b. Respons Kesmas
1) Setiap ada alert (sinyal kewaspadaan) atau peningkatan kasus maka petugas
surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ke puskesmas
untuk mengetahui lebih lanjut apakah ada indikasi KLB.
2) Melakukan penyelidikan epidemiologi
3) Pengambilan, penyimpanan, pengemasan dan pengiriman spesimen ke
laboratorium.
4) Pengamatan terhadap kasus dan faktor risiko.
5) Menyiapkan logistik (oralit, zinc, obat yang sesuai dengan program pengendalian
penyakit diare).
6) Perbaikan kualitas sarana air bersih dan sanitasi melalui desinfeksi, perbaikan
konstruksi, dan pembuatan sarana baru sebagai percontohan.
7) Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui inspeksi sanitasi (IS) dan
pengambilan sampel.
8) Penyuluhan kesehatan secara intensif pada kelompok masyarakat.
9) Informasi kepada kepala wilayah.
c. Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam dengan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906), data KLB dientri
di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
• Kronologi terjadinya KLB.
• Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
• Keadaan umum penderita.
• Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan.
• Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
4. Faktor Resiko
1) Hyegene sanitasi yang kurang
2) Usia balita
3) Penyakit Infeksi
4) Gizi buruk
5) Riwayat perjalanan ke daerah lain
5. Laboratorium
1) Test Diagnosa: pemeriksaan mikrobiologi untuk mengetahui penyebab infeksi
a. Kultur bakteri: Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, V. cholera, Shigella
spp, E.coli, Salmonella typhi, Camphylobacter, Clostridium.
b. PCR: Rotavirus (bila diperlukan, untuk konfirmasi dilakukan dengan PCR di
lab rujukan)
c. Pemeriksaan parasit dengan Direct smear untuk Giardia, Cryptosporidium,
Entamoeba.
2) Jenis Spesimen: feces, rectal swab, makanan, air dan cairan muntah.
3) Tatalaksanan penanganan Spesimen: Spesimen untuk kultur bakteri disimpan dalam
media Cary Blair/Amies pada suhu ruang. Spesimen untuk pemeriksaan PCR
Rotavirus disimpan dalam media Hank’s pada suhu 2-8oC. Spesimen dikirim ke
laboratorium < 24 jam.
4) Hasil Laboratorium : sesuai hasil tes diagnostic.
5) Rujukan Laboratorium: Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai dengan
kemampuan laboratorium setempat. Jika dibutuhkan maka dilakukan rujukan secara
berjenjang. Laboratorium pelaksana pemeriksaan adalah laboratorium Rumah Sakit
Daerah, Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota/ Provinsi, Laboratorium
BBLK, Laboratorium BBTKL-PP, Litbangkes.
6. Refrensi/Literatur:
• Pedoman Tata Laksana Diare, Dit.P2PML,Ditjen P2P, Kemenkes tahun 2017
• Permenkes No. 658 Tahun 2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit
Infeksi New-Emerging dan Re-Emerging
B. Malaria (Kode B)
3. Respons :
1) Respons Tatalaksana Kasus
a. Berikan pengobatan sesuai dengan jenis plasmodium atau parasit malaria
yang ditemukan dalam sediaan darah yang diperiksa
b. untuk malaria tanpa komplikasi diberikan Obat malaria Artemisinin based
Combination Therapy (ACT) selama 3 hari ditambah dengan Primakuin (untuk
malaria falciparum diberikan 1 kali pada hari pertama, untuk malaria vivaks
dan ovale diberikan selama 14 hari)
c. untuk malaria berat diberikan artesunat injeksi sampai penderita sadar dan
bisa makan minum, keadaan umum membaik, maka injeksi diberhentikan dan
dilanjutkan dengan obat malaria oral (ACT) selama 3 hari bersama dengan
primakuin (lama pemberian sesuai dengan jenis parasitnya). Jika penderita
datang ke fasyankes dan perlu dirujuk berikan juga tindakan pra-rujukan
dengan memberikan injeksi artesunate.
2) Respons Kesmas
a. Setiap ada alert (sinyal kewaspadaan) atau peningkatan kasus maka petugas
surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ke
puskesmas untuk mengetahui lebih lanjut apakah ada indikasi KLB.
b. Penyelidikan epidemiologi kasus malaria dengan melakukan wawancara
menggunakan formulir wawancara kasus, survei kontak untuk mengetahui
luas penularan, jika dari survei kontak ditemukan kembali kasus positif maka
segera dilakukan pemeriksaan darah massal (Mass Blood Survey-MBS)
dengan cakupan minimal 80% dari seluruh penduduk dan dilanjutkan dengan
pemantauan pengobatan pada setiap kasus pada hari 3,14,28 dan 90 hari
untuk vivax, selanjutnya setiap hari dilakukan kunjungan rumah di daerah KLB
untuk menjaring kasus positif yang mungkin belum terdeteksi saat dilakukan
MBS, kegiatan kunjungan rumah dilakukan sampai tidak ditemukan kasus
positif di daerah tersebut
c. Pada daerah yang sedang terjadi KLB harus dilakukan kegiatan pengendalian
vektor secara total coverage di daerah fokus penularan, pengendalian vektor
yang dilakukan yaitu dengan pembagian kelambu pada setiap kelompok tidur
dan atau penyemperotan dinding rumah (Indoor Residual Spraying)
d. Kegiatan Promosi kesehatan perlu dilakukan di daerah yang sedang terjadi
KLB sehingga masyarakat mengetahui cara pencegahan malaria, cara
mencari pengobatan serta penggunaan dan pemeliharaan kelambu
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam dengan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906), data KLB dientri
di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
• Kronologi terjadinya KLB.
• Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
• Keadaan umum penderita.
• Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan.
• Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
• Laporan W1, Laporan Jumlah kasus per individu dalam regmal 1 SISMAL,
Laporan hasil kegiatan penyelidikan epidemiologi, laporan ketersediaan alat
bahan penanggulangan
4. Faktor Risiko
Faktor Risiko KLB Malaria
• Perubahan lingkungan seperti akibat bencana alam
• adanya kasus impor yang tidak ditanggulangi dengan baik sehingga menimbulkan
penularan
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis
Ada lima spesies plasmodium yang menyebabkan malaria pada manusia yakni P.
vivax, P. falciparum, P. malariae, P. ovale, P. knowlesi. pemeriksaan mikroskopis
dari sediaan darah tebal dan tipis dengan pulasan Giemsa masih merupakan standar
baku emas di Indonesia. Pada daerah yang terpencil, atau kemampuan pemeriksaan
mikroskopis belum ada dan dalam keadaan darurat, dapat digunakan pemeriksaan
diagnosis cepat (RDT=Rapid Diagnostic Test).
X Adanya parasit pada sediaan darah atau produk parasit pada tes diagnosa cepat
2) Jenis Spesimen
• Darah/whole blood
• Biasanya diambil dari pembuluh kapiler di jari.
