2)
ROE 2.7 0.8 235.5
OPM 2.6 1.1 134.9
NPM 2.7 0.8 251.6

Sebelum kita masuk ke pembahasan tiga saham terakhir, yakni TKIM, MAIN, dan GJTL, maka mungkin
perlu penulis ingatkan bahwa ketiga saham tersebut termasuk high risk, tapi disisi lain jika semuanya
berjalan sesuai skenario terbaiknya, maka profit yang diperoleh bisa sangat besar, dalam waktu yang
juga tidak akan terlalu lama/mid term. Jadi dengan catatan anda sudah mendiversifikasikan portofolio
dengan juga membeli saham-saham diatas yang risikonya lebih rendah, maka ketiga saham berikut ini
tetap layak dipertimbangkan. Okay, kita langsung saja.

TeguhHidayat.com
P a g e | 51

28. P. K. Tjiwi Kimia 2017 2016 Change (%)


Assets 2,581 2,491 3.6
Current 705 599 17.8
Liabilities 1,584 1,554 1.9
Current 490 407 20.5
Equity 997 937 6.4
Earnings 280 254 10.4
Shares Volume 2,671 2,671 0.0
2017 2016
Revenues 1,012 997 1.5
Operating Profit 26 11 138.4
Net Profit for Company 27 8 256.9
Comp. Net Profit 28 (18) (250.4)
EPS 0.010 0.003 227.6
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 6,900
Mkt Cap (billion Rp) 18,433
PER (X) 53.6
PBV (X) 1.4

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 62.9 60.3 4.4
EER 28.1 27.1 3.7
Current Ratio 143.8 147.1 (2.2)
ROA 1.1 (0.7) (245.2)
ROE 2.7 0.8 235.5
OPM 2.6 1.1 134.9
NPM 2.7 0.8 251.6

Salah satu saham yang paling fenomenal sepanjang tahun 2017 kemarin adalah INKP, dimana sahamnya
naik dari 900 hingga tembus 12,000 hanya dalam setahun, dan di Ebook ini kita juga sudah membahas
INKP tersebut sejak harganya di 2,700-an. Jadi, yap, meski ketika itu penulis juga kelihatannya
ketinggalan kereta karena INKP sudah naik 3 kali lipat (dari 900), tapi setelah mempertimbangkan banyak
hal, terutama setelah mengambil contoh saham TPIA yang juga terbang dari 3,000-an hingga tembus
20,000 (sebelum stocksplit) (analisa lengkap INKP bisa dibaca lagi di Ebook Kuartal III 2017), maka kita
simpulkan bahwa INKP mungkin bisa naik lagi. Termasuk di di edisi Kuartal III kemarin, penulis
mengatakan bahwa INKP, yang ketika itu sudah di 5,000-an, masih mungkin untuk naik lagi (how high can
you go??)

Dan ternyataaaa.. INKP kemudian beneran naik sampai tembus ceban! Pada titik ini penulis sudah tidak
berani lagi memasukkan INKP ke planning (logika saja: kalau anda beli INKP di harga sekarang, maka itu
sama seperti anda kasih duit gratis ke orang lain yang sudah beli sahamnya di harga 5,000, 3,000, atau
lebih rendah lagi), tapi yang menarik adalah, tak lama setelah INKP tembus level psikologis 10,000,
ternyata saudaranya yakni TKIM, ikut-ikutan terbang. Yup, akhir tahun 2017 lalu, TKIM masih di 3,000-
an, tapi sekarang dia sudah di 6,000-an, yang artinya dia sudah kompat 100% hanya dalam sebulan. Dan

TeguhHidayat.com
P a g e | 52

kalau kita tarik garis lebih panjang, maka setahun lalu TKIM ini juga masih di 1,000-an, yang itu berarti
dia naiknya nyaris berbarengan dengan INKP. Cuma orang memang sejak awal hanya melihat INKP, karena
secara laporan keuangan maupun valuasi, INKP memang punya alasan fundamental untuk TKIM.

