PROPOSAL SKRIPSI
Disusun oleh:
AFDAL PERDANA
G1B015098
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun oleh:
AFDAL PERDANA
G1B015098
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
ii
LEMBAR PENGESAHAN
MITIGASI BENCANA LONGSOR DI DESA KELINDANG
KECAMATAN MERIGI KELINDANG KABUPATEN
BENGKULU TENGAH DENGAN KOMBINASI
METODE KONTROL DAN PERKUATAN
Oleh :
AFDAL PERDANA
G1B015098
Menyetujui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Universitas Bengkulu
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PROPOSAL SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proposal skripsi
dengan judul :
Sejauh yang saya ketahui bukan merupakan hasil duplikasi dari skripsi
dan/atau karya ilmiah lainnya yang pernah dipublikasikan dan/atau pernah
dipergunakan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan diperguruan tinggi atau
instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan
sebagaimana mestinya.
AFDAL PERDANA
NPM. G1B015098
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
(Q.S Al - Insyirah:5-6)
“Orang yang bekerja melebihi dari apa yang dibayarkan, cepat atau lambat akan mendapat bayaran
lebih dari apa yang dia kerjakan”
(Napoleon hill)
(Ridwan Kamil)
”Jika tidak mampu menjadi yang TERBAIK maka jadilah yang PERTAMA, jika tidak mampu
menjadi yang PERTAMA maka jadilah yang BERBEDA”
(Afdal perdana)
v
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PROPOSAL SKRIPSI .......................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR RUMUS ..................................................................................................x
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... xi
DAFTAR NOTASI ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................2
1.3 Tujuan penelitian .......................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................3
1.5 Batasan Masalah ........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Bagian-Bagian Longsoran .........................................................................5
2.2 Jenis-jenis longsoran .................................................................................6
2.2.1 Longsoran rotasional (rotational slides) ............................................7
2.2.2 Longsoran translasional (translasional slide) ....................................9
2.3 Stabilitas lereng .......................................................................................10
2.3.1 Teori Analisis Stabilitas Lereng .......................................................10
2.4 Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ..................................12
2.4.1 Konsep Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ..............12
2.4.2 Model Mekanis Tanah Pada Metode Elemen Hingga......................12
2.4.3 Pengenalan Permodelan Material .....................................................14
2.5 Metoda Perbaikan Stabilitas Lereng........................................................17
2.6 Pohon Keputusan .....................................................................................19
vi
BAB III. METODE PENELITIAN........................................................................22
3.1 Lokasi Penelitian .....................................................................................22
3.2 Metode Penelitian ....................................................................................22
3.3 Tahap Penelitian ......................................................................................23
3.3.1 Studi Pustaka ....................................................................................23
3.3.2 Persiapan Alat Dan Bahan ...............................................................23
3.3.3 Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan ........................................24
3.4 Standart Pelaksanaan Pengujian Laboratorium .......................................24
3.5 Pelaksanaan Pengujian di Laboratorium .................................................25
3.6 Mencari Nilai Kohesi dan Sudut Geser Dalam .......................................25
3.7 Pembahasan .............................................................................................25
3.8 Bagan Alir Penelitian ..............................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................28
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR RUMUS
x
DAFTAR ISTILAH
xi
DAFTAR NOTASI
FK : Faktor Keamanan
𝜏 : Tahanan Geser
σ’ : Tegangan normal
𝑎 : Sudut kemiringan lereng (°)
b : Berat isi tanah basah (kN/m3)
c′ : Kohesi efektif
𝜙′ : Sudut geser dalam efektif
u : Tekanan air pori
s : Kuat geser tanah
: Regangan
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dapat dipicu oleh adanya aktifitas seismik oleh patahan aktif di Kabupaten
Kepahiang. Studi terdahulu yang dilakukan telah mencapai satu kesimpulan
bahwa area pegunungan di Kabupaten Kepahiang dan Bengkulu Tengah dapat
mengalami kejadian longsor yang dipicu oleh aktifitas seismik dan tingginya
tingkat curah hujan. Meskipun demikian, desain penangan yang relevan untuk
penangan longsor pada beberapa titik di area tersebut masih belum dilakukan.
