Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

PENYAKIT GRAVES ET CAUSA HIPERTIROIDSIME

Oleh:

Faisal Maulana

19360099

Pembimbing:

dr. Juspeni KartikaSp.PD., KHOM, FINASIM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RS PERTAMINA BINTANG AMIN

BANDAR LAMPUNG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus

PENYAKIT GRAVES ET CAUSA HIPERTIROIDISME

Bandar Lampung, 22 Juli 2019

Penyaji Pembimbing

Faisal Maulana dr. Juspeni K.,Sp.PD, KHOM

1
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi


tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Hipertiroidisme
(Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara
berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah
(Semiardjie, 2003)
Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang
berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai
yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat
dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya
mungkin tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar
tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien
mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas,
kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang
meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot.
Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura
palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi. Goiter
nodular toksik, lebih sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi
goiter nodular kronik, manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves
(Schteingart, 2006)
Di negara Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk yang paling umum
dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves.
Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang
selama periode 20-tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40
tahun. Gondok multinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di
daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima
yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah
dunia dengan defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5%
kasus tirotoksikosis (Lee, et.al., 2011).

2
Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang
10 per 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang
berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada
wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi
hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid terdapat
pada 0.8 per 1000 wanita pertahun (Guyton, 2007 ).
Tujuan dari penulisan untuk mengetahui penyakit hipertiroid yang mencakup
definisi, epidemiologi, etiologi, penegakkan diagnosis, patofisiologi dan
pathogenesis, penatalaksanaan pada kasus hipertiroid sehingga petugas kesehatan
dapat mengenali dan memberi terapi secara tepat.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny.Agus Juarni

Tanggal lahir : 10-08-1985

Usia : 34 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Natar

Pekerjaan : Petani

Suku Bangsa : WNI

Agama : Islam

No RM : 130365

Msuk RS : 20-07-2019 Pukul 17.51

2.2 Anamnesis

4
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
A. Keluhan Utama
Jantung berdebar 1minggu yang lalu
B. Keluhan Tambahan
Punggung tidak bias bergerak, berat badan menurun, panas dingin,
nafas sesak, batuk berdahak dan telapak tangan berkeringat
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 1 bulan yang lalu Os mengeluhkan jantung berdebar dan
nafas sesak . batuk berdahak, Pasien juga mengeluhkan badan terasa
lemah dan lemas. Pasien mengeluh berat badan semakin menurun dan
nafsu makan tetap. Os juga mengeluh demam yang naik dengan waktu
sore hari yang tidak menentu. Os mengatakan sering keringat pada
malam hari. Os berobat untuk meredakan keluhannya.

Sejak ± 1 bulan yang os berobat di rumah sakit DKT, terdiagnosa


ssakit hipertiroidm dan berikan obat tyrozol untuk meredakan sakit nya
yang diberikan selama 1 bulan 3x lalu dan obat yang disediakan rumah
sakit terbatas maka os sempat sembuh dengan penyakitnya namun
muncul lagi..

Pada tanggal 22 Juli 2019, Os datang ke IGD Rumah Sakit


Pertamina Bintang Amin dengan keluhan yang dirasakan jantung
berdebar, demam dan sesak sejak ± 1 jam SMRS. Sesak yang dirasakan
hilang timbul. Sesak nafas tidak disertai bunyi ngik-ngik. Sesak nafas
tidak disertai dengan nyeri. Demam yang naik pada waktu sore hari.
mual (-), muntah (-) dan nafsu makan biasa namun berat badan
menurun. Saat diperiksa tekanan darah Os 90/80 mmHg; Nadi 110
x/menit; Pernapasan 29 x/menit; suhu 39.8°C.
Oleh dokter jaga IGD, Os di sarankan untuk rawat inap agar
mendapatkan terapi lebih lanjut.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

5
– Thypoid – Batu ginjal/saluran kemih
– Tuberkulosis – Disentri
– Difteri – Hepatitis
– Batuk rejan – Penyakit Jantung Koroner
– Campak – Hipotensi
_ Influenza – Sifilis
_ Diabetes – Gonore
– Kholera – Hipertensi
– Penyakit prostat – Ulkus ventrikulus
– Pneumonia – Ulkus duodeni
– Pleuritis – Gastritis
– Alergi – Batu empedu

