Anda di halaman 1dari 102

Cara Melakukan Analisa Saham dan Contohnya

Analisa saham adalah senjata utama Investor saham. Tidak bisa tidak, ini harus dilakukan. Apakah melakukan analisa
saham ini sulit? Tidak juga. Yang penting adalah menggunakan akal sehat (common sense) saja. Jadi tidak perlu orang
yang jenius untuk bisa melakukannya.

Yang dibahas di sini adalah analisa fundamental, yaitu analisa yang mendasarkan pada fundamental bisnis perusahaan.
Fundamental meliputi kinerja keuangan perusahaan (aset, pendapatan, laba, pertumbuhan, dll) dan sesuatu di luar
perusahaan yang mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut (pelanggan, kompetitor, industri, ekonomi negara dan
dunia, dll).

Analisa fundamental ini digunakan untuk memilih saham yang akan dibeli untuk investasi jangka panjang. Menurut
saya, jangka panjang adalah 2 tahun ke atas. Di bawah itu saya kategorikan jangka pendek.
Dibedakan dengan analisa teknikal yang mendasarkan pada pergerakan harga saham. Analisa teknikal dipakai untuk
memilih saham untuk dibeli dalam jangka pendek (menitan, jam-jaman, harian, mingguan, bulanan). Karena buat
jangka pendek dan bukan mendasarkan pada fundamental perusahaan, maka trading saham jenis yang ini bukan
dikategorikan sebagai investasi tapi lebih sebagai trading untuk mendapatkan capital gain jangka pendek.
Investor (yang berfokus pada jangka panjang dan fundamental perusahaan) tidak wajib menguasai analisa teknikal.
Tapi merupakan nilai tambah ketika digunakan untuk melihat trend (tren naik atau tren turun) jangka panjang, tapi tetap
ya itu hanya nilai tambah saja bukan mandatory. Kenapa? Karena dalam jangka panjang harga saham akan mengikuti
kinerja fundamental bisnis perusahaan.

Pra-syarat untuk mampu menganalisa saham


1. Mengerti ke mana mencari informasi dan data:
 Website perusahaan
 Website IDX (bursa saham Indonesia)
 Web site penyedia informasi dan data
2. Mengerti dasar-dasar laporan keuangan:
 Balance Sheet (Neraca): Asset, Liabilitas, Equitas
 Income Statement (Rugi-laba): Pendapatan/ penjualan/ revenue, beban, laba
 CashFlow (Arus Kas): Operating, Investing, Financing
3. Mengerti rasio-rasio dalam analisa laporan keuangan:
 ROE
 Margin (Gross, operating, Net)
 Asset Turnover
 Financial Leverage
 DER
 Pertumbuhan (CAGR)
4. Mengerti cara melakukan valuasi (menghitung harga wajar) saham:
 Metode Relative PER
 Relative PBV
 Margin of Safety (MOS)
 PEG (PER dibagi Pertumbuhan EPS)
 Discounted Cashflow

Langkah-langkah menganalisa saham


Sebelum melakukan analisa lebih dalam dan detail, tentunya kita mencari dulu saham dengan screening awal sesuai
dengan kriteria yang kita pilih. Sebagai referensi silahkan baca Kriteria Memilih Saham.
Berikut ini langkah-langkahnya. Sebaiknya dilakukan semuanya. Jika analisa akan di-share ke pihak lain, perlu di-
highlight item-item yang menjadi keunggulan (competitive advantage), namun bisa di-skip item-item yang sudah
diketahui bersama atau sudah dianggap umum.

1. Lihat perusahaannya

 Bergerak di industri apa? Apa produknya?


 Siapa pelanggannya? Darimana mendapatkan revenue?
 Berapa lama menjalankan bisnis ini?
 Komposisi pemilik (pemegang) sahamnya?
 Bagaimana Manajemennya?
2. Lihat Surrounding (sekitarnya)

 Trend bisnis yang berpengaruh? Misalnya eCommerce, dll.


 Pengaruh dari situasi global? Ekonomi makro?
 Apakah ada kebijakan negara yang berpengaruh? Misalnya insentif untuk industri tertentu.
 Siapa saja competitor-nya?
3. Analisa Kinerja fundamental bisnisnya

 Yang paling penting berapa ROE-nya?


 Kontribusi ROE paling tinggi dari mana? Apakah dari Net Margin, Asset Turnover, atau financial Leverage?
 Apakah laba sebanding dengan Operating Cashflow? Untuk menelisik apakah labanya real atau hanya sebentuk
financial re-engineering.
 Apakah keuangannya sehat? Berapa DER? Utang berbunga terlalu besar?
 Faktor apa yang menjadi keunggulan (competitive advantage) nya?
4. Lihat pertumbuhan dan prospek ke depannya
 Apakah revenue (pendapatan) tumbuh?
 Apakah pertumbuhan laba melebihi pertumbuhan revenue?
 Apakah product-nya masih disukai pelanggan? Pemimpin pasar?
 Apakah ada competitor yang mengancam?
5. Lihat kinerja harga sahamnya

 Berapa kenaikan harga saham selama ini?


 Apakah kenaikan harga saham sebanding dengan pertumbuhan bisnis/laba?
 Apakah sahamnya liquid/aktif diperdagangkan?
6. Hitung harga wajar dan margin of safety (MOS)-nya

 Berapa harga wajar sahamnya?


 Berapa margin of safety-nya?
 Apakah harga saham murah atau kemahalan?
7. Buat kesimpulannya

 Apakah fundamental bisnisnya bagus, biasa saja, atau buruk?


 Apakah sekarang sudah layak untuk dibeli?
 Atau hanya dimonitor dulu sambil menunggu waktu yang tepat?
 Atau harus dihindari?
Rasio-rasio Penting untuk Investor dalam Analisa Laporan
Keuangan

Setelah dibahas dasar-dasar laporan keuangan, sekarang mari kita bahas rasio-rasio dalam analisa laporan keuangan
yang sangat penting untuk kita ketahui, sehingga semua keputusan investasi didasarkan atas analisa yang mendalam.
Item-item (akun) yang dipakai di rasio-rasio ini, semuanya telah ada di tulisan dasar-dasar laporan keuangan tersebut.
Berikut adalah rasio-rasio yang akan dibahas di artikel ini. Silahkan klik link untuk langsung skip ke bagian yang
dikehendaki:

1. ROE, Rasio Keuntungan atas Modal


2. Analisa Dupont: Komponen-komponen ROE
3. Rasio Kesehatan Perusahaan
4. Efektivitas dan Efisiensi Operasional Perusahaan
5. Pertumbuhan (Growth)
6. Membandingkan dengan Kinerja Kompetitor atau Industri

1. ROE, Rasio Keuntungan atas Modal


Dari sisi investor, rasio yang paling penting adalah ROE (Return on Equity). Dalam banyak kesempatan disebut
juga ROI (Return on Investment). Ini menunjukkan seberapa besar hasil yang didapatkan oleh investasi modal.
ROE = Net Profit (laba bersih) / Equity
Perusahaan yang menguntungkan akan menghasilkan ROE yang besar. Secara umum ROE mestinya lebih besar
daripada bunga bank, karena kalau ROE lebih kecil dari bunga bank, maka buat apa capek-capek menjalankan
perusahaan kalau dengan diam saja dapat hasil dari bunga bank.

Rasio-rasio sejenis (seperti ROA, ROCE, ROIC) merupakan turunan dari ROE. Biasanya dipakai untuk menganalisa
lebih dalam tentang competitive advantage; di mana analisanya dibandingkan dengan kompetitor, market, sektor, dan
bahkan antar negara.
Lebih detail tentang ROE ini, silahlan baca artikel ROE adalah Rasio Paling Penting No 1 untuk Analisa.

2. Analisa Dupont: Komponen-komponen ROE


Rasio ROE di-breakdown ke dalam beberapa aspek penyusunnya. Dan aspek-aspek penyusun ini mewakili bagian-
bagian yang sangat krusial di perusahaan.

 Net Margin: Rasio Keuntungan atas Penjualan


 Asset Turnover
 Financial Leverage (Equity Multiplier)
ROE = Net Profit / Equity

= (Net Profit / Equity) x (Revenue/Revenue) x (Aset/Aset)

= (Net Profit / Revenue) x (Revenue/Aset) x (Aset/Equity)

= Net Margin x Asset Turnover x Financial Leverage


Lebih detail tentang ini, silahlan baca Rasio-rasio lain yang mempengaruhi ROE: Net Margin, Asset Turnover,
Financial Leverage

3. Rasio Kesehatan Perusahaan


Sebagian besar merupakan rasio-rasio dalam akun di balance sheet, yang merupakan trade-off dari utang (liabilities).
Karena utang kalau dimanage dengan baik maka akan sangat menguntungkan, sementara itu kalau salah manage akan
jadi bumerang.

3.1. Rasio Kesehatan Perusahaan – Liquiditas

Merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.

Current Ratio (Rasio Lancar)


= Current Assest / Current Liabilities
Sebagai guidance awal, ukuran kesehatan adalah Current Ratio > 2. Namun ini bukan ukuran mati, tergantung juga dari
kemampuan perusahaan dalam memanage bisnisnya.

Quick Ratio
= (Current Assest – Inventory) / Current Liabilities
Ukuran ini lebih liquid daripada Current Ratio
Cash Ratio
= Cash / Current Liabilitis
Lebih liquid lagi daripada Quick Ratio

3.2. Rasio Kesehatan Perusahaan – Solvabilitas

DER (Debt to Equity Ratio)


= Liabilities / Equities
Merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya. Sebagai guidance awal,
umumnya perusahaan yang sehat mempunyai DER < 1. Sebenarnya yang perlu lebih di-highlight adalah komponen
DER dari utang yang berbunga, sementara itu utang tanpa bunga justru malah membuat banyak manfaat (seperti
dibahas dalam Financial Leverage di atas).
Perusahaan-perusahaan besar dan super kuat seperti Unilever (UNVR) mempunyai DER yang besar. Namun sebagian
besar liabilitas tersebut adalah hutang dagang yang tidak berbunga. Sementara itu komposisi hutang yang berbunga
sangat kecil. Oleh karena itu DER perlu disesuaikan dengan menghitung liabilities dari hutang yang berbunga (interest-
bearing liabilities) saja;
DER = interest-bearing liabilities / Equities

4. Efektivitas dan Efisiensi Operasional Perusahaan


Days Payable Outstanding (DPO), menunjukkan rata-rata berapa hari perusahaan membayar utang kepada para
pemasoknya (vendor/supplier).
DPO = Number of Days x Account Payable / Cost of Sales

Account Payable adalah Utang Usaha (utang dagang), ada di Laporan neraca (balance sheet) bagian utang lancar
(current liabilities). Cost of Sales (Beban pokok penjualan) ada di Laporan rugi-laba (income) yang terletak tepat di
bawah Penjualan (revenue). Number of Days adalah jumlah hari kerja dalam satu periode, misalkan untuk laporan
tahunan adalah jumlah hari kerja dalam setahun yaitu 242 hari.

Days Sales Outstanding (DSO), Disebut juga Receivable Period, menunjukkan rata-rata berapa hari perusahaan
menerima pembayaran uang dari para pembelinya.
DSO = Number of Days x Account Receivable / Revenue

Account Receivable adalah Piutang Usaha (piutang dagang), ada di Laporan neraca (balance sheet) bagian Aset lancar
(current asset).

Selisih antara DPO dan DSO sangat penting untuk analisa efektifitas/efesiensi operasional perusahaan. Semakin tinggi
DPO, artinya semakin panjang waktu perusahaan membayar utangnya. Semakin kecil DSO, artinya semakin cepat
waktu perusahaan menerima pembayaran piutangnya. Semakin tinggi selisih antara DPO dan DSO, maka semakin
banyak uang cash yang dipegang oleh perusahaan, dan ini adalah uang cash yang didapatkan dari utang tanpa bunga
(utang dagang). Dan uang cash ini bisa dipakai oleh perusahaan sebagai modal kerja, sehingga perusahaan bisa
meminimalkan jumlah modal yang ditanam (equitas). Dan sebagai dampak selanjutnya adalah tentu saja meningkatkan
ROE. Ini nyambung dengan pembahasan Financial Leverage di atas.

