Anda di halaman 1dari 73

34.

Kehamilan Kembar & Kembar Siam


1) Definisi

Kehamilan kembar ialah kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Kehamilan


kembar termasuk kehamilan risiko tinggi, karena kematian perintal 3-5 kali lebih
tinggi dari kehamilan tunggal, dan kematian neonatus 10 kali lebih tinggi dari
kehamilan tunggal.
Kematian perinatal janin pertama 9 kali dari hamil tunggal dan kematian
perintal janin kedua 11 kali dari hamil tunggal.
Walaupun angka kejadian kehamilan kembar telah dilaporkan antara 1% -
3% dari seluruh kehamilan tetapi angka kejadian yang sesungguhnya dari seluruh
hasil konsepsinya lebih tinggi. Hal ini karena pada studi epidemiologis tidak
memasukan terjadinya abortus spontan dan lahir mati.
Angka kejadian yang dilaporkan hanya kehamilan kembar yang lahir hidup.
Kalau terjadi ancaman abortus pada akhir trimester I, keadaan ini dapat dipantau
terus sampai terjadi resorpsi sempurna dan janin yang masih hidup dapat hidup terus
sampai lahir tanpa meninggalkan bekas apapun.

Pada kehamilan kembar karena pengurangan janin atau reduced twin secara
bermakna mempunyai risiko yang lebih tinggi kejadian kelahiran preterm, berat
badan lahir rendah, dan sindroma gawat nafas dibandingkan dengan hamil kembar
biasa. Delapan puluh persen zigositas dapat ditentukan pada saat lahir atau segera
setelah lahir yaitu: 1. Dua puluh tiga persen hamil kembar 1 amnion, ini berarti
monozigotik, 2. Tiga puluh persen hamil kembar dengan 2 korion karena
mempunyai jenis kelamin berbeda, ini berarti dizigotik, 3. dua puluh tujuh persen
mempunyai jenis kelamin yang sama tetapi dengan golongan darah yang berbeda,
ini berarti dizigotik.

Sisanya 20% dengan jenis kelamin sama tetapi golongan darahnya sama
yang berarti kembar monozigotik dengan 2 korion (plasenta terpisah atau berfusi)
atau kembar dizigotik dengan jenis kelamin sama (plasenta terpisah atau berfusi).
Untuk memastikan maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu dengan kultur
jaringan, analisa enzim, DNA mapping. Terminologi selanjutnya ialah
quadruplet=kembar 4, quintuplet=kembar 5, sextuplet=kembar 6, dan
octuplet=kembar 7.
2) Klasifikasi Kehamilan Kembar

a. Kembar Dizigotik

Angka kejadian kembar dizigotik berbeda pada setiap golongan


masyarakat. Kembar dizigotik terjadi karena adanya ovulasi berulang akibat
rangsangan FSH dan LH “surge”. Gonadotropin eksogen, klomifen sitrat, dan
obat-obat serupa yang dipakai untuk pengobatan infertilitas akan merangsang
pengeluaran FSH, sehingga akan terjadi ovulasi berulang yang berakibat terjadinya
kehamilan kembar. Wanita dengan hamil kembar mempunyai kadar FSH dan LH
yang lebih tinggi daripada wanita dengan hamil tunggal.

Faktor keturunan dan lingkungan merupakan predisposisi kehamilan kembar


dizigotik. Ada kecenderungan terjadinya hamil dizigotik yang lebih besar apabila
diturunkan dari pihak ibu. Apabila ibunya sendiri kembar dizigotik maka
kemungkinan melahirkan anak kembar adalah 1:58, tetapi apabila bapaknya yang
kembar maka kemungkinan melahirkan anak kembar ialah 1 : 116.

Pengaruh faktor genetik terhadap kejadian hamil kembar juga berbeda pada
setiap suku bangsa. Misalnya wanita kulit putih melahirkan kembar 1:100, wanita
kulit hitam 1:80, di Jepang 1:55, bahkan ada daerah tertentu di Afrika yang angka
kejadian hamil kembar 1 : 20.

Faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya hamil kembar


dizigotik ialah nutrisi, umur ibu, fertilitas dan peritas. Wanita yang tinggi besar
lebih besar kemungkinannya untuk hamil kembar daripada wanita yang kurus
dan kecil.

Plasenta hamil kembar dizigotik, paling sedikit harus mempunyai 2 korion


(menjadi satu atau terpisah), sehingga tidak terjadi hubungan pembuluh darah
kedua janin dan tidak akan terjadi sindroma transfusi janin. (Gambar 1) Karena
proses menghasilkan bahan protoplasmik yang sama maka pada hamil kembar
dizigotik mungkin akan kelihatan lebih identik pada saat lahir daripada kembar
monozigotik.

Perbedaan pertumbuhan janin pada kembar dizigotik mungkin karena


faktor genetik atau tempat implantasi yang berbeda, sedangkan pada hamil kembar
monozigotik perbedaan pertumbuhan janin tersebut mungkin karena sindroma
transfusi janin.
Gambar 1. Perkembangan dan Plasentasi Hamil Kembar Dizigotik

b. Kembar Monozigotik

Kembar monozigotik merupakan hasil dari pembelahan ovum yang telah


dibuahi pada bermacam-macam fase pertumbuhan. Penyebab yang pasti belum
diketahui, tetapi mungkin disebabkan karena kurangnya oksigen dan nutrisi
sehingga akan terjadi terlambatnya implantasi.

Angka kejadian kembar monozigotik relatif tetap seluruh dunia


dibandingkan dengan kembar dizigotik. Angka kejadian tersebut ialah 4 per 1000,
tanpa dipengaruhi oleh fertilitas, ras, atau faktor-faktor lingkungan lain. Kematian
dan kesakitan perinatal hamil kembar monozigotik tergantung dari variasi
plasentasinya yang terjadi pada saat pembelahan ovum yang telah dibuahi.

Kembar monozigotik dapat terjadi pada fase perkembangan yaitu: 1. pada


saat fase blastomer dini, 2. pada saat pembentukaan inner cell mass, 3.
pada saat pembentukan embrionic disk.
Apabila pembelahan ovum yang telah dibuahi ini terjadi pada fase blastomer
dini atau 72 jam pertama di mana blastomer dalam fase 2 – 4 sel dan akan
berkembang menjadi morula, blastokis dan embrio, maka akan terjadi kembar
monozigotik dengan 2 amnion, 2 korion, dan 2 embrio. (Gambar 2).

Gambar 2. Perkembangan dan Plasentasi Hamil Kembar Monozigotik

Blastokis ini akan berimplantasi pada 2 tempat yang berbeda. Ada 2


plasenta yang terbatas tegas atau keduanya menjadi 1 apabila tempat implantasinya
berdekatan. Dua puluh persen sampai 30% kembar dizigotik mempunyai 2 korion.
Pada plasenta dengan 2 amnion, dan 2 korion pembuluh darah tidak pernah akan
menyebrang dari satu sisi yang lain, sehingga tidak akan terjadi sindroma transfusi
janin. Kembar monozigotik dengan 2 amnion dan 2 korion ini mempunyai kematian
perinatal yang paling rendah diantara kehamilan kembar monozigotik yang lain.
Apabila pembelahan ovum yang telah dibuahi ini terjadi pada hari ke 4 – 8
setelah konsepsi, yaitu pada waktu perkembangan inner cel mass maka akan
terjadi kembar monozigotik dengan 2 amnion, dan 1 korion. Pada saat itu lapisan
trofoblas yang akan menjadi plasenta dan korion telah terbentuk yaitu sebelum
pemisahan inner cel mass. Amnion dan rongga amnion belum terbentuk Ada 2
janin yang masing-masing dipisah oleh sekat pemisah, dan 1 korion menutupi
kedua kantong amnion tersebut. Kedua plasenta menjadi satu dan sering
didapatkan anastomosis pembuluh darah feto-fetal (70%).

Anastomosis pembuluh darah ini lebih sering arteri dengan arteri daripada
vena dengan vena, sering terjadi gabungan keduanya. Anastomosis pembuluh darah
besar tersebut mempunyai arti klinis yang sangat penting terutama pada saat
antepartum dan intrapartum. Pada intrapartum janin kembar kedua mungkin akan
kehilangan darah yang banyak apabila pembuluh darah janin kembar pertama pecah
atau apabila tali pusat janin kembar pertama tidak dijepit dengan baik.

Pada hamil kembar 1 korion 99% terjadi anastomosis, sedangkan pada hamil
17
kembar dengan 2 korion, anastomosis terjadi hanya 1%. Hubungan pembuluh
darah feto-fetal yang paling penting ialah adanya shunt antara arteri dan vena. Shunt
ini mungkin satu atau lebih dan mungkin ada juga dengan arah yang berlawanan.
Apabila mereka tidak diikuti oleh anastomosis arteri – arteri atau vena– ke vena ini,
maka 1 janin akan memberikan darahnya terus menerus ke janin yang lain dan hal
ini merupakan dasar sindroma transfusi janin. Apabila dibandingkan anastomosis
anatara hamil kembar dengan sindroma transfusi janin dengan tanpa sindroma
transfusi janin adalah sebagai berikut: pada hamil kembar dengan sindroma transfusi
janin, anastomosis lebih sedikit, sering tunggal, dan lebih banyak anastomosis yang
lebih dalam (deep anastomosis) daripada yang superfisial, aliran dari tiap jenis
anastomosis selalu dari donor ke resipien. (Gambar 3 dan 4).

Gambar 3. Anastomosis arteri-vena superfisial


Gmabar 4. Anastomosis arteri-vena deep

Secara teoritis hanya shunt arteri vena saja yang aliran darahnya 1 arah.
Pada resipien akan terjadi hipervolemia dan plethora, dan pada donor akan terjadi
anemia. Adanya perbedaan pertumbuhan dari kedua janin atau adanya gagal jantung
dapat diamati. Hidramnion timbul pada kehamilan 20-30 minggu dan sering
berakhir dengan lahir preterm. Kematian perinatal pada kembar 1 korion, 2
amnion, 25 %-30% karena adanya sindroma transfusi janin. Apabila sindroma
transfusi janin terjadi pada kehamilan midtrimester maka kematian perinatal lebih
80% dan pada donor dan resipien akan didapatkan lesi otak.

Apabila pembelahan ovum yang telah dibuahi terjadi setelah


terbentuknya kantong amnion, maka akan terjadi kembar dengan 1 amnion, 1 korion
(8 hari setelah fertilisasi). Keadaan ini terjadi 1-2 % dari semua kembar
monozigotik. Komplikasi yang paling sering timbul ialah tali pusat terpelintir dan
aliran darahnya berhenti. Walaupun kebanyakan kembar dengan 1 korion, 1 amnion
terjadi anastomosis pembuluh darah antar plasenta, anastomosis pembuluh darah
tersebut lebih jarang daripada plasenta dengan 2 amnion dan 1 korion.

Perbedaan pertumbuhan kedua janin mungkin karena sindroma transfusi


janin. Kembar dengan 1 amnion mempunyai angka kematian paling tinggi yaitu
50% - 60% dibandingkan dengan hamil kembar yang lain. Sebab kematian terutama
karena lilitan tali pusat (entanglement). Kurang lebih 1% kembar
monozigotik mempunyai 1 amnion.

