Anda di halaman 1dari 174

9

611.8
Ind
k

KURIKULUM DAN MODUL


PELATIHAN KESEHATAN INDERA

UNTUK
P E RAWAT
PUSKESMAS

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR


DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2012

ur lCufa^rt dun clt c d-"/J efat ifian eseharari ,-`Ender<r fist z J'er^rtvrt-G ^ cs esmas
Ka log Dalam Terbitan . Kementerian Kesehatan RI
611.8
Ind Ind nesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kurikulum clan modul pelatihan kesehatan
it dera untuk perawat puskesmas ,-- Jakarta :
K ementerian Kesehatan RI. 2012

I: BN 978-602-235-180-1

. Judul I . SENSE ORGAN


I I NURSING
I I COMMUNITY HEALTH SERVICES
KATA PENGANTAR
v
Puji syukur kits ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan Rahmatnya sehingga kita dapat menyelesaikan buku Kurikulum
dan Modul Pelatihan Kesehatan Indera Bagi Perawat Puskesmas ini. Terima
kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang ikut membantu penyusunan
buku ini.

Kurikulum dan Modul Pelatihan Kesehatan Indera Bagi Perawat Puskesmas


ini merupakan acuan bagi Perawat di Puskesmas dalam melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan kesehatan Indera Penglihatan dan indera
pendengaran di Puskesmas dan wilayah kerjanya.

Kami menyadari bahwa buku ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Untuk itu masukan dan saran sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan buku ini di masa yang akan datang.

Akhirnya harapan kami mudah-mudahan buku ini dapat membantu para


perawat di Puskesmas dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan
Kesehatan Indera Penglihatan dan Indera Penglihatan di Puskesmas.

Jakarta, September 2012


Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar

dr.HR.Dedi Kuswenda, M.Kes


NIP. 195709171987031001

uriAuJu n zf zn (crt 1J"ciztz/irnt.7^, eJClrut^rn J a^CeraCsr^g <`J"eraWat' 1"u.s E'.f7nllJ'. _. ..

I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................... i


Daftar Isi .................................................................................................... ii - iv

BAGIAN- I : KURIKULUM PELATIHAN KESEHATAN INDERA


BAGI PERAWAT PUSKESMAS

1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................ 1
B. PILOSOFI PELATIHAN ............................................................ 2

II. KOMPETENSI PERAWAT PUSKESMAS DALAM PROGRAM


KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN DAN
PENDENGARAN ........................................................................... 4

III. TUJUAN .................................................................................. 4


1. Tujuan Umum ............................................................................. 4
2. Tujuan Khusus .............................................................................. 4

IV. PESERTA , PELATIH DAN PENYELENGGARA .......................... 5


1. Peserta .................................................................................. 5
2. Pelatih .......................................................................................... 5
3. Penyelenggara ....................................................................... 5

V. MATERI DAN STRUKTUR PROGRAM PELATIHAN ................... 6

VI. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN ........................... 7

VII. PROSES DAN METODE PEMBELAJARAN ................................. 8

VIII. GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) ............. 9

Mated Dasar:
1. Kebijakan Program Kesehatan Indera di Puskesmas
dalam rangka PGPK dan PGPKT ................................ 24
2. Peran dan Fungsi Perawat Puskesmas dalam upaya
PGPK dan PGPKT ................................................................. 37

uriA Jwn , ^^{.^l,crJuf °/"efatifaQn , e. &JintMU Ji+dera G+zji Jcr (rwat J " ua'ke.rmurs

II
Materi Intl :
1. Indera Pen lihatan :
1. Anatomi dan Fisiologi Mata ........................................................... 47
2. Pemeriksaa Mata Dasar .............................................................. 56
3. Gejala, Diagnosis dan Penatalaksanaan penyakit-penyakit
Mata utama enyebab kebutaan ................................................ 65
4. Pertolongan ertama pada kegawatdaruratan mata ................... 85
5. Asuhan Kep rawatan penyakit mata .......................................... 90

II. Indera Pen engaran :


1. Anatomi d n Fisiologi Telinga ...................................... 97
2. Pemeriksa Telinga Sederhana ........................................ 100
3. Gejala, Dia nosis dan Penatalaksanaan penyakit-penyakit
telinga utam penyebab ketulian ............................................. 108
4. Pertolongan pertama pada kegawatdaruratan telinga ............ 132
5. Asuhan Ke rawatan penyakit telinga ....................................... 136
6. Tindakan A ptik/Antiseptik dan Sterilisasi Alat ....................... 140
7. Kegiatan Lu r Gedung Program Kesehatan Indera Penglihatan
Dan Pende garan ............................................................ 145

Materi Penunj ng :
1. Membangu Komitmen Pembelajaran / Building Learning
Commitmen BLC) ..................................................................... 152
2. Pencatatan an Pelaporan ......................................................... 159
3. Penyusuna POA/Rencana Tindak Lanjut (RTL) .................. 165

Auxr deTn l2c^:! J"efuYiFurr esehutuxi^ Ceru 6i^i J"erusvae rs


KURIKULUM PELATIHAN
UPAYA KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN
BAGI PERAWAT PUSKESMAS

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari


pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup
sehat sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal.
Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Indera
penglihatan sangat menentukan kualitas sumber daya manusia,
karena 83% informasi sehari-hari masuknya melalui jalur penglihatan
sedangkan melalui pendengaran 11%, penciuman 3,5%, peraba
1,5% dan pengecap 1,0%.

Dari hasil survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran


yang dilakukan di 8 (delapan) Provinsi menunjukkan bahwa prevalensi
kebutaan di Indonesia 1,5%. Menurut WHO prevalensi kebutaan
yang melebihi 1 % bukan hanya masalah medis saja tetapi sudah
merupakan masalah sosial yang perlu ditangani secara lintas program
dan lintas sektor. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%),
glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit-penyakit
lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

Untuk masalah gangguan pendengaran dan ketulian didapatkan


prevalensi ketulian 0,4%, gangguan pendengaran 16,8%, gangguan
pendengaran pads laki-laki 18,7%, pada perempuan 15,3%,
sedangkan ketulian 0,5% pada laki-laki dan 0,3% pada perempuan.
Penyebab terbanyak dari morbiditas telinga adalah serumen prop
(3,6%), dan OMSK (3,1%) di samping gangguan pendengaran
Iainnya yaitu presbikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak
(0,2%) dan tuna rungu (0,1%).

kalsr7IuftJMr rfzn iI tIti/ 1(1 itifi^a^t e.w/ itrrn ^/ of rrr ,^ 1 /1 eJ"eraavat 6 i..sl^e.s^nas:

1
Dalam rang a menurunkan angka kebutaan ini, WHO telah
mencanangk n program Vision 2020: The Right to Sight pada
tanggal 30 S tember 1999, yang kemudian ditindakianjuti dengan
pencanangan Vision 2020: The Right to Sight di Indonesia pada
tanggal 15 Fe ruari 2000 oleh Ibu Megawati Soekamoputri. Kemudian
ditindakianju i dengan penyusunan Rencana Strategi Nasional
Penanggulan an Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas
PGPK) untuk mencapai Vision 2020.

Untuk pence ahan dan penanggulangan gangguan pendengaran


dan ketulian, HO telah merekomendasikan dibentuknya Forum
Regional ya bernama Sound Hearing 2030 yang diresmikan
pada 4 Okto er 2005, dan ditindaklanjuti dengan penyusunan
Rencana Stra gi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran
dan Ketulian Renstranas PGPKT) untuk mencapai Sound Hearing
2030.

Sejalan den an Rencana Strategi Nasional Penanggulangan


Gangguan P nglihatan dan Kebutaan ( Renstranas PGPK) dan
Rencana Stra gi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran
dan Ketulia (Renstranas PGPKT), maka kepedulian dan
pengetahuan asyarakat tentang upaya penanggulangan gangguan
peglihatan da
kebutaan da Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian pert ditingkatkan. Untuk dapat mengimplementasikan
program kes hatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, maka
kualitas dan uantitas tenaga Kesehatan Puskesmas yaitu Dokter
dan Perawat ang terlibat dalam PGPK dan PGPKT perlu ditingkatkan
termasuk pe elolaan program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran di Puskesmas.

A. Filosofi
Pelatihan upaya esehatan indera penglihatan dan pendengaran bagi
perawat puskes as ini diselenggarakan dengan memperhatikan:

1. Prinsip andr ogi, yaitu bahwa selama pelatihan peserta berhak


untuk :
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai
kesehatan indera dan pendengaran di Puskesmas
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada
didalam konteks pelatihan.
c. Diberikan apresiasi atas pendapat yang baik dan positif
yang diutarakan oleh peserta.
2. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk
a. Mendapatkan paket bahan belajar.
b. Mendapatkan pelatih/fasilitator profesional yang dapat
memfasilitasi dengan berbagai metode, melakukan umpan balik,
dan menguasai materi yang disampaikan dalam pelatihan
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki individu,
baik secara visual, auditorial maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki individu
tentang upaya kesehatan indera penglihatan dan pendengaran
di Puskesmas
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan batik secara
terbuka.
f. Melakukan evaluasi (terhadap pelatih/fasilitator dan
penyelenggara) dan dievaluasi tingkat pemahaman dan
kemampuannya dalam upaya kesehatan indera penglihatan dan
pendengaran di Puskesmas
3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk :
a. Mengembangkan ketrampilan langkah demi Iangkah dalam
memperoteh kompetensi yang diharapkan dalam pelatihan.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil
mendapatkan kompetensi yang diharapkan pada akhir
pelatihan.
4. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk :
a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi dari materi
pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran antara
lain ceramah tanya jawab, penugasan, diskusi kelompok, latihan-
latihan, baik secara individu maupun kelompok.
b. Melakukan pengulangan atau pun perbaikan yang dirasa
perlu.
II. KOMPETENSI PERAWAT PUSKESMAS DALAM PROGRAM
KESEHATAN I DERA PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN

Kompetensi pera at setelah pelatihan diharapkan memiliki kemampuan


dalam:
1. Melakukan p ran dan fungsi
2. Melakukan p meriksaan mata dan telinga dasar
3. Mengidentifi asi permasalahan kesehatan mata dan telinga di
masyarakat
4. Melakukan suhan keperawatan kesehatan mata dan telinga
5. Melakukan F Ilow-up
6. Melakukan P ncatatan dan pelaporan

III. TUJUAN

1. Tujuan Umu
Setelah men elesaikan pelatihan, peserta mampu melaksanakan
kegiatan Pen nggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
(PGPK) dan enanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(PGPKT) di ilayah
kerjanya, ses ai dengan kompetensi yang dimiliki.

2. Tujuan Khus s:
Setelah men ikuti pelatihan, peserta mampu :
a. Melakuk n peran dan fungsinya sebagai perawat
Puskesm s dalam program kesehatan indera penglihatan dan
pendenga an.
b. Melakuk n pemeriksaan mata dan telinga dasar dalam
batas we enangnya
c. Melakuk identifikasi permasalahan kesehatan mata dan
telinga di asyarakat
d. Melaksa akan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan penglihatan dan kebutaan
e. Melaksa akan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan pendengaran dan ketulian
f. Melaksa akan follow up (kesehatan indera penglihatan
dan pend ngaran)

ul J E/ati/rn sefrata^ n^era aq .°^eruw.st ^ .s (e.s au<r

4
g. Melakukan pencatatan dan pelaporan

IV. PESERTA, PELATIH DAN PENYELENGGARA

1. Peserta

Peserta latih adalah perawat yang bertugas di Puskesmas dengan


kriteria sebagai berikut:
a. Pendidikan D3 Keperawatan atau SPK dengan pengalaman
kerja 5 tahun.
b. Setelah selesai pelatihan harus kembali ke Puskesmas
semula minimal 2 tahun untuk melaksanakan program
kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran.

2. Pelatih

• Pejabat/Staf Dinas Kesehatan Provinsi / Kabupaten/Kota yang


bertanggung jawab /terkait Program Kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran
• Widyaiswara
• Dokter Spesialis Mata
• Dokter Spesialis THT (KL)
• Perawat yang kompeten untuk melatih (memiliki sertifikat pelatih/SK
Pelatih /Dosen ) Pembimbing lapangan.

3. Penyelenggara

Penyelenggara pelatihan :
Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota/BKMM/BKIM bekerjasama
dengan Pusdiklat SDM Kesehatan/Bapelkes Provinsi/Institusi
Pendidikan Keperawatan dan Rumah Sakit yang memiliki unit
pelayanan kesehatan mata dan telinga atau BKMM/BKIM sebagai
tempat praktek lapangan.
V. MATERI DAN S11RUKTUR PROGRAM PELATIHAN
WAKTU ((n), 45ritenit)
NO MATER T I P I Pt Jumleah
A. Materi Dasar: #? 3
1 K .brjakan progra n kesehatan Indera 0
Penglihatan dan Pendengaran dalam
rangka PGPK dar^ PGPKT

2. Peran dan Fungsi erawat Puskesmas


dalam upaya PGFrK dan PGPKT

Mated Inti :
--- - - ------ -------------- --------------
^:.lndera Penlrhata i
------- - ----- ` .. ---... 79
1. Anatomi dan fisiol gi mata 1 0 0 1
2. Pemeriksaan mat dasar 1 1 2 4
3. Gejala, diagnosis dan penatalaksanaan
penyakit mata uta a penyebab kebutaan:
a. Katarak
b. Kelainan Re raksi
c. Glaukoma
d. Xeroftalmia
e. Penyakit ma a rnerah
4. Pertolongan perta a pada
kegawatdarurata mata
5 Asuhan keperawa an penyakit mata
1 2 2
II Indera Pendenga an 10 L 4 } 9 23
•- ----------------
1. Anatomi, Fisiologi elinga dan 1 0 0 i 1
Pendengaran
2. Pemeriksaan Telidga Sederahana

3. Gejala, Diagnosis an Penatalaksanaan


penyakit telinga u lama penyebab ketulian:
a. OMSK
b. Tuli kongenit
c. NIHL
d. Presbikusis
e. Serumen pro

4. Penatalaksanaan egawatdaruratan
............ t - f ..... . . Q.._--..!.-. . . -. --
telinga ............................................................................................ - ... ..... . .........:..................................
Asuhan keperawa an penyakit telinga_.__._....__.. 2 5
6. Tindakan Aseptik Jan Antiseptik/Sterilisasi
dan pemelihara i alai- - - -- - -- --- ---- - -
-_ -----
7. Kegiatan luar ged ng program - kesehatan 2
h d•.ra P giihat n din Penden aran.
C. Mc teri Penunjang: 0
1. Membangun Kor tmen Pembelajaran/ 0
LJuilding Leaming Commitment (BL.9)
........... i--------I----------- 6 6..........I ...............1
2. Pencatatan dan ela poran
3. Penyusunan PO RTL 0 2 0° 2 -. 50
JtJMLAH: 21 13 '?. 16

T: Teori F: Pentigasan FL: Praktek Lapangan

•rew it ^J us.^e nrsnS


VI. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN
Pembukaan

Meinbangun Kontitnrent Belajar (BLQ


Metode: Games, diskusi

Wawasar /Pengetahuan Ketrampilan


Indera Penglihatan:
1. Kebijakan Kemenkes dalam program 1. Anatomi dan fisiologi mata
PGPK dan PGPKt di Puskesmas 2. Pemeriksaan mata dasar
2. Peran dan Fungsi Perawat Puskesmas 3. Gejala dan diagnosis penyakit penyebab gangguan
dalam PGPK dan PGPKt penglihatan dan kebutaan:
a. Katarak
Metoda: b. Kelainan Refraksi
1. Ceramah, Tanya jawab c. Glaukoma
2. Curah pendapat d. Xeroftalmia
e. Penvakit mata lainnya
4. Pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
5. Asuhan keperawatan penyakit mats
Indera Pendengaran:
1. Anatomi dan Fisiotogi Telinga
2. Pemeriksaan Telinga Dasar
3. Gejala dan diagnosis penyakit penyebab gangguan
pendengaran clan ketulian:
a. OMSK
b. Tuli kongenital
c. NIHL
d. Presbikusis
c. Penyakit telinga lainnya
4. Pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
telinga
5. Asuhan keperawatan penyakit telinga
6. Tindakan Aseptik dan Antiseptik/Sterilisasi dan
Pemeliharaan Alat
7. Kegiatan [Liar gedung program kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran
Metoda :
1. Diskusi kelompok
2. Studi kasus
3. Simulasi
4. Praktek lapangan

Praktek Laoanean

RTl

Evaluasi

j Penutupan

Urtklzj ar
m i/air ./'j2ocCcel:J'efatz{.cr +: eselGTetan fiid ru Af!yi iPeraw tr 0
VII. PROSES DANIMETODA PEMBELAJARAN

Dari gambar di atas dapat disampaikan bahwa proses pelatihan


dilaksanakan m Ialui tahapan sebagai berikut:
1. Pencairan, ngaktifan dan penggalian harapan peserta melalui
Building Lea ning Commitment (BLC).
Proses ini b rmaksud untuk menggali harapan, tujuan yang ingin
diperoleh m Ialui pelatihan ini kaitannya dengan pelaksanaan dan
peningkata program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengara

2. Pembahasa materi di kelas


Dalam setia pembahasan materi, peserta dilibatkan secara aktif
sepenuhnya alam kegiatan pembelajaran.
Pola umum egiatan pembelajaran untuk setiap materi pelatihan
adalah:
o Mem ersiapkan peserta untuk mengikuti kegiatan
pem elajaran
o Penj lasan tujuan pembelajaran
o Peny mpaian materi dengan metode ceramah tanya jawab
dan rah pendapat
o Penu asan antara lain diskusi kelompok, studi kasus, simulasi,
clan I in-lain sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
o Peny jian hasil penugasan
o Ump n balik dan kesimpulan.

3. Praktek kerj lapangan


Tujuan pra tek kerja lapangan adalah agar peserta mendapat
pengalaman elajar yang nyata dengan cara memberi kesempatan
kepada pese a untuk mempraktekkan pengetahuan yang didapat
yang berkait n dengan Upaya Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengara
Lokasi prakt k lapangan:
o Rumah S kit
o BKMM/B IM
o Puskesm s Center

4. Penyusunan encana Kegiatan Upaya Kesehatan Indera Penglihatan


dan Penden aran
Prinsip-prins dalam proses adalah sbb:
1. Orientasi eserta meliputi latar belakang, kebutuhan dan harapan
yang terk it dengan bidang tugas yang akan dilaksanakan setelah
mengikuti pelatihan, memberi kesempatan belajar sambil berbuat

' ir.s'{'esm as
(learning by doing) dan belajar atas pengalaman (learning by
experience)
2. Peran serta aktif peserta sesuai dengan pendekatan pembelajaran
3. Pembinaan iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya
komunikasi dari dan ke berbagai arah
4. Pengalaman praktek kerja lapangan untuk membiasakan peserta
melaksanakan tugasnya

VIII. GARIS GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)


MD. 1 : Kebijakan Program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran dalam PGPK dan PGPKT
Waktu : 1 JpI (T = 1); JpI; P= 0; PL= 0)

Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami Kebijakan
Kemenkes dalam Program PGPK dan PGP Ket
ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/
Metode Alat Bantu Referensi
Khusus Sub Pokok Bahasan
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu menjelaskan:
1. Visi dan Misi 1. Visi dan Misi CTJ . Laptop 1. Modul
program kesehatan program kesehatan Pelatihan
Indera Pengli hatan Indera Pengli hatan . LCD 2. Renstranas
dan Indera dan Indera PGPK dan
Pendengaran Pendengaran PGP
Ketulian
2. Kebijakan PGPK 2. Kebijakan PGPK 3. Pedoman
untuk mencapai untuk mencapai Pelayanan
Vision 2020 dan Vision 2020 dan Kesehatan
Kebijakan PGP Kebijakan PGP Indera
ketulian untuk Ketulian untuk Penglihat-
mencapai Sound mencpai Sound an dan
Hearing 2030 Hearing 2030 Indera
Pendengar-
3. Kegiatan Program 3. Pokok Kegiatan an di
Kesehatan Indera Program Kesehatan Puskesmas
Penglihatan dan Indera Peng
Indera Pendengar- lihatandan Indera
an di Puskesmas Pendengaran di
Puskesmas

. efata" fn dera F/< i ^.J eru


MD. 2 Peran da Fungsi Perawat Puskesmas dalam upaya PGPK
dan PGP Ketulian
Waktu : 2 jpI (T = jpI; P= 0; PL= 0)
Tujuan Pembelajar n Umum:
Setelah mengikuti r elatihan, peserta mampu melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai p rawat di Puskesmas dalam PGPK dan PGP Ket.
ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/
Khusus Metode Alat Bantu Referensi
Sub Pokok Bahasan
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:

1. Mengidentifikasi 1. Kegiatan CTJ . Laptop 1. Modul


kegiatan keperawatan D i s k u s i . LCD Pelatihan
keperawatan dalam pelayanan . White- 2. Renstra-
dalam pelayanan kesehatan Indera board nas PGPK
kesehatan Indera . OHP dan PGP
. Trans- Ket
2. Melaksanakan 2. Peran dan fungsi parant 3. Pedoman
peran dan fungsi Perawat sebagai . Flipchart pelayanan
Perawat sebagai pelaksana Kesehat-
pelaksana pelayanan an Indera
pelayanan kesehatan Indera Penglihat-
kesehatan Indera an dan
Indera
Pendeng
aran di
Puskes-
mas
4. Pedoman
kegiatan
Perawat
Kesmas di
Puskes-
mas

T_-uYzAufuxc ,art /^,nfuf^fefati/rare 1'. ?, ' tata7T ,.7irfr:ra' a5 .5 craWat c/ u.r e.s^r^trr
MI. 1 : Anatomi dan Fisiologi Mata
Waktu : 1 jpl (T = 1 jpl; P= 0; PL= 0)
Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami anatomi dan fisiologi mata

ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/


Metode Alat Bantu Referensi
Khusus Sub Pokok Bahasan
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
1. Menjelaskan 1. Anatomi Mata CTJ • Laptop 1. Modul
tentang anatomi Demon- • LCDAlat Pelatihan
mata strasi peraga/ 2. Buku-
pantom buku
2. Menjelaskan 2. Fisiologi mata tentang
fisiologi mats

Ml. 2 : Pemeriksaan Mata Dasar


Waktu : 4 jpI (T = 1 jpl; P= 1; PL= 2 jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melaksanakan pemeriksaan mata dasar
ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/
Metode Alat Bantu Referensi
Khusus Sub Pokok Bahasan
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu melakukan:
1. Anamnesis 1. Anamneis • CTJ • Laptop 1. Modul
2. Pemeriksaan 2. Pemeriksaan • Simulasi • LCD Pelatihan
mata luar mata luar • Demon- • Alat 2. Buku-
3. Pemeriksaan 3. Pemeriksaan strasi peraga/ buku
visus dan pinhole visus dan pinhole • Praktek pantom tentang
4. Pemeriksaan 4. Pemeriksaan Lapang- • Formulir Keseha-
refraksi sederhana refraksi sederhana an status tan mata
5. Pemeriksaan 5. Pemeriksaan mata
anel test anel test • Diagno-
6. Pemeriksaan buta 6. Pemeriksaan buta stik set
warna warna • Lembar
7. Pemeriksaan 7. Pemeriksaan penuga
lapang pandang lapang pandang san
sederhana. sederhana

e.rzAulum zan 3w",tuf ` elrtif+a» k--"A^atan <7n(lerrr 6^r ji rasa at / skr=s, as


11
MI.3 : Gejala, Dig Ignosis dan Penatalaksanaan Penyakit Mata Utama
Penyebabl (ebutaan (Katarak , Glaucoma , Kelainan Refraksi dan
Xeroftalmia serta mata merah
Waktu : 5 jpl (T = 2 jpl; P= 0 jpl ; PL= 3 jpl)

Tujuan Pembelajara n Umum :


Setelah mengikuti pel atihan, peserta mampu melakukan penatalakasanaan
penyakit-penyakit ma to utama penyerbab kebutaan
(Katarak, Glaucoma, Kelainan Refraksi dan Xeroftalmia) serta mata merah

ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/


Metode Alat Bantu Referensi
Khusus Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti
pelatihan , peserta
mampu menjelas-
kan :

1. Tanda, gejala dan 1 . Tanda, Gejala dan • CTJ 1. Modul


tatalaksana tatalaksana • Demon- Pelatihan
katarak katarak strasi • Laptop 2. Buku-
2. Tanda, gejala dan 2 . Tanda, Gejala dan • Praktek • LCD buku
tatalaksana tatalaksana Lapang- • Formulir tentang
glaukoma glaukoma an status Kesehata
3. Tanda, gejala dan 3. Tanda, Gejala dan mata n mata
tatalaksana tatalaksana • Diagno-
kelainan refraksi kelainan refraksi stik set
4. Tanda, gejala dan 4. Tanda, Gejala dan mata
tatalaksana tatalaksana • Lembar
xeroftalmia xeroftalmia penuga-
5. Tanda, gejala dan 5. Tanda, gejala dan san
tatalaksana tatalaksana mata
penyakit mata merah
merah.

/ iIr ^ acar r ar 't+


12
MI. 4 : Pertolongan pertama pada kegawatdaruratan mata
Waktu : 3 jpl (T = 1 jpl; P= 0 jpl; PL= 2 jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan pertolongan pertama pada
kegawatdaruratan mata
ujuan Pembelajara Pokok Bahasan /
Metode Alat Bantu Referensi
Khusus Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:

1. Mengidentifikasi 1. Kasus-kasus • CTJ • Laptop


1. Modul
kasus-kasus kegawatdaruratan • Demon- • LCD Pelatihan
kegawat mata : strasi . Formulir 2. Buku-
daruratan mata a. Trauma tumpul • Praktek status buku
b. Trauma tajam Lapang- mata tentang
c. Trauma kimia an •Alat-alat Kesehat-
kedarur- an mata
2. Menetapkan 2. Diagnose atan
diagnose pada kegawatdaruratan mata
kegawat mata • Lembar
daruratan mata penug-
asan
3. Melakukan 3. Pertolongan
pertolongan pertama pada
pertama pada kegawat
kegawatdaruratan daruratan mata.
mata

A. [[TLkLGJC1Jtt ClaJt cJ VLOC^t4! c/. aJatt/i CZJ7 ^eSE ;td ,a 6a ai

13
MI. 5 : Asuhan KE perawatan Penyakit Mata
Waktu : 5 jpI (T = 1 jpl; P= 2 jpl; PL= 2 jpl)

Tujuan Pembelajar, in Umum:


Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan Asuhan
Keperawatan pad a penyakit mata utama penyebab kebutaan
(Katarak, Glaukoma , Kelainan Refraksi, Xeroftalmia) dan mats merah

ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/ Metode Alat Bantu Referensi


Khusus Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu melakukan:
• CTJ • Laptop
1. Asuhan kepera- 1. Asuhan • Demon- • LCD 1. Modul
watan katarak keperawatan strasi • Formulir Pelatihan
katarak • Praktek status 2. Buku-
2. Asuhan 2. Asuhan Lapang- mata buku
keperawatan keperawatan an • Lembar tentang
penuga- Kesehat-
glaukoma glaukoma
san
an mata
3.Asuhan 3.Asuhan
keperawatan keperawatan
kelainan refraksi kelainan refraksi

4.Asuhan 4.Asuhan
keperawatan keperawatan
xeroftalmia xeroftalmia

5. Asuhan 5. Asuhan
keperawatan keperawatan
konjungtivitis konjungtivitis
INDERA PENDENGARAN
MI. 1 : Anatomi, Fisiologi Telinga dan Pendengaran
Waktu : 1 jpl (T = 1 jpl; P= 0; PL= 0)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami anatomi, fisiologi
telinga dan pendengaran

ujuan Pembelajara Pokok Bahasan / Metode Alat Bantu Referensi


Khusus Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti

pelatihan, peserta

mampu:

. Laptop
1. Menjelaskan 1. Anatomi Telinga CTJ 1. Modul
. LCD
tentang anatomi Demonst . Alat Pelatihan

telinga 2. Fisiologi Telinga rasi 2. Buku-


peraga/
dan pendengaran buku
pantom
2. Menjelaskan tentang

fisiologi telinga THT

dan pendengaran

/ s ayy era fiu^rs cerasvut 35c<s^es^nas


15
MI. 2 : PemeriH saan Telinga Sederhana
Waktu : 3 jpl (T 1 jpl; P= 0; PL= 2 jpl)

Tujuan Pembelajz Iran Umum :


Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu meiaksanakan pemeriksaan
telinga sederhana.

ujuan Pembelajar Pokok Bahasan/


Khusus Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi

Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu melakukan
• CTJ • Laptop
1. Anamnesis 1. Anamnesis • Demon- • LCD
1. Modul
strasi •Alat
Pelatihan
2. Pemeriksaan 2. Pemeriksaan • Praktek peraga/
2. Buku
telinga luar telinga luar Lapang- pantom
Pedoman
an • Formulir
Kesehat-
3. Pemeriksaan 3. Pemeriksaan status
an Indera
penunjang. penunjang. telinga
Pendeng-
• Diagno-
aran di
stik set
Puskes-
telinga
mas
• Lembar
penuga-
san

m d;.,, Jam. rLu -fefutzli(vr esefratax 9rrc&ru 6^ i I P,JIVat u


s e nn S
16
MI.3 : Gejala, diagnosis dan penatalaksanaan penyakit telinga dan gangguan
pendengaran
Waktu : 6 jpl (T = 3 jpl; P= 0 jpl; PL= 3 jpl)
Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami gejala dan diagnosis
penyakit telinga dan gangguan pendengaran.

ujuan Pembelajara Pokok Bahasan / Metode Alat Bantu Referensi


Khusus Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu menjelaskan :
. CTJ • Laptop
1. Tanda, gejala dan 1. Tanda, gejala dan • Demon- • LCD 1. Modul
tatalaksana tatalaksana • Formulir Pelatihan
strasi
OMSK OMSK • Praktek status
Lapang- THT
2. Tanda, gejala dan 2. Tanda, gejala dan an . Diagno- 2. Buku
tatalaksana Tuli tatalaksana Tuli stik set Pedoman
kongenital kongenital THT Kesehat-
• Lembar an Indera
3. Tanda, gejala dan 3. Tanda, gejala dan Pendeng-
penugas
tatalaksana NIHLs tatalaksana NIHL an aran di
Puskes-
4. Tanda, gejala dan 4. Tanda, gejala dan mas
tatalaksana tatalaksana
Presbikusis Presbikusis

5. Tanda, gejala dan 5. Tanda, gejala dan


tatalaksana tatalaksana
penyakit telinga penyakit telinga
Iainnya. Iainnya.

PTUWa u8k.e.' maj'


MI.4 : Pen ata Iaksanaan Kegawatdaruratan Telinga dan
Penden gran
Waktu : 3 jpI (T = 1 jpI; P= 0 jpl; PL= 2 jpl)

Tujuan Pembelaj^ ran Umum :


Setelah mengikuti elatihan, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan telinga dan pendengaran.

ujuan Pembelajar Pokok Bahasan/


Khusus Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi

Setelah mengikuti

pelatihan, peserta

mampu:
• CTJ

1. Mengidentifkasi 1. Kasus-kasus • Demon-


• Laptop 1. Modul
kasus-kasus kegawatdaruratan strasi
. LCD Pelatihan
kegawat telinga • Praktek
• Formulir
daruratan telinga Lapang-
status 2. Buku
dan pendengara an telinga Pedoman

• Set alat Kesehat-


2. Melakukan 2. Penatalaksanaan THT an Indera
penatalaksanaan kegawat • Lembar Pendeng-
kegawatdaruratan daruratan telinga penuga- aran di
telinga dan dan pendengaran. san Puskes-
pendengaran mas

^u"T
u.rhesmus i
18
MI. 5 : Asuhan keperawatan penyakit telinga penyebab ketulian (OMSK,
Tuli Kongenital, NIHL, dan Presbikusis) serta Serumen prop

Waktu : 5 jpI (T = 1 jpl; P= 2 jpl; PL= 2 jpl)


Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan Asuhan keperawatan
pada penyakit telinga penyebab ketulian
(OMSK, Tuli Kongenital, NIHL, dan Presbikusis) serta Serumen prop

ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/ Metode Alat Bantu Referensi


Khusus Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu melakukan:

• CTJ • Laptop 1. Modul


1. Asuhan kepera- 1. Asuhan kepera-
• Demon- . LCD Pelatihan
watan OMSK watan OMSK
strasi • Formulir 2. Buku-
• Praktek status buku
2. Asuhan kepera- 2. Asuhan kepera-
Lapang- telinga tentang
watan Tuli watan Tuli
kongenital kongenital an • Set Alat Kesehat-
THT anTHT
3. Asuhan 3. Asuhan • Lembar 3. Buku
keperawatan keperawatan penuga- Asuhan
NIHL NIHL san Kepera-
watan
4. Asuhan 4. Asuhan
keperawatan keperawatan
Presbikusis Presbikusis

5. Asuhan 5. Asuhan
keperawatan keperawatan
Serumen prop Serumen prop

uri1ufua, rGrn it luf ' / tucan ewI Sian j. [ rcr6<1 i eruwat c uvJ eb^ts s_
MI. 6 : Tindakai i Aseptik /Antiseptik dan Sterilisasi
Waktu : 3 jpI (T = 1 jpl; P= 2 jpI; PL= 0 jpl)

Tujuan Pembelaja ran Umum:


Setelah mengikul i pelatihan, peserta mampu melakukan tindakan
Aseptik/Antiseptik ( an Sterilisasi alat

ujuan Pernbelaja ra n Pokok Bahasan /


Khusus Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi

Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:

1. Melakukan 1. Tindakan • CTJ • Laptop 1. Modul


tindakan aseptik/ Aseptik/antiseptik • Demon- • LCD Pelatihan
antiseptik a. Cara mencuci strasi •Alat 2. Buku-
tangan dengan • Praktek mata buku
Benar dan THT tentang
• Lembar Kesehatan
2. Melakukan 2. Sterilisasi Alat penuga-
sterilisasi alat a. Cara mencuci san
alat
b. Cara sterilisasi
alat
c. Cara sterilisasi
ruangan
operasi

20
MI.7 : Kegiatan Luar Gedung Program Kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran (penyuluhan, penjaringan kasus: UKS,
Posyandu, Posbindu dan Rujukan )
Waktu : 2 jpI (T = 2 jpI; P= 0 jpI; PL= 0 jpI)
Tujuan Instruksi Umum :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu melakukan kegiatan luar
gedung Program Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran

ujuan Pembelajara Pokok Bahasan / Metode Alat Bantu Referensi


Khusus Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
. TJ • Laptop
1. Melakukan 1. Penyuluhan . Role Play • LCD 1. Modul
penyuluhan kesehatan Indera • Flip Pelatihan
Chart
2. Melakukan 2. Penemuan kasus • Kertas 2. Renstra-
penemuan kasus gangguan kerja nas PGPK
kesehatan Indera dan
PGPKet
3. Melakukan 3. Rujukan
rujukan kesehatan Indera 3. Pedoman
pelayanan
4. Melakukan 4. Asuhan Kesehat-
asuhan keperawatan an Indera
keperawatan keluarga, Pengliha-
keluarga, kelompok dan tan dan
kelompok dan masyarakat Pendeng-
masyarakat dengan gangguan arandi
dengan gangguan kesehatan Indera Puskes-
kesehatan Indera mas

fur. dan duf Whiare :9 ese"ta)t Ynde,


21
MP.1 : MembangL in Komitmen Pembelajaran/Building Learning Commitment
(BLC)
Waktu : 2 jpl (T = 0 jpl; P= 2 jpl; PL= 0 jpI)
Tujuan Pembelajarai i Umum:
Setelah mengikuti pelt tihan, peserta mampu Membangun Komitmen Pemberlajaran
ujuan Pembelajara Pokok Bahasan /
Khusus Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi

•CTJ • Laptop 1. Modul


• Demon- • LCD Pelatihan
strasi 2. Buku-
• Praktek buku
Lapang- tentang
an Kesehat-
an indra

MP.2 : Pencatat n dan Pelaporan


Waktu : 1 jpl (T = jpI; P= 0 jpl; PL= 0 jpI)
Tujuan Pembelaja an Umum :
Setelah mengikuti elatihan, peserta mampu memahami pencatatan dan
pelaporan Indera P nglihatan dan Pendengaran
ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/
Khusus Sub Pokok Bahasan Metode Alat Bantu Referensi
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta
mampu:
1. Melaksanakan 1. Pencatatan • CTJ • Laptop 1 . Modul
pencatatan kasus- kasus-kasus • Demon- • LCD Pelatihan
kasus gangguan kesehatan strasi • Formulir
kesehatan Indera kesehatan Indera • P r akt e k status 2. Buku-
Penglihatan dan Penglihatan dan Lapang- mata buku
Indera Indera an dan tentang
Pendengaran Pendengaran Telinga Kesehat-
2. Membuat laporan 2. Pelaporan hasil • Formulir an Indera
hasil pelaksanaan kegiatan pelapo-
kegiatan kesehat- kesehatan Indera
an Indera Pengli- Penglihatan dan
hatan dan Indera Indera
Pendengaran Pendengaran
3. Melakukan analisis 3. Analisis dan
dan evaluasi data evaluasi

:f ri u ✓ ,m ^x^i u^i^4c-cCi+.f^J'efatira^t ,eseliut -Jflder(Z1


^2iJ
E'rlxi{'!xt ^ tc.r.Et ^e'mgs

22
MP.3 : Penyusunan POAIRTL
Waktu : 2 jpl (T = 0 jpl; P= 2 jpl; PL= 0 jpl)

Tujuan Pembelajaran Umum :


Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menyusun POAIRTL kegiatan
PGPK dan PGPKet
Indera Penglihatan dan Pendedngaran
ujuan Pembelajara Pokok Bahasan/
Metode Alat Bantu Referensi
Khusus Sub Pokok Bahasan
Setelah mengikuti . CTJ • Laptop 1. Modul
pelatihan, peserta • Demon- • LCD Pelatihan
mampu: strasi • Formulir
. Praktek status 2. Buku-
Lapang- mata buku
an • Alat tentang
kedarur Kesehat-
atan an indra
mata
• Lembar
penuga-
san

IX. EVALUASI DAN SERTIFIKASI


A. Evaluasi
1. Peserta
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran dart peserta.
melalui: pre test dan post test serta pengamatan dan penilaian
selama proses pembelajaran
2. Pelatih /fasilitator
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan pelatih/fasilitator
dalam menyampaikan mated pembelajaran sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dan dapat dipahami oleh peserta

3. Penyelenggaraan
Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan diktat. Obyek
evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis
B. Sertifikasi (dart Pusdikiat)
Sertifikat diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan diberikan
kepada peserta yang mengikuti proses pembelajaran paling sedikit
95% dart jumlah jam pembelajaran.

