Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Perdarahan Otak


Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri

karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah

memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak

melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan

arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri

serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah

bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem

vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri

subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna

vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum dan bersatu

di bagian ventral batang otak membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris berakhir

sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang memperdarahi lobus

oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis.


Untuk menjamin pemberian darah di otak, ada sekurang-kurangnya 3

sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,

yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan

dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri

anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior

(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.

Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

19
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna,

yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena

eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke

sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basilaris laterales dan seterusnya melalui

vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.

B. Fisiologi Vaskularisasi Otak


Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem

vertebrobasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum, dan bagian

posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi oleh 3 faktor. Dua

faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem

20
arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor

ketiga adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya

(kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama, yang terpenting adalah

tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dan lain-lain), dan

faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila

tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun.

Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah

otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga

diantaranya seperti kadar/tekanan parsial CO 2 dan O2 berpengaruh terhadap

diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta

suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi , sebaliknya

bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka

terjadi vasokontriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO.

Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis,

aliran darah lambat, akibat ADO menurun.

C. STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK

a) Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu

gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan

gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau

21
dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan

peredaran darah otak non traumatik.

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik

yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih

pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang

menyebabkan cacat atau kematian.

b) Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering

disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,

stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.

Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju

otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya

kematian neuron dan infark serebri.

1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi

dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.

a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:


 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan

dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;


 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan

gangguan pada katup mitralis;


 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung

miksomatosus sistemik;

22
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari

right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli

kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,

katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,

kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3%

stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi

pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.


2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling

sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah

distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat

menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan

resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan

platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle

sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang

berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan

diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik

(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

c) Faktor Resiko

23
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang

dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor

resiko stroke non hemoragik, yakni:

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan

fibrilasi atrium kiri)


5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi

peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien

dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.

d) Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)


Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran

darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.


2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological

Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24

jam, tapi tidak lebih dari seminggu.


3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi

dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.

Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu

24
Berdasarkan subtipe penyebab

a. Stroke lakunar

Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan

sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-

kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah

oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus

Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.

Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan

daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala

yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang

terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.

b. Stroke trombotik pembuluh besar

Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative

mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda

akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat

aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan

lesi aterosklerotik.

c. Stroke embolik

Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang

terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak

dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi

saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki

risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.

25
d. Stroke kriptogenik

Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa

penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan

evaluasi klinis yang ekstensif.

e) Patofisiologis

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah

satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang

menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli.

Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang

menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam

manifestasi klinik dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi

aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau

perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai

emboli

Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma

yang kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan

menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.

Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel

penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai

26
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas

vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+

dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai

rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini

menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan

timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah

iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak

akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-

neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan

mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel

disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di

sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel

neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah

influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang

mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi

neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang

rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules

(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam

membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks

kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak

yang menyebabkan kematian sel.

27
Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral ↓

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral

Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,


defek medan penglihatan, afasia

f) Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami

defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat

kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan

stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual

muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi

28
pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke

meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya

penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo,

afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala

tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.

Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk

menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor

dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:


 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak

didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).


 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk

mencari pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke

seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,

ensefalitis, dan hiponatremia.2


b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke

ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai

stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.

Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk

mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi meningens.


Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti

obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.


c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala

stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala

seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui

29
keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi

mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan

nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan

refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus

diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan

otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada

Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis

atau mengerutkan dahinya.


Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang

tersumbat:

Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain


Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari tungkai) Hemi-neglect (hemisfer non-
hemihipestesia kontralateral. dominan), agnosia, defisit
visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian atas) Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari tungkai) Hemi-negelect (hemisfer non-
hemihipestesia kontralateral. dominan), hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer dominan),
bawah) afasia afektif (hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, tidak Afasia sensoris transkortikal (hemisfer
ada gangguan sensoris atau dominan), visual dan sensoris neglect
ringan sekali sementara (hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari lengan) dominan), apraksia (hemisfer non-
hemiestesia kontralateral dominan), perubahan perilaku dan
(umumnya ringan) personalitas, inkontinensia urin dan
alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf

30
cranial yang menyebabkan diplopia,
disartria, disfagia, disfonia, gangguan
emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, berganti Gangguan lapang pandang bagian
dengan pola gerak chorea pada sentral, prosopagnosia, aleksia
tangan, hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni, gangguan
sensorik murni, hemiparesis ataksik,
sindrom clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan

mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,

trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat

menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti

anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan

yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat

pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan

ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati

pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi

trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya

hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga

mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung

dengan hasil yang buruk dari stroke.


3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik

dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik

31
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,

pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari

stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang

gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus

dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense

regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam

terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan

ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non

hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi

MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.


CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk

mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan

pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.

Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3


Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT

angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian

arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah

penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi

32
karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran

hipodense.
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi

lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan

pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta

waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak

kegunaan untuk pada stroke akut.

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai

stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan

dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi

anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri

karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG

(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non

hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal

ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,

modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium

kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung

adalah EKG dan foto thoraks.


g) Penatalaksanaan

33
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1

1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang

menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang

menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat

yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak

justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:


 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau

jangan sampai menurunkan perfusi otak


 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh

diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes

mellitus kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans

cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau


Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme

otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih

menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai

untuk mengatasi stroke iskemik akut


a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang

diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi

plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa

fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian

NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke)

34
di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3

jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90

mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang

sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah

pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya

minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan

intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di

Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun

1996.

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan

stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah

antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,

baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif

dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan

heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis

dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang

terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral

karena pemberian heparin tersebut.


3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan

sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong

adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan

untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam,

35
mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat

ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus

diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.

Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat

diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat

terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%.

Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara

konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat

urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan

dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan:

nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan

diduga: sindrom Reye.8


 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,

dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini

bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan

melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran

platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang

diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan

sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi

tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen

dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping

tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen).

Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah

36
putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius,

tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik dan

anemia aplastik.
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per

infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan

manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan

ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti

iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat

oklusi dan reperfusi.


2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan

rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.


 ]Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45

tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi

sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan

fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi

 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru

sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-

faktor resiko stroke seperti:


 Pengobatan hipertensi
 Mengobati diabetes mellitus
 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
 Berolahraga teratur

37

Anda mungkin juga menyukai