Rencana penelitian ini mengusulkan studi lebih lanjut mengenai potensi
longsoran pada area Kabupaten Bengkulu Tengah, khususnya pada area yang
mengalami kelongsoran pada tanggal 27 April 2019. Penelitian ini juga
mengusulkan sebuah desain penangan yang relevan dengan kondisi kelongsoran
pada area yang terdampak longsor. Desain penanganan yang dimaksud adalah
kombinasi penangan longsor menggunakan metode perkuatan lereng dan metode
kontrol lereng. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan
metode elemen hingga atau finite element method. Secara umum, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran detail mengenai potensi longsor dan
mekanisme terjadinya longsoran pada area yang diteliti. Selain itu, penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan panduan teknis kepada stake holder terkait,
dalam menerapkan penangan potensi kelongsoran lereng yang relevan, ekonomis,
handal pada area yang diteliti.
2
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui penyebab terjadinya longsor di Desa Kelindang, Kecamatan
Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah.
2. Mengukur nilai-nilai faktor aman lereng yang dimodelkan berdasarkan pada
parameter tanah di Desa Kelindang Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten
Bengkulu Tengah.
3. Menentukani kombinasi terbaik antara metode kontrol dan perkuatan yang
akan digunakan dalam menentukan perancangan penanggulangan longsor di
Desa Kelindang Kecamatan Merigi Kelindang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ditinjau dari berbagai aspek adalah sebagai berikut :
a) Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan lebih banyak pengetahuan dan
pengalaman mengenai penanganan longsor dengan kombinasi metode
Kontrol dan perkuatan.
b) Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu teori ilmiah yang
dapat dimanfaatkan sebagai mitigasi bencana longsor dengan kombinasi
metode kontrol dan perkuatan
c) Bagi instansi, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam
menanggulangi bencana longsor pada wilayah objek kajian di Kabupaten
Bengkulu Tengah.
3
4. Peninjauan hanya terhadap kelongsoran tanah, tanpa peninjauan terhadap
kelongsoran batuan
5. Metode perkuatan yang diteliti tanpa membahas perkuatan dengan vegetasi
atau tumbuhan.
6. Digunakan permodelan numerik menggunakan Finite Element 2D
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Gambar 2.1, Mahkota (crown) dinyatakan sebagai bagian paling atas
pada zona longsor dan terletak berdekatan dengan tebing utama longsor. Terdapat
bagian yang pada longsoran yaitu bagian yang bergerak dan bagian yang tidak
bergerak. Bagian yang tidak bergerak merupakan bagian utama longsor yang tetap
keadaaanya seperti sebelum terjadinya kelongsoran atau berada pada permukaan
tanah asli (origininal ground surface). Pada bagian yang bergerak, terdapat
beberapa segmen seperti mahkota longsoran, rekahan, zona penumpukan, zona
penekanan, dan sebagainya. Bagian lereng yang mengalami pergerakan adalah
5
mahkota longsoran atau biasa disebut crown, yang di dalamnya terdapat rekahan.
Rekahan atau scarp terdiri dari dua bagian yaitu mayor scarp atau scarp utama
(main scarp). Scarp ini merupakan permukaan lereng yang curam pada zona tanah
yang tidak terganggu oleh longsoran dan terletak diujung atas longsoran. Rekahan
minor atau minor scarp adalah permukan yang curam pada material yang bergerak
dan terbentuk akibat pergerakan ikutan dari material longsor.
Pada titik puncak lereng, terdapat puncak lereng (top) yang merupakan bagian
kontak antara material yang tidak bergerak dengan rekahan utama. Bagian utama
atau main body merupakan bagian dari material yang bergerak dan menutupi
bidang longsor. Pada bagian bawah, terdapat kaki lereng (foot) yang merupakan
bagian longsoran yang bergerak hingga melampaui kaki lereng. Terdapat pula
ujung bawah (tip) yang merupakan titik pada jari longsoran yang terletak paling
jauh dari puncak longsoran dan ujung kaki (toe) yang merupakan bagian terbawah
dari hasil material yang bergerak. Kejadian longsoran ditenggarai dengan adanya
pelicinan bidang gelincir (surface of rupture) pada bidang longsor. Bidang
gelincir ini merupakan permukaan yang kedap air dan menjadi landasan
bergeraknya masa tanah. Pada bidang longsor, terdapat ujung kaki bidang (toe of
surface rupture) yang merupakan perpotongan antara bagian terbawah dari bidang
longsor dan permukaan tanah asli dan permukaan pemisah (surface of separation)
yang merupakan permukan tanah asli yang menumpuk pada kaki longsor.
