MATERIAL
TEKNIK
BAJU BAWONO
Untuk kalangan sendiri
Program Studi Teknik Industri,Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Penilaian
1. UTS : 30
2. UAS : 30
3. Kuis/PR : 20
4. Tugas Paper : 20
REFERENSI
1. Calister., W.D. , 2018, Material Science and Engineering : An
Introduction, 10th ed, John Wiley and Sons, New York (e book)
2. Groover, M.P. 2012, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials,
Processes, and Systems, New York
3. Smith, W. F, 2019, Foundations of Materials Science and Engineering
Sejak zaman purba (zaman batu) manusia sudah mulai memakai material
sebagai alat bantu untuk melakukan suatu jenis pekerjaan. Pada saat itu
manusia mengenal batu, tanah lempung, kayu yang dibentuk sesuai dengan alat
bantu yang diinginkan. Dalam perkembangannya manusia kemudian mengenal
logam untuk keperluan tertentu. Pengetahuan manusia tentang material
berkembang terus sampai saat ini, sehingga ditemukan jenis-jenis material baru
yang mempunyai sifat yang sangat baik seperti polimer, komposit, semi
konduktor, dan sebagainya.
Pengetahuan manusia tentang material berkembang dengan pesat
sehingga muncul disiplin ilmu baru yang dikenal dengan materials science dan
materials engineering. Material science berkonsentrasi pengembangan jenis
material yang baru, hubungan antara struktur dan sifat material. Material
engineering lebih berkonsentrasi pada aplikasi penggunaan material dalam
kehidupan sehari-hari.
Struktur material berhubungan dengan susunan komponen yang
menyusun material, dimulai dari elektron, proton, netron yang menyusun atom.
Atom-atom akan membentuk molekul, kumpulan molekul-molekul nantinya
akan membentuk struktur mikro dan akhirnya akan terbenuk material yang
bersifat makroskopis. Sifat material yang penting dapat digolongkan menjadi 6
kategori, yaitu :
1. Sifat mekanik (deformasi, modulus elastisitas, tegangan)
2. Sifat elektrik (konduktivitas listrik, konstanta dielektrik)
3. Sifat panas (konduktivitas panas, kapasitas panas)
4. Sifat magnetik (respon material terhadap medan magnet)
5. Sifat optik (elektromagnetik, indeks refraksi, reflektivitas)
6. Sifat kimia (reaktivitas terhadap bahan kimia)
Dalam mata kuliah Material Teknik yang akan dipelajari adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan material padat dan sifat-sifatnya walaupun hanya
sebagai suatu pengantar saja. Material Teknik adalah bidang ilmu yang
mempelajari rekayasa material (Material Engineering) yang bertujuan untuk
mendapatkan material dengan sifat sifat fisis dan kimia sesuai tujuan yang
diinginkan. Sedangkan Imu Material (Material Science) adalah bidang ilmu untuk
menpelajarai karakteristik material
Mengapa seorang sarjana teknik harus tahu mengenai material dan
sifatnya? Jawabannya sangat sederhana, karena dalam melakukan perancangan
alat sarjana teknik harus dapat memilih jenis material yang tepat dan
ekonomis. Sebelum melakukan pemilihan seorang perancang tentunya harus
tahu sifat (karakeristik) material yang akan dipakai, kesalahan dalam pemilihan
maerial akan berakibat sangat fatal terhadap reliabilitas produk.
Dalam perkembangan materials science and engineering, material pada
diklasifikasikan menjadi 5 golongan besar :
1. Metal (logam)
LATIHAN 1
3. Ikatan logam
Ikatan logam membuat atom-atom logam mempunyai kedudukan yang
teratur satu dengan yang lainnya pada jarak yang sama, sementara elektron
valensinya akan berada di sekeliling inti atom (ion cores) dan berikatan
secara lemah dengan inti atomnya. Sering dikatakan inti atom logam berada
dalam lautan elektron (sea of valence electron). Elektron valensi ini sangat
mudah bergerak dengan adanya sedikit saja driving force, sehingga logam
bersifat sebagai konduktor panas dan listrik yang baik. Lautan elektron ini
juga seolah-olah berlaku sebagai pengikat yang dapat membuat inti atom
tetap berada pada posisinya.
Beberapa contoh material yang mempunyai ikatan logam misalnya :
Tabel 2.3 Energi Ikatan dan Titik Lebur Logam
Material Energi ikat Titik lebur, oC
KJ/mol eV/atom
Alumunium 324 3,4 660
Besi 406 4,2 1538
Tungsten 849 8,8 3410
STRUKTUR KRISTAL
Di atas telah dijelaskan apabila gaya tarik antar atom menguat maka atom-
atom akan cenderung untuk saling mendekatkan diri, kedekatan itu menjadi
jelas terlihat dalam material padat. Sebagai pendekatan biasanya atom
digambarkan sebagai sebuah bola pejal yang tersusun menurut orientasi
arah tertentu secara tiga dimensi. Susunan atom yang teratur selalu akan
lebih kompak dibandingkan susunan atom yang tidak teratur. Keteraturan
inilah yang menjadi dasar pemikiran adanya struktur kristal, sehingga
struktur kristal didefinisikan sebagai susunan atom atau molekul secara
teratur dalam suatu ruang.
Susunan atom dalam kristal biasanya dinyatakan dalam pola geometri
tiga dimensi paralelepipedum seperti pada gambar berikut :
Tetra a=b = =
gonal c = 90o
Ortho ab = =
rhombi c = 90o
c
Rhomb a=b= = =
ohedral c 90o
Tricli ab
nic c 90o
Sebelum kita membahas tentang sel satuan ada baiknya kita mengetahui
beberapa parameter penting dalam sel satuan :
1. Bilangan koordinasi
Bilangan koordinasi merupakan bilangan yang menyatakan jumlah atom yang
terdekat (menempel) di sekitar satu atom dalam sel satuan.
2. Atomic Packing Factor (APF)
APF merupakan rasio volume atom terhadap volume sel satuan.
volume atom dalam 1 sel satuan
APF =
volume sel satuan
Ada 3 jenis struktur kristal yang paling banyak dijumpai pada logam
yaitu:
Bilangan koordinasi untuk struktur kristal FCC adalah 12, bilangan koordinasi
ini menyatakan jumlah atom yang terdekat (menempel) pada satu atom
dalam sel satuan.
