Anda di halaman 1dari 6

Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsur –
unsur fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang
berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non- allergic terjadi
akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak alergi) yang disebabkan
oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Dermatitis kontak terbagi 2 yaitu :
1. Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit
tanpa dasar imunologik, biasanya terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan.

2. Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)


Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alergik.

2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit
terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa
menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. (Arief
Mansjoer.1998.”Kapita selekta)
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
a. Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen, asam, basa), fisik (sinar uv, suhu),
mikroorganisme (bakteri, jamur).
b. Dalam (endogen) misalnya pada seseorang yang memiliki riwayat kepekaan terhadap zat tertentu.

2.4 Patofisiologi
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen,
bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup keadaan
terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan
penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit. Response
inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas lambat jenis seluler
tipe IV.
a. Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit
atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak
lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit
maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari
faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta
mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan
mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan rperubahan vaskuler. Diacil gliserida akan
merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan
keratinosit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis
kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan
kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang
paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
b. Dermatitis Kontak Alergik
Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi
melalui 2 fase yaitu:
1. Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi respons,
yang memerlukan 2-3 minggu. Pada fase induksi/fase sensitisasi ini, hapten masuk ke dalam kulit
dan berikatan dengan protein karier membentuk antigen yang lengkap. Antigen ini ditangkap dan
diproses lebih dahulu oleh makrofag dan sel langerhans. Kemudian memacu reaksi limfosit T yang
belum tersensitisasi di kulit sehingga sensitisasi terjadi pada limfosit T. melalui saluran limfe, limfosit
tersebut bermigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk berdiferensiasi dan
berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian
sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di
seluruh tubuh, menyebabkan keadaan sensitisasi yang sama di seluruh kulit tubuh.
2. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten),
hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-
DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan
dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga
terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam. Gambaran klinisnya
dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat
pada permukaan dorsal tangan.

2.5 Manifestasi Klinis


Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut terutama
pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra
dan bibir), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi sehingga
tampak basah.
b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi kusta.
c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal dermatitis memberi gambaran klinis
berupa kelainan kulit stadium kronis.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan integument yaitu :
a. Biopsi kulit
Biopsi kulit adalah pemeriksaan dengan cara mengambil cintih jaringan dari kulit yang terdapat lesi.
Biopsi kulit digunakan untuk menentukan apakah ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dan jamur.
b. Uji kultur dan sensitivitas
Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya virus, bakteri, dan jamur pada kulit. Kegunaan lain
adalah untuk mengetahui apakah mikroorganisme tersebut resisten pada obat – obat tertentu. Cara
pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat pada lesi kulit.
c. Pemeriksaan Darah
Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin.
d. Uji temple
Uji ini dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi. Untuk mengetahui apakah lesi tersebut ada
kaitannya dengan factor imunologis, mengidentifikasi respon alergi. Uji ini menggunakan bahan kimia
yang ditempelkan pada kulit, selanjutnya dilihat bagaimana reaksi local yang ditimbulkan. Apabila
ditemukan kelainan pada kulit, maka hasilnya positif.

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik
adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan
dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

a. Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu
bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio,
pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres,
bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1. Kortikosteroid
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel
Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi
pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini
meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak. Jenis yang dapat diberikan
adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan
timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langerhans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan
histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di
epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh
UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan
sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya
absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. coli, Proteus dan
Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin)
dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-
2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi
peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi
0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada
konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi
kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun
sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus
sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
1. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat
pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan
adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan
asetilkolin.
2. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan
terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena
berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu
perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-
DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1,
TNF-a dan MCAF.

3. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi
sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.

4. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan
sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5. FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-
r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan
serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6. Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7. Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8. SDZ ASM 981
Merupakan derivat askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara
topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.

2.8 Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah
disebutkan di atas. Program perawatan kulit sebaiknya diikutsertakan dalam program pendidikan,
memuat informasi tentang kulit sehat dan penyakit kulit yang terkait dengan pekerjaan. Juga
pengenalan diri penyakit kulit dan kegunan prosedur perlindungan, sebagai contoh program
perlindungan kulit pada pekerja di “pekerjaan basah”, yaitu mencuci tangan dengan air biasa, lalu
bilas dan keringkan tangan dengan sempurna setelah mencuci, karena kulit yang tidak dilindungi
lebih mudah terkena iritasi, maka disarankan memakai sarung tangan untuk melindungi kulit terhadap
air, kotoran, deterjen, sampo, dan bahan makanan.
Yang juga penting diperhatikan, hindari pemakaian cincin selagi bekerja, karena dermatitis
umumnya dimulai pada jari yang memakai cincin sebagai reaksi terhadap iritan yang terjebak
dibawah cincin. Pemakaian disinfektan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tempat kerja.
Sebab, umumnya disinfektan bersifat iritan dan turut berperan terhadap perkembangan menjadi
dermatitis kontak di tangan.
Cara lainnya gunakan pelembab sewaktu bekerja atau setelah bekerja. Pilih pelembab yang
banyak mengandung lemak dan bebas parfum, serta bahan pengawet berpotensi alergenik terendah.
Pelembab terbukti dapat mempermudah regenerasi fungsi sawar kulit dan kandungan lemak
berhubungan dengan kecepatan proses regenerasi tersebut. Pelembab sebaiknya dipakai diseluruh
tangan, termasuk sela jari, ujung jari, dan punggung tangan. Pekerja yang mempunyai riwayat alergi
pada kulit cenderung terkena dermatosis daripada yang tidak mempunyai riwayat alergi kulit. Pekerja
yang kebersihan perorangannya buruk lebih banyak yang dermatosis daripada yang kebersihan
perorangannya baik atau sedang.
Strategi pencegahan meliputi:
a. Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat
menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
b. Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak
dengan bahan pembersih.
c. Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak
dengan bahan alergen atau iritan.
d. Pekerja dengan usia di atas 40 tahun atau usia lanjut sebaiknya mengurangi kontak dengan bahan
kimia. Karena semakin tua usia kulit menjadi semakin menipis dan kehilangan kelenturan. Hal ini
memudahkan terjadinya dermatitis (Occupational Safety and Health Branch, 2004).

2.9 Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom pernapasan akut,
gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai
terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.

Anda mungkin juga menyukai