_urLkufum chit /'I [af nJntV an Y^ eseIatrrn ^tdera 6<yi i raw tt J"=s tJ^lSma.
23
MATERI DASAR I
KEBIJ KAN PROGRAM KESEHATAN INDERA
DI PUSKE MAS DALAM RANGKA PGPK DAN PGPKT

1. DESKRIPSI SI

Puskesmas a alah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah erja dan mempunyai fungsi sebagai penggerak
pembangunan b rwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat
dan pusat pelay nan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan
kesehatan pero angan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam
mencapai Visi: Kecamatan Sehat, Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehat n wajib yaitu upaya promosi kesehatan, kesehatan
Iingkungan, kes hatan ibu dan anak serta KB, upaya perbaikan gizi
masyarakat, pe cegahan dan pemberantasan penyakit menular serta
upaya pengoba n. Selain itu sesuai dengan masalah daerah setempat
dapat dilaksana n upaya kesehatan pengembangan. Kesehatan Indera
Penglihatan da Pendengaran termasuk dalam upaya kesehatan
pengembangan uskesmas yang dapat diintegrasikan dengan upaya
kesehatan Iainn a.

II. TUJUAN PEM ELAJARAN


A. Tujuan Pem elajaran Umum
Setelah me yelesaikan materi ini, peserta mampu menjelaskan
kebijakan Pro ram Kesehatan Indera (Penglihatan dan Pendengaran)
di Puskesma

B. Tujuan Pem elajaran Khusus


Setelah men elesaikan materi ini, peserta mampu menjelaskan
tentang :
• Visi dan Misi Program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendeng ran
• Strategi P nanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
(PGPK) rta Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian ( GPKT)
• Pokok-p kok kegiatan dalam Penanggulangan Gangguan
Penglihat n dan Kebutaan serta Penanggulangan Gangguan
Pendeng ran dan Ketulian di Puskesmas
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
1. Visi dan Misi Program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran
2. Strategi untuk Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
serta Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
3. Pokok-pokok kegiatan dalam upaya PGPK dan PGPKT di Puskesmas

IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI


1. Rencana Strategi Nasional PGPK untuk mencapai Vision 2020
2. Rencana Strategi Nasional PGPKT untuk mencapai tujuan Sound
Hearing 2030
3. Pedoman Manajemen Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran di Provinsi dan Kabupaten/Kota
4. Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
di Puskesmas
V. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.
Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator menyampaikan materi
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi materi yang
disajikan

VI. URAIAN MATERI


A. PENDAHULUAN
Dalam rangka menurunkan angka gangguan penglihatan dan
kebutaan, WHO telah mencanangkan program Vision 2020: The
Right to Sight pada tanggal 30 September 1999, yang kemudian
ditindaklanjuti dengan pencanangan Vision 2020 : The Right to
Sight di Indonesia pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati
Soekarnoputri.
Untuk penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian WHO
telah merekomendasikan program Prevention of Deafness and
Hearing Impairment (PDHI) supaya setiap negara mengupayakan
penurunan angka preventable deafness sebesar 50% pada tahun
2010.

25
Untuk menin aklanjuti rekomendasi WHO ini negara-negara Regional
Asia Tengga 'a pada tahun 2005 dalam The First Regional Meeting
di Bangkok embentuk " SEA Forum for Sound Hearing 2030"yang
beranggota n 11 negara , termasuk Indonesia . Tujuan SEA Sound
Hearing 203 ini adalah menurunkan preventable deafness sebesar
50%pada2 15 dan 90% pada 2030 di negara-negara Asia Tenggara.
Sebagai tin ak lanjut atas pencanangan Vision 2020 dan Tujuan
SEA Sound earing 2030, Departemen Kesehatan telah menyusun
kebijakan- ebijakan di bidang Kesehatan Indera yaitu:
• Rencan Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Pengliha an dan Kebutaan (Renstranas PGPK) untuk mencapai
Vision 2 20
• Rencan Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Pendeng ran dan Ketulian (Renstranas PGPKT) untuk mencapai
tujuan S and Hearing 2030
• Pedoma Manajemen Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendeng ran.
• Pedoma Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendeng ran di Puskesmas
Kegiatan pe anggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan dan
penanggula gan gangguan pendengaran dan ketulian di Provinsi
dan Kabup en/Kota akan difokuskan pada 4 (empat) penyakit
penyebab ut ma kebutaan yaitu katarak, kelainan refraksi, xeroptalmia
dan glauko a dan 4 (empat) penyakit penyebab utama ketulian
yaitu OMSK Tuli Kongenital, NIHL dan Presbikusis. Namun tidak
mengabaika penyakit-penyakit penyebab kebutaan dan ketulian
lain yang ad di wilayah tersebut.
Kegiatan pel yanan kesehatan Indera dilaksanakan oleh Puskesmas
sebagai sar na pelayanan kesehatan strata pertama dan Balai
Kesehatan ata Masyarakat (BKMM)/Balai Kesehatan Indera
Masyarakat KIM) dan Rumah Sakit Umum (RSU) sebagai sarana
rujukan.

B. VISI DAN MISI ROGRAM KESEHATAN INDERA

1. Visi clan Mi i Program Kesehatan Indera Penglihatan


Sesuaideng n Kepmenkes RI No. 1437/ Menkes/SK/X/2005 tentang
Rencana Str tegi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan
dan Kebuta n untuk mencapai Vision 2020, disebutkan bahwa
Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di Indonesia
dilaksanakan dengan :

Visi: Mata Sehat 2020 yaitu Setiap penduduk Indonesia pada tahun
2020 memperoleh kesempatan/hak untuk melihat secara optimal.

Untuk mecapai Visi ini ditetapkan Misi:


• Melakukan promosi kesehatan untuk pemberdayaan masyarakat
tentang pentingnya peran mata sehat
• Menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan di
masyarakat secara dini.
• Memfasilitasi pemerataan pelayanan kesehatan mata yang
bermutu dan terjangkau
• Menggalang kemitraan dengan masyarakat dan pihak-pihak
terkait di dalam dan luar negeri untuk mewujudkan Mata Sehat
2020

2. Visi dan Misi Program Kesehatan Indera Pendengaran

Untuk Kesehatan Indera Pendengaran juga telah ditetapkan


Kepmenkes RI Nomor 879/ Menkes/SK/XI/2006 tentang Rencana
Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian untuk Mencapai Sound Hearing 2030. Berdasarkan
Renstranas PGPKT upaya penanggulangan gangguan pendengaran
dan ketulian dilaksanakan untuk mencapai :

Visi : Pendengaran Sehat 2030 yang artinya Setiap penduduk


Indonesia mempunyai hak untuk memiliki derajat kesehatan
telinga dan pendengaran yang optimal pada tahun 2030.

Untuk mencapai Visi ini ditetapkan Misi:


• Melakukan promosi kesehatan untuk memberdayakan masyarakat
tentang pentingnya kesehatan Indera Pendengaran.
• Melakukan deteksi dini dan menanggulangi gangguan
pendengaran dan ketulian di masyarakat.
• Pemerataan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran yang
bermutu dan terjangkau.
• Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat dan pihak-pihak
terkait di dalam dan luar negeri untuk mewujudkan Pendengaran
Sehat 2030.

^L2 riA Jwn oar< </V(,cda! i ejati/rare .eseliatas: ^Gui ra fia5i er iwaC us+( e synas

27
C. STRATEGI

Untuk menurun an angka kebutaan dan ketulian ini telah ditetapkan 6


(enam) strateg untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan
kebutaan serta enanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian,
yaitu:
1. Membentuk an mendayagunakan Komite Nasional Penanggulangan
Gangguan nglihatan dan Kebutaan (PGPK) dan Komite Nasional
Penanggula gan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT)
2. Meningkatk in advokasi dan komunikasi Lintas Program/Sektor
(LP/LS) dal m PGPK dan PGPKT.
3. Menggala g kemitraan dalam PGPK dan PGPKT.
4. Penguatan anajemen dan infrastruktur program PGPK dan PGPKT.
5. Peningkata kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam
PGPK dan GPKT.
6. Mobilisasi su ber daya pemerintah, swasta, masyarakat dan lembaga
donor dalam dan luar negeri yang mendukung pelaksanaan kegiatan
PGPK clan GPKT

D. POKOK KEGI AN PGPK DAN PGPKT DI PUSKESMAS


Upaya penan gulangan kebutaan dan ketulian di Puskesmas
dilaksanakan m Ialui pengelolaan dan pelayanan program kesehatan
Indera (Pengliha an dan Pendengaran). Pengelolaan Program Kesehatan
Indera di Pusk smas dilaksanakan melalui langkah-langkah kegiatan
sebagai beriku :
1. Perencana n Kegiatan
Untuk mela sanakan Program Kesehatan Indera di Puskesmas
perlu disiap an
a. Sumber aya yang ada
1). Tena a
D kter, perawat dan tenaga medis lainnya
• Li tas sektor
• K der, guru sekolah dan tokoh masyarakat
2). Sara a dan prasarana
Untu pelaksanaan kegiatan diperlukan sarana dan prasarana
pen njang seperti peralatan medis dan non medis, obat-
obat n, sarana penyuluhan dan lain lainnya.
3). Dan terutama untuk mendukung kegiatan di luar gedung
Pusk smas
b. Pada tah p perencanaan Pimpinan dan staf Puskesmas dapat
melaku an Survei Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah
Masyara at Desa (MMD)

n ^1S/(,ocCufJ"efrY.i ^rn .& eseftuta7Jfl Ceru bayi J"eruwut eJ us^esmus

28
SMD dan MMD ini merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengenali keadaan dan masalah yang
dihadapi serta potensi yang ada untuk mengatasi masalah
tersebut . Hasil dari SMD / MMD berupa data tentang :
• Kasus kesakitan mata dan telinga yang ada di masyarakat
• Pengetahuan , sikap dan perilaku masyarakat mengenai
kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
• Potensi - pontesi yang ada dalam masyarakat dan dapat
digunakan untuk pemecahan masalah
Setelah data ini dikumpulkan , akan dilakukan analisis bersama,
untuk menetapkan masalah kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran , bahan ini dapat digunakan untuk
penyusunan usulan kegiatan.

c. Penyusunan usulan kegiatan


Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan
upaya kesehatan lainnya . Rencana yang telah disusun dibuat
dalam bentuk matriks yang berisikan rincian kegiatan, tujuan,
sasaran, volume waktu , lokasi serta perkiraan biaya untuk setiap
kegiatan.

2. Pelaksanaan Kegiatan
a. Sosialisasi
Sosialisasi ini disampaikan kepada staf Puskesmas, lintas sektor,
kader kesehatan, guru sekolah, orang tua murid dan masyarakat
umum yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan sosialisasi
agar mereka mendapatkan informasi secara jelas mengenai
kegiatan upaya kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
serta mengetahui peran, tugas dan fungsi masing-masing.
Di samping itu juga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran.
b. Pelatihan : diberikan kepada perawat, guru UKS, kader dan
tokoh masyarakat

3. Pelayanan Kesehatan Indera di Puskesmas :

a. Pelayanan di dalam gedung Puskesmas


Pelayanan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di dalam
gedung dapat dilakukan dengan mengintegrasikan dalam upaya
kesehatan wajib Puskesmas. Kegiatannya dapat berupa :

29
1). Penyuluh n kesehatan Indera
• Peny uhan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
di dal m gedung Puskesmas dapat dilaksanakan secara
langs ng kepada pengunjung Puskesmas dengan sasaran
kelom ok maupun individu. Selain itu dapatjuga secara tidak
langs ng, dilakukan dengan menggunakan poster, leaflet,
radio spot atau lainnya yang tersedia di Puskesmas.
• Penja ingan kasus-kasus penyakit mata dan telinga serta
gangg an fungsi penglihatan dan pendengaran melalui klinik
rawat jalan maupun pada pelayanan KIA, KB dan Gizi.
• Peme iksaan dan tindakan medik pelayanan kesehatan Indera
Pengli atan Primer, yang meliputi:
Melak kan anamnesis
o M njelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalani oleh
pa ien
o M ngukur dan menentukan tajam penglihatan (visus)
o M lakukan pemeriksaan segmen depan mata dengan
lo pe dan lampu senter
o M lakukan pemeriksaan lapang pandangan dengan
m tode konfrontasi atau kampus sederhana
o M ngukur tekanan bola mata dengan tonometer schiotz
o M meriksa kejernihan media refraksi dan segmen
be kang mata dengan oftalmoskop direk
o M meriksa dan menentukan ada tidaknya kelainan
pe glihatan warna dengan tes Ishihara-Kanehara
o M lakukan tindakan bedah kecil (kalazion dan hordeolum),
se a perawatan paska bedah katarak dan glaukoma
o M meriksa dan mengobati penyakit mata luar
o M akukan pertolongan pertama pada kedaruratan mata
Mela kan pemeriksaan dan tindakan medik masalah
gangg an pendengaran dan penyakit-penyakit telinga, seperti:
lakukan anamnesis untuk evaluasi kesehatan THT
o M njelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalani oleh
pa ien
o M lakukan pemeriksaan THT dengan lampu kepala &
of skop
o M lakukan pemeriksaan penunjang sederhana untuk
m nentukan ada tidaknya gangguan pendengaran seperti
to penala & audiometri
o M meriksa dan mengobati penyakit-penyakit telinga luar
da infeksi telinga tengah
o M lakukan pertolongan pertama pada kedaruratan telinga

Jar /LLcJul j efutslun 3 ese/iutate ` nef


i ru fiagi I trasva i :.sEesrnas
SMD dan MMD ini merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengenali keadaan dan masalah yang
dihadapi serta potensi yang ada untuk mengatasi masalah
tersebut . Hasil dari SMD / MMD berupa data tentang :
• Kasus kesakitan mata dan telinga yang ada di masyarakat
• Pengetahuan , sikap dan perilaku masyarakat mengenai
kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
• Potensi - pontesi yang ada dalam masyarakat dan dapat
digunakan untuk pemecahan masalah
Setelah data ini dikumpulkan , akan dilakukan analisis bersama,
untuk menetapkan masalah kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran , bahan ini dapat digunakan untuk
penyusunan usulan kegiatan.

c. Penyusunan usulan kegiatan


Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan
upaya kesehatan Iainnya . Rencana yang telah disusun dibuat
dalam bentuk matriks yang berisikan rincian kegiatan, tujuan,
sasaran , volume waktu , lokasi serta perkiraan biaya untuk setiap
kegiatan.

2. Pelaksanaan Kegiatan
a. Sosialisasi
Sosialisasi ini disampaikan kepada staf Puskesmas, lintas sektor,
kader kesehatan, guru sekolah, orang tua murid dan masyarakat
umum yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan sosialisasi
agar mereka mendapatkan informasi secara jelas mengenai
kegiatan upaya kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
serta mengetahui peran, tugas dan fungsi masing-masing.
Di samping itu juga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran.
b. Pelatihan : diberikan kepada perawat, guru UKS, kader dan
tokoh masyarakat

3. Pelayanan Kesehatan Indera di Puskesmas :

a. Pelayanan di dalam gedung Puskesmas


Pelayanan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di dalam
gedung dapat dilakukan dengan mengintegrasikan dalam upaya
kesehatan wajib Puskesmas. Kegiatannya dapat berupa :

'. urir^u/i^a,c rCun <.lE2,c^tLis/J"elu^i/ran) .. 'hata,r nd r^ LigiJswat


' c/`us es nus
29
1). Penyuluh n kesehatan Indera
• Peny uhan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
di dal m gedung Puskesmas dapat dilaksanakan secara
langs ng kepada pengunjung Puskesmas dengan sasaran
kelom ok maupun individu. Selain itu dapat juga secara tidak
langs ng, dilakukan dengan menggunakan poster , leaflet,
radio spot atau lainnya yang tersedia di Puskesmas.
• Penja ingan kasus-kasus penyakit mata dan telinga serta
gangg an fungsi penglihatan dan pendengaran melalui klinik
rawat jalan maupun pada pelayanan KIA, KB dan Gizi.
• Peme ksaan dan tindakan medik pelayanan kesehatan Indera
Pengl atan Primer, yang meliputi:
Melak kan anamnesis
o M njelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalani oleh
pa ien
o M ngukur dan menentukan tajam penglihatan (visus)
o M lakukan pemeriksaan segmen depan mata dengan
lo pe dan lampu senter
o M lakukan pemeriksaan lapang pandangan dengan
m Lode konfrontasi atau kampus sederhana
o M ngukur tekanan bola mata dengan tonometer schiotz
o M meriksa kejernihan media refraksi dan segmen
be kang mata dengan oftalmoskop direk
o M meriksa dan menentukan ada tidaknya kelainan
pe glihatan warna dengan tes Ishihara-Kanehara
o M lakukan tindakan bedah kecil ( kalazion dan hordeolum),
se :a perawatan paska bedah katarak dan glaukoma
o M meriksa dan mengobati penyakit mata luar
o M lakukan pertolongan pertama pada kedaruratan mata

Mela kan pemeriksaan dan tindakan medik masalah


gangg an pendengaran dan penyakit-penyakit telinga , seperti:
o M lakukan anamnesis untuk evaluasi kesehatan THT
o M njelaskan proses pemeriksaan yang akan dijalani oleh
pa ien
o M lakukan pemeriksaan THT dengan lampu kepala &
of skop
o M lakukan pemeriksaan penunjang sederhana untuk
M nentukan ada tidaknya gangguan pendengaran seperti
to penala & audiometri
o M meriksa dan mengobati penyakit -penyakit telinga luar
da infeksi telinga tengah
o M lakukan pertolongan pertama pada kedaruratan telinga

LG.Y^t. fT/i R.f':.:


2). Rujukan kasus-kasus penyakit mata dan telinga kepada : Balai
Kesehatan Mata/Balai Kesehatan Indera Masyarakat
(BKMM/BKIM) atau ke Rumah Sakit.
Di Puskesmas Perawatan dapat juga dilaksanakan dan
dikembangkan pelayanan operasi katarak yang dikerjakan oleh
Tim Ahli ( Dokter spesialis Mata dan perawat terlatih mata)
bekerjasama dengan tim Puskesmas yang sudah mendapat
pelatihan teknis mata.

b. Pelayanan di luar gedung Puskesmas


Kegiatan di luar gedung terutama mengacu pada upaya promotif
dan preventif serta penjaringan kasus dengan melibatkan peran
serta masyarakat dalam rangka menciptakan kemandirian
masyarakat, di samping dilakukan pula upaya kuratif dan rehabilitatif.

Kegiatan Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran


tersebut adalah :
• Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, anak sekolah,
kelompok pekerja non formal dan lain-lain.
• Penjaringan kasus-kasus gangguan penglihatan dan kebutaan
oleh kader, guru UKS dan petugas kesehatan.
• Penjaringan kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian
oleh kader, guru UKS dan petugas kesehatan
• Pemberian kapsul vitamin A 2x dalam setahun dalam bulan
vitamin A pada balita 6 -11 bulan (100.000 IU/capsul biru), balita
1-5 tahun (200.000 IU/ capsul merah. Sedang pada ibu nifas
kurang dari 42 hari diberikan 2 x 200.000 IU)
• Pengobatan kasus-kasus penyakit mata dan telinga serta
pertolongan pertama pada kedaruratan mata dan telinga dapat
dilakukan oleh dokter Puskesmas atau tenaga perawat
Puskesmas dengan bimbingan dokter Puskesmas.
• Rujukan kasus dari luar gedung ke Puskesmas

c. Pembinaan peran serta masyarakat


Kegiatan pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat menjalin
kemitraaan dalam penanggulangan gangguan penglihatan dan
kebutaan dan penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian.

d. Pemberdayaan masyarakat
Dalam pembinaan peran serta masyarakat maka peran kader sangat
penting dalam pelaksanaan kegiatan program kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengnaran ini.

kurikufimn rlan ! t0 [ J Itrt,ilian 7 e.whyrtan g;s era 6ayz rasvat " i ^skesma.s

31
Langkah-I ngkah pembinaan peran serta masyarakat dalam upaya
kesehata Indera penglihatan dan Pendengaran adalah :
• Memb ntu dan membimbing kader dalam menyusun rencana
kegiat n upaya kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
di ma yarakat untuk mengatasi masalah kesehatan Indera
Pengli atan dan Pendengaran yang ada.
• Membi bing dan memonitor kegiatan kader
• Memb ntu dan membimbing kader untuk mengenal masalah
dan ha batan dalam pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan
oleh k der
• Memb ntu dan membimbing kader dalam pelaksanaan kegiatan
tindak I njut.
• Memb ntu dan membimbing kader untuk memecahkan masalah
dan ha batan yang dihadapi.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
kader rlu dilakukan pelatihan kader sehingga dapat melakukan
deteks dini kasus gangguan Indera Penglihatan dan Indera
Pende garan di masyarakat.

e. Promosi esehatan Indera Penglihatan dan Pendegaran


Yaitu pem erian informasi terus menerus kepada masyarakat
tentang :
• Masala umum kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
• Bahwa asalah kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
merup an masalah bagi yang bersangkutan
• Bahaya dan pencegahan masalah kesehatan Indera Penglihatan
dan Pe dengaran
• Pemeg ng kebijakan

Dengan p mberian informasi ini terus menerus ini diharapkan


masyarak t menjadi tahu, mau dan mampu melaksanakan
pemelihar an, pencegahan dan pengobatan masalah kesehatan
Indera Pen lihatan dan Pendengaran.

f. Bina Suas na
Yaitu upay penggalangan kemitraan antar berbagai kelompok
masyaraka (tokoh masyarakat, tokoh agama,dli) untuk menciptakan
suasana/m ngembangkan kerjasama yang mendukung penyuluhan
masalah k sehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran. Bina
suasana da at dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan, mengadakan
lokakarya, arasehan dan penyuluhan atau menyampaikan laporan
studi bandi g ke daerah lain yang telah berhasil.

uri ^uluxe dan Cc rfulJ'c/ati^ufr e-ye, aturr -4in (lera 6ayi er zwa /"rss^e.sY.rris

32
Di tingkat Kecamatan, Pimpinan Puskesmas bersama-sama dengan
koordinator promosi kesehatan menjalin kerjasama dengan lintas
sektor terkait di kecamatan sehingga tersusun suatu kesepakatan
serta pembagian tugas, pembagian wilayah, jadwal, kegiatan, dan
supervisi terpadu yang jelas untuk menghindan kegiatan yang tumpah
tindih, tetapi menghasilkan pembinaan yang berkesinambungan.

4. Advokasi
Yaitu upaya untuk mendapatkan komitmen dan dukungan politis dari
penentu kebijakan. Untuk mendapatkan dukungan, advokasi harus
dilaksanakan dengan teknik yang tepat dan informasi yang akurat

Contoh: Tabel bahan advokasi

MASALAH DUKUNGAN YG DIHARAPKAN DARI


KES INDERA DIHARAPKAN SASARAN ADVOKASI
1. Indera Penglihatan
Katarak
Kel. Refraksi
Glaukoma
Xeroftalmi
2. Indera Pendengaran
OMSK
Tuli Kongenital
NIHL
Presbikusis

Tahapan dan tujuan advokasi:


• Adanya pemahaman/kesadaran terhadap masalah kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran
• Adanya ketertarikan untuk mengatasi/solusi masalah
• Adanya kemauan untuk mencari alternatif tindakan solusi masalah
• Adanya kesepakatan satu tindakan solusi masalah
• Adanya kesepakatan tindak lanjut
• Adanya komitmen dan dukungan (kebijakan, sumber daya, regulasi,
dll dalam penanggulangan gangguan pengiihatan dan kebutaan dan
penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian).

33
C. PEMANTAUAN IDAN EVALUASI

Pelaksanaan ke iatan harus diikuti dengan pemantauan secara berkala


untuk melakuka telaahan penyelenggaraaan kegiatan dan hasil yang
telah dicapai. T laahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan
dan hasil yang t lah dicapai Puskesmas dibandingkan dengan rencana
kegiatan dan sta dar pelayanan. Kesimpulan dirumuskan dalam bentuk
kinerja Puskes as yang terdiri dari cakupan, mutu dan biaya serta
masalah dan ha batan yang ditemukan pada waktu penyelenggaraan
kegiatan.

Telahaan bula an ini dilakukan dalam Lokakarya Mini Bulanan


Puskesmas.
Sebagai tindak I njut pemantauan ini dirumuskan upaya pemecahan
masalah dan diur ikan dalam bentuk rencana kegiatan bulanan/tnwulanan
yang akan data g. Apabila diperlukan keterlibatan lintas sektor atau
Camat atau Ke ala desa maka informasi ini perlu juga disampaikan
dalam rapat ko rdinasi lintas sektor (Lokakrya Mini Tribulanan).

Pada akhir tah scat mengadakan evaluasi kegiatan, Puskesmas


dapat mengund ng Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai nara
sumber yang ak n membantu upaya-upaya pemecahan masalah yang
dihadapi.

D. PENCATATAN AN PELAPORAN
Pencatatan dan elaporan merupakan salah satu kegiatan yang sangat
penting dalam m najemen kesehatan. Pencatatan dan pelaporan yang
rutin akan men asilkan data yang dapat digunakan sebagai bahan
advokasi, komu ikasi, sosialisasi dan perencanaan suatu program.
Upaya-upaya a vokasi akan lebih efektif dan berhasil bila disertai
dukungan fakta alam bentuk data atau informasi yang akurat
Pencatatan dan Pelaporan terdiri dari 3 komponen, yaitu komponen
informasi metal i kegiatan pencatatan, komponen pelaporan dan
komponen anali is dan evaluasi.
• Pencatatan dalah kegiatan memasukkan dan mengumpulkan
semua data yang diperoleh dari semua pelayanan petugas
kesehatan.
• Pelaporan ac lah kegiatan untuk melaporkan hasil pencatatan dari
unit yang leb rendah kepada unit yang lebih tinggi.
• Analisis dan valuasi adalah suatu kegiatan untuk menganalisis
setiap kegiat n yang menjawab pertanyaan 5 W - 1 H (apa, siapa,
dimana, men apa, kapan dan bagaimana).

rlin .`^t!L ^rr.^^ffizti ^inrese^otn . rr jtrzlerrz liu^ i J"cru W<zt' 3'L s r esr rr rif

34
a. Pencatatan Program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran
Pencatatan program Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendegaran
meliputi pencatatan semua kegiatan dan hasil kegiatan yang
dilaksanakan di Puskesmas, baik yang dilaksanakaan di dalam
gedung maupun di luar gedung Puskesmas.

Dalam pelaksanaan Program Kesehatan Indera Penglihatan dan


Pendengaran dapat secara terintegrasi dengan program lain, jadi
pencatatan program Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
bisa terdapat dalam pencatatan program lain yang terkait dan
terintegrasi, atau memanfaatkan pencatatan yang sudah ada
sebelumnya seperti SP3/SP2TP

b. Pelaporan Program Kesehatan Indera

Pelaporan program Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran


dilaksanakan oleh Puskesmas kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada
Dinas Kesehatan Provinsi. Variabel yang dilaporkan hendaknya
mengacu kepada informasi yang dibutuhkan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke Pusat.

Sesuai dengan Kebijakan Rencana Strategi Nasional


Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan, ada 4
penyakit yang harus ditanggulangi sebagai penyebab utama
Kebutaan, yaitu;
• Katarak
• Kelainan Refraksi
• Glaukoma
• Xeroftalmi
Sedangkan Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Pendengaran dan Ketulian, ada 4 penyakit yang harus ditanggulangi
sebagai penyebab utama Ketulian, yaitu;
• OMSK
• Tuli Kongenital
• NIHL
• Presbikusis

Jadi dalam pelaporan pelayanan kesehatan Indera Penglihatan dan


Pendengaran mulai dari Puskesmas sampai ke Provinsi, diutamakan
melaporkan pelayanan terahadap 4 penyakit utama tersebut di atas,

,arikcslurcc rlun ^l [ (fUIJ"efatiran J,e.rehatan ecCera.6uyi J"erawat J " uske.s^r:as

35
tanpa meng baikan penyakit mata dan telinga lainnya yang menjadi
masalah k sehatan Indera Masyarakat di wilayah kerjanya.

Laporan di Trim dalam bentuk formulir pencatatan dan pelaporan


pelayanan sehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran. Laporan
dari Pusk smas dikirim tiap bulan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/ ota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merekap dan
mengirimk n ke Dinas Kesehatan Provinsi, selanjutnya Dinas
Kesehatan rovinsi mengirimkan laporan ke Kementerian Kesehatan
RI melalui ubdirektorat Bina Yankes Khusus, Usia Lanjut dan
Pelayanan arah, direktorat bina upaya kesehatan dasar.
Alur pelapo an Program Kesehatan Indera Penglihatan

E Pusat
Dinkes Propinsi

T
Dinkes KabIKota

Puskesmas

Bides Pusling Pustu

,uri^ufum d 4 n cJific^u.J feJati/i1zn )esefatan,jid m a Ga ji J`eriiwat. ° us.Ee^7rras

1 36
MATERI DASAR 2
PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PUSKESMAS
DALAM UPAYA PGPK DAN PGPKT

1. DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini berfokus pada peran dan fungsi perawat Puskesmas dalam
pelayanan keperawatan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran,
khususnya peran perawat antara lain sebagai pemberi pelayanan
keperawatan , penemu kasus , pendidik kesehatan, koordinator , pelaksana
konseling keperawatan dan role model melalui integrasi upaya
Perkesmas , serta kegiatan keperawatan yang dimaksudkan agar peserta
mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam upaya PGPK dan
PGPKT.

Metode pembelajaran yang akan dilalui peserta meliputi : ceramah


dan tanya jawab, curah pendapat, diskusi dan praktik lapangan yang
akan diintegrasikan dalam memberikan asuhan keperawatan

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta mampu memahami peran
dan fungsi sebagai Perawat Puskesmas dalam upaya PGPK dan
PGPKT

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah menyelesaikan mated ini, peserta mampu
• Menjelaskan peran dan fungsi Perawat dalam pelayanan
keperawatan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
di Puskesmas
• Menguraikan kegiatan Perawat Puskesmas dalam upaya PGPK
dan PGPKT

Ill. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

1. Kegiatan Keperawatan dalam pelayanan kesehatan Indera


2. Peran dan fungsi Perawat Puskesmas sebagai pelaksana pelayanan
kesehatan Indera Indera

ur'i( uluxrt duun / 2c^if J eI.tuI,-,, g e.xefiat ais in lera 6''ayi 35ty,awa t i u. kvo7nas

37
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI

Depkes RI, 200 Pedoman Kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat


di Puskesmas.
Depkes RI, 2007 Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan
di Puskesmas
Depkes RI, 2007 , Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran
di Puskesmas

V. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Langkah 1 : Pen kondisian


Fasilitatator emperkenalkan diri
• Fasilitator m nyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator elakukan curah pendapat.
Langkah 2 : Me bahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator enyampaikan materi
• Fasilitator m inta peserta untuk menanggapi materi yang disajikan

VI. URAIAN MATERI :

A.PENDAHULJAN
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/K to yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di suatu wila ah kerja dan mempunyai fungsi sebagai penggerak
pembangun n berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat an pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang
meliputi up ya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat.
Dalam me capai Visi: Kecamatan Sehat, Puskesmas
menyelengg rakan upaya kesehatan wajib yaitu upaya promosi
kesehatan, sehatan Iingkungan, kesehatan ibu dan anak serta
KB, upaya perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan
pemberanta an penyakit menular serta upaya pengobatan. Selain
itu sesuai d ngan masalah daerah setempat dapat dilaksanakan
upaya kese tan pengembangan. Kesehatan Indera Penglihatan
dan Penden aran merupakan upaya kesehatan pengembangan
Puskesmas tang dapat diintegrasikan dengan upaya kesehatan
Iainnya ter asuk upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas)

7\ cs^zkczJi<o r man (r J f /atiliu^r A-e"h-ertarc Jw4-,a fi<^yi Jeraw'at J"cssl^e 5nat

38
Untuk melaksanakan program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran di Puskesmas, dikembangkan melalui upaya
Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) dan
upaya Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(PGPKT) yang melibatkan peran tenaga kesehatan dan lintas sektor
di Kecamatan serta peran serta aktif masyarakat.
Agar Program kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
dapat berjalan dengan baik di Puskesmas, Perawat di Puskesmas
harus dapat memahami peran dan fungsinya dalam pelayanan
kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran melalui kegiatan
Perkesmas.

B. PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PUSKESMAS DALAM PELAYANAN


KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN
Pada modul ini dibahas 6 (enam) peran dan fungsi perawat yang
diharapkan dapat dilaksanakan oleh perawat dalam pelayanan kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran. Peran dan fungsi perawat dalam
pelayanan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran adalah
sebagai berikut :
1. Pemberi pelayanan kesehatan
Perawat Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan kepada
individu, keluarga, kelompok/masyarakat berupa asuhan keperawatan
kesehatan yang utuh/holistik mencakup aspek bio-psiko-sosio dan
spiritual yang komprehensif terutama upaya promotif dan preventif
serta tetap memperhatikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Asuhan
keperawatan yang diberikan adalah asuhan langsung kepada
pasien/klien maupun tidak langsung.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan tindakan
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan
yang direncanakan dan dilaksanakan sesuai kebutuhan dan masalah
keperawatan pasien/klien yang merupakan tindakan keperawatan
mandiri dan tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan lain. Asuhan
keperawatan yang dilakukan perawat didokumentasikan pada format
dokumentasi keperawatan yang dipergunakan di Puskesmas.

39
rawatan dilaksanakan di berbagai tatanan pelayanan
i wilayah Puskesmas antara lain : klinik Puskesmas,
inap Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
lah, Rutan/Lapas, Panti, Posyandu, Posbindu, Keluarga.
2. Penemu ka us
Perawat Pu kesmas berperan dalam mendeteksi dan menemukan
kasus serta melakukan penelusuran terjadinya penyakit. Deteksi
dini clan pen muan kasus dilakukan melalui skrining khusus kesehatan
Indera Pen lihatan dan Pendengaran serta melalui pengkajian
keperawata saat pelaksanaan asuhan keperawatan.

Pengkajian eperawatan secara menyeluruh pada semua aspek


bio-psiko-s sio dan spiritual pasien / klien yang mengalami
masalah/kel han utama pada Penglihatan atau Pendengaran maupun
pada pasie dengan kondisi atau keluhan lain yang berpengaruh
terhapat Ind ra Penglihatan dan Pendengaran merupakan tindakan
yang efektif ntuk penemuan kasus secara dini adanya gangguan
Penglihatan an Pendengaran.
3. Penyuluh atau pendidik

Perawat me fasilitasi pembelajaran pada pasien/klien di semua


tatanan pel yanan dan semua tingkat pencegahan. Perawat
melakukan egiatan sebagai pendidik pada pasien/klien meliputi :
• Mengk ji kebutuhan pembelajaran pasien/klien;
• Mengaja kan kepada pasien/klien agar melakukan peningkatan
keseha n, pencegahan penyakit, tindakan-tindakan
perawat /mengatasi masalah kesehatan dan upaya pemulihan
dari sua penyakit/gangguan Penglihatan dan Pendengaran
• Meyusu program penyuluhan/pendidikan kesehatan Indera
Pengliha an dan Pendengaran;
• Memberi an informasi yang tepat untuk kesehatan dan gays
hidup b rkaitan dengan kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendeng ran;
• Memban u pasien/klien memilih dan menyeleksi informasi yang
bersum r dari media masa atau teman berkaitan dengan
penyakit an gangguan Penglihatan dan Pendengaran.
4. Pelaksana onseling keperawatan
Perawat me bantu pasien/klien mengatasi masalah secara efektif
melalui kons ling yang didasari adanya hubungan yang positif atau
hubungan t rapeutik antara perawat dan pasien/klien dengan

,,>7iera i.aq1 7e 1 I( at eI us Fsin


menggunakan teknik-teknik komunikasi terapeutik. Perawat sebagai
konselor membantu pasien/klien mengatasi masalah dalam
perubahan perilaku berkaitan dengan masalah yang terjadi dan
dihadapi pasien/klien.
Kegiatan yang dilakukan perawat dalam konseling adalah
Menyediakan informasi yang diperlukan pasien/klien
• Mendengarkan aktif
• Memberikan dukungan
Memberikan asuhan dan meyakinkan pasien/klien
• Menolong pasien/klien mengidentifikasi masalah dan faktor terkait
dengan kesehatannya
Memandu klien menggali permasalahan dan memilih penyelesaian
masalah yang dapat dilakukan pasien/klien

5. Koordinator/kolabolator
Perawat Puskesmas melakukan koordinasi terhadap semua
pelayanan kesehatan yang diterima pasien/klien individu, keluarga,
kelompok/masyarakat dari berbagai program termasuk upaya PGPK
dan PGPKT dan bekerjasama dengan sistem klien dan tim kesehatan
lain dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan keperawatan
serta sebagai penghubung dengan institusi pelayanan kesehatan
dan sektor terkait Iainnya.
Perawat Puskesmas juga dapat diberikan tugas sebagai penanggung
jawab dalam Program Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendegaran. Kegiatan yang dilaksanakan melalui Iangkah-Iangkah
sebagai berikut :
a. Perencanaan Pelayanan
Perencanaan pelayanan dimulai dengan mempersiapkan :
• Sarana dan prasarana untuk pelaksanaan kegiatan seperti
peralatan medis dan non medis, obat-obatan, sarana
penyuluhan dan lain Iainnya.
• Dana, untuk pelaksanaan kegiatan baik dalam gedung maupun
luar gedung.
Penyusunan usulan kegiatan :
Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan
upaya kesehatan lainnya. Rencana yang telah disusun dibuat dalam
bentuk matriks yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran,
volume, waktu, lokasi serta perkiraan biaya untuk setiap kegiatan.

tcom (&I tc/^(oc^cafe efztz{tu^r Asef ^a^ e/`er<Fu it {" u4vEes7rui

41
Contoh matriks rencana kegiatan

Kegiatan Vol Tujuan Sasaran Lokasi Pelaksana Waktu Biaya

b. Pelaksa aan Pelayanan

Sesuai engan rencana pelayanan yang telah disetujui oleh


Dinas K sehatan Kabupaten / Kota, maka kegiatan tersebut
harus dil ksanakan. Bila sumber daya terbatas maka pelayanan
dilaksan kan secara terpadu dengan upaya kesehatan Iainnya.
Rencan pelayanan yang telah disusun diinformasikan pada
seluruh taf melalui pertemuan Lokakarya Mini Puskesmas.
Sesuai engan tanggungjawab, yang harus dicapai serta
pelayan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan
baik da ataupun SDM yang ada. Tenaga kesehatan yang
sudah di atih atau yang ditunjuk oleh kepala Puskesmas akan
mengko rdinir pelayanan tersebut. Pelayanan tersebut dapat
berupa :
• Sosi lisasi rencana pelayanan Kesehatan Indera kepada
staf P skesmas, kesehatan dan guru sekolah dan masyarakat
umu yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Tujuan
sosia sasi agar mereka mendapatkan informasi secara jelas
men nai kegiatan upaya kesehatan Indera Penglihatan dan
Pend ngaran serta mengetahui peran, tugas dan fungsi
masi g-masing. Di samping itu jugs untuk meningkatkan
peng tahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap
kese atan Indera Penglihatan dan Pendengaran.
• Pela ihan tentang Penanggulangan Gangguan
Peng hatan/Kebutaan dan Gangguan Pendengaran/Ketulian
untuk perawat, guru UKS dan kader

Pelaksa aan Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan di


Puskes s :
1). Pela anan dalam gedung

artlF (J tZ (11ft t/vC,c^zf^1 esehatan Y,, r,,a A,r fi

42
2). Pelayanan di luar gedung
3). Pembinaan peran serta masyarakat
Pimpinan Puskesmas bertanggung jawab untuk melakukan
pembinaan peran serta masyarakat untuk menjalin kemitraan
dalam Penanggulangan Gangguan Penglihatan/Kebutaan
dan Gangguan Pendengaran/Ketulian
4). Advokasi
Pimpinan Puskesmas dapat melakukan advokasi kepada
aparat Pemerintahan di tingkat Kecamatan untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan politis dari penentu kebijakan. Untuk
mendapatkan dukungan, advokasi harus dilaksanakan dengan
teknik yang tepat dan informasi yang akurat

c. Bimbingan Teknis, Pemantauan dan evalusi .


