A. Latar Belakang
Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka dunia pendidikan dituntut untuk
menghasilkan tenaga-tenaga terampil yang dapat bersaing di masa depan
menghadapi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
dalam dunia pertambangan.
D. Nama Kegiatan
E. Batasan Masalah
F. Landasan Teori
1. Definisi Pemboran
Pemboran adalah suatu kegiatan pemboran yang dilakukan dengan
pembuatan pola untuk tujuan peledakan yg menunjukkan jumlah lubang bor,
kedalaman, dan arah lubang (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia). Secara
istilah, pemboran peledakan merupakan suatu rangkaian preparasi (persiapan)
sebelum melakukan kegiatan peledakan berupa kegiatan pemboran atau
melubangi suatu material (yang ingin diledakkan) dengan memperhatikan
geometri lubang pemboran guna sebagai wadah dalam pengisian bahan peledak
untuk diledakkan.
a. Sistem Pemboran
Sistem pemboran merupakan suatu sistem atau sumber energi penggerak
dari alat bor saat melakukan kerjanya. Sistem pemboran terbagi menjadi dua
sistem yakni pemboran sistem mekanik dan pemboran sistem manual.
1. Sistem Pemboran Mekanik
Pemboran sistem mekanik merupakan sistem pemboran yang sumber
energinya berasal dari energi mekanik, dimana memiliki konsep dasar mesin bor
sebagai mesin yang menggerakkan komponen alat bor melalui energi mekanik
yang diberikan, dilanjutkan oleh batang bor sebagai penerus (transmitter) dari
energi mekanik, kemudian mata bor sebagai aplikator energi terhadap batuan dan
diakhiri peniupan udara (flushing) sebagai pembersih dari sisa serbuk pemboran
(cuttings) dan memindahkannya keluar lubang bor. Berdasarkan sumber energi
mekaniknya, sistem pemboran mekanik terbagi menjadi 3 ( tiga ), yaitu rotari,
perkusif, dan rotari-perkusif.
1. Bor Sistem Tumbuk ( Percussion Drill )
Pemboran sistem tumbukan merupakan pemboran dimana energi dari mesin
bor diteruskan oleh batang bor dan mata bor untuk meremukkan 3 batuan dengan
kerja menumbuk (impact). Komponen utama dari mesin bor tumbukan adalah :
1) Mesin bor yang menyalurkan energi mekanik untuk menggerakkan
komponen mesin alat bor
2) Piston yang mendorong dan menarik tungkai (shank) batang bor.
3) Peremukan (crushing) permukaan batuan oleh mata bor dengan kerja sistem
menumbuk.
2. Bor Putar danTumbuk (Rotary and Percussion Drill)
Pemboran sistem rotary-perkusif adalah pemboran yang aksi penumbukan
dilakukannya oleh mata bor dikombinasikan dengan aksi putaran, sehingga terjadi
proses peremukan dan penggerusan permukaan batuan dalam waktu bersamaan.
Metode ini dapat digunakan pada bermacam-macam jenis batuan. Metode putar-
tumbuk terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Top Hammer
Metode pemboran top hammer adalah metode pemboran yang terdiri dari 2
kegiatan dasar yaitu putaran dan tumbukan. Kegiatan ini diperoleh dari gerakan
gigi dan piston, yang kemudian ditransformasikan melalui shank adaptor dan
batang bor menuju mata bor. Berdasarkan jenis penggerak putaran dan
tumbukannya, metode ini dibagi menjadi dua jeis yaitu : Hydrolic Top Hammer
dan Pneumatic Top Hammer. contoh alat bor top hammer adalah jack hammer.
2) Down the Hole Hammer
Metode pemboran down the hole adalah metode pemboran tumbuk putar
yang sumber dasarnya menggunakan udara bertekanan tinggi. DTH Hammer
dipasang dibelakang mata bor, di dalam lubang sehingga hanya sedikit energi
tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan sambungan-
sambungannya. Contoh dari alat bor dengan menggunakan temper tumbuk putar
adalah jack leg.
