POLTEKKESSBY Books 396 KurikulumdanmodulpelatihankesehatanIndonesiauntukperawatPuskesmas PDF
POLTEKKESSBY Books 396 KurikulumdanmodulpelatihankesehatanIndonesiauntukperawatPuskesmas PDF
611.8
Ind
k
UNTUK
P E RAWAT
PUSKESMAS
ur lCufa^rt dun clt c d-"/J efat ifian eseharari ,-`Ender<r fist z J'er^rtvrt-G ^ cs esmas
Ka log Dalam Terbitan . Kementerian Kesehatan RI
611.8
Ind Ind nesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kurikulum clan modul pelatihan kesehatan
it dera untuk perawat puskesmas ,-- Jakarta :
K ementerian Kesehatan RI. 2012
I: BN 978-602-235-180-1
Kami menyadari bahwa buku ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Untuk itu masukan dan saran sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan buku ini di masa yang akan datang.
I
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................ 1
B. PILOSOFI PELATIHAN ............................................................ 2
Mated Dasar:
1. Kebijakan Program Kesehatan Indera di Puskesmas
dalam rangka PGPK dan PGPKT ................................ 24
2. Peran dan Fungsi Perawat Puskesmas dalam upaya
PGPK dan PGPKT ................................................................. 37
uriA Jwn , ^^{.^l,crJuf °/"efatifaQn , e. &JintMU Ji+dera G+zji Jcr (rwat J " ua'ke.rmurs
II
Materi Intl :
1. Indera Pen lihatan :
1. Anatomi dan Fisiologi Mata ........................................................... 47
2. Pemeriksaa Mata Dasar .............................................................. 56
3. Gejala, Diagnosis dan Penatalaksanaan penyakit-penyakit
Mata utama enyebab kebutaan ................................................ 65
4. Pertolongan ertama pada kegawatdaruratan mata ................... 85
5. Asuhan Kep rawatan penyakit mata .......................................... 90
Materi Penunj ng :
1. Membangu Komitmen Pembelajaran / Building Learning
Commitmen BLC) ..................................................................... 152
2. Pencatatan an Pelaporan ......................................................... 159
3. Penyusuna POA/Rencana Tindak Lanjut (RTL) .................. 165
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kalsr7IuftJMr rfzn iI tIti/ 1(1 itifi^a^t e.w/ itrrn ^/ of rrr ,^ 1 /1 eJ"eraavat 6 i..sl^e.s^nas:
1
Dalam rang a menurunkan angka kebutaan ini, WHO telah
mencanangk n program Vision 2020: The Right to Sight pada
tanggal 30 S tember 1999, yang kemudian ditindakianjuti dengan
pencanangan Vision 2020: The Right to Sight di Indonesia pada
tanggal 15 Fe ruari 2000 oleh Ibu Megawati Soekamoputri. Kemudian
ditindakianju i dengan penyusunan Rencana Strategi Nasional
Penanggulan an Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas
PGPK) untuk mencapai Vision 2020.
A. Filosofi
Pelatihan upaya esehatan indera penglihatan dan pendengaran bagi
perawat puskes as ini diselenggarakan dengan memperhatikan:
III. TUJUAN
1. Tujuan Umu
Setelah men elesaikan pelatihan, peserta mampu melaksanakan
kegiatan Pen nggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
(PGPK) dan enanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(PGPKT) di ilayah
kerjanya, ses ai dengan kompetensi yang dimiliki.
2. Tujuan Khus s:
Setelah men ikuti pelatihan, peserta mampu :
a. Melakuk n peran dan fungsinya sebagai perawat
Puskesm s dalam program kesehatan indera penglihatan dan
pendenga an.
b. Melakuk n pemeriksaan mata dan telinga dasar dalam
batas we enangnya
c. Melakuk identifikasi permasalahan kesehatan mata dan
telinga di asyarakat
d. Melaksa akan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan penglihatan dan kebutaan
e. Melaksa akan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan pendengaran dan ketulian
f. Melaksa akan follow up (kesehatan indera penglihatan
dan pend ngaran)
4
g. Melakukan pencatatan dan pelaporan
1. Peserta
2. Pelatih
3. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan :
Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota/BKMM/BKIM bekerjasama
dengan Pusdiklat SDM Kesehatan/Bapelkes Provinsi/Institusi
Pendidikan Keperawatan dan Rumah Sakit yang memiliki unit
pelayanan kesehatan mata dan telinga atau BKMM/BKIM sebagai
tempat praktek lapangan.
V. MATERI DAN S11RUKTUR PROGRAM PELATIHAN
WAKTU ((n), 45ritenit)
NO MATER T I P I Pt Jumleah
A. Materi Dasar: #? 3
1 K .brjakan progra n kesehatan Indera 0
Penglihatan dan Pendengaran dalam
rangka PGPK dar^ PGPKT
Mated Inti :
--- - - ------ -------------- --------------
^:.lndera Penlrhata i
------- - ----- ` .. ---... 79
1. Anatomi dan fisiol gi mata 1 0 0 1
2. Pemeriksaan mat dasar 1 1 2 4
3. Gejala, diagnosis dan penatalaksanaan
penyakit mata uta a penyebab kebutaan:
a. Katarak
b. Kelainan Re raksi
c. Glaukoma
d. Xeroftalmia
e. Penyakit ma a rnerah
4. Pertolongan perta a pada
kegawatdarurata mata
5 Asuhan keperawa an penyakit mata
1 2 2
II Indera Pendenga an 10 L 4 } 9 23
•- ----------------
1. Anatomi, Fisiologi elinga dan 1 0 0 i 1
Pendengaran
2. Pemeriksaan Telidga Sederahana
4. Penatalaksanaan egawatdaruratan
............ t - f ..... . . Q.._--..!.-. . . -. --
telinga ............................................................................................ - ... ..... . .........:..................................
Asuhan keperawa an penyakit telinga_.__._....__.. 2 5
6. Tindakan Aseptik Jan Antiseptik/Sterilisasi
dan pemelihara i alai- - - -- - -- --- ---- - -
-_ -----
7. Kegiatan luar ged ng program - kesehatan 2
h d•.ra P giihat n din Penden aran.
C. Mc teri Penunjang: 0
1. Membangun Kor tmen Pembelajaran/ 0
LJuilding Leaming Commitment (BL.9)
........... i--------I----------- 6 6..........I ...............1
2. Pencatatan dan ela poran
3. Penyusunan PO RTL 0 2 0° 2 -. 50
JtJMLAH: 21 13 '?. 16
Praktek Laoanean
RTl
Evaluasi
j Penutupan
Urtklzj ar
m i/air ./'j2ocCcel:J'efatz{.cr +: eselGTetan fiid ru Af!yi iPeraw tr 0
VII. PROSES DANIMETODA PEMBELAJARAN
' ir.s'{'esm as
(learning by doing) dan belajar atas pengalaman (learning by
experience)
2. Peran serta aktif peserta sesuai dengan pendekatan pembelajaran
3. Pembinaan iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya
komunikasi dari dan ke berbagai arah
4. Pengalaman praktek kerja lapangan untuk membiasakan peserta
melaksanakan tugasnya
T_-uYzAufuxc ,art /^,nfuf^fefati/rare 1'. ?, ' tata7T ,.7irfr:ra' a5 .5 craWat c/ u.r e.s^r^trr
MI. 1 : Anatomi dan Fisiologi Mata
Waktu : 1 jpl (T = 1 jpl; P= 0; PL= 0)
Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami anatomi dan fisiologi mata
Setelah mengikuti
pelatihan , peserta
mampu menjelas-
kan :
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
13
MI. 5 : Asuhan KE perawatan Penyakit Mata
Waktu : 5 jpI (T = 1 jpl; P= 2 jpl; PL= 2 jpl)
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu melakukan:
• CTJ • Laptop
1. Asuhan kepera- 1. Asuhan • Demon- • LCD 1. Modul
watan katarak keperawatan strasi • Formulir Pelatihan
katarak • Praktek status 2. Buku-
2. Asuhan 2. Asuhan Lapang- mata buku
keperawatan keperawatan an • Lembar tentang
penuga- Kesehat-
glaukoma glaukoma
san
an mata
3.Asuhan 3.Asuhan
keperawatan keperawatan
kelainan refraksi kelainan refraksi
4.Asuhan 4.Asuhan
keperawatan keperawatan
xeroftalmia xeroftalmia
5. Asuhan 5. Asuhan
keperawatan keperawatan
konjungtivitis konjungtivitis
INDERA PENDENGARAN
MI. 1 : Anatomi, Fisiologi Telinga dan Pendengaran
Waktu : 1 jpl (T = 1 jpl; P= 0; PL= 0)
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
. Laptop
1. Menjelaskan 1. Anatomi Telinga CTJ 1. Modul
. LCD
tentang anatomi Demonst . Alat Pelatihan
dan pendengaran
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu melakukan
• CTJ • Laptop
1. Anamnesis 1. Anamnesis • Demon- • LCD
1. Modul
strasi •Alat
Pelatihan
2. Pemeriksaan 2. Pemeriksaan • Praktek peraga/
2. Buku
telinga luar telinga luar Lapang- pantom
Pedoman
an • Formulir
Kesehat-
3. Pemeriksaan 3. Pemeriksaan status
an Indera
penunjang. penunjang. telinga
Pendeng-
• Diagno-
aran di
stik set
Puskes-
telinga
mas
• Lembar
penuga-
san
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu menjelaskan :
. CTJ • Laptop
1. Tanda, gejala dan 1. Tanda, gejala dan • Demon- • LCD 1. Modul
tatalaksana tatalaksana • Formulir Pelatihan
strasi
OMSK OMSK • Praktek status
Lapang- THT
2. Tanda, gejala dan 2. Tanda, gejala dan an . Diagno- 2. Buku
tatalaksana Tuli tatalaksana Tuli stik set Pedoman
kongenital kongenital THT Kesehat-
• Lembar an Indera
3. Tanda, gejala dan 3. Tanda, gejala dan Pendeng-
penugas
tatalaksana NIHLs tatalaksana NIHL an aran di
Puskes-
4. Tanda, gejala dan 4. Tanda, gejala dan mas
tatalaksana tatalaksana
Presbikusis Presbikusis
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
• CTJ
^u"T
u.rhesmus i
18
MI. 5 : Asuhan keperawatan penyakit telinga penyebab ketulian (OMSK,
Tuli Kongenital, NIHL, dan Presbikusis) serta Serumen prop
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu melakukan:
5. Asuhan 5. Asuhan
keperawatan keperawatan
Serumen prop Serumen prop
uri1ufua, rGrn it luf ' / tucan ewI Sian j. [ rcr6<1 i eruwat c uvJ eb^ts s_
MI. 6 : Tindakai i Aseptik /Antiseptik dan Sterilisasi
Waktu : 3 jpI (T = 1 jpl; P= 2 jpI; PL= 0 jpl)
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
20
MI.7 : Kegiatan Luar Gedung Program Kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran (penyuluhan, penjaringan kasus: UKS,
Posyandu, Posbindu dan Rujukan )
Waktu : 2 jpI (T = 2 jpI; P= 0 jpI; PL= 0 jpI)
Tujuan Instruksi Umum :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu melakukan kegiatan luar
gedung Program Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
. TJ • Laptop
1. Melakukan 1. Penyuluhan . Role Play • LCD 1. Modul
penyuluhan kesehatan Indera • Flip Pelatihan
Chart
2. Melakukan 2. Penemuan kasus • Kertas 2. Renstra-
penemuan kasus gangguan kerja nas PGPK
kesehatan Indera dan
PGPKet
3. Melakukan 3. Rujukan
rujukan kesehatan Indera 3. Pedoman
pelayanan
4. Melakukan 4. Asuhan Kesehat-
asuhan keperawatan an Indera
keperawatan keluarga, Pengliha-
keluarga, kelompok dan tan dan
kelompok dan masyarakat Pendeng-
masyarakat dengan gangguan arandi
dengan gangguan kesehatan Indera Puskes-
kesehatan Indera mas
22
MP.3 : Penyusunan POAIRTL
Waktu : 2 jpl (T = 0 jpl; P= 2 jpl; PL= 0 jpl)
3. Penyelenggaraan
Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan diktat. Obyek
evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis
B. Sertifikasi (dart Pusdikiat)
Sertifikat diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan diberikan
kepada peserta yang mengikuti proses pembelajaran paling sedikit
95% dart jumlah jam pembelajaran.
_urLkufum chit /'I [af nJntV an Y^ eseIatrrn ^tdera 6<yi i raw tt J"=s tJ^lSma.
23
MATERI DASAR I
KEBIJ KAN PROGRAM KESEHATAN INDERA
DI PUSKE MAS DALAM RANGKA PGPK DAN PGPKT
1. DESKRIPSI SI
Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.
Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator menyampaikan materi
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi materi yang
disajikan
25
Untuk menin aklanjuti rekomendasi WHO ini negara-negara Regional
Asia Tengga 'a pada tahun 2005 dalam The First Regional Meeting
di Bangkok embentuk " SEA Forum for Sound Hearing 2030"yang
beranggota n 11 negara , termasuk Indonesia . Tujuan SEA Sound
Hearing 203 ini adalah menurunkan preventable deafness sebesar
50%pada2 15 dan 90% pada 2030 di negara-negara Asia Tenggara.
Sebagai tin ak lanjut atas pencanangan Vision 2020 dan Tujuan
SEA Sound earing 2030, Departemen Kesehatan telah menyusun
kebijakan- ebijakan di bidang Kesehatan Indera yaitu:
• Rencan Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Pengliha an dan Kebutaan (Renstranas PGPK) untuk mencapai
Vision 2 20
• Rencan Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Pendeng ran dan Ketulian (Renstranas PGPKT) untuk mencapai
tujuan S and Hearing 2030
• Pedoma Manajemen Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendeng ran.
• Pedoma Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendeng ran di Puskesmas
Kegiatan pe anggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan dan
penanggula gan gangguan pendengaran dan ketulian di Provinsi
dan Kabup en/Kota akan difokuskan pada 4 (empat) penyakit
penyebab ut ma kebutaan yaitu katarak, kelainan refraksi, xeroptalmia
dan glauko a dan 4 (empat) penyakit penyebab utama ketulian
yaitu OMSK Tuli Kongenital, NIHL dan Presbikusis. Namun tidak
mengabaika penyakit-penyakit penyebab kebutaan dan ketulian
lain yang ad di wilayah tersebut.
Kegiatan pel yanan kesehatan Indera dilaksanakan oleh Puskesmas
sebagai sar na pelayanan kesehatan strata pertama dan Balai
Kesehatan ata Masyarakat (BKMM)/Balai Kesehatan Indera
Masyarakat KIM) dan Rumah Sakit Umum (RSU) sebagai sarana
rujukan.
Visi: Mata Sehat 2020 yaitu Setiap penduduk Indonesia pada tahun
2020 memperoleh kesempatan/hak untuk melihat secara optimal.
^L2 riA Jwn oar< </V(,cda! i ejati/rare .eseliatas: ^Gui ra fia5i er iwaC us+( e synas
27
C. STRATEGI
28
SMD dan MMD ini merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengenali keadaan dan masalah yang
dihadapi serta potensi yang ada untuk mengatasi masalah
tersebut . Hasil dari SMD / MMD berupa data tentang :
• Kasus kesakitan mata dan telinga yang ada di masyarakat
• Pengetahuan , sikap dan perilaku masyarakat mengenai
kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
• Potensi - pontesi yang ada dalam masyarakat dan dapat
digunakan untuk pemecahan masalah
Setelah data ini dikumpulkan , akan dilakukan analisis bersama,
untuk menetapkan masalah kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran , bahan ini dapat digunakan untuk
penyusunan usulan kegiatan.
2. Pelaksanaan Kegiatan
a. Sosialisasi
Sosialisasi ini disampaikan kepada staf Puskesmas, lintas sektor,
kader kesehatan, guru sekolah, orang tua murid dan masyarakat
umum yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan sosialisasi
agar mereka mendapatkan informasi secara jelas mengenai
kegiatan upaya kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
serta mengetahui peran, tugas dan fungsi masing-masing.
Di samping itu juga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran.
b. Pelatihan : diberikan kepada perawat, guru UKS, kader dan
tokoh masyarakat
29
1). Penyuluh n kesehatan Indera
• Peny uhan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
di dal m gedung Puskesmas dapat dilaksanakan secara
langs ng kepada pengunjung Puskesmas dengan sasaran
kelom ok maupun individu. Selain itu dapatjuga secara tidak
langs ng, dilakukan dengan menggunakan poster, leaflet,
radio spot atau lainnya yang tersedia di Puskesmas.
• Penja ingan kasus-kasus penyakit mata dan telinga serta
gangg an fungsi penglihatan dan pendengaran melalui klinik
rawat jalan maupun pada pelayanan KIA, KB dan Gizi.
• Peme iksaan dan tindakan medik pelayanan kesehatan Indera
Pengli atan Primer, yang meliputi:
Melak kan anamnesis
o M njelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalani oleh
pa ien
o M ngukur dan menentukan tajam penglihatan (visus)
o M lakukan pemeriksaan segmen depan mata dengan
lo pe dan lampu senter
o M lakukan pemeriksaan lapang pandangan dengan
m tode konfrontasi atau kampus sederhana
o M ngukur tekanan bola mata dengan tonometer schiotz
o M meriksa kejernihan media refraksi dan segmen
be kang mata dengan oftalmoskop direk
o M meriksa dan menentukan ada tidaknya kelainan
pe glihatan warna dengan tes Ishihara-Kanehara
o M lakukan tindakan bedah kecil (kalazion dan hordeolum),
se a perawatan paska bedah katarak dan glaukoma
o M meriksa dan mengobati penyakit mata luar
o M akukan pertolongan pertama pada kedaruratan mata
Mela kan pemeriksaan dan tindakan medik masalah
gangg an pendengaran dan penyakit-penyakit telinga, seperti:
lakukan anamnesis untuk evaluasi kesehatan THT
o M njelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalani oleh
pa ien
o M lakukan pemeriksaan THT dengan lampu kepala &
of skop
o M lakukan pemeriksaan penunjang sederhana untuk
m nentukan ada tidaknya gangguan pendengaran seperti
to penala & audiometri
o M meriksa dan mengobati penyakit-penyakit telinga luar
da infeksi telinga tengah
o M lakukan pertolongan pertama pada kedaruratan telinga
2. Pelaksanaan Kegiatan
a. Sosialisasi
Sosialisasi ini disampaikan kepada staf Puskesmas, lintas sektor,
kader kesehatan, guru sekolah, orang tua murid dan masyarakat
umum yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan sosialisasi
agar mereka mendapatkan informasi secara jelas mengenai
kegiatan upaya kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
serta mengetahui peran, tugas dan fungsi masing-masing.