Apabila 1 janin meninggal intrauterin maka risiko kematian atau kesakitan


pada janin yang masih hidup cukup tinggi. Hal ini terjadi karena adanya desiminasi
koagulasi intravaskuler intrauterin dari janin yang masih hidup akibat
terjadinya pelepasan tromboplastin melalui anastomosis pembuluh darah plasenta
janin yang masih hidup.
Kriteria hamil kembar dengan 1 amnion ialah: 1. Satu plasenta dan jenis
kelamin sama, 2. Jumlah air ketuban normal, 3. Gerakan kedua tidak terganggu atau
tidak ada tanda-tanda stuck twin sign, 4 Tidak ada kantong penyekat pada
pemeriksaan 2 kali dengan interval 12 jam pada kehamilan 15 minggu. Kantong
penyekat kadang- kadang baru tampak pada kehamilan 22 minggu.

Apabila pembelahan ovum yang telah dibuahi terjadi setelah embryonic


disk terbentuk kurang lebih 13,5 hari dari fertilisasi, maka pembelahannya tidak
sempurna sehingga akan terjadi kembar dempet. Angka kejadian kembar dempet 1
per 80.000 sampai 1 per 25,000 kelahiran, atau 1 dari 2500 kembar monozigotik
tujuh puluh persen kembar dempet adalah wanita. Kembar dempet ini tidak
dipengaruhi oleh umur dan paritas ibu. Lima puluh persen diikuti dengan
hidramnion, dan 40% mati.

3) Peranan Pemeriksaan Ultrasonografi

Wanita hamil dengan perut yang lebih besar dari umur kehamilan biasa
perludipikirkan beberapa kemungkinan yaitu : 1. hamil kembar; 2. uterus tampak
lebih besar karena kandung kemih yang penuh; 3. lupa hari pertama haid terakhir; 4.
hidramnion; 5. hamil dengan mioma uteri; 6. mola hidatidosa; 7. hamil dengan
masa adneksa yang menempel ke uterus; 8. janin dengan makrosomia. Besarnya
uterus pada hamil kembar rata-rata 5 cm lebih tinggi daripada hamil tunggal.
Kadang-kadang ada kesulitan membuat diagnosis hamil kembar dengan cara
palpasi karena wanitanya gemuk, ada hidramnion, atau janin yang satu milintang
diatas yang lain.

Dengan ultrasonografi hamil kembar dapat didiagnosis pada hamil 6 – 8


minggu, tetapi dapat lebih pasti pada umur kehamilan 8 – 12 minggu. Walapun
diagnosis dini sangat penting pada hamil kembar tetapi 60% - 80% diagnosis baru
dapat dibuat pada saat sebelum inpartu atau sebelum lahir. Apabila tanpa
menggunakan ultrasonografi, diagnosis hamil kembar dapat ditegakan sebelum
inpartu sehingga akan terjadi kembar dempet. Angka kejadian kembar dempet 1 per
80.000 sampai 1 per 25,000 kelahiran, atau 1 dari 2500 kembar monozigotik Tujuh
puluh persen kembar dempet adalah wanita. Kembar dempet ini tidak dipengaruhi
oleh umur dan paritas ibu. Lima puluh persen diikuti dengan hidramnion, dan 40%
mati.
4) Penilaian Pertumbuhan Janin

Untuk menilai pertumbuhan janin hanya dengan pengukuran diameter


kepala (BPD) masih mempunyai banyak masalah, karena 26.3% masih sulit
mengukur diameter tersebut karena sering terjadi malpresentasi dan “crowded”
didalam rahim. Ketepatan diagnosis adanya gangguan pertumbuhan janin pada
hamil kembar hanya dengan diameter biparetal ialah 56%. Pada banyak penulis
menyatakan bahwa pertumbuhan janin kembar sama saja dengan hamil tunggal,
pada ibu-ibu yang sehat.

Diagnosis adanya gangguan pertumbuhan apabila didaptkan perbedaan


BPD 5 mm dan 5% lingkaran kepala. Apabila perbedaan BPD ini didiagnosis
sebelum trimester III, maka kemungkinan besar telah terjadi sindroma transfusi
janin. Makin besar perbedaan ukuran BPD antar janin maka makin besar risiko
terjadinya pertumbuhan janin terhambat (PJT). Apabila ada perbedaan 2 – 6 mm
maka kemungkinan terjadinya PJT ialah 71%, dengan kematian perinatal 20%.
Pada umur kehamilan 40 minggu sering telah terjadi PJT, sehingga kehamilan
kembar sebaiknya dilakukan terminasi pada umur kehamilan 38 minggu.

Adanya pertumbuhan janin terhambat pada hamil kembar sebaiknya tidak


hanya dengan melakukan pengukuhan BPD tetapi dapat juga dengan mengukur
lingkaran kepala, lingkaran perut, panjang femur dan berat badan janin Untuk
menentukan PJT, adanya perbedaan taksiran berat badan janin lebih dari 15%
mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang lebih baik daripada dengan mengukur
BPD. Pada PJT, adanya perbedaan berat badan bayi ≥20% akan mempunyai titik
potong (cut off of point) perbedaan ≥ 6 mm untuk BPD, ≥ 20 mm untuk lingkaran
perut, ≥ 5 mm untuk panjang femur, dan ≥20% perbedaan taksiran berat badan janin
Kalau perbedaan berat badan bayi lahir kurang 20% maka kemungkinan adanya
PJT kurang dari 10%.

Untuk menegakan diagnosis PJT sebaiknya tetap dilakukan pemantauan


berkala dari masing-masing parameter tersebut diatas. Taksiran berat badan janin
biasanya lakukan dengan pengukuran BPD dan lingkaran perut (AC) menurut rumus
Shepard. Antara umur kehamilan 15 – 28 minggu pertumbuhan BPD dan AC relatif
konstant tetapi setelah 28 minggu pertumbuhan kepala janin lebih lambat sementara
pertumbuhan lingkaran perut tetap.

5) Pemantauan Kesejahteraan Janin

Apabila diduga pertumbuhan janin terhambat maka sangat dianjurkan


untuk dilakukan pemantauan kesejahteraan janin. Pemantauan dengan ultrasonografi
dilakukan berulang (gambar 5), demikian juga pemantauan dengan kardiotokografi
dan profil biofiosik. Kardiotokografi dipakai pertama kali untuk menilai
kesejahteraan janin.

Apabila hasilnya non-reaktif maka diikuti dengan pemeriksaan profil


biofosok air ketuban dari masing-masing kantong kehamilan sama saja dengan
volume air ketuban hamil tunggal. Pemantauan dengan profil biosifik untuk menilai
gawat janin mempunyai sensitivitas 83.3%, spesifitas 100%, nilai duga positif
100%, dan nilai duga negatif 97.7%.

Pemeriksaan dengan continuous wave Doppler dapat digunakan


untuk menentukan kesejahteraan janin. Posisi dan arus darah tali pusat dapat
ditentukan dan dianalisis untuk mengetahui adanya gawat janin. Dalam keadaan
normal, rasio sistolik dan diastolik (S/D) arteri talipusat pada hamil kembar sama
saja dengan S/D rasio arteri talipusat hamil tunggal. Dengan menggunakan Doppler
berwarna, diagnosis pertumbuhan janin terhambat dengan mengukur S/D rasio
mempunyai sensitivitas 70%, spesifitas 72%, nilai duga positive 72%, dan nilai duga
negative 70%. S/D rasio yang normal pada sindroma transfusi janin diduga karena
adanya sirkulasi silang antara 2 janin. Jadi dugaan adanya sindroma transfusi janin
apabila ada perbedaan besarnya janin tetapi S/D rasio normal. Perbedaan S/D rasio
0,4 antara 2 janin menunjukan adanya perbedaan berat badan janin lebih dari 349
g, dengan sensitivitas 73% dan spesifitas 82%.

6) Risiko Ibu

1. Gejala kehamilan muda meningkat. Kalau ada gejala hamil muda yang
meningkat, maka kemungkinan hamil kembar harus dipikirkan.
Meningkatnya gejala ini kemungkinan karena meningkatnya produksi
hormon dibandingkan dengan hamil tunggal.

2. Kegunguran meningkat. Dibandingkan dengan hamil tunggal maka


kemungkinan terjadinya keguguran lebih besar.

3. Angka kejadian seksio sesarea meningkat. Baik sebagai tindakan


elektif maupun gawat darurat maka angka seksio sesarea pada hamil
kembar lebih tinggi daripada hamil tunggal. Hal ini mungkin karena
adanya malpresentasi, kelainan letak plasenta ataupun penyulit ibu
seperti hipertensi.

4. Perdarahan pasca persalinan meningkat. Perdarahan pasca


persalinan ini lebih sering terjadi karena distensi uterus, dan letak
plasenta.
5. Permasalahan pasca persalinan. Merawat bayi kembar lebih sulit dan
menyebabkan tekanan jiwa pada sebagian ibu-ibu, sehingga akan
menambah jumlah kematian perinatal.

Risiko ibu yang lain yaitu anemia, kelahiran preterm, hipertensi,


hidramnion, kematian janin intrauterin, dan partus dengan tindakan.

7) Risiko Janin

1. Lahir mati dan kematian neonatus. Laporan dari Amerika, Inggris,


Scandinavia bahwa angka kematian tersebut mencapai 10% dari semua
kematian perinatal, atau 10 kali lebih besar dibandingkan dengan
kematian perinatal pada hamil tunggal.

2. Kelahiran preterm. Angka kelahiran preterm ini bervariasi diantara


beberapa negara yaitu antara 30% - 50%. Pada hamil kembar triplet
angkanya lebih tinggi.

3. Pertumbuhan janin terhambat. Angka kejadian pertumbuhan janin


terhambat bervariasi diantara beberapa negara yaitu antara 25% - 33%.

4. Kelainan kongenital. Kelainan kongenital mayor 2 kali lebih besar


daripada hamil tunggal. Kembar siam terjadi 1 : 200 hamil kembar
monozigotik, dan akardia terjadi 1 : 100 diantara hamil kembar
monozigotik. Hamil kembar triplet lebih besar kemungkinan terjadinya
kembar siam atau akardia. Kelainan kongenital yang sering ada yaitu
defek neural tube, atresia usus, dan kelainan jantung. Kelainan kromosom
lebih sering terjadi pada umur ibu yang lebih tua.

5. Sindroma transfusi janin. Anastomosis yang terjadi biasanya antara arteri


vena antar plasenta. Terjadi antara 5% - 15% diantara hamil kembar
monozigotik, dan 1% terjadi dalam keadaan akut. Kalau terjadi akut
maka angka kematiannya mencapai 79%-100%. Sindroma transfusi yang
ada pada 30% kembar monozigotik adalah akibat anastomosis arteri vena.
Kematian janin yang satu dapat menimbulkan kesakitan pada janin yang
lain, yaitu adanya lesi kistik pada jaringan otak dan ginjal, yang mungkin
disebabkan karena adanya thrombus yang lepas akibat timbulnya
diseminasi koagulasi intravaskuler dari janin yang mati.

6. “Stuck twin phenomene”


Terjadi pada 8% hamil kembar. Umumnya terjadi pada kembar 1
korion dan 2
amnion, tetapi dapat terjadi juga pada hamil kembar dengan 2 korion dan
kembar dizigotik. Pada kembar stuck twin sign maka 1 janin kembar
2 amnion terletak berlawanan dengan dinding pada oligohidramnion
yang berat sedangkan janin yang lain terletak didalam kantong
hidramnion. Kebanyakan keadaan ini karena adanya sindroma transfusi
janin. Kematian janin pada keduanya mencapai 80%.