Peristiwa longsoran menyebabkan terjadinya perpindahan material dari tempat
asalnya dan terjadinya amblesan (depleted masss) dan penekanan (depletion).
Zona perpindahan ini dikenal sebagai zona perpindahan (depletion zone).
Material-material yang bergerak akan menumupuk dan peletak diatas permukaan
tanah asli (accumulation), yang dikenal pula sebagai zona akumulasi (zone of
accumulation). Secara umum, pada bidang longsor terdapat zona material yang
berdekatan dengan sisi luar bidang longsor (flank).
6
yang bekerja pada lereng. Selanjutnya, gaya yang menahan massa tanah
disepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh kedudukan muka air tanah, sifat fisik
tanah, dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja sepanjang bidang luncur.
(Sutikno,1997).
Pada bidang gelincir yang merupakan batas antara massa tanah yang bergerak
dan diam, bekerjalah gaya geser yang diakibatkan oleh gaya gravitasi. Akibat
gaya ini, bagian atas dari massa tanah akan bergeser dari posisi awalnya dan
bergerak kebawah hingga permukaan yang lebih landai. Umumnya, tanah longsor
terjadi secara tiba-tiba. Namun, adapula yang terjadi secara perlahan-lahan dengan
indikasi terbentuknya retakan-retakan pada tanah.
a) Penggelinciran (slip)
Penggelinciran (slip) pada jenis tanah yang lempung memiliki bidang
bidang longsor berbentuk seperti lingkaran. Material tanah yang longsor bergerak
secara bersama-sama dan saling meyatu antara setiap material disepanjang bidang
gelincir yang relatife tipis.
SLUMP
Original
Slumped
7
Gambar 2.2. Penggelinciran
Minor
Scarp
Sumber:Hardiyatmo (2007)
Sumber: Hardiyatmo (2007)
Gambar 2.3. Longsoran rotasi berlipat
8
Sumber:Hardiyatmo (2007)
Gambar 2.4. Longsoran berurutan
Cliff
Moving Block
SURFACE
9
2.3 Stabilitas lereng
Pada permukaan tanah yang miring, elemen gravitasi kerap menggerakan
tanah ke bawah. Jika elemen gravitasi yang dibendung begitu besar melebihi
perlawanan geseran yang dikerahkan oleh tanah pada bidang longsorannya, maka
akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis pada permukaan tanah yang miring ini
disebut analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng cendrung sulit
dilakukan, karena terdapat begitu banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil
hitungan. Faktor-faktor tersebut misalnya, geometri lereng, iklim, aktivitas
manusia, sifat fisik, sifat mekanik dan lain-lainnya. Analisis stabilitas lereng dapat
dilakukan apabila komponen geometri tanah dan kondisi tanah telah diketahui.
Penyelesaian dengan menggunakan program-program komputer atau diagram-
diagram merupakan cara yang sering digunakan dalam metode analisis stabilitas
lereng (Hardiyatmo, 2007).
2.3.1 Teori Analisis Stabilitas Lereng
Hardiyatmo (2007) menyebutkan bahwa kemantapan atau kestabilan lereng
(Slope Stability) sangat dipengaruhi oleh kekuatan geser tanah () untuk
menentukan kemampuan tanah menahan tekanan tanah terhadap keruntuhan.
Analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis
(limit plastic equilibrium). Analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan
faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Faktor aman didefinisikan
sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakan.
Secara umum, analisis stabilitas lereng dapat didefensikan sepert persamaan
berikut:
Mr
FS (2.1)
Md
dengan, FS adalah faktor aman lereng, Mr dalah Momen penahan keruntuhan
lereng dan Md adalah momen penggerak atau pemicu terjadinya keruntuhan
lereng.