Di samping itu juga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran.
b. Pelatihan : diberikan kepada perawat, guru UKS, kader dan
tokoh masyarakat
d. Pemberdayaan masyarakat
Dalam pembinaan peran serta masyarakat maka peran kader sangat
penting dalam pelaksanaan kegiatan program kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengnaran ini.
kurikufimn rlan ! t0 [ J Itrt,ilian 7 e.whyrtan g;s era 6ayz rasvat " i ^skesma.s
31
Langkah-I ngkah pembinaan peran serta masyarakat dalam upaya
kesehata Indera penglihatan dan Pendengaran adalah :
• Memb ntu dan membimbing kader dalam menyusun rencana
kegiat n upaya kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
di ma yarakat untuk mengatasi masalah kesehatan Indera
Pengli atan dan Pendengaran yang ada.
• Membi bing dan memonitor kegiatan kader
• Memb ntu dan membimbing kader untuk mengenal masalah
dan ha batan dalam pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan
oleh k der
• Memb ntu dan membimbing kader dalam pelaksanaan kegiatan
tindak I njut.
• Memb ntu dan membimbing kader untuk memecahkan masalah
dan ha batan yang dihadapi.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
kader rlu dilakukan pelatihan kader sehingga dapat melakukan
deteks dini kasus gangguan Indera Penglihatan dan Indera
Pende garan di masyarakat.
f. Bina Suas na
Yaitu upay penggalangan kemitraan antar berbagai kelompok
masyaraka (tokoh masyarakat, tokoh agama,dli) untuk menciptakan
suasana/m ngembangkan kerjasama yang mendukung penyuluhan
masalah k sehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran. Bina
suasana da at dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan, mengadakan
lokakarya, arasehan dan penyuluhan atau menyampaikan laporan
studi bandi g ke daerah lain yang telah berhasil.
uri ^uluxe dan Cc rfulJ'c/ati^ufr e-ye, aturr -4in (lera 6ayi er zwa /"rss^e.sY.rris
32
Di tingkat Kecamatan, Pimpinan Puskesmas bersama-sama dengan
koordinator promosi kesehatan menjalin kerjasama dengan lintas
sektor terkait di kecamatan sehingga tersusun suatu kesepakatan
serta pembagian tugas, pembagian wilayah, jadwal, kegiatan, dan
supervisi terpadu yang jelas untuk menghindan kegiatan yang tumpah
tindih, tetapi menghasilkan pembinaan yang berkesinambungan.
4. Advokasi
Yaitu upaya untuk mendapatkan komitmen dan dukungan politis dari
penentu kebijakan. Untuk mendapatkan dukungan, advokasi harus
dilaksanakan dengan teknik yang tepat dan informasi yang akurat
33
C. PEMANTAUAN IDAN EVALUASI
D. PENCATATAN AN PELAPORAN
Pencatatan dan elaporan merupakan salah satu kegiatan yang sangat
penting dalam m najemen kesehatan. Pencatatan dan pelaporan yang
rutin akan men asilkan data yang dapat digunakan sebagai bahan
advokasi, komu ikasi, sosialisasi dan perencanaan suatu program.
Upaya-upaya a vokasi akan lebih efektif dan berhasil bila disertai
dukungan fakta alam bentuk data atau informasi yang akurat
Pencatatan dan Pelaporan terdiri dari 3 komponen, yaitu komponen
informasi metal i kegiatan pencatatan, komponen pelaporan dan
komponen anali is dan evaluasi.
• Pencatatan dalah kegiatan memasukkan dan mengumpulkan
semua data yang diperoleh dari semua pelayanan petugas
kesehatan.
• Pelaporan ac lah kegiatan untuk melaporkan hasil pencatatan dari
unit yang leb rendah kepada unit yang lebih tinggi.
• Analisis dan valuasi adalah suatu kegiatan untuk menganalisis
setiap kegiat n yang menjawab pertanyaan 5 W - 1 H (apa, siapa,
dimana, men apa, kapan dan bagaimana).
rlin .`^t!L ^rr.^^ffizti ^inrese^otn . rr jtrzlerrz liu^ i J"cru W<zt' 3'L s r esr rr rif
34
a. Pencatatan Program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran
Pencatatan program Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendegaran
meliputi pencatatan semua kegiatan dan hasil kegiatan yang
dilaksanakan di Puskesmas, baik yang dilaksanakaan di dalam
gedung maupun di luar gedung Puskesmas.
35
tanpa meng baikan penyakit mata dan telinga lainnya yang menjadi
masalah k sehatan Indera Masyarakat di wilayah kerjanya.
E Pusat
Dinkes Propinsi
T
Dinkes KabIKota
Puskesmas
1 36
MATERI DASAR 2
PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PUSKESMAS
DALAM UPAYA PGPK DAN PGPKT
1. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini berfokus pada peran dan fungsi perawat Puskesmas dalam
pelayanan keperawatan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran,
khususnya peran perawat antara lain sebagai pemberi pelayanan
keperawatan , penemu kasus , pendidik kesehatan, koordinator , pelaksana
konseling keperawatan dan role model melalui integrasi upaya
Perkesmas , serta kegiatan keperawatan yang dimaksudkan agar peserta
mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam upaya PGPK dan
PGPKT.
ur'i( uluxrt duun / 2c^if J eI.tuI,-,, g e.xefiat ais in lera 6''ayi 35ty,awa t i u. kvo7nas
37
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
A.PENDAHULJAN
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/K to yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di suatu wila ah kerja dan mempunyai fungsi sebagai penggerak
pembangun n berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat an pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang
meliputi up ya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat.
Dalam me capai Visi: Kecamatan Sehat, Puskesmas
menyelengg rakan upaya kesehatan wajib yaitu upaya promosi
kesehatan, sehatan Iingkungan, kesehatan ibu dan anak serta
KB, upaya perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan
pemberanta an penyakit menular serta upaya pengobatan. Selain
itu sesuai d ngan masalah daerah setempat dapat dilaksanakan
upaya kese tan pengembangan. Kesehatan Indera Penglihatan
dan Penden aran merupakan upaya kesehatan pengembangan
Puskesmas tang dapat diintegrasikan dengan upaya kesehatan
Iainnya ter asuk upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas)
38
Untuk melaksanakan program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran di Puskesmas, dikembangkan melalui upaya
Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) dan
upaya Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(PGPKT) yang melibatkan peran tenaga kesehatan dan lintas sektor
di Kecamatan serta peran serta aktif masyarakat.
Agar Program kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
dapat berjalan dengan baik di Puskesmas, Perawat di Puskesmas
harus dapat memahami peran dan fungsinya dalam pelayanan
kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran melalui kegiatan
Perkesmas.
39
rawatan dilaksanakan di berbagai tatanan pelayanan
i wilayah Puskesmas antara lain : klinik Puskesmas,
inap Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
lah, Rutan/Lapas, Panti, Posyandu, Posbindu, Keluarga.
2. Penemu ka us
Perawat Pu kesmas berperan dalam mendeteksi dan menemukan
kasus serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit. Deteksi
dini clan pen muan kasus dilakukan melalui skrining khusus kesehatan
Indera Pen lihatan dan Pendengaran serta melalui pengkajian
keperawata saat pelaksanaan asuhan keperawatan.
5. Koordinator/kolabolator
Perawat Puskesmas melakukan koordinasi terhadap semua
pelayanan kesehatan yang diterima pasien/klien individu, keluarga,
kelompok/masyarakat dari berbagai program termasuk upaya PGPK
dan PGPKT dan bekerjasama dengan sistem klien dan tim kesehatan
lain dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan keperawatan
serta sebagai penghubung dengan institusi pelayanan kesehatan
dan sektor terkait Iainnya.
Perawat Puskesmas juga dapat diberikan tugas sebagai penanggung
jawab dalam Program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendegaran. Kegiatan yang dilaksanakan melalui Iangkah-Iangkah
sebagai berikut :
a. Perencanaan Pelayanan
Perencanaan pelayanan dimulai dengan mempersiapkan :
• Sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan seperti
peralatan medis dan non medis, obat-obatan, sarana
penyuluhan dan lain Iainnya.
• Dana, untuk pelaksanaan kegiatan baik dalam gedung maupun
luar gedung.
Penyusunan usulan kegiatan :
Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan
upaya kesehatan lainnya. Rencana yang telah disusun dibuat dalam
bentuk matriks yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran,
volume, waktu, lokasi serta perkiraan biaya untuk setiap kegiatan.
41
Contoh matriks rencana kegiatan
42
2). Pelayanan di luar gedung
3). Pembinaan peran serta masyarakat
Pimpinan Puskesmas bertanggung jawab untuk melakukan
pembinaan peran serta masyarakat untuk menjalin kemitraan
dalam Penanggulangan Gangguan Penglihatan/Kebutaan
dan Gangguan Pendengaran/Ketulian
4). Advokasi
Pimpinan Puskesmas dapat melakukan advokasi kepada
aparat Pemerintahan di tingkat Kecamatan untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan politis dari penentu kebijakan. Untuk
mendapatkan dukungan, advokasi harus dilaksanakan dengan
teknik yang tepat dan informasi yang akurat
43
dilaksai akan oleh petugas pengelola program atau petugas
SP2TP.
il)rs (^Ufl 7 ^ [L SLfci Ja i/aJI ^Ed'EtiUt !!)t .J17 era IJ <!yZ, TUW([C el-[b.9 G'S7tf
Pendengaran di dalam gedung dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas.
1. Asuhan keperawatan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap
2. Penemuan kasus baru/deteksi dini pada kasus rawat jalan
3. Pemberian tindakan keperawatan (misal : irigasi mata)
4. Penyuluhan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
5. Pemantauan keteraturan berobat
6. Rujukan kasus/ masalah kesehatan kepada tenaga kesehatan
lain.
7. Pemberian konseling keperawatan
Kegiatan yang merupakan pelimpahan tugas sesuai dengan
kewenangan yang diberikan atau prosedur yang telah ditetapkan,
contohnya : pengobatan, penanggulangan kasus gawat darurat.
Menciptakan lingkungan terapeutik ( kenyamanan dan keamanan
) dalam pelayanan kesehatan di lingkungan gedung Puskesmas.
Tindakan pencegahan infeksi
Dokumentasi keperawatan
45
b. Dokumenta keperawatan.
1). Asuhan eperawatan keluarga dengan masalah gangguan Indera
Pengliha an dan Pendengaran yang memerlukan tindakan lanjut
di ruma
2). Asuhan eperawatan kelompok berisiko dan dengan masalah
ganggua Indera Penglihatan dan Pendengaran yang memerlukan
tindakan lanjut. (misal kelompok lansia di Posbindu)
3). pengkaji n keperawatan individu di kelompok
4). pendidik n/penyuluhan kesehatan di kelompok
5). pember n pengobatan sesuai pelimpahan kewenangan
6). rujukan asus
7). pemberi n konseling keperawatan
8). dokume tasi keperawatan
9). Asuhan eperawatan masyarakat beresiko dengan masalah
ganggua Indera Penglihatan dan Pendengaran yang memerlukan
tindakan lanjut.
D. EVALUASI
Evaluasi hasil elatihan dilakukan dengan test tertulis dalam bentuk
pilihan ganda d n dapat dimodifikasi dengan bentuk essay atau Iainnya,
dan dilakukan ada test awal dan test akhir. Test awal dilakukan untuk
mengetahui ke ampuan awal peserta sebagai bahan pertimbangan
proses pembel aran. Test akhir untuk mengetahui tingkat pencapaian
kemampuan pe erta.
1. DESKRIPSI SINGKAT
Anatomi dan fisiologi Mata merupakan materi yang harus diajarkan
kepada tenaga perawat untuk menetukan asuhan perawatan dan
penatalaksanaan penyakit mata dan gangguan penglihatan. Seorang
tenaga perawat kesehatan di Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kesehatan Indera Penglihatan harus mampu melakukan asuhan
keperawatan kesehatan mata yang menjadi kompetensi perawat di
Puskesmas.
Modul ini akan menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi mata serta
Iangkah-Iangkah dan cars melakukan asuhan keperawatan mata dengan
balk dan benar.
47
Langkah 1 : Pe gkondisian
• Fasilitatat r memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajar n, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan engan materi sebelumnya .
• Fasilitatator emberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengetahu dalam anatomi dan fisiologi mata untuk menjelaskan
apa yang s dah diketahui .
• Peserta lai diminta untuk memberi tanggapan.
A. PENDAHUWAN
Struktur mata tetletak dalam suatu rongga orbita yang berbentuk pyramid
dengan puncakiya menuju ke belakang.
,cari. ulurn 'fan du!J "elat ifr^irn ,eserat an dera6r^yEJ" erawatJ " us1.Z ,aa
48
ALIS MATA (SUPER CILIA)
Sederetan bulu-bulu yang terletak paling atas dari organ mata. Berfungsi
untuk menahan kotoran/keringat yang berasal dari atas juga berfungsi
untuk kecantikan(kosmetik).
49
• Kelenjar lai n ialah klenjar Zeis dan Moll yang bermuara difolikel
rambut bul mata, serta kelenjar WollfringKrause.
KONJUNGTIVW
50
BOLA MATA (BULBUS OKULI)
KORNEA
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam yaitu epitel lapisan
Bowman, stroma, membrane descemet dan endotel. Tebal kornea
adalah 1,0 mm pada bagian tepi dan 0,8 mm pada bagian tengah serta
mempunyai garis tengah 12 mm.
Kornea mendapat persarafan sensoris dari NVi (tri-geminal). Pada epitel
kornea banyak dijumpai serabut saraf dengan ujung tanpa sarung saraf.
Bila lapisan ini terpapar, akan timbul sensasi nyeri yang berat ringannya
tergantung dari jumlah dan lokasi serabut saraf yang terkena.
Ada tiga hal yang menyebabkan kornea menjadi transparan yaitu
avaskular, struktur yang tersusun teratu, dan keadaan yang dehidrasi
relative.
surf ^cclurn r[in. JVLo.Luf elatil+an ,ese%atan Jnd ra Gr^i J "erawat ' ^u.s Ee.snras
51
SKLERA
Skiera adalah I isan terluar yang membungkus 4/5 bagian bola mata
• Terdiri dari j ringan ikat dan berfungsi sebagai pelindung mata.
Skiera kea rah belakang akan bersatu dengan pembungkus
saraf N. Opt c.
UVEA
Berada di bagi 1 tengah bola mata dan terdiri dari bagian yaitu: iris,
badan siliar d koroid . Hanya iris yang dapat diamati dari luar.
52
Lensa tetap berada pada tempatnya karena digantung oleh tali
penggantung lensa (Zonula zinii ) yang merupakan serabut-serabut
berasal dad badan siliar dan berinsersi dilensa didaerah equator. Lensa
mendapat nutrisi dari cairan bola mata sekitarnya sebagian besar terdiri
dari air dan sisanya terdiori dari protein.
Lensa terdiri dad kapsul anterior dan posterior yang membungkus lensa.
Dibawah kapsul terdapat kortek dan tengahnya terdapat nucleus. Serabut
lensa diproduksi sepanjang tahun, sehingga serabut yang Iebih dulu
terbentuk akan memadat didaerah sentral membentuk nucleus. Makin
tua sseorang , lensa semakin tebal dan kekenyalan berkurang.
Lensa merupakan bagian mata yang mempunyai fungsi sebagai media
refraksi . Untuk dapat menjadi media refraksi yang baik lensa harus
jernih . Pada usia muda lensa mempunyai kekeknyalan tertentu yaitu
dapat mencembung ( power refraksi meningkat) atau memipih (power
refraksi menurun ) sehingga membuat bayangan benda yang dilihat
tepat jatuh di rentina sehingga mata dapat melihat obobjek yang jauh
maupun yang dekat dengan jelas. Kemampuan ini yang kenal dengan
daya akomodasi . Lensa mempunyai kekutaran kira-kita 10 D.
RETINA
Retina melapisi 2/3 bagian dalam posterior bola mata. Retina terdiri dari
lapisan jaringan saraf ( sensoris retina ) dan jaringan pigmen retina.
Secara histologis retina terdiri dari 9 lapisan . Lapisan sensoris retina
53
ini mudah terlep is dari lapisan pigmen retina dan keadaan retina disebut
ablation retina.
Tebal retina 0,1 m di daerah tepid an 0,23 mm di bagian polus posterior.
Bagian yang paling tipis berada di fovea sentralis yaitu bagian sentral
macula. Retina yang normal adalah transparan. Pada pemeriksaan
oftalmoskop aka 1 tampak reflek fovea macula. Refleks ini dapat terlihat
pada retina yan pucat atau pada orang tua.
Sistem optik dar luar berakhir sampai di retina (lapisan sel kerucut dan
batang). Selanju nya cahaya tersebut akan dioalh secara kimiawi dank
an dikirim ke ota untuk dianalisa. Sel kerucut terutama berguna untuk
penglihatan detail dan berwarna, dan terutama terdapat di macula,
bahkan di fovea hanya mengandung sel kerucut. Daerah fovea inilah
yang memberik n tajam penglihatan terbaik. Sel batang yang terutama
berada di luar acula berfungsi untuk penglihatan gelap atau utnuk
penglihatan ben a yang bergerak.
AKUOS HUMOI
Salah satu hal y 3ng mempertahankan bentuk bola mata ialah adanya
tekanan bola rr ata yang lebih besar dari tekanan atmosfir yang
diperankan oleh adanya cairan bola mata (akuos humor) didalam mata.
Nilai normalnya k ^erkisar antara 10-21 mm hg dan nilai ini dipertahankan
karena danya ke seimbangan antara produksi akuos. Cairan bola mata
ini diproduksi of eh badan siliar. Akuos akan mengalir ke bilik mata
belakang( ruang diantara iris lensa, tali penggantung lensa dan badan
siliar), melalui ce ah antara lensa dan iris menuju pupil dank e bilik mata
depan (ruang d belakng kornea dan iris). Setelah melalui sudut bilik
mata akan mass. k ke anyaman trabekula- ke kanal Schlem - ke kanal
koletor dan akl- irnya masuk ke sistem vena. Bila produksi akuos
terhambat maka tekanan bola mata akan meningkat dan akan timbul
penyakit yang di rebut glaucoma.
54
Melindungi kerusakan epitel konjungtiva dan kornea dengan
membasahi/ melembabkan permukaannya.
Mencegah pertumbuhan kuman pada konjungtiva dan kornea dengan
adanya mekanisme menyapu dan efek anti mikroba.
Drainage air mata dimungkinkan dengan adanya gerakan kedipan
kelopak mata yang mendorong air mata ke arah punctum untuk
selanjutnya dialirkan ke kanal okuli interior /superior ke arah sakus
lakrimalis-duktus nasolakrimalis dan akhirnya bermuara ke hidung.
Kekurangan salah satu komponen yang membentuk lapisan air mata
dapat menyebabkan keadaan dry eyes (mata kering) kerusakan dari
system drainage ini menyebabkan epifora.
r! c.,R/LoC^ufe,
MATERI INTI 1- 2
PEMERIKSAAN MATA DASAR
1. DESKRIPSI SI GKAT
Untuk dapat m negakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit-
penyakit mats, aka harus dilakukan pemeriksaan yang cermat terhadap
organ mata ter ebut dengan teliti. Pemeriksaan dilakukan mulai dari
anamnesis dan nelakukan pemeriksaan mata pada segmendepan dan
segmen belaka g
Modul ini akan menjelaskan bagaimana langkah-Iangkah dan cars
melakukan p meriksaan mata dengan balk dan benar.
