Disusun oleh :
i
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh:
Nama : Muhamad Indhillahi
No. Mhs : 12310137
ii
DAFTAR ISI
PROPOSAL PENELITIAN.....................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
2.2 Penelitian Terdahulu Analisis Dampak Lalu Lintas pada Gedung BPJS............................5
3.3.1 Prinsip...................................................................................................................22
3.3.2 Kententuan Teknis.................................................................................................29
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN...............................................................................42
4.1. Metode Penelitian........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................44
DAFTAR GAMBAR
iii
GAMBAR 2. 1 SITUASI PERSIMPANGAN REJOWINANGUN......................................................7
GAMBAR 2. 2 SITUASI PERSIMPANGAN GEDONGAN.............................................................8
GAMBAR 2. 3 DISTRIBUSI PEMBEBANAN LALU LINTAS PADA JALAN GEDONG KUNING...10
GAMBAR 2. 4 PINTU MASUK GEDUNG BPJS KCU YOGYAKARTA.....................................11
GAMBAR 2. 5 PINTU MASUK PARKIR MOBIL GEDUNG BPJS KCU YOGYKARTA.............11
GAMBAR 2. 6 GEOMETRIK AKSES IN-OUT PINTU MASUK GEDUNG BPJS KCU
YOGYAKARTA............................................................................................12
GAMBAR 2. 7 SIRKULASI LALU LINTAS GEDUNG BPJS KCU YOGYAKARTA....................12
DAFTAR TABEL
TABLE 2. 1 VOLUME LALU LINTAS JAM PUNCAK PADA RUAS JALAN GEDONG KUNING. . .9
TABLE 2. 2 VOLUME LALU LINTAS JAM PUNCAK PADA PERSIMPANGAN REJOWINANGUN. 9
iv
TABLE 2. 3 VOLUME LALU LINTAS JAM PUNCAK PADA PERSIMPANGAN GEDONGAN.........9
TABLE 2. 4 LOKASI DAN BESARAN DAMPAK.....................................................................12
TABLE 2. 5 SKENARIO PENANGANAN DAMPAK.................................................................13
v
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) pada dasarnya merupakan analisis
pengaruh pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan arus lalu
lintas di sekitarnya yang diakibatkan oleh bangkitan lalu lintas yang baru, lalu
lintas yang beralih, dan oleh kendaraan keluar masuk dari/ke lahan tersebut.
Andalalin dapat bersifat makroskopik pada tahap pra kajian kelayakan suatu
pengembangan lahan, yang perhatian utamannya lebih di arahkan pada sistem
transportasi makronya, selain itu dapat juga bersifat rinci (mikroskopik).
Kebijakan pengendalian lalu lintas dapat berupa usaha meminimalkan dampak
lalu lintas, misalnya peningkatan kapasitas jalan.
1
Besar kecilnya dampak pusat kegiatan terhadap arus lalu lintas dipengaruhi oleh
hal-hal sebagai berikut:
1. Bangkitan perjalanan
2. Menarik tidaknya suatu pusat kegiatan
Maksud dari Analisis Dampak Lalu Lintas ini adalah untuk dapat mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan oleh Pembangunan Gedung Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kantor Cabang Utama (KCU) Yogyakarta yang berlokasi
di Jalan Gedong Kuning No.130 A, Kelurahan Rejowinangun, Kecamatan Kota
Gede, Kota Yogyakarta terhadap lalu lintas di sekitarnya.
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Dampak Lalu Lintas
Fenomena dampak lalu-lintas diakibatkan oleh adanya pembangunan dan
pengoperasian pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas yang cukup
besar, seperti pusat perkantoran pusat perbelanjaan, terminal, dan lain-lain. Lebih
lanjut dikatakan bahwa dampak lalu lintas terjadi pada 2 (dua) tahap , yaitu :
(Marwono, 2003)
1) Tahap konstruksi / pembangunan. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan
lalulintas akibat angkutan material dan mobilisasi alat berat yang membebani
ruas jalan pada rute material;
2) Tahap pasca konstruksi / saat beroperasi. Pada tahap ini akan terjadi
bangkitan lalu-lintas dari pengunjung, pegawai dan penjual jasa transportasi
yang akan membebani ruas-ruas jalan tertentu, serta timbulnya bangkitan
parkir kendaraan.
Dari pengembangan pusat kegiatan akan mempengaruhi sistem aktivitas suatu
kawasan. Sistem aktivitas di dalam kota terdiri dari berbagai aktivitas seperti:
industri, perumahan, perdagangan, jasa, dan lain-lain. Aktivitas tersebut berlokasi
pada sebidang lahan dan saling berinteraksi satu sama lain membentuk tata guna
lahan. Interaksi tersebut mengakibatkan timbulnya pergerakan manusia antar tata
guna lahan. (Tamin, 2000).
Studi dampak lalu lintas pada dasarnya merupakan analisis pengaruh
pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan arus lalu lintas di
sekitarnya yang diakibatkan oleh bangkitan lalu lintas yang baru, lalu lintas yang
beralih, dan oleh kendaraan masuk dari / ke lahan tersebut (Tamin,2000).
Studi analisis dampak lalu lintas (andalalin) adalah suatu hasil kajian yang menilai
tentang efek-efek yang ditimbulkan oleh lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu
pembangunan pusat kegiatan dan/atau pengembangan kawasan baru pada suatu
ruas jalan terhadap jaringan transportasi di sekitarnya. (Undang-Undang N0.22
Tahun 2009)
Dai Ji Feng (2009) menjelaskan penelitian tentang analisis dampak lalu lintas
akibat bangkitan perjalanan yang diakibatkan oleh para wisatawan. Penelitian ini
menggunakan empat tahap pemodelan untuk memperkirakan bangkitan, tarikan
perjalanan, menggunakan model gravity untuk menganalisis trip distribution dan
1
melakukan pembebanan pada jaringan jalan dengan pendekatan pembebanan user
equilibrium. Pemilihan moda bergantung pada hasil survey lalu lintas.
Maksud studi analisis dampak lalu lintas adalah untuk dapat mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan oleh suatu kawasan pengembangan terhadap lalu lintas
di sekitarnya dan memprediksi dampak yang ditimbulkan suatu pembangunan
kawasan. Kewajiban melakukan studi andalalin tergantung pada bangkitan dan
tarikan lalu lintas yang ditimbulkan oleh pengembangan kawasan. Besarnya
tingkat bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut ditentukan oleh jenis dan besaran
peruntukan lahan. Bangkitan dan tarikan lalu lintas didapat dengan
mempertimbangkan pola pergerakan. Bangkitan dan tarikan lalu lintas yang
didapat mempengaruhi distribusi perjalanan di ruas sekitar kawasan.
Hasil keluaran dari perhitungan tarikan pergerakan lalu lintas berupa jumlah
kendaraan, orang atau angkutan barang persatuan waktu, misalnya kendaraan
perjam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau kendaraan yang
masuk dari suatu tata guna lahan terentu dalam satu hari atau satu jam untuk
mendapatkan tarikan pergerakan. (Tamin, 2000)
Menurut Pedoman Teknis Analisis Dampak Lalu Lintas Pembangunan Pusat
Kegiatan pada Ruas Jalan Nasional di Wilayah Perkotaan (2009) analisis
pembebanan lalu lintas adalah dasar yang digunakan dalam mengestimasi apakah
jaringan jalan dapat menampung tambahan lalu lintas yang dibangkitkan oleh
kawasan yang dianalisis dampak lalu lintas. Analisis dari penanganan masalah
antara lain dengan do-nothing (tidak melakukan kegiatan pada kondisi jaringan
jalan yang ada) Dan dengan do-something (melaksanakan upaya peningkatan,
perbaikan geometrik ruas dan simpang, pembangunan jalan baru atau
mengoptimalkan prasarana yang tersedia).
Arief S. W. (2007) melakukan penelitian tentang analisis dampak lalu lintas
(andalalin) pada pusat perbelanjaan yang telah beroperasi ditinjau dari tarikan
perjalanan (studi kasus pada Pacific Mall Tegal). Hasil dari penelitian tersebut
adalah pada ruas jalan Mayjen Sutoyo pada tahun 2006 derajat kejenuhannya
adalah 0,78 dengan volume lalu lintas sebesar 3661,67 smp/jam, dengan adanya
Pacific Mall maka jalan Mayjen Sutoyo pada tahun 2008 derajat kejenuhan sudah
mencapai titik kritis yaitu sebesar 0,84 dengan volume lalu lintas sebesar 3945,24
smp/jam. Pada ruas jalan Kapten Sudibyo pada tahun 2006 derajat kejenuhannya
adalah 0,42 dengan volume lalu lintas sebesar 1038,93 smp/jam, dengan adanya
2
Pacific Mall pada tahun 2016 derajat kejenuhannya mencapai 0,61 dengan volume
lalu lintas sebesar 1508,55 smp/jam.
Syahidin (2005) melakukan analisis dampak lalu intas akibat pengoperasian mal
Jogjatronik Yogyakarta. Hasil dari penelitian tersebut adalah penurunan kinerja
ruas di sekitar kawasan mall tersebut, peningkatan derajat kejenuhan rata-rata
sebesar 0,23 %. Pada tahun 2007 dengan adanya pengoperasian mall pada ruas
jalan tersebut telah melampaui titik kritis DS > 0,80 sehingga perlu penanangan.
Dengan melakukan penanganan ruas jalan maka kinerja ruas jalan tersebut dapat
ditingkatkan sehingga derajat kejenuhan pada tahun 2015 hanya 0,53.
Tata Pradana (2004) melakukan analisis dampak lalu lintas pembangunan Masjid
Agung Jawa Tengah di kota Semarang. Hasil dari penelitian ini adalah tarikan
kendaraan sebesar 1220,91 smp/jam, bangkitan kendaraan sebesar 977,01
smp/jam pada saat sebelum dan sesudah shalat jumat, bangkitan dan tarikan
pergerakan aktivitas di Masjid Agung Jawa Tengah tidak memberikan dampak
yang signifikan terhadap ruas di sekitarnya.
2.2 Penelitian Terdahulu Analisis Dampak Lalu Lintas pada Gedung BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) KCU Yogyakarta terletak di Jalan
Gedong Kuning No.130 A, Kelurahan Rejowinangun, Kecamatan Kota Gede,
Kota Yogyakarta ini dibangun atas prakarsa:
1. Nama : BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta
2. Penanggungjawab : Kepala BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta
3. Alamat : Jalan Gedong Kuning 130 A, Kotagede Yogyakarta.
4. Pemanfaatan : Menambah Kapasitas Pelayanan Publik
5. Telepon : (0274) 372712
Rencana Pemanfaatan Lahan Pembangunan BPJS KCU Yogyakarta adalah
sebagai berikut :
1. Luas Lahan : 1.918 m²
2. Total Luas Bangunan Lt.1 dan Lt.2 : 659,185 m²
3. Luas Lahan Parkir : 232,09 m²
4. Kapasitas Parkir : 16 unit mobil penumpang : 85 unit sepeda motor
5. Koefisien Dasar Bangunan / KDB yang dipersyaratkan dalam advice
planning adalah Luas Tanah > 1000 m² = 80% atau luas lantai dasar
maksimal = 1534,4 m². Gedung BPJS luas lantai dasar 322,4574 m², maka
KDB pada Pembangunan Gedung BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta telah
memenuhi persyaratan.
3
6. Koefisien Lantai Bangunan /KLB yang dipersyaratkan dalam advice
planning adalah Luas tanah > 1.000 m² = 6,4 atau luas lantai total
maksimal 12275,2 m². Gedung BPJS KCU Yogyakarta luas lantai total
adalah sebesar 659,185 m², maka KLB pada Pembangunan Gedung BPJS
Kesehatan KCU Yogyakarta telah memenuhi persyaratan.
7. Koefisien Dasar Hijau/KDH yang dipersyaratkan dalam advice planning
adalah 10% dari Luas Tanah atau minimal luas = 191,8 m². Luas dasar
hijau (taman) sebesar 199,024 m², maka KDH pada Pembangunan Gedung
BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta telah memenuhi persyaratan.
8. Sumber tenaga listrik = PLN = 22.000 watt = Genset = 45 KVA 9. SPAH :
sesuai dengan peraturan yang berlaku, bahwa SPAH (setiap 60 m² dari luas
lahan yang tertutupi bangunan wajib memiliki 1 SPAH) dari total luas
bangunan tertutupi 1.082,39 m² maka dibuat 19 SPAH.
Gedung BPJS KCU Yogyakarta direncanakan dibangun 2 (dua) lantai dengan
total luas 659,185 m² yang merupakan Rencana Luas Ruang Gedung BPJS KCU
Yogyakarta Lantai 1 dan Lantai 2.
Ruas Jalan Gedong Kuning memiliki type ruas jalan empat lajur dua arah tak
terbagi (4/2D DU) dengan lebar keseluruhan 14 m dan lebar bahu jalan 0,75 m.
Selain Jalan Gedong Kuning terdapat ruas-ruas jalan yang terkena dampak dari
pengembangan Gedung BPJS KCU Yogyakarta walaupun tidak secara langsung,
yakni Persimpangan Gedongan yaitu ruas Jalan Ngeksigondo - Jalan Pringgolayan
- Jalan Kemasan, dan Persimpangan Rejowinangun yaitu ruas Jalan
Rejowinangun - Jalan Wonosari. Dalam pengembangan Gedung BPJS KCU
Yogyakarta terdapat 2 persimpangan yang terkena dampak yaitu persimpangan
Rejowinangun disebelah utara dan persimpangan Gedongan disebelah selatan.
4
Gambar 2. 1 Situasi Persimpangan Rejowinangun
5
dipilih berdasarkan jam puncak arus lalu lintas di Persimpangan Gedongan dan
Persimpangan Rejowinangun yang diamati dan dihitung per 15 menit dimulai
pukul 07.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB. Observasi Lapangan dilakukan
pada hari Senin, 18 Juli 2016 pukul 07.00 – 17.00 WIB
6
Table 2. 1 Volume Lalu Lintas Jam Puncak pada Ruas Jalan Gedong Kuning
(Berdasarkan data survei lapangan Senin, 18 Juli 2016)
Jenis Kendaraan TOTAL
Arah Pergerakan
LV MC HV UM (smp/jam)
JAM PUNCAK PAGI
Utara ke Selatan 256 170 47 2 475
Selatan ke Utara 199 237 48 2 487
Total Dua Arah Pagi 962
JAM PUNCAK SORE
Utara ke Selatan 353 176 64 1 594
Selatan ke Utara 286 150 103 2 541
Total Dua Arah Sore 1135
7
Arah Pergerakan Jenis Kendaraan TOTAL
LV MC HV UM (smp/jam)
JAM PUNCAK PAGI
Barat ke Utara 146 99 26 4 275
Barat ke Timur 4 23 0 0 27
Barat ke Selatan 25 117 0 3 145
Timur ke Selatan 0 0 0 0 0
Timur ke Barat 0 4 0 0 4
Timur ke Utara 0 0 0 0 0
Selatan ke Barat 29 101 9 101 240
Selatan ke Utara 26 64 47 0 137
Selatan ke Timur 0 0 0 0 0
Utara ke Timur 0 1 0 1 1
Utara ke Selatan 0 132 13 13 158
Utara ke Barat 128 175 35 0 338
JAM PUNCAK SORE
Barat ke Utara 174 135 59 8 376
Barat ke Timur 11 27 1 0 39
Barat ke Selatan 55 111 10 11 187
Timur ke Selatan 0 0 0 0 0
Timur ke Barat 0 0 0 0 0
Timur ke Utara 2 0 0 0 2
Selatan ke Barat 27 69 0 69 165
Selatan ke Utara 18 97 30 0 145
Selatan ke Timur 0 0 0 0 0
Utara ke Timur 0 1 0 1 2
Utara ke Selatan 0 161 22 22 205
Utara ke Barat 124 151 43 0 318
Ruas jalan yang terbebani atau terpengaruh langsung akibat keberadaan gedung
BPJS KCU Yogyakarta adalah Jalan Gedong Kuning, Persimpangan Gedongan
dan Persimpangan Rejowinangun. Pembebanan lalu lintas berdasarkan hasil
survei yang dilakukan pada hari Senin, 18 Juli 2016 dijelaskan seperti berikut.
8
Akses keluar masuk Gedung BPJS KCU Yogyakarta (In-Out) cukup mudah. Jalan
Gedong Kuning menjadi akses utama keluar masuknya kendaraan tamu. Pintu
masuk BPJS KCU Yogyakarta sebesar 5,00 meter diperkirakan mampu untuk
menampung mobil dan motor yang keluar masuk. Namun untuk menjaga agar
akses di pintu keluar masuk lancar dan tidak terjadi konflik, maka ditempatkan
petugas khusus untuk membantu di pintu keluar masuk
9
Gambar 2. 6 Geometrik akses In-Out Pintu Masuk Gedung BPJS KCU Yogyakarta
10
Skenario penanganan atas kemungkinan dampak yang akan timbul disajikan
dalam Tabel 5.2
Table 2. 5 Skenario Penanganan Dampak
11
BAB 3. LANDASAN TEORI
12
3. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :
272/HK.105/DRJD/96 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas
Parkir
4. Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana Lalu Lintas
Jalan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
7. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2006 Tentang Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan
8. Pd T-12-2004-B, Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan
9. Pd T-08-2004-B, Tata Cara Penanganan Kemacetan Lalu Lintas di Jalan
Perkotaan
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 75 Tahun 2015
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 2016
Indikasi penting lebih lanjut tentang daerah perkotaan atau semi perkotaan adalah
karakteristik arus lalu-lintas puncak pada pagi dan sore hari, secara umum lebih
tinggi dan terdapat perubahan komposisi lalu-lintas (dengan persentase kendaraan
pribadi dan sepeda motor yang lebih tinggi, dan persentase truk berat yang lebih
rendah dalam arus lalu-lintas).
Peningkatan arus yang berarti pada jam puncak biasanya menunjukkan perubahan
distribusi arah lalu-lintas (tidak seimbang), dan karena
itu batas segmen jalan harus dibuat antara segmen jalan luar kota dan jalan semi
perkotaan. Setiap titik pada jalan tertentu dimana terdapat perubahan penting
dalam rencana geometrik, karakteristik arus lalu-lintas atau aktivitas samping
jalan menjadi batas segmen jalan.
Berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu-
lintas tertentu; misalnya jalan terbagi dan tak-terbagi; jalan satu-arah. Sedangkan
kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur
lalu-lintas. Kereb sebagai batas antara jalur lalu-lintas dan trotoar berpengaruh
terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas
jalan dengan kereb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas
berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalu-lintas, tergantung
apakah jalan mempunyai kereb atau bahu. Jalan perkotaan tanpa kereb pada
umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur lalulintasnya. Lebar dan kondisi
permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas,
13
dan kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu, terutama karena
pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan seperti
kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya. Lengkung
horisontal dengan jari jari kecil mengurangi kecepatan arus bebas. Tanjakan yang
curam juga mengurangi kecepatan arus bebas. Karena secara umum kecepatan
arus bebas di daerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini diabaikan.
Kapasitas jalan dua arah paling tinggi pada pemisahan arah 50 - 50,
yaitu jika arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang dianalisa
(umumnya satu jam). Selain itu komposisi lalu-lintas mempengaruhi hubungan
kecepatan-arus jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kend/jam, yaitu
tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat
dalam arus lalu-lintas. Jika arus dan kepasitas dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp), maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam)
tidak dipengaruhi oleh komposisi lalu-lintas. Batas kecepatan jarang diberlakukan
di daerah perkotaan di Indonesia, dan karenanya hanya sedikit berpengaruh pada
kecepatan arus bebas. Aturan lalu-lintas lainnya yang berpengaruh pada kinerja
lalu-lintas adalah: pembatasan parkir dan berhenti sepanjang sisi jalan;
pembatasan akses tipe kendaraan tertentu; pembatasan akses dari lahan samping
jalan dan sebagainya.
Banyak aktivitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang-
kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu-lintas. Pengaruh konflik ini,
("hambatan samping"), diberikan perhatian utama dalam manual ini, jika
dibandingkan dengan manual negara Barat.
Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan
perkotaan adalah:
1. Pejalan kaki;
2. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti;
3. Kendaraan lambat (misalnya becak, kereta kuda);
4. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan
Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat
hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah
sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekwensi kejadian hambatan samping
sepanjang segmen jalan yang diamati. Photo khusus juga ditunjukkan dalam
manual untuk memudahkan pemilihan kelas hambatan samping yang digunakan
dalam analisa.
14
Ukuran Indonesia serta keanekaragaman dan tingkat perkembangan daerah
perkotaan menunjukkan bahwa perilaku pengemudi dan populasi kendaraan
(umur, tenaga dan kondisi kendaraan, komposisi kendaraan) adalah beraneka
ragam. Karakteristik ini dimasukkan dalam prosedur perhitungan secara tidak
langsung, melalui ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukkan perilaku
pengemudi yang kurang gesit dan kendaraan yang kurang modern, menyebabkan
kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu, jika dibandingkan dengan
kota yang lebih besar. Sesuai dengan KM No. 14 Tahun 2006, tingkat pelayanan
ruas jalan kolektor primer di Indonesia tampak pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. 1 Tingkat pelayanan jalan Kolektor Primer
Tingkat pelayanan Karakterteristik Operasi terkait
Arus stabil
C Kecepatan lalu lintas minimal 75 km/jam
Volume lalu lintas tidak melebihi 75% kapasitas (1500
Smp/jam/jalur)
15
Arus bebas
A Kecepatan perjalanan rata-rata diatas 80 km/jam
V/C
Load factor pada simpang = 0
Arus Stabil
B Kecepatan perjalanan rata-rata diatas 40 km/jam
V/C
Load factor pada simpang ≤ 0,1
Arus Stabil
C Kecepatan perjalanan rata-rata diatas 30 km/jam
Load factor pada simpang ≤ 0,3
Mendekati Stabil
D Kecepatan perjalanan rata-rata minimal 25 km/jam
V/C ≤ 0,9
Load factor pada simpang ≤ 0,7
16
keluarganya saja. Namun Siwabessy yakin suatu hari nanti, klimaks dari
pembangunan derajat kesehatan masyarakat Indonesia akan tercapai melalui suatu
sistem yang dapat menjamin kesehatan seluruh warga bangsa ini.
Pada 1968, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun
1968 dengan membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan
(BPDPK) yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan
penerima pensiun beserta keluarganya. Selang beberapa waktu kemudian,
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984.
BPDPK pun berubah status dari sebuah badan di lingkungan Departemen
Kesehatan menjadi BUMN, yaitu PERUM HUSADA BHAKTI (PHB), yang
melayani jaminan kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis
kemerdekaan, dan anggota keluarganya. Pada tahun 1992, PHB berubah status
menjadi PT Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992.
PT Askes (Persero) mulai menjangkau karyawan BUMN melalui program Askes
Komersial. Pada Januari 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk
melaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin (PJKMM)
yang selanjutnya dikenal menjadi program Askeskin dengan sasaran peserta
masyarakat miskin dan tidak mampu sebanyak 60 juta jiwa yang iurannya
dibayarkan oleh Pemerintah Pusat.
PT Askes (Persero) juga menciptakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Umum (PJKMU), yang ditujukan bagi masyarakat yang belum tercover oleh
Jamkesmas, Askes Sosial, maupun asuransi swasta. Hingga saat itu, ada lebih dari
200 kabupaten/kota atau 6,4 juta jiwa yang telah menjadi peserta PJKMU.
PJKMU adalah Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang pengelolaannya
diserahkan kepada PT Askes (Persero).
Langkah menuju cakupan kesehatan semesta pun semakin nyata dengan resmi
beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, sebagai transformasi dari PT
Askes (Persero). Hal ini berawal pada tahun 2004 saat pemerintah mengeluarkan
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
kemudian pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta menunjuk PT Askes
(Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan,
sehingga PT Askes (Persero) pun berubah menjadi BPJS Kesehatan.
17
BPJS Kesehatan Yogyakarta adalah salah satu cabang kantor BPJS yang ada di
Yogyakarta. BPJS Kesehatan atau singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan adalah merupakan sebuah lembaga yang menyelenggarakan
jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya bagi para PNS
(Pegawai Negeri Sipil) atau ASN (Aparatur Sipil Negara), TNI (Tentara Nasional
Indonesia), Polri (Kepolisian Republik Indonesia), para pensiunan abdi negara
tersebut, Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, dan keluarganya,
namun juga untuk rakyat biasa, pekerja mandiri, wirausahawan, wiraniaga, dan
sebagainya. Kantor BPJS Kesehatan Yogyakarta berlokasi di Jalan Gedongkuning
Selatan, Yogyakarta. Secara umum, kegiatan yang ada di sepanjang Jalan Gedong
Kuning Yogyakarta atau di sekitar lokasi Gedung BPJS KCU Yogyakarta ini
adalah kegiatan perkantoran dan permukiman. Jenis-jenis kegiatan di sekitar
lokasi disajikan seperti dalam Gambar 3.1
Dapat dilihat dalam gambar 3.1 Land use tersebut bahwa lokasi pembangunan
Gedung BPJS tersebut terdapat bangunan perumahan penduduk disebalah utara.
Sedangkan disebelah selatan juga terdapat pemukiman penduduk Begitupula
untuk sisi timur dan barat lokasi pembangunan Gedung juga terdapat pemukiman
penduduk.
Tabel 3. 3 Guna Lahan Sekitar Lokasi Gedung BPJS KCU Yogyakarta
Lokasi Deskripsi Jenis Kegiatan
18
Sisi utara gedung ini di dominasi perumahan penduduk
Utara
dengan kepadatan cukup sedang.
Pada sisi sebelah timur, terdapat permukiman
Timur
penduduk dengan kepadatan sedang dan perkantoran.
Bagian selatan adalah pemukiman penduduk dengan
Selatan kepadatan sedang. Aktivitas penduduk sebagai besar
pegawai negeri maupun swasta.
Pada sisi sebelah barat, terdapat permukiman penduduk
Barat
dengan kepadatan sedang dan perkantoran.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat pemukiman penduduk di
tiap sisi lokasi Gedung BPJS. Dengan profesi sebagai pegawai negeri dan swasta
maka perekonomian digolongkan sebagai ekonomi menengah. Tingkat kepadatan
baik dari sisi utara, timur, selatan maupun barat tergolong dalam kepadatan
sedang.
3.3 Ketentuan Umum
3.3.1 Prinsip
1) Segmen jalan perkotaan melingkupi empat tipe jalan, yaitu:
- Jalan sedang tipe 2/2TT;
- Jalan raya tipe 4/2T;
- Jalan raya tipe 6/2T;
- Jalan satu-arah tipe 1/1, 2/1, dan 3/1.
Analisis kapasitas tipe jalan tak terbagi (2/2TT) dilakukan untuk kedua arah
lalu lintas, untuk tipe jalan terbagi (4/2T dan 6/2T) analisis kapasitasnya
dilakukan per lajur, masing-masing arah lalu lintas, dan untuk tipe jalan
dengan tipe jalan satu arah pergerakan lalu lintas, analisis kapasitasnya sama
dengan pendekatan pada tipe jalan terbagi, yaitu per lajur untuk satu arah
lalu lintas. Untuk tipe jalan yang jumlah lajurnya lebih dari enam dapat
dianalisis menggunakan ketentuan-ketentuan untuk tipe jalan 4/2T.
2) Suatu segmen jalan perkotaan ditentukan sebagai bagian jalan antara dua
Simpang APILL dan/atau Simpang utama dengan kondisi arus lalu lintas
yang relatif sama di sepanjang segmen dan tidak dipengaruhi oleh kinerja
simpang-simpang tersebut (adanya macet atau antrian), memiliki aktivitas
samping jalan yang relatif sama di sepanjang segmen, serta mempunyai
19
karakteristik geometrik yang hampir sama sepanjang segmen jalan. Jika
karakteristik jalan pada suatu titik praktis berubah, maka titik tersebut
menjadi batas segmen walaupun tidak ada simpang di dekatnya. Perubahan
kecil geometrik jalan atau hanya sebagian kecil saja tidak merubah batas
segmen, misalnya jika perbedaan lebar jalur lalu lintas yang kurang dari
0,5m. Jalan penghubung dari jalan Bebas Hambatan di wilayah perkotaan
dapat dianalisis menggunakan pedoman ini.
3) Apabila suatu segmen jalan kinerja lalu lintasnya disebabkan oleh Simpang,
Simpang APILL, dan/atau bagian jalinan (termasuk bundaran), maka
pengukuran kinerja lalu lintasnya berdasarkan kapasitas jaringan jalan,
bukan ruas jalan. Perlu dipertimbangkan bahwa kapasitas jaringan jalan
tergantung pada kapasitas persimpangan dan/atau bagian jalinan, bukan
pada kapasitas segmen jalan. Tetapi, jika kapasitas jaringan jalan di pusat
kota diperlukan, maka untuk itu, paling tidak dapat dilakukan perhitungan
waktu tempuh segmen jalan atau rute jalan keseluruhan. Prosedur
perhitungan waktu tempuh rute di pusat kota adalah:
a) Hitung waktu tempuh tak terganggu, yaitu waktu tempuh pada
segmen jalan dengan menganggap tidak ada gangguan dari
persimpangan atau daerah jalinan. Analisis seolah-olah dilakukan
tidak ada persimpangan dan/atau tidak ada bagian jalinan;
b) Hitung tundaan untuk setiap simpang atau bagian jalinan pada
jaringan jalan;
c) Tambahkan tundaan simpang dan/atau jalinan kepada waktu
tempuh tak terganggu, untuk memperoleh waktu tempuh
keseluruhan.
4) Tipe alinemen jalan yang dapat dianalisis menggunakan pedoman ini
meliputi alinemen dengan kondisi sebagai berikut:
a. Tipe alinemen datar atau hampir datar
b. Alinemen horisontal yang lurus atau hampir lurus
c. Pada segmen jalan yang tidak dipengaruhi oleh antrian akibat
adanya persimpangan atau arus iringan kendaraan yang tinggi dari
simpang bersinyal
20
5) Karakteristik utama segmen jalan yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja
jalan ada lima, yaitu: 1) geometrik jalan, 2) komposisi arus lalu lintas dan
pemisah arah, 3) pengaturan lalu lintas, 4) aktivitas samping jalan, dan 5)
perilaku pengemudi. Uraian untuk masing-masing karakteristik diuraikan
sebagai berikut.
a) Geometrik
Geometrik jalan yang mempengaruhi terhadap kapasitas dan
kinerja jalan, yaitu tipe jalan yang menentukan perbedaan
pembebanan lalu lintas, lebar jalur lalu lintas yang dapat
mempengaruhi nilai kecepatan arus bebas dan kapasitas, kereb dan
bahu jalan yang berdampak pada hambatan samping di sisi jalan,
median yang mempengaruhi pada arah pergerakan lalu lintas, dan
nilai alinemen jalan tertentu yang dapat menurunkan kecepatan
arus bebas, kendati begitu, alinemen jalan yang terdapat di Jalan
Perkotaan dianggap bertopografi datar, maka pengaruh alinemen
jalan ini dapat diabaikan.
b. Pemisahan arah dan komposisi lalu lintas
Kapasitas paling besar terjadi pada saat arus kedua arah pada tipe
jalan 2/2TT sama besar (50%-50%), oleh karenanya pemisahan
arah ini perlu ditentukan dalam penentuan nilai kapasitas yang
ingin dicapai. Sedangkan komposisi lalu lintas berpengaruh pada
saat pengkonversian kendaraan menjadi KR, yang menjadi satuan
yang dipakai dalam analisis kapasitas dan kinerja lalu lintas
(skr/jam).
c) Pengaturan lalu lintas
Pengaturan lalu lintas yang banyak berpengaruh terhadap kapasitas
adalah batas kecepatan yang diberikan melalui rambu, pembatasan
aktivitas parkir, pembatasan berhenti, pembatasan akses dari
Simpang, pembatasan akses dari dari lahan samping jalan, dan
akses untuk jenis kendaraan tertentu, misalnya angkutan kota
(angkot). Di jalan perkotaan, rambu batas kecepatan jarang
diberlakukan langsung dengan rambu. Adapun ketentuan umum
21
kecepatan maksimum di perkotaan adalah 40km/jam. Batas
kecepatan hanya berpengaruh sedikit pada kecepatan arus bebas,
sehingga pengaruh rambu-rambu tersebut tidak dimasukkan dalam
perhitungan kapasitas.
6) Terdapat karakteristik lainnya yang mempengaruhi nilai kapasitas ruas jalan,
selain segmen jalan. Karakteristik tersebut yaitu hambatan samping dan
ukuran kota. Aktivitas di samping jalan sering menimbulkan konflik yang
mempengaruhi arus lalu lintas. Aktivitas tersebut, dalam sudut pandang
analisis kapasitas jalan disebut dengan hambatan samping. Hambatan
samping yang dipandang berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan
ada empat, yaitu:
a) Pejalan kaki;
c) Kendaraan lambat;
22
Disamping itu, desain harus mempertimbangkan standar jalan yang berlaku di
Indonesia, nilai ekonomi, serta pengaturan lalu lintas terhadap keselamatan lalu
lintas dan emisi kendaraan. Pemilihan tipe dan penampang melintang jalan harus:
1) Memenuhi standar jalan Indonesia yang merujuk kepada Peraturan Pekerjaan
Umum nomor 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 34
Tahun 2006 tentang jalan. Untuk jalan baru, ketentuannya tergantung dari
fungsi jalan (Arteri, Kolektor, lokal), dan kelas jalan (I, II, III, dan kelas
khusus). Untuk setiap kelas jalan, lebar jalur lalu lintas, lebar bahu, dan
parameter alinemen jalan ditetapkan dengan rentang tertentu, namun tidak
secara eksplisit mengkaitkan tipe jalan dengan fungsi dan kelas jalan.
2) Paling ekonomis. Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk desain yang paling
ekonomis dari jalan perkotaan yang baru berdasarkan analisis BSH diberikan
pada Tabel 2. sebagai fungsi dari KHS untuk dua kondisi yang berbeda:
a) untuk konstruksi baru, anggapan umur desain 20 tahun;
b) untuk peningkatan jalan eksisting (pelebaran jalan) dengan dua
anggapan, yaitu 1) jalan akan diperlebar secara bertahap, masing-
masing segera setelah layak secara ekonomis, dan 2) umur desain 10
tahun.
Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk lebar jalur lalu lintas tertentu
dan BSH terendah ditunjukkan pada Tabel 2, untuk ukuran kota 1juta sampai
dengan 3juta jiwa. Nilai ambang sedikit lebih rendah untuk kota yang lebih kecil,
dan sedikit lebih tinggi untuk kota yang lebih besar.
Tabel 2. Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk pemilihan tipe jalan,
ukuran kota 13juta
Tabel 3. 5 Kontruksi Jalan Baru
Kontruksi jalan baru
Rentang ambang arus lalu lintas tahun ke 1, kend/jam
Tipe jalan 2/2 TT 4/2T 6/2T
Lebar jalur lalu lintas, m 7,00 2x7,00 2x10,50
KHS Rendah 200 – 300 650 - 1500 >2000
KHS Tinggi 200 – 300 550 - 1350 >1600
23
Tipe jalan 2/2 TT 4/2T 6/2T
Lebar jalur lalu lintas, m 7,00 2x7,00 2x10,50
KHS Rendah 900 1800 4000
KHS Tinggi 800 1500 3550
Tujuan umum pada analisis desain dan analisis operasional jalan eksisting adalah
membuat dan memperbaiki geometrik agar dapat mempertahankan kinerja lalu
lintas yang diinginkan
Gambar 3.2, menunjukkan hubungan antara kecepatan tempuh rata-rata (km/jam)
KR dengan arus lalu lintas total kedua arah pada berbagai tipe jalan perkotaan
dengan KHS rendah dan tinggi. Hubungan tersebut menunjukkan rentang arus
lalu lintas masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran desain
atau alternatif anggapan, misalnya dalam analisis desain dan operasional untuk
meningkatkan suatu ruas jalan. Dalam hal ini, agar derajat kejenuhan pada jam
puncak tahun desain tidak melebihi 0,85.
Gambar 3. 2 Kinerja lalu lintas pada Jalan Perkotaan (catatan: DS=DJ; LV=KR)
24
Mempertimbangkan keselamatan lalu lintas. Tabel 3.7 dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan.
Tabel 3. 7 Keselamatan Lalu Lintas
No Tipe/jenis desain Keterangan
1 Pelebaran lajur Menurunkan tingkat kecelakan 2-
15 % per meter pelebaran
2 Pelebaran dan perbaikan kondisi permukaan Menaikan tingkat keselamatan
bahu lalulintas, walaupun dengan
derajat yang lebih kecil
dibandingka\n pelebaran jalan
3 Median Menurunkan hingga 30%
4 Median penghalang Mengurangi kecelakaan fatal, tapi
menaikan kecelakaan rugi material
5 Batas kecepatan Menurunkan sesuai dengan faktor
(vsesudah/vsebelum)2
Mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang kendaraan
dan kebisingan berkaitan erat dengan arus lalu lintas dan kecepatan. Pada arus lalu
lintas yang konstan, emisi ini berkurang selaras dengan pengurangan kecepatan
selama jalan tidak mengalami kemacetan. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas
(DJ>0,85) atau kepadatan arus sudah melampaui kepadatan kapasitas, maka
kondisi arus menjadi tidak stabil, arus sangat sensitif terhadap berhenti dan
berjalan, sering macet, dan akan menaikan emisi gas buang serta kebisingan jika
dibandingkan dengan kondisi lalu lintas yang stabil.
Mempertimbangkan hal-hal teknis, sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.8 dalam
melaksanakan desain teknis rinci.
Tabel 3. 8 Detail Teknis
N0 Detail teknis
1 Standar jalan harus dipertahankan tetap sepanjang segmen jalan
Bahu jalan harus diperkeras dengan perkerasan berpenutup dan rata sama tinggi
2 dengan jalur lalu lintas sehingga dapat digunakan oleh kendaraan yang berhenti
sementara
Halaman seperti tiang listrik, pohon, dll. Tidak boleh terletak di bahu jalan, lebih
3
baik jikaterletak jauh dari luar bahu untuk kepentingan keselamatan
Secara ideal, LHRT didasarkan atas perhitungan lalu lintas menerus selama satu
tahun. Jika diperkirakan, maka cara perkiraan LHRT harus didasarkan atas
perhitungan lalu lintas yang mengacu kepada ketentuan yang berlaku atau yang
dapat dipertanggungjawabkan. Misal perhitungan lalu lintas selama 7hari atau
25
40jam, perlu mengacu kepada ketentuan yang berlaku sehingga diperoleh validitas
dan akurasi yang memadai.
Berdasarkan nilai qjp yang dihitung menggunakan nilai faktor k yang berlaku.
3.3.2 Kententuan Teknis
3.3.2.1 Data masukan lalu lintas
Data masukan lalu lintas yang diperlukan terdiri dari dua, yaitu pertama data arus
lalu lintas eksisting dan kedua data arus lalu lintas rencana. Data lalu lintas
eksisting digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu
lintas per jam eksisting pada jam-jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu
lintas pada jam sibuk pagi atau arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu
lintas rencana digunakan sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas
atau jumlah lajur lalu lintas, berupa arus lalu lintas jam desain (qjp) yang
ditetapkan dari LHRT, menggunakan faktor k.
qjp = LHRT X k ........................................................................................................................................................ 3.1)
Keterangan:
LHRT adalah volume lalu lintas rata-rata tahunan yang ditetapkan dari
survei perhitungan lalu lintas selama satu tahun penuh dibagi
jumlah hari dalam tahun tersebut, dinyatakan dalam skr/hari.
k adalah faktor jam rencana, ditetapkan dari kajian fluktuasi arus
lalu lintas jam-jaman selama satu tahun. Nilai k yang dapat
digunakan untuk jalan perkotaan berkisar antara 7% sampai
dengan 12%.
LHRT dapat ditaksir menggunakan data survei perhitungan lalu lintas selama
beberapa hari tertentu sesuai dengan pedoman survei perhitungan lalu lintas yang
berlaku (DJBM, 1992). Dalam survei perhitungan lalu lintas, kendaraan
diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
seperti klasifikasi dilingkungan DJBM (1992) baik yang dirumuskan pada tahun
1992 maupun yang sesuai dengan klasifikasi Integrated Road Management
System (IRMS) (Tabel 1). Untuk tujuan praktis, tabel 4 dapat digunakan untuk
mengkonversikan data lalu dari klasifikasi IRMS atau DJBM (1992) menjadi data
lalu lintas dengan klasifikasi MKJI’97. Klasifikasi MKJI’97, dalam pedoman ini
masih juga digunakan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan melalui
26
prosedur survei yang dilaksanakan sesuai klasifikasi IRMS maupun DJBM 1992,
dapat juga digunakan untuk perhitungan kapasitas.
27
4 Pikup, Mikro-truk, dan Mobil Pikup, Mikro-truk, KB: Truk 3 sumbu
hantaran dan Mobil hantaran dan Truk kombinasi
(Truk Gandengan
dan Truk Tempelan),
dengan panjang lebih
dari 12,0m.
7b Truk Gandengan
7c Truk Tempelan (Semi trailer)
8 KTB: KTB:
Sepeda, Beca, Dokar, Keretek, Sepeda, Beca,
Andong. Dokar, Keretek,
Andong.
28
Tabel 3. 11 Kriteria kelas hambatan samping
Kelas Hambatan Nilai frekuensi kejadian
Ciri-ciri khusus
Samping (dikedua sisi) dikali bobot
Sangat rendah, <100 Daerah Permukiman, tersedia jalan
SR lingkungan (frontage road)
29
Keterangan:
VB adalah kecepatan arus bebas untuk KR pada kondisi lapangan
(km/jam)
VBD adalah kecepatan arus bebas dasar untuk KR (lihat Tabel A.5
PKJI Kapasitas Jalan Perkotaan hal.29)
VBL adalah nilai penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam,
lihat Tabel A.6 PKJI Kapasitas Jalan Perkotaan hal.29)
FVBHS adalah faktor penyesuaian kecepatan bebas akibat hambatan
samping pada jalan
yang memiliki bahu atau jalan yang dilengkapi kereb/trotoar dengan jarak kereb
ke penghalang terdekat (lihat Tabel A.7, dan Tabel A.8.) (PKJI Kapasitas Jalan
Perkotaan hal.29-30). FVBUK adalah faktor penyesuaian kecepatan bebas untuk
ukuran kota (lihat Tabel A.9 PKJI Kapasitas Jalan Perkotaan hal.30.) jika kondisi
eksisting sama dengan kondisi dasar (ideal), maka semua faktor penyesuaian
menjadi 1,0 dan VB menjadi sama dengan VBD.
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam-lajur dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai FVHS untuk jalan 4/2T yang disesuaikan
menggunakan persamaan 3.3.
FV6HS = 1 – {0,8 x (1- FV4HS)} ........................................................................3.3)
Keterangan:
FV6HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan
6/2T;
FV4HS adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan
4/2T.
3.3.2.5 Penetapan Kapasitas (C)
Untuk tipe jalan 2/2TT, C ditentukan untuk total arus dua arah. Untuk jalan
dengan tipe 4/2T, 6/2T, dan 8/2T, arus ditentukan secara terpisah per arah dan
kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas segmen dapat dihitung menggunakan
persamaan 3.4.
C = C0 x FCLJ x FCPA x FCHS X FCUK ..............................................................3.4)
Keterangan:
C adalah kapasitas, skr/jam
30
C0 adalah kapasitas dasar, skr/jam
FCLJ adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau
jalur lalu lintas
FCPA adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah,
hanya pada jalan tak terbagi
FCHS adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan
berbahu atau berkereb
FCUK adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
3.3.2.5.1 Kapasitas dasar (C0)
C0 ditetapkan secara empiris dari kondisi Segmen Jalan yang ideal, yaitu Jalan
dengan kondisi geometrik lurus, sepanjang 300m, dengan lebar lajur rata-rata
2,75m, memiliki kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3 Juta jiwa, dan
Hambatan Samping sedang. C0 Jalan Perkotaan ditunjukkan dalam Tabel A.10
(PKJI Kapasitas Jalan Perkotaan hal.30).
3.3.2.5.2 Faktor penyesuaian (FC)
Nilai C0 disesuaikan dengan perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas (FCLJ),
pemisahan arah (FCPA), Kelas hambatan samping pada jalan berbahu (FCHS),
dan ukuran kota (FCUK). Besar nilai masing-masing FC ditunjukkan dalam Tabel
A.11 hingga Tabel A.15 (PKJI Kapasitas Jalan Perkotaan hal.31-32).
Untuk segmen ruas jalan eksisting, jika kondisinya sama dengan kondisi dasar
(ideal), maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama
dengan kapasitas dasar. FCHS untuk jalan 6-lajur dapat ditentukan dengan
menggunakan nilai FCHS untuk jalan 4/2T yang dihitung menggunakan
persamaan 3.5.
FV6HS = 1 – {0,8 x (1- FV4HS)}.........................................................................3.5)
keterangan:
FC6HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam-lajur
FC4HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat-lajur
31
bervariasi antara nol sampai dengan satu. Nilai yang mendekati nol menunjukkan
arus yang tidak jenuh yaitu kondisi arus yang lengang dimana kehadiran
kendaraan lain tidak mempengaruhi kendaraan yang lainnya. Nilai yang
mendekati 1 menunjukkan kondisi arus pada kondisi kapasitas, kepadatan arus
sedang dengan kecepatan arus tertentu yang dapat dipertahankan selama paling
tidak satu jam. DJ dihitung menggunakan persamaan 3.6).
DJ = ..................................................................................................3.6)
keterangan:
DJ adalah derajat kejenuhan
Q adalah arus lalu lintas, skr/jam
C adalah kapasitas,skr/jam
32
Gambar 3. 3 Hubungan VT dengan DJ, pada tipe jalan 2/2TT
33
3.3.2.8 Waktu tempuh (WT)
Waktu tempuh (WT) dapat diketahui berdasarkan nilai VT dalam menempuh
segmen ruas jalan yang dianalisis sepanjang L, persamaan 3.7) menggambarkan
hubungan antara WT, L dan VT.
WT = ......................................................................................3.7)
keterangan:
WT adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan, jam
L adalah panjang segmen, km
VT adalah kecepatan tempuh kendaraan ringan atau kecepatan rata-
rata ruang kendaraan ringan (space mean speed, sms), km/jam
3.3.2.9 Kinerja lalu lintas jalan
Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai DJ atau VT pada
suatu kondisi jalan tertentu terkait dengan geometrik, arus lalu lintas, dan
lingkungan jalan baik untuk kondisi eksisting maupun untuk kondisi desain.
Semakin besar nilai DJ atau semakin tinggi VT menunjukkan semakin baik
kinerja lalu lintas. Untuk memenuhi kinerja lalu lintas yang diharapkan,
diperlukan beberapa alternatif perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik.
Persyaratan teknis jalan menetapkan bahwa untuk jalan arteri dan kolektor, jika
DJ sudah mencapai 0,85, maka segmen jalan tersebut sudah harus
dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya, misalnya dengan menambah
lajur jalan. Untuk jalan lokal, jika DJ sudah mencapai 0,90, maka segmen jalan
tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya. Cara lain
untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat DJ eksisting yang
dibandingkan dengan DJ desain sesuai umur pelayanan yang diinginkan. Jika DJ
desain terlampaui oleh DJ eksisting, maka perlu untuk merubah dimensi
penampang melintang jalan untuk meningkatkan kapasitasnya. Perlu diperhatikan
bahwa untuk jalan terbagi, penilaian kinerja harus dikerjakan setelah
mengevaluasi setiap arah, kemudian barulah dievaluasi secara keseluruhan.
Untuk tujuan praktis dan didasarkan pada anggapan jalan memenuhi kondisi dasar
(ideal) sesuai Tabel 3.9, maka dapat disusun Tabel 3.14 untuk membantu
menganalisis kinerja jalan secara cepat. Tabel 3.14 membantu menghitung DJ dan
34
VT yang diturunkan dari empat data masukan, yaitu 1) ukuran kota; 2) Tipe jalan;
3) LHRT; dan 4) faktor-k.
Tabel 3. 14 Kondisi dasar untuk menetapkan kecepatan arus bebas dasar dan
kapasitas dasar
Spesifikasi penyediaan prasarana jalan
Jalan Jalan Jalan raya tipe Jalan satu
No Uraian sedang raya tipe 6/2T arah tipe 1/1,
tipe 4/2T 2/1, 3/1
2/2TT
1 Lebar Jalur lalulintas, m 7,0 4x3,5 6x3,5 2x3,5
2 Lebar Bahu efektif di 1,5 Tanpa bahu, tetapi dilengkapi 2,0
kedua sisi, m kereb kedua sisinya
3 Jarak terdekat kereb ke - 2,0 2,0 2,0
penghalang, m
4 Median Tidak ada Ada, tanpa bukaan -
5 Pemisah arah, % 50-50 50-50 50-50 -
6 Kelas hambatan samping Rendah Rendah Rendah Rendah
7 Ukuran kota, juta jiwa 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0
8 Tipe alinemen jalan Datar Datar Datar Datar
9 Komposisi KB:KB:SM 60%:8%: 60%:8% 60%:8%:32% 60%:8%:32
32% :32% %
10 Faktor-k 0,08 0,08 0,08 0,08
35
Tabel 3. 15 Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari ukuran kota, tipe jalan, dan LHRT
36
1) Memperkirakan kinerja lalu lintas pada berbagai tipe jalan dengan LHRT atau q JP
tertentu. Interpolasi linier dapat dilakukan untuk nilai arus yang terletak di antara dua
nilai.
2) Memperkirakan arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh berbagai tipe jalan dalam
batas derajat kejenuhan dan kecepatan yang diijinkan.
Jika anggapan dasar mengenai faktor-k dan komposisi lalu lintas tidak
sesuai dengan kondisi yang diamati, maka Tabel 3.14 masih dapat digunakan
dengan menghitung qjp yang disesuaikan. Langkah perhitungan yang diperlukan
adalah sebagai berikut:
1. Hitung qjp berdasarkan persamaan 3.1)
Pek= ..................................................................3.8)
Pas= ...................................................................3.9)
keterangan:
Pek , Pas adalah prosentase komposisi kendaraan eksisting
dan anggapan,
KRek, KBek, SMek adalah prosentase arus KR eksisting, KB eksisting,
dan SM eksisting, %
KRas, KBas, SMas adalah prosentase arus KR anggapan, KB anggapan,
dan SM anggapan, %
Hitung arus lalu lintas jam desain yang disesuaikan (qJP -disesuaikan) dalam
kend/jam:
Gunakan nilai qjp -disesuaikan untuk perhitungan kinerja lalu lintas dan gunakan
Tabel 3.14.
37
Jika kondisi aktual sangat berbeda dari kondisi anggapan dasar, maka nilai dasar
yang diperlukan untuk dapat menggunakan Tabel 3.14 adalah mengubah LHRT
menjadi qjp. Tipikal perbedaan dalam analisis operasional adalah:
1. jika arus lalu lintas yang diperkirakan sangat berbeda dengan anggapan ideal,
misalnya karena nilai faktor k yang berbeda, komposisi arus lalu lintas yang
berlainan, atau pemisahan arah yang berlainan.
2. jika lebar jalur lalu lintas untuk segmen yang dianalisis sangat berbeda dengan
anggapan kondisi dasar.
3. jika hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dengan anggapan kondisi
dasar.
38
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
39
Pembandingan. Setelah didapatkan hasil dari pembandingan maka dituangkan
dalam pembahasan dengan mengacu pada teori dan peraturan yang berlaku.
7. Setelah itu dapat ditarik kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan.
Kemudian diberikan saran apabila ada kekurangan yang perlu ditambahkan
atau diperbaiki.
Alur penelitian akan tergambar dalam Gambar
MULAI
Identifikasi Permasalahan
Makro : Jaringan jalan di sekitar rencana lokasi
Mikro : Tarikan perjalanan ke arah rencana lokasi
Pengumpulan Data
Kesimpulan
SELESAI
40
Gambar 4. 1 Alur penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Prasetya et all. 2016. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Janabadra Yogyakarta.
Anonim, “Analisis Dampak Lalu Lintas”, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
Dai Ji Feng, 2009. Study on method in tourist Traffic Impact
analysis.Jurnal.Institute of transportation Engineering. Tsinghua
Univerity, Beijing, China
MKJI (1957). “Manual Kapasitas Jalan Indonesia”. Departemen Pekerjaan Umum
Direkorat Jendral Bina Marga.
Tamin, Ofyar, Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung,
Indonesia: Penerbit ITB
Liu, Zhili et al. 2009. Traffic Impact Analysis of Congestion Charge in Mega
Cities. Journal of Transportation Systems Engineering and Information
Technology.
Murwono, D, 2003, “Perencanaan Lingkungan Transportasi”, Bahan Kuliah,
Magister Sistem dan Teknik Transportasi, UGM, Yogyakarta.
Pradana, Tata. 2004. Analisis Dampak Lalu Lintas Pembangunan Masjid Agung
Jawa Tengah di Kota Semarang. Masters thesis, Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
Risdiyanto. 2014. Rekayasa & Manajemen Lalu Lintas Teori dan Aplikasi.
Leutika Nouvalitera.
Syahidin, 2005, “Analisis Dampak Lalu – Lintas Akibat Pengoperasian Mal
Jogjatronik Yogyakarta”, Tesis Magister, Teknik Transportasi, Program
Studi Sistem dan Teknik Transportasi, UGM, Yogyakarta.
Widodo, Arief Subechi. 2007. Analisis Dampak Lalu – lintas (andalalin) pada
Pusat Perbelanjaan yang Telah Beroperasi Ditinjau Dari Tarikan
Perjalanan (Studi Kasus pada Pacific Mall Tegal). Universitas
Diponegoro Semarang.
PKJI (2014). “Pedoman Kapasitas Jalan Perkotaan”. Departemen Pekerjaan
Umum Direkorat Jendral Bina Marga.
41