Atomic Packing Factor (APF) untuk struktur kristal ini sebesar 0,74. Ini
berarti dalam satu sel satuan (kubus) hanya 74% nya saja yang terisi oleh
atom (pejal), sisanya 26% merupakan ruang kosong.
Atomic Packing Factor (APF) untuk struktur kristal ini sebesar 0,68. Ini
berarti dalam satu sel satuan (kubus) hanya 68%nya saja yang terisi oleh
atom (pejal), sisanya 32% merupakan ruang kosong.
Beberapa logam yang memiliki struktur kristal BCC pada suhu kamar adalah
besi, chrom, tungsten dan molibdenum.
a
Lc merupakan panjang garis yang “ditempati” oleh atom, sedangkan Ll
merupakan panjang garis yang dimaksud dalam indeks arah kristal, sehingga
Proses pertumbuhan kristal pada saat solidofikasi dapat dilihat pada gambar di
atas. Mula-mula kristal terbentuk secara acak di berbagai posisi, kemudian
kristal itu akan membesar selama proses solidifikasi karena atom-atom yang
berdekatan menempel pada kristal-kristal yang ada. Orientasi arah kristal tidak
sama antara kristal yang satu dengan yang lain. Setelah proses solidifikasi
selesai maka akan terbentuk kristal-kristal besar yang saling bertumpukan, di
antaranya terdapat daerah batas butir (grain boundary). Daerah grain boundary
ini sangat reaktif karena adanya kelebihan energi dalam pada atom-atom yang
Dari contoh di atas terlihat apabila arah kristal yang diambil saat pengukuran
berbeda maka modulus elastisitas yang dihasilkan juga akan berbeda.
Fenomena seperti inilah yang disebut dengan anisotropy. Derajat anisotropy
akan naik seiring dengan turunnya simetri struktur, struktur triclinic bersifat
sangat anisotropy.
Sebaliknya apabila sifat fisis yang diukur tidak bervariasi terhadap arah kristal
maka fenomena ini disebut dengan isotropic. Pada material polycrystalline
orientasi kristal sangat acak sehingga sifat fisis tidak begitu dipengaruhi oleh
arah kristal pada saat pengukuran, jadi material pollycrystalline bersifat
isotropic.
Tembaga mengikuti struktur kristal FCC dan jari-jari atomnya 0,128 nm.
Tembaga mempunyai struktur kristal FCC, jadi dalam 1 sel satuan terdapat 4
atom.
nA 4 * 63,5
= = = 8,89 g/cm3
Vc N a 16 2 *1,28.10 −8 * 6,023 .10 23
POINT DEFECTS
Cacat titik terjadi karena adanya atom yang hilang dalam struktur kristal.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang point defects perlu dikenal adanya
istilah solid solution. Pengertian solid solution sama dengan pengertian
larutan dalam Kimia (campuran yang homogen), di sini juga dikenal istilah
solven (matriks) yang merupakan komponen terbesar penyusun material,
sedangkan solute (impurities) merupakan atom pengotornya. Atom pengotor
dapat bersifat substitutional dan interstitial.
Atom pengotor yang bersifat substitutional akan menggantikan atom
solventnya (matriks/host atom). Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
supaya atom pengotor dapat menggantikan atom matriksnya, syarat ini
dikenal dengan Aturan Hume-Rothery :
Pada interstitial solid solution, atom pengotor akan mengisi ruang kosong
yang terdapat di antara atom-atom matriks. Untuk material logam yang
mempunyai APF besar interstitial hanya dapat terjadi pada konsentrasi yang
kecil (kurang dari 10%). Atom pengotor yang bersifat interstitial harus
berukuran lebih kecil dibanding atom matriksnya, tetapi kadang kala
ukurannya dapat sedikit lebih besar dengan konsekuensi akan terjadi
regangan (desakan) pada atom-atom di sekitarnya. Contoh untuk sistem ini
adalah adanya karbon di dalam besi baja. Diameter karbon hanya 0,071 nm
sedangkan besi 0,124 nm, konsentrasi karbon yang dapat larut dalam besi
maksimum hanya 2%.
dengan :
Nv : jumlah defect pada saat kesetimbangan pada suhu T
N : jumlah atom per mol
ΔQd : energi aktivasi (energi vibrasi yang diperlukan untuk membentuk
sebuah vacancy)
T : suhu absolut, K
k : konstanta Stefan Boltzmann, 1,38.10 -23 J/atom.K atau 8,62.10-5
eV/atom.K
Untuk kebanyakan logam besarnya rasio Nv/N pada suhu sedikit di bawah titik
leburnya sebesar 10-4.
Self interstitial akan terjadi jika ada satu atom dalam struktur kristal
yang menempati sela-sela atom yang seharusnya tidak terisi oleh atom. Self
interstitial jarang dijumpai pada unsur murni karena ukuran atom yang sama
membuat self interstitial jarang terjadi (dapat terjadi tetapi pada konsentrasi
yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan vacancy).
Cacat titik yang terjadi pada kristal logam murni dapat berupa adanya
atom pengotor (impurity), hilangnya satu atom matriks atau adanya satu atom
matriks di posisi yang salah. Gambar di bawah menjelaskan cacat pada logam
murni.
Atom pengotor yang menempati tempat atom matriks disebut
substitutional impurity atom, apabila atom pengotor itu menempati sela-sela
di antara atom matriks disebut interstitial impurity atom.
LINE DEFECTS
Cacat garis (line defects/dislokasi) berarti ketidaksempurnaan dalam struktur
kristal dimana terdapat satu baris atom yang mempunyai struktur yang berbeda
dengan kristal di sekelilingnya. Dislokasi merupakan tepi dari bidang yang
tersisipkan di antara atom-atom. Line defects tergolong cacat extrinsic karena
terjadi bukan karena proses fisika (termodinamika), tetapi karena kondisi
proses selama material dibuat dan karena adanya gaya mekanis yang dikenakan
pada material. Line defects ini selalu ada pada sebuah kristal, untuk jenis
material tertentu dijumpai 5 line defects setiap 10 8 atom. Line defects
mempunyai efek yang sangat dramatis terhadap sifat mekanis logam dan
keramik.