3) Bor Putar (Rotary Drill)
Sistem bor putar berdasarkan sistem penetrasinya dibagi menjadi dua
sistem yakni :
2. Geometri Pemboran
Berdasarkan (Hustrulid, 1999) berikut merupakan beberapa parameter
dalam geometri pemboran antara lain :
a. Diameter Lubang ledak, diameter lubang tembak yang terlalu kecil
menyebabkan faktor energi yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak
cukup besar untuk membongkar batuan yang akan diledakkan, sedang jika
diameter lubang tembak terlalu besar maka lubang tembak tidak cukup
untuk menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang
banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi.
b. Arah Lubang ledak, terdapat dua macam arah lubang ledak yaitu arah tegak
dan arah miring. Pada tinggi jenjang yang sama, kedalaman lubang ledak
miring > dari pemboran tegak selain itu pemboran miring penempatan posisi
awal lebih sulit karena harus menyesuaikan dengan kemiringan lubang
ledak yang direncanakan.
c. Kedalaman Lubang ledak, penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan
dengan tinggi jenjang, dimana kedalaman lubang ledak>tinggi jenjang.
Kelebihan kedalaman lubang bor (subdrilling) dimaksudkan untuk
memperoleh jenjang yang rata.
Keterangan :
Wb = Waktu Membor (detik)
Wm = Waktu Menyambung rod (detik)
We = Waktu Mengangkat rod (detik)
Keterangan :
Eff = Effisiensi Kerja (%)
We = Waktu kerja efektif (jam)
T = Waktu yang tersedia (jam)
W+S
PA = × 100 % (3)
T
W
MA = W+ R × 100 % (4)
W
EU = T × 100 % (6)
Keterangan :
W = Waktu kerja efektif (menit)
T = Waktu kerja tersedia (menit)
R = Waktu repair (menit)
S = Waktu stand by (menit)
c. Kecepatan Pemboran
Perhitungan kecepatan pemboran bertujuan mengetahui kemampuan
kecepatan alat bor. Dimana kecepatan pemboran merupakan pembagian antara
kedalaman lubang bor rata-rata dengan waktu cycle time pemboran. Berikut
adalah persamaannya dapat dilihat pada persamaan (7) (Safitri, dkk., 2019).
H
Vt = (7)
CT
Keterangan :
Vt = Kecepatan pemboran rata-rata (meter/menit)
H = Kedalaman lubang bor rata-rata (meter)
CT = Waktu siklus pemboran rata-rata (menit)
Keterangan :
P = Kemampuan pemboran (lubang/jam)
Eff = Efesiensi kerja (%)
CT = Cycle time (menit)
juga untuk memisahkan material umpan yang sudah memenuhi ukuran yang
diharapkan. Dengan adanya alat ini maka material umpan yang telah memenuhi
ukuran produk tidak perlu dilakukan pengecilan ukuran lagi. Produksi teoritis
vibrating grizzly didasarkan pada rumus :
K = T x L x V x Bi (9)
Keterangan :
K = Produksi nyata vibrating grizzly (ton/jam)
T = Tebal material pada vibrating grizzly (m)
L = Lebar grizzly (m)
V = Kecepatan vibrating grizzly (m/jam)
Bi= Bobot isi material (ton/m3)
3) Alat Peremuk Jaw Crusher
Jaw crusher terdiri dari dua tipe yaitu blake dan dodge. Alat peremuk jaw
crusher dalam prinsip kerjanya adalah alat ini memiliki 2 buah rahang dimana
salah satu rahang diam dan yang satu dapat digerakan, sehingga dengan adanya
gerakan rahang tadi menyebabkan material yang masuk ke dalam kedua sisi
rahang akan mengalami proses penghancuran. Material yang masuk diantara dua
rahang akan mendapat jepitan atau kompresi. Ukuran material hasil peremukan
tergantung pada pengaturan mulut pengeluaran (setting), yaitu bukaan maksimum
dari mulut alat peremuk. Produk peremukan akan berukuran 85 % minus ukuran
bukaan maksimum, sedangkan ukuran umpan masuk adalah 85 % x gape.