5. Pertumbuhan (Growth)
Merupakan perbandingan antara kenaikan (penurunan) dengan nilai periode sebelumnya. Dinyatakan dalam percent.
Kalau nilainya positif itu berarti naik, dan kalau bernilai negatif itu berarti turun. Contoh:

Pertumbuhan profit tahun 2017

= (profit 2017 - profit 2016) / profit 2016

Selain pertumbuhan berdasarkan satu periode sebelumnya, juga tak kalah pentingnya adalah pertumbuhan dalam
periode jangka panjang yang mencakup beberapa periode. Yang dikenal dengan Pertumbungan Majemuk, atau
Compound Annual Growth Rate (CAGR). Lebih detail tentang CAGR ini saya bahas di Pertumbuhan Investasi bagai
Tabungan dengan Bunga Berbunga. Ringkasnya:
CAGR = ((NilaiAkhir/NilaiAwal)^(1/JumlahPeriode)) -1

Analisa pertumbuhan sering digunakan untuk memprediksi kinerja masa depan. Jika asumsi-asumsi bisa dibuat dan
fundamental perusahaan tidak banyak berubah, maka semakin besar kemungkinan kinerja masa depan akan seperti
kinerja selama ini (relatif lebih mudah untuk diprediksi).

Manfaat berikutnya adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi di perusahaan, apakah perubahan yang baik atau
perubahan yang buruk. Perhatikan contoh kasus berikut:

 Perusahaan A mempunyai kinerja pertumbuhan penjualan (revenue) 14 % dan pertumbuhan laba bersih (net
profit) 10%. Angka-angka yang bagus, menunjukkan bahwa perusahaan bertumbuh baik secara penjualan maupun laba.
 Namun ada yang perlu diperhatikan lebih. Ternyata untuk menghasilkan pertumbuhan laba sebesar 10%,
diperlukan pertumbuhan pendapatan sebesar 14%. Ini bisa jadi menunjukkan adanya ketidakefesienan di manajemen
perusahaan.

6. Membandingkan dengan Kinerja Kompetitor atau Industri


Bertujuan untuk mengetahui apakah kinerja kompetitor lebih bagus atau lebih buruk. Jika kompetitor lebih bagus, maka
perusahaan akan membuat strategi untuk mempertahankan bisnisnya agar tidak direbut kompetitor misalnya dengan
cara menurunkan harga jual ke pelanggan. Jika kompetitor lebih jelek, maka perusahaan bisa meningkatkan
profitabilitas misalnya dengan menaikkan harga jual ke pelanggan. Contoh analisa yang membandingkan kinerja
perusahaan dengan para kompetitornya: Perbandingan 4 Bank Terbesar: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI – Mencari yang
Terbaik.
Kompetitor umumnya adalah perusahaan-perusahaan yang berada dalam sektor atau industri yang sama, misalnya para
perusahaan distributor handphone (gadget): Erajaya (ERAA), Tiphone Mobile (TELE ), dan Trikomsel Oke (TRIO).
Namun kompetisi di jaman sekarang sudah semakin melebar jauh, tidak cuma dibatasi oleh sektor dan industri yang
sama. Para distributor handphone di atas, sekarang sedang menghadapi kompetisi dari eCommerce.

Jadi, dalam membandingkan kinerja perusahaan dengan kompetitor, perlu dibedah lebih dalam lagi siapa yang menjadi
kompetitor sebenarnya. Jangan-jangan yang selama ini dianggap kompetitor, itu sebenarnya bukan. Dan sebaliknya,
jangan-jangan yang tidak pernah dipikirkan sama sekali, itu adalah sebenar-benarnya kompetitor.
Jalan Sukses Investasi Saham

Kesimpulan
Rasio paling penting no#1 untuk investor adalah ROE. Ini adalah pusat dari semua perhatian investor. Selanjutnya yang
paling penting no#2 adalah pertumbuhan. Apakah perusahaan masih punya peluang pertumbuhan apa tidak.

Jika pertumbuhan tidak besar, maka investor bisa mengharapkan kompensasi dari ROE yang besar, seperti pada saham
Unilever (UNVR). Dan sebaliknya, jika pertumbuhan sangat besar, investor biasanya bersedia walaupun ROE tidak
besar. Dan yang sangat diharapkan oleh semua investor, kinerja ROE besar dan pertumbuhan juga besar.
Menganalisa kompetitor sangat penting. Karena dalam jangka panjang bisnis (pelanggan) bisa direbut secara pelan-
pelan oleh kompetitor tanpa begitu disadari.
Contoh Cara Membuat Analisis Fundamental Saham

Analisa Fundamental Astra International (ASII) – Besar dan


Mature

Sumber
gambar: website Astra
Salah satu perusahaan Blue Chip terbaik di Indonesia. Nilai asset dan Market Cap sangat besar. Pertumbuhan penjualan
sudah tidak fantastik lagi. Saham ASII dengan harga yang sekarang, masih belum menarik untuk dijadikan investasi.
Kita mesti menunggu waktu yang sangat tepat untuk memberikan kesempatan mendapatkan harganya yang lebih murah.
Didirikan pada tahun 1957 oleh William Soerjadjaja. Go Public tahun 1990, kode saham ASII. Penjelasan dan sejarah
tentang Astra secara sederhana bisa dibaca di Wikipedia. William Soerjadjaja tidak lagi menjadi pengendali Astra
ketika tahun 1993 menjual sebagian besar sahamnya. Saat ini pemegang sahamnya adalah Jardine Cycle & Carriage
Limited 50,11% dan masyarakat 49,89%.
Segment Bisnis , atau Struktur Group Astra meliputi:
 #1. Otomotif: Mobil (Toyota, Daihatsu, Isuzu, UD Trucks, Peugeot, BMW), sepeda motor (Honda), Komponen
(Astra Otoparts idx.AUTO), Lain-lain (Astra World)
 #2. Jasa keuangan/Financial services: Pembiayaan Mobil (ACC, TAF), Pembiayaan Motor (FIF Group),
Pembiayaan alat berat (SANF, Komatsu), Asuransi (Astra Life, Asuransi Astra), Perbankan (Bank Permata idx.BNLI).
 #3. Alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi: Mesin Konstruksi (United Tractor idx.UNTR, Acset
Indonusa idx.ACST, Kontraktor Pertambangan (PAMA), Pertambangan (Tuah Turangga Agung)
 #4. Agribisnis: Astra Agro Lestasi (idx.AALI)
 #5. Infrastruktur dan logistik: Jaringan Infrastructure (Astra Infra), Jaringan Logistik (Serasi Autoraya)
 #6. Teknologi informasi (IT): Astragraphia (idx.ASGR)
 #7. Property: Menara Astra, Astra Land, Brahmayasa, dll

Kinerja Bisnis per Segmen dan Konsolidasi tahun 2017


Data meliputi: Revenue, net profit, asset, liabilitas, ekuitas, ROE, net margin, asset turnover, financial leverage, growth,
revenue share, dan asset share.
Tabel 1. ASII – Kinerja per Segmen tahun
2017
Review Kinerja, diurutkan berdasarkan kontribusi profit:

 Segment #1 Otomotif yang paling menguntungkan dengan ROE 23%, kontribusi profit 39%, kontribusi revenue
46%, dan kontribusi asset 23%.
 Segment #3 Alat Berat ROE 16%, kontribusi profit 34%, kontribusi revenue 31%, dan kontribusi asset 27%.
 Segment #2 Jasa Keuangan ROE 13%, kontribusi profit 17%, kontribusi revenue 9%, dan kontribusi asset 31%.
Aset paling besar dengan komposisi liabilitas terbesar, ini adalah wajar di industri keuangan (perbankan) karena banyak
menghimpun dana nasabah sebagai liabilitas.
 Segment #4 Agribisnis ROE 11%, kontribusi profit 9%, kontribusi revenue 8%, dan kontribusi asset 8%.
 Segment #6 Teknologi Informasi ROE 19%, kontribusi profit 1%, kontribusi revenue 2%, dan kontribusi asset
1%.
 Segment #7 Property ROE 3%, kontribusi profit 1%, kontribusi revenue <1%, dan kontribusi asset 3%.
 Segment #5 Infrastruktur dan logistik ROE -1%, kontribusi profit -1%, kontribusi revenue 4%, dan kontribusi
asset 7%.
 Kinerja konsolidasi Astra ROE 15%
Kinerja Historical Fundamental Bisnis dari tahun 2008 – 2017
Data Laporan keuangan meliputi Asset, Liabilitas, Ekuitas, pendapatan/penjualan/revenue, laba kotor, laba usaha, laba
bersih. Rasio-rasio meliputi gross margin, net margin, ROA, ROE, Assest turnover, Financial Leverage, DER, payable
period, Receivable period. Keterangan (induk) pada ekuitas, laba bersih, dan ROE itu menunjukkan nilai yang
diatribusikan kepada entitas induk (dalam hal ini adalah pemegang saham Astra) setelah dikurangi dengan nilai untuk
non pengendali.
Tabel 2. ASII – Kinerja
Historical Fundamental Bisnis
Analisa yang pertama kali dilihat adalah ROE. Dari tahun ke tahun ROE menurun. Dengan teknik analisa Dupont, ROE
bisa dibreakdown lagi komponen-komponennya yaitu Net Margin, Asset Turnover, dan Financial Leverage. Dari tabel
2 di atas bisa dilihat bahwa selama bertahun-tahun perusahaan mampu menjaga Margin (baik gross maupun net) dan
Financial Leverage (struktur permodalan) tetap stabil. Idealnya, perusahaan yang bagus adalah yang marginnya naik
dari waktu ke waktu. Namun karena Astra ini sudah mature, bukan lagi perusahaan tumbuh, maka mampu
mempertahankan margin saja sudah cukup lumayan.
Sementara itu, terjadi penurunan Asset Turnover yang sebanding dengan penurunan ROE. Asset turnover
(Revenue/Asset) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menciptakan revenue,
kadang disebut juga “omset yang likuid”. Dari sisi bisnis, ini memang menunjukkan telah terjadi penurunan competitive
advantage. Cuma perlu dilihat lagi, di segment bisnis yang mana yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Sepertinya ini
lebih dikarenakan segment keuangan (lebih khusus lagi Bank Permata), dari tabel 1 di atas diketahui bahwa asset
segment keuangan paling besar (31%) sementara itu revenue hanya 9%.

Pertumbuhan Fundamental Bisnis


Data berikut adalah CAGR 1 tahun sampai 9 tahun, di mana acuannya adalah tahun 2017 ke belakang.

Tabel 3. ASII – Pertumbuhan


rata-rata (CAGR)
Untuk melihat pertumbuhan, yang paling penting adalah pertumbuhan jangka panjang, dari tabel 3 di atas data
terpanjang adalah 9 tahun. Lihat nilai CAGR 9 tahun, pertumbuhan pendapatan (9%) jauh di bawah pertumbuhan asset
(16%), sehingga asset turnover semakin lama semakin mengecil (seperti yang telah dibahas di atas). Untuk mengejar
pertumbuhan pendapatan dibutuhkan pertumbuhan asset yang lebih besar, menunjukkan perusahaan semakin tidak
efesien. Dari sisi pertumbuhan laba (11%), memang lebih besar daripada pertumbuhan pendapatan, namun tetap saja
pertumbuhan asset adalah paling besar.
Untuk pertumbuhan CAGR 1 tahun, itu adalah pertumbuhan YoY dari 2016 ke 2017. Memang sangat tinggi dan sangat
ideal di mana pertumbuhan laba lebih besar daripada pertumbuhan pendapatan, dan pertumbuhan pendapatan lebih
besar daripada pertumbuhan asset. Jadi kenerja bisnis tahun 2017 mulai membaik.

Kinerja Market dan Harga Saham

Tabel 4. ASII – Pertumbuhan


rata-rata Harga Saham
Kinerja harga saham terbaiknya terjadi pada tahun 2009 (229%). Itu terjadi setelah market crash pada tahun 2008.
Menjadi pelajaran buat kita, bahwa setelah terjadi market crash maka akan diikuti dengan kenaikan harga saham yang
luar biasa. Memang setelah tahun 2009 kenaikan harga saham mulai tidak fantastis lagi, namun tetap saja selama
sembilan tahun memberikan pertumbuhan majemuk (CAGR) 26%, termasuk luar biasa.
Graphic 5. ASII – Historical
Harga Saham
Pasca terjadinya krisis 2008, harga saham melonjak tinggi sampai tahun 2011. Namun ini tidak semata-mata karena
situasi psikologis market saham semata, kinerja bisnis pun (dari nilai ROE) memang sangat tinggi sampai tahun 2011.
Valuasi Harga Saham ASII
Mari kita pakai metode valuasi Relative PER. Dari tahun 2008 sampai 2017:

 rata-rata PER adalah 14,7.


 EPS tahun 2017 adalah 466
 Pertumbuhan/CAGR EPS = CAGR laba bersih = 11%
Ekspektasi Harga Saham 2018
= Rata-rata PER x EPS ekspektasi 2018
= Rata-rata PER x EPS 2017(1+CAGR)
= 14,7 x 466 x (1+11%)
= 7604
Data terakhir per 28 Mei 2018

 Harga Saham: 7175


 PER (annualized): 14,6
Margin of Safety
= (Ekpektasi Harga-Harga)/Harga
= (7604-7175)/7175
= 6%
Margin of Safety lumayan kecil, hanya 6%. Ini berarti di harga yang sekarang ini, saham ASII harganya tergolong
wajar.