II. TUJUAN PEM ELAJARAN
Tujuan Pembe ajaran Umum
Setelah mengik ti pelatihan peserta mampu melakukan pemeriksaan
mata dasar
Tujuan Pembe ajaran Khusus :
Setelah mengik ti pelatihan peserta mampu melakukan :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaa mata luar
3. Pemeriksaa visus
4. Pemeriksaa refraksi sederhana
5. Pemeriksaa tonometri
6. Pemeriksaa anel
7. Pemeriksaa buta warna
8. Pemeriksaa funduskopi
9. Pemeriksaa lapang pandang sederhana
10. Pemeriksaa posisi dan pergerakan bola mata
/cnr cCan 7 du,l" ^efidx' r^r ese^afan Jvcfer+ Aitgyi `'^erazvtrt <°f ss.Eesmrrs
56
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
Buku-buku tentang Ilmu Penyakit Mata
Buku-buku Diktat Depkes
morneai
1
Kelopak Mata Bawah Pupil
) iuri/Eufum rCan c^Cccl J"el^r6i^irt^ e.se/atajr `Jn.iiru 6agi J`era vut ` 'us.Eesm^.s
57
2. Anatomi M4ta Bagian Dalam
Serat
Zonula Lensa
B. MELAKU N ANAMESA
Langkah a I sebelum melakukan pemeriksaan pada mata guna
menegakka diagnosis penyakit mata adalah melakukan anamnesis
dengan teliti dan ramah. Catat isdentitas pasien. Yang pertama kita
tanyakan ad lah keluhan utama yang menyebabkan pasien mencari
pertolongan pada dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan
utama yan sering kita jumpai dapat kita golongkan ke dalam:
• Mata ten ng, penurunan tajam penglihatan (visus) secara perlahan
• Mata to ang, penurunan tajam penglihatan (visus) secara
mendad k
• Mata m ah, tidak disertai penurunan tajam penglihatan (visus)
• Mata m rah, disertai penurunan tajam penglihatan (visus)
• Trauma/ edera mata
• dan lain- ain
58
• Kelainan posisi dan pergerakan bola mata
• Kelainan jaringan sekitar mata (kelopak , orbita)
Kemudian kita coba telusuri perjalanan penyakitnya :
o Kapan mulai timbul (sudah berapa lama)
o Bagaiman sifatnya : mendadak, berangsur-angsur atau hilang
timbul.
o Apakah sudah diobati , obat apa yang diberi
o Tanyakan riwayat penyakit terdahulu
o Tanyakan riwayat operasi terdahulu
o Riwayat penyakit keluarga
o Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus , hipertensi, dll)
o Apakah ada hubungannya dengan pekerjaan pasien
o Atau adakah alergi
Bila anamnesis yang kita lakukan cukup baik dan teliti , kits sudah
dapat menduga penyakit pasien , sehingga pemerksaan yang kita
lakukan dapat lebih terarah
ur/ rAJ sxc r ilse c.1k 1 r[4J^ feruti/iari ese , rtan -jj f ru.Ga'- .i jruwat d iarkesar.` o
59
2) P sang penutup (occluder) di depan salah satu mata
y ng belum akan diperiksa.
3) K mbali melihat Optotip Snellen.
4) L takkan lensa S+ atau lensa S- tergantung bertambah
to ang atau tidak pada mata yang diperiksa. Tambah
k kuatan lensanya sampai didapat visus terbaik (Trial
a d Error)
• Bila miopia : dipilih untuk kacamata lensa S-terkecil
yang memberi tajam penglihatan terbaik
• Bila Hypermetropia: lensa S+ terbesar
5) Bi a visus kurang dari 6/10 lakukan tes pinhole, Ietakkan
pi hole di depan mata yang diperiksa.
a. Bila Iebih terang : mungkin lensa Sferis (S) belum
cukup atau ada astigmat. Dapat diberi kacamata bila
penderita puas atau periksa Iebih lanjut.
b. Bila tetap / Iebih buruk : ada kelainan organik pada
sistem optik mata, cari kelainan tersebut atau rujuk.
c. Pada penderita yang mengeluh baca dekat (Presbyopia)
Umumnya diatas umur 39 tahun. Pemeriksaan
dilakukan sebagai berikut.
1. Sesuaikan PD untuk dekat
2. Bed lensa S+ umumnya disesuaikan umur S+1 (40
tahun), S+1,5 (45 thn), S+3 (60thn).
3. Membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang
baik (+30cm, Jaegger 3).
d. Menulis resep kacamata, misalnya A umur 45 tahun
Miopia
R/ OD :S-2.25D
OS :S-3.25DPD64/62mm
Addisi ODS S + 1 50 D paraf
60
• Bilik Mata Depan , Iris, Pupil
• Lensa
• Area lakrimalis
• Harus mampu melipat kelopak mata untuk melihat konyungtiva
tarsalis
c. Pupil
Perhatikan pupil yang bulat teratur, sentral (di tengah)
Pupil yang tidak bulat / tidak teratur dapat akibat perlengketan
iris dengan lensa/kornea (sinekkia).
• Reaksi pupil langsung : pupil mengecil pada mata yang
disinari
• Reaksi pupil tak langsung : pupil mengecil pada
penyinaran mata yang sebelahnya.
Nyatakan besarnya pupil dalam mm.
1. Isokor kedua pupil sama besar
2. Anisokor tidak sama besar.
3. Besar pupil normal 3-5 mm.
u r es^.las
rsnkulum (Gina t i; I<felrrtr/ra^r ; ^sef;.rtan ,j,uh.rrrG^^ erawat
61
• < 2 mm disebut miosis
• > 5 mm: midriasis
Gambar pupil bila pupil terletak tidak pada tempatnya
atau bentuknya tidak normal.
d. Len a
Pe eriksaan katarak
1. nari pupil dari depan. Perhatikan warna pupil
Pupil berwarna hitam
1) lensa jernih
2) aphakia
Pupil putih/abu-abu : keruh/katarak
bah sinar dari samping (kurang lebih 45%), dan sinari
s. Kembali lihat pupil. Perhatikan perubahan kekeruhan
nsa :
Seluruh pupil tetap putih katarak matur (tes shadow/
bayangan - )
Sebagian pupil menjadi hitam katarak immatur (tes
bayangan +)
F. PEMERIKS N FUNDUSKOPI
Sebaiknya ilakukan di ruangan relatif gelap.
Bila mata k an yang akan diperiksa:
• Pemerik a berdiri di sebelah kanan pasien
• Oftalmo op dipegang dengan tangan kanan
• Pemerik aan dengan mata kanan
rux'uY, ^ 'crs^(ee7nus
Bila mata kiri akan diperiksa pemeriksaan dari sebelah kiri dengan
mata kiri.
1) Pertama kali perhatikan reflek fundus melalui oftalmoskop dilihat
lewat pupil pada jarak pemeriksaan: 30 cm.
2) Bila media refraksi jernih : reflek fundus berwarna merah kekuningan
pada seluruh lingkaran pupil
3) Bila media refraksi keruh (kornea, lensa, badan kaca) terlihat
adanya bercak hitam di depan latar belakang yang merah kekuningan
4) Penilaian reflek fundus penting untuk membedakan katarak matur
dan immatur. Katarak matur reflek fundus negatif.
5) Selanjutnya untuk melihat retina dan pupil N II, oftalmoskop didekatkan
sedekat mungkin ke mata pasien.
G. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG DENGAN TES
KONFRONTASI
1. Pemeriksa dan pasien berhadapan kurang lebih 60 cm
2. Bila mata kiri yang akan diperiksa, mata kanan pasien ditutup.
3. Mata kiri pasien berhadapan / berpandangan dengan mata kanan
pemeriksa
4. Gerakan jari/benda dari segala arah, dari luar ke dalam
5. Catat bila ada bagian lapang pandang, yang masih telihat oleh
pemeriksa, tetapi tidak oleh pasien. Ulangi dengan cara yang
sama pada mata kanan.
H. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. Pemeriksaan Buta Warna mempergunakan buku Ishihara.
a. Pemeriksaan dilakukan dalam ruangan dengan pencahayaan
yang cukup.
b. Penderita diminta melihat kartu dan menentukan gambar
yang terlihat dalam waktu tidak lebih dari 10 detik.
c. Ditentukan ada atau tidaknya buta warna hijau merah.
d. Interpretasi: orang normal dapat mengenali warna gambar
dalam waktu 3-10 detik, bila terdapat kelambatan atau
kesalahan dalam pengenalan gambar berarti terdapat kelainan
penglihatan warna. Dari pemeriksaan juga dapat ditentukan
adanya buta warna total atau sebagian
2. Tonometri dengan Tonometer Schiotz
Tujuan: Mengukur tekanan intra okular
a. Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang berbaring terlentang
atau setengah duduk
b. Agar posisi kornea horizontal, usahakan dagu dan dahi
pasien terletak pada satu bidang horizontal
c. Kedua mata ditetes anestesi topikal.
63
d. Ton meter ditera pada tes blok yang bila baik jarum
me unjukkan angka nol pada skala dan "plunger" dapat
ber erak bebas dalam silindernya.
e. Pe eriksaan pertama dipilih beban terkecil 5,5 gr
f. Kerr udian "foot plate" di desinfeksi dengan mengusapkan
kap s alkohol 70 %
g. Ked a mata difiksasi dengan melihat lurus ke atas
h. Bila ata kanan yang akan diukur, pemeriksa berdiri disebelah
kiri tau dibelakang pasien. Begitu pula untuk mata kanan
i. Ton meter dipegang vertikal beberapa saat lurus di atas
korn a penderita setelah sebelumnya kelopak mata pasien
dibu a secukupnya dengan jari tangan pemeriksa lainnya
tang menekan bola mata.
j. Set lah mata penderita menyesuaikan diri, tonometer
ditur nkan perlahan-lahan sampai "foot plate" diturunkan
sam ai di tengah-tengah silinder.
k. Ang a skala yang ditunjuk jarum pada saat itu, diingat dan
dicat t dan tonometer diangkat dad kornea. Bila angka yang
ditu 'uk kurang dari angka 3, tonometer diulangi dengan
beb n 7,5 gr. Mungkin pula perlu memakai beban 10 gr.
1. 13) ilai tekanan intra okuler selanjutnya pada tabel kaliberasi.
Cont h mencatat hasil : Tgl ......., jam.......
• T DID (mata kanan ) 8/7.5 = 15.6 mmhg
• T D S (mata kiri) 9/7.5 = 13.1 mmhg
( ilai TIO normal 10-21 mmhg)
m. Seb Ium melakukan tonometri, diyakini tidak ada kontra
indik si tonometri, dilakukan komunikasi yang baik dengan
pasi n agar tenang selama pemeriksaan.
Kont indikasi umumnya adalah infeksi mata.
MATERI INTI 1.3
GEJALA, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
PENYAKIT-PENYAKIT MATA UTAMA PENYEBAB KEBUTAAN
1. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit mata yang paling banyak menyebabkan kebutaan adalah
katarak, kelainan refraksi, glaukoma dan xeroftalmia. Di samping itu
juga ada penyakit-penyakit mata lain yang menyebabkan kebutaan dan
penyakit mata yang tidak menimbulkan kebutaan tapi banyak ditemui
di masyarakat, terutama konjungtivitis, degenerasi makula karena umur
(age related macular degeneration=AMD), diabetik retinopati, dan
kebutaan anak.
Modul ini akan memberikan penjelasan tentang jenis penyakit,
menegakkan diagnosis dan bagaiman penatalaksanaan penyakit di
Puskesmas dan kapan harus dirujuk ke Rumah Sakit.
Langkah 1 : ngkondisian
• Fasilitatat r memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajar, n, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan engan materi sebelumnya
• Fasilitatator emberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalama 1 melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampai an pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
aril ufum Jai, ; Vbc cl ela7a^%e+i 3 .,^ s`G+ i €tt2Y[ Yi1r i9Yt!'
66
Mata tenang visus turun perlahan
• Kelainan letak bola mata
• Trauma
67
• tumor in raokular (retinoblastoma)
• strabis s
• eksoftal ios/enoftalmos
• dakriosi titis
• ptosis p Ipebra
• lagoftal os
• entropio , ektropion, trikhiasis
• hordeol m, kalasion
• basalio a
6. Trauma / g vat darurat mata :
• trauma mia
• trauma t mbus
• trauma t mpul
• korpus a ienum kornea
Beberapa pent' kit mata yang perlu diketahui karena menjadi penyebab
utama kebutaan di Indonesia clan penyakit lain yang banyak ditemukan
di masyarakat alah:
A. KATARAK
Katarak adalah proses degeneratif berupa
kekeruhan alami lensa bola mata sehingga
menyebabkan menurunnya kemampuan
penglihatan sampai kebutaan. Kekeruhan
ini disebabkan oleh terjadinya reaksi
biokimia yang menyebabkan koagulasi
protein lensa.
Katarak bisa terjadi secara kongenital atau
didapat. Pada umumnya katarak terjadi
karena proses degenerasi yang
berhubungan de gan penuaan, atau bisa juga didapat akibat dari trauma
dan induksi of h obat-obatan (steroid, klorpromazin, alupurinol,
amiodaron). Ke daan diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
proses katarak.
Diagnosis Katarak
a. Katarak yang belum matang (imatur), menimbulkan keluhan:
Hal-hal yang per diperhatikan pasca operasi oleh dokter umum adalah
kemungkinan kc plikasi seperti
• Glauko ,
• Uveitis,
• Dislokas lensa intraokular,
• Edema akula,
• Ablasio r etina, dan
• Endoftal itis.
Apabi a dijumpai kompikasi tsb harus segera dirujuk
,uri.( ulun: tCan eJ crCulr'elati/run )eselatan t,,1era &yyi ,.P, anvat ,95uwke.sm as
70
glaucoma, chronic simple glaucoma) adalah glaukoma yang
paling sering ditemukan.
b. Glaukoma primer sudut tertutup (narrow angle glaucoma,
closed angle glaucoma, acute congestive glaucoma). Bisa
terdapat dalam bentuk akut, sub-akut atau kronik.
2. Glaukoma Kongenital
a. Glaukoma kongenital primer atau infantil (buftalmos).
b. Glaukoma yang menyertai kelainan-kelainan kongenital,
termasuk tipe sebelumnya sebagai glaukoma juvenil.
3. Glaukoma Sekunder:
• Disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam lensa.
• Disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam traktus uvea.
• Disebabkan oleh trauma.
• Komplikasi dad suatu operasi mata
• Berhubungan dengan rubeosis (Diabetes mellitus dan central
retinal vein/artery occlusion).
• Berhubungan dengan pulsating eksoftalmus.
• Berhubungan dengan kortikosteroid topikal
• Sebab-sebab lain yang jarang.
4. Glaukoma Absolut :
Hasil akhir dari suatu glaukoma yang tak terkontrol lagi berupa
mengerasnya bola mata, berkurangnya penglihatan sampai nol
dan nyeri (dolorosa) atau tidak nyeri (non-dolorosa). Rata-rata
glaukoma absolut terjadi 1-2 tahun setelah serangan pertama,
apabila :
• Tak mau diberi pengobatan
• Tak mau dioperasi
• Salah diagnosis
• Salah penanganan
• Salah pengobatan dan
• Tekanan dibiarkan tinggi
Penatalaksanaan Glaukoma
Dengan keterbatasan ketenagaan dan peralatan maka
penanggulangan glaukoma yang mungkin dilakukan di Puskesmas
adalah glaukoma akut kongestif.
ccri{ c:lu^n ^rre a/lR o iJfelatiIi U* .,eseratatt ';, ra fiagI " erawat /"usleBSm
71
2 - 4%, tiap- iap 2 jam, DiamoxTM (acetazolamide) 3 x 250 mg dan
analgetik d n dirujuk segera ke dokter spesialis mata untuk
pertimbanga tindakan operatif.
C. KELAINAN EFRAKSI
Kelainan refr ksi merupakan kelainan mata terbanyak yang terjadi
di masyarak t. Untuk dapat melihat sesuatu benda dengan jelas,
bayangan b da tersebut harus dapat ditangkap oleh retina mata,
dengan kata ain sinar sejajar yang masuk ke mata harus dibiaskan
tepat pada r ina.
31 72
1. Hipermetropia
Adalah keadaan kelainan refraksi dimana
sinar-sinar sejajar yang masuk ke mata tanpa
akomodasi (dalam keadaan istirahat) dibias
dibelakang retina, sehingga tajam penglihatan
tidak terfokus dengan baik
Macam-macam hipermetropia
1. Hipermetropia aksial: disebabkan sumbu bola lebih pendek dari
normal
2. Hipermetropia refraktif: dimana daya bias mata berkurang seperti
kornea atau lensa yang keruh, juga dijumpai pada penderita
paska operasi katarak (afakia) yang tidak menggunakan lensa
tanam intra okuler
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan kaca mata /
lensa sferis plus (+)
2. Miopia
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar-
sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata
tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan
retina, sehingga tajam penglihatan kabur.
Macam-macam miopia :
1. Miopia aksial: dimana sumbu bola mata lebih panjang dari normal
2. Miopia refraktif: yang disebabkan kelainan pada komponen
refraksi mata, seperti kornea atau lensa yang terlalu cembung
A,urikufurn dint ^/ 'Od-E t J"efatiIu,t ,e sefiaf,un :^nrLeru 6uyi J" erawut J'^l.s^e.rrnas
73
Gejala mio is :
• Penglih tan jauh kabur, sedangkan penglihatan dekat tetap
terang ( bun jauh)
• Mata le s lelah
• Mata be air
• Pusing
• Cepat ngantuk
Keadaan ini apat diperbaiki dengan menggunakan kaca mata/lensa
sferis minus (-)
3. Astigmatis e
Adalah sua keadaan dimana komponen refraksi seperti kornea
atau lensa ata pads keadaan normal seharusnya sferis, dimana
semua meri ian mempunyai kurvatura yang sama sehingga sinar-
sinar yang iasuk ke bola mata dapat difokuskan pada retina pada
satu titik, t api pada astigmatisme meridien komponen rafraksi
kurvaturany tidak sama sehingga sinar yang masuk bola mata tidak
dapat difoku kan pada satu titik di retina. Keadaan ini dapat diperbaiki
dengan me ggunakan kacamata lensa silindris
4. Presbiopia
Adalah suat perubahan fisiologis yang terjadi pada usia 40 tahun
atau lebih di ana days akomodasi berkurang sehingga kemampuan
untuk melih dekat /membaca berkurang. Keadaan ini dapat dikoreksi
dengan pem erian kacamata untukjauh (bila perlu) dengan tambahan
lensa sferis +) untuk membaca.