Setelah semua kegiatan direncanakan dan dilaksanakan Pimpinan
Puskesmas bertanggung jawab melakukan pemantauan secara
berkala untuk melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan
dan hasil yang telah dicapai.Telaahan bulanan terhadap
penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang telah dicapai
Puskesmas dibandingkan dengan rencana kegiatan dan standar
pelayanan. Kesimpulan dirumuskan dalam bentuk kinerja
Puskesmas yang terdiri dari cakupan, mutu dan biaya serta
masalah dan hambatan yang ditemukan pada waktu
penyelenggaraan kegiatan.
Telahaan bulanan ini dilakukan dalam Lokakarya Mini Bulanan
Puskesmas.
Sebagai tindak lanjut pemantauan ini dirumuskan upaya
pemecahan masalah dan diuraikan dalam bentuk rencana
kegiatan bulanan / triwulanan yang akan datang. Apabila
diperlukan keterlibatan lintas sektor atau camat atau Kepala desa
maka informasi ini periu juga disampaikan dalam rapat koordinasi
lintas sektor
Pada akhir tahun saat mengadakan evaluasi kegiatan, Puskesmas
dapat mengundang Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota sebagai
nara sumber yang akan membantu upaya-upaya pemecahan
masalah yang dihadapi.

d. Pencatatan dan Pelaporan


Pimpinan Puskesmas bertanggung jawab dalam pencatatan
dan pelaporan hasil kegiatan program, yang secara operasional

43
dilaksai akan oleh petugas pengelola program atau petugas
SP2TP.

Pencata an dan pelaporan merupakan salah satu kegiatan yang


sangat enting dalam manajemen kesehatan. Pencatatan dan
pelapor n yang rutin akan menghasilkan data yang dapat
digunak in sebagai bahan advokasi, komunikasi, sosialisasi dan
perenca aan suatu program. Upaya-upaya advokasi akan lebih
efektif d n berhasil bila disertai dukungan fakta dalam bentuk
data ata informasi yang akurat
e. Panutah /Role Model

Perawa Puskesmas sebagai panutan atau model peran


dimaksu kan bahwa dalam kehidupan sehari-hari dicontoh oleh
orang lain. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :
Menjaga kesehatan secara keseluruhan (misal : makanan bergisi
dan sei bang, olah raga secara teratur, istirahat cukup dan
rileks, tid k merokok, memelihara kebersihan diri dan lingkungan,
hubung n sosial harmonis, dll) maupun secara khusus terkait
kesehat Indera Penglihatan dan Pendengaran (misal : penataan
cahaya ruang yang sehat, mencegah kebisingan, dIl)

Perawa Puskesmas profesional yang ideal adalah perawat


komunit s yang memiliki latar belakang pendidikan serta
kompet si di bidang keperawatan komunitas sehingga dapat
menera kan 12 peran dan fungsinya yaitu : pemberi pelayanan
kesehat n, penemu kasus, pendidik/penyuluh kesehatan,
koordina or dan kolaborator, pelaksana konseling keperawatan,
panutan tau model peran, pemodifikasi lingkungan, konsultan,
advokasi manajer kasus, peneliti, dan pemimpin atau pembaharu.
Namun engingat saat ini sebagian besar perawat di Puskesmas
adalah rawat dengan latar belakang pendidikan SPK dan D
III Keper watan, maka diharapkan perawat dapat melaksanakan
minimal 6 (enam) peran dan fungsi yang diuraikan di atas.

C. KEGIATAN PEI AWAT DI PUSKESMAS DALAM UPAYA PGPK DAN


PGPKT

1. Kegiatan d dalam gedung Puskesmas

Pelayanan keperawatan kesehatan Indera Penglihatan dan

il)rs (^Ufl 7 ^ [L SLfci Ja i/aJI ^Ed'EtiUt !!)t .J17 era IJ <!yZ, TUW([C el-[b.9 G'S7tf
Pendengaran di dalam gedung dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas.
1. Asuhan keperawatan terhadap pasien rawat jalan dan rawat inap
2. Penemuan kasus baru/deteksi dini pada kasus rawat jalan
3. Pemberian tindakan keperawatan (misal : irigasi mata)
4. Penyuluhan kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
5. Pemantauan keteraturan berobat
6. Rujukan kasus/ masalah kesehatan kepada tenaga kesehatan
lain.
7. Pemberian konseling keperawatan
Kegiatan yang merupakan pelimpahan tugas sesuai dengan
kewenangan yang diberikan atau prosedur yang telah ditetapkan,
contohnya : pengobatan, penanggulangan kasus gawat darurat.
Menciptakan lingkungan terapeutik ( kenyamanan dan keamanan
) dalam pelayanan kesehatan di lingkungan gedung Puskesmas.
Tindakan pencegahan infeksi
Dokumentasi keperawatan

2. Kegiatan di luar Gedung Puskesmas


a. Asuhan Keperawatan pasien dengan masalah gangguan Indera
Penglihatan dan dan Pendengaran yang memerlukan tindakan
lanjut di rumah.
1). Penemuan suspek/kasus kontak serumah melalui pengkajian
keperawatan anggota keluarga yang lain
2). Penyuluhan/pendidikan kesehatan
3). Pemantauan keteraturan berobat
4). Kunjungan rumah sesuai rencana
5). Pelayanan keperawatan dasar langsung (contoh irigasi mata,
membersihkan Jiang telinga, dll) maupun tidak langsung
(contoh : membantu keluarga dalam penataan perabot rumah
dan ruangan yang sesuai dengan kebutuhan klien gangguan
Penglihatan dan Pendengaran, mengatur pencahayaan
ruangan, perlindungan telinga terhadap suara bising, trauma
telinga, dIl).
6). Pemberian konseling keperawatan
7). Pengendalian infeksi di keluarga, misal pencegahan
penularan/ penyebaran konjungtivitis.

ri z zz: ..: ^4c^u^fe^u1.Y,4 an , ese^rCux ^I ir^zra ^ z P7iwat J tcs^esyna

45
b. Dokumenta keperawatan.
1). Asuhan eperawatan keluarga dengan masalah gangguan Indera
Pengliha an dan Pendengaran yang memerlukan tindakan lanjut
di ruma
2). Asuhan eperawatan kelompok berisiko dan dengan masalah
ganggua Indera Penglihatan dan Pendengaran yang memerlukan
tindakan lanjut. (misal kelompok lansia di Posbindu)
3). pengkaji n keperawatan individu di kelompok
4). pendidik n/penyuluhan kesehatan di kelompok
5). pember n pengobatan sesuai pelimpahan kewenangan
6). rujukan asus
7). pemberi n konseling keperawatan
8). dokume tasi keperawatan
9). Asuhan eperawatan masyarakat beresiko dengan masalah
ganggua Indera Penglihatan dan Pendengaran yang memerlukan
tindakan lanjut.
D. EVALUASI
Evaluasi hasil elatihan dilakukan dengan test tertulis dalam bentuk
pilihan ganda d n dapat dimodifikasi dengan bentuk essay atau Iainnya,
dan dilakukan ada test awal dan test akhir. Test awal dilakukan untuk
mengetahui ke ampuan awal peserta sebagai bahan pertimbangan
proses pembel aran. Test akhir untuk mengetahui tingkat pencapaian
kemampuan pe erta.

^rtrCeru Iii fi ^! i raWat J tss^^s7nu:


MATERI INTI I-1
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

1. DESKRIPSI SINGKAT
Anatomi dan fisiologi Mata merupakan materi yang harus diajarkan
kepada tenaga perawat untuk menetukan asuhan perawatan dan
penatalaksanaan penyakit mata dan gangguan penglihatan. Seorang
tenaga perawat kesehatan di Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kesehatan Indera Penglihatan harus mampu melakukan asuhan
keperawatan kesehatan mata yang menjadi kompetensi perawat di
Puskesmas.

Modul ini akan menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi mata serta
Iangkah-Iangkah dan cars melakukan asuhan keperawatan mata dengan
balk dan benar.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu menjelaskan dan anatomi
dan fisiologi mata.
B. Tujuan Pembelajaran khusus
Mampu menerangkan dan menjelaskan Anatomi dan Fisiologi mata

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Anatomi mata
2. Fisiologi mata

IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI

1. Buku-buku tentang Anatomi dan Fisiologi Mata.


2. Modul pelatihan
V. LANGKAH / PROSES PEMBELAJARAN
Langkah-Iangkah/ proses pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan pelatihan/ fasilitator dan kegiatan peserta dalam setiap tahapan
proses pembelajaran.

,uri^ufun: du^r c,/l/(,cdufJ"efrrti^an &( ?hatan Jiid ra h I5i P r(IW.it J "u.si(e.s^nas

47
Langkah 1 : Pe gkondisian
• Fasilitatat r memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajar n, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan engan materi sebelumnya .
• Fasilitatator emberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengetahu dalam anatomi dan fisiologi mata untuk menjelaskan
apa yang s dah diketahui .
• Peserta lai diminta untuk memberi tanggapan.

Langkah 2 : M mbahas Pokok Bahasan


• Fasilitatato menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau me beri tanggapan atas penjelasan fasilitator.
Fasilitator eminta peserta untuk menanggapi pertanyaan peserta
• Dari hasil p ndapat peserta, fasilitatator memberikan komentar dan
memberika kesimpulan
VI. MATERI

A. PENDAHUWAN

Struktur mata tetletak dalam suatu rongga orbita yang berbentuk pyramid
dengan puncakiya menuju ke belakang.

Kelopak Mata Atlas


Saluran Keluar Air Mata

Kelopak Plata Bawah P up il

,cari. ulurn 'fan du!J "elat ifr^irn ,eserat an dera6r^yEJ" erawatJ " us1.Z ,aa

48
ALIS MATA (SUPER CILIA)

Sederetan bulu-bulu yang terletak paling atas dari organ mata. Berfungsi
untuk menahan kotoran/keringat yang berasal dari atas juga berfungsi
untuk kecantikan(kosmetik).

KELOPAK MATA ( PALPEBRA)

Terdiri dari kelopak mata atas(palpebra superior) dan kelopak mata


bawah (palpebra inferior). Bagian Iuar dari kelopak adalah kulit yang
halus dan tipis yang mudah digerakkan dari dasarnya.

Di dalam kelopak mata terdapat antara lain:


• Otot (m.orbicularis oculi) yang Ietaknya melingkar dan berfungsi
untuk mengedipkan mata.
• Otot levator palpebra (hanya ada pada kelopak atas) dan berfungsi
untuk mengangkat kelopak mata atas sehingga mata dapat membuka
dan menutup.
• Jaringan tulang rawan bersifat elastis (tarsus) yang terletak sepanjang
kelopak mata atas dan bawah. Tarsus sebelah atas Iebih lebar dari
tarsus sebelah bawah.
• Di dalam kelopak juga terdapat beberapa macam kelenjar yaitu
kelenjar Meibom yang terletak dalam tarsus mengahasilkan semacam
lemak bersama air mata melapisi bola mata.

J,urik.uluxc clay: Wodu/e/"elatrrarn ,ese/iatan Jndera 6aj i erawat 64f eo aa.s

49
• Kelenjar lai n ialah klenjar Zeis dan Moll yang bermuara difolikel
rambut bul mata, serta kelenjar WollfringKrause.

Tepi kelopak a s disebut margo palpebra superior dan tepi kelopak


bawah disebut argo palpebra inferior. Kedua margo tersebut akan
bertemu memb at sudut di sebelah lateral disebut kantus lateral dan
disebelah medi I disebut kantus medial . Dari margo palpebra ini tumbuh
bulu mata (silia

Fungsi kelopak ata adalah :


• Otot levator alpebra , tarsus dan septum bersama - sama berfungsi
dalam mem uka dan menutup kelopak yang digerakannya dilakukan
secara refle s.
• Otot orbikul ris okuli bila berkontraksi menimbulkan efek kedip yang
arah gera kannya merupakan gerakan memompa yang
memungkin an kelenjar air mata (kelenjar lakrimal ) mengeluarkan
sekretnya d a n air mata yang terbentuk akan diratakan ke seluruh
permukaan la mata dan drainage kea rah punctum lakrimal superior
dan inferior (punctum berada di 1/3 medial margo palpebra).
• Membantu o ang yang menderita kelainan refraksi tinggi dan astigmat
melihat lebi jelas dengan cara menyipit matanya.

KONJUNGTIVW

Konjungtiva me upakan membrane mukosa yang tipis dan transparan


yang terdiri dar 3 bagian yaitu: konjungtiva forknis dan konjungtiva
bulbi.

Konjungtiva tar I melapisi dan melekat dengan erat pada permukaan


dalam kelopak ata Konjungtiva ini akan membelok dan membentuk
lipatan-lipatan d n disebut konjungtiva forniks. Lipatan ini berguna untuk
memudahkan ata bergerak . Selanjutnya konjungtiva akan beralih
menjadi konjun tiba bulbi yang melekat longgar di permukaan depan
skelera dan ben khir di perbatasan skelera dan kornea (daerah limbus).

Konjungtiva bul i mengandung kelenjar goblet yang menghasilkan


secret untuk m mbentuk lapisan air mata . Didaerah kantus medial
konjungtiva bulbi akan membuat lipatan tebal setengah lingkaran (lipatan
semilunar) lung dan mudah digerakkan. Pada akhirnya bentuk mukosa
ini akan beralih enjadi bentuk kulit daerah ini disebut karunkula.

nuri.(culct^,t &-in d,,f /,titian sefi^utun.^n^eru6u7 56eruwut J "uskasnzus

50
BOLA MATA (BULBUS OKULI)

Bola mata hampir mengambil seluruh rongga mata dan bentuknya


hampir bulat seperti mangkuk yang mempunyai garis tengah depan
belakang sebesar kira-kira 24 mm. Batas luar bola mata ini 1/5 bagian
(depan) adalah kornea dan selebihnya adalah skelera.
Bagian-bagian dari bola mata ini yang dapat diamati dari luar dengan
senter adalah kornea, skelera ( hanya bagian depan), bilik mata depan,
iris, pupil dan lensa.
Dengan alat tambahan oftalmoskop kita dapat melihat badan kaca,
retina, pupil saraf N optikus, sedangkan dengan alat gonioskop kita
dapat melihata sudut bilik mata depan.

KORNEA

Merupakan bagian depan dari bola mata yang bentuknya menyerupai


mangkok dan transparan karena tak mengandung pembuluh darah.
Kornea ini mendapat nutrisi makanan dari daerah limbus yang
mengandung pembuluh darah. Lapisan luar kornea juga mendapat
nutrisi oksigen dari atmosfir dan lapisan dalam mendapat nutrisi dari
caioran akuos humor di bilik mata depan.

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam yaitu epitel lapisan
Bowman, stroma, membrane descemet dan endotel. Tebal kornea
adalah 1,0 mm pada bagian tepi dan 0,8 mm pada bagian tengah serta
mempunyai garis tengah 12 mm.
Kornea mendapat persarafan sensoris dari NVi (tri-geminal). Pada epitel
kornea banyak dijumpai serabut saraf dengan ujung tanpa sarung saraf.
Bila lapisan ini terpapar, akan timbul sensasi nyeri yang berat ringannya
tergantung dari jumlah dan lokasi serabut saraf yang terkena.
Ada tiga hal yang menyebabkan kornea menjadi transparan yaitu
avaskular, struktur yang tersusun teratu, dan keadaan yang dehidrasi
relative.

Kornea merupakan jendela tempat masuknya cahaya ke dalam mata


dan berfungsi sebagai media refraksi yang terdepan.
Berkas cahaya dari luar(yang arahnya masih rancu) yang masuk ke
dalam mata akan difokuskan oleh kornea. Sebagian besar fungsi refraksi
( 90 % ) dipegang oleh kornea yang mempunyai kekuatan refraksi
sebesar kira-kira 43D. Kornea akan berakhir di limbus dan akan
melanjutkan diri sebagai skiera.

surf ^cclurn r[in. JVLo.Luf elatil+an ,ese%atan Jnd ra Gr^i J "erawat ' ^u.s Ee.snras

51
SKLERA

Skiera adalah I isan terluar yang membungkus 4/5 bagian bola mata
• Terdiri dari j ringan ikat dan berfungsi sebagai pelindung mata.
Skiera kea rah belakang akan bersatu dengan pembungkus
saraf N. Opt c.
UVEA

Berada di bagi 1 tengah bola mata dan terdiri dari bagian yaitu: iris,
badan siliar d koroid . Hanya iris yang dapat diamati dari luar.

Iris merupakan jaringan uvea depan yang permukaannya rata dan


mempunyai krip i-kripti . Iris memberi warna ( biru, coklat, abu-abu) mata
seseorang kar na terdapat sel-sel pigmen . Iris orang albino tidak
berwarna karen tidak mengandung pigmen.
Bagian tengah id yang merupakan celah disebut pupil. Pada iris terdapat
2 macam otot y s itu otot sfingter (sphincter pupilae ) yang dipersarafi
parasimpatis un uk mengecilkan pupil (miosis ) dan otot dilator (delator
pupilae) yang di ersarafi simpatis untuk melebarkan pupil (midriasis).

Pupil berfungsi tuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk kedalam


mata . Pupil aka membesar bila seseorang sedang marah , ketakutan
dan bila berada i tempat yang gelap . Pupil akan mengecil bila berada
di tempat terang untuk mengurangi cahaya yang masuk agar tidak silau
dan dapat meli at dengan jelas. Kearah belakang iris akan menjadi
badan siliar yan g berbentuk segitiga. Badan siliar berfungsi memproduksi
cairan bola mat (akuos humor ) dan menjadi tempat melekatnya tali
penggantung le sa (zonula zinii).

Di dalam bads siliar terdapat 3 macam otot yang mengatur relaksasi


dan kontraksi t i penggantung lensa, dapat menyesuaikan diri untuk
melihat jauh da dekat (fungsi akomodasi lensa) kearah badan siliar
akan menjadi k roid yang terletak diantara skelera dan retina . Koroid
banyak menga dung pembuluh darah yang berguna untuk memberi
nutrisi kepada s bagian lapisan retina.
LENSA

Terletak dibelak ng iris dan pupil berbentuk cembung ( bikonveks ), tidak


mengandung d rah ( avaskuler), tidak berwarna dengan tebal 4 mm
dan diameter 9 m.

cCrn v^aCul le/atifian„ esa/rafian ^7^rrlerrr i erasvu^ J`rasesmus

52
Lensa tetap berada pada tempatnya karena digantung oleh tali
penggantung lensa (Zonula zinii ) yang merupakan serabut-serabut
berasal dad badan siliar dan berinsersi dilensa didaerah equator. Lensa
mendapat nutrisi dari cairan bola mata sekitarnya sebagian besar terdiri
dari air dan sisanya terdiori dari protein.

Lensa terdiri dad kapsul anterior dan posterior yang membungkus lensa.
Dibawah kapsul terdapat kortek dan tengahnya terdapat nucleus. Serabut
lensa diproduksi sepanjang tahun, sehingga serabut yang Iebih dulu
terbentuk akan memadat didaerah sentral membentuk nucleus. Makin
tua sseorang , lensa semakin tebal dan kekenyalan berkurang.
Lensa merupakan bagian mata yang mempunyai fungsi sebagai media
refraksi . Untuk dapat menjadi media refraksi yang baik lensa harus
jernih . Pada usia muda lensa mempunyai kekeknyalan tertentu yaitu
dapat mencembung ( power refraksi meningkat) atau memipih (power
refraksi menurun ) sehingga membuat bayangan benda yang dilihat
tepat jatuh di rentina sehingga mata dapat melihat obobjek yang jauh
maupun yang dekat dengan jelas. Kemampuan ini yang kenal dengan
daya akomodasi . Lensa mempunyai kekutaran kira-kita 10 D.

Makin tua usia seseorang kekenyalan lensa menjadi berkurang, yang


menyebabkan daya akomodasi menurun sehingga mulai usia 40 tahun
biasanya orang mulai sulit melihat benda berada pada jarak baca.
Keadaan ini yang disebut sebagai presbyopia . Bila lensa menjadi
keruh/putih disebut lensa katarak yang dapat terjadi akibat proses tua,
akibat trauma atau keadaan lain. Bila didapatkan katarak sejak lahir
disebut katarak congenital. Pada orang ini penglihatan akan mundur
perlahan-lahan karena terhalang oleh kekeruhan.
BADAN KACA

Terletak di belakang lensa jernih, avaskuler, berbentuk agar -agar. Makin


tua seseorang badan kaca makin encer . Badan kaca mengisi 2/3 bagian
dari bola mata , merupakan bagian terbesar dari berat bola mata, bila
isi badan kaca keluar mata akan kolaps . Badan kaca juga berfungsi
sebagai media refraksi.

RETINA
Retina melapisi 2/3 bagian dalam posterior bola mata. Retina terdiri dari
lapisan jaringan saraf ( sensoris retina ) dan jaringan pigmen retina.
Secara histologis retina terdiri dari 9 lapisan . Lapisan sensoris retina

•urjI uJci.re e <1"Brrrw'rrtasr(eSmtas

53
ini mudah terlep is dari lapisan pigmen retina dan keadaan retina disebut
ablation retina.
Tebal retina 0,1 m di daerah tepid an 0,23 mm di bagian polus posterior.
Bagian yang paling tipis berada di fovea sentralis yaitu bagian sentral
macula. Retina yang normal adalah transparan. Pada pemeriksaan
oftalmoskop aka 1 tampak reflek fovea macula. Refleks ini dapat terlihat
pada retina yan pucat atau pada orang tua.
Sistem optik dar luar berakhir sampai di retina (lapisan sel kerucut dan
batang). Selanju nya cahaya tersebut akan dioalh secara kimiawi dank
an dikirim ke ota untuk dianalisa. Sel kerucut terutama berguna untuk
penglihatan detail dan berwarna, dan terutama terdapat di macula,
bahkan di fovea hanya mengandung sel kerucut. Daerah fovea inilah
yang memberik n tajam penglihatan terbaik. Sel batang yang terutama
berada di luar acula berfungsi untuk penglihatan gelap atau utnuk
penglihatan ben a yang bergerak.

AKUOS HUMOI
Salah satu hal y 3ng mempertahankan bentuk bola mata ialah adanya
tekanan bola rr ata yang lebih besar dari tekanan atmosfir yang
diperankan oleh adanya cairan bola mata (akuos humor) didalam mata.
Nilai normalnya k ^erkisar antara 10-21 mm hg dan nilai ini dipertahankan
karena danya ke seimbangan antara produksi akuos. Cairan bola mata
ini diproduksi of eh badan siliar. Akuos akan mengalir ke bilik mata
belakang( ruang diantara iris lensa, tali penggantung lensa dan badan
siliar), melalui ce ah antara lensa dan iris menuju pupil dank e bilik mata
depan (ruang d belakng kornea dan iris). Setelah melalui sudut bilik
mata akan mass. k ke anyaman trabekula- ke kanal Schlem - ke kanal
koletor dan akl- irnya masuk ke sistem vena. Bila produksi akuos
terhambat maka tekanan bola mata akan meningkat dan akan timbul
penyakit yang di rebut glaucoma.

LAPISAN AIR M ATA.


Air mata yang rr embasahi permukaan mata sebetulnya terdiri dari 3
lapisan yaitu (do ri luar ke dalam lapisan) lemak yang dihasilkan oleh
kelenjar Meibon I; air dihasilkan oleh kelenjar lakrimal dan musin yang
dihasilakn oleh lenjar goblet.
Pada keadaan n ormal air membentuk lapisan tipis air mata setebal 7-
10 um yang mela pisi permukaan konjungtiva dan kornea dan berfdungsi :
Membuat lapisan kornea menjadi licin dan memungkinkan untuk berfungsi
sebagai media r ffraksi.

.uriE,4/u,rr craw dic/11,7 /atifiara )k e.se/iota r 7irrtera 6tyi J'erawrzt J "cas^esxrrzs

54
Melindungi kerusakan epitel konjungtiva dan kornea dengan
membasahi/ melembabkan permukaannya.
Mencegah pertumbuhan kuman pada konjungtiva dan kornea dengan
adanya mekanisme menyapu dan efek anti mikroba.
Drainage air mata dimungkinkan dengan adanya gerakan kedipan
kelopak mata yang mendorong air mata ke arah punctum untuk
selanjutnya dialirkan ke kanal okuli interior /superior ke arah sakus
lakrimalis-duktus nasolakrimalis dan akhirnya bermuara ke hidung.
Kekurangan salah satu komponen yang membentuk lapisan air mata
dapat menyebabkan keadaan dry eyes (mata kering) kerusakan dari
system drainage ini menyebabkan epifora.

Penggerakan bola mata diatur oleh otot luar bola mata.


Ada 6 otot luar bola mata dan dipersarafi oleh 3 syaraf otak.

• Rektus media - N III - gerak utama ke medial.


• Rektus lateral - N VI - gerak utama ke temporal.
• Rektus superior - N III - gerak utama ke atas.
• Rektus inferior - N III - gerak utama ke bawah.
• Obliqus superior - N IV
• Obliqus inferior -N III

Kedua otot obliqus terutama berfungsi memutar bola mata.


Keadaan otot penggerak bola mata tidak bekerja sendiri - sendiri tetapi
bekerja secara terkoodinir misalnya sewaktu melirik ke kanan maka
yang bekerja ialah rektus lateral kanan dan rektus media kiri. Mata
orang normal posisinya di tengah -tengah yang berarti kerja otot-otot
tersebut serasi . Bila kerja otot serasi akan terjadi penyimpangan yang
disebut juling (strabismus).

r! c.,R/LoC^ufe,
MATERI INTI 1- 2
PEMERIKSAAN MATA DASAR

1. DESKRIPSI SI GKAT
Untuk dapat m negakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit-
penyakit mats, aka harus dilakukan pemeriksaan yang cermat terhadap
organ mata ter ebut dengan teliti. Pemeriksaan dilakukan mulai dari
anamnesis dan nelakukan pemeriksaan mata pada segmendepan dan
segmen belaka g
Modul ini akan menjelaskan bagaimana langkah-Iangkah dan cars
melakukan p meriksaan mata dengan balk dan benar.
II. TUJUAN PEM ELAJARAN
Tujuan Pembe ajaran Umum
Setelah mengik ti pelatihan peserta mampu melakukan pemeriksaan
mata dasar
Tujuan Pembe ajaran Khusus :
Setelah mengik ti pelatihan peserta mampu melakukan :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaa mata luar
3. Pemeriksaa visus
4. Pemeriksaa refraksi sederhana
5. Pemeriksaa tonometri
6. Pemeriksaa anel
7. Pemeriksaa buta warna
8. Pemeriksaa funduskopi
9. Pemeriksaa lapang pandang sederhana
10. Pemeriksaa posisi dan pergerakan bola mata

III. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Anatomi da fisiologi mata
2. Cara melak kan anamnesa
3. Cara melak kan pemeriksaan mata dasar
3.1. Pemeri saan mats luar
3.2. Pemeri aan visus
3.3. Pemeril aan refraksi sederhana
3.4. Pemeri aan posisi dan pergerakan bola mata
3.5. Pemeri aan lapang pandang sederhana
3.6. Pemeri aan funduskopi
3.7. Pemeri aan tonometri
3.8. Pemeri aan anel
3.9. Pemeriksaan buta warna

/cnr cCan 7 du,l" ^efidx' r^r ese^afan Jvcfer+ Aitgyi `'^erazvtrt <°f ss.Eesmrrs

56
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
Buku-buku tentang Ilmu Penyakit Mata
Buku-buku Diktat Depkes

V. LANGKAH ! PROSES PEMBELAJARAN


Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan pembelajaran,
mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta keterkaitan
dengan materi sebelumnya
• Fasilitator menggali pendapat/pengalaman peserta dalam pengelolaan
dan pelaksanaan program kesehatan indera penglihatan dan
pendengaran
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
Langkah 2 : Membahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan 1 -9
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau memberi tanggapan tentang materi yang disampaikan
• Fasilitator meminta peserta lain untuk menanggapi pertanyaan
• Dari hasil pendapat peserta, fasilitator memberikan komentar dan
memberikan kesimpulan.
VI. URAIAN MATERI : PEMERIKSAAN MATA DASAR

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


1. Anatomi Mata Bagian Luar

Kelopak Mata Atas


Saluran Keluar Air Mata

morneai
1
Kelopak Mata Bawah Pupil

) iuri/Eufum rCan c^Cccl J"el^r6i^irt^ e.se/atajr `Jn.iiru 6agi J`era vut ` 'us.Eesm^.s

57
2. Anatomi M4ta Bagian Dalam
Serat
Zonula Lensa

B. MELAKU N ANAMESA
Langkah a I sebelum melakukan pemeriksaan pada mata guna
menegakka diagnosis penyakit mata adalah melakukan anamnesis
dengan teliti dan ramah. Catat isdentitas pasien. Yang pertama kita
tanyakan ad lah keluhan utama yang menyebabkan pasien mencari
pertolongan pada dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan
utama yan sering kita jumpai dapat kita golongkan ke dalam:
• Mata ten ng, penurunan tajam penglihatan (visus) secara perlahan
• Mata to ang, penurunan tajam penglihatan (visus) secara
mendad k
• Mata m ah, tidak disertai penurunan tajam penglihatan (visus)
• Mata m rah, disertai penurunan tajam penglihatan (visus)
• Trauma/ edera mata
• dan lain- ain

Keluhan-kel han ini mungkin akan kita jumpai bersama keluhan


ringan yang lain (seperti lakrimasi, fotofobia dll) atau mungkin juga
bersama-sa a/sekaligus kita jumpai keluhan-keluhan tambahan
yang lain, m salnya :
• Floaters tau melihat benda melayang
• Fotopsia atau melihat kilat
• Sakit ke ala
• Rasa sa it pada mata (ocular pain)
• Melihat obel

&uri,Eufu,n d,., ,/ l^^eJatiJ7a, t ece rtan ,.`


^n^CeraGayz J erarvat J"ups esxea.r

58
• Kelainan posisi dan pergerakan bola mata
• Kelainan jaringan sekitar mata (kelopak , orbita)
Kemudian kita coba telusuri perjalanan penyakitnya :
o Kapan mulai timbul (sudah berapa lama)
o Bagaiman sifatnya : mendadak, berangsur-angsur atau hilang
timbul.
o Apakah sudah diobati , obat apa yang diberi
o Tanyakan riwayat penyakit terdahulu
o Tanyakan riwayat operasi terdahulu
o Riwayat penyakit keluarga
o Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus , hipertensi, dll)
o Apakah ada hubungannya dengan pekerjaan pasien
o Atau adakah alergi
Bila anamnesis yang kita lakukan cukup baik dan teliti , kits sudah
dapat menduga penyakit pasien , sehingga pemerksaan yang kita
lakukan dapat lebih terarah

C. PEMERIKSAAN VISUS DAN REFRAKSI


1. Pemeriksaan visus (tajam penglihatan)
a. Optotip Snellen : 6/50 6/6
b. Menghitung jari: 1/60 6/60
c. Gerakan tangan 1 /300. Pemeriksaan proyeksi
cahaya dari segala arah (atas , bawah , nasal , temporal)
d. Membedakan terang gelap 1/--
e. Pemeriksaan proyeksi cahaya bertujuan menilai fungsi retina.
f. Contoh: bila arah atas tidak dapat membedakan terang gelap,
misal 1 /300 atau 1 /- proyeksi atas (-)
g. Tidak dapat membedakan terang gelap : Nol.
h. Menentukan kemampuan membaca dengan kartu baca.

2. Pemeriksan refraksi sederhana


a. Tentukan jarak antara pupil mata kanan dan kiri (PD):
• Pegang penggaris di depan kedua mata , pada jarak 33 cm.
• Sinar senter diarahkan ke tengah-tengah antara kedua mata
pasien , perhatikan reflex cahaya pada kedua komea mata.
• Ukur jarak antara kedua reflex tersebut dalam mm, maka
didapat PD untuk jarak dekat . Tambah 2 mm untuk PD jauh.
b. Ukur kekuatan lensa sferis
Dilakukan bila visus tidak normal (<6/6)
1) Pasang kacamata percobaan pada posisi yang tepat
(=PD jauh)

ur/ rAJ sxc r ilse c.1k 1 r[4J^ feruti/iari ese , rtan -jj f ru.Ga'- .i jruwat d iarkesar.` o

59
2) P sang penutup (occluder) di depan salah satu mata
y ng belum akan diperiksa.
3) K mbali melihat Optotip Snellen.
4) L takkan lensa S+ atau lensa S- tergantung bertambah
to ang atau tidak pada mata yang diperiksa. Tambah
k kuatan lensanya sampai didapat visus terbaik (Trial
a d Error)
• Bila miopia : dipilih untuk kacamata lensa S-terkecil
yang memberi tajam penglihatan terbaik
• Bila Hypermetropia: lensa S+ terbesar
5) Bi a visus kurang dari 6/10 lakukan tes pinhole, Ietakkan
pi hole di depan mata yang diperiksa.
a. Bila Iebih terang : mungkin lensa Sferis (S) belum
cukup atau ada astigmat. Dapat diberi kacamata bila
penderita puas atau periksa Iebih lanjut.
b. Bila tetap / Iebih buruk : ada kelainan organik pada
sistem optik mata, cari kelainan tersebut atau rujuk.
c. Pada penderita yang mengeluh baca dekat (Presbyopia)
Umumnya diatas umur 39 tahun. Pemeriksaan
dilakukan sebagai berikut.
1. Sesuaikan PD untuk dekat
2. Bed lensa S+ umumnya disesuaikan umur S+1 (40
tahun), S+1,5 (45 thn), S+3 (60thn).
3. Membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang
baik (+30cm, Jaegger 3).
d. Menulis resep kacamata, misalnya A umur 45 tahun
Miopia
R/ OD :S-2.25D
OS :S-3.25DPD64/62mm
Addisi ODS S + 1 50 D paraf

D. PEMERIKS AN MATA LUAR


1. Persyarat n Pemeriksaan Mata
• Inten itas cahaya adekwat.
• Terse is alat dan obat diagnostik.
• Dilak kan secara sistematik.
• Meng nal anatomi, fisiologi dan patologi mata.
• Mem uat catatan medis yang rapih dan mudah dibaca
2. Perhatik n :
• Bentu , posisi dan pergerakan bola mata
• Alis, bulu mata dan kelopak mata atas dan bawah
• Konju gtiva, Kornea

^,crr7kufux^ d."as^ clul^!"elrrtifiun 7^ ,esefiutan ^>+rCeru 6i^i J"erawut J" zcshes^rras

60
• Bilik Mata Depan , Iris, Pupil
• Lensa
• Area lakrimalis
• Harus mampu melipat kelopak mata untuk melihat konyungtiva
tarsalis

3. Sistem Optik Mata


Bisa pakai kacamata pembesar ( loupe) dan senter
a. Sinari kornea
Perhatikan reflek kornea yaitu reflek cahaya pada permukaan
kornea yang berbentuk titik pantulan cahaya.
1) Cerah / mengkilat : a) kornea jernih
b) jaringan parut (putih)
2) Suram : erosi kornea, radang kornea atau edema kornea
Perhatikan reflek cahaya pada kedua permukaan kornea
(Tes Hirschberg)
1) Masing-masing di tengah pupil : ortoforia
2) Salah satu tidak ditengah pupil: heteroforia atau
heterotropia (ekso,eso)
b. Bilik mata depan ( BMD) dan iris
• Iris yang baik memiliki cekungan - cekungan radier (kripti).
• Periksa Kejernihan BMD perhatikan kripti iris.
1. Kripti iris terlihat jelas : jernih
2. Kripti iris tidak jelas : keruh
• Periksa kedalaman BMD : sinari iris dari samping, lalu
perhatikan luasnya permukaan iris yang mendapat penyinaran.
1. Sebagian kecil permukaan iris mendapat sinar: BMD dangkal
2. Seluruh/sebagian permukaan iris tersinari : BMD dalam

c. Pupil
Perhatikan pupil yang bulat teratur, sentral (di tengah)
Pupil yang tidak bulat / tidak teratur dapat akibat perlengketan
iris dengan lensa/kornea (sinekkia).
• Reaksi pupil langsung : pupil mengecil pada mata yang
disinari
• Reaksi pupil tak langsung : pupil mengecil pada
penyinaran mata yang sebelahnya.
Nyatakan besarnya pupil dalam mm.
1. Isokor kedua pupil sama besar
2. Anisokor tidak sama besar.
3. Besar pupil normal 3-5 mm.

u r es^.las
rsnkulum (Gina t i; I<felrrtr/ra^r ; ^sef;.rtan ,j,uh.rrrG^^ erawat
61
• < 2 mm disebut miosis
• > 5 mm: midriasis
Gambar pupil bila pupil terletak tidak pada tempatnya
atau bentuknya tidak normal.
d. Len a
Pe eriksaan katarak
1. nari pupil dari depan. Perhatikan warna pupil
Pupil berwarna hitam
1) lensa jernih
2) aphakia
Pupil putih/abu-abu : keruh/katarak
bah sinar dari samping (kurang lebih 45%), dan sinari
s. Kembali lihat pupil. Perhatikan perubahan kekeruhan
nsa :
Seluruh pupil tetap putih katarak matur (tes shadow/
bayangan - )
Sebagian pupil menjadi hitam katarak immatur (tes
bayangan +)

E. PEMERIK N POSISI DAN PERGERAKAN BOLA MATA


Posisi (alig ment) diperiksa dengan:
1. Instruks kan pasien melihat ke lampu senter yang ditempatkan
kira-kira 30 cm di hadapan pasien , setinggi mata pasien.
2. Dilihat a akah refleks lampu pada kornea kedua mata jatuh tepat
di bagi n pusat. Dicari tanda-tanda strabismus (esotropia,
eksotro a, dan hipertropia) di mana pantulan cahaya tidak jatuh
tepat di usat kornea.
Gerakan bo a mats dinilai secara binokular:
1. Instruks kan pasien untuk mengikuti gerakan obyek yang
ditempat an kira-kira 30 cm di hadapan pasien, ke 8 arah (cardinal
gaze) y itu ke atas, bawah, kiri, kanan, kanan atas, kanan
bawah, iri atas dan kiri bawah.
2. Dilihat a akah terdapat tanda-tanda hambatan gerak ke salah
satu ara atau lebih.

