Anda di halaman 1dari 91

DIKTAT KULIAH TIND05102

MATERIAL
TEKNIK

BAJU BAWONO
Untuk kalangan sendiri
Program Studi Teknik Industri,Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Diktat Kuliah Material Teknik 1


BAB 0
PENDAHULUAN

TUJUAN : Memberikan pengetahuan tentang pengertian dan pemahaman


tentang material teknik khususnya logam, keramik, polimer, dan
komposit, sifat-sifat material, cara pemakaian, cara pengujian
bahan serta penerapan untuk melakukan perancangan.
SILABUS :
Klasifikasi material teknik (logam, keramik, polimer, dan komposit), ikatan
antar atom, sel satuan, struktur sifat dan pemakaian logam, korosi dan
degradasi, sifat elektronik (konduksi, semikonduktifitas, dan konduksi
elektromagnetis), sifat termal, sifat optis, proses perlakuan panas, diagram
fasa dalam logam, jenis logam paduan dan komposit, jenis polimer.
Materi:
1. Pendahuluan
2. Atom Dan Ikatan Atom
3. Sel Satuan
4. Sifat-Sifat Bahan
5. Pengujian Bahan
6. Difusivitas
7. Diagram Fase
8. UTS
9. Pengerjaan Logam
10. Perlakuan Panas dan Perlakuan Dingin
11. Konduktivitas
12. Korosi
13. Keramik
14. Polimer
15. Komposit
16. UAS

Penilaian
1. UTS : 30
2. UAS : 30
3. Kuis/PR : 20
4. Tugas Paper : 20

Diktat Kuliah Material Teknik 2


SATUAN ACARA PERKULIAHAN :

Minggu Materi Perkuliahan


1 Pendahuluan : Sejarah pengunaan material menurut jamannya
2 Jenis-jenis material: macam ikatan primer (ikatan kovalen, ionik,
dan ikatan logam) seta ikatan sekunder (Gaya van der Waals,
induksi dwikutub, ikatan polar, jembatan hidrogen)
3 Sel satuan : Jenis sel satuan (BCC, FCC, HCP), menghitung APF,
dan densitas bahan serta contoh kasus penerapannya
4 Sifat-sifat bahan (mekanik, termal dan listrik): susunan kristal
Kecacatan pada bahan : vacancy, interstisi, cacat Schotty, cacat
Frenkle, dislokasi
5 Macam-macam pengujian pada bahan: uji tarik, necking, uji
struktur mikro, uji kekerasan, Jominy test, Standarisasi pada
6 Difusivitas: Difusivitas keadaan tunak, nontunak, serta contoh
kasus perhitungannya
7 Diagram fasa : dasar diagram fasa, diagram fasa tunggal, diagram
fasa ganda, cara pembacaan diagram fasa, macam diagram fasa
8 Lever Arms Rule serta contoh penerapannya pada diagram fasa
9 Perlakuan panas pada logam : Anil, sperodizing, normalizing,
quenching, serta pengaruh pada struktur, kekuatan, dan sifat
mekanik akibat perlakuan panas tersebut
10 Konduktifitas, sifat konduktifitas pada logam, pengantar
semikonduktor, mekanisme proses dan fungsinya pada industri
11 Korosi dan elektroplating : macam-macam korosi dan cara
pencegahan, penggunaan elektroplating, perhitungan waktu
korosi
12 Polimer : Macam monomer dan polimer, sifat polimer, cara
pembuatan polimer, mekanisme terjadinya polimer, serta fungsi
polimer dalam industri
13 Keramik : Macam keramik, sifat keramik, cara pembuatan
keramik, mekanisme terjadinya keramik, serta fungsi keramik
dalam industri
14 Komposit: Macam komposit, sifat komposit, cara pembuatan
komposit, mekanisme terjadinya komposit, serta fungsi komposit
dalam industri

REFERENSI
1. Calister., W.D. , 2018, Material Science and Engineering : An
Introduction, 10th ed, John Wiley and Sons, New York (e book)
2. Groover, M.P. 2012, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials,
Processes, and Systems, New York
3. Smith, W. F, 2019, Foundations of Materials Science and Engineering

Diktat Kuliah Material Teknik 3


BAB 1
SEJARAH PENGGUNAAN MATERIAL

Sejak zaman purba (zaman batu) manusia sudah mulai memakai material
sebagai alat bantu untuk melakukan suatu jenis pekerjaan. Pada saat itu
manusia mengenal batu, tanah lempung, kayu yang dibentuk sesuai dengan alat
bantu yang diinginkan. Dalam perkembangannya manusia kemudian mengenal
logam untuk keperluan tertentu. Pengetahuan manusia tentang material
berkembang terus sampai saat ini, sehingga ditemukan jenis-jenis material baru
yang mempunyai sifat yang sangat baik seperti polimer, komposit, semi
konduktor, dan sebagainya.
Pengetahuan manusia tentang material berkembang dengan pesat
sehingga muncul disiplin ilmu baru yang dikenal dengan materials science dan
materials engineering. Material science berkonsentrasi pengembangan jenis
material yang baru, hubungan antara struktur dan sifat material. Material
engineering lebih berkonsentrasi pada aplikasi penggunaan material dalam
kehidupan sehari-hari.
Struktur material berhubungan dengan susunan komponen yang
menyusun material, dimulai dari elektron, proton, netron yang menyusun atom.
Atom-atom akan membentuk molekul, kumpulan molekul-molekul nantinya
akan membentuk struktur mikro dan akhirnya akan terbenuk material yang
bersifat makroskopis. Sifat material yang penting dapat digolongkan menjadi 6
kategori, yaitu :
1. Sifat mekanik (deformasi, modulus elastisitas, tegangan)
2. Sifat elektrik (konduktivitas listrik, konstanta dielektrik)
3. Sifat panas (konduktivitas panas, kapasitas panas)
4. Sifat magnetik (respon material terhadap medan magnet)
5. Sifat optik (elektromagnetik, indeks refraksi, reflektivitas)
6. Sifat kimia (reaktivitas terhadap bahan kimia)

Dalam mata kuliah Material Teknik yang akan dipelajari adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan material padat dan sifat-sifatnya walaupun hanya
sebagai suatu pengantar saja. Material Teknik adalah bidang ilmu yang
mempelajari rekayasa material (Material Engineering) yang bertujuan untuk
mendapatkan material dengan sifat sifat fisis dan kimia sesuai tujuan yang
diinginkan. Sedangkan Imu Material (Material Science) adalah bidang ilmu untuk
menpelajarai karakteristik material
Mengapa seorang sarjana teknik harus tahu mengenai material dan
sifatnya? Jawabannya sangat sederhana, karena dalam melakukan perancangan
alat sarjana teknik harus dapat memilih jenis material yang tepat dan
ekonomis. Sebelum melakukan pemilihan seorang perancang tentunya harus
tahu sifat (karakeristik) material yang akan dipakai, kesalahan dalam pemilihan
maerial akan berakibat sangat fatal terhadap reliabilitas produk.
Dalam perkembangan materials science and engineering, material pada
diklasifikasikan menjadi 5 golongan besar :
1. Metal (logam)

Diktat Kuliah Material Teknik 4


Umumnya material logam merupakan kombinasi dari beberapa unsur logam.
Logam mempunyai sifat konduktor panas dan listrik yang baik, memantulkan
cahaya, memiliki kenampakan yang baik apabila digosok, kuat, dan
deformable.
2. Keramik
Merupakan senyawa antara unsur logam dan non logam, biasanya dalam
bentuk oksida, nitrida dan karbida. Keramik bersifat isolator panas dan
listrik, relatif lebih tahan panas dan korosi jika dibandingkan dengan logam,
keras tetapi rapuh.
3. Polimer
Sebagian besar polimer merupakan senyawa organik yang berbasis unsur
karbon, hidrogen dan unsur non logam lainnya (nirogen, oksigen, khlor, dll).
Polimer bersifat fleksibel dan mempunyai densitas yang relatif rendah.
4. Komposit
Komposit terbentuk dari 2 atau lebih material dengan tujuan untuk
memperoleh sifat-sifat baru yang unggul dari kedua jenis material
pembentuknya. Contohnya fiber-glass (bersifat fleksibel dan kuat), tersusun
dari polimer (bersifat fleksibel) dan fiber (bersifat kuat).
5. Semikonduktor
Semikonduktor merupakan material yang mempunyai sifat intermediate
antara konduktor dan isolator listrik. Material ini banyak dipakai untuk
pembuatan integrated circuit (IC) dan mikroprosesor, tetapi dituntut dalam
kemurnian tinggi (high purity) karena sangat sensitif terhadap atom
pengotor.

LATIHAN 1

1. Apakah beda Material Teknik dan Ilmu Material ?


2. Jelaskan Sejarah penggunaan material mulai dari yang terdahulu
sampai terakhir digunakan (5 buah)
3. Jelaskan Jenis ikatan primer dan Sekunder (masing-masing 3)

Diktat Kuliah Material Teknik 5


BAB 2
STRUKTUR KRISTAL

Bab 2 akan membahas struktur kristal yang biasa terdapat dalam


material padat. Juga akan dibahas mengenai crystallographic directions dan
crystallographic plane Miller indices, serta cara menggambarkan kedua jenis
indeks tersebut.
Material padat (solid materials) dapat digolongkan menjadi 2 golongan
besar yaitu amorf dan crystalline. Material padat dikatakan amorf apabila
secara mikroskopis tidak dapat ditemukan pola struktur atom yang berulang,
jadi susunan atomnya cenderung acak (random). Sebaliknya dikatakan bersifat
crystalline apabila susunannya teratur pada jarak yang relatif besar.
Material yang bersifat crystalline pada saat terjadi solidifikasi atom-
atom akan mengatur dirinya sendiri mengikuti pola tertentu secara 3 dimensi
pada jarak yang panjang. Tiap atom akan berikatan dengan atom-atom
terdekat. Semua metal, keramik dan beberapa jenis polimer bersifat
crystalline.
Material padat akan terbentuk apabila gaya tarik antar molekul/atom
(intermolecular/interatomic attractive forces) melebihi gaya termal yang
dapat memecah belah molekul (disruptive thermal forces). Hal ini
menyebabkan mobilitas atom atau molekul menjadi terbatas sehingga memaksa
mereka mempunyai posisi yang relatif tetap.
Berdasar sifatnya ikatan antar atom/molekul dapat dibedakan menjadi 4
yaitu :
1. Ikatan ionik
Ikatan ion merupakan ikatan antara ion positif dan ion negatif, sehingga gaya
tarik antar molekulnya sangat kuat (600 – 1500kJ/mol). Ikatan ion bersifat
non directional artinya besarnya ikatan dalam satu atom sama besar untuk
semua arah. Gaya tarik yang kuat ini yang menyebabkan material ini
mempunyai titik lebur (melting point) yang tinggi. Material yang mempunyai
ikatan ion bersifat isolator panas dan listrik karena ikatan yang kuat
menyebabkan atom-atom dan elektron valensinya sulit untuk bergerak.
Material yang termasuk dalam jenis ikatan ini antara lain:
Tabel 2.1 Energi Ikatan dan Ttitk Lebur Material
Material Energi kisi (lattice energy) Titik lebur, oC
KJ/mol Kkal/mol
LiCl 829 198 613
NaCl 766 183 801
KCl 686 164 776
RbCl 670 160 715
CsCl 649 155 646
MgO 3932 940 2800
CaO 3583 846 2580
SrO 3311 791 2430
BaO 3127 747 1923
Sumber : Principles of Materials Science and Engineering (William F Smith)

Diktat Kuliah Material Teknik 6


2. Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terjadi apabila terjadi pemakaian pasangan elektron s dan p
secara bersama-sama di antara 2 atom untuk memenuhi konfigurasi elektron
gas mulia. Ikatan ini biasanya terjadi antara dua atom yang perbedaan
elektronegatifitasnya kecil dan letaknya relatif berdekatan dalam tabel
periodik unsur. Ikatan kovalen bersifat directional artinya ikatan ini bersifat
spesifik antara dua atom. Tabel berikut menunjukkan ikatan kovalen yang
biasa terdapat dalam hidrokarbon :
Tabel 2.2 Energi Ikatan dan Jarak Ikatan Material
Ikatan Energi kisi (lattice energy) Jarak Ikatan,
KJ/mol Kkal/mol Nanometer
C–C 370 88 0,154
C=C 680 162 0,13
CC 890 213 0,12
C–H 435 104 0,11
C–N 305 73 0,15
C–O 360 86 0,14
C=O 535 128 0,12
C–F 450 108 0,14
C – Cl 340 81 0,18
O–H 500 119 0,10
O–O 220 52 0,15
O – Si 375 90 0,16
N–O 250 60 0,12
N–H 430 103 0,10
F–F 160 38 0,14
H-H 435 104 0,074
Sumber : Principles of Materials Science and Engineering (William F Smith)

3. Ikatan logam
Ikatan logam membuat atom-atom logam mempunyai kedudukan yang
teratur satu dengan yang lainnya pada jarak yang sama, sementara elektron
valensinya akan berada di sekeliling inti atom (ion cores) dan berikatan
secara lemah dengan inti atomnya. Sering dikatakan inti atom logam berada
dalam lautan elektron (sea of valence electron). Elektron valensi ini sangat
mudah bergerak dengan adanya sedikit saja driving force, sehingga logam
bersifat sebagai konduktor panas dan listrik yang baik. Lautan elektron ini
juga seolah-olah berlaku sebagai pengikat yang dapat membuat inti atom
tetap berada pada posisinya.
Beberapa contoh material yang mempunyai ikatan logam misalnya :
Tabel 2.3 Energi Ikatan dan Titik Lebur Logam
Material Energi ikat Titik lebur, oC
KJ/mol eV/atom
Alumunium 324 3,4 660
Besi 406 4,2 1538
Tungsten 849 8,8 3410

4. Ikatan Van der Waals

Diktat Kuliah Material Teknik 7


Ikatan Van der Waals sebenarnya merupakan tipe ikatan sekunder (ikatan
antar molekul). Ikatan sekunder relatif lebih lemah jika dibandingkan
dengan 3 jenis ikatan sebelumnya yang termasuk ikatan primer. Ikatan
sekunder banyak dijumpai pada gas mulia atau pada molekul yang
mempunyai ikatan kovalen. Ikatan ini muncul karena adanya perbedaan
densitas elektron yang membuat molekul menjadi tidak simetris (dipoles
atau dwikutub), sehingga seolah-olah terdapat kutub positif dan negatif
pada satu molekul. Ikatan dipol sendiri digolongkan menjadi 2 yaitu :
• Permanent dipoles bond (ikatan dipol permanen), ikatan ini terjadi pada
molekul-molekul yang mempunyai dipole permanen, relatif lemah
• Fluctuating dipoles bonds (ikatan dipol berfluktuasi), ikatan ini sangat
lemah dan selalu berfluktuasi terhadap waktu
Jika kutub positif (atom Hidrogen) dalam dipol akan menarik kutub negatif
(biasanya atom yang keelektronegatifannya tinggi) yang berdekatan
sehingga seolah terbentuk suatu rangkaian yang sering dikenal dengan istilah
jembatan hidrogen. Beberapa contoh material yang mempunyai ikatan
Hidrogen adalah air (H2O).

Material padat biasanya dibentuk dari lelehannya melalui proses solidifikasi.


Material padat yang dihasilkan dapat bersifat single crystal atau polycristalline.
Polycrystalline dapat dibayangkan sebagai kumpulan single crystal yang
tergabung bersama membentuk jaringan yang simpang siur (random) dengan
bentuk yang tidak beraturan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat proses
pembentukan es batu pada gambar di bawah.

STRUKTUR KRISTAL
Di atas telah dijelaskan apabila gaya tarik antar atom menguat maka atom-
atom akan cenderung untuk saling mendekatkan diri, kedekatan itu menjadi
jelas terlihat dalam material padat. Sebagai pendekatan biasanya atom
digambarkan sebagai sebuah bola pejal yang tersusun menurut orientasi
arah tertentu secara tiga dimensi. Susunan atom yang teratur selalu akan
lebih kompak dibandingkan susunan atom yang tidak teratur. Keteraturan
inilah yang menjadi dasar pemikiran adanya struktur kristal, sehingga
struktur kristal didefinisikan sebagai susunan atom atau molekul secara
teratur dalam suatu ruang.
Susunan atom dalam kristal biasanya dinyatakan dalam pola geometri
tiga dimensi paralelepipedum seperti pada gambar berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 8


Ada 6 parameter yang penting yaitu : a, b, c (sisi) dan ,  ,  (sudut), keenam
parameter ini yang dikenal dengan lattice parameter struktur kristal.
Lattice merupakan susunan titik-titik secara tiga dimensi yang bertepatan
dengan posisi atom pada sel satuan. Sedangkan pengertian sel satuan (unit cell)
adalah struktur dasar yang terdapat dalam suatu struktur kristal, biasanya
dinyatakan dalam term posisi atom dalam sebuah paralelepipedum. Sel satuan
ini dapat disusun ke segala arah secara 3 dimensi sehingga terbentuk lattice.
Sel satuan yang hanya mengandung satu lattice point disebut sel primitif.
Adanya struktur kristal akan membuat atom-atom tersusun pada kisi yang
teratur (lattice). Apabila lattice itu mempunyai jarak yang sama ke segala arah
sesuai koordinat 3 dimensi maka dikenal dengan istilah Bravais lattice. Atom-
atom dalam sel satuan tidak selalu terletak pada lattice point tetapi dapat juga
dalam satu lattice terdapat lebih dari satu atom.
Berdasarkan 6 parameter sisi dan sudut diperoleh 7 sistem kristal dan 14 Bravais
lattice sebagai berikut :

Tabel 2.4 Sistem Kristal dan Bentuk Sel satuan


Sistem Axial Inter Unit cell Bravais Lattice
Kristal Relati axial Geometry
onship Angles
Cubic a=b=
c = =

Tetra a=b = =
gonal c  = 90o

Ortho ab = =
rhombi c  = 90o
c

Rhomb a=b= = =
ohedral c   90o

Diktat Kuliah Material Teknik 9


Hexa a=b = =
gonal c 90o
 =
120o

Tricli ab  
nic c   90o

Sebelum kita membahas tentang sel satuan ada baiknya kita mengetahui
beberapa parameter penting dalam sel satuan :
1. Bilangan koordinasi
Bilangan koordinasi merupakan bilangan yang menyatakan jumlah atom yang
terdekat (menempel) di sekitar satu atom dalam sel satuan.
2. Atomic Packing Factor (APF)
APF merupakan rasio volume atom terhadap volume sel satuan.
volume atom dalam 1 sel satuan
APF =
volume sel satuan
Ada 3 jenis struktur kristal yang paling banyak dijumpai pada logam
yaitu:

1. Face Centered Cubic (FCC)


Dalam satu sel satuan FCC terdapat ekivalen 4 atom.

Bilangan koordinasi untuk struktur kristal FCC adalah 12, bilangan koordinasi
ini menyatakan jumlah atom yang terdekat (menempel) pada satu atom
dalam sel satuan.

Atomic Packing Factor (APF) untuk struktur kristal ini sebesar 0,74. Ini
berarti dalam satu sel satuan (kubus) hanya 74% nya saja yang terisi oleh
atom (pejal), sisanya 26% merupakan ruang kosong.

Diktat Kuliah Material Teknik 10


Bukti :

Panjang sisi kubus a = 22 R


Volume sel satuan, merupakan volume kubus, Vs = a3 = 162 R3
Volume atom dalam satu unit sel merupakan volume keempat atom
16 3
4 3
(dengan asumsi atom dianggap berbentuk bola) Va= 4 * R = R
3 3
16 R3
Va
APF = = 3 3 = 0,74
Vs 16 2 R
Beberapa logam yang memiliki struktur kristal FCC pada suhu kamar adalah
tembaga, alumunium, emas dan perak.

2. Body Centered Cubic (BCC)


Dalam satu sel satuan BCC terdapat ekivalen 2 atom.

Bilangan koordinasi untuk struktur kristal FCC adalah 8.


Panjang sisi kubus a = 4R/3

Atomic Packing Factor (APF) untuk struktur kristal ini sebesar 0,68. Ini
berarti dalam satu sel satuan (kubus) hanya 68%nya saja yang terisi oleh
atom (pejal), sisanya 32% merupakan ruang kosong.
Beberapa logam yang memiliki struktur kristal BCC pada suhu kamar adalah
besi, chrom, tungsten dan molibdenum.

Diktat Kuliah Material Teknik 11


3. Hexagonal Closed Packed (HCP)
Dalam satu sel satuan HCP terdapat ekivalen 6 atom.

Bilangan koordinasi untuk struktur kristal HCP adalah 12.


Panjang sisi a = 2R, sedangakan rasio c/a = 1,6333. Dari hasil perhitungan
akan diperoleh nilai APF yang sama dengan struktur FCC yaitu 0,74.
Beberapa logam yang memiliki struktur kristal HCP pada suhu kamar adalah
titanium, seng, cadmium dan magnesium.

BIDANG DAN ARAH KRISTAL


Dalam struktur kristal ada parameter yang penting yang dikenal dengan
arah kristal dan bidang kristal. Kedua parameter ini ikut menentukan sifat
material yang dihasilkan dan car pemrosesannya. Untuk memudahkan
pembahasan maka dipakai aturan seperti pada sistem koordianat Cartesian 3
dimensi, sehingga bidang kristal dan arah kristal akan dinyatakan sebagai
kumpulan tiga bilangan bulat.

CRYSTALLOGRAPHIC DIRECTIONS (Arah Kristal)

Crystallographic directions didefinisikan sebagai suatu vektor yang


digambarkandalam satu sel satuan yang berbentuk kubus. Aturan yang dipakai
dalam menggambarkan vektor tersebut adalah :
1. Gambarkan vektor yang ujungnya terletak pada titik pusat O pada sistem
koordinat
2. Tentukan hasil proyeksi vektor tersebut pada ketiga sumbu koordinat
3. Kalikan dengan suatu faktor untuk memperoleh bilangan bulat yang terkecil
4. Nyatakan indeks arah tersebut sebagai [ijk], dalam penulisannya tidak
memakai koma
5. Tanda negatif dituliskan di atas angka indeks
6. Kelompok indeks yang sama dikelompokkan dengan notasi <ijk>

Diktat Kuliah Material Teknik 12


Contoh:

CRYSTALLOGRAPHIC PLANES (Indeks Miller)


Orientasi bidang dalam kristal juga dapat dinyatakan dengan cara yang
sama dalam satu sel satuan. Dua bidang kristal yang paralel akan mempunyai
indeks bidang yang sama. Aturan yang dipakai dalam menggambarkan vektor
tersebut adalah :
1. Bidang yang digambarkan tidak boleh memotong titik pusat O
2. Tentukan lattice parameter I,j,k pada tiap sumbu
3. Tentukan kebalikan dari intersep lattice parameter di atas. Hubungkan titik-
titik yang diperoleh sehingga tergambar satu bidang datar.
4. Kalikan dengan suatu faktor untuk memperoleh bilangan bulat yang terkecil
5. Nyatakan indeks bidang tersebut sebagai (ijk)
Contoh:

LINEAR, PLANAR DAN VOLUME DENSITY


• Linear density merupakan fraksi panjang dalam arah kristal tertentu yang
melalui atom pusat.
Contoh : Linear density untuk indeks arah kristal [100] pada struktur kristal
BCC
N M

a
Lc merupakan panjang garis yang “ditempati” oleh atom, sedangkan Ll
merupakan panjang garis yang dimaksud dalam indeks arah kristal, sehingga

Diktat Kuliah Material Teknik 13


Lc 2R
Linear Density = = = 0,866
Ll 4 R 3
• Planar density merupakan fraksi luas yang ditempati oleh atom dalam indeks
planar tertentu yang melalui atom pusat.
Contoh : Planar density untuk indeks planar (110) pada struktur kristal FCC

luas _ bidang _ yang _ diarsir


Planar density =
luas _ bidang _ empat
Luas bidang yang diarsir ekivalen dengan luas 2 lingkaran = 2 * R2
Luas bidang empat = 4R * a = 4R * 22R = 82R2
2R 2
Planar density = 2
= 0,555
8 2R
• Volume density, pengertian volume density sama dengan massa jenis
(densitas) seperti yang dikenal dalam fisika yaitu rasio antara massa dengan
volume.
nA
=
Vc N a
dengan :
 : volume density
n : jumlah atom ekivalen dalam 1 sel satuan
A : berat atom
Vc : volume sel satuan
Na : bilangan Avogadro (6,02.1023 atom/mol)

Diktat Kuliah Material Teknik 14


Tabel 2.1 Jari-jari atom dan struktur kristal beberapa logam.

Metal Struktur Radius Atom Metal Struktur Radius Atom


Kristal (nm) Kristal (nm)
Alumunium FCC 0,1431 Molybdenum BCC 0,1363
Cadmium HCP 0,1490 Nickel FCC 0,1246
Chromium BCC 0,1249 Platina FCC 0,1387
Cobalt HCP 0,1253 Perak FCC 0,1445
Tembaga FCC 0,1278 Tantalum BCC 0,1430
Emas FCC 0,1442 Titanium () HCP 0,1445
Besi () BCC 0,1241 Tungsten BCC 0,1371
Timbal FCC 0,1750 Seng HCP 0,1332
Sumber : Materials Science and Engineering, An Introduction (William D.
Callister,Jr)

MATERIAL CRYSTALLINE DAN NONCRYSTALLINE

Seperti telah dibahas di atas, material padat secara umum digolongkan


menjadi 2 yaitu material yang bersifat kristal dan material yang bersifat
noncrystalline (amorf). Material yang bersifat kristal juga dibagi menjadi 2
yaitu material yang bersifat single crystal dan polycrystalline.
Single Crystal
Padatan yang sel satuannya selalu berulang secara kontinu dan
mempunyai orientasi yang sama tanpa pernah terjadi interupsi akan
menghasilkan single cystal. Single crystal dapat terjadi di alam dan dapat juga
dibuat, tetapi kondisi lingkungan harus dikontrol secara ketat (karena kristalnya
sukar untuk tumbuh). Single crystal banyak digunakan dlam proses pembuatan
semikonduktor.
Material Polycrystalline
Sebagian besar material apabila dilihat secara mikroskopis akan
menampakkan kumpulan dari kristal-kristal kecil yang disebut dengan butir
(grain).

Proses pertumbuhan kristal pada saat solidofikasi dapat dilihat pada gambar di
atas. Mula-mula kristal terbentuk secara acak di berbagai posisi, kemudian
kristal itu akan membesar selama proses solidifikasi karena atom-atom yang
berdekatan menempel pada kristal-kristal yang ada. Orientasi arah kristal tidak
sama antara kristal yang satu dengan yang lain. Setelah proses solidifikasi
selesai maka akan terbentuk kristal-kristal besar yang saling bertumpukan, di
antaranya terdapat daerah batas butir (grain boundary). Daerah grain boundary
ini sangat reaktif karena adanya kelebihan energi dalam pada atom-atom yang

Diktat Kuliah Material Teknik 15


ada di tepi butir, sehingga pada saat pengetsaan grain boundary ini akan
menjadi jelas kelihatan apabila dilihat dengan mikroskop.

Polymorphism dan Allotropy


Polymorphism merupakan fenomena dimana logam mempunyai lebih dari
satu struktur kristal. Jika fenomena ini ditemukan pada unsur murni dikenal
dengan allotropy. Struktur kristal biasanya dipengaruhi oleh temperatur dan
tekanan eksternal. Contoh yang paling sering dijumpai pada carbon, grafit
merupakan polymorph yang stabil pada suhu ambien, sedangkan intan biasanya
terbentuk pada tekanan yang sangat tinggi. Contoh lain besi, besi murni
mempunyai struktur kristal BCC pada suhu kamar, struktur itu akan berubah
menjadi FCC pada suhu 912 oC. Transformasi polymorphy akan mempengaruhi
densitas dan sifat fisis material.

Isotropic dan Anisotropic


Sifat fisis material single crystal tergantung pada arah kristal yang
diambil pada saat pengukuran. Contoh dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Modulus Elastisitas MAterial


Metal Modulus Elastisitas (MPa x 103)
[100] [110] [111]
Alumunium 63,7 72,6 76,1
Tembaga 66,7 130,3 191,1
Besi 125 210,5 272,7
Tungsten 384,6 384,6 384,6

Dari contoh di atas terlihat apabila arah kristal yang diambil saat pengukuran
berbeda maka modulus elastisitas yang dihasilkan juga akan berbeda.
Fenomena seperti inilah yang disebut dengan anisotropy. Derajat anisotropy
akan naik seiring dengan turunnya simetri struktur, struktur triclinic bersifat
sangat anisotropy.
Sebaliknya apabila sifat fisis yang diukur tidak bervariasi terhadap arah kristal
maka fenomena ini disebut dengan isotropic. Pada material polycrystalline
orientasi kristal sangat acak sehingga sifat fisis tidak begitu dipengaruhi oleh
arah kristal pada saat pengukuran, jadi material pollycrystalline bersifat
isotropic.

Latihan 2: Hitunglah APF pada Tembaga mempunyai berat atom 63,5


gram/mol.

Tembaga mengikuti struktur kristal FCC dan jari-jari atomnya 0,128 nm.
Tembaga mempunyai struktur kristal FCC, jadi dalam 1 sel satuan terdapat 4
atom.
nA 4 * 63,5
= = = 8,89 g/cm3
Vc N a 16 2 *1,28.10 −8 * 6,023 .10 23

Densitas tembaga yang sebenarnya 8,94 g/cm 3.

Diktat Kuliah Material Teknik 16


BAB 3
KECACATAN PADA KRISTAL

Material apabila dilihat secara makro tidak nampak cacatnya tetapi


apabila ditinjau secara mikro maka akan nampak adanya cacat-cacat dalam
struktur mikronya. Cacat (defect) didefinisikan sebagai kesalahan susunan atom
dalam struktur kristal. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan posisi atom atau
kesalahan jenis atom. Jenis dan jumlah cacat yang terjadi pada material
tergantung pada jenis material, kondisi lingkungan dan keadaan pada saat
logam tersebut diproses.
Adanya cacat dalam material tidak selalu merugikan bahkan dapat
sangat menguntungkan. Jumlah cacat walaupun dalam konsentrasi yang kecil
dapat menimbulkan dampak yang sangat dramatis pada sifat material. Tanpa
adanya cacat material mungkin akan bersifat :
• Material padat tidak dapat menjadi konduktor
• Logam menjadi sangat kuat
• Keramik menjadi sangat keras
• Kristal tidak akan mempunyai warna

Cacat (defect) dapat digolongkan menjadi 4 yaitu :


• Point defects (cacat titik) : ketidakteraturan dalam struktur kristal yang
disebabkan oleh beberapa atom saja (0 dimensi)
• Linear defects (cacat garis) : ketidakteraturan yang terjadi pada satu baris
atom (1 dimensi)
• Planar defects (cacat bidang) : ketidakteraturan yang terjadi pada satu
bidang atom (2 dimensi)
• Volumetric defects (cacat volume) : ketidakteraturan yang terjadi pada
satu kelompok atom yang membentuk ruang 3 dimensi

Pengelompokkan cacat yang lain adalah :


• Intrinsic : cacat yang terjadi karena hukum fisika
• Extrinsic : cacat yang terjadi karena faktor lingkungan atau kondisi selama
pemrosesan. Sebagian besar cacat adalah extrinsic defects

POINT DEFECTS
Cacat titik terjadi karena adanya atom yang hilang dalam struktur kristal.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang point defects perlu dikenal adanya
istilah solid solution. Pengertian solid solution sama dengan pengertian
larutan dalam Kimia (campuran yang homogen), di sini juga dikenal istilah
solven (matriks) yang merupakan komponen terbesar penyusun material,
sedangkan solute (impurities) merupakan atom pengotornya. Atom pengotor
dapat bersifat substitutional dan interstitial.
Atom pengotor yang bersifat substitutional akan menggantikan atom
solventnya (matriks/host atom). Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
supaya atom pengotor dapat menggantikan atom matriksnya, syarat ini
dikenal dengan Aturan Hume-Rothery :

Diktat Kuliah Material Teknik 17


1. Perbedaan ukuran atomnya tidak lebih dari 15%
2. Perbedaan elektronegatifitasnya kecil
3. Valensinya harus sama
4. Struktur kristalnya harus sama
Contoh yang sering dijumpai untuk sistem ini adalah alloy antara tembaga
dan nikel. Kedua unsur ini dapat saling melarutkan dalam segala
perbandingan. Keduanya memenuhi aturan Hume-Rothery :
Tabel 3.1 Ukuran Fisis Atom
Keterangan Tembaga Nikel
Jari-jari atom, nm 0,128 0,125
Elektronegatifitas 1,9 1,8
Valensi +2 +2

Pada interstitial solid solution, atom pengotor akan mengisi ruang kosong
yang terdapat di antara atom-atom matriks. Untuk material logam yang
mempunyai APF besar interstitial hanya dapat terjadi pada konsentrasi yang
kecil (kurang dari 10%). Atom pengotor yang bersifat interstitial harus
berukuran lebih kecil dibanding atom matriksnya, tetapi kadang kala
ukurannya dapat sedikit lebih besar dengan konsekuensi akan terjadi
regangan (desakan) pada atom-atom di sekitarnya. Contoh untuk sistem ini
adalah adanya karbon di dalam besi baja. Diameter karbon hanya 0,071 nm
sedangkan besi 0,124 nm, konsentrasi karbon yang dapat larut dalam besi
maksimum hanya 2%.

Komposisi solid solution dapat dinyatakan dalam :


1. Persen berat (weight percent, %wt)
mA
CA = *100
mA + mB
2. Persen atom (atom percent, %at)
NA
NA = *100
N A + NB
Cacat titik dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Vacancy, hilangnya satu atom dalam struktur kristal yang sempurna.
2. Interstitial, adanya sebuah atom yang sebenarnya bukan menjadi atom
penyusun struktur kristal matriksnya.

Diktat Kuliah Material Teknik 18


VACANCY DAN INTERSTITIAL
Hilangnya sebuah atom hilang dalam struktur kristalnya disebut dengan
vacancy. Vacancy dapat terbentuk selama proses solidifikasi (pertumbuhan
kristal) karena adanya gangguan lingkungan dan juga karena adanya vibrasi
atom yang menyebabkan atom tersebut bergerak meninggalkan posisinya.
Untuk membentuk sebuah vacancy ikatan kimia antar atom harus diputuskan,
energi yang diperlukan untuk membentuk vacancy tergantung pada kekuatan
(energi potensial) ikatan individu. Dari grafik energi potensial terhadap jarak
terlihat bahwa energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan merupakan
kedalaman lembah terhadap sumbu r (jarak), karena pada area di bawah sumbu
vertikal menunjukkan energi ikatnya. Energi inilah yang harus “dilawan” supaya
ikatan atom dapat putus. Besarnya energi yang diperlukan untuk membentuk
vacancy juga tergantung pada jumlah ikatan yang akan dipatahkan.

Diktat Kuliah Material Teknik 19


Dari Termodinamika dikenal F = H – TS, dimana F merupakan energi
bebas, H merupakan entalpi dan TS merupakan entropi (derajat
ketidakteraturan sistem). Untuk proses eksotermis (menghasilkan kalor) H > 0
dan S < 0, contohnya : proses oksidasi logam, pembekuan cairan. Sedangkan
proses endotermis (menyerap kalor) H < 0 dan S > 0, contohnya : evaporasi
liquid, pencairan logam. Semua proses ini dapat terjadi apabila energi bebasnya
minimum.

Dalam proses pembentukan vacancy diperlukan energi supaya atom


dapat keluar dari keadaan kesetimbangan dan bergerak ke posisi yang
interstitial. Kenaikan temperatur akan menyebabkan entalpi sistem juga naik,
demikian juga dengan entropinya sehingga kemungkinan terjadinya defect juga
semakin besar. Pada tahap awal proses “perfection to disarray” entropi akan
turun dengan cepat kemudian akan mendatar seperti terlihat pada grafik
berikut.

Diktat Kuliah Material Teknik 20


Menurut hukum Termodinamika pembentukan point defect pada
material padat akan berlangsung spontan apabila energi bebas F < 0, ini terlihat
pada grafik pada titik nequil. Menurut perhitungan energi minimum yang
diperlukan untuk membentuk sebuah vacancy pada suhu kamar sebesar 1 eV
yang merupakan energi vibrasi atom yang terletak pada kisi (lattice atom).
Jumlah vacancy yang dapat terjadi dinyatakan sebagai :
Nv = N.e − ΔQ d/kT

dengan :
Nv : jumlah defect pada saat kesetimbangan pada suhu T
N : jumlah atom per mol
ΔQd : energi aktivasi (energi vibrasi yang diperlukan untuk membentuk
sebuah vacancy)
T : suhu absolut, K
k : konstanta Stefan Boltzmann, 1,38.10 -23 J/atom.K atau 8,62.10-5
eV/atom.K

Untuk kebanyakan logam besarnya rasio Nv/N pada suhu sedikit di bawah titik
leburnya sebesar 10-4.
Self interstitial akan terjadi jika ada satu atom dalam struktur kristal
yang menempati sela-sela atom yang seharusnya tidak terisi oleh atom. Self
interstitial jarang dijumpai pada unsur murni karena ukuran atom yang sama
membuat self interstitial jarang terjadi (dapat terjadi tetapi pada konsentrasi
yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan vacancy).

Point Defects pada metal murni

Cacat titik yang terjadi pada kristal logam murni dapat berupa adanya
atom pengotor (impurity), hilangnya satu atom matriks atau adanya satu atom
matriks di posisi yang salah. Gambar di bawah menjelaskan cacat pada logam
murni.
Atom pengotor yang menempati tempat atom matriks disebut
substitutional impurity atom, apabila atom pengotor itu menempati sela-sela
di antara atom matriks disebut interstitial impurity atom.

Diktat Kuliah Material Teknik 21


Kapan atom pengotor bersifat substitutional atau interstitial, hal ini
sangatlah tergantung pada ukuran atomnya terhadap atom matriksnya. Atom
pengotor yang ukurannya kecil biasanya akan bersifat interstitial, sedangkan
atom yang ukurannya besar biasanya akan bersifat substitutional.
Apabila material dipanaskan maka akan tercapai kesetimbangan baru
dimana konsentrasi vacancynya juga semakin besar. Mula-mula peningkatan
konsentrasi terjadi pada permukaan kemudian di sekitar dislokasi dan pada
batas butir (grain boundaries) yang menyediakan tempat kosong sehingga atom
dapat berpindah. Vacancy secara bertahap akan menyebar ke seluruh kristal
(dari permukaan ke bulk). Pada proses pendinginan konsentrasi vacancy akan
turun karena terjadi difusi vacancy ke daerah batas butir atau daerah dislokasi.
Konsentrasi vacancy pada proses pendinginan akan turun secara eksponensial
seiring dengan turunnya temperatur. Pada proses quenching (pendinginan
secara mendadak) sebagian besar vacancy tidak mempunyai cukup waktu untuk
berdifusi, fenomena ini dikenal dengan istilah frozen in.
Konsentrasi vacancy pada material murni sangat kecil sekitar satu
vacancy setiap 108 atom dan naik proporsional terhadap kenaikan suhu (satu
vacancy setiap 103 atom pada titik leburnya). Vacancy sangat penting karena
mengontrol kecepatan difusi atom matriks (atau atom substitusi), atom dapat
berdifusi hanya jika terdapat vacancy. Mekanisme pergerakan vacancy dapat
digambarkan sebagai berikut :

Point Defects pada ionik solid


Cacat titik pada material ionik berbeda dengan yang ditemui pada
material murni karena harus tetap menjaga kenetralan muatan. Contohnya
untuk material ionik monovalen, vacancy kation harus diikuti oleh vacancy anion
atau interstitial cation untuk menjaga stabilitas muatan listriknya. Cacat yang

Diktat Kuliah Material Teknik 22


disebabkan oleh pasangan anion dan kation vacancy (migrasi satu pasang anion
dan kation ke permukaan) dikenal dengan Schottky defect. Sedangkan apabila
cacat itu terjadi karena adanya pasangan cation-vacancy dan cation-interstitial
dikenal dengan Frenkel defect (satu anion atau kation meninggalkan posisinya
yang akan menjadi vacancy, tetapi ia menempati posisi interstitial). Kedua
defect tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Self-interstitial lebih sering dijumpai pada material ionik dibanding pada


material murni karena senyawa ionik relatif mempunyai lebih banyak ruang
interstitial.
Contohnya : pada struktru kristal NaCl masuknya satu ion lithium yang dapat
menggantikan ion natrium bersifat pengotor substitutional, tetapi masuknya
pengotor kalsium yang bervalensi 2 harus diikuti dengan hilangnya satu kation
vacancy atau satu anion interstitial supaya muatannya tetap netral.

Point Defects pada kovalen solid


Pengotor substitutional pada ikatan kovalen dapat menghasilkan sifat
yang unik pada struktur listriknya apabila atom pengotor itu berasal dari
golongan yang berbeda dalam sistem periodik unsur. Contoh : As atau B dalam
Si.

LINE DEFECTS
Cacat garis (line defects/dislokasi) berarti ketidaksempurnaan dalam struktur
kristal dimana terdapat satu baris atom yang mempunyai struktur yang berbeda
dengan kristal di sekelilingnya. Dislokasi merupakan tepi dari bidang yang
tersisipkan di antara atom-atom. Line defects tergolong cacat extrinsic karena
terjadi bukan karena proses fisika (termodinamika), tetapi karena kondisi
proses selama material dibuat dan karena adanya gaya mekanis yang dikenakan
pada material. Line defects ini selalu ada pada sebuah kristal, untuk jenis
material tertentu dijumpai 5 line defects setiap 10 8 atom. Line defects
mempunyai efek yang sangat dramatis terhadap sifat mekanis logam dan
keramik.
Berikut akan kita bahas pengaruh line defects terhadap sifat-sifat material :
1. Deformasi plastis logam
Ada dua jenis deformasi yang dapat terjadi pada logam, yaitu dislokasi
elastis

Diktat Kuliah Material Teknik 23


dan dislokasi plastis. Yang membedakan keduanya adalah : dislokasi elastis
bersifat temporary (jika gaya dihilangkan maka akan kembali ke bentuk
semula), sedangkan dislokasi plastis bersifat permanen (jika gaya
dihilangkan maka tidak akan kembali ke bentuk semula). Dislokasi plastis
terjadi apabila tegangan yang diberikan pada material telah melampaui
yield strength-nya (yield stress). Dalam aplikasi teknik nilai yield strength
merupakan nilai tegangan maksimum yang boleh/dapat dikenakan pada
material. Tegangan (stress) merupakan gaya per luas bidang tekan. Arah
gaya tidak selalu tegak lurus terhadap permukaan seperti terlihat pada
gambar berikut :

Gaya F tidak tegak lurus terhadap permukaan seluas A, gaya F dapat


diproyeksikan terhadap bidang A dan arah normalnya (tegak lurus). Jadi
tegangan yang bekerja pada bidang A ada dua macam yaitu tegangan tarik
 dan tegangan geser (shear stress)  .
Deformasi plastis terjadi apabila terjadi slip karena adanya gaya yang
arahnya paralel terhadap permukaan. Bidang permukaan yang mengalami
slip disebut dengan slip planes (walaupun hanya sekedar imajinasi saja).
Untuk struktur kristal tertentu slip planes selalu sama dan biasanya terjadi
pada closest packing (struktur kristal yang mempunyai APF terbesar, karena
jarak antar atomnya menjadi yang paling dekat). Supaya slip dapat terjadi
maka ikatan atom yang lama harus diputuskan dan dibentuk lagi dengan
pasangan atom yang baru. Ikatan yang pertama kali diputuskan adalah
ikatan yang tegak lurus pada slip plane (supaya terjadi inisiasi slip). Semakin
banyak ikatan yang harus diputuskan maka energi yang diperlukan untuk
membentuk slip juga semakin besar. Selain slip planes juga dikenal adanya
slip direction (arah slip), kesatuan antara slip planes dan slip direction
disebut dengan slip system. Slip system dapat muncul karena logam akan
cenderung untuk memilih proses transisi yang paling halus selama terjadi
slip (jumlah ikatan minimum yang diputuskan dan regangan minimum
selama terjadinya gerakan slip).

Diktat Kuliah Material Teknik 24


A = A sec, merupakan slip plane
 = |Fs,| / A = |F/A| cos cos =  cos cos
atau  = /cos cos
Untuk semua slip system dikenal adanya critical resolve shear stress, CR
yang nilainya ada 2 kemungkinan:
• < CR, tidak akan terjadi slip tetapi dapat terjadi deformasi plastis
• > CR, akan terjadi slip secara spontan sesuai denga arah slip (slip
direction)
Besarnya tegangan kritis yang diberikan supaya terjadi slip dapat dihitung
dengan mensubstitusi CR pada persamaan di atas sehingga diperoleh
 = CR/cos cos (Hukum Schmid)
Ada beberapa catatan tentang nilai tegangan kritis :
• Nilai tegangan kritis bersifat konstan untuk slip system tertentu dan
untuk material tertentu
• Nilai tegangan kritis tergantung sudut yang dibentuk antara slip
direction dan tegangan (jika sudut antara gaya dan slip plane atau slip
direction 90o maka nilai tegangan kritis menjadi , krital tidak akan
meregang

Diktat Kuliah Material Teknik 25


Dislokasi
Dislokasi meruapakan cacat 1 dimensi dimana ada satu buah half-plane yang
terletak (tersisipkan) dalam struktur kristal, bidang batas (tanda ⊥) inilah
yang disebut dengan dislokasi. Gambar berikut menyatakan dislokasi tepi
(edge dislocation)

Vektor t merupakan vektor singgung yang didefinisikan sebagai arah positif


(pemilihan tanda dan arah dapat dilakukan secara bebas tetapi harus
konsisten). Daerah di sekitar dislokasi mengalami distorsi dari struktur idealnya,
daerah di atas dislokasi akan mengalami compressive strain (penekanan),
sedangkan daerah di bawah dislokasi akan mengalami tensile strain
(peregangan). Adanya dislokasi ini menyebabkan munculnya energi elastis
(elastic energy) dalam struktur kristal per satuan panjang (sepanjang garis
dislokasi). Berapakah energi yang muncul? Untuk mengetahuinya kiranya kita
perlu mengenal konsep Burgers circuit dan Burgers Vectors.
Burgers circuit merupakan jejak (lintasan) yang searah jarum jam dan
terletak di sekitar pusat dislokasi, lintasan ini melalui tiap lattice point. Vektor
Burgers selalu dimulai dari satu lattice point dan berakhir pada lattice point
yang lain, sehingga besar dann arahnya selalu sama. Arah Vektor Burgers selalu
tegak lurus pada vektor singgung t (tangent vector)

Contoh : Berapa panjang vektor b[110]?


Untuk struktur FCC panjang lattice parameter dianggap ao.
Panjang ao[110] = ao 2.
Panjang vektor Burgers |b[110]| = ao/2 2

Diktat Kuliah Material Teknik 26


Adanya dislokasi akan memberikan tambahan energi pada kristal karena strain
energy yang dimiliki per satuan panjang. Besarnya energi per satuan panjang
sebanding dengan kuadrat magnitude vektor Burgers (|b| 2). Kristal cenderung
untuk memiliki konfigurasi energi yang paling kecil sehingga dislokasi yang
terjadi pada logam cenderung untuk menyesuaikan pada magnitude vektor
Burgers yang terkecil yaitu b[110]

Dislokasi positif (positive dislocation) dinotasikan sebagai ⊥ (untuk extra


dislocation plane), sedangkan untuk dislokasi negatif (negative dislocations)
dinotasikan dengan T (untuk missing dislocation plane).
Dislokasi sangat berperan dalam crystalline material. Bidang dimana sebuah
dislokasi bergerak sepanjang kisi disebut slip plane. Dengan diberikannya
tegangan geser (shear stress) maka baris demi baris atom akan bergeser,
apabila dislokasi sudah terjadi untuk seluruh kristal maka bagian kristal sebelah
atas dan bawah akan menempati posisi yang baru dengan selisih satu atom.
Adanya dislokasi juga menyebabkan kristal mengalami perubahan bentuk,
sering dikatakan kristal terdeformasi secara permanen. Gambar di bawah lebih
menjelaskan mekanisme terjadinya dislokasi.

Kisi kristal yang mengalami dislokasi tetap nampak sempurna tetapi cacat hanya
akan nampak pada sekitar tepi dislokasi. Contohnya : pada positive edge
dislocation, adanya slip plane menyebabkan atom-atom yang berada di atasnya
mengalami kompresi (penekanan), sedangkan atom-atom yang berada di bagian
bawah mengalami peregangan.

INTERFACIAL IMPERFECTIONS
Selain line defects jenis cacat lain yang dijumpai adalah interfacial/planar
imperfections. Dalam material padat planar imperfections dapat digolongkan
menjadi 4 yaitu :
1. Batas (interface) antara solid dan gas yang dikenal dengan free surfaces
2. Batas antara dua daerah-daerah yang mengalami perubahan struktur listrik
sementara susunan atomnya tetap, dikenal dengan domain boundaries

Diktat Kuliah Material Teknik 27


3. Batas antara dua kristal (butir/grain) yang mempunyai fasa yang sama tetapi
arah kristalnya berbeda, dikenal dengan grain boundaries
4. Batas antara fasa yang berbeda, di sini biasanya terjadi perubahan komposisi
kimia dan susunan atom di sepanjang batas, dikenal dengan phase
boundaries
Grain boundaries ini merupakan ciri khas dari crystalline solids, sedangkan
free surfaces, domain boundaries dan phase boundaries dapat ditemukan
pada crystalline solid maupun amorf.

Free Surfaces
Setiap material padat mempunyai ukuran yang tertentu sehingga selalu
mempunyai free surface. Susunan atom-atom pada bagian permukaan
sedikit berbeda dengan atom-atom yang berada di bagian dalam karena
atom-atom di permukaan tidak mempunyai “pasangan” di satu sisi. Biasanya
atom-atom di permukaan mempunyai struktur kristal yang sama tetapi
lattice parameternya sedikit lebih besar.
Aspek yang terpenting pada free surface adalah surface energy ( ), yang
didefinisikan sebagai kenaikan energi per satuan luas permukaan baru yang
terbentuk. Energi ini muncul karena untuk membawa atom dari bagian dalam k
permukaan diperlukan energi untuk memutuskan ikatan dengan atom-atom
tetangganya sehingga terjadi kenaikan energi. Pada material yang bersifat
kristal surface energy tergantung pada arah kristal permukaan. Permukaan yang
APFnya paling besar akan mempunyai surface energi yang paling kecil karena
atom-atom pada permukaan harus memutuskan lebih banyak ikatan. Harga
surface energy untuk padatan berkisar antara 0,1 – 1 J/m2. Secara umum dapat
dikatakan bahwa semakin kuat ikatan yang ada dalam kristal maka surface
energy-nya juga akan semakin besar. Surface energy dapat direduksi apabila
ada atom atau molekul asing yang menempel pada permukaan. Adanya
atom/molekul asing (impurities) ini akan membuat sifat permukaan berubah
(seperti emisi elektron, kecepatan evaporasi dan kecepatan reaksi kimia),
tetapi kenyataannya hal itu tidak dapat dihindari karena sangat tidak mungkin
untuk selalu melindungi permukaan supaya tetap bersih dari pengotor.

Grain Boundaries
Grain boundaries akan memisahkan daerah yang mempunyai arah kristal
berbeda. Contohnya, pada daerah batas yang terbentuk dari 2 buah dislokasi.
Sudut yang terbentuk biasanya kurang dari 10 o. Grain boundaries mempunyai
interfacial energy karena adanya gangguan pada susunan atom dan putusnya
ikatan yang terjadi pada daerah batas. Interfacial energy biasanya lebih kecil
dibandingkan dengan surface energy karena atom-atom di grain boundaries
hanya mempunyai sedikit ikatan yang terputus.
Padatan yang mempunyai grain boundaries biasanya bersifat polycrystalline
karena jika dilihat dari strukturnya memang terdiri dari banyak kristal yang
masing-masing mempunyai arah kristal yang berbeda. Grain boundaries ini akan
nampak jelas (jika dilihat dengan mikroskop) setelah mengalami pengetsaan.

Diktat Kuliah Material Teknik 28


Berdasarkan prosedur ASTM (American Society for Testing and Materials)
ukuran grain dinyatakan dengan :
N = 2n-1
Dimana :
N : jumlah grain per inch2 saat sample dilihat dengan perbesaran 100x
n : grain size number
Contoh : pada perbesaran 100x material yang mempunyai grain size number 8
akan menunjukkan jumlah grain 128 grain/in2.

Phase Boundaries
Fasa (phase) didefinisikan dengan bagian material yang homogen yang
mempunyai sifat fisis dan kimia yang sama. Fasa dapat berupa substitutional
atau interstitial solid solution, alloy, campuran yang amorf atau unsur murni.
Dalam fasa padat material dapat bersifat single crystal atau polycrystalline.
Padatan yang terbentuk dari lebih dari satu unsur biasanya terdiri dari beberapa
fasa yang berbeda, contohnya : bor gigi, merupakan campuran sedikit single
crystal tungsten carbide (solute) yang dikelilingi oleh cobalt (solven). Kedua
unsur ini dicampurkan dengan tujuan untuk memperoleh sifat baru yang
diunggulkan. Bor harus mempunyai kemampuan abrasif yang baik (adanya
carbide), keras dan mempunyai impact resistance yang baik (cobalt).

LATIHAN 3

1. Jelaskan beda vacancy dan interstisi


2. Jelaskan beda cacat frenkle da cacat schotty
3. Jelaskan penyebab terjadinya kecacatan pada material (3 buah)
4. 3 jenis kecacatan pada proses pembentukan kristal!
5. 3 keuntungan ikatan hidrogen pada air
6. Mengapa intan dan Grafit walau tersusun oleh jenis atom yang sama,
tetapi nilai kekerasan berbeda ?

Diktat Kuliah Material Teknik 29


BAB 4
DIFUSI

Segala sesuatu yang ada di alam akan selalu mencari kondisi yang paling
stabil atau seimbang. Air yang mendidih apabila didiamkan lama kelamaan
suhunya akan turun sampai sama dengan suhu ruangan, di sini terjadi proses
perpindahan panas (heat transfer). Air yang berada di tempat yang tinggi juga
akan bergerak menuju tempat yang rendah karena adanya gravitasi, air
mengalir karena adanya perbedaan ketinggian. Pada dua peristiwa tersebut
yang menyebabkan terjadinya perpindahan adalah perbedaan temperatur dan
perbedaan ketinggian, faktor penyebab terjadinya perpindahan disebut driving
force.
Pada saat sistem berada dalam keadaan setimbang tidak terjadi
pergerakan atom sehingga dapat dikatakan sistem tidak melakukan kerja, atau
secara termodinamika dikatakan tidak terjadi perubahan energi bebas (karena
hanya energi bebas yang dapat dikonversikan menjadi kerja, sedangkan energi
ikat tidak dapat dikonversikan menjadi kerja). Sebenarnya setiap sistem
mempunyai energi internal yang merupakan kombinasi dari energi ikat kimiawi,
energi panas dan energi regangan elastis. Energi bebas (G) sendiri merupakan
fungsi dari energi internal dan entropi sistem (S). Pada saat sistem berada
dalam kesetimbangan nilai energi sama dengan nol pada suhu, tekanan dan
komposisi yang tertentu. Sistem dapat berubah secara spontan apabila besarnya
perubahan energi bebas (G < 0), dapat dikatakan bahwa G inilah yang
menjadi driving forcenya.
Selain energi, massa juga dapat berpindah. Proses perpindahan massa
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah disebut difusi. Pada proses difusi
ini yang menjadi driving force adalah perbedaan (gradien) konsentrasi.
Saat material keluar dari keadaan setimbang dan berubah secara spontan
akan terdapat pergerakan atom dari satu tempat ke tempat lain. Atom-atom
yang berada pada material padat tidaklah diam tetapi selalu bervibrasi di
tempatnya. Apabila di sekitarnya terdapat ruang kosong dan atom itu
mempunyai cukup energi untuk memutuskan ikatan dengan tetangganya maka
atom itu akan berpindah menempati ruang kosong tersebut.
Pada material padat difusi dapat dibedakan menjadi yaitu :
1. Interdifusi (Interdiffusion), difusi yang terjadi pada saat ada dua material
yang saling berkontak.
2. Difusi yang terjadi secara internal pada satu material. Difusi jenis ini
dibedakan menjadi dua yaitu impurity diffusion (difusi atom-atom pengotor
dalam matriks/host materialnya)dan self-diffusion (difusi atom-atom
matriksnya sendiri)

Diktat Kuliah Material Teknik 30


Gambar di bawah menggambarkan proses difusi Cu-Ni:

Berdasarkan ukuran atom yang berdifusi maka difusi diapat dibagi menjadi 2
golongan yaitu :
1. Difusi Vacancy
Jika terdapat ruang kosong (vacancy) dalam struktur kristal, atom dapat
berpindah menempati ruang tersebut. Energi yang diperlukan atom untuk
berpindah cukup besar, karena selain digunakan untuk memutuskan
ikatannya, atom juga harus mampu “mendesak” atom-atom yang berada di
sekitar ruang kosong tersebut. Difusi ini biasanya terjadi apabila ukuran
atom yang berpindah sama dengan ukuran atom yang lainnya. Sesuai dengan
hukum Arhenius, apabila suhu dinaikkan maka difusi vacancy juga akan
semakin mudah terjadi. Self diffusion dan impurity diffusion termasuk dalam
golongan ini. Contoh yang sering dijumpai adalah difusi atom Zn atau Cu di
dalam kuningan.

2. Difusi Interstitial
Difusi interstitial terjadi apabila atom berpindah di antara kisi-kisi atom
host material yang berdekatan. Biasanya atom yang berdifusi diameternya
jauh lebih kecil, sehingga difusi ini relatif lebih mudah terjadi. Contohnya
: difusi atom C dan N di dalam besi.

Diktat Kuliah Material Teknik 31


Di dalam proses transfer massa difusi sangat memegang peranan yang
penting karena semakin besar kecepatan difusi maka kecepatan transfer massa
juga semakin besar. Kecepatan difusi biasanya dinyatakan dalam Hukum Fick :
dCA
J = DAB
dx
dimana :
J : fluks difusi
DAB : difusifitas material A di dalam host material B
dCA : Gradien konsentrasi A
dx : jarak yang ditempuh material A selama difusi

Apabila fluks difusi ini tidak berubah terhadap waktu maka proses difusi sudah
berada dalam keadaan steady state. Kenyataan yang ada di alam proses difusi
selalu bervariasi terhadap waktu, di sini dikatakan bahwa difusi berlangsung
secara non steady state. Pengaruh waktu terhadap konsentrasi dapat dilihat
pada gambar berikut :

Persamaan di atas harus disesuaikan dengan menambahkan satu variabel bebas


yaitu waktu, sehingga diperoleh persamaan :
 2C C
D 2 =
x t
Persamaan di atas hanya dapat diselesaikan jika diketahui kondisi batas proses
(boundary conditions). Untuk slab tak berhingga (infinite slab) kondisi batasnya
adalah :
1. Pada saat t = 0 (kondisi awal)  C = C0
2. Pada saat t > 0  pada x = 0 maka C = Cs
pada x =  maka C = C0
Jika persamaan diferensial di atas diselesaikan maka akan diperoleh hubungan
antara konsentrasi terhadap waktu dan posisi adalah :

Diktat Kuliah Material Teknik 32


C x − C0  x 
= 1 − erf  
C s − C0  2 Dt 
y
2
 
−z2
dimana: erf ( y ) = e dz (error function, nilainya dapat dilihat pada tabel)
0

Profil konsentrasi terhadap posisi pada difusi non steady state dapat dilihat
pada gambar berikut :

Persamaan ini berlaku untuk sistem yang konsentrasi solute pada bidang
batasnya dijaga tetap (contoh pada proses karburasi, yaitu pemasukan atom C
ke dalam besi), semakin lama waktu yang diberikan maka jumlah zat yang
berdifusi juga semakin banyak (terlihat pada grafik di atas).
Ada beberapa faltor yang mempengaruhi difusi yaitu :
1. Konsentrasi dan struktur bulk
Yang dimaksud dengan bulk adalah media tempat terjadinya difusi (host
materialnya). Konsentrasi solut di dalam solven sangat berpengaruh
terhadap kecepatan difusi. Semakin besar gradien konsentrasinya maka
proses difusi juga akan berlangsung semakin cepat. Struktu bulk juga
berpengaruh, contohnya proses difusi di dalam ferrite lebih lambat
dibandingkan dalam austenite (pada suhu yang sama).
2. Temperatur
Semakin tinggi temperatur sistem maka proses difusi juga berlangsung
semakin cepat, pengaruh temperatur terhadap difusivitas dinyatakan
sebagai :
D = Do exp(−Q / RT )

Diktat Kuliah Material Teknik 33


Tabel berikut menyatakan difusifitas beberapa material :

TABEL ERROR FUNCTION

Latihan 4
1. Jelaskan arti difufusi dan 3 contoh proses difusi
2. Jelaskan dua penerapan difusi untuk perbaikan material
−Q
3. Suatu proses difusi C pada Fe mengikuti fungsi D = D0.e R.T . Diketahui
Tabel hubungan Diffusivitas serta Suhu seperti di bawah ini
Suhu , oC Diffusivitas, Hitunglah
m2/s
a. Tetapan (-Q/R), Q (kal/mol) dan D0 (m2/s)
500 3 10-6 b. Hitunglah Difusivitas (D) pada suhu 8000C
900 6 10-6 Diketahui : R= 1,987 kal/mol.K

Diktat Kuliah Material Teknik 34


BAB 5
SIFAT MEKANIS MATERIAL

Pada saat digunakan material selalu mengalami pembebanan, misalnya


besi konstruksi jembatan, poros roda sepeda motor dan lain-lain. Selama
pemakaian material harus mampu menahan beban yang diberikan supaya tidak
patah, untuk itu kiranya perlu diketahui sifat-sifat mekanis material supaya
pada saat kita mendesain tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan jenis
material yang akan digunakan. Sifat mekanis material meliputi strength,
kekerasan (hardness), ductility dan stiffness. Sifat mekanis material dapat
ditentukan melalui percobaan di dalam laboratorium.

KONSEP STRESS DAN STRAIN


Pembebanan yang dapat dilakukan terhadap material pada suhu kamar
dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : tension, compression dan shear. Ketiganya
dapat dilihat pada gambar berikut.

Khusus untuk shear, sebenarnya pada saat pembebanan lebih banyak yang
bersifat torsional daripada yang benar-benar shear.

TENSION TESTS
Uji tarik sering digunakan untuk menentukan sifat mekanik material yang
diperlukan di dalam desain. Sebuah spesimen diberikan beban yang berubah
secara perlahan-lahan dan bersifat aksial (tegak lurus terhadap luas
penampang). Gambar spesimen standar dapat dilihat pada gambar berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 35


Diameter standar = 0,5 in (12,8 mm)
Reduced section length = 4 * Diameter (minimum) = 2,25 in (60 mm)
Gauge length = 2 in (50 mm) (untuk perhitungan ductility)

Percobaan dilakukan dengan Universal Testing Machine yang secara konstan


akan memberikan penambahan beban kepada spesimen dan secara simultan
mencatat beban yang diberikan dan penambahan panjangnya. Hasil pengujian
disajikan dalam bentuk grafik strain (regangan) versus stress (tegangan).
Besarnya beban yang diberikan tergantung pada bentuk geometris spesimen,
misalnya : sebuah spesimen dengan luas permukaan A akan mengalami
pertambahan panjang x, apabila luas permukaan spesimen menjadi 2A maka
beban yang diberikan menjadi dua kali lipat. Untuk meminimumkan faktor
geometris ini maka dipakai parameter engineering stress dan engineering
strain.
Engineering stress didefinisikan sebagai :
F
=
Ao
dimana :
 : engineering stress (N/m2, MPa)
F : gaya/beban yang diberikan searah tegak lurus permukaan (N, lbf)
Ao : luas permukaan mula-mula sebelum pembebanan (m2, in2)

Engineering strain didefinisikan sebagai :


lt − lo l
= =
lo lo
dimana :

Diktat Kuliah Material Teknik 36


 : engineering strain, kadang kala dinyatakan dalam persen
lo : panjang mula-mula sebelum pembebanan
lt : panjang setelah pembebanan

COMPRESSION TESTS
Compression test dilakukan dengan cara yang hampir sama dengan
tension test, hanya saja spesimen tidak ditarik melainkan ditekan. Sebagai
perjanjian gaya tekan (compressive stress) dan compressive strain diberi nilai
negatif. Compresion test jarang digunakan kecuali untuk material yang bersifat
rapuh (brittle).

SHEAR AND TORSIONAL TESTS


Shear test dilakukan dengan memberikan shear force terhadap
spesimen. Shear stress didefinisikan sebagai :
F
=
Ao
dimana :
 : shear stress (N/m2, MPa)
F : gaya/beban yang diberikan searah paralel pada permukaan (N, lbf)
Ao : luas permukaan mula-mula sebelum pembebanan (m2, in2)

Shear strain didefinisikan sebagai tan  ( : sudut strain).


Torsi sebenarnya merupakan variasi dari shear tetapi arah gayanya
bersifat tangensial (mengelilingi poros tertentu). Torsion test dilakukan pada
spesimen yang berbentuk silinder yang dibebani dengan dengan torsi T (T
merupakan fungsi shear stress ), sedangkan shear strain  merupakan fungsi
sudut puntirnya ().

DEFORMASI ELASTIS
Sebagian besar logam apabila dibebani akan mengalami peregangan, kedua
variabel tersebut dihubungkan dengan persamaan :

E=

dimana : E : modulus Young atau modulus elastisitas (psi,MPa)
Deformasi yang terjadi pada saat stress dan strain bersifat proporsional disebut
dengan deformasi elastis, apabila digambarkan dalam grafik akan diperoleh
garis lurus. Modulus elastisitas merupakan slope (kemiringan) garis tersebut.
Ada beberapa material yang tidak mempunyai grafik berupa garis lurus (contoh
: grey cast iron dan beton), modulus elastisitasnya dihitung dengan secant atau
tangent modulusnya seperti terlihat pada gambar berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 37


Modulus elastisitas menggambarkan kekakuan material (stiffness), semakin
besar modulus elastisitasnya maka material semakin mampu menahan beban
tanpa mengalami peregangan. Keramik merupakan material yang mempunyai
modulus elastisitas terbesar dibandingkan dengan logam dan polimer.
Secara mikroskopis deformasi elastis berarti terjadinya perubahan jarak
dan ikatan antar atom. Konsekuensinya modulus elastisitas diukur sebagai
resistansi terhadap pemisahan atom-atom yang berdekatan seperti terlihat
pada persamaan berikut :
 dF 
E  
 dr  r 0
Modulus elastisitas juga dipengaruhi oleh temperatur, semakin tinggi suhu
operasi material maka modulus elastisitasnya juga akan semakin kecil.

Untuk shear test dikenal juga parameter yang mirip dengan modulus elastisitas
yang dikenal dengan modulus geser (shear modulus), hubungan antara shear
stress dan strain dapat dinyatakan dengan :

G=

ANELASTISITAS
Dalam pembahasan sebelumnya mekanisme deformasi plastis dan
deformasi elastis diasumsi bahwa waktu tidak berpengaruh terhadap fenomena
tersebut. Apabila material dikenai beban maka seketika itu juga material akan
mengalami peregangan (memasuki daerah deformasi elastis), apabila beban

Diktat Kuliah Material Teknik 38


dihilangkan maka material akan dapat seketika kembali ke bentuk semula,
tanpa memperhitungkan berapa lama material dibebani. Sebenarnya tenggang
waktu pembebanan juga berpengaruh terhadap deformasi, apabila kita
memasukkan waktu sebagai salah satu variable yang berpengaruh maka
fenomena ini disebut anelastisitas.Untuk logam fenomena ini sangat kecil dan
dapat diabaikan pengaruhnya, tetapi untuk polimer fenomena ini tidak dapat
diabaikandan dikenal dengan viscoelastic behavior.

ELASTIC PROPERTIES OF MATERIALS


Misalkan kita melakukan uji tarik dengan spesimen yang penampangnya
berbentuk kubus seperti terlihat pada gambar :

Pada arah sumbu z akan terjadi peregangan sedangkan pada arah sumbu x dan
sumbu y terjadi kontraksi. Jika dianggap konstraksi arah x dan y sama besar
maka muncul sebuah parameter yang dikenal dengan Poisson’s ratio () :
x y
 =− =−
z z
Tanda negatif muncul karena pada arah lateral (sumbu x dan y) terjadi
kontraksi. Secara teoritis Poisson’s ratio untuk material isotropic sebesar 0,25;
sedangkan untuk metal dan alloy berkisar 0,25 – 0,35 (nilai maksimum Poisson’s
ratio 0,50). Modulus elastisitas dan shear modulus dapat dinyatakan sebagai :
E = 2G(1 + )
Untuk logam kebanyakan G nilainya sebesar 0,4E; ini sering dipakai untuk
pendekatan dalam design apabila salah satu data tidak diketahui.
Apabila beban yang diberikan kepada material sudah melampaui daerah
deformasi elastis maka selanjutnya akan masuk daerah deformasi plastis.

TENSILE PROPERTIES
Nilai modulus elastisitas material diperoleh dari percobaan uji tarik. Dari data
akan dapat digambarkan grafik strain (sumbu horisontal) terhadap stress
(sumbu vetikal). Pada awal pembebanan akan dihasilkan plot berupa garis lurus
(deforamasi elastis), seiring dengan bertambahnya beban maka grafik akan
mulai melengkung (masuk ke daerah deformasi elastis).

Diktat Kuliah Material Teknik 39


Titik P pada grafik sering dikenal dengan proportional limit. Dalam
kenyataannya posisi titik P ini sulit untuk ditentukan secara tepat sehingga
kemudian muncul konsep 0.2% offset (Standar Amerika) dan 0.1% offset
(Standar Inggris). Nilai 0.2% offset yield strength diperoleh dengan cara
mentranslasikan garis sejajar garis deformasi elastis sampai sejauh 0.002 dari
titik O. Garis yang dihasilkan akan memotong kurva di suatu titik, dari titik
tersebut ditarik garis horisontal ke sumbu stress sehingga nilai 0,2% offset yield
strength dapat dibaca pada grafik.
Ada beberapa jenis material yang tidak mempunyai garis linier sehingga konsep
0.1% (0.2%) offset tidak dapat diterapkan, sehingga yield strengthnya dicari
dengan membaca dari grafik yaitu pada beban berapa akan dihasilkan strain
tertentu (misalnya 0,005).
Ada beberapa jenis baja yang mempunyai kurva seperti pada gambar berikut :

Daerah transisi deformasi elastis-plastis terjadi secara mendadak, fenomena ini


disebut dengan yield point phenomenon. Pada upper yield point deformasi
plastis dimulai, adanya pengurangan beban menyebabkan terjadinya fluktuasi
di daerah stres tertentu. Yield strength ditentukan dari rata—rata lower yield
point-nya.
Selanjutnya dari grafik kita dapat membaca Ultimate Tensile Strength, yang
merupakan beban maksimum yang dapat ditanggung oleh material, jika beban
ini dipertahankan maka spesimen akan patah. Pada titik ini luas permukaan
spesimen juga akan berkurang (kontraksi).

Diktat Kuliah Material Teknik 40


Ductility
Ductility merupakan ukuran kemampuan material dalam melalui daerah
deformasi plastis sebelum patah. Material yang hanya mempunyai daerah
deformasi plastis yang sempit akan bersifat rapuh (brittle). Ductility dapat
dinyatakan sebagai :
a. Percent Elongation
l f − l0
% EL = x100%
l0
dimana : lf : panjang akhir
l0 : panjang mula-mula
b. Percent Area Reduction
A0 − A f
% AR = x100 %
A0
dimana : Af : luas penampang setelah patah
A0 : luas penampang mula-mula

Material dikatakan rapuh apabila ductility-nya kurang dari 5%. Logam biasanya
mempunyai ductility yang cukup tinggi tetapi biasanya pada suhu rendah logam
bersifat rapuh. Ductility penting dalam design karena :
1. Perancang dapat mengetahui sampai beban berapa material dapat
mengalami deformasi plastis
2. Dapat diketahui batas deformasi yang diijinkan selama fabrikasi
Modulus elastisitas bersifat tidak sensitif terhadap temperatur sedangkan yield
strength dan Ultimate tensile strength akan turun terhadap temperatur,
sementara ductility bersifat sebaliknya.

Resilience (Kekenyalan)
Resilience merupakan kemampuan material menyerap energi saat mengalami
deformasi elastis. Resilience dinyatakan sebagai modulus of resilience (Ur),
artinya strain energi per satuan volme yang diperlukan untuk menekan material
dari kondisi awal (tanpa beban) sampai mencapai titik yield point-nya. Dalam
grafik stress-strain modulus of resilience (psi, Pa) dinyatakan sebagai daerah di
bawah kurva berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 41


y

Ur =   .d
0
apabila daerahnya deformasi elastisnya linier maka persamaan di atas berubah
menjadi :
Ur = 0,5 y y
Material yang dipakai untuk pegas biasanya mempunyai modulus elastisitas yang
rendah dan yield strength-nya tinggi.

TOUGHNESS
Toughness merupakan ukuran tingkat energy yang diserap material sampai
patah. Dalam grafik stress-strain toughness dinyatakan sebagai area di bawah
kurva sampai titik patahnya. Satuan yang dipakai untuk toughness sama dengan
resilience. Material yang bersifat ductile biasanya lebih tough dibandingkan
dengan material yang bersifat rapuh (brittle).

Dari gambar terlihat bahwa material yang bersifat rapuh mempunyai yield
strength dan ultimate tensile strength yang lebih tinggi tetapi tougness-nya
lebih rendah dibandingkan dengan ductile material.

TRUE STRESS AND TRUE STRAIN


True stress (tegangan sebenarnya) didefinisikan sebagai :
F
T =
Ai
dimana : Ai : luas penmapang pada saat terjadi deformasi
True strain (regangan sebenarnya) didefinisikan sebagai :
li
 T = ln
l0
Apabila tidak terjadi perubahan volume maka Aili = A0l0 sehingga diperoleh :
T = (1+) dan T = ln (1+)
Gambar berikut menunjukkan perbandingan antara profil grafik stress-strain
engineering, true (sebenarnya), dan terkoreksi (corrected) :

Diktat Kuliah Material Teknik 42


Reduksi luas penampang (necking) yang terjadi pada spesimen menyebabkan
besarnya beban yang ditanggung oleh material juga berbeda sehingga muncul
profil yang sudah terkoreksi seperti gambar di atas. Untuk beberaopa logam dan
alloy nilai true stress dinyatakan sebagai :
T = K Tn
dimana n (disebut strain hardening exponent) dan K merupakan konstanta,
nilainya dapat dilihat pada tabel berikut :

Material n K (Mpa)
Low carbon steel (annealed) 0,26 530
Alloy steel (type 4340, annealed) 0,15 640
Stainless steel (type 304,annealed) 0,45 1275
Alumunium (annealed) 0,20 180
Alumunium alloy (type 2024,heat treated) 0,16 690
Copper (annealed) 0,54 315
Brass (70Cu-30Zn, annealed) 0,49 895

HARDNESS
Hardness merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi karena
adanya abrasi atau indentasi (indentation). Pada awalnya nilai kekerasan
material dinyatakan secara kualitatif dalam skala Mohs (range : 1 (talc) – 10
(intan)). Uji kekerasan secara kuantitatif dilakukan dengan memberikan beban
(indentation) kepada material dengan kecepatan tertentu, kedalaman luka
yang terbentuk diukur dan dikonversikan sebagai nilai kekerasan. Semakin
dalam dan semakin luas luka yang terbentuk maka nilai kekerasannya semakin
kecil (semakin lunak). Yang perlu diperhatikan nilai kekerasan material tidak
bersifat mutlak tetapi relatif.

Diktat Kuliah Material Teknik 43


Uji Kekerasan Rockwell (HR)
Uji kekerasan Rockwell banyak dipakai karena mudah dilakukan dan fleksibel.
Sebagai indenternya ada dua jenis yaitu :
1. Bola baja (spherical and hardened steel ball), diameter 1/16,1/8,1/4,1/2
inch
2. Brale intan (conical diamond), untuk material yang keras
Nilai kekerasan ditentukan dari kedalaman luka yang terbentuk karena
penetrasi indenter. Pemberian beban ada 2 tahap yaitu beban minor (untuk
menambah ketelitian) kemudian beban mayor.
Untuk Rockwell test besarnya beban minor (minor load) 10 kg, sedangkan beban
mayornya (major load) 60, 100, 150 kg. Sedangkan untuk Superficial Rockwell
test besarnya beban minor 3 kg dan beban mayornya 15, 30, 45 kg.
Pada saat kita menuliskan nilai kekerasan material harus dituliskan skala yang
dipakai, contohnya : 80 HRB (nilai kekerasannya 80, menggunakan Rockwell
skala B), 60 HR30W (nilai kekerasan superficialnya 60, menggunakan skala
30W).
Yang perlu diperhatikan pada saat melakukan uji kekerasan tebal spesimen
tidak boleh terlalu tipis dan jarak indentation tidak boleh terlalu ke tepi. Tebal
spesimen minimum 10 kali kedalaman luka, sedangkan jarak antara titik
indentation minimum 3 kali diameter luka. Kerataan permukaan juga sangat
menentukan akurasi hasil pengujian.
Uji Kekerasan Brinell (HB)
Pada uji kekerasan Brinell indenter yang dipakai berupa bola baja (tungsten
carbide) berdiameter 10 mm. Beban standar yang dipakai 500 – 3000 kg
(inkremen 500 kg). Selama pengujian beban diberikan secara konstan pada
waktu tertentu (10 – 30 detik)

Uji Kekerasan Knoop dan Vickers (HK dan HV)


Disebut juga uji kekerasan secara mikro karena beban yang dipakai hanya 1 –
1000 gram.

Dalam melakukan uji kekerasan mungkin akan diperoleh nilai yang berbeda-
beda, untuk mengatasinya maka dipakai nilai kekerasan rata-rata dan standar
deviasinya. Dari beberapa skala uji kekerasan dapat saling dikonversikan
melalui nomograf.

Tensile strength dan hardness merupakan ukuran ketahanan material terhadap


deformasi plastis, sehingga secara empirik dapat dinyatakan hubungannya :
TS (psi) = 500 x HB
TS (MPa) = 3,45 x HB
Uji kekerasan lebih sering digunakan daripada uji mekanis yang lain karena
beberapa alasan berikut :
1. Sederhana dan murah, karena tidak memerlukan spesimen berukuran khusus
2. Non destruktif, material yang diuji hanya mengalami sedikit deformasi (hasil
indentation)
3. Beberapa sifat mekanis yang lain dapat diperoleh dari nilai kekerasannya

Diktat Kuliah Material Teknik 44


Diktat Kuliah Material Teknik 45
LATIHAN 6

1. Jelaskan pengertian Tegangan, Regangan, Modulus Elastisitas

2. Suatu batang besi diuji dengan alat Uji tarik. Panjang besi semula 20 cm. Diameter
besi semula 10 mm, setelah selesai diuji menjadi 8,5 mm. Data-data pengujian
seperti tabel di bawah ini.

Beban, N 0 25 50 75 100 125 175 250 275 300 295


Panjang, cm 20 20,2 20,4 20,6 20,8 21,5 21,9 22,5 23 25 27

patah
a. Gambarlah kurva Regangan ( , cm/cm) vs tegangan (, N/cm2)
b. Hitung besar Modulus Elastisitas (E) pada kondisi regangan linear
c. Hitunglah  luluh,  max,  patah (N/cm2)
d. Hitunglah harga kontraksi ( %AR) dan ductility (%EL)

Diktat Kuliah Material Teknik 46


BAB 6
DIAGRAM FASA

Dalam Kimia kita mengenal istilah larutan sebagai campuran yang


homogen. Logam dan keramik yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari
sebenarnya juga merupakan campuran yang homogen yang terdiri dari solut dan
solven seperti dalam larutan. Pada bab ini kita akan membicarakan tentang
diagram fasa, tetapi sebelumnya perlu kita kenal beberapa pengertian dasar
dalam diagram fasa, yaitu :
1. Komponen : merupakan logam murni atau senyawa yang membentuk alloy
2. Sistem : bagian spesifik dari material
3. Solubility limit (batas kelarutan) : merupakan konsentrasi tertinggi dimana
solut dapat larut di dalam solven pada suhu tertentu
4. Fasa : bagian homogen dari sistem yang mempunyai sifat fisika dan kimia
yang sama
5. Sistem homogen : merupakan sistem yang terdiri dari fasa tunggal
6. Sistem heterogen : merupakan sistem yang mempunyai dua fase atau lebih,
sebagian besar logam, alloy, keramik, polimer dan komposit mempunyai
sistem heterogen
7. Struktur mikro : merupakan bagian dari material yang ditinjau secara
mikroskopis, struktur mikor sangat dipengaruhi oleh konsentrasi komponen
dan heat treatment
8. Kesetimbangan (equilibrium) : sistem berada dalam kesetimbangan apabila
energi bebas Gibbs = 0, artinya sistem tidak akan mengalami perubahan
apapun selama tidak ada gangguan dari luar (perubahan suhu, komposisi
atau tekanan)
9. Metastable (metastabil) : dalam realitas yang kita jumpai jarang sekali kita
mendapatkan sistem benar-benar dalam keadaan setimbang, tetapi sedikit
di atas/bawah equilibrium.

ATURAN FASA GIBBS


J. Willard Gibbs, seorang ahli Fisika pada abad ke-19 menyatakan bahwa jumlah
fasa yang ada dalam sistem yang berada dalam kesetimbangan dapat
dinyatakan dalam persamaan yang sederhana :
P+F=C+2
Dimana :
P : jumlah fasa
F : derajat kebebasan (degree of freedom)
C : jumlah komponen
Sebagai ilustrasinya, kita mengetahui bahwa air (H2O) pada tekanan 1 atm akan
mendidih pada suhu 100oC, di sini kita mempunyai dua variabel fisis yang
menentukan yaitu suhu dan tekanan. Untuk sistem tersebut kita mempunyai
satu komponen (C=1), jumlah fasa yang ada adalah dua (P=2). Jadi derajat
kebebasannya :
P+F=C+2
2 + F = 1 + 2 sehingga F = 1

Diktat Kuliah Material Teknik 47


Secara fisis dapat dikatakan jika kita menginginkan air mendidih pada suhu
100oC maka sebagai akibatnya tekanan sistem haruslah 1 atm. Kita tidak akan
mungkin dapat mendidihkan air pada suhu 100 oC dengan tekanan 2 atm
(misalnya).

EQUILIBRIUM PHASE DIAGRAM


Informasi mengenai struktur mikro dan fase-fase yang ada dalam suatu
sistem biasanya digambarkan dalam sebuah diagram fasa atau sering disebut
dengan equilibrium phase diagram. Dalam diagram fasa biner tertera komposisi
komponen penyusun sebagai sumbu horisontal dan temperatur sebagai sumbu
vertikal. Dari diagram fasa kita juga dapat menentukan komposisi fasa yang ada
dan dapat memprediksi transformasi fasa yang dapat menghasilkan strukstur
mikro yang berbeda. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa tekanan eksternal
juga mempengaruhi struktur fasa yang ada jadi diagram fasa yang sering kita
lihat biasanya dibuat pada tekanan atmosferis yang tetap.
Gambar berikut merupakan diagram fasa biner campuran Cu-Ni:

Pada diagram di atas kita dapat melihat ada 2 garis utama yang disebut solidus
line dan liquidus line. Solidus line membatasi daerah berfasa padat dan daerah
2 fasa, sedangkan liquidus line membatasi daerah fasa cair dan daerah 2 fasa.
Pada daerah fasa padat () terdiri dari campuran Cu-Ni yang homogen yang
mempunyai struktur kristal FCC (ingat aturan Hume-Rotherry!), demikian juga
pada fasa cair (L) dan juga daerah campuran 2 fasa +L. Sistem Cu-Ni ini disebut
dengan sistem isomorphous karena kedua komponen tersebut dapat saling
melarutkan secara sempurna. Dari diagram fasa kita dapat mengetahui
beberapa hal yaitu :

Diktat Kuliah Material Teknik 48


1. Fasa yang ada dalam suatu sistem
Pada titik A (komposisi 60%Ni-40%Cu dan suhu 1100oC) dalam diagram fasa
dengan mudah kita ketahui fasa yang ada yaitu padat ()
2. Komposisi fasa yang ada
Untuk menentukan komposisi fasa yang ada dipakai aturan lever rule
(inverse lever rule) : (Bedakan antara komposisi fasa dan komposisi
komponen !!!)
• Buatlah garis horisontal sampai memotong garis batas 2 fasa (tie line)
• Komposisi komponen dapat dibaca langsung pada sumbu horisontalnya
• Komposisi fasa merupakan fraksi panjang dari tie line dengan arah
berseberangan
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat diagram fasa berikut :

Titik B menyatakan komposisi 35%Ni-65%Cu dan suhu 1200oC, sehingga B


terletak pada daerah fasa +L. Dari titik tersebut dibuat garis horisontal
memotong solidus line dan liquidus line. Dari tiap titik potong kita tarik
garis horisontal ke bawah untuk membaca komposisi komponennya.
S C − C0
Fraksi Liquid WL = = 
R + S C − CL
43 − 35
WL = = 0,73
43 − 32
PERHATIAN : Pakailah fraksi komponen yang konsisten, pembacaan nilai
konsentrasi harus memakai skala yang sama (misalnya Ni saja)
Fraksi  - solid ditentukan dengan cara yang sama
R C − CL
W = = 0
R + S C − CL
35 − 32
W = = 0,27
43 − 32
Atau lebih mudah dengan mengurangkan 1-WL (karena fraksi, jadi
totalnya=1).

Pembentukan Struktur Mikro dalam Isomorphous Alloy


Kita perhatikan diagram fasa berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 49


• Pada titik a (35%wt Ni dan suhu 1300 oC) alloy berada dalam keadaan cair
(liquid), struktur mikronya terlihat pada gambar lingkaran.
• Pada titik b (35%wt Ni dan suhu 1270 oC) karena adanya pendinginan maka
mulai terbentuk fasa -solid, komposisi -solid adalah 49%wt Ni, sedangkan
komposisi liquid masih sama
• Pada titik c (35%wt Ni dan suhu 1250oC) komposisi fasa menjadi liquid 30%wt-
Ni dan -solid 43%wt-Ni
• Pada titik d proses solidifikasi sudah hampir selesai (35%wt Ni dan suhu
1220oC) komposisi fasa yang ada solid 35%wt-Ni, sedangkan liquid 23%wt-Ni
• Pada titik e akan dijumpai padatan yang bersifat polycrystalline (-solid),
pendinginan lebih lanjut tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap struktur
mikro alloy.

Idealnya proses solidifikasi biasanya dilakukan dalam waktu yang cukup lama
(kecepatan pendinginan yang rendah), dengan tujuan untuk memberikan waktu
yang cukup sehingga dapat terjadi readjustment komposisi fasa melalui proses
difusi. Tetapi kenyataannya pada proses solidifikasi proses difusi tidak dapat
berlangsung optimal (karena waktu yang terlalu singkat dan penurunan suhu
juga menurunkan difusifitas) sehingga terbentuk distribusi komponen yang tidak
uniform, fenomena ini disebut dengan segregation.
Contoh untuik sistem Cu-Ni. Bagian tengah grain terdiri dari komponen yang
mempunyai titik lebur yang tinggi (Ni:1453 oC), semakin ke arah luar maka
konsentrasi komponen yang mempunyai titik lebur yang lebih rendah (Cu:
1084oC) juga semakin meningkat (lihat gambar berikut) :

Diktat Kuliah Material Teknik 50


Struktur seperti ini dikenal dengan cored structure, dan sangat tidak
menguntungkan (sifat mekanis bahan menjadi jelek) sehingga perlu dihilangkan
dengan cara memanaskan sampai suhu tertentu sehingga dapat terjadi difusi
yang membuat distribusi komponennya menjadi uniform.
Sifat mekanis alloy sangat ditentukan oleh komposisi komponen penyusunnya,
pada grafik di bawah terlihat pengaruh komposisi terhadap tensile strength dan
ductility (%EL) alloy

SISTEM EUTECTIC BINER


Perhatikan diagram fasa Cu-Ag.
Garis CBA merupakan garis solubility limit Ag dalam Cu
Garis AB merupakan solidus line (garis batas antara fasa  dan +L)
Garis BC merupakan solvus line (garis batas antara fasa  dan +)
Garis AE dan EF merupakan liquidus line
Garis FGH merupakan garis solubility limit Cu dalam Ag
Garis BEG merupakan solidus line

Diktat Kuliah Material Teknik 51


Dengan penambahan Ag ke dalam Cu suhu lebur alloy akan turun pada
sepanjang garis AE (liquidus line). Gejala yang sama juga terjadi pada saat Cu
ditambahkan pada Ag, suhu leburnya akan turun sepanjang garis EF. Kedua
liquidus line bertemu di titik E yang disebut dengan eutectic point. Eutectic
point disebut juga dengan invariant point (titik invarian), yang terletak pada
komposisi 71,9%wt Ag-28,1%wtCu dan suhu 780oC. Pada titik ini terjadi reaksi :
cooling
L (71,9%wtAg)  (7,9%wtAg) +  (91,2%wtAg)

heating

Reaksi di atas disebut dengan reaksi eutectic, sedangkan sehu 780oC disebut
dengan suhu eutectic.
Fenomena eutectic ini sering dipakai untuk campuran Sn-Pb yang digunakan
untuk solder. Kondisi eutectic untuk campuran ini adalah 183 oC dan 61,9%wt
Sn. Struktur yang terjadi pada kondisi ini disebut dengan struktur eutectic
(eutectic structure), untuk lebih jelasnya dapat dilihat paa gambar berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 52


Jika dilihat struktur mikronya akan dibedakan lagi fasa  yang terbentuk selama
proses solidfikasi. Perhatikan diagram fasa berikut :

Gambar di atas menunjukkan proses solidifikasi, dibedakan antara fasa  yang


terbentuk sebelum melewati suhu eutectic (primary ) dan fasa  yang
terbentuk setelah melewati suhu eutectic (eutectic ).
Diagram fasa untuk setiap sistem bersifat khas, untuk sistem yang telah kita
bahas (diagram fasa Sn-Pb) dikenal dengan sistem terminal solid solution. Pada
sistem tersebut fasa padat ( dan ) mempunyai range komposisi yang lebar.
Sedangkan pada diagram fasa yang kompleks (seperti diagram fasa Cu-Zn)
dikenal dengan sebutan intermediate solid solution dalam fasa padatnya
terdapat lebih dari 2 fasa dengan range yang sempit (perhatikan diagram fasa
berikut).

Diktat Kuliah Material Teknik 53


Perhatikan diagram fasa berikut :

Titik E disebut dengan eutectoid point (atau eutecticlike) dan merupakan


invariant point. Pada titik tersebut terjadi reaksi eutectoid:
cooling

  + 

heating
Fenomena eutectoid ini penting sekali dalam pemrosesan besi baja.
Titik P disebut juga invariant point karena pada titik tersebut terjadi reaksi
peritectic :
cooling

 + L 

heating
DIAGRAM FASA Fe-Fe3C
Ada beberapa fasa yang penting yaitu :

Diktat Kuliah Material Teknik 54


• Ferrite : besi  ( iron), struktur kristalnya BCC
• Austenite : besi  ( iron), struktur kristalnya FCC, terjadi karena
transformasi ferrite pada suhu 912oC
•  ferrite : merupakan hasil transformasi austenite pada suhu 1394 oC,
struktur kristalnya BCC
• Cementite (Fe3C) : terbentuk pada konsentrasi karbon 6,70%wt C. Sangat
keras tetapi rapuh

Pada sistem ini terdapat eutectic point (1148oC dan 4,30%wt C):
cooling

L  + Fe3C

heating

Eutectoid point (727oC dan 0,77%wt C):

 (0,77%wtC)  (0,022%wtC) + Fe3C (6,7%wtC)

Perhatikan diagram fasa berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 55


Komposisi 0,022 – 0,77%wt C (di bawah titik eutectoid) disebut dengan
hypoeutectoid. Apabila alloy tersebut didinginkan maka akan terbentuk
struktur mikro seperti pada gambar. Titik f terdiri dari beberapa fasa,dikenal
dengan sebutan pearlite karena kenampakannya seperti pearl (mutiara)

Perhatikan diagram fasa berikut :

Komposisi 0,77 – 2,11%wt C (di atas titik eutectoid) disebut dengan


hypoeutectoid. Apabila alloy tersebut didinginkan maka akan terbentuk
struktur mikro seperti pada gambar.

Diktat Kuliah Material Teknik 56


BAB 7
KOROSI

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali melihat besi berubah warna
menjadi kekuningan karena berkarat, apalagi dengan munculnya isu hujan asam
yang semakin mempercepat proses berkaratnya suatu logam. Dalam melakukan
desain seorang engineer juga akan memperhitungkan adanya faktor korosi
(corrosion factor) karena peristiwa ini tidak dapat dicegah walaupun dapat
diminimalisir. Biaya untuk pencegahan korosi dan perawatan alat-alat yang
terbuat dari logam diperkirakan mencapai 5% dari pendapatan perusahaan. Hal
inilah yang menyebabkan munculnya penelitian-penelitian yang internsif
tentang cara-cara mengendalikan dan mencegah korosi.
Korosi berarti terjadi degradasi pada material, tidak hanya logam yang
mengalami korosi tetapi hampir semua jenis material padat mengalami
degradasi. Pada logam degradasi ini berupa hilangnya massalogam karena
bereaksi dengan unsur lain membentuk senyawa lain (paling sering membentuk
oksida logamnya). Keramik mempunyai ketahanan yang jauh lebih baik
dibandingkan ogam, tetapi pada suhu tinggi atau pada kondisi lingkungan yang
ekstrem keramik juga akan mengalami korosi. Sedangkan pada polimer proses
degradasi terjadi karena reaksi yang terjadi antara molekul polimer dengan
cairan yang berkontak dengannya. Adanya radiasi elektromagnetik dan pabnas
juga dapat menyebabkan degradasi pada polimer

KOROSI PADA LOGAM


Korosi berarti reaksi elektrokimia yang terjadi pada logam yang biasanya
dimulai dari permukaan, bersifat destruktif dan tidak dikehendaki.
Dalam ilmu Kimia kita mengenal tentang peristiwa oksidasi dan reduksi. Pada
proses oksidasi, unsur logam akan kehilangan elektron valensinya sehingga
sehingga berubah menjadi ion yang bermuatan positif :
M → M+n + n.e-
Contoh :
Fe → Fe+2 + 2e-
Al → Al+3 + 3.e-
Elektron yang dihasilkan dari proses oksidasi akan ditransfer supaya berikatan
dengan ion lain sehingga menghasilkan senyawa baru (reduksi).
Contoh :
• Peristiwa oksidasi logam yang berkontak dengan larutan asam yang
mempunyai konsentrasi ion hidrogen yang tinggi :
2H+ + 2.e- → H2
• Untuk larutan asam yang mengandung oksigen :
O2 + 4H+ + 4.e- → 2H2O
• Untuk larutan yang netral atau bersifat basa yang mengandung oksigen :
O2 + 2H2O + 4.e- → 4(OH)-
• Jika terdapat ion logam dalam larutan :
M+n + e- → M+(n-1)
• Dapat juga ion logam kembali ke unsur murninya :
M+n + n.e- → M

Diktat Kuliah Material Teknik 57


Peristiwa oksidasi dan reduksi selalu terjadi secara simultan, oksidasi terjadi
pada kutub positif (anoda), sedangkan reduksi terjadi pada kutub negatif
(katoda). Contohnya :
• Korosi yang terjadi pada seng yang dimasukkan dalam larutan HCl.
Oksidasi : Zn → Zn+2 + 2.e-
Reduksi : 2H+ + 2.e- → H2

Total : Zn + 2H+ → Zn+2 + H2 (gas)


• Korosi yang terjadi pada besi yang terendam dalam air
Fe + ½O2 + H2O → Fe+2 + 2OH- → Fe(OH)2
2Fe(OH)2 + ½O2 + H2O → Fe(OH)3

OKSIDASI
Proses oksidasi juga dapat terjadi pada kondisi kering (tanpa adanya
cairan/larutan), dimana lapisan oksida logam atau deposit akan terbentuk di
permukaan logam. Fenomena ini disebut dengan scaling, tarnishing atau dry
corrosion.
Contoh :
Oksidasi : M → M+2 + 2.e- (terjadi pada lapisan metal-scale)
Reduksi : ½ O2 + 2.e- → O-2 (terjadi pada lapisan scale-gas)

Total : M + ½ O2 → MO

Jadi lapisan metal oksida berfungsi sebagai medium elektrolit untuk


memfasilitasi terjadinya difusi ion M+2 dan e-, selain itu juga berfungsi untuk
melindungi logam dari oksidasi (karena menghambat difusi ion dan biasanya
bersifat isolator).

Diktat Kuliah Material Teknik 58


PILLING –BEDWORTH RATIO
Kecepatan oksidasi dapat diprediksi dengan menggunakan besaran yang dikenal
dengan Pilling-Bedworth Ratio :
AO  M
P − Bratio =
AM O
dimana :
AO : Berat molekul oksida
AM : Berat molekul logam
O : Densitas oksida
M : Densitas logam

Apabila logam mempunyai P-B ratio <1 maka lapisan film tidak dapat menutupi
logam secara penuh (porous) sehingga tidak dapat melindungi logamnya.
Sedangkan apabila P-B ratio >1 atau ekstremnya >2-3 lapisan film yang
terbentuk menjadi rapuh dan mudah pecah sehingga ada bagian logam yang
tidak terlindungi. Nilai P-B ratio yang terbaik adalah 1,nilai P-B ratio beberaa
logam dapat dilihat pada tabel berikut :

Selain P-B ratio ada faktor lain yang berpengaruh terhadap proteksi logam
seperti adhesi film terhadap logam, perbedaan koefisien pemuaian yang tidak
terlalu tinggi dan keelastisan lapisan film terhadap suhu tinggi.

KINETIKA
Kecepatan reaksi oksidasi dapat mengikuti beberapa profil tertentu, yaitu :
a. Parabolic
Terjadi apabila lapisan oksida yang terbentuk tidak bersifat porous dan
menempel kuat pada permukaan logamnya, kecepatan pembentukan lapisan
oksida dikontrol oleh difusi ionnya. Bentuk persamaannya :

Diktat Kuliah Material Teknik 59


W 2 = K1.t + K 2
dimana K1 dan K2 merupakan konstanta yang nilainya tidak tergantung pada
variabel waktu tetapi tergantung pada suhu tertentu. Beberapa logam yang
mengikuti profil ini adalah besi, tembaga dan cobalt.
b. Linear
Terjadi apabila lapisan oksida yang terbentuk bersifat porous dan
mengelupas (P-B ratio <1 atau >2). Pada keadaan ini logam yang tidak
terlindungi sangat mudah bereaksi dengan oksigen karena jumlahnya yang
tidak terbatas, karena lapisan filmnya tidak mampu melindungi permukaan
logamnya. Bentuk persamaannya :
W = K 3.t
Beberapa logam yang mengikuti profil ini adalah natrium, kalium dan
tantalum.
c. Logaritmic
Terjadi apabila lapisan oksida yang terbentuk pada suhu rendah sangat tipis
(kurang dari 100 nm). Bentuk persamaannya :
W = K 4. log( K 5.t + K 6)
Beberapa logam yang mengikuti profil ini adalah alumunium, besi dan
tembaga pada suhu ambien.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang korosi perlu kiranya kita sedikit
mengingat konsep potensial elektroda dan emf (electromotive force). Misalkan
kita mempunyai sebatang besi dan sebatang tembaga yang dicelupkan ke dalam
larutan elektrolit dan di antara keduanya terpasang sebuah voltmeter dan
membran seperti pada gambar berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 60


Reaksi yang terjadi :
Fe → Fe+2 + 2e- o = 0,440 V(oksidasi)
Cu + 2.e → Cu
+2 - o = 0,340 V (reduksi)
V sel = V oksidasi + V reduksi = 0,780 V
o o o

Sistem di atas dikatakan sebuah pasangan galvanic (galvanic couple), besi akan
menjadi anoda dan tembaga menjadi katoda. Jika konsentrasi larutan sebesar
1 M maka pada voltmeter akan terbaca skala 0,780 Volt. Harga potensial standar
dapat dilihat pada tabel berikut :
Nilai yang tertera pada tabel berlaku pada saat tekanan 1 atm dan suhu 25 oC,
serta konsentrasi larutan 1 M. Apabila kondisi standar tidak dipenuhi maka nilai
potensial sel berubah menjadi :
RT oksidasi 
V = V o − ln
nF reduksi
dimana :
F : bilangan Faraday, 96500 C/mol

DERET GALVANIS
Deret galvanis sebenarnya disusun berdasarkan potensial standar material,
tetapi secara praktis lebih mudah dipahami bahwa penyusunan itu berdasarkan
ketahanannya terhadap korosi. Penyusunan di atas berdasarkan percobaan
dengan kondisi yang sangat ideal, tetapi cukup membantu untuk aplikasi secara
nyata. Semakin ke atas maka logam semakin tahan terhadap korosi, sebaliknya
semakin ke bawah logam semakin mudah terkorosi. Platina dan emas
merupakan satu-satunya logam yang dapat dijumpai di alam dalam bentuk
logam murni (bukan oksida logam) karena ketahanannya terhadap korosi.
Sementara logam-logam yang lain selalu dijumpai dalam bentuk oksida,
hidroksida, karbonat, sulfat, sulfida dan silikat karena dari segi termodinamika
bentuk ini lebih stabil (G negatif).

Diktat Kuliah Material Teknik 61


CORROSION RATES
Besarnya potensial standar (poetensial standar merupakan driving force)
menunjukkan kecenderungan logam untuk berubah menjadi ionnya. Kecepatan
korosi dinyatakan sebagai CPR (Corrosion Penetration Rate) :
KW
CPR =
At
dimana : (1 mil = 0,001 inch)
CPR : tebal material yang hilang tiap satuan waktu (mil/th atau
mm/th)
W : berat yang hilang setelah waktu t (mg)
K : konstanta (534 untuk mil/th dan 87,6 untuk mm/th)
 : massa jenis (g/cm3)
A : Luas bidang kontak (cm2)
t : waktu (tahun)
Batas yangdapat diterima dalam dunia teknik adalah CPR < 20 mil/th (=0,50
mm/th).
Kecepatan korosi juga dapat dinyatakan sebagai :
i
r=
nF
dimana :
r : kecepatan korosi (mol/m2.s)
i : rapat arus atau current density (A/m2)

PREDIKSI KECEPATAN KOROSI


POLARIZATION
Pada gambar berikut nampak rangkaian seng dan elektoda standar (keping
platina yang dialiri gas H2).

Dari tabel potensial standar diperoleh tegangannya pada saat kesetimbangan


sebesar –0,763V, sementara tegangan sebenarnya (yang terukur) hanya sebesar
–0,621V. Jadi terjadi selisih tegangan sebesar +0,142 V. Penyimpangan yang

Diktat Kuliah Material Teknik 62


terjadi pada potensial elektroda dari nilainya pada saat kesetimbangan disebut
dengan polarisasi (polarization), besar (magnitude) penyimpangan disebut
overvoltage (pada contoh sebesar +0,142V)
Ada dua jenis polarisasi yaitu :
1. Polarisasi Aktifasi (Activation Polarization)
Semua reaksi elektrokimia sebenarnya terdiri dari beberapa proses yang
berlangsung secara seri (bertahap). Pada polarisasi aktivasi kecepatan reaksi
dikontrol oleh salah satu proses yang terjadi paling lama (kecepaannya
paling rendah). Term aktivasi muncul karena untuk melalui proses tersebut
harus melawan sejumlah energi yang disebut dengan energi aktivasi.

Contoh : Proses reduksi hidrogen terdiri dari tahap-tahap :


• Adsorpsi ion H+ dari larutan ke permukaan seng
• Transfer elektron dari seng sehingga terbentuk satu atom hidogen
H+ + e- → H
• Penggabungan dua atom hidrogen menjadi satu molekul hidrogen
2H → H2
• Penggabungan banyak molekul hidogen sehingga terbentuk satu
gelembung
Pada polarisasi aktivasi terdapat hubungan antara overvoltage dan current
density :
i
 =   log
io
dimana :
io : exchange current density
 : konstanta
 : overvoltage
Dalam setiap reaksi elektrokimia, kecepatan reaksi oksidasi selalu sama
besar dengan kecepatan reaksi reduksi, atau :
io
rreduksi = roksidasi =
nF
Nilai io ditentukan dari percobaan. Apabila digambarkan dalam bentuk
grafik antara overvoltage terhadap current density maka diperoleh gambar
:

Diktat Kuliah Material Teknik 63


2. Polarisasi Konsentrasi (Concentration Polarization)
Polarisasi konsentrasi terjadi apabila kecepatan proses dikontrol oleh proses
difusi. Pada contoh di atas apabila kecepatan reaksi pembentukan hidrogen
lambat (atau konsentrasi H+ tinggi) maka suplai H+ di permukaan elektroda
tetap tercukupi. Sebaliknya apabila kecepatan reaksinya lambat (atau
konsentrasi H+ rendah) maka akan terjadi kekurangan H+ sehingga terbentuk
depletion zone.

Sehingga di sini proses difusi H+ sangat menentukan jalannya proses secara


keseluruhan. Polarisasi konsentrasi biasanya terjadi pada proses reduksi,
karena pada proses oksidasi jumlah atom logam di permukaannya sangat
banyak (tidak terbatas)
Data polarisasi konsentrasi juga dapat dinyatakan dalam bentuk grafik
RT  i 
c = ln 1 − 
nF  iL 
dengan persamaan :

Diktat Kuliah Material Teknik 64


KECEPATAN KOROSI DARI DATA POLARISASI
Kasus 1 : Reaksi oksidasi dan reduksi dibatasi oleh polarisasi aktivasi
Misalkan sebatang seng dimasukkan dalam larutan asam, reaksi yang terjadi :
Oksidasi : Zn → Zn+2
Reduksi : 2H+ → H2
Apabila tidak ada perubahan muatan listrik pada sistem maka kecepatan reaksi
oksidasi harus sama dengan kecepatan reaksi reduksi. Polarisasi aktivasi dapat
ditunjukkan pada grafik berikut. Titik (ic,Vc) merupakan nilai corrosion
potential dan corrosion current density.

Kasus 2 : Polarisasi konsentrasi mengontrol kecepatan reaksi reduksi


Dengan cara yang sama pada kasus 1 kita bisa memperoleh titik (ic,Vc)

Diktat Kuliah Material Teknik 65


PASSIVITY
Beberapa logam yang tergolong aktif dalam deret Galvanis pada kondisi
tertentu dapat berubah menjadi non reaktif (inert) karena pada permukaan
terbentuk oksida logamnya (berupa lapisan film yang tipis yang berfungsi
sebagai penghalang (barrier) terhadap korosi. Fenomena ini disebut dengan
passivity. Perubahan kondisi lingkungan yang merusak lapisan film dapat
membuat lapisan film rusak, akibatnya logam menjadi sangat reaktif bahakn
reaktifitasnya dapat naik sampai 100000 kali. Contoh :
• Alumunium dikenal sangat tahan terhadap korosi karena oksidanya
melindungi permukaan logamnya, apabila oksida tersebut rusak maka dapat
melakukan recovery dengan sendirinya
• Stainless steel, merupakan alloy dari besi dan chrom (minimum 11%)
Fenomena passivity mudah ditunjukkan dalam polarisasi berikut :

Logam normal pada kondisi normal masih berada pada daerah aktif. Naiknya
potensial menyebabkan current density-nya tiba-tiba berkurang drastis dan
relatif tetap pada harga yang rendah meskipun potensialnya terus dinaikkan.
Pada titik potensial tertentu current densitynya naik lagi, dikatakan logam
memasuki daerah transpassive.
Pada kurva berikut nampak adanya efek lingkungan terhadap keaktifan logam.

Diktat Kuliah Material Teknik 66


Pada grafik nampak kurva polarisasi oksidasi logam, kurva 1 dan 2 menyatakan
kurva polarisasi reduksi larutan jenis 1 dan 2. Kurva 1 memotong kurva logam
pada titik A (daerah aktif), sedangkan kurva 2 memotong kurva logam di titik B
(daerah pasif). Nilai current density (1) lebih besar dari current density (2)
sehingga dapat disimpulkan kecepatan korosi logam dalam larutan 1 lebih besar
dibandingkan dalam larutan 2.

EFEK LINGKUNGAN
Kondisi udara yang lembab dan mengandung oksigen merupakan faktor pemicu
utama terjadinya korosi, adanya senyawa lain juga sangat mempercepat korosi
seperti SOx dan NaCl. Asam, basa, tanah bahkan tubuh manusia juga dapat
menyebabkan korosi.
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kecepatan korosi logam yaitu :
• Temperatur, naiknya temperatur dapat meningkatkan kecepatan korosi
• Komposisi, semakin tinggi konsentrasi bahan yang korosif juga dapat
mempercepat korosi
• Kecepatan fluida, kecepatan fluida yang tinggi dapat menimbulkan
turbulensi (olakan) yang bersifat erosif dan merusak lapisan film yang
menutupi permukaan logam

JENIS-JENIS KOROSI
1. Uniform Attack
Uniform attack meupakan jenis korosi yangpaling sering dijumpai. Korosi ini
terjadi secara merata (uniform) di seluruh permukaan logam dan
meninggalkan kerak (scale), walaupun jika dilihat secara mikroskopis
kenyataannya terjadi secara acak di banyak tempat. Korosi ini mudah
diprediksi dan relatif mudah untuk dicegah
2. Galvanic Corrosion

Diktat Kuliah Material Teknik 67


Korosi galvanis terjadi apabila ada 2 logam atau alloy yang mempunyai
komposisi yang berbeda dan seakan-akan terhubung secara elektrik,
biasanya terjadi apabila logam atau alloy tersebut berontak dengan larutan
elektrolit. Logam yang lebih reaktif seolah-olah akan berlaku sebagai anoda
dan akan terkorosi, sedangkan logam yang lebih inert akan terlindungi dari
korosi. Contoh : baja akan terkorosi jika berkontak dengan kuningan di
dalam air laut.

Kecepatan korosi galvanis tergantung pada perbandingan area (lua) relatif


antara anoda terhadap katoda yang berkontak dengan elektrolit. Anoda yang
luas permukaannya lebih kecil akan semakin cepat terkorosi karena current
densitynya menjadi besar. Cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk
korosi galvanis adalah :
a. Jika terpaksa menggabungkan 2 jenis logam yang berlainan sebaiknya
memakai logam-logam yang letaknya dalam deret galvanis berdekatan
b. Gunakan luas permukaan anoda sebesar-besarnya
c. Mengisolasi secara elektrik kedua logam yang berbeda
d. Gunakan logam ketiga yang sangat reaktif untuk dikorbankan (cathodic
protection)

3. Crevice Corrosion
Perbedaan konsentrasi ion dan gas yang terlarut dalam larutan elektrolit
juga dapat menyebabkan terjadinya korosi. Korosi ini biasanya terjadi
karena adanya cairan yang stagnan (tertahan) pada permukaan logam dan
karena adanya oksigen yang larut dalam cairan tersebut. Mekanisme yang
terjadi dapat dilihat pada gambar berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 68


Setelah konsentrasi oksigen kecil sekali logam akan mulai terkorosi dengan
reaksi M → M+n +n.e-. Elektron yang dihasilkan akan ditransfer ke area
terdekat dengan reaksi O2 + 2H2O + 4.e- → 4(OH)-. Seringkali untuk kondisi
asam ditemukan bahwa konsentrasi H+ dan Cl- di celah tinggi sekali, yang
membuat kondisi semakin korosif. Logam yang memasuki daerah pasif juga
sangat rentan terhadap korosi ini karena lapisan film yang terbentuk dirusak
oleh ion H+ dan Cl-.
Korosi celah dapat dicegah dengan cara :
a. Menyambung logam dengan menggunakan las untuk menggantikan
pemakaian rivet dan baut
b. Pemakaian gasket yang bersifat tidak menyerap cairan (non absorbing)
c. Secara teratur membersihkan deposit (kerak) yang ada
d. Pada saat mendesain alat usahakan sebaik mungkin supaya tidak terjadi
liquid trapped (cairan terakumulasi dan tidak dapat terdrainase secara
sempurna sehingga alat tidak dapat kering)

4. Pitting Corrosion
Korosi titik mempunyai mekasime yang sama dengan korosi celah, tetapi
terjadi pada satu lubang kecil. Cairan elektrolit yang terperangkap dalam
lubang itu semakin lama semakin tinggi konsentrasinya dan semakin pekat.
Biasanya arah korosinmya ke bawah karena pengaruh gravitasi, korosi ini
termasuk membahayakan karena kadang tidak terlihat. Korosi titik dapat
dipicu oleh adanya goresan pada permukaan

Korosi titik dapat dicegah dengan cara :


a. Memoles permukaan logam

Diktat Kuliah Material Teknik 69


b. Menambahkan unsur lain ke dalam alloy (2% Mo dalam stainless steel)

5. Intergranular Corrosion
Korosi ini terjadi di antara batas butir (grain boundary) pada kondisi
lingkungan tertentu, secara makro akan terlihat logam menjadi retak pada
batas butirnya. Korosi ini dapat terjadi secara merata pada stainless steel.
Jika dipanaskan pada suhu 500 dan 800oC untuk waktu yang lama alloy ini
menjadi sensitif terhadap korosi ini, karena pemanasan yang lama
menyebabkan terbentuknya chromiunm carbide (Cr 23C6). Hilangnya khrom
karena bereaksi dengan karbon menyebabkan stainless steel menjadi
kelihatan buram dan daerah grain boundarynya menjadi rentan terhadap
korosi. Masalah ini yang sering dihadapi pada saat kita mengelas stainless
steel (weld decay).

Cara mencegah korosi ini pada stainless steel adalah :


a. Memasukkan material yang sensitif pada saat pengerjaan panas sehingga
chromium carbide dapat terurai kembali
b. Menurunkan kadar karbon sampai di bawah 0,03%wt supaya
pembentukan carbide dapat minimal
c. Mencampurkan Niobium (Nb) atau Titanium (Ti) yang mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk bereaksi dengan karbon dibandingkan
dengan khrom

6. Selective Leaching
Selective leaching terjadi pada alloy dimana salah satu logam penyusunnya
“hilang” karena terkorosi. Contohnya dezincfication kuningan (alloy Cu-Zn),
dimana seng secara selektif terkorosi sehingga meninggalkan rongga-rongga
yang bersifat porous. Sifat material juga berubah mendekati sifat tembaga,
kenampakan material juga berubah menjadi berwarna kuning kemerahan.
Alloy lain yang mengandung alumunium, besi, cobalt, dan khrom juga mudag
terserang selective leaching

7. Errosion-Corrosion
Merupakan kombinasi antara reaksi elektrokimia dan abrasi karena aliran
fuida. Aliran fluida yang turbulen mengikis lapisan film yang melindungi
logam (daerah pasif), apabila tidak terjadi recovery (pemulihan lapisan film
yang rusak) maka logam akan terkorosi karena reaksi elektrokimia. Logam
yang relatif lunak seperti tembaga dan timbal sangatsensitif terhadap korosi
ini. Aliran fluida yang mengandung gelembung udara dan padatan terlarut
juga dapat memperparah akibat korosi ini.

Diktat Kuliah Material Teknik 70


Korosi ini sering dijumpai pada daerah belokan pipa, valve, propeller, kipas
turbin dan pompa. Untuk mencegah korosi ini aliran fluida dapat dibuat
lebih laminer (mengurangi turbulensi) dan menghilangkan partikel padat
dan gelembung udara daam fluida yang mengalir.

8. Stress Corrosion
Merupakan kombinasi antara beban yang ditanggung material dan kondisi
lingkungan yang korosif. Adanya keretakan yang kecil dapat memicu
terjadinya korosi, karena keretakan biasanya dijumpai pada material yang
bersifat rapuh.

Keretakan dapat terjadi walaupun pada beban yang lebih kecil dari tensile
strength, secara perlahan-lahan akan akan menyebar dengan arah tegak
lurus pada gaya yang bekerja pada material. Selain karena faktor eksternal
faktor internal juga dapat menyebabkan stress corrosion seperti :
• Tegangan residu yang muncul pada saat fabrikasi seperti penurunan suhu
secara mendadak dan kontraksi
• Pada alloy dimana logam penyusunnya mempunyai koefisien muai
panjang yang berbeda
• Gas dan solid hasil korosi yang terperangkap di dalam material
Cara pencegahan stress corrosion adalah mengurangi atau mendistribusikan
secara merata beban yang ditanggung oleh material

PENCEGAHAN KOROSI
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah korosi :

Diktat Kuliah Material Teknik 71


1. Pemilihan material yang tepat sesuai dengan kondisi proses dan lingkungan
yang ada
2. Merubah parameter proses (apabila dimungkinkan), misalnya menurunkan
kecepatan aliran fluida, menurunkan suhu fluida, dll
3. Menggunakan inhibitor (zat yang ditambahkan dengan konsentrasi rendah
untuk menghambat korosi). Jenis inhibitor sangat spesifik sesuai dengan
logamnya. Prinsip kerjanya juga berbeda-beda, ada yang bereaksi dengan
oksigen, ada yang membentuk lapisan film yang dapat melindungi logam.
Inhibitor biasanya dipakai untuk sistem yang bersifat tertutup seperti
radiator dan boiler
4. Dalam design diusahakan cairan dapat terdrainase sempurna sehingga tidak
terjadi liquid trapped
5. Memberikan pelindung logam secara fisik seperti cat, coating (dapat berupa
logam, keramik, polimer). Coating harus mempunyai ketahanan terhadap
korosi dan mempunyai daya adhesi yang kuat terhadap logam yang dilindungi
6. Cathodic protection, memakai logam yang murah dan reaktif untuk
dikorbankan, reaksinya : M → M+n + n.e-. Elektron yang dihasilkan akan
bereaksi dengan ion positif logam yang akan dilindungi sehingga terjadi
reduksi bukan oksidasi. Setelah waktu teretentu logam yang dikorbankan
(sacrificial anode) akan habis dan perlu diganti. Bagan cathodic protection
terlihat pada gambar berikut :

Cara lain melindungi logam dengan galvanizing adalah dengan melapisi


logam dengan logam lain yang lebih reaktif, misalnya seng dipakai untuk
melapisi pipa besi. Seng bersifat sebagai anoda dan akan teroksidasi, tetapi
proses oksidasi dapat dihambat juga karena rasio luas anoda terhadap
katoda yang yang besar.
Cara lain untuk cathodic protestion dengan menggunakan sumber arus
searah (DC) seperti pada gambar di atas.

Diktat Kuliah Material Teknik 72


BAB 8
POLIMER

Polimer sudah menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita.
Ban kendaraan, plastik pembungkus makanan, sandal dan masih banyak barang
lain yang terbuat dari polmer. Polimer sendiri sudah mulai dikenal pada tahun
1900an tetapi revolusi pemakaian polimer baru mulai terjadi setelah Perang
Dunia II.
Sebelum membahas lebih lanjut kiranya perlu diketahui bahwa kata
polimer berasal dari kata poly (yang berarti banyak) dan meros (yang berarti
satuan), sehingga polimer berarti satuan yang berulang. Polimer sendiri
merupakan satu rantai molekul yang sangat besar dengan berat molekul yang
bervariasi sampai ribuan.

Tahapan dalam Reaksi Polimerisasi


Sebagian besar polimer terbentuk dari molekul hidrokarbon yang banyak
terdapat di alam. Sebagai contoh yang sederhana kita ambil etilen (C 2H4). Satu
molekul etilen mempunyai sebuah ikatan rangkap dua. Ikatan ini dikatakan
belum jenuh (unsaturated) karena setiap atom C sebenarnya mampu berikatan
dengan empat atom yang lain. Apabila etilen ini dipolimerisasikan maka akan
terbentuk polimer dimana ikatan rangkap yang terjadi akan terbuka sehingga
terbentuk satu rantai polietilen yang panjang.
Reaksi polimerisasi dapat terjadi jika terdapat ikatan yang aktif yang
dapat berikatan secara kovalen dengan molekul yang lain. Jika monomer
mempunyai dua ikatan aktif maka disebut bifunctional, contohnya etilen.
Apabila monomer mempunyai tiga ikatan aktif maka disebut trifunctional, yang
dapat membentuk struktur tiga dimensi.
Reaksi polimerisasi dibedakan menjadi dua jenis :
1. Polimerisasi adisi
Reaksi polimerisasi yang terjadi secara berantai, hanya terjadi pembukaan
ikatan rangkap.
2. Polimerisasi kondensasi
Reaksi polimerisasi yang terjadi disertai dengan lepasnya molekul-molekul
yang sederhana seperti air

Polimerisasi adisi terdiri dari 3 tahap, yaitu :


1. Inisiasi
Inisiasi merupakan reaksi pembentukan gugus radikal (ada satu elektron
yang tidak mempunyai pasangan) yang sangat reaktif yang diperlukan untuk
polimerisasi. Untuk inisiasi biasanya dimasukkan inisiator ke dalam reaktor.

2. Propagasi
Pada tahap ini gugus radikal akan mengikat monomer-monomer lain
sehingga akan terbentuk rantai polimer yang panjang.

Diktat Kuliah Material Teknik 73


3. Terminasi
Tahap ini merupakan berhentinya proses propagasi. Terminasi dapat
dilakukan dengan memasukkan terminator (zat yang dapat menghentikan
proses polimerisasi) atau dapat terjadi secara alami apabila ada dua gugus
aktif yang bertemu sehingga tidak ada lagi elektron yang tidak berpasangan.

Dalam industri proses pembuatan polimer dapat dilakukan secara batch


dan kontinu. Proses pembuatan polimer secara batch dapat menggunakan 4
cara, yaitu :
1. Bulk polymerisation
Monomer dan aktivator dicampur dalam satu reaktor berpengaduk,
kemudian dipanaskan/didinginkan. Proses ini dipakai untuk reaksi
polimerisasi kondensasi, dimana monomernya kemudian ditambahkan
secara pelan-pelan ke dalam reaktor. Proses ini cocok untuk reaksi
polimerisasi yang panas reaksinya kecil.
2. Solution polymerization
Monomer dilarutkan dalam solven non reaktif yang mengandung katalis.
Panas reaksi diserap oleh solven sehingga kecepatan reaksi polimerisasi
dapat dikontrol.
3. Suspension polymerization
Monomer dan katalis disuspensikan di dalam air. Panas reaksi yang terjadi
diserap oleh air. Setelah reaksi polimerisasi selesai produknya dipisahkan
dan dikeringkan. Proses ini banyak dipakai untuk polimer vinyl seperti PVC,
polystirene, polymethyl methacrylate, polyacrylonitrile
4. Emulsion polymerization
Prosesnya sama seperti suspension polymerization tetapi ditambahkan juga
emulsifier untuk membentuk emulsi di dalam air

Berdasarkan jenis monomernya polimer dapat digolongkan menjadi :


1. Homopolimer, yaitu polimer yang terbentuk dari monomer yang sama.
Contohnya : Polietilen, PVC, Polipropilen
2. Copolimer, yaitu polmer yang terbentuk dari dua atau lebih monomer yang
berbeda.
Contohnya : Polyvinylacetat

Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa monomer yang sering dijumpai


dalam kehidupan sehari-hari.

Diktat Kuliah Material Teknik 74


Polimer Monomer
Polyetilen (PE)

Polyvinyl Chloride (PVC)

Polytetrafluoroethylen (PTFE)

Polypropylene (PP)

Polystyrene (PS)

Polymethyle Methacrylate (PMMA)

Phenol Formaldehyde (Bakelite)

Polyhexamethylene adipamide
(Nylon 6,6)

Polyethylene Terephatalate (PET)

Polycabonate

Berat molekul dan derajat polimerisasi


Seperti telah dibahas di atas, pada reaksi polimerisasi akan terbanetuk
satu molekul yang besar yang terdiri dari banyak monomer. Molekul yang
dihasilkan dalam satu kali reaksi polimerisasi tidak sama besar karena
perbedaan jumlah monomernya. Hal ini bersifat wajar karena sangat sulit
untuk mengenali kapan reaksi terminasi dapat terjadi. Untuk menghitung berat
molekul polimer dapat menggunakan fraksi berat dipakai rumus :
M w = wi M i

Diktat Kuliah Material Teknik 75


dimana :
wi : fraksi berat i
Mi : berat molekul polimer I
Derajat polimerisasi dapat dihitung dengan :
Mw
nw =
m
dimana :
nw : derajat polimerisasi

Derajat polimerisasi akan meningkatkan titik leleh polimer. Polimer yang


mempunyai berat molekul 100 g/gmol biasanya akan berupa gas atau cair dalam
suhu kamar. Sedangkan yang berat molekulnya 1000 g/gmol akan berbentuk
seperti parafin atau resin lunak. Polimer yang berat molekulnya lebih dari 10000
g/gmol akan berbentuk padat.
Rantai polimer yang terbentuk tidak akan berbentuk lurus tetapi seringkali zig
zag karena terbentuknya sudut 109 o. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di
gambar berikut :

Rantai polimer dapat menjadi bengkok atau berotasi seperti pada gambar di
atas sehingga jika dilihat panjangnya secara keseluruhan menjadi jauh lebih
pendek seperti pada gambar berikut :

Bentuk rantai polimer ternyata juga mempengaruhi sifat mekanis dan termal
bahan.

Berdasarkan struktur molekulnya polimer dibedakan menjadi :


1. Linear Polymers

Diktat Kuliah Material Teknik 76


Polimer ini mempunyai rantai yang berbentuk lurus (linear) tanpa cabang,
mempunyai ikatan Van der Waals yang kuat antar ikatannya.
Contoh : polietilen, PVC, Polystyrene, nylon, polymethyl methacrylate

2. Branched Polymers
Polimer ini terdiri dari rantai utama yang panjang dan mempunyai beberapa
cabang, cabang yang terbentuk biasanya merupakan hasil reaksi samping
yang terjadi. Terbentuknya cabang akan menurunkan berat jenis
polimernya.

3. Crosslinked Polymers
Pada polimer ini rantai linear yang berdekatan akan dihubungkan satu sama
lain oleh rantai cabang dengan ikatan kovalen. Proses crosslinking ini terjadi
pada saat reaksi polimerisasi terjadi dan juga pada saat terjadi kenaikan
suhu. Seringkali crosslinking ini dilakukan dengan menambahkan atom atau
molekul lain yang mempunyai ikatan kovalen, seperti pada vulkanisasi karet
pada proses pembuatan ban.

4. Network Polymers
Apabila monomer yang mempunyai 3 gugus fungsional maka polimer yang
terjadi akan berstruktur network. Polimer ini mempunyai sifat mekanis dan
termal yang sangat khas.

Diktat Kuliah Material Teknik 77


Konfigurasi Molekul
Sebelum membahas lebih lanjut tentang isomerisasi akan lebih mudah apabila
kita mengenal konsep head dan tail. Huruf R mewakili atom atau molekul selain
hidrogen.
Stereoisomerism merupakan suatu kondisi dimana atom-atom akan terhubung
dengan urutan yang berbeda. Stereoisomerism dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Isotactic
Gugus R berada pada sisi yang sama

2. Syndiotactic
Gugus R berada pada sisi yang berseberangan dengan urutan yang tertentu

3. Atactic
Gugus R letaknya tidak beraturan

Isomer Geometri
Sebagai contoh kita ambil molekul isoprene. Posisi gugus CH3 dan atom H berada
pada sisi yang sama sehingga disebut cis-isoprene atau lebih dikenal dengan
karet alam.

Diktat Kuliah Material Teknik 78


CIS TRANS
Apabila posisi gugus CH3 dan atom H berada pada sisi yang berlainan maka
disebut trans-isoprene atau dikenal dengan gutta percha, yang memiliki sifat
sangat berbeda dengan karet alam. Transformasi dari cis ke trans dan
sebaliknya tidaklah mudah karena sturktur atom yang sangat kaku.

Secara umum dapat dikatakan sifat polimer ditentukan oleh beberapa faktor :
• Ukuran molekul, karena akan menentukan berat molekulnya
• Bentuk molekul, menentukan terdapat koil, bengkokan, simpul
• Struktur molekul
• Isomerisasi molekul

Copolymer
Untuk memperoleh sifat polimer yang baik kadang-kadang kita polimer dibuat
dari dua atau lebih monomer yang berbeda. Beerdasarkan struktur molekulnya
copolymer dibedakan menjadi 4 yaitu :
1. Random copolymer, contoh : ban mobil SBR (styrene-butadiene rubber)

2. Alternating copolymer

3. Block copolymer

4. Graft copolymer

POLYMER CRYSTALLINITY
Seperti pada struktur kristal polimer crystallinity mempunyai arti sebagai
bentuk yang berulang, tetapi lebih kompleks. Struktur molekul polimer sendiri
tidak pernah berbentuk kristal sempurna, tetapi hanya sebagian saja yang
berbentuk kristal (semicrystalline) yang terletak dalam susunan molekul yang
amorf. Degree of crystallinity dapat dihitung dengan rumus :
c( s − a)
%crystallin ity = x100 %
s( c − a)
dimana :
c : densitas polimer yang berstruktur kristal
a : densitas polimer yang berstruktur amorf

Diktat Kuliah Material Teknik 79


s : densitas polimer yang berstruktur spesimen
Degree of crystallinity tergantung pada kecepatan pendinginan pada saat
solidifikasi

Pada linear polymer kristalisasi lebih mudah terjadi dibandingkan dengan


branched polymer karena tidak ada cabang yang membuat proses pertumbuhan
kristal menjadi sulit. Network polymer cenderung untuk menjadi amorf. Jika
dilihat dari stereoisomernya atactic sangat sulit menjadi kristal, sedangkan
isotactic dan syndiotactic jauh lebih mudah mengkristal karena struktur
molekulnya.

KRISTAL POLIMER
Ada dua teori yang menjelaskan tentang pembentukan struktur kristal pada
polimer.
Fringed-micelle model
Model ini menggambarkan kristal polimer tersusun dari kristal-kristal kecil yang
mempunyai arah tertentu dan disebut micelle. Micelle-micelle tersebut
tersimpan di dalam matrix yang bersifat amorf .

Chained Folded Model


Berdasarkan penelitian polimer single kristal yang tumbuh dari larutan
mempunyai bentuk yang reguler, panjangnya 10 m dan tebalnya 10-20 nm.
Biasanya kristal ini beebentuk multilayer dan berlekuk-lekuk.

Diktat Kuliah Material Teknik 80


LATIHAN 8

1. Beda termoset dengan termoplast


2. Jelaskan dengan singkat tapi jelas
a. Jenis-jenis bahan aditif dan fungsinya pada polimer
b. Perbedaan sifat termoplas dan termoset jika dikaitkan dengan titik
lebur bahan polimer
c. Mekanisme reaksi polimerisasi bahan tetrafluoro etilen (teflon) dari
tahap awal sampai akhir

Diktat Kuliah Material Teknik 81


BAB 9
KOMPOSIT

Material yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari mengalami


perkembangan yang pesat. Setelah metal dan polimer dirasa kurang dapat
memenuhi kebutuhan yang ada maka dikembangkan material baru yang disebut
komposit. Komposit sendiri dibuat untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih
baik dari suatu material, contohnya untuk bodi mobil. Bodi mobil yang ideal
bersifat ringan, kuat , tahan korosi dan tahan benturan. Untuk itu para ahli
berusaha mengkombinasikan beberapa material yang mempunyai kriteria
tersebut untuk memperoleh satu material baru yang mempunyai sifat gabungan
dari beberapa material yang dicampur. Saat kita membicarakan komposit kita
akan membayangkan material yang terdiri dari banyak fasa dengan proporsi
yang tepat. Sebenarnya logam paduan (alloy), keramik dan beberapa polimer
termasuk dalam komposit, tetapi karena luasnya bidang bahasan maka ketiga
bahan tersebut dibahas dalam bagian tersendiri.
Komposit terdiri dari dua bagian (fasa) yaitu :
1. Fasa matriks (matrix phase), yang dapat dianalogikan dengan solven dalam
larutan. Matriks merupakan material yang bersifat kontinu dan akan
“membungkus” material lain di dalam komposit
2. Fasa terdispersi (disphersed phase), dapat dianalogikan dengan solut dalam
larutan.
Sifat komposit sangat dipengaruhi komposisi fasa penyusunnya, sifat komponen
penyusunnya dan faktor geometri fasa terdispersinya. Faktor geometri ini
meliputi bentuk partikel, ukuran partikel, distribusi dan arahnya seperti
terlihat pada gambar berikut :

Diktat Kuliah Material Teknik 82


Faktor Geometri Visualisasi
Konsentrasi

Ukuran

Bentuk

Distribusi

Arah

Komposit dapat diklasifikasikan seperti pada bagan berikut

PARTICLE REINFORCED COMPOSITES


Komposit jenis ini mempunyai partikel yang berfungsi sebagai solut yang akan
memperkuat sifat kompositnya. Large particle composites menunjukkan ukuran
partikel yang relatif besar, partikelnya bersifat lebih keras dan lebih kaku
dibanding dengan matriksnya. Apabila komposit ini dibebani maka matriksnya
akan mentransfer beban tersebut kepada partikel sehingga matriks tidak akan
pecah. Kekuatan matriks akan meningkat karena adanya partikel di dalam

Diktat Kuliah Material Teknik 83


komposit, kekuatan ini tergantung pada daya ikat antara permukaan partikel
dan matriksnya.
Large Particle Composite
Bentuk geometri partikel dapat berbeda-beda tetapi sebaiknya ukurannya
relatif sama. Untuk memperoleh efek penguatan yang baik maka partikel harus
berukuran kecil dan terdistribusi secara merata di seluruh matriksnya. Apabila
fraksi volume partikelnya semakin besar maka sifat mekanisnya juga akan
meningkat.
Grafik di bawah menggambarkan hubungan antara pengaruh konsentrasi
Tungsten (partikel) di dalam tembaga (matriks) terhadap modulus elastisitas
bahan.

Dari grafik tersebut terlihat nilai modulus elastisitas komposit pada konsentrasi
tungsten yang berbeda selalu terletak di antara garis upper bound dan lower
bound.
Garis upper bound mempunyai persamaan :
Ec = EmVm + EpVp
Garis lower bound mempunyai persamaan :
EmEp
Ec =
VmEp + VpEm
dimana :
Ec : modulus elastisitas komposit
Ep : modulus elastisitas partikel
Em : modulus elastisitas matriks
Vm : fraksi volume matriks
Vp : fraksi volume partikel
Partikel yang besar ini biasanya dipakai untuk membuat kompsit dari polimer,
keramik dan logam. Contohnya : cermets (komposit keramik metal), merupakan
partikel WC (tungsten carbide) atau TiC (titanium carbide) yang dicampurkan
ke dalam logam Cobalt atau Nikel. Cermets sering dipakai untuk alat pemotong
baja.
Elastomer dan plastik sering diperkuat oleh partikel lain, misalnya karet
deperkuat oleh carbon black. Carbon black dapat meningkatkan kekuatan
tensile strength, toughness dan ketahanan terhadap abrasi. Ban mobil
mengandung carbon black dengan fraksi volume 15-30%, ukuran carbon black
20-50 nm dan harus terdistribusi secara merata dan mempunyai gaya ikat yang
kuat dengan karet.
Beton merupakan contoh lain dari particle reinforced composites.

Diktat Kuliah Material Teknik 84


Dispersion-strengthened composites mempunyai ukuran partikel yang kecil
dengan diameter 0,01 – 0,1 m. Interaksi antara matriks dan partikel yang
memberikan sifat baik terjadi pada skala molekuler. Matriks akan menanggung
beban sedangkan dispersed particle akan mencegah terjadinya dislokasi.
Deformasi plastis dan yiels strengthnya menjadi terbatas tetapi kekerasannya
akan meningkat.
Logam atau alloy dapat meningkat kekerasan dan kekuatannya karena adanya
partikel kecil yang relatif inert dan sangat keras. Partikel ini dapat berupa
metal, non metal, atau yang paling sering dipakai adalah bentuk oksidanya.
Contohnya:
• TD Nickel, nickel alloy yang tahan suhu tinggi dikuatkan dengan 35 volume
ThO2.
• SAP (Sintered Alumunium Powder), alumunium yang diperkuat oleh Al 2O3

FIBER REINFORCED COMPOSITES


Fiber reinforced composites merupakan jenis komposit yang paling banyak
dipakai saat ini karena sifatnya yang kuat tetapi ringan. Ada dua parameter
penting yaitu :
• Specific strength : rasio antara tensile strength terhadap specific gravity
• Specific modulus : rasio antara modulus elastisitas terhadap specific gravity
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap komposit jenis ini yaitu:
1. Panjang fiber
Seperti telah dibahas di atas apabila komposit dibebani maka beban
tersebut akan disalurkan ke fiber oleh matriksnya seperti terlihat pada
gambar berikut.

Ada satu parameter penting yang disebut dengan panjang kritis serat
(critical fiber length, lc) yang besarnya tergantung pada diameter serat (d),
ultimate tensile strength (f) shear yield strength matrix (c) :
f * d
lc =
c
Nilai lc untuk serat gelas (fiber glass) dan serat carbon kurang lebih 1mm
(kurang lebih 20 – 150 kali diameter serat).
Ada tiga kondisi yang mungkin terjadi :
a. Jika panjang serat = panjang kritis lc dan nilai stres = f, beban
maksimum yang ditanggung serat terletak tepat di tengah-tengah serat
(arah aksial)

Diktat Kuliah Material Teknik 85


b. Jika panjang serat lebih besar dari panjang kritis lc dan nilai stres sama
dengan f, efek penguatan fiber menjadi lebih efektif

c. Jika panjang serat lebih kecil dari panjang kritis lc

Berdasarkan panjang seratnya fiber reinforced composites dibedakan


menjadi 2 yaitu :
Continuos, jika panjang serat l>>lc (biasanya l > 15 lc)
Discontinuos, jika panjang serat lebih kecil dari panjang kritis lc
Untuk memperoleh efek penguatan yang bagus maka dipakai jenis serat yang
continuos.

Diktat Kuliah Material Teknik 86


2. Arah (orientasi) serat
a. Continuos and aligned fiber composites
Sifat komposit yang arah seratnya teratur sangat anisotropic, tergantung
posisi pengukuran.
Longitudinal
Direction

Transverse
Direction

Berdasarkan arah stres terhadap seratnya maka komposit ini dibedakan


menjadi 2 golongan lagi :
• Beban Longitudinal
Arah gaya searah dengan arah serat. Jika diasumsi gaya ikat antara
serat dan matriks sangat kuat sehingga jika komposit dibebani maka
regangan yang dialami oleh matriks sama dengan regangan yang
dialami oleh serat (isostrain, c = m = f )
Fc = Fm + Ff
c Ac = m Am + f Af
Am Af
 C AC =  m + f
Ac Ac
c Ac = m Vm + f Vf
c m f
= Vm + Vf
c m f
Ec = EmVm + EpVp
• Beban Transversal
Arah gaya tegak lurus pada arah serat. Dengan asumsi yang sama, jika
komposit dikenai beban maka akan terjadi kondisi (isostress, c = m
= f =  )

Diktat Kuliah Material Teknik 87


c = m Vm + f Vf
  
= Vm + Vf
Ec Em Ef
1 Vm V f
= +
Ec E m E f

b. Discontinuos and aligned fiber composites


Efektifitas serat discontinuous lebih rendah dibanding serat continuous.
Modulus elastisitas dan tensile strengthnya sebesar 90% dan 50% dari
continuous fiber.

Untuk discontinuous and aligned fiber composites yang mempunyai


distribusi fiber uniform besarnya tensile strength :
 lc 
(TS ) c = (TS ) f V f 1 −  + (TS )' m (1 − V f )
 2l 
dimana :
(TS)f : tegangan patah (fracture strength) serat
(TS)’m : tegangan matriks saat komposit patah
Jika panjang serat lebih kecil dari panjang kritisnay (l<lc) maka besarnya
longitudinal strength :
l
(TS ) c = c V f + (TS )' m (1 − V f )
d
dimana :
d : diameter serat

c. Discontinuos and randomly oriented fiber composites

Komposit jenis ini mempunyai efek penguatan yang mengikuti persamaan:


Ef = KEfVf + EmVm
Dimana K merupakan fiber efficiency parameter yang nilainya tergantung
pada Vf dan rasio Ef/Em, biasanya bernilai 0,1 – 0,6. Tabel berikut
menyatakan pengaruh jumlah serat dalam policarbonate terhadap sifat
mekanis bahan :

Diktat Kuliah Material Teknik 88


Secara umum dapat disimpulkan komposit yang diperkuat oleh serat yang
bersifat anisotropic akan mempunyai efek penguatan yang maksimum
apabila arah gaya yang diberikan bersifat longitudinal. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat perbandingan pada tabel berikut :

Komposit disusun oleh matriks dan serat.


Fiber phase
Dalam fasa bulknya serat bersifat rapuh (brittle) tetapi pada fasa fiber serat
akan menjadi jauh lebih kuat. Hal ini terjadi karena adanya penurunan
specific volume serat. Berdasarkan diameter dan karakternya serat
digolongkan menjadi 3 yaitu:
a. Whiskers, berupa kristal tunggal yang sangat tipis, rasio panjang terhadap
diameter (L/D) besar. Karena ukurannya yang kecil whiskers nyaris tanpa
cacat dan sangat kuat, tetapi harganya mahal sehingga jarang dipakai.
b. Fibers, dapat berupa material polycrystalline maupun amorf dengan diamter
yang kecil. Biasanya berupa polimer dan keramik.
c. Wires, berupa kawat dengan diameter yang relatif besar.

Tabel berikut menunjukkan beberapa material yang termasuk whiskers, fibers


dan wires

Diktat Kuliah Material Teknik 89


Berikut merupakan beberapa cara pembuatan fiber reinforced composites
dalam industri :
1. Pultrusion

Diktat Kuliah Material Teknik 90


2. Prepreg Production Process

3. Filament Winding

LATIHAN 9
1. Diketahui suatu komposit ABCD tersusun atas 4 unsur A, B, C, D dengan
perbandingan berat penyusun 1 : 2 : 3 : 4
a. Hitunglah densitas campuran (m)
b. Konduktivitas campuran jika serat disusun pararel (km)
c. Modulus Elastisitas jika serat disusun seri (Em)
d. Jika mau dibuat komposit dengan m = 3,5 g/cm3 , dua bahan apa yang harus
dicampur dan berapa perbandingan beratnya?
Bahan , g/cm3 k, ( m) -1 E, N/m2
A 6 1000 10.000
B 5 800 20.000
C 4 500 25.000
C 2 200 30.000

Diktat Kuliah Material Teknik 91

Anda mungkin juga menyukai