7. Hidramnion.
Hidramnion biasanya terjadi dalam satu kantong kehamilan kembar
yang mengalami sindroma tranfusi janin dan stuck twin sign.
Hal ini mungkin disebabkan karena kelainan pada janin seperti atresia
gastrointestinal bagian atas, hidrops fetalis, kelainan jantung.
Hidramnion merupakan penyebab utama kematian perinatal.

8. Prolap dan simpul tali pusat. Persalinan preterm, ketuban pecah


prematur, hidramnion, malposisi, dan malpresentasi semuanya merupakan
faktor predisposisi terjadinya prolap talipusat kehamilan kembar. Hampir
2% lilitan tali pusat dan simpul tali pusat terjadi pada kehamilan kembar 1
amnion dan 1 korion.

9. Asfiksia. Risiko terjadinya asfiksia 4 – 5 kali lebih besar daripada


hamil tunggal. Faktor yang mempengaruhi risiko tersebut ialah
pertumbuhan janin terhambat, prolap tali pusat, dan hidramnion.

10. Partus dengan tindakan terutama pada janin kedua. Terutama


kemungkinan dilakukannya ekstraksi kaki atau versi ekstraksi. Tindakan
ini akan mengakibatkan trauma, nilai Apgar rendah, dan
hiperbilirubinemia.

11. Janin mati. Kematian janin kedua antara 0.5% - 6.8%. setelah
trimester 1. Setelah janin kedua mati maka kematian janin pertama 20%
karena kelahiran preterm.

8) Penatalaksanaan

1. Sebelum hamil
Risiko hamil kembar pada wanita yang menggunakan obat pemicu
ovulasi ialah 20% - 40%. Induksi ovulasi dengan klomifen sitrat,
kejadian hamil kembar 5% - 10%. Hal ini harus diberitahukan waktu
konseling. Angka kejadian hamil kembar pada penggunaan bayi tabung
sangat bergantung kepada jumlah embrio yang ditransfer kedalam
rahim. Untuk mengurangi resiko hamil kembar maka sebaiknya
mengurangi jumlah embrio yang ditransfer tersebut.

2. Waktu hamil
Pemeriksaan antenatal lebih sering, yaitu setiap 1 minggu setelah
kehamilan 20 minggu. Timbulnya hipertensi dapat dicegah dan gula darah
harus diperiksa Perdarahan antepartum tidak dapat dihindari dengan
pemeriksaan antenatal yang lebih sering. Fe dan asam folat diberikan
setelah trimester I. Diagnosis dini dapat menghindari komplikasi yang
sering timbul, adanya kelainan kongenital dan kembar siam dapat
ditegakan waktu hamil 19 –20 minggu minggu.

Kelainan jantung bawaan dapat ditentukan dengan ultrasonografi


yaitu dengan melihat 2 atrium dan 2 ventrikel dengan ketepatan 30%.
Risiko hamil kembar dengan 1 amnion, 1 korion, yaitu adanya sindroma
transfusi janin, stuck twin sign, dan lilitan tali pusat. Stuck twin
sign dapat didiagnosis apabila ditentukan: 1. indek air ketuban ≤40 cm;
dan 2. hidramnion di satu kantong kehamilan dan oligihidramnion di
18
kantong kehamilan yang lain Indek air ketuban normal <27 cm. Adanya
perbedaan taksiran berat badan janin ≤ 20% bukan merupakan indikasi
untuk melahirkan janin pretrem. Apabila pemantauan janin antenatal baik
dan tidak ada PJT maka kelahiran diusahakan mencapai >32 minggu atau
31
berat janin >2000 g . Wenstrom menggunakan krireria laboratorium
untuk menyatakan adanya discordance yang berarti kedua janin yaitu
apabila ada perbedaan Hb 5g% atau perbedaan Hematokrit 15%.

Preeklamsia 4 kali lebih sering daripada hamil tunggal. Preeklamsia


lebih sering timbul lebih dini dan lebih berat. Pada triplet lebih sering
dibandingkan dengan kembar biasa.

Kelahiran pada hamil kembar rata-rata 3 minggu lebih awal


dibandingkan dengan kehamilan tunggal, sedangkan pada triplet 6
11
minggu lebih awal dibandingkan kehamilan tunggal . Untuk
mencegah kemungkinan kelahiran preterm maka perlu dievaluasi
keadaan serviks, tirah baring di rumah sakit, menilai sendiri adanya
kontraksi uterus, pemberian beta-mimetik, tokolitik atau dengan ligasi
serviks. Dirawat dirumah untuk mencegah kelahiran preterm masih
dipertanyakan. Ada yang menganjurkan untuk tetap bekerja seperti
biasa. Dirawat dirumah sakit hanya atas permintaan ibu hamil, atau
apabila didapatkan kelainan. Guzman dari 51 triplet menyatakan bahwa
apabila panjang

serviks ≤ 2 cm pada kehamilan antara 25 –28 minggu maka


33
kemungkinan lahir preterm sangat besar. Apabila panjang serviks >35
mm pada kehamilan 24 – 26 minggu maka kemungkinan lahir kurang dari
34 minggu sangat kecil.

Memantau sendiri timbulnya kontraksi uterus dapat mengurangi


kelahiran preterm. Dianjurkan pemeriksaan ultrasonografi setiap 3 – 4
minggu setelah umur kehamilan 20 minggu, tiap 2 minggu setelah 24
minggu dan profil biofisik dilakukan setelah umur kehamilan 30 minggu.
Kalau 1 janin mati, maka harus diwaspadai akan timbulnya disseminasi
coagulasi intravaskuler sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
trombosit secara rutin. Apabila ada hidramnion dan sindroma transfusi
janin maka dianjurkan non-steroid. Informasi kepada pasangannya
juga perlu tentang cara persalinan, dan kemungkinan adanya
komplikasi.

3. Waktu partus/ persalinan

Persalinan harus dilakukan dirumah sakit. Dapat dilakukan induksi


persalinan apabila ada hipertensi atau pertumbuhan janin terhambat.
Waspadai timbulnya perdarahan antepartum. Sebaiknya dipasang infus
pada saat mulainya partus dan diperiksa golongan darah. Lakukan
pemantauan dengan kardiotokografi pada persalinan pevaginam. Apabila
mungkin maka dilakukan pemantauan bersama-sama yaitu
pemantaua luar dan pemantauan dalam yaitu dengan memasang elektroda
di kulit kepala janin kedua. Kalau tidak mungkin dilakukan terus
menerus, maka ada yang menganjurkan untuk melakukan seksio
sesarea. Antibiotik, ampisillin 2g/iv diberikian tiap 6 jam apabila ada
persalinan preterm. Induksi persalinan dengan tetesan pitosin bukan
merupakan kontraindikasi.
Banyak digunakan epidural anestesia, tetapi kadang-kadang
dlanjutkan dengan anestesi umum karena indikasi obsterik seperti gawat
janin. Pada kembar 3, dianjurkan untuk melakukan persalinan dengan
seksio sesarea, untuk mengurangi asfiksia dan kematian perinatal. Pada
umumnya persalinan hamil kembar dibagi 3 grup sesuai dengan
presentasi janin:

a. Janin pertama dan kedua presentasi kepala-kepala


Apabila presentasinya kepala-kepala maka dilahirkan
pervaginam, walaupun berat janinnya kurang dari 155g.
b. Janin pertama presentasi kepala-janin kedua bukan kepala
Masih ada silang pendapat. Ada yang menganjurkan seksio
sesarea untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tetapi
ada yang tidak ada bedanya persalinan pervaginam dan
seksio sesarea. Tapi hati-hati penilaian ada presentasi
bokong, harus disingkirkan adanya disproporsi sefalo-pelvik,
dan janin besar lebih dari 3500g.

Pada janin presentasi bokong kurang 1500g, apakah


persalinan pervaginam atau seksio sesarea masih silang
pendapat. Pada pemeriksaan 306 hamil kembar
didapatkan 235 janin pertama presentasi kepala dan 71
janin pertama bukan presentasi kepala. Dari 235 hamil
kembar tersebut diatas didapatkan 219 kasus (93,2%) bisa
lahir pervaginam dan 16 kasus dengan seksio sesarea. Dari
71 hamil kembar tersebut di atas 33 kasus bisa lahir
pervaginam (46,5%) dan 38 kasus seksio sesarea..

c. Janin pertama bukan presentasi kepala


Apabila janin pertama bukan presentasi kepala dianjurkan
seksio sesarea. Hal ini untuk menghindari adanya
interlocking.

9) Kembar Siam

Diagnosis ditegakan antenal. Ditentukan letak dan bagian tubuh yang mana
yang dempet, dan diberitahukan kepada keluarga sebelum lahir tentang prognosis
dan risiko operasi. Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada kehamilan 38
minggu. Kelau dilakukan pada kehamilan preterm maka dianjurkan untuk
pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru. Insisi klasik lebih
menguntungkan tetapi mempunyai risiko ruptur pada kehamilan berikutnya. Pada
saat kelahiran sebaiknya ada 2 tim dokter yaitu spesialis anak 2 orang, perawat
neonatus 2 orang dan 1 dokter spesialis bedah anak yang siap dipanggil.
35. Pertumbuhan Janin Terhambat
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) kini merupakan suatu entitas penyakit
yang membutuhkan perhatian bagi kalangan luas, mengingat dampak yang
ditimbulkan jangka pendek berupa resiko kematian 6-10 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan bayi normal. Dalam jangka panjang terdapat dampak berupa
hipertensi, arteriosklerosis, stroke, diabetes, obesitas, retensi insulin, kanker dan
sebagainya. Hal tersebut terkenal dengan barker hipotesis yaitu penyait pada orang
dewasa terprogram sejak dalam uterus.

Kini WHO menganjurkan agar kita memperhatikan masalah ini karena akan
memberikan beban ganda. Di Jakarta dalam suatu survey ditemukan bahwa pada
golongan ekonomi rendah, prevalensi PJT lebih tingi (14%) jika dibandingkan
dengan golongan ekonomi menengah atas (5%).

1) Definisi

Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari
berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan yang
terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan. Dahulu PJT disebut
sebagai intrauterine growth retardation (IUGR), tetapi istilah retardation kiranya
tidak tepat. Tidak semua PJT adalah hipoksik atau patologik karena ada 25-60 %
yang berkaitan dengan konstitusi etnik dan besar orang tua.

2) Penyebab

Penyebab PJT di antaranya ialah sebagai berikut:

 Hipertensi dalam kehamilan


 Gemeli
 Anomali janin/trisomi
 Sindrom Antifosfolipid
 SLE
 Infeksi: rubela, sifilis, CMV
 Penyakit jantung
 Asma
 Gaya hidup: merokok, narkoba
 Kekurangan gizi-ekonomi rendah

Pada kehamilan 16-20 minggu sebaiknya dapat ditentukan apakah ada kelainan/cacat
janin. Apabila ada indikasi sebaiknya tentukan adanya kelainan genetik.

3) Patologi

Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang


abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi dan pengeluaran hasil metabolik menjadi
abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutriri pada trimester akhir
sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih kecil
daripada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan
tingkat seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria.