Kesimpulan
Dengan ukuran bisnis yang sangat besar (tahun 2017 Asset 296 trilyun dan market cap 336 trilyun) dan pertumbuhan
yang lamban (CAGR pendapatan 9%) menjadikan Astra sebagai perusahaan raksasa yang sudah mature. Pertumbuhan
perusahaan yang sudah mature memang berada di sekitar angka segitu.

Profitabilitas Astra sudah termasuk bagus, di mana pertumbuhan laba (CAGR 11%) lebih tinggi daripada pertumbuhan
pendapatan (CAGR 9%). Namun pertumbuhan asset yang jauh lebih tinggi lagi (CAGR 16%) ini menunjukkan bahwa
perusahaan tidak terlalu efektif dalam mengelola assetnya, di mana dibutuhkan pertumbuhan asset sebesar 16% untuk
menumbuhkan pendapatan yang hanya 9%.

Dengan harga sekarang yang memberikan Margin of Safety (MOS) hanya 6%, menjadikan saham ASII tidak terlalu
menarik untuk investasi. Harga sahamnya wajar, namun bisnisnya tidak wonderful. Namun karena ini perusahaan yang
sangat kuat, tentunya akan relatif tahan terhadap berbagai krisis, sehingga akan tetap memberikan peluang investasi jika
harganya jatuh sangat rendah. Saya akan meng-consider untuk mulai invest saham ASII jika memberikan MOS paling
tidak 40%.

Catatan terakhir. Sebagai perusahaan konglomerasi yang segment bisnisnya sangat luas, untuk analisa yang lebih detail
memang mesti menganalisa per segmentnya. Riset selanjutnya adalah melakukan analisa pada perusahaan-perusahaan
tbk di bawah Astra (AUTO, UNTR, BNLI, AALI, ASGR, dan ACST). Juga melakukan valuasi harga wajar (nilai
intrinsik) saham ASII dengan metode Discounted Free Cashflow (DFCF).
Analisa Fundamental AKR Corporindo (AKRA) – Kembali ke Core
Business
PT AKR Corporindo Tbk, kode saham AKRA. Go public sejak 1994. Didirikan dengan nama PT Aneka Kimia Raya
oleh Soegiarto Adikoesoemo pada tahun 1977, yang sekarang menjadi presiden komisaris. Manajemen sekarang
dipimpin oleh Haryanto Adikoesoemo, sang anak, sebagai Direktur Utama. Menurut Forbes, Soegiarto saat ini menjadi
orang terkaya no#25 di Indonesia dengan total kekayaan US$1,35 milyar atau setara 18 trilyun rupiah lebih.
Pemegang saham adalah PT Arthakencana Rayatama (milik keluarga Adikoesoemo) 58,47%, manajemen 0,58%, dan
public 40,95%. Di Indonesia, perusahaan-perusahaan besar dan bagus kebanyakan dikendalikan oleh perusahaan
keluarga seperti AKRA ini.

Tulisan ini akan membahas hal-hal berikut:

 Bidang Usaha (Segmen bisnis) AKRA


 Kembali ke Core Bisnis – Divestasi non Core Bisnis
 Analisa Kinerja Perusahaan
 Analisa Kenerja per Segmen
 Analisa Pertumbuhan
 Analisa Kinerja Market AKRA
 Valuasi dengan Metode Relative PER
 Apakah Rugi dari bisnis distribusi BBM subsidi?
 Kesimpulan

Bidang Usaha (Segmen bisnis) AKRA


1. Utama(core): Perdagangan dan Distribusi Kimia Dasar. Berkontribusi 25% revenue, per 2017. Ini adalah bidang
usaha yang paling dulu dirintis.
2. Utama: Perdagangan dan Distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sejak tahun 2005, sebagai ekspansi atas keberhasilannya di sector Kimia Dasar. Untuk pasar industry dan retail.
Productnya baik BBM subsidi maupun non subsidi. Meliputi solar, bensin RON 92, oli bahan bakar, dan oli industry.
Berkontribusi 66% revenue.
3. Utama: Jasa logistic. Berkontribusi 3% revenue.
4. Manufacturing (pabrikan). Product-nya adalah perekat untuk industry kayu dan kertas. Berkontribusi 3% revenue.
5. Kawasan Industri dan Pelabuhan. Berkontribusi 3% revenue.
6. Kerjasama dengan British Petroleum (BP) untuk mengembangkan BBM ritel non-subsidi, dan BBM untuk
penerbangan (aftur). Akan beroperasi di tahun 2018.

Kembali ke Core Bisnis – Divestasi non Core Bisnis


Dengan tujuan strategis untuk focus dan mengembangkan bisnis utamanya (core), AKRA melakukan divestasi
bisnisnya di China, meliputi jasa logistic (angkutan dan pelabuhan) dan pabrik Khalista yang memproduksi sorbitol.
Selain itu juga mendivestasi bisnis batubara PT Bumi Karunia Pertiwi. Semua proses divestasi ini dimulai 2017 dan
akan selesai 2018.
Strategi pertumbuhan untuk tahun 2018 dan ke depannya adalah: mulai beroperasinya partnership dengan BP untuk
membuka POM Bensin (fuel retail outlet), mempertahankan kinerja bisnis Kimia Dasar, melakukan konsolidasi bisnis
BBM, dan meningkatkan penjualan dari Kawasan industry.

Sumber informasi dari Laporan Tahunan AKRA 2017 dan Corporate Press.

Analisa Kinerja Perusahaan


Data-data Laporan Keuangan meliputi: Balance sheet (total Asset, Current Asset, Fixed Asset, Total Liabilitas,
Liabilitas jangka pendek, Liabilitas jangka panjang, Equitas), Laporan laba-rugi (Pendapatan, Laba kotor, Laba usaha,
Laba sebelum pajak, Laba bersih), Cash Flow (Operating Cashflow, Investing Cashflow, Financing Cashflow, Free
Cashflow, Cash awal tahun, Cash akhir tahun), dan Rasio-rasio (Gross Margin, Net Margin, Asset Tunrover, Financial
Leverage, ROA, ROE, DER, Payable period, Receivable period).

Sebagai referensi, silahkan baca artikel berikut untuk istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan keuangan, dan metode
valuasi saham:

 Dasar-dasar Laporan Keuangan


 Analisa Laporan Keuangan – Rasio dan Indikator Penting untuk Investor
 Valuasi Harga Saham – Ukuran, Rasio, dan Metode
 Sumber-sumber Data [gratis] untuk Analisa
 Cara Melakukan Analisa Fundamental secara komprehensif dan Contohnya
Catatan:
Untuk Equitas, Laba Bersih, dan ROE adalah tambahan (induk), itu adalah nilai yang diatribusikan kepada AKRA
sebagai entitas induk dari anak-anak perusahaannya setelah dikurangi untuk kepentingan non pengendali. Dari
perspektif pemegang saham, nilai inilah yang akan dipakai untuk mengukur kinerja (seperti mengukur EPS, PER, dan
PBV) karena kepentingan non pengendali bukan merupakan dari bagian share holder. Biasanya kepentingan non
pengendali ini kecil makanya sering diabaikan; karena di case AKRA ini besar oleh karena itu tidak bisa diabaikan
begitu saja.
AKRA 2008 – 2017
In summary, ROE(induk) 16% itu cukup bagus. Bedakan ROE dan ROE(induk), lihat lagi catatan di atas tabel 1. Secara
lebih detail, kinerja ROE bisa di-breakdown dengan melihat kinerja Net Margin, Asset Turnover, dan Financial
Leverage.

Perusahaan juga mampu meningkatkan efektivitas modal kerja dengan mengeksploitasi selisih antara receivable period
dan payable period, lihat juga Analisa Fundamental Unilever yang membahas ini lebih panjang lebar.

Analisa Kenerja per Segmen

Tabel 2. Kinerja Per Segment


Dilihat dari ROA dan ROE, segment Perdagangan dan Distribusi memberikan return/laba yang sangat besar.
Bandingkan dengan Logistik dan Manufacturing. Divestasi Logistic dan Manufacturing dari bisnis di china tentunya
mempunyai dasar yang sangat kuat kalau dilihat dari perspektif ini. Sementara itu, ada prospek yang besar di segment
Kawasan Industri yang memberikan margin yang sangat besar.

Analisa Pertumbuhan

Tabel 3. Pertumbuhan Bisnis AKRA


Lihat pertumbuhan pendapatan (penjualan), dalam jangka 9 tahun tumbuh rata-rata (CAGR) 8% per tahun. Angka
pertumbuhan yang masih tergolong bagus mengingat sebagian besar pendapatan berasal dari bisnis Perdagangan dan
Distribusi yang sudah mature. Pertumbuhan laba bersih (23%) dan laba usaha (10%) yang lebih besar dari pada
pertumbuhan laba kotor (7%), itu juga menunjukkan hal yang bagus, di mana perusahaan semakin efesien dalam
menghasilkan laba. Meskipun perlu dicatat bahwa laba bersih banyak mendapat kontribusi dari divestasi, namun tetap
bahwa laba usaha lebih besar daripada laba kotor.
Analisa Kinerja Market AKRA

Tabel 4. Analisa Kinerja Market AKRA


Harga saham memberikan return pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) selama 9 tahun sebesar 28%, di luar dividen
saham yang beberapa tahun terakhir ini lebih dari 30% dari laba bersin (dividend payout ratio). Ini adalah angka return
yang besar untuk investor saham, bandingkan dengan return rata-rata investasi di saham Indonesia yang sebesar 18%.
Grafik Historical Harga
Saham AKRA
Dalam setahun terakhir, di bulan Oktober 2017 harga saham tertinggi adalah 8025. Per sekarang (4 Mei 2018) harga
saham turun 44% menjadi 4510. Sebuah gap yang sangat besar. Untuk kembali ke harga 8025 dari 4510, ada
opportunity gain sebesar 78%. Menarik.

Valuasi dengan Metode Relative PER


Menggunaka data 2008-2017
Harga Saham akhir 2017: 6350

Rata-rata PER (2008-2017): 18.5

Rata-rata Growth EPS: 15%

EPS 2017: 300

Ekspektasi Harga Saham 2018


= Rata-rata PER x Ekspektasi EPS 2018

= Rata-rata PER x EPS 2017 x (1+ Growth EPS)

= 18.5 x 300 x (1+15%)


= 6,386

Margin of Safety (MOS)


= (Intrinsic Value - Harga Saham) / Harga Saham

= (6386-6350)/6350

= 1%

Menggunakan data terkini (Dengan Update Data Laporan Keuangan Q1 2018)


Harga Saham 4 Mei 2018: 4510

Current PER TTM: 9.65

Rata-rata PER (2008-2018 TTM): 17.7

Rata-rata Growth EPS: 15%

EPS 2018 TTM: 285


Catatan: Kinerja Q1 2018, EPS TTM: 467. Di periode ini ada penerimaan yang besar dari pemasukan Divestasi
sebesar 729B, dibagi jumlah saham 4B menjadi 182/share. Karena ini adalah pendapatan non rutin, maka untuk
valuasi ini akan saya keluarka dari EPS. Sehingga EPS yang dipakai untuk valuasi = 467-182 = 285.
Ekspektasi Harga Saham
= Rata-rata PER x Ekspektasi EPS

= Rata-rata PER x EPS 2018TTM x (1+ Growth EPS)

= 17.7 x 285 x (1+15%)

= 5,808

Margin of Safety (MOS)


= (Intrinsic Value - Harga Saham) / Harga Saham

= (5808-4510)/4510

= 29%

Jadi, dengan melihat kinerja Q1-2018 dan harga saham saat ini (per 4 Mei 2018) 4510, dan valuasi harga wajar saham
AKRA adalah 5808, sehingga memberikan margin of safety 29%.
Seandainya hasil pemasukan Divestasi itu tidak di-exclude dari perhitungan, maka dengan EPS TTM: 467 akan
memberikan nilai harga dan margin of safety yang lebih besar.
harga wajar saham AKRA
= 17.7 x 467 x (1+15%)

= 9510

Margin of Safety
= (9510-4510)/4510

= 111%

Apakah Rugi dari bisnis distribusi BBM subsidi?


Catatan: bagian ini ditambahkan sebagai respon atas komentar dari Dimastio di bagian komentar terhadap artikel ini.
Terima kasih rekan Dimastio untuk feedback-nya.
Telah disampaikan oleh Manajemen bahwa AKRA merugi dari bisnis distribusi BBM subsidi.
Tentang kerugian mendistribusikan BBM subsidi, AKRA sudah menyampaikan bahwa secara umum AKRA masih
mendapatkan untung dari bisnis distribusi BBM secara keseluruhan (non subsidi dan subsidi) karena porsi BBM subsidi
hanya 10% dari total BBM yang didistribusikan oleh AKRA.