F. PEMERIKS N FUNDUSKOPI
Sebaiknya ilakukan di ruangan relatif gelap.
Bila mata k an yang akan diperiksa:
• Pemerik a berdiri di sebelah kanan pasien
• Oftalmo op dipegang dengan tangan kanan
• Pemerik aan dengan mata kanan

rux'uY, ^ 'crs^(ee7nus
Bila mata kiri akan diperiksa pemeriksaan dari sebelah kiri dengan
mata kiri.
1) Pertama kali perhatikan reflek fundus melalui oftalmoskop dilihat
lewat pupil pada jarak pemeriksaan: 30 cm.
2) Bila media refraksi jernih : reflek fundus berwarna merah kekuningan
pada seluruh lingkaran pupil
3) Bila media refraksi keruh (kornea, lensa, badan kaca) terlihat
adanya bercak hitam di depan latar belakang yang merah kekuningan
4) Penilaian reflek fundus penting untuk membedakan katarak matur
dan immatur. Katarak matur reflek fundus negatif.
5) Selanjutnya untuk melihat retina dan pupil N II, oftalmoskop didekatkan
sedekat mungkin ke mata pasien.
G. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG DENGAN TES
KONFRONTASI
1. Pemeriksa dan pasien berhadapan kurang lebih 60 cm
2. Bila mata kiri yang akan diperiksa, mata kanan pasien ditutup.
3. Mata kiri pasien berhadapan / berpandangan dengan mata kanan
pemeriksa
4. Gerakan jari/benda dari segala arah, dari luar ke dalam
5. Catat bila ada bagian lapang pandang, yang masih telihat oleh
pemeriksa, tetapi tidak oleh pasien. Ulangi dengan cara yang
sama pada mata kanan.
H. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. Pemeriksaan Buta Warna mempergunakan buku Ishihara.
a. Pemeriksaan dilakukan dalam ruangan dengan pencahayaan
yang cukup.
b. Penderita diminta melihat kartu dan menentukan gambar
yang terlihat dalam waktu tidak lebih dari 10 detik.
c. Ditentukan ada atau tidaknya buta warna hijau merah.
d. Interpretasi: orang normal dapat mengenali warna gambar
dalam waktu 3-10 detik, bila terdapat kelambatan atau
kesalahan dalam pengenalan gambar berarti terdapat kelainan
penglihatan warna. Dari pemeriksaan juga dapat ditentukan
adanya buta warna total atau sebagian
2. Tonometri dengan Tonometer Schiotz
Tujuan: Mengukur tekanan intra okular
a. Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang berbaring terlentang
atau setengah duduk
b. Agar posisi kornea horizontal, usahakan dagu dan dahi
pasien terletak pada satu bidang horizontal
c. Kedua mata ditetes anestesi topikal.

63
d. Ton meter ditera pada tes blok yang bila baik jarum
me unjukkan angka nol pada skala dan "plunger" dapat
ber erak bebas dalam silindernya.
e. Pe eriksaan pertama dipilih beban terkecil 5,5 gr
f. Kerr udian "foot plate" di desinfeksi dengan mengusapkan
kap s alkohol 70 %
g. Ked a mata difiksasi dengan melihat lurus ke atas
h. Bila ata kanan yang akan diukur, pemeriksa berdiri disebelah
kiri tau dibelakang pasien. Begitu pula untuk mata kanan
i. Ton meter dipegang vertikal beberapa saat lurus di atas
korn a penderita setelah sebelumnya kelopak mata pasien
dibu a secukupnya dengan jari tangan pemeriksa lainnya
tang menekan bola mata.
j. Set lah mata penderita menyesuaikan diri, tonometer
ditur nkan perlahan-lahan sampai "foot plate" diturunkan
sam ai di tengah-tengah silinder.
k. Ang a skala yang ditunjuk jarum pada saat itu, diingat dan
dicat t dan tonometer diangkat dad kornea. Bila angka yang
ditu 'uk kurang dari angka 3, tonometer diulangi dengan
beb n 7,5 gr. Mungkin pula perlu memakai beban 10 gr.
1. 13) ilai tekanan intra okuler selanjutnya pada tabel kaliberasi.
Cont h mencatat hasil : Tgl ......., jam.......
• T DID (mata kanan ) 8/7.5 = 15.6 mmhg
• T D S (mata kiri) 9/7.5 = 13.1 mmhg
( ilai TIO normal 10-21 mmhg)
m. Seb Ium melakukan tonometri, diyakini tidak ada kontra
indik si tonometri, dilakukan komunikasi yang baik dengan
pasi n agar tenang selama pemeriksaan.
Kont indikasi umumnya adalah infeksi mata.
MATERI INTI 1.3
GEJALA, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
PENYAKIT-PENYAKIT MATA UTAMA PENYEBAB KEBUTAAN

1. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit mata yang paling banyak menyebabkan kebutaan adalah
katarak, kelainan refraksi, glaukoma dan xeroftalmia. Di samping itu
juga ada penyakit-penyakit mata lain yang menyebabkan kebutaan dan
penyakit mata yang tidak menimbulkan kebutaan tapi banyak ditemui
di masyarakat, terutama konjungtivitis, degenerasi makula karena umur
(age related macular degeneration=AMD), diabetik retinopati, dan
kebutaan anak.
Modul ini akan memberikan penjelasan tentang jenis penyakit,
menegakkan diagnosis dan bagaiman penatalaksanaan penyakit di
Puskesmas dan kapan harus dirujuk ke Rumah Sakit.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah memgikuti pelatihan peserta mampu menetapkan diagnosis
dan melakukan penatalalksanaan penyakit-penyakit mata katarak,
galukoma, kelainan refraksi, xeroftalmia dan penyakit mata lain

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mampu menetapkan diagnosis penyakit katarak, glaucoma, kelainan
refraksi, xeroftalmia dan penyakit mata lainnya
2. Mampua melakukan penatalaksanaan penyakit katarak, kelainan
refraksi, glaucoma, xeroftalmia, dan penyakit mata Iainnya

Ill. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Gejala, Diagnosis dan tatalaksana katarak
2. Gejala, Diagnosis dan tatalaksana glaukoma
3. Gejala, Diagnosis dan tatalaksana kelainan refraksi
4. Gejala, Diagnosis dan tatalaksana xeroftalmia
5. Gejala, Diagnosis dan tatalaksana penyakit mata lain:
• Konjungtivitis
Pterigium
• Degenerasi Makula karena umur (AMD)
6 d
f f f<fefufii/aji ser^ta^t :rCera/y 5 rawat us esmas
X.cari^(ufrarz c%rii 4
65
• Retinop ti Diabetik
• Kebuta n Anak

IV. BAHAN BELA J AR DAN REFERENSI


1. Buku-buku entang Ilmu Penyakit Mata
2. Pedoman layanan Kesehatan Indera di Puskesmas

V. LANGKAH I P OSES PEMBELAJARAN


Langkah-lang ah / proses pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan pelatil n/ fasilitator dan kegiatan peserta dalam setiap tahapan
proses pembel jaran.

Langkah 1 : ngkondisian
• Fasilitatat r memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajar, n, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan engan materi sebelumnya
• Fasilitatator emberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalama 1 melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampai an pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.

Langkah 2 : M mbahas Pokok Bahasan


• Fasilitatato menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan 1 4 tentang Gejala, Diagnosis dan tatalaksana penyakit-
penyakit m a
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau me beri tanggapan atas penjelasan fasilitator.
• Fasilitator minta peserta untuk menanggapi pertanyaan peserta
• Dari hasil p endapat peserta fasilitataor memberikan komentar dan
memberika kesimpulan

VI. URAIAN MAT RI


A. PENDAHU UAN
Gangguan da mata dibedakan atas:
• Mata me ah visus ( tajam penglihatan ) normal
• Mata me ah visus menurun
• Mata ten ng visus turun mendadak

aril ufum Jai, ; Vbc cl ela7a^%e+i 3 .,^ s`G+ i €tt2Y[ Yi1r i9Yt!'

66
Mata tenang visus turun perlahan
• Kelainan letak bola mata
• Trauma

Mata merah disebabkan oleh pembuluh darah konjungtiva melebar


(injeksi ). Tajam penglihatan menurun bila terjadi gangguan media
penglihatan . Kira-kira 40% gangguan mata adalah mata merah
1. Mata merah visus normal :
o konjungtivitis
o blefaritis
o skleritis
o pterigium
o perdarahan subkonjungtiva

2. Mata merah visus turun :


keratitis , ulkus kornea
• uveitis anterior
• glaukoma akut
• endoftalmitis
3. Mata tenang visus turun mendadak
• ablasio retina
• okiusi pembuluh darah retina
• neuritis optika
• perdarahan badan kaca/vitreus
• korioretinitis

4. Mata tenang visus turun perlahan:


kelainan refraksi
• katarak
• glaukoma kronis
degenerasi makula
• retinopati diabetika / hipertensif
• intoksikasi
• retinitis pigmentosa

5. Kelainan letak bolamata , kelainan adneksa mata ( kelopak mata,


orbita, system lakrimal) :
• tumor orbita

n kese/iatan jnderaFiayi 1 erejwat `i.skesmas

67
• tumor in raokular (retinoblastoma)
• strabis s
• eksoftal ios/enoftalmos
• dakriosi titis
• ptosis p Ipebra
• lagoftal os
• entropio , ektropion, trikhiasis
• hordeol m, kalasion
• basalio a
6. Trauma / g vat darurat mata :
• trauma mia
• trauma t mbus
• trauma t mpul
• korpus a ienum kornea

Beberapa pent' kit mata yang perlu diketahui karena menjadi penyebab
utama kebutaan di Indonesia clan penyakit lain yang banyak ditemukan
di masyarakat alah:

A. KATARAK
Katarak adalah proses degeneratif berupa
kekeruhan alami lensa bola mata sehingga
menyebabkan menurunnya kemampuan
penglihatan sampai kebutaan. Kekeruhan
ini disebabkan oleh terjadinya reaksi
biokimia yang menyebabkan koagulasi
protein lensa.
Katarak bisa terjadi secara kongenital atau
didapat. Pada umumnya katarak terjadi
karena proses degenerasi yang
berhubungan de gan penuaan, atau bisa juga didapat akibat dari trauma
dan induksi of h obat-obatan (steroid, klorpromazin, alupurinol,
amiodaron). Ke daan diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
proses katarak.

Berdasarkan p togenesis /etiologinya katarak dibagi :


1. Katarak Sen lis : yaitu katarak akibat proses degenerasi ketuaan,
90% dari ka us katarak.

7^,un Sulu. dan du/ ` ^elati^an ,e se/,`titan ricLeraGa1,i <`'eruwat <`^^s^es^r:as


68
2. Kataraka traumatika : katarak akibat rudapakasa pada lensa
3. Katarak komplikasi :, katarak akibat penyakit mata dan penyakit
sistemik seperti Diabetes, obat-obatan, gangguan metabolisme, dan
lain-lain.
4. Katarak kongenital : katarak sejak lahir

1. Gejala dan tanda Minis


Pada umumnya penderita akan mengeluh gangguan penglihatan yang
perlahan, penglihatan berkabut atau berasap.

Diagnosis Katarak
a. Katarak yang belum matang (imatur), menimbulkan keluhan:

• Bintik hitam pada lapangan pandang


• Penglihatan seperti berasap
• Diplopia atau polipia(penglihatan ganda)
• Miopisasi (perubahan refraksi mata
menjadi lebih Miop)
• Sukar membaca huruf

b. Katarak yang sudah matang (matur) penglihatan hanya mampu


menghitung jari, gerakan lambaian tangan saja atau hanya dapat
membedakan terang dan gelap. Penderita sudah tidak dapat
membaca huruf.
Pada pemeriksaan didapat ditemukan:
• Tajam penglihatan < 6/18. Dengan tes pinhole
menjadi lebih gelap.
• Adanya kekeruhan lensa, terlihat warna
kelabu atau putih di daerah pupil (leukokoria).
Leukokoria pada balita harus dipikirkan
kemungkinan tumor ganas retinoblastoma.
Bila dengan penyinaran dari samping
sebagian kekeruhan itu menjadi lebih gelap
karena adanya bayangan iris pada lensa (tes
shadow +), maka katarak masih imatur. Bila tidak berubah (tes
shadow -), lensa sudah matur.
• Pada funduskopi terlihat bercak-bercak hitam di daerah pupil.
Reflek fundus (warna merah) masih tampak pada katarak imatur.
Pada katarak matur reflek fundus tidak terlihat lagi.

K,z2zAuJ4 zn (Caw JVG^z UJ J"efatirax , ese^izta-^+ Jndrere. Euyi irerawat As,Eesmas


69
Penatalak anaan
Indikasi be ah pada penderita katarak adalah :
• Indikasi penglihatan, yang sangat bervariasi pada setiap pasien.
Tindaka bedah dapat dilakukan bila penderita merasa mengalami
ganggu n pada aktivitas sehari-hari, atau penderita dengan
pekerja n tertentu yang membutuhkan penglihatan yang balk.
• Indikasi lain adalah indikasi medis, seperti glaukoma fakolitik.
Atau p nderita yang memerlukan monitoring kelainan fundus,
seperti iabetik retinopati, dan membutuhkan tindakan laser
fotokoa ulasi.
Tindakan b dah dilaksanakan oleh DR. Spesialis mata
Teknik ope si yang saat ini sering dilakukan adalah ekstrasi katarak
ekstrakap ular (ECCE/extra capsular cataract extraction) dan
fakoemulsi kasi disertai dengan pemasangan lensa tanam (IOL/intra
ocular lens' .

Hal-hal yang per diperhatikan pasca operasi oleh dokter umum adalah
kemungkinan kc plikasi seperti
• Glauko ,
• Uveitis,
• Dislokas lensa intraokular,
• Edema akula,
• Ablasio r etina, dan
• Endoftal itis.
Apabi a dijumpai kompikasi tsb harus segera dirujuk

Glaukoma adalah suatu gejala dari kumpulan


penyakit yang menyebabkan suatu resultan yakni
meningkatnya tekanan intra okuler yang cukup
untuk menyebabkan degenerasi optik disk atau
kelainan dalam lapang pandang. Harus
dibedakan dengan hipertensi okuler yaitu suatu
keadaan dimana tekanan intraokuler meninggi
tanpa kerusakan pada optik disk (papil saraf
optic) dank lainan lapang pandang.
Glaukoma d pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor biologis,
medis, psik logis, antropologis, geografis dan lain-lain.
KLASIFI I
1. Glauko a primer:
a. Glau _ma primer sudut terbuka (simple glaucoma, wide angle

,uri.( ulun: tCan eJ crCulr'elati/run )eselatan t,,1era &yyi ,.P, anvat ,95uwke.sm as

70
glaucoma, chronic simple glaucoma) adalah glaukoma yang
paling sering ditemukan.
b. Glaukoma primer sudut tertutup (narrow angle glaucoma,
closed angle glaucoma, acute congestive glaucoma). Bisa
terdapat dalam bentuk akut, sub-akut atau kronik.
2. Glaukoma Kongenital
a. Glaukoma kongenital primer atau infantil (buftalmos).
b. Glaukoma yang menyertai kelainan-kelainan kongenital,
termasuk tipe sebelumnya sebagai glaukoma juvenil.
3. Glaukoma Sekunder:
• Disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam lensa.
• Disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam traktus uvea.
• Disebabkan oleh trauma.
• Komplikasi dad suatu operasi mata
• Berhubungan dengan rubeosis (Diabetes mellitus dan central
retinal vein/artery occlusion).
• Berhubungan dengan pulsating eksoftalmus.
• Berhubungan dengan kortikosteroid topikal
• Sebab-sebab lain yang jarang.

4. Glaukoma Absolut :
Hasil akhir dari suatu glaukoma yang tak terkontrol lagi berupa
mengerasnya bola mata, berkurangnya penglihatan sampai nol
dan nyeri (dolorosa) atau tidak nyeri (non-dolorosa). Rata-rata
glaukoma absolut terjadi 1-2 tahun setelah serangan pertama,
apabila :
• Tak mau diberi pengobatan
• Tak mau dioperasi
• Salah diagnosis
• Salah penanganan
• Salah pengobatan dan
• Tekanan dibiarkan tinggi

Penatalaksanaan Glaukoma
Dengan keterbatasan ketenagaan dan peralatan maka
penanggulangan glaukoma yang mungkin dilakukan di Puskesmas
adalah glaukoma akut kongestif.

Pada glaukoma akut kongestif (terjadinya serangan) harus diberi


perawatan yang secepat-cepatnya karena terlambatnya perawatan
dapat mempercepat memburuknya tajam penglihatan dan lapang
pandang. Disarankan pemberian timolol 0,5% 2 kali sehari, pilokarpin

ccri{ c:lu^n ^rre a/lR o iJfelatiIi U* .,eseratatt ';, ra fiagI " erawat /"usleBSm

71
2 - 4%, tiap- iap 2 jam, DiamoxTM (acetazolamide) 3 x 250 mg dan
analgetik d n dirujuk segera ke dokter spesialis mata untuk
pertimbanga tindakan operatif.

Glaukoma a ut kongestif ini sering diduga sebagai konjungtivitas


karena mat terlihat merah. Pada glaukoma akut akan terlihat
adanya injek i konjungtiva, injeksi silier, pupilnya melebar/middilatasi,
reflek kurang dan pads pemeriksaan pengukuran tekanan bola mata
dengan tono etri akan didapatkan nilai yang tinggi (normal 10-20
mmHg).

Pada glaukoa absolut tindakan terakhir kalau penderita merasa


sakit terus menerus ialah merujuk untuk enukleasi bulbi.
Perhatian :
Mata merah, pupil lebar, reflek kurang, kornea agak keruh, tanpa kotoran
mata dengan kelu an nyeri kepala dan visus menurun dan biasanya satu
mata.
AWAS ! kelainan ini jangan didiagnosis sebagai konjungtivitis yang juga mata
merah (biasanya d 4a mata) tetapi terdapat kotoran mata, tidak nyeri kepala,
visus tidak menu n, pupil tidak lebar dan tidak berakibat kebutaan.
Glaukoma akut kon estif sangat berbahaya dan berakibat kebutaan total yang
tidak dapat diobati.

C. KELAINAN EFRAKSI
Kelainan refr ksi merupakan kelainan mata terbanyak yang terjadi
di masyarak t. Untuk dapat melihat sesuatu benda dengan jelas,
bayangan b da tersebut harus dapat ditangkap oleh retina mata,
dengan kata ain sinar sejajar yang masuk ke mata harus dibiaskan
tepat pada r ina.

Pada emetropia (keadaan refraksi mata


normal), semua sinar sejajar yang masuk ke
dalam bola mata tanpa akomodasi (dalam
keadaan istirahat) akan dibias tepat pada
retina.

Ada 4 macs kelainan refraksi


1. Hipermet opia
2. Miopia
3. Astigmati me
4. Presbiopi

K-urikufum clan clufJ efatilran .. i , eraWat J " u.sGesma's


,eseb-at an fnd&raliaf

31 72
1. Hipermetropia
Adalah keadaan kelainan refraksi dimana
sinar-sinar sejajar yang masuk ke mata tanpa
akomodasi (dalam keadaan istirahat) dibias
dibelakang retina, sehingga tajam penglihatan
tidak terfokus dengan baik

Keluhan penderita biasanya melihat jauh terang sedangkan untuk


melihat dekat atau membaca kabur. Keadaan ini disebut rabun dekat.
Gejala klinis
Karena mata terus menerus berakomodasi baik untuk melihat jauh
maupun dekat, maka akan timbul gejala-gejala :
• Sakit kepala
• Mata lekas lelah
• Berair
• Mengantuk kalau membaca

Macam-macam hipermetropia
1. Hipermetropia aksial: disebabkan sumbu bola lebih pendek dari
normal
2. Hipermetropia refraktif: dimana daya bias mata berkurang seperti
kornea atau lensa yang keruh, juga dijumpai pada penderita
paska operasi katarak (afakia) yang tidak menggunakan lensa
tanam intra okuler
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan kaca mata /
lensa sferis plus (+)

2. Miopia
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar-
sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata
tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan
retina, sehingga tajam penglihatan kabur.

Macam-macam miopia :
1. Miopia aksial: dimana sumbu bola mata lebih panjang dari normal
2. Miopia refraktif: yang disebabkan kelainan pada komponen
refraksi mata, seperti kornea atau lensa yang terlalu cembung

A,urikufurn dint ^/ 'Od-E t J"efatiIu,t ,e sefiaf,un :^nrLeru 6uyi J" erawut J'^l.s^e.rrnas

73
Gejala mio is :
• Penglih tan jauh kabur, sedangkan penglihatan dekat tetap
terang ( bun jauh)
• Mata le s lelah
• Mata be air
• Pusing
• Cepat ngantuk
Keadaan ini apat diperbaiki dengan menggunakan kaca mata/lensa
sferis minus (-)
3. Astigmatis e
Adalah sua keadaan dimana komponen refraksi seperti kornea
atau lensa ata pads keadaan normal seharusnya sferis, dimana
semua meri ian mempunyai kurvatura yang sama sehingga sinar-
sinar yang iasuk ke bola mata dapat difokuskan pada retina pada
satu titik, t api pada astigmatisme meridien komponen rafraksi
kurvaturany tidak sama sehingga sinar yang masuk bola mata tidak
dapat difoku kan pada satu titik di retina. Keadaan ini dapat diperbaiki
dengan me ggunakan kacamata lensa silindris
4. Presbiopia
Adalah suat perubahan fisiologis yang terjadi pada usia 40 tahun
atau lebih di ana days akomodasi berkurang sehingga kemampuan
untuk melih dekat /membaca berkurang. Keadaan ini dapat dikoreksi
dengan pem erian kacamata untukjauh (bila perlu) dengan tambahan
lensa sferis +) untuk membaca.
Sebagai pa Juan kebutuhan seseorang akan kacamata baca dapat
dihitung ber asrkan umur, misalnya :
• Umur 40 tahun, addisi S + 1.00
• Umur 45 tahun, addisi S + 1.50
• Umur 50 tahun, addisi S + 2.00
• Umur 55 tahun, addisi S + 2.50
• Umur 60 tahun, addisi S + 3.00
Selain ben asarkan umur, jarak yang dibutuhkan juga harus
diperhitung n karena jarak membaca, komputer, main piano dan
sebaginya ti ak sama.
D. XEROFTAL IA
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan vitamin A,
terutama pa a anak-anak ditemukan pada penderita gizi buruk dan
gizi kurang Faktor-faktor penyebab banyaknya xeroftalmia di
Indonesia k ena konsumsi makanan yang tidakmengandung cukup
vitaminA ata pro vitamin A untuk jangka yang lama, bayi

uriJ' ufcxr dan 4<fAfatiliart ese^atrzn rcCera ke f ,-e I•at fuses ,, ,


74
tidakdiberikan ASI eksklusif, gangguan penyerapan vitamin A,
kurangnya pendidikan kesehatan, sosial ekonomi yang buruk, masih
adanya, budaya yang dianut masyarakat dan masih tingginya angka-
angka infeksi pada anak-anak (gastroentritis/diare).

Gejala klinik:
• Gejala reversible seperti buta senja
(hemeralopia), xerosis konjungtiva, xerosis
kornea dan bercak bitot
• Gejala irreversible seperti ulserasi kornea dan
sikatriks (scar)

Klasifikasi xeroftalmia berdasarkan WHO 1976


Stadium xeroftalmia dinyatakan dengan kode X :
XN butasenja (himeralopia)
X1 A : Xerosis konjungtiva
X1 B Xerosis konjungtiva + bercak bitot
X2 Xerosis kornea
X3 A : Keratomalasi atau ulcerasi kornea kurang dari 1 /3
permukaan kornea
X3 B : Keratomalasi atau ulcus kornea lebih dari 1/3 permukaan
kornea
XF Dengan kelainan fundus
XS -xeroftalmia sikatrik

Penatalaksanaan
1. Pengobatan
• Segera berikan kapsul vit A sesuai umur pada hari pertama dan
kedua dan kelima belas
• Untuk usia 1-5 th 200.000 IU Vit.A secara oral atau
• 6- 11 bin diberikan 100.000 IU Vit.A secara oral
• Kurang dari 6 bin diberikqn 50000 lU VIT,A
Hari berikutnya 200.000 IU Vit.A, diberikan secara oral
1 - 2 minggu berikutnya 200.000 IU Vit.A secara oral
• Salep antibiotik dan tetes air mata buatan

2. Pencegahan
• Mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi vit A, terutama
sayuran hijau dan buah - buahan
• Pada anak 6 - 11 bulan diberikan kapsul warna biru (100.000
0IU Vit.A secara oral 2 kali setahun

^urikufu>n dvi V( (l Ja` Jat ilian )esefat an ,)>^rlera daji J"erasvat J"tcs^e smas

75
• Pada an k 1-5 tahun diberikan kapsul warna merah (200.000
IU Vit.A sec ra oral 2 kali setahun
• Untuk an k-anak berumur kurang dari 6 bulan dengan gizi buruk
diberika 1/2 dosis kapsul biru(50.000 iu)
• Ibu-ibu y ng baru melahirkan atau dalam masa nifas diberikan
200.000 U Vit.A secara oral dua hari berturut-turut
• ASI eksl sif
Mengob ti penyakit infeksi pada mata
• Mengob ti kelainan matanya
Beberapa p nyakit mata lain yang dapat menyebabkan gangguan
penglihatan an gangguan mata yang tidak menyebabkan gangguan
penglihatan namun cukup banyak ditemukan dalam masyarakat
adalah:

E. KELAINAN RETINA
Yang perlu d ketahui dari kelainan retina adalah kelainan retina yang
disebabkan eh hipertensi dan diabetes melitus. Karena itu sebaiknya
pada pende ita hipertensi dan diabetes melitus dianjurkan untuk
memeriksak n kedua matanya secara rutin (deteksi dini) apalagi
sudah terjad gangguan tajam penglihatan.

1. Retinop4ti Diabetika

Retinopati Diabetika adalah kelainan


retina/pembuluh darah retina akibat
diabetes melitus. Kelainan yang timbul
dapat berupa perdarahan kecil dan bulat
L bi. disekitar pupil dan daerah makula, exudat,
perdarahan luas dan besar pada stadium
lanjut dan adanya pembentukan pembuluh
darah baru (neovaskularisasi) serta
kekeruhan p da vitreus dan ablasi retina.dirujuk ke strata II dan III
Gejala :
Pada st dium awal didapatkan keluhan. Bila sudah ada
perdarah n baru tampak adanya gangguan penglihatan
Penatala sanaan
Pengoba an terhadap penyakit diabetes mellitus. Terhadap
adanya lainan retina agar segera dirujuk. Dapat dilakukan
fotokoag Iasi laser dan tindakan operatif bila diperlukan.

K.uri€u/um LCarr du^^fe.ratifiarr e.se^ittrnegnderahayi G-erawat. J"r.s.sG,smas

76
Prognosis
Retinopati diabetika memiliki prognosa buruk pada stadium lanjut.
Sedangkan pada stadium awal, dengan deteksi dan intervensi
dini, prognosa masih baik.

2. Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi adalah kelainan pembuluh darah retina dan
retina sendiri akibat tekanan darah tinggi. Kelainan yang timbul
pada retina/pembuluh darah retina dapat terlihat pada
pemeriksaan dengan oftalmoskop. Tampak adanya penciutan
lumen pembuluh darah, fenomena crossing (antara arteri dan
vena), infark retina (cotton woll spot), perdarahan, eksudat dan
lain-lain yang tampak lebih berat sesuai dengan stadium
penyakitnya.
Gejala :
Bisa terjadi tanpa adanya gangguan penglihatan sampai adanya
gangguan penglihatan yang dapat berakhir menjadi suatu
kebutaan.
Penatalaksanaan
Ditujukan pada penyakit hipertensinya, sedangkan untuk kelainan
retina agar dirujuk

Prognosis
Retinopati hipertensi juga memiliki prognosa buruk pada stadium
lanjut. Sedangkan pada stadium awal, dengan deteksi dan
intervensi dini, prognosa masih baik.
3. Degenerasi makula karena usia (Age related Macular
Degeneration = AMD)
AMD adalah kelainan degeneratif makula,
yang merupakan penyebab kebutaan pada
populasi berusia Iebih dari 50 tahun ke atas.
AMD dibedakan atas AMD non -neovaskular
(AMD non-eksudatif atau "dryAMD") dan AMD
neovaskular (AMD eksudatif atau "wet AMD").
AMD menimbulkan penurunan tajam
penglihatan pusat, hingga dapat menyebabkan
kebutaan pada satu atau dua mata8.
Gejala klinik
1. Penurunan Visus

,uriAu.J e dint JVL JJ"elutil air seh-ittan rdera Gay 'erasvat ` icsi esmas

77
2. Meta orphopsia
3. Skot ma sentral
4. Chor idal neovascularization (CNV)
Penatal sanaan :
1. Pem riksaan mata dasar
2. Ruju ke dokter spesialis mata

F. MATA MER IH KONJUNGTIVITIS


1. Konjun tivitis Bakterial

Konjungtivitis bakterial sering dijumpai pada


anak-anak, biasanya dapat sembuh sendiri.
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh bakteri
Staph. epidermidis, Staph. aureus, Strep.
pneumoniae, dan H. influenza. Penyebaran
infeksi ini biasanya disebabkan oleh kontak
J «.. langsung dengan sekret air mata yang
terinfeksi.

Gejala dan ands klinis


• Mata terl hat merah yang akut
• Rasa m ngganjal dan pangs
• Sekret y ng banyak. Pada saat bangun tidur, kelopak sering
terasa le gket satu sama lain dan sulit untuk membuka mata.
• Kelopak mungkin saja bengkak dan terlihat berkrusta. Dalam
keadaan awal, sekret dapat saja berbentuk serosa (watery),
yang m yerupai konjungtivitis virus, namun dalam beberapa
hari, sek et menjadi mukopurulen.
• Injeksi k njungtiva dapat terlihat dengan jelas.
Tatalaksan
Pemberian ntibiotika dapat diberikan dalam bentuk tetes mata dan
salep mata. Antibiotika tetes mata yang dapat diberikan adalah:
• Asam fu idat yang diberikan 4 kali sehari dapat dikurangi menjadi
2 kali se ari.
• Pilihan la n adalah kloramfenikol tetes mata yang dapat diberikan
4-6 kali hari.
• Salep a tibiotika seperti kloramfenikol atau tetrasiklin dapat
diberika untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Diberikan
sebelum idur agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, karena
pemberi n salep mata dapat mengganggu penglihatan.

urikufux. men rCuff luti/run ,eseratun Ad^-ra Eji ^eru ut' ` ias(esmas

78
2 Konjungtivitis Viral
Pada umumnya konjungtivitis ini disebabkan oleh adenovirus.
Penyakit ini sangat tinggi tingkat penyebarannya, melalui respirasi
atau sekresi air mata, baik secara langsung maupun melalui
bahan pengantar seperti handuk, sapu tangan yang digunakan
bersama.
Pencegahan penularan penyakit ini, terutama dalam keluarga
haruslah diperhatikan dengan tidak menggunakan handuk atau
sapu tangan secara bersamaan atau membiasakan mencuci
tangan.
Gejala dan tanda klinis
• Timbul secara akut,
• Mata merah dan berair,
• Biasanya mengenai dua mats.
• Edema kelopak dapat terjadi.
• Pada konjungtiva akan terlihat folikel dan sekret serosa.
• Pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan
subkonjungtiva, kemosis dan pseudomembran.
• Apabila terjadi keratitis, maka akan terlihat lesi putih di kornea
dengan bentuk pungtata di epitel atau subepitel dan dalam
keadaan berat dapat terjadi di stroma kornea.

Penatalaksanaan
• Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri.
• Pemberian steroid topikal (dapat dikombinasi dengan
antibiotika) hanya diberikan bila mata dirasakan sangat tidak
nyaman untuk mengurangi peradangan atau terjadi gangguan
penglihatan pada keratitis stromal.

1. Keratokonjungtivitis Vernal
Penyakit ini biasanya rekuren, bilateral dan terjadi pada masa
anak-anak di daerah kering dan hangat. Onset terjadi pada usia
5 tahun keatas dan berkurang setelah masa pubertas. Pada
umumnya didapatkan riwayat atopi pada pasien atau keluarga.
Gejala dan tanda klinis
• Gejala utama yang paling sering dikeluhkan adalah rasa gatal
yang diikuti dengan lakrimasi, fotofobia, mengganjal dan rasa
terbakar.
• Pada pemeriksaan dapat terlihat papil di konjungtiva tarsal
superior.

kuril(ufun: din c/V(,cduf ` efati/ran &eael/ atan JncCera 6ayi °J`erasvat J"us^es^na.s

79
• Dala 1 keadaan yang berat dapat dijumpai giant papillae atau
cobb stone.
• Di da rah limbus, gambaran klinis yang terlihat adalah nodul
berw rna putih (trantat's dot) dan bila kornea terlibat dapat
terjac i shield ulceration.
Tatalaksana
• Dala keadaan akut atau eksaserbasi akut, kortikosteroid
topik I dapat diberikan.
Fluor metolone dapat digunakan, karena mempunyai efek
meni gkatkan tekanan intraokular yang Iebih lemah daripada
deks4metason.
Korti steroid topikal dapat dihentikan bila keluhan akut telah
hilan . Mast cell stabilizers seperti natrium kromoglikat atau
lodox mid dapat diberikan untuk mencegah eksaserbasi akut.
Bila t lah dijumpai keterlibatan kornea, sebaiknya dirujuk ke
dokter- spesialis mata.

Perhatian :
Jangan pern h memberikan kortikosteroid topikal untuk jangka
panjang. Pe berian kortikosteroid topikal hanya untuk menekan
peradangan alam keadaan eksaserbasi akut dan dalam jangka
waktu pendek (3-5 hari). Bila masih sering terjadi eksaserbasi akut,
segera rujuk a dokter spesialis mata.

G. PTERIGIUM

Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular


berbentuk triangular yang tumbuh ke arah kornea.
Penyebab adalah paparan terhadap panas,
kekeringan kronis dan sinar matahari.

Gejala dan tan


Tampak jaringa fibrovaskular berbentuk triangular yang tumbuh ke
arah kornea, ap ks selalu ke arah sentral kornea. Sering terjadi tanda
iritasi seperti ma a merah dan gatal. Bila tidak dicegah dan diobati dapat
menyebabkan a sis penglihatan terhalang.
Tatalaksana
• Pencegaha dapat dilakukan dengan menghindari sinar matahari
Iangsung (to i dan kaca mata hitam), dan bila menggunakan
kendaraan r da dua sebaiknya memakai kacamata

oduf 06elatiCa3+ ese/iata^+ fnc era 6ayi P rawat. u4ke.,mae


80
• Bila pterigium terlihat progresif, pasien dirujuk ke dokter mata untuk
dilakukan operasi (avulsi pterigium dengan graft konjungtiva).
H. KERATITIS/ULKUS KORNEA

Ulkus kornea adalah suatu keadaan infeksi pada kornea yang dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus dan imunologis.
Umumnya didahului oleh keadaan trauma pada kornea, penggunaan
lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol
dan pemakaian obat tetes mata tradisional. Ulkus kornea masih
merupakan masalah penyakit mata yang menyebabkan kebutaan
di kebanyakan negara berkembang

Gejala dan tanda Minis

Biasanya pasien akan datang dengan keluhan


penurunan tajam penglihatan dan mata
merah.
Rasa nyeri dan mengganjal
Didapatkan adanya lesi putih di kornea

Penatalaksanaan
• Berikan tetes mata kloramfenikol (0,5-1%) enam kali sehari,
sekurang-kurangnya untuk 3 hari.
• Jangan diberikan antibiotika atau obat-obatan lainnya yang
mengandung kortikosteroid.
• Jangan menggunakan obat-obat tradisional.
• Segera rujuk ke dokter spesialis mata apabila didapatkan rasa
nyeri dan merah yang menetap setelah 3 hari pengobatan atau
tampak lesi putih di kornea. Tetap berikan kloramfenikol tetes
mata saat merujuk ke dokter spesialis mata atau klinik mata yang
terdekat

1. UVEITIS
Uveitis adalah selubung vaskular bola mata dan merupakan dan
merupakan lapisan dibawah skiera. Traktus uvea terdiri dari iris, badan
siliar dan koroid. Iris dan badan siliar disebut uvea anterior dan koroid
disebut uvea posterior.
Peradangan pada segmen anterior yaitu iris dan badan siliar disebut
dengan uveitis anterior, sedangkan peradangan pada segmen posterior
yaitu vitreus, papil optik, retina, koroid dan pembuluh darah retina,

urz^vefum rc/VGcrufJ"e/atzh-an
Al- ke, vehatani Y;zrtera Facyi Peraw'at / uskestaas

81
disebut uveitis osterior . Bila peradangan didapatkan pada segmen
anterior dan po terior bola mata disebut panuveitis.
Penyebab uve is anterior umumnya adalah penyakit auto-imun,
sedangkan pen ebab uveitis posterior dan panuveitis umumnya infeksi
seperti toksopl smosis , TBC, sifilis, sitomegalovirus, serta penyakit-
penyakit autoim n seperti penyakit Vogt -Koyanagi-Harada , dan penyakit
Behcet

Gejala umum eitis :


• Visus menu n.
• Pada uveitis interior dan panuveitis didapat mata merah, sedangkan
pada uveitis posterior mata tenang
• Dapat disert i nyeri pada mata, sakit kepala, mata merah, fotofobia,
lakrimasi
• Pada uveitis anterior dan panuveitis didapat pupil miosis, irregular,
reaksi caha a lambat, adanya injeksi siliar, bilik mata depan dapat
terlihat kern dengan adanya keratik presipitat, hipopion atau hifema.
Tatalaksana : ujuk ke dokter spesialis mata
J. ENDOFTAL ITIS
Endoftalmiti adalah suatu keadaan infeksi okular yang pada
umumnya elibatkan vitreus dan bilik mata depan. Penyakit ini
biasanya di ubungkan dengan suatu proses infeksi (infectious
endophthal itis), jarang disebabkan oleh keadaan bukan infeksi
(noninfectio is endophthalmitis) seperti sisa massa lensa atau
substansi to sik yang timbul setelah trauma atau operasi intraokular
yang meng kibatkan respon inflamasi (sterile endophthalmitis).
Penyakit ini mumnya didahului oleh keadaan trauma pada kornea,
infeksi korn yang memburuk, riwayat operasi intraokular (seperti
ekstraksi ka arak, operasi filtrasi, vitrektomi). Endoftalmitis dapat
juga terjadi ecara endogen, di mana mikroorganisme menyebar
melalui dara (hematogen) dari sumber infeksi lain, biasanya pada
pasien dal keadaan imunokompromis. Endoftalmitis masih
merupakan asalah penyakit mata yang menyebabkan kebutaan
di kebanyak n negara berkembang.
Gejala dan anda klinis

Penurunan tajam penglihatan,


• Mata merah,
• Rasa nyeri dan mengganjal

7t uriAZuJam rL'¢n rful J"elati^an 7^,eserirtm^ ;Ji^rrera 6a^i J"erau 'aL J"us^es^r^as

82
Penatalaksanaan
• Segera rujuk ke spesialis mata
• jangan diberikan antibiotika atau obat-obatan lainnya yang
mengandung kortikosteroid.
Apabila dimungkinkan dapat diberikan antibiotika golongan
fluorokuinolon per oral seperti siprofloksasin 2 kali 750 mg.