Pada kelainan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat


banyak dan antioksidan yang relatif kurang (misalnya: preeklampsia) akan menjadi
lebih parah. Soothill dan kawan-kawan (1987) telah melakukan pemeriksaan gas
darah pada PJT yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemia
dan eritoblastosis. Kematian pada jenis asimetrik lebih parah jika dibandingkan
dengan simetrik.

Penyebab PJT simetrik ialah faktor janin atau lingkungan uterus yang kronik
(diabetes, hipertensi). Faktor janin ialah kelainan genetik (aneuplodi), umumnya
trisomi 21, 13, dan 18. Secara keseluruhan PJT ternyata hanya 20% saja yang
asimetrik pada penelitian terhadap 8.722 di Amerika.

4) Diagnosis

Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28


minggu. Namun, secara utrasonografi mungkin sudah dapat diduga lebih awal dengan
adanya biometri dan taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan usia gestasi. Secara
klinik pemeriksaan tinggi fundus umumnya dalam sentimeter akan sesuai dengan usia
kehamilan. Bila lebih rendah dari 3cm, patut dicurigai adanya PJT, meskipun
sensitivitasnya hanya 40%, Smith dan kawan-kawan melakukan observasi pada 4.229
kasus dan menemukan bahwa pertumbuhan yang suboptimal sejak trimester pertama
berkaitan dengan kelahiran preterm dan kejadian PJT.

Gambar 54-1. Perkembangan berat janin dibawah 10 sentil menunjukkan adanya


PJT

Biometri yang menetap terutama pengawasan lingkar abdomen yang tidak


bertambah merupakan pertanda awal PJT, terlebih diameter biparietal yang juga
tidak bertambah setelah lebih dari 2 minggu. Pemeriksaan secara Doppler arus darah:
A. Umbilikal, A. Uterina dan A. Spiralis mungkin dapat mencurigai secara awal
adanya arus darah yang abnormal atau PJT.

Berikut kelainan arus darah:

Tabel 54-1. Jenis pembuluh darah dan indikator

Pembuluh darah Resistensi Indeks


Arteri Uterina Lekukan (notching) diastolik + RI > 0,7 tanpa lekukan
Arteri Umbilikal SD >3 – setelah usia gestasi 30 minggu
Gambar 54-2. Perhatikan arus darah A. Umbilikal abnormal dimana diastolik
mengalami arus terbalik menandakan resistensi vascular yang tinggi pada plasenta
dan membahayakan janin

Cairan amnion merupakan petanda kesejahteraan janin. Jumlah cairan amnion


yang normal merupakan indikasi fungsi sirkulasi janin relatif baik. Bila terdapat
oligohidramnion, parut dicurigai perburukan fungsi janin.

5) Manajemen

Setelah ditetapkan tidak ada kelainan janin, perlu dipertimbangkan bila janin
akan dilahirkan. Bagi situasi di Indonesia, saat yang tepat ialah bergantung pada arus
darah arteri umbilikal dan usia gestasi. Arteri umbilikal yang tidak memiliki arus
diastolik (absent diastolic flow) bahkan adanya arus terbalik (reverse flow) akan
mempunyai prognosis buruk berupa kematian janin dalam <1 minggu. Usia optimal
untuk melahirkan bayi ialah 33-34 minggu dengan pertimbangan sudah dilakukan
pematangan paru. Pemeriksaan karditokografiakan membantu diagnosis adanya
hipoksia janinlanjut berupa deselerasi lambat denyut jantung. Skor fungsi dinamik
janin plasenta yaitu upaya mengukur peran PJT pada profil biofisik akan membantu
menentukan saatnya melakukan terminasi kehamilan.

Tabel 54-2. Skor fungsi dinamik janin plasenta

Skor 2 0
Hasil NST Reaktif Non-reaktif
NST + Stimulasi akustik Akselerasi Tanpa Akselerasi
Gerak napas (+) (-)
SD A. Umbilikal <=3 >3
Indeks Cairan Amnion >=10 <10
Kurangi dengan 2 pada PJT; Deselerasi (+) NST= Non Stress Test
(Kurangi dengan nilai 2 pada PJT dan deselerasi lambat)

Penggunaan stimulasi akustik penting meningkatkan sensistivitas, mengingat


terdapat positif palsu pada janin yang tidur. Dengan stimulasi, janin terpaksa
dibangunkan sehingga terhindar dari gambaran non-reaktif. Skor maksimum ialah 10
dimana dianggap janin masih baik. Dengan demikian, bila hasil penilaian ditemukan
<6, makadapat dicurigaiadanya asidosis (sensitivitas 80%, spesifisitas 89%), sehingga
sebaiknya dipilih melahirkan dengan sectio caesarea. Pemeriksaan gas darah tali
pusat sangat dianjurkan untuk membantu manajemen pascakelahiran.

Pengobatan dengan kalsium bloker, betamimetik, dan hormon ternyata tidak


mempunyai dasar dan bukti yang bermakna.

Sumber: Buku Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo Edisi
Keempat Cetakan KelimaTahun
2016
36. Kelainan Janin

1) Sirenomalia

Merupakan penyakit/kelainan langka bawaan, ditandai dengan kedua kaki


yang menyatu dari paha hingga tumit, hanya memiliki ginjal satu buah, alat kelamin
menyatu dengan organ usus besar dari pinggang ke bawah dan posisinya tidak ada
yang lebih rendah.

Sirenomelia berarti hanya memiliki satu ginjal. Sirenomelia merupakan


kondisi penyakit langka yang bisa terjadi pada 70.000 kelahiran bayi dan bisa
menyebabkan kematian dini.

2) Teratoma sarkokokgeal
Merupakan penyakit sejenis tumor yang terletak pada tulang ekor. Tumor ini
diyakini berasal dari sel multipotensial embrio dari Hensen’s node yang terletak di
dalam tulang ekor. Hensen’s node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial yang
merupakan pengatur utama pada perkembangan embrionik. Semula terletak di bagian
posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada minggu pertama kehidupan
didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor.

3) Oligohidramnion

Amnion ialah merupakan cairan ketuban berfungsi untuk melindungi embrio.


Penyakit ini belum diketahui jelas akibatnya. Tetapi kemungkinan penyakit ini
diakibatkan oleh camnion tersebut mengenai bagian tubuh bayi, sehingga bagian
tubuh tersebut tersangkut dan akhirnya menimbulkan pematahan organ pada bayi.
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah ,sering pusing,mata
berkunang- kunang,malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia),konsentrasi
hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
hamil muda. Gambar berikut ini mwerupakan amputasi tungkai akibat tali-tali
amnion.
4) Fetus kompresus (fetus papiraseus)

Janin kecil yang mengalami pembusukan atau mumifikasi dan biasanya


ditemukan pada saat melahirkan bayi yang sehat.

Penyebabnya diduga karena matinya salah satu dari bayi kembar, kehilangan
cairan ketuban atau adanya reabsorpsi dan kompresi pada janin yang meninggal oleh
janin yang tumbuh dengan baik.

5) Amelia Unilateral
Sindrom Tetra-amelia ( tetra- + amelia ), juga disebut autosom resesif
tetraamelia, adalah sangat jarang autosomal resesif kelainan bawaan yang ditandai
dengan tidak adanya keempat anggota badan.

Karakteristik

a. Sindrom ini menyebabkan malformasi berat berbagai bagian tubuh, termasuk


wajah dan kepala, jantung, sistem saraf, kerangka, dan alat kelamin.

b. Paru-paru kurang berkembang, yang membuat sulit bernapas atau tidak


mungkin.

c. Kebanyakan lahir mati atau meninggal segera setelah lahir.

Penyebab dan genetika

a. Para peneliti telah menemukan mutasi pada WNT3 gen pada orang dengan
sindrom tetra-amelia dari satu keluarga besar.

b. sindrom tetra-amelia tampaknya memiliki autosomal resesif pola warisan.


6) Meromelia

Kelainan bawaan amelia dengan mudah dapat dikenal apabila seluruh anggota
gerak hilang, bagi anggota gerak atas yang tertinggal hanya bahu, sehingga sendi
bahu tidak ada atau untuk anggota gerak bawah yang hilang adalah sendi paha yang
tertinggal hanya pantat saja. Dengan demikian seluruh fungsi anggota gerak hilang.

7) Sindrom Alkohol Janin

Suatu keadaan yang terjadi pada janin saat berada dalam kandungan, dimana
ibunya mengkonsumsi minuman beralkohol.
Penyebab

a. Alkohol yang diminum oleh ibu hamil dengan mudah akan melewati plasenta
dan sampai ke janin. Karena janin metabolisme alkohol dengan lebih lambat,
maka konsetrasi alkohol di dalam darah bayi lebih tinggi dibandingkan pada
ibu.

b. Alkohol bisa menghambat penghantaran oksigen dan zat gizi untuk


perkembangan jaringan dan organ tubuh janin, akibatnya bisa terjadi cacat
bawaan, terutama jika alkohol diminum dalam jumlah besar.

Gejala

a. Kelainan pada wajah

b. Kelainan pada persendian, anggota gerak, dan jari-jari

c. Pertumbuhan fisik yang lambat sebelum dan sesudah lahir

d. Gangguan dalam penglihatan atau pendengaran

e. Lingkar kepala dan ukuran otak yang kecil (mikrosefalus)

f. Hambatan perkembangan dan gangguan pada tiga atau lebih area utama, yaitu
berpikir, berbicara, pergerakan, atau kemampuan sosial

g. Kurangnya tonus otot dan gangguan koordinasi

h. Retardasi mental

i. Kesulitan dalam belajar

j. Gangguan perilaku

k. Kelainan jantung

l. Gangguan kemampuan motorik

m. Tremor

n. Koordinasi tangan dan mata yang kurang baik


o. Kelainan pada garis telapak tangan (simian crease)

Diagnosa

a. USG (menunjukkan adanya hambatan dalam pertumbuhan janin, atau disebut


juga IURG (intra Uterine Growth Retardation)

b. Pemeriksaan kadar alkohol pada wanita hamil, yang menunjukkan adanya


tanda-tanda intoksikasi alkohol

c. Pemeriksaan CT scan atau MRI setelah anak lahir

Pengobatan

a. Tidak ada pengobatan spesifik untuk menyembuhkan sindrom alkohol pada


janin.

b. Kelainan fisik dan mental biasanya menetap seumur hidup.

c. Kesulitan dalam belajar mungkin bisa dibantu dengan memberikan


pendidikan khusus di sekolah.

d. Untuk mengatasi kelainan jantung bawaan mungkin perlu dilakukan


pembedahan.

Pencegahan

a. Wanita yang berencana untuk hamil atau wanita yang sedang hamil tidak
boleh mengkonsumsi alkohol.

b. Wanita pecandu alkohol yang berencana hamil harus mengikuti program


rehabilitasi penyalahgunaan alkohol dan selama hamil perlu mendapatkan
pengawasan yang ketat.

8) Sindrome Down

Suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang


diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan.
Gejala

a. Keterbelakangan mental

b. Penampilan fisik : Kepala pendek (brachycephaly) , Mata sipit dengan lipatan


halus kulit di sudut dalam mata (epicanthus) dan bola mata menonjol

c. Efek kesehatan : Kelainan jantung bawaan, Kelainan pada saluran pencernaan.