Analisa saya, sejak awal kontrak dengan pemerintah tentang distribusi BBM subsidi ini, tentunya sudah dihitung trade-
off nya, di mana AKRA berpotensi mendapatkan kerugian dari BBM subsidi namun tetap mendapatkan untung dari
BBM non subsidi. Ada potensi kerugian (yang sekarang terjadi) pada distribusi BBM subsidi, namun itu dikompensasi
oleh keuntungan dari distribusi BBM non subsidi.

Situasi ini mirip dengan yang dialami oleh Pertamina yang juga rugi dalam bisnis distribusi BBM subsidi ini, bahkan
angkanya sangat besar sekali. Namun pemerintah telah menyatakan bahwa secara Company (bukan cuma dari sisi
distribusi BBM subsidi saja) Pertamina mendapatkan kompensasi dari Pemerintah untuk mengelola Blok Mahakam
yang menguntungkan Pertamina.

Terasa ada kekurangjelasan dalam bisnis modelnya, karena adanya deal-deal khusus dengan pemerintah misalnya
tentang seberapa besar persentase BBM non subsidi atas keseluruhan BBM (subsidi + non subsidi) yang didistribusikan
oleh AKRA. Namun jika AKRA mampu membuat deal (negosiasi) dengan pemerintah, kekurangjelasan ini justru bisa
membawa peluang.

Kesimpulan
Harga saham di awal tahun 2018 ini jatuh, sebagai lanjutan dari kejatuhan sejak akhir 2017. Divestasi yang
menghasilkan nilai penjualan aset besar sehingga menyebabkan angka laba tinggi, tidak menjadikan harga saham naik
bahkan turun. Mungkin ini berkaitan dengan respons negatif market atas divestasi. Juga mungkin berkaitan dengan
berita meruginya AKRA dari bisnis distribusi BBM subsidi.

Overall dengan harga yang saat ini memberikan nilai PER yang lebih rendah daripada PER tahun 2017 dan tahun-tahun
sebelumnya, dan juga valuasi yang memberikan Margin of Safety yang lumayan, saya berencana untuk menjadikan
saham AKRA sebagai bagian dari portfolio InvestorSadar.
Komitmen perusahaan untuk kembali fokus ke core business, di mana selama ini yang memberikan keuntungan yang
lebih besar, memberikan tambahan alasan untuk ambil bagian sebagai pemegang saham perusahaan ini.

Analisa Fundamental Unilever (UNVR) – Perusahaan Terbaik di


Indonesia

Product (merek)
Unilever

PT Unilever Indonesia Tbk dengan kode saham UNVR, menghasilkan ROE di atas 100%. Kita akan menganalisa dari
mana kehebatan bisnis yang super ini berasal. Dan akan kita valuasi, apakah harga saham yang sekarang ini kemahalan
atau kemurahan untuk investasi.
Komposisi 85% saham dikuasai oleh Unilever Indonesia Holding dan 15% oleh masyarakat (public). Merupakan
perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) yang sangat dominan menguasai market share Indonesia. Memiliki
39 Brand Product yang diketagorikan ke dalam segment berikut:

 Home Care (Kebutuhan Rumah Tangga): Cif, Domestos, Surf, Rinso, Sunlight, Molto, Super Pell, Vixal, Wipol
 Personal Care (Perawatan Tubuh): Axe, Clouseup, Pepsodent, Dove, Lifebuoy, Lux, Pond’s, Rexona, Sunsilk,
Vaseline, Citra, Clear, Zwitsal, Fair & Lovely, TRESemme.
 Food and Drink (Makanan dan Minuman): Blue Band, Lipton, Royco, Walls, Bango, Buavita, Sariwangi
Segment Home Care dan Personal Care memberi kontribusi revenue 2017 sebesar 68%, sementara segment Food and
Drink sebesar 32%.
Kita semua tahu, bahkan walaupun tanpa menghitung angka-angka kinerja laporan keuangannya, Unilever adalah
penguasa pasar FMCG di Indonesia yang tak tertandingi oleh competitor manapun. Kita bisa lihat brand (merk)
Unilever ada di barang-barang yang kita pakai sehari-hari. Dapat dikatakan, siapapun memakai product-nya Unilever,
khususnya untuk Home Care dan Personal Care.

Data Laporan Keuangan Unilever Tahun 2008 – 2017


Analisa di artikel ini akan menggunakan data laporan keuangan Unilever berikut ini: Balance sheet (total Asset, Current
Asset, Fixed Asset, Total Liabilitas, Liabilitas jangka pendek, Liabilitas jangka panjang, Equitas) Laporan laba-rugi
(Pendapatan, Laba kotor, Laba usaha, Laba sebelum pajak, Laba bersih) Cash Flow (Operating Cashflow, Investing
Cashflow, Financing Cashflow, Free Cashflow, Cash awal tahun, Cash akhir tahun) Rasio-rasio (Gross Margin, Net
Margin, Asset Tunrover, Financial Leverage, ROA, ROE, DER, Payable period, Receivable period).
Tabel 1. Data Laporan Keuangan
Unilever tahun 2008 – 2017

Silahkan baca artikel berikut untuk istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan keuangan, dan metode valuasi saham:


 Dasar-dasar Laporan Keuangan
 Rasio-rasio Penting untuk Investor dalam Analisa Laporan Keuangan
 Ukuran dan Rasio dalam Valuasi Harga Saham
 Sumber-sumber Data [gratis] untuk Analisa

ROE yang sangat Besar – Kinerja Bisnis yang Luar Biasa


Sebagai investor, selalu focus ke ROE, karena ROE adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar pemegang saham
(pemilik equity) mendapatkan earning/laba perusahaan. Fantastik, ROE di atas 100%, dan terus naik dari waktu ke
waktu. Perusahaan seperti Unilever ini benar-benar telah menjadi mesin pelipat ganda uang. Mari kita lihat, dari mana
ROE yang sangat besar ini berasal.

ROA dari Net Margin dan Asset Turnover yang besar dan stabil

Seperti yang dibahas di Rasio Dupont, ROE = Net Margin x Asset Turnover x Financial Leverage. Dengan ROA = Net
Margin x Asset Turnover, maka ROE = ROA x Financial Leverage.

Dari tabel 1 di atas, Unilever berhasil menjaga Net Margin rata-rata 17%, dan Gross Margin 51%. Bisnis dengan
margin sebesar itu termasuk bagus. Apalagi di industry FMCG, angka margin tersebut termasuk sangat bagus. Sebagai
pemimpin pasar (Market Leader) Unilever mampu mempertahan margin yang tinggi, yang artinya bisa menentukan
harga product-product, tidak perlu membanting harga demi memenangkan persaingan.

Asset turnover rata-rata 2,3. Sehingga memberikan rata-rata ROA 39%. Asset turnover menunjukkan kecepatan
perusahaan dalam memanfaatkan asetnya untuk bisnis. Di sektor konsumsi, rata-rata asset turnover memang tinggi,
karena perputaran uang di sini sangat cepat, namun Unilever tetap jauh di atas rata-rata para kempetitornya.

Dalam jangka Panjang, Unilever berhasil menjaga Net Margin, Asset Turnover, dan ROA sangat stabil di angka rata-
rata tersebut. Sebuah kemampuan bisnis yang luar biasa, bertahun-tahun mampu mempertahankan daya saingnya
(competitive advantage).

Financial Leverage yang besar dan senantiasa Naik

Tidak hanya berhenti sampai di situ, dengan kehebatannya, Unilever meningkatkan profitability-nya lebih tinggi lagi
dengan mengekploitasi Leverage (utang). Financial Leverage sama dengan Asset/Equity. Rasio Financial Leverage-nya
sangat tinggi, beberapa tahun terakhir nilainya di atas 3, itu artinya sebagian besar asetnya dibiayai oleh utang. Dan
Tidak seperti Margin dan Turnover yang stabil, Financial Leverage ini naik terus dari tahun ke tahun.

Beban Bunga yang sangat kecil

Dari sisi yang lain, dengan bertambahnya hutang tentu saja akan menambah ancaman resiko dari beban hutang (bunga).
Namun di bisnis ada semacam threshold, di titik manakah hutang itu akan semakin meningkatkan return atau
memperpuruk kinerja? Titik itu ada di trade-off antara ROA[sebelum bunga] dan bunga pinjaman. ROA[sebelum bunga]
adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak (disebut juga laba usaha atau operating profit) dan total asset. Bunga
pinjaman adalah rasio antara beban bunga dan total hutang (liquidity).
Beban bunga berasal dari pinjaman bank maupun surat hutang. Dari laporan keuangan 2017, Unilever tidak punya
hutang jangka Panjang. Hutang jangka pendek kepada bank hanya berbunga sekitar 6%. Jangan lupa, utang dagang dan
utang pajak, itu adalah bentuk utang yang tidak berbunga. Dari tabel 1 di atas, lihat rasio DER sebesar 2,7 dan
DER(berbunga) sebesar 0,7. DER(berbunga) adalah rasio antara Hutang yang berbunga dan total liablity. Jadi total
beban bunga riel adalah
= Bunga pinjaman x DER(berbunga)/DER
= 6% x 0,7/2,7
= sekitar 2%
Jadi, dengan memperbesar komposisi hutang tanpa bunga (Hutang dagang), maka dampak dari bunga bank (6%) secara
riel menjadi semakin kecil (2%).

Modal Kerja yang sangat efesien

Dari tabel 1 di atas, lihat rasio Payable Period, Receivable Period, dan selisih antara Payable Period dan Receivable
Period. Payable periode menunjukkan berapa hari hutang dagang (kepada supplier) itu dibayar. Receivable Period
menunjukkan berapa hari piutang dagang (dari customer) diterima pembayarannya. Dari data diketahui bahwa
Receivable period lebih besar daripada Payable period, artinya Unilever mampu untuk mengulur waktu membayar
utang dan mampu untuk mempercepat menagih piutangnya. Artinya, Unilever memegang cash dari selisih waktu
tersebut. Dan lihat lagi, dari tahun ke tahun, selisih Payable dan receivable periode ini semakin besar. Itulah kenapa
Unilever tidak perlu hutang yang besar (dan juga tidak perlu menahan laba) untuk modal kerjanya karena uang cash
dari selisih Payable dan receivable period sangat besar juga untuk menambah modal kerja.

Mengembalikan semua keuntungan kepada pemegang saham


Unilever mengembalikan semua keuntungan kepada pemegang saham dalam bentuk Dividen. Dengan pertumbuhan
penjualan yang tidak terlalu agresif karena perusahaan sudah sangat mature, maka tidak diperlukan dana yang besar
untuk ekspansi. Logikanya, mestinya tetap ada sebagian laba yang ditahan untuk mensupport modal kerja buat
pertumbuhan penjualan meskipun tidak agresif tersebut. Namun, dengan kemampuannya untuk mendapatkan dana yang
lebih murah dari pinjaman seperti di bahas di atas (tentang Financial Leverage), maka Unilever mampu membayar
deviden dengan payout ratio 100%.

Analisa Pertumbuhan Bisnis Unilever


Tabel 2. pertumbuhan bisnis Unilever

Ada dua pertumbuhan yang perlu untuk di Analisa, yaitu YoY growth (YoY: Year on Year, tahun ini dibandingkan
dengan tahun kemarin) dan CAGR (Compound Annual Growth Rate, Rata-rata pertumbuhan per tahun). Orientasi YoY
adalah lebih kepada Analisa jangka pendek, untuk memonitor kinerja tahun per tahun. Sementara CAGR berorientasi
jangka panjang, misalnya CAGR 9 tahun adalah rata-rata pertumbuhan 9 tahun ke belakang (dalam case UNVR ini
adalah dari tahun 2008 sampai 2017).

Dalam menganalisa pertumbuhan bisnis, yang paling utama untuk dilihat adalah pertumbuhan penjualan
(pendapatan/omset), karena penjualan merupakan ukuran bisnis yang sebenarnya. Rata-rata pertumbuhan (CAGR 9
tahun) penjualan adalah 11%, cukup tinggi untuk ukuran bisnis sebesar (dan se-mature) Unilever. Namun pertumbuhan
setahun terakhir hanya 3%. Memang secara makro, sector konsumsi (Consumer industry) sedang mengalami tekanan.
Secara umum, dalam jangka yang lebih panjang lagi, ketika market sudah benar-benar saturasi, perusahaan besar
sekelas Unilever ini paling tidak akan tumbuh di sekitar pertumbuhan GDP Indonesia.