K. PENYAKIT KELOPAK
1. Hordeolum Internum
Hordeolum internum adalah abses akut yang disebabkan oleh
infeksi stafilokokus pada kelenjar meibomian, penonjolan
mengarah ke konjungtiva

Gejala dan tanda klinis:


• Benjolan pada kelopak mata yang dirasakan sakit.
• Benjolan dapat membesar ke posterior (konjungtiva tarsal)
atau anterior (kulit).

Tatalaksana:
• Bila dalam keadaan akut, dapat diberikan salep antibiotik
kloramfenikol 0,5% s/d 1%.
• Rujuk ke dokter spesialis mata apabila diperlukan tindakan
insisi atau kuretase pada keadaan nodul residual tetap ada
setelah infeksi akut.

2. Hordeolum Eksternum
Hordeolum eksternum juga disebabkan oleh infeksi stafilokokus
yang memberikan gambaran abses akut yang terlihat pada folikel
bulu mata dan kelenjar Zeis atau Moll, penonjolan mengarah ke
kulit palpebra, sering ditemukan pada anak-anak.

Gejala dan tanda klinis:


• Benjolan yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah margo
palpebra
• Lesi multipel mungkin saja terjadi.

Tatalaksana:
• Kompres hangat,
• Pemberian salep antibiotika kloramfenikol 0,5-1%.
• Rujuk ke dokter spesialis mata apabila diperlukan tindakan
insisi dan kuretase pada keadaan nodul residual tetap ada
setelah infeksi akut.

^acrikufu^rr (Cale M.drd 3eAat2/lan eseratan f,d-era Cia%i T eraw'at J"za.skesmas

83
Kalazion atau kista meibomian adalah lesi
kronik, steril, inflamasi lipogranolomatosa yang
disebabkan tertutupnya orifisium kelenjar
meibomian dan stagnasi sekresi sebasea.

Gejala i n tanda Minis


• Dap timbul pada semua umur dengan pembesaran secara
perla an
• Nod tidak dirasakan sakit.
• Kala ion yang terdapat pada kelopak atas dapat menekan
korn a dan menginduksi terjadinya astigmatisme dan
penu unan tajam penglihatan.
Tatalaks na
• Insisi dan kuretase adalah pilihan pertama pada kasus ini,
• Seba knya rujuk pasien ke dokter spesialis mata.

57 I'
uril^tc.fum Car: <lV(,Cdrcl 1 efa1iran T ,ese/ ai;an Odera Gay, J"j^erawat J "u,r,(es^.+a as
I
i 84
MATERI INTI 1.4
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KEGAWATDARURATAN MATA

1. DESKRIPSI SINGKAT

Kedaruratan pada mata adalah segala jenis penyakit atau gangguan


pada mata yang dapat berakibat fatal sampai menimbulkan kebutaan
sehingga harus segera ditanggulangi atau segera dirujuk ke sarana
pelayanan yang Iebih lengkap jika tidak mungkin ditanggulangi di
Puskesmas

Modul ini akan membahas jenis-jenis penyakit dan penyebab yang


bersifat darurat untuk kesehatan mata, dan bagaimana
penatalaksanaannya di Puskesmas

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan pembelajaran umum :


Setelah mengikuti mated ini peserta mampu melakukan pertolongan
pertama pada kasus kedaruratan pada mata.
B. Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Mengidentifikasi Jenis-jenis kedaruratan mata.
2. Melakukan pertolongan pertama pada kedaruratan mata.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Jenis-jenis Kedaruratan Mata
2. Pertolongan Pertama pada Kedaruratan Mata

IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI


1. Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera penglihatan di Puskesmas
2. Buku-buku yang berkaian dengan penyakit mata

V. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.

Jc w- Iulum zlan /VGorCul <^elatit±a.r^ ,ese^atar^ `^izdera 6ayi J"erasvat us^esrnas

85
Langkah 2 : Me nbahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator nenyampaikan materi
• Fasilitator m, minta peserta untuk menanggapi materi yang disajikan
VI. URAIAN MATE RI
A. PENDAHUL UAN
Kedaruratan mata adalah ancaman kehilangan fungsi penglihatan/
kebutaan bil a tidak dilakukan pengobatan atau tindakan segera.
Jenis kegaw atan mats :
Sangat gawp t
• Oklusi ar eri retina sentral
• Trauma N imia basa atau asam kuat
Gawat
• perforasi bola mata
• glaucom< akut
• luksasi le nsa anterior
• kompresi nervus optik
• infeksi endoftalmitis,ulkus kornea,konjuntivitis gonore)

Semi gawat
• ablasi re na
• fraktur or ita
• benda a ng dalam bola mats
B. TATALAKS/ NA KEDARURATAN MATA
1. Oklusi ar eri retina sentralis
Mendad^ k tidak dapat melihat. Faktor resiko: DM, Penyakit
Jantung i an hipertensi.
Pada per ieriksaan funduskopi ditemukan retina pucat, edema
macula d ?ngan bintik merah(cherry red spot).
Prinsip p, ngobatan :
Turunkar tekanan bola mata dengan asetazolamid 4X500 mg
Lakukan 'emijatan bola mata
Rujuk see sera
2. Trauma I imia Asam Atau Basa Kuat
Asam Ku at
Derajat k asaman (pH) < 7
Dapat be bentuk cair, padat atau gas
Contoh : %sam sulfat, asam klorida, Hidrofloride
Proses y, ng terjadi :Koagulasi protein jaringan setempat, proses

^uri^ccfu^rr ^asr did efatih-an ,eseh-atau Ad ra &yi 35er(IWat ` ^u.sFe.s>nas

86
terbatas . Berat kerusakan sesuai jenis dan derajat keasaman
dan afinitas terhadap protein . Seperti Asam sulfat penetrasinya
lebih cepat.
Basa Kuat
Derajat keasaman (pH) > 7
Contoh : NaOH , KOH, Ca (OH)2, NH4
Plester, semen , ammonia , pemutih , mortar
Penetrasi cepat kurang dari 1 menit
Proses penyabunan komponen lemak sel, terjadi nekrosis jaringan
dan sel yang berlangsung terus.
Derajat kerusakan
bergantung pH, sifat , konsentrasi , dan cepat atau lambatnya
penatalaksanaan.
Derajat 1 : Kerusakan superficial , tidak terdapat iskemi
Derajat 2 : kornea agak suram , iskemi < 1/3 limbus
Derajat 3 : Kerusakan epitel luas, kornea suram , iskemi 1 /3 -
1/2limbus
Derajat 4 : kornea keruh , iskemi luas

Prinsip pengobatan trauma kimia


Pada saat kejadian irigasi terus menerus dengan air bersih yang
tersedia , tidak perlu menunggu cairan fisiologis untuk mengurangi
kontak dan pengenceran karena makin lama pengobatan semakin
buruk prognosa.
Semua pasien trauma kimia harus segera dirujuk

3. Glaukoma Akut
Tekanan Intra Okuler mendadak sangat tinggi dapat menyebabkan
kebutaan dalam waktu yang singkat.
Tanda dan Gejala
• Mata merah
• Penglihatan kabur mendadak
• Melihat pelangi atau halo
• Sakit pada mata dan sekitarnya
• Mual dan muntah
• Dilatasi pupil , refleks cahayalambat atau negatif
• Bilik mata dangkal
• Tekanan bola mata tinggi
Prinsip pengobatan ; Turunkan tekanan bola mata segera !!
Asetazolamide 250 mg . 2 tablet sekaligus kemudian disusul
tiap 4 jam 1 tablet selama 24 jam.

ccs.^esmus.
uz-zr^zafu zrz c^uSt e1^ . t jJ"efuh'h un ^eserrrt^z^r nrrera &i ,z e I irau'at cl "

87
• Pilok rpin eye drop 2 % yang diteteskan tiap 1/2 - 1 jam
• Timo of 0,5 % 2dd
• Tete mata kortikosteroid - antibiotik 6dd
• Glis in 50 % 3X150cc
• Infus manitol 60 tts / mnt
• Seg a dirujuk
4. Trauma umpul
• Hem toma palpebra
• Perd rahan subkonjungtiva
•Hifea
• Lase asi kornea , sclera
• Sub/I ksasi lensa anterior/posterior
• Perd rahan badan kaca
• Ede a macula
• Ablat retina
• Avul nervus optik
5. Luksasi ensa Anterior
Lensa to dapat di bilik mata depan , terjadi gesekan sehingga
menyeba kan dekompresi endotel kornea. Kornea menjadi keruh/
edema . elain itu lensa menyumbat sudut bilik mata yang dapat
menyeb bkan terjadinya glaucoma. Segera rujuk.
6. Endoftal itis
Peradan an berat dalam bola mata (stafilokokus , pseudomonas).
Mata mera h dan sakit , penglihatan kabur , riwayat trauma tembus
atau op rasi, hipopion , refleks fundus (-) kekuningan.
Prinsip p ngobatan :
Antibiotik istemik dosis tinggi IV, antibiotik intra vitreal , tetes mata
Rujuk se era
7. Ablatio R tina
Definisi : aitu lepasnya lapisan sensoris retina dari pigmen epitel
retina.
Tanda da gejala klinis
• floate s
• fotop ia ( sensasi melihat kilatan cahaya)
• melih it tirai
• gang uan lapang penglihatan
• segm n anterior tenang
• visus enurun
• vitreu keruh

urzl^ufirn ^l-an ^1 J-efati ian leseratan gn ti ra 1 .a5i ^!"erau 'at /"u.s^(es7nas

88
Funduskopi : refleks fundus gelap keabuan, gambaran koroid
hilang,retina menonjol, pembuluh darah berkelok-kelok, retina
bergerak-gerak, papil normal
Lapang pandang skotoma/bagian hilang bertentangan dengan
daerah yang terlepas.
Penatalaksanaan : tirah baring. Lalu segera rujuk.
8. Trauma Benda Asing Pada Mata
Terkena pentalan benda. Las atau bubut.mata terasa sakit, merah
dan berair.
Pengobatan :
• Anestesi topical pantokain 0,5 %
• Ekstraksi corpus alienum
• Bed betadine
• Tetes mata antibiotik 6 kali sehari
• Bila terjadi infeksi , rujuk
9. Benda Asing Intraokuler
Terdapat riwayat pentalan benda, penglihatan terasa kabur.
Dapat menyebabkan ruptur kornea ataupun sclera dan katarak
traumatic.
Corpus alienum dapat berupa :
Metal dapat berupa besi atau logam. Bila bersifat iritatif harus
segera dikeluarkan.
Non metal : kaca, kayu
Inert; kaca tidak menimbulkan iritasi

Prinsip pengobatan:
• beri ATS
• Antibiotika sistemik dan topical
• Lakukan pembalutan lalu segera dirujuk.

10. Benda Asing Intraorbita


Terdapat riwayat corpus alienum. Portd'entree melalui kelopak
mata atas atau bawah. Terjadi hambatan gerakan bola mata,
tetapi penglihatan baik.

Prinsip pengobatan :
• Beri ATS
• Jahit luka
• lalu segera dirujuk.

.,uril + um dan ^li/Lccf cl J"elrti/zan ^e, se/+ etas ^rrrCeru layi ° eraw'at J'u .s^esma,

89
MATERI INTI 1.5
ASU IAN KEPERAWATAN PENYAKIT MATA

1. DESKRIPSI SINGKAT

Penyakit mata yan paling banyak menyebabkan kebutaan adalah katarak,


kelainan refraksi, glaukoma dan xeroftalmia. Di samping itu jugs ada
penyakit-penyakit ata lainnya yang menyebabkan kebutaan dan penyakit
mata yang tidak m nimbulkan kebutaan tapi banyak ditemui di masyarakat,
seperti konjungtivi s dan lain-lain.

Modul ini akan me berikan penjelasan tentang jenis penyakit mata penyebab
kebutaan, untuk elakukan asuhan keperawatan penyakit mata di
Puskesmas.

II. TUJUAN PEMOELAJARAN

A. Tujuan pe belajaran umum :


Setelah me gikuti pelatihan peserta mampu melakukan asuhan
keperawata penyakit-penyakit mata katarak, glaukoma, kelainan
refraksi, xer ftalmia dan mats merah.
B. Tujuan pe belajaran khusus :
Setelah me gikuti pelatihan peserta mampu :
1. Melakuk in pengkajian keperawatan
2. Mengid ntifikasi penyakit-penyakit mata : katarak, glaukoma,
kel. refr ksi, xeroftalmia dan mata merah
3. Meneta an diagnosis keperawatan
4. Merenc akan tindakan keperawatan
5. Melakuk n tindakan keperawatan
6. Melakuk n evaluasi keperawatan
7. Melakuk n dokumentasi asuhan keperawatan
III. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN
Asuhan kepera atan penyakit katarak, glaukoma, kelainan refraksi,
xeroftalmia dan mata merah, meliputi :
1. Pengkaji n keperawatan
2. Mengide tifikasi penyakit-penyakit : katarak, glaukoma, kel.
refraksi, eroftalmia dan mata merah
3. Menetap an diagnosis keperawatan
4. Merenca kan tindakan keperawatan
5. Melakuka tindakan keperawatan

vi 1J 1" c1^tCi<.^fn e6e^atUrt. yntCer^t 6trr{i <"1"Fraw 'trt. J'ra.t esmn$

90

i
6. Melakukan evaluasi keperawatan
7. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan

Pengkajian keperawatan
1. Asuhan keperawatan Katarak
2. Asuhan keperawatan Glaukoma
3. Asuhan keperawatan Kelainan refraksi
4. Asuhan keperawatan Xeroftalmia
5. Asuhan keperawatan mata merah

IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI


1. Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera penglihatan di Puskesmas
2. Buku-buku yang berkaian dengan penyakit mata

V. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.

Langkah 2 : Membahas Pokok Bahasan


• Fasilitatator menyampaikan materi
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi materi yang disajikan

VI. URAIAN MATERI

A. PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan di Puskesmas,
maka asuhan keperawatan diberikan tidak terbatas hanya pada
sasaran individu, melainkan juga pada sasaran keluarga.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit mempengaruhi
perilkau keluarga dalam menyelesaikan masalah kesheatan keluarga.
Misalnya sering ditemukan keluarga menganggap gangguan
penglihatan merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi pada anak-
anak dan akan sembuh sendiri atau keluarga memberikan ramuan
tradisional yang kadangkala dapat mengganggu fungsi penglihatan.
Oleh karena itu keluarga perlu memahami cara melakukan perawatan
dan pemeliharaan kesehatan.

y ,ccri (ulurrr rla^r JV(, 1 eJflz/ t» eserirtar: rrclera 6a^i P ruWat °^us^esxras

91
PERAWATAN PADA KELUARGA YANG MENGALAMI
VITIS

1. Pengkaji n Keluarga
Data bi rafi kepala keluarga meliputi : nama KK, umur,
pendidik n, pekerjaan, suku, agama.
Tipe kelu rga dan jumlah keluarga
Penghas an keluarga
Lingkung n : luas rumah, ventilasi, sinar matahari, kebersihan
rumah, k biasaan, kepadatan lingkungan tempat tinggal, sumber
polusi ya g menyebabkan iritasi pada mata
Struktur eluarga : pola komunikasi, pengambil keputusan,
perubah n peran
Nilai atau budaya terkait dengan TB
Fungsi P rawatan keluarga : Adanya salah satu anggota atau
beberap anggota keluarga yang mengalami konjungtivitis ,
perhatia keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit,
kemamp an keluarga mengenal penyakit konjungtivitis,
kemamp an keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi
penyakit onjungtivitis, kemampuan keluarga merawat anggota
keluarga ang mengalami konjungtivitis, kemampuan keluarga
memanf tkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi penyakit
konjungti itis
Stress da koping keluarga : Stressor akibat penyakit konjungtivitis,
pola pen nganan masalah yang digunakan, sistem dukungan
yang ada
Pengkaji fisik : kelopak mata bengkak , mata terasa gatal, mata
terasa erpasir, ada kotoran mata, dan mats merah
2. Diagnos Keperawatan
Resiko to adi penularan infeksi mata (konjungtivitis) berhubungan
dengan k tidakmam puan keluarga merawat anggota keluarga
yang me galami infeksi mata (konjungtivitis)
3. Perenca aan Keperawatan

Tujuan U um
Keluarga dapat melaksanakan upaya-upaya pencegahan
penyebar n infeksi mata pada keluarga
Tujuan k usus
Keluarga apat :
• Meng nal penyakit konjungtivitis, meliputi, pengertian,
penye ab, tanda dan gejala.
• Meng mbil keputusan untuk mengatasi konjungtivitis

du JJ6e/at1IIIx kese6atan Ad-era Eiacfi J"eraWat J^u.sl('e.s^nas


92
• Merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit
konjungtivitis
• Menciptakan lingkungan yang dapat mencegah penularan
penyakit infeksi mata (konjungtivitis)
• Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi infeksi
mata (konjungtivitis)
4. Rencana intervensi keperawatan
a. Keluarga mengenal penyakit konjungtivitis
1) Dikusikan dengan keluarga tentang pengertian penyakit
konjungtivitis, penyebab, tanda dan gejala.
2) Identifikasi bersama keluarga tanda dan gejala penyakit
konjungtivitis
3) Tanyakan kembali kepada keluarga tentang
pemahamannya tentang penyakit konjungtivitis.
b. Keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi penyakit
konjungtivitis
1) Diskusikan dengan keluarga tentang akibat lanjut dari
penyakit konjungtivitis
2) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan untuk
mengatasi penyakit konjungtivitis yang dialami anggota
keluarga
c. Keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami penyakit
konjungtivitis.
1). Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya selalu
mencuci tangan, sebelum dan setelah membersihkan
mata yang sakit untuk mencegah, penyebaran infeksi
pada mats yang tidak dipengaruhi.
2). Demontrasikan kepada keluarga tentang cara
membersikan kotoran mata pada keluarga.
3). Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan pencegahan
penularan penyakit konjungtivitis pada orang lain
4). Jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya
melaksanakan pengobatan sesuai yang dianjurkan.
d. Keluarga memodifikasi lingkungan yang dapat mencegah
penularan penyakit konjungtivitis
Diskusikan dengan keluarga tentang lingkungan rumah yang
dapat mencegah terjadi penularan penyakit konjungtivitis
meliputi :
• Lingkungan rumah yang bersih, bebas berdebu, ventilasi
dan penerangan rumah yang cukup baik.
• Motivasi anggota keluarga untuk menciptakan lingkungan
yang dapat mencegah penyebaran penyakit konjungtivitis.

,uri{^ufccrn .lust ^/v(,c aJJ "efxti/r.cn eseiata i Jnd ra jiayi c^eraWat ^ c.s^esrr^as

93
e. Kelu rga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi
pen akit konjungtivitis.
1) Jela kan kepada keluarga tentang fasilitas kesehatan yang
dapa t digunakan untuk mengatasi penyakit konjungtivitis
2) Moti asi keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan
yan dapat digunakan

C. ASUHAN EPERAWATAN PADA KELOMPOK / KOMUNITAS


YANG ME GALAMI PENYAKIT KONJUNGTIVITIS
1. Pengka an
Data de ografi (jumlah , struktur penduduk , kepadatan penduduk, )
Angka esakitan ( terkait dengan 10 penyakit terbesar yang
diderita omunitas atau berdasarkan kelompok umur). Khususnya
infeksi tau mata merah apakah masuk dalam 10 penyakit
terbesar
Keadaa kesehatan Iingkungan : sumber polusi , tingkat polusi
udara , d erah padat/ kumuh , sanitasi Iingkungan yang buruk,
kebiasa n masyarakat untuk bergotong royong untuk menjaga
kebersih in Iingkungan
Nilai da keyakinan penduduk terkait dengan penyakit infeksi
mats/ m to merah , meliputi , persepsinya, pola penanganan yang
dilakuka selama ini menurut keyakinannya.
Jarak fa ilitas kesehatan ( Puskesmas , klinik, dll ), transportasi
yang ter edia , petugas kesehatan , sarana dan prasarana yang
tersedia.
Partisipa i masyarakat dalam kegiatan untuk pencegahan (primer,
sekund r dan tersier) terkait dengan masalah mata merah.
Pemaha an komunitas terkait dengan permasalahan mata
merah , sikap dan tindakan yang dilakukan selama ini.
Kegiata penyuluhan atau promosi kesehatan terkait dengan
masalah mata merah yang dilakukan oieh petugas.

2. Diagnos Keperawatan kelompok /komunitas


Tinggin angka kesakitan konjungtivitis / mata merah pada
masyar kat di pedesaan berhubungan dengan kurangnya
pengeta uan masyarakat pencegahan dan penanganan penyakit
konjungt itis/ mata merah.
ATA
Resiko p nularan konjungtivitis/ infeksi mata merah berhubungan
dengan urangnya pengetahuan masyarakat pencegahan dan
penanga an penyakit konjungtivitis /mata merah.

s es^ha(an :J rCer(I 6 ? el?^ruwert `is s e anus


94
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan Jangka panjang
Menurunnya angka kesakitan konjungtivitis/ mata merah pada
masyarakat di pedesaan setelah dilakukan intervensi keperawatan

Tujuan jangka pendek


Setelah dilakukan intervensi keperawatan masyarakat :
• Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang penyakit
konjungtivitis/mata merah.
• Melakukan upaya-upaya pencegahan penularan penyakit
konjungtivitis/mata merah
• Melakukan upaya-upaya promotif dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat
• Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk mengatasi penyakit
konjungtivitis/mata merah yang dialami

4. Intervensi keperawatan
a. Pencegahan primer
Lakukan penyuluhan/promosi kesehatan pada kelompok-
kelompok masyarakat yang rentan terhadap masalah
kesehatan atau infeksi konjungtivitis/ mata merah.
Lakukan pemasangan poster atau spanduk terkait dengan
upaya pencegahan atau penanganan infeksi konjungtivtis/mata
merah
Himbauan untuk melakukan kerja bakti lingkungan tempat
tinggal yang memungkinkan untuk berkembang biak
mikroorganisme atau kuman.
Himbauan dan melakukan advokasi dalam upaya untuk
mengurangi sumber-sumber polusi udara di lingkungan tempat
tinggal (misalnya asap kendaraan atau asap industri, dll)
Pencanangan gerakan bebas polusi dilingkungan tempat
tinggal
b. Pencegahan sekunder
Deteksi dini/ penemuan kasus penderita konjungtivitis/mata
merah di komunitas.
Lakukan pemeriksaan kontak serumah bagi para penderita
konjungtivitis/mata merah
Lakukan tindakan pencegahan penularan konjungtivitis/mata
merah pada anggota keluarga yang tidak terkena dan
masyarakat sekitarnya.

s <Jl2o sl elrrtrFrr^n eserrzLdii ^ncCer^t 6u , 156 rawut "-P ntM

95
Ruju penderita konjungtivitis/mata merah untuk mendapat
peng batan secara tepat di Puskesmas
Laku an perawatan penderita dan keluarga yang mengalami
konj ngtivitis/ mata merah melalui kunjungan rumah

c. Penc gahan tersier


Yakin an bahwa penderita konjungtivitis/mata merah telah
mend pat terapi pengobatan dan perawatan secara lengkap
metal i kunjungan rumah
Yakin an bahwa penderita konjungtivitis pasca pengobatan
dan p rawatan dapat pulih melakukan aktifitas sehari-harinya.
Pasti an bahwa penderita konjungtivitis yang ada diwilayah
binaa tidak mengalami infeksi berulang.

1 eJai ^Q„ 7` eseleat<


96
MATERI INTI 11.1
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
1. DESKRIPSI SINGKAT
Anatomi dan Fisiologi Telinga merupakan materi yang harus diajarkan
kepada tenaga perawat dalam untuk menetukan asuhan perawatan
dan penatalaksanaan penyakit telinga dan gangguan pendengaran.
Seorang tenaga perawat kesehatan di Puskesmas yang melaksanakan
pelayanan kesehatan Indera Pendengaran harus mampu melakukan
asuhan keperawatan kesehatan telinga yang menjadi kompetensi
perawat di Puskesmas.
Modul ini akan menjelaskan tentang anatomi , fisiologi telinga dan
pendengaran , sebagai dasar dalam melakukan asuhan keperawatan
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan pembelajaran umum :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu memahami anatomi,
fisiologi telinga dan pendengaran.
B. Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menjelaskan Anatomi telinga
2. Menjelaskan Fisiologi telinga dan pendengaran
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
1. Anatomi telinga
2. Fisiologi telinga dan pendengaran
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
1. Modul Pelatihan
2. Buku-buku tentang Anatomi telinga dan Fisiologi telinga
3. Phantom telinga
V. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.

Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan


• Fasilitatator menyampaikan materi
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi materi yang disajikan

iatart :7r:rlera F
,czri cclisrn Aare clf2octttlx elaLYrrarr es^er ia z Arawat 5 is. eatinas

97
VI. URAIAN MATE I
A. PENDAHUL AN
Telinga terba i dalam telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Kedua telinga rfungsi sebagai alat pendengaran dan alat keseimbangan.
TELINGA L R
Telinga luar rdiri dari daun telinga, Jiang telinga dan gendangan/
membrane ti pani.
Daun telinga ibentuk oleh kerangka tulang rawan dilapisi kulit yang
melekat erat adanya. Bagian bawah daun telinga disebut lobulus,
tidak memp yai tulang rawan dan hanya terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi ulit.
Liang telinga erupakan saluran yang panjangnya 2-3 cm pada orang
dewasa dan ada anak 1,5 - 2 cm. Dua pertiga luar dibentuk oleh
tulang rawan dan sepertiga dalam oleh tulang dan dilapisi kulit. Kulit
yang melapi i bagian sepertiga luar mempunyai kelenjer serumen
dan folikel ra but dan melekat erat pada tulang rawan/ perikondrium,
sehingga ap bila terjadi peradangan pada folikel rambut akan timbul
rasa nyeri ya hebat. Hal ini dapat diketahui bila daun telinga tersentuh
atau tertarik. ulit yang melapisi duaperttiga dalam tidak mengandung
tidak menga ung folikel rambut. Epitel kulitnya berfungsi mendorong
kotoran atau ecret dari dalam ke luar, sehingga Jiang telinga dapat
bersih teru Kelenjer serumen yang menghasilkan serumen
berfungsi me cegah masuknya serangga.
Gendangan tau membran timpani, mempunyai garis tengah kurang
lebih 1 cm n bagian tengahnya disebut umbo. Gendangan ini
merupakan elaput yang terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan luar
berasal dari pitel kulit Jiang telinga, lapisan tengah berupa jaringan
ikat dan lapi an dalam terdiri dari mukosa kavum timpani. Bagian
atas gendan n disebut pars flaccida dan bagian bawah disebut pars
tensa yang erupakan bagian gendangan yang berperan terhadap
gelombang b nyi.
Pada pemen saan dengan lampu kepala atau otoskop tampak putih
seperti mutia a, transparan. Pantulan sinar akan membentuk refleks
cahaya berb ntuk kerucut (cone of light). Bila gendangan pecah,
refleks caha a ini hilang. Telinga luar berfungsi mengumpulkan
gelombang b nyi dan menentukan arah bunyi dan diteruskan melalui
Jiang teling ke gendangan dan seterusnya ke telinga bawah.
TELINGA T NGAH
Telinga teng h atau kavum timpani merupakan ruangan yang berisi

mss
udara dengan volume kurang lebih 2 cm. Di dalamnya terdapat 3
tulang pendengaran yaitu maleus, inklus dan stapes.
Maleus, tulang yang paling besar dan letaknya menempel pada
gendangan , inklus terletak ditengah dan stapes menempel pada
tingkap lonjong foramen ovale. Infeksi telinga tengah dapat meluas
ke organ sekitamya, ke atas dapat terjadi meningitis atau abses otak,
ke belakang ke kavum mastoid dapat terjadi mastoiditis, ke medial
ke telingan dalam dapat terjadi labiringitis dan ke bawah dapat
mengenai saraf fasial.
Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan telinga
dengan nasofaring dan berfungsi mengatur keseimbangan tekanan
udara dalam telinga tengah dengan dunia luar.
Keadaan ini diperlukan supaya gendangan tidak rusak akibat perubahan
tekanan udara tiba-tiba seperti waktu naik pesawat terbang atau terjun.
Pada keadaan istirahat ostium tuba Eustachius di nasofaring selalu
tertutup dan akan terbuka waktu menelan dan bercakap-cakap. Selain
mengatur tekanan dalam telinga tengah, tuba eustachius mukosanya
mempunyai silia yang berfungsi menyapu secret dad telinga tengah
ke nasofaring. Telinga tengah berfungsi menyalurkan impuls dari
gendangan ke telinga dalam melalui rantai tulang-tulang pendengaran
dan intensita suara diperbesar + 18 kali.
TELINGA DALAM
Telinga dalam berisi organ koklea ( rumah siput) dan vestibuler.
Koklea berbentuk dua setengah lingkaran yang berisi cairan perilimf
and endolimf yang dipisahkan oleh selaput yang tipis. Gelombang
bunyi dengan frekuensi tinggi tertentu akan meransang membran
basalis sesuai dengan frekuensi tersebut. Frekuensi tinggi terletak
pada bagian basal koklea dan frekuensi rendah puncak koklea. Saraf
auditorius akan membawa impuls dad koklea ke pusat pendengaran
melalui saraf akustikus.
ORGAN VESTIBULER
Terdiri dari 3 kanal semiservikal yang letaknya horizontal, superior
dan posterior. Organ vestibuler ikut mengatur keseimbangan tubuh
bersama-sama otot-o tot mata, cerebellum (otak kecil ) dan otot serta
saraf proprioseptif.
PERSARAFAN SENSORIS TELINGA
Telinga luar melalui saraf C2 dan C3 (n aurikularis mayor), n oksipital
(n C2), saraf aurikulo temporal (n V ) cabang sensoris n Fasial ( n.
VII) dan n Vagus (n. x ).
Telinga tengah melalui n Glosofaring (N.IX).
Telinga dalam tidak ada.

cJiGotCufJ "eruri^iun esefrarun 7^rc[era 1 aj c^eruwat " uskesxrrfs

99
MATERI INTI 11.2.
PE ERIKSAAN TELINGA SEDERHANA

1. DESKRIPSI SI GKAT
Pemeriksaan tell ga dan pedengaran merupakan Iangkah kegiatan tahap
awal yang ha us dilakukan untuk menetukan diagnosis dan
penatalaksanaa penyakit telinga dan gangguan pendengaran. Seorang
tenaga kesehata di Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan
indera pendenga an harus mampu melakukan pemeriksaan telinga dasar
yang menjad kompetensi dokter umum di Puskesmas.
Modul ini akan menjelaskan bagaimana Iangkah-Iangkah dan Cara
melakukan pem riksaan telinga dan pendengaran dengan baik dan
benar.

II. TUJUAN PEM ELAJARAN


Tujuan Pembel jaran Umum
Setelah mengik ti pelatihan peserta mampu melakukan pemeriksaan
telinga dan pe engaran dasar
Tujuan Pembel jaran Khusus
Setelah mengik ti pelatihan peserta mampu
1. Melakukan ana nesa
2. Melakukan meriksaan telinga luar
3. Melakukan i pendengaran

III. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Anatomi dan fisiologi telinga
1. Cara melak kan anamnesa
2. Pemeriksaa telinga luar
3. Uji pendeng ran
IV. BAHAN BELA AR DAN REFERENSI
1. Buku Ajar II u Kesehatan THT. Edisi VI. 2007(Editor EfiatyArsyad
dkk)
2. Panduan P Iaksanaan Baku Otitis Media Supuratif Kronik di
Indonesia. Iompok Studi Otologi PERHATI-KL,2002 (Editor,
Damayanti oetjipto dkk)
V. LANGKAH 1 P SES PEMBELAJARAN
Langkah-Tang h/ proses pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan pelatih n/ fasilitator dan kegiatan peserta dalam setiap tahapan
proses pembela aran.

ulc 0Ai MV ea /, 4tarr s+^CernGayi `'©,11 I't 'usFesmns

100
Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan materi sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.

Langkah 2 : Membahas Pokok Bahasan


• Fasilitatator menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan 1-3 tentang Pemeriksaan Telinga Dasar
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau memberi tanggapan atas penjelasan fasilitator.
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi pertanyaan peserta
• Dari hasil pwendapat peserta fasilitataor memberikan komentar dan
memberikan kesimpulan

VI. URAIAN MATERI : PEMERIKSAAN TELINGA DASAR

A. Anatomi dan Fisiologi Telinga


Middle car
Inner cur
4 bile/',
eustuchiun tube
(for comparison only)

V /
1duI1'. eastachian
t nbc (appnaximalcly Back of
al 4 •• angle)
throat

TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari
• Daun telinga/ aurikula/ pinna
Liang telinga
Membran timpani/ gendang telinga

rLT'iIl[lfuTri rCan clVLcrlu^J"ela6--iron K; eseIlatari ,.`fud ra /ia^i J"eraWrtt ^^u,s he nnas

101
Daun telin a/aurikula/pinna
• Tulang r wan/ kartilago
• Ditutup ulit, mengandung elenjar rambut & kel. sebasea
• Bentuk erupa tonjolan & lekukan:
heliks
antihel ks
konka
tragus
antitra us
lobul
• Fungsi: engumpulkan suara
Liang Telin a
• Mulai da i konka sampai membran timpani, panjang + 2,5 cm,
diameter 0,75 cm
• 1/3 luar rdiri atas tulang rawan(kartilago)
ditut pi oleh kulit yang mengandung kelenjar sebasea, kel.
seru en, & rambut
panj ng + 8 mm
• 2/3 data terdiri atas tulang
bentu Iebih sempit
panjan + 16 mm
Membran timpani
• Bentuk ak lonjong
• Diamete atas-bawah: 9 mm
• Diamete depan-belakang: 8 mm
• Tebal0, mm
• Terdiri at as 2 bagian, yaitu:
- Pars aksida
- Pars ensa
TELINGA NGAH
• Rongga elinga tengah / kavum timpani
• Tuba Eu tachius
• Rongga mastoid
TELINGA LAM
Terdiri atas bagian:
• Bagian d pan : bagian pendengaran disebut koktea
• Bagian elakang: vestibulum dan kanalis semisirkularis,
merupak i n organ keseimbangan

uri hcc (zsm c^zn t chi zl e{u^ir^n esC / (tuie ^itrlerr a z l "ercrwat us e s^RCrs

102
Fungsi telinga ada 2 yaitu
1. Untuk Pendengaran
• Fungsi proteksi: melindungi diri dari sesuatu yang
membahayakan diri
• Fungsi komunikasi mendengar berbicara
• Fungsi emosional ; kenikmatan
2. Keseimbangan

B. Melakukan Pemeriksaan telinga


1. Struktur telinga
Perhatikan struktur anatomi, kelainan serta tanda-tanda
peradangan atau pembengkakan pada telinga.
2. Liang Telinga
Lakukan penilaian keadaan Jiang telinga ( lapangan, sempit).
Dinding Jiang telinga edeme, hipermis. Adakah serumen, benda
asing, bisul, (furunkel), polip, jaringan granulasi. Bila ada sekret
atau perdarahan tentukan asalnya.
3. Membran timpani
Dalam keadaan normal membran timpani terlihat transparan,
warnanya putih bening, mengkilap. Refleks cahaya berbentuk
kerucut, arah pukul 5 pada telinga kanan, pukul 7 untuk telinga
kiri. Bayangan kaki maleus dibalik membran timpani dapat terlihat,
akan lebih jelas bila ada retraksi membran timpani. Perforasi
umumnya berbentuk bulat. Lokasi perforasi dapat di daerah atik
( pars flaksida), sentral (bila disekitar perforasi masih tedapat
sisa membran) atau marginal (bila sebagian perforasi berbatasan
langsung dengan annulus timpanikus. Dengan bantuan stetoskop
yang dilengkapi balon siegle dapat dinilai pergerakan membran
timpani, pada sumbatan tuba Eustachius tidak terjadi gerakan
membran timpani.

4. Daerah retro aurikuler.


Terletak dibelakang daun telinga, Pada daerah ini diperhatikan
adanya abses, fistel atau jaringan parut (sikatrik) balk yang
disebabkan oleh abses maupun pasca pembedahan.

Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran berikut ini membutuhkan kerjasama
antara pemeriksa dan terperiksa. Oleh sebah itu hanya dapat
dilakukan pada orang dewasa atau anak-anak yang koperatif. Cara
pemeriksaan khusus untuk bayi atau anak-anak yang lebih kecil dan
tidak koperatif akan dibahas lebih dalam.

_qi cl '"er swat us hesrnas


.riku^rurt man ./V(,oclufJ"efatzI ah kese&,iari ,.` mf'ra h7a
J u

103
Tes berbisik
1. Tes Pen Ia
Tes ini m rupakan tes kualitatif.

a. Tes Rinn
Memban ingkan hantaran melalui udara ( air conduction = AC)
dan hant ran melalui tulang ( bone conduction=BC)
Cara Pe eriksaan :
Penala 5 2 Hz digetarkan, kemudian dasar penala diletakkan
pada pro esus mastoid telinga telinga yang sedang diperiksa.
Jika oran yang diperiksa tidak mendengar bunyi lagi, penala
dipindah an ke depan Jiang telinga, kira-kira 2,5 cm jaraknya
dari Jiang elinga.
Penilaia :
Bila inter itas hantaran udara (AC) lebih baik dari intensitas
hantaran ulang (BC), maka disebut Rinne positif, artinya telinga
yang dip riksa normal atau menderita tuli syaraf. Bila intesitas
hantaran udara lebih buruk dari intensitas hantaran tulang
(AC<BC), maka disebut Rinne negatif , artinya pada telinga yang
diperiksa erdapat tuli konduktif.

b. Tes Web r
Memban ingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.