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Keadaan Penyebab
Hubungan Diagnosa
Kesehatan Meninggal
Kakek – – –

Nenek – – –

Ayah – – –

Ibu - – –

Saudara - – –

Anak-anak – – –

F. Anamnesis Sistem
Kepala Nyeri kepala (-), Pusing (-), Pusing berputar (-), leher
kaku (-).
Mata Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
pandangan berutar (-), berkunang-kunang (-), sklera
ikterik (-).
Hidung Pilek (-), mimisan (-), Tersumbat (-)
Telinga Pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), darah (-)
Mulut Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-
pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-)

Leher Pembesaran kelenjar Limfe (-)


Tenggorokan Nyeri tenggorokan (+), pembesaran tiroid (+),

6
suara serak (-), gatal ( -)
Sistem Respirasi Sesak nafas (+), batuk (-), mengi ( - )
Sistem Sesak saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-
Kardiovaskuler debar (+), keringat dingin (+), sesak pada saat tidur
(+)
Sisitem Rasa kembung (-), Nyeri ulu hati (-), BAB cair (-),
Gastrointestinal Mual (-), muntah (-), BAB darah kehitaman (-), nafsu
makan menurun (-),
Sistem Badan lemas (+), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku
Muskuloskeletal otot (-)
Sistem Urin berwarna seperti teh (-), kencing darah (-),
Genitourinaria sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), kencing
nanah (-), sulit memulai kencing (-), anyang-
anyangan (-).
Ekstremitas atas Luka (-), kesemutan (-), kaku digerakan (-),
bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-)
Ekstremitas bawah Luka (-), kesemutan (-), kaku digerakan (-), bengkak
(-), sakit sendi (-), panas (-)
System Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-),
neuropsikiatri emosi tidak stabil (-)
Sistem Pucat (-), kulit kuning (-), gatal (-)
Integumentum

G. Riwayat Kebiasaan
Minum kopi
H. Riwayat Makanan & Minuman
Frekuensi/hari : 3x/ hari
Jumlah/hari : Satu porsi
Variasi/hari : Bervariasi
Nafsu makan : seperti biasa

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Pemeriksaan Umum

7
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 90/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit, takikardi
Suhu : 39.8 ⁰C
Pernapasan : 29 x/menit, regular

B. Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Wajar/Gelisah/Tenang/Hipoaktif/Hiperaktif
Alam perasaan : Biasa/Sedih/Gembira/Cemas/Takut/Marah
Proses pikir : Wajar/Cepat/Gangguan Waham/Fobia/Obsesi

C. Status Generalisata
 Kulit
Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Normal Pembuluh darah : Normal
Suhu raba : hangat Lembab/kering : lembab
Keringat, umum : Normal Turgor : Normal

 Kepala
Ekspresi wajah : Normal Simetris muka : Simetris
Rambut : Normal

 Mata
Eksolftalmus : Tidak ada Endoftalmus : Tidak ada
Kelopak : Normal Lensa : Normal
Konjungtiva : Normal Visus : Normal
Sklera : Normal Gerakan mata : Normal
Lap.penglihatan : Normal Tek. bola mata : Normal

8
Deviatio konjungtiva : Tidak ada Nistagmus : Tidak ada

 Telinga
Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran : Tidak diperiksa
Lubang : Normal Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak diperiksa Perdarahan : Tidak ada

 Hidung
Trauma : Tidak ada Nyeri : Tidak ada
Sekret : Tidak ada Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

 Mulut
Bibir : Tidak sianosis Tonsil : Normal
Langit-langit : Hiperemis Bau nafas : Tidak berbau
Trismus : Normal Lidah : Normal
Faring : Normal

 Leher
Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran
Kelenjar limfe : Normal, tidak ada pembesaran

 Kelenjar getah bening


Submandibula : Tidak teraba Leher : Tidak teraba
Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak : Tidak teraba
Lipat paha : Tidak teraba