Sementara itu, pertumbuhan (CAGR 9 tahun) laba bersih adalah 13%, sama dengan pertumbuhan Aset. Seperti telah di
bahas di atas, dari ketahun ke tahun, Unilever selalu mempertahankan kinerja ROA yang stabil.

Dari tabel pertumbuhan ini kita juga bisa melihat strategi kebijakan permodalan perusahaan. Dengan pertumbuhan
(CAGR 9 tahun) asset yang 13% itu, pertumbuhan equity hanya 6%, komposisi permodalan perusahaan lebih
didominasi oleh hutang yang pertumbuhannya 17%. Sudah dibahas di atas juga, laba yang dihasilkan lebih banyak
dibagikan ke pemegang saham sebagai dividen daripada ditahan. Dengan kekuatan bisnisnya (dan daya
saing/competitive advantage yang hebat) menjadikan Unilever mampu mengeksploitasi hutang (Leverage) untuk
memaksimalkan keuntungan (ROE) nya.

Kinerja Harga Saham


Tabel 3. Kinerja Pasar dan Harga
Saham Unilever

Kehebatan bisnis Unilever tercermin dari pertumbuhan harga saham yang tinggi, di mana CAGR 9 tahun (dari 2008 –
2017) sebesar 24%. Bandingkan dengan pertumbuhan net profit, CAGR 9 tahun yang sebesar 13%, hampir setengahnya.

Untuk bisnis dengan ekspektasi market yang biasa saja, pertumbuhan harga saham biasanya akan sebesar dengan
pertumbuhan net profitnya. Namun karena luar biasanya bisnis Unilever, menyebabkan ekspektasi market semakin jauh
melebihi kinerja bisnis itu sendiri. Selain terlihat dari CAGR harga saham yang lebih tinggi dari net profit, terlihat juga
dari nilai PBV dan PER yang semakin tinggi juga.
Valuasi Harga Saham Unilever
Dengah melihat pertumbuhan harga saham yang hamper dua kali lipat pertumbuhan net profit, terlihat jelas sekali kalau
harga saham Unilever ini kemahalan. Mari kita lihat berapa valuasi harga wajar dari Unilever ini.

Metode relative PER

Harga ekspektasi saham UNVR tahun 2018


= Rata-rata PER x ekspektasi EPS tahun 2018
= Rata-rata PER x EPS tahun 2017 x (1 + rata-rata growth EPS)
= 39.2 x 918 x (1 + 13%)
= 40,550.
Catatan: Rata-rata PER yang dipakai adalah rata-rata dari tahun 2008-2017. Rata-rata pertumbuhan EPS = rata-rata
pertumbuhan net profit = CAGR dari tahun 2008-2017.
Dengan harga saham UNVR per 27 April 2018 yang sebesar 46,150, maka Margin of Safety (MOS) adalah
= (Intrinsic Value - Harga Saham) / Harga Saham
= (40,550 - 46,150)/ 46,150
= -12 %

Metode Discounted Free Cash Flow

Dengan asumsi pertumbuhan Free Cashflow 13% selama 10 tahun, dan 1% setelah itu (terminal growth); dan Discount
rate (WACC) 10%; diperoleh Intrinsic value 42,224. Lihat contoh menghitung Intrinsic Value dengan metode
Discounted Free Chasflow secara lebih detail pada valuasi saham Ultrajaya (ULTJ).
Margin of Safety (MOS) adalah
= (Harga Saham – intrinsic Value) / Harga Saham
= (42,224 - 46,150)/ 46,150
= -9%

Kesimpulan
Dari sisi manapun, Unilever adalah adalah perusahaan yang hebat. Namun dengan kinerja yang sangat superior tersebut
telah menjadikan harga sahamnya sangat mahal. Dua valuasi di atas memberikan Margin of Safety (MOS) yang minus.
Kalau di perusahaan yang kinerjanya biasa-biasa saja, saya mencari MOS yang cukup besar untuk bantalan keamanan.
Namun di perusahaan sekelas Unilever ini, MOS yang relatif kecil masih bisa saya terima, dengan catatan saya akan
membelinya sedikit demi sedikit, dan menambah jumlah pembelian ketika MOS semakin besar.

Catatan Kinerja Kuartal 1 (Q1) tahun 2018

Dibandingkan dengan periode yang sama (Q1) tahun 2017 lalu, penjualan Q1 tahun 2018 ini turun 0,9% dan laba bersih
turun 6,2%. Penurunan laba bersih inilah yang menyebabkan harga saham turun drastis. Sejak awal tahun 2018 ini,
harga tertinggi adalah 58100. Dengan harga sekarang 46150, maka telah terjadi penurunan sebesar 21%. Dan untuk
kembali lagi dari harga 46150 ke 58100, dibutuhkan kenaikan sebesar 26%.

Ada gap yang besar antara harga tertinggi dan harga sekarang ini. Dengan melihat historical harga saham UNVR ini,
setelah puncak rekor tertinggi tercapai dan kemudian harga turun, rata-rata butuh waktu satu tahun untuk kembali ke
harga tertinggi tersebut. Dengan pertimbangan analisa technical seperti ini, rasanya make sense untuk bertaruh di
UNVR demi 26% opportunity selama satu tahun. Lihat grafik history harga saham UNVR berikut ini untuk melihat
visualisasi gap/opportunity tersebut.
History Harga
Saham UNVR
Analisa fundamental Ultrajaya (ULTJ) – Investasi di “Wonderful
Company with Wonderful Price”

Investasi Terbaik di Perusahaan Terbaik – The Wisdom


Ultrajaya adalah penguasa market susu UHT dengan market share lebih dari 50%. Dengan produk adalannya Susu Ultra
Milk, disukai oleh semua golongan usia. Terbukti berhasil mengembangkan bisnis dari dulu (sejak tahun 1971). Dengan
potensi market yang sangat besar, ditambah pengalaman yang sangat mumpuni di bidangnya, besar kesempatan bagi
kinerja dan pertumbuhan yang super ini akan terus berlanjut di masa-masa yang akan datang.
Dengan pertumbuhan pertahun (CAGR) Laba Bersih, Free Cashflow, dan harga saham di atas 30%, menjadikan ULTJ
sebagai emiten terbaik untuk investasi. Dengan mengambil timeframe jangka panjang, tidak perlu diragukan lagi bahwa
harga saham akan sebanding dengan kinerja bisnisnya.

Data Laporan Keuangan ULTJ


Mari kita bedah kinerja perusahaan ini. Kita mulai dari laporan keuangannya. Tabel 1 berikut ini berisi ringkasan
laporan keuangan dari tahun 2008 sampai 2017, yang teridiri atas balance sheet statement, income statement, Cash flow
statement, dan rasio-rasio pentingnya.
Tabel 1. Ringkasan Laporan
Keuangan
Return Bisnis yang Besar

Sebagai investor, yang pertama dilihat adalah ROE-nya, seberapa besar kemampuan perusahaan itu menghasilkan laba
atas investasinya. ROE ULTJ cukup besar, di kisaran belasan sampai 20an persen.

Ad

Wait, ada yang tersembunyi di balik ROE yang segitu. Lihat Cash akhir tahun, selalu bertambah. Selama ini perusahaan
sangat pelit akan deviden. Sukanya menahan laba. Uang kas yang sangat besar ini ditaruh di bank, dan tentu saja
dengan return sekitaran bunga deposito yang nilainya jauh di bawah ROE bisnisnya. Kalau begitu, untuk mendapatkan
nilai ROE perusahaan yang lebih presisi, kita bisa mengira-ngira dengan mengurangkan Cash dari Equity sehingga kita
dapatkan ROE [minus Cash]. Dari tabel 1, nilai ROE [minus Cash] dua tahun terakhir di atas 30%.

Pertumbuhan Bisnis yang Besar dan Berkelanjutan

Pertumbuhan pertahun (Compound Annual Growth Rate/CAGR) ini saya analisa selama delapan tahun terakhir, dari
tahun 2009 sampai 2017. Sengaja tidak saya hitung dari tahun 2008 karena di tahun 2008 tersebut terdapat corporate
action yang sangat besar di mana Ultrajaya menjual unit bisnis Buavita ke Unilever (UNVR).

Tabel 2. CAGR dari tahun 2009 sampai 2017


Indikator pertama dalam pertumbuhan perusahaan adalah meningkatnya pendapatan/revenue/penjualan/sales.
Pendapatan naik 15% per tahun. Dan ULTJ selalu menjadi market leader, dengan market share yang meningkat dari
tahun ke tahun.

Perusahaan berhasil menumpuk pundi-pundi kekayaannya, dengan pertumbuhan laba dan cash yang besar, di atas
angka 30%.

Saldo Cash sangat tinggi, ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih memilih untuk menahan labanya daripada membagi
dividen. Ada kemungkinan suatu saat nanti perusahaan merencanakan untuk melakukan ekspansi yang sangat besar
dengan menggunakan uang sendiri (tanpa perlu berhutang yang ada beban bunganya).

Kinerja yang sangat superior. CAGR harga saham 31%, jauh melebih return rata-rata investasi saham di Indonesia yang
sebesar 18%. Catatan: CAGR return IHSG 16% dan dividen yield 2%, sehingga total return 18%.
Kenaikan harga saham ini kira-kira sebanding dengan pertumbuhan free cashflow dan laba perusahaan. Ini
membuktikan bahwa dalam jangka panjang harga saham akan sebanding dengan kinerja perusahaan. Catatan: free
cashflow di sini dihitung dari operating cashflow dikurangi dengan investing cashflow.

Skala Bisnis yang sangat efesien

Dari tabel 2 di atas: pendapatan, laba kotor, dan laba bersih masing-masing nilai CAGR-nya 15%, 20%, dan 36%.
Pertumbuhan laba jauh melebihi pertumbuhan pendapatan/revenue/penjualan. Ini menunjukkan bahwa perusahaan
beroperasional sangat efesien; untuk meningkatkan jumlah produksi/penjualan tidak diperlukan peningkatan biaya yang
sama besar.

Valuasi
Tabel 3 berikut ini berisi data history Market Capitalization, jumlah saham, PBV (Price to Book Value), PER (Price
Earning Ration), EPS (earning per share), dan harga saham.

Tabel 3. History harga saham


dan market ratio
Valuasi – Metode PER

Dari tabel 3, rata-rata PER dari sejak 2009: 27


Harga saham acuan sekarang: 1480 (per 3 April 2018)
Dari tabel 2, pertumbuhan laba adalah 36%. Dengan estimasi yang konservatif misalkan pertumbuhan 15%, maka
diharapkan EPS tahun 2018 adalah 70.

Expected Harga saham


= Rata-rata PER x estimated EPS
= 27 x 70 = 1890
Margin of Safety (MOS)
= (Expected Harga saham – Harga Saham) / Harga Saham
= (1890 – 1480)/1480 = 28%

Valuasi – Metode Discounted Free Cash Flow

Berikut ini hitungan dengan discounted free cash flow. Meskipun dari tabel 2, pertumbuhan free cash flow adalah 32%.
Namun saya melakukan estimasi dengan sangat konservatif dengan mengambil angka pertumbuhan 15%.
Dengan asumsi selama 10 tahun ke depan free cash flow tumbuh 15%, dan setelah itu pertumbuhan hanya 1%, maka
diperoleh intrinsic value 3.194 dan Margin of Safety 116%.
Tabel 4. Valuasi discounted free cash flow

Dari dua metode valuasi di atas, didapatkan nilai Margin of Safety yang besar. Tentunya hasil valuasi sangat ditentukan
oleh asumsi-asumsi yang dipakai, khususnya asumsi tentang pertumbuhan.
Dengan karakteristik Ultrajaya sebagai perusahaan yang Capital Efficient Company, maka metode valuasi yang paling
tepat adalah Discounted Free Cash Flow.

Kesimpulan
Mengutip prinsip Warrent Buffet

“It’s far better to buy a wonderful company at a fair price, than a fair company at a wonderful price”
Yang artinya kira-kira

“Lebih baik investasi di perusahaan yang luar biasa dengan harga saham yang wajar, daripada di
perusahaan yang biasa-biasa saja walaupun dengan harga saham yang murah”
Ultrajaya dengan kinerjanya selama ini (CAGR Laba Bersih, Free Cashflow, dan harga saham di atas 30%) dan
mempunyai competitive advantage yang sangat besar (di mana product andalannya menguasai lebih dari 50% market
share), maka sangat tepat kalau kita sebut sebagai Wonderful Company.

Dengan valuasi yang memberikan Margin of Safety yang besar, maka harganya bisa dibilang murah. It’s a wonderful
company with wonderful price.

Versi pdf bisa di-download di sini.


Catatan:
Semua resiko atas penggunaan informasi di sini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembaca. Saat ini ULTJ sudah
menjadi bagian dari portfolio investorsadar.