Cara pe eriksaan:
Penala di etarkan, kemudian dasar penala diletakkan pada garis
tengah ke ala( ubun-ubun, glabela, dagu, atau pertengahan gigi
seri). Pali g sensitive bila diletakkan di pertengahan gigi serf.

Penilaia :
Bila tidak ada lateralisasi, berarti kedua telinga normal. Bila
terdapat I teralisasi ke telinga yang sakit, berarti telinga tersebut
menderit tuli konduktif, sedangkan bila lateralisasi ke telinga
yang seh t, berarti telinga yang sakit menderita tuli syaraf.

c. Tes Sch abach


Memban ingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriks yang pendengarannya normal.

uri F f diu
is um ^ rCulJ"el^rtzra^i e.se/atax ^r^^eru6ayi P rawal J"u.s& nas

104
Cara Pemeriksaan :
Penala digetarkan kemudian dasarnya diletakkan pada prosesus
mastoid yang diperiksa. Bila sudah tidak terdengar lagi penala
dipindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa. Bila masih
terdengar, maka kesannya pendengaran orang yang diperiksa
memendek. Apabila pemeriksa juga tidak mendengar pada waktu
penala dipindahkan, maka tes diulangi lagi. Penala digetarkan
kembali dan diletakkan pada prosesus mastoid pemeriksa lebih
dulu. Bila sudah tidak terdengar lagi dipindahkan pada yang
diperiksa.
Penilaian :
Telinga yang diperiksa normal, apabila hantaran melalui tulang
(BC) pasien sama dengan pemeriksa. Bila hantaran tulang (BC)
pasien lebih panjang dari pemeriksa, disebut Schwabach
memanjang, berarti pada telinga pasien yang diperiksa tyerdapat
tuli konduktif. Bila hantaran melalui tulang(BC) pasien lebih
pendek dari dari p[emeriksa, terdapat tuli perseptif ( tuli syaraf).
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

+ Tak ada lateralisasi Samadengan Normal


pemeriksa
- Lateralisasi ke Tuli
telinga yang sakit memanjang konduktif

Lateralisasi ke memendek Tuli saraf


telinga yang sehat

Catatan: Pada tuli konduktif < 30 dB , Rinne bisa masih (+ )

2. Tes audiometri nada murni


Pemeriksaan audiometri yang paling sederhana adalah audiometri
nada murni ( pure tone audiometri). Merupakan pemeriksaan
semi kualitatif, membutuhkan ruang kedap suara (sound proof
room). Dilakukan pengukuran ambang hantaran udara ( air
conduction) dan ambang hantaran tulang (bone conduction).
Dapat dinilai jenis dan derajat ketulian.
Derajat ketulian (I.S.O/ International Standard Organization)
• Normal : 0 - 25 dB
• Tuli ringan : 25 - 25 dB

carz^(^cltcm cG<rn ^• ^,I ,I 61tsiax ese^iutan .Jn(fPTa I'agi <J 7lVat


f `pus esmas

105
• Tuli s dang : 41 - 60 dB
• Tuli b rat : 61 - 90 dB
• Tuli s ngat berat : > 90 dB.

3. Tes Perkiraan Derajat Ketulian (WHO)

Penamilan Derajat Ketulian Estimasi N


Audiometrik
Kedua telinga tidak apat Tuli sangat berat
mendengar kata ya g diucapkan bilateral > 81 dB
Dapat mendengar b berapa kata Tuli berat bilateral 61 - 80 dB
yang diteriakkan pa a sisi telinga
yang lebih menden ar

Dapat mendengar k to kata yang Tuli sedang bilateral 41 - 60 dB


diteriakkan dari jars 3 meter
Agak sulit mendeng r, tetapi TO sedang bilateral 26 - 40 dB
biasanya dapat me dengar kata
kata yang diucapka dengan
kekerasan suara ya yang normal

Penamil n Derajat Ketulian Estimasi Nilai


Audiometrik
Ketulian terjadi pad satu sisi TO unilateral Telinga yang sehat
telinga mempunyai nilai
audiometrik normal(
<25dB)
Tidak ada masalah endengaran Normal Kedua telinga
memiliki nilai
audiometri yang
normal (<25 dB)

Pemeriksaan Pen ngaran Pada Bayi Dan Anak

1. Behavior Obse vation Audiometry:


Pada bayi kuran dari sebulan kita dapat melihat respon anak sebagai
suatu reflek pad pemberian stimulus/ rangsangan seperti orang kaget
yang dikenal se agai reflek Moro.

ara 41V(,' dule^'efatz{;an eselratar `^rideraFie


106
Intensitas stimulus yang diberikan 60
-65 dB

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada


bayi tanpa menggunakan bedong /
selimut, sehingga gerakan bayi dapat
terlihat dengan jelas.

Respon lain berupa mengedipkan mata, melebarkan mata, berhenti


menyusu atau sebaliknya makin cepat, denyut jantung dan pernapasan
yang lebih cepat. Selanjutnya kita dapat melakukan berbagai pemeriksaan
dengan memperhatikan beberapa hal antara lain usia, perkembangan
motorik, perkembangan mental dan keinginan untuk diperiksa.
Pemeriksaan ini dilakukan di ruangan yang tidak bising (kurang dari
60 dB) apabila tidak terdapat ruang kedap suara ( sound proof room
). Sumber bunyi yang digunakan dapat berupa alat buatan pabrik seperti
baby reactometer, Neometer, Viena tone (frekuensi 3000 Hz dengan
pilihan intensitas 70,80,90 dan 100 dB ), atau bila tidak ada maka dapat
dilakukan dengan tepukan tangan, tambur, bel, terompet, dan berbagai
mainan yang mempunyai frekuensi tinggi. Sebelum digunakan sebaiknya
alat dikalibrasi terlebih dahulu untuk mengetahui intensitas dan
frekuensinya. Sumber bunyi diberikan dengan interval 30 detik dan di
luar pandang mata anak yang diperiksa. Respons yang diberikan tidak
menilai ambang dengar. Pemeriksaan ini dapat diulang dua kali bila
pada pemeriksaan pertama tidak memberi respons,dan bila gagal maka
ulang satu minggu lagi. Bila tetap tidak memberikan respon maka
dibutuhkan pemeriksaan audiologik yang lebih lengkap.

2. Behavior Response Audiometry


Adanya pertambahan usia memberikan perubahan sikap atau respon
yang berbeda.
USIA RESPON
3- 4 bulan Menoleh minimal kesamping
4- 7 bulan Menoleh ke samping lebih jelas untuk melokalisir suara
7- 9 bulan Melokalisir suara ke arah bawah dengan gerakan minimal
9-13 bulan Melokalisir kearah bawah dengan lebih jelas
13 -16 bulan Dapat melokalisir suara dari atas
16 -24 bulan Dapat melokalisir sumber bunyi dari semua arah.

uriJEultcm mart clV(,cd 4i efieti/,an ese/rat.w s thera& yi J^eraw,tt <J̀^ccsl(e<€rr^as

107
MATERI INTI 11.3
GEJA , DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
PENYAKIT- PEN AKIT TELINGA UTAMA PENYEBAB KETULIAN

1. DESKRIPSI S 1 GKAT
Diagnosis kelai an dan penyakit telinga serta gangguan pendengaran
ditegakkan ber asarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, khususnya
telinga, hidung dan tenggorok serta pemeriksaan penunjang yang
diperlukan.
Penyakit-penya it telinga yang paling banyak menyebabkan gangguan
pendengaran an ketulian adalah OMSK, Presbikusis, gangguan
oendengaran kibat bising (NIHL), tuli kongenital dan gangguan
pendengaran lai nya. Di samping itu jugs ada penyakit-penyakit telinga
yang dapat me gakibatkan gangguan pendengaran dan ketulian yang
kasusnya jaran di masyarakat, tapi dapat membahayakan sepertii
ototoksisitas, den lain-lain.
Modul ini aka memberikan penjelasan tentang jenis penyakit,
menegakkan diagnosis dan bagaiman penatalaksanaan penyakit telinga
yang dapat me yebabkan gangguan pendengaran di Puskesmas dan
kapan harus dir juk ke Rumah Sakit
II. TUJUAN PEM ELAJARAN
Tujuan Pembel jaran Umum
Setelah mengik ti pelatihan ini peserta mampu menetapkan diagnosis
samapai deng n melakukan tatalaksana penykit-penyakit telinga.
Tujuan Pembe jaran Khusus
Peserta mamp :
1. Menjelaskan angkah-Iangkah diagnosis penyakit OMSK, presbikusis,
tuli kongenit I, NIHL dan penyeklit telinga lain
2. Menetapkan Jiagnosis penyakit OMSK, presbikusis, tuli kongenital,
NIHL dan pe iyeklit telinga lain
3. Melakukan t to laksana penyakit OMSK, presbikusis, tuli kongenital,
NIHL dan pe yeklit telinga lain
Ill. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN
1. Diagnosis den Tatalaksana OMSK
2. Diagnosis d n Tatalaksana Presbikusis
3. Diagnosis d n Tatalaksana Tuli kongenital
4. Diagnosis d n Tatalaksana NIHL
5. Diagnosis d e n Tatalaksana Ototoksisitas
6. Diagnosis d 1 Tatalaksana Serumen
7. Diagnosis d 1 Tatalaksana Otitis Eksterna
8. Diagnosis d Tatalaksana OMA

uJ-i^ct.fiin cCi,r^f kc.^J"efu£• i^ru`neserfic#n Jirrrrt r


tayz c6 ruwtrt' Jiss.(e,r^.rus

108
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
• Buku-buku tentang Ilmu Penyakit THT
1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi VI. 2007( Editor Efiaty
Arsyad dkk)
2. Panduan Pelaksanaan Baku Otitis Media Supuratif Kronik di
Indonesia . Kelompok Studi Otologi PERHATI -KL,2002 (Editor,
Damayanti Soetjipto dkk)
• Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera pendengaran di Puskesmas
• Modul pelatihan

V. LANGKAH 1 PROSES PEMBELAJARAN


Lang kah-Iangkah/ proses pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan pelatihan/ fasilitator dan kegiatan peserta dalam setiap tahapan
proses pembelajaran.

Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan mated sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.

Langkah 2 : Membahas Pokok Bahasan


• Fasilitatator menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan 1 - 8 tentang penyakit-penyakit telinga
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau memberi tanggapan atas penjelasan fasilitator.
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi pertanyaan peserta
• Dari hasil pwendapat peserta fasilitataor memberikan komentar dan
memberikan kesimpulan

\.^4^ r[ /^Ulib !!i cCa, ^.Ji ccf / ^l" efat,' Iiax, e.reratan rt errr bajri J e7awUt ^usJ^esmas

109
VI. URAIAN MATE I

A. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OMSK


1. Definisi / per gertian
• Peradan( an mukosa telinga tengah disertai
keluar cairar dari
telinga t ngah melalui perforasi membran
timpani (gendang telinga berlubang)
• Cairan m ngkin encer atau kental, bening atau
berupa n nah
• Cairan kE luar dapat terus menerus atau hilang timbul
OMSK terdir atas 2 jenis , yaitu :
• OMSK of e aman/ tipe mukosa
• OMSK tir e bahaya/ tipe tulang

2. Gejala / tand Klinis


Anamnesis
• Riwayat otor a kronis Iebih dari 2 bulan
• Otorea bisalterus menerus atau hilang timbul
(intermittent)
• Otore: perta a kali, kekambuhan
• Gangguan p ndengaran: derajat clan jenis
• Keluhan pen erta: tinitus, vertigo
• Predisposisi: infeksi saluran napas atas (hidung,
sinus paranasal tenggorok), alergi, dll

Pada pemeriksa 3n
• Otoskopi : pE rforasi membran timpani
• Audiometri n ada murni:
• Tuli kondukti
• Tuli campur
• Tuli saraf

3. Pemeriksaar & pemeriksaan tambahan di


Puskesmas toskopi :
• Membran timpani: perforasi , letak ukuran, lama
• Sekret
• Jaringan p atologis: jaringan granulasi,
kolesteat LT. ma, polip

,urir( urum rlu^r ^JV(,c$ctf ,T /ati/aJ, 7^^e se/rutan _ "uCera F.y J"erawflt J"csskesic,u.s

110
B. TULI KONGENITAL (TUNA RUNGU DAN TUNA WICARA)
Gangguan pendengaran pada bayi / anak yang terjadi sejak lahir
1. Sebab gangguan pendengaran pada anak
Bayi baru lahir (0 - 28 hari) dengan resiko tinggi terjadinya
gangguan pendengaran dan ketulian seperti yang dikemukakan
oleh American Joint Committee on Infant Hearing (2000 ) memiliki
faktor resiko sebagai berikut : Riwayat keluarga dengan gangguan
pendengaran pada masa anak-anak
• Riwayat infeksi TORCHS (Toksoplasma, Rubela,
Cytomegalovirus, Herpes,Sifilis) pada kehamilan
• Kelainan bentuk pada kepala dan wajah,termasuk kelainan
pada pinna dan Jiang telinga
• Berat badan lahir rendah (< 1500 gram )
• Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar
• Penggunaan obat obat ototoksik
• Meningitis bakterialis
• Asfiksia dengan nilai Apgar 0 - 4 pada menit pertama atau
0 - 6 pada 5 menit pertama
• Penggunaan ventilasi mekanik selama 5 had atau lebih
• Terdapat kelainan lain yang merupakan sindrom tertentu yang
diketahui melibatkan gangguan pendengaran sensorineural
atau konduktif
Bayi yang mempunyai 1 faktor risiko mempunyai kecenderungan
mengalami gangguan pendengaran 10,2 kali lebih besar
dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki faktor resiko.
Sedangkan bila terdapat 3 risiko akan mempunyai kecenderungan
menderita ketulian 63 kali lebih besar dibandingkan bayi yang
tidak mempunyai faktor resiko
Pada ibu hamil penyakit atau kelainan yang terjadi terutama
pada trimester pertama karena perkembangan organ yang belum
sempurna misalnya akibat infeksi TORCHS (Toksoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes dan Sifilis), trauma, obat yang
dapat mempengaruhi pendengaran pada janin didalam
kandungan. Ini dikenal sebagai faktor resiko non genetik,
sedangkan faktor resiko genetik apabila ada riwayat ketulianlgangguan
pendengaran dalam keluarga. Bila melibatkan kelainan pada organ
lain yang kita kenal sebagai suatu sindrom sedangkan dikatakan
nonsindrom apabila hanya menyebabkan gangguan pendengaran.
Sindrom Rubella merupakan banyak kealinan yang sering ditemukan,
yang ditandai oleh katarak kongenital, tuli sensorineural dan kelainan
jantung.

/J"e atxIi z,, e. ,ratan J,rg{era Fagi 1 erawat PI tesmas


, L
kuriAufum dra ,

111
Katarak congenital pada sindroma
Rubela

Sindrom Waardenburg ditandai


dengan warna iris mata yang biru bisa
mengenai satu atau keduanya,
gangguan pendengaran dan jambul
warna putih.

Ganggu in pendengaran dapat berupa tuli konduktif yang


merupak in kelainan yang terjadi pada telinga luar dan / telinga
tengah s dangkan tuli sensorineural apabila mengenai telinga
dalam.
Secara garis b sar kelainan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu
1. Kelainan ang terjadi pada daun telinga ( Pinna ) yang bervariasi
derajatny
2. Kelainan ada Jiang telinga luar
3. Kelainan ada telinga tengah
termasu kelainan tulang
(tidak to entuk , rangkaian
yang terp tus atau terfiksasi
4. Kelainan ada telinga dalam

Pada perkemba gan anak selanjutnya gangguan pendengaran dapat


terjadi akibat in eksi baik secara sistemik maupun yang mengenai
selaput otak , d n penggunaan obat ototoksik . Ketulian yang terjadi
pada saat anak elum dapat berbicara disebut sebagai tuli prelingual
, sedangkan ket lian yang terjadi setelah anak dapat berbicara dikenal
sebagai tuli pos lingual . Adapun keluhan yang sering dikemukakan
oleh orang tua dalah anak tidak memberi respon terhadap suara,
belum bisa berb ara atau keterbatasan kosa kata dibandingkan anak
seusianya.

7^uri.Eu/u»e r/.irn ^rrc/^ efrrf.7 dun keveCuta-re Jied-eru Gi i J"erawat el"res&.s nrre

112
2. Habilitasi
Usia kritis seorang anak untuk proses belajar mendengar dan
berbicara adalah sekitar 2-3 tahun. Seorang anak yang diketahui
menderita ketulian maka upaya habilitasi pendengaran (memberikan
kemampuan mendengar pada seseorang yang sebelumnya belum
pernah memiliki ) dilakukan secara dini. Pada anak dengan tuli saraf
berat habilitasi dilakukan dengan pemberian alat bantu dengar
hearing aid) yang sesuai , dan jugs penilaian tingkat kecerdasan
oleh psikolog anak yang akan menentukan SLB mana yang dipilih.
SLB - B merupakan tempat pendidikan khusus untuk anak tunarungu
sedangkan SLB - C apabila disertai dengan retardasi mental.
Pendidikan khusus ini sebaiknya dimulai sejak anak berusia 2 tahun
pada SLB yang memiliki Taman Latihan dan Observasi (TLO). Proses
habilitasi ini membutuhkan kerjasama antara orang tua / keluarga
penderita, guru, Psikolog anak, Ahli terapi wicara, Audiologist serta
dokter spesialis THT.
Apabila dengan alat bantu dengar sedikit atau tidak ada manfaatnya
maka implantasi koklea merupakan salah satu pilihan. Implan koklea
merupakan suatu perangkat elektronik yang memungkinkan seorang
anak mendengar sehingga dapat meningkatkan kemampuan
berkomunikasi seorang penderita tuli saraf berat. Untuk menjadikan
seseorang menjadi kandidat implan koklea maka harus memenuhi
beberapa persyaratan dan menjalani pemeriksaan audiologik yang
lengkap dan pemeriksaan radiologik ( CT Scan ) untuk menilai
anatomi koklea, kemudian diputuskan oleh tim yang terdiri dari
dokter THT, audiologist, ahli terapi mendengar / terapi wicara, guru
khusus untuk anak tuna rungu. Perangkat alat ini terdiri komponen
luar yang terdiri dari : mikrofon, Speech processor ( SP), kabel
penghubung mikrofon dengan Speech Processor, transmiter.
Komponen dalam terdiri dari reseiver serta elektroda.

Komponen dalam Komponen luar Elektroda di dalam koklea

Mekanisme kerja dari implan koklea yaitu impuls suara akan ditangkap
oleh mikrofon akan diteruskan ke speech processor melalui kabel
penghubung. Speech Processor akan menyeleksi informasi suara
yang masuk dan membuat pengkodean yang akan diteruskan ke
transmiter. Selanjutnya dengan menembus kulit akan diteruskan ke
reseiver dan kode suara akan diubah menjadi sinyal listrik dan
dikirim ke elektroda yang sesuai dan diteruskan ke serabut saraf.

l^,uri.( vcfurn rra^r ^lf/Go^^^J"eli2z/iarr K-v e/rata lzc era,iafi e/' erawat J 'css c^^rtas

113
Alat akan diaktifkan 2- 4 minggu
setelah operasi secara bertahap
untuk memberi kesempatan anak
beradaptasi dengan suara yang
didengar. Secara berkala akan
dilakukan mapping / pemetaan
yaitu penentuan suara keras
ESPrspecch Pr«
' . U.r .., dan terlemah ya ng d apa t dit eri ma
+or
pada setiap elektroda dan anak
dilatih untuk mendengar.
Sebaiknya op rasi dilakukan pada usia sekitar 2 tahun. Keberhasilan
ditentukan of h banyak faktor antara lain seleksi pemilihan kandidat,
operasi dan y ng tak kalah penting adalah saat habilitasi • Masalah
yang dihada i yaitu mahalnya alat, tidak semua daerah memiliki
fasilitas dan umber da ya manusia yang melakukan operasi
audiologist m upun terapi mendengar dan berbicara.
3. Penatalla l o snaan di Puskesmas
Identifika i bayi / anak yang diduga mengalami gangguan
pendeng ran / ketulian sejak lahir
• Bayi tidak kaget bila mendengar suara keras
• Bayi tidur idak pernah terganggu oleh suara bising atau gaduh
• Bayi bel m berceloteh/mengoceh pada umur 1 tahun
• Anak terl bat bicara
• Anak bica a tidak benar ucapannya
• Anak belu dapat berbicara

PEMERIKSAI4N PENDENGARAN SEDERHANA


A. UNTUK YI
o Arah umber bunyi / stimulus disesuaikan dengan
perke bangan motorik
o Sebel m usia 4 bulan belum dapat menoleh atau memutar
kepal karena perkembangan otot leher yang belum
memu gkinkan
o Waktu pemeriksaan yang paling baik adalah setelah bayi
meny u atau mulai mengantuk

A. I. BEHAV RAL OBSERVATION TEST


Usia 0 - bulan
Respon a ditorik : Behavior responses terhadap stimulus bunyi
(bersifat r fleks);

Ruri/^ulu^rt (Can ^( Czs/ ^^atl^an esefiutan J., wCeraGazi I rawest J ' t Akesr.:as
1 114
Auropalpebral ( mengejapkan mata)
Eye widening (melebarkan mata)
Grimacing ( mengerutkan wajah)
Cessation ( berhenti menyusu)
- Heart rate meningkat
Moro/ Startle ( paling konsisten; menarik ekstremitas ke
median )

Usia 4 - 7 bulan
4 bulan : menoleh/ memutar kepala dalam bidang horizontal
(lemah /blm konsisten )
7 bulan : horizontal cepat ; kearah bawah masih Iemah

Usia 7 - 9 bulan
Memutar kepala dengan cepat kearah sumber bunyi ( horizontal,
bawah); kearah atas kepala belum konsisten

Usia 9 - 13 bulan
12 bulan : mencari sumber bunyi dari arah atas dengan cepat
■ 13 bulan dapat melokalisir sumber bunyi dari semua arah
dengan cepat

A. II. TES DAYA DENGAR ( LAMPIRAN 1)

B. UNTUK ANAK
B.I. BEHAVIORAL RESPONSE

• Dengan memukulkan sendok ke gelas dari belakang, kanan atau kiri


anak.
Apakah ada reaksi untuk mencari sumber bunyi tersebut.
• Gelas dapat dipukul pada tepi atasnya yang menunjukkan frekuensi
tinggi dan bagian dasar gelas menunjukkan frekuensi rendah
• Remasan kertas

Penatalaksanaan
Bila ada kecurigaan penyebab keterlambatan bicara atau belum dapat
bicara adalah kurang pendengaran, maka bayi atau anak tersebut
dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas peralatan.

B.II. TES DAYA DENGAR ( LAMPIRAN)

TULI AKIBAT OBAT OTOTOKSIK

Z4TC/^tLJ it ZR chit J J I45 fctY/[Lilt _ " L'A at flit lf'f.v- i li(lyi YL'rawat JuJke.SFiia

115
PENDAHULUA
Ototoksik adala obat-obatan yang menyebabkan reaksi toksik pada
telinga dalam ( klea dan labirin). Obat-obatan yang mengakibatkan
kerusakan pada sisitim pendengaran disebut sebagai kokleotoksik,
sedangkan yang enyebabkan kerusakan sistim keseimbangan dikenal
sebagai vestibu otoksik.
Manfaat obat-o atan yang bersifat ototoksik harus dipertimbangkan
dengan kemung inan terjadinya kerusakan pada sistim pendengaan
dan keseimbang in.
Pada abad ke 19 Kina, Salisilat dan Oleum Chenopodium telah diketahui
dapat menimbulk n tinitus, kurang pendengaran dan gangguan vestibuler
(Schwabach 18 9, North 1880). Pada tahun 1940 Werner melakukan
tinjauan kepusta aan yang terdahulu dan menerangkan efek ototoksik
dari berbagai ma am zat termasuk arsen, etil, dan metil, alkohol, nikotin,
toksin bakteri dar senyawa-senyawa logam berat. Dengan ditemukannya
antibiotik strepto isin, kemoterapi pertama yang efektif terhadap kuman
tuberkulosis, m jadi kenyataan juga terjadinya penyebab gangguan
pendengaran an vestibuler (Hinshaw dan Feldman 1945)

Antibiotik golon an Aminoglikosida lain yang kemudian digunakan di


klinik memperku it efek ototoksik seperti yang diakibatkan Streptomisin
(Lerner dkk. 19 1). Kerentanan yang tidak biasa dari telinga dalam
terhadap ceders leh golongan-golongan obat tertentu kemudian dapat
diperlihatkan set ah pemberian loop diuretics yang ternyata pengaruhnya
terhadap ototok isitas dengan mekanisme yang berbeda dari pada
antibiotik Amino likosida (Thalmann dkk. 1982)
GEJALA
Tinitus, ganggu n pendengaran dan vertigo merupakan gejala utama
ototoksisitas. Tin tus biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural
oleh sebab apap n dan seringkali mendahul;ui serta lebih mengganggu
dari pada tulinya sendiri.
Tinitus yang berh bungan dengan ototoksisitas cirinya kuat dan bernada
tinggi, berkisar ntara 4 Khz sampai 6 Khz. Pada kerusakan yang
menetap, tinitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi tidak pernah
hilang.
Loop diuretics d pat menimbulkan tinitus yang kuat dalam beberapa
menit setelah pe yuntikan intravena tetapi pada kasus-kasus yang tidak
begitu berat dap at terjadi tuli sensorineural secara perlahan-lahan dan
progresif denga hanya disertai tinitus yang ringan. Tinitus dan kurang
pendengaran yang reversibel dapat terjadi pada penggunaan salsilat
dan kina serta to i akut yang disebabkan oleh loop diuretics dapat pulih

Y\ urzA.aIum l^d3t c^ccf eCaEY^i m^ wese/ ( f us^fye3'.maS

116
dengan menghentikan segera pengobatan . TO ringan juga pernah
dilaporkan sebagai akibat antibiotik Aminoglikosida tetapi biasanya
menetap atau hanya sebagian yang pulih. Kurang pendengaran yang
disebabkan oleh pemberian antibiotik biasanya terjadi setelah 3 atau
4 hari , tetapi mungkin akan lebih jelas setelah dosis pertama.
TO akibat ototoksik yang menetap malah dapat terjadi berhari-hari,
berminggu - minggu atau berbulan -bulan setelah selesai pengobatan.
Biasanya tuli bersifat bilateral, tetapi tidak jarang yang unilateral.
Kurang pendengaran akibat pemakaian obat ototoksik bersifat tuli
sensorineural. Antibiotik yang bersifat Ototoksik mempunyai ciri penurunan
yang tajam untuk frekuensi tinggi pada audiogram , sedangkan diuretik
yang dapat menimbulkan ototoksisitas biasanya menghasilkan audiogram
yang mendatar atau sedikit menurun.
Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan ototoksisitas sangat
sering oleh karena pemberian gentamisin dan streptomisin. Terjadinya
secara perlahan -lahan dan beratnya sebanding dengan lama dan jumlah
obat yang diberikan serta keadaan fungsi ginjalnya . Gangguan
keseimbangan badan dan sulit memfiksasikan pandangan terutama
setelah perubahan posisi.
Antibiotik aminoglikosida dan loop diuretics adalah dua dari obat-obat
ototoksik yang potensial berbahaya yang biasa dijumpai.

Macam -macam obat ototoksik


A. Antibiotik

1. Aminoglikosida
Tuli yang diakibatkan bersifat bilateral dan nada tinggi, sesuai dengan
kehilangan sel-sel rambut pada putaran basal koklea; walaupun
demikian unilateral atau gangguan vestibuler dapat terjadi.
Obat-obatan terebut adalah:
Streptomisin, Neomisin, Kanamisin, Gentamisin, Tobramisin, Amikasin
dan yang bare adalah Netilmisin dan Sisomisin. Netilmisin mempunyai
efek seperti gentamisin tetapi sifat ototoksitasnya jauh lebih kecil.
Sisomisin juga mempunyai efek ototoksisitas yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan aminoglikosida - aminoglikosida lain.
2. Eritromisin
Gejala pemberian eritromisin intravena terhadap telinga adalah
kurang pendengaran subjektif, tinitus yang menetap dan kadang-
kadang vertigo . Pernah dilaporkan bahwa terjadi : tuli sensorineural
nada tinggi bilateral dan tinitus setelah pemberian intravena dosis
tinggi atau oral . Biasanya gangguan pendengaran dapat pulih setelah
pengobatan dihentikan.

:,eJurn d ut c1V(; d ] ` ilat7^f rye': ^,eseFe.r rrn JJ d«u cfr i <'le -a.K arc J ^s.^^rnr^

117
Antibiotik lain eperti Vankomisin , Viomisin , Capreomisin , Minosiklin
dapat meng kibatkan ototoksisitas bila diberikan pada penderita
yang tergang u fungsi ginjalnya.
3. Loop diureti s ethacryacid , furosemide dan bumetanide adalah
diuretik yan kuat yang disebut loop diuretik karena dapat
menghambat reabsorsi elektrolit-elektrolit dan air pada cabang naik
dari lengkung n Henle . Walaupun diuretik tersebut hanya memberikan
sedikit efek s mping tapi menunjukan derajat potensi ototoksisitas,
terutama bila diberikan kepada penderita dengan insuvisiensi ginjal
secara intra na. Biasanya gangguan pendengaran yang terjadi
ringan tetapi ada kasusu - kasus tertentu dapat menyebabkan tuli
permanen.
4. Obat anti infl masi salisilat termasuk aspirin dapat mengakibatkan
tuli sensorine ral frekuensi tinggi dan tinitus. Tetapi bila pengobatan
dihentikan p ndengaran akan tuli dan tinitus akan hilang.
5. Obat anti ma aria
Kina dan chin -o queen adalah obat anti malaria yang biasa digunakan,
efek ototoksi tasnya berupa bantuan pendengaran dan tinitus.
Tetapi bila p gobatan dihentikan biasanya pendengaran akan tuli
dan tinitusny hilang . Perlu dicatat bahwa Kina dan chloro queen
dapat meialu plasenta dan pernah, ada laporan kasus tentang tuli
kongenital d n hipoplasi koklea karena pengobatan malaria waktu
ibunya hamil
6. Obat anti to or
CIS platinum gejala yang ditimbuikan sebagai ototoksisitas adalah
tuli subjektif, tinitus dan otalgial , tetapi dapat juga disertai dengan
gangguan k seimbangan . TO biasanya bilateral dimulai dengan
frekuensi ant ra 6 Khz dan 8 Khz kemudian terkena frekuensi yang
lebih renda Kurang pendengaran biasanya mengakibatkan
menurunnya hasil speech discrimination score. Tinitus biasanya
samar-sam r. Bila tuli ringan pada penghentian pengobatan
pendengara akan pulih tetapi bila tulinya berat biasanya menetap.
7. Obat tetes to inga topikal
Banyak ob t tetes telinga mengandung antibiotik golongan
aminoglikos seperti: neomisin dan polimiksin B. Terjadinya ketulian
karena obat ersebut dapat menembus membran jendela bundar
(round wind w membrane). Walaupun membran tersebut pada
manusia lebi tebal 3x dibandingkan pada baboon (+- 65 mikron)
tetapi dari ha it penelitian masih dapat ditembus obat-obatan tersebut.
Sebetulnya obat tetes telinga yang mengandung antibiotik
aminogliko ida diperuntukan untuk infeksi telinga luar.
Hal-Hal Yang Pokok
1. Gentamisin masih merupakan aminoglikosida pertama yang
digunakan pada pusat-pusat kesehatan obat-obat baru seperti
tobramisin, amikasin dan netilmisin telah beredar sebagai usaha
untuk mengatasi resistensi pseudomonas.
2. Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen yang bisa
menginfeksi otitis eksterna maligna.
3. Netilmsin secara aktif bersifat sinergis dengan antibiotik B-Laktam
setara atau lebih kuat daripada aminoglikosida yang lain.
4. Data yang ada menunjukan bahwa gentamisin , netilmisin dan
tobramisin mempunya derajat yang sama dalam hal toksisitasnya
terhadap ginjal.
5. Pada manusia tidak dapat terlihat perbedaan ototoksisitas bila
gentamisin dibandingkan dengan amikosin atau netilmisin.
6. Banyak penyelidikan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna dalam derajat toksisitas terhadap telinga atau ginjal antara
pasien anak yang diobati dengan aminoglikosida dan kontrol yang
tidak mendapatkan pengobatan.
7. Hanya 3% dosis oral dari suatu aminoglikosida yang diabsorsi di
saluran pencernaan.
8. Ginjal yang menurun fungsinya, menurun pula derajat ekskresinya
dan dapat mengakibatkan akumulasi dari suatu aminoglikosida di
dalam darah dan jaringan yang cukup untuk menyebabkan keracunan
pada telinga dan ginjal.
9. Efek toksis aminoglikosida-aminoglikosida lebih mungkin terjadi
pada pasien-pasien dengan yang fungsi ginjalnya diragukan.
10. Kerusakan akut pada sistim pendengaran biasanya didahului oleh
tinitus. Kehilangan pendengaran sebagai akibat pengguna
aminoglikosida mempengaruhi frekuensi-frekuensi tinggi; bila
kerusakan berlanjut frekuensi-frekuensi rendah juga akan terkena.
11. Efek utama yang dapat dilihat adalah hilangnya sel-sel rambut yang
dimulai dari putaran basal koklea.
12. Pada penelitian randomize blind studies, tentang ototoksisitas
gentamisin dan tobramisin terlihat derajat toksisitas antara 10%
sampai 15%.
13. Pengobatan bersama-sama antara aminoglikosida dengan loop
inhibiting diuretics seperti etacrynicacid dan furosemide
mengakibatkan otototksisitas aminoglikosida.
14. Etacrynicacid menyebabkan kerusakan seluler pada stria vaskularis,
limbus spiralis dan sel-sel rambut koklea dan vestibuler pada binatang
percobaan.
15. Bukti secara anekdot menunjukan bahwa penggunaan obat-obat
ototoksid topikal dapat merupakan faktor penyebab ototksisitas dan
dapat mengakibatkan tuli sensori neural yang berat dan atau menetap.

crzkufutn d . f ' chef J " e % i r t ^ z,c .1 7^yese trLan J a d e - , E,yi <1 -a war J"tas esma.#

119
Penata Pelaksa i aan
Tuli yang diakib kan obat-obat ototoksid tidak dapat diobati. Bila pada
waktu pemberia obat-obat ototoksid terjadi gangguan pada telinga
dalam (dapat di tahui secara audiologik), maka pengobatan dengan
obat-obatan ters but harus segera dihentikan. Berat ringannya ketulian
yang terjadi to antung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya
pengobatan. Ke ntanan pasien termasuk yang menderita insufisiensi
ginjal dan sifat o at itu sendiri.
Apabila ketulian udah terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara
lain dengan ala bantu dengar (ABD), psikoterapi, auditori training
termasuk cars enggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu
dengar, belajar omunikasi total dengan belajar membaca bahasa
isyarat. Pada t Ii total bilateral mungkin dapat dipertimbangkan
pemasangan im Ian koklea (cochlear implant).

Pencegahan
Berhubung tidak 3da pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka
pencegahan me jadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini
termasuk memp rtimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik, menilai
kerentanan pend rita, memonitor efek samping secara dini yaitu dengan
memperhatikan gejala-gejala keracunan telinga dalam yang timbul
seperti tinitus, k rang pendengaran dan vertigo.
Pada pasien yang menunjukan mulai ada gejala-gejala tersebut harus
dilakukan eval asi audiologik dan menghentikan pengobatan.
Prognosis
Prognosis sang t tergantung pada jenis obat, jumlah dan lamanya
pengobatan, ke entanan penderita. Pada umumnya Prognosis tidak
begitu baik mala 1 makin buruk.
D. GANGGUAN P NDENGARAN AKIBAT BISING ( NOISE INDUCED
HEARING LOS I NIHL)
Gangguan pend ngaran akibat bising ialah kurang pendengaran akibat
pajanan bising y ng cukup keras (>85 dB), dalam jangka waktu cukup
lama, biasanya d ebabkan oleh bising lingkungan kerja, jenis ketuliannya
tuli sensorineur 1 koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.
Anamnesis ada riwayat bekerja di lingkungan bising, terjadi secara
perlahan-lahan kibat pajanan bising, biasanya pada kedua telinga.
Etiologi bising y ng intensitasnya lebih besar dari 85 dB. Kelainan
terdapat pada k klea (alat corti) untuk reseptor pendengaran frekuensi
3000-6000 Her z, dan terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.

R +, of ` eI,ir/mn eseh; Qfl /J

120
Kelainan klinis :
1. Subyektif : kurang pendengaran, kadang-kadang disertai tinitus
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan tuli sensorineural
4. Tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural terutama
nada tinggi, spesifik bila terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.

Penatalaksanaan :
1. Melindungi telinga terhadap bising dengan sumbat telinga/ear plug,
tutup telinga/ear muff, atau hel mlhelmet
2. Dapat dicoba dengan neurotonik
3. Mengikuti program konservasi pendengaran
Prognosis :
1. Ad sanasionam : kurang baik/buruk
2. Ad vitam : balk

Pencegahan:
Mengikuti program konservasi pendengaran yaitu program perlindungan
pendengaran untuk pekerja industri terhadap pajanan bising dengan
penggunaan pelindung telinga (sumbat telinga, tutup telinga atau helm),
Kontrol Administrasi dengan rotasi tempat kerja dan
pengendalian/perawatan mesin-mesin industri.
Rehabilitasi
• Alat bantu dengar (hearing aid)
• Implan koklea bila terjadi tuli total bilateral

E. TULI SARAF PADA GERIATRI (Presbikusis)

1. Pendahuluan
Gangguan pendengaran pada geriatri merupakan suatu proses
degenerasi yang alami, umumnya terjadi pada usia sekitar 60
tahun, walaupun sebenarnya proses degenerasi pada sistim
pendengaran ini telah dimulai beberapa tahun sebelumnya
kemudian terjadi penurunan ketajaman pendengaran secara
berangsur angsur, namun progresif.
Ketulian yang terjadi bersifat sensorineural, relatif simetris pada
kedua telinga dan tidak ada perbedaan jenis kelamin.

2. Pengertian
Presbikusis adalah tuli saraf jenis sensorineural (saraf) frekuensi
tinggi terutama diatas 2000 Hz. Umumnya terjadi pada usia
lanjut, simetris pada kedua telinga.