 Thoraks
Bentuk : Simetris kiri = kanan
Sela iga : Normal

Jantung

9
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Kiri : atas, ics II linea parasternalis sinistra
Bawah, ics IV linea midclavikularis sinistra
Kanan : atas, ics II linea parasternalis dextra
Bawah, ics IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, reguler;
Murmur (-) gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, caput medusa (-), ikterik (-)
Palpasi : Nyeri tekan perut (+); Rabaan seperti papan (-);
Hati dan limpa tidak teraba; Shifting dullness (-); Nyeri
ketok CVA (-) Kiri/Kanan; Ballotement ginjal (-)
Perkusi : Timpani (+).
Auskultasi : Bising usus (+)

 Ekstremitas
 Ekstremitas superior dextra dan sinistra :
Oedem (-), deformitas (-), sianosis (-), nyeri sendi (-), ptekie (-),
eritem palmar (-), akral dingin (-), krepitasi (-)
 Ekstremitas inferior dextra dan sinistra :
Oedem (-/-) pada dorsum pedis, jaringan nekrotik (-/-), deformitas
(-), sianosis (-), nyeri sendi (-), ptekie (-), eritem palmar (-), akral
dingin (-), krepitasi (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


A. Laboratorium Patologi Klinik
HEMATOLOGI ( 21 Juli 19.21)
No
. Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
1. Hemoglobin 9,5 LK 14–18 Wn 12–16 gr/dl
2. Leukosit 12.200 4.500–10.700 Ul

10
3. Hit. Jenis Leukosit Basofil 0 0–1 %
Hit. Jenis Leukosit
4. Eosinofil 0 0–3 %
5. Hit. Jenis Leukosit Batang 1 2–6 %
Hit. Jenis Leukosit
6. Segmen 71 50–70 %
Hit. Jenis Leukosit
7. Limfosit 20 20–40 %
Hit. Jenis Leukosit
8. Monosit 8 2–8 %
Lk 4,6–6,2 Wn 4,2–
9. Eritrosit 4,1 6,4 Ul
10. Hematokrit 30 Lk 40–54 Wn 38–47 %
11. Trombosit 177.000 159.000–400.000 Ul
12. MCV 88 80–96 Fl
13. MCH 25 27–31 Pg
14. MCHC 29 32–36 gr/dl

Gambaran EKG

Kesimpulan: irama jantung sinus takikardi

2.5 Resume

11
Seorang perempuan usia 34 tahun datang ke IGD Rumah Sakit
Pertamina Bintang Amin dengan keluhan jantung berdebar, demam dan
sesak yang dirasakan sejak ± 1 jam SMRS. Sesak yang dirasakan hilang
timbul. Sesak nafas tidak disertai bunyi ngik-ngik. Sesak nafas tidak disertai
dengan nyeri. Batuk berdahak. jantung Berdebar-debar (+). Keringat dingin
dan demam yang dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu. Demam yang naik
dengan waktu tidak menentu. mual (-), muntah (-) dan nafsu makan
menurun. Saat diperiksa tekanan darah Os 90/80 mmHg; Nadi 110 x/menit;
Pernapasan 29 x/menit; suhu 39.8°C.

2.5 Daftar Malasah


 Anamnesis : – Sesak nafas
_ jantung berdebar
– BB turun
- Batuk berdahak
– Demam

 Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda vital : TD 90/80mmHg
RR: 29x/ mnt
T : 39,8
 Pemeriksaan penunjang
- Hematologi

 Hematokrit 30%
 Hemoglobin 9,5%
- Gambaran EKG : irama jantung sinus takikardi

2.6 Diagnosis Kerja


Penyakit graves et causa hipertiroidisme
2.7 Diagnosis Differensial

12
2.8 Penatalaksanaan

A. Non Farmakologi
B. Farmakologi
1. Infus RL XX XTPM
2. Inj.ketorolax 1 ampl
3. ceftriaxone 19v/12 jam
4. ranitidine 10ml/12jam
5. Ambroxol 3x1
6. MP 3x1
7. Sukralfat syr 4x2
8. Tyrozole 1x1
9. Propranolol 2x1
10. Lansoprazole 2x1
11. PCT 3x1 tab
12. Analsik 3x1
2.9 ANJURAN PEMERIKSAAN
- pemeriksaan T3 dan T4

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
21 Juli 2019
S Demam, jantung berdebar, pasien lesu akral hangat dan telapak tangan
berkeringat, sesak nafas dan batuk
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan

13
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 38,0 o C
Pernapasan : 26 x/menit
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/
+)
Leher:
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran tiroid
Pemeriksaan dada depan
Paru
P: lapang paru sonor
A: Vesikuler paru , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan dada belakang
Paru
P : lapang paru sonor
A : vesikuler pada paru , ronkhi (-/-), whezzing -,-
Jantung:
I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Batas jantung kanan atas : ICS II linea parasternaslis dextra
Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : ICS VI linea midclavikularis sinistra
A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur (-) gallop (–)
Abdomen:
I: Dinding perut datar, asites (-)
A: Bising usus + (normal)
P: nyeri tekan epigastrium, hepar lien tidak teraba

14
P: tympani pada regio epigastrium danregio umbilicus, Tes undulasi (-),
shifting dullness (-), knee chest position (-)
Ekstrimitas :
DBN
EKG : sinus takikardi

A Hipetiroid
P 1. Infus RL XX X TPM
2. ranitidine 2x1
3. PCT 3x1
4. sucralfate syr 4x2
5. Metil prednisolone 3x1
6. ambroxol 3x1
7. ceftriaxone 2x1

22 Juli 2019
S Demam,jantung berdebar, batuk keringat dingin, bb menurun, akral hangat
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 38,0o C
Pernapasan : 26 x/menit
Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/
+)
Leher:
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran tiroid
Pemeriksaan dada depan

15
Paru :
P: lapang paru Sonor
A: Vesikuler , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
pemeriksaan dada belakang
Paru
P : sonor
A: vesikuler paru (-/-),whezzing
Jantung:
I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Batas jantung kanan atas : ICS II linea parasternaslis dextra
Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : ICS VI linea midclavikularis sinistra
A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur (-) gallop (–)
Abdomen:
I: Dinding perut datar, asites (-)
A: Bising usus + (normal)
P: nyeri tekan epigastrium, hepar lien tidak teraba
P: tympani pada regio epigastrium danregio umbilicus, Tes undulasi (-),
shifting dullness (-), knee chest position (-)
Extremitas:
DBN

EKG : sinus takikardi

A Hipertiroid
P 1. Infus RL XXX TPM
2. sucralfate 4x1
3. ceftriaxone 2x1
4. ranitidine 2x1

16
5. ambroxol 3x1
6. PCT 3x1
7. Metil Prednisolon 3x1
8. thyrozole 1x1
9. propranolol 2x1
10. lansoprazole 2x1

23 Juli 2019
S Badan lemas, demam, tidak nafsu makan
O Tanda-Tanda Vital
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 83x/menit
Suhu : 36,1o
Pernapasan : 20 x/menit

Kepala:
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/
+)
Leher:
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran tiroid
Pemeriksaan dada depan
Paru :
P: lapang paru Sonor
A: Vesikuler , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
pemeriksaan dada belakang
Paru
P : redup paru sonor
A: vesikuler paru (-/-),whezzing

17
Jantung:
I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Batas jantung kanan atas : ICS II linea parasternaslis dextra
Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : ICS VI linea midclavikularis sinistra
A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur (-) gallop (–)
Abdomen:
I: Dinding perut datar, asites (-)
A: Bising usus + (normal)
P: nyeri tekan epigastrium, hepar lien tidak teraba
P: tympani pada regio epigastrium danregio umbilicus, Tes undulasi (-),
shifting dullness (-), knee chest position (-)

Extremitas:
DBN
A Hipertiroid
P 1. Infus RL XXX TPM
2. sucralfate syr 4x1
3. ceftriaxone 2x1
4. ranitidine 2x1
5. ambroxol 3x1
6. PCT 3x1
7. MP 3x4
8. thyrozole 1x1
9. propranolol 2x1
10. lansoprazole 2x1

18
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association of
Clinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi
Berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan
oleh kelenjar tiroid melebihi normal. Hipertiroidisme merupakan salah satu
bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun
kombinasi keduanya, di aliran darah.
Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek metabolic yang
beredar secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3 atau keduanya.
Subklinis hipertiroidisme mengacu pada kombinasi konsentrasi serum TSH
yang tidak terdeteksi dan konsentrasi serum T3, T4 normal, terlepas dari ada
atau tidak adanya tanda-tanda gejala klinis (Pauline, 2007).

B. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid
(Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau
hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering
hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh

19
secara serampangan membentuk thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI),
suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood,
2002).
1. Tiroid :
a. Grave’s disease  80% karena ini
Terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan
adanya penyakit autoimun lainnya misalnya DM tipe I
b. Adenoma toksik
c. Toksik nodular goiter
d. McCune-Albrigth
e. Tiroiditis sub akut
2. Hipofisis :
a. Adenoma hipofisis
b. Hipofisis resisten terhadap T4

3. Lain :
a. Eksogen
b. Iodine induced hyperthyroidism
c. hCG

C. Epidemiologi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien dengan
hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60
tahun. Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa. Adenoma autonom dan racun
multi-nodular gondok lebih sering terjadi di Eropa dan daerah lain di dunia di
mana penduduk cenderung mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka
juga lebih tinggi pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun
(Pauline, 2007).
D. Patogenesis dan patofisiologi
1. Patogenesis

20
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:
Hipotalamus Hipofisis Tiroid
(menerima
TRH/TIH)

Kurang Lebih Pengeluaran TIH Reseptor TSH/TIH


(tiroid inhibiting merangsang kelenjar tiroid
hormon)

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluaran Pengeluaran


tiroid di tubuh tiroid ke pembuluh hormon hormon
darah dan jaringan tiroid tiroid
dihentikan (T3 & T4)

Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative

Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu


peningkatan kadar hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi
feedback negative menuju hipotalamus. Ketika feedback negative
diterima oleh hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormone
inhibiting yang akan menurunkan sekresi/pembuatan hormone tiroid.
Proses ini terjadi ketika tiroid tidak mengalami suatu kelainan, apabila
terjadi suatu kelainan pada tiroid maka proses yang akan terjadi adalah
sebagai berikut (Guyton, 2007).

Hipotalamus Hipofisis Tiroid

21
(menerima
TRH/TIH)

Lebih Pengeluaran Reseptor TSH/TIH


TIH ditutupi oleh TSI
(Tiroid (Tiroid Stimulating
Inhibiting Imunoglobulin)
Hormone)

Kadar hormon Sekresi hormone Pengeluaran Pengeluaran


tiroid di tubuh tiroid ke pembuluh hormon hormon
darah dan jaringan tiroid tidak tiroid
makin meningkat dihentikan (T3 & T4)

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan


hormone tiroid. Hal ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan
TIH oleh Tiroid Stimulating Inhibitor yang akan merangsang kelenjar
tiroid untuk memproduksi hormone tiroid secara terus menerus. Ketika
produksi hormone tiroid telah dirasa cukup oleh tubuh, maka tubuh akan
memberikan umpan balik negative kepada hipotalamus untuk
mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang akan menurunkan
produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan
memberikan efek kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh
TSI sehingga kelenjar tiroid akan melanjutkan proses produksi hormone
tiroidnya.
Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone
tiroid, maka akan didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan
T4 tanpa adanya peningkatan hormone TSH (Guyton, 2007). Kejadian ini
didapatkan pada kasus penderita hipertiroidisme, yang akan
menyebabkan peningkatan kadar metabolism di dalam tubuh dan
peningkatan tmbuh kembang dari penderita tersebut (Robbins, 2007).
2. Patofisiologi

22
Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang
merangsang aktifitas tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat.
Akibat peningkatan ini ditandai dengan adanya tremor, ketidakstabilan
emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat badan.
Kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat,
tekanan nadi yang kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal
jantung. Peningkatan cardiac output dan kerja jantung selama
ketidakstabilan atrial menyebabkan ketidakteraturan irama jantung,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Ancaman bagi kehidupan
di kombinasi dengan delirium atau koma, temperatur tubuh naik sampai
41o C, detak jantung meningkat, hipotensi, muntah dan diare.
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri
khas atau tanda khusus. Beberapa gejala patognomonik yang menyertai
penyakit Graves, yaitu:
a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi
sitotoksik yang bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor
yang ditemukan di orbital fibroblast, otot orbital, dan jaringan tyroid.
Sitokin yang berasal dari limfosit yang disintesis menyebabkan
inflamasi di orbital fibroblast dan otot ekstraokular, dan hasilnya
adalah pembengkakan pada otot orbital (Gardner, 2007).

Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat ditambahkan


terjadi akibat peningkatan hormone tiroid, penonjolan mata dengan
diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia

23
juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen
retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya
terjadi pembengkakan otot mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar
(Silbernagl, et al., 2006).
Pengamatan eksoftalmus dapat dimilai menggunakan suatu
metode yang dinamakan NO SPECS:
0 = No signs or symptom
1 = Only signs (lid retraction or lag)
2 = Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 = Proptosis (>22 mm)
4 = Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 = Corneal involvement
6 = Sight loss
Namun, metode NO SPECS tidak bisa menilai mata secara
keseluruhan, dan kadang-kadang kronologi gangguan pada mata
pasien tidak berurutan seperti yang tertera di daftar NO SPECS untuk
menilai derajat keparahan yang diderita pasien tersebut. Sehingga
ditakutkan hasilnya jadi kurang valid.
1) Untuk menilai proptosis bisa dilakukan dengan cara visualisasi
antara iris bagian bawah dengan palpebra bagian bawah. Untuk
Graves Disease biasanya iris pasien bisa terlihat di bagian bawah
palpebra, padahal normalnya tidak.
2) Untuk menilai proptosis juga bisa menggunakan alat
exopthalmometer (Harrison, 2005).
b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit Parkinson,
tremor pada penyakit Graves merupakan tremor lembut, bukan tremor
kasar. Tremor halus terjadi dengan frekuensi 10-15 x/detik, dan
dianggap sebagai efek dari bertambahnya kepekaan sinaps saraf

24
pengatur tonus otot di daerah medulla (Guyton, 2007). Gejala lain
yang mengiringi penyakit Graves, diantaranya:
1) Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun
Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya
peningkatan metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan
asupan makanan yang lebih banyak untuk megimbanginya.
2) Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon
tiroid membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik
yang ada di dalam otot untuk membentuk glukosa melalui proses
glukoneogenesis. Karena diambil dari otot, maka pemakaian
senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa
otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan (Guyton,
2007).
3) Berdebar-debar
Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon
tiroid dapat merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan
hormon-hormon yang dibentuk medulla suprarenal, yaitu
epinephrin dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara menstimulasi
α dan β reseptor, terutama β reseptor yang berada di membran
plasma otot jantung (Guyton, 2007).
4) Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal
Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi
getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga
hipertiroidisme seringkali menyebabkan diare (Guyton, 2007).

25
Sekresi hormon tiroid

hipertiroidisme

hipermetabolisme

Penguraian glikogen - Kontraksi usus masa protein otot rangka


glukosa

Degradasi KH, protein Sering defekasi Sering lelah


dan lemak

Kebutuhan metabolisme BB

Nafsu makan

Bagan patofisiologi berat badan menurun, nafsu makan meningkat, sering


defekasi, sering lelah pada hipertiroidisme

26
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan
bereaksi dengan antigen diatas dan
bila terangsang oleh pengaruh sitokin
(seperti interferon gamma

Mengekspresikan molekul-molekul
permukaan sel kelas II (MHC kelas II,
seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T

Sitokin yang terbentuk dari limfosit


akan menyebabkan inflamasi
fibroblast dan miositis orbit

Menyebabkan pembengkakan otot-


otot bola mata, proptosis dan diplopia

Bagan patofisiologi diplopia dan eksoftalmus pada hipertiroidisme

27
T3&T4 meningkat

Fungsi hormon tiroid


memodulasi system saraf

Kepekaan sinaps saraf pada daerah


medulla (mengatur tonus otot)

Kepekaan saraf

Rangsangan berlebih

tremor

Bagan patofisiologi tremor pada hipertiroidisme

E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama,
yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak tampak.
Tiroidal dapat berupa goiter karena hiperplasia kelenjar tiroid dan
hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala
hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas simpatis