Sebagai pa Juan kebutuhan seseorang akan kacamata baca dapat
dihitung ber asrkan umur, misalnya :
• Umur 40 tahun, addisi S + 1.00
• Umur 45 tahun, addisi S + 1.50
• Umur 50 tahun, addisi S + 2.00
• Umur 55 tahun, addisi S + 2.50
• Umur 60 tahun, addisi S + 3.00
Selain ben asarkan umur, jarak yang dibutuhkan juga harus
diperhitung n karena jarak membaca, komputer, main piano dan
sebaginya ti ak sama.
D. XEROFTAL IA
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan vitamin A,
terutama pa a anak-anak ditemukan pada penderita gizi buruk dan
gizi kurang Faktor-faktor penyebab banyaknya xeroftalmia di
Indonesia k ena konsumsi makanan yang tidakmengandung cukup
vitaminA ata pro vitamin A untuk jangka yang lama, bayi
Gejala klinik:
• Gejala reversible seperti buta senja
(hemeralopia), xerosis konjungtiva, xerosis
kornea dan bercak bitot
• Gejala irreversible seperti ulserasi kornea dan
sikatriks (scar)
Penatalaksanaan
1. Pengobatan
• Segera berikan kapsul vit A sesuai umur pada hari pertama dan
kedua dan kelima belas
• Untuk usia 1-5 th 200.000 IU Vit.A secara oral atau
• 6- 11 bin diberikan 100.000 IU Vit.A secara oral
• Kurang dari 6 bin diberikqn 50000 lU VIT,A
Hari berikutnya 200.000 IU Vit.A, diberikan secara oral
1 - 2 minggu berikutnya 200.000 IU Vit.A secara oral
• Salep antibiotik dan tetes air mata buatan
2. Pencegahan
• Mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi vit A, terutama
sayuran hijau dan buah - buahan
• Pada anak 6 - 11 bulan diberikan kapsul warna biru (100.000
0IU Vit.A secara oral 2 kali setahun
^urikufu>n dvi V( (l Ja` Jat ilian )esefat an ,)>^rlera daji J"erasvat J"tcs^e smas
75
• Pada an k 1-5 tahun diberikan kapsul warna merah (200.000
IU Vit.A sec ra oral 2 kali setahun
• Untuk an k-anak berumur kurang dari 6 bulan dengan gizi buruk
diberika 1/2 dosis kapsul biru(50.000 iu)
• Ibu-ibu y ng baru melahirkan atau dalam masa nifas diberikan
200.000 U Vit.A secara oral dua hari berturut-turut
• ASI eksl sif
Mengob ti penyakit infeksi pada mata
• Mengob ti kelainan matanya
Beberapa p nyakit mata lain yang dapat menyebabkan gangguan
penglihatan an gangguan mata yang tidak menyebabkan gangguan
penglihatan namun cukup banyak ditemukan dalam masyarakat
adalah:
E. KELAINAN RETINA
Yang perlu d ketahui dari kelainan retina adalah kelainan retina yang
disebabkan eh hipertensi dan diabetes melitus. Karena itu sebaiknya
pada pende ita hipertensi dan diabetes melitus dianjurkan untuk
memeriksak n kedua matanya secara rutin (deteksi dini) apalagi
sudah terjad gangguan tajam penglihatan.
1. Retinop4ti Diabetika
76
Prognosis
Retinopati diabetika memiliki prognosa buruk pada stadium lanjut.
Sedangkan pada stadium awal, dengan deteksi dan intervensi
dini, prognosa masih baik.
2. Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi adalah kelainan pembuluh darah retina dan
retina sendiri akibat tekanan darah tinggi. Kelainan yang timbul
pada retina/pembuluh darah retina dapat terlihat pada
pemeriksaan dengan oftalmoskop. Tampak adanya penciutan
lumen pembuluh darah, fenomena crossing (antara arteri dan
vena), infark retina (cotton woll spot), perdarahan, eksudat dan
lain-lain yang tampak lebih berat sesuai dengan stadium
penyakitnya.
Gejala :
Bisa terjadi tanpa adanya gangguan penglihatan sampai adanya
gangguan penglihatan yang dapat berakhir menjadi suatu
kebutaan.
Penatalaksanaan
Ditujukan pada penyakit hipertensinya, sedangkan untuk kelainan
retina agar dirujuk
Prognosis
Retinopati hipertensi juga memiliki prognosa buruk pada stadium
lanjut. Sedangkan pada stadium awal, dengan deteksi dan
intervensi dini, prognosa masih baik.
3. Degenerasi makula karena usia (Age related Macular
Degeneration = AMD)
AMD adalah kelainan degeneratif makula,
yang merupakan penyebab kebutaan pada
populasi berusia Iebih dari 50 tahun ke atas.
AMD dibedakan atas AMD non -neovaskular
(AMD non-eksudatif atau "dryAMD") dan AMD
neovaskular (AMD eksudatif atau "wet AMD").
AMD menimbulkan penurunan tajam
penglihatan pusat, hingga dapat menyebabkan
kebutaan pada satu atau dua mata8.
Gejala klinik
1. Penurunan Visus
,uriAu.J e dint JVL JJ"elutil air seh-ittan rdera Gay 'erasvat ` icsi esmas
77
2. Meta orphopsia
3. Skot ma sentral
4. Chor idal neovascularization (CNV)
Penatal sanaan :
1. Pem riksaan mata dasar
2. Ruju ke dokter spesialis mata
urikufux. men rCuff luti/run ,eseratun Ad^-ra Eji ^eru ut' ` ias(esmas
78
2 Konjungtivitis Viral
Pada umumnya konjungtivitis ini disebabkan oleh adenovirus.
Penyakit ini sangat tinggi tingkat penyebarannya, melalui respirasi
atau sekresi air mata, baik secara langsung maupun melalui
bahan pengantar seperti handuk, sapu tangan yang digunakan
bersama.
Pencegahan penularan penyakit ini, terutama dalam keluarga
haruslah diperhatikan dengan tidak menggunakan handuk atau
sapu tangan secara bersamaan atau membiasakan mencuci
tangan.
Gejala dan tanda klinis
• Timbul secara akut,
• Mata merah dan berair,
• Biasanya mengenai dua mats.
• Edema kelopak dapat terjadi.
• Pada konjungtiva akan terlihat folikel dan sekret serosa.
• Pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan
subkonjungtiva, kemosis dan pseudomembran.
• Apabila terjadi keratitis, maka akan terlihat lesi putih di kornea
dengan bentuk pungtata di epitel atau subepitel dan dalam
keadaan berat dapat terjadi di stroma kornea.
Penatalaksanaan
• Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri.
• Pemberian steroid topikal (dapat dikombinasi dengan
antibiotika) hanya diberikan bila mata dirasakan sangat tidak
nyaman untuk mengurangi peradangan atau terjadi gangguan
penglihatan pada keratitis stromal.
1. Keratokonjungtivitis Vernal
Penyakit ini biasanya rekuren, bilateral dan terjadi pada masa
anak-anak di daerah kering dan hangat. Onset terjadi pada usia
5 tahun keatas dan berkurang setelah masa pubertas. Pada
umumnya didapatkan riwayat atopi pada pasien atau keluarga.
Gejala dan tanda klinis
• Gejala utama yang paling sering dikeluhkan adalah rasa gatal
yang diikuti dengan lakrimasi, fotofobia, mengganjal dan rasa
terbakar.
• Pada pemeriksaan dapat terlihat papil di konjungtiva tarsal
superior.
kuril(ufun: din c/V(,cduf ` efati/ran &eael/ atan JncCera 6ayi °J`erasvat J"us^es^na.s
79
• Dala 1 keadaan yang berat dapat dijumpai giant papillae atau
cobb stone.
• Di da rah limbus, gambaran klinis yang terlihat adalah nodul
berw rna putih (trantat's dot) dan bila kornea terlibat dapat
terjac i shield ulceration.
Tatalaksana
• Dala keadaan akut atau eksaserbasi akut, kortikosteroid
topik I dapat diberikan.
Fluor metolone dapat digunakan, karena mempunyai efek
meni gkatkan tekanan intraokular yang Iebih lemah daripada
deks4metason.
Korti steroid topikal dapat dihentikan bila keluhan akut telah
hilan . Mast cell stabilizers seperti natrium kromoglikat atau
lodox mid dapat diberikan untuk mencegah eksaserbasi akut.
Bila t lah dijumpai keterlibatan kornea, sebaiknya dirujuk ke
dokter- spesialis mata.
Perhatian :
Jangan pern h memberikan kortikosteroid topikal untuk jangka
panjang. Pe berian kortikosteroid topikal hanya untuk menekan
peradangan alam keadaan eksaserbasi akut dan dalam jangka
waktu pendek (3-5 hari). Bila masih sering terjadi eksaserbasi akut,
segera rujuk a dokter spesialis mata.
G. PTERIGIUM
Ulkus kornea adalah suatu keadaan infeksi pada kornea yang dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus dan imunologis.
Umumnya didahului oleh keadaan trauma pada kornea, penggunaan
lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol
dan pemakaian obat tetes mata tradisional. Ulkus kornea masih
merupakan masalah penyakit mata yang menyebabkan kebutaan
di kebanyakan negara berkembang
Penatalaksanaan
• Berikan tetes mata kloramfenikol (0,5-1%) enam kali sehari,
sekurang-kurangnya untuk 3 hari.
• Jangan diberikan antibiotika atau obat-obatan lainnya yang
mengandung kortikosteroid.
• Jangan menggunakan obat-obat tradisional.
• Segera rujuk ke dokter spesialis mata apabila didapatkan rasa
nyeri dan merah yang menetap setelah 3 hari pengobatan atau
tampak lesi putih di kornea. Tetap berikan kloramfenikol tetes
mata saat merujuk ke dokter spesialis mata atau klinik mata yang
terdekat
1. UVEITIS
Uveitis adalah selubung vaskular bola mata dan merupakan dan
merupakan lapisan dibawah skiera. Traktus uvea terdiri dari iris, badan
siliar dan koroid. Iris dan badan siliar disebut uvea anterior dan koroid
disebut uvea posterior.
Peradangan pada segmen anterior yaitu iris dan badan siliar disebut
dengan uveitis anterior, sedangkan peradangan pada segmen posterior
yaitu vitreus, papil optik, retina, koroid dan pembuluh darah retina,
urz^vefum rc/VGcrufJ"e/atzh-an
Al- ke, vehatani Y;zrtera Facyi Peraw'at / uskestaas
81
disebut uveitis osterior . Bila peradangan didapatkan pada segmen
anterior dan po terior bola mata disebut panuveitis.
Penyebab uve is anterior umumnya adalah penyakit auto-imun,
sedangkan pen ebab uveitis posterior dan panuveitis umumnya infeksi
seperti toksopl smosis , TBC, sifilis, sitomegalovirus, serta penyakit-
penyakit autoim n seperti penyakit Vogt -Koyanagi-Harada , dan penyakit
Behcet
7t uriAZuJam rL'¢n rful J"elati^an 7^,eserirtm^ ;Ji^rrera 6a^i J"erau 'aL J"us^es^r^as
82
Penatalaksanaan
• Segera rujuk ke spesialis mata
• jangan diberikan antibiotika atau obat-obatan lainnya yang
mengandung kortikosteroid.
Apabila dimungkinkan dapat diberikan antibiotika golongan
fluorokuinolon per oral seperti siprofloksasin 2 kali 750 mg.
K. PENYAKIT KELOPAK
1. Hordeolum Internum
Hordeolum internum adalah abses akut yang disebabkan oleh
infeksi stafilokokus pada kelenjar meibomian, penonjolan
mengarah ke konjungtiva
Tatalaksana:
• Bila dalam keadaan akut, dapat diberikan salep antibiotik
kloramfenikol 0,5% s/d 1%.
• Rujuk ke dokter spesialis mata apabila diperlukan tindakan
insisi atau kuretase pada keadaan nodul residual tetap ada
setelah infeksi akut.
2. Hordeolum Eksternum
Hordeolum eksternum juga disebabkan oleh infeksi stafilokokus
yang memberikan gambaran abses akut yang terlihat pada folikel
bulu mata dan kelenjar Zeis atau Moll, penonjolan mengarah ke
kulit palpebra, sering ditemukan pada anak-anak.
Tatalaksana:
• Kompres hangat,
• Pemberian salep antibiotika kloramfenikol 0,5-1%.
• Rujuk ke dokter spesialis mata apabila diperlukan tindakan
insisi dan kuretase pada keadaan nodul residual tetap ada
setelah infeksi akut.
83
Kalazion atau kista meibomian adalah lesi
kronik, steril, inflamasi lipogranolomatosa yang
disebabkan tertutupnya orifisium kelenjar
meibomian dan stagnasi sekresi sebasea.
57 I'
uril^tc.fum Car: <lV(,Cdrcl 1 efa1iran T ,ese/ ai;an Odera Gay, J"j^erawat J "u,r,(es^.+a as
I
i 84
MATERI INTI 1.4
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KEGAWATDARURATAN MATA
1. DESKRIPSI SINGKAT
Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.
85
Langkah 2 : Me nbahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator nenyampaikan materi
• Fasilitator m, minta peserta untuk menanggapi materi yang disajikan
VI. URAIAN MATE RI
A. PENDAHUL UAN
Kedaruratan mata adalah ancaman kehilangan fungsi penglihatan/
kebutaan bil a tidak dilakukan pengobatan atau tindakan segera.
Jenis kegaw atan mats :
Sangat gawp t
• Oklusi ar eri retina sentral
• Trauma N imia basa atau asam kuat
Gawat
• perforasi bola mata
• glaucom< akut
• luksasi le nsa anterior
• kompresi nervus optik
• infeksi endoftalmitis,ulkus kornea,konjuntivitis gonore)
Semi gawat
• ablasi re na
• fraktur or ita
• benda a ng dalam bola mats
B. TATALAKS/ NA KEDARURATAN MATA
1. Oklusi ar eri retina sentralis
Mendad^ k tidak dapat melihat. Faktor resiko: DM, Penyakit
Jantung i an hipertensi.
Pada per ieriksaan funduskopi ditemukan retina pucat, edema
macula d ?ngan bintik merah(cherry red spot).
Prinsip p, ngobatan :
Turunkar tekanan bola mata dengan asetazolamid 4X500 mg
Lakukan 'emijatan bola mata
Rujuk see sera
2. Trauma I imia Asam Atau Basa Kuat
Asam Ku at
Derajat k asaman (pH) < 7
Dapat be bentuk cair, padat atau gas
Contoh : %sam sulfat, asam klorida, Hidrofloride
Proses y, ng terjadi :Koagulasi protein jaringan setempat, proses
86
terbatas . Berat kerusakan sesuai jenis dan derajat keasaman
dan afinitas terhadap protein . Seperti Asam sulfat penetrasinya
lebih cepat.
Basa Kuat
Derajat keasaman (pH) > 7
Contoh : NaOH , KOH, Ca (OH)2, NH4
Plester, semen , ammonia , pemutih , mortar
Penetrasi cepat kurang dari 1 menit
Proses penyabunan komponen lemak sel, terjadi nekrosis jaringan
dan sel yang berlangsung terus.
Derajat kerusakan
bergantung pH, sifat , konsentrasi , dan cepat atau lambatnya
penatalaksanaan.
Derajat 1 : Kerusakan superficial , tidak terdapat iskemi
Derajat 2 : kornea agak suram , iskemi < 1/3 limbus
Derajat 3 : Kerusakan epitel luas, kornea suram , iskemi 1 /3 -
1/2limbus
Derajat 4 : kornea keruh , iskemi luas
3. Glaukoma Akut
Tekanan Intra Okuler mendadak sangat tinggi dapat menyebabkan
kebutaan dalam waktu yang singkat.
Tanda dan Gejala
• Mata merah
• Penglihatan kabur mendadak
• Melihat pelangi atau halo
• Sakit pada mata dan sekitarnya
• Mual dan muntah
• Dilatasi pupil , refleks cahayalambat atau negatif
• Bilik mata dangkal
• Tekanan bola mata tinggi
Prinsip pengobatan ; Turunkan tekanan bola mata segera !!
Asetazolamide 250 mg . 2 tablet sekaligus kemudian disusul
tiap 4 jam 1 tablet selama 24 jam.
ccs.^esmus.
uz-zr^zafu zrz c^uSt e1^ . t jJ"efuh'h un ^eserrrt^z^r nrrera &i ,z e I irau'at cl "
87
• Pilok rpin eye drop 2 % yang diteteskan tiap 1/2 - 1 jam
• Timo of 0,5 % 2dd
• Tete mata kortikosteroid - antibiotik 6dd
• Glis in 50 % 3X150cc
• Infus manitol 60 tts / mnt
• Seg a dirujuk
4. Trauma umpul
• Hem toma palpebra
• Perd rahan subkonjungtiva
•Hifea
• Lase asi kornea , sclera
• Sub/I ksasi lensa anterior/posterior
• Perd rahan badan kaca
• Ede a macula
• Ablat retina
• Avul nervus optik
5. Luksasi ensa Anterior
Lensa to dapat di bilik mata depan , terjadi gesekan sehingga
menyeba kan dekompresi endotel kornea. Kornea menjadi keruh/
edema . elain itu lensa menyumbat sudut bilik mata yang dapat
menyeb bkan terjadinya glaucoma. Segera rujuk.
6. Endoftal itis
Peradan an berat dalam bola mata (stafilokokus , pseudomonas).
Mata mera h dan sakit , penglihatan kabur , riwayat trauma tembus
atau op rasi, hipopion , refleks fundus (-) kekuningan.
Prinsip p ngobatan :
Antibiotik istemik dosis tinggi IV, antibiotik intra vitreal , tetes mata
Rujuk se era
7. Ablatio R tina
Definisi : aitu lepasnya lapisan sensoris retina dari pigmen epitel
retina.
Tanda da gejala klinis
• floate s
• fotop ia ( sensasi melihat kilatan cahaya)
• melih it tirai
• gang uan lapang penglihatan
• segm n anterior tenang
• visus enurun
• vitreu keruh
88
Funduskopi : refleks fundus gelap keabuan, gambaran koroid
hilang,retina menonjol, pembuluh darah berkelok-kelok, retina
bergerak-gerak, papil normal
Lapang pandang skotoma/bagian hilang bertentangan dengan
daerah yang terlepas.
Penatalaksanaan : tirah baring. Lalu segera rujuk.
8. Trauma Benda Asing Pada Mata
Terkena pentalan benda. Las atau bubut.mata terasa sakit, merah
dan berair.
Pengobatan :
• Anestesi topical pantokain 0,5 %
• Ekstraksi corpus alienum
• Bed betadine
• Tetes mata antibiotik 6 kali sehari
• Bila terjadi infeksi , rujuk
9. Benda Asing Intraokuler
Terdapat riwayat pentalan benda, penglihatan terasa kabur.
Dapat menyebabkan ruptur kornea ataupun sclera dan katarak
traumatic.
Corpus alienum dapat berupa :
Metal dapat berupa besi atau logam. Bila bersifat iritatif harus
segera dikeluarkan.