7^.,uri ^ufcurz Crn J l odic J"e uLY/,w^ ese/, tan rderc^ E,yz 6 eruu at 6 us esmus

121
3. Penyeba
Presbikus s merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
kejadian p esbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor
herediter, ola makanan, metabolisme, arterioskierosis, infeksi,
bising, ga a hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendenga an secara berangsur angsur merupakan efek kumulatif
dari peng ruh faktor-faktor tersebut di atas.

Progresifi s penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan


jenis kela in, pada laki-laki Iebih cepat dibandingkan dengan
perempu .

Penyeba
• Perub han pada organ pendengaran akibat proses penuaan.
• Pseud monas aeruginosa adalah kuman patogen yang bisa
mengi feksi otitis eksterna maligna.
• Papar in bising yang lama
• Perub han suplai darah ke telinga misalnya akibat penyakit
jantun j , tekanan darah , keadaan pembuluh darah pada
pent rita kencing manis dan / atau masalah sirkulasi.
• Efek s mping pemakaian obat
• Hubu gan usia dengan gangguan pendengaran tendensi
genet'
• Autoi un
Efek fisi ogis
• Dege erasi dari elastisitas gendang telinga
• Dege erasi otot telinga tengah dan tulang pendengaran.
• Dege erasi fleksibilitas dari membrane basiler
• Gang uan pendengaran simetris
• Dege erasi sel rambut luar di koklea
• Hilan nya neuron pada jalur saraf pendengaran
• Perub han pada sistem auditori sentral dan batang otak
• Dege erasi jangka pendek dan memori auditori
• Gang uan proses pada cortex auditori
• Tinnit s
4. Patologi
Proses d generasi menyebabkan perubahan struktur kohlea
dan N. VII . Pada kohlea perubahan yang mencolok berupa atrofi
dan dege erasi sel sel rambut dan sel sel penunjangan organ
Corti. Proses atrofi - disertai perubahan vaskular - juga terjadi

dera key
rZ J ra at At FAra

122
pada stria vaskularis. Selain itu dijumpai pula perubahan berupa
berkurangnya jumlah dan ukuran sel sel ganglion dan saraf, hal
yang sama juga terjadi pada mielin akson saraf. Perubahan
degeneratif ini juga terjadi pada batang otak dan daerah kortek
yang merupakan bagian dari jaras audiotorik, perubahan di
daerah sentral ini memperberat gangguan komunikasi penderita
presbikusis.

5. Gejala
Gejala utama berupa berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga
(bilateral). Onset berkurangnya pendengaran tidak diketahui
pasti. Gejala lainnya adalah tinitus nada tinggi. Penderita dapat
mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya
terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar
suara bising (Coctail party deafness). Bila intensitas suara
ditinggikan akan timbul rasa sakit di telinga, hal ini disebabkan
oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).

6. Penatalaksanaan
Diagnosis
• Pemeriksaan ototskopi: tampak membran timpani suram,
mobilitasnya berkurang.
• Tes penala : sesuai dengan tuli sensorineural.
Pemeriksaan audiometri nada murni :
Menunjukan suatu tuli saraf nada tinggi , bilateral dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) pada
frekuensi 4000 - 8000 Hz,hal ini menyebabkan kesulitan
mendengar kata kata yang mengandung huruf : /s/, Al, /th/.
Kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi
penurunan pada frekuensi lainnya. Pada tahap selanjutnya juga
terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.

Pemeriksaan audiometri tutur :


Terdapat gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination),
keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan
koklear.

Pengobatan
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).
Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan

„_«ri.Ecc/usr^ clrn </VLc^^1 -,`/ /,J(u/ i!: esCJr'atah ^nrlera u . I &7aW €t c!"casl^e r^r:as

123
bila pema faatannya dikombinasikan dengan latihan membaca
ujaran (s eech reading) dan latihan mendengar (auditory
training); rosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli
terapi wi ara (speech therapist). Disamping itu juga perlu
memberik in pengobatan terhadap penyakit sistemik yang akan
memperb rat gejala gejala presbikusis maupun sebagai usaha
mengurangi progresifitas penurunan pendengaran.
Rujukan
Pada pen erita presbikusis yang telah mengalami kesulitan
berkomun kasi harus dirujuk untuk dilakukan pemasangan ABD,
terutama da penderita yang masih membutuhkan pendengaran
yang bai untuk menunjang aktifitas kerja maupun kegiatan
sosialnya.
Penyuluh n
Walaupu presbikusis tidak dapat dicegah, namun perlu
diupayak n agar penurunan pendengaran dapat diperlambat.
Kepada syarakat perlu diberi penyuluhan untuk menghindari
hal hal ya g merupakan predisposisi untuk terjadinya presbikusis
dikemudi n hari.
F. SUMBAT N SERUMEN
Serumen dalah produk kelenjar sebasea dan apokrin yang
terdapat ada kulit Jiang telinga. Jumlah dan konsistensinya
(lunak, k eras) bervariasi pada setiap orang. Pengumpulan
serumen baik keras maupun lunak - menyebabkan gangguan
hantaran ara pada Jiang telinga; namun hal ini bukan merupakan
penyakit. Serumen berfungsi sebagai pelumas Jiang telinga
sehingga erperan untuk mendorong keluar epidermis kulit Jiang
telinga ma pun debris epitel Jiang telinga yang telah mengelupas.
Peran ser men lain nya adalah sebagai proteksi untuk mencegah
masukny serangga kecil dari luar; namun demikian serumen
tidak me iliki sifat anti bakteri dan anti jamur
Keadaan enumpukan serumen yang keras dan menyumbat
Jiang telin a dikenal sebagai serumen prop
Adakalan a gangguan pendengaran akibat serumen prop tidak
disadari b la hanya terjadi pada gangguan pendengaran satu
sisi teling ; hal ini sering terjadi pada anak anak. Pada usia
lanjut ser men cenderung mengeras karena kelenjar apokrin
mengala i atropi, selain itu kulit Jiang telinga juga relatif lebih
keying se ngga mudah terjadi pengumpulan serumen (serumen
prop)

flJt cJ^ [[2J c at ZPEZO,

124
Penyebab sumbatan serumen
1. Produksi serumen banyak dan keras
2. Liang telinga sempit, dasar Jiang telinga Iebih datar
3. Radang kronis Jiang telinga.
Gejala dan tanda klinis
Pengumpulan serumen pada Jiang telinga dapat menyebabkan
keluhan;
Pendengaran berkurang; kadang kadang mendengar Iebih jelas
bila daun telinga ditarik
Telinga berdengung
Rasa nyeri bila serumen prop menekan Jiang telinga.
Penatalaksanaan
Teknik atau cara mengeluarkan serumen tergantung pada
konsistensinya;
1. Serumen cair/ lunak, bila jumlahnya sedikit dapat dibersihkan
dengan pelilit kapas (aplikator kapas) atau cotton bud.
(gambar 1)
2. Serumen cair/ lunak dengan jumlah banyak, dapat dihisap
dengan pompa suction (gambar 2) atau dikeluarkan dengan
cara irigasi Jiang telinga.
3. Serumen yang liat/ keras namun tidak melekat pada kulit
Jiang telinga dikeluarkan dengan pengait serumen( cerumen
hook) atau pinset (gambar 3 dan 4) . Bila tidak berhasil dapat
dicoba melakukan irigasi Jiang telinga.
4. Serumen yang keras(serumen prop) dan melekat Jiang telinga
harus diberi tetes telinga karbogliserin 10% atau fenol
gliserin dengan dosis 3 x 3 tetes selama 3 hari; selanjutnya
dilakukan penghisapan dengan pompa suction atau irigasi
Jiang telinga

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4


Irigasi Jiang telinga
Sebelum melakukan irigasi Jiang telinga pastikan bahwa membran
timpani tidak perforasi, karena membran tidak dapat dilihat sebaiknya
ditanyakan pada pasien atau keluarganya apakah pernah keluar cairan
dari telinga sebelumnya. Bila tidak dapat dipastikan upayakan agar
tindakan secara steril

tlriAUfuM dfl ^A't iIuf efr2ih to 7^eseI. tan ,.` ;ut ra 6ayi ^P ,-awat J" u.r^es^,tu,r

125
Persiapan
Sediakan pe lengkapan sebagai berikut:
1. Air hang (sekitar 37 derajat Celcius atau sesuai suhu tubuh),
air dingi dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan
keseimba gan.
2. Nierbekk n
3. Handuk k cil
4. Syringe : dapat digunakan disposable spuit 20 - 50 cc yang
ujungnya iberi plastik selubung jarum Abocath atau selang wing
needle
5. Otoskop
6. Pompa p nghisap (suction)
Prosedur
1. Atur posis pasien sedemikian rupa sehingga pandangan langsung
pelaku tin akan ini langsung ke arah Jiang telinga
2. Atur cah ya lampu kepala terfokus pada mulut Jiang telinga
3. Pasang h nduk kecil pada bahu pasien.
4. Nierbekk n dipasang tepat dibawah telinga utk menampung air
yang kelu r
5. Tarik dau telinga ke arah atas - belakang (dewasa) atau ke
belakang anak)
6. Masukka ujung syringe ke dalam Jiang , arahkan menuju atap
atau dind ng bagian belakang (posterior) Jiang telinga. Jangan
diarahkar tegak lurus atau ke arah bawah (vagal refleks).
7. Semprot an cairan secara kontinu dengan sedikit tekanan
8. Perhatika cairan yang keluar dari Jiang telinga
9. Ulangi pr sedur tsb beberapa kali sehingga Jiang telinga bersih
10. Periksa k mbali Jiang telinga, seteiah diyakini bersih dan tidak
ada laser si, Jiang telinga dikeringkan dengan kapas

7\,urikufu,n dan cfccl ^fefatz'rrn ,esef+at^rn Madera Eaj i9 eraulat J"us^e ,s^rrar

11 126
G. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OTITIS EKSTERNA
DAN PENYAKIT TELINGA LUAR LAINNYA

1. Definisi / pengertian
Otitis Eksterna (OE) adalah Peradangan Jiang telinga akut
maupun kronis akibat infeksi bakteri , jamur dan virus . Otitis
eksterna dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Otitis eksterna akut, terdiri atas:
• Otitis Eksterna sirkumskripta
• Otitis eksterna difusa

b. Otitis eksterterna kronis, misalnya otomikosis herpes zoster


otikus, keratosis obsturans/ kolesteatoma eksterna, dan otitis
eksterna maligna

2. Gejala / tanda klinis


Otitis eksterna sirkumskripta (bisul)
• Rasa nyeri hebat, tidak sesuai dengan besar bisul, spontan
atau bila membuka mulut
• Gangguan pendengaran bila bisul menyumbat telinga

Otitis eksterna difusa ; Nyeri tekan tragus , Jiang telinga sempit,


pembesaran KGB regional dan nyeri tekan , sekret bau

Otomikosis : Rasa gatal dan penuh di Jiang telinga

Herpes zoster otikus :Vesikel pada Jiang telinga , nyeri telinga,


kelumpuhan otot wajah, gangguan pendengaran tipe
sensorineural

Keratosis Obsturans
• Dewasa muda , tuli konduktif akut, nyeri hebat, Jiang telinga
yang lebih lebar merata, membran timpani utuh. Sekresi Jiang
telinga (jarang)
Kolesteatoma eksterna
• Usia tua , nyeri kronis/tumpul , gangguan pendengaran ringan,
erosi tulang terlokalisasi , ulserasi kulit Jiang telinga,
osteonekrosis

Otitis eksterna maligna


• Orang tua, penderita diabetes melitus ( DM), rasa gatal, nyeri

x«r^kz.f^«.^/an
i .^t r i.i t m n^sr rur.ri J;,^^ra ayx .PUra .at J c4.s e.s^rr l.r

127
di lian telinga, sekret banyak, pembengkakan Jiang telinga,
Jiang t linga tertutup jaringan granulasi, paresis saraf fasial/
kelum uhan otot wajah
3. Pemeriksaan & Pemeriksaan tambahan
Di Pus esmas
• Pe eriksaan linag telinga dan membrane timpani
me ggunakan lampu kepala atau otoskop
• Pe eriksaan pendengaran sederhana: garputala
Khusu (bukan di Puskesmas)
Otitis ksterna Maligna : Pemeriksaan Nervus Fasialis
3 kom onen : motorik, sensorik, parasimpatis
Jenis emeriksaan
• Fu gsi motorik
• Gu tometri
• Te Schirmer
• Te Refleks Stapedius
• Pe eriksaan kultur kuman dan uji resistensi
• CT scan tulang temporal
4. Penatalak anaan
Otitis ekst rna akut
• Otitis ksterna sirkumskripta
Lokal: alep antibiotika = polimixin B atau bacitracin I antiseptik
(asam 3setat 2-5% dalam alkohol)
Antibi ik oral
Analg sik
Aspira i steril jika terdapat abses
• Otitis ksterna difusa
Memb rsihkan Jiang telinga, tampon antibiotik Jiang telinga
(topika )
Antibiottika oral
Otomikosi
• Asam setat 2-5% dalam alkohol
• lodium Povidon 5%
• Salep nti jamur (nistatin, clotrimazol)
Herpes z ter otikus
• Sesuai tatalaksana herpes zoster: anstiseptik lokal, antivirus,
kortiko teroid oral jika tidak ada kontraindikasi
Keratosis bsturans
• Pemb rsihan debris Jiang telinga secara berkala

efafifiu^r kese -ataA


Kolesteatoma eksterna
• Ukuran kecil: tindakan konservatif
• Kolesteatoma dan jaringan nekrotik diangkat sampai bersih
menggunakan mikroskop
Otitis eksterna maligna
• Rujuk
• Obati DM
• Antibiotika sesuai hasil kultur resistensi/ peroral dosis tinggi
• Kasus Berat: antibiotika parenteral (6-8 minggu)
• Debridement Jiang telinga secara radikal
5. Komplikasi
Herpes Zoster Otikus
• Tuli sensori neural
• Paresis saraf fasialis
Keratosis Obsturans
• Erosi tulang Jiang telinga
Kolesteatoma kesterna
• Erosi tulang (telinga luar dan telinga tengah)
• Osteonekrosis
Otitis eksterna maligna
• Paresis saraf fasialis
• Kondritis, osteitis, osteonekrosis hancurnya tulang
temporal
• Osteomielitis
H. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OMA
1. Definisi / Pengertian
Otitis media Akut (OMA) adalah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel sel
mastoid

2. Gejala / tanda Klinis


Riwayat batuk pilek sebelumnya, nyeri telinga,
suhu tubuh tinggi kurang mendengar, rasa
penuh ditelinga, gelisah, sukar tidur, diare,
kejang

K,uriAufu,, dirt Mduf Fefati!!an Wiese/ataws rfndera Gayi J"erawat Acvkesmas

129
- Stadi m Oklusi Tuba Eustachius
Ana nesis: Demam, batuk Pilek, gangguan pendengaran
Otos pi: MT retraksi, berwarna keruh pucat

- Stadi m Hiperemis ( Pre-Supurasi)


Ana nesis: Demam, gangguan
pend ngaran, nyeri telinga
Otos opi: Pembuluh darah melebar,
hiper mis clan edem pada MT

- Stadi m Supurasi
Anam esis: Demam makin tinggi, gangguan
pend ngaran, nyeri telinga semakin berat
Otosk pi: MT edema hebat, bulging, eksudat
puruleln di kavum timpani

- Stadi m Perforasi
Anam esis: KU tenang, suhu badan turun
Otosk pi: MT ruptur, keluar nanah dari
teling tengah

- Stadi m Resolusi
Anam esis:
Otosk pi : MT utuh: keadaan MT perlahan-
lahan normal
MT perforasi: sekret berkurang
sampai kering
OMSK: perforasi menetap,
sekret hilang timbul

3. Pemeriks an & Pemeriksaan tambahan


- Di Pu esmas
• Ot skopi
• Pe eriksaan penala
- Khusus bukan di Puskesmas)
4. Penatalak anaan
Umum (sesuai Guideline Kodi PERHATI terbaru)

urikufum drr» ^/ ii Jt efirti/rirri y ,ese^aCrrrr Jirdfra 6rj J"erawrrt J "usi(esmrts

1 130
ld i s>:MI« iA AEtt,±T _I
[kiwayat penyaklY
-
I Epemeriksaanfisik

OMA risikn roilffat - OMA risiko tinggi

Protokol Obsevasi
F NT tdk menon jot keluax ^nr,l ketU
f ti
§eTbuh ITidak sembuh Antibiotik lini pertama`
miringotom*
Sembudj,
rdi k $Tbul
Follow up
otik lini kedw
. A- - _

*Jnsi^ b rbeda U ftt^ ri ikQ


iidaksemb iTdk berulang Berulang"'
,^ gd::3rl[im^^;i
`*.irs!, r r lirnjnk ti prsi;ahs
7tIF ----- ---------- ----------- Anttbiotik Jini ketllga... rcv eps i err , r ^i! iin
tm >At fixftrjl J r, FSll^ldlm r2 Af

Tidaksembuh"'
Antibiotik Profilaksis
Miringotomi,grommet,
adenoidektomi

Efaluasi kembali

Di Puskesmas (praktis)
o Stadium Oklusi:
Tetes hidung dekongestan
Obati sumber infeksi: Antibiotika (kuman)
o Stadium hiperemis (presupurasi)
Antibiotika, obat tetes hidung dekongestan, analgetika
o Stadium Supurasi
Antibiotik, dekongestan, jika ada alergi diberikan obat alergi
o Stadium perforasi
H202 3% 3-5 hari
Antibiotika adekuat
o Stadium Resolusi
Sekret mengalir dad Jiang telinga: Antibiotika sampai 3 minggu
Kapan dirujuk? Kalau ada komplikasi

5. Komplikasi
• Abses subperiosteal
• Meningitis
• Abses Otak
MATERI INTI 11.4
ERTAMA PADA KEGAWATDARURATAN TELINGA

1. DESKRIPSI S NGKAT
Kegawatdarur an pada telinga adalah gangguan atau penyakit pada
telinga yang a abila tidak diatasi segera berakibat fatal terhadap
pendengara atau menimbulkan kompilkasi yang berat.
Kegawatdarura :an pada telinga dapat disebabkan oleh berbagai jenis
penyakit yang erat pada telinga atau disebabkan oleh karena trauma.
Apabila ditemu kasus kegawatdaruratan pada telinga harus segera
diatasi atau dir juk ke Rumah Sakit apabila tidak mungkin diatasi di
Puskesmas.

Modul ini akan membahas jenis-jenis penyakit dan penyebab yang


bersifat darur untuk kesehatan telinga dan pendengaran, serta
penatalaksana nnya di Puskesmas

A. Tujuan pem elajaran umum :


Setelah m ngikuti pelatihan peserta mampu melakukan
penatalaksa aan pada kegawatdaruratan telinga dan pendengaran.
B. Tujuan pem elajaran khusus :
Setelah me gikuti pelatihan peserta mampu :
1. Mengid tifikasi kasus-kasus kegawat daruratan telinga dan
pendeng ran
2. Melakuk n penatalaksanaan kegawatdaruratan telinga dan
pendeng

III. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Kasus-kas s kegawatdaruratan telinga dan pendengaran
2. Penatalaks naan kegawat daruratan telinga dan pendengaran.

J erazc-<3 riC6rmaS
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
1. Buku- buku tentang Ilmu Penyakit THT
2. Modul Pelatihan
3. Buku Pedoman Yankes Indera Pendengaran di Puskesmas

V. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Langkah 1 : Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri
• Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator melakukan curah pendapat.

Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan


• Fasilitatator menyampaikan mated
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi mated yang disajikan

Langkah 3: Penugasan.
• Fasilitator memberi penugasan kepada peserta untuk melakukan
Simulasi tentang kegawatdaruratan telinga

VI. URAIAN MATERI

A. PENDAHULUAN

1. Trauma Liang Telinga


• Terdapat riwayat trauma pada Jiang telinga.
Keluhan: rasa nyeri, terdapat perdarahan Jiang telinga atau
bekuan darah dari Jiang telinga.
Penyebab trauma telinga
• Trauma tumpul,
Trauma tajam
• Mengorek telinga
Penatalaksanaan:
• Pasang tampon telinga (selama 3 had) yang telah diberi antiseptik
yodium.

^xcri^uft4rn dan ^-ut ? efatiFrirn ^csefr<rtrrrr c7^:cCru Fuji fnrcny'ut ^u< s^esm[s^';
133
• Antibioti^C tetes telinga
• Analgeti
2. Benda ash g di Jiang telinga

Penatalaksanaan :
Benda asing serangga yang hidup
Matikan dulu dengan rivanol atau larutan lain
yang tidak iritatif kemudian keluarkan serangga
tersebut dengan cara menjepitnya dengan
pinset.
Batre jam, karena ada zat kimia nyang bersifat
korosif, jadi harus segera dikeluarkan
Benda asin lainnya seperti manik-manik, kacang hijau, biji-bijian,
potongan k rek api, kapas dan lain-lain.

Coba keluarkan benda asing tersebut setelah


melihat dengan jelas bagian yang dapat dijepit
dengan pinset, atau dikait dengan pengait.
Bila anak tidak kooperatif dan tindakannya
sulit sebaiknya rujuk ke spesialis THT.

3. Tuli Mends ak (Sudden Deafness)


Tuli mends ak adalah tuli yang timbulnya secara tiba-tiba yang
sering terjad pada waktu bangun tidur, biasanya pada satu telinga.
Penyebabn a tidak langsung diketahui dan termasuk kegawatan
dalam bidan otologi.
Etiologi did ga karena iskemi koklea oleh virus, trombosis atau
spasme pe buluh darah arteri auditiva interna. Kelainan patologi
pada kompo en saraf di telinga dalam.
Kelainan kli is
Subyektif : k rang pendengaran tiba-tiba, yang dapat disertai tinitus
dan vertigo iasanya unilateral
Obyektif : pa a otoskopi tidak ditemukan kelainan.
Tes penden aran dengan penala didapatkan Rinne +, Weber
lateralisasi telinga yang baik, Schwabach memendek. Kesan
adanya tuli s nsorineural.
Hasil tes au iometri nada murni didapatkan tuli sensorineural.

urilEujim rlan uJ efat /ia^e ese/r start 1;sd ," la_q-i derawat J"scs.Ce.sma.s

134
Penatalaksanaan :
Pemeriksaan pendengaran
Rujuk ke THT untuk penatalaksanaan selanjutnya
Seandainya tidak mungkin dirujuk maka dilakukan:
rawat inap , bed rest total
Vasodilator
Korticosteroid (hati-hati pada penderita Diabetes Mellitus)
Inhalasi (02)
Vitamin C
Neurotonik
Diit rendah garam dan rendah kolesterol
Obat anti virus dan antikoagulan bila sudah jelas etiologinya.
Prognosis
Ad Sanasionam : baik, kurang baik atau buruk
ad Vitam : baik

Pencegahan dengan menghindari dan mengobati kelainan atau


penyakit yang dapat mempermudah terjadinya tuli mendadak seperti
lemak darah yang tinggi, viskositas darah yang tinggi, hipertensi,
diabetes melitus, penyakit virus, dsb.

Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid) bila perlu

Otitis Eksterna " maligna " seperti bisul yang sangat nyeri

OMA yang berat

OMSK dengan komplikasi, seperti kejang

Sindroma Meniere

Vertigo/gangguan keseimbangan

,url ulim 1 J4 v o J<`felaii ass """ ^rt^Praflfl^Z 2YffAl^lt^

135
MATERI INTI 11.5
ASUHA 1 KEPERAWATAN PENYAKIT TELINGA

1. DESKRIPSI SI GKAT
Penyakit-penya t telinga yang paling banyak menyebabkan gangguan
pendengaran d an ketulian adalah OMSK, Presbikusis, gangguan
pendengaran ak bat bising (NIHL), Tuli kongenital dan Serumen prop.

Modul ini akan emberikan penjelasan tentang asuhan keperawatan


dengan berbag i kasus meliputi pengkajian, identifikasi, diagnosis,
rencana tindak n, melaksanakan tindakan, evaluasi, dokumentasi
asuhan kepera tan.
II. TUJUAN PEMB LAJARAN
A. Tujuan pem lajaran umum :
Setelah men ikuti pelatihan ini peserta mampu melakukan asuhan
keperawatan dengan penyakit telinga dan gangguan pendengaran.
B. Tujuan pem elajaran khusus :
Setelah me gikuti pelatihan ini peserta mampu melakukan
1. Asuhan perawatan OMSK
2. Asuhan perawatan Tuli kongenital
3. Asuhan perawatan NIHL
4. Asuhan perawatan Presbikusis
5. Asuhan perawatan Serumen prop
III. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN
1. Asuhan kep rawatan OMSK
2. Asuhan kep rawatan Tuli kongenital
3. Asuhan kep rawatan NIHL
4. Asuhan kep rawatan Presbikusis
5. Asuhan kep rawatan Serumen prop

IV. BAHAN BELA R DAN REFERENSI


1. Buku-buku t ntang Ilmu Penyakit THT
2. Pedoman Pe ayanan Kesehatan Indera pendengaran di Puskesmas
3. Modul pelati an
V. LANGKAH / P OSES PEMBELAJARAN
Langkah-Iangk h/ proses pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan pelatih n/ fasilitator dan kegiatan peserta dalam setiap tahapan
proses pembela aran.

/,p ;.I r 11F`(CE' Y,cS' 94Yrc^X.f

136
Langkah 1: Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan mated sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan Indera untuk
menyampaikan pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan
• Fasilitatator menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan 1 - 8 tentang penyakit-penyakit telinga
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau memberi tanggapan atas penjelasan fasilitator.
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi pertanyaan peserta
• Dari hasil pendapat peserta fasilitator memberikan komentar dan
memberikan kesimpulan
VI. URAIAN MATERI
A. PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan di Puskesmas,
maka asuhan keperawatan diberikan tidak terbatas hanya pada
sasaran individu, melainkan juga pada sasaran keluarga.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit mempengaruhi
perilkau keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Misalnya sering ditemukan keluarga menganggap gangguan
pendengaran merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi pada
anak-anak dan akan sembuh sendiri atau keluarga memberikan
ramuan tradisional yang kadangkala dapat mengganggu fungsi
pendengaran. Oleh karena itu keluarga perlu memahami cara
melakukan perawatan dan pemeliharaan kesehatan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PRESBYCUSIS


Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
2. Riwayat hilang pendengaran yang meliputi : timbulnya tipe dan
perkembangan hilangnya pendengaran.
3. Riwayat terpapar oleh suara-suara bising dalam waktu yang
lama
4. Riwayat infeksi, cidera kepala, diabetes, stroke, penyekit jantung
5. Riwayat keluarga atau heriditer dan aging
6. Riwayat mendapat terapi pengobatan dan efek samping pengobatan

Y( uriku1sar, i

137
Pemeriksaa Fisik
Pada pemer ksaan ditemukan beberapa gejala-gejala pada klien
presbycusis eliputi :
• Meningk tnya volume suara TV dan radio
• Mengan kat kepala kepada orang yang berbicara
• Melihat b bir lawan bicara
• Berbicar dalam nada tinggi
• Tidak be spon saat berbicara dengannya
• Tinnitus dapat terjadi pada satu atau kedua telinganya
• Perkemb ngan dan psikososial
• Usia
• Kepribad an
• Gaya hid p
• Peranan alam keluarga
• Reaksi a osional keluarga
Strategi kopi g
Pengetahua klien dan keluarga : tingkat pengetahuan, pemahaman
tentang kon isi, pengobatan dan prognosa.
Pemeriksaa diagnostic
Pemeriksaa telinga luar dan dalam (otoscopic)
Pemeriksaa audiometric

C. DIAGNOSA EPERAWATAN
Perubahan ersepsi /sensorik audiotory berhubungan dengan
hilangnya pe idengaran sensorineural.
Isolasi social erhubungan dengan hilangnya pendengaran sensorik
PERENCAN N
Perubahan ersepsi /sensorik audiotory berhubungan dengan
hilangnya pe dengaran sensorineural.
Tujuan
Klien akan emperlihatkan peningkatan kemampuan dalam
persepsi/sen orik audiotory.
Intervensi
Hindari sua yang terlalu keras dan kurangi kegaduhan suara
Gunakan pe utup telinga.
Bantu men gunakan alat bantu seperti amplifiers telepon
Latih klien u uk speech reading- gunakan kemampuan penglihatan
dalam mem hami ungkapan lawan bicara.

•4'j!a/ccrr ,Cun ^: i-iJ.Y i; ii,; eseIu7artI ,1 re /a/ f rawest zs. i•.rrta.


138
Saat berbicara dengan klien hilang pendengaran hendaknya
memungkinkan klien dapat membaca bibir, berdiri dihadapannya
dan berbicara secara lambat dan jelas.
Jangan senyum , mengunyah atau menutup mulut saat berbicara.
Kondisi tersebut akan menyulitkan klien dalam membaca gerakan bibir.
Yakinkan bahwa seluruh staf atau petugas kesehatan memahami
adanya masalah komunikasi yang dihadapi oleh klien.
Jelaskan secara hati - hati seluruh prosedur pelayanan dan
pemeriksaan diagnostic jika klien tidak paham.
Pada saat berbicara dengan klien lansia bicaralah dengan lambat
dan jelas dengan tone rendah dan hindari berteriak.
Berikan dukungan emosional dan anjurkan klien untuk belajar untuk
menggunakan alat bantu dengar,
Kriteria Evaluasi
Klien :
• Memahami isi pesan yang disampaikan oleh lawan bicara
• Beradaptasi terhadap penurunan pendengaran yang terjadi pada
dirinya
• Tampak rilek atau tidak tegang saat berkomunikasi dengan lawan
bicara
Isolasi social berhubungan dengan hilangnya pendengaran sensorik
Tujuan
Klien akan memperlihatkan peningkatan dalam interaksi sosial
Intervensi
Kaji status emosial klien secara terus menerus , penampilan dan
tingkah laku untuk menetapkan reaksi terhadap hilangnya
pendengaran sensorik.
Tingkatkan dan ben kesempatan untuk mendiskusikan secara terbuka
tentang perasaannya.
Berikan informasi tentang kelompok / organisasi yang dapat
memberikan dukungan terhadap masalah atau keterbatasan yang
ada pada dirinya.
Libatkan klien dalam kegiatan kelompok , seperti karang werdha
atau posbindu lansia secara rutin yang ada diwilayahnya.
Rujuk ke pelayanan sosial , konselor, yang lain sebagaimana
kebutuhan.
Kriteria Evaluasi
Klien : - Aktif dalam kegiatan kelompok lanjut usia dan masyarakat
- Tidak asyik dengan dirinya

r rn c t o <f el" e/rti/ u Y ?se ut. a>^ J;td

139
MATERI INTI 11.6
TINDAKA ASEPTIK/ANTISEPTIK DAN STERILISASI ALAT

1. DESKRIPSI SINGKAT

Setelah tindakan perasi , infeksi luka merupakan komplikasi yang serius,


invasi bakteri da luka dapat menghambat penyembuhan. Infeksi pasca
bedah yang terj di sebagai akibat perawatan di Rumah Sakit disebut
infeksi Nosokom al.

Penerapan tekn aseptik dan anti septik tidak hanya dilaksanakan di


kamar operasi s ja tetapi di bangsal perawatan.

H. TUJUAN PEMB LAJARAN


A. Tujuan pemb Iajaran umum :
Setelah sele ai mengikuti pelatihan peserta dapat memahami teknik
dan macam-macam cara sterilisasi.

B. Tujuan pem lajaran khusus :


Setelah sele ai mengikuti peserta mampu :
Menerapka dan melaksanakan tindakan sterilisasi pada unit
pelayanan k sehatan.

III. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN


Macam-macam ara sterilisasi:
• Cara rebus
• Cara panas
• Cara panas
• Cara plambi
• Cara Kimia

IV. BAHAN BELA R DAN REFERENSI


1. Buku-buku t ntang Ilmu keperawatan
2. Pedoman P Iayanan Kesehatan di Puskesmas
3. Modul pelati an
V. LANGKAH I PROSES PEMBELAJARAN
Langkah-Iangkah/ proses pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan pelatihan/ fasilitator dan kegiatan peserta dalam setiap tahapan
proses pembelajaran

Langkah 1: Pengkondisian
• Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajaran, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan dengan materi sebelumnya
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
• Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.

Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan


• Fasilitatator menayangkan power point dan menjelaskan pokok
bahasan 1 - 8 tentang penyakit-penyakit telinga.
• Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
atau memberi tanggapan atas penjelasan fasilitator.
• Fasilitator meminta peserta untuk menanggapi pertanyaan peserta
• Dari hasil pendapat peserta fasilitataor memberikan komentar dan
memberikan kesimpulan

VI. URAIAN MATERI

A. PENDAHULUAN
Sejak zaman Hipokrates sudah dilakukan bermacam-macam
percobaan tentang teknik aseptic dan antiseptic yang dimulai dari
menggunakan air mendidih sampai penggunaan teknologi modern.
Setelah tindakan operasi, infeksi luka merupakan komplikasi yang
serius, invaksi bakteri dari luka dapat menghambat penyembuhan.
Infeksi pasca bedah yang terjadi sebagai akibat perawatan di Rumah
Sakit di sebut Nasocamial infection.

B. PRINSIP DASAR STERILISASI


Tujuan :
• Memahami teknik sterilisasi

RI rii(ulzrnz tlan z.1i c uJ.J fati/,arz'Y „ese zcatan Jrr.lera 6ryz J eru14'ut cs^

141
Menerap an pada unit pelayanan kesehatan.
Macam - acam cara sterilisasi:
Cara reb s
Cara pans kering
Cara pans basah
Cara pla bir
Cara Ki a

Caranya :
• Air yang ada dalam sterilisator harus diganti tiap hari.
• Seluruh bagian alat yang di steril harus terendam air
• Jangan emasukan alat lain sebelu alat terlebih dahulu diangkat
dalam ke daan steril .

Waktu yang ibutuhkan untuk sterilisasi:


Dengan me gunakan Autoclave:
• Suhu 11 0 C waktu yang dibutuhkan : 30 menit
• Suhu 12 0 C waktu yang dibutuhkan : 20 menit
• Suhu 12 0 C waktu yang dibutuhkan : 15 menit

Dengan me ggunakan Autoclave kering :


• Suhu (13 5-145) 0 C waktu yang dibutuhkan: 3-5 jam
• Suhu (16 ) -170)0 C waktu yang dibutuhkan : 2-4 jam
• Suhu (1 8) -200)0 C waktu yang dibutuhkan : 1-2 jam
Penyimpana alat-alat yang steril di ruangan:
• Bersih
• Tidak le bab
• Bebas d bu / serangga
• Sedapat ungkin ruangan khusus.

C. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI

Posisi pasie tidur


Bulu mata di otong/dibersihkan
Mata ditetes pantocain
Sonde kanal s lacrimalis
Irigasi deng n aquabides steril
Bila pupil m sih kecil ditetesi efrisel/Midriatil
Mata dibalut tekan + 5 menit
Kepala ditut p dengan kain segitiga.

frrrra,^

142
D. PERSIAPAN ALAT DAN OBAT DI KAMAR OPERASI PADA
OPERASI MATA
Instrumen yang akan dipakai :
• 1 pak jaz operasi yang steril
• 1 pak laken besar
• 1 pak taken sedang
• 1 pak duk kecil lubang
• Hand schoen
• 1 bak kasa steril dan kapas steril
• 2 buah mangkok steril
• Spuit 5 cc : 1 buah
• Spuit 1 cc : 1 buah
• Benang seidh, silk: 4-0
• Benang silk, Dexon: 8-0
• Silet goal
• Lidocain/Lidones inj.
• Garamicin inj.
• Efrisel/Midriatil
• Sulfas atropine 1 %
• Salf mata
• Pantocain tetes.
• Cairan infuse RL
• Aquabides steril
• Betadin solution
• Alkohol

E. MEMBUAT KIT/SET UNTUK STERIL


Instrumen :
• Instrumen yang akan dipakai disiapkan alat yang runcing ujungnya
diberi potongan infus set sebagai pengaman.
• Dibungkus dengan kertas terang.
Dimasukan ke dalam rak instrument.
• Bak dibungkus ke dalam dengan kain dan diberi etiket ( label )
dan autoclave tape.
Kain Tenun:
• Duk yang sudah bersih (duk besar, duk tanggung dan duk kecil
berlubang)
• Jas operasi.
• Masing-masing disendirikan dan dibungkus, diberi label dan
autoclave tape kemudian disteril sesuai aturan.

'u n, cran ^^^I fufJefate/iin ,ewe/< cftan .:Jndera ,his z'.^

143
F. PEMELIHA N INSTRUMEN
Alat yang h ibis pakai dicuci di bawah air mengalir dengan
sabun/savla disikat sampai bersih.
Khusus inst ent mats harus hati-hati sebab ujung alat yang sangat
halus dan ke iI.
Alat dibilasi engan air panas dan dikeringkan supaya tetap awet
dan balk, di rsihkan dengan parafin kemudian di kit/set kembali
baru disteril.

G. CARA MEN UCI TANGAN YANG BAIK


Setiap petug s kamar operasi hares tahu bagaimana mencuci tangan
yang benar:
• Sebelum uci tangan, ganti pakaian dulu, pakai tutup kepala dan
masker
• Perhiasa tangan dilepas.
• Menyedi kan alat-alat utnuk cuci tangan:
• Savlan/H biscrub/Firs aid.
• Sikat kuli tangan.
• Air kran ng mengalir.
• Cuci tan an dengan air yang mengalir.
• Semprotlq n savlan/Hibiscrub firs aid di kedua tangan digosok gosokan
• Usakan sisi tangan lebih tinggi dari siku.
• Sikatlah iulai ujung jari, sela-seta jari kemudian ke lengan ke
arah siku mulai dari tangan kanan kemudian tangan kiri.
• Bilaslah edua tangan dan lengan sampai bersih pertahankan
posisi tan an tetap tinggi dari siku.
• Tangan d bersihkan dengan alkohol bare memakai jas operasi
dan hand schoen.

H. KOMPOSISI DAN TUGAS SAAT OPERASI


Komposisi :
• Satu operator
• Satu inst mentaris.
• Satu on loop.
Tugas saat erasi.
• Operator
• Asisten
• Instrume taris
• Meja inst ument
• On loop
• Ahli anae tesi
• Tromol-tr mol alat yang steril
• Meja tern at alat-alat non steril

:,urx,Fuli,n dun s ^Q c s/. ejuti un escAut i,, J' rrrerrz /i^r

144
MATERI INTI 11.7
KEGIATAN LUAR GEDUNG PROGRAM KESEHATAN
INDERA PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN

1. DESKRIPSI SINGKAT
Pelayanan luar gedung adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat di luar gedung institusi
pelayanan kesehatan. Pelayanan luar gedung ini dilaksanakan karena
beberapa faktor/ kendala yang dihadapi masyarakat untuk datang ke
institusi pelayanan kesehatan antara lain :
• Akses yang sulit (jauh, transportasi sulit dll )
• Rendahnya pengetahuanl kesadaran masyarakat akan kesehatan
• Kemiskinan

Karena keterbatasan jumlah tenaga kesehatan, waktu dan biaya maka


untuk keberhasilan pelayanan luar gedung ini dibutuhkan dukungan
masyarakat melalui upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

Pelayanan kesehatan bersumber dayal berbasis masyarakat diberikan


oleh masyarakat setelah diberikan kemampuan sederhana oleh tenaga
kesehatan kepada masyarakat melalui kader ataupun tokoh masyarakat.
Kader diharapkan mampu melakukan upaya :
• Perubahan perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat melalui
kegiatan penyuluhan.
• Melakukan tindakan P3K
• Deteksi dini sederhana
• Rujukan
• Pencatatan dan pelaporan

Ketiga jenis pelayanan tersebut diatas dilaksanakan melalui pendekatan


promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif tergantung dari kebutuhan
masing - masing daerah.