Penyebab

a. Trisomi 21 Bebas: di mana semua sel dalam tubuh memiliki materi ekstra
kromosom 21. Sekitar 94% dari orang dengan sindrom Down memiliki tipe
ini.

b. Trisomi Translokasi: di mana ekstra kromosom 21 melekat pada kromosom


lain (misalnya ke 13, 14 atau 15). Sekitar 4% dari orang-orang dengan
sindrom Down memiliki jenis ini.

c. Trisomi Mosaik : di mana hanya beberapa sel memiliki ekstra kromosom 21.
Jenis ini biasanya kurang menunjukkan tanda-tanda sindrom Down,
tergantung pada seberapa banyak jumlah sel trisomi yang dimiliki. Sekitar 2%
dari orang dengan sindrom Down memiliki jenis ini.
Pencegahan

a. Melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu


hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan.

b. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang


disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom.

9) Trisomi 13 (sindroma Patau)

Sindrom Patau, atau dikenal sebagai Trisomy 13 adalah salah satu penyakit
yang melibatkan kromosom, yaitu stuktur yang membawa informasi genetik
seseorang dalam gen.Trisomi 13 atau sindroma Patau disebabkan oleh adanya 3 untai
kromosom 13 pada tiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap
selnya adalah 47. Kelainan ini dapat menyebabkan gangguan berat pada
perkembangan otak, jantung, ginjal, bibir dan rongga mulut (bibir sumbing) juga
pertumbuhan jari tangan dan kaki.
Abnormaliti yang biasa terjadi pada bayi yang mengalami Sindrom Patau
termasuk: 

1. Bibir sumbing 
2. Memiliki lebih jari tangan atau kaki 
3. Kepala kecil 
4. Mata kecil 
5. Abnormaliti pada tulang rangka, jantung dan ginjal 
6. Pertumbuhan terbantut 
10) Sindrom Turner

Sindrom Turner (disebut juga sindrom Ullrich-Turner, sindrom Bonnevie-


Ullrich, sindrom XO, atau monosomi X) adalah suatu kelainan genetik pada wanita
karena kehilangan satu kromosom X.

Wanita normal memiliki kromosom seks XX dengan jumlah total kromosom


sebanyak 46, namun pada penderita sindrom Turner hanya memiliki kromosom seks
XO dan total kromosom 45.

Ciri – ciri :

1. Memiliki kelenjar kelamin (gonad) yang tidak berfungsi dengan baik dan
dilahirkan tanpa ovari atau uterus.

2. Alat kelamin bagian dalam terlambat perkembangannya (infantil) dan


tidak sempurna (infantil)

3. Kedua puting susu berjarak melebar,

4. Payudara tidak berkembang,

5. Badan cenderung pendek

6. Dada lebar, leher pendek

7. Mempunyai gelambir pada leher, dll.


11) Sindrom Parder- Willi

Prader Willi Syndrome merupakan penyakit kelainan genetik yang


ditimbulkan karena kurangnya gen pada kromosom 15 Q11-Q13 yang terdapat pada
gen ayah.

Ciri-ciri:

a. Anak dengan Prader Willi Syndrome diawali dengan adanya failure to thrive
(gagal tumbuh) dan kemudian menjadi obesitas.

b. Hypotonia,

c. perawakan pendek,

d. polifagia,

e. tangan kecil dan kaki,


f. hipogonadisme, dan keterbelakangan mental ringan.

Penyebab :

a. hilangnya fungsi gen di daerah tertentu pada kromosom 15

b. penataan ulang kromosom disebut translokasi, atau oleh mutasi atau cacat lain
yang abnormal (menginaktivasi) pada gen kromosom 15 paternal.

12) Anensefalus

Anensefalus adalah suatu kelainan tabung saraf (suatu kelainan yang terjadi
pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan
pembentuk otak dan korda spinalis).

Faktor risiko:
- Riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya
- Kadar asam folat yang rendah

Gejala anensefalus :

1. Ibu : polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)


2. Bayi :
- tidak memiliki tulang tengkorak
- tidak memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum)
- kelainan pada gambaran wajah
- kelainan jantung

13) Meningokel

Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak


utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit.

Gejala:

a. Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda


spinalis dan akar saraf yang terkena.

b. Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di


punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika disinari,
kantung tersebut tidak tembus cahaya,

c. Kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan


sensasi,
d. Inkontinensia uri (besar) maupun inkontinensia tinja,

e. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

37. Disproporsi Kepala Panggul


(DKP)
1) Definisi

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan


ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang
besar ataupun kombinasi keduanya. Istilah cephalopelvic disproportion mulai
digunakan pada abad 20 untuk menggambarkan adanya hambatan persalinan akibat
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dengan pelvis ibu.

2) Etiologi

 Janin yang besar

Janin yang besar ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut
kepustakaan lain, anak yang besar dapat menimbulkan kesulitan dalam
persalinan jika beratnya lebih dari 4500 gram.
Penyebab anak besar yaitu:
a. Diabetes mellitus
b. Herediter
c. Multiparitas
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan karena besarnya kepala atau
besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar,
dapat timbul inersia uteri dan kemungkinan perdarahan postpartum akibat
atonia uteri juga lebih besar.
Jika panggul normal biasanya diusahakan persalinan pervaginam karena
penentuan besarnya anak dengan palpasi Leopold sangat sulit. Pemeriksaan
USG dapat membantu diagnosis bila anak letak kepala dan kepala belum
masuk pintu atas panggul.

 Kelainan Posisi dan Presentasi


a. Presentasi Muka

Presentasi muka adalah presentasi kepala dengan defleksi maksimal


hingga oksiput mengenai punggung dan muka terarah ke bawah (kaudal
terhadap ibu). Presentasi muka dapat disebabkan:
- Panggul sempit
- Bayi besar
- Multiparitas
- Lilitan tali pusat di leher
- Anencephal
Presentasi muka kadang-kadang dapat dicurigai dalam kehamilan jika dari
pemeriksaan luar ditemukan:
- Tonjolan kepala sepihak dengan punggung
- Ditemukan sudut fabre
- BJJ sepihak dengan bagian kecil.
Sedangkan dalam persalinan yaitu dengan pemeriksaan dalam, pada
pembukaan yang cukup besar, akan teraba pinggir orbita, hidung, tulang pipi,
mulut, dan dagu.
Gambar 1.1 Presentasi Muka

Pengelolaan pada presentasi muka:


Kala I: observasi sampai pembukaan lengkap
Kala II: Bila dagu di depan, persalinan pervaginam atau ekstraksi forceps.
Tetapi, bila dagu tetap di belakang, dilakukan seksio sesarea.

b. Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah presentasi kepala dengan defleksi yang sedang.


Etiologinya hampir sama dengan presentasi muka. Biasanya merupakan
keadaan sementara dan sering berubah menjadi presentasi muka atau belakang
kepala.
Presentasi dahi jarang dapat diketahui dalam kehamilan. Namun dapat
dicurigai keadaan tersebut bila dengan pemeriksaan luar ditemukan:
- Tonjolan kepala teraba sepihak dengan punggung anak.
- BJJ sepihak dengan bagian kecil.
Biasanya presentasi dahi baru didiagnosis saat persalinan yaitu dengan
pemeriksaan dalam. Pada pembukaan yang cukup besar, akan teraba sutura
frontalis, ubun-ubun besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung.
Pada presentasi dahi yang bersifat sementara, anak dapat lahir spontan
sebagai presentasi belakang kepala atau muka. Jika presentasi dahi menetap,
janin tidak mungkin lahir pervaginam sehingga persalinan diakhiri dengan
seksio sesarea, kecuali bila janin sangat kecil (TBBJ < 1800 gram).

Gambar 1.2 Presentasi Dahi

c. Letak Lintang

Pada letak lintang, sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak
lurus pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang, bahu menjadi bagian
terendah, yang disebut presentasi bahu, atau presentasi akromion. Jika
pungung terdapat di depan disebut dorsoanterior, jika di belakang disebut
dorsoposterior.
Penyebab letak lintang ialah:
- Dinding perut yang kendur, seperti pada multiparitas
- Kesempitan panggul
- Plasenta previa
- Prematuritas
- Kelainan bentuk rahim
- Mioma uteri
- Kehamilan ganda

Gambar 1.3 Letak Lintang

Pada inspeksi, tampak bahwa perut melebar ke samping dan pada


kehamilan cukup bulan, fundus uteri lebih rendah dari biasanya, hanya
beberapa jari di atas pusat.
Pada palpasi, fundus uteri maupun bagian bawah rahim kosong,
sedangkan bagian-bagian besar teraba di samping kiri atau kanan fossa illiaca.
Jika tahanan terbesar ada di sebelah depan, punggung ada di sebelah
depan. Sebaliknya, jika teraba tonjolan-tonjolan, ini disebabkan oleh bagian-
bagian kecil sehingga punggung terdapat di sebelah belakang.
Dalam persalinan, pada pemeriksaan dalam dapat diraba sisi toraks
sebagai susunan tulang-tulang yang sejajar dan jika pembukaan sudah besar
akan teraba scapula, dan pada pihak yang bertentangan dengan scapula akan
teraba klavikula.
Ada kalanya, anak yang pada permulaan persalianan dalam letak
lintang, berputar sendiri menjadi letak memanjang. Kejadian ini disebut
versio spontanea, yang hanya mungkin jika ketuban masih utuh.
Pengelolaan letak lintang diawali saat kehamilan, yaitu dengan
melakukan versi luar pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih. Bila versi
luar berhasil, persalinan dilakukan pervaginam.
Bila versi luar tidak berhasil, pada janin hidup dilakukan partus
pervaginam bila usia kehamilan < 28 minggu, dan seksio sesarea bila usia
kehamilan > 28 minggu. Sedangkan pada janin mati:
- TBBJ < 1700 gr : persalinan spontan dengan cara konduplikasio korpore
dan evolusi spontan. Bisa dibantu dengan traksi beban.
- TBBJ > 1700 gr : dilakukan embriotomi bila syarat terpenuhi dan harus
dilakukan eksplorasi jalan lahir.
- TBBJ > 2500 gr dan bagian terendah janin masih tinggi dilakukan
seksio sesarea.
- Letak lintang kasip dilakukan embriotomi.

d. Kelainan Posisi

Keadaan Positio Occipito Posterior Persistent atau presentasi ubun-


ubun kecil di belakang adalah suatu keadaan yang disebabkan kegagalan
rotasi interna.
Etiologinya yaitu kelainan panggul, kesempitan panggul tengah, KPD,
fleksi kepala kurang serta inersia uteri.
Adakalanya oksiput berputar ke belakang dan anak lahir dengan muka
di bawah simfisis. Ini terutama terjadi bila fleksi kepala kurang. Untuk
menghindari rupture perinei totalis, episiotomi harus dibuat lebih lebar karena
dalam hal ini perineum diregang oleh sirkumferensia oksipito frontalis. Hanya
sebagian kecil (4%) dari posisi oksipito posterior yang memerlukan
pertolongan pembedahan.
Penyulit yang timbul dalam persalinan yaitu kala II yang lebih
panjang. Umumnya dapat lahir spontan, namun bila ada indikasi dapat dipilih
antara vakum atau forceps.

 Panggul Sempit

Batasan panggul sempit menurut Pedoman diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi RSHS yaitu setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi
kapasitas panggul, sehingga dapat menimbulkan distosia pada persalinan.

