Anda di halaman 1dari 17

Aspek Hukum Keagenan

A. Perkembangan Konsep Agen


Di Inggris dikenal Law of Agency adalah ekuivalen dari hukum tentang vertegenwoordigingdi
belanda. Law of Agency Inggris membedakan antara agent, servant dan independent
contractor. Servant dan agent diberi kuasa, namun tidak semua agent adalah servant. Sedangkan
independent contractor diberi order, tertapi bebas dalam modus dan gaya pelaksanaan ordernya.
Di belanda dikenal vertegenwoordiging ialah hubungan antara wakil (vertegenwoordiger) dan
prisipal, yang sedemikian rupa sehingga tindakan-tindakan wakil mengikat prinsipal
(toerekening). Dengan kata lain Vertegenwoordiging adalah alokasi tindakan-tindakan seseorang
kepada orang lain.
Vertegenwoordiging
Hukum belanda membedakan antara perwakilan langsung dan tidak langsung (middelijke
vertegenwoordiging), yaitu :
a. Perwakilan langsung
Perwakilan langsung memiliki bertuk yang bermacam-macam, yang paling sering digunakan
adalah :
1. Perwakilan perseroan terbatas sebagai badan hukum oleh direksinya;
2. Perwakilan berdasarkan pemberian kuasa (volmacht); dan
3. Perwakilan dalam bentuk bewind, kekuasaan atas sebuah benda ditarik dari pemiliknya dan
dilimpahkan kepada orang lain yang ditunjuk (bewindvoeder) dan tugas pengelolaannya
ditetapkan oleh Undang-Undang. Misalnya bewind atas boedle pailit oleh kurator. Bewind
dapat diumpamakan legal ownership sebagai cerminan equitable ownership dalam hukum
inggris. Sebagaimana halnya dengan bewindvoeder, legal owner menguasai benda yang
bersangkutan tetapi demi kepentingan orang lain.
b. Perwakilan tidak langsung
Perwakilan yang tidak langsung yang bertindak sebagai subyek hukum dalam melakukan
perbuatan yang bersangkutan adalah mewakili sendiri dan dengan demikian akibat hukum dari
perbuatan itu hanya mengikat dirinya sendiri, oleh karenanya dalam melakukan perbuatan
hukum bertindak untuk dan atas namanya sendiri. Setelah itu barulah hasil dari perbuatan
hukum tersebt dipertanggungjawabkan kepada pihak yang diwakili.
Pengertian hukum keagenan yang dimaksud disini bukanlah Law of Agency Inggris
maupun vertegenwoodiger Belanda tersebut, Di dalam KUHD diatur tentang makelar,
komisioner, dan ekspeditur. Pengertian dan fungsi makelar dan komisioner secara garis besar
merupakan perantara yang memberikan jasa dari satu pihak ke pihak lainnya dengan tanggung
jawab yang berbeda, secara umum makelar dan komisioner di bidang pemasaran dan distribusi
bergeser pada agen dan distributor. Dari ketiganya yang paling mendekati pengertian agen
adalah komisioner.
Pengertian Komisioner Berdasarkan KUHD
Komisioner adalah orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan usahanya dengan
melakukan perjanjian-perjanjian atas namanya sendiri atau prinsipal. Dari pengertian
komisioner, dapat disimpulkan bahwa mekanisme komisioner dibedakan menjadi 2
Mekanisme Komisioner
1. Komisioner yang pertama
Dilakukan dengan mekanisme komisioner melakukan perjanjian-perjanjian kepada pihak lain
atas namanya sendiri. Dalam hal ini komisioner membuat perjanjian-perjanjian dengan pihak
lain untuk dan atas namanya sendiri dengan mendapat komisi/provisi dari prinsipal. Hubungan
hukum yang timbul dari perjanjian-perjanjian yang dibuat antara komisioner dan pihak lain tidak
menyangkut prinsipal. Pihak lain tidak memiliki hubungan hukum dengan prinsipal, maka pihak
lain tidak dapat menggugat prinsipal apabila ada hal yang berkaitan dengan perjanjian-perjanjian
yang dibuat olehnya dengan komisioner atas namanya sendiri. Untuk mudahnya dapat dilihat
pada skema berikut ini :

2. Komisioner yang kedua


Dilakukan dengan mekanisme komisioner melakukan perjanjian-perjanjian kepada pihak lain
untuk dan atas nama prinsipal. Hubungan hukum ini tunduk pada ketentuan pemberian kuasa
sebagaimana diatur pada Pasal 1792 BW. Berdasarkan hal ini komisioner merupakan kuasa dari
prinsipal, sehingga prinsipal bertanggungjawab secara langsung kepada pihak lain atas
perjanjian-perjanjian yang dilakukan komisioner untuk dan atas nama prinsipal dengan pihak
lain sesuai dengan apa yang dikuasakan. Untuk mudahnya dapat dilihat pada skema berikut ini :
Undang Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan mengatur Pasal 7 Undang-Undang ini
mengenal tentang Distribusi Barang secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan rantai
Distribusi yang bersifat umum, yaitu:
1. distributor dan jaringannya;
2. agen dan jaringannya; atau
3. waralaba
Perlu diketahui sebelumnya bahwa Indonesia belum memiliki Undang-Undang secara khusus
yang mengatur tentang agen. Peraturan yang digunakan sebagai dasar mengatur agen adalah
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan Dan Tata
Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen Atau Distributor Barang dan/atau Jasa.

B. Pengertian Agen
Agen berasal dari bahasa latin ago yang berarti berbuat sesuatu. Menurut Hill dalam bukunya
yang berjudul Agency & partnership, definisi agen adalah the fiduciary relation which results
from manifestation of consent by one person to another that the other shall act on his behalf and
subject to his control, and consent by the other act.
Menurut Richard Stone dalam bukunya Principles of Contract Law, “…the situation where one
person (the agent) has power to bring another person (the principal) into a contractual
relationship with third party.”, namun Richard juga mengatakan bahwa “it is important to
remember that to describe someone as an agent is to identify a relationship and not a job.”
Konsep agen pada dasarnya tunduk pada ketentuan Pasal 1792 BW tentang Pemberian Kuasa,
yang menjelaskan bahwa :

“Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan
kepada seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan”
Persamaan Agen dan Komisioner
Perantara yang memberikan jasa dari satu pihak dengan pihak lain.

Perbedaan Agen dan Komisioner

AGEN KOMISIONER

Sifat hubungan hukum tetap Sifat hubungan hukum tidak tetap

Pemberian Kuasa Pemberian Kuasa Khusus

Bertindak untuk dan atas nama sendiri dengan


Bertindak untuk dan atas nama Prinsipal
perintah dan pembiayaan komiten

Tidak ada peralihan hak barang/jasa dari prinsipal Ada peralihan hak barang/jasa dari komiten kepada
kepada Agen komisioner

Pertanggungjawaban berada pada Prinsipal Pertanggungjawaban berada pada komisioner

Mendapatkan upah hasil pemasaran Mendapat komisi dari hasil penjualan

Wajib memiliki STP Tidak perlu di daftarkan

Karakteristik Agen berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor


11/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran
Agen Atau Distributor Barang Dan/Atau Jasa :

1. Agen adalah perusahaan perdagangan nasional


2. Agen bertindak selaku perantara
3. Agen bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya
4. Hubungan hukum dituangkan dalam betuk perjanjian keagenan
5. Tujuan dibentuknya agen adalah untuk pemasaran barang dan/atau jasa
6. Agen tidak perlu melakukan pemindahan hak atas barang dan/atau jasa yang dikuasakan
padanya oleh prinsipal
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 11/M-DAG/PER/3/2006
Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen Atau Distributor
Barang Dan/Atau Jasa, agen terbagi dalam beberapa jenis, yaitu :

1. Agen
Perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama
prinsipal berdasarkan perjanjian untuk melakukan pemasaran tanpa melakukan pemindahan hak
atas fisik barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai oleh prinsipal yang menunjuknya.

2. Agen Tunggal
Perusahaan perdagangan nasional yang mendapatkan hak ekslusif dari prinsipal berdasarkan
perjanjian sebagai satu-satunya agen di Indonesia atau wilayah pemasaran tertentu

3. Sub Agen
Perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama
prinsipal berdasarkan penunjukan atau perjanjian dari agen atau agen tunggal untuk melakukan
pemasaran.

Setiap agen wajib didaftarkan di Departemen Perdagangan untuk memperoleh Surat Tanda
Pendaftaran (STP). Pendaftaran keagenan dilakukan oleh Menteri yang kemudian dilimpahkan
kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri yang kemudian dilimpahkan kepada
Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan. Bagi agen yang tidak mendaftarkan STP
dikenakan sanksi administratif berupa :

1. Peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut sengan tenggang waktu 2 (dua)
minggu terhitung sejak tanggal pengiriman oleh Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran
Perusahaan;
2. Jika tidak segera dilakukan pendaftaran setelah adanya surat peringatan tersebut maka sanksi
yang diberikan berupa pencabutan SIUP.
Sanksi juga diberikan apabila agen tidak melakukan pelaporan sebagaimana telah ditentukan
oleh Peraturan menteri yaitu pelaporan setiap 6 (enam) bulan sekali kepada direktur Bina Usaha
dan Pendaftaran Perusahaan, penutupan kegiatan usaha, maupun perubahan nama prinsipal,
status penunjukan keagenan, merek, wilayah pemasaran, jenis barang, alamat perusahaan,
penanggungjawab perusahaan yaitu berupa :

1. Peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua)
minggu terhitung sejak tanggal pengiriman oleh Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran
Perusahaan;
2. Jika tidak segera dilakukan pelaporan maka akan diberikan sanksi berupa penghentian
sementara STP selama 6 (enam) bulan sejak pemberhentian sementara STP; dan
3. Apabila pemberhentian sementara telah berakhir namun tetap tidak dilakukan pelaporan
sebagaimana dimaksud maka akan diberikan sanksi berupa pencabutan STP.
C. Pengertian Prinsipal
Prinsipal adalah perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan
hukum di luar negeri atau di dalam negeri yang nenunjuk agen atau distributor ntk melakukan
penjualan barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai. Prinsipal dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Prinsipal Produsen, prinsipal yang berstatus sebagai produsen yang menunjuk badan usaha
lain sebagai agen untuk melakukan penjualan atas barang hasil produksi dan/atau jasa yang
dimiliki/dikuasai
2. Prinsipal supplier, prinsipal yang ditunjuk oleh prinsipal produsen untuk menunjuk badan
usaha lain sebagai agen sesuai kewenangan yang diberikan prinsipal produsen
D. Hubungan Hukum Antara Agen dan Prinsipal
Didasarkan pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur pada Pasal 1338 BW,
Merupakan perjanjian tidak bernama. Perikatan antara prinsipal dan agen harus berbentuk
perjanjian tertulis dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Bagi agen barang dan/atau jasa produksi luar negeri harus berbentuk perjanjian yang
dilegalisir oleh Notary Public dan mendapatkan surat keterangan Atase Perdagangan
Republik Indonesia atau Pejabat Kantor Perwakilan Republik Indonesia di Negara prinsipal.
2. Bagi agen barang dan/atau jasa produksi dalam negeri harus berupa perjanjian yang
dilegalisir oleh Notaris.
E. Hak dan Kewajiban
1. Agen berhak mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan
pelayanan purna jual dari prinsipal serta secara teratur mendapatkan informasi tentang
perkembangan produk
2. Agen wajib melindungi kepentingan dan kerahasiaan prinsipal terhadap barang dan/atau jasa
yang diageni
3. Prinsipal Produsen yang memasok barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas
waktu paling sedikit 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang atau pelayanan purnajual
dan memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan perjanjian yang disepakati
F. Isi Perjanjian Keagenan
1. Nama dan alamat lengkap pihak-pihak yang membuat perjanjian
2. Maksud dan tujuan perjanjian
3. Status keagenan
4. Jenis barang dan/atau jasa yang diperjanjikan
5. Wilayah pemasaran
6. Hak dan kewajiban masing-masing pihak
7. Kewenangan
8. Jangka waktu perjanjian
9. Cara-cara pengakhiran perjanjian
10. Cara-cara penyelesaian perselisihan
11. Hukum yang dipergunakan
12. Tenggang waktu penyelesaian

Makalah Agen dan Distributor dalam Perusahaan

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Perkembagan dunia bisnis di Indonesia saat ini, menunjukkan peningkatan yang sangat
pesat, dari waktu kewaktu, baik secara kuantitas maupun kualitas, pelaku usaha sekarangpun
tidak lagi dimoopoli pelaku usaha dosmetik, tetapi sudah melibatkan pihak asing, yang untuk
mendistribusikan produknya kedalam negeri, situsi ini tidak mengherankan, mengingat indonesia
memiliki potensi yang cukup besar dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia.
Dimana pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya bertujuan untuk
mendapatkan laba sesuai dengan tujuan pokok yang diharapkan. Diantaranya yaitu agar
perusahaan dapat menjaga kelangsungan hidup serta kelancaran operasinya. Hal ini tentunya bisa
tercapai dengan mengaktifkan dan mengefisienkan kerja perusahaan.
Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya baik perusahaan yang bergerak dalam bidang
jasa maupun barang mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh keuntungan. Selain itu
perusahaan juga ingin memberikan kepuasan kepada konsumen atas produk yang yang
dihasilkannya, karena kepuasan konsumen menjadi tolak ukur dari keberhasilan perusahaan
dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan diinginkan oleh konsumen
Mempelajari hukum dagang pasti akan membahas tentang perusahaan. Berbicara mengenai
perusahaan maka akan berbicara mengenai orang yang menjalankan usaha atau perusahaan
tersebut, atau dikenal dengan istilah pengusaha, serta akan membicarakan tentang orang-orang
yang tertibat di dalamnya. salah satunya agen dan distributor.
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, penulis akan mencoba membahas tentang
agen dan distributor yang mana merupakan salah satu orang-orang yang terlibat di dalam suatu
perusahaan.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa itu agen perusahaan ?
2. Apa yang dimaksud distributor dalam perusahaan ?
3. Apa yang menjadi tugas agen dan distributor ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai
tugas pada mata kuliah Hukum Dagang, selain itu juga untuk mempelajari hukum dagang
terutama mengenai pengertian serta tugas-tugas dari distributor dan agen perusahaan. Dengan
kata lain, pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai eksistensi
distributor dan agen perusahaan dalam implementasinya.

D. Manfaat Penulisan
1. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi pembaca untuk melakukan penelitian
lebih lanjut.
2. Sebagai khasanah pustaka di perpustakaan.
3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.
BAB II
Pembahasan
A. Agen dan Distributor Perusahaan
1. Agen
a. Pengertian agen
Terdapat klasifikasi peraturan keagenan dalam bidang Hukum perdata,yaitu keagenan
sebagai bentuk perjanjian khusus dan keagenan sebagai lembagapedagang perantara selain
komisioner dan makelar. Keagenan sebagai perjanjiankhusus berarti bentuk khusus dari
perjanjian pemberian kuasa. sebagai bentuk perjanjian khusus, maka keagenan merupakan
perjanjian bernama selainperjanjian khusus bernama lainnya yang telah diatur dalam
KUHPerdata. Dengandemikian ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian dalam
KUHPerdata dapat diberlakukan terhadap keagenan.
Keagenan yang memiliki peranan penting dalam suatu kegiatan pemasaran. Dimana agen
berperan sebagai perantara yang mewakili penjual atau pembeli dalam transaksi dan dalam hal
ini hubungan kerja dengan kliennya. Keagenan itu sendiri erat kaitannya dengan distribusi
Banyak istilah dalam teori hukum praktek ditujukan untuk pengertian agen atau distributor
ini. Misalnya adalah sebagai berikut :
v Agen
v Distributor
v Broker
v Pialang
v Dealer
v Komissioner
v Ekspeditur
v Representative
v Perantara
v Calo
Meskipun banyak istilah yang digunakan untuk pengertian agen ini, tetapi istilah “agen”
(dalam bahasa Inggris disebut “agent”) lebih sering digunakan dalam literature dan lebih
mempunyai karakteristik yang umum, sehingga dalam tulisan ini akan konsisten digunakan
istilah agen, kecuali memang ada hal-hal khusus yang ingin ditekankan.
Disamping itu, kitab Undang-Undang Hukum Dagang memperkenalkan istilah “makelar”
dan “komisioner” yang dalam praktek sudah tidak popular lagi.Sedangkan dalam bidang properti
dan real estate lebih dikenal dengan istilah broker atau agen. Selanjutnya, dalam bidang jual beli
saham di pasar modal, yang lebih dikenal adalah pialang (broker) atau dealer.
Sebenarnya, yang dimaksud dengan agen adalah seseorang atau suatu perusahaan yang
mewakili pihak lainnya (yang disebut dengan prinsipal) untuk melakukan kegiatan bisnis
(misalnya menjual produk) untuk dan atas nama principal kepada pihak ketiga dalam suatu
wilayah pemasaran tertentu, dimana sebagai imbalan atas jerih payahnya itu, agen akan
mendapatkan komisi tertentu.
Agen merupakan perantara yang ketiga, agen mempunyai perbedaan baik dengan pedagang
besar mupun pengecer. Hal ini diperlihatkan pada masalah hak kepemilikan barang yang
dijualnya. Kalau pedagang besar dan pengecer memiliki hak milik pada barang yang dijual maka
kalau pada agen sebaliknya. Biarpun sebagai agen mereka bisa menjual dalam partai besar tetapi
tetap hak miliknya ada pada produsennya
Apabila dalam wilayah tertentu hanya ditunjuk 1 (satu) agen, maka untuk hal seperti itu
disebut dengan agen tunggal (sole agent).
b. Golongan Agen
Pada dasarnya perantara agen dapat digolongkan kepada dua golongan, yaitu
1. Agen Penunjang
Agen penunjang merupakan agen yang mengkhususkan kegiatannya dalam beberapa
aspek pemindahan barang dan jas. Mereka terbagi dalam beberapa golongan, yaitu :
a. Agen pengangkutan borongan ( Bulk Transportation Agent )
b. Agen penyimpanan ( Storage Agent )
c. Agen pengangkuta khusus ( Specialty Shipper )
d. Agen pembelian dua penjualan ( Purchaseand Sales Agent )
Kegiatan agen penunjang adalah membantu untuk memindahkan barang-barang
sedemikian rupa sehingga mengadakan hubungan langsung dengan pembeli dua penjual. Jadi
agen penunjang ini melayani kebutuhan-kebutuhan dari setiap kelompok secara serempak.
Dalam praktek agen semacam ini dapat dilakukan sendiri oleh si penerima barang.
2. Agen pelengkap
Agen pelengkap berfungsi melaksanakan jasa-jasa tambahan dalam penyaluran barang
dengan tujuan memperbaiki adanya kekurangan-kekurangan. Apabila pedagang atau lembaga
lain tidak dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyaluran barang,
maka agen pelengkap dapat menggantikannya. Jasa-jasa yang dilakukan antara lain berupa :
1. Jasa pembimbing/konsultasi
2. Jasa financial
3. Jasa informasi
4. Jasa khusus lainnya
Berdasarkan berbagai macam jasa yang mereka tawarkan tersebut, agen pelangkap dapat
digolongkan kedalam :
a. Agen yang membantu di bidang keuangan, seperti bank
b. Agen yang membantu dalam mengambil keputusan, seperti biro iklan, lembaga penelitian,
doter,dsb.
c. Agen yang membantu dalam penyediaan informasi, seperti televisi, dsb.
d. Agen khusus yang tidak masuk dalam tiga golongan dimuka.
Kedua macam perantara ( agen dan pedagang ) tsb sama-sama pentingnya dalam
pemasaran. Perlu diketahui bahwa agen dapat menyewa agen-agen yang lain. Sebagai contoh :
sebuah biro periklanan dapat menggunakan radio atau televise sebagai media periklanan bagi
perusahaan, begitu pula dalam hal pengangkutan, perusahaan angkutan dapat menyewa alat-alat
transport kepada perusahaan lain.
c. Jenis-Jenis Keagenan
Suatu keagenan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Agen manufaktur
Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung dengan pabrik untuk melakukan
pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksi pabrik tersebut.
2. Agen penjualan
Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual, yang bertuga untuk
menjual barang-barang milik pihak principal kepada pihak konsumen.
3. Agen pembelian
Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli, yang bertugas untuk
melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.

4. Agen umum
Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk melakukan seluruh
transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.
5. Agen khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus per kasus atau melakukan
sebagian saja dari transaksi tersebut.
6. Agen tunggal/eksklusif
Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu agen untuk mewakili principal untuk
suatu wilayah tertentu.
d. Kontrak Keagenan
Suatu transaksi keagenan diatur oleh suatu kontak yang dibuat diantara pihak principal
dengan agen, yang disebut dengan kontak keagenan. Pada prinsipnya kontak keagenan ini
berisikan hal-hal sebagai berikut :
· Pengangkatan keagenan
· Hak dan keajiban principal
· Hak dan keajiban agen
· Masa berlaku kontrak keagenan
· Wilayah berlakunya keagenan
· Spesipikasi produk yang akan dijual oleh agen
· Tentang paten dan merk barang yang akan dijual
· Tentang komisi atau harga barang
· Target yang harus dicapai oleh agen
· Pelayanan penjualan
· Kemungkinan pengangkatan Sub-Agen
· Hal-hal yang biasanya ada dalam setiap perjanjian. Seperti wanprestasi, force majeure,
penyelesaian perselisihan, hokum yang berlaku, dan sebagainya

2. Distributor
Sebelumnya akan dibahas mengenai Distribusi, dimana pengertian distribusi adalah suatu
proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai, sewaktu dan
dimana barang atau jasa tersebut diperlukan. Proses distribusi tersebut pada dasarnya
menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan pengalihan hak milik. Sedangkan pelaku
distribusi adalah distributor.
Pengertian distributor secara lengkap adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan
produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung, dan distributor
tersebut kemudian menjual produk tersebut ke pengecer atau pelanggan.
Ada beberapa hal yang menjadi tugas distributor, antara lain :
Ø Membeli barang dan jasa dari produsen atau pedagang yang lebih besar
Ø Mengklasifikasi barang atau memilahnya sesuai dengan jenis, ukuran, dan kualitasnya.
Ø Memperkenalkan barang atau jasa yang diperdagangkan kepada konsumen, isalnya dengan
reklame atau iklan.
Selain itu, terdapat beberapa alasan perusahaan menggunakan distributor dalam
menjalankan usahanya, yaitu :
1. Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas ridak mampu
mengembangkan organisasi penjualan langsung.
2. Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena skala operasi
mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
3. Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka untuk
ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
4. Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari
seorang grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
Seorang distributor harus memiliki kriteria yang sesuai dari ketentuan-ketentuan yang telah
diberikan oleh pihak perusahaan. Baik mengenai kewajiban. hak. maupun sanksi terhadap
pekerjaan tersebut telah diatur di dalam perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dan distributor
itu sendiri.

B. Perjanjian Keagenan dan Distributor


1. Dasar Hukum
Perjanjian keagenan dan perjanjian distributor merupakan perjanjian tidak bernama yang
tidak terdapat dalam BW. Dasar hukum perjanjian-perjanjian ini berdasarkan kebebasan
berkontrak, yakni pada pasal 1338 Ayat (1) BW. Sepanjan memenuhi pasal 1320 BW mengenai
syarat sahnya kontrak , maka perjanjian ini berlaku dan memiliki nilai hukum.
Perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 BW yang menyatakan bahwa, “Semua
perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu
nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum.”
Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan perjanjian distributor tidak hanya
didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda
Pendaftaran Agen dan Distributor Barang dan/atau Jasa (Permendag 11/2006).
2. Karakteristik Perjajian
a. Karakteristik Perjanjian Keagenan
Usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perntara untuk melakukan transaksi bisnis
tertentu yang menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan yang lain atau yang
menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. Perjanjian Keagenan adalah
perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat dalam BW.
Pihak-pihaknya antara lain : Pihak yang memberi perintah disebut prinsipal, sedangkan
pihak diminta untuk melakukan perbuatan hukum disebut agen.
Hubungan prinsipal dengan agen pada prinsipnya didasarkan pada suatu kesepakatan, yaitu
agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi prinsipal dan pada sisi lain prinsipal
setuju atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen tersebut. Sehingga dengan adanya
kesepakatan tersebut, maka tanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen
dibebankan pada prinsipal.
Agen pada dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan hukum untuk
dan atas nama prinsipal karena pada dasarnya agen bukanlah pemilik barangdan /atau jasa,
pemilik barang dan/atau jasa tersebut adalah prinsipal.
Hal-hal yang menjadi unsur esensial perjanjian keagenan adalah :
· Adanya perintah atau wewenang untuk melakukan pemasaran
· Barang dan/atau jasa milik prinsipal
· Dalam suatu wilayah pemasaran tertentu, dan
· Adanya upah atau komisi
Syarat sahnya perjanjian distributor harus memenuhi pasal 1320 BW.
b. Karakteristik Perjanjian Distributor
Pengertian distribusi adalah cara menjual suatu produk perusahaan kepada konsumennya.
Perjanjian Distributor merupakan perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat dalam BW.
Alasan munculnya perjanjian ini adalah karena prinsipal tidak terlalu menguasai wilayah yang
akan menjadi wilayah pemasaran produknya dan/atau prinsipal membutuhkan pihak lain yang
memiliki jaringan bisnis yang luas sehingga sasaran dan target pemasaran produknya segera
terealisasi.
Esensi perjanjian distributor adalah suatu perjanjian untuk dan atas namanya sendiri
melakukan pembelian, penyimpanan dan penjualan serta pemasaran barang dan/atau jasa yang
dimiliki/dikuasai dengan tujuan memperoleh keuntngan. Jadi tidak ada hubungan perwakilan
antara prinsipal dan distributor, hubungannya adalah jual-beli dimana distributor membeli
barang/jasa kepada prinsipal kemudian oleh karena distributor menjadi pemilik barang/jasa
tersebut oleh distributor barang/jasa tersebut dijual kembali kepada konsumen.
Namun ketentuan jual-beli tidak dapat dapat sepenuhnya ditetapkan terhadap perjanjian
distributor mengingat konteks dari munculnya adalah mencari keuntungan. Perjanjian distributor
adalah bersifat kontinu dan secara terus menerus. Perjanjian keagenan adalah wujud rekonstruksi
dari perjanjian Pemberian Kuasa.
Unsur esensial pembentuk perjanjian distributor adalah :
· Barang dan/atau jasa
· Harga, dan
· Dalam suatu wilayah pemasaran tertentu.
Syarat sahnya perjanjian distributor harus memenuhi pasal 1320 BW.
c. Perbedaan Perjanjian Keagenan dan Perjanjian Distributor
1. Dalam perjanjian keagenan, agen bertindak sebagai peantara untuk dan atas nama prinsipal.
Sedangkan dalam perjanjian distributor, distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri
2. Dalam perjanjian keagenan, barang dan/atau jasa yag dipasarkan oleh agen adalah bukan milik
agen, tetapi milik prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor, barang dan/atau jasa yang
dipasarkan oleh distributor adalah milik distributor sepenuhnya.
3. Dalam perjanjian keagenan, segala tanggung jawab akibat dari perbuatan hukum agen
ditanggung oleh dan dibebankan kepada prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor,
segala tanggung jawab akibat dari perbuatan hukum distributor sepenuhnya ditanggung oleh
pihak distributor.

d. Contoh
1. Perjanjian Keagenan : Agen CV. Iganta Satu merupakan agen yang bergerak di bidang usaha
pemasaran LPG milik PT. Pertamina (persero) sebagai prinsipal dan dalam tindakannya tersebut
CV Iganta Satu memasarkan LPG kepada konsumen sebagai pihak ketiga untuk dan atas nama
PT. Pertamina (persero).
Pada prinsipnya PT Pertamina (persero) sebenarnya yang berhubungan dengan konsumen
sebagai pihak ketiga, hanya saja dalam pelaksanaannya direpresentasikan oleh CV Iganta Satu.
2. Perjanjian Distributor : Dalam perjanjian distributor, prinsipal adalah PT. Danone Indonesia,
Tbk dan sebagai distributor adalah PT. Anta Iga Abadi bahwa disepakati PT. Anta Iga Abadi
membeli produk air mineral untuk kemudian dipasarkan ke konsumen. PT. Danone Indonesia,
Tbk dengan konsumen tidak ada hubungan apapun kerena PT. Anta Iga Abadi adalah distributor,
bukan representasi dari PT. Danone Indonesia, Tbk dalam memasarkan produknya ke konsumen.

C. Dasar Hukum Pengaturan Keagenan dan Distribusi


Dimanakah diaturnya dasar hukumnya suatu keagenan ini ? Dasar hukum pengaturan
keagenan kita dapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Dalam KUH Perdata tentang Kebebasan Berkontrak;
2. Dalam KUH Perdata tentang Kontrak Pemberian Kuasa;
3. Dalam KUH Dagang tentang Makelar; dan
4. Dalam KUH Dagang tentang Komisioner.
5. Dalam bidang hokum khusus, seperti dalam perundang-undangan dibidang pasar modal yang
mengatur tentang dealer atau pialang saham.
6. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan dan
perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan terhadap masalah keagenan
ini.

D. Perbedaan antara Agen dan Distributor


Antara istilah agen (agent), distributor (distributor), kantor pemasaran (representative
office), dan kantor cabang (branch office), mempunyai arti yang mirip-mirip, meskipun kita
dapat membeda-bedakannya satu sama lain. Kita tinjau terlebih dahulu antara istilah agen
dengan distributor.
Antara agen dengan distributor memiliki perbedaan-perbedaan prinsipil dalam hal-hal
sebagai berikut :
1. Hubungan dengan Prinsipal
Hubungan principal berbeda antara agen dengan distributor. Seorang agen akan menjual
barang atau jasa untuk dan atas nama pihak prinsipalnya, sementara seorang distributor bertindak
untuk dan atas namanya sendiri (independent tender).
2. Pendapatan Perantara
Pendapatan seorang agen adalah berupa komis dari hasil penjualan barang/jasa kepada
konsumen, sementara bagi distributor, pendapatannya adalah berupa laba dari selisih beli (dari
prinsipal) dengan jual kepada konsumen.
3. Pengiriman Barang
Dalam hal keagenan barang dikirim lansung dari principal kepada konsumen, sedangkan
dalam hal distribusi, barang dikirim kepada distributor dan baru dari distributor dikirim kepada
konsumen. Jadi dalam hal distribusi, pihak principal bahkan tidak mengetahui siapa konsumen
itu.
4. Penyebarang Harga Barang
Prinsip prinsipal akan lansung menerima pembayaran harga dari pihak konsumen tanpa
melalui agen, sedangkan dalam hal distribusi, pihak distributorlah yang menerima harga bayaran
dari konsumen.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
1. agen adalah seseorang atau suatu perusahaan yang mewakili pihak lainnya (yang disebut
dengan prinsipal) untuk melakukan kegiatan bisnis (misalnya menjual produk) untuk dan atas
nama principal kepada pihak ketiga dalam suatu wilayah pemasaran tertentu, dimana sebagai
imbalan atas jerih payahnya itu, agen akan mendapatkan komisi tertentu.
2. Distributor adalah pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari
tangan pertama atau produsen secara langsung, dan distributor tersebut kemudian menjual
produk tersebut ke pengecer atau pelanggan.

THEORY AGENCY

Deskripsi Teori
Teori keagenan (agency theory) dikembangkan di tahun 1970-an terutama pada tulisan Jensen
dan Meckling (1976) pada tulisan yang berjudul “Theory of the firm: Managerial behavior,
agency costs, and ownership structure”. Konsep-konsep teori keagenan di latarbelakangi oleh
berbagai teori sebelumnya seperti teori konsep biaya transaksi (Coase, 1937), teori property right
(Berle dan Means, 1932), dan filsafat utilitarisme (Ross, 1973). Teori keagenan dibangun
sebagai upaya untuk memecahkan memahami dan memecahkan masalah yang muncul manakala
ada ketidaklengkapan informasi pada saat melakukan kontrak (perikatan).
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai
prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh
pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih,
maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang
saham.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a
contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to
perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority
to the agent”. (hubungan agen sebagai kontrak di bawah yang (mana) satu atau lebih orang (
utama) melibatkan orang lain ( agen) untuk melaksanakan beberapa melayani bagi mereka yang
melibatkan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan beberapa kepada agen). Jika kedua
belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan,
maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang
dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi,
dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak
yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu
manajer.

Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory
(teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan
menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan
hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini
hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan
yang saling bertentangan.
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih
(principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara
principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical
information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang
perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak
untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang
dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak
diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-
angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen
laba.
Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku
opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok corporate
governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance
adalah; transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan
responsibilitas (responsibility). Corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri
informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan
tindakan manajemen laba.
Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan
tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini
menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan
perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh
pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan
kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan
kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider
ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena
dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap
keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses
untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam
modal perusahaan.
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat
timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung
diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini
menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang
berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih
investasi dengan risiko yang lebih rendah.

Pendapat ahli mengenai pemecahan masalah keagenan :


Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik
kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership),
b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber
pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings).
Penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi
masalah keagenan.
· Pertama, dengan meningkatkan insider ownership. Perusahaan meningkatkan bagian
kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham
sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase
kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
· Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham
sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban
untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu
penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan antara
shareholders dengan debtholders sehingga memunculkan biaya keagenan hutang.
· Ketiga, institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan
bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional investor dan
shareholders dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini
disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk
mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power
menjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan.
Contoh Kasus Keagenan :
Dalam kasus ini terjadi bahwa PT Danayasa Arthatama Tbk selaku anak perusahaan dari PT
Jakarta internasional Hotels & Development Tbk melakukan transaksi pembatalan perjanjian
perikatan jual beli pada tanggal 15 juni 2001 atas tanah pada lot 18, 19 dan 21 kawasan niaga
terpadu sudirman untuk dikelola kembali oleh PT Graha Putrasentosa, PT Panduneka Abadi dan
PT Citra Wiradaya dengan nilai Rp315.000.000.000,00 (tiga ratus lima belas miliiar rupiah) dari
PT Bank Artha Graha. Namun pada endingnya transaksi tersebut dibatalkan tanpa terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari pemegang saham independen dalam RUPS sehingga
melanggar peraturan BAPEPAM Nomor IX.E.1 tentang benturan kepentingan transasksi
tertentu.
BAPEPAM menjatuhkan hukuman bagi PT Jakarta internasional Hotels & Development Tbk
berupa sanksi denda sebesar Rp500.000.000 kepada PT Jakarta internasional Hotels &
Development Tbk dan denda sebesar Rp500.000.000 kepada direksi dan dewan komisaris PT
Jakarta internasional Hotels & Development Tbk,

Anda mungkin juga menyukai