Sop Subdit I PDF
Sop Subdit I PDF
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.4 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang
didengar, dilihat dan dialami sendiri.
1.6 Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan ahli guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
ketahui berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya.
2. Pedoman/Acuan
2.1 Pasal 7 ayat (1), huruf g, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2)
Pasal 113, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2014 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol.: SKEP/1205/IX/2000, tanggal
11 September 2000.
3. Tujuan
4. Persiapan
5. Pelaksanaan Pemanggilan
5.2.3.4 apabila pihak yang dipanggil tetap tidak mau menerima, surat
panggilan diberikan kepada keluarga, pejabat RT/RW, pejabat
Desa, Kelurahan setempat atau penasehat hukumnya dengan
tetap membubuhkan tanda terima dan diberikan catatan bahwa
pihak yang dipanggil tidak mau menerima;
5.2.3.5 surat panggilan dapat dikirim melalui pos tercatat atau khusus
atau jasa pengiriman lainnya;
6.2 apabila surat panggilan yang dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya
tidak sampai dan surat kembali perlu dilakukan pengecekan kembali alamat
yang bersangkutan atau penyidik berkoordinasi dengan penyidik setempat
sesuai alamat pihak yang dipanggil;
6.3 apabila alamat pihak yang dipanggil tidak ditemukan maka penyidik meminta
pengesahan dari kepala lingkungan setempat;
6.4.4 waktu pemeriksaan agar diperhitungkan mengingat izin dari pihak yang
melakukan penahanan.
6.5 terhadap pemanggilan ahli dapat dilakukan melalui pimpinan Instansi dimana
ahli yang bersangkutan bertugas atau dapat langsung ditujukan kepada ahli
yang bersangkutan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
7. Mekanisme Pemanggilan
PETUGAS
PENERIMAAN
PETUGAS
- SURAT PANGGILAN DITANDA TANGANI
- PENYIDIK ATAU PENYIDIK OLEH YANG DIPANGGIL
PEMBANTU MELAPORKAN KEPADA - APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK ADA
ATASAN (KANIT ATAU KASUBDIT) DITEMPAT DISAMPAIKAN KEPADA PEJABAT
HASIL PENYAMPAIAN SURAT RT ATAU RW ATAU PEJABAT DESA ATAU
PANGGILAN KELURAHAN SETEMPAT
- PENERIMA SURAT PANGGILAN
MENANDATANGANI EKSPEDISI PENGIRIMAN
SURAT PANGGILAN
SAKSI/
SAKSI
AHLI,
TERSANGK
MENOLAK PANGGILAN DENGAN A
ALASAN PATUT DAN WAJAR MENOLAK PANGGILAN DENGAN
ALASAN TIDAK PATUT DAN WAJAR
- APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK
DAPAT MEMENUHI PANGGILAN DATANG - APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK
DENGAN ALASAN YANG PATUT MEMENUHI MEMENUHI PANGGILAN ATAU
DAN WAJAR MAKA PENYIDIK PANGGILAN MENOLAK DENGAN ALASAN YANG
DATANG KE TEMPAT TIDAK PATUT DAN WAJAR MAKA
KEDIAMANNYA UNTUK PENYIDIK MEMBUAT SURAT
MELAKUKAN PEMERIKSAAN PANGGILAN KE II
PENERIMAAN
TAHAP PEMERIKSAAN
- APABILA YANG DIPANGGIL 2 KALI
TETAP MENOLAK MAKA
DIPERLUKAN SURAT PERINTAH
MEMBAWA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.3 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan
1.4 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.5 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
1.6 Interogasi adalah salah satu teknik pemeriksaan tersangka atau saksi dalam
rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan pertanyaan baik
lisan maupun tertulis kepada tersangka atau saksi guna mendapatkan
keterangan, petunjuk – petunjuk lainnya serta kebenaran keterlibatan
tersangka, dalam rangka pembuatan Berita Acara Pemeriksaan/Interogasi.
1.7 Konfrontasi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka penyidikan
dengan cara mempertemukan satu dengan lainnya (antara: tersangka dengan
saksi, saksi dengan saksi, tersangka dengan tersangka lainnya) untuk menguji
kebenaran dan persesuaian keterangan masing – masing serta dituangkan
didalam Berita Acara Pemeriksaan Konfrontasi.
1.8 Rekonstruksi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka penyidikan,
dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana
atau pengetahuan saksi, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang terjadinya tindak pidana tersebut dan untuk menguji kebenaran
keterangan tersangka atau saksi sehingga dengan demikian dapat diketahui
benar tidaknya tersangka tersebut sebagai pelaku dituangkan dalam Berita
Acara Pemeriksaan rekonstruksi.
1.9 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang
didengar, dilihat dan dialami sendiri.
1.11 Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan ahli guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
ketahui berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya.
1.12 Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang
mempunyai keahlian khusus yang membuat terang suatu tindak pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
1.13 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
1.14 Keterangan Anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan dalam hal menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
1.15 Berita acara pemeriksaan tersangka, saksi dan ahli adalah catatan atau tulisan
yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik/ penyidik
pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatangani
oleh penyidik/ penyidik pembantu dan tersangka serta ahli yang diperiksa,
memuat uraian tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu,
tempat dan keadaan pada waktu pidana dilakukan, identitas penyidik/ penyidik
pembantu dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa.
1.16 Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
atau berdasarkan undang-undang untuk memberi bantuan hukum
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
2. Pedoman/Acuan
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000 Tanggal
11 September 2000.
3. Tujuan
SOP Pemeriksaan Saksi, Ahli, dan Tersangka Bertujuan sebagai pedoman standar
dalam melakukan langkah-langkah Pemeriksaan Saksi, Ahli, dan Tersangka yang
terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara
yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik
pembantu.
4. Persiapan:
5.1 memiliki integritas sebagai penyidik (mindset, mental dan perilaku) yang
profesional;
6.1 memiliki data lengkap tentang orang/Tersangka yang sedang dalam proses
penyidikan;
6.3 ketersediaan alat tulis dan per lengkapan kantor yang memadai;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
7. Urutan Tindakan:
7.1.1 penyidik dan atau penyidik pembantu menyusun daftar pertanyaan yang
akan diajukan kepada saksi, tersangka dan atau ahli yang akan dimintai
keterangan dalam proses pemeriksaan;
7.1.4 penyidik dan atau penyidik pembantu yang akan melakukan pemeriksaan
wajib siap atau hadi r sebelum waktu pemeriksaan yang telah ditentukan;
7.1.6 dalam hal pemeriksaan dilakukan di luar ne geri maka penyidik dan atau
penyidik pembantu melakuk an koordinasi dengan Divhubinter Polri,
Departemen Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia
dimana pemeriksaan itu akan dilakukan untuk mempersiapkan tempat,
pengamanan dan kesiapan orang yang akan diperiksa;
7.1.11 dalam hal tersangka yang tidak dilakukan penaha nan belum bisa diambil
keterangannya karena alasan kesehatan sebanyak 2 (dua) kali atau
lebih, maka Penyidik/Penyidik Pembantu dapat meminta bantuan dokter
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebagai pembanding.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
7.2.3 sedapat mungkin proses pemeri ksaan direkam baik secara audio
maupun visual;
7.2.5.2.1 Siapakah.
7.2.5.2.2 Apakah.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
7.2.5.2.3 Dimanakah.
7.2.5.2.5 Mengapakah.
7.2.5.2.6 Bagaimanakah
7.2.5.2.7 Bilamanakah
8.2 Penyidik dan atau Penyidik Pembantu memperkenalkan diri kepada saksi dan
menjelaskan tentang perkara yang ditangani, maksud pemeriksaan, keterkaitan
dan kapasitas saksi dalam perkara yang ditangani, serta hak dan kewajiban
saksi dalam proses pemeriksaan.
