Analisa saham adalah senjata utama Investor saham. Tidak bisa tidak, ini harus dilakukan. Apakah melakukan analisa
saham ini sulit? Tidak juga. Yang penting adalah menggunakan akal sehat (common sense) saja. Jadi tidak perlu orang
yang jenius untuk bisa melakukannya.
Yang dibahas di sini adalah analisa fundamental, yaitu analisa yang mendasarkan pada fundamental bisnis perusahaan.
Fundamental meliputi kinerja keuangan perusahaan (aset, pendapatan, laba, pertumbuhan, dll) dan sesuatu di luar
perusahaan yang mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut (pelanggan, kompetitor, industri, ekonomi negara dan
dunia, dll).
Analisa fundamental ini digunakan untuk memilih saham yang akan dibeli untuk investasi jangka panjang. Menurut
saya, jangka panjang adalah 2 tahun ke atas. Di bawah itu saya kategorikan jangka pendek.
Dibedakan dengan analisa teknikal yang mendasarkan pada pergerakan harga saham. Analisa teknikal dipakai untuk
memilih saham untuk dibeli dalam jangka pendek (menitan, jam-jaman, harian, mingguan, bulanan). Karena buat
jangka pendek dan bukan mendasarkan pada fundamental perusahaan, maka trading saham jenis yang ini bukan
dikategorikan sebagai investasi tapi lebih sebagai trading untuk mendapatkan capital gain jangka pendek.
Investor (yang berfokus pada jangka panjang dan fundamental perusahaan) tidak wajib menguasai analisa teknikal.
Tapi merupakan nilai tambah ketika digunakan untuk melihat trend (tren naik atau tren turun) jangka panjang, tapi tetap
ya itu hanya nilai tambah saja bukan mandatory. Kenapa? Karena dalam jangka panjang harga saham akan mengikuti
kinerja fundamental bisnis perusahaan.
1. Lihat perusahaannya
Setelah dibahas dasar-dasar laporan keuangan, sekarang mari kita bahas rasio-rasio dalam analisa laporan keuangan
yang sangat penting untuk kita ketahui, sehingga semua keputusan investasi didasarkan atas analisa yang mendalam.
Item-item (akun) yang dipakai di rasio-rasio ini, semuanya telah ada di tulisan dasar-dasar laporan keuangan tersebut.
Berikut adalah rasio-rasio yang akan dibahas di artikel ini. Silahkan klik link untuk langsung skip ke bagian yang
dikehendaki:
Rasio-rasio sejenis (seperti ROA, ROCE, ROIC) merupakan turunan dari ROE. Biasanya dipakai untuk menganalisa
lebih dalam tentang competitive advantage; di mana analisanya dibandingkan dengan kompetitor, market, sektor, dan
bahkan antar negara.
Lebih detail tentang ROE ini, silahlan baca artikel ROE adalah Rasio Paling Penting No 1 untuk Analisa.
Quick Ratio
= (Current Assest – Inventory) / Current Liabilities
Ukuran ini lebih liquid daripada Current Ratio
Cash Ratio
= Cash / Current Liabilitis
Lebih liquid lagi daripada Quick Ratio
Account Payable adalah Utang Usaha (utang dagang), ada di Laporan neraca (balance sheet) bagian utang lancar
(current liabilities). Cost of Sales (Beban pokok penjualan) ada di Laporan rugi-laba (income) yang terletak tepat di
bawah Penjualan (revenue). Number of Days adalah jumlah hari kerja dalam satu periode, misalkan untuk laporan
tahunan adalah jumlah hari kerja dalam setahun yaitu 242 hari.
Days Sales Outstanding (DSO), Disebut juga Receivable Period, menunjukkan rata-rata berapa hari perusahaan
menerima pembayaran uang dari para pembelinya.
DSO = Number of Days x Account Receivable / Revenue
Account Receivable adalah Piutang Usaha (piutang dagang), ada di Laporan neraca (balance sheet) bagian Aset lancar
(current asset).
Selisih antara DPO dan DSO sangat penting untuk analisa efektifitas/efesiensi operasional perusahaan. Semakin tinggi
DPO, artinya semakin panjang waktu perusahaan membayar utangnya. Semakin kecil DSO, artinya semakin cepat
waktu perusahaan menerima pembayaran piutangnya. Semakin tinggi selisih antara DPO dan DSO, maka semakin
banyak uang cash yang dipegang oleh perusahaan, dan ini adalah uang cash yang didapatkan dari utang tanpa bunga
(utang dagang). Dan uang cash ini bisa dipakai oleh perusahaan sebagai modal kerja, sehingga perusahaan bisa
meminimalkan jumlah modal yang ditanam (equitas). Dan sebagai dampak selanjutnya adalah tentu saja meningkatkan
ROE. Ini nyambung dengan pembahasan Financial Leverage di atas.
5. Pertumbuhan (Growth)
Merupakan perbandingan antara kenaikan (penurunan) dengan nilai periode sebelumnya. Dinyatakan dalam percent.
Kalau nilainya positif itu berarti naik, dan kalau bernilai negatif itu berarti turun. Contoh:
Selain pertumbuhan berdasarkan satu periode sebelumnya, juga tak kalah pentingnya adalah pertumbuhan dalam
periode jangka panjang yang mencakup beberapa periode. Yang dikenal dengan Pertumbungan Majemuk, atau
Compound Annual Growth Rate (CAGR). Lebih detail tentang CAGR ini saya bahas di Pertumbuhan Investasi bagai
Tabungan dengan Bunga Berbunga. Ringkasnya:
CAGR = ((NilaiAkhir/NilaiAwal)^(1/JumlahPeriode)) -1
Analisa pertumbuhan sering digunakan untuk memprediksi kinerja masa depan. Jika asumsi-asumsi bisa dibuat dan
fundamental perusahaan tidak banyak berubah, maka semakin besar kemungkinan kinerja masa depan akan seperti
kinerja selama ini (relatif lebih mudah untuk diprediksi).
Manfaat berikutnya adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi di perusahaan, apakah perubahan yang baik atau
perubahan yang buruk. Perhatikan contoh kasus berikut:
Perusahaan A mempunyai kinerja pertumbuhan penjualan (revenue) 14 % dan pertumbuhan laba bersih (net
profit) 10%. Angka-angka yang bagus, menunjukkan bahwa perusahaan bertumbuh baik secara penjualan maupun laba.
Namun ada yang perlu diperhatikan lebih. Ternyata untuk menghasilkan pertumbuhan laba sebesar 10%,
diperlukan pertumbuhan pendapatan sebesar 14%. Ini bisa jadi menunjukkan adanya ketidakefesienan di manajemen
perusahaan.
Jadi, dalam membandingkan kinerja perusahaan dengan kompetitor, perlu dibedah lebih dalam lagi siapa yang menjadi
kompetitor sebenarnya. Jangan-jangan yang selama ini dianggap kompetitor, itu sebenarnya bukan. Dan sebaliknya,
jangan-jangan yang tidak pernah dipikirkan sama sekali, itu adalah sebenar-benarnya kompetitor.
Jalan Sukses Investasi Saham
Kesimpulan
Rasio paling penting no#1 untuk investor adalah ROE. Ini adalah pusat dari semua perhatian investor. Selanjutnya yang
paling penting no#2 adalah pertumbuhan. Apakah perusahaan masih punya peluang pertumbuhan apa tidak.
Jika pertumbuhan tidak besar, maka investor bisa mengharapkan kompensasi dari ROE yang besar, seperti pada saham
Unilever (UNVR). Dan sebaliknya, jika pertumbuhan sangat besar, investor biasanya bersedia walaupun ROE tidak
besar. Dan yang sangat diharapkan oleh semua investor, kinerja ROE besar dan pertumbuhan juga besar.