Bishop (1955) menyebutkan bahwa untuk mendefenisikan kestabilan
lereng, batasan minimal faktor aman perlu diterapkan. Menurut Bishop (1955)
lereng dengan nilai FS kurang dari 1,5 mengindikasikan bahwa lereng tersebut
dalam keadaan tidak stabil (berpotensi mengalami kelongsoran). Nilai FS sama
10
dengan 1,5 mengindikasikan bahwa lereng berada pada ambang batas
keseimbangan. Hal ini memiliki pengertian bahwa lereng dapat mengalami
kelongsoran atau sebaliknya. Suatu lereng dinyatakan benar-benar stabil apabila
nilai FS lebih dari 1,5.
Dalam implementasinya, kestabilan lereng dapat dianalisis menggunakan
konsep keseimbangan batas dan metode irisan atau method of slices. Secara
umum, pada metode irisan, beberapa parameter seperti momen, gaya horizontal,
dan vertikal digunakan sebagai komponen utama dalam perhitungan. Beberapa
peneliti yang mengusulkan penerapan metode keseimbangan batas dan metode
irisan dirangkum pada Tabel 1. Dalam praktiknya, Metode Fellenius (1927) dan
Metode Bishop Disederhanakan (Bishop, 1955) merupakan metode yang sering
sekali digunakan. Meskipun demikian, terdapat kelemahan dalam
implementasinya, yakni proses iterasi dan coba-coba yang memakan waktu.
Kelemahan lain dari metode ini adalah hasil yang dihasilkan hanyalah sebatas
faktor keamanan, sedangkan nilai deformasi dari material tidak diketahui dengan
akurat.
Tabel 2.1. Kriteria parameter dalam analisis stabilitas lereng menggunakan
metode kesimbangan batas dan irisan
Persamaan Keseimbangan Batas
No Method Gaya
Momen
Horizontal Vertikal
1 Fellenius (1927) - -
2 Bishop Disederhanakan (Bishop, -
1955)
3 Janbu Disederhanakan (Janbu, -
1954)
4 Lowe and Karfiath (1960) -
5 Spencer (1967)
6 Sarma (1973)
7 Morgenstern and Price (1975)
11
2.4 Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) pertama kali dikenalkan
oleh Clough dan Woodward (1967), namun kendala dalam metode ini adalah
keterbatasan dalam penggunaan struktur dan material tanah yang komplek.
Khusus pada kasus tertentu, metode elemen hingga dapat membantu penyelesaian
penimbunan dan penggalian secara bertahap, sehingga pengaruh tegangan dalam
tanah terhadap deformasinya dapat ditelusuri. Akan tetapi, kualitas metode
elemen hingga secara langsung bergantung pada kemampuan dari model
konstitutif yang dipilih untuk secara realistis mensimulasi kelakukan non-linier
dari tanah pembentuk lereng. Ketentuan pada lereng galian dan lereng alam,
model konstitutif hanya dapat dikembangkan dengan uji lapangan kualitas tinggi
yang didukung dengan pengamatan di lapangan (Hardiyatmo, 2007).
12
material, yaitu Mohr Coulomb Model, Jointed Rock Model, Hardening Soil
Model, Soft Soil Creep Model, dan Soft Soil Model (Brinkgreve dkk., 2011).
Brinkgreve dkk. (2011) menyebutkan bahwa model keruntuhan Mohr
Coulomb adalah salah satu metode yang kerap digunakan dalam mengetahui nilai
keruntuhan geser (Shear failure). Keruntuhan geser (Shear failure) tanah terjadi
bukan disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi karena
adanya gerak relatif antara butir-butir tanah tersebut. Pada peristiwa kelongsoran
suatu lereng berarti telah terjadi pergeseran dalam butir-butir tanah tersebut. Pada
tanah berbutir halus (kohesif) seperti lempung, kekuatan geser yang dimiliki tanah
disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara butir-butir tanah (c). Pada
tanah berbutir kasar (non kohesif) seperti pasir, kekuatan geser () disebabkan
karena adanya gesekan antara butir-butir tanah sehingga sering disebut sudut
gesek internal tanah (φ). Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah
berbutir halus dan tanah berbutir kasar atau yang memiliki parameter c dan φ,
kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan antara partikel atau kohesi dan
gesekan antara butir-butir tanah atau φ.
