Aset :
Kas : 200 Jt
Mobil : 300 Jt
Rumah : 1,5 M
Apabila dijumlahkan :2M
Apakah dengan memberikan list-list aset itu sudah cukup untuk melihat
kondisi keuangan kita? Jawabannya TIDAK.
Aset sendiri juga bisa didanai dengan hutang. Jadi belum tentu orang
yang punya banyak aset lebih kaya daripada orang yang punya aset lebih
sedikit. Di laporan keuangan itu dinamakan Liabilitas.
Liabilitas :
KPR : 1,2 M
Cicilan mobil : 200 Jt
Hutang lain-lain : 100 Jt
Apabila dijumlahkan : 1,5 M
Ekuitas :
Aset – Liabilitas
2 M – 1,5 M : 500 Jt
Current Ratio :
Aset Lancar / Liabilitas Jangka Pendek.
Oke, sekarang kita akan masuk ke laporan yang kedua yaitu Laporan
Laba Rugi. Di laporan laba rugi ini ada 2 komponen yaitu Pendapatan
dan Pengeluaran. Saya akan memberikan ilustrasi singkat :
Rasio yang penting pada Laporan Laba Rugi adalah berapakah Profit
Margin dari Perusahaan. Profit margin bisa kita tinjau dari :
Gross Profit Margin :
Laba Bruto / Pendapatan Bersih
Semakin tinggi Gross Profit Margin dan Net Profit Margin maka
perusahaan tersebut semakin efisien.
Doddy Bicara Investasi (Part 2)
Menganalisa Prospek dan Keunggulan Perusahaan
1. Return On Equity :
Laba Bersih Periode Berjalan Entitas Induk / Ekuitas Entitas Induk
(makin besar ROE makin baik)
2. Return On Capital :
Laba Usaha / (Ekuitas Total + Utang Berbunga)
(makin besar ROC makin baik)
*catatan : Laba Bersih PBEI pada ROE dijadikan setahun dengan, misal
karena ini Q3 berarti dikali 12 per 9 atau 4 per 3
Dengan menggunakan fitur dari stockbit, kita akan coba masuk untuk
melihat apakah perusahaan ini bertumbuh atau tidak. Kita bisa lihat di fitur
financials. Kita bisa lihat pertama dari :
1. Balance sheet atau neraca keuangan secara annual. Pertama
yang biasa saya cek itu adalah total ekuitas.
2. Income statement, kita bisa lihat total pendapatan, laba kotor, laba
usaha.
Untuk M yang terakhir ini saya terinspirasi dari suatu konsep yang
diberikan oleh salah satu investor ternama juga, yaitu Howard
Marks. Ia mengatakan bahwa ada yang namanya first level thinking
dan second level thinking.
Misalnya,
1st lvl thinking : Perusahaan ini bagus dan dia membeli
perusahaan tersebut.
2nd lvl thinking : Melihat bahwa pasar ini sangat antusias
mengenai perusahaan bagus tersebut jadi dia merasa bahwa
perusahaan tersebut mahal.
Contoh lain,
1st lvl thinking : Pertumbuhan sekarang lagi turun dan inflasi
lagi naik, sehingga dia memutuskan untuk menjual.
2nd lvl thinking : Melihat bahwa ketika semua menjual dalam
kepanikan maka dia akan berusaha untuk membeli.
Contoh lain,
1st lvl thinking : Perusahaan tersebut labanya akan jatuh,
maka yang dilakukan adalah dia akan menjual sahamnya.
2nd lvl thinking : Apakah virus corona selesai mall akan sesepi
ini, pasti jawabannya tidak. Bila membeli saat semua sudah selesai
maka kita tidak mendapatkan diskon sebagus ini. Jadi saya berani
membeli pada saat harga sedang rendah dengan harapan ketika
semua sudah selesai maka kita akan mendapatkan return tinggi.
Doddy Bicara Investasi (Part 3)
Memahami arti dari PER dan PBV
Kali ini saya akan membahas beberapa miskonsepsi atau salah
pengertian yang selama ini terjadi terkait dengan saham.
Miskonsepsi 1 :
Semakin tinggi harga saham, semakin mahal saham tersebut.
Kenyataannya nominal harga saham tidak berarti apa-apa...
tanpa dibandikan dengan indikator lainnya.
Kita bisa mengatakan bahwa suatu saham bisa lebih mahal dari
saham lainnya apabila PER nya lebih tinggi.
Tadi juga ada yang mengatakan argumen bahwa harga BBRI lebih mahal
dari BRIS karena PBV dari BBRI lebih dari 1 sedangkan PBV dari BRIS
kurang dari 1.
Price To Book Value Ratio :
Harga per lembar saham / Ekuitas (book value) per lembar
Miskonsepsi 2 :
Apabila PBV < 1 murah, PBV > 1 mahal, PBV = 1 wajar.
Ketika berjalan ke mall pada bagian food court, kalian bisa melihat dua
buah restoran.
Dimana restoran A tersebut sangat amat laris, karena restoran A
mempunyai nama besar dan punya orang yang rutin membeli
makanannya.
Dan restoran B, dimana restoran B ini sangat sepi pengunjungnya.
Pada video kali ini pendekatan yang kita gunakan adalah Relative
Valuation atau Nilai Relatif. Sebelum kita melihat definisinya lebih jauh
lagi mari kita gunakan suatu analogi sederhana.
Analogi Sederhana :
Apabila kita menanyakan harga suatu rumah di beberapa daerah. Harga
tanah berbeda walaupun luas tanahnya sama. Misalnya tanah di
Pakuwon City lebih mahal dari pada tanah di Keputih.
Kita tidak menggunakan PER atau PBV dari sektor maupun industri (data
ada di stockbit) tapi kita akan menggunakan PER atau PBV dari Bank BRI
(perusahaan yang dianalisa) itu sendiri di 10 tahun terakhir atau 5 tahun
terakhir.
Setelah mendapatkan data PER dan PBV 10 tahun terakhir, cari rata-
ratanya 5 tahun dan 10 tahun terakhir.
BAGIAN 2 : Menghitung Nilai Wajar Perusahaan
Yang kita lakukan adalah mengkalikan kembali PER dan PBV rata-rata
dengan EPS (Net Profit per Lembar). Jadi ketemu 4 nilai wajarnya.
Dari empat angka ini, opsi pertama yang sangat konservatif itu kita
memakai nilai terendah dari semuanya. Yang moderat atau rata-rata kita
memakai avarage dari keseluruhan.
Jika harga saham selama ini berada dibawah harga analisa kita berarti
sedang diskon.
Margin of Safety :
Adalah suatu persentase diskon yang kita tetapkan ketika kita membeli
suatu perusahaan tersebut didiskon berapa.
Tetapi kerugian meng set MoS terlalu tinggi adalah kita mungkin saja tidak
akan pernah membeli perusahaan tersebut karena perusahaan tersebut
tidak penah jatuh ke diskon 50%.
Cara Menghitung :
Misalnya MoS 15%, harga moderat 3880
Maka jika harga di bawah 3298 maka saya akan start membeli.
Seandainya kita ingin tahu harga saat ini diskon berapa :
Harga saat ini 2790, Harga moderat 3880
Diskon saat ini = 1 – (harga saat ini : harga moderat atau konservatif)
= 1 – (2790 : 3880)
= 0,280991 atau 28,10%
Pada analisa PWON ini kita menggunakan data historis di masa lampau,
dimana di masa lampau belum pernah terjadi kasus seperti ini. Apabila
kondisi seperti ini kita bisa melakukan modifikasi sedikit. Kita bisa
memakai Net Profit masa depan. Misalnya kita kalikan 0,7 karena kita
berasumsi akan ada penurunan di tahun 2020 ini, misalnya penurunannya
sekitar 30%. Maka yang terjadi EPS berubah sehingga harga wajarnya
akan turun.
Oke, sebelum masuk ke konsep Nilai Intrinsik saya akan coba kasih
ilustrasi. Misalnya kita ditawarkan suatu mesin pencetak uang yang
dijamin oleh suatu negara sehingga terjamin keamanannya. Mesin ini
akan menghasilkan uang, misalnya 100 Juta per tahun, setiap tahun atau
selamanya/tak terhingga.
Inti dari Intrinsic Valuation adalah kita proyeksi kas yang akan ada di
masa depan. Sehingga karena ini syarat akan asumsi, penting bagi kita
untuk membuat asumsi yang tidak terlalu optimistis.
Saya akan membagi aliran income ini menjadi 2 fase. Fase pertama
adalah fase proyeksi income 1-10 tahun dengan tingkat pertumbuhan
tertentu antara 0-15% p.a. Fase kedua saya akan menggunakan tingkat
pertumbuhan yang terbatas.
Langkah berikutnya yang tidak kalah penting, kita mendiskon kan aliran-
aliran kas tadi yang sudah proyeksikan ke nilai masa kini. Nahh, memang
terlihat simpel, tapi ada 3 komponen yang harus kita analisa dengan
sangat hati-hati.
EBIT
Earnings Before Interest Taxes. Mirip dengan laba usaha.
EBITDA
Earnings before interest, taxes, depreciation and amortization.
Laba Bersih
Kas dari Aktivitas Operasi
Free Cash Flow
Sebelum saya jelaskan apa yang saya pilih, kita akan coba memahami
kerangka berfikir dari aliran cash flow yang diterima oleh perusahaan.
Misalnya, cash flow terhadap keseluruhan perusahaan itu sebenarnya
kita bisa simbolkan sebagai Laba Usaha atau EBIT.
Kalau kita menggunakan Laba Bersih sebagai aliran kas kita maka diskon
rate nya menggunakan Cost of Equity. Sedangkan bagi pemberi pinjaman
itu menggunakan Cost of Debt. Tapi karena saya tidak mau ribet maka
yang saya lakukan hanya memilih Laba Bersih saja, sehingga diskon rate
saya akan mengikuti Cost of Equity. Jadi seberapa banyak hutang dari
perusahaan tidak akan saya masukkan dalam diskon rate saya.
Ada permasalahan tambahan lainnya yaitu :
Step 4 : Cari rata-rata laba yang sudah di time value of money kan
Bersambung...
(turu sekk)