Kumpulan Analisa Fundamental Bank Central Asia (BBCA)


PT Bank Central Asia Tbk, adalah bank swasta terbesar dan terbaik di Indonesia. Berdiri tahun 1957. Krisis ekonomi
tahun 1998 menjadikan BCA diambil alih pemerintah (BPPN). IPO tahun 2000 dengan kode saham BBCA. Saat ini
pemegang saham 55% adalah PT Dwimuria Investama Andalan milik keluarga Hartono Bersaudara (Orang terkaya no
1 di Indonesia). Dan 45% sahamnya dimiliki oleh public.
Market Kapitalisasinya terbesar dibandingkan Bank-bank besar lainnya, sehingga menjadi salah satu motor penggerak
dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) market Indonesia. Mari kita lihat analisa fundamentalnya, juga analisa-
analisa dari pihak lain sebagai tambahan informasi dan pencerahan.

Kinerja Bisnis dan Pertumbuhan Bank BCA


Data laporan keuangan tahun 2008 sampai 2017. Meliputi Aset, Liabilitas, Equitas, Pendapatan (Revenue), Laba Kotor,
Laba Usaha, Laba Bersih (Profit), Gross Margin, Net MArgin, ROA, ROE, Asset Turnover, Financial Leverage, DER,
CAR, dan NPL.
Tabel 1. BBCA – Kinerja Keuangan

CAGR 1 tahun adalah pertumbuhan tahun 2016 – 2017. CAGR 9 tahun adalah rata-rata pertumbuhan majemuk tahun
2008 – 2017. Data pertumbuhan meliputi Aset, Liabilitas, Equitas, Pendapatan (Revenue), Laba Kotor, Laba Usaha,
Laba Bersih (Profit), dan Harga Saham.
Tabel 2. BBCA – Pertumbuhan

Kinerja Market dan Harga Saham BBCA


Di industri perbankan, BBCA memiliki total Market Cap terbesar nomer 1. Walau dari sisi aset dan ekuitas bukan
nomer 1 tapi 2 (di bawah Bank BRI dan Bank Mandiri) , dan dari sisi profitabilitas (ROE) juga bukan nomer 1 tapi 2 (di
bawah Bank BRI). Itu artinya, saham BBCA adalah yang paling mahal. Fakta lain lagi yang menjadikan harga saham
BBCA paling mahal adalah PBV dan PER paling tinggi di antara bank-bank besar tersebut.

Untuk lebih detail tentang perbandingan BBCA dengan BBRI, BMRI, dan BBNI silahkan baca Perbandingan 4 Bank
Terbesar: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI – Mencari yang Terbaik.
Tabel 3. BBCA – Kinerja Market

Mahalnya saham BBCA, apakah menjadikan saham ini yang terbesar dalam memberikan return buat pemegang saham,
dalam arti kenaikan harga sahamnya paling tinggi? Tidak. Mari kita bandingkan dengan ketiga bank besar
lainnya (Bank Rakyat Indonesia-BBRI, Bank Mandiri-BMRI, dan Bank Nasional Indonesia-BBNI) berdasarkan data
dari tahun 2008 sampai 2017.

CAGR Harga Saham (%):BBCA 23.6; BBRI 25.9; BMRI 26.0; BBNI 35.5

Rata-rata PER: BBCA 18.4; BBRI 11.2; BMRI 13.2; BBNI 11.1

Rata-rata PBV: BBCA 4.0; BBRI 2.8; BMRI 2.3; BBNI 1.6

Pertumbuhan (CAGR) harga saham BCA adalah 23,6% pertahun. Bandingkan dengan BBRI 25,9%, BMRI 26%, dan
BBNI 35,5%. BBCA paling kecil, walaupun secara umum return 23,6% per tahun itu termasuk besar buat investor
saham di mana IHSG hanya 18%. Catatan, pengitungan return keempat Bank ini hanya berdasarkan harga saham
semata, tidak menambahkan dividen yield, tapi untuk kemudahan analisa ini saya asumsikan saja dividen yield-nya
sama.
Nah sekarang, kita lihat perbandingan PER (Price to Earning Ratio) dan PBV (Price to Book Value). Selama tahun
2008 sampai 2017 tersebut, rata-rata PER dan PBV saham BBCA paling tinggi, dan yang paling rendah adalah rata-rata
PER dan PBV saham BBNI. Lihat, bahwa saham dengan PER dan PBV paling rendah (BBNI) memberikan return yang
paling besar (35,5%). Ternyata prinsip value investing terlihat banget relevansinya dengan melihat kinerja perusahaan-
perusahaan dalam jangka panjang.
Grafik 4. BBCA – Historical Harga
Saham
Valuasi Harga Saham BBCA
Data per 4 Juni 2018

Harga Saham = 22.925

PER (annualized) = 25,65

PBV = 4,15

Metode Relative PER

Nilai rata-rata dan CAGR diambil dari data tahun 2008 sampai 2017.

Expected Harga Saham

= Expected PER x Expected EPS

= Rata-rata PER x EPS 2017 (1 + CAGR EPS)

= 18,4 x 946 x (1 + 17%)

= 20.365
Margin of Safety (MOS)

= (Expected Harga Saham - harga saham) / harga saham

= (20.365 - 22.925)/22.925

= -11%

Metode Relative PBV

Expected Harga Saham

= Expected PBV x Expected BV/share

= Rata-rata PBV x BV/share 2017 (1 + CAGR BV/share)

= 4,0 x 5328 x (1 + 21%)

= 25.787
Margin of Safety (MOS)

= (Expected Harga Saham - harga saham) / harga saham

= (25.787 - 22.925)/22.925

= 12%

Dengan metode valuasi relative PER diperoleh MOS -11%. Dan dengan metode valuasi relative PBV diperoleh MOS
12%. Saya belum menghitung dengan metode valuasi Discounted Free Cash Flow (DFCF).

Catatan: Dari data historical PBV di tabel 4, nilai PBV tidak terlalu berubah significant terhadap perubahan harga
saham. Jadi dalam valuasi ini lebih relevan menggunakan metode valuasi relative PER daripada metode valuasi relative
PBV.
Analisa Bank BNI (BBNI) – BUMN Kebanggaan Indonesia

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk merupakan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pertama yang menjadi
perusahaan publik setelah IPO pada tahun 1996, dengan kode saham BBNI. Pada mulanya didirikan sebagai Bank
sentral dengan nama Bank Negara Indonesia pada tanggal 5 Juli 1946. Selanjutnya BNI ditetapkan menjadi Bank
Negara Indonesia 1946, dan statusnya menjadi Bank Umum Milik Negara. Dan kemudian menjadi Perusahaan
Perseroan Terbatas (Persero) pada tahun 1992.

Pemerintah menjadi pemegang saham 60%, yang 40% dipegang publik. Anak perusahaannya meliputi Bank BNI
Syariah, BNI Multifinance, BNI Sekuritas, BNI Life Insurance, dan BNI Remittance.
Kinerja Bisnis Bank BNI
Sebagai referensi, artikel-artikel berikut ini berisi penjelasan tentang istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan
keuangan, dan metode valuasi saham:

 Dasar-dasar Laporan Keuangan


 Rasio-rasio Penting untuk Investor dalam Analisa Laporan Keuangan
 Ukuran dan Rasio dalam Valuasi Harga Saham
 Sumber-sumber Data [gratis] untuk Analisa
Data laporan keuangan tahun 2008 sampai 2017. Meliputi Aset, Liabilitas, Equitas, Pendapatan (Revenue), Laba Kotor,
Laba Usaha, Laba Bersih (Profit), Gross Margin, Net MArgin, ROA, ROE, Asset Turnover, Financial Leverage, DER,
CAR, dan NPL.
Tabel 1. BBNI – Kinerja Keuangan

Berdasarkan data 2017, Bank BNI menjadi bank dengan Aset terbesar nomor 3 di Indonesia (setelah BBRI, BMRI, dan
BBCA), sebesar 709 Trilyun rupiah. ROE lumayan sebesar 14%. Seperti kinerja bank-bank lain pada umumnya, kinerja
tahun 2017 membaik dibandingkan tahun 2016.

Dari sisi kesehatan Bank, BNI sangat sehat dengan angka CAR (Capital Adequacy Ratio atau rasio kecukupan modal)
18,5% dan NPL (non performing loan atau kredit bermasalah) 2,3%.

Pertumbuhan Bisnis Bank BNI


CAGR 1 tahun adalah pertumbuhan tahun 2016 – 2017. CAGR 9 tahun adalah rata-rata pertumbuhan majemuk tahun
2008 – 2017. Data pertumbuhan meliputi Aset, Liabilitas, Equitas, Pendapatan (Revenue), Laba Kotor, Laba Usaha,
Laba Bersih (Profit), dan Harga Saham.

Tabel 2. BBNI – Pertumbuhan

Dari data tabel 2 di atas, terlihat pertumbuhan fundamental bisnis yang cukup konsisten. Dalam jangka panjang (CAGR
9 tahun) pertumbuhaan pendapatan (revenue) 14% itu termasuk tinggi. Dan pertumbuhan laba bersih (profit) yang 31%,
itu sangat fantastik.

Dari sisi kepentingan investor yang membeli saham dari pasar sekunder, saham BBNI menghasilkan return yang super
fantastik, CAGR (9 tahun) 35%. Kenaikan ini didukung oleh pertumbuhan EPS yang sangat besar juga, CAGR (9 tahun)
28%.

Kinerja Market dan Harga Saham BBNI


Tabel 3. BBNI – Kinerja Market

Kinerja harga sahamnya sangat fantastis, CAGR (9 tahun) 35% seperti di bahas di atas. Yang lebih menguntungkan lagi
dari investasi di saham BBNI ini, selain return harga saham jangka panjang yang 35% itu, investor juga mendapatkan
dividen dengan yield rata-rata sebesar 2%.

Indikator market lain, PBV, PER, dan PEG nilainya relatif lebih kecil dibandingkan ketiga bank besar lainnya. Sangat
menarik, karena dengan kenaikan harga saham yang setinggi itu masih memberikan peluang yang bagus dengan PER,
PBV, dan PEG yang kecil. Catatan: semakin kecil PBV, PER, dan PEG maka itu mengindikasikan bahwa harga
sahamnya lebih murah.
Grafik 4. BBNI – Grafik Harga Saham

Valuasi Harga Saham BBNI


Data per 4 Juni 2018

Harga Saham = 8.475

PER (annualized) = 10,84

PBV = 1,63

Metode Relative PER

Nilai rata-rata dan CAGR diambil dari data tahun 2008 sampai 2017.

Expected Harga Saham

= Expected PER x Expected EPS

= Rata-rata PER x EPS 2017 (1 + CAGR EPS)

= 11,1 x 738 x (1 + 28%)

= 10.485
Margin of Safety (MOS)

= (Expected Harga Saham - harga saham) / harga saham

= (10.485 - 8.475)/8.475

= 24%

Metode Relative PBV

Expected Harga Saham

= Expected PBV x Expected BV/share

= Rata-rata PBV x BV/share 2017 (1 + CAGR BV/share)

= 1,6 x 5294 x (1 + 20%)

= 10.164

Margin of Safety (MOS)


= (Expected Harga Saham - harga saham) / harga saham

= (10.164 - 8.475)/8.475

= 20%

Dengan metode valuasi relative PER diperoleh MOS 24%. Dan dengan metode valuasi relative PBV diperoleh MOS
20%. Saya belum menghitung dengan metode valuasi Discounted Free Cash Flow (DFCF).

Kesimpulan
Kinerja fundamental bagus. Di mana bisnisnya menguntungkan dengan ROE tahun 2017 sebesar 14%. Dan bisnis juga
tumbuh dengan CAGR (9 tahun) aset 15%, equitas 23%, revenue 14%, laba bersih 31%.

Kinerja harga saham juga sangat bagus, di mana CAGR (9 tahun) harga saham 35% dan EPS 28%. Yang sangat
menarik adalah, meskipun harga saham sudah naik setinggi itu, indikator market (PER, PBV, PEG) masih menunjukkan
kalau harga sahamnya masih relatif murah. Terlihat juga dari nilai Margin of Safety (MOS) yang lumayan, valuasi
relatif PER menghasilkan MOS 24%, dan valuasi relatif PBV menghasilkan MOS 20%.

Dengan kondisi sekarang ini, saya mempertimbangkan untuk membeli lagi saham BBNI ini.

Analisa Bank Mandiri (BMRI) – Blue Chip Terbesar


PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, kode saham BMRI. Berdiri pada tahun 1998 yang merupakan gabungan dari 4 bank
milik Pemerintah Indonesia yaitu Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD), Bank Ekspor Impor Indonesia.
Dengan nilai aset tahun 2017 sebesar 1,125 trilyun, menjadikan BMRI tetap sebagai Bank Blue Chip terbesar, hanya
kalah tipis oleh Bank BRI yang asetnya 1,126 trilyun.
Go Public tahun 2003. Saat ini pemegang saham Pemerintah Indonesia 60% dan Publik 40%. Dengan komposisi
pemegang saham mayoritas Pemerintah Indonesia, menjadikan BMRI sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) andalan Indonesia.

Segment Usaha Bank Mandiri


Segment #1. Wholesale – Korporasi. Meliputi kredit yang diberikan, simpanan nasabah dan transaksi-transaksi lainnya
milik nasabah korporasi, baik BUMN maupun badan usaha swasta. Kriteria segmentasi untuk corporate banking adalah
debitur yang memiliki Gross Annual Sales (GAS) > Rp2 triliun. Kontribusi Profit 31%, kontribusi Revenue 18%, dan
kontribusi aset 23%.
Segment #2. Wholesale – Komersial. Meliputi kredit yang diberikan dengan skala menengah dan sektor otomotif,
simpanan nasabah dan transaksi-transaksi lainnya milik nasabah komersial. Kriteria segmentasi untuk commercial
banking adalah debitur yang memiliki GAS di atas Rp50 miliar sampai dengan Rp2 triliunKontribusi Profit 3%,
kontribusi Revenue 13%, dan kontribusi aset 13%.

Segment #3. Kelembagaan. Meliputi kredit yang diberikan, simpanan nasabah dan transaksi – transaksi lainnya milik
nasabah lembaga pemerintah dan dana pensiun BUMN. Kontribusi Profit 5%, kontribusi Revenue 3%, dan kontribusi
aset 1%.

Segment #4. Retail. Terdiri dari segmen konsumer/individual, segmen mikro, Small Medium Entreprise/SME, dan
Wealth. Segmen retail
banking ini termasuk kredit yang diberikan kepada badan usaha atau individu dengan skala mikro hingga kecil.
Kontribusi Profit 3%, kontribusi Revenue 13%, dan kontribusi aset 13%.

Segment #5. Treasury. terkait dengan kegiatan treasury Bank termasuk transaksi valuta asing, money market, fixed
income, bisnis perbankan internasional, pasar modal, supervisi Kantor Luar Negeri. Kontribusi Profit 24%, kontribusi
Revenue 6%, dan kontribusi aset 11%.

Segment #6. Kantor pusat. Mengelola aset dan liabilitas Grup selain yang telah dikelola oleh segmen operasi lainnya
termasuk menerima alokasi biaya atas penyediaan jasa servis secara sentralisasi kepada segmen lainnya serta
pendapatan/biaya yang tidak teralokasi ke pelaporan segmen lainnya. Kontribusi Profit -61%, kontribusi Revenue 1%,
dan kontribusi aset 19%.
Segment #7. Entitas Anak – Syariah. Kontribusi Profit 1%, kontribusi Revenue 5%, dan kontribusi aset 8%.
Segment #8. Entitas Anak – Asuransi. Kontribusi Profit 4%, kontribusi Revenue 8%, dan kontribusi aset 3%.
Segment #9. Entitas Anak – Selain Syariah dan Asuransi. Kontribusi Profit 2%, kontribusi Revenue 3%, dan kontribusi
aset 3%.

Tabel 1. BMRI Kinerja Segments

Catatan kinerja 2017. Segment paling besar berdasarkan kontribusi revenue dan profit adalah Retail. Segmen retail ini
juga tumbuh. Dari segmen wholesale (Korporasi dan Komersial), tercatat penurunan baik revenue maupun profit, dan
tetap menjadi nomer 2 berdasarkan kontribusi revenue dan profit.

Kinerja Bisnis Bank Mandiri


Sebagai referensi, artikel-artikel berikut ini berisi penjelasan tentang istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan
keuangan, dan metode valuasi saham:

 Dasar-dasar Laporan Keuangan


 Rasio-rasio Penting untuk Investor dalam Analisa Laporan Keuangan
 Ukuran dan Rasio dalam Valuasi Harga Saham
 Sumber-sumber Data [gratis] untuk Analisa
Data laporan keuangan tahun 2008 sampai 2017. Meliputi Aset, Liabilitas, Equitas, Pendapatan (Revenue), Laba Kotor,
Laba Usaha, Laba Bersih (Profit), Gross Margin, Net MArgin, ROA, ROE, Asset Turnover, Financial Leverage, DER,
CAR, dan NPL.
Tabel 2. BMRI Kinerja Fundamental

Catatan kinerja 2017. Setelah bertahun-tahun menduduki posisi bank dengan aset paling besar, di tahun 2017 ini (aset
1,125 trilyun) posisi digeser oleh bank BRI (Aset 1,126). ROE sebesar 13%, naik dari tahun 2016.

Dari sisi kesehatan Bank Mandiri sangat sehat dengan angka CAR (Capital Adequacy Ratio atau rasio kecukupan
modal) 21.6%. NPL (non performing loan atau kredit bermasalah) masih tinggi 3,5%, meskipun membaik dari tahun
2016.

Pertumbuhan Bisnis Bank Mandiri


CAGR 1 tahun adalah pertumbuhan tahun 2016 – 2017. CAGR 9 tahun adalah rata-rata pertumbuhan majemuk tahun
2008 – 2017. Data pertumbuhan meliputi Aset, Liabilitas, Equitas, Pendapatan (Revenue), Laba Kotor, Laba Usaha,
Laba Bersih (Profit), dan Harga Saham.

Tabel 3. BMRI Pertumbuhan

Dari data tabel 3 di atas, terlihat pertumbuhan yang cukup besar dan konsisten. Memang pertumbuhan tahun 2017 tidak
setinggi tahun-tahun sebelumnya, namun itu bisa dimaklumi karena ini berkaitan dengan kondisi perekonomian.

Dalam jangka panjang (CAGR 9 tahun) pertumbuhaan pendapatan (revenue) 14% itu lumayan tinggi. Dan pertumbuhan
laba bersih (profit) yang 17%, melebihi pertumbuhan pendapatan itu menunjukkan perusahaan semakin efisien.
Dan juga patut diperhatikan, pertumbuhan equitas sebesar 21% dan harga saham 26%. Pertumbuhan yang fantastis.
Namun dengan melihat pertumbuhan harga saham yang lumayan melebih pertumbuhan equitas, mengindikasikan
bahwa harga saham cukup mahal.

Kinerja Market dan Harga Saham BMRI

Tabel 4. BMRI Kinerja Market dan


Harga Saham

Dengan CAGR (9 tahun, dari 2008 sampai 2017) harga saham sebesar 26% dan dividen yield 2%, menjadikan hasil
investasi di saham BMRI ini sangat memuaskan. Nilai-nilai PER dan PBV di atas akan kita pakai untuk melakukan
valuasi, memperkirakan harga wajar saham BMRI.

Ad
Catatan, PEG (perbandingan antara PER dan pertumbuhan profit) cukup besar yaitu 2,7. Itu menunjukkan bahwa PER
terlalu tinggi jika dibandikan dengan pertumbuhan profit, dan itu berarti harga sahamnya cukup mahal.

Grafik 5. BMRI Grafik Harga Saham


Valuasi Harga Saham BMRI
Data per 31 Mei 2018

Harga Saham = 7.050

PER (annualized) = 14.04

PBV = 2.03

Metode Relative PER

Nilai rata-rata dan CAGR diambil dari data tahun 2008 sampai 2017.

Expected Harga Saham

= Expected PER x Expected EPS

= Rata-rata PER x EPS 2017 (1 + CAGR EPS)

= 13,2 x 459 x (1 + 7%)

= 6.483
Margin of Safety (MOS)

= (Expected Harga Saham - harga saham) / harga saham

= (6.483 - 7.050)/7.050

= -8%

Metode Relative PBV

Expected Harga Saham

= Expected PBV x Expected BV/share

= Rata-rata PBV x BV/share 2017 (1 + CAGR BV/share)

= 2,3 x 3571 x (1 + 19%)

= 9774
Margin of Safety (MOS)

= (Expected Harga Saham - harga saham) / harga saham

= (9.774 - 7.050)/7.050

= 39%

Dengan metode valuasi relative PER diperoleh MOS -8%. Dan dengan metode valuasi relative PBV diperoleh MOS
39%. Saya belum menghitung dengan metode valuasi Discounted Free Cash Flow (DFCF).

Catatan: Dari data historical PBV di tabel 4, nilai PBV tidak terlalu berubah significant terhadap perubahan harga
saham. Jadi dalam valuasi ini lebih relevan menggunakan metode valuasi relative PER daripada metode valuasi relative
PBV.

Kesimpulan
Bank Mandiri adalah bank yang bagus dan besar. Kinerja Fundamental perusahaan juga bagus, meskipun
pertumbuhannya tidak fantastis. Namun kenaikan harga saham yang fantastis, CAGR 9 tahun (2008 sampai 2017)
sebesar 26%, itu terlalu besar. Terutama jika dibandingkan dengan petumbuhan fundamentalnya, di mana CAGR
equitas 21% dan CAGR net Profit 17%. Menjadikan harga saham BMRI cukup mahal. Apalagi dengan valuasi (metode
relative PER) menghasilkan Margin of Safety (MOS) -8%.
Dari indikator PEG juga nilainya terlalu tinggi, yaitu 2,7. Peluang yang menarik kalau nilai PEG di bawah 1, itu artinya
walaupun PER tinggi tapi pertumbuhan laba lebih tinggi. Sementara itu untuk case saham BMRI ini, pertumbuhan laba
(CAGR 17%) tidak sebesar nilai PER.

Untuk lebih detail tentang perbandingan BMRI dengan BBRI, BBCA, dan BBNI silahkan baca Perbandingan 4 Bank
Terbesar: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI – Mencari yang Terbaik.
Untuk saat ini harga wajar saham BMRI relatif lebih kecil daripada harga saham sekarang. Jadi belum menarik untuk
dibeli. Saya monitor saya saham Blue Chip ini, menunggu waktu yang tepat untuk memberikan penawaran harga
discount yang lumayan.

Perbandingan 4 Bank Terbesar: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI –


Mencari yang Terbaik
Keempat Bank blue chip ini memang sangat menawan. Semuanya bagus. Baik dari sisi kinerja fundamental bisnisnya
maupun kenaikan harga sahamnya. Di antara keempat saham Bank, BBRI, BMRI, BBCA, BBNI, yang mana yang
paling bagus opportunity-nya untuk investasi? Sebagai investor, kita perlu melakukan perbandingan untuk mengetahui
yang mana yang terbaik di antara yang terbaik. Dengan begitu kita bisa mengoptimal kinerja investasi kita. Sebagai
catatan, untuk analisa masing-masing saham bank tersebut, silahkan baca artikel berikut:
 Bank BRI (BBRI) – Konsisten Profit dan Pertumbuhan Besar
 Bank Mandiri (BMRI) – Blue Chip Terbesar
 Bank Central Asia (BBCA) – Kumpulan Analisa Fundamental
 Analisa Bank BNI (BBNI) – BUMN Kebanggaan Indonesia
Perbandingan Fundamental Bisnis dan Market
Metrik yang diperbandingkan adalah kinerja fundamental bisnis mencakup aset, liabilitas, equitas, pendapatan
(revenue), laba kotor, laba usaha, laba bersih. Juga rasio-rasionya yang mencakup gross margin, net margin, ROA, ROE,
CAR, NPL. Dan juga kinerja market mencakup market cap, PBV, PER, PEG, harga saham, dan dividen yield.

Sebagai referensi, artikel-artikel berikut ini berisi penjelasan tentang istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan
keuangan, dan metode valuasi saham:

 Dasar-dasar Laporan Keuangan


 Rasio-rasio Penting untuk Investor dalam Analisa Laporan Keuangan
 Ukuran dan Rasio dalam Valuasi Harga Saham
 Sumber-sumber Data [gratis] untuk Analisa
Tabel 1. Kinerja – BBRI, BMRI, BBCA,
BBNI
Perbandingan kinerja fundamental:
 Market Leader (Aset dan Revenue). BBRI paling besar dengan aset 1126 trilyun dan revenue 107 trilyun. Disusul
BMRI, BBCA, dan BBNI.
 Profitability (ROE dan margin). BBCA paling besar dengan ROE 18% dan net margin 36%. Disusul BBRI,
BBNI dan BMRI.
 Kesehatan kredit (NPL). BBCA paling kecil dengan NPL 1,5%. Disusul BBRI, BBNI, dan BMRI. Terlihat
hubungan yang sejajar antara profitability dengan kemampuan bank dalam me-manage NPL nya.
Perbandingan kinerja saham di market:

 Stock Market Leader (Market cap). BBCA paling tinggi dengan market cap 540 trilyun. Disusul BBRI, BMRI,
dan BBNI.
 Valuasi harga saham berdasarkan PER. BBCA paling mahal dengan PER 23. Disusul BMRI, BBRI, dan BBNI.
 Valuasi harga saham berdasarkan PBV. BBCA paling mahal dengan PBV 2,1. Disusul BBRI, BMRI, dan BBNI.
 Valuasi harga saham berdasarkan PEG. BMRI paling mahal dengan PEG 2,7. Disusul BBCA, BBRI, dan BBNI.

Perbandingan Pertumbuhan Fundamental Bisnis dan Market


Tabel 2. Pertumbuhan – BBRI,
BMRI, BBCA, BBNI
Untuk perbandingan ini dipilih yang CAGR 9 tahun dan rata-rata 9 tahun, karena perspektif yang dipakai adalah
jangkan panjang. Sementara itu CAGR 5 tahun dan pertumbuhan setahun terakhir tetap dipakai untuk melihat kembali
apakah pertumbuhan jangka panjang itu relatif stabil atau tidak.

Perbandingan kinerja fundamental:

 Pertumbuhan aset BBRI paling tinggi dengan CAGR 18,4%. Disusul BBNI, BMRI, dan BBCA
 Pertumbuhan equitas BBRI paling tinggi dengan CAGR 25,1%. Disusul BBNI, BBCA, dan BMRI
 Pertumbuhan revenue BBRI paling tinggi dengan CAGR 16%. Disusul BBCA, BMRI, dan BBNI
 Pertumbuhan laba bersih BBNI paling tinggi dengan CAGR 30,9%. Disusul BBRI, BBCA, dan BMRI
Perbandingan kinerja saham di market:

 Pertumbuhan harga saham BBNI paling tinggi dengan CAGR 35,5%. Disusul BMRI, BBRI, dan BBCA
 Pertumbuhan EPS BBNI paling tinggi dengan CAGR 35,5%. Disusul BBRI, BBCA, dan BMRI
 Rata-rata PBV BBCA paling tinggi dengan nilai 4. Disusul BBRI, BMRI, dan BBNI
 Rata-rata PER BBCA paling tinggi dengan nilai 18,4. Disusul BMRI, BBRI, dan BBNI
 Rata-rata PEG BMRI paling tinggi dengan nilai 1,9. Disusul BBCA, BBRI, dan BMRI

Perbandingan Valuasi harga saham Bank, BBRI, BMRI, BBCA, BBNI

Tabel 3. Perbandingan Valuasi BBRI, BMRI,


BBCA, BBNI
MOS (weighted average) dihitung dengan komposisi 70% MOS PER + 30% MOS PBV. Mengapa begitu? Karena dari
kinerja historis, kenaikan harga saham sangat berkaitan dengan PER daripada PBV. Valuasi saham BBCA paling mahal,
terlihat dari nilai MOS (Margin of Safety) paling rendah. Disusul BMRI, BBRI, dan BBNI.
Kesimpulan
Opportunity untuk investor didapatkan dari kombinasi antara pertumbuhan dan profitability bisnis, dan valuasi harga
saham yang masih menarik. Berikut ini urutannya (dimulai dari yang memberikan opportunity paling besar).
Ditambahkan juga alasan yang perlu ditekankan.

1. BBNI
 Pertumbuhan profit dan EPS paling besar.
 Pertumbuhan harga saham paling besar.
 Valuasi paling murah.
 Margin of safety cukup.
 Meskipun pertumbuhan harga saham paling besar, namun masih memberikan ruang bertumbuh yang masih
sangat besar pula.
2. BBRI
 Ukuran bisnis paling besar (aset, revenue).
 pertumbuhan bisnis paling besar (aset, equitas, revenue).
 Valuasi paling murah no 2.
 Margin of safety cukup.
 Harga sahamnya menarik, dan pertumbuhan bisnis paling besar.
3. BBCA
 market cap paling besar
 Profitability paling besar (Margin, ROE)
 Paling Sehat (NPL kecil)
 Valuasi paling mahal
 Margin of safety kurang
 Harganya sudah sangat mahal, dan pertumbuhan bisnisnya di bawah BBNI dan BBCA
4. BMRI
 PEG paling tinggi
 Valuasi mahal no 2.
 Margin of safety terlalu kecil
 Harganya sudah sangat mahal, dan pertumbuhan bisnisnya di bawah ketiga bank lainnya

Valuasi Saham EKAD – Fundamental Analysis


Salah satu portfolio 2017 andalan saya adalah EKAD (Ekadharma International). EKAD merupakan produsen pita
perekat (lakban, solasi, tape, dan lain-lain) dengan merk DAIMARU, Superfix dan Ekatape. Daftar lengkap produknya
bisa dilihat di website EKAD. Lakban dengan merk Daimaru saat ini merajai pasar, bersaing ketat dengan merk Nachi
selalu menjuarai Top Brand Award, di samping merk lainnya (Joyko dan Kenko).
Catatan: Artikel ini ditulis pada April 2017 dengan munggunakan data-data terakhir dari laporan tahunan 2016. Update
kinerja terakhir sampai Q1 2018, fundamental EKAD masih tetap bagus di mana bisnis tumbuh dan laba tetap
memuaskan. Sampai sekarang EKAD masih menjadi bagian porfolio utama InvestorSadar.

Di Bursa Indonesia (BEI), EKAD dimasukkan dalam sektor: Industri Dasar dan Kimia, dan industri: Kimia. Di antara
perusahaan terbuka (public), EKAD bisa dibilang tidak punya pesaing karena masing-masing perusaahan terbuka di
industri kimia mempunyai produk yang berbeda-beda. Di pasar pita perekat, pesaing terberatnya adalah PT Nachindo
Tape Industry yang memproduksi pita perekat dengan merk Nachi. Sayang, PT Nachindo ini bukan perusahaan terbuka
yang listing di BEI sehingga kita tidak bisa melihat kinerja keuangannya dengan detail untuk membuat perbandingan.
Joyko dan Kenko sendiri lebih sebagai produsen alat tulis & kantor (ATK), persaingan dengan EKAD hanya di produk
solasi dan lakban, jadi tidak mudah untuk diperbandingkan dengan EKAD secara perusahaan.
E-Commerce Pendorong Kuat Pertumbuhan Bisnis EKAD
Produsen lakban ini punya masa depan cerah, seiring dengan pertumbuhan e-Commerce di Indonesia. Menurut SWA,
pertumbuhan eCommerce di Indonesia tahun 2013-2015 adalah 33%, dan diperkirakan akan meningkat lebih besar lagi
di tahun-tahun mendatang. Kita tahu bahwa pertumbuhan eCommerce secara langsung meningkatkan bisnis logistik-
delivery, dan secara tidak langsung meningkatkan kebutuhan akan lakban, karena hampir setiap barang yang dikirim
selalu dibungkus dengan lakban. Jadi, tren pertumbuhan bisnis eCommerce yang pesat ini memberi dampak positif bagi
perusahaan produsen lakban.
Tentang dampak eCommerce terhadap peluang bisnis di berbagai saham Indonesia, silahkan baca artikel Peluang
Investasi Saham dari Pertumbuhan eCommerce.
Bagi Investor yang mendapatkan saham EKAD melalui pasar modal, selama ini EKAD sudah memberikan hasil yang
sangat memuaskan. Sejak tahun 2008 sampai 2016, harga saham EKAD naik dengan rata-rata per tahun (CAGR)
sebesar 23%. Hasil yang sangat memuaskan. Coba bandingkan, bisnis mana yang bisa memberikan hasil sebesar itu?
Analisa Fundamental Saham EKAD
Di balik kinerja saham yang bagus ini, mari kita lihat landasan fundamentalnya. Dari tahun ke tahun (2008-2016, data
saya olah dari stockbit.com), revenue tumbuh dengan CAGR 15%, dari 183 milyar di tahun 2008 menjadi 569 milyar di
tahun 2016. Pendapatan (laba bersih tahun berjalan) juga tumbuh dengan CAGR 44%, dari 5 milyar di tahun 2008
menjadi 91 milyar di tahun 2016.
Laba yang diinvestasikan kembali menjadikan bisnis semakin besar (deviden payout ratio rata-rata 15%). Tampak dari
ekuitas (modal) yang bertumbuh dengan CAGR 28%, dari 80 milyar di tahun 2008 menjadi 592 milyar di tahun 2016.
[catatan, pertumbuhan ekuitas juga dipengaruhi oleh pengeluaran saham baru (corporate action) di tahun 2011].
Dari sisi cash flow (arus kas), keuangan perusahaan sangat sehat. Pertumbuhan cash flow seiring sejalan dengan
pertumbuhan pendapatan (laba), di mana CAGR laba adalah 44% dan CAGR cash flow akhir periode adalah 49%.
Hanya bisnis yang sehat yang bisa memberikan kesejajaran antara pertumbuhan cash flow dan pertumbuhan laba.

In summary, kinerja financial perusahaan diukur dari rasio-rasio bisnis. Rasio yang paling penting adalah ROE (Return
on Equity). Kinerja perusahaan stabil dengan rata-rata ROE 16%. Bisnis dengan ROE 16% adalah bisnis yang
menguntungkan, layak untuk kita pegang. Dari rasio utang, DER (Debt to Equity Ratio) jauh di bawah 1, menunjukkan
perusahaan yang kuat di mana utangnya sangat kecil dibandingkan ekuitasnya. Current ratio (aset lancar dibandingkan
dengan utang lancar) lebih besar dari 2, menunjukkan perusahaan yang liquid, dalam arti tidak akan terganggu
operasionalnya karena kewajiban hutang jangka pendek.
Ada yang menarik dari kinerja tahun 2016 ini. Laba tahun berjalan (laba yang diperhitungkan dalam ROE maupun EPS)
naik 94%, dari 47 milyar di tahun 2015 menjadi 91 milyar di tahun 2016. Dalam laporan keuangan terdapat akun
pendapatan komprehensif sebesar 216 milyar. Ini adalah pendapatan komprehensif dari revaluasi aset, tidak ada uang
secara nyata, hanya perubahan angka dalam akuntansi. Pendapatan komprehensif ini tidak masuk ke dalam akun laba,
tapi masuk ke dalam akun ekuitas (modal). Dampak dari dimasukkannya pendapatan komprehensif ke dalam equity
menjadikan

ROE(2016)

=Laba(2016)/equity(2016)

=91/592

=15%

Bandingkan seandainya laba komprehensif tidak dimasukkan ke dalam equity, maka

ROE(2016)

=Laba(2016)/equity(2016)

=91/(592-216)

=24%
Tampaknya memang ada kebijakan perusahaan untuk menjaga ROE di sekitaran angka belasan %.

Kesimpulannya, fundamental perusahaan EKAD sangat kuat!

Valuasi Saham EKAD


Sekarang, mari kita hitung valuasi (harga wajar) saham EKAD ini. Saya lebih senang menggunakan metode yang
sederhana, yaitu pendekatan PER dan PBV. Saya tidak menggunakan metode yang rumit semacam Discounted
Cashflow (DCF). Namun kadang-kadang saya hitung juga cara DCF ini untuk sekedar menambah perbandingan.
Namun dalam pengalaman saya, metode yang sederhana dan mudah ini sudah lebih dari cukup.

Dari tabel di atas (history nilai PER dan PBV dari tahun 2008 sampai 2016), rata-rata PER adalah 7,24 dan rata-rata
PBV adalah 1,53. Kita akan menggunakan nilai rata-rata ini untuk menghitung harga wajar saham.

PER=Price Earning Ratio = Harga Saham/Pendapatan (Laba) per saham


PBV=Prive to Book Value=Harga Saham/Ekuitas per saham

Harga wajar saham


= Rata-rata PER x Pendapatan per saham (EPS)

= 7,24 x 126

= 909

Harga wajar saham

= Rata-rata PBV x Equitas per saham

= 1,53 x (592/0,699)

= 1296

Dari kedua metode relatif PER dan PBV di atas, kalau kita rata-ratakan menjadi

Harga Wajar Saham

= (909+1296)/2

= 1103

Dengan harga saham per hari ini sebesar 700, maka harga saham EKAD di bawah harga wajarnya dengan
margin of safety (MOS)

= (1103-700)/700

= 58%

Jadi, dengan harga saat ini, EKAD memberikan margin yang sangat besar, 58%.

Kesimpulan
Sebagai sebuah bisnis, EKAD terus bertumbuh terutama didorong oleh pertumbuhan industri delivery, sebagai dampak
lanjutan dari booming industri e-Commerce. Fundamental perusahaan sangat bagus, harga saham juga relatif murah,
sehingga sangat layak untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari portfolio investasi saham.

Sumber : https://investorsadar.com/peta-belajar/

Anda mungkin juga menyukai