Secara umum kuat geser tanah untuk beberapa jenis tanah dapat diperoleh
dari analogi grafik kuat geser pada Gambar 2.6. Pada Gambar 2.6., terlihat bahwa
hubungan kuat geser tanah memiliki hubungan dengan tegangan normal tanah ().
Dalam realitasnya, tegangan normal tanah ini merupakan besarnya tekanan
overburden yang bekerja pada suatu tiitik yang ditinjau. Nilai tegangan
overburden tanah dapat diperoleh dari konsep tegangan efektif yang dikemukakan
oleh Terzaghi (1943). Pada Gambar 2.6, terlihat pula bahwa garis lurus miring
memiliki nilai gradien sebesar φ dan berpotongan pada suatu titik yang berupa c.
13
Mengacu pada Gambar 2.6, dapat dinyatakan bahwa kuat geser tanah ()
seperti pada persamaan berikut:
f c tan (2.2)
f tan (2.4)
Dari persamaan kuat geser tanah yang dihubungkan dengan persaman faktor
aman, maka persamaan faktor aman dapat dinyatakan sebagai
c tan
FS (2.5)
cd tan d
Berdasarkan persamaan ini dua komponen kohesi dan sudut gesek internal dapat
dinyatakan sebagai,
c
Fc (2.6)
cd
tan
F (2.7)
tan d
Dalam analisis menggunakan metode elemen hingga, model Mohr-Coulomb
membutuhkan total lima buah para meter, yang umum digunakan oleh para
praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji-uji yang umum dilakukan
dilaboratorium. Parameter-parameter tersebut bersama dimensi dasarnya yaitu
modulus elastisitas (E dinyatakan dalam kPa), angka Poisson (), sudut geser
internal (), kohesi (c dinyatakan dalam kPa), dan sudut pengembangan atau
dilatansi ( dinyatakan dalam derajat ()).
14
peningkatan tegangan tertentu (atau “perubahan tegangan”) dihubungkan dengan
suatu peningkatan regangan tertentu (atau “perubahan regangan”). Seluruh model
dalam program elemen hingga didasarkan pada suatu hubungan antara perubahan
tegangan efektif, , dan perubahan regangan, .
A. Definisi Umum Dari Tegangan
Brinkgreve dkk. (2011) menyebutkan bahwa tegangan merupakan
sebuah tensor yang dapat dinyatakan dalam sebuah matrik dalam Koordinat
Cartesius :
xx xy xz
yx yy yz (2.8)
zx zy zz
Dalam teori deformasi standar, tensor tegangan adalah simetris sehingga
( xy yx ),( yz zy ),( zx xz ) (2.9)
Dalam situasi diatas, tegangan sering dinyatakan dalam notasi vektor, yang
melibatkan hanya 6 buah komponen saja:
xx yy zz xy yz zx T (2.10)
15
Sesuai dengan teori deformasi kecil, hanya jumlah dari komponen
regangan geser Cartesius ij dan ji yang saling melengkapi saja yang
regangan sering kali dituliskan dalam notasi vektor, yang melibatkan hanya
6 komponen berbeda:
xx yy zz xy yz zx T (2.13)
u x
xx (2.14)
x
u y
yy (2.15)
y
u z
zz (2.16)
z
u x u y
xy xy yx (2.17)
y x
u y u z
yz yz zy (2.18)
z y
u z u x
zx zx xz (2.19)
x z
Serupa dengan tegangan, komponen regangan normal positif
menyatakan regangan tarik, sedangkan komponen regangan normal negative
menyatakan tekan.
Sehingga untuk model elastoplastis, seperti yang digunakan dalam
program metode elemen hingga, regangan dibedakan menjadi komponen
elastis dan komponen plastis :
e p (2.20)
16
2.5 Metoda Perbaikan Stabilitas Lereng
Perbaikan stabilitas lereng adalah suatu upaya mencegah pergerakan tanah
pada lereng atau mereduksi gaya gaya yang bergerak pada lereng baik lereng
alami maupun buatan. Metoda perbaikan stabilitas pada lereng umumnya terfokus
pada 2 metode yaitu metode kontrol dengan mengubah geometeri lereng dan
mengendalikan air yang menjadi pemicu kelongsoran dan metode perkuatan
dengan memberikan struktur perkuatan yang befungsi untuk mengurangi besar
gaya dorong dari massa tanah yang berpotensi bergerak.