Non metal : kaca, kayu
Inert; kaca tidak menimbulkan iritasi
Prinsip pengobatan:
• beri ATS
• Antibiotika sistemik dan topical
• Lakukan pembalutan lalu segera dirujuk.
Prinsip pengobatan :
• Beri ATS
• Jahit luka
• lalu segera dirujuk.
.,uril + um dan ^li/Lccf cl J"elrti/zan ^e, se/+ etas ^rrrCeru layi ° eraw'at J'u .s^esma,
89
MATERI INTI 1.5
ASU IAN KEPERAWATAN PENYAKIT MATA
1. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini akan me berikan penjelasan tentang jenis penyakit mata penyebab
kebutaan, untuk elakukan asuhan keperawatan penyakit mata di
Puskesmas.
90
i
6. Melakukan evaluasi keperawatan
7. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan
Pengkajian keperawatan
1. Asuhan keperawatan Katarak
2. Asuhan keperawatan Glaukoma
3. Asuhan keperawatan Kelainan refraksi
4. Asuhan keperawatan Xeroftalmia
5. Asuhan keperawatan mata merah
Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.
A. PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan di Puskesmas,
maka asuhan keperawatan diberikan tidak terbatas hanya pada
sasaran individu, melainkan juga pada sasaran keluarga.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit mempengaruhi
perilkau keluarga dalam menyelesaikan masalah kesheatan keluarga.
Misalnya sering ditemukan keluarga menganggap gangguan
penglihatan merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi pada anak-
anak dan akan sembuh sendiri atau keluarga memberikan ramuan
tradisional yang kadangkala dapat mengganggu fungsi penglihatan.
Oleh karena itu keluarga perlu memahami cara melakukan perawatan
dan pemeliharaan kesehatan.
y ,ccri (ulurrr rla^r JV(, 1 eJflz/ t» eserirtar: rrclera 6a^i P ruWat °^us^esxras
91
PERAWATAN PADA KELUARGA YANG MENGALAMI
VITIS
1. Pengkaji n Keluarga
Data bi rafi kepala keluarga meliputi : nama KK, umur,
pendidik n, pekerjaan, suku, agama.
Tipe kelu rga dan jumlah keluarga
Penghas an keluarga
Lingkung n : luas rumah, ventilasi, sinar matahari, kebersihan
rumah, k biasaan, kepadatan lingkungan tempat tinggal, sumber
polusi ya g menyebabkan iritasi pada mata
Struktur eluarga : pola komunikasi, pengambil keputusan,
perubah n peran
Nilai atau budaya terkait dengan TB
Fungsi P rawatan keluarga : Adanya salah satu anggota atau
beberap anggota keluarga yang mengalami konjungtivitis ,
perhatia keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit,
kemamp an keluarga mengenal penyakit konjungtivitis,
kemamp an keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi
penyakit onjungtivitis, kemampuan keluarga merawat anggota
keluarga ang mengalami konjungtivitis, kemampuan keluarga
memanf tkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi penyakit
konjungti itis
Stress da koping keluarga : Stressor akibat penyakit konjungtivitis,
pola pen nganan masalah yang digunakan, sistem dukungan
yang ada
Pengkaji fisik : kelopak mata bengkak , mata terasa gatal, mata
terasa erpasir, ada kotoran mata, dan mats merah
2. Diagnos Keperawatan
Resiko to adi penularan infeksi mata (konjungtivitis) berhubungan
dengan k tidakmam puan keluarga merawat anggota keluarga
yang me galami infeksi mata (konjungtivitis)
3. Perenca aan Keperawatan
Tujuan U um
Keluarga dapat melaksanakan upaya-upaya pencegahan
penyebar n infeksi mata pada keluarga
Tujuan k usus
Keluarga apat :
• Meng nal penyakit konjungtivitis, meliputi, pengertian,
penye ab, tanda dan gejala.
• Meng mbil keputusan untuk mengatasi konjungtivitis
,uri{^ufccrn .lust ^/v(,c aJJ "efxti/r.cn eseiata i Jnd ra jiayi c^eraWat ^ c.s^esrr^as
93
e. Kelu rga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi
pen akit konjungtivitis.
1) Jela kan kepada keluarga tentang fasilitas kesehatan yang
dapa t digunakan untuk mengatasi penyakit konjungtivitis
2) Moti asi keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan
yan dapat digunakan
4. Intervensi keperawatan
a. Pencegahan primer
Lakukan penyuluhan/promosi kesehatan pada kelompok-
kelompok masyarakat yang rentan terhadap masalah
kesehatan atau infeksi konjungtivitis/ mata merah.
Lakukan pemasangan poster atau spanduk terkait dengan
upaya pencegahan atau penanganan infeksi konjungtivtis/mata
merah
Himbauan untuk melakukan kerja bakti lingkungan tempat
tinggal yang memungkinkan untuk berkembang biak
mikroorganisme atau kuman.
Himbauan dan melakukan advokasi dalam upaya untuk
mengurangi sumber-sumber polusi udara di lingkungan tempat
tinggal (misalnya asap kendaraan atau asap industri, dll)
Pencanangan gerakan bebas polusi dilingkungan tempat
tinggal
b. Pencegahan sekunder
Deteksi dini/ penemuan kasus penderita konjungtivitis/mata
merah di komunitas.
Lakukan pemeriksaan kontak serumah bagi para penderita
konjungtivitis/mata merah
Lakukan tindakan pencegahan penularan konjungtivitis/mata
merah pada anggota keluarga yang tidak terkena dan
masyarakat sekitarnya.
95
Ruju penderita konjungtivitis/mata merah untuk mendapat
peng batan secara tepat di Puskesmas
Laku an perawatan penderita dan keluarga yang mengalami
konj ngtivitis/ mata merah melalui kunjungan rumah
iatart :7r:rlera F
,czri cclisrn Aare clf2octttlx elaLYrrarr es^er ia z Arawat 5 is. eatinas
97
VI. URAIAN MATE I
A. PENDAHUL AN
Telinga terba i dalam telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Kedua telinga rfungsi sebagai alat pendengaran dan alat keseimbangan.
TELINGA L R
Telinga luar rdiri dari daun telinga, Jiang telinga dan gendangan/
membrane ti pani.
Daun telinga ibentuk oleh kerangka tulang rawan dilapisi kulit yang
melekat erat adanya. Bagian bawah daun telinga disebut lobulus,
tidak memp yai tulang rawan dan hanya terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi ulit.
Liang telinga erupakan saluran yang panjangnya 2-3 cm pada orang
dewasa dan ada anak 1,5 - 2 cm. Dua pertiga luar dibentuk oleh
tulang rawan dan sepertiga dalam oleh tulang dan dilapisi kulit. Kulit
yang melapi i bagian sepertiga luar mempunyai kelenjer serumen
dan folikel ra but dan melekat erat pada tulang rawan/ perikondrium,
sehingga ap bila terjadi peradangan pada folikel rambut akan timbul
rasa nyeri ya hebat. Hal ini dapat diketahui bila daun telinga tersentuh
atau tertarik. ulit yang melapisi duaperttiga dalam tidak mengandung
tidak menga ung folikel rambut. Epitel kulitnya berfungsi mendorong
kotoran atau ecret dari dalam ke luar, sehingga Jiang telinga dapat
bersih teru Kelenjer serumen yang menghasilkan serumen
berfungsi me cegah masuknya serangga.
Gendangan tau membran timpani, mempunyai garis tengah kurang
lebih 1 cm n bagian tengahnya disebut umbo. Gendangan ini
merupakan elaput yang terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan luar
berasal dari pitel kulit Jiang telinga, lapisan tengah berupa jaringan
ikat dan lapi an dalam terdiri dari mukosa kavum timpani. Bagian
atas gendan n disebut pars flaccida dan bagian bawah disebut pars
tensa yang erupakan bagian gendangan yang berperan terhadap
gelombang b nyi.
Pada pemen saan dengan lampu kepala atau otoskop tampak putih
seperti mutia a, transparan. Pantulan sinar akan membentuk refleks
cahaya berb ntuk kerucut (cone of light). Bila gendangan pecah,
refleks caha a ini hilang. Telinga luar berfungsi mengumpulkan
gelombang b nyi dan menentukan arah bunyi dan diteruskan melalui
Jiang teling ke gendangan dan seterusnya ke telinga bawah.
TELINGA T NGAH
Telinga teng h atau kavum timpani merupakan ruangan yang berisi
mss
udara dengan volume kurang lebih 2 cm. Di dalamnya terdapat 3
tulang pendengaran yaitu maleus, inklus dan stapes.
Maleus, tulang yang paling besar dan letaknya menempel pada
gendangan , inklus terletak ditengah dan stapes menempel pada
tingkap lonjong foramen ovale. Infeksi telinga tengah dapat meluas
ke organ sekitamya, ke atas dapat terjadi meningitis atau abses otak,
ke belakang ke kavum mastoid dapat terjadi mastoiditis, ke medial
ke telingan dalam dapat terjadi labiringitis dan ke bawah dapat
mengenai saraf fasial.
Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan telinga
dengan nasofaring dan berfungsi mengatur keseimbangan tekanan
udara dalam telinga tengah dengan dunia luar.
Keadaan ini diperlukan supaya gendangan tidak rusak akibat perubahan
tekanan udara tiba-tiba seperti waktu naik pesawat terbang atau terjun.
Pada keadaan istirahat ostium tuba Eustachius di nasofaring selalu
tertutup dan akan terbuka waktu menelan dan bercakap-cakap. Selain
mengatur tekanan dalam telinga tengah, tuba eustachius mukosanya
mempunyai silia yang berfungsi menyapu secret dad telinga tengah
ke nasofaring. Telinga tengah berfungsi menyalurkan impuls dari
gendangan ke telinga dalam melalui rantai tulang-tulang pendengaran
dan intensita suara diperbesar + 18 kali.
TELINGA DALAM
Telinga dalam berisi organ koklea ( rumah siput) dan vestibuler.
Koklea berbentuk dua setengah lingkaran yang berisi cairan perilimf
and endolimf yang dipisahkan oleh selaput yang tipis. Gelombang
bunyi dengan frekuensi tinggi tertentu akan meransang membran
basalis sesuai dengan frekuensi tersebut. Frekuensi tinggi terletak
pada bagian basal koklea dan frekuensi rendah puncak koklea. Saraf
auditorius akan membawa impuls dad koklea ke pusat pendengaran
melalui saraf akustikus.
ORGAN VESTIBULER
Terdiri dari 3 kanal semiservikal yang letaknya horizontal, superior
dan posterior. Organ vestibuler ikut mengatur keseimbangan tubuh
bersama-sama otot-o tot mata, cerebellum (otak kecil ) dan otot serta
saraf proprioseptif.
PERSARAFAN SENSORIS TELINGA
Telinga luar melalui saraf C2 dan C3 (n aurikularis mayor), n oksipital
(n C2), saraf aurikulo temporal (n V ) cabang sensoris n Fasial ( n.
VII) dan n Vagus (n. x ).
Telinga tengah melalui n Glosofaring (N.IX).
Telinga dalam tidak ada.
99
MATERI INTI 11.2.
PE ERIKSAAN TELINGA SEDERHANA
1. DESKRIPSI SI GKAT
Pemeriksaan tell ga dan pedengaran merupakan Iangkah kegiatan tahap
awal yang ha us dilakukan untuk menetukan diagnosis dan
penatalaksanaa penyakit telinga dan gangguan pendengaran. Seorang
tenaga kesehata di Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan
indera pendenga an harus mampu melakukan pemeriksaan telinga dasar
yang menjad kompetensi dokter umum di Puskesmas.
Modul ini akan menjelaskan bagaimana Iangkah-Iangkah dan Cara
melakukan pem riksaan telinga dan pendengaran dengan baik dan
benar.
100
Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan materi sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
V /
1duI1'. eastachian
t nbc (appnaximalcly Back of
al 4 •• angle)
throat
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari
• Daun telinga/ aurikula/ pinna
Liang telinga
Membran timpani/ gendang telinga
101
Daun telin a/aurikula/pinna
• Tulang r wan/ kartilago
• Ditutup ulit, mengandung elenjar rambut & kel. sebasea
• Bentuk erupa tonjolan & lekukan:
heliks
antihel ks
konka
tragus
antitra us
lobul
• Fungsi: engumpulkan suara
Liang Telin a
• Mulai da i konka sampai membran timpani, panjang + 2,5 cm,
diameter 0,75 cm
• 1/3 luar rdiri atas tulang rawan(kartilago)
ditut pi oleh kulit yang mengandung kelenjar sebasea, kel.
seru en, & rambut
panj ng + 8 mm
• 2/3 data terdiri atas tulang
bentu Iebih sempit
panjan + 16 mm
Membran timpani
• Bentuk ak lonjong
• Diamete atas-bawah: 9 mm
• Diamete depan-belakang: 8 mm
• Tebal0, mm
• Terdiri at as 2 bagian, yaitu:
- Pars aksida
- Pars ensa
TELINGA NGAH
• Rongga elinga tengah / kavum timpani
• Tuba Eu tachius
• Rongga mastoid
TELINGA LAM
Terdiri atas bagian:
• Bagian d pan : bagian pendengaran disebut koktea
• Bagian elakang: vestibulum dan kanalis semisirkularis,
merupak i n organ keseimbangan
uri hcc (zsm c^zn t chi zl e{u^ir^n esC / (tuie ^itrlerr a z l "ercrwat us e s^RCrs
102
Fungsi telinga ada 2 yaitu
1. Untuk Pendengaran
• Fungsi proteksi: melindungi diri dari sesuatu yang
membahayakan diri
• Fungsi komunikasi mendengar berbicara
• Fungsi emosional ; kenikmatan
2. Keseimbangan
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran berikut ini membutuhkan kerjasama
antara pemeriksa dan terperiksa. Oleh sebah itu hanya dapat
dilakukan pada orang dewasa atau anak-anak yang koperatif. Cara
pemeriksaan khusus untuk bayi atau anak-anak yang lebih kecil dan
tidak koperatif akan dibahas lebih dalam.
103
Tes berbisik
1. Tes Pen Ia
Tes ini m rupakan tes kualitatif.
a. Tes Rinn
Memban ingkan hantaran melalui udara ( air conduction = AC)
dan hant ran melalui tulang ( bone conduction=BC)
Cara Pe eriksaan :
Penala 5 2 Hz digetarkan, kemudian dasar penala diletakkan
pada pro esus mastoid telinga telinga yang sedang diperiksa.
Jika oran yang diperiksa tidak mendengar bunyi lagi, penala
dipindah an ke depan Jiang telinga, kira-kira 2,5 cm jaraknya
dari Jiang elinga.
Penilaia :
Bila inter itas hantaran udara (AC) lebih baik dari intensitas
hantaran ulang (BC), maka disebut Rinne positif, artinya telinga
yang dip riksa normal atau menderita tuli syaraf. Bila intesitas
hantaran udara lebih buruk dari intensitas hantaran tulang
(AC<BC), maka disebut Rinne negatif , artinya pada telinga yang
diperiksa erdapat tuli konduktif.
b. Tes Web r
Memban ingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.
Cara pe eriksaan:
Penala di etarkan, kemudian dasar penala diletakkan pada garis
tengah ke ala( ubun-ubun, glabela, dagu, atau pertengahan gigi
seri). Pali g sensitive bila diletakkan di pertengahan gigi serf.
Penilaia :
Bila tidak ada lateralisasi, berarti kedua telinga normal. Bila
terdapat I teralisasi ke telinga yang sakit, berarti telinga tersebut
menderit tuli konduktif, sedangkan bila lateralisasi ke telinga
yang seh t, berarti telinga yang sakit menderita tuli syaraf.
uri F f diu
is um ^ rCulJ"el^rtzra^i e.se/atax ^r^^eru6ayi P rawal J"u.s& nas
104
Cara Pemeriksaan :
Penala digetarkan kemudian dasarnya diletakkan pada prosesus
mastoid yang diperiksa. Bila sudah tidak terdengar lagi penala
dipindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa. Bila masih
terdengar, maka kesannya pendengaran orang yang diperiksa
memendek. Apabila pemeriksa juga tidak mendengar pada waktu
penala dipindahkan, maka tes diulangi lagi. Penala digetarkan
kembali dan diletakkan pada prosesus mastoid pemeriksa lebih
dulu. Bila sudah tidak terdengar lagi dipindahkan pada yang
diperiksa.
Penilaian :
Telinga yang diperiksa normal, apabila hantaran melalui tulang
(BC) pasien sama dengan pemeriksa. Bila hantaran tulang (BC)
pasien lebih panjang dari pemeriksa, disebut Schwabach
memanjang, berarti pada telinga pasien yang diperiksa tyerdapat
tuli konduktif. Bila hantaran melalui tulang(BC) pasien lebih
pendek dari dari p[emeriksa, terdapat tuli perseptif ( tuli syaraf).
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
105
• Tuli s dang : 41 - 60 dB
• Tuli b rat : 61 - 90 dB
• Tuli s ngat berat : > 90 dB.
107
MATERI INTI 11.3
GEJA , DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
PENYAKIT- PEN AKIT TELINGA UTAMA PENYEBAB KETULIAN
1. DESKRIPSI S 1 GKAT
Diagnosis kelai an dan penyakit telinga serta gangguan pendengaran
ditegakkan ber asarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, khususnya
telinga, hidung dan tenggorok serta pemeriksaan penunjang yang
diperlukan.
Penyakit-penya it telinga yang paling banyak menyebabkan gangguan
pendengaran an ketulian adalah OMSK, Presbikusis, gangguan
oendengaran kibat bising (NIHL), tuli kongenital dan gangguan
pendengaran lai nya. Di samping itu jugs ada penyakit-penyakit telinga
yang dapat me gakibatkan gangguan pendengaran dan ketulian yang
kasusnya jaran di masyarakat, tapi dapat membahayakan sepertii
ototoksisitas, den lain-lain.
Modul ini aka memberikan penjelasan tentang jenis penyakit,
menegakkan diagnosis dan bagaiman penatalaksanaan penyakit telinga
yang dapat me yebabkan gangguan pendengaran di Puskesmas dan
kapan harus dir juk ke Rumah Sakit
II. TUJUAN PEM ELAJARAN
Tujuan Pembel jaran Umum
Setelah mengik ti pelatihan ini peserta mampu menetapkan diagnosis
samapai deng n melakukan tatalaksana penykit-penyakit telinga.
