Anda di halaman 1dari 6

MAFAHIM, MAQAYIS, & QANAAT

Oleh M. Shiddiq Al-Jawi

Pengantar Redaksi
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam beberapa kitabnya acapkali
menyinggung 3 (tiga) istilah khas, yaitu mafâhîm, maqâyis, dan
qanâ’ât. Misalnya, dalam kitab Dukhûl al-Mujtama‘ (1958) beliau
menyebutkan istilah-istilah tersebut ketika membicarakan perubahan
pemikiran masyarakat yang akan melahirkan sebuah negara (Lihat:
Terjun ke Masyarakat, 2000: 28). Dalam kitabnya yang lain,
Muqaddimah ad-Dustûr (1963:5-6), beliau menyebut tiga istilah
tersebut dalam konteks definisi negara dan pemikiran-pemikiran yang
mendasari lahirnya sebuah negara. Definisi negara dalam kitab
Muqaddimah ad-Dustûr ini lalu ditegaskan formulasinya oleh Abdul
Qadim Zallum dalam Mitsâq al-Ummah (1989: 57), yakni bahwa
negara adalah institusi pelaksana bagi sekumpulan mafâhîm,
maqâyis, dan qanâ‘ât yang telah diterima oleh umat. Berikutnya,
dalam kitab at-Tafkîr (1973: 121-122) beliau menyinggung tiga istilah
tersebut dalam konteks berpikir tentang perubahan. Lalu apa
pengertian mafâhîm, maqâyis, dan qanâ‘ât itu? Tulisan ini mencoba
menjelaskan secara ringkas hakikatnya masing-masing dan sekaligus
implikasinya dalam upaya perubahan umat, bertolak dari kitab-kitab
tersebut, khususnya dari kitab Dukhûl al-Mujtama‘.

Pengertian melainkan pemikiran-pemikiran


Mafâhîm adalah bentuk jamak cabang yang dibangun dari suatu
dari mafhûm, yang diartikan akidah. Dalam kitab At-Tafkîr
sebagai persepsi atau konsep. (1973: 122-123), Taqiyuddin an-
Maqâyis adalah jamak dari Nabhani menyatakan bahwa
miqyâs, yang artinya standar, akidah adalah mafhîm asâsî
kriteria, atau tolok ukur. Qanâ‘ât (konsep/persepsi dasar) yang
adalah bentuk jamak dari akan mendasari semua mafhûm
qanâ‘ah, yang bisa diartikan (mafâhîm), miqyâs asâsî
dengan keyakinan (Inggris: (standar/kriteria dasar) yang akan
conviction, lihat Ilyas, 1962: 565), mendasari semua miqyas
penerimaan, atau kepuasan. (maqâyis), dan qanâ‘ât asâsî
Pada dasarnya, mafâhîm, (keyakinan/penerimaan dasar)
maqâyis, dan qanâ‘ât adalah yang akan mendasari semua
pemikiran-pemikiran (al-afkâr). qanâ‘ât. Dalam kitab tersebut,
Namun, ketiganya bukanlah beliau berbicara dalam konteks
pemikiran mendasar, yaitu akidah, perubahan individu, keadaan,
atau masyarakat, yang dapat pemikiran itu telah menjadi
terjadi dengan mengubah akidah mafâhîm baginya. Jika seseorang
masyarakat terlebih dulu; telah memahami apa itu Khilafah,
kemudian mengubah segala tetapi tidak membenarkannya,
mafâhîm, maqâyis, dan qanâ‘ât atau malah menentangnya, maka
yang lahir dari akidah tersebut. pemikiran itu hanya menjadi
Meskipun semuanya adalah pengetahuan saja baginya, bukan
pemikiran, masing-masingnya menjadi mafâhîm. Posisi seperti
memiliki pengertian khusus. ini, misalnya, ada di kalangan
Mafâhîm adalah pemikiran yang para orientalis non-Muslim dalam
telah dipahami maknanya dan menyikapi pemikiran Islam. Lalu,
dibenarkan oleh seseorang apa urgensinya membedakan
(Shalih, 1988: 24-26; Al-Qashash, pemikiran dengan mafâhîm atau
1995: 141; Athiyat, 1996: 49). apa urgensinya menjelaskan
Jadi, sebuah pemikiran akan proses perubahan pemikiran
berubah menjadi mafâhîm bagi menjadi mafâhîm? Tidak lain
seseorang jika memenuhi dua untuk mengubah perilaku (as-
syarat, yaitu: Pertama, orang suluk) manusia. Sebab, yang
tersebut telah memahami makna mempengaruhi perilaku manusia
pemikiran (idrak madlûl al-fikrah) bukanlah pemikiran semata,
dengan tepat. Kedua, orang melainkan mafâhîm yang ada
tersebut telah membenarkan pada dirinya. Kepentingan untuk
pemikiran itu (at-tashdîq bi al- mengubah perilaku inilah yang
fikrah) (Muqaddimah ad-Dustur, menjadi fokus atau penekanan
1963:5-6). Jika suatu pemikiran dari istilah mafâhîm.
hanya dipahami maknanya, tetapi Adapun maqâyis, ia hakikatnya
tidak dibenarkan, maka pemikiran adalah juga pemikiran sekaligus
itu tidak menjadi mafâhîm bagi juga mafâhîm. Hanya saja,
seseorang, melainkan hanya maqâyis memiliki fungsi khusus
sekadar informasi (al-ma‘lûmât). untuk menjadi standar atau
Demikian juga jika suatu kriteria untuk menilai berbagai
pemikiran telah dibenarkan, tetapi pemikiran dan realitas. Jika kita
tidak dipahami maksudnya, bicara mafâhîm maka
pemikiran itu juga belum menjadi penekanannya adalah pada
mafâhîm. Misalnya, ada pemikiran aspek pengaruh pemikiran
bahwa mendirikan Khilafah terhadap perilaku. Sedangkan jika
adalah suatu kewajiban syariat. kita bicara maqâyis,
Jika seseorang telah memahami penekanannya adalah pada
apa yang dimaksud dengan fungsinya sebagai standar atau
Khilafah, lalu dia kriteria untuk menilai, bukan pada
membenarkannya, berarti fungsinya sebagai suatu faktor
yang mempengaruhi perilaku. di atas. Qanâ‘ât lebih
Misalnya, sudah diketahui, bahwa menekankan aspek pembenaran
syariat mengharamkan penguasa hati terhadap suatu pemikiran,
untuk memberikan jalan bagi atau lebih melihat bagaimana
orang kafir untuk mendominasi suatu pemikiran itu diterima
umat Islam (QS an-Nisa [4]: 141). secara meyakinkan dan
Dengan kriteria ini seorang memuaskan bagi seseorang,
Muslim akan bisa menilai, bukan melihat dari segi
apakah penguasanya telah bagaimana pengaruh pemikiran
menyimpang dari Islam atau tidak. terhadap perilaku (dalam konteks
Ketika dia melihat penguasanya mafâhîm), juga bukan melihat
meminta bantuan kepada IMF, fungsi pemikiran sebagai tolok
atau memihak kepada Amerika ukur untuk menilai (dalam konteks
Serikat dalam propagandanya maqâyis).
yang keji untuk memerangi Selanjutnya, pembenaran
terorisme, maka tahulah dia, terhadap suatu pemikiran pada
penguasanya telah menyeleweng dasarnya terwujud karena adanya
jauh dari Islam. Sebab, meminta argumen (dalil). Tidak mungkin
bantuan IMF dan bekerjasama ada pembenaran terhadap suatu
dengan AS dalam perang pemikiran, kecuali didasarkan
melawan terorisme, telah menjadi pada argumen, baik argumen
jalan untuk memperkokoh yang berupa fakta (dalîl ‘aqlî)
dominasi kaum penjajah yang maupun argumen yang berupa
kafir atas umat Islam. teks (dalîl naqlî) (Hasan, 2000: 2-
Mengenai qanâ‘ât, ia 8). Jika keberadaan suatu
sesungguhnya juga pemikiran argumen (dari suatu pemikiran)
sekaligus mafâhîm. Karakter telah dipahami dan juga telah
dasar dari qanâ‘ât adalah dibenarkan oleh seseorang, akan
pemikiran yang telah dipahami terwujudlah penerimaan dan
dan dibenarkan oleh seseorang. kepuasan yang mantap pada
Namun, qanâ‘ât lebih dirinya. Inilah cara pembentukan
menekankan pada adanya unsur qanâ‘ât.
keyakinan atau penerimaan yang Oleh karena itu, kita akan
bulat terhadap suatu pemikiran. dapat memahami apa yang
Jadi, qanâ‘ât, walaupun berupa dimaksudkan Taqiyuddin an-
pemikiran dan mekanisme Nabhani ketika beliau
pembentukannya dari pemikiran, menerangkan bagaimana qanâ‘ât
melibatkan pekerjaan hati, yaitu itu dapat terwujud pada
pembenaran (at-tashdîq). Inilah masyarakat (Terjun ke
bedanya dengan mafâhîm dan Masyarakat, hlm. 28-29), yaitu
maqâyis seperti telah disinggung bisa karena adanya gambaran
yang jelas akan suatu pemikiran; juga mengkaji perilaku politik AS
karena pemikiran itu mempunyai yang mentoleransi pembantaian
realitas yang dapat diindera dan umat Islam di Bosnia dan
dirasakan; karena adanya Chechnya, atau serangan AS
kesesuaian yang sering terjadi yang buas di Afganistan dan Irak
antara pemikiran dengan dengan alasan palsu, atau
realitasnya; atau karena pembelaan AS yang memuakkan
seringnya terjadi pengulangan kepada Israel yang telah banyak
(katsrah at-takrar) sehingga membunuh orang Islam tak
akhirnya terwujud pembenaran berdosa di Palestina, atau politik
yang meyakinkan akan suatu terorisme AS yang licik untuk
pemikiran. Semua ini sebenarnya menyerang Islam dan kelompok-
berfokus pada suatu hal, yaitu kelompok Islam, dan sebagainya.
adanya argumen/bukti (dalil), Berulang-ulangnya bukti ini
untuk melahirkan qanâ‘ât. akhirnya akan memunculkan
Dalam fakta praktis, misalnya, suatu qanâ‘ât dalam dirinya,
si Ahmad sudah dikenal sebagai bahwa AS memang musuh Islam
pedagang yang jujur. Jika dan umat Islam. Demikian
seseorang sudah sering kali seterusnya.
bermuamalah dengan Ahmad, Qanâ‘ât tentu juga ada pada
bukan hanya sekali, lalu ia dapat pemikiran-pemikiran yang
merasakan dan membuktikan menyangkut nilai (pandangan
kejujurannya, maka akan terbitlah hidup), yaitu hukum syariat, bukan
qanâ‘ât padanya, bahwa si hanya pemikiran yang
Ahmad memang pedagang yang menyangkut fakta seperti yang
jujur. Contoh lain dalam politik, baru saja diuraikan. Misalnya,
katakan ada pemikiran bahwa pemikiran bahwa jihad adalah
Amerika adalah negara penjajah wajib dan merupakan metode
yang memusuhi Islam dan umat baku untuk membangun politik
Islam, bukan negara sahabat. luar negeri dari negara Islam
Mungkin seseorang pada awalnya (khilafah). Pemikiran ini akan
apatis atau tidak begitu yakin menjadi qanâ‘ât pada diri
dengan hal itu. Akan tetapi, seseorang setelah dia puas
katakan dia lalu mempelajari mengkaji dalil-dalil yang
sejarah hitam politik AS terhadap mendasari wajibnya jihad dari al-
Dunia Islam. Dia lalu mengetahui Quran, al-Hadits, dan Ijma
betapa keji perilaku politik AS Sahabat; atau setelah mendapat
pada Perang Teluk (1991) yang penjelasan yang gamblang
merekayasa pasukan mengenai konsep jihad secara
multinasional untuk mengeroyok menyeluruh sebagai metode
bangsa Irak yang Muslim. Dia untuk menyebarkan Islam ke luar
negeri, termasuk bagaimana kelompok yang kuat dalam
praktiknya pada masa Rasulullah, masyarakat, atau kelompok
sahabat, tâbi‘în, dan tâbi‘ at- masyarakat yang kuat itu rela dan
tâbi‘în. mendiamkannya, maka secara
alami dan pasti akan terwujud
Implikasi sebuah negara baru (An-Nabhani,
Apa implikasi penting dari 2000: 29).
pemahaman kita terhadap tiga Itulah secara ringkas gambaran
terminologi di atas, yakni terbentuknya sebuah negara
mafâhîm, maqâyis, dan qanâ‘ât? baru, yang akan mengatur
Dalam kitab-kitabnya, Taqiyuddin berbagai kepentingan (maslahat,
an-Nabhani menyebut tiga istilah interest) berdasarkan pemikiran
tersebut dalam konteks baru itu. Jadi, negara baru akan
perubahan masyarakat menuju muncul dengan adanya
terbentuknya negara Khilafah. seperangkat pemikiran baru
Artinya, nilai strategis tentang kehidupan yang
pemahaman tiga konsep tersebut termanifestaikan dalam
adalah untuk memberikan sekumpulan mafâhîm, maqâyis,
kesadaran yang lebih mendalam dan qanâ‘ât (Muqaddimah ad-
bagi pengemban dakwah Dustûr, hlm. 5).
mengenai proses-proses yang Di sinilah bisa dipahami peran
harus dilakukannya dalam strategis partai yang hendak
perubahan masyarakat, mengubah masyarakat, yaitu
khususnya yang menyangkut menyampaikan pemikiran-
pemikiran. pemikiran baru kepada
Dalam kitab Dukhûl al- masyarakat, lalu memproses
Mujtama‘ diuraikan bahwa tugas pemikiran itu agar menjadi
partai politik adalah mengemban mafâhîm, maqâyis, dan qanâ‘ât.
pemikiran-pemikiran tertentu Sejumlah proses harus dilakukan
tentang kehidupan— agar pemikiran yang disampaikan
terepresentasikan dalam tidak mandek hanya menjadi
sekumpulan mafâhîm, maqâyis, informasi atau pengetahuan.
dan qanâ‘ât— untuk disampaikan Pemikiran itu haruslah diproses
kepada masyarakat (An-Nabhani, agar berubah menjadi mafâhîm,
2000: 28). Jadi, semula pemikiran yang pada gilirannya akan
itu ada dalam internal partai, mengubah perilaku masyarakat.
kemudian partai mengintroduksi Caranya adalah dengan
dan dan menanamkankannya memahamkan maknanya dan
secara eksternal kepada menjelaskan
masyarakat luas. Jika pemikiran argumen-argumennya sehingga
ini lalu diterima oleh satu terwujud pembenaran (at-
tashdîq). Pemikiran itu juga harus Maghfur Wahid. Jakarta:
diproses agar menjadi maqâyis Pustaka Thariqul Izzah.
dengan cara mengajak Athiyat, Ahmad. 1996. Ath-Tharîq:
masyarakat menjadikan pemikiran Dirâsah Fikriyyah fî Kayfiyah
tersebut sebagai standar untuk al-‘Amal li Taghyîr Wâqi‘ al-
menilai segala sesuatu. Ummah wa Inhadhiha. Cetakan
Pemikiran itu juga harus II. Beirut: Darul Bayariq-Darun
diproses agar menjadi qanâ‘ât Nahdhah al-Islamiyah.
dengan cara menunjukkan dan Hasan, Mahmud Abdul Karim.
membuktikan argumen- 2000. Metode Perubahan
argumennya secara berulang- Sosial Politik (At-Taghyîr
ulang dan terus-menerus kepada Hatmiyah ad-Dawlah al-
masyarakat, hingga masyarakat Islâmiyyah). Alih bahasa Yahya
dapat menerimanya secara Abdurrahman. Jakarta: PSKII
mantap dan yakin. Jika semua Press.
proses ini berjalan dengan baik Ilyas, Ilyas Anton. 1962. Al-
dan sebuah kelompok kuat dalam Qamush Al-‘Ashri. Cetakan IX.
masyarakat menerima Kairo: Elias’ Modern Press.
sekumpulan mafâhîm, maqâyis, Zallum, Abdul Qadim. 1989.
dan qanâ‘ât yang ditawarkan, Mîtsâq al-Ummah. t.tp: t.p.
maka lahirnya sebuah negara
baru hanya tinggal masalah
waktu; atau dengan kata lain,
hancurnya negara yang lama juga
tinggal masalah waktu. []

Daftar Pustaka

Al-Qashash, Ahmad. 1995. Usûs


an-Nahdhah ar-Râsyidah.
Cetakan I. Beirut: Darul
Ummah.
An-Nabhani, Taqiyuddin. 1963.
Muqaddimah ad-Dustûr. t.tp:
t.p.
----------. 1973. At-Tafkz140r. t.tp:
t.p.
----------. 2001. Terjun ke
Masyarakat (Dukhûl Al-
Mujtama’). Alih bahasa

Anda mungkin juga menyukai