Menurut Hardiyatmo (2007), aplikasi metode yang tepat perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi persoalan bagaimana caranya menstabilkan
pada suatu daerah yang terjadi kelongsoran. Hardiyatmo (2012) menjelaskan pula
bahwa penggalian bagian tertentu pada lereng merupakan upaya untuk
mengurangi gaya-gaya yang menyebabkan gerakan pada lereng atau dengan
mengontrol besarnya gaya yang berpotensi menjadi pemicu terjadinya longsoran,
seperti massa potensial lereng yang runtuh dan aliran air di permukaan dan di
bawah permukaan. Metode kontrol dengan mengubah geometri lereng dan kendali
rembesan air dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut:
1. Melandaikan Kemiringan Lereng
2. Pembuatan Trap-trap/Bangku (benching)
3. Peletakkan berm pada kaki lereng
4. Drainase bawah permukaan
5. Drainase permukaan, serta
6. Perbaikan struktur sungai
7. Vegetasi
Upaya stabilitas lereng dapat pula dilakukan dengan menerapkan perkuatan
pada bagian lereng yang berpotensi mengalami kelongsoran. Hardiyatmo (2012)
menyebutkan terdapat beberapa metode perkuatan lereng yang lazim dilakukan di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemasangan angkur pada badan lereng
2. Pemasangan geosintetik pada lereng
3. Pemasangan fondasi tiang pada kaki lereng, dan
4. Pembangunan dinding penahan tanah pada kaki lereng
17
5. Perkuatan kaki lereng dengan gabion atau bronjong
Dalam implementasinya, upaya stabilitas lereng tidak hanya mengandalkan
salah satu metode, melainkan dengan menerapkan kombinasi kedua metode
tersebut. Sebagai contoh seperti terlihat pada Gambar 2.7. Pada Gambar 2.7
terlihat bahwa pada area yang mengalami kelongsoran dilakukan penangan
dengan menggali masa tanah yang berpotensi bergerak. Pada yang telah digali
terbebut, dilakukan pula pelandaian lereng dan pembentukan trap atau benching.
Pada sisi miring lereng yang dilandaikan, diberikan pula penanganan rembesan air
dengan menggunakan drainase horizontal bawah permukaan. Pada bagian
permukaan dipasang drainase pengumpul yang diakan dialirkan ke saluran
pembuang, sedangkan pada bagian puncak permukaan diberikan pula drainase
pemotong atau drainase cut-off. Pada bagian bawah, perkuatan lereng untuk tanah
yang ditimbun diberikan dengan menggunakan material geosintetik. Material
geosintetik ini diharapkan dapat memberikan penambahan pada perkuatan geser
tanah dan mengurangi potensi penurunan tanah. Pada bagian kaki lereng, dipasang
bronjong atau gabion yang berfungsi sebagai perkuatan kaki. Untuk mengurangi
potensi gerusan akibat aliran suangai di kaki lereng maka perbaikan struktur
sungai menggunakan batu-batu besar (rip-rap) diberikan didepan bronjong.
Secara umum perkuatan lereng dengan menggunakan kombinasi kedua
metode akan memberikan kestabilan lereng yang lebih baik. Meskipun demikian
efisiensi dan nilai ekomoni dan kemudahan dalam pengerjaannya (workability)
perlu pula diperhatikan. Hasil analisis numeris yang baik akan memberikan
rekomendasi penanganan yang tepat dalam meningkatkan kestabilan lereng.
18
Gambar 2.7. Metode penangan longsor menggunakan kombinasi kontrol dan
Perkuatan (Community Development of Universitas Gadjah Mada
or COMDEV UGM, 2013)
19
pengambil keputusan. Model pohon keputusan memperlihatkan proses evaluasi
seluruh nilai numeris melalui tabel nilai hasil (payoffs table). Model pohon
keputusan menghitung nilai finansial yang diharapkan (expected monetary value,
EMV) untuk setiap alternatif. EMV untuk sebuah alternatif merupakan totalitas
dari seluruh payoffs yang memungkinkan dari sejumah alternatif, yang ditimbang
dengan nilai probabilitas dari peristiwa yang terjadi.