Modul Kegiatan Luar Gedung Program Kesehatan Indera Penglihatan


dan Pendengaran (Outreach services) ini difokuskan pada pemahaman
tentang jenis-jenis pelayanan luar gedung, persiapan, pelaksanaan dan
penilaian kegiatan di luar gedung.

is fun 't,: Ju / tz'f+rrn ese! srturr iarCera SaQya rai* at i^us esmlrs
145
II. TUJUAN PEMB LAJARAN

A. Tujuan pemb lajaran umum


Setelah men ikuti pelatihan, peserta mampu melakukan kegiatan
luar gedung p -ogram kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran.

B. Tujuan pemb lajaran khusus :


Setelah men ikuti pelatihan, peserta mampu:
1. Menjelas an jenis-jenis kegiatan luar gedung
2. Melakuka persiapan kegiatan luar gedung
3. Melaksan kan kegiatan luar gedung.
4. Melakuka evaluasi kegiatan luar gedung.

III. POKOK BAHA AN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Kegiatan lu gedung program kesehatan Indera Penglihatan
• Jenis keg atan
• Persiapa
• Pelaksanoan kegiatan.
• Evaluasi

2. Kegiatan Iua gedung program kesehatan Indera Pendengaran :


• Jenis kegiatan
• Persiapa
• Pelaksan an kegiatan.
• Evaluasi

IV. BAHAN BELAJ R DAN REFERENSI

1. COMMUNIT OUTREACH INITIATIVES ( Aravind Eye Hospital).


2. BKMM Cika pek

V. LANGKAH LA GKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Langkah 1 : Pen kondisian
• Fasilitatator emperkenalkan diri
Fasilitator m nyampaikan tujuan pembelajaran
• Fasilitatator elakukan curah pendapat.

Langkah 2: Me bahas Pokok Bahasan


• Fasilitatator enyampaikan materi
• Fasilitator m minta peserta untuk menanggapi materi yang disajikan

eserratan 7rr^eru Gtr1i . riWat J" ti.s(. ,as

146
VI. URAIAN MATERI

A.PENDAHULUAN
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun
1993-1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan di Indonesia adalah
1,5 % dengan penyebab utama kebutaan adalah katarak (52%).
Untuk mengatasi kebutaan akibat katarak hanya dengan operasi.
Dari insidens buta katarak (0,1 % = 210.000 orang) hanya dapat
dioperasi 80.000 orang setiap tahunnya, sehingga timbul backlog
yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran
masyarakat akan kesehatan mata, kurangnya fasilitas pelayanan
kesehatan mata, kurangnya tenaga , sulit di jangkaunya fasilitas
pelayanan, biaya mahal karena fasilitas pelayanan sebagian besar
ada di kota-kota besar sedangkan sebagian besar penderita berada
di pedesaan. Penyebab kebutaan lainnya adalah kelainan refraksi,
defisiensi vitamin A dan glaukoma.

Untuk mengatasi ketulian akibat OMSK dengan operasi saat ini


masih kurang memuaskan mengingat kurangnya SDM yang
melakukan operasi selain kurangnya kesadaran masyarakat akan
kesehatan telinga serta tingginya angka infeksi saluran napas atas.
Hal lain yang juga berperan adalah kurangnya fasilitas pelayanan
kesehatan telinga , kesulitan menjangkau fasilitas pelayanan
disebabkan sebagian penderita berada di pedesaan, biaya yang
mahal karena fasilitas pelayanan sebagian besar ada di kota-kota
besar. Ketulian kongenital sebagian besar disebabkan adanya infeksi
pada masa kehamilan terutama pada trimester I disamping faktor
resiko lainnya dan belum ada program vaksinasi. Tuli akibat pajanan
bising disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang pentingnya
penggunaan alat pelindung telinga dan kesadaran masyarakat yang
tinggal di lingkungan bising. Tuli akibat usia lanjut juga perlu menjadi
perhatian karena makin meningkatnya usia harapan hidup penduduk
Indonesia. Hal ini diperberat dengan adanya faktor lain seperti
gangguan metabolisme.

Dalam rangka pemerataan pelayanan, perluasan jangkauan serta


peningkatan mutu pelayanan maka disediakanlah pelayanan
kesehatan dalam bentuk pelayanan institusi, pelayanan out reach

eluWl,. a , a^r/,acm, ,n,zf raba^ .i...... ii e usJ esxras


147
services (Iua gedung), dan upaya kesehatan bersumber daya/
berbasis mas arakat. Untuk menjangkau penderita yang sebagian
besar berada i pedesaan, maka perlu di kembangkan kegiatan luar
gedung.
Pelayanan in titusi adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kese atan (profesional) di institusi pelayanan kesehatan
pada masya akat yang membutuhkan. Disini masyarakat yang
datang ke ins itusi pelayanan kesehatan atas kesadaran sendiri atau
dirujuk oleh t naga kesehatan lain.
Pelayanan lu r gedung adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga esehatan kepada masyarakat di luar gedung institusi
pelayanan k sehatan. Pelayanan luar gedung ini dilaksanakan
karena bebe apa faktor/ kendala yang dihadapi masyarakat untuk
datang ke institusi pelayanan kesehatan antara lain
• Akses ya g sulit (jauh, transportasi sulit ,dll )
• Rendahn a pengetahuan/ kesadaran masyarakat akan kesehatan
• Kemiskin n
Pelayanan ke ehatan bersumber daya/ berbasis masyarakat diberikan
oleh masyar kat setelah diberikan kemampuan sederhana oleh
tenaga kese atan kepada masyarakat melalui kader ataupun tokoh
masyarakat Kader diharapkan mampu melakukan upaya :
• Perubah n perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat melalui
kegiatan enyuluhan.
• Melakuk n tindakan P3K
• Deteksi ni sederhana
• Rujukan
• Pencatat n dan pelaporan
B. PENGERTI N, TUJUAN DAN MANFAAT

Pengertian:
Kegiatan lu r gedung adalah kegiatan pemberian pelayanan
kesehatan In era Penglihatan dan Pendengaran kepada masyarakat
yang dilaku an tenaga kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan k sehatan yang bermutu.
Kegiatan Iu r gedung ini harus dilaksanakan terus menerus agar
kebutaan d an ketulian dapat diatasi yang ditunjukkan dengan
menurunny angka kebutaan dan ketulian.

ccri,^ufu,., .Cun v'12o^^^.i ./ati.(ia.Yi . e. t /aat ih /nt1ira^lra, 1 ra^Wat.." us+ e.rmas


Tujuan:
1. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran yang bermutu
2. Mengurangi jumlah kebutaan dan ketulian yang dapat dicegah.

Manfaat:
1. Meningkatnya pemerataan pelayanan kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran
2. Perluasan cakupan pelayanan kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran
3. Terlaksananya pelayanan kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran yang komprehensif dan terintegrasi.

C. JENIS KEGIATAN LUAR GEDUNG


1. Penyuluhan
Mated penyuluhan kesehatan Indera Penglihatan meliputi masalah
utama penyebab kebutaan yang terdiri dari katarak, kelainan
refraksi, glaukoma, xeroftalmia dan/atau penyakit mata lain yang
menjadi masalah didaerah tersebut.
Mated penyuluhan kesehatan Indera Pendengaran meliputi
masalah utama penyebab ketulian yang terdiri dari OMSK, tuli
kongenital, NIHL, presbikusis dan/atau penyakit telinga lain yang
menjadi masalah di daerah tersebut.
Tenaga kesehatan yang akan melakukan penyuluhan
mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
penyuluhan seperti mated dalam bentuk cetak maupun elektronik,
alat peraga (phantom), contoh kasus nyata/gambar.
Tempat penyuluhan : Posyandu, Posbindu, sekolah, pertemuan
PKK/Kader/Pramuka, kelompok pengajian/keagamaan dll.

2. Kegiatan skrining
Skrining adalah kegiatan penjaringan kasus-kasus baru penyakit-
penyakit pada masyarakat
Ruang Iingkup skrining

Indera Penglihatan Indera Pendengaran

Katarak OMSK
Kelainan refraksi. Tuli kongenital
Glaukoma. NIHL
Xeroftalmia Presbikusis

)( u,iAe I, ,rfaie duI e/z1/h a» esefi4atan hide rafiayi ! eraav^rt a srmas


149
Tempat pel ksanaan
Skrining da at diiakukan di:
• Posyan u terutama untuk penjaringan kasus xeroftalmia, tuli
kongeni I dan OMSK
• Posbind untuk katarak, presbikusis
• Sekolah keiainan refraksi, xeroftalmia, dan OMSK. Disamping
itu perlu uga skrining terhadap serumen prop karena jumlahnya
banyak eskipun tidak termasuk dalam empat prioritas penyakit
indera p ndengaran.
• Lingkun an yang berpotensi terjadinya gangguan pendengaran
dan pen lihatan.
Tim medis meriksa pasien yang mempunyai gangguan pengiihatan
dan penden aran serta memberikan pengobatan. Sedangkan pasien
yang meme lukan tindakan atau pelayanan spesialis lainnya dirujuk
ke sarana p layanan kesehatan.
3. Kegiatan perasi ( khusus untuk indera pengiihatan)
Pasien yan telah diskrining datang ke tempat operasi. Di tempat
ini dilakukan indakan operasi dan peiayanan spesialis yang diperlukan
karena fasili as lebih lengkap.
D. PERSIAPA KEGIATAN LUAR GEDUNG
1. Persiapon tenaga kesehatan : dokter dan perawat Puskesmas
teriatih
2. Persiapa masyarakat
Identifi asi tokoh masyarakat yang berpengaruh
Menghu ungi tokoh masyarakat.
Menjela kan manfaat yang akan diperoleh kepada tokoh
masyar at.
Memint mereka (toma) agar meyakinkan masyarakat untuk
datang e tempat pelayanan kesehatan, untuk mendapatkan
penyulu an atau mendapat pelayanan kesehatan Indera.
Lakuka koordinasi dan kerjasama harmonis dengan tokoh
masyara at dalam mempersiapkan peiayanan kesehatan Indera
n sarana dan prasarana untuk pelayanan:
Penglihatan :
ellen chart
nter
upe
• Ophtalmoskop
• Kendaraan operasional
• Obat-obatan sederhana
b) Indera Pendengaran
• Garputala
• Senter / Lampu kepala
• Otoskop
• Pengait serumen
• Pelilit kapas
• Obat-obatan sederhana
c) Kendaraan operasional
d) Persiapan lokasi untuk penyuluhan dan pelayanan (ruang
pemeriksaan, kamar operasi, dll)
e) Persiapan format pencatatan dan pelaporan

E. PELAKSANAAN PELAYANAN DI LUAR GEDUNG


Langkah-Iangkah dalam pelaksanaan
1. Pendaftaran.
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan mata dan telinga dasar
4. Pemeriksaan laboratorium sederhana
5. Konsultasi.
6. Pengobatan /tindakan sederhana
7. Rujukan
8. Pencatatan dan pelaporan

F. EVALUASI
Melakukan penilaian secara rutin dan obyektif terhadap hasil yang
telah dicapai dan rencana tindak Ianjutnya.
Langkah-Iangkah evaluasi :
1. Menyusun indikator-indikator keberhasilan, misainya, jumlah
masyarakat yang diberi penyuluhan, jumlah operasi katarak,
jumlah kasus gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
yang diskrining.
2. Membandingkan hasil akhir dengan indikator untuk mengukur
adanya perubahan.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang mempengaruhi hasil
yang dicapai
4. Menyampaikan hasil yang dicapai kepada masyarakat dan
pemberi bantuan dalam kegiatan outreach services tersebut.

uri Eufusri df^^ s ` uf.I"efi^ti^rar: esefiatan Juj ra Aas rarvat t., Gesmas

151
MATERI PENUNJANG -1
MEM ANGUN KOMITMEN PEMBELAJARAN
(BUILDING LEARNING COMMITMENT)

1. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam suatu p latihan terutama pelatihan dalam kelas(in class training),


bertemu sek lompok orang yang belum saling mengenal
sebelumnya,b rasal dari tempat yang berbeda,dengan latar belakang
sosial budaya, endidikan/pengetahuan,pengalaman, serta sikap dan
perilaku yang b rbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi sejak awal
pelatihan kernngkinan akan mengganggu kesiapan peserta dalam
memasuki proses pelatihan yang bisa berakibat pada kelancaran proses
pembalajaran elanjutnya.

Pada awal me asuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan


suasana kebek an(freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti
merupakan pill an pribadinya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan
karena terpak i, menuruti perintah atasan atau tidak ada lagi calon
lainnya, dan in sering terjadi pada pelatihan bagi pegawai institusi
pemerintah. M ngkin juga terjadi, pada saat pertarna hadir sudah
memiliki angap n merasa sudah tahu semua yang akan dipelajari atau
membayangka kejenuhan yang akan dihadapi.

Untuk menga tisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses


pencairan(unfr ezing).
Membangun k mitmen Belajar (BLC) adalah salah satu metode atau
proses untuk m ncairkan kebekuan tersebut. BLC jugs mengajak peserta
mampu menge ukakan harapan harapan mereka dalam pelatihan ini,
serta merumu kan nilai nilai dan norms yang kemudian disepakati
bersama untuk ipatuhi selama proses pembelajaran.Jadi inti dari BLC
juga adalah ter ngunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan
serta dalam m ncapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati
norma yang di angun berdasarkan perbauran nilai nilai yang dianut
dan disepakati. Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai
saling mengena antar pribadi,mengidentifikasi dan merumuskan harapan
dari pelatihan i i, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati
bersama serta ontrol kolektifnya.
Pada proses 13 LC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan
dinamis.Keber asilan atau ketidak berhasilan proses BLC akan
berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.

.uriGsfu c r aga ci^fldss c lu J^r'+ rr! 9^.'. /. its inJ ,-u 6,at rke.srnaS

152
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan pembelajaran umum
Setelah mengikuti sesi ini peserta saling mengenal serta mampu
merumuskan norma kelas yang disepakati bersama.
B. Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu:
1. Melaksanakan perkenalan antara peserta,fasilitator dan panitia.
2. Mencapai suasana pencairan
3. Merumuskan harapan terhadap pelatihan yang merupakan
kesepakatan bersama dan menjadi norma kelas yang disepakati
bersama
4. Menetapkan kontrol kolektif terhadap pelaksanaan norma kelas.

Ill. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN


Pokok Bahasan : Membangun Komitmen Pembelajaran.
Sub pokok bahasan :
1. Perkenalan.
2. Pencairan.
3. Harapan kelas, kekhawatiran mencapai harapan dan komitmen
menjadi norma kelas.
4. Kontrol efektif.

IV. REFERENSI DAN BAHAN BELAJAR


1. Departemen Kesehatan RI, 2006. Modul TOT Pelatihan Pengelola
Program Kesehatan Indera Pendengaran.
2. Departemen Kesehatan R1,2005.Modul TOT Pelatihan Pengelola
Program Kesehatan Indera Penglihatan.
3. Pusdiklat Departemen Kesehatan RI,2001.Membangun Komitmen
Belajar.
4. Lembar petunjuk penugasan

V. LANGKAH LANGKAH/PROSES PEMBELAJARAN


Langkah 1: Perkenalan
• Memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
• Mengajak peserta untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran.
• Memandu peserta untuk proses perkenalan dengan metode
o Dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta berkenalan
dengan peserta lain sebanyak-banyaknya
o Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah peserta
terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling sedikit untuk
memperkenalkan teman-temannya
yy^' ,^^ ^ ,^^;
wn crar+ LcdufJ'ektill-an ,e.se^uEurr ;7^o^Pru Iiuya` J er, fivat css.(es^nas

153
o Memint peserta yang belum disebut namanya untuk
memper enalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan
Langkah 2 : Pe cairan
• Fasilitator m nyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar.
• Fasilitator m minta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya
duduk di ter ah Iingkaran.
• Peserta ya g duduk di tengah Iingkaran diminta memberi aba-
aba,agar pe erta yang disebut identitasnya pindah duduk,misalnya
dengan me yeru: "Semua peserta berbaju merah pindah" Pada
keadaan ter ebut akan terjadi pertukaran tempat duduk dan saling
berebut.Hal tersebut menggambarkan suasana "storming", atau
seperti "bad di" yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan
kelompok.
• Ulangi lagi, etiap peserta yang duduk di tengah Iingkaran untuk
menyerukan identitas yang berbeda, misalnya pesrta yang berkaca
mata atau ang berbaju batik dan Iain-Iain.Lakukan permainan
tersebut sel ma 10 menit.
• Fasilitator emandu peserta untuk merefleksikan perasaannya
dalam pern ainan tersebut serta pengalaman belajar apa yang
diperolehny .
• Fasilitator m mbuat rangkuman bersama-sama peserta,agar terjadi
proses yang dinamis.

Langkah 3: Me umuskan harapan terhadap pelatihan dan norma yang


disepakati.
• Fasilitator m mbagi peserta dalam kelompok kecil masing-masing
5-6 orang, emudian menjelaskan penugasan kelompok yaitu :
• Masing-mas ng kelompok menentukan harapan terhadap pelatihan
ini serta kek awatiran dalam mencapai harapan tersebut. Mula-mula
secara indivi u, kemudian hasil setiap individu dibahas dan dilakukan
kesepakata sehingga menjadi harapan kelompok.
• Setiap kel mpok diminta untuk mempresentasikan hasil
diskusikan. eserta Iainnya diminta untuk memberikan tanggapan
dan masuka .
• Fasilitator emandu peserta untuk membahas harapan dan
kekhawatir n dari setiap kelompok tersebut sehingga menjadi
harapan kel s yang disepakati bersama.
• Berdasarkan harapan kelas yang telah disepakati kemudian fasilitator
memandu p serta untuk merumuskan norma kelas yang disepakati
bersama.Pe erta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan

>Tau-mac 9^E!37n tzS _

154
aktif dan memberikan komitmennya untuk metaati norma kelas
tersebut.

Langkah 4 : Menentukan Kontrol Kolektif.


• Fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus
diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau melanggar
norma yang telah disepakati. Tuliskan hasil brainstorming di papan
flipchart agar bisa dibaca oleh semua peserta.Peserta difasilitasi
sedemikian rupa sehingga aktif dalam melakukan brainstorming.
• Fasilitator memandu membahas hasil brainstorming, sehingga dapat
dirumuskan sanksi yang disepakati kelas.
• Fasilitator meminta salah seorang peserta untuk menuliskan dengan
jelas rumusan sanksi yang telah disepakati tersebut pada kertas
flipchart serta menempelnya di dinding agar bisa dibaca dan
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Langkah 5 : Penutupan sesi


• Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dan semua proses
dan hasil pembelajaran selama sesi ini.
• Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan
BLC.
• Fasilitator meminta peserta untuk berdiri membentuk Iingkaran sambil
berpegangan tangan,dan mengucapkan ikrar bersama untuk
mencapai harapan kelas dan mematuhi norma yang telah disepakati.
• Mengakhiri sesi dengan tepuk tangan bersama.
• Fasilitator mengucapkan salam dan mengajak semua peserta saling
bersalaman.

A. URAIAN MATERI
Dalam sesi BLC, Iebih banyak menggunakan metode
games/permainan,penugasan individu dan diskusi kelompok.Hanya di
akhir sesi ada ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC.
Komitmen
Adalah keterikatan,keterpanggilan seseorang terhadap apa yang
dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang
telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk
mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik,efektif dan
efisien.
Komitmen belajar/pembelajaran adalah keterpanggilan
seseorang/kelompok/kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan

r .:A .r i / J;,i`i/+,,i eseratus: ir^ra b i 1i U r^zwa ice.y n as

155
penuh kesung uhan mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan
pelatihan/pem elajaran.Keadaan ini sangat menguntungkan dalam
mencapai kebe hasilan individu/kelompok/kelas,karena dalam diri setiap
orang yang me iliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tutus
untuk member kan yang terbaik kepada individu Iain,kelompok dan
kelas secara k seluruhan.
Dengan terban unnya BLC,juga akan mendukung terwujudnya saling
percaya,salin kerja sama, saling membantu,saling memberi dan
menerima,sehi gga tercipta suasana/lingkungan pembelajaran yang
kondusif

Harapan
Adalah kehe ak/keinginan untuk memperoleh atau mencapai
sesuatu.Dala pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau
mencapai tuju n yang dinginkan sebagai hasil proses pembelajaran.
Dalam menet kan harapan harus realistis dan rasional sehingga
kemungkinan ntuk mencapainya besar.Harapan jangan terlalu tinggi
dan jangan terl lu rendah.
Harapan juga arus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk
mencapainya, an bukan sesuatu yang diucapkan secara asal
asalan .Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara
sampai akhir p ses.
Norma
Merupakan ilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau
masyarakat,ke udian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan
dalam perila u kehidupan sehari hari kelompok/masyarakat
tersebut.Nor a adalah gagasan, kepercayaan tentang
kegiatan,instruk i,perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok.
Norma dalam uatu pelatihan , adalah gagasan ,kepercayaan tentang
kegiatan,instru i,perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan,untuk
dipatuhi oleh s mua anggota kelompok(peserta,pelatih/fasilitator dan
panitia).

Kontrol Kolek if
Merupakan kes pakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan
terhadap norm kelas ditaati.Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi
apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati atau dilanggar.

Lembar Kerja

Penugasan 1.

^c^^f efrtz hr.^n es i it"aat J;,d ru G<ji e/ rasvat J " cssl e.nnas

156
Menentukan Harapan Pembelajaran dan kekhawatiran untuk
mencapai harapan tersebut.
Tahap 1 : Menentukan harapan kelompok.
• Peserta dibagi dalam kelompok kecil a 5-8 orang.
• Mula mula peserta bekerja secara individu.
• Secara sendiri sendiri setiap peserta mengidentifikasi apa yang
menjadi harapannya terhadap pelatihan ini.Tuliskan pada kertas
catatan masing masing 3 harapan yang menjadi prioritas. Tuliskan
juga kekhawatiran untuk mencapai harapan
• Kemudian diskusikan harapan masing masing peserta dalam
kelompok dipandu oleh ketua kelompok.
• Dengan metode brainstorming setiap peserta menyampaikan
pendapatnya tentang usulan harapan kelompok berdasarkan hasil
renungan dan analisis dari harapan harapan semua anggota
kelompok.
• Kelompok diharapkan dapat menentukan harapan kelompok dan
kekhawatiran sebagai hasil kesepakatan bersama.Setiap kelompok
menentukan 3 harapan yang menjadi prioritas kelompok.
• Tuliskan harapan kelompok dan kekhawatiran pada kertas flipchart.

Tahap 2. Menentukan harapan kelas.


• Setiap kelompok mempresentasikan harapan dan kekhawatiran
kelompoknya.
• Fasilitator memandu brainstorming untuk menentukan harapan kelas
berdasarkan hasil analisis dari semua harapan kelompok dan
kekhawatirannya
• Buat kesepakatan kelas untuk menentukan 5 harapan yang menjadi
prioritas kelas serta kekhawatiran mencapai harapan
Tuliskan hasilnya pada kertas flipchart.
Harapan Kekhawatiran Harapan kelompok Kekhawatiran
individu

ese/eatu>t nderaEez eraWa^

157
Harapan pcelompok Harapan kelas

Tahap 3, Menentu an norma kelas

Dalam menen kan norms kelas,peserta difasilitasi untuk melakukan


brainstorming. asilitasi dapat dilakukan oleh fasilitator atau diplih salah
seorang dari p serta untuk memandu kelas.
• Setiap pes a diminta mengemukakan pendapatnya tentang norma
kelas berd sarkan harapan kelas yang sudah disepakati (norma
untuk men pai harapan kelas)
• Tuliskan pe dapat peserta pada kertas flipchart agar terbaca oleh
semua ors g.Dapat juga dengan mengetik di komputer dan
ditayangka .
• Pendapat p serta tidak boleh dikomentari dahulu.
• Setelah se a pendapat peserta tertulis, kemudian dikompilasi/dipilah,
yaitu penda at yang serupa digabung jadi satu.
• Hasil pengg bungan kemudian dibahas,sehingga menjadi beberapa
butir norms
• Buatlah kes pakatan bersama dan menjadikannya sebagai norma
kelas yang arus ditaati.
• Tuliskan no ma kelas yang sudah disepakati pada kertas flipchart
dan tempel an di dinding agar dapat dibaca semua orang.

Norma Kelas yang disepakati


Norma yang disepakati

urz uf^sm ^irn t` ^cdit/ elrrE:r iot< eee mate trleca I ? yi


ieraw
158
Lembar Penugasan 2. Menentukan Kontrol Kolektif
• Peserta kembali ke dalam kelompok kecil
• Norma yang di sepakati dibahas untuk ditentukan apa kontrol kolektif
apabila ada yang tidak mentaati norma kelas
• Hasil kelompok kemudian di presentasikan
• Fasilitator memandu peserta untuk menentukan control kolektif yang
disepakati bersama (kelas). Tuliskan hasil kesepakatan kontrol
kolektif pada kertas flipchart.

Norma Norma

1. 1.
2. 2.
3. 3.

MATERI PENUNJANG 2
PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. DESKRIPSI SINGKAT
Pencatatan dan Pelaporan suatu program yang merupakan bagian
Sistim Informasi Kesehatan (SIK), yang merupakan bagian fungsionil
dari Sistim Kesehatan yang komprehensif, yang memberikan pelayanan
kesehatan secara terpadu, meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif,
pelayanan rehabilitatif. SIK memberikan dukungan informasi kepada
proses pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan
kesehatan
Dalam melaksanakan dan mengembangkan program kesehatan,
termasuk program kesehatan Indera perlu adanya suatu pengaturan
yang baik. Proses pengaturan program kesehatan ini disebut manajemen
program kesehatan.
Pencatatan dan pelaporan suatu program merupakan salah satu alat
bantu dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi

c tzn Jitdira 5a5i 1" ernrvat ttd'l^e.nrruS

159
II. TUJUAN PEM ELAJARAN
A. Tujuan pe elajaran umum
Setelah m mpelajari materi ini, peserta mampu melaksanakan
pencatatan an pelaporan program kesehatan Indera di Puskesmas

B. Tujuan pe elajaran khusus :


Setelah me yelesaikan materi ini, peserta mampu:
1. Menjela kan Pengertian, tujuan, manfaat pencatatan dan
pelapor n
2. Melaks nakan Pencatatan dan Pelaporan Kesehatan Indera
Penglih tan
3. Melaks nakan Pencatatan dan Pelaporan Kesehatan Indera
Penden aran
III. POKOK BAH SAN DAN SUB POKOK BAHASAN
1. Pengertian, ujuan, manfaat pencatatan dan pelaporan
2. Pencatatan Jan Pelaporan Kesehatan Indera Penglihatan
3. Pencatatan an Pelaporan Kesehatan Indera Pendengaran
IV. BAHAN BELA AR DAN REFERENSI
1. Pedoman P Iayanan Kesehatan Indera Penglihatan Puskesmas
2. Pedoman P ayanan Kesehatan Indera Pendengaran Puskesmas
V. LANGKAH / P OSES PEMBELAJARAN
Langkah-lang ah/ proses pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan pelatih n/ fasilitator dan kegiatan peserta dalam setiap tahapan
proses pembel 'aran.
Langkah 1: Pen kondisian
• Fasilitatat memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajara i, mengapa materi ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan engan materi sebelumnya
• Fasilitatator emberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalama melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampai n pengalamannya
• Peserta lain iminta untuk memberi tanggapan.
Langkah 2: Me bahas Pokok Bahasan
• Fasilitatato memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan
pembelajara , mengapa mated ini diperlukan pada pelatihan serta
keterkaitan ngan materi sebelumnya

ruz1 ,, isskeszrrns`'.
Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya
pengalaman melaksanakan program kesehatan indera untuk
menyampaikan pengalamannya
Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
Langkah 3 : Latihan Pengisian Formulir Pencatatan dan Pelaporan
Program Kesehatan Indera
Fasilitator membagikan formulir pencatatan dan pelaporan Program
kesehatan Indera
• Fasilitator menjelaskan cara pengisisn formulir
Peserta diminta mengisikan data yang dibawa dari Puskesmas
tentang peyakit-penyakit mata ke dalam formulir pencatatan dan
pelaporan
Fasilitataor meminta peserta untuk menanyakan bagain-bagian
dalam formulir yang tidak dimengerti
Fasilitataor menjelaskan bagaian yang tidak dimengerti oleh peserta

VI. URAIAN MATERI


A.PENDAHULUAN
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu kegiatan yang
sangat penting dalam manajemen kesehatan. Pencatatan dan
pelaporan yang rapi akan menghasilkan data yang dapat digunakan
sebagai bahan advokasi, komunikasi dan sosialisassi suatu program.
Upaya-upaya advokasi akan lebih efektif dan berhasil bila disertai
dukungan fakta dalam bentuk data atau informasi yang akurat

Pencatatan dan pelaporan terdiri dari 3 komponen, yaitu komponen


informasi melalui kegiatan pencatatan, komponen pelaporan dan
komponen analisis dan evaluasi.
Pencatatan adalah kegiatan memasukkan dan mengumpulkan
semua data yang diperoleh dari semua pelayanan petugas
kesehatan.
Pelaporan adalah kegiatan untuk melaporkan hasil pencatatan dari
unit yang Iebih rendah kepada unit yang lebih tinggi.
Analisis dan Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menganalisis
setiap kegiatan yang menjawab pertanyaan 5 W - 1 H

B. PECATATAN DAN PELAPORAN PROGRAM KES . INDERA


PENGLIHATAN
1. Pencatatan Program Kesehatan Indera Penglihatan
Pencatatan program Kesehatan Indera Penglihatan meliputi

esefratan JnJ,rahayi eraaat.:J%e.s e s^rras


i u/um aJe^ cr/ul f', fuf /frn

161
pencat tan semua kegiatan dan hasil kegiatan yang dilaksanakan
diwila h kerja Puskesmas , baik yang dilaksanakaan dalam
gedun maupun di luar gedung Puskesmas seperti, di Puskesmas
Pemb ntu, Bidan di Desa , Polindes , Poskesdes , Posyandu,
Kelom ok Usila , Puskesmas Keliling , UKS, dan lain-lain .

Penca tan dilakukan dalam buku register kegiatan harian dari


setiap nit yang melakukan kegiatan. Hal-hal yang dicatat dalam
registe r adalah : Nama pasien , Umur, Alamat, Keluhan, Diagnosis,
Terapi tau tindakan yang dilakukan dan keterangan lainnya
yang b rhubungan dengan pasien . Rekapan hasil pencatatan
ini kern dian dipindahkan ke dalam formulir pelaporan kesehatan
Indera englihatan Puskesmas

2. Pelapo an Program Kesehatan Indera Penglihatan

Pelapo n program Kesehatan Indera Penglihatan dilaksanakan


oleh se ua jejaring kerja Puskesmas yaitu Puskesmas Pembantu,
Puskes as Keliling dan Bidan Desa . unit Puskesmas kepada
Dinas esehatan Kabupaten / Kota dan dari Dinas Kesehatan
Kabup ten / Kota kepada Dinas Kesehatan Provinsi .
Variabel
yang di aporkan hendaknya mengacu kepada informasi yang
dibutuh an di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan
Provins sampai ke Pusat.

Sesuai dengan kebijakan Rencana Strategi Nasional


Penang ulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan, ada 4
penyak yang harus ditanggulangi sebagai penyebab utama
Kebuta n, yaitu;
• Kat ak
• Kela nan Refraksi
• Gla oma
• Xer almi

Dalam p Iaporan pelayanan kesehatan Indera Penglihatan mulai


dari Pu kesmas sampai ke Pusat , cukup hanya melaporkan
pelayan n terahadap 4 penyakit tersebut di atas , ditambah
dengan enyakit lain yang menjadi masalah kesehatan mata
masyar kat.

Laporan ikirim dalam bentuk formulir pencatatan dan pelaporan


pelayan n kesehatan Indera . Laporan dari Puskesmas dikirim
3 bulan sekali ke Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota. Dinas

YeJ Si^tr ^
'LIi4 at V. L{.SI^C^< i'it't (I.Y
Kesehatan Kabupaten/Kota merekap dan mengirimkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi
mengirimkan laporan ke Departemen Kesehatah RI melalui
Subdirektorat Bina Kesehatan Indera dan Usia Lanjut, Direktorat
Bina Kesehatan Komunitas

C. PENCATATAN DAN PELAPORAN PROGRAM KES. INDERA


PENDENGARAN
1. Pencatatan Program Kesehatan Indera Pendengaran
Pencatatan program Kesehatan Indera Pendengaran meliputi
pencatatan semua kegiatan dan hasil kegiatan yang dilaksanakan
balk dalam gedung maupun di luar gedung Puskesmas, seperti
di Puskesmas pembantu, Posyandu, Posyandu usia lanjut, bidan
desa, Polindes, Poskesdes, Puskesmas Keliling, UKS dan lain-
lain.
Pencatatan Program Kesehatan Indera Pendengaran di
Puskesmas dapat dilaksanakan bersama-sama dengan Program
Kesehatan Indera Penglihatan dan pelaksanaan kegiatan dapat
secara terintegrasi dengan program lain. Pencatatan dilakukan
dalam buku register kegiatan harian dari setiap unit yang
melakukan kegiatan. Hal-hal yang dicatat dalam register adalah :
Nama pasien, Umur, Alamat, Keluhan, Diagnosis, Terapi atau
tindakan yang dilakukan dan keterangan lainnya yang
berhubungan dengan pasien. Rekapan hasil pencatatan ini
kemudian dipindahkan ke dalam formulir pelaporan kesehatan
Indera Pendengaran Puskesmas
2. Pelaporan Program Kesehatan Indera Pendengaran
Pelaporan program kesehatan Indera Pendengaran dilaksanakan
oleh Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Dinas Kesehatan
Provinsi. Variabel yang dilaporkan hendaknya mengacu kepada
informasi yang dibutuhkan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke Pusat.
Sesuai dengan kebijakan Rencana Strategi Nasional
Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian , ada 4
penyakit yang harus ditanggulangi sebagai penyebab utama
ketulian , yaitu;
OMSK
• TO kongenital
NIHL IITuli akibat paparan bising
,
ri[tan J . ru b,
K,urik,- lur r Can a / V{ crtu! % /i f iran esc
163
• Presbil}usis

Dalam pel poran pelayanan kesehatan Indera Pendengaran mulai


dari P skesmas sampai ke Pusat, cukup hanya melaporkan
pelayanan terhadap 4 penyakit tersebut di atas. Ditambah dengan
penyakit lain yang menjadi masalah kesehatan telinga masyarakat

Laporan d kirim dalam bentuk formulir pencatatan dan pelaporan


pelayanan kesehatan Indera. Laporan dari Puskesmas dikirim 3
bulan seka i ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan
Kabupate Kota merekap dan mengirimkan ke Dinas Kesehatan
Provinsi, s Ianjutnya Dinas Kesehatan Provinsi mengirimkan laporan
ke Kement rian Kesehatah RI melalui Subdit Bina Yankes Khusus,
Usia Lanju dan Pelayanan darah Direktorat Bina Upaya Kesehatan
Dasar.

Alur pelap ran Program Kesehatan Indera

Pusat

t --
Dinkes Propinsi

Dinkes Kab/Kota

Pustu
MATERI PENUNJANG 3
PENYUSUNAN POA I RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Dari hasil survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran yang
dilakukan di 8 (delapan) Provinsi menunjukkan bahwa prevalensi
kebutaan di Indonesia 1,5 %. Menurut WHO prevalensi kebutaan yang
melebihi 1% bukan hanya masalah medis saja tetapi sudah merupakan
masalah sosial yang perlu ditangani secara lintas program dan lintas
sektor. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma
(0,20%), kelainan refraksi (0,14 %) dan penyakit-penyakit lain yang
berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan pembelajaran umum
B. Tujuan pembelajaran khusus
Ill. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI


V. LANGKAH / PROSES PEMBELAJARAN

Langkah 1: Pengkondisian
Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan

VI. URAIAN MATERI


A. PENDAHULUAN

1< .urikisa^ctrn daw ^rt"i^}J e^aLsJ


TIM PENYUSUN

1 . drg. Bulan Ra hmadi,MKes Direktorat Bina Yanmed Dasar


2, Dini Rahmadi n D.R.S.,Kep
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan
3. Darmayanti, KM
Direktorat Bina Kesehatan Komunitas
4. dr. Final Wira an
Direktorat Bina Yanmed Spesialistik
5. dr. Intl Mujiati
Direktorat Bina Gizi Masyarakat
6. Ida Pasaribu, 31KIV1,MPHIVI Sub Dit BUK Indera dan Usila
7 drg. Ratna Kir na, MS Direktorat Bina Kesehatan Anak
8. dr. Sulastini, Kes
Sub Dit BUK Indera clan Usila
9. dr. Tri Rahayu, SpM
Departemen Mata FKUI/RSCM
10. Dra. Utie Indra ati,Mkes Puscliklat SDM Kesehatan
11. dr. Upik Rukmi i,MKM
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar
12. Wijiasih Ratna J.
Bagian PI Ditjen Bina Kesmas
13. Wahyuni Khaul h,SKM,Mkes Direktorat Bina Kesehatan Ibu
14. dr. Wira Hartiti
Direktorat Bina Kesehatan Ibu
15. dr. Yuclisianil, pM Departemen Mata FKUI/RSCM
16. Dr dr Ratna D. estuti,SpTHT Departemen THT FKUI/RSCM
17. Prof. Dr.dr Jenn .B,SpTHT-KL Departemen THT FKUI/RSCM
18. dr Ronny Suwe to ,SpTHT-KL Departemen THT FKUI/RSCM
19. dr Semiramis Zi Iayski,SpTHT Departemen THT FKUI/RSCM
20. dr Eko Budi Pri nto,MARS Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar
21. dr H. Kamal Ami uddin,MARS
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar
22. dr H.Adji Kusum djati,M.Kes
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar

W¢t J"us hcs^n¢s


166

Anda mungkin juga menyukai