Sedangkan TKIM ini, apakah ada faktor fundamental yang bisa menjelaskan kenaikannya? Well, kalau mau
jujur sebenarnya tidak ada. You see, kinerja TKIM biasa saja, utangnya besar, valuasinya pun tidak
murah-murah amat dimana PBV-nya sudah 1.4 kali, dan prospeknya pun gak jelas, karena seperti halnya
INKP, TKIM ini juga punya kinerja historis yang acakadut. But still, sahamnya naik banyak, sampai
sekarang juga masih naik, dan itu bahkan terjadi ketika pasar kurang kondusif. Dalam hal ini penulis jadi
ingat: Ketika TPIA terbang, maka saudaranya yakni BRPT, tak lama kemudian ikut terbang dengan
persentase kenaikan yang tidak kalah gilanya, hingga akhirnya TPIA dan BRPT jadi sama-sama mahal, tapi
toh sampai sekarang keduanya gak mau turun juga. Jadi, yap, jika INKP adalah TPIA, maka TKIM adalah
BRPT-nya. Thus, selama INKP tidak turun lagi, dan sampai sekarang memang dia masih diatas 10,000-an,
maka TKIM berpeluang untuk juga naik ke 10,000 tersebut.

However, kalau anda baca lagi tulisan diatas, maka akan jelas tampak bahwa penulis tidak memilih TKIM
ini berdasarkan kaidah value investing, melainkan cuma pake ilmu cocoklogi ala pasukan penyebar hoax
konspirasi politik di media sosial (dan terus terang, ini konyol). Jadi kalau anda mau main aman, maka
TKIM tetap tidak disarankan. Namun berhubung kita kemarin sudah cuan di INKP, maka bagi anda yang
mungkin masih pegang sahamnya, anda bisa pertimbangkan untuk pindah ke TKIM ini karena, let say
ternyata TKIM ini selanjutnya malah turun, maka secara keseluruhan anda masih cuan toh?

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 6,900: ?

29. Malindo Feedmill (current price: 705)

Hingga 3 April 2018, MAIN belum merilis LK-nya, tapi berdasarkan LK Kuartal III 2017, bisa penulis katakan
bahwa saham yang dulunya pernah menjadi favorit investor di BEI ini masih mencatatkan kinerja buruk,
dimana labanya anjlok lebih dari 90%, dari Rp233 milyar menjadi tinggal Rp3 milyar saja (kadang-kadang
kalau laba perusahaan turun hingga mendekati nol seperti itu, maka itu justru kelihatannya gak bagus.
Jadi mending rugi sekalian).

Dan sayangnya penulis sendiri juga masih tidak punya clue, soal apakah kedepannya kinerja MAIN bakal
bagus lagi, karena presentasi public expose perusahaan juga tidak menjelaskan apapun/sepertinya
manajemen tetap hanya menjalankan usaha seperti biasanya saja, malah mereka cenderung mengeluh
kenaikan nilai tukar Rupiah (yang bikin harga jagung impor naik) bla bla bla. Dan dengan valuasi yang
juga masih tanggung (PBV 0.9 kali, sedangkan di ebook ini kita sudah bahas banyak saham lain yang
valuasinya jauh lebih murah), maka sekali lagi, belum ada alasan bagi MAIN ini untuk naik.