28
yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat berlebih, berat badan menurun sementara nafsu makan
meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi otot.
Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati dan
infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah biasanya (Amory,
2011).
Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada
hipertiroid perlu juga mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang
memiliki penyakit yang sama atau memiliki penyakit yang berhubungan
dengan autoimun (Amory, 2011).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi ekstratiroidal
yang berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-80% pasien yang
ditandai dengan mata melotot, fissura paplebra melebar, kedipan
berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan
mata) dan kegagalan konvergensi. Pada manifestasi tiroidal dapat
ditemukan goiter difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu badan meningkat, dan
tremor (Amory, 2011).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau FT41 (free
thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid yang meliputi anti
tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH serum, test
penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine uptake) dan
pemeriksaan sidikan tiroid (thyroid scanning) (Amory, 2011).
4. Gold Standard Diagnosis
Gold standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH dan
FT4 (Amory, 2011).

F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis

29
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid.
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang dipasarkan
dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang dipasarkan dengan
nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme kerja obat antitiroid bekerja
dengan dua efek, yaitu efek intra dan ekstratiroid. Berikut merupakan
mekanisme masing-masing efek (Palacios, 2012).
a. Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin
sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan
T4.
b. Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4 menjadi
T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan mekanisme aksi
ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU).
Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol 20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6
minggu pertama. Setelah itu dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai
respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis awal belum
memberikan perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan bertahap hingga dosis
maksimal, sementara jika dosis awal sudah memberi perbaikan klinis
maupun biokimia, dosis diturunkan hingga dosis terkecil PTU 50 mg/hari
dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat
mempertahankan keadaan eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas
normal. Pemilihan PTU dan metimazol dapat disesuaikan dengan kondisi
klinis karena berdasarkan kemampuan menghambat penurunan segera
hormon tiroid di perifer, PTU lebih direkomendasikan (Palacios, 2012).
2. Nonfarmakologis
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi
untuk diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori per
hari baik dari makanan main dari suplemen, konsumsi protein tinggi 100-
125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk mengatasi proses pemecahan protein

30
jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur, serta mengurangi rokok,
alkohol, dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme
(Palacios, 2012).

31
DAFTAR PUSTAKA

Amory, JK., Irl BH. 2011. Hyperthyroidism from Autoimmune Thyroiditis in a


Man with Type 1 Diabetes Mellitus: a Case Report. Journal of Medical
Case Reports 2011, 5:277
Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Basic and Clinical Endocrinology.
Jakarta: Sagung Seto.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC

Harrison, Tinsley R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th


Edition. United States of America: McGraw-Hill Companies.
Lee, S.L., Ananthankrisnan, S., Ziel, S.H., Talavera, S., Griffing, G.T., 2011.
Hyperthyroidism. http://emedicine.medscape.com (Diakses tanggal 3
November 2014)
Palacios, SS. Eider, PC. Juan, CG. 2012. Management of Subclinical
Hyperthyroidism. International Journal of Endocrinology and
Metabolism April 2012; 10(2): 490-496
Pauline, M. Chamacho., Hossein, Gharib., Glen, W. Sizemore. 2007. Evidence-
Based Endocrinology.
Schteingart, D.E. 2006. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Huriawati H., Natalia
S., Pita W., Dewi A.M (Editors). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Hal: 1225-36
Sherwood, L. 2002. Human Physiology: From Cells to Systems. Penerbit buku
kedokteran: EGC
Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta:EGC

.
Arif, M (2009). Asuhan keperawatann klien gangguan system kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta :
Salemba medika
Black,J.&Hawk,J.H.(2009). Medical surgery Nursing.Clinical menegement for positif outcomes :
Elsavier

32
Lily, Rilantono,L (2013) Penyakit Kardiovaskuler (PKV) Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia3
Dr.R Djojodibroto, Darmoto. (2014), Respiratory Medicine ,Jakarta : Buku kedokteran EGC
Khairani, R. (2012). Karakteristik Efusi pleura di rumah sakit persahabatan. Junral Respirasi indo
Vol.32,155-156
E, Syahruddin .d (2009). Efusi pleura Ganas pada kanker dan paru. FK Universitas Indonesia
Depkes RI.,2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta : BPPSDMK
World Health Organization, 2006. The Stop Tuberculose Startegy. WHO. 24: 10-11

33

Anda mungkin juga menyukai