Menganalisa kompetitor sangat penting. Karena dalam jangka panjang bisnis (pelanggan) bisa direbut secara pelan-
pelan oleh kompetitor tanpa begitu disadari.
Contoh Cara Membuat Analisis Fundamental Saham
Sumber
gambar: website Astra
Salah satu perusahaan Blue Chip terbaik di Indonesia. Nilai asset dan Market Cap sangat besar. Pertumbuhan penjualan
sudah tidak fantastik lagi. Saham ASII dengan harga yang sekarang, masih belum menarik untuk dijadikan investasi.
Kita mesti menunggu waktu yang sangat tepat untuk memberikan kesempatan mendapatkan harganya yang lebih murah.
Didirikan pada tahun 1957 oleh William Soerjadjaja. Go Public tahun 1990, kode saham ASII. Penjelasan dan sejarah
tentang Astra secara sederhana bisa dibaca di Wikipedia. William Soerjadjaja tidak lagi menjadi pengendali Astra
ketika tahun 1993 menjual sebagian besar sahamnya. Saat ini pemegang sahamnya adalah Jardine Cycle & Carriage
Limited 50,11% dan masyarakat 49,89%.
Segment Bisnis , atau Struktur Group Astra meliputi:
#1. Otomotif: Mobil (Toyota, Daihatsu, Isuzu, UD Trucks, Peugeot, BMW), sepeda motor (Honda), Komponen
(Astra Otoparts idx.AUTO), Lain-lain (Astra World)
#2. Jasa keuangan/Financial services: Pembiayaan Mobil (ACC, TAF), Pembiayaan Motor (FIF Group),
Pembiayaan alat berat (SANF, Komatsu), Asuransi (Astra Life, Asuransi Astra), Perbankan (Bank Permata idx.BNLI).
#3. Alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi: Mesin Konstruksi (United Tractor idx.UNTR, Acset
Indonusa idx.ACST, Kontraktor Pertambangan (PAMA), Pertambangan (Tuah Turangga Agung)
#4. Agribisnis: Astra Agro Lestasi (idx.AALI)
#5. Infrastruktur dan logistik: Jaringan Infrastructure (Astra Infra), Jaringan Logistik (Serasi Autoraya)
#6. Teknologi informasi (IT): Astragraphia (idx.ASGR)
#7. Property: Menara Astra, Astra Land, Brahmayasa, dll
Segment #1 Otomotif yang paling menguntungkan dengan ROE 23%, kontribusi profit 39%, kontribusi revenue
46%, dan kontribusi asset 23%.
Segment #3 Alat Berat ROE 16%, kontribusi profit 34%, kontribusi revenue 31%, dan kontribusi asset 27%.
Segment #2 Jasa Keuangan ROE 13%, kontribusi profit 17%, kontribusi revenue 9%, dan kontribusi asset 31%.
Aset paling besar dengan komposisi liabilitas terbesar, ini adalah wajar di industri keuangan (perbankan) karena banyak
menghimpun dana nasabah sebagai liabilitas.
Segment #4 Agribisnis ROE 11%, kontribusi profit 9%, kontribusi revenue 8%, dan kontribusi asset 8%.
Segment #6 Teknologi Informasi ROE 19%, kontribusi profit 1%, kontribusi revenue 2%, dan kontribusi asset
1%.
Segment #7 Property ROE 3%, kontribusi profit 1%, kontribusi revenue <1%, dan kontribusi asset 3%.
Segment #5 Infrastruktur dan logistik ROE -1%, kontribusi profit -1%, kontribusi revenue 4%, dan kontribusi
asset 7%.
Kinerja konsolidasi Astra ROE 15%
Kinerja Historical Fundamental Bisnis dari tahun 2008 – 2017
Data Laporan keuangan meliputi Asset, Liabilitas, Ekuitas, pendapatan/penjualan/revenue, laba kotor, laba usaha, laba
bersih. Rasio-rasio meliputi gross margin, net margin, ROA, ROE, Assest turnover, Financial Leverage, DER, payable
period, Receivable period. Keterangan (induk) pada ekuitas, laba bersih, dan ROE itu menunjukkan nilai yang
diatribusikan kepada entitas induk (dalam hal ini adalah pemegang saham Astra) setelah dikurangi dengan nilai untuk
non pengendali.
Tabel 2. ASII – Kinerja
Historical Fundamental Bisnis
Analisa yang pertama kali dilihat adalah ROE. Dari tahun ke tahun ROE menurun. Dengan teknik analisa Dupont, ROE
bisa dibreakdown lagi komponen-komponennya yaitu Net Margin, Asset Turnover, dan Financial Leverage. Dari tabel
2 di atas bisa dilihat bahwa selama bertahun-tahun perusahaan mampu menjaga Margin (baik gross maupun net) dan
Financial Leverage (struktur permodalan) tetap stabil. Idealnya, perusahaan yang bagus adalah yang marginnya naik
dari waktu ke waktu. Namun karena Astra ini sudah mature, bukan lagi perusahaan tumbuh, maka mampu
mempertahankan margin saja sudah cukup lumayan.
Sementara itu, terjadi penurunan Asset Turnover yang sebanding dengan penurunan ROE. Asset turnover
(Revenue/Asset) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menciptakan revenue,
kadang disebut juga “omset yang likuid”. Dari sisi bisnis, ini memang menunjukkan telah terjadi penurunan competitive
advantage. Cuma perlu dilihat lagi, di segment bisnis yang mana yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Sepertinya ini
lebih dikarenakan segment keuangan (lebih khusus lagi Bank Permata), dari tabel 1 di atas diketahui bahwa asset
segment keuangan paling besar (31%) sementara itu revenue hanya 9%.
Kesimpulan
Dengan ukuran bisnis yang sangat besar (tahun 2017 Asset 296 trilyun dan market cap 336 trilyun) dan pertumbuhan
yang lamban (CAGR pendapatan 9%) menjadikan Astra sebagai perusahaan raksasa yang sudah mature. Pertumbuhan
perusahaan yang sudah mature memang berada di sekitar angka segitu.
Profitabilitas Astra sudah termasuk bagus, di mana pertumbuhan laba (CAGR 11%) lebih tinggi daripada pertumbuhan
pendapatan (CAGR 9%). Namun pertumbuhan asset yang jauh lebih tinggi lagi (CAGR 16%) ini menunjukkan bahwa
perusahaan tidak terlalu efektif dalam mengelola assetnya, di mana dibutuhkan pertumbuhan asset sebesar 16% untuk
menumbuhkan pendapatan yang hanya 9%.
Dengan harga sekarang yang memberikan Margin of Safety (MOS) hanya 6%, menjadikan saham ASII tidak terlalu
menarik untuk investasi. Harga sahamnya wajar, namun bisnisnya tidak wonderful. Namun karena ini perusahaan yang
sangat kuat, tentunya akan relatif tahan terhadap berbagai krisis, sehingga akan tetap memberikan peluang investasi jika
harganya jatuh sangat rendah. Saya akan meng-consider untuk mulai invest saham ASII jika memberikan MOS paling
tidak 40%.
Catatan terakhir. Sebagai perusahaan konglomerasi yang segment bisnisnya sangat luas, untuk analisa yang lebih detail
memang mesti menganalisa per segmentnya. Riset selanjutnya adalah melakukan analisa pada perusahaan-perusahaan
tbk di bawah Astra (AUTO, UNTR, BNLI, AALI, ASGR, dan ACST). Juga melakukan valuasi harga wajar (nilai
intrinsik) saham ASII dengan metode Discounted Free Cashflow (DFCF).