Kapasitas mesin peremuk jaw crusher dibedakan menjadi kapasitas desain
dan kapasitas nyata. Kapasitas desain merupakan kemampuan produksi yang
seharusnya dicapai oleh mesin peremuk tersebut, sedang kapasitas nyata
merupakan kemampuan produksi mesin peremuk sesungguhnya yang didasarkan
pada sistem produksi yang diterapkan. Kapasitas desain diketahui dari spesifikasi
yang dibuat oleh pabrik pembuat mesin peremuk dan kapasitas nyata didapatkan
dengan cara pengambilan conto produk yang dihasilkan. Zaima020814
4) Ayakan Getar
Adalah alat yang digunakan untuk memisahkan ukuran material hasil proses
Keterangan :
A = luas penampang melintang muatan di atas ban berjalan ( m2 )
K = koefisien dari luas penampang melintang di atas ban berjalan dan
harganya tergantung harga trough angle dan surcharge angle
B = lebar ban berjalan ( m )
3. Neraca Bahan
Neraca bahan berguna untuk memperkirakan berapa konsentrat dan tailing
akan diperoleh dari sejumlah umpan yang dimasukkan ke dalam alat peremuk.
Untuk mencari neraca bahan dirumuskan dengan :
F = C + T (12)
Keterangan :
F = umpan (ton)
C = konsentrat (ton)
T = tailing (ton)
4. Recovery
Recovery adalah perbandingan antara berat konsentrat dibandingkan dengan
berat umpan. Recovery berguna untuk mengetahui perolehan atau hasil dari suatu
C
R= ×100% (13)
F
Keterangan :
R = recovery (%)
C = konsentrat (ton)
F = umpan (ton)
5. Reduction Ratio
Reduction ratio sangat menentukan keberhasilan suatu peremukan, karena
besar kecilnya nilai reduction ratio ditentukan oleh kemampuan alat peremuk
untuk mengecilkan ukuran material yang akan diremuk. Untuk itu harus dilakukan
pengamatan terhadap tebal material umpan maupun tebal material produk.
Reduction ratio adalah perbandingan ukuran terbesar umpan dengan ukuran
terbesar produk. Pada primary crushing besarnya reduction ratio adalah 4 – 7 dan
pada secondary crushing besarnya reduction ratio adalah 7 – 20. Besarnya
reduction ratio merupakan batasan agar kerja alat efektif.
tF wF
RL = = (14)
tP wP
Keterangan :
RL = limiting reduction ratio
tF = tebal umpan (cm)
tP = tebal produk (cm)
wF = lebar umpan (cm)
wP = lebar produk (cm)
W
PA = W + R × 100 % (15)
Keterangan :
W = jumlah jam kerja alat tanpa mengalami kerusakan
R = jumlah jam perbaikan
b. Physical Availability
Adalah berguna untuk menunjukkan ketersediaan keadaan fisik alat yang
sedang digunakan.
W+S
MA = W+ R + S × 100 % (16)
Keterangan :
S = jumlah jam alat tidak dapat digunakan tapi tidak mengalami
kerusakan
W+R+S = seluruh jam kerja dimana alat dijadwalkan untuk dioperasikan
c. Use of Availability
Menunjukkan persen waktu yang digunakan alat untuk beroperasi pada saat
alat dapat digunakan.
W
UA = W+ S × 100 % (17)
Keterangan :
UA = Memperlihatkan efektivitas alat yang tidak sedang rusak dapat
dimanfaatkan.
e. Effektifitas Penggunaan
Untuk mengetahui tingkat penggunaan alat peremuk dan kemampuan yang
bisa dicapai.
Kapasitas Nyata
EP = Kapasitas Desain × 100 % (19)
Materi Kerja ini di tunjang oleh beberapa mata kuliah yang telah diambil
sebelumnya oleh mahasiswa yang bersangkutan yaitu Geologi Struktur, Mekanika
Tanah, dan Mekanika Batuan, Geoteknik Tambang, dan Teknik Peledakan.
H. Waktu Pelaksanaan
7 Pengumpulan Laporan
K. Penutup