8.3 Pemeriksaan saksi dilaksanakan dalam suasana yang tenang dan nyaman
sehingga saksi dapat mem berikan keterangan dengan baik, benar, nyaman
dan tidak tertekan.
8.5. Berita Acara Pemeriksaan Saksi dicetak rangkap 4 (empat), dengan perincian
masing-masing 2 (dua) rangkap untuk berkas perkara, 2 (dua) rangkap untuk
penyidik.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
8.6 Untuk Berita Acara Pemeriksaan Tersangka dicetak rangkap 5 (lima), dengan
perincian masing-masing 2 (dua) rangkap untuk berkas perkara, 2 (dua)
rangkap untuk penyidik dan 1 (satu) rangkap untuk tersangka.
8.7 Apabila diperlukan, misalnya ada cukup alasan untuk diduga bahwa saksi tidak
akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan, maka sebelum melakukan
pemeriksaan, Penyidik dan atau Penyidik Pembantu melakukan pengambilan
sumpah/Janji terhadap saksi dan dibuatkan Berita Acara Pengambilan
Sumpah/Janji dengan disaksikan rohaniawan.
9. MEKANISME PEMERIKSAAN
SAKSI/AHLI/TERPERIKSA DATANG
SESUAI DENGAN WAKTU DALAM
SURAT PANGGILAN
PEMERIKSAAN /
PEMERIKSA/PENYIDIK
PENYIDIK MELAKSANAKAN
PEMERIKSA/PENYIDIK PEMERIKSAAN SESUAI
MEMBUAT RENCANA MEMPERSIAPKAN
DENGAN WAKTU
PERTANYAAN YANG AKAN RUANG PEMERIKSAAN DALAM SURAT
DITANYAKAN
DENGAN RAPI PANGGILAN
KEPADATERPERIKSA
SETELAH SELESAI
MEMERIKSA PEMERIKSAAN BERSIKAP RAMAH DAN
/ PENYIDIK SOPAN SERTA
PEMERIKSA / PENYIDIK
MEMPERLIHATKAN ISI BERPAKAIAN RAPI
BERITA ACARA MENGUASAI
PADA WAKTU
PEMERIKSAAN KEPADA PERSOALAN YANG
MEMERIKSA
TERPERIKSA DISIDIK
PEMERIKSA / PENYIDIK
DAN TERPERIKSA
MENANDA TANGANI
BERITA ACARA YANG
TELAH DIBUAT
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.1 Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
1.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.5 Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat
tertentu atau hubungan perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam suatu
proses pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini
2. Pedoman / Acuan
2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana;
2.5 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000 Tanggal
11 September 2000;
3. Tujuan
4. Persiapan
5 Urutan Tindakan
5.1 Penahanan
5.1.5.5 Pejabat Tahti meminta bantuan kepada dokter Polri dan atau
petugas medis lainnya untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan fisik terhadap tahanan, dan bila diperlukan meminta
bantuan Psikiater untuk memeriksa kondisi kejiwaan tahanan
dan hasil pemeriksaan tersebut dicatat dalam buku mutasi
tahanan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
5.1.5.10 Pejabat tahti mencatat ident itas tahanan dalam papan daftar
tahanan.
5.2.2 Apabila tersangka sudah pulih kembali, sudah dinyatakan sehat oleh
dokter yang ditunjuk Penyidik, dan memungkinkan untuk dilakukan
penahanan, maka pembantaran terhadap tersangka dapat dicabut dan
tersangka kembali menjalankan masa penahanan sepanjang penyidik
masih mempunyai kewenangan untuk menahan/memperpanjang
penahanan. Dengan membuat urat pencabutan pembantaran dan
menerbitkan surat perintah penahanan lanjutan, maka pet ugas jaga
tahanan melakukan kegiatan sebagai berikut:
5.4.3 penyidik Polri membuat laporan kemajuan dengan disertakan saran dan
pendapat untuk dilakukan pengalihan jenis tahanan;
5.4.7 penyidik Polri menyampaikan hak dan kewajiban kepada tahanan yang
dialihkan jenis tahanan;
5.5.4 Penyidik Polri membuat laporan kemajuan dengan disertakan saran dan
pendapat untuk dilakukan penangguhan tahanan.
5.5.9 Penyidik Polri menyampaikan hak dan kewajiban kepada tahanan yang
ditangguhkan penahanannya.
5.8.1.5 mencatat dalam buku mutasi tahanan dan buku register tahanan;
5.8.2.7 apabila batas waktu yang ditentukan oleh pihak rumah sakit
berakhir, maka mayat diserahkan kepada pihak rumah sakit
untuk dimakamkan dengan dihadiri oleh penyidik dengan
dilengkapi berita acara pemakaman.
6.1 Kewenangan penahanan ada pada penyidik, penyidik pembantu atas perintah
penyidik.
6.2 Setiap tindakan penahanan perlu diingat hak-hak tersangka yang ditahan,
antara lain sebagai berikut:
6.2.1 dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan, tersangka harus
mulai diperiksa (Pasal 122 KUHAP);
6.5 Penanganan terhadap Warga Negara Asing yang meninggal dalam status
penahanan, wajib segera diberitahukan kepada:
6.6 Apabila keluarga berada di luar kota, maka Surat pemberitahuan penahanan
tersangka dapat dikirimkan melalui PT Pos Indonesia atau jasa titipan kilat
dengan membuat tanda bukti pengiriman diketahui pejabat kantor pos atau jasa
titipan dan atau dikirimkan penyidik pembantu wilayah setempat.
6.7 Terhadap tahanan yang keamanannya tidak dapat dijamin oleh satuan yang
menahan, maka penahanannya dapat ditempatkan pada kesatuan atas.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
7. Mekanisme
1. TERSANGKA
1. SURAT PERPANJANGAN 1. MELEPAS PAKAIAN MENANDATANGANI
PENAHANAN DALAM PRIBADI TERSANGKA DAN SPRIN DAN BA TAHAN
WAKTU 40 HARI MENGGANTI DENGAN SERTA BERIKAN 1 (SATU)
2. TERBIT PERPANJANGAN PAKAIAN TAHANAN LEMBAR SPP KEPADA
PENAHANAN 2. MENEMPATKAN TERSANGKA
3. BERIKAN SURAT TERSANGKA KE DALAM 2. MENEMPATKAN 1
PERPANJANGAN RUTAN SESUAI : LEMBAR SPP DI KOTAK
PENAHANAN KEPADA A. JENIS KELAMIN PENAHANAN
KELUARGA B. JENIS KEJAHATAN 3. DALAM KESEMPATAN
PERTAMA
MENYAMPAIKAN SPP
KEPADA KELUARGA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.2. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.6. DPO adalah Daftar Pencarian Orang yang telah ditetapkan sebagai seorang
tersangka.