TeguhHidayat.com
P a g e | 53

Namun demikian, kalau kita bandingkan lagi MAIN dengan dua kompetitornya yakni JPFA dan CPIN,
dimana dua saham itu naik lagi padahal kinerja mereka juga sama terpuruknya, dan beberapa orang juga
penulis lihat mulai tertarik dengan saham ayam (terutama JPFA), maka penulis mulai melihat MAIN ini
dengan cara yang berbeda, terutama karena MAIN juga dulu punya kinerja historis yang sama bagusnya
dengan CPIN dan JPFA, valuasinya pernah premium pada PBV 3 – 4 kali, dan harganya sekarang bahkan
sudah lebih rendah dibanding ketika penulis menemukan MAIN ini pertama kali tahun 2011 lalu, di harga
900-an. Intinya, ketika orang-orang hendak masuk ke CPIN dan JPFA tapi kemudian ragu karena valuasi
keduanya juga masih mahal, maka mereka mungkin akan beralih ke MAIN, sehingga cepat atau lambat
MAIN ini bakal naik juga, terutama karena sahamnya sekarang juga masuk ‘grup undervalue’ dengan PBV
nol koma sekian. Yang juga penulis perhatikan, setelah sebelumnya terus saja turun dengan volume yang
kecil (dua setengah tahun lalu, MAIN ini masih diatas 2,000), maka sejak awal 2018 ini saham MAIN mulai
rame/likuid, tapi entah kenapa gak naik juga (meski disisi lain, gak turun lebih lanjut/mentok di 700).
Biasanya sih, ini merupakan indikasi ada investor besar yang kumpulin sahamnya.

Dan actually, satu-satunya peristiwa yang dibutuhkan MAIN untuk bisa naik adalah jika nanti di Q1 2018,
labanya ternyata naik. Jadi, yap, meski penulis tidak bisa katakan bagaimana kira-kira kinerja MAIN di LK
berikutnya nanti, tapi jika skenario diatas yang terjadi, maka sahamnya bakal naik minimal ke 1,000 –
1,200, dan barulah ketika itu dia mulai ramai (jadi anda sudah curi start sebelumnya). Disisi lain jika
kinerja MAIN tetap saja seperti sekarang, maka ya sahamnya gak jadi naik, dan mungkin anda harus cut
loss jika sahamnya kembali mencetak new low di 600-an. Thus, meski agak spekulasi, tapi MAIN ini tetap
lebih besar reward dibanding risk-nya sehingga sahamnya tetap memenuhi kaidah value investing.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: ?


Rating Saham pada 705: A

30. Gajah Tunggal 2017 2016 Change (%)


Assets 18,191 18,698 (2.7)
Current 7,168 7,517 (4.6)
Liabilities 12,502 12,850 (2.7)
Current 4,398 4,344 1.2
Equity 5,690 5,849 (2.7)
Earnings 4,248 4,220 0.7
Shares Volume 3,485 3,485 0.0
2017 2016
Revenues 14,147 13,634 3.8
Operating Profit 107 826 (87.1)
Net Profit for Company 45 627 (92.8)
Comp. Net Profit (141) 454 NM
EPS 13 180 (92.8)
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 810
Mkt Cap (billion Rp) 2,823
PER (X) 62.7

TeguhHidayat.com
P a g e | 54

PBV (X) 0.5

Ratios (%) 2017 2016 Change (%)


EDR 45.5 45.5 (0.0)
EER 74.7 72.2 3.5
Current Ratio 163.0 173.1 (5.8)
ROA (0.8) 2.4 (132.0)
ROE 0.8 10.7 (92.6)
OPM 0.8 6.1 (87.5)
NPM (1.0) 3.3 (130.0)

Meskipun sahamnya dalam dua tahun terakhir cenderung turun, tapi GJTL sejatinya merupakan salah satu
saham second liner paling popluer di bursa, karena selain perusahaan punya nama besar (siapa yang gak
kenal ‘Gajah Tunggal’ sebagai perusahaan ban lokal terbesar di tanah air?), di masa lalu GJTL pernah
juga memberikan keuntungan besar bagi investor. Malah ketika Pak LKH panen raya dari saham-saham
kecil di BEI pada market crash 2008, maka salah satu saham yang beliau beli adalah GJTL di harga 200-
an, sebelum kemudian dijual pada harga 2,000-an. Penulis sendiri awal tahun 2016 lalu pernah buy GJTL
ini di harga 700 – 900 setelah notice bahwa perusahaan kembali membukukan laba (sebelumnya GJTL
turun terus dari 2,000-an sampe mentok di 500, karena LK-nya memang rugi), dan sejurus kemudian dia
memang naik hingga 1,700. Sayang seribu sayang, memasuki tahun 2017 laba GJTL malah minus lagi, jadi
yo wis sahamnya kita tinggal, dan memang GJTL kemudian turun terus sampai 675, November 2017 lalu.

Dan sampai akhir tahun 2017 ini, kinerja GJTL masih belum improve lagi. Actually, rencana awal penulis
terhadap GJTL ini adalah tunggu saja sampai sahamnya mentok di 500-an, karena dulu di tahun 2015 juga
dia mentoknya disitu. However, setelah penulis notice bahwa:

1. PBV GJTL di harga sekarang sudah tinggal 0.5 kali,


2. Kita menemukan saham perusahaan otomotif lain, yakni IMAS (baca lagi ulasannya diatas), yang
tampak sangat menarik karena perusahaan berpeluang membukukan laba di tahun 2018 dan
memang sahamnya mulai rebound, sehingga mungkin GJTL ini juga bakal nyusul, dan
3. GJTL mulai ada gerakan naik meski masih pelan-pelan, yang ini artinya orang-orang juga sudah
notice bahwa GJTL ini sudah murah, dimana jika di Q1 2018 nanti labanya naik, maka ketika
itulah sahamnya bisa lompat, minimal ke 1,200.

Maka saya simpulkan: GJTL ini menarik, minimal sebagai watchlist saja dulu. Yang juga menarik adalah,
kinerja GJTL dari sisi nilai pendapatan sebenarnya masih aman-aman saja, namun penyebab minusnya
laba perusahaan di tahun 2017 ini adalah karena perusahaan punya utang obligasi US$ 500 juta di
Singapura, yang nilainya naik setelah kurs Rupiah melemah, dan selisih kenaikan utang obligasi tersebut
kemudian dicatat sebagai kerugian. Namun pada September 2017 lalu manajemen memutuskan untuk
melunasi sebagian utang obligasinya, lalu diganti dengan utang bank (jadi utangnya dibayar pake utang),
tapi kali ini sebagian utang bank tersebut adalah dalam Rupiah (jadi tidak semuanya Dollar seperti
sebelumnya), dan bunganya juga lebih rendah yakni cuma 4 – 5%, dibanding bunga obligasinya sebesar
7.75%. Nah, jadi dengan asumsi pendapatan jualan ban GJTL masih terus naik seperti biasa, maka untuk

TeguhHidayat.com
P a g e | 55

tahun 2018 ini perusahaan, seperti halnya IMAS, juga berpeluang untuk membukukan laba bersih karena
penurunan beban selisih kurs utangnya diatas, dan sudah tentu sahamnya juga bakal naik.

Sekilas tentang GJTL, perusahaan adalah bagian dari Grup Giti Tire, yang temasuk salah satu dari 10
perusahaan ban terbesar di dunia, dan GJTL itu sendiri termasuk perusahaan ban terbesar di Asia
Tenggara, termasuk dia jualan juga ke pasar ekspor hingga Eropa dan Amerika Serikat. GJTL merupakan
pemasok rutin ban untuk mobil-mobil Proton, Mitsubishi, Toyota, Daihatsu, Suzuki, Truk Hino, Isuzu, dan
Volvo, dan juga ban motor Honda, Yamaha, Suzuki, hingga Kawasaki. Perusahaan dari tahun ke tahun
terus meningkatkan kapasitas produksinya seiring dengan terus meningkatnya permintaan pasar, jadi
secara operasional, kinerja GJTL sebenarnya tidak ada masalah/pendapatannya naik terus. Cuma gara-
gara perusahaan dari dulu selalu punya utang obligasi yang gede, maka jadilah laba bersihnya kadang
suka jadi minus. Tapi setelah perusahaan me-refinancing utang-utangnya pada tahun ini, maka mari kita
lihat bagaimana nanti dampaknya di tahun 2018.

Rating Kinerja pada Tahun 2017: BBB


Rating Saham pada 810: AA

***

PENTING: Penulis menyusun ebook ini selama 1 minggu, namun Anda mungkin bisa membacanya dengan
cepat hanya dalam waktu kurang dari 1 jam. Namun untuk memperoleh hasil yang maksimal, termasuk
untuk menghindari misinterpretasi (salah pengertian) dari analisis-analisis yang disajikan, maka cobalah
untuk membacanya secara perlahan dan berulang-ulang, terutama untuk saham yang anda memang
berminat untuk membelinya.

Ebook kuartalan ini adalah seperti ‘cerita bersambung’, sehingga membacanya tidak akan lengkap tanpa
membaca edisi sebelumnya. Bagi pelanggan baru, anda masih bisa membaca/membeli ebook edisi
Kuartal III 2017 (edisi sebelum edisi yang sedang anda baca ini), pada harga diskon yakni Rp95,000,
sudah merupakan versi yang bisa di-print. Untuk memesan, anda bisa transfer ke (pilih salah satu):

Bank BCA 139.229.1118


Bank Mandiri 132.000.706.2087
Bank BNI 338.434.774
Bank BRI 0137.0101.0657.539
Semuanya atas nama Teguh Hidayat

Kemudian kirim email ke teguh.idx@gmail.com dengan subjek 'Ebook Kuartalan edisi lama'. Jangan lupa
sebutkan nama anda dan bank tujuan transfer, dan nanti ebooknya akan dikirim via email. Tersedia pula
Ebook Kuartalan edisi yang lebih lama (Kuartal II 2017, Kuartal I 2017, dan seterusnya), dengan harga
yang sama yakni Rp95,000 per edisi.

TeguhHidayat.com
P a g e | 56

Jika ada pertanyaan boleh kirim email ke teguh.idx@gmail.com

Disclaimer is ON.

Warning: Dilarang memperlihatkan atau mem-forward ebook ini kepada siapapun, termasuk rekan kerja
atau keluarga dekat anda, apalagi ke grup WA atau forum. Juga dilarang copy paste isi Ebook ini apalagi
untuk kepentingan komersial (kemarin sempat ada orang yang melakukan hal ini: Menyalin analisa yang
penulis buat, mengklaimnya sebagai miliknya sendiri, lalu menjualnya. And that is ridiculous!). Jika anda
hendak menunjukkan ebook ini ke teman anda, maka mintalah ia untuk membelinya (harganya Rp275,000
per copy) sesuai petunjuk di link ini: http://www.teguhhidayat.com/p/ebook-analisis-kuartal-i-2014.html.

Bagi anda yang sudah berlangganan untuk setahun kedepan, maka Ebook Kuartal I 2018 akan terbit dan
akan langsung dikirim ke email anda pada hari Selasa, 8 Mei 2018. Dan ebooknya nanti akan langsung
berisi analisa dari 30 saham pilihan.

Sedangkan bagi anda yang hanya berlangganan 1 edisi, atau berlangganan 1 tahun tapi sudah habis pada
edisi Kuartal IV 2014 ini, maka anda bisa membeli ebook Kuartal I 2018 diatas dengan harga yang masih
sama, yakni:

1. Rp250,000 u/ nonprint version, atau Rp800,000 u/ 1 tahun (Kuartal I – IV 2018)


2. Rp275,000 u/ print version, atau Rp900,000 u/ 1 tahun

Anda bisa transfer biayanya ke salah satu no rekening diatas (silahkan pilih BCA, Mandiri, BNI, atau BRI),
kemudian kirim email ke teguh.idx@gmail.com dengan subjek ‘Ebook Kuartalan’, atau ‘Ebook Kuartalan
Satu Tahun’, dan isi: Nama lengkap anda, print/nonprint version, bank tujuan transfer, jumlah transfer.
Contoh: Mohamed Salah, nonprint version, BCA, 250,007.

Kemudian nanti anda akan menerima email konfirmasi, dan ebooknya akan dikirim hari Selasa, 8 Mei 2018.

Merci!
Teguh

TeguhHidayat.com

Anda mungkin juga menyukai