Tujuan Pembe jaran Khusus
Peserta mamp :
1. Menjelaskan angkah-Iangkah diagnosis penyakit OMSK, presbikusis,
tuli kongenit I, NIHL dan penyeklit telinga lain
2. Menetapkan Jiagnosis penyakit OMSK, presbikusis, tuli kongenital,
NIHL dan pe iyeklit telinga lain
3. Melakukan t to laksana penyakit OMSK, presbikusis, tuli kongenital,
NIHL dan pe yeklit telinga lain
Ill. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN
1. Diagnosis den Tatalaksana OMSK
2. Diagnosis d n Tatalaksana Presbikusis
3. Diagnosis d n Tatalaksana Tuli kongenital
4. Diagnosis d n Tatalaksana NIHL
5. Diagnosis d e n Tatalaksana Ototoksisitas
6. Diagnosis d 1 Tatalaksana Serumen
7. Diagnosis d 1 Tatalaksana Otitis Eksterna
8. Diagnosis d Tatalaksana OMA
108
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
• Buku-buku tentang Ilmu Penyakit THT
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi VI. 2007( Editor Efiaty
Arsyad dkk)
2. Panduan Pelaksanaan Baku Otitis Media Supuratif Kronik di
Indonesia . Kelompok Studi Otologi PERHATI -KL,2002 (Editor,
Damayanti Soetjipto dkk)
• Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera pendengaran di Puskesmas
• Modul pelatihan
Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan mated sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
\.^4^ r[ /^Ulib !!i cCa, ^.Ji ccf / ^l" efat,' Iiax, e.reratan rt errr bajri J e7awUt ^usJ^esmas
109
VI. URAIAN MATE I
Pada pemeriksa 3n
• Otoskopi : pE rforasi membran timpani
• Audiometri n ada murni:
• Tuli kondukti
• Tuli campur
• Tuli saraf
,urir( urum rlu^r ^JV(,c$ctf ,T /ati/aJ, 7^^e se/rutan _ "uCera F.y J"erawflt J"csskesic,u.s
110
B. TULI KONGENITAL (TUNA RUNGU DAN TUNA WICARA)
Gangguan pendengaran pada bayi / anak yang terjadi sejak lahir
1. Sebab gangguan pendengaran pada anak
Bayi baru lahir (0 - 28 hari) dengan resiko tinggi terjadinya
gangguan pendengaran dan ketulian seperti yang dikemukakan
oleh American Joint Committee on Infant Hearing (2000 ) memiliki
faktor resiko sebagai berikut : Riwayat keluarga dengan gangguan
pendengaran pada masa anak-anak
• Riwayat infeksi TORCHS (Toksoplasma, Rubela,
Cytomegalovirus, Herpes,Sifilis) pada kehamilan
• Kelainan bentuk pada kepala dan wajah,termasuk kelainan
pada pinna dan Jiang telinga
• Berat badan lahir rendah (< 1500 gram )
• Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar
• Penggunaan obat obat ototoksik
• Meningitis bakterialis
• Asfiksia dengan nilai Apgar 0 - 4 pada menit pertama atau
0 - 6 pada 5 menit pertama
• Penggunaan ventilasi mekanik selama 5 had atau lebih
• Terdapat kelainan lain yang merupakan sindrom tertentu yang
diketahui melibatkan gangguan pendengaran sensorineural
atau konduktif
Bayi yang mempunyai 1 faktor risiko mempunyai kecenderungan
mengalami gangguan pendengaran 10,2 kali lebih besar
dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki faktor resiko.
Sedangkan bila terdapat 3 risiko akan mempunyai kecenderungan
menderita ketulian 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang
tidak mempunyai faktor resiko
Pada ibu hamil penyakit atau kelainan yang terjadi terutama
pada trimester pertama karena perkembangan organ yang belum
sempurna misalnya akibat infeksi TORCHS (Toksoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes dan Sifilis), trauma, obat yang
dapat mempengaruhi pendengaran pada janin didalam
kandungan. Ini dikenal sebagai faktor resiko non genetik,
sedangkan faktor resiko genetik apabila ada riwayat ketulianlgangguan
pendengaran dalam keluarga. Bila melibatkan kelainan pada organ
lain yang kita kenal sebagai suatu sindrom sedangkan dikatakan
nonsindrom apabila hanya menyebabkan gangguan pendengaran.
Sindrom Rubella merupakan banyak kealinan yang sering ditemukan,
yang ditandai oleh katarak kongenital, tuli sensorineural dan kelainan
jantung.
111
Katarak congenital pada sindroma
Rubela
7^uri.Eu/u»e r/.irn ^rrc/^ efrrf.7 dun keveCuta-re Jied-eru Gi i J"erawat el"res&.s nrre
112
2. Habilitasi
Usia kritis seorang anak untuk proses belajar mendengar dan
berbicara adalah sekitar 2-3 tahun. Seorang anak yang diketahui
menderita ketulian maka upaya habilitasi pendengaran (memberikan
kemampuan mendengar pada seseorang yang sebelumnya belum
pernah memiliki ) dilakukan secara dini. Pada anak dengan tuli saraf
berat habilitasi dilakukan dengan pemberian alat bantu dengar
hearing aid) yang sesuai , dan jugs penilaian tingkat kecerdasan
oleh psikolog anak yang akan menentukan SLB mana yang dipilih.
SLB - B merupakan tempat pendidikan khusus untuk anak tunarungu
sedangkan SLB - C apabila disertai dengan retardasi mental.
Pendidikan khusus ini sebaiknya dimulai sejak anak berusia 2 tahun
pada SLB yang memiliki Taman Latihan dan Observasi (TLO). Proses
habilitasi ini membutuhkan kerjasama antara orang tua / keluarga
penderita, guru, Psikolog anak, Ahli terapi wicara, Audiologist serta
dokter spesialis THT.
Apabila dengan alat bantu dengar sedikit atau tidak ada manfaatnya
maka implantasi koklea merupakan salah satu pilihan. Implan koklea
merupakan suatu perangkat elektronik yang memungkinkan seorang
anak mendengar sehingga dapat meningkatkan kemampuan
berkomunikasi seorang penderita tuli saraf berat. Untuk menjadikan
seseorang menjadi kandidat implan koklea maka harus memenuhi
beberapa persyaratan dan menjalani pemeriksaan audiologik yang
lengkap dan pemeriksaan radiologik ( CT Scan ) untuk menilai
anatomi koklea, kemudian diputuskan oleh tim yang terdiri dari
dokter THT, audiologist, ahli terapi mendengar / terapi wicara, guru
khusus untuk anak tuna rungu. Perangkat alat ini terdiri komponen
luar yang terdiri dari : mikrofon, Speech processor ( SP), kabel
penghubung mikrofon dengan Speech Processor, transmiter.
Komponen dalam terdiri dari reseiver serta elektroda.
Mekanisme kerja dari implan koklea yaitu impuls suara akan ditangkap
oleh mikrofon akan diteruskan ke speech processor melalui kabel
penghubung. Speech Processor akan menyeleksi informasi suara
yang masuk dan membuat pengkodean yang akan diteruskan ke
transmiter. Selanjutnya dengan menembus kulit akan diteruskan ke
reseiver dan kode suara akan diubah menjadi sinyal listrik dan
dikirim ke elektroda yang sesuai dan diteruskan ke serabut saraf.
l^,uri.( vcfurn rra^r ^lf/Go^^^J"eli2z/iarr K-v e/rata lzc era,iafi e/' erawat J 'css c^^rtas
113
Alat akan diaktifkan 2- 4 minggu
setelah operasi secara bertahap
untuk memberi kesempatan anak
beradaptasi dengan suara yang
didengar. Secara berkala akan
dilakukan mapping / pemetaan
yaitu penentuan suara keras
ESPrspecch Pr«
' . U.r .., dan terlemah ya ng d apa t dit eri ma
+or
pada setiap elektroda dan anak
dilatih untuk mendengar.
Sebaiknya op rasi dilakukan pada usia sekitar 2 tahun. Keberhasilan
ditentukan of h banyak faktor antara lain seleksi pemilihan kandidat,
operasi dan y ng tak kalah penting adalah saat habilitasi • Masalah
yang dihada i yaitu mahalnya alat, tidak semua daerah memiliki
fasilitas dan umber da ya manusia yang melakukan operasi
audiologist m upun terapi mendengar dan berbicara.
3. Penatalla l o snaan di Puskesmas
Identifika i bayi / anak yang diduga mengalami gangguan
pendeng ran / ketulian sejak lahir
• Bayi tidak kaget bila mendengar suara keras
• Bayi tidur idak pernah terganggu oleh suara bising atau gaduh
• Bayi bel m berceloteh/mengoceh pada umur 1 tahun
• Anak terl bat bicara
• Anak bica a tidak benar ucapannya
• Anak belu dapat berbicara
Ruri/^ulu^rt (Can ^( Czs/ ^^atl^an esefiutan J., wCeraGazi I rawest J ' t Akesr.:as
1 114
Auropalpebral ( mengejapkan mata)
Eye widening (melebarkan mata)
Grimacing ( mengerutkan wajah)
Cessation ( berhenti menyusu)
- Heart rate meningkat
Moro/ Startle ( paling konsisten; menarik ekstremitas ke
median )
Usia 4 - 7 bulan
4 bulan : menoleh/ memutar kepala dalam bidang horizontal
(lemah /blm konsisten )
7 bulan : horizontal cepat ; kearah bawah masih Iemah
Usia 7 - 9 bulan
Memutar kepala dengan cepat kearah sumber bunyi ( horizontal,
bawah); kearah atas kepala belum konsisten
Usia 9 - 13 bulan
12 bulan : mencari sumber bunyi dari arah atas dengan cepat
■ 13 bulan dapat melokalisir sumber bunyi dari semua arah
dengan cepat
B. UNTUK ANAK
B.I. BEHAVIORAL RESPONSE
Penatalaksanaan
Bila ada kecurigaan penyebab keterlambatan bicara atau belum dapat
bicara adalah kurang pendengaran, maka bayi atau anak tersebut
dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas peralatan.
Z4TC/^tLJ it ZR chit J J I45 fctY/[Lilt _ " L'A at flit lf'f.v- i li(lyi YL'rawat JuJke.SFiia
115
PENDAHULUA
Ototoksik adala obat-obatan yang menyebabkan reaksi toksik pada
telinga dalam ( klea dan labirin). Obat-obatan yang mengakibatkan
kerusakan pada sisitim pendengaran disebut sebagai kokleotoksik,
sedangkan yang enyebabkan kerusakan sistim keseimbangan dikenal
sebagai vestibu otoksik.
Manfaat obat-o atan yang bersifat ototoksik harus dipertimbangkan
dengan kemung inan terjadinya kerusakan pada sistim pendengaan
dan keseimbang in.
Pada abad ke 19 Kina, Salisilat dan Oleum Chenopodium telah diketahui
dapat menimbulk n tinitus, kurang pendengaran dan gangguan vestibuler
(Schwabach 18 9, North 1880). Pada tahun 1940 Werner melakukan
tinjauan kepusta aan yang terdahulu dan menerangkan efek ototoksik
dari berbagai ma am zat termasuk arsen, etil, dan metil, alkohol, nikotin,
toksin bakteri dar senyawa-senyawa logam berat. Dengan ditemukannya
antibiotik strepto isin, kemoterapi pertama yang efektif terhadap kuman
tuberkulosis, m jadi kenyataan juga terjadinya penyebab gangguan
pendengaran an vestibuler (Hinshaw dan Feldman 1945)
116
dengan menghentikan segera pengobatan . TO ringan juga pernah
dilaporkan sebagai akibat antibiotik Aminoglikosida tetapi biasanya
menetap atau hanya sebagian yang pulih. Kurang pendengaran yang
disebabkan oleh pemberian antibiotik biasanya terjadi setelah 3 atau
4 hari , tetapi mungkin akan lebih jelas setelah dosis pertama.
TO akibat ototoksik yang menetap malah dapat terjadi berhari-hari,
berminggu - minggu atau berbulan -bulan setelah selesai pengobatan.
Biasanya tuli bersifat bilateral, tetapi tidak jarang yang unilateral.
Kurang pendengaran akibat pemakaian obat ototoksik bersifat tuli
sensorineural. Antibiotik yang bersifat Ototoksik mempunyai ciri penurunan
yang tajam untuk frekuensi tinggi pada audiogram , sedangkan diuretik
yang dapat menimbulkan ototoksisitas biasanya menghasilkan audiogram
yang mendatar atau sedikit menurun.
Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan ototoksisitas sangat
sering oleh karena pemberian gentamisin dan streptomisin. Terjadinya
secara perlahan -lahan dan beratnya sebanding dengan lama dan jumlah
obat yang diberikan serta keadaan fungsi ginjalnya . Gangguan
keseimbangan badan dan sulit memfiksasikan pandangan terutama
setelah perubahan posisi.
Antibiotik aminoglikosida dan loop diuretics adalah dua dari obat-obat
ototoksik yang potensial berbahaya yang biasa dijumpai.
1. Aminoglikosida
Tuli yang diakibatkan bersifat bilateral dan nada tinggi, sesuai dengan
kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea; walaupun
demikian unilateral atau gangguan vestibuler dapat terjadi.
Obat-obatan terebut adalah:
Streptomisin, Neomisin, Kanamisin, Gentamisin, Tobramisin, Amikasin
dan yang bare adalah Netilmisin dan Sisomisin. Netilmisin mempunyai
efek seperti gentamisin tetapi sifat ototoksitasnya jauh lebih kecil.
Sisomisin juga mempunyai efek ototoksisitas yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan aminoglikosida - aminoglikosida lain.
2. Eritromisin
Gejala pemberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah
kurang pendengaran subjektif, tinitus yang menetap dan kadang-
kadang vertigo . Pernah dilaporkan bahwa terjadi : tuli sensorineural
nada tinggi bilateral dan tinitus setelah pemberian intravena dosis
tinggi atau oral . Biasanya gangguan pendengaran dapat pulih setelah
pengobatan dihentikan.
:,eJurn d ut c1V(; d ] ` ilat7^f rye': ^,eseFe.r rrn JJ d«u cfr i <'le -a.K arc J ^s.^^rnr^
117
Antibiotik lain eperti Vankomisin , Viomisin , Capreomisin , Minosiklin
dapat meng kibatkan ototoksisitas bila diberikan pada penderita
yang tergang u fungsi ginjalnya.
3. Loop diureti s ethacryacid , furosemide dan bumetanide adalah
diuretik yan kuat yang disebut loop diuretik karena dapat
menghambat reabsorsi elektrolit-elektrolit dan air pada cabang naik
dari lengkung n Henle . Walaupun diuretik tersebut hanya memberikan
sedikit efek s mping tapi menunjukan derajat potensi ototoksisitas,
terutama bila diberikan kepada penderita dengan insuvisiensi ginjal
secara intra na. Biasanya gangguan pendengaran yang terjadi
ringan tetapi ada kasusu - kasus tertentu dapat menyebabkan tuli
permanen.
4. Obat anti infl masi salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan
tuli sensorine ral frekuensi tinggi dan tinitus. Tetapi bila pengobatan
dihentikan p ndengaran akan tuli dan tinitus akan hilang.
5. Obat anti ma aria
Kina dan chin -o queen adalah obat anti malaria yang biasa digunakan,
efek ototoksi tasnya berupa bantuan pendengaran dan tinitus.
Tetapi bila p gobatan dihentikan biasanya pendengaran akan tuli
dan tinitusny hilang . Perlu dicatat bahwa Kina dan chloro queen
dapat meialu plasenta dan pernah, ada laporan kasus tentang tuli
kongenital d n hipoplasi koklea karena pengobatan malaria waktu
ibunya hamil
6. Obat anti to or
CIS platinum gejala yang ditimbuikan sebagai ototoksisitas adalah
tuli subjektif, tinitus dan otalgial , tetapi dapat juga disertai dengan
gangguan k seimbangan . TO biasanya bilateral dimulai dengan
frekuensi ant ra 6 Khz dan 8 Khz kemudian terkena frekuensi yang
lebih renda Kurang pendengaran biasanya mengakibatkan
menurunnya hasil speech discrimination score. Tinitus biasanya
samar-sam r. Bila tuli ringan pada penghentian pengobatan
pendengara akan pulih tetapi bila tulinya berat biasanya menetap.
7. Obat tetes to inga topikal
Banyak ob t tetes telinga mengandung antibiotik golongan
aminoglikos seperti: neomisin dan polimiksin B. Terjadinya ketulian
karena obat ersebut dapat menembus membran jendela bundar
(round wind w membrane). Walaupun membran tersebut pada
manusia lebi tebal 3x dibandingkan pada baboon (+- 65 mikron)
tetapi dari ha it penelitian masih dapat ditembus obat-obatan tersebut.
Sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotik
aminogliko ida diperuntukan untuk infeksi telinga luar.
Hal-Hal Yang Pokok
1. Gentamisin masih merupakan aminoglikosida pertama yang
digunakan pada pusat-pusat kesehatan obat-obat baru seperti
tobramisin, amikasin dan netilmisin telah beredar sebagai usaha
untuk mengatasi resistensi pseudomonas.
2. Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen yang bisa
menginfeksi otitis eksterna maligna.
3. Netilmsin secara aktif bersifat sinergis dengan antibiotik B-Laktam
setara atau lebih kuat daripada aminoglikosida yang lain.
4. Data yang ada menunjukan bahwa gentamisin , netilmisin dan
tobramisin mempunya derajat yang sama dalam hal toksisitasnya
terhadap ginjal.
5. Pada manusia tidak dapat terlihat perbedaan ototoksisitas bila
gentamisin dibandingkan dengan amikosin atau netilmisin.
6. Banyak penyelidikan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna dalam derajat toksisitas terhadap telinga atau ginjal antara
pasien anak yang diobati dengan aminoglikosida dan kontrol yang
tidak mendapatkan pengobatan.
7. Hanya 3% dosis oral dari suatu aminoglikosida yang diabsorsi di
saluran pencernaan.
8. Ginjal yang menurun fungsinya, menurun pula derajat ekskresinya
dan dapat mengakibatkan akumulasi dari suatu aminoglikosida di
dalam darah dan jaringan yang cukup untuk menyebabkan keracunan
pada telinga dan ginjal.
9. Efek toksis aminoglikosida-aminoglikosida lebih mungkin terjadi
pada pasien-pasien dengan yang fungsi ginjalnya diragukan.
10. Kerusakan akut pada sistim pendengaran biasanya didahului oleh
tinitus. Kehilangan pendengaran sebagai akibat pengguna
aminoglikosida mempengaruhi frekuensi-frekuensi tinggi; bila
kerusakan berlanjut frekuensi-frekuensi rendah juga akan terkena.
11. Efek utama yang dapat dilihat adalah hilangnya sel-sel rambut yang
dimulai dari putaran basal koklea.
12. Pada penelitian randomize blind studies, tentang ototoksisitas
gentamisin dan tobramisin terlihat derajat toksisitas antara 10%
sampai 15%.
13. Pengobatan bersama-sama antara aminoglikosida dengan loop
inhibiting diuretics seperti etacrynicacid dan furosemide
mengakibatkan otototksisitas aminoglikosida.
14. Etacrynicacid menyebabkan kerusakan seluler pada stria vaskularis,
limbus spiralis dan sel-sel rambut koklea dan vestibuler pada binatang
percobaan.