• Pada bayi/balita pengambilan sampel darah dapat dilakukan pada tumit kaki
atau tempat lainnya
3) Tatalaksana Penangan Spesimen
Untuk sediaan darah: Ambil/kumpulkan darah secara langsung, benar pada kaca
objek yang baru (bersih, bebas lemak, tak bergores), diberi label dan buat sediaan
darah tebal dan tipis.
• Biarkan usapan mengering secara menyeluruh.
• Gunakan pewarnaan dengan teknik yang sesuai.
• Sediaan darah dikeringkan secara menyeluruh pada suhu-kamar, hindari
debu, serangga, dan cahaya matahari langsung.
Untuk RDT:
Kumpulkan spesimen dan diperiksa menurut petunjuk penggunaan RDT.
4) Hasil Lab
• Sediaan darah tebal dan tipis diperiksa menggunakan mikroskop.
• Pemeriksaan sediaan darah dapat juga mengungkapkan adanya parasit lain
dalam darah.
• Bila hasil positif dan dicurigai P. knowlesi, dilakukan konfirmasi dengan
menggunakan metode PCR dimana spesimen darah yang diperiksa dengan
sediaan Dried Blood Spot (DBS), yang dikirim ke laboratorium rujukan
selambat-Iambatnya 1 minggu setelah pengambilan spesimen
• Perhatikan mutu Giemsa yang digunakan Pembacaan RDT dengan melihat
adanya garis yang muncul pada lubang pembacaan. perhatikan selalu
adanya garis kontrol
5) Rujukan Laboratorium
PKM, RS, Labkesda Kab & Prov, B/BLK, B/BTKL PP, Litbangkes (malaria P.knowlesi
dan P.malariae
6. Refrensi/literatur
• Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria Tahun 201
• Pedoman Teknis Jejaring dan Pemantapan Mutu Laboratorium Malaria 2017
• Surveilans dan Sistem Informasi Malaria 2014
• Pedoman Manajemen Malaria 2015
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam dengan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906), data KLB dientri
di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes kabupaten/kota
dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
- Kronologi terjadinya KLB.
- Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
- Keadaan umum penderita.
- Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan.
- Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
- Mengirimkan hasil diagnosa akhir berdasarkan form KDRS oleh RS ke Dinas
Kesehatan setempat.
4. Faktor Risiko
- Adanya tempat perindukan nyamuk aedes
- Perilaku masyarakat yang tidak melaksanakan PSN 3M Plus seminggu sekali
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis:
• Rapid Test NS1, IgG/IgM
• Pemeriksaan darah rutin (Hemoglobin, hitung jumlah Sel darah putih, Hitung
jumlah sel trombosit)
2) Jenis Spesimen
3-5 ml darah, dalam tabung dengan anti koagulan untuk memisahkan serum dan
plasma.
3) Tatalaksana Penanganan Spesimen
• Serum (minimal 1 ml) untuk pemeriksaan PCR disimpan dalam lemari pendingin
(2-8oC).
• Dikirim dalam waktu 24 jam setelah pengambilan sample.
4) Hasil Laboratorium sesuai standar WHO (trombosit <100.000 µl) dan peningkatan
hematokrit >= 20%)
5) Rujukan Laboratorium
• PKM dan RS yang dapat melakukan pemeriksaan darah rutin.
• Pada saat KLB DBD perlu dilakukan pemeriksaan karakterisasi molekuler virus
dengue ke B/BTKL dan Balitbangkes
6. Refrensi/literature
Pedoman Pencegahan dan Penegndalian DBD di Indonesia, Kemenkes, Ditjen P2P
Tahun 2017
D. Pneumonia (Kode D)
4. Faktor Risiko
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium dapat berupa pemeriksaan kultur atau PCR bakteriologi
ataupun pemeriksaan virology. Penyebab utama pneumonia adalah, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae type b (Hib), Selain itu juga Staphylococcus
aureus, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella pneumophilla,
Respiratory syncytial virus, Rhinovirus, Influenza A, B dan C merupakan beberapa
jenis bakteri dan virus penyebab pneumonia yang umum ditemukan di negara-
negara berkembang. Pada keadaan tertentu walau jarang pneumonia dapat terjadi
disebabkan oleh MERSCoV
2) Jenis Spesimen
• Usap tenggorok dengan media transport virus (Hank’s)
• USap Hidung dengan media transport virus (Hank’s)
• Usap Nasofaring dengan media transport virus (Hank’s)
• Sputum
• BAL(Brochoalveolar lavage)
• Darah/serum
• Tinja
• Urine
• Spesimen lingkungan
3) Tatalaksana Penangan Spesimen
• Dikirim dalam 24 jam, suhu 2-8°C. Khusus untuk pemeriksaan Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae spesimen jangan disimpan di refrigerator
• Spesimen tersangka Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae
harus dikirim sesegera mungkin (< 2 Jam ) , jika ditunda maka gunakan medium
transport amies.
• Untuk pemeriksaan MERSCoV Simpan -20°C, bila dikirim > 24 jam dan dikirim
dalam keadaan tetap membeku
4) Hasil Lab
• Laboratorium setempat :
Pewarnaan Gram, Kultur
• Laboratorium rujukan :
RT PCR Flu A,B, H5,H3, H1, H7
Tes lain SARS, Legionella, Pneumococcal
Disease, Anthrax berbasis epidemiologi, MERSCoV
Jika dites di RS, kirimkan spesimen ke Laboratorium Rujukan
5) Rujukan Laboratorium
RS,Labkesda Kab & Prov, B/BLK, B/BTKL PP, Litbangkes
6. Refrensi/literatur……
E. Diare Berdarah/Disentri (Kode E)
7. Faktor Resiko
1) Hyegene sanitasi kurang
2) Usia balita
3) Penyakit Infeksi
4) Gizi buruk
5) Riwayat perjalanan ke tempat lain.
8. Laboratorium
1) Test Diagnosa: pemeriksaan mikrobilologi untuk mengetahui penyebab infeksi
Kultur bakteri Shigella, Salmonella, Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC),
Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC). Pemeriksaan lainnya terhadap parasite
seperti Amoeba.
2) Jenis Spesimen : Tinja segar 2-3 gram dalam wadah steril atau
Usap dubur dalam medium transport Carry Blair . Spesimen Muntahan dalam
wadah steril jika diduga keracunan. Selain itu spesimen lingkungan dapat diambil
seperti sumber air yang dipakai untuk konsumsi, serta makanan dan minuman
yang dicurigai menggunakan wadah steril
3) Tatalaksanan penanganan Spesimen : spesimen Tinja untuk pemeriksaan kultur
sesegera kirim ke laboratorium rujukan. Jika ditunda tinja disimpan dalam lemari
pendingin (2-8°C). Spesimen usap dubur dalam Carry blair harus segera dikirim,
jika ditunda disimpan pada suhu 2 - 8°C.
4) Hasil Laboratorium: sesuai hasil tes diagnostic ,
5) Rujukan : Pemeriksaan mikroskopis untuk identifikasi amoeba bisa dilakukan di
laboratorium puskesmas atau rumah sakit. Kultur bakteri bisa dirujuk di
Laboratorium RS,Labkesda Kab & Prov, B/BLK, B/BTKL PP.
9. Literatur : Pedoman Tata Laksana Diare, Dit.P2PML,Ditjen P2P, Kemenkes tahun 2017
2) Respons Kesmas
• Setiap ada alert (sinyal kewaspadaan) atau peningkatan kasus maka petugas
surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ke
puskesmas untuk mengetahui lebih lanjut apakah ada indikasi KLB.
• Penyelidikan Epidemiologi
• Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS)
• Mendorong dan mengembangkan potensi dan peran serta masyarakat untuk
penyeberluasan informasi tentang pengendalian tifoid
• Peran serta LSM, Media cetak dan media elektronik, program penyehatan
lingkungan, program Kesehatan Ibu dan Anak, kesehatan sekolah, Lintas
program lainnya untuk melakukan penyuluhan dan pelatihan cara hidup bersih
dan sehat serta dibutuhkan peran swasta untuk pengendalian tifoid
• Meningkatkan Pengetahuan masyarakat tentang pentingnya perilaku hidup
bersih dan sehat, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang imunisasi
tifoid secara mandiri dan menatalaksana tifoid secara benar dan tuntas agar
tidak menjadi carrier, serta menemukan dan mengobati carrier.
• Melakukan identifikasi penjamah makanan, petugas atau pekerja yang
berkaitan dengan makanan/minuman atau peralatan makan/minum yang
diduga sebagai carrier. Penjamah makanan yang carrier tidak boleh mengelola
makanan sampai dinyatakan sembuh.
• Meningkatkan dan mengembangkan system surveilan demam tifoid di seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan
• Sosialisasi dan mobilisai kepada seluruh elemen masyarakat dalam hal
pengendalian tifoid.
• Pemberian vaksinasi demam tifoid untuk kelompok masyarakat berisiko tinggi.
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam dengan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906), data KLB dientri
di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
• Kronologi terjadinya KLB.
• Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
• Keadaan umum penderita.
• Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan.
• Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
4. Faktor Risiko
Higiene dan sanitasi yang kurang
5. Laboratorium
1) Test Diagnosa : pemeriksaan mikrobilologi untuk mengetahui penyebab infeksi
Tipoid adalah Kultur bakteri Salmonella ( Biakan darah, biakan bekuan darah, biakan
tinja, biakan cairan empedu dan air kemih), Serologi widal , Pemeriksaan lain ( PCR,
Typhi Dot , test resistensi kuman)
2) Jenis Spesimen : Darah kultur, dalam wadah tabung steril yang berisi medium
empedu (gaal kultur), Kultur Tinja segar 2-3 gram dalam wadah steril atau
Usap dubur dalam medium transport Carry Blair. Serologi menggunakan darah serum.
3) Tatalaksanan penanganan Spesimen : spesimen darah dalam medium empedu dan
Tinja untuk pemeriksaan kultur sesegera kirim ke laboratorium rujukan. Jika ditunda
tinja disimpan dalam lemari pendingin (2-8°C). Spesimen usap dubur dalam Carry
blair dan serum darah untuk pemeriksaan serologi harus segera dikirim, jika ditunda
disimpan pada suhu 2 - 8°C.
4) Hasil Laboratorium: Kultur bakteri Salmonella spp, Widal, PCR, Typhi Dot, Resistensi
test
5) Rujukan : Pemeriksaan serologi bisa dilakukan di laboratorium puskesmas atau rumah
sakit. Kultur bakteri, PCR, typhi Dot, Resistensi test bisa dirujuk di Laboratorium
RS,Labkesda Kab & Prov, B/BLK, B/BTKL PP
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam dengan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906), data KLB dientri
di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes kabupaten/kota
dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
• Kronologi terjadinya KLB.
• Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
• Keadaan umum penderita.
• Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan.
• Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
6. Refrensi/literature
Pedoman pemeriksaan lab penyakit berpotensi wabah dalam mendukung SKDR,
Kemkes 2014.
2) Respons Kesmas
- Setiap ada alert (sinyal kewaspadaan) atau peningkatan kasus maka petugas
surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi ke puskesmas
untuk mengetahui lebih lanjut apakah ada indikasi KLB.
- Penyelidikan Epidemiologi
- Surveilans intensif
- Ambil spesimen dari sebagian kasus untuk konfirmasi Lab serologi (menggunakan
RDT Chikungunya)
- Membentuk posko pengobatan di lapangan
- Jika hasil PE positif dilakukan penanggulangan fokus (PSN, Larvasidasi dan
Foging Fokus 2 siklus.
- KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
4) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam dengan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906), data KLB dientri
di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
• Kronologi terjadinya KLB.
• Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
• Keadaan umum penderita.
• Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan
• Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
• Mengirimkan W1 ke Dinas Kesehatan setempat.
4. Faktor Risiko
• Adanya tempat perindukan nyamuk aedes
• Perilaku masyarakat yang tidak melaksanakan PSN 3M Plus seminggu sekali
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis: RDT Chikungunya
2) Jenis Spesimen
3-5 ml darah, dalam tabung dengan anti koagulan untuk memisahkan serum dan
plasma.
3) Tatalaksana Penanganan Spesimen
• Serum (minimal 1 ml) untuk pemeriksaan PCR disimpan dalam lemari
pendingin (2-8oC).
• Dikirim dalam waktu 24 jam setelah pengambilan sample.
4) Hasil Laboratorium positif virus chikungunya atau arbovirus lainnya
5) Rujukan Laboratorium
Faskes yang mempunyai RDT Chikungunya. Pada saat KLB Chikungunya perlu
dilakukan pemeriksaan secara molekuler untuk menentukan apakah virus
chikungunya atau arbovirus lainnya ke B/BTKL dan Balitbangkes.
6. Refrensi/literature
Pedoman pencegahan dan pengendalian Demam Chikungunya Di Indonesia Tahun 2017
J. Suspek Flu Burung pada Manusia (Kode J)
1) Kasus Konfirmasi
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus Suspek atau Probabel dan disertai Satu
dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratorium influenza
yang hasil pemeriksaan H5N1-nya
a. Hasil PCR H5 positif
b. Peningkatan > 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil < 7
hari setelah muncul gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi
konvalesen harus pula > 1/80
c. Isolasi Virus H5N1
d. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 > 1/80 pada spesimen serum yang
diambil hari ke > 14 setelah ditemukan penyakit, disertai hasil positif uji
serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda > 1/160 western blot
spesifik H5 positif
3. Respons:
1) Respons Tatalaksana Kasus
• Setiap kasus suspek FB yang ditemukan di pelayanan kesehatan dirujuk ke
puskesmas dan atau RS rujukan untuk di anamnesis dan tatalaksana lebih lanjut
• Pemberian oseltamivir sesegara mungkin (kurang dari 48 jam setelah timbul gejala
awal/onset) dengan dosis sesuai pedoman
• Setiap kasus suspek FB yang ditemukan/berobat ke RS segera berikan
oseltamivir, apabila tidak tersedia oseltamivir dapat dimintakan ke dinas
kesehatan kabupaten/kota.Segera dilakukan pemeriksaan penunjang, minimal
berupa pemeriksaan darah rutin dan foto toraks (PA, Lateral). Bila ditemukan salah
satu kelainan berikut: seperti lekopeni, trombositopeni, limfositopeni dan
pneumonia dirujuk ke RS Rujukan terdekat untuk mendapatkan perawatan sesuai
SOP
• Flu burung merupakan salah satu Penyakit Infeksi Emerging, pemerintah akan
menanggung biaya perawatan hingga pemulasaran jenazah sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2016 tentang pembebasan biaya
pasien penyakit infeksi emerging tertentu
• Oseltamivir tersedia di Ditjen Kefarmasian, distribusi melalui ke Dinkes
Provinsi/Kabupaten/Kota, RS Rujukan Nasional, RS Rujukan Provinsi, RS
Rujukan Regional dan RS lain yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan
2) Respons Kesmas
• Penyelidikan epidemiologi
• Melakukan pengamatan kontak kasus dan kontak unggas positif AI selama 14
hari sejak kontak terakhir terhadap adanya gejala ILI (Influenza Like Illness),
Bila ada gejala ILI beri tamiflu, ambil spesimen dan rujuk ke RS
• Melakukan Koordinasi dengan petugas peternakan.
• Melakukan Upaya penyuluhan kepada masyarakat tentang cara pencegahan
Flu Burung.
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap ditemukan satu kasus Flu Burung pada manusia harus dilaporkan dalam 1x24
jam secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatsapp 0878-0678-3906). Data kasus
dientri di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
4. Faktor Risiko
Faktor risiko penularan adalah kontak langsung dengan unggas, unggas sakit atau mati,
kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi, kasus kontak dengan pupuk yang
terkontaminasi, kebersihan kandang dan hewan , perilaku PHBS, kesehatan hewan.
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis
Uji RT PCR untuk H5 yang primernya spesifik untuk isolat virus H5N1
a. Hasil PCR H5 positif
b. Peningkatan > 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen
konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil < 7 hari setelah
muncul gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula
> 1/80
c. Isolasi Virus H5N1
d. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 > 1/80 pada spesimen serum yang
diambil hari ke > 14 setelah ditemukan penyakit, disertai hasil positif uji
serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda > 1/160 western blot
spesifik H5 positif.
2) Jenis Spesimen
Usap hidung & tenggorok dalam medium transport VTM (Hank’s media);
serum; bilasan bronchoalveolar Spesimen darah (Hb, Lekosit, Trombosit, Hitung
Jenis Lekosit), spesimen serum, usap hidung- tenggorok (nasofaring), dan aspirasi
nasofaringeal.
3) Tatalaksana Penangan Spesimen
• Spesimen disimpan dalam lemari pendingin (2-8oC) sebelum dikirim
• Dikirim dalam 24 jam
• Dikirim di dalam cool box dan dengan 3 lapisan. Pengambilan spesimen
harus memperhatikan dan melaksanakan kewaspadaan Isolasi yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi untuk
mencegah terjadinya penularan pada petugas, orang sekitar dan yang
lainnya,
4) Hasil Lab
• Real Time PCR, kultur virus, Hemaglutinasi Inhibisi (HI),
• Sekuensing virus di Laboratorium Rujukan Nasional
• (Balitbangkes)
5) Rujukan Laboratorium
Lab Rujukan Flu Burung, Badan Litbangkes, BBTKL JKT, BTKL MANADO, BTKL
MAKASAR,
6. Refrensi/literature
………………
K. Campak (Kode K)
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap kejadian KLB suspek Campak harus dilaporkan dalam 1x24 jam secara
berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat (PHEOC, email:
poskoklb@yahoo.com, Whatsapp 0878-0678-3906). Data kasus dientri di aplikasi
web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes kabupaten/kota dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
4. Faktor Risiko
1) Cakupan Imunisasi Campak-Rubela di daerah KLB dan sekitarnya 3 tahun terakhir
2) Cakupan imunisasi di PUSKESMAS KLB 3 tahun terakhir
3) Manajemen Vaksin dan Rantai Vaksin
4) Pemantauan dan Evaluasi Imunisasi
5) Aksesk fasilitas pelayanan kesehatan
6) Kepadatan peduduk
7) Gizi
8) Fakto sosial lainnya
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis
Adanya IgM antibody virus campak dalam serum
2) Jenis Spesimen
Serum
3) Tatalaksana Penangan Spesimen
• Untuk anak-anak, kumpulkan 1 sampai 5 ml dari darah vena. Kumpulkan ke
dalam suatu tabung reaksi, pipa kapiler atau microtainer.
• Pisahkan sel darah dari serum:
o Biarkan darah selama 30 sampai 60 menit pada suhu- kamar supaya
terjadi pemisahan atau gumpalan darah. Lakukan sentifuge pada
kecepatan 2000 rpm selama 10-20 menit dan tuangkan serum ke dalam
tabung kaca yang bersih.
o Jika tidak ada centrifuge, letakan sampel dalam lemari pendingan semalam
(4 sampai 6 jam) sampai terjadi gumpalan dan pemisahan serumi.
Tuangkan serum besoknya.
o Jika tidak ada centrifuge dan tdk ada lemari es, biarkan darah mengendap
sedikitnya 60 menit (tanpa goncangan atau sarana lain). Tuangkan serum
ke dalam suatu tabung yang bersih.
o Letakan serum pada 4°C.
o Kirim sampel gunakan pengemasan yang sesuai untuk mencegah
kerusakan atau kebocoran-kebocoran selama pengiriman.
o Ambil/Kumpulkan sampel darah 5 suspek campak saat KLB campak
(biasanya lebih dari 5 kasus dalam kabupaten/kota dalam satu bulan)
• Di Negara dalam fase eliminasi:
o Ambil/Kumpulkan spesimen setiap ada suspek kasus campak.
o Kumpulkan serum untuk uji antibodi pada kesempatan pertama atau pada
kunjungan di fasilitas kesehatan.
4) Hasil Lab
• Spesimen sebaiknya sampai di laboratorium dalam 3 hari setelah
diambil/dikumpulkan..
• Hasil lab biasanya tersedia setelah 7 hari.
• Jika sedikitnya 2 dari 5 kasus suspek campak adalah konfirmasi laboratorium,
maka KLB tersebut ditetapkan sebagai KLB Campak. Hindari spesimen dari
goncangan sebelum serum dikumpulkan.
• Untuk mencegah pertumbuhan bakteri terlalu cepat, pastikan bahwa serum
itu dituangkan ke dalam suatu tabung reaksi gelas/kaca yang bersih. Tabung
tidak perlu steril tetapi bersih.
• Angkut serum dalam satu pengangkut vaksin tangan EPI pada suhu 4-8
derajat celcius untuk mencegah pertumbuhan bakteri terlalu cepat (sampai
dengan 7 hari). Jika tidak didinginkan, serum disimpan di suatu tabung yang
bersih dalam waktu sedikitnya 3 hari.
6. Rujukan Laboratorium
BBLK Jakarta, BBLK Palembang, BBLK Makassar, BBLK Surabaya, Biofarma, BLK
Yogyakarta, Badan Litbangkes
7. Refrensi/literature
………..
2) Respons Kesmas
• Lakukan pencarian atau pelacakan kontak erat ( lihat bagan pelacakan kontak
erat)
• Lakukan tatalaksana kontak erat sesuai standar ( lihat bagan tatalaksana kontak
erat)
• ORI dilaksanakan setelah dilakukan kajian epidemiologi
• Luas wilayah ORI adalah satu (1) kab/kota tetapi jika tidak memungkinkan karena
sesuatu hal maka ORI minimal dilakukan satu (1) kecamatan
• Jadwal ORI 3 kali dengan interval 0-1-6 bulan, tanpa mempertimbangkan cakupan
imunisasi di wilayah KLB.
• Usia berdasarkan kajian epidemiologi dan Jenis vaksin yang digunakan
tergantung kelompok umur
• Cakupan ORI 90%
• Meningkatkan cakupan rutin pada bayi, batita dan anak sekolah 95%
• Edukasi tentang difteri dan pencegahannya terhadap masyarakat :
- Pengenalan tanda awal difteri
- Segera ke pelayanan kesehatan bila ada tanda dan gejala nyeri tenggorok,
serta menggunakan masker baik keluarga maupun kasus dan mengurangi
kontak erat dengan orang lain.
- Jika masyarakat menduga mempunyai gejala difteri, sarankan ke mana harus
dirujuk.
- Melakukan kebersihan diri yaitu mencuci tangan bagi setiap yang mengunjungi
kasus/pasien maupun keluarga.
- Keluarga pasien disarankan berkonsultasi kepada petugas kesehatan untuk
mendapatkan Imunisasi difteri di Puskesmas atau pelayanan Imunisasi lainnya
dan jelaskan pentingnya Imunisasi rutin lengkap untuk mencegah difteri
3) Respons Pelaporan
Setiap ditemukan satu kasus suspek Difteri harus dilaporkan dalam 1x24 jam secara
berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat (PHEOC, email:
poskoklb@yahoo.com, Whatsapp 0878-0678-3906). Data kasus dientri di aplikasi
web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes kabupaten/kota dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
4. Faktor Risiko
Tidak mendapatkan imunisasi/tidak lengkap
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis: pemeriksaan difteri terdiri dari kultur, Mikroskopik, PCR dan Elek
test
2) Jenis Spesimen
• Diupayakan sebelum pemberian antibiotik
• Kasus & kontak diambil usap tenggorok & nasopharing dalam medium amies
bila ada luka maka diambil juga spesimen dari usap luka/ lesi dari kulit, mata,
telinga, mulut, vagina. masukkan dalam medium amies
3) Tatalaksana Penangan Spesimen
Masukkan spesimen ke dalam medium transport Amies segera kirim ke laboratorium
rujukan dalam suhu ruang kurang dari 24 jam, jika tertunda pengiriman > 24 jam ,
maka simpan dan kirim ke laboratorium rujukan pada suhu 2-8°C
4) Hasil Lab
Smear : Pewarnaan Gram/Neisser/Albert
Kultur bakteri, Mikroskopik, PCR dan elektest
5) Rujukan Laboratorium
Pemeriksaan kultur di Laboratorium RS, Laboratorium Provinsi, BBTKLPP, BBLK
Pemeriksaan konfirmasi hasil positif dan elek test dilakukan di laboratorium rujukan
BBLK Surabaya dan Litbangkes
6. Refrensi/literatur
Pedoman Surveilans dan Penanngulangan Difteri
M. Pertusis (Kode M)
4. Faktor Risiko
Tidak mendapatkan imunisasi/ tidak lengkap
5. Laboratorium
1) Tes Diagnosis
Kultur atau PCR
2) Jenis Spesimen
3) Diupayakan dilakukan sebelum pemberian antibiotic, spesimen berupa usap
nasofarings dengan memasukkan lidi dacron kecil lewat hidung ke
nasofarings posterior dan membiarkannya selama 10-30 detik. masukkan dalam
medium amies
4. Laboratorium
• Tes diagnostic
• Pemeriksaan mikroskopis preparat ulas (morfologis)
• Kultur-isolasi dan identifikasi bakteri
• Uji Ascoli (serodiagnostik)
• Uji patogenitas biologik (tingkat keganasan isolate)
• ELISA (antibody)
• PCR
• Spesimen
• Usap/swab kulit
• Darah
• Feses
• Swab Rectal
• Sputum
• Cairan pleura
• Cairan bronchia
• Cairan serebrospinal (Meningitis anthrax)
• Tatalaksana spesimen
• Spesimen usap/swab dimasukan dalam media transport bakteri pada suhu
ruangan
• Segera dikirimkan ke laboratorium pemeriksa pada suhu 2-8 C
• Bila belum bisa langsung dikirim, spesimen disimpan di lemari pendingin 2-8 C,
kecuali spesimen usap/swab, paling lama 2 hari
• Pelabelan spesimen
• Jika melalui jasa kurir/ekspedisi, pastikan spesimen disiapkan sesuai prosedur
• Hasil Laboratorium : Kultur positif Bacillus anthracis, Mikroskopik ditemukan gram positif
batang berspora, PCR positif Bacillus anthracis, Serologi antibodi terhadap Bacillus
anthracis
• Laboratorium rujukan: Balitvet Bogor
5. Faktor Risiko
Masuknya bakteri antraks ke tubuh manusia dapat melalui kulit terbuka (sayatan/lecet),
ingesti, dan inhalasi. Faktor risikonya antara lain:
• Kontak langsung dari hewan yang terindikasi antraks ke manusia
• Spora yang terdapat pada lingkungan terkontaminasi antraks (dapat bertahan selama
puluhan tahun)
• Pakan ternak rumput di wilayah terkontaminasi antraks
• Konsentrat atau bahan pakan dari hewan
• Bahan produksi asal hewan, seperti kulit, wool
6. Referensi/literatur
……………..
2) Respons Kesmas
• Advokasi dan sosialisasi
• SKD dan respon KLB, Surveilans pada manusia dan faktor risiko
• Diagnosa dan tatalaksana kasus
• Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi
• Pengendalian faktor risiko
• Promosi Kesehatan/KIE
• Bimbingan Teknis/supervise
• Monitoring dan evaluasi
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap satu kasus suspek Leptospirosis harus dilaporkan dalam 1x24 jam,
mengirimkan Format Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota,
Dinkes Provinsi dan Pusat (PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-
0678-3906). Data kasus dientri di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas
surveilans Dinkes kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang
meliputi:
6. Refrensi/literatur
Petunjuk Teknis Pengendalian Leptospirosis, Kemenkes, 2017
c. Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap satu suspek Kolera harus dilaporkan dalam 1x24 jam, mengirimkan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906). Data kasus
dientri di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
4. Faktor Resiko
1) Hyegene sanitasi kurang
2) Usia balita
3) Penyakit Infeksi
4) Gizi buruk
5) Riwayat perjalanan ke tempat lain (daerah endemis atau terjangkit)
5. Laboratorium
1) Test Diagnosa : Isolate V. cholerae dari kultur tinja dan menentukan serotipe O1
menggunakan polyvalent antisera untuk V. cholerae O1. Jika diinginkan,
mengkonfirmasikan identifikasi dengan Inaba dan Ogawa antisera.
Jika spesimen bukanlah serotypable, mempertimbangkan; menganggap, V.cholerae
O139 .
2) Jenis Spesimen Tinja cair atau rectal swab Air minum atau air bersih
3) Tatalaksanan penanganan Spesimen :
a. Letakan spesimen (tinja atau rectal swab) di suatu kontainer yang tahan bocor ,
bersih, dan steril kirim ke laboratorium dalam waktu 2 jam.
b. Jika penundaan diperkirakan lebih dari 2 jam, letakan tinja atau rektal swab ke
dalam medium transport Cary-Blair.Jika medium pengangkut Cary- Blair tidak
tersedia, dan spesimen tidak akan menjangkau laboratorium dalam 2 jam maka:
c. Simpan pada suhu 4°C - 8°C
d. Jangan biarkan spesimen mengering. Tambahkan sedikit 0,85% NaCl jika perlu.
e. Untuk pengiriman, transport dalam kondisi baik dan kontainer tahan bocor
f. Transport Kontainer dalam Cold Box pada suhu 4°C - 8°C
g. Gunakan media Pepton Water dan lakukan pengiriman seperti prosedur diatas
4) Hasil Laboratorium
Tes Kolera mungin tidak secara rutin dilaksanakan oleh semua laboratorium.
Hasil kultur biasanya 2 sampai 4 hari setelah spesimen sampai di laboratorium.
Media transport Cary-Blair biasanya dalam kondisi stabil dan baik dalam waktu satu
tahun setelah persiapan. Tidak diperlukan pendinginan (lemari es) jika kontainer
dalam kondisi steril dan tersegel. Jika warna berubah (medium menguning) atau
mengkerut (mengering), jangan gunakan media itu. serotipe O139 belum dilaporkan
di Afrika dan hanya jika beberapa tempat di dalam Asia barat daya. Penentuan
Serological Ogawa atau Inaba tidak secara klinis diperlukan. Ini juga tidak dibutuhkan
jika hasil dari polyvalent antisera adalah positif secara jelas.
6. Literatur :
Pedoman Tata Laksana Diare Dit.P2PML,Ditjen P2P, Kemenkes tahun 2017
3. Faktor Risiko
4. Laboratorium
1) Tes Diagnosis
2) Jenis Spesimen
3) Tatalaksana Penangan Spesimen
4) Hasil Lab
5) Rujukan Laboratorium
5. Refrensi/literature
…………..
3) Respons Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap satu kasus suspek Tetanus Neonatorum (TN) harus dilaporkan dalam 1x24
jam, mengirimkan Format Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota,
Dinkes Provinsi dan Pusat (PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-
0678-3906). Data kasus dientri di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas
surveilans Dinkes kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang
meliputi:
Y. ILI (Kode Y)
Z. HFMD (Kode Z)
========********===========
PENYAKIT PES
1. Jenis Penyakit : Pes
2. Definisi Operasional :
Pasien dengan gejala demam, sakit kepala yang disertai salah satu atau lebih dari gejala:
• Pembesaran kelenjar getah bening (bubo), terutama di lipatan paha (inguinal),
ketiak dan leher
• Ada perdarahan pada kulit, mulut, hidung, urin, rektum
• Gangguan pernafasan (batuk, sesak nafas)
3. Respon Kasus
1. Respon tatalaksana
• Tersangka Pes:
o Tetracycline 4 x 250mg diberikan selama 5 hari berturut-turut
o Chloramphenicol 4 x 250mg diberikan selama 5 hari berturut
• Penderita Pes:
Streptomycine 3g/hari, 2 hari berturut-turut, IM, dilanjutkan dengan dosis 2g/hari,
selama 5 hari.
Setelah demam hilang, dilanjutkan dengan:
o Tetracycline 4-6 g/hari diberikan selama 2 hari berturut-turut, diturunkan
menjadi 2g/hari, selama 5 hari berturut-turut, ATAU
o Chloramphenicol 6-8 g/hari diberikan selama 2 hari berturut-turut,
diturunkan menjadi 2g/hari, selama 5 hari berturut-turut
• Kontak:
o Tetracycline 500mg/hari, 4 x sehari, 10 hari berturut (Profilaksis)
2. Respon kesmas
• Penyuluhan
• Pengendalian pinjal
• Pengendalian binatang pengerat (tikus)
3. Respon Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap satu kasus suspek Pes harus dilaporkan dalam 1x24 jam, mengirimkan Format
Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi dan Pusat
(PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906). Data kasus
dientri di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
7. Refrensi/literatur
(Catatan: Pedoman Pengendalian Pes Nasional masih dalam proses review untuk
update, demikian pula dengan pedoman pes global)
PENYAKIT MERS
1. Definisi Operasional
A. Kasus Suspek
a. Seseorang dengan ISPA dan 3 gejala di bawah ini :
• Demam (≥ 38℃) atau ada riwayat demam
• Batuk
• Pneumonia (Klinis/Radiologi, butuh perawatan RS)
DAN
B. Kasus Konfirmasi
Setiap kasus suspek yang dikonfirmasi berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
2. Respons
a. Respons Tatalaksana Kasus
• Melakukan tatalaksana dan rujukan sesuai dengan SOP bila menemukan kasus
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi
• Melakukan tatalaksana kasus sesuai manifestasi klinis yang muncul pada kasus
• Melakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan konfirmasi laboratorium.
b. Respon Kesehatan Masyarakat
• Melakukan Penyelidikan Epidemiologi
• Melakukan respon penanggulangan awal termasuk pengendalian vektor,
komunikasi risiko pada masyarakat, dll.
• Meningkatkan jejaring kerja dengan pemangku kewenangan, lintas sektor dan
tokoh masyarakat setempat.
c. Respon Pelaporan
Laporan KLB/Wabah
Setiap satu kasus suspek MERSCoV harus dilaporkan dalam 1x24 jam, mengirimkan
Format Laporan W1 secara berjenjang ke Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Provinsi
dan Pusat (PHEOC, email: poskoklb@yahoo.com, Whatapp 0878-0678-3906). Data
kasus dientri di aplikasi web SKDR pada menu EBS oleh petugas surveilans Dinkes
kabupaten/kota dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi:
• Kronologi kasus (riwayat sakit).
• Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
• Keadaan umum penderita.
• Hasil penyelidikan epidemiologi yang telah dilakukan.
• Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut.
3. Faktor Risiko
• Adanya riwayat perjalanan ke daerah terjangkit
• Kontak dengan unta yang terinfeksi MERS CoV
• Konsumsi bahan makanan mentah/ belum diolah dari unta yang terinfeksi MERS CoV.
• Kontak dengan kasus MERS atau ISPA berat
• Dirawat di sarana pelayanan kesehatan
4. Laboratorium
a. Tes Diagnostik
Pemeriksaan dengan metoda rRT-PCR dan dikonfirmasi dengan teknik sekuensing
b. Spesimen
1) Dahak yang dihasilkan secara alami
2) Bilasan broncoaveolar (bronchoaveolar lavage)
3) Aspirat trakea
4) Aspirat nasofaring
5) Kombinasi usap hidung/ tenggorokan
6) Jaringan yang diambil dari biopsi atau otopsi, termasuk dari paru-paru
7) Serum untuk serologi atau deteksi virus
8) Spesimen darah (whole blood)
c. Tatalaksana penanganan spesimen
• Cara Pengambilan
1) Saluran pernapasan bawah
Spesimen yang di ambil dari saluran pernafasan bawah merupakan spesimen
terbaik untuk pemeriksaan diagnosis MERS.
− Bronchoalveolar lavage, tracheal aspirate, pleural fluid, ambil sebanyak 2-3
ml ke dalam wadah steril yang anti bocor
− Sputum
Pasien berkumur terlebih dahulu dengan air, kemudian pasien diminta
mengeluarkan dahaknya dengan cara batuk yang dalam. Sputum ditampung
pada wadah steril yang anti bocor. Pengambilan sampel sputum dengan
cara induksi dapat menimbulkan risiko infeksi tambahan bagi petugas
kesehatan.
Jika tidak memungkinkan pengambilan spesimen saluran pernafasan bawah,
maka dapat diambil spesimen dari saluran pernafasan atas.
3) Serum
− Untuk pemeriksaan serologi
Sampel serum berpasangan diperlukan untuk konfirmasi, dengan serum
awal dikumpulkan di minggu pertama penyakit dan serum yang kedua
idealnya dikumpulkan 2-3 minggu kemudian. Jika hanya serum tunggal yang
dapat dikumpulkan, ini harus diambil setidaknya 14 hari setelah onset gejala
untuk penentuan kemungkinan kasus.
− Untuk pemeriksaan rRT-PCR3
Spesimen serum tunggal yang diambil secara optimal selama 10-12 hari
setelah onset gejala sangat dianjurkan.
Jika pengujian awal dari swab nasofaring pada pasien yang diduga kuat memiliki
infeksi MERS-CoV adalah negatif, maka spesimen harus diperiksa ulang dengan
menggunakan spesimen baru yang diambil dari saluran pernapasan bawah atau
mengulangi pemeriksaan spesimen nasofaring dan spesimen orofaringeal serta
sera akut dan konvalesen untuk pengujian serologis.
Pada rentang waktu yang pendek (< 72 jam), spesimen sebaiknya disimpan
pada suhu 2-80C. Bila terjadi penundaan pemeriksaan > 72 jam, spesimen
dibekukan pada suhu -700C segera setelah spesimen diambil.
• Cara Pengepakan
− Semua spesimen harus pra-kemas untuk mencegah kerusakan dan tumpahan.
Tabung spesimen harus disegel dengan Parafilm® dan ditempatkan dalam
plastik ziplock. Tambahkan bahan penyerap cukup untuk menyerap seluruh isi
wadah kedua dan pisahkan tiap tabung spesimen untuk mencegah kerusakan.
Hal ini untuk mencegah bocor dan munculnya tumpahan. Bila terdapat sejumlah
besar spesimen yang akan dikirim, gunakan cryobox untuk mengatur spesimen
secara berurutan.
− Spesimen dari pasien yang diduga MERS-CoV harus dikemas, dikirim, dan
diangkut sesuai dengan standar International Air Transport Association (IATA)
yang terbaru. Spesimen harus disimpan dan dikirim pada suhu yang sesuai
(lihat Tabel dibawah).
− Spesimen harus tiba di laboratorium segera setelah pengambilan. Penanganan
spesimen dengan tepat saat pengiriman adalah hal yang sangat penting.
Sangat disarankan agar pada saat pengiriman spesimen tersebut ditempatkan
di dalam cool box dengan kondisi suhu 2-80 C atau bila diperkirakan lama
pengiriman lebih dari tiga hari spesimen dikirim dengan menggunakan es kering
(dry ice).
− Formulir permintaan pemeriksaan spesimen dan surat pengantar dari dinas
kesehatan provinsi/kab/kota harus dimasukkan kedalam cool box.
• Cara Pengiriman
− Pengiriman spesimen pada hari kerja dikirim melalui jasa kurir
− Pengiriman spesimen pada hari libur/libur nasional dapat dikirim melalui port to
port (berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan setempat)
Spesimen dikirim ke alamat: Gedung PPI, Gedung Prof.Dr. Oemijati Pusat
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan,Badan Litbang Kesehatan
Jalan Percetakan Negara Nomor 23 Jakarta Pusat 10560
* Pengambilan sampel dahak/sputum dengan cara induksi dapat menimbulkan resiko infeksi
tambahan bagi petugas kesehatan
1. Definisi Operasional
A. Kasus Suspek
Setiap orang yang memiliki gejala demam >380 C disertai minimal 3 dari gejala
berikut:
• sakit kepala
• muntah (vomit),
• tidak nafsu makan (loss of appetite),
• diare (berdarah / tidak berdarah),
• lemah (weakness),
• nyeri perut,
• nyeri otot (myalgia),
• sesak napas,
• nyeri tenggorokan (throat pain),
• cegukan (hiccup)
ATAU Setiap orang dengan perdarahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
DAN
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di daerah atau negara terjangkit penyakit
virus Ebola (PVE), atau kontak dengan kasus PVE, dalam waktu 21 hari sebelum
timbul gejala.
B. Kasus Konfirmasi
Setiap kasus suspek yang dikonfirmasi berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
2. Respons
a. Respons Tatalaksana Kasus
• Melakukan tatalaksana dan rujukan sesuai dengan SOP bila menemukan kasus
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi
• Melakukan tatalaksana kasus sesuai manifestasi klinis yang muncul pada kasus
• Melakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan konfirmasi laboratorium.
3. Faktor Risiko
a. Adanya riwayat perjalanan ke daerah terjangkit
b. Keluarga, teman, rekan kerja dan petugas medis yang kontak langsung atau kontak
dekat dengan orang yang diketahui atau berisiko tinggi terhadap PVE (seperti
menyentuh orang atau terkena cairan tubuh atau berada dalam jarak 1 meter dengan
mereka). Hal ini dapat menentukan tingkat paparan risiko pada kontak rumah tangga
dan keluarga dan orang yang duduk di sebelah orang di pesawat terbang.
c. Menggunakan jarum suntik dan infus yang telah terkontaminasi
d. Petugas laboratorium yang menangani pemeriksaan spesimen orang yang diketahui
atau berisiko tinggi terhadap PVE, tanpa menggunakan prosedur keamanan yang
tepat setiap saat
e. Kontak dengan tubuh orang mati akibat PVE
f. Memegang atau mengkonsumsi daging hewan liar (bush meat) atau kelelawar yang
terinfeksi.
4. Laboratorium
c. Tes Diagnostik
Pemeriksaan dengan metoda RT-PCR dan dikonfirmasi dengan teknik sekuensing
d. Spesimen
Spesimen untuk pemeriksaan penyakit virus Ebola adalah spesimen darah.
• Cara Pengepakan
Cara pengepakan untuk spesimen tersangka terinfeksi penyakit virus Ebola
menggunakan 3 lapis wadah yaitu wadah primer, wadah kedua dan wadah terluar
yang tahan pecah/banting sesuai dengan standar International Air Transport
Association (IATA) untuk pengepakan spesimen infeksius, diberi label kode UN
2814 dan TIDAK BOLEH DIBUKA.Kotak spesimen dibuka di dalam laboratorium
BSL 3 untukmenghindari kontak dengan barang infeksius. Petugas penerima
spesimen di laboratorium langsung memberikan kepada petugas pemeriksa
laboratorium. Pengiriman spesimen sampai di laboratorium dalam 1 x 24 jam.
• Cara pengiriman
− Pengiriman spesimen pada hari kerja dikirim melalui jasa kurir
− Pengiriman spesimen pada hari libur/libur nasional dapat dikirim melalui port to
port (berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan setempat)
− Spesimen dikirim ke alamat:
1. Definisi Operasional
A. Kasus Suspek
Pasien dengan Sindrom Pernapasan Akut Berat yang memerlukan perawatan dan
terjadi secara mendadak (<14 hari), yaitu:
• demam ≥ 38oC
• batuk
• kesulitan bernafas (sesak)
• sakit kepala
• mialgia (nyeri otot)
• muntah
• sakit tenggorokan,
• dan atau adanya tanda-tanda neurologis yang menunjukkan ensefalitis akut.
DAN
B. Kasus Konfirmasi
Setiap kasus suspek yang dikonfirmasi berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
2. Respons
a. Respons Tatalaksana Kasus
• Melakukan tatalaksana dan rujukan sesuai dengan SOP bila menemukan kasus
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi
• Melakukan tatalaksana kasus sesuai manifestasi klinis yang muncul pada kasus
• Melakukan perawatan di ruang isolasi
• Melakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan konfirmasi laboratorium.
3. Faktor Risiko
• Kontak dengan benda/menghirup udara yang terkontaminasi cairan kelelawar
(feses, urin, saliva)
• Kontak erat dengan babi yang terinfeksi Nipah virus
• Memegang/menangani spesimen hewan/manusia terduga terinfeksi Nipah
virus
• Pekerjaan yang berkaitan dengan sumber infeksi seperti dokter hewan,
perawat, peternak, pemburu, dll
4. Laboratorium
a. Tes Diagnostik
Pemeriksaan dengan menggunakan reaksi rantai polymerase real time (RT-PCR).
b. Spesimen
Spesimen yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit virus Nipah antara
lain: serum (fase akut dan konvalesens), Sputum, usap hidung, usap tenggorok, dan
broncoalveolar lavage
− Sputum
Untuk pengambilan sputum, pasien berkumur terlebih dahulu dengan air,
kemudian pasien diminta mengeluarkan dahaknya dengan cara batuk yang
dalam. Sputum ditampung pada wadah steril yang anti bocor. Pengambilan
sampel sputum dengan cara induksi dapat menimbulkan risiko infeksi
tambahan bagi petugas kesehatan.
Pada rentang waktu yang pendek (< 72 jam), spesimen sebaiknya disimpan
dan dikirim pada suhu 40C. bila terjadi penundaan pemeriksaan > 72 jam,
spesimen disimpan pada suhu -800C dan pengiriman spesimen dilakukan
menggunakan es kering.
− Usap Hidung
Usap hidung dilakukan dengan cara memasukkan swab ke dalam lubang
hidung paralel untuk langit-langit. Lalu biarkan swab selama beberapa detik
untuk menyerap sekresi. Kemudian usap kedua daerah nasofaring.
Penyimpanan dan pengiriman spesimen usap hidung dilakukan pada suhu 2-
80C.
− Usap Tenggorok
Usap tenggorok dilakukan pada usap faring posterior, hindari swab mengenai
lidah nasofaringeal, swab/aspirat atau aspirat hidung. Kumpulkan 2-3 mL ke
dalam wadah steril yang anti bocor.
Penyimpanan dan pengiriman spesimen usap hidung dilakukan pada suhu 2-
80C.
− Broncoalveolar lavage
Spesimen Bronchoalveolar lavage diambil sebanyak 2-3 mL ke dalam wadah
steril yang anti bocor.
Pada rentang waktu yang pendek (< 72 jam), spesimen sebaiknya disimpan
dan dikirim pada suhu 40C. bila terjadi penundaan pemeriksaan > 72 jam,
spesimen disimpan pada suhu -800C dan pengiriman spesimen dilakukan
menggunakan es kering.
• Cara Pengiriman
− Pengiriman spesimen pada hari kerja dikirim melalui jasa kurir
− Pengiriman spesimen pada hari libur/libur nasional dapat dikirim melalui port to
port (berkoordinasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan setempat)
− Spesimen yang akan diperiksa, dikirimkan ke alamat
5. Referensi:
Pedoman Nipah Virus → WHO
2) Respons
a. Respons Tatalaksana Kasus
• Melakukan tatalaksana dan rujukan sesuai dengan SOP bila menemukan kasus
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi
• Melakukan tatalaksana kasus sesuai manifestasi klinis yang muncul pada kasus
Melakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan konfirmasi laboratorium.
3) Faktor Risiko
• Kontak dengan benda/menghirup udara yang terkontaminasi cairan tikus (feses, urin,
saliva)
• Kontak dengan banjir
• Kontak dengan sungai/danau (mencuci, mandi, berkaitan dengan pekerjaan)
• Kontak dengan persawahan/perkebunan tanpa alas kaki
• Kontak erat dengan binatang seperti anjing dan kucing yang terkonfirmasi Hantavirus
• Memegang/menangani spesimen hewan/manusia terduga terinfeksi Hantavirus
• Kontak dengan sumber infeksi yang berkaitan dengan hobi, olahraga/wisata seperti
berenang, memancing, arung jeram dll.
• Pekerjaan yang berkaitan dengan sumber infeksi seperti dokter hewan, perawat,
pekerja toko binatang peliharaan, petani, pembersih selokan, dll
4) Laboratorium
a. Tes Diagnostik
Pemeriksaan molekuler dengan metode Nested PCR
b. Spesimen
Spesimen untuk pemeriksaan penyakit Hantavirus adalah spesimen serum
• Pengiriman spesimen
Spesimen harus tiba di laboratorium segera setelah pengambilan. Penanganan
spesimen dengan tepat saat pengiriman adalah hal yang teramat penting. Sangat
disarankan agar pada saat pengiriman spesimen tersebut ditempatkan di dalam cold
box dengan kondisi suhu 2-40C atau bila diperkirakan lama pengiriman lebih dari 3
hari disarankan spesimen dikirim dengan es kering (dry ice).s
a. BBTKL/PP Jakarta
b. BBTKL/PP Yogyakarta
c. BBTKL/PP Surabaya
d. Balai Besar Puslitbang Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga
Referensi:
Pedoman Deteksi Hanta Virus ………………