1.7. Satu hari adalah dua puluh empat jam dan satu bulan adalah waktu tiga puluh hari.
2. Pedoman / Acuan
2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.5 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000 Tanggal
11 September 2000.
3. Tujuan
4. Persiapan
4.2.2 memiliki integritas sebagai penyidik (mainset, mental dan perilaku) yang
profesional;
4.3.1 membawa identitas diri yang jelas (kartu tanda anggota, tanda
kewenangan);
5. Urutan Tindakan
5.1.1 Ketua Tim memberikan arahan tentang teknis dan taktis penangkapan;
5.1.4.16 dalam hal tersangka yang ditangkap tidak paham atau tidak
mengerti bahasa yang dipergunakan oleh petugas maka
tersangka tersebut berhak mendapatkan seorang penterjemah
dan penyidik berkewajiban menyiapkannya;
6.3 dalam hal penangkapan tindak pidana terorisme dan narkotika tetap mengacu
kepada peraturan perundangan-undangan tersebut;
6.5 dalam hal tersangka yang tidak memiliki keluarga/wali, penyidik wajib
menghubungi/memberitahukan kepada ketua RT/RW dimana tersangka
berdomisili.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
7. Mekanisme
PENYIDIK/ PENYIDIK
PETUGAS SATU LEMBAR PEMBANTU MEMBUAT
MEMBERIKAN SURAT PERINTAH MEMBERITAHUKAN KEPADA BERITA ACARA
SATU LEMBAR PENANGKAPAN KEPALA DESA / LINGKUNGAN PENANGKAPAN YANG
SURAT PERINTAH DIBERIKAN KEPADA DIMANA TERSANGKA TINGGAL DITANDA TANGANI OLEH
TENTANG PEANGKAPAN YANG YANG MELAKUKAN
PENANGKAPAN KELUARGA TERJADI
KEPADA TERSANGKA PENANGKAPAN DAN
TERSANGKA YANG
TERSANGKA
DITANGKAP
MASA PENANGKAPAN
DILAKUKAN
BIASA : 1 X 24 JAM
PENAHANAN NARKOBA : 3 X 24 JAM
TERORISME : 7 X 24
JAM
PENYIDIK/
PENYIDIK PEMBANTU MEMBUAT
BERITA ACARA PEMULANGAN TIDAK DILAKUKAN
PENAHANAN
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.1 Anggaran ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi
seluruh kegiatan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku
untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.
1.2 Penyelidikan (Lidik) ialah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang.
1.3 Penyidikan (Sidik) ialah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang untuk mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
1.4 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.5 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.6 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
2. Pedoman / Acuan
2.1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 01/PM.2/2009 tanggal 4 Maret 2009 tentang
Standar Biaya Umum T.A 2010.
2.2 Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/422/IX/2009 tanggal 1 September 2009
tentang Standar Biaya Khusus di Lingkungan polri T.A 2010.
2.3 Surat Kabareskrim Polri No. Pol.: B/673/VI/2004/Bareskrim tanggal 10 Juni 2004
perihal Rencana Norma Indek, Renbut Materiil, Rencana Kinerja dan Bahan Masukan
Jukcan Kapolri Bidang Reskrim Tahun 2004.
3. Tujuan
Menyalurkan anggaran yang transparan dan akuntabel kepada pelaksana opsnal yaitu
penyelidik dan penyidik secara sistematis tepat waktu dan sasaran.
4. Syarat
5. Prosedur
5.1.2 Harus ada surat perintah tugas dan surat perintah lidik/sidik yang
dikeluarkan oleh Kasatker kepada unit atau tim yang ditunjuk.
5.1.4 RAB tersebut akan diteliti oleh Kasatker dalam hal ini Direktur
Reskrimsus Polda NTB yang dilaksanakan oleh Bendahara Satker
(Bensatker).
5.3.4 Bila tidak ada bukti pengeluaran biaya apakah Ka Unit / Ka Tim telah
membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai.
5.3.7 Apakah Unit / Tim telah membuat laporan hasil pelaksanaan tugas atau
Lapju atau Resume penanganan kasus.
5.3.8 Apakah indeks yang digunakan dalam RAB telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (Permenku / Skep Kapolri / Indeks daerah
setempat).
6. Mekanisme
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.3 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.4 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.5 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan
1.7 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri.
1.8 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
disidang pengadilan.
1.9 Barang Temuan sebagai barang adalah benda bergerak, berwujud atau tidak
berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau penyidik baik
karena kejahatan maupun bukan karena kejahatan
2. Pedoman / Acuan :
3. Tujuan
4. Persiapan
5. Urutan Tindakan
6.2 Dalam hal suatu lokasi belum selesai dilakukan penggeledahan karena alasan
waktu atau hal lainnya, penyidik melakukan penyegelan dengan memasang
Police-line.
6.3 Penggeledahan yang menyangkut benda, alat, fasilitas dan tempat-tempat lain
yang menyangkut keamanan negara agar dikoordinasikan dengan instansi
terkait.
7. Mekanisme
PENGGELEDAHAN RUMAH /
TEMPAT TERTUTUP LAINNYA
DAN ATAU PENGGELEDAHAN
BADAN/PAKAIAN
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.1 Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
1.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.4 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri.
1.5 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
2. Pedoman / Acuan
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000 Tanggal
11 September 2000.
3. Tujuan
4. Persiapan
4.2.1 memiliki integritas sebagai penyidik (mindset, mental dan perilaku) yang
professional;
4.3.1 membawa identitas diri yang jelas (kartu tanda anggota dan tanda
kewenangan);
4.3.3 handphone/handytalky.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
4.3.4 kamera/handycam.
5. Urutan Tindakan
5.1.1 tim penyidik melakukan gelar perkara untuk menentukan benda/surat atau
tulisan yang akan disita.
5.1.2 tim Penyidik melaksanakan koordinasi dengan pemilik barang, benda/surat atau
tulisan yang akan disita dalam pelaksanaan penyitaan. Dimungkinkan tindakan
penyitaan yang dilakukan bersamaan dengan tindakan penggeledahan.
5.1.3 sesaat sebelum tindakan penyitaan dilakukan Ketua tim menjelaskan target
yang hendak dicapai dalam penyitaan baik berupa benda/surat atau tulisan
yang terkait dengan tindak pidana.
5.2.1.3 penyidik memastikan bahwa benar barang tersebut benar barang yang
akan disita.
5.2.1.4 apabila barang tersebut bisa dibawa oleh penyidik maka barang
tersebut dibawa kekesatuan penyidik kalau tidak dapat dibawa maka
dititipkan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
5.2.6 Setelah melakukan penyitaan penyidik membuat Berita Acara Penyitaan yang
kemudian ditanda tangani oleh tersangka/atau keluarganya/lembaga/orang lain
dari siapa benda itu disita serta diketahui oleh minimal 2 (dua) orang saksi bila
diperlukan diketahui oleh Kepala Desa/Ketua Lingkungan.
6.1 Dalam hal benda sitaan terdiri dari atas benda yang mudah rusak atau yang
membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan
terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau
jika biaya penyimpanannya menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan
tersangka atau kuasanya, dapat dijual lelang oleh penyidik dalam hal perkara dalam
tahap penyidikan dan pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Kantor Lelang Negara.
6.2 Terhadap barang barang sitaan harus dirawat dan dijaga keamanannya, dalam
menjaga keutuhan dan keasliannya atau dititipkan di kantor RUPBASAN setempat.
6.3 Barang sitaan berupa uang, dihitung lembar perlembar, dicatat angka nominal dan
nomor seri.
6.4 Penyitaan terhadap barang bukti berupa emas/perhiasan terlebih dahulu dimintakan
pemeriksaan kepada ahlinya.
6.5 Untuk penyitaan berupa uang yang disita suatu rekening disimpan/ditempatkan dalam
rekening penampungan barang bukti yang terdapat:
6.5.1 Di tingkat Mabes Polri ditempatkan pada rekening bensat Bareskrim Polri;
6.5.2 Di tingkat Polda, Polres, dan Polsek ditempatkan pada rekening bensat
Ditreskrimum.
6.6 Barang bukti yang disita dapat dipinjam pakaikan kepada pemilik/penguasa barang
dengan pertimbangan untuk kepentingan umum dan terpeliharanya barang dimaksud
secara bertanggung jawab serta tidak mengganggu proses penyidikan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
6.7 Apabila benda yang disita membutuhkan tempat yang besar/membutuhkan biaya yang
tinggi dan Polri tidak memiliki tempat dan anggaran yang cukup maka barang bukti
tersebut disita dan titipkan kembali kepada penguasa barang dengan diberi catatan
untuk dijaga keutuhanya sedapat mungkin dikoordinasikan dengan JPU yang
menangani kasus tersebut.
7. Mekanisme
PETUGAS MEMBAWA SURAT PERINTAH LENGKAP
MELAKUKAN PENYITAAN TERHADAP TERSANGKA YANG
TERCANTUM PADA SURAT PERINTAH TERSEBUT
DILAKUKAN DENGAN
KEADAAN SANGAT PERLU
MENGAJUKAN PERMINTAAN IJIN KEPADA DAN MENDESAK TANPA
PENGADILAN NEGERI SEDAERAH HUKUM MENGAJUKAN KEPADA
DIMANA PENYITAAN DILAKUKAN PENGADILAN NEGERI
TERLEBIH DAHULU
DILAKUKAN PENYITAAN
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
2. Urutan Tindakan
2.1 Permintaan penerbitan Red Notice dapat diajukan terhadap tersangka yang
diduga melarikan diri keluar negeri/negara lain dengan maksud agar dilakukan
pencarian untuk ditangkap, ditahan dan diekstradisikan;
2.2 Permintaan penerbitan Red Notice dapat diajukan oleh Penyidik Polri dan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil;
2.3.3.7 kewarganegaraan;
2.3.3.9 pekerjaan;
2.3.3.11 ciri – ciri fisik antara lain: tinggi, berat badan, warna rambut,
warna mata, bentuk badan;
2.3.3.12 ciri – ciri khusus contoh tattoo, bekas luka, amputasi, dll;
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
Untuk lebih meyakinkan kepada penyidik tentang kebenaran dari keterangan saksi
dan atau tersangka serta barang bukti terhadap suatu peristiwa tindak pidana yang
terjadi.
2. Pedoman / Acuan :
3. Pengertian
3.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
3.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang
diatur dalam undang-undang ini.
3.5 Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat dimana suatu tindak pidana
dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan atau
korban dan atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak
pidana tersebut dapat ditemukan.
4. Alat :
4.1 Komputer;
4.2 Printer;
4.4 Meja;
4.5 Kursi;
4.7 Kamera;
4.8 Handycam;
5. Prosedur Rekonstruksi
5.6 Rekonstruksi dapat dilakukan di TKP atau tempat lain yang ditentukan oleh
penyidik.
6.7 Melakukan analisa terhadap hasil rekonstruksi, hasil pemeriksaan saksi dan
hasil pemeriksaan tersangka;
7.1 Situasi keamanan TKP/tempat lain yang akan dijadikan lokasi rekonstruksi;
8. Mekanisme
SIAPKAN PERSONIL
PELAKSANAAN REKONSTRUKSI :
BUAT RENCANA PELAKSANAAN 1. PEMERAN ANTARA LAIN :
REKONSTRUKSI : A. SEBAGAI KORBAN
PETUGAS SIAP B. SEBAGAI SAKSI
- ADEGAN / URUTAN ADEGAN
KELENGKAPAN - PEMERAN : KORBAN, SAKSI, C. SEBAGAI TERSANGKA
REKONSTRUKSI SESUAI PELAKU 2. PETUGAS IDENTIFIKASI
KASUS YANG DITANGANI - ALAT PERAGA : BARANG BUKTI A. FOTO
B. ALAT PERAGA
3. PENYIDIK SIAPKAN BA
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.1 Berkas perkara adalah kumpulan dari seluruh kegiatan dan atau keterangan
yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak pidana dalam bentuk produk
tertulis yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu.
1.2 Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
1.3 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.4 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.5 Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak pidana
yang terjadi, dituangkan dalam bentuk dan persyaratan penulisan tertentu.
1.6 Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara dengan susunan,
syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan yang telah ditentukan serta
pemberian nomor berkas perkara.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
1.9 Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
1.10 Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
1.12 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
disidang pengadilan
2. Pedoman/Acuan
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000 Tanggal
11 September 2000.
3. Tujuan
3. Persiapan
4. Pelaksanaan
4.2.2.2 Fakta-fakta.
4.2.2.3 Pembahasan.
4.2.2.5 Kesimpulan:
4.2.3.1 diketik diatas kertas folio warna putih, dengan jarak 1 ½ spasi;
4.2.3.5 nama orang ditulis dengan huruf besar (huruf balok dan digaris
bawah).
4.3.1 Dasar.
4.3.2 Perkara.
4.3.3.2 pemanggilan;
4.3.3.3 penangkapan;
4.3.3.5 penahanan;
4.3.3.13 penggeledahan;
4.3.3.14 penyitaan;
4.3.3.20 catatan: Bila tidak ada kegiatan seperti tersebut s/d diatas, tidak
perlu diuraikan.
4.3.4 Pembahasan.
4.3.5 Kesimpulan
4.4.1 Dasar
4.4.2 Perkara.
4.4.2.3 pelakunya;
4.4.2.5 korban;
4.4.3. Fakta-fakta.
Perincian satu per satu semua benda yang ditemukan dan telah
disita yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi
sesuai dengan Berita Acara Penyitaan.
4.5 Pembahasan
4.5.1 Analisa kasus, memuat uraian acara kronologis tindak pidana yang
disangkakan dengan didasarkan pada:
4.5.1.3 adanya dukungan barang bukti terhadap alat bukti yang ada
sehingga terbentuk konstruksi tindak pidana yang disangkakan;
4.6 Kesimpulan
4.7.1 Persiapan:
4.7.1.1.5 tanggal, nomor dan cap dinas setiap surat dan Surat
Perintah yang dijadikan isi berkas perkara.
4.7.1.3.1 tali/benang;
4.7.1.3.2 jarum;
4.7.1.3.3 lak;
4.7.1.3.5 lilin;
4.7.2 Pelaksanaan
4.7.2.2 Pemberkasan
4.8.1 Persiapan
4.8.1.1.2 Tersangka
4.8.2.2 Berkas Perkara yang akan dikirim dibungkus rapi dengan kertas
sampul dan ditulis nomor dan tanggal berkas perkara.
4.8.3.3 Surat Pengantar dan Berita Acara serah terima tersangka dan
barang bukti harus mencantumkan:
4.8.4 Berita Acara Serah Terima tersangka dan Barang Bukti ditandatangani
oleh Penyidik/Penyidik Pembantu yang menyerahkan dan petugas
Kejaksaan yang menerima serta 2(dua) orang saksi.
BERKAS PERKARA
PENYIDIK
DALAM
DIKEMBALIKAN KE
PENYIDIK DENGAN MEMBUAT KESIMPULAN
WAKTU
TERHADAP HASIL ANALISA
14 PETUNJUK YANG
KASUS DAN YURIDIS TERHADAP
HARI HARUS DIPENUHI PERKARA YANG
(P-19) DIPERSANGKAKAN
KIRIM TERSANGKA
DAN BARANG BUKTI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.1. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
1.2. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan Penyidikan.
1.3. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam Undang-Undang ini
2. Pedoman/Acuan
2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
3. Tujuan
4. persiapan penyidikan
4.1 petugas
4.1.4 komunikatif;
4.1.5 humanis;
4.2 peralatan
4.2.3 ATK;
4.2.5 Telepon/faximile;
4.2.6 AC;
4.2.7 Televisi;
5. prosedur pelaksanaan
5.1.5 Mencari tatktik dan teknis serta strategi penyidikan yang tepat untuk
kegiatan penyidikan;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
5.2.2.4 SPDP;
6. pelaksanaan penyidikan
6.1 Membuat rencana penyidikan yang mendasari Laporan Polisi atau Laporan
Informasi serta Surat perintah penyidikan yang terdiri dari;
6.1.2 Lokasi tempat kegiatan penyidikan di ruang tertutup atau terbuka sesuai
dengan sasaran penyidikan;
6.1.4 Hasil atau target yang akan dicapai dalam kegiatan penyidikan; dan
6.2 Rencana penyidikan ditanda tangani oleh penyidik yang di beri wewenang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
7.1 Rencana penyidikan harus sesuai dengn bobot atau klasifikasi perkara yang
ditangani;
7.2 Petugas yang ditunjuk dalam Surat perintah penyidik harus sebagai pelaksana
bukan penyidik lain;
7.4 Apabila kegiatan penyidikan Tindak Pidana tersebut masih berlanjut sedangkan
dukungan anggarannya sudah habis, maka dapat diajukan kembali, sesuai
dengan prosedur pengajuan anggaran dengan dilampirkan Laporan kemajuan
; dan
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
2. Persiapan
2.1 Penyidik:
2.2. Peralatan:
2.2.3 ATK;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
3. Prosedur Pelaksanaan
3.1.2.2 untuk kasus sedang, diberik an pada hari ke - 15, hari ke - 30,
hari ke - 45 dan hari ke - 60;
3.1.2.3 untuk kasus sulit, diberikan pada hari ke - 15, hari ke - 30, hari
ke - 45, hari ke - 60, hari ke - 75 dan hari ke - 90;
3.1.2.4 untuk kasus sangat sulit, diberikan pada hari ke - 20, hari ke -
40, hari ke - 60, hari ke - 80, hari ke - 100 dan hari ke - 120;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
4.1 Direktur/Wadir
4.1.4 mengendalikan Kataud, Kabag Analis, Kaur Bin Ops untuk menginput
data tahapan penyidikan baik terhadap kasus yang belum sempat
ditangani/ yang sedang ditangani oleh penyidik ke dalam progam SPPKP
(Sistem Pengawasan dan Penilaian Kinerja Penyidik).
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
4.2.2 menanggapi komplain terhadap penyidikan baik yang berasal dari dalam
maupun dari luar (masyarakat);
4.3 Penyidik
4.4.4 menunjuk notulen untuk membuat laporan hasil gelar perkara yang
dilaporkan kepada Kapolda.
5.1 Standar Operasional Prosedur tentang SP2HP ini harus menjadi acuan bagi
penyidik dalam hal pelayanan kepada masyarakat agar proses penyelidikan dan
penyidikan dilaksanakan secara professional dan transparan;
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
2. Persiapan
Apabila dari hasil penyidikan, penyidik berpendapat bahwa apa yang telah
dipersangkakan terhadap tersangka ternyata bukan merupakan perbuatan
pidana (pelanggaran ataupun kejahatan), maka penyidik harus membuat suatu
keputusan untuk menghentikan penyidikannya.
2.3.4 Nebis in idem, yaitu terhadap pe rkara tersebut telah disidik dan diputus
oleh Pengadilan serta telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in
kracht van gewijsde).
3. Pelaksanaan
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.1 Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang
adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang, bahwa telah atau sedang terjadi
peristiwa pidana.
1.3 Subbag Renmin adalah Sub bagian perencanaan dan administrasi pada
Ditreskrimsus Polda NTB.
1.4 Min Subdit I adalah Unit kerja dibidang penata usahaan administrasi pada
Subdit I Ditreskrimus Polda NTB.
1.5 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.6 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.
1.7 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
2. Pedoman/Acuan
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol.: Skep/1205/IX/2000, tanggal
11 September 2000.
3. Tujuan
4. Persiapan
4.1 Petugas
5.1.1 Laporan Polisi Model A adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas
Polri karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang karena
akan, sedang, atau telah terjadi peristiwa pidana;
5.1.2 bagi petugas Polri yang telah membuat laporan Polisi datang ke Petugas
piket siaga/SPKT untuk menyerahkan laporan dan bukti-bukti pendukung
atas laporan tersebut kepada Ka siaga/ Ka SPKT/piket fungsi;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
5.2.1 Laporan Polisi Model B adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas
Polri tentang adanya pengaduan atau pemberitahuan yang disampaikan
oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang
bahwa akan, sedang, atau telah terjadi peristiwa pidana;
5.2.5 untuk menentukan status yang diduga sebagai tersangka oleh pelapor/
pengadu untuk ditingkatkan sebagai tersangka dalam laporan polisi yang
akan dibuat, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
5.2.6 apabila yang diduga sebagai tersangka tidak memenuhi unsur tindak
pidana yang disangkakan oleh pelapor/pengadu maka penerima laporan
Petugas piket siaga/SPKT memberikan penjelasan secara transparan,
objektif dan akuntabel kepada pelapor/pengadu bahwa
laporan/pengaduannya tidak bisa ditindak lanjuti menjadi laporan polisi;
5.2.7 terhadap orang yang diduga tersangka oleh pelapor/ pengadu diberikan
penjelasan secara transparan, objektif dan akuntabel tentang peristiwa
yang terjadi dan dipulangkan setelah ada pihak keluarga yang
bertanggung jawab;
5.3 setelah membuat laporan polisi Model A dan Model B tersebut kemudian
petugas pelayanan membuat berita acara pemeriksaan saksi pelapor.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
6.1 setiap laporan/pengaduan yang diduga sebagai tindak pidana wajib di terima
oleh petugas piket siaga/SPKT;
7. Mekanisme Pelaksanaan
PERITIWA DIDUGA
TINDAK PIDANA
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
2. Persiapan
2.1.8 surat perintah / Surat kuasa khusus dalam hal penyidik / atasan penyidik
mewakilkan kepada pejabat Polri.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MENGHADAPI TUNTUTAN
PRAPERADILAN
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 2/7
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
2.2.2 Berkas perkara dan Mindik yang berkaitan dengan proses penangkapan
dan penahanan serta penghentian penyidikan;
2.2.6 Hasil gelar perkara yang berkait dengan proses penangkapan dan
penetapan tersangka dan penahanan;
2.3.6 memberikan Jukrah secara tepat kepada penyidik tentang alasan yuridis
proses penetapan dan penangkapan tersangka. Serta penahanan
tersangka sehingga dalam sidang nantinya terarah dalam membahas hal
ikhwal tentang upaya paksa ini;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MENGHADAPI TUNTUTAN
PRAPERADILAN
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 4/7
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
2.3.7 memberikan Jukrah secara tepat kepada penyidik tentang alasan yuridis
proses penghentian penyidikan. Sehingga dalam sidang nantinya terarah
dalam membahas hal ikhwal tentang hal ini.
2.4 Penyidik dan atau penyidik pembantu melakukan hal-hal sebagai berikut:
2.4.2 mempersiapkan surat kuasa khusus kepada pejabat yang ditunjuk untuk
mewakili atasan penyidik jika berhalangan hadir untuk mengikuti sidang
praperadilan;
2.4.4 mempersiapkan materi tangkisan (replik dan duplik) yang akan dibawa
dalam sidang praperadilan;
3. Urutan Tindakan
3.1 penyidik dan atau penyidik pembantu/Tim yang ditunjuk sebagai kuasa polri
untuk mengikuti dan menghadiri sidang praperadilan berangkat menuju ke
Pengadilan Negeri sesuai rencana;
3.3 mengikuti proses sidang praperadilan dan melakukan langkah sebagai berikut:
3.5.2 terhadap putusan Hakim tentang Ganti rugi maka Kasatker bertanggung
jawab untuk membayar sesuai ketentuan yuridis;
3.5.5 dan apabila penyidik menolak putusan tentang pencabutan SP3 maka
dapat melakukan upaya hukum luar biasa (kasasi, peninjauan kembali).
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MENGHADAPI TUNTUTAN
PRAPERADILAN
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 7/7
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
4.1 pada prinsipnya Penyidik tidak boleh menolak praperadilan (harus dihadapi);
4.5 melaporkan setiap putusan Praperadilan secara hirarki kepada Kepala Badan
Reserse Kriminal Polri dan tembusannya kepada Kadivkum Polri dan Kabidkum
Polda.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN
BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 1/6
TANGGAL TERBIT : Mei 2016
DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH
KASUBDIT I DIR RESKRIMSUS KAPOLDA NTB
DIT RESKRIMSUS POLDA NTB POLDA NTB
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.1 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan.
1.2 Barang Temuan sebagai barang adalah benda bergerak, berwujud atau tidak
berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau penyidik baik karena
kejahatan maupun bukan karena kejahatan.
1.3 Pengelolaan barang Bukti adalah tata cara atau proses penerimaan,
penyimpanan, pengamanan, pengeluaran dan pemusnahan benda sitaan dari
ruang atau tempat penyimpanan barang bukti.
1.4 Petugas Pengelola Barang Bukti yang selanjutnya disebut Petugas adalah
anggota Polri yang mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima,
menyimpan, dan mengamankan, mengeluarkan dan memusnahkan benda sitaan
dari ruang atau tempat penyimpanan barang bukti.
1.5 Tempat Penyimpanan Barang Bukti adalah ruangan atau tempat khusus yang
disiapkan oleh Negara (Direktorat Tahanan dan Barang Bukti dan RUBASAN)
untuk menyimpan benda-benda sitaan Penyidik berdasarkan sifat dan jenisnya
yang dikelola oleh Petugas Pengelola Barang Bukti.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN
BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 2/6
TANGGAL TERBIT : Mei 2016
1.6 Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
1.7 Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Pedoman/Acuan
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol.: SKEP/1205/IX/2000, tanggal
11 September 2000.
3. Tujuan
4. Alat
4.1 Komputer
4.2 Printer
4.4 Lak
5. Prosedur
Barang bukti dikeluarkan dari ruang penyimpanan barang bukti, atas permintaan
penyidik/penyidik pembantu, untuk selanjutnya diserahkan ke Jaksa Penuntut
Umum, untuk dilelang atas ijin Ketua Pengadilan, untuk dimusnahkan atau
diserahkan kembali kepada yang berhak, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN
BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 4/6
TANGGAL TERBIT : Mei 2016
PENYIDIK/PENYIDIK
PEMBANTU
PETUGAS
PENGELOLA
BARANG
BUKTI
SETELAH TERIMA
BARANG BUKTI
LAKUKAN CEK
PETUGAS
SERAHKAN BARANG BUKTI
PENGELOLA
UNTUK SEPERTI SAAT
MENERIMA DALAM KEADAAN BARANG
TERBUNGKUS DAN BERLABEL BUKTI
BARANG BUKTI
PEMERIKSAAN
ADMINISTRASI PINJAM
PAKAI BARANG BUKTI
AMBIL BARANG
CATAT DALAM BUKTI DI RUANG
BUKU REGISTER SIMPAN BARANG
BUKTI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBLOKIRAN REKENING TINDAK
PIDANA
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 1/6
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH
KASUBDIT I DIR RESKRIMSUS KAPOLDA NTB
DIT RESKRIMSUS POLDA NTB POLDA NTB
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
2. Persiapan
3.1 memiliki integritas sebagai penyidik (mindset, mental dan perilaku) yang
profesional;
4.2 Ketersediaan alat tulis dan per lengkapan kantor yang memadai.
5. Urut-urutan tindakan:
5.1.1 Adanya bukti hasil tindak pidana berupa uang yang ditempatkan dananya
pada suatu rekening bank/penyelenggara jasa keuangan;
5.2.2 Untuk rekening milik tersangka a pabila tidak bersedia memberikan izin
untuk rekeningnya diperiksa, maka penyidik melakukan gelar perkara
untuk melakukan pemer iksaan nilai simpanan pada rekening
bank/penyedia jasa keuangan dengan langkah sebagai berikut:
6.1 Dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yang terjadi antara tanggal
17 April 2002 sampai dengan tanggal 22 Oktober 2010 pemblokiran rekening
tidak diatur lamanya waktu pemblokiran, sesuai dengan Undang-undang Nomor
15 tahun 2002 tentang tindak pindana pencucian uang sebagaimana di ubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003;
6.2 Dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yang terjadi setelah tanggal
22 Oktober 2010 pemblokiran rekening diatur lamanya waktu pemblokiran 30
hari kerja, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENCEGAHAN DAN/ATAU PENANGKALAN
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
2. Urutan Tindakan:
2.5.4 Kapolsek.
2.10.1 nama, Jenis Kelamin, Tempat dan Tanggal Lahir atau umur, serta foto
yang dikenai pencegahan dan/atau penangkalan;
2.12 Dalam waktu 3 hari sejak Surat Permintaan Pencegahan dan/atau penangkalan
diterima oleh Ditjen Imigrasi dan belum ada jawaban, maka Penyidik Polri wajib
berkoordinasi dengan Pejabat Imigrasi.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENCEGAHAN DAN/ATAU PENANGKALAN
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
2.13 Dalam hal setelah dilakukan 6 (enam) bulan pencegahan dan/atau penangkalan
pertama belum cukup waktu, maka pejabat sebagaimana dimaksud pada angka
2.5, membuat surat permohonan perpanjangan pencegahan dan/atau
penangkalan kepada Dirjen Imigrasi untuk selama 6 (enam) bulan lagi,
selanjutnya pejabat sebagaimana dimaksud angka 2.5 diatas melaporkan
secara berjenjang dan tertulis kepada Kapolri selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
setelah surat permintaan perpanjangan pencegahan dan/atau penangkalan
dikirimkan untuk mendapatkan surat ketetapan pengukuhan perpanjangan
pencegahan dan/atau penangkalan melalui Keputusan Kapolri.
2.16 Dalam keadaan mendesak, pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 2.5,
dapat mengajukan permintaan secara langsung kepada Pejabat Imigrasi yang
berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi atau unit pelaksana tekhnis lain,
untuk mencegah seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dengan
jangka waktu pencegahan dan/atau penangkalan paling lama 20 (dua puluh)
hari, untuk selanjutnya pencegahan dan/atau penangkalan dimaksud
ditetapkan dengan keputusan tertulis dari Kapolri.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENCEGAHAN DAN/ATAU PENANGKALAN
TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
3.1 Apabila keputusan pencegahan dan/atau penangkalan sudah habis dan atau
sudah tidak diperlukan untuk kepentingan penyidikan, maka penyidik tidak perlu
mengajukan surat ketetapan pencabutan pencegahan dan/atau penangkalan.
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
SOP Penerbitan Daftar Pencarian Barang (DPB) Bertujuan sebagai pedoman standar
dalam melakukan langkah-langkah Penerbitan Daftar Pencarian Barang (DPB) yang
terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara
yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik
pembantu.
2. Persiapan:
3.1 Data lengkap tentang barang bukti yang diperlukan dalam mendukung
penyidikan;
3.3 Alut dan alsus terkait dengan barang bukti yang dicari.
4. Urut-Urutan Tindakan:
4.1.1 Barang yang dicari harus betul-betul berdasarkan bukti yang cukup dan
merupakan barang bukti atau diduga ada kaitannya dengan tindak
pidana yang terjadi, setelah diputuskan melalui proses gelar perkara
terhadap perkara yang sedang dilakukan penyidikannya;
4.1.2 Yang membuat dan menandatangani surat DPB adalah penyidik atau
penyidik pembantu, diketahui oleh atasan penyidik/penyidik pembantu
dan atau Kasatker selaku penyidik;
4.1.3 Setelah DPB diterbitkan tindak lanjut yang dilakukan penyidik adalah:
4.1.7 Setelah mengirimkan DPB sesuai alamat yang dituju, dalam jangka
waktu tertentu penyidik harus melakukan pengecekan melalui hubungan
telepon/surat ke kesatuan Polri sesuai alamat dimaksud untuk
mengetahui perkembangan surat DPB yang telah dikirimkan;
4.1.8 Dalam hal Barang yang dicari telah ditemukan oleh kesatuan Kepolisian
lain, maka dapat langsung menghubungi penyidik yang menangani untuk
diserahkan dilengkapi dengan Berita Acara Penyerahan
Barang/Penerimaan Barang;
4.1.9 Setelah Barang sudah diperoleh/didapat dan berada pada penyidik yang
meminta maka penyidik yang mengeluarkan surat DPB dapat membuat
surat pencabutan DPB atas penerbitan surat DPB sebelumnya dengan
alasan barang yang dicari sudah ditemukan;
5.2 Satuan lain yang menerima DPB wajib melakukan pencatatan dalam register
Kesatuannya.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENERBITAN DAFTAR PENCARIAN
ORANG (DPO)
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 1/5
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DISAHKAN OLEH
KASUBDIT I DIR RESKRIMSUS KAPOLDA NTB
DIT RESKRIMSUS POLDA NTB POLDA NTB
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
SOP Penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO) Bertujuan sebagai pedoman standar
dalam melakukan langkah-langkah Penerbitan Daftar Pencarian Orang (DPO) yang
terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara
yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola tindak yang sama bagi penyidik/penyidik
pembantu.
2. Persiapan:
3.1 memiliki integritas sebagai penyidik (mindset, mental dan perilaku) yang
profesional;
4.1 memiliki data lengkap tentang orang/Tersangka yang sedang dalam proses
penyidikan;
5. Urut-Urutan Tindakan:
5.1.2 Terhadap Tersangka yang diduga telah melakukan Tindak pidana, telah
dilakukan pemanggilan dan telah dilakukan upaya paksa berupa
tindakan penangkapan dan penggeledahan sesuai perundang-
undangan yang berlaku, namun Tersangka tidak berhasil ditemukan;
5.1.4 Setelah DPO diterbitkan tindak lanjut yang dilakukan penyidik adalah:
5.1.8 Setelah mengirimkan surat DPO sesuai alamat yang dituju, dalam
jangka waktu tertentu penyidik harus melakukan pengecekan melalui
hubungan telepon/surat ke kesatuan Polri sesuai alamat untuk
mengetahui perkembangan surat DPO tersebut;
5.1.9 Dalam hal DPO (Tersangka) telah tertangkap oleh kesatuan Kepolisian
lain, maka dapat langsung menghubungi/ mengabarkan kepada
penyidik yang menangani perkaranya untuk diserahkan/dilakukan
penjemputan dengan dilengkapi Berita Acara penyerahan/penerimaan
DPO (Tersangka);
5.1.10 Setelah Tersangka yang dimasukan dalam DPO tertangkap dan atau
menyerahkan diri segera dilakukan pemeriksaan serta penyidik segera
mengeluarkan surat pencabutan DPO;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENERBITAN DAFTAR PENCARIAN
ORANG (DPO)
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 4/5
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
5.1.11 Tersangka yang telah di DPO dikhawatirkan akan melarikan diri ke Luar
Negeri, maka dapat dilakukan pencegahan ke Luar Negeri melalui
Imigrasi, yang tata caranya akan diatur tersendiri;
5.1.12 Terhadap DPO (Tersangka) yang telah diketahui melarikan diri ke luar
negeri, dapat diajukan Red Notice melalui Interpol/Divhubinter Polri,
yang pelaksanaannya akan diatur tersendiri.
6.1 Dalam kasus-kasus tertentu yang memerlukan izin Presiden dalam proses
penyidikannya, maka Surat Izin Presiden/Mendagri/Gubernur Kepala Daerah
dicantumkan dalam Rujukan Surat penerbitan DPO;
6.2 Satuan lain yang menerima DPO wajib melakukan pencatatan dalam register
Kesatuannya.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
SOP Gelar Perkara Biasa Bertujuan sebagai pedoman standar dalam melakukan
langkah-langkah Gelar Perkara Biasa yang terukur, jelas, efektif dan efesien sehingga
dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis dan prosedur serta terwujudnya pola
tindak yang sama bagi penyidik/penyidik pembantu.
2.1.2 pimpinan gelar perkara memiliki hak sama dengan peserta gelar perkara
untuk menyampaikan pendapat dan atau saran kontributif;
2.2.2 semua peserta gelar perkara mempunyai hak untuk bertanya sesuai
dengan objek gelar;
2.2.3 semua peserta gelar perkara berkewajiban untuk mentaati semua tata
tertib yang disampaikan oleh pimpinan gelar;
2.2.4 semua peserta gelar perkara harus mentaati kesepakatan yang telah
ditetapkan.
Sebelum gelar perkara dimulai pimpinan gelar membacakan larangan bagi para
peserta gelar:
2.3.3 berkomunikasi secara lisan dan atau dengan gerakan secara vulgar
sehingga menganggu ketertiban dan suasana kondusif gelar perkara;
2.3.4 memotret dan merekam jalannya gelar perkara dan atau ber-“bbm”
(Blackberry Messenger);
2.3.6 membawa senjata api, senjata tajam atau benda lainnya yang dapat
berfungsi sebagai senjata;
2.3.7 merokok dan meminum minuman keras di ruang gelar perkara dan di
ruang tamu.
3.5.1 persiapan;
3.8 Tahap akhir dan tindak lanjut hasil gelar perkara meliputi:
3.8.4 tindak lanjut hasil gelar perkara oleh penyidik dan melaporkan
perkembangannya kepada atasan penyidik; dan
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Pengertian
1.2. Penyelidik adalah setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penyelidikan.
1.3. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan Penyidikan.
1.4. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam Undang-Undang ini
2. Pedoman/Acuan
2.4 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
3. Tujuan
4. Persiapan
4.2.3 Laporan hasil gelar perkara awal untuk yang sudah terbit Laporan Polisi.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
4.3.1 membawa indentitas diri yang jelas (kartu tanda anggota, tanda
kewenangan) disesuaikan dengan teknis penyelidikan;
4.3.3 handphone/handytalky;
5.1.1.6 benda apa saja yang terkait dengan dugaan tindak pidana yang
terjadi;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
5.1.1.7 siapa pelaku, korban dan saksi yang terkait dengan tindak pidana
yang terjadi;
Pengolahan TKP dilakukan oleh bagian Olah TKP yang tergabung dalam
Tim penyelidikan dengan cara mengolah TKP untuk mencari dan
menemukan keterangan dan barang bukti yang berhubungan dengan
tindak pidana yang terjadi yang diakhiri dengan Laporan hasil
pengolahan TKP sebagai lampiran dari proses penyelidikan (sesuai
format Laporan Hasil Penyelidikan);
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
5.3.4.6 melakukan pembuntutan dengan teknik dan alat bantu yang telah
disiapkan;
5.3.6.8 dari hasil pelacakan ini diserahkan kepada penyelidik yang lain
dalam rangka pengembangan lebih lanjut;
6.1 menghimpun semua hasil kegiatan penyelidikan untuk dijadikan bahan laporan
hasil penyelidikan;
7.2 dalam pengumpulan data dan informasi yang diperoleh dari hasil penyelidikan,
diyakinkan dapat membuat terang suatu peristiwa sebagai peristiwa pidana atau
bukan;
7.4 petugas penyelidik tidak memiliki hubungan interest pribadi dengan target
penyelidikan;
7.6 penyelidik wajib melakukan verifikasi dan konfirmasi terhadap fakta yang
diperoleh.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
AWAL
PENYIDIK
TERIMA LAPORAN BATAS WAKTU
LENGKAPI MINDIK MUDAH : 30 HARI
DAN SP2HP SEDANG : 60 HARI
SULIT : 90 HARI
S. SULIT : 120 HARI
LAPORAN
PENYIDIK TIDAK DIKETEMUKAN BUKTI
1. BUAT PANGGILAN PERMULAAN CUKUP (PASAL
ANALISA
(KONFIDENTIAL) 184 KUHP)
LAPORAN
2. LIDIK LAPANGAN
PENYIDIK SP2HP
LENGKAPI PELAPOR
ADMINISTRASI
NAIK SIDIK
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
Untuk mewujudkan pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peranan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, khususnya penyidik/penyidik pembantu dalam rangka penyelenggaraan administrasi
umum dalam bentuk naskah dinas.
2. Pedoman/Acuan
2.1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan Tindak Pidana.
2.4 Peraturan Kapolri Nomor 15 tahun 2007 tentang Naskah dinas di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
2.5. Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2007 tentang tata naskah di lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia
2.6. Peraturan Kapolri Nom or 17 tahun 2007 tentang tata kearsipan di lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia
2.7 Peraturan Kapolri Nomor 18 tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pos Kepolisian Negara
Republik Indonesia
3. Pengertian
3.1. Naskah dinas adalah semua tulisan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di
lingkungan Polri dalam rangka melaksanakan tugas, fungsi dan peranan di bidang
masing-masing yang disusun menurut bentuk-bentuk yang telah ditetapkan seperti :
peraturan, keputusan, instruksi, perintah harian/amanat, surat edaran, surat
perintah, surat tugas, laporan, surat biasa/rahasia, nota dinas, surat telegram,
maklumat, pengumuman, surat pengantar, telahaan staf, 15 naskah dinas lainnya.
3.2. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
3.3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena
diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-
undang ini.
3.4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
4. Alat
4.1 Komputer
4.3 Berbagai alat tulis untuk mendukung terlaksananya pembuatan Naskah Dinas
4.4 Internet
4.5. Telepon
5. Prosedur
1. Penyidik / penyidik pembantu yang melakukan penyelidikan dan atau penyidikan dapat
menuangkan hasil kerjanya melalui produk Naskah dinas baik yang masuk kualifikasi
administrasi penyidikan maupun yang bukan termasuk administrasi penyidikan.
2. Tata naskah baik yang berbentuk peraturan, keputusan, instruksi, perintah harian /
amanat, surat edaran, surat perintah, surat tugas, laporan, surat biasa/ rahasia, nota
dinas, surat telegram, maklumat, pengumuman, surat pengantar, telahaan staf, 15 naskah
dinas lainnya, harus memenuhi kriteria kaedah penulisan naskah dinas.
e. dilakukan penelitian sehingga terhindar dari salah ketik dan atau salah penulisan
4. Bersandar pada dasar, referensi yang dapat dipertanggungjawabkan dan dibuat sesuai
dengan kebutuhan
5. Senantiasa menjaga kerahasiaan sesuai dengan derajat dan sifat naskah dinas.
7. Mengikuti aturan pewarnaan sampul antara naskah dinas yang bersifat operasional,
pembinaan dan petunjuk
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
PERSIAPAN
PEMBUATAN PENDISTRIBUSIAN
PELAKSANAAN
NASKAH DINAS NASKAH DINAS
BOYKE KAREL WATTIMENA,SIK ANOM WIBOWO, S.I.K., M.Si. Drs. UMAR SEPTONO, S.H., M.H.
AKBP NRP 78120696 AKBP NRP 72060453 BRIGADIR JENDERAL POLISI
1. Tujuan
Untuk memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih lanjut dalam
mencari, menemukan dan menentukan pelaku, korban, saksi-saksi, barang bukti, modus
operandi dan alat yang dipergunakan dalam upaya pengungkapan tindak pidana
2. Pedoman/Acuan
2.2 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.3 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan Nomor Pol : SKEP/1205/IX/2000 Tanggal 11
September 2000.
3. Pengertian
3.1 Penanganan Tempat Kejadian Perkara adalah merupakan tindakan kepolisian oleh
penyelidik atau penyidik atau penyidik pembantu berupa tindakan kepolisian yang
dilakukan ditempat kejadian perkara, terdiri dari Tindakan Pertama di Tempat
Kejadian Perkara (TP-TKP) dan Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (Olah TKP).
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 2/7
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
3.2 Tindakan Pertama di TKP (TP-TKP) adalah tindakan kepolisian yang dilakukan
segera setelah menerima laporan bahwa terjadi tindak pidana, dengan maksud untuk
melakukan pertolongan/ perlindungan kepada korban dan pengamanan dan
mempertahankan status quo guna persiapan serta pelaksanaan pengolahan TKP.
3.3 Pengolahan TKP (Olah TKP) adalah tindakan Penyidik/ Penyidik Pembantu untuk
memasuki TKP dalam rangka melakukan pemeriksaan TKP mencari informasi tentang
terjadinya tindak pidana, mengumpulkan/ mengambil barang-barang bukti yang diduga
ada hubungannya dengan Tindak Pidana yang terjadi untuk disita atau disimpan guna
kepentingan pembuktian.
3.4 Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan
atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan atau korban dan atau
barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat
ditemukan.
3.5 Tindak Pidana adalah setiap perbuatan atau peristiwa yang diancam sebagai
hukuman kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam KUHP maupun
peraturan perUndang-Undangan lainnya.
3.6 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan
penyidikan.
3.7 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena
diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
3.8 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang
oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penyelidikan.
3.9 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat
sendiri dan ia alami sendiri.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 3/7
TANGGAL TERBIT : MEI 2016
3.10 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
3.11 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang
pengadilan.
3.12 Barang Temuan sebagai barang bukti adalah benda bergerak, berwujud atau tidak
berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau penyidik baik karena
kejahatan maupun bukan karena kejahatan.
4. Alat
4.1 Peralatan dari Unit Identifikasi dan Inafis (Indonesia Automatic Finger System):
- Sarung Tangan;
- Amplop.
4.7 Tape Recorder dan alat-alat elektronika sebagai penolong pemeriksaan (bila
dperlukan).
4.10 Peralatan lainnya yang dianggap perlu dan disesuaikan dengan situasi TKP dan jenis
tindak pidana yang terjadi.
5. Prosedur
5.1 Perwira siaga baik selaku fungsi maupun selaku penyidik pada dasarnya bertindak atas
nama kepala kesatuan kewilayahan untuk menangani peristiwa yang terjadi di dalam
wilayah hukumnya terutama TP-TKP dan memberitahukan kepada Sat Reskrim untuk
pengolahan TKP.
5.2 Dalam penanganan Olah TKP perlu memperhatikan urutan tindakan, namun demikian
sesuai dengan situasi dan kondisi dimungkinkan adanya prioritas tindakan, baik pada
waktu tindakan pertama di TKP maupun pada waktu pengolahannya.
5.3 Penyidik dengan dibantu oleh unsur-unsur bantuan teknis penyidikan (Labfor Polri,
Identifikasi Polri, Dokter Forensik Polri dan ahli lainnya), bertanggung jawab di dalam
pelaksanaan, pengelohan TKP.
5.4 Perwira siaga selama di TKP bertindak mengkoordinasikan petugas yang ada di TKP
dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan TP-TKP
5.5 Segala sesuatu yang didapat dan tindakan-tindakan lain yang dilakukan dalam TP-TKP
harus dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan di TKP
5.6.1 Persiapan personil, sarana angkutan, alat komunikasi dan peralatan yang
diperlukan lainnya.
5.6.3 Menutup dan mengamankan TKP dengan tujuan mempertahankan status quo.
5.7.1 Melaksanakan Arahan Pimpinan (APP) awal agar setiap pelaksanaan olah TKP
sesuai dengan teknik dan urut-urutan yang telah ditentukan
5.7.2 Melakukan pengamatan umum yang diarahkan terhadap hal-hal atau obyek-
obyek sebagai berikut :
5.8.1 Sketsa.
5.8.2 Foto.
5.8.4 Catatan-catatan lain yang dibuat oleh perwira siaga maupun penyidik.
5.9 Pada kesatuan tingkat Polsek, TP-TKP maupun pengolahan TKP dilaksanakan oleh
Kapolsek selaku penyidik dan dilaporkan ke kesatuan atasnya, apabila Polsek
menemui kesulitan pada tindakan pengolahan TKP segera menghubungi atau
melaporkan kepada kesatuan di atasnya (Polres maupun Polda) dengan
mempertahankan keadaan semula (Status quo)
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NOMOR DOKUMEN NOMOR REVISI HALAMAN
SOP-DIT RESKRIMSUS 00 7/7
TANGGAL TERBIT : MEI 2016