Berikut akan kita bahas pengaruh line defects terhadap sifat-sifat material :
1. Deformasi plastis logam
Ada dua jenis deformasi yang dapat terjadi pada logam, yaitu dislokasi
elastis
Kisi kristal yang mengalami dislokasi tetap nampak sempurna tetapi cacat hanya
akan nampak pada sekitar tepi dislokasi. Contohnya : pada positive edge
dislocation, adanya slip plane menyebabkan atom-atom yang berada di atasnya
mengalami kompresi (penekanan), sedangkan atom-atom yang berada di bagian
bawah mengalami peregangan.
INTERFACIAL IMPERFECTIONS
Selain line defects jenis cacat lain yang dijumpai adalah interfacial/planar
imperfections. Dalam material padat planar imperfections dapat digolongkan
menjadi 4 yaitu :
1. Batas (interface) antara solid dan gas yang dikenal dengan free surfaces
2. Batas antara dua daerah-daerah yang mengalami perubahan struktur listrik
sementara susunan atomnya tetap, dikenal dengan domain boundaries
Free Surfaces
Setiap material padat mempunyai ukuran yang tertentu sehingga selalu
mempunyai free surface. Susunan atom-atom pada bagian permukaan
sedikit berbeda dengan atom-atom yang berada di bagian dalam karena
atom-atom di permukaan tidak mempunyai “pasangan” di satu sisi. Biasanya
atom-atom di permukaan mempunyai struktur kristal yang sama tetapi
lattice parameternya sedikit lebih besar.
Aspek yang terpenting pada free surface adalah surface energy ( ), yang
didefinisikan sebagai kenaikan energi per satuan luas permukaan baru yang
terbentuk. Energi ini muncul karena untuk membawa atom dari bagian dalam k
permukaan diperlukan energi untuk memutuskan ikatan dengan atom-atom
tetangganya sehingga terjadi kenaikan energi. Pada material yang bersifat
kristal surface energy tergantung pada arah kristal permukaan. Permukaan yang
APFnya paling besar akan mempunyai surface energi yang paling kecil karena
atom-atom pada permukaan harus memutuskan lebih banyak ikatan. Harga
surface energy untuk padatan berkisar antara 0,1 – 1 J/m2. Secara umum dapat
dikatakan bahwa semakin kuat ikatan yang ada dalam kristal maka surface
energy-nya juga akan semakin besar. Surface energy dapat direduksi apabila
ada atom atau molekul asing yang menempel pada permukaan. Adanya
atom/molekul asing (impurities) ini akan membuat sifat permukaan berubah
(seperti emisi elektron, kecepatan evaporasi dan kecepatan reaksi kimia),
tetapi kenyataannya hal itu tidak dapat dihindari karena sangat tidak mungkin
untuk selalu melindungi permukaan supaya tetap bersih dari pengotor.
Grain Boundaries
Grain boundaries akan memisahkan daerah yang mempunyai arah kristal
berbeda. Contohnya, pada daerah batas yang terbentuk dari 2 buah dislokasi.
Sudut yang terbentuk biasanya kurang dari 10 o. Grain boundaries mempunyai
interfacial energy karena adanya gangguan pada susunan atom dan putusnya
ikatan yang terjadi pada daerah batas. Interfacial energy biasanya lebih kecil
dibandingkan dengan surface energy karena atom-atom di grain boundaries
hanya mempunyai sedikit ikatan yang terputus.
Padatan yang mempunyai grain boundaries biasanya bersifat polycrystalline
karena jika dilihat dari strukturnya memang terdiri dari banyak kristal yang
masing-masing mempunyai arah kristal yang berbeda. Grain boundaries ini akan
nampak jelas (jika dilihat dengan mikroskop) setelah mengalami pengetsaan.
Phase Boundaries
Fasa (phase) didefinisikan dengan bagian material yang homogen yang
mempunyai sifat fisis dan kimia yang sama. Fasa dapat berupa substitutional
atau interstitial solid solution, alloy, campuran yang amorf atau unsur murni.
Dalam fasa padat material dapat bersifat single crystal atau polycrystalline.
Padatan yang terbentuk dari lebih dari satu unsur biasanya terdiri dari beberapa
fasa yang berbeda, contohnya : bor gigi, merupakan campuran sedikit single
crystal tungsten carbide (solute) yang dikelilingi oleh cobalt (solven). Kedua
unsur ini dicampurkan dengan tujuan untuk memperoleh sifat baru yang
diunggulkan. Bor harus mempunyai kemampuan abrasif yang baik (adanya
carbide), keras dan mempunyai impact resistance yang baik (cobalt).
LATIHAN 3
Segala sesuatu yang ada di alam akan selalu mencari kondisi yang paling
stabil atau seimbang. Air yang mendidih apabila didiamkan lama kelamaan
suhunya akan turun sampai sama dengan suhu ruangan, di sini terjadi proses
perpindahan panas (heat transfer). Air yang berada di tempat yang tinggi juga
akan bergerak menuju tempat yang rendah karena adanya gravitasi, air
mengalir karena adanya perbedaan ketinggian. Pada dua peristiwa tersebut
yang menyebabkan terjadinya perpindahan adalah perbedaan temperatur dan
perbedaan ketinggian, faktor penyebab terjadinya perpindahan disebut driving
force.
Pada saat sistem berada dalam keadaan setimbang tidak terjadi
pergerakan atom sehingga dapat dikatakan sistem tidak melakukan kerja, atau
secara termodinamika dikatakan tidak terjadi perubahan energi bebas (karena
hanya energi bebas yang dapat dikonversikan menjadi kerja, sedangkan energi
ikat tidak dapat dikonversikan menjadi kerja). Sebenarnya setiap sistem
mempunyai energi internal yang merupakan kombinasi dari energi ikat kimiawi,
energi panas dan energi regangan elastis. Energi bebas (G) sendiri merupakan
fungsi dari energi internal dan entropi sistem (S). Pada saat sistem berada
dalam kesetimbangan nilai energi sama dengan nol pada suhu, tekanan dan
komposisi yang tertentu. Sistem dapat berubah secara spontan apabila besarnya
perubahan energi bebas (G < 0), dapat dikatakan bahwa G inilah yang
menjadi driving forcenya.
Selain energi, massa juga dapat berpindah. Proses perpindahan massa
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah disebut difusi. Pada proses difusi
ini yang menjadi driving force adalah perbedaan (gradien) konsentrasi.
Saat material keluar dari keadaan setimbang dan berubah secara spontan
akan terdapat pergerakan atom dari satu tempat ke tempat lain. Atom-atom
yang berada pada material padat tidaklah diam tetapi selalu bervibrasi di
tempatnya. Apabila di sekitarnya terdapat ruang kosong dan atom itu
mempunyai cukup energi untuk memutuskan ikatan dengan tetangganya maka
atom itu akan berpindah menempati ruang kosong tersebut.
Pada material padat difusi dapat dibedakan menjadi yaitu :
1. Interdifusi (Interdiffusion), difusi yang terjadi pada saat ada dua material
yang saling berkontak.
2. Difusi yang terjadi secara internal pada satu material. Difusi jenis ini
dibedakan menjadi dua yaitu impurity diffusion (difusi atom-atom pengotor
dalam matriks/host materialnya)dan self-diffusion (difusi atom-atom
matriksnya sendiri)
Berdasarkan ukuran atom yang berdifusi maka difusi diapat dibagi menjadi 2
golongan yaitu :
1. Difusi Vacancy
Jika terdapat ruang kosong (vacancy) dalam struktur kristal, atom dapat
berpindah menempati ruang tersebut. Energi yang diperlukan atom untuk
berpindah cukup besar, karena selain digunakan untuk memutuskan
ikatannya, atom juga harus mampu “mendesak” atom-atom yang berada di
sekitar ruang kosong tersebut. Difusi ini biasanya terjadi apabila ukuran
atom yang berpindah sama dengan ukuran atom yang lainnya. Sesuai dengan
hukum Arhenius, apabila suhu dinaikkan maka difusi vacancy juga akan
semakin mudah terjadi. Self diffusion dan impurity diffusion termasuk dalam
golongan ini. Contoh yang sering dijumpai adalah difusi atom Zn atau Cu di
dalam kuningan.
2. Difusi Interstitial
Difusi interstitial terjadi apabila atom berpindah di antara kisi-kisi atom
host material yang berdekatan. Biasanya atom yang berdifusi diameternya
jauh lebih kecil, sehingga difusi ini relatif lebih mudah terjadi. Contohnya
: difusi atom C dan N di dalam besi.
Apabila fluks difusi ini tidak berubah terhadap waktu maka proses difusi sudah
berada dalam keadaan steady state. Kenyataan yang ada di alam proses difusi
selalu bervariasi terhadap waktu, di sini dikatakan bahwa difusi berlangsung
secara non steady state. Pengaruh waktu terhadap konsentrasi dapat dilihat
pada gambar berikut :
Profil konsentrasi terhadap posisi pada difusi non steady state dapat dilihat
pada gambar berikut :
Persamaan ini berlaku untuk sistem yang konsentrasi solute pada bidang
batasnya dijaga tetap (contoh pada proses karburasi, yaitu pemasukan atom C
ke dalam besi), semakin lama waktu yang diberikan maka jumlah zat yang
berdifusi juga semakin banyak (terlihat pada grafik di atas).
Ada beberapa faltor yang mempengaruhi difusi yaitu :
1. Konsentrasi dan struktur bulk
Yang dimaksud dengan bulk adalah media tempat terjadinya difusi (host
materialnya). Konsentrasi solut di dalam solven sangat berpengaruh
terhadap kecepatan difusi. Semakin besar gradien konsentrasinya maka
proses difusi juga akan berlangsung semakin cepat. Struktu bulk juga
berpengaruh, contohnya proses difusi di dalam ferrite lebih lambat
dibandingkan dalam austenite (pada suhu yang sama).
2. Temperatur
Semakin tinggi temperatur sistem maka proses difusi juga berlangsung
semakin cepat, pengaruh temperatur terhadap difusivitas dinyatakan
sebagai :
D = Do exp(−Q / RT )
Latihan 4
1. Jelaskan arti difufusi dan 3 contoh proses difusi
2. Jelaskan dua penerapan difusi untuk perbaikan material
−Q
3. Suatu proses difusi C pada Fe mengikuti fungsi D = D0.e R.T . Diketahui
Tabel hubungan Diffusivitas serta Suhu seperti di bawah ini
Suhu , oC Diffusivitas, Hitunglah
m2/s
a. Tetapan (-Q/R), Q (kal/mol) dan D0 (m2/s)
500 3 10-6 b. Hitunglah Difusivitas (D) pada suhu 8000C
900 6 10-6 Diketahui : R= 1,987 kal/mol.K
Khusus untuk shear, sebenarnya pada saat pembebanan lebih banyak yang
bersifat torsional daripada yang benar-benar shear.
TENSION TESTS
Uji tarik sering digunakan untuk menentukan sifat mekanik material yang
diperlukan di dalam desain. Sebuah spesimen diberikan beban yang berubah
secara perlahan-lahan dan bersifat aksial (tegak lurus terhadap luas
penampang). Gambar spesimen standar dapat dilihat pada gambar berikut :
COMPRESSION TESTS
Compression test dilakukan dengan cara yang hampir sama dengan
tension test, hanya saja spesimen tidak ditarik melainkan ditekan. Sebagai
perjanjian gaya tekan (compressive stress) dan compressive strain diberi nilai
negatif. Compresion test jarang digunakan kecuali untuk material yang bersifat
rapuh (brittle).
DEFORMASI ELASTIS
Sebagian besar logam apabila dibebani akan mengalami peregangan, kedua
variabel tersebut dihubungkan dengan persamaan :
E=
dimana : E : modulus Young atau modulus elastisitas (psi,MPa)
Deformasi yang terjadi pada saat stress dan strain bersifat proporsional disebut
dengan deformasi elastis, apabila digambarkan dalam grafik akan diperoleh
garis lurus. Modulus elastisitas merupakan slope (kemiringan) garis tersebut.
Ada beberapa material yang tidak mempunyai grafik berupa garis lurus (contoh
: grey cast iron dan beton), modulus elastisitasnya dihitung dengan secant atau
tangent modulusnya seperti terlihat pada gambar berikut :
Untuk shear test dikenal juga parameter yang mirip dengan modulus elastisitas
yang dikenal dengan modulus geser (shear modulus), hubungan antara shear
stress dan strain dapat dinyatakan dengan :
G=
ANELASTISITAS
Dalam pembahasan sebelumnya mekanisme deformasi plastis dan
deformasi elastis diasumsi bahwa waktu tidak berpengaruh terhadap fenomena
tersebut. Apabila material dikenai beban maka seketika itu juga material akan
mengalami peregangan (memasuki daerah deformasi elastis), apabila beban
Pada arah sumbu z akan terjadi peregangan sedangkan pada arah sumbu x dan
sumbu y terjadi kontraksi. Jika dianggap konstraksi arah x dan y sama besar
maka muncul sebuah parameter yang dikenal dengan Poisson’s ratio () :
x y
=− =−
z z
Tanda negatif muncul karena pada arah lateral (sumbu x dan y) terjadi
kontraksi. Secara teoritis Poisson’s ratio untuk material isotropic sebesar 0,25;
sedangkan untuk metal dan alloy berkisar 0,25 – 0,35 (nilai maksimum Poisson’s
ratio 0,50). Modulus elastisitas dan shear modulus dapat dinyatakan sebagai :
E = 2G(1 + )
Untuk logam kebanyakan G nilainya sebesar 0,4E; ini sering dipakai untuk
pendekatan dalam design apabila salah satu data tidak diketahui.
Apabila beban yang diberikan kepada material sudah melampaui daerah
deformasi elastis maka selanjutnya akan masuk daerah deformasi plastis.
TENSILE PROPERTIES
Nilai modulus elastisitas material diperoleh dari percobaan uji tarik. Dari data
akan dapat digambarkan grafik strain (sumbu horisontal) terhadap stress
(sumbu vetikal). Pada awal pembebanan akan dihasilkan plot berupa garis lurus
(deforamasi elastis), seiring dengan bertambahnya beban maka grafik akan
mulai melengkung (masuk ke daerah deformasi elastis).
Material dikatakan rapuh apabila ductility-nya kurang dari 5%. Logam biasanya
mempunyai ductility yang cukup tinggi tetapi biasanya pada suhu rendah logam
bersifat rapuh. Ductility penting dalam design karena :
1. Perancang dapat mengetahui sampai beban berapa material dapat
mengalami deformasi plastis
2. Dapat diketahui batas deformasi yang diijinkan selama fabrikasi
Modulus elastisitas bersifat tidak sensitif terhadap temperatur sedangkan yield
strength dan Ultimate tensile strength akan turun terhadap temperatur,
sementara ductility bersifat sebaliknya.
Resilience (Kekenyalan)
Resilience merupakan kemampuan material menyerap energi saat mengalami
deformasi elastis. Resilience dinyatakan sebagai modulus of resilience (Ur),
artinya strain energi per satuan volme yang diperlukan untuk menekan material
dari kondisi awal (tanpa beban) sampai mencapai titik yield point-nya. Dalam
grafik stress-strain modulus of resilience (psi, Pa) dinyatakan sebagai daerah di
bawah kurva berikut :
Ur = .d
0
apabila daerahnya deformasi elastisnya linier maka persamaan di atas berubah
menjadi :
Ur = 0,5 y y
Material yang dipakai untuk pegas biasanya mempunyai modulus elastisitas yang
rendah dan yield strength-nya tinggi.
TOUGHNESS
Toughness merupakan ukuran tingkat energy yang diserap material sampai
patah. Dalam grafik stress-strain toughness dinyatakan sebagai area di bawah
kurva sampai titik patahnya. Satuan yang dipakai untuk toughness sama dengan
resilience. Material yang bersifat ductile biasanya lebih tough dibandingkan
dengan material yang bersifat rapuh (brittle).
Dari gambar terlihat bahwa material yang bersifat rapuh mempunyai yield
strength dan ultimate tensile strength yang lebih tinggi tetapi tougness-nya
lebih rendah dibandingkan dengan ductile material.
Material n K (Mpa)
Low carbon steel (annealed) 0,26 530
Alloy steel (type 4340, annealed) 0,15 640
Stainless steel (type 304,annealed) 0,45 1275
Alumunium (annealed) 0,20 180
Alumunium alloy (type 2024,heat treated) 0,16 690
Copper (annealed) 0,54 315
Brass (70Cu-30Zn, annealed) 0,49 895
HARDNESS
Hardness merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi karena
adanya abrasi atau indentasi (indentation). Pada awalnya nilai kekerasan
material dinyatakan secara kualitatif dalam skala Mohs (range : 1 (talc) – 10
(intan)). Uji kekerasan secara kuantitatif dilakukan dengan memberikan beban
(indentation) kepada material dengan kecepatan tertentu, kedalaman luka
yang terbentuk diukur dan dikonversikan sebagai nilai kekerasan. Semakin
dalam dan semakin luas luka yang terbentuk maka nilai kekerasannya semakin
kecil (semakin lunak). Yang perlu diperhatikan nilai kekerasan material tidak
bersifat mutlak tetapi relatif.
Dalam melakukan uji kekerasan mungkin akan diperoleh nilai yang berbeda-
beda, untuk mengatasinya maka dipakai nilai kekerasan rata-rata dan standar
deviasinya. Dari beberapa skala uji kekerasan dapat saling dikonversikan
melalui nomograf.
2. Suatu batang besi diuji dengan alat Uji tarik. Panjang besi semula 20 cm. Diameter
besi semula 10 mm, setelah selesai diuji menjadi 8,5 mm. Data-data pengujian
seperti tabel di bawah ini.
patah
a. Gambarlah kurva Regangan ( , cm/cm) vs tegangan (, N/cm2)
b. Hitung besar Modulus Elastisitas (E) pada kondisi regangan linear
c. Hitunglah luluh, max, patah (N/cm2)
d. Hitunglah harga kontraksi ( %AR) dan ductility (%EL)
Pada diagram di atas kita dapat melihat ada 2 garis utama yang disebut solidus
line dan liquidus line. Solidus line membatasi daerah berfasa padat dan daerah
2 fasa, sedangkan liquidus line membatasi daerah fasa cair dan daerah 2 fasa.
Pada daerah fasa padat () terdiri dari campuran Cu-Ni yang homogen yang
mempunyai struktur kristal FCC (ingat aturan Hume-Rotherry!), demikian juga
pada fasa cair (L) dan juga daerah campuran 2 fasa +L. Sistem Cu-Ni ini disebut
dengan sistem isomorphous karena kedua komponen tersebut dapat saling
melarutkan secara sempurna. Dari diagram fasa kita dapat mengetahui
beberapa hal yaitu :
Idealnya proses solidifikasi biasanya dilakukan dalam waktu yang cukup lama
(kecepatan pendinginan yang rendah), dengan tujuan untuk memberikan waktu
yang cukup sehingga dapat terjadi readjustment komposisi fasa melalui proses
difusi. Tetapi kenyataannya pada proses solidifikasi proses difusi tidak dapat
berlangsung optimal (karena waktu yang terlalu singkat dan penurunan suhu
juga menurunkan difusifitas) sehingga terbentuk distribusi komponen yang tidak
uniform, fenomena ini disebut dengan segregation.
Contoh untuik sistem Cu-Ni. Bagian tengah grain terdiri dari komponen yang
mempunyai titik lebur yang tinggi (Ni:1453 oC), semakin ke arah luar maka
konsentrasi komponen yang mempunyai titik lebur yang lebih rendah (Cu:
1084oC) juga semakin meningkat (lihat gambar berikut) :
heating
Reaksi di atas disebut dengan reaksi eutectic, sedangkan sehu 780oC disebut
dengan suhu eutectic.
Fenomena eutectic ini sering dipakai untuk campuran Sn-Pb yang digunakan
untuk solder. Kondisi eutectic untuk campuran ini adalah 183 oC dan 61,9%wt
Sn. Struktur yang terjadi pada kondisi ini disebut dengan struktur eutectic
(eutectic structure), untuk lebih jelasnya dapat dilihat paa gambar berikut :
+
heating
Fenomena eutectoid ini penting sekali dalam pemrosesan besi baja.
Titik P disebut juga invariant point karena pada titik tersebut terjadi reaksi
peritectic :
cooling
+ L
heating
DIAGRAM FASA Fe-Fe3C
Ada beberapa fasa yang penting yaitu :
Pada sistem ini terdapat eutectic point (1148oC dan 4,30%wt C):
cooling
L + Fe3C
heating
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali melihat besi berubah warna
menjadi kekuningan karena berkarat, apalagi dengan munculnya isu hujan asam
yang semakin mempercepat proses berkaratnya suatu logam. Dalam melakukan
desain seorang engineer juga akan memperhitungkan adanya faktor korosi
(corrosion factor) karena peristiwa ini tidak dapat dicegah walaupun dapat
diminimalisir. Biaya untuk pencegahan korosi dan perawatan alat-alat yang
terbuat dari logam diperkirakan mencapai 5% dari pendapatan perusahaan. Hal
inilah yang menyebabkan munculnya penelitian-penelitian yang internsif
tentang cara-cara mengendalikan dan mencegah korosi.
Korosi berarti terjadi degradasi pada material, tidak hanya logam yang
mengalami korosi tetapi hampir semua jenis material padat mengalami
degradasi. Pada logam degradasi ini berupa hilangnya massalogam karena
bereaksi dengan unsur lain membentuk senyawa lain (paling sering membentuk
oksida logamnya). Keramik mempunyai ketahanan yang jauh lebih baik
dibandingkan ogam, tetapi pada suhu tinggi atau pada kondisi lingkungan yang
ekstrem keramik juga akan mengalami korosi. Sedangkan pada polimer proses
degradasi terjadi karena reaksi yang terjadi antara molekul polimer dengan
cairan yang berkontak dengannya. Adanya radiasi elektromagnetik dan pabnas
juga dapat menyebabkan degradasi pada polimer
OKSIDASI
Proses oksidasi juga dapat terjadi pada kondisi kering (tanpa adanya
cairan/larutan), dimana lapisan oksida logam atau deposit akan terbentuk di
permukaan logam. Fenomena ini disebut dengan scaling, tarnishing atau dry
corrosion.
Contoh :
Oksidasi : M → M+2 + 2.e- (terjadi pada lapisan metal-scale)
Reduksi : ½ O2 + 2.e- → O-2 (terjadi pada lapisan scale-gas)
Total : M + ½ O2 → MO
Apabila logam mempunyai P-B ratio <1 maka lapisan film tidak dapat menutupi
logam secara penuh (porous) sehingga tidak dapat melindungi logamnya.
Sedangkan apabila P-B ratio >1 atau ekstremnya >2-3 lapisan film yang
terbentuk menjadi rapuh dan mudah pecah sehingga ada bagian logam yang
tidak terlindungi. Nilai P-B ratio yang terbaik adalah 1,nilai P-B ratio beberaa
logam dapat dilihat pada tabel berikut :
Selain P-B ratio ada faktor lain yang berpengaruh terhadap proteksi logam
seperti adhesi film terhadap logam, perbedaan koefisien pemuaian yang tidak
terlalu tinggi dan keelastisan lapisan film terhadap suhu tinggi.
KINETIKA
Kecepatan reaksi oksidasi dapat mengikuti beberapa profil tertentu, yaitu :
a. Parabolic
Terjadi apabila lapisan oksida yang terbentuk tidak bersifat porous dan
menempel kuat pada permukaan logamnya, kecepatan pembentukan lapisan
oksida dikontrol oleh difusi ionnya. Bentuk persamaannya :
Sebelum membahas lebih lanjut tentang korosi perlu kiranya kita sedikit
mengingat konsep potensial elektroda dan emf (electromotive force). Misalkan
kita mempunyai sebatang besi dan sebatang tembaga yang dicelupkan ke dalam
larutan elektrolit dan di antara keduanya terpasang sebuah voltmeter dan
membran seperti pada gambar berikut :
Sistem di atas dikatakan sebuah pasangan galvanic (galvanic couple), besi akan
menjadi anoda dan tembaga menjadi katoda. Jika konsentrasi larutan sebesar
1 M maka pada voltmeter akan terbaca skala 0,780 Volt. Harga potensial standar
dapat dilihat pada tabel berikut :
Nilai yang tertera pada tabel berlaku pada saat tekanan 1 atm dan suhu 25 oC,
serta konsentrasi larutan 1 M. Apabila kondisi standar tidak dipenuhi maka nilai
potensial sel berubah menjadi :
RT oksidasi
V = V o − ln
nF reduksi
dimana :
F : bilangan Faraday, 96500 C/mol
DERET GALVANIS
Deret galvanis sebenarnya disusun berdasarkan potensial standar material,
tetapi secara praktis lebih mudah dipahami bahwa penyusunan itu berdasarkan
ketahanannya terhadap korosi. Penyusunan di atas berdasarkan percobaan
dengan kondisi yang sangat ideal, tetapi cukup membantu untuk aplikasi secara
nyata. Semakin ke atas maka logam semakin tahan terhadap korosi, sebaliknya
semakin ke bawah logam semakin mudah terkorosi. Platina dan emas
merupakan satu-satunya logam yang dapat dijumpai di alam dalam bentuk
logam murni (bukan oksida logam) karena ketahanannya terhadap korosi.
Sementara logam-logam yang lain selalu dijumpai dalam bentuk oksida,
hidroksida, karbonat, sulfat, sulfida dan silikat karena dari segi termodinamika
bentuk ini lebih stabil (G negatif).
Logam normal pada kondisi normal masih berada pada daerah aktif. Naiknya
potensial menyebabkan current density-nya tiba-tiba berkurang drastis dan
relatif tetap pada harga yang rendah meskipun potensialnya terus dinaikkan.
Pada titik potensial tertentu current densitynya naik lagi, dikatakan logam
memasuki daerah transpassive.
Pada kurva berikut nampak adanya efek lingkungan terhadap keaktifan logam.
EFEK LINGKUNGAN
Kondisi udara yang lembab dan mengandung oksigen merupakan faktor pemicu
utama terjadinya korosi, adanya senyawa lain juga sangat mempercepat korosi
seperti SOx dan NaCl. Asam, basa, tanah bahkan tubuh manusia juga dapat
menyebabkan korosi.
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kecepatan korosi logam yaitu :
• Temperatur, naiknya temperatur dapat meningkatkan kecepatan korosi
• Komposisi, semakin tinggi konsentrasi bahan yang korosif juga dapat
mempercepat korosi
• Kecepatan fluida, kecepatan fluida yang tinggi dapat menimbulkan
turbulensi (olakan) yang bersifat erosif dan merusak lapisan film yang
menutupi permukaan logam
JENIS-JENIS KOROSI
1. Uniform Attack
Uniform attack meupakan jenis korosi yangpaling sering dijumpai. Korosi ini
terjadi secara merata (uniform) di seluruh permukaan logam dan
meninggalkan kerak (scale), walaupun jika dilihat secara mikroskopis
kenyataannya terjadi secara acak di banyak tempat. Korosi ini mudah
diprediksi dan relatif mudah untuk dicegah
2. Galvanic Corrosion
3. Crevice Corrosion
Perbedaan konsentrasi ion dan gas yang terlarut dalam larutan elektrolit
juga dapat menyebabkan terjadinya korosi. Korosi ini biasanya terjadi
karena adanya cairan yang stagnan (tertahan) pada permukaan logam dan
karena adanya oksigen yang larut dalam cairan tersebut. Mekanisme yang
terjadi dapat dilihat pada gambar berikut :
4. Pitting Corrosion
Korosi titik mempunyai mekasime yang sama dengan korosi celah, tetapi
terjadi pada satu lubang kecil. Cairan elektrolit yang terperangkap dalam
lubang itu semakin lama semakin tinggi konsentrasinya dan semakin pekat.
Biasanya arah korosinmya ke bawah karena pengaruh gravitasi, korosi ini
termasuk membahayakan karena kadang tidak terlihat. Korosi titik dapat
dipicu oleh adanya goresan pada permukaan
5. Intergranular Corrosion
Korosi ini terjadi di antara batas butir (grain boundary) pada kondisi
lingkungan tertentu, secara makro akan terlihat logam menjadi retak pada
batas butirnya. Korosi ini dapat terjadi secara merata pada stainless steel.
Jika dipanaskan pada suhu 500 dan 800oC untuk waktu yang lama alloy ini
menjadi sensitif terhadap korosi ini, karena pemanasan yang lama
menyebabkan terbentuknya chromiunm carbide (Cr 23C6). Hilangnya khrom
karena bereaksi dengan karbon menyebabkan stainless steel menjadi
kelihatan buram dan daerah grain boundarynya menjadi rentan terhadap
korosi. Masalah ini yang sering dihadapi pada saat kita mengelas stainless
steel (weld decay).
6. Selective Leaching
Selective leaching terjadi pada alloy dimana salah satu logam penyusunnya
“hilang” karena terkorosi. Contohnya dezincfication kuningan (alloy Cu-Zn),
dimana seng secara selektif terkorosi sehingga meninggalkan rongga-rongga
yang bersifat porous. Sifat material juga berubah mendekati sifat tembaga,
kenampakan material juga berubah menjadi berwarna kuning kemerahan.
Alloy lain yang mengandung alumunium, besi, cobalt, dan khrom juga mudag
terserang selective leaching
7. Errosion-Corrosion
Merupakan kombinasi antara reaksi elektrokimia dan abrasi karena aliran
fuida. Aliran fluida yang turbulen mengikis lapisan film yang melindungi
logam (daerah pasif), apabila tidak terjadi recovery (pemulihan lapisan film
yang rusak) maka logam akan terkorosi karena reaksi elektrokimia. Logam
yang relatif lunak seperti tembaga dan timbal sangatsensitif terhadap korosi
ini. Aliran fluida yang mengandung gelembung udara dan padatan terlarut
juga dapat memperparah akibat korosi ini.
8. Stress Corrosion
Merupakan kombinasi antara beban yang ditanggung material dan kondisi
lingkungan yang korosif. Adanya keretakan yang kecil dapat memicu
terjadinya korosi, karena keretakan biasanya dijumpai pada material yang
bersifat rapuh.
Keretakan dapat terjadi walaupun pada beban yang lebih kecil dari tensile
strength, secara perlahan-lahan akan akan menyebar dengan arah tegak
lurus pada gaya yang bekerja pada material. Selain karena faktor eksternal
faktor internal juga dapat menyebabkan stress corrosion seperti :
• Tegangan residu yang muncul pada saat fabrikasi seperti penurunan suhu
secara mendadak dan kontraksi
• Pada alloy dimana logam penyusunnya mempunyai koefisien muai
panjang yang berbeda
• Gas dan solid hasil korosi yang terperangkap di dalam material
Cara pencegahan stress corrosion adalah mengurangi atau mendistribusikan
secara merata beban yang ditanggung oleh material
PENCEGAHAN KOROSI
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah korosi :
Polimer sudah menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita.
Ban kendaraan, plastik pembungkus makanan, sandal dan masih banyak barang
lain yang terbuat dari polmer. Polimer sendiri sudah mulai dikenal pada tahun
1900an tetapi revolusi pemakaian polimer baru mulai terjadi setelah Perang
Dunia II.
Sebelum membahas lebih lanjut kiranya perlu diketahui bahwa kata
polimer berasal dari kata poly (yang berarti banyak) dan meros (yang berarti
satuan), sehingga polimer berarti satuan yang berulang. Polimer sendiri
merupakan satu rantai molekul yang sangat besar dengan berat molekul yang
bervariasi sampai ribuan.
2. Propagasi
Pada tahap ini gugus radikal akan mengikat monomer-monomer lain
sehingga akan terbentuk rantai polimer yang panjang.
Polytetrafluoroethylen (PTFE)
Polypropylene (PP)
Polystyrene (PS)
Polyhexamethylene adipamide
(Nylon 6,6)
Polycabonate
Rantai polimer dapat menjadi bengkok atau berotasi seperti pada gambar di
atas sehingga jika dilihat panjangnya secara keseluruhan menjadi jauh lebih
pendek seperti pada gambar berikut :
Bentuk rantai polimer ternyata juga mempengaruhi sifat mekanis dan termal
bahan.
2. Branched Polymers
Polimer ini terdiri dari rantai utama yang panjang dan mempunyai beberapa
cabang, cabang yang terbentuk biasanya merupakan hasil reaksi samping
yang terjadi. Terbentuknya cabang akan menurunkan berat jenis
polimernya.
3. Crosslinked Polymers
Pada polimer ini rantai linear yang berdekatan akan dihubungkan satu sama
lain oleh rantai cabang dengan ikatan kovalen. Proses crosslinking ini terjadi
pada saat reaksi polimerisasi terjadi dan juga pada saat terjadi kenaikan
suhu. Seringkali crosslinking ini dilakukan dengan menambahkan atom atau
molekul lain yang mempunyai ikatan kovalen, seperti pada vulkanisasi karet
pada proses pembuatan ban.
4. Network Polymers
Apabila monomer yang mempunyai 3 gugus fungsional maka polimer yang
terjadi akan berstruktur network. Polimer ini mempunyai sifat mekanis dan
termal yang sangat khas.
2. Syndiotactic
Gugus R berada pada sisi yang berseberangan dengan urutan yang tertentu
3. Atactic
Gugus R letaknya tidak beraturan
Isomer Geometri
Sebagai contoh kita ambil molekul isoprene. Posisi gugus CH3 dan atom H berada
pada sisi yang sama sehingga disebut cis-isoprene atau lebih dikenal dengan
karet alam.
Secara umum dapat dikatakan sifat polimer ditentukan oleh beberapa faktor :
• Ukuran molekul, karena akan menentukan berat molekulnya
• Bentuk molekul, menentukan terdapat koil, bengkokan, simpul
• Struktur molekul
• Isomerisasi molekul
Copolymer
Untuk memperoleh sifat polimer yang baik kadang-kadang kita polimer dibuat
dari dua atau lebih monomer yang berbeda. Beerdasarkan struktur molekulnya
copolymer dibedakan menjadi 4 yaitu :
1. Random copolymer, contoh : ban mobil SBR (styrene-butadiene rubber)
2. Alternating copolymer
3. Block copolymer
4. Graft copolymer
POLYMER CRYSTALLINITY
Seperti pada struktur kristal polimer crystallinity mempunyai arti sebagai
bentuk yang berulang, tetapi lebih kompleks. Struktur molekul polimer sendiri
tidak pernah berbentuk kristal sempurna, tetapi hanya sebagian saja yang
berbentuk kristal (semicrystalline) yang terletak dalam susunan molekul yang
amorf. Degree of crystallinity dapat dihitung dengan rumus :
c( s − a)
%crystallin ity = x100 %
s( c − a)
dimana :
c : densitas polimer yang berstruktur kristal
a : densitas polimer yang berstruktur amorf
KRISTAL POLIMER
Ada dua teori yang menjelaskan tentang pembentukan struktur kristal pada
polimer.
Fringed-micelle model
Model ini menggambarkan kristal polimer tersusun dari kristal-kristal kecil yang
mempunyai arah tertentu dan disebut micelle. Micelle-micelle tersebut
tersimpan di dalam matrix yang bersifat amorf .
Ukuran
Bentuk
Distribusi
Arah
Dari grafik tersebut terlihat nilai modulus elastisitas komposit pada konsentrasi
tungsten yang berbeda selalu terletak di antara garis upper bound dan lower
bound.
Garis upper bound mempunyai persamaan :
Ec = EmVm + EpVp
Garis lower bound mempunyai persamaan :
EmEp
Ec =
VmEp + VpEm
dimana :
Ec : modulus elastisitas komposit
Ep : modulus elastisitas partikel
Em : modulus elastisitas matriks
Vm : fraksi volume matriks
Vp : fraksi volume partikel
Partikel yang besar ini biasanya dipakai untuk membuat kompsit dari polimer,
keramik dan logam. Contohnya : cermets (komposit keramik metal), merupakan
partikel WC (tungsten carbide) atau TiC (titanium carbide) yang dicampurkan
ke dalam logam Cobalt atau Nikel. Cermets sering dipakai untuk alat pemotong
baja.
Elastomer dan plastik sering diperkuat oleh partikel lain, misalnya karet
deperkuat oleh carbon black. Carbon black