Pengaruh panggul sempit pada kehamilan :


1. Retroflexi uteri gravidi incarcerate
2. Kepala tidak dapat turun pada bulan terakhir
3. Fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
4. Abdomen pendulum pada primi gravid
5. Biasanya anak lebih kecil dari ukuran bayi rata-rata

Gambar 1.4 Abdomen Pendulum dengan Kehamilan.


Pengaruh pada persalinan :
1. Persalinan lebih lama dari biasanya, karena gangguan pembukaan ataupun
banyaknya waktu yang diperlukan untuk moulage kepala anak. Kelainan
pembukaan dapat terjadi karena ketuban belum pecah sebelum waktunya
karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul, selanjutnya setelah
ketuban pecah kepala tidak dapat menekan pada serviks karena tertahan pada
pintu atas panggul.
2. Sering terjadi kelainan presentasi atau posisi
3. Ruptur uteri, jika his menjadi telalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan
yang ditimbulkan panggul sempit.
4. Sebaliknya, jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh pangul
sempit, dapat terjadi infeksi intrapartum.
5. Fistel vesikovaginal dan rektovaginal, akibat tekanan lama pada jaringan yang
dapat menimbulkan iskemi yang menyebabkan nekrosis.
6. Ruptur simfisis (simfisiolisis), pasien merakan nyeri di daerah simfisis dan
tidak dapat mengangkat tungkainya.
7. Paresis kaki ibu akibat tekanan dari kepala pada urat-urat saraf di dalam
rongga panggul. Yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan nervus
peroneus.

Pengaruh pada anak :


1. Kematian perinatal meningkat pada partus yang lama.
2. Prolapsus foeniculi
3. Perdarahan otak karena moulage yang kuat, terutama jika diameter biparietal
berkurang lebih dari 0,5 cm.

Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan


Penanganan Khusus

Tabel 1.1 Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan


Penanganan Khusus

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran


pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat
menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga
menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam.
Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis
namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan
panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya.
Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan
sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul


dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu
atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang
menyempit seluruhnya

Klasifikasi panggul sempit :


a. Kesempitan pintu atas panggul
b. Kesempitan bidang tengah
c. Kesempitan pintu bawah panggul

Kriteria diagnosis :
a. Kesempitan pintu atas pangul
Panggul sempit relatif : Jika konjugata vera > 8,5-10 cm
Panggul sempit absolut : Jika konjugata vera < 8,5 cm
b. Kesempitan panggul tengah
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan
spina os ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke-
4 dan ke-5.

Ukuran yang terpenting dari bidang ini ialah:


1. Diameter transversa (diameter antara kedua spina) – 10,5 cm.
2. Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan ruas
sakral ke-4 dan ke-5 – 11,5 cm.
3. Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antara kedua spina ke
pertemuan sacral ke-4 dan ke-5 – 5 cm.
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :
1. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm
atau kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).
2. Diameter antara spina kurang dari 9 cm .
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara
klinis harus diukur secara rontgenologis, tetapi jika dapat juga
menduga adanya kesempitan bidang tengah panggul jika:
1. Spina ischiadica sangat menonjol.
2. Dinding samping panggul konvergen.
3. Diameter antara tuber ischii 8,5 cm atau kurang.
4. Kesempitan pintu bawah panggul. Bila jarak antara tuber os ischii
8 cm atau kurang.
Gambar 1.5 Bidang Panggul

Persangkaan panggul sempit – Seseorang harus ingat akan


kemungkinan panggul sempit jika:
a. Pada primipara, kepala anak belum turun setelah minggu ke 36.
b. Pada primipara ada perut menggantung.
c. Pada multipara, persalinan yang dulu-dulu sulit.
d. Ada kelainan letak pada hamil tua.
e. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dll.)
f. Tanda Osborn positif

Teknik perasat Osborn:


1. Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2. Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa.
3. Dua jari lainnya di atas simfisus, permukaan jari berada pada permukaan
anterior dari simfisis.
4. Tentukan derajat tumpang tindih ketika kepala janin ditekan ke bawah
dan ke belakang.

Interpretasi perasat Osborn:


- Kepala dapat ditekan ke dalam panggul, tidak terdapat tumpang tindih
dari tulang parietal, berarti CPD (-).
- Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari tulang
parietal, sekitar 0,5 cm, berarti CPD sedang. Pemeriksaan dilanjutkan
dengan perasat Muller.
- Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang parietal
menggantung di atas simfisis dengan dibatasi jari, berarti CPD positif.

Teknik perasat Muller:


1. Pasien terlentang, tungkai sedikit fleksi.
2. Satu tangan memegang kepala dari luar di atas simfisis.
3. Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai pintu atas
panggul.
4. Tangan luar mendorong kepala anak ke arah simfisis.

Interpretasi perasat Muller:


- Kepala anak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (-).
- Kepala anak tidak teraba oleh kedua jari, berarti CPD (+).

Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai factor,


diantaranya:
1. Bentuk Panggul
2. Ukuran panggulm jadi derajat kesempitan.
3. Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
4. Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
5. Presentasi dan posisi kepala.
6. His.
Diantara faktor-faktor tersebut, yang dapat diukur secara pasti dan sebelum
persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, ukuran
tersebut sering menjadi dasar untuk memperkirakan jalannya persalinan.
Pada panggul sempit absolute, yaitu CV < 8,5 cm, dilakukan seksio sesarea.
Berdasarkan literatur, tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir pervaginam
dengan selamat jika CV < 8,5 cm.
Pada kesempitan pintu atas panggul, banyak faktor yang mempengaruhi hasil
persalinan pada panggul dengan CV antara 8,5-10 cm (panggul sempit relatif), antara
lain:
- Riwayat persalinan yang lampau
- Besarnya presentasi dan posisi anak
- Pecehnya ketuban sebelum waktunya memperburuk prognosis
- His
- Lancarnya pembukaan
- Adanya infeksi intrapartum
- Bentuk panggul dan derajat kesempitannya.

Karena banyaknya faktor tersebut, pada panggul sempit relative dilakukan


partus percobaan.
Janin yang besar ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut
kepustakaan lain, anak yang besar dapat menimbulkan kesulitan dalam persalinan jika
beratnya lebih dari 4500 gram.
Penyebab anak besar yaitu:
d. Diabetes mellitus
e. Herediter
f. Multiparitas
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan karena besarnya kepala atau
besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar, dapat
timbul inersia uteri dan kemungkinan perdarahan postpartum akibat atonia uteri juga
lebih besar.
Jika panggul normal biasanya diusahakan persalinan pervaginam karena
penentuan besarnya anak dengan palpasi Leopold sangat sulit. Pemeriksaan USG
dapat membantu diagnosis bila anak letak kepala dan kepala belum masuk pintu atas
panggul.
38. Anemia pada Kehamilan

1) Definisi

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr% .Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar haemoglobin dibawah 11 gr%  pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr%
pada trimester II.

Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi,jenis


pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Darah akan bertambah banyak dalam
kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi,
bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga
terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut : plasma
30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.

Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10


minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara
fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang
semakin berat dengan adanya kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan
disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya
saling berinteraksi.

Ekpansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada


kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan Hematokrit (Ht),
konsentrasi hemoglobin darah (Hb) dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan
jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Mekanisme yang mendasari
perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi bahwa anemia fisiologik dalam kehamilan
bertujuan menurunkan viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi
plasental dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin.

Suatu penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai dengan


bertambahnya usia kehailan. Pada trimester pertama, konsentrasi Hb tampak
menurun, kecuali pada perempuan yang telah memiliki kadar Hb rendah (<11,5 g/dl).
Konsentrasi paling rendah didapatkan pada trimester kedua, yaitu pada usia
kehamilan sekitar 30 minggu. Pada trimester ketiga terjadi sedikit peningkatan Hb,
kecuali pada perempuan yang sudah memiliki kadar Hb tinggi (>14,6 g/dl) pada
pemeriksaan pertama.

Umumnya ibu hamil dianggap anemic jika kadar hemoglobin dibawah 11


g/dl atau hematokrit kurang dari 33%. Namun, CDC membuat membuat nilai batas
khusus berdasarkan trimester kehamilan dan status merokok. Dalam praktik rutin,
konsentrasi Hb kurang dari 11g/dl pada akhir trimester pertama dan <10 g/dl pada
trimester kedua dan ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari penyebab
anemia dalam kehamilan. Nilai-nilai ini kurang lebih sama nilai Hb terendah pada
ibu-ibu hamil yang mendapat suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dl pada trimester
pertama dan 10,5 g/dl pada trimester kedua dan ketiga.

Tabel 1. Nilai batas untuk anemia pada perempuan

Status Kehamilan Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%)


Tidak Hamil 12,0 36
Hamil
 Trimester 1
11,0 33
 Trimester 2
10,5 32
 Trimester 3
11,0 33

Tabel 2. Nilai batas untuk anemia pada perempuan yang merokok

Rokok per hari 10-20 batang 21-40 batang


Hb Hematokrit Hb Hematokrit
Status Kehamilan
(g/dl) (%) (g/dl) (%)
Tidak Hamil 12,3 37 12,5 37,5
Hamil
 Trimester 1
11,3 34 11,5 34,5
 Trimester 2
10,8 33 11,0 33,5
 Trimester 3
11,3 34 11,5 34,5

2) Etiologi

Diketahui penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut :


1. Kurang gizi / malnutrisi
 2. Kurang zat besi dalam diit
 3. Malabsopsi
 4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu,haid dan lain-lain
 5. Penyakit-penyakit kronik seperti: TBC, paru,cacing usus, malaria dan lain-lain
3) Gejala

Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah ,sering
pusing,mata berkunang- kunang,malaise, lidah luka, nafsu makan turun
(anoreksia),konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual
muntah lebih hebat pada hamil muda.

4) Klasifikasi

Klasifikasi Anemia dalam kehamilan sebagai berikut :

Anemia Defisiensi Besi

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam


darah.pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil,tidak
hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.

a.    Pengobatan oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero
sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60mg/hari
dapat menaikkan kadar Hb  sebanyak 1 gr%/bulan.saat ini program
nasional menganjurkan kombinasi 60mg besi dan 50 nanogram asam
folat untuk profilaksis anemia.

b.   Pengobatan melalui suntikan baru diperlukan apabila penderita tidak


tahan akan zat besi per oral,dan adanya gangguan penyerapan, untuk
penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua. Untuk
menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
anamnesa.Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing,mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah lebih hebat
pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat Sachli,dilakukan minimal 2 kali
selama kehamilan yaitu trimester I dan III.

Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut :


1.    Hb 11 gr%  : Tidak anemia
2.    Hb  9 – 10 gr% : Anemia ringan
3.    Hb 7 – 8 gr% : Anemia sedang
4.    Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800
mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan
plasenta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan masa haemoglobin
maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan diekskresikan lewat usus, urin dan
kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8- 10
mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan
sekitar 20-25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288
hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga
kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil.

Anemia Megaloblastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folat,


jarang sekali karena kekurangan vitamin B 12.

Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh sintesis


DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk jenis
anemia ini. Folat dan turunannya formil FH4 penting untuk sintesi DNA yang
memadai dan diproduksi asam amino. Kadar asam folat tidak cukup dapat
menyebabkan manifestasi anemia megaloblastik.

Anemia Hipoplastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang untuk


membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi
ekternal dan pemeriksaan retikulosi.

Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel


darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia
dengan kelainan – kelainan gambaran darah, kelemahan, serta gejala
kompliksai bila terjadi kelainan pada organ vital. Pengobatannya tergantung
pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi
maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun
pada beberapa jenis obat-obatan,hal ini tidak member hasil.Sehingga tranfusi
darah berulang dapat membantu penderita ini.

5) Efek Anemia Pada Ibu Hamil,Bersalin dan Nifas

Anemia dapat terjadi pada ibu hamil,karena itulah kejadian ini harus selalu
diwaspadai.anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat
mengakibatkan Abortus ( keguguran) dan kelainan kongenital. Anemia pada
kehamilan trimester II dapat menyebabkan : persalinan premature,perdarahan
antepartum,gangguan pertumbuhan janin dalam rahim,asfiksia intrauterin sampai
kematian, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),gestosis dan mudah terkena infeksi,
IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat
menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir
dengan anemia,dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat
lelah. Saat pasca melahirkan anemia dapat menyebabkan : atonia uteri ,retensio
plasenta,perlukaan sukar sembuh,mudah terjadinya febris puerpuralis dan
gangguan involusi uteri.

Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat


anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas,BBLR dan
angka kematian bayi.Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang
ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil , yaitu cepat lelah,sering
pusing,mata berkunang-kunang, malaise,lidah luka,nafsu makan turun
(anoreksia),konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan
mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.

Sumber : https://med.unhas.ac.id/obgin/?p=102
Win Irwan Royadi.*
dr IMS Murah Manoe,SpOG (K)
39. Kematian Janin
(Intra Uterine Fetal Death/IUFD)
1) Definisi

Menurut WHO dan The American College of Obstetrician and Gynecologists


yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam Rahim dengan berat badan
500 gram atau lebih atau kematian janin dalam Rahim pada kehamilan 20 minggu
atau lebih.Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin atau infeksi.

2) Diagnosis

Riwayat dan pemeriksaan fsisik sangat terbatas nilainya dalam membuat


diagnosis kematian janin. Umumnya penderita hanya mengeluh gerakan janin
berkurang. Pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut janin.Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound, dimana tidak tampak adanya gerakan
jantung janin.

Pada anamnesis gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin


tidak ada, yang terlihat tinggi fundus uteri menurun, berat badan ibu menurun, dan
lingkaran perut ibu mengecil.

Pada pemeriksaan USG, tampak gambaran janin tanpa kehidupan. Dengan


foto radiologik setelah 5 hari tampak tulang kepala kolaps, tulang kepala saling
tumpang tindih (gejala ‘spalding’) tulang belakang hiperrefleksi, edema sekitar
tulang kepala, tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan
hCG urin menjadi negatif setelah beberapa hari kematian janin.

3) Etiologi

25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat
disebabkan oleh factor maternal, fetal atau kelainan patologis plasenta.

 Faktor maternal
Post term (>42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, SLE,, infeksi,
hipertensi, preeclampsia, eklampsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit
rhesus, rupture uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
 Faktor Fetal
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi.
 Faktor Plasenta
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa.
 Sedangkan factor terjadinya kematian janin intrauterine meningkat pad
Usia ibu >40 tahun, pada ibu infertile, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum),
kegemukan, ayah berusia lanjut.
 Kelainan pada uterus atau serviks

4) Pengelolaan

Bila diagnosis kematian janin ditegakkan, penderita segera diberi informasi,


Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan misoprostol secara vaginal (50-
100 µg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan di atas 28 minggu dosis
misoprostol 25 μg pervaginam/6 jam.

Setelah bayi lahir dilakukan ritual keagamaan merawat mayat bayi bersama
keluarga. Idealnya pemeriksaan otopsi atau patologi plasenta akan membantu
mengungkapkan penyebab kematian janin.

5) Pencegahan

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm
adalah bila ibu merasa gerakan bayi menurun, tidak bergerak, atau janin terlalu keras,
perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonogrfi. Perhatikan adaya solusio plasenta. Pada
gemeli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan
koagulasi pembuluh anastomosis.

Sumber: Buku Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo Edisi
Keempat Cetakan KelimaTahun
2016
40. Persalinan Preterm
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi
preterm/premature masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada
bayi baru lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal. Di negara barat 80% dari
kematian neonates adalah akibat prematuritas dan pada bayi selamat 10% mengalami
permasalahan dalam jangka panjang.

Pendekatan obstetrik yang baik terhadap persalinan preterm akan memberikan


harapan terhadap ketahan hidup dan kualitas hidup bayi preterm. Masih ada di sisi
lain yang perlu diperhatikan dalam menangani neonates preterm, terutama dengan
bayi dengan berat lahir sangat rendah (<1.500 gram), yaitu biaya yang sangat mahal
dan meminta tenaga yang banyak. Upaya primer mempunyai dampak biaya yang
relative murah bagi masyarakat mengingat akses ke rumah sakit sangat kecil,
sedangkan upaya sekunder di rumah sakit lebih mahal.

1) Definisi

Persalinan preterm adalah persalian yang berlangsung pada umur kehamilan


20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.

Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah


bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang.

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005


menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu.

2) Masalah Persalinan Preterm

Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6-10%.


Hanya 1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan <32 minggu dan 0,5% pada
kehamilan <28 minggu. Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah perawatn
bayi preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan
mortalitas.

Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi >1.500 gram keberhasilan
hidup sekitar 85%, sedang pada umur kehamilan sama dengan berat janin <1.500
gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32 minggu dengan
berat lahir <1.500 gram angka keberhasilan hanya sekita 59%. Hal ini menunjukkan
bahwa keberhasilan persalian preterm tidak hanya tergantung umur kehamilan, tetapi
juga berat bayi lahir.

3) Etiologi dan Faktor Predisposisi

Persalian preterm merupakan kelainan proses yang multifactorial. Kombinasi


keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya persalian prematur. Banyak Kasus persalinan premature sebagai akibat
proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mepunyai dampak
terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:

 Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun


janin, akibat stress pada ibu atau janin
 Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktus genitourinaria atau infeksi sistemik.
 Perdarahan desidua
 Peregangan uterus patologik
 Kelainan pada uterus atau serviks

Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah:

c. Janin dan plasenta


 Perdarahan di trimester awal
 Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Pertumbuhan janin terhambat
 Cacat bawaan janin
 Kehamilan ganda/gemeli
 Polihidramnion

d. Ibu
 Penyakit berat pada ibu
 Diabetes mellitus
 Preeklampsi/hipertensi
 Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
 Penyakit infeksi dengandemam
 Stres psikologik
 Kelainan bentuk uterus/serviks
 Riwayat persalian preterm/abortus berulang
 Inkompetensi serviks (panjang serviks <1cm)
 Pemakaian obat narkotik
 Trauma
 Perokok berat
 Kelainan imunologi/kelainan resus

4) Diagnosis

Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalian


preterm. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan
preterm, yaitu:

 Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit
 Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
 Perdarahan bercak
 Perasaan menekan daerah serviks
 Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
dan penipisan 50-80%.
 Presentasi janin rendah sampai mencapai spina ischiadica
 Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

5) Manajemen

Cara utama untuk mengurangi resiko persalian preterm dapat dilakukan sejak
awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Beberapa indicator dapat dipakai untuk
meramalkan terjadi persalinan preterm, sebagai berikut:

 Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (Secara manual maupun ultrasonografi)
 Indikator biokimia
-Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara
korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin
janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalian preterm.
-Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningktan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indicator yang kuat
-Sitokin inflamasi: IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α mungkin berperan dalam
sintesis prostaglandin.
-Isoferitin plasenta: Pa=penurunan kadar serum beriksiko terjadinya persalian
preterm. Normal (tidak hamil) 10 U/ml.
-Feritin

 Indikator Laboratorik
Jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7
mg/ml) dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml).

6) Tatalaksana

 Tokolisis
Alasan pemberian obat tokolisis adalah :
- Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi premature
- Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulii
surfaktan paru janin
- Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih
lengkap
- Optimalisasi personel

Beberapa macam obat yang dapat digunakan:


- Kalsium antagonis: Nifedipin 10mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kntraksi hilang.
- Obat β-mimetik: terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
- Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin): jarang dipakai
karena efek samping pada ibu dan janin
- Tirah baring
 Kortikosteroid
Kortikosteroid perlu diberikan pada usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Pemberian tidak dulang akan mengakibatkan resiko terjadinya pertumbuhan
janin terhambat.
- Betametason: 2x12 mg i.m dengan jarak pemberian 24 jam
- Deksametason: 4x6 mg i.m dengan jarak pemberian 12 jam

 Antibiotik
Hanya diberikan bilaman kehamilan risiko terjadinya infeksi seperti kasus
KPD.
- Eritromisin: 3x500 mg selama 3 hari
- Ampisilin: 3x500 mg selama 3 hari

 Perawatan Neonatus
Perlu perhatikan:
- Keadaan Umum - Kelainan Fisik
- Biometri - Kemampuan minum
- Kemampuan Bernapas - Tetap jaga suhu agar tetap hangat

ASI diberikan lebih sering, bila tidak mungkin, diberikan sonde atau dipasang
infus.

Sumber: Buku Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo Edisi
Keempat Cetakan KelimaTahun
2016
41. Ruptur Uteri
1) Definisi

Ruptur uteri komplit ialah keadaan robekan pada rahim di mana telah terjadi
hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritneum. Peritoneum viserale
dan kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian janin sebagian atau
seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir Rahim dan berada dalam kavum
peritonei atau rongga abdomen.

2) Klasifikasi dan Etiologi

Klasifikasi ruptura uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut:

 Kerusakan atau anomaly uterus yang telah ada sebelum hamil


- Pembedahan pada myometrium: seksio sesarea atau histerotomi,
histerorafia, miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot
uterus, reseksi pada kornu uterus atau bagian interstitial, metroplasti
- Trauma uterus konsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada
penanganan abortus, trauma tumpul, atau tajam seperti pisau atau pelur,
rupture tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture previous
pregnancy)
- Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (horn) yang tidak
berkembang

 Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan


- Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat dan terus-menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan,
instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan
garam fisiologik atau prostaglandin, pembesaran Rahim yang erlebihan
misalnya hidramnion dan kehamilan ganda.
- Dalam periode intrapartum: versi-ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi
bokong, anomali janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada
segmen bawah rahim.
- Cacat rahim: plasenta inkreta atau perkreta, neoplasia trofoblas
gestasional, adenomiosis, retroversion uterus gravidus inkarserata.
3) Insiden

Angka kejadian di Negara berkembang masih jauh lebih tinggi jika


dibandingkan dengan Negara maju. Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi 1 dalam
15.000 persalinan. Dalam masa yang hamper sama dialporkan berkisar 1 dalam 294
persalinan sampai 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.

4) Gambaran Klinik

Bila telah terjadi ruptur komplit sudah pasti ada perdarahan yang bisa
dipantau pada Hb dan tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat dan
kelihatan anemis dan tanda-tanda lain dari hipovolemia serta pernapasan yang
sulit berhubung nyeri abdomen akibat robekan rahim yang mengikutsertakan
peritoneum viserale robek dan merangsang ujung saraf sensoris.

 PadaPalpasi
ibu merasa sangat nyeri, bagian tubuh janin mudah teraba dibawah dinding
abdomen ibu, kekuatan his sudah sangat menurun seolah his telah hilang.

