PENDAHULUAN
1
2
3. Uji kekerasan
Pengujian kekerasan bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan dari masing-masing
spesimen uji. Metode pengujian tergantung pada jenis dari material yang diuji. Pada
praktikum kali ini menggunakan metode Rockwell.
4. Uji Mikrografi
Uji mikrografi bertujuan untuk mengetahui dan melihat struktur mikro pada specimen
uji dengan menggunakan mikroskop optic. Setelah diketahui struktur mikronya sehingga
dapat diketahui jenis dan sifat dari material tersebut.
1.2 Tujuan
Praktikum Sifat dan Struktur Material memiliki beberapa tujuan agar pratikan
mampu mencapai tahap-tahap dalam pratikum, tujuannya sebagai berikut :
1. Mengetahui nilai densitas material uji
2. Mengetahui nilai yield strength, ultimate tensile strength, percent elongation, dan
kontraksi material uji
3. Mengetahui nilai kekerasan material uji
4. Mengetahui struktur mikro pada material uji
5. Mengetahui dan menyimpulkan jenis material yang digunakan dalam pengujian
Berdasarkan dari hasil yang didapat dari pengujian yang telah dilakukan, praktikan
mampu membandingkan struktur yang didapat dari pengujian dengan struktur asli dari
material sebenarnya. Sehingga praktikan mampu menentukan struktur dan sifat asli dari
material yang di ujikan.
2.1 Material
Material adalah segala sesuatu yang mempunyai massa dan menempati ruang.
Ilmu mengenai material mencakupi penelitian, pengembangan, dan aplikasi yang
merupakan bagian dari pendeketan untuk kebutuhan dan unsur (Oshida, 2013).
Secara umum, bahan padat telah dikelompokkan dengan mudah menjadi tiga
kategori dasar: logam, keramik, dan polimer. Selain itu, ada komposit, yang
merupakan kombinasi rekayasa dari dua atau lebih bahan yang berbeda (Callister,
2009). Berikut merupakan pengklasifikasian material:
1. Logam
Material dalam jenis ini tersusun dari satu atau lebih elemen logam (misal:
besi, aluminium, tembaga, titanium, emas, dan nikel), dan seringkali juga tersusun
atas unsur non logam (misal: karbon, nitrogen, dan oksigen) dalam jumlah yang
relatif kecil (Callister, 2009).
A. Logam Ferro
Logam ferro adalah logam besi (Fe). Besi merupakan logam yang penting
dalam bidang teknik, tetapi besi murni terlalu lunak dan rapuh sebagai bahan kerja,
bahan konstruksi dll. Oleh karena itu besi selalu bercampur dengan unsur lain,
terutama zat arang/karbon (C). Logam ferro juga disebut besi karbon atau baja
karbon. Bahan dasarnya adalah unsur besi (Fe) dan karbon (C) , tetapi sebenarnya
juga mengandung unsur lain seperti : silisium, mangan, fosfor, belerang dan
sebagainya yang kadarnya relatif rendah. Unsur-unsur dalam campuran itulah yang
mempengaruhi sifat- sifat besi atau baja pada umumnya, tetapi unsur zat arang
(karbon) yang paling besar pengaruhnya terhadap besi atau baja terutama
kekerasannya. Contoh logam ferro diantaranya yaitu Besi Tuang, Besi Tempa, Baja
Lunak, Baja Karbon Sedang, Baja Karbon Tinggi, Baja Karbon Tinggi dengan
Campuran. Gambar 2.1 merupakan contoh logam ferrous yang mengandung unsur
Fe dan C.
5
6
Gambar 2.1 Logam Ferrous Low-Carbon Steel AISI 1030 (Herman, 2010)
B. Logam non-Ferro
Logam non-ferro ialah jenis logam yang secara kimiawi tidak memiliki
unsur besi atau ferro (Fe), oleh karena itu logam jenis ini disebut sebagai logam
bukan besi (non-ferro). Beberapa dari jenis logam ini telah disebutkan dimana
termasuk logam yang banyak dan umum digunakan baik secara murni maupun
sebagai unsur paduan. Logam non-ferro ini terdapat dalam berbagai jenis dan
masing-masing memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda secara spesifik antara
logam yang satu dengan logam yang lainnya. Keberagaman sifat dan karakteristik
dari logam non-ferro ini memungkinkan pemakaian secara luas baik digunakan
secara murni atau pun dipadukan antara logam non-ferro bahkan dengan logam
ferro untuk mendapatkan suatu sifat yang baru yang berbeda dari sifat asalnya.
Logam non-ferro dapat digolongkan menjadi :
a. logam berat : nikel, seng, tembaga, timah putih dan timah hitam
b. logam mulia/murni : emas, perak, platina
c. logam ringan : alumunium, barium, kalsium
d. logam refraktori/tahan api : molibdenum , titanium, wolfram, zirkonium
e. logam radio aktif : radium dan uranium.
Gambar 2.2 merupakan contoh material non-ferrous yaitu Alumunium, Magnesium
dan Kuningan
C. Keramik
Keramik adalah senyawa paduan antara unsur logam dan nonlogam.
Komponen keramik yang sering dipakai adalah oksida, nitrida, dan karbida.
Material keramik yang sering digunakan antara lain: alumunium oksida atau
alumina (Al2O3), silikon dioksida atau silika (SiO2), silikon karbida (SiC), silikon
nitrida (Si3N4) (Callister, 2009). Material keramik mempunyai banyak
pemanfaatan, diantaranya berbagai abrasive, pahat potong, batu tahan api, kaca, dan
lain-lain, bahkan teknologi roket dan penerbangan luar angkasa sangat memerlukan
keramik. Gambar 2.3 merupakan contoh-contoh pengaplikasian material keramik
pada suatu benda.
Gambar 2.3 Pemanfaatan Material Keramik pada Suatu Benda (Ceramtec, 2012)
D. Polimer
Polimer adalah senyawa organik yang berbasis kimiawi pada karbon,
hidrogen, dan elemen nonlogam lainnya (yaitu, O, N, dan Si). Jenis polimer yang
sering dipakai adalah plastik dan karet Beberapa polimer umum dan yang sudah
dikenal adalah polietilen (PE), nilon, polivinil klorida (PVC), polikarbonat (PC),
polistiren (PS), dan karet silikon. Polimer memiliki struktur molekul yang sangat
besar, seringkali berbentuk seperti rantai, yang sering memiliki cabang atom karbon
(Callister, 2009). Berikut merupakan contoh ikatan polimer yang terkandung dalam
material bakelit pada Gambar 2.4.
8
E. Komposit
Komposit merupakan material hasil kombinasi dari dua material atau lebih,
yang sifatnya sangat berbeda dengan sifat masing-masing material asalnya.
Komposit selain dibuat dari hasil rekayasa manusia, juga dapat terjadi secara
alamiah, misalnya kayu, yang terdiri dari serat selulose yang berada dalam matriks
lignin. Komposit saat ini banyak dipakai dalam konstruksi pesawat terbang, karena
mempunyai sifat ringan, kuat dan non magnetik.
Material komposit terdiri dari lebih dari satu tipe material dan dirancang
untuk mendapatkan kombinasi karakteristik terbaik dari setiap komponen
penyusunnya. Pada dasarnya, komposit dapat didefinisikan sebagai campuran
makroskopik dari serat dan matriks. Serat merupakan material yang (umumnya)
jauh lebih kuat dari matriks dan berfungsi memberikan kekuatan tarik.Sedangkan
matriks berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan dan kerusakan
akibat benturan.
Pada material komposit dikenal istilah lamina dan laminate. Lamina adalah
satu lembar komposit dengan satu arah serat tertentu, sedangkan laminate adalah
gabungan beberapa lamina. Laminate dibuat dengan cara memasukkan pre-preg
lamina ke dalam autoclave selama selang waktu tertentu dan dengan tekanan serta
temperatur tertentu pula. Autoclave adalah suatu alat semacam oven bertekanan
untuk menggabungkan lamina.
Dibanding dengan material konvensional keunggulan komposit antara lain
yaitu memiliki kekuatan yang dapat diatur (tailorability), tahanan lelah (fatigue
9
resistance) yang baik, tahan korosi, dan memiliki kekuatan jenis (rasio kekuatan
terhadap berat jenis) yang tinggi.
……………………….. (2.1)
Keterangan:
ρ = massa jenis (kg/m3)
m = massa (kg)
v = volume (m3)
Tabel 2.1 merupakan beberapa bahan atau material dengan massa jenisnya
yang sudah ditetapkan.
Tabel 2.1 Densitas Bahan (Jobsheet Praktikum Sifat dan Struktur Material, 2017)
No. Material Densitas (kg/m3)
1 Alumunium 2700
2 Tembaga 8900
3 Kuningan 8400-8700
4 Besi Cor 6800-7800
5 Baja 7800-8000
6 Stainless Steel 7480-8000
7 Cobalt 8850
8 Chromium 6856
9 Tin 7400
10
Massa jenis suatu zat bergantung pada temperaturnya, jika temperatur zat
tersebut tinggi maka zat akan memuai (volumenya menjadi lebih besar dengan
massa yang tidak berubah), artinya semakin tinggi temperatur maka massa jenis
atau kerapatan suatu zat akan berkurang. Selain bergantung pada temperatur, massa
jenis zat juga tergantung pada tekanan yang dikenai pada zat tersebut, makin tinggi
tekanan yang dikenai padanya maka volumenya akan semakin kecil (dengan massa
yang tidak berubah), maka massa jenisnya akan semakin tinggi seiring
bertambahnya tekanan yang dikenai padanya. Namun untuk beberapa jenis zat,
massa jenisnya tidak terlalu sensitif terhadap perubahan temperatur dan/atau
tekanan.
(a) (b)
Gambar 2.5 Skematik Pengujian Tarik (a) Mesin uji Tarik (b) Spesimen uji tarik
(Callister, 2009)
2.3.1 Standar ASTM E-8
ASTM E-8 menjelaskan uji tarik logam seperti baja paduan atau logam.
ASTM E-8 menjelaskan metode pengujian ketegangan untuk menentukan yield
strength, titik elongasi hasil, kekuatan tarik, elongasi, dan reduksi luas produk
logam. Standar ini berlaku untuk bahan logam dalam bentuk apapun. Standar
ASTM E-8 menentukan keuletan dan kekuatan berbagai logam saat material
mengalami tegangan tarik uniaksial.
Mesin uji elektro mekanis atau hidrolik universal yang dilengkapi dengan grip
spesimen yang sesuai, alat bantu, dan software yang mampu mengendalikan laju
regangan dan merekam data tegangan – regangan saat pengujian (Admet, 2017).
Bentuk dan ukuran pengujian tarik menurut ASTM E-8 dapat dilihat pada Gambar
2.6.
Gambar 2.6 Bentuk Spesimen Pengujian Tarik menurut ASTM E-8 (Research
Gate, 2017)
12
2.3.3 Tegangan
Tegangan adalah reaksi yang timbul diseluruh bagian spesimen dalam rangka
menahan beban yang diberikan. Nilai tegangan ini merupakan perbandingan antara
beban (F) yang diberikan terhadap luas penampang (A). Tegangan dapat
dirumuskan pada Persamaan 2.2 sebagai berikut:
...…………………….. (2.2)
Keterangan:
σ = Tegangan (N/m2)
F = Gaya/beban yang diberikan (N)
A = Luas penampang (m2)
………….…………….. (2.3)
Keterangan:
σy = Tegangan luluh (N/m2)
Fy = Beban saat mengalami luluh (N)
A0 = Luas penampang (m2)
……………………….. (2.4)
Keterangan:
σu = Ultimate Tensile Strength (N/m2)
Fm = Beban maksimum (N)
A0 = Luas penampang (m2)
………………………… (2.5)
Keterangan:
σt = Tegangan sejati (N/m2)
Fi = Beban pada titik i (N)
Ai = Luas penampang pada titik i (m2)
15
2.3.4 Regangan
Regangan ialah perubahan relatif ukuran atau bentuk benda yang
mengalami tegangan. Gambar 2.9 menunjukkan sebuah batang yang mengalami
regangan akibat gaya tarik F. Panjang batang mula-mula adalah L0. Setelah
mendapat gaya tarik sebesar F, batang tersebut berubah panjangnya menjadi L.
dengan demikian, batang tersebut mendapatkan pertambahan panjang sebesar
dengan ∆L= L-L0
…………………….. (2.6)
Keterangan:
e = regangan
L = panjang akhir (mm)
L0 = panjang awal (mm)
2.3.5 Percent Elongation (%EL)
Percent Elongation (%EL) merupakan salah satu ukuran keuletan suatu
bahan. Semakin besar nilai %EL maka daerah regangannya semakin besar sehingga
duktlititasnya juga makin meningkat. Rumus %EL yaitu pada Persamaan 2.7
sebagai berikut:
…………. (2.7)
Keterangan:
%EL = Percent Elongation (%)
L = panjang akhir (mm)
L0 = panjang awal (mm)
16
………………………….. (2.8)
Keterangan:
E = Modulus Elastisitas (N/m2)
σ = Tegangan (N/m2)
e = regangan
………….………….. (2.9)
Keterangan:
%AR = Kontraksi (%)
Au = Luas penampang akhir (m2)
A0 = Luas penampang awal (m2)
17
2.3.8 Deformasi
Deformasi merupakan perubahan bentuk, dimensi dan posisi dari suatu materi
baik dari suatu materi baik merupakan bagian dari alam ataupun buatan manusia
dalam skala waktu dan ruang. Deformasi dapat terjadi jika suatu benda atau materi
dikenai gaya (Taufiq, 2013). Gambar 2.11 menjelaskan mengenai daerah deformasi
pada grafik stress-strain.
1. Deformasi Elastis
Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang terjadi pada
suatu benda saat gaya atau beban itu bekerja, dan perubahan bentuk akan hilang
ketika gaya atau bebannya ditiadakan. Artinya, bila beban ditiadakan, maka benda
akan kembali ke bentuk dan ukuran semula. Contoh deformasi elastis ada pada
penggunaan pegas yang terdapat pada Gambar 2.12.
18
2. Deformasi Plastis
Deformasi plastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang terjadi pada
benda secara permanen, walaupun beban yang bekerja ditiadakan. Berbeda dengan
deformasi elastis yang saat beban ditiadakan akan kembali ke bentuk semula.
Deformasi plastis terjadi setelah benda mengalami deformasi elastis dan beban
yang bekerja pada benda telah melebihi tegangan luluh, akibatnya benda tidak dapat
kembali ke bentuk semula. Deformasi plastis juga termasuk Teknik pembentukan
logam yaitu bendaing dapat dilihat pada Gambar 2.13.
2.3.9 Patah
Percobaan tegangan-regangan diakhiri dengan perpatahan. Perpatahan ini
dapat didahului oleh deformasi plastis. Bila ada deformasi plastis, maka kita sebut
perpatahan ulet (ductile fracture) bila tidak diiringi deformasi plastis, disebut
perpatahan rapuh (brittle fracture).
1. Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang
diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retak akan
19
berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya
deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan patahan
nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain itu komposisi
material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi bukan karena
pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material berstruktur bainit
yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah. Contoh patah ulet dapat
dilihat pada Gambar 2.13.
2. Patah Getas
Patahan yang terjadi pada material yang getas yaitu tanpa mengalami
pengecilan diameter (necking). Patah getas juga bisa terjadi pada material ulet,
gejala ini disebut transisi ulet-getas (Ductile to Brittle Tension). Hal ini dapat terjadi
karena disebabkan oleh 3 faktor, yaitu :
a. Tegangan 3 Sumbu
Karena keadaan tegangan menjadi rumit terhadap dua atau tiga sumbu
disebabkan oleh pangkal takikan, maka terjadi peningkatan yang mencolok
dari tegangan mulur dan patah getas mudah terjadi.
b. Laju Regangan
Peningkatan tegangan mulur yang sangat ditandai oleh peningkatan laju
regangan yang mengakibatkan patah getas.
c. Temperatur
Semakin rendah temperatur, semakin mudah terjadi patah getas.
Contoh patah getas dapat dilihat pada Gambar 2.14 dibawah ini.
20
f. Khrom (Cr)
Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menmbah keliatan,
menaikkan daya tahan korosi dan daya tahan terhadap keausan yang
tinggi, keuletan berkurang.
g. Nikel (Ni)
Sebagai unsur paduan dalam baja konstruksi dan baja mesin, nikel
memperbaiki kekuatan tarik, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.
h. Molibden (Mo)
Molibden mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi, menstabilkan
karbida, serta memperbaiki kekuatan baja.
i. Titanium (Ti)
Titanium adalah logam yang lunak tetapi biola dipadukan dengan nikel
dan karbon akan lebih kuat, tahan aus dan tahan korosi.
j. Wolfram/Tungsten (W/T)
Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil yang sangat keras,
menahan suhu pelumasan dan mengembalikan perubahan bentuk/struktur
secara perlahan-lahan.
Jadi cara menentukan kekerasan dengan memakai skala Mohs yaitu ketika
suatu material tidak dapat digores dengan kuarsa tetapi dapat digores menggunakan
feldspar, maka nilai kekerasan material tersebut diantara 7 dan 6.
2. Metode Pantulan
Metode pantulan mengukur kekerasan suatu material berdasarkan tinggi
pantulan suatu pemukul dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari ketinggian
terhadap permukaan bernda uji. Semakin tinggi pantulan benda tersebut maka
semakin tinggi kekerasan material uji. Metode ini menggunakan alat uji bernama
24
Scleroscope dengan Skala Shore. Ilustrasi metode pantulan dapat dilihat pada
Gambar 2.16 dan Gambar 2.17 merupakan tabel Nilai Skala Shore pada metode
pantulan.
3. Metode Lekukan
Metode ini dilakukan dengan penekanan pada material uji oleh penetrator.
Besaran kekerasan ditentukan oleh jenis penetrator, beban yang diberikan, dan lama
waktu penekanan. Metode lekukan terdiri dari:
a. Metode Brinell
Metode ini berupa pengidentasian sejumlah beban terhadap permukaan
material dengan penetrator yang digunakan berupa bola baja yang dikeraskan
dengan diameter 10 mm 0,0045 mm dan standar bebannya antara 500 s.d 3000 kgf.
Lama penekanan antara 10 s/d 30 detik. Bola harus berupa baja yang dikeraskan,
ditemper, dan dengan kekerasan minimum 850 VPN (Jobsheet Praktikum Struktur
25
dan Sifat Material, 2017). Skema pengujian metode Brinell dapat dilihat pada
Gambar 2.18
……………...... (2.10)
Keterangan:
BHN = nilai kekerasan brinell (kg/mm2)
P = beban yang diterapkan (kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
Diameter lekukan diukur menggunakan mikroskop khusus. Diameter lekukan
yang telah diukur tersebut kemudian dikonversi menjadi nilai HB dengan
menggunakan tabel. Dalam penulisan simbol HB, dilengkapi dengan indeks:
diameter bola, beban, dan waktu pembebanan.
Contoh: 315/50//250/20, artinya:
315 adalah kekerasan menurut brinell
50 adalah diameter bola
250 adalah beban
20 adalah waktu
26
b. Metode Vickers
Metode ini mirip dengan metode Brinell, tetapi penetrator yang digunakan
berupa intan berbentuk piramida dengan dasar bujur sangkar dan sudut puncak
136o. Beban yang digunakan biasanya antara 1 s/d 120 kg (Jobsheet Praktikum
Struktur dan Sifat Material, 2017). Skema pengujian Vickers dapat dilihat pada
Gambar 2.19.
(a) (b)
Gambar 2.19 Skema Pengujian Metode Vickers (a) Pengindentasian Vickers
(b) Hasil pengindentasian Vickers (TWI, 2017)
27
Keterangan:
HVN = Nilai kekerasan vickers (kg/m2)
P = Beban yang diberikan (kg)
D = Diagonal rata-rata (m)
Kelebihan dari metode ini adalah bentuk lekukan diagonal segiempat,
sehingga keakuratan pengukuran panjang diagonal lebih teliti dibanding bentuk
lingkaran pada metode Brinell. Sedangkan kekurangannya memakan waktu cukup
lama, karena adanya dua penanganan yang terpisah yaitu penekanan piramida dan
pengukuran diagonal bekas tekanan.
Metode Vickers ini disebut juga microhardness test. Disebut microhardness
test karena dengan metode ini dapat digunakan untuk mengukur kekerasan material
uji pada titik dengan jarak yang sangat kecil yaitu sampai 10-3 mm. Microhardness
test sering disebut dengan knop hardness testing merupakan pengujian yang cocok
untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya
digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.
c. Metode Rockwell
Pada metode ini penetrator ditekan dalam benda uji. Harga kekerasan didapat
dari perbedaan kedalaman dari beban mayor dan minor. Jadi nilai kekerasan
didasarkan pada kedalaman bekas penekanan. Pengujian kekerasan rockwell
didasarkan pada kedalaman masuknya penekan benda uji. Makin keras benda yang
akan diuji, makin dangkal masuknya penekan tersebut. Metode ini sangat cepat dan
cocok untuk pengujian massal. Karena hasilnya dapat secara langsung dibaca pada
jarum penunjuk (Jobsheet Praktikum Struktur dan Sifat Material, 2017). Gambar
2.20 menjelaskan skema pengujian kekerasan menggunakan metode Rockwell.
28
(a) (b)
Gambar 2.20 Skema Pengujian Metode Rockwell (a) indentor diamond (b)
indentor steel ball (Substech, 2017)
adalah nilai kekerasan pada dial indikator, HR menyatakan nilai kekerasan dan F
adalah skala kekerasan Rockwell sesuai tabel skala Rockwell karena material yang
diuji adalah kuningan dengan beban mayor 60 kg .
Pada dasarnya pengujian kekerasan Rockwell (menggunakan beban mayor
dan minor) dibagi menjadi dua tipe yaitu Rockwell dan Superficial Rockwell. Untuk
Rockwell beban minor 10 kg dan beban mayor 60, 100, 150 kg. Untuk Superficial
test beban minor 3 kg dan beban mayor 15, 30, 45 kg. Untuk skala Superficial
Rockwell dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Skala Kekerasan Superficial Rockwell (Callister, 2009)
Skala Indentor Beban Mayor (kg)
15N Diamond 15
30N Diamond 30
45N Diamond 45
15T 1/16” ball 15
30T 1/16” ball 30
45T 1/16” ball 45
15W 1/8” ball 15
30W 1/8” ball 30
45W 1/8” ball 45
………………….…...... (2.12)
Dimana :
TS = Kekuatan Tarik (MPa)
HB = Kekerasan skala Brinell (HRB)
Cara Pembacaan nilai tabel konversi kekerasan dapat dilihat pada Gambar
2.3 dibawah ini.
Gambar 2.23 Cara Membaca Nilai Tabel Konversi Kekerasan (Mitsubishi, 2015)
Pada Gambar 2.23 menunjukkan bahwa bila besarnya nilai uji Vickers
untuk indenter 1, 5, 10, 30 kgf menunjukkan nilai 284 HV seperti pada gambar,
maka nilai tersebut akan sama besarnya dengan 269 HB dengan penetrator bola
standar 3000 kgf. Nilai tersebut juga setara dengan 64.1 HRA, 104 HRB, 27.6 HRC,
45.9 HRD, dan 40 HS.
dipoles selanjutnya di etching agar zat kimia pada larutan mengkorosi batas-
batas butir.
6. Foto (pemotretan)
Tahap terakhir yaitu pemotretan dengan menggunakan Mikroskop yang
terhubung dengan laptop agar batas-batas butir atau butir dapat diamati
dengan baik.
Diagram fase diatas menunjukkan diagram fase dari system Al-Si. Ini
adalah tipe eutektik yang sederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577 oC,
37
11,7% Si, larutan padat terjadi pada sisi Al. Karena batas kelarutan padat sangat
kecil maka pengerasan penuaan sukar diharapkan.
Paduan Al – Si sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus
sekali, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran, sebagai
tambahan ia juga mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien
pemuaian yang kecil dan sebagai penghantar yang baik untuk listrik dan panas.
Umumnya dipakai paduan dengan 0,15 % Mg. Paduan yang diberi perlakuan
pelarutan dan dituakan dinamakn silumin γ, dan yang hanya distemper saja
dinamakan silumin β. Paduan yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan
Mg juga Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas, bahan ini biasa
dipakai untuk torak motor.
C. Diagram Fasa Cu-Zn
Diagram fasa Cu-Zn adalah diagram yang menampilkan hubungan antara
temperature dan kandungan Zn (%Zn) selama pemanasan lambat (ASM Metals
Handbook Volume 9, 2004). Gambar diagram fasa Cu-Zn dapat dilihat pada gambar
2.26 berikut ini.
reaksi dan titik-titik yang serupa dengan eutektik yang belum dibahas. Sebagai
tambahan, ada enam larutan padat yang berbeda α dan η serta β, γ, δ dan ε. Tahap
β disebut suatu larutan padat, satu di mana atom Zn dan Cu diposisikan dalam suatu
spesifik pengaturan di dalam sel satuan masing-masing (George, 1984).
BAB III
METODOLOGI PENGUJIAN
Mulai
Mempersiapkan Instrumen
Pengujian
Tidak
Data Hasil Penelitian
Materialdapat
Material DapatDiketahui
Diketahui
dan Sesuai Literatur
Ya
Kesimpulan
Selesai
39
40
2. Timbangan
Timbangan berfungsi untuk mengukur massa dari spesimen yang akan diuji.
Sebelum mengukur massa, timbangan harus dikalibrasi terlebih dahulu. Berikut
pada Gambar 3.3 ditampilkan gambar dari timbangan yang digunakan,
3. Vernier Caliper
Vernier caliper digunakan untuk mengukur diameter dan tebal dari
spesimen. Vernier caliper yang digunakan memiliki ketelitian 0,02 mm.
Penggunakan vernier caliper digunakan pada pengujian densitas dan uji
41
tarik.Berikut pada Gambar 3.4 ditampilkan gambar dari vernier caliper yang
digunakan,
1
3
4
2
b. Penetrator
Penetrator berfungsi sebagai media pembebanan pada material uji
kekerasan. Terdapat 2 jenis penetrator, yaitu penetrator intan untuk material ferrous
dan penetrator steel ball untuk material non ferrous. Berikut pada Gambar 3.8
ditampilkan gamabr dari penetrator intan dan steel ball yang digunakan,
43
c. Anvil
Anvil berfungsi sebagai tempat penahan material uji kekerasan. Berikut pada
Gambar 3.9 ditampilkan gambar Anvil yang digunakan,
d. Crank Handle
Crank Handle berfungsi untuk memberikan pembebanan mayor pada
material uji kekerasan. Berikut pada Gambar 3.10 ditampilkan gambar dari crank
handle yang digunakan,
e. Reset Motor
Reset Motor berfungsi untuk melepas pembebanan mayor pada material uji
kekerasan. Berikut pada Gambar 3.11 ditampilkan gambar dari reset motor yang
digunakan,
44
7. Grinder
Mesin grinder merupakan yang berfungsi untuk membantu mengamplas
dengan rata dan searah. Berikut pada Gambar 3.13 ditampilkan gambar dari mesin
grinder yang digunakan,
8. Polisher
Mesin polisher berfungsi untuk membantu proses pemolesan spesimen
setelah melewati proses pengamplasan. Berikut pada Gambar 3.14 ditampilkan
gambar dari mesin polisher yang digunakan,
9. Amplas
Amplas berfungsi untuk menghaluskan permukaan spesimen supaya halus
dan rata.Nomor amplas yang digunakan yaitu nomor 120, 220, 400, 600, 1000,
1500, dan 2000. Berikut pada Gambar 3.15 ditampilkan gambar dari amplas yang
digunakan,
Gambar 3.16 Kain beludru yang telah dipasang pada mesin polisher
(Laboratorium Metalurgi Fisik, 2017)
10. Pinset
Pinset digunakan untuk memegang benda uji karena berbahaya apabila
langsung memegang benda uji saat dilakukan etching dan saat pengujian densitas
spesimen. Berikut pada gambar 3.17 ditampilkan gambar dari pinset yang
digunakan,
14. Spidol
Spidol berfungsi untuk membuat tanda pada spesimen yang akan
dilakukan pengujian. Berikut pada Gambar 3.20 ditampilkan gambar spidol yang
digunakan,
3.2.2 Bahan
1. Spesimen
Ada 2 buah spesimen dengan jenis material yang sama dan keduanya telah
diberi perlakuan panas. Salah satu spesimen berbentuk silinder panjang dan
digunakan untuk uji tarik, sedangkan spesimen yang lainnya berbentuk silinder
pipih pendek dan digunakan untuk uji kekerasan, uji mikrografi, dan uji densitas.
Berikut pada gambar 3.24 ditampilkan gambar dari spesimen yang diuji,
(a) (b)
Gambar 3.24 Spesimen yang digunakan selama praktikum struktur dan sifat
material, (a) pipih pendek, dan (b) silinder panjang. (Laboratorium Metalurgi
Fisik, 2017)
3. Autosol
Autosol adalah pembersih berbentuk pasta yang berfungsi untuk
mengkilapkan dan menghilangkan atau mengurangi bekas goresan pada permukaan
benda uji setelah melalui proses grinding. Berikut pada gambar 3.24 ditampilkan
gambar dari autosol,
50
4. Reaktan etza
Reaktan etza berfungsi untuk mengkaratkan permukaan spesimen, sehingga
kontras dari butir, batas butir, ataupun fase yang berbeda terlihat jelas. Pada
praktikum kali ini. Reaktan yang digunakan merupakan campuran NH4OH, H2O2,
dan Aquades. Berikut pada gambar 3.25 ditampilkan gambar dari reaktan yang
digunakan,
(a) (b)
Gambar 3.2 Reaktan pengetzaan, (a) NH4OH, dan (b) H2O2 (Laboratorium
Metalurgi Fisik, 2017)
3.3 Pengujian Spesimen
3.3.1 Pengujian Densitas
Pengujian densitas dapat dilakukan dengan langkah yang benar. Berikut
langkah-langkah dari pengujian densitas,
1. Siapkan spesimen untuk pengujian.
2. Mengkalibrasi timbangan sampai angka 0.
3. Menimbang spesimen
4. Mengulangi penimbangan sampai tiga kali untuk memperoleh massa
rata-rata.
5. Mengukur diameter dan tebal spesimen sebanyak tiga kali untuk
memperoleh nilai rata-rata.
6. Menghitung volume spesimen secara manual
51
55.30−45
%EL= 𝑥 100% = 22,89 %
45
𝐹𝑦 17920,476
σy = = = 271,49 N/mm2
𝐴0 66,009
66,009−25.77
%AR= 𝑥 100% = 60,96 %
66,009
𝐹𝑚 18149,167
σu = = = 274,95 N/mm2
𝐴0 66,009
54
55
(a) (b)
Gambar 4.4 Struktur mikro Tembaga : (a) Hasil Pengujian (100x),
(b) sample 3%Cu pembesaran 100x
2. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum Struktur Sifat dan Material yang telah dilaksanakan
dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni:
1. Berdasarkan uji densitas yang dilakukan pada material uji, didapat
bahwa material uji merupakan tembaga dengan nilai densitas sebesar
8053 kg/m3
2. Berdasarkan uji tarik yang dilakukan pada material uji, didapat bahwa
material uji merupakan tembaga. Tembaga ini memiliki Yield Strength
271,49 𝑀𝑃𝑎, Ultimate Tensile Strength 274,95 𝑀𝑃𝑎, Elongasi
22,89 %, dan Kontraksi sebesar 60,96 %.
3. Berdasarkan uji kekerasan yang dilakukan pada material uji, didapat
bahwa material uji merupakan tembaga dengan nilai kekerasan HRF
85.3.
4. Berdasarkan uji mikrografi yang dilakukan, struktur mikro dari
tembaga belum terlihat jelas dikarenakan kurang halusnya permukaan
spesimen. Hal ini diakibatkan karena kurangnya penghalusan dan
pemolesan spesimen sehingga masih banyak bekas goresan setelah
proses pengamplasan.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan setelah melakukan praktikum
Struktur Sifat dan Material adalah sebagai berikut:
1. Perlunya persiapan yang lebih matang dalam melakukan praktikum ini
seperti mempelajari setiap detail dari langkah pengujian agar proses
praktikum lebih maksimal dan efisien.
2. Perlunya memperhatikan akan keselamatan kerja praktikum mengingat
dalam praktikum ini menggunakan alat dan bahan yang cukup
berbahaya.
58
59