Menurut George (1980), adapun penggunaan diagram pohon keputusan
dalam proses pembuatan keputusan secara ideal dengan mengikuti prosedur
sebagai berikut:
Tahap 1 Membuat cabang-cabang pohon keputusan
1. Menggambarkan cabang-cabang pohon keputusan sebagai alternatif
keputusan dari titik keputusan (decision node).
2. Pada ujung tiap alternatif keputusan buat cabang-cabang tentang situasi masa
depan (state of nature).
3. Dari tiap titik masa depan ini dibuat cabang-cabang tentang situasi masa
depan yang mungkin terjadi.
4. Jika pada ujung cabang-cabang situasi masa depan ini masih ada alternatif-
alternatif keputusan lain maka dibuat titik keputusan baru (new dicision
nodes).
5. Ulangi langkah 1, 2, 3 dan 4 sampai pada akhir tiap titik situasi masa depan
sampai tidak ada lagi titik keputusan baru karena sudah tidak ada alternatif
keputusan selanjutnya.
Tahap 2 Membuat keputusan dengan cara menyisipkan daun-daunnya
1. Untuk masing-masing keputusan, tuliskan biaya pelaksanaannya.
2. Untuk setiap situasi masa depan, dituliskan probabilitas kemungkinan situasi
tersebut menjadi kenyataan.
Tahap 3 Memotong/merapikan pohon keputusan untuk memproses informasi
1. Menghitung net expected value dari tiap titik-titik situasi masa depan (state of
nature nodes).
2. Mengganti cabang-cabang tentang situasi masa depan (state of nature
branches) dengan expected monetary value (EMV) pada ujung titik-titik
situasi masa depan tersebut.
20
3. Pada setiap titik keputusan yang paling kanan, alternatif keputusan yang
mempunyai EMV yang terkecil dihilangkan dan alternatif keputusan yang
mempunyai EMV yang tertinggi dianggap sebagai “Payoff “.
Diagram pohon keputusan dapat dilihat pada gambar 2.4
D : Pengambilan keputusan
C : Alternatif/tindakan/course of action
O1, O2 : Hasil
Eij : Kejadian
Pij : Peluang/ probabilitas
21
BAB III
METODE PENELITIAN
22
tanah pada lereng yang pernah terjadi longsor di Desa Kelindang, Kecamatan
Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu. Sampel
tanah akan diuji fisis untuk melihat karakteristik tanah dan uji mekanik untuk
mendapatkan nilai kohesi (c ) dan sudut geser dalam ( ) . Berdasarkan uji geser
langsung (direct shear). Pengujian ini dilakukan untuk menghitung nilai faktor
keamanan (FK) lereng pada kondisi tanah asli.
23
9. 1 set alat uj ibatas–batas konsistensi (atterberg limits)
10. Oven suhu 110˚
11. Stopwatch
12. Timbangan
b) Program Komputer yang akan digunakan dalam penelitian ini sbb:
1. AutoCAD 2007
2. Program Analisis Elemen Hingga
3. Microsoft office 2010
4. Google Earth
5. Microsoft Excel 2010
24
2. Berat jenis SNI 1964 : 2008
3. Berat isi SNI 02-3637-1994
4. Kuat geser langsung SNI 2813 : 2008
Batas-batas konsistensi:
5. Batas cair SNI 1967 : 2008
Batas plastis SNI 1966 : 2008
3.7 Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini adalah mengacu pada perbandingan hasil
analisis dengan menggunakan program Elemen Hingga dan rumus analisis. Selain
itu ditinjau penyebab kelongsoran berdasarkan besarnya sudut kemiringan lereng
dan kandungan air dalam tanah pada lereng, serta menganalisis metode kombinasi
terbaik dalam penanganan longsor yang telah terjadi dilapangan dengan
menggunakan program Elemen Hingga.
25
3.8 Bagan Alir Penelitian
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan dalam menganalisis kestabilan
lereng dan menentukan kombinasi terbaik dalam penanganan longsor disajikan
pada Gambar 3.2.
26
Mulai
Studi Pustaka
Kesimpulan
Selesai
27
DAFTAR PUSTAKA
Bishop, A. W. (1955). The use of the slip circle in the stability analysis of slopes.
Geotechnique, 5(1), 7-17.
Brinkgreve, R. B. J., Swolfs, W. M., & Engin, E. (2011). PLAXIS 2D Reference
manual. Delft University of Technology and PLAXIS bv The Netherlands.
Clough, R. W., & Woodward, R. J. (1967). Analysis of embankment stresses and
deformations. Journal of Soil Mechanics & Foundations Div.
Comunity Development of Universitas Gadjah Mada. (2013). Metode Penanganan
Longsor. Hasil penelitian yang tidak dipublikasikan. Jurusan Teknik Sipil dan
Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Coulomb, C. A. (1773). Application of the rules of maxima and minima to some
problems of statics related to architecture. Academie Royale des Sciences,
Mémories de Mathematique et de Physique, 7, 343-382.
Cruden, D. M., & Varnes, D. J. (1996). Landslides: investigation and mitigation.
Chapter 3-Landslide types and processes. Transportation research board
special report, (247).
Darmawan, Rizky.(2005) Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan
Perencanaan Strategis. Bandung: Alfabeta.
Fellenius, W. (1927). Erdstatische Berechnungen mit Reibungund und Kohäsion
(Adhäsion) und unter Annahme kreiszylindrischer Gleitflächen. Ernst &
Sohn, Berlin.[Translated from Swedish (Stockholm 1926).].
George, Huber P.(1980) Managerial Decision Making. Fresmonand Company:
GlenviewIII, Scott.
Google Earth (2019). Zona Bengkulu Tengah (Desa Kelindang). http:
https://www.google.com/intl/id/earth/. Didownload pada 20 Maret 2019,
pukul. 20.00. WIB.
Hadi, A., Brotopuspito, K., Pramumijoyo, S., & Hardiyatmo, H. (2018). Regional
Landslide Potential Mapping in Earthquake-Prone Areas of Kepahiang
Regency, Bengkulu Province, Indonesia. Geosciences, 8(6), 219.
Hardiyatmo, H. C. (2007). Mekanika Tanah II (Edisi Keempat). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
28
Hardiyatmo, H. C. (2012). Tanah Longsor dan Erosi: Kejadian dan Penanganan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Janbu, N. (1954). Application of composite slip surface for stability analysis. In
Proceedings of European Conference on Stability of Earth Slopes, Sweden,
1954 (Vol. 3, pp. 43-49).
Lowe, J., & Karafiath, L. (1960). Effect of anisotropic consolidation on the
undrained shear strength of compacted clays. In Research Conference on
Shear Strength of Cohesive Soils (pp. 837-858). ASCE.
Mawardi., Gunawan,G., Razali,M.R., Shinta. (2017). Model Longsor Akibat
Perubahan Iklim Dengan Menggunakan Digital Elevation Models Dan
Geoslope. Teknosia, 3(2), 32-39.
Mohr, O. (1900). Welche Umstände bedingen die Elastizitätsgrenze und den
Bruch eines Materials. Zeitschrift des Vereins Deutscher Ingenieure,
46(1524-1530), 1572-1577.
Morgenstern, N. R. & Price, V. E. (1965). The analysis of the stability of general
slip surfaces. GPotechnique 15, No. 1, 79-93.
Prasidya, A. S., & Rizcanofana, R. (2019, February). Pemetaan Topografi Area
Longsor Di Jalan Hantar Km10 Plta Musi, Bengkulu Menggunakan Total
Station Berbasis Reflektor. In Seminar Nasional Geomatika (Vol. 3, pp.
1019-1028).
Sarma, S. K. (1973). Stability analysis of embankments and slopes. Geotechnique,
23(3), 423-433.
SNI 02-2367-1994. Prosedur Uji Berat Isi, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
SNI 1964-2008. Prosedur Uji Berat Jenis, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
SNI 1966-2008. Prosedur Uji Batas-Batas Konsistensi, Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
SNI 2813-2008. Prosedur Uji Kuat Geser Langsung, Badan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
SNI 3432-2008. Prosedur Uji Analisa Saringan, BSN, Jakarta.
Spencer, E. (1967). A method of analysis of the stability of embankments
assuming parallel inter-slice forces. Geotechnique, 17(1), 11-26.
Terzaghi, K. 1943. Theoritical Soil Mechanics. John Wiley and Sons. New York.
29