15. Bukti secara anekdot menunjukan bahwa penggunaan obat-obat
ototoksid topikal dapat merupakan faktor penyebab ototksisitas dan
dapat mengakibatkan tuli sensori neural yang berat dan atau menetap.
crzkufutn d . f ' chef J " e % i r t ^ z,c .1 7^yese trLan J a d e - , E,yi <1 -a war J"tas esma.#
119
Penata Pelaksa i aan
Tuli yang diakib kan obat-obat ototoksid tidak dapat diobati. Bila pada
waktu pemberia obat-obat ototoksid terjadi gangguan pada telinga
dalam (dapat di tahui secara audiologik), maka pengobatan dengan
obat-obatan ters but harus segera dihentikan. Berat ringannya ketulian
yang terjadi to antung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya
pengobatan. Ke ntanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi
ginjal dan sifat o at itu sendiri.
Apabila ketulian udah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara
lain dengan ala bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditori training
termasuk cars enggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu
dengar, belajar omunikasi total dengan belajar membaca bahasa
isyarat. Pada t Ii total bilateral mungkin dapat dipertimbangkan
pemasangan im Ian koklea (cochlear implant).
Pencegahan
Berhubung tidak 3da pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka
pencegahan me jadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini
termasuk memp rtimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik, menilai
kerentanan pend rita, memonitor efek samping secara dini yaitu dengan
memperhatikan gejala-gejala keracunan telinga dalam yang timbul
seperti tinitus, k rang pendengaran dan vertigo.
Pada pasien yang menunjukan mulai ada gejala-gejala tersebut harus
dilakukan eval asi audiologik dan menghentikan pengobatan.
Prognosis
Prognosis sang t tergantung pada jenis obat, jumlah dan lamanya
pengobatan, ke entanan penderita. Pada umumnya Prognosis tidak
begitu baik mala 1 makin buruk.
D. GANGGUAN P NDENGARAN AKIBAT BISING ( NOISE INDUCED
HEARING LOS I NIHL)
Gangguan pend ngaran akibat bising ialah kurang pendengaran akibat
pajanan bising y ng cukup keras (>85 dB), dalam jangka waktu cukup
lama, biasanya d ebabkan oleh bising lingkungan kerja, jenis ketuliannya
tuli sensorineur 1 koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.
Anamnesis ada riwayat bekerja di lingkungan bising, terjadi secara
perlahan-lahan kibat pajanan bising, biasanya pada kedua telinga.
Etiologi bising y ng intensitasnya lebih besar dari 85 dB. Kelainan
terdapat pada k klea (alat corti) untuk reseptor pendengaran frekuensi
3000-6000 Her z, dan terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.
120
Kelainan klinis :
1. Subyektif : kurang pendengaran, kadang-kadang disertai tinitus
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan tuli sensorineural
4. Tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural terutama
nada tinggi, spesifik bila terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.
Penatalaksanaan :
1. Melindungi telinga terhadap bising dengan sumbat telinga/ear plug,
tutup telinga/ear muff, atau hel mlhelmet
2. Dapat dicoba dengan neurotonik
3. Mengikuti program konservasi pendengaran
Prognosis :
1. Ad sanasionam : kurang baik/buruk
2. Ad vitam : balk
Pencegahan:
Mengikuti program konservasi pendengaran yaitu program perlindungan
pendengaran untuk pekerja industri terhadap pajanan bising dengan
penggunaan pelindung telinga (sumbat telinga, tutup telinga atau helm),
Kontrol Administrasi dengan rotasi tempat kerja dan
pengendalian/perawatan mesin-mesin industri.
Rehabilitasi
• Alat bantu dengar (hearing aid)
• Implan koklea bila terjadi tuli total bilateral
1. Pendahuluan
Gangguan pendengaran pada geriatri merupakan suatu proses
degenerasi yang alami, umumnya terjadi pada usia sekitar 60
tahun, walaupun sebenarnya proses degenerasi pada sistim
pendengaran ini telah dimulai beberapa tahun sebelumnya
kemudian terjadi penurunan ketajaman pendengaran secara
berangsur angsur, namun progresif.
Ketulian yang terjadi bersifat sensorineural, relatif simetris pada
kedua telinga dan tidak ada perbedaan jenis kelamin.
2. Pengertian
Presbikusis adalah tuli saraf jenis sensorineural (saraf) frekuensi
tinggi terutama diatas 2000 Hz. Umumnya terjadi pada usia
lanjut, simetris pada kedua telinga.
7^.,uri ^ufcurz Crn J l odic J"e uLY/,w^ ese/, tan rderc^ E,yz 6 eruu at 6 us esmus
121
3. Penyeba
Presbikus s merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
kejadian p esbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor
herediter, ola makanan, metabolisme, arterioskierosis, infeksi,
bising, ga a hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendenga an secara berangsur angsur merupakan efek kumulatif
dari peng ruh faktor-faktor tersebut di atas.
Penyeba
• Perub han pada organ pendengaran akibat proses penuaan.
• Pseud monas aeruginosa adalah kuman patogen yang bisa
mengi feksi otitis eksterna maligna.
• Papar in bising yang lama
• Perub han suplai darah ke telinga misalnya akibat penyakit
jantun j , tekanan darah , keadaan pembuluh darah pada
pent rita kencing manis dan / atau masalah sirkulasi.
• Efek s mping pemakaian obat
• Hubu gan usia dengan gangguan pendengaran tendensi
genet'
• Autoi un
Efek fisi ogis
• Dege erasi dari elastisitas gendang telinga
• Dege erasi otot telinga tengah dan tulang pendengaran.
• Dege erasi fleksibilitas dari membrane basiler
• Gang uan pendengaran simetris
• Dege erasi sel rambut luar di koklea
• Hilan nya neuron pada jalur saraf pendengaran
• Perub han pada sistem auditori sentral dan batang otak
• Dege erasi jangka pendek dan memori auditori
• Gang uan proses pada cortex auditori
• Tinnit s
4. Patologi
Proses d generasi menyebabkan perubahan struktur kohlea
dan N. VII . Pada kohlea perubahan yang mencolok berupa atrofi
dan dege erasi sel sel rambut dan sel sel penunjangan organ
Corti. Proses atrofi - disertai perubahan vaskular - juga terjadi
dera key
rZ J ra at At FAra
122
pada stria vaskularis. Selain itu dijumpai pula perubahan berupa
berkurangnya jumlah dan ukuran sel sel ganglion dan saraf, hal
yang sama juga terjadi pada mielin akson saraf. Perubahan
degeneratif ini juga terjadi pada batang otak dan daerah kortek
yang merupakan bagian dari jaras audiotorik, perubahan di
daerah sentral ini memperberat gangguan komunikasi penderita
presbikusis.
5. Gejala
Gejala utama berupa berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga
(bilateral). Onset berkurangnya pendengaran tidak diketahui
pasti. Gejala lainnya adalah tinitus nada tinggi. Penderita dapat
mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya
terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar
suara bising (Coctail party deafness). Bila intensitas suara
ditinggikan akan timbul rasa sakit di telinga, hal ini disebabkan
oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).
6. Penatalaksanaan
Diagnosis
• Pemeriksaan ototskopi: tampak membran timpani suram,
mobilitasnya berkurang.
• Tes penala : sesuai dengan tuli sensorineural.
Pemeriksaan audiometri nada murni :
Menunjukan suatu tuli saraf nada tinggi , bilateral dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) pada
frekuensi 4000 - 8000 Hz,hal ini menyebabkan kesulitan
mendengar kata kata yang mengandung huruf : /s/, Al, /th/.
Kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi
penurunan pada frekuensi lainnya. Pada tahap selanjutnya juga
terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.
Pengobatan
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).
Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan
„_«ri.Ecc/usr^ clrn </VLc^^1 -,`/ /,J(u/ i!: esCJr'atah ^nrlera u . I &7aW €t c!"casl^e r^r:as
123
bila pema faatannya dikombinasikan dengan latihan membaca
ujaran (s eech reading) dan latihan mendengar (auditory
training); rosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli
terapi wi ara (speech therapist). Disamping itu juga perlu
memberik in pengobatan terhadap penyakit sistemik yang akan
memperb rat gejala gejala presbikusis maupun sebagai usaha
mengurangi progresifitas penurunan pendengaran.
Rujukan
Pada pen erita presbikusis yang telah mengalami kesulitan
berkomun kasi harus dirujuk untuk dilakukan pemasangan ABD,
terutama da penderita yang masih membutuhkan pendengaran
yang bai untuk menunjang aktifitas kerja maupun kegiatan
sosialnya.
Penyuluh n
Walaupu presbikusis tidak dapat dicegah, namun perlu
diupayak n agar penurunan pendengaran dapat diperlambat.
Kepada syarakat perlu diberi penyuluhan untuk menghindari
hal hal ya g merupakan predisposisi untuk terjadinya presbikusis
dikemudi n hari.
F. SUMBAT N SERUMEN
Serumen dalah produk kelenjar sebasea dan apokrin yang
terdapat ada kulit Jiang telinga. Jumlah dan konsistensinya
(lunak, k eras) bervariasi pada setiap orang. Pengumpulan
serumen baik keras maupun lunak - menyebabkan gangguan
hantaran ara pada Jiang telinga; namun hal ini bukan merupakan
penyakit. Serumen berfungsi sebagai pelumas Jiang telinga
sehingga erperan untuk mendorong keluar epidermis kulit Jiang
telinga ma pun debris epitel Jiang telinga yang telah mengelupas.
Peran ser men lain nya adalah sebagai proteksi untuk mencegah
masukny serangga kecil dari luar; namun demikian serumen
tidak me iliki sifat anti bakteri dan anti jamur
Keadaan enumpukan serumen yang keras dan menyumbat
Jiang telin a dikenal sebagai serumen prop
Adakalan a gangguan pendengaran akibat serumen prop tidak
disadari b la hanya terjadi pada gangguan pendengaran satu
sisi teling ; hal ini sering terjadi pada anak anak. Pada usia
lanjut ser men cenderung mengeras karena kelenjar apokrin
mengala i atropi, selain itu kulit Jiang telinga juga relatif lebih
keying se ngga mudah terjadi pengumpulan serumen (serumen
prop)
124
Penyebab sumbatan serumen
1. Produksi serumen banyak dan keras
2. Liang telinga sempit, dasar Jiang telinga Iebih datar
3. Radang kronis Jiang telinga.
Gejala dan tanda klinis
Pengumpulan serumen pada Jiang telinga dapat menyebabkan
keluhan;
Pendengaran berkurang; kadang kadang mendengar Iebih jelas
bila daun telinga ditarik
Telinga berdengung
Rasa nyeri bila serumen prop menekan Jiang telinga.
Penatalaksanaan
Teknik atau cara mengeluarkan serumen tergantung pada
konsistensinya;
1. Serumen cair/ lunak, bila jumlahnya sedikit dapat dibersihkan
dengan pelilit kapas (aplikator kapas) atau cotton bud.
(gambar 1)
2. Serumen cair/ lunak dengan jumlah banyak, dapat dihisap
dengan pompa suction (gambar 2) atau dikeluarkan dengan
cara irigasi Jiang telinga.
3. Serumen yang liat/ keras namun tidak melekat pada kulit
Jiang telinga dikeluarkan dengan pengait serumen( cerumen
hook) atau pinset (gambar 3 dan 4) . Bila tidak berhasil dapat
dicoba melakukan irigasi Jiang telinga.
4. Serumen yang keras(serumen prop) dan melekat Jiang telinga
harus diberi tetes telinga karbogliserin 10% atau fenol
gliserin dengan dosis 3 x 3 tetes selama 3 hari; selanjutnya
dilakukan penghisapan dengan pompa suction atau irigasi
Jiang telinga
tlriAUfuM dfl ^A't iIuf efr2ih to 7^eseI. tan ,.` ;ut ra 6ayi ^P ,-awat J" u.r^es^,tu,r
125
Persiapan
Sediakan pe lengkapan sebagai berikut:
1. Air hang (sekitar 37 derajat Celcius atau sesuai suhu tubuh),
air dingi dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan
keseimba gan.
2. Nierbekk n
3. Handuk k cil
4. Syringe : dapat digunakan disposable spuit 20 - 50 cc yang
ujungnya iberi plastik selubung jarum Abocath atau selang wing
needle
5. Otoskop
6. Pompa p nghisap (suction)
Prosedur
1. Atur posis pasien sedemikian rupa sehingga pandangan langsung
pelaku tin akan ini langsung ke arah Jiang telinga
2. Atur cah ya lampu kepala terfokus pada mulut Jiang telinga
3. Pasang h nduk kecil pada bahu pasien.
4. Nierbekk n dipasang tepat dibawah telinga utk menampung air
yang kelu r
5. Tarik dau telinga ke arah atas - belakang (dewasa) atau ke
belakang anak)
6. Masukka ujung syringe ke dalam Jiang , arahkan menuju atap
atau dind ng bagian belakang (posterior) Jiang telinga. Jangan
diarahkar tegak lurus atau ke arah bawah (vagal refleks).
7. Semprot an cairan secara kontinu dengan sedikit tekanan
8. Perhatika cairan yang keluar dari Jiang telinga
9. Ulangi pr sedur tsb beberapa kali sehingga Jiang telinga bersih
10. Periksa k mbali Jiang telinga, seteiah diyakini bersih dan tidak
ada laser si, Jiang telinga dikeringkan dengan kapas
7\,urikufu,n dan cfccl ^fefatz'rrn ,esef+at^rn Madera Eaj i9 eraulat J"us^e ,s^rrar
11 126
G. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OTITIS EKSTERNA
DAN PENYAKIT TELINGA LUAR LAINNYA
1. Definisi / pengertian
Otitis Eksterna (OE) adalah Peradangan Jiang telinga akut
maupun kronis akibat infeksi bakteri , jamur dan virus . Otitis
eksterna dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Otitis eksterna akut, terdiri atas:
• Otitis Eksterna sirkumskripta
• Otitis eksterna difusa
Keratosis Obsturans
• Dewasa muda , tuli konduktif akut, nyeri hebat, Jiang telinga
yang lebih lebar merata, membran timpani utuh. Sekresi Jiang
telinga (jarang)
Kolesteatoma eksterna
• Usia tua , nyeri kronis/tumpul , gangguan pendengaran ringan,
erosi tulang terlokalisasi , ulserasi kulit Jiang telinga,
osteonekrosis
x«r^kz.f^«.^/an
i .^t r i.i t m n^sr rur.ri J;,^^ra ayx .PUra .at J c4.s e.s^rr l.r
127
di lian telinga, sekret banyak, pembengkakan Jiang telinga,
Jiang t linga tertutup jaringan granulasi, paresis saraf fasial/
kelum uhan otot wajah
3. Pemeriksaan & Pemeriksaan tambahan
Di Pus esmas
• Pe eriksaan linag telinga dan membrane timpani
me ggunakan lampu kepala atau otoskop
• Pe eriksaan pendengaran sederhana: garputala
Khusu (bukan di Puskesmas)
Otitis ksterna Maligna : Pemeriksaan Nervus Fasialis
3 kom onen : motorik, sensorik, parasimpatis
Jenis emeriksaan
• Fu gsi motorik
• Gu tometri
• Te Schirmer
• Te Refleks Stapedius
• Pe eriksaan kultur kuman dan uji resistensi
• CT scan tulang temporal
4. Penatalak anaan
Otitis ekst rna akut
• Otitis ksterna sirkumskripta
Lokal: alep antibiotika = polimixin B atau bacitracin I antiseptik
(asam 3setat 2-5% dalam alkohol)
Antibi ik oral
Analg sik
Aspira i steril jika terdapat abses
• Otitis ksterna difusa
Memb rsihkan Jiang telinga, tampon antibiotik Jiang telinga
(topika )
Antibiottika oral
Otomikosi
• Asam setat 2-5% dalam alkohol
• lodium Povidon 5%
• Salep nti jamur (nistatin, clotrimazol)
Herpes z ter otikus
• Sesuai tatalaksana herpes zoster: anstiseptik lokal, antivirus,
kortiko teroid oral jika tidak ada kontraindikasi
Keratosis bsturans
• Pemb rsihan debris Jiang telinga secara berkala
129
- Stadi m Oklusi Tuba Eustachius
Ana nesis: Demam, batuk Pilek, gangguan pendengaran
Otos pi: MT retraksi, berwarna keruh pucat
- Stadi m Supurasi
Anam esis: Demam makin tinggi, gangguan
pend ngaran, nyeri telinga semakin berat
Otosk pi: MT edema hebat, bulging, eksudat
puruleln di kavum timpani
- Stadi m Perforasi
Anam esis: KU tenang, suhu badan turun
Otosk pi: MT ruptur, keluar nanah dari
teling tengah
- Stadi m Resolusi
Anam esis:
Otosk pi : MT utuh: keadaan MT perlahan-
lahan normal
MT perforasi: sekret berkurang
sampai kering
OMSK: perforasi menetap,
sekret hilang timbul
1 130
ld i s>:MI« iA AEtt,±T _I
[kiwayat penyaklY
-
I Epemeriksaanfisik
Protokol Obsevasi
F NT tdk menon jot keluax ^nr,l ketU
f ti
§eTbuh ITidak sembuh Antibiotik lini pertama`
miringotom*
Sembudj,
rdi k $Tbul
Follow up
otik lini kedw
. A- - _
Tidaksembuh"'
Antibiotik Profilaksis
Miringotomi,grommet,
adenoidektomi
Efaluasi kembali
Di Puskesmas (praktis)
o Stadium Oklusi:
Tetes hidung dekongestan
Obati sumber infeksi: Antibiotika (kuman)
o Stadium hiperemis (presupurasi)
Antibiotika, obat tetes hidung dekongestan, analgetika
o Stadium Supurasi
Antibiotik, dekongestan, jika ada alergi diberikan obat alergi
o Stadium perforasi
H202 3% 3-5 hari
Antibiotika adekuat
o Stadium Resolusi
Sekret mengalir dad Jiang telinga: Antibiotika sampai 3 minggu
Kapan dirujuk? Kalau ada komplikasi
5. Komplikasi
• Abses subperiosteal
• Meningitis
• Abses Otak
MATERI INTI 11.4
ERTAMA PADA KEGAWATDARURATAN TELINGA
1. DESKRIPSI S NGKAT
Kegawatdarur an pada telinga adalah gangguan atau penyakit pada
telinga yang a abila tidak diatasi segera berakibat fatal terhadap
pendengara atau menimbulkan kompilkasi yang berat.
Kegawatdarura :an pada telinga dapat disebabkan oleh berbagai jenis
penyakit yang erat pada telinga atau disebabkan oleh karena trauma.
Apabila ditemu kasus kegawatdaruratan pada telinga harus segera
diatasi atau dir juk ke Rumah Sakit apabila tidak mungkin diatasi di
Puskesmas.
J erazc-<3 riC6rmaS
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
1. Buku- buku tentang Ilmu Penyakit THT
2. Modul Pelatihan
3. Buku Pedoman Yankes Indera Pendengaran di Puskesmas
Langkah 3: Penugasan.