 Pada Auskultasi
Sering tidak terdengar denyut jantung janin, tetapi jika janin belum meninggal
bisa terdeteksi deselerasi patologik (deselarasi variabel yang berat) pada
pemantauan dengan KTG.

5) Diagnosis

Ruptura uteri iminens mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin
tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena
nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.

Jari-jari tangan pemriksa dapat melakukan hal-hal berikut:

- Jari-jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding perut
yang licin
- Dapat meraba pinggir robekan, biasanya terdapat pada bagian depan di
segmen bawah rahim
- Dapat memegang usus halus atau oemntum melalui robekan
- Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung jari-jari
tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba
ujung jari-jari tangan dalam.

6) Komplikasi

- Syok Hipovolemik oleh karena perdarahan yang hebat


- Sepsis akibat dari infeksi dari rupture uteri. Infeksi berat umumnya terjadi
pasien dimana rupture uteri telah terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan
telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam berulang.

7) Penanganan

- Bila terjadi rupture uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan


resusitasi serta antibiotika yang sesuai
- Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfuse darah yang banyak,
tindakan anti syok, serta pemberian antibiotika spectrum luas dan
sebagainya.

8) Prognosis

Prognosisi bergantung pada apakah rupture uteri terjadi pada uterus yang
masih utuh atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehidens.

Sumber: Buku Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo Edisi
Keempat Cetakan KelimaTahun
2016
43. Distosia (Persalinan Lama)
1) Definisi

Persalinan lama, disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai pesalinan yang


abnormal/sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan berikut ini:

 Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada
persalian, tidak dapat diatasi sehingga persalian mengalami hambatan atau
kemacetan.
 Kelainan janin. Persalinandapat mengalami gangguan atau kemacetan karena
kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
 Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kmajuan persalian atau menyebabkan kemacetan.

Perhatikan kontraksi uterus pada persalinan biasa. His normal mulai dari salah
satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus
uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri di mana lapisan otot uterus
paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh,
hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya ± 10 mmHg.

Gambar 41-1. Distribusi kontraksi uterus normal


Gambar 41-1 memperlihatkan bahwa, gambar uterus yang besar di sebelah
kiri menunjukkan 4 tempat di mana dipasang mikrobalon untuk mengukur atau
mencatat tekanan myometrium. Pada deretan gambar uterus di atas dapat dilihat
bagaiman kontraksi mulai, menyebar dan menjadi kuat dan akhirnya mengurang dan
menghilang. Fase kontraksi digambarkan dengan garis tebal, sedangkan garis
relaksasi dengan garis lebih tipis. Bandingkan gambar his normal dan bila ada
kelainan dalam his.

2) Jenis-jenis Kelainan His

 Inersia Uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahuludaripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol.
Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman, singkat dan
jarang daripada biasa.
Diagnosis inersia uteri paling sulit ditegakkan pada masa laten. Kontraksi
uterus yang disertai dengan rasa nyeri, tidak cukup untuk menjadi dasar utama
diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai. Akibat dari kontraksi itu terjadi
perubahan pada serviks yakni pendataran dan/atau pembukaan, Kesalahan
yang sering dibuat ialah mengobati seorang penderita untuk inersia uteri
padahal persalinan belum mulai (false labour).

Penanganan :
Harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala
janin dalam panggul, dan keadaan panggul. Apabila ada disproporsi
sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan
seksio sesarea. Apabila tidak atau disproporsi ringan dapat diambil sikap lain.
Pemberian oksitosin berguna untuk memperbaiki his sehingga serviks dapat
membuka. Oksitosin yang diberikan dengan cara suntikan intramuskular dapat
menimbulkan incoordinate uterine action.

 His Terlampau Kuat


His terlampau kuat disebut juga hypertonic uterine contraction. Walapun pada
golongan coordinate hypertonic uterine contraction bukan merupakan
penyebab distosia. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan
persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai
dalam waktu < 3 jam dinamakan partus presipitatus yang ditandai oleh his
yang normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada
kekuatan his. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian
tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.

Penanganan :
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena biasanya
bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Pada persalinan diawasi
dengan cermat, dan episiotomy dilakukan pada waktu yang tepat untuk
menghindari terjadinya ruptur perinei tingkat ke-3. His kuat dan ada rintangan
yang menghalangi lahirnya janin, dapat timbul lingkaran patologik, yang
merupakan tanda bahaya akan terjadi rupture uteri. Dalam keadaan demikian
janin harus dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma minimal bagi ibu
dan anak.

 Incoordinate uterine action


Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga di luar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seprti biasa karena tidak ada sinkronisasi
kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian
atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan. Disamping itu, tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan
rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan
hipoksia pada janin. His jenis ini juga disebut dengan incoordinated
hypertonic uterine contraction. Distosia servikalis dinamakan primer kalau
serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan
incoordinate uterine action.

Penanganan :
Kelainan ini hanya diobati secara simptomatis karena belum ada obat yang
dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara baian-bagian uterus. Usaha
yang dapat dilakukan adlaah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakuta
penderita. Pada distosia servikalis primer diambil sikap seperti pada
incoordinate uterine action. Pada distosia servikalis sekunder, harusdilakukan
seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat menjalar ke
atas sampai segmen bawah uterus.
Gambar 41-2. Incoordinate uterine contraction

3) Etiologi

Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida


tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri.
Faktor herediter mungkin bisa terjadi.

4) Kelainan Kala Satu

 Fasa Laten Memanjang


Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan
normal adalh kurva sigmid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten
yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap
pembukaan.
Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng
(kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah
anesthesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk
( misal tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalian
palsu. Istirahat lebih disarankan karena lebih sering tidak disadari.
Gambar 41-3. Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan nulipara

 Fase aktif memanjang


Kemajuan persalinanpada nulipara memiliki makna khusus karena kurva-
kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukan serviks
antara 3-4 cm.
Fase aktif persalinanb, dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi,
secara konsistensi berawal saat serviks mengalami pembukaan 3-4 cm.
Kemiripan yang agak luar biasa ini digunakan untuk menentukan fase aktif
dan memberi petunjuk bagi penatalaksanaan.
Durasi persalinan fase aktif pada nulipara adalah 4,9 jam. Deviasi standar 3,4
jam cukup lebar. Dengan demikian, fase aktif dialporkan memiliki maksimum
statistik sebesar 11,7 jam (rerata +2 SD) dengan durasi yang cukup
bervariasi.Kecepatan pembukaan serviks berkisar antar 1,2-6,8 cm/ jam.
Dengan demikian, apabila kecepatan pembukaan yang dianggap normal
minimum 1,5 cm/jam.

 Perdarahan bercak
 Perasaan menekan daerah serviks
 Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
dan penipisan 50-80%.
 Presentasi janin rendah sampai mencapai spina ischiadica
 Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

5) Manajemen

Cara utama untuk mengurangi resiko persalian preterm dapat dilakukan sejak
awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Beberapa indicator dapat dipakai untuk
meramalkan terjadi persalinan preterm, sebagai berikut:

 Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (Secara manual maupun ultrasonografi)

 Indikator biokimia
-Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara
korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin
janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalian preterm.
-Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningktan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indicator yang kuat
-Sitokin inflamasi: IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α mungkin berperan dalam
sintesis prostaglandin.
-Isoferitin plasenta: Pa=penurunan kadar serum beriksiko terjadinya persalian
preterm. Normal (tidak hamil) 10 U/ml.
-Feritin

 Indikator Laboratorik
Jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7
mg/ml) dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml).

6) Tatalaksana

 Tokolisis
Alasan pemberian obat tokolisis adalah :
- Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
- Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulii
surfaktan paru janin
- Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih
lengkap
- Optimalisasi personel

Beberapa macam obat yang dapat digunakan:


- Kalsium antagonis: Nifedipin 10mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kntraksi hilang.
- Obat β-mimetik: terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
- Sulfas magnesikus dan antiprostaglandin (indometasin): jarang dipakai
karena efek samping pada ibu dan janin
- Tirah baring

 Kortikosteroid
Kortikosteroid perlu diberikan pada usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Pemberian tidak dulang akan mengakibatkan resiko terjadinya pertumbuhan
janin terhambat.
- Betametason: 2x12 mg i.m dengan jarak pemberian 24 jam
- Deksametason: 4x6 mg i.m dengan jarak pemberian 12 jam

 Antibiotik
Hanya diberikan bilaman kehamilan risiko terjadinya infeksi seperti kasus
KPD.
- Eritromisin: 3x500 mg selama 3 hari
- Ampisilin: 3x500 mg selama 3 hari

 Perawatan Neonatus
Perlu perhatikan:
- Keadaan Umum - Kelainan Fisik
- Biometri - Kemampuan minum
- Kemampuan Bernapas - Tetap jaga suhu agar tetap hangat

ASI diberikan lebih sering, bila tidak mungkin, diberikan sonde atau dipasang
infus.
7) Kelainan Kala Dua

 Kala Dua Memanjang


Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluargnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20
menit untuk multipara, tetapi angka ini juga sangat bervariasi.
Kala II persalinan pada nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam
apabila digunakan analgesia regional. Untuk multipara 1 jam adalah batasnya,
diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesia regional.

 Penyebab Kurang Adekuatnya Gaya Ekspulsif


Kekuatan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat terganggu
secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan melalui
vagina. Sedasi berat atau anesthesia regional-epidural lumbal, kaudal atau
intratekal-kemungkinan besar mengurangi dorongan refleks untuk mengejan,
dan pada saat yang sama mungkin mengurangi kemampuan pasien untuk
mengontraksikan otot-otot abdomen. Pada beberapa kasus, keinginan dalami
untuk mengejan dikalahkan oleh menghebatnya nyeri yang timbul akibat
mengejan.

8) Dampak Persalian Lama pada Ibu-Janin

 Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama, terutama bia disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan
amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.
Pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah
konsekuensi serius lainnya.

 Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan
riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul
sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi
penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian
menyebabkan rupture. Pada kasus ini mungkin terbentuk cincin retraksi
patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang
berjalan melintang di uterus antara sinfisis dan umbilikus.

 Cincin Retraksi Patologis


Tipe paling sering yaitu cincin retraksi patologis Bandl , yaitu pembentukan
cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin timbul akibat persalinan yang
terhambat, disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah
uterus.

 Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di
antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan.
Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam
beberapa hari setelah melahirkan dengan meunculnya fistula vesikovaginal,
vesikoservikal, atau rektovaginal.

 Cedera Otot-otot Panggul

9) Efek pada Janin

 Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalian sering terjadi kaput suksedaneum
yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup
besar dan mnyebabkan kesalahan diagnostik yang serius.

 Molase Kepala Janin


Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang
disebut molase (molding, moulage).
Bersamaan dengan molase, tulang parietal yang berkontak dengan
promontorium, memperlihatkan tanda-tanda mendapat tekanan besar, kadang-
kadangbahkan menjadi datar.
Tanda-tanda khas penekanan dapat terbentuk di kulit kepala, pada bagian
kepala yang melewati promontorium.
Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan upaya
paksa pada persalian. Fraktur ini jga dapat terjadi pada persalian spontan atau
bahkan seksio sesarea.

Sumber: Buku Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo Edisi
Keempat Cetakan KelimaTahun
2016

Anda mungkin juga menyukai