Analisa Fundamental AKR Corporindo (AKRA) – Kembali ke Core
Business
PT AKR Corporindo Tbk, kode saham AKRA. Go public sejak 1994. Didirikan dengan nama PT Aneka Kimia Raya
oleh Soegiarto Adikoesoemo pada tahun 1977, yang sekarang menjadi presiden komisaris. Manajemen sekarang
dipimpin oleh Haryanto Adikoesoemo, sang anak, sebagai Direktur Utama. Menurut Forbes, Soegiarto saat ini menjadi
orang terkaya no#25 di Indonesia dengan total kekayaan US$1,35 milyar atau setara 18 trilyun rupiah lebih.
Pemegang saham adalah PT Arthakencana Rayatama (milik keluarga Adikoesoemo) 58,47%, manajemen 0,58%, dan
public 40,95%. Di Indonesia, perusahaan-perusahaan besar dan bagus kebanyakan dikendalikan oleh perusahaan
keluarga seperti AKRA ini.
Sumber informasi dari Laporan Tahunan AKRA 2017 dan Corporate Press.
Sebagai referensi, silahkan baca artikel berikut untuk istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan keuangan, dan metode
valuasi saham:
Perusahaan juga mampu meningkatkan efektivitas modal kerja dengan mengeksploitasi selisih antara receivable period
dan payable period, lihat juga Analisa Fundamental Unilever yang membahas ini lebih panjang lebar.
Analisa Pertumbuhan
= (6386-6350)/6350
= 1%
= 5,808
= (5808-4510)/4510
= 29%
Jadi, dengan melihat kinerja Q1-2018 dan harga saham saat ini (per 4 Mei 2018) 4510, dan valuasi harga wajar saham
AKRA adalah 5808, sehingga memberikan margin of safety 29%.
Seandainya hasil pemasukan Divestasi itu tidak di-exclude dari perhitungan, maka dengan EPS TTM: 467 akan
memberikan nilai harga dan margin of safety yang lebih besar.
harga wajar saham AKRA
= 17.7 x 467 x (1+15%)
= 9510
Margin of Safety
= (9510-4510)/4510
= 111%
Analisa saya, sejak awal kontrak dengan pemerintah tentang distribusi BBM subsidi ini, tentunya sudah dihitung trade-
off nya, di mana AKRA berpotensi mendapatkan kerugian dari BBM subsidi namun tetap mendapatkan untung dari
BBM non subsidi. Ada potensi kerugian (yang sekarang terjadi) pada distribusi BBM subsidi, namun itu dikompensasi
oleh keuntungan dari distribusi BBM non subsidi.
Situasi ini mirip dengan yang dialami oleh Pertamina yang juga rugi dalam bisnis distribusi BBM subsidi ini, bahkan
angkanya sangat besar sekali. Namun pemerintah telah menyatakan bahwa secara Company (bukan cuma dari sisi
distribusi BBM subsidi saja) Pertamina mendapatkan kompensasi dari Pemerintah untuk mengelola Blok Mahakam
yang menguntungkan Pertamina.
Terasa ada kekurangjelasan dalam bisnis modelnya, karena adanya deal-deal khusus dengan pemerintah misalnya
tentang seberapa besar persentase BBM non subsidi atas keseluruhan BBM (subsidi + non subsidi) yang didistribusikan
oleh AKRA. Namun jika AKRA mampu membuat deal (negosiasi) dengan pemerintah, kekurangjelasan ini justru bisa
membawa peluang.
Kesimpulan
Harga saham di awal tahun 2018 ini jatuh, sebagai lanjutan dari kejatuhan sejak akhir 2017. Divestasi yang
menghasilkan nilai penjualan aset besar sehingga menyebabkan angka laba tinggi, tidak menjadikan harga saham naik
bahkan turun. Mungkin ini berkaitan dengan respons negatif market atas divestasi. Juga mungkin berkaitan dengan
berita meruginya AKRA dari bisnis distribusi BBM subsidi.
Overall dengan harga yang saat ini memberikan nilai PER yang lebih rendah daripada PER tahun 2017 dan tahun-tahun
sebelumnya, dan juga valuasi yang memberikan Margin of Safety yang lumayan, saya berencana untuk menjadikan
saham AKRA sebagai bagian dari portfolio InvestorSadar.
Komitmen perusahaan untuk kembali fokus ke core business, di mana selama ini yang memberikan keuntungan yang
lebih besar, memberikan tambahan alasan untuk ambil bagian sebagai pemegang saham perusahaan ini.
Product (merek)
Unilever
PT Unilever Indonesia Tbk dengan kode saham UNVR, menghasilkan ROE di atas 100%. Kita akan menganalisa dari
mana kehebatan bisnis yang super ini berasal. Dan akan kita valuasi, apakah harga saham yang sekarang ini kemahalan
atau kemurahan untuk investasi.
Komposisi 85% saham dikuasai oleh Unilever Indonesia Holding dan 15% oleh masyarakat (public). Merupakan
perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) yang sangat dominan menguasai market share Indonesia. Memiliki
39 Brand Product yang diketagorikan ke dalam segment berikut:
Home Care (Kebutuhan Rumah Tangga): Cif, Domestos, Surf, Rinso, Sunlight, Molto, Super Pell, Vixal, Wipol
Personal Care (Perawatan Tubuh): Axe, Clouseup, Pepsodent, Dove, Lifebuoy, Lux, Pond’s, Rexona, Sunsilk,
Vaseline, Citra, Clear, Zwitsal, Fair & Lovely, TRESemme.
Food and Drink (Makanan dan Minuman): Blue Band, Lipton, Royco, Walls, Bango, Buavita, Sariwangi
Segment Home Care dan Personal Care memberi kontribusi revenue 2017 sebesar 68%, sementara segment Food and
Drink sebesar 32%.
Kita semua tahu, bahkan walaupun tanpa menghitung angka-angka kinerja laporan keuangannya, Unilever adalah
penguasa pasar FMCG di Indonesia yang tak tertandingi oleh competitor manapun. Kita bisa lihat brand (merk)
Unilever ada di barang-barang yang kita pakai sehari-hari. Dapat dikatakan, siapapun memakai product-nya Unilever,
khususnya untuk Home Care dan Personal Care.
Silahkan baca artikel berikut untuk istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan keuangan, dan metode valuasi saham:
Dasar-dasar Laporan Keuangan
Rasio-rasio Penting untuk Investor dalam Analisa Laporan Keuangan
Ukuran dan Rasio dalam Valuasi Harga Saham
Sumber-sumber Data [gratis] untuk Analisa
ROA dari Net Margin dan Asset Turnover yang besar dan stabil
Seperti yang dibahas di Rasio Dupont, ROE = Net Margin x Asset Turnover x Financial Leverage. Dengan ROA = Net
Margin x Asset Turnover, maka ROE = ROA x Financial Leverage.
Dari tabel 1 di atas, Unilever berhasil menjaga Net Margin rata-rata 17%, dan Gross Margin 51%. Bisnis dengan
margin sebesar itu termasuk bagus. Apalagi di industry FMCG, angka margin tersebut termasuk sangat bagus. Sebagai
pemimpin pasar (Market Leader) Unilever mampu mempertahan margin yang tinggi, yang artinya bisa menentukan
harga product-product, tidak perlu membanting harga demi memenangkan persaingan.
Asset turnover rata-rata 2,3. Sehingga memberikan rata-rata ROA 39%. Asset turnover menunjukkan kecepatan
perusahaan dalam memanfaatkan asetnya untuk bisnis. Di sektor konsumsi, rata-rata asset turnover memang tinggi,
karena perputaran uang di sini sangat cepat, namun Unilever tetap jauh di atas rata-rata para kempetitornya.
Dalam jangka Panjang, Unilever berhasil menjaga Net Margin, Asset Turnover, dan ROA sangat stabil di angka rata-
rata tersebut. Sebuah kemampuan bisnis yang luar biasa, bertahun-tahun mampu mempertahankan daya saingnya
(competitive advantage).
Tidak hanya berhenti sampai di situ, dengan kehebatannya, Unilever meningkatkan profitability-nya lebih tinggi lagi
dengan mengekploitasi Leverage (utang). Financial Leverage sama dengan Asset/Equity. Rasio Financial Leverage-nya
sangat tinggi, beberapa tahun terakhir nilainya di atas 3, itu artinya sebagian besar asetnya dibiayai oleh utang. Dan
Tidak seperti Margin dan Turnover yang stabil, Financial Leverage ini naik terus dari tahun ke tahun.
Dari sisi yang lain, dengan bertambahnya hutang tentu saja akan menambah ancaman resiko dari beban hutang (bunga).
Namun di bisnis ada semacam threshold, di titik manakah hutang itu akan semakin meningkatkan return atau
memperpuruk kinerja? Titik itu ada di trade-off antara ROA[sebelum bunga] dan bunga pinjaman. ROA[sebelum bunga]
adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak (disebut juga laba usaha atau operating profit) dan total asset. Bunga
pinjaman adalah rasio antara beban bunga dan total hutang (liquidity).
Beban bunga berasal dari pinjaman bank maupun surat hutang. Dari laporan keuangan 2017, Unilever tidak punya
hutang jangka Panjang. Hutang jangka pendek kepada bank hanya berbunga sekitar 6%. Jangan lupa, utang dagang dan
utang pajak, itu adalah bentuk utang yang tidak berbunga. Dari tabel 1 di atas, lihat rasio DER sebesar 2,7 dan
DER(berbunga) sebesar 0,7. DER(berbunga) adalah rasio antara Hutang yang berbunga dan total liablity. Jadi total
beban bunga riel adalah
= Bunga pinjaman x DER(berbunga)/DER
= 6% x 0,7/2,7
= sekitar 2%
Jadi, dengan memperbesar komposisi hutang tanpa bunga (Hutang dagang), maka dampak dari bunga bank (6%) secara
riel menjadi semakin kecil (2%).
Dari tabel 1 di atas, lihat rasio Payable Period, Receivable Period, dan selisih antara Payable Period dan Receivable
Period. Payable periode menunjukkan berapa hari hutang dagang (kepada supplier) itu dibayar. Receivable Period
menunjukkan berapa hari piutang dagang (dari customer) diterima pembayarannya. Dari data diketahui bahwa
Receivable period lebih besar daripada Payable period, artinya Unilever mampu untuk mengulur waktu membayar
utang dan mampu untuk mempercepat menagih piutangnya. Artinya, Unilever memegang cash dari selisih waktu
tersebut. Dan lihat lagi, dari tahun ke tahun, selisih Payable dan receivable periode ini semakin besar. Itulah kenapa
Unilever tidak perlu hutang yang besar (dan juga tidak perlu menahan laba) untuk modal kerjanya karena uang cash
dari selisih Payable dan receivable period sangat besar juga untuk menambah modal kerja.
Ada dua pertumbuhan yang perlu untuk di Analisa, yaitu YoY growth (YoY: Year on Year, tahun ini dibandingkan
dengan tahun kemarin) dan CAGR (Compound Annual Growth Rate, Rata-rata pertumbuhan per tahun). Orientasi YoY
adalah lebih kepada Analisa jangka pendek, untuk memonitor kinerja tahun per tahun. Sementara CAGR berorientasi
jangka panjang, misalnya CAGR 9 tahun adalah rata-rata pertumbuhan 9 tahun ke belakang (dalam case UNVR ini
adalah dari tahun 2008 sampai 2017).
Dalam menganalisa pertumbuhan bisnis, yang paling utama untuk dilihat adalah pertumbuhan penjualan
(pendapatan/omset), karena penjualan merupakan ukuran bisnis yang sebenarnya. Rata-rata pertumbuhan (CAGR 9
tahun) penjualan adalah 11%, cukup tinggi untuk ukuran bisnis sebesar (dan se-mature) Unilever. Namun pertumbuhan
setahun terakhir hanya 3%. Memang secara makro, sector konsumsi (Consumer industry) sedang mengalami tekanan.
Secara umum, dalam jangka yang lebih panjang lagi, ketika market sudah benar-benar saturasi, perusahaan besar
sekelas Unilever ini paling tidak akan tumbuh di sekitar pertumbuhan GDP Indonesia.
Sementara itu, pertumbuhan (CAGR 9 tahun) laba bersih adalah 13%, sama dengan pertumbuhan Aset. Seperti telah di
bahas di atas, dari ketahun ke tahun, Unilever selalu mempertahankan kinerja ROA yang stabil.
Dari tabel pertumbuhan ini kita juga bisa melihat strategi kebijakan permodalan perusahaan. Dengan pertumbuhan
(CAGR 9 tahun) asset yang 13% itu, pertumbuhan equity hanya 6%, komposisi permodalan perusahaan lebih
didominasi oleh hutang yang pertumbuhannya 17%. Sudah dibahas di atas juga, laba yang dihasilkan lebih banyak
dibagikan ke pemegang saham sebagai dividen daripada ditahan. Dengan kekuatan bisnisnya (dan daya
saing/competitive advantage yang hebat) menjadikan Unilever mampu mengeksploitasi hutang (Leverage) untuk
memaksimalkan keuntungan (ROE) nya.
Kehebatan bisnis Unilever tercermin dari pertumbuhan harga saham yang tinggi, di mana CAGR 9 tahun (dari 2008 –
2017) sebesar 24%. Bandingkan dengan pertumbuhan net profit, CAGR 9 tahun yang sebesar 13%, hampir setengahnya.
Untuk bisnis dengan ekspektasi market yang biasa saja, pertumbuhan harga saham biasanya akan sebesar dengan
pertumbuhan net profitnya. Namun karena luar biasanya bisnis Unilever, menyebabkan ekspektasi market semakin jauh
melebihi kinerja bisnis itu sendiri. Selain terlihat dari CAGR harga saham yang lebih tinggi dari net profit, terlihat juga
dari nilai PBV dan PER yang semakin tinggi juga.
Valuasi Harga Saham Unilever
Dengah melihat pertumbuhan harga saham yang hamper dua kali lipat pertumbuhan net profit, terlihat jelas sekali kalau
harga saham Unilever ini kemahalan. Mari kita lihat berapa valuasi harga wajar dari Unilever ini.
Dengan asumsi pertumbuhan Free Cashflow 13% selama 10 tahun, dan 1% setelah itu (terminal growth); dan Discount
rate (WACC) 10%; diperoleh Intrinsic value 42,224. Lihat contoh menghitung Intrinsic Value dengan metode
Discounted Free Chasflow secara lebih detail pada valuasi saham Ultrajaya (ULTJ).
Margin of Safety (MOS) adalah
= (Harga Saham – intrinsic Value) / Harga Saham
= (42,224 - 46,150)/ 46,150
= -9%
Kesimpulan
Dari sisi manapun, Unilever adalah adalah perusahaan yang hebat. Namun dengan kinerja yang sangat superior tersebut
telah menjadikan harga sahamnya sangat mahal. Dua valuasi di atas memberikan Margin of Safety (MOS) yang minus.
Kalau di perusahaan yang kinerjanya biasa-biasa saja, saya mencari MOS yang cukup besar untuk bantalan keamanan.
Namun di perusahaan sekelas Unilever ini, MOS yang relatif kecil masih bisa saya terima, dengan catatan saya akan
membelinya sedikit demi sedikit, dan menambah jumlah pembelian ketika MOS semakin besar.
Dibandingkan dengan periode yang sama (Q1) tahun 2017 lalu, penjualan Q1 tahun 2018 ini turun 0,9% dan laba bersih
turun 6,2%. Penurunan laba bersih inilah yang menyebabkan harga saham turun drastis. Sejak awal tahun 2018 ini,
harga tertinggi adalah 58100. Dengan harga sekarang 46150, maka telah terjadi penurunan sebesar 21%. Dan untuk
kembali lagi dari harga 46150 ke 58100, dibutuhkan kenaikan sebesar 26%.
Ada gap yang besar antara harga tertinggi dan harga sekarang ini. Dengan melihat historical harga saham UNVR ini,
setelah puncak rekor tertinggi tercapai dan kemudian harga turun, rata-rata butuh waktu satu tahun untuk kembali ke
harga tertinggi tersebut. Dengan pertimbangan analisa technical seperti ini, rasanya make sense untuk bertaruh di
UNVR demi 26% opportunity selama satu tahun. Lihat grafik history harga saham UNVR berikut ini untuk melihat
visualisasi gap/opportunity tersebut.
History Harga
Saham UNVR
Analisa fundamental Ultrajaya (ULTJ) – Investasi di “Wonderful
Company with Wonderful Price”
Sebagai investor, yang pertama dilihat adalah ROE-nya, seberapa besar kemampuan perusahaan itu menghasilkan laba
atas investasinya. ROE ULTJ cukup besar, di kisaran belasan sampai 20an persen.
Ad
Wait, ada yang tersembunyi di balik ROE yang segitu. Lihat Cash akhir tahun, selalu bertambah. Selama ini perusahaan
sangat pelit akan deviden. Sukanya menahan laba. Uang kas yang sangat besar ini ditaruh di bank, dan tentu saja
dengan return sekitaran bunga deposito yang nilainya jauh di bawah ROE bisnisnya. Kalau begitu, untuk mendapatkan
nilai ROE perusahaan yang lebih presisi, kita bisa mengira-ngira dengan mengurangkan Cash dari Equity sehingga kita
dapatkan ROE [minus Cash]. Dari tabel 1, nilai ROE [minus Cash] dua tahun terakhir di atas 30%.
Pertumbuhan pertahun (Compound Annual Growth Rate/CAGR) ini saya analisa selama delapan tahun terakhir, dari
tahun 2009 sampai 2017. Sengaja tidak saya hitung dari tahun 2008 karena di tahun 2008 tersebut terdapat corporate
action yang sangat besar di mana Ultrajaya menjual unit bisnis Buavita ke Unilever (UNVR).
Perusahaan berhasil menumpuk pundi-pundi kekayaannya, dengan pertumbuhan laba dan cash yang besar, di atas
angka 30%.
Saldo Cash sangat tinggi, ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih memilih untuk menahan labanya daripada membagi
dividen. Ada kemungkinan suatu saat nanti perusahaan merencanakan untuk melakukan ekspansi yang sangat besar
dengan menggunakan uang sendiri (tanpa perlu berhutang yang ada beban bunganya).
Kinerja yang sangat superior. CAGR harga saham 31%, jauh melebih return rata-rata investasi saham di Indonesia yang
sebesar 18%. Catatan: CAGR return IHSG 16% dan dividen yield 2%, sehingga total return 18%.
Kenaikan harga saham ini kira-kira sebanding dengan pertumbuhan free cashflow dan laba perusahaan. Ini
membuktikan bahwa dalam jangka panjang harga saham akan sebanding dengan kinerja perusahaan. Catatan: free
cashflow di sini dihitung dari operating cashflow dikurangi dengan investing cashflow.
Dari tabel 2 di atas: pendapatan, laba kotor, dan laba bersih masing-masing nilai CAGR-nya 15%, 20%, dan 36%.
Pertumbuhan laba jauh melebihi pertumbuhan pendapatan/revenue/penjualan. Ini menunjukkan bahwa perusahaan
beroperasional sangat efesien; untuk meningkatkan jumlah produksi/penjualan tidak diperlukan peningkatan biaya yang
sama besar.
Valuasi
Tabel 3 berikut ini berisi data history Market Capitalization, jumlah saham, PBV (Price to Book Value), PER (Price
Earning Ration), EPS (earning per share), dan harga saham.
Berikut ini hitungan dengan discounted free cash flow. Meskipun dari tabel 2, pertumbuhan free cash flow adalah 32%.
Namun saya melakukan estimasi dengan sangat konservatif dengan mengambil angka pertumbuhan 15%.
Dengan asumsi selama 10 tahun ke depan free cash flow tumbuh 15%, dan setelah itu pertumbuhan hanya 1%, maka
diperoleh intrinsic value 3.194 dan Margin of Safety 116%.
Tabel 4. Valuasi discounted free cash flow
Dari dua metode valuasi di atas, didapatkan nilai Margin of Safety yang besar. Tentunya hasil valuasi sangat ditentukan
oleh asumsi-asumsi yang dipakai, khususnya asumsi tentang pertumbuhan.
Dengan karakteristik Ultrajaya sebagai perusahaan yang Capital Efficient Company, maka metode valuasi yang paling
tepat adalah Discounted Free Cash Flow.
Kesimpulan
Mengutip prinsip Warrent Buffet
“It’s far better to buy a wonderful company at a fair price, than a fair company at a wonderful price”
Yang artinya kira-kira
“Lebih baik investasi di perusahaan yang luar biasa dengan harga saham yang wajar, daripada di
perusahaan yang biasa-biasa saja walaupun dengan harga saham yang murah”
Ultrajaya dengan kinerjanya selama ini (CAGR Laba Bersih, Free Cashflow, dan harga saham di atas 30%) dan
mempunyai competitive advantage yang sangat besar (di mana product andalannya menguasai lebih dari 50% market
share), maka sangat tepat kalau kita sebut sebagai Wonderful Company.
Dengan valuasi yang memberikan Margin of Safety yang besar, maka harganya bisa dibilang murah. It’s a wonderful
company with wonderful price.
CAGR 1 tahun adalah pertumbuhan tahun 2016 – 2017. CAGR 9 tahun adalah rata-rata pertumbuhan majemuk tahun
2008 – 2017. Data pertumbuhan meliputi Aset, Liabilitas, Equitas, Pendapatan (Revenue), Laba Kotor, Laba Usaha,
Laba Bersih (Profit), dan Harga Saham.
Tabel 2. BBCA – Pertumbuhan
Untuk lebih detail tentang perbandingan BBCA dengan BBRI, BMRI, dan BBNI silahkan baca Perbandingan 4 Bank
Terbesar: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI – Mencari yang Terbaik.
Tabel 3. BBCA – Kinerja Market
Mahalnya saham BBCA, apakah menjadikan saham ini yang terbesar dalam memberikan return buat pemegang saham,
dalam arti kenaikan harga sahamnya paling tinggi? Tidak. Mari kita bandingkan dengan ketiga bank besar
lainnya (Bank Rakyat Indonesia-BBRI, Bank Mandiri-BMRI, dan Bank Nasional Indonesia-BBNI) berdasarkan data
dari tahun 2008 sampai 2017.
CAGR Harga Saham (%):BBCA 23.6; BBRI 25.9; BMRI 26.0; BBNI 35.5
Rata-rata PER: BBCA 18.4; BBRI 11.2; BMRI 13.2; BBNI 11.1
Rata-rata PBV: BBCA 4.0; BBRI 2.8; BMRI 2.3; BBNI 1.6
Pertumbuhan (CAGR) harga saham BCA adalah 23,6% pertahun. Bandingkan dengan BBRI 25,9%, BMRI 26%, dan
BBNI 35,5%. BBCA paling kecil, walaupun secara umum return 23,6% per tahun itu termasuk besar buat investor
saham di mana IHSG hanya 18%. Catatan, pengitungan return keempat Bank ini hanya berdasarkan harga saham
semata, tidak menambahkan dividen yield, tapi untuk kemudahan analisa ini saya asumsikan saja dividen yield-nya
sama.
Nah sekarang, kita lihat perbandingan PER (Price to Earning Ratio) dan PBV (Price to Book Value). Selama tahun
2008 sampai 2017 tersebut, rata-rata PER dan PBV saham BBCA paling tinggi, dan yang paling rendah adalah rata-rata
PER dan PBV saham BBNI. Lihat, bahwa saham dengan PER dan PBV paling rendah (BBNI) memberikan return yang
paling besar (35,5%). Ternyata prinsip value investing terlihat banget relevansinya dengan melihat kinerja perusahaan-
perusahaan dalam jangka panjang.
Grafik 4. BBCA – Historical Harga
Saham
Valuasi Harga Saham BBCA
Data per 4 Juni 2018
PBV = 4,15
Nilai rata-rata dan CAGR diambil dari data tahun 2008 sampai 2017.
= 20.365
Margin of Safety (MOS)
= (20.365 - 22.925)/22.925
= -11%
= 25.787
Margin of Safety (MOS)
= (25.787 - 22.925)/22.925
= 12%
Dengan metode valuasi relative PER diperoleh MOS -11%. Dan dengan metode valuasi relative PBV diperoleh MOS
12%. Saya belum menghitung dengan metode valuasi Discounted Free Cash Flow (DFCF).
Catatan: Dari data historical PBV di tabel 4, nilai PBV tidak terlalu berubah significant terhadap perubahan harga
saham. Jadi dalam valuasi ini lebih relevan menggunakan metode valuasi relative PER daripada metode valuasi relative
PBV.
Analisa Bank BNI (BBNI) – BUMN Kebanggaan Indonesia
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk merupakan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pertama yang menjadi
perusahaan publik setelah IPO pada tahun 1996, dengan kode saham BBNI. Pada mulanya didirikan sebagai Bank
sentral dengan nama Bank Negara Indonesia pada tanggal 5 Juli 1946. Selanjutnya BNI ditetapkan menjadi Bank
Negara Indonesia 1946, dan statusnya menjadi Bank Umum Milik Negara. Dan kemudian menjadi Perusahaan
Perseroan Terbatas (Persero) pada tahun 1992.
Pemerintah menjadi pemegang saham 60%, yang 40% dipegang publik. Anak perusahaannya meliputi Bank BNI
Syariah, BNI Multifinance, BNI Sekuritas, BNI Life Insurance, dan BNI Remittance.
Kinerja Bisnis Bank BNI
Sebagai referensi, artikel-artikel berikut ini berisi penjelasan tentang istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan
keuangan, dan metode valuasi saham:
Berdasarkan data 2017, Bank BNI menjadi bank dengan Aset terbesar nomor 3 di Indonesia (setelah BBRI, BMRI, dan
BBCA), sebesar 709 Trilyun rupiah. ROE lumayan sebesar 14%. Seperti kinerja bank-bank lain pada umumnya, kinerja
tahun 2017 membaik dibandingkan tahun 2016.
Dari sisi kesehatan Bank, BNI sangat sehat dengan angka CAR (Capital Adequacy Ratio atau rasio kecukupan modal)
18,5% dan NPL (non performing loan atau kredit bermasalah) 2,3%.
Dari data tabel 2 di atas, terlihat pertumbuhan fundamental bisnis yang cukup konsisten. Dalam jangka panjang (CAGR
9 tahun) pertumbuhaan pendapatan (revenue) 14% itu termasuk tinggi. Dan pertumbuhan laba bersih (profit) yang 31%,
itu sangat fantastik.
Dari sisi kepentingan investor yang membeli saham dari pasar sekunder, saham BBNI menghasilkan return yang super
fantastik, CAGR (9 tahun) 35%. Kenaikan ini didukung oleh pertumbuhan EPS yang sangat besar juga, CAGR (9 tahun)
28%.
Kinerja harga sahamnya sangat fantastis, CAGR (9 tahun) 35% seperti di bahas di atas. Yang lebih menguntungkan lagi
dari investasi di saham BBNI ini, selain return harga saham jangka panjang yang 35% itu, investor juga mendapatkan
dividen dengan yield rata-rata sebesar 2%.
Indikator market lain, PBV, PER, dan PEG nilainya relatif lebih kecil dibandingkan ketiga bank besar lainnya. Sangat
menarik, karena dengan kenaikan harga saham yang setinggi itu masih memberikan peluang yang bagus dengan PER,
PBV, dan PEG yang kecil. Catatan: semakin kecil PBV, PER, dan PEG maka itu mengindikasikan bahwa harga
sahamnya lebih murah.
Grafik 4. BBNI – Grafik Harga Saham
PBV = 1,63
Nilai rata-rata dan CAGR diambil dari data tahun 2008 sampai 2017.
= 10.485
Margin of Safety (MOS)
= (10.485 - 8.475)/8.475
= 24%
= 10.164
= (10.164 - 8.475)/8.475
= 20%
Dengan metode valuasi relative PER diperoleh MOS 24%. Dan dengan metode valuasi relative PBV diperoleh MOS
20%. Saya belum menghitung dengan metode valuasi Discounted Free Cash Flow (DFCF).
Kesimpulan
Kinerja fundamental bagus. Di mana bisnisnya menguntungkan dengan ROE tahun 2017 sebesar 14%. Dan bisnis juga
tumbuh dengan CAGR (9 tahun) aset 15%, equitas 23%, revenue 14%, laba bersih 31%.
Kinerja harga saham juga sangat bagus, di mana CAGR (9 tahun) harga saham 35% dan EPS 28%. Yang sangat
menarik adalah, meskipun harga saham sudah naik setinggi itu, indikator market (PER, PBV, PEG) masih menunjukkan
kalau harga sahamnya masih relatif murah. Terlihat juga dari nilai Margin of Safety (MOS) yang lumayan, valuasi
relatif PER menghasilkan MOS 24%, dan valuasi relatif PBV menghasilkan MOS 20%.
Dengan kondisi sekarang ini, saya mempertimbangkan untuk membeli lagi saham BBNI ini.
Segment #3. Kelembagaan. Meliputi kredit yang diberikan, simpanan nasabah dan transaksi – transaksi lainnya milik
nasabah lembaga pemerintah dan dana pensiun BUMN. Kontribusi Profit 5%, kontribusi Revenue 3%, dan kontribusi
aset 1%.
Segment #4. Retail. Terdiri dari segmen konsumer/individual, segmen mikro, Small Medium Entreprise/SME, dan
Wealth. Segmen retail
banking ini termasuk kredit yang diberikan kepada badan usaha atau individu dengan skala mikro hingga kecil.
Kontribusi Profit 3%, kontribusi Revenue 13%, dan kontribusi aset 13%.
Segment #5. Treasury. terkait dengan kegiatan treasury Bank termasuk transaksi valuta asing, money market, fixed
income, bisnis perbankan internasional, pasar modal, supervisi Kantor Luar Negeri. Kontribusi Profit 24%, kontribusi
Revenue 6%, dan kontribusi aset 11%.
Segment #6. Kantor pusat. Mengelola aset dan liabilitas Grup selain yang telah dikelola oleh segmen operasi lainnya
termasuk menerima alokasi biaya atas penyediaan jasa servis secara sentralisasi kepada segmen lainnya serta
pendapatan/biaya yang tidak teralokasi ke pelaporan segmen lainnya. Kontribusi Profit -61%, kontribusi Revenue 1%,
dan kontribusi aset 19%.
Segment #7. Entitas Anak – Syariah. Kontribusi Profit 1%, kontribusi Revenue 5%, dan kontribusi aset 8%.
Segment #8. Entitas Anak – Asuransi. Kontribusi Profit 4%, kontribusi Revenue 8%, dan kontribusi aset 3%.
Segment #9. Entitas Anak – Selain Syariah dan Asuransi. Kontribusi Profit 2%, kontribusi Revenue 3%, dan kontribusi
aset 3%.
Catatan kinerja 2017. Segment paling besar berdasarkan kontribusi revenue dan profit adalah Retail. Segmen retail ini
juga tumbuh. Dari segmen wholesale (Korporasi dan Komersial), tercatat penurunan baik revenue maupun profit, dan
tetap menjadi nomer 2 berdasarkan kontribusi revenue dan profit.
Catatan kinerja 2017. Setelah bertahun-tahun menduduki posisi bank dengan aset paling besar, di tahun 2017 ini (aset
1,125 trilyun) posisi digeser oleh bank BRI (Aset 1,126). ROE sebesar 13%, naik dari tahun 2016.
Dari sisi kesehatan Bank Mandiri sangat sehat dengan angka CAR (Capital Adequacy Ratio atau rasio kecukupan
modal) 21.6%. NPL (non performing loan atau kredit bermasalah) masih tinggi 3,5%, meskipun membaik dari tahun
2016.
Dari data tabel 3 di atas, terlihat pertumbuhan yang cukup besar dan konsisten. Memang pertumbuhan tahun 2017 tidak
setinggi tahun-tahun sebelumnya, namun itu bisa dimaklumi karena ini berkaitan dengan kondisi perekonomian.
Dalam jangka panjang (CAGR 9 tahun) pertumbuhaan pendapatan (revenue) 14% itu lumayan tinggi. Dan pertumbuhan
laba bersih (profit) yang 17%, melebihi pertumbuhan pendapatan itu menunjukkan perusahaan semakin efisien.
Dan juga patut diperhatikan, pertumbuhan equitas sebesar 21% dan harga saham 26%. Pertumbuhan yang fantastis.
Namun dengan melihat pertumbuhan harga saham yang lumayan melebih pertumbuhan equitas, mengindikasikan
bahwa harga saham cukup mahal.
Dengan CAGR (9 tahun, dari 2008 sampai 2017) harga saham sebesar 26% dan dividen yield 2%, menjadikan hasil
investasi di saham BMRI ini sangat memuaskan. Nilai-nilai PER dan PBV di atas akan kita pakai untuk melakukan
valuasi, memperkirakan harga wajar saham BMRI.
Ad
Catatan, PEG (perbandingan antara PER dan pertumbuhan profit) cukup besar yaitu 2,7. Itu menunjukkan bahwa PER
terlalu tinggi jika dibandikan dengan pertumbuhan profit, dan itu berarti harga sahamnya cukup mahal.
PBV = 2.03
Nilai rata-rata dan CAGR diambil dari data tahun 2008 sampai 2017.
= 6.483
Margin of Safety (MOS)
= (6.483 - 7.050)/7.050
= -8%
= 9774
Margin of Safety (MOS)
= (9.774 - 7.050)/7.050
= 39%
Dengan metode valuasi relative PER diperoleh MOS -8%. Dan dengan metode valuasi relative PBV diperoleh MOS
39%. Saya belum menghitung dengan metode valuasi Discounted Free Cash Flow (DFCF).
Catatan: Dari data historical PBV di tabel 4, nilai PBV tidak terlalu berubah significant terhadap perubahan harga
saham. Jadi dalam valuasi ini lebih relevan menggunakan metode valuasi relative PER daripada metode valuasi relative
PBV.
Kesimpulan
Bank Mandiri adalah bank yang bagus dan besar. Kinerja Fundamental perusahaan juga bagus, meskipun
pertumbuhannya tidak fantastis. Namun kenaikan harga saham yang fantastis, CAGR 9 tahun (2008 sampai 2017)
sebesar 26%, itu terlalu besar. Terutama jika dibandingkan dengan petumbuhan fundamentalnya, di mana CAGR
equitas 21% dan CAGR net Profit 17%. Menjadikan harga saham BMRI cukup mahal. Apalagi dengan valuasi (metode
relative PER) menghasilkan Margin of Safety (MOS) -8%.
Dari indikator PEG juga nilainya terlalu tinggi, yaitu 2,7. Peluang yang menarik kalau nilai PEG di bawah 1, itu artinya
walaupun PER tinggi tapi pertumbuhan laba lebih tinggi. Sementara itu untuk case saham BMRI ini, pertumbuhan laba
(CAGR 17%) tidak sebesar nilai PER.
Untuk lebih detail tentang perbandingan BMRI dengan BBRI, BBCA, dan BBNI silahkan baca Perbandingan 4 Bank
Terbesar: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI – Mencari yang Terbaik.
Untuk saat ini harga wajar saham BMRI relatif lebih kecil daripada harga saham sekarang. Jadi belum menarik untuk
dibeli. Saya monitor saya saham Blue Chip ini, menunggu waktu yang tepat untuk memberikan penawaran harga
discount yang lumayan.
Sebagai referensi, artikel-artikel berikut ini berisi penjelasan tentang istilah-istilah, dasar-dasar analisa laporan
keuangan, dan metode valuasi saham:
Stock Market Leader (Market cap). BBCA paling tinggi dengan market cap 540 trilyun. Disusul BBRI, BMRI,
dan BBNI.
Valuasi harga saham berdasarkan PER. BBCA paling mahal dengan PER 23. Disusul BMRI, BBRI, dan BBNI.
Valuasi harga saham berdasarkan PBV. BBCA paling mahal dengan PBV 2,1. Disusul BBRI, BMRI, dan BBNI.
Valuasi harga saham berdasarkan PEG. BMRI paling mahal dengan PEG 2,7. Disusul BBCA, BBRI, dan BBNI.
Pertumbuhan aset BBRI paling tinggi dengan CAGR 18,4%. Disusul BBNI, BMRI, dan BBCA
Pertumbuhan equitas BBRI paling tinggi dengan CAGR 25,1%. Disusul BBNI, BBCA, dan BMRI
Pertumbuhan revenue BBRI paling tinggi dengan CAGR 16%. Disusul BBCA, BMRI, dan BBNI
Pertumbuhan laba bersih BBNI paling tinggi dengan CAGR 30,9%. Disusul BBRI, BBCA, dan BMRI
Perbandingan kinerja saham di market:
Pertumbuhan harga saham BBNI paling tinggi dengan CAGR 35,5%. Disusul BMRI, BBRI, dan BBCA
Pertumbuhan EPS BBNI paling tinggi dengan CAGR 35,5%. Disusul BBRI, BBCA, dan BMRI
Rata-rata PBV BBCA paling tinggi dengan nilai 4. Disusul BBRI, BMRI, dan BBNI
Rata-rata PER BBCA paling tinggi dengan nilai 18,4. Disusul BMRI, BBRI, dan BBNI
Rata-rata PEG BMRI paling tinggi dengan nilai 1,9. Disusul BBCA, BBRI, dan BMRI
1. BBNI
Pertumbuhan profit dan EPS paling besar.
Pertumbuhan harga saham paling besar.
Valuasi paling murah.
Margin of safety cukup.
Meskipun pertumbuhan harga saham paling besar, namun masih memberikan ruang bertumbuh yang masih
sangat besar pula.
2. BBRI
Ukuran bisnis paling besar (aset, revenue).
pertumbuhan bisnis paling besar (aset, equitas, revenue).
Valuasi paling murah no 2.
Margin of safety cukup.
Harga sahamnya menarik, dan pertumbuhan bisnis paling besar.
3. BBCA
market cap paling besar
Profitability paling besar (Margin, ROE)
Paling Sehat (NPL kecil)
Valuasi paling mahal
Margin of safety kurang
Harganya sudah sangat mahal, dan pertumbuhan bisnisnya di bawah BBNI dan BBCA
4. BMRI
PEG paling tinggi
Valuasi mahal no 2.
Margin of safety terlalu kecil
Harganya sudah sangat mahal, dan pertumbuhan bisnisnya di bawah ketiga bank lainnya
Di Bursa Indonesia (BEI), EKAD dimasukkan dalam sektor: Industri Dasar dan Kimia, dan industri: Kimia. Di antara
perusahaan terbuka (public), EKAD bisa dibilang tidak punya pesaing karena masing-masing perusaahan terbuka di
industri kimia mempunyai produk yang berbeda-beda. Di pasar pita perekat, pesaing terberatnya adalah PT Nachindo
Tape Industry yang memproduksi pita perekat dengan merk Nachi. Sayang, PT Nachindo ini bukan perusahaan terbuka
yang listing di BEI sehingga kita tidak bisa melihat kinerja keuangannya dengan detail untuk membuat perbandingan.
Joyko dan Kenko sendiri lebih sebagai produsen alat tulis & kantor (ATK), persaingan dengan EKAD hanya di produk
solasi dan lakban, jadi tidak mudah untuk diperbandingkan dengan EKAD secara perusahaan.
E-Commerce Pendorong Kuat Pertumbuhan Bisnis EKAD
Produsen lakban ini punya masa depan cerah, seiring dengan pertumbuhan e-Commerce di Indonesia. Menurut SWA,
pertumbuhan eCommerce di Indonesia tahun 2013-2015 adalah 33%, dan diperkirakan akan meningkat lebih besar lagi
di tahun-tahun mendatang. Kita tahu bahwa pertumbuhan eCommerce secara langsung meningkatkan bisnis logistik-
delivery, dan secara tidak langsung meningkatkan kebutuhan akan lakban, karena hampir setiap barang yang dikirim
selalu dibungkus dengan lakban. Jadi, tren pertumbuhan bisnis eCommerce yang pesat ini memberi dampak positif bagi
perusahaan produsen lakban.
Tentang dampak eCommerce terhadap peluang bisnis di berbagai saham Indonesia, silahkan baca artikel Peluang
Investasi Saham dari Pertumbuhan eCommerce.
Bagi Investor yang mendapatkan saham EKAD melalui pasar modal, selama ini EKAD sudah memberikan hasil yang
sangat memuaskan. Sejak tahun 2008 sampai 2016, harga saham EKAD naik dengan rata-rata per tahun (CAGR)
sebesar 23%. Hasil yang sangat memuaskan. Coba bandingkan, bisnis mana yang bisa memberikan hasil sebesar itu?
Analisa Fundamental Saham EKAD
Di balik kinerja saham yang bagus ini, mari kita lihat landasan fundamentalnya. Dari tahun ke tahun (2008-2016, data
saya olah dari stockbit.com), revenue tumbuh dengan CAGR 15%, dari 183 milyar di tahun 2008 menjadi 569 milyar di
tahun 2016. Pendapatan (laba bersih tahun berjalan) juga tumbuh dengan CAGR 44%, dari 5 milyar di tahun 2008
menjadi 91 milyar di tahun 2016.
Laba yang diinvestasikan kembali menjadikan bisnis semakin besar (deviden payout ratio rata-rata 15%). Tampak dari
ekuitas (modal) yang bertumbuh dengan CAGR 28%, dari 80 milyar di tahun 2008 menjadi 592 milyar di tahun 2016.
[catatan, pertumbuhan ekuitas juga dipengaruhi oleh pengeluaran saham baru (corporate action) di tahun 2011].
Dari sisi cash flow (arus kas), keuangan perusahaan sangat sehat. Pertumbuhan cash flow seiring sejalan dengan
pertumbuhan pendapatan (laba), di mana CAGR laba adalah 44% dan CAGR cash flow akhir periode adalah 49%.
Hanya bisnis yang sehat yang bisa memberikan kesejajaran antara pertumbuhan cash flow dan pertumbuhan laba.
In summary, kinerja financial perusahaan diukur dari rasio-rasio bisnis. Rasio yang paling penting adalah ROE (Return
on Equity). Kinerja perusahaan stabil dengan rata-rata ROE 16%. Bisnis dengan ROE 16% adalah bisnis yang
menguntungkan, layak untuk kita pegang. Dari rasio utang, DER (Debt to Equity Ratio) jauh di bawah 1, menunjukkan
perusahaan yang kuat di mana utangnya sangat kecil dibandingkan ekuitasnya. Current ratio (aset lancar dibandingkan
dengan utang lancar) lebih besar dari 2, menunjukkan perusahaan yang liquid, dalam arti tidak akan terganggu
operasionalnya karena kewajiban hutang jangka pendek.
Ada yang menarik dari kinerja tahun 2016 ini. Laba tahun berjalan (laba yang diperhitungkan dalam ROE maupun EPS)
naik 94%, dari 47 milyar di tahun 2015 menjadi 91 milyar di tahun 2016. Dalam laporan keuangan terdapat akun
pendapatan komprehensif sebesar 216 milyar. Ini adalah pendapatan komprehensif dari revaluasi aset, tidak ada uang
secara nyata, hanya perubahan angka dalam akuntansi. Pendapatan komprehensif ini tidak masuk ke dalam akun laba,
tapi masuk ke dalam akun ekuitas (modal). Dampak dari dimasukkannya pendapatan komprehensif ke dalam equity
menjadikan
ROE(2016)
=Laba(2016)/equity(2016)
=91/592
=15%
ROE(2016)
=Laba(2016)/equity(2016)
=91/(592-216)
=24%
Tampaknya memang ada kebijakan perusahaan untuk menjaga ROE di sekitaran angka belasan %.
Dari tabel di atas (history nilai PER dan PBV dari tahun 2008 sampai 2016), rata-rata PER adalah 7,24 dan rata-rata
PBV adalah 1,53. Kita akan menggunakan nilai rata-rata ini untuk menghitung harga wajar saham.
= 7,24 x 126
= 909
= 1,53 x (592/0,699)
= 1296
Dari kedua metode relatif PER dan PBV di atas, kalau kita rata-ratakan menjadi
= (909+1296)/2
= 1103
Dengan harga saham per hari ini sebesar 700, maka harga saham EKAD di bawah harga wajarnya dengan
margin of safety (MOS)
= (1103-700)/700
= 58%
Jadi, dengan harga saat ini, EKAD memberikan margin yang sangat besar, 58%.
Kesimpulan
Sebagai sebuah bisnis, EKAD terus bertumbuh terutama didorong oleh pertumbuhan industri delivery, sebagai dampak
lanjutan dari booming industri e-Commerce. Fundamental perusahaan sangat bagus, harga saham juga relatif murah,
sehingga sangat layak untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari portfolio investasi saham.
Sumber : https://investorsadar.com/peta-belajar/