• Fasilitator memberi penugasan kepada peserta untuk melakukan
Simulasi tentang kegawatdaruratan telinga
A. PENDAHULUAN
^xcri^uft4rn dan ^-ut ? efatiFrirn ^csefr<rtrrrr c7^:cCru Fuji fnrcny'ut ^u< s^esm[s^';
133
• Antibioti^C tetes telinga
• Analgeti
2. Benda ash g di Jiang telinga
Penatalaksanaan :
Benda asing serangga yang hidup
Matikan dulu dengan rivanol atau larutan lain
yang tidak iritatif kemudian keluarkan serangga
tersebut dengan cara menjepitnya dengan
pinset.
Batre jam, karena ada zat kimia nyang bersifat
korosif, jadi harus segera dikeluarkan
Benda asin lainnya seperti manik-manik, kacang hijau, biji-bijian,
potongan k rek api, kapas dan lain-lain.
urilEujim rlan uJ efat /ia^e ese/r start 1;sd ," la_q-i derawat J"scs.Ce.sma.s
134
Penatalaksanaan :
Pemeriksaan pendengaran
Rujuk ke THT untuk penatalaksanaan selanjutnya
Seandainya tidak mungkin dirujuk maka dilakukan:
rawat inap , bed rest total
Vasodilator
Korticosteroid (hati-hati pada penderita Diabetes Mellitus)
Inhalasi (02)
Vitamin C
Neurotonik
Diit rendah garam dan rendah kolesterol
Obat anti virus dan antikoagulan bila sudah jelas etiologinya.
Prognosis
Ad Sanasionam : baik, kurang baik atau buruk
ad Vitam : baik
Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid) bila perlu
Otitis Eksterna " maligna " seperti bisul yang sangat nyeri
Sindroma Meniere
Vertigo/gangguan keseimbangan
135
MATERI INTI 11.5
ASUHA 1 KEPERAWATAN PENYAKIT TELINGA
1. DESKRIPSI SI GKAT
Penyakit-penya t telinga yang paling banyak menyebabkan gangguan
pendengaran d an ketulian adalah OMSK, Presbikusis, gangguan
pendengaran ak bat bising (NIHL), Tuli kongenital dan Serumen prop.
136
Langkah 1: Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan mated sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan Indera untuk
menyampaikan pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan 1 - 8 tentang penyakit-penyakit telinga
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau memberi tanggapan atas penjelasan fasilitator.
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi pertanyaan peserta
• Dari hasil pendapat peserta fasilitator memberikan komentar dan
memberikan kesimpulan
VI. URAIAN MATERI
A. PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan di Puskesmas,
maka asuhan keperawatan diberikan tidak terbatas hanya pada
sasaran individu, melainkan juga pada sasaran keluarga.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit mempengaruhi
perilkau keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Misalnya sering ditemukan keluarga menganggap gangguan
pendengaran merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi pada
anak-anak dan akan sembuh sendiri atau keluarga memberikan
ramuan tradisional yang kadangkala dapat mengganggu fungsi
pendengaran. Oleh karena itu keluarga perlu memahami cara
melakukan perawatan dan pemeliharaan kesehatan.
Y( uriku1sar, i
137
Pemeriksaa Fisik
Pada pemer ksaan ditemukan beberapa gejala-gejala pada klien
presbycusis eliputi :
• Meningk tnya volume suara TV dan radio
• Mengan kat kepala kepada orang yang berbicara
• Melihat b bir lawan bicara
• Berbicar dalam nada tinggi
• Tidak be spon saat berbicara dengannya
• Tinnitus dapat terjadi pada satu atau kedua telinganya
• Perkemb ngan dan psikososial
• Usia
• Kepribad an
• Gaya hid p
• Peranan alam keluarga
• Reaksi a osional keluarga
Strategi kopi g
Pengetahua klien dan keluarga : tingkat pengetahuan, pemahaman
tentang kon isi, pengobatan dan prognosa.
Pemeriksaa diagnostic
Pemeriksaa telinga luar dan dalam (otoscopic)
Pemeriksaa audiometric
C. DIAGNOSA EPERAWATAN
Perubahan ersepsi /sensorik audiotory berhubungan dengan
hilangnya pe idengaran sensorineural.
Isolasi social erhubungan dengan hilangnya pendengaran sensorik
PERENCAN N
Perubahan ersepsi /sensorik audiotory berhubungan dengan
hilangnya pe dengaran sensorineural.
Tujuan
Klien akan emperlihatkan peningkatan kemampuan dalam
persepsi/sen orik audiotory.
Intervensi
Hindari sua yang terlalu keras dan kurangi kegaduhan suara
Gunakan pe utup telinga.
Bantu men gunakan alat bantu seperti amplifiers telepon
Latih klien u uk speech reading- gunakan kemampuan penglihatan
dalam mem hami ungkapan lawan bicara.
139
MATERI INTI 11.6
TINDAKA ASEPTIK/ANTISEPTIK DAN STERILISASI ALAT
1. DESKRIPSI SINGKAT
Langkah 1: Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan materi sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
A. PENDAHULUAN
Sejak zaman Hipokrates sudah dilakukan bermacam-macam
percobaan tentang teknik aseptic dan antiseptic yang dimulai dari
menggunakan air mendidih sampai penggunaan teknologi modern.
Setelah tindakan operasi, infeksi luka merupakan komplikasi yang
serius, invaksi bakteri dari luka dapat menghambat penyembuhan.
Infeksi pasca bedah yang terjadi sebagai akibat perawatan di Rumah
Sakit di sebut Nasocamial infection.
RI rii(ulzrnz tlan z.1i c uJ.J fati/,arz'Y „ese zcatan Jrr.lera 6ryz J eru14'ut cs^
141
Menerap an pada unit pelayanan kesehatan.
Macam - acam cara sterilisasi:
Cara reb s
Cara pans kering
Cara pans basah
Cara pla bir
Cara Ki a
Caranya :
• Air yang ada dalam sterilisator harus diganti tiap hari.
• Seluruh bagian alat yang di steril harus terendam air
• Jangan emasukan alat lain sebelu alat terlebih dahulu diangkat
dalam ke daan steril .
frrrra,^
142
D. PERSIAPAN ALAT DAN OBAT DI KAMAR OPERASI PADA
OPERASI MATA
Instrumen yang akan dipakai :
• 1 pak jaz operasi yang steril
• 1 pak laken besar
• 1 pak taken sedang
• 1 pak duk kecil lubang
• Hand schoen
• 1 bak kasa steril dan kapas steril
• 2 buah mangkok steril
• Spuit 5 cc : 1 buah
• Spuit 1 cc : 1 buah
• Benang seidh, silk: 4-0
• Benang silk, Dexon: 8-0
• Silet goal
• Lidocain/Lidones inj.
• Garamicin inj.
• Efrisel/Midriatil
• Sulfas atropine 1 %
• Salf mata
• Pantocain tetes.
• Cairan infuse RL
• Aquabides steril
• Betadin solution
• Alkohol
143
F. PEMELIHA N INSTRUMEN
Alat yang h ibis pakai dicuci di bawah air mengalir dengan
sabun/savla disikat sampai bersih.
Khusus inst ent mats harus hati-hati sebab ujung alat yang sangat
halus dan ke iI.
Alat dibilasi engan air panas dan dikeringkan supaya tetap awet
dan balk, di rsihkan dengan parafin kemudian di kit/set kembali
baru disteril.
144
MATERI INTI 11.7
KEGIATAN LUAR GEDUNG PROGRAM KESEHATAN
INDERA PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN
1. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan luar gedung adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat di luar gedung institusi
pelayanan kesehatan. Pelayanan luar gedung ini dilaksanakan karena
beberapa faktor/ kendala yang dihadapi masyarakat untuk datang ke
institusi pelayanan kesehatan antara lain :
• Akses yang sulit (jauh, transportasi sulit dll )
• Rendahnya pengetahuanl kesadaran masyarakat akan kesehatan
• Kemiskinan
is fun 't,: Ju / tz'f+rrn ese! srturr iarCera SaQya rai* at i^us esmlrs
145
II. TUJUAN PEMB LAJARAN
146
VI. URAIAN MATERI
A.PENDAHULUAN
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun
1993-1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan di Indonesia adalah
1,5 % dengan penyebab utama kebutaan adalah katarak (52%).
Untuk mengatasi kebutaan akibat katarak hanya dengan operasi.
Dari insidens buta katarak (0,1 % = 210.000 orang) hanya dapat
dioperasi 80.000 orang setiap tahunnya, sehingga timbul backlog
yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran
masyarakat akan kesehatan mata, kurangnya fasilitas pelayanan
kesehatan mata, kurangnya tenaga , sulit di jangkaunya fasilitas
pelayanan, biaya mahal karena fasilitas pelayanan sebagian besar
ada di kota-kota besar sedangkan sebagian besar penderita berada
di pedesaan. Penyebab kebutaan lainnya adalah kelainan refraksi,
defisiensi vitamin A dan glaukoma.
Pengertian:
Kegiatan lu r gedung adalah kegiatan pemberian pelayanan
kesehatan In era Penglihatan dan Pendengaran kepada masyarakat
yang dilaku an tenaga kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan k sehatan yang bermutu.
Kegiatan Iu r gedung ini harus dilaksanakan terus menerus agar
kebutaan d an ketulian dapat diatasi yang ditunjukkan dengan
menurunny angka kebutaan dan ketulian.
Manfaat:
1. Meningkatnya pemerataan pelayanan kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran
2. Perluasan cakupan pelayanan kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran
3. Terlaksananya pelayanan kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran yang komprehensif dan terintegrasi.
2. Kegiatan skrining
Skrining adalah kegiatan penjaringan kasus-kasus baru penyakit-
penyakit pada masyarakat
Ruang Iingkup skrining
Katarak OMSK
Kelainan refraksi. Tuli kongenital
Glaukoma. NIHL
Xeroftalmia Presbikusis
F. EVALUASI
Melakukan penilaian secara rutin dan obyektif terhadap hasil yang
telah dicapai dan rencana tindak Ianjutnya.
Langkah-Iangkah evaluasi :
1. Menyusun indikator-indikator keberhasilan, misainya, jumlah
masyarakat yang diberi penyuluhan, jumlah operasi katarak,
jumlah kasus gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
yang diskrining.
2. Membandingkan hasil akhir dengan indikator untuk mengukur
adanya perubahan.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang mempengaruhi hasil
yang dicapai
4. Menyampaikan hasil yang dicapai kepada masyarakat dan
pemberi bantuan dalam kegiatan outreach services tersebut.
uri Eufusri df^^ s ` uf.I"efi^ti^rar: esefiatan Juj ra Aas rarvat t., Gesmas
151
MATERI PENUNJANG -1
MEM ANGUN KOMITMEN PEMBELAJARAN
(BUILDING LEARNING COMMITMENT)
1. DESKRIPSI SINGKAT
.uriGsfu c r aga ci^fldss c lu J^r'+ rr! 9^.'. /. its inJ ,-u 6,at rke.srnaS
152
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan pembelajaran umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta saling mengenal serta mampu
merumuskan norma kelas yang disepakati bersama.
B. Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Melaksanakan perkenalan antara peserta,fasilitator dan panitia.
2. Mencapai suasana pencairan
3. Merumuskan harapan terhadap pelatihan yang merupakan
kesepakatan bersama dan menjadi norma kelas yang disepakati
bersama
4. Menetapkan kontrol kolektif terhadap pelaksanaan norma kelas.
153
o Memint peserta yang belum disebut namanya untuk
memper enalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan
Langkah 2 : Pe cairan
• Fasilitator m nyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar.
• Fasilitator m minta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya
duduk di ter ah Iingkaran.
• Peserta ya g duduk di tengah Iingkaran diminta memberi aba-
aba,agar pe erta yang disebut identitasnya pindah duduk,misalnya
dengan me yeru: "Semua peserta berbaju merah pindah" Pada
keadaan ter ebut akan terjadi pertukaran tempat duduk dan saling
berebut.Hal tersebut menggambarkan suasana "storming", atau
seperti "bad di" yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan
kelompok.
• Ulangi lagi, etiap peserta yang duduk di tengah Iingkaran untuk
menyerukan identitas yang berbeda, misalnya pesrta yang berkaca
mata atau ang berbaju batik dan Iain-Iain.Lakukan permainan
tersebut sel ma 10 menit.
• Fasilitator emandu peserta untuk merefleksikan perasaannya
dalam pern ainan tersebut serta pengalaman belajar apa yang
diperolehny .
• Fasilitator m mbuat rangkuman bersama-sama peserta,agar terjadi
proses yang dinamis.
154
aktif dan memberikan komitmennya untuk metaati norma kelas
tersebut.
A. URAIAN MATERI
Dalam sesi BLC, Iebih banyak menggunakan metode
games/permainan,penugasan individu dan diskusi kelompok.Hanya di
akhir sesi ada ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC.
Komitmen
Adalah keterikatan,keterpanggilan seseorang terhadap apa yang
dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang
telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk
mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik,efektif dan
efisien.
Komitmen belajar/pembelajaran adalah keterpanggilan
seseorang/kelompok/kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan
155
penuh kesung uhan mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan
pelatihan/pem elajaran.Keadaan ini sangat menguntungkan dalam
mencapai kebe hasilan individu/kelompok/kelas,karena dalam diri setiap
orang yang me iliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tutus
untuk member kan yang terbaik kepada individu Iain,kelompok dan
kelas secara k seluruhan.
Dengan terban unnya BLC,juga akan mendukung terwujudnya saling
percaya,salin kerja sama, saling membantu,saling memberi dan
menerima,sehi gga tercipta suasana/lingkungan pembelajaran yang
kondusif
Harapan
Adalah kehe ak/keinginan untuk memperoleh atau mencapai
sesuatu.Dala pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau
mencapai tuju n yang dinginkan sebagai hasil proses pembelajaran.
Dalam menet kan harapan harus realistis dan rasional sehingga
kemungkinan ntuk mencapainya besar.Harapan jangan terlalu tinggi
dan jangan terl lu rendah.
Harapan juga arus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk
mencapainya, an bukan sesuatu yang diucapkan secara asal
asalan .Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara
sampai akhir p ses.
Norma
Merupakan ilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau
masyarakat,ke udian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan
dalam perila u kehidupan sehari hari kelompok/masyarakat
tersebut.Nor a adalah gagasan, kepercayaan tentang
kegiatan,instruk i,perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok.
Norma dalam uatu pelatihan , adalah gagasan ,kepercayaan tentang
kegiatan,instru i,perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan,untuk
dipatuhi oleh s mua anggota kelompok(peserta,pelatih/fasilitator dan
panitia).
Kontrol Kolek if
Merupakan kes pakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan
terhadap norm kelas ditaati.Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi
apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati atau dilanggar.
Lembar Kerja
Penugasan 1.
^c^^f efrtz hr.^n es i it"aat J;,d ru G<ji e/ rasvat J " cssl e.nnas
156
Menentukan Harapan Pembelajaran dan kekhawatiran untuk
mencapai harapan tersebut.
Tahap 1 : Menentukan harapan kelompok.
• Peserta dibagi dalam kelompok kecil a 5-8 orang.
• Mula mula peserta bekerja secara individu.
• Secara sendiri sendiri setiap peserta mengidentifikasi apa yang
menjadi harapannya terhadap pelatihan ini.Tuliskan pada kertas
catatan masing masing 3 harapan yang menjadi prioritas. Tuliskan
juga kekhawatiran untuk mencapai harapan
• Kemudian diskusikan harapan masing masing peserta dalam
kelompok dipandu oleh ketua kelompok.
• Dengan metode brainstorming setiap peserta menyampaikan
pendapatnya tentang usulan harapan kelompok berdasarkan hasil
renungan dan analisis dari harapan harapan semua anggota
kelompok.
• Kelompok diharapkan dapat menentukan harapan kelompok dan
kekhawatiran sebagai hasil kesepakatan bersama.Setiap kelompok
menentukan 3 harapan yang menjadi prioritas kelompok.
• Tuliskan harapan kelompok dan kekhawatiran pada kertas flipchart.
157
Harapan pcelompok Harapan kelas
Norma Norma
1. 1.
2. 2.
3. 3.
MATERI PENUNJANG 2
PENCATATAN DAN PELAPORAN
1. DESKRIPSI SINGKAT
Pencatatan dan Pelaporan suatu program yang merupakan bagian
Sistim Informasi Kesehatan (SIK), yang merupakan bagian fungsionil
dari Sistim Kesehatan yang komprehensif, yang memberikan pelayanan
kesehatan secara terpadu, meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif,
pelayanan rehabilitatif. SIK memberikan dukungan informasi kepada
proses pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan
kesehatan
Dalam melaksanakan dan mengembangkan program kesehatan,
termasuk program kesehatan Indera perlu adanya suatu pengaturan
yang baik. Proses pengaturan program kesehatan ini disebut manajemen
program kesehatan.
Pencatatan dan pelaporan suatu program merupakan salah satu alat
bantu dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi
159
II. TUJUAN PEM ELAJARAN
A. Tujuan pe elajaran umum
Setelah m mpelajari materi ini, peserta mampu melaksanakan
pencatatan an pelaporan program kesehatan Indera di Puskesmas
ruz1 ,, isskeszrrns`'.
Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
Langkah 3 : Latihan Pengisian Formulir Pencatatan dan Pelaporan
Program Kesehatan Indera
Fasilitator membagikan formulir pencatatan dan pelaporan Program
kesehatan Indera
• Fasilitator menjelaskan cara pengisisn formulir
Peserta diminta mengisikan data yang dibawa dari Puskesmas
tentang peyakit-penyakit mata ke dalam formulir pencatatan dan
pelaporan
Fasilitataor meminta peserta untuk menanyakan bagain-bagian
dalam formulir yang tidak dimengerti
Fasilitataor menjelaskan bagaian yang tidak dimengerti oleh peserta
161
pencat tan semua kegiatan dan hasil kegiatan yang dilaksanakan
diwila h kerja Puskesmas , baik yang dilaksanakaan dalam
gedun maupun di luar gedung Puskesmas seperti, di Puskesmas
Pemb ntu, Bidan di Desa , Polindes , Poskesdes , Posyandu,
Kelom ok Usila , Puskesmas Keliling , UKS, dan lain-lain .
YeJ Si^tr ^
'LIi4 at V. L{.SI^C^< i'it't (I.Y
Kesehatan Kabupaten/Kota merekap dan mengirimkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi
mengirimkan laporan ke Departemen Kesehatah RI melalui
Subdirektorat Bina Kesehatan Indera dan Usia Lanjut, Direktorat
Bina Kesehatan Komunitas
Pusat
t --
Dinkes Propinsi
Dinkes Kab/Kota
Pustu
MATERI PENUNJANG 3
PENYUSUNAN POA I RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dari hasil survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran yang
dilakukan di 8 (delapan) Provinsi menunjukkan bahwa prevalensi
kebutaan di Indonesia 1,5 %. Menurut WHO prevalensi kebutaan yang
melebihi 1% bukan hanya masalah medis saja tetapi sudah merupakan
masalah sosial yang perlu ditangani secara lintas program dan lintas
sektor. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma
(0,20%), kelainan refraksi (0,14 %) dan penyakit-penyakit lain yang
berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).
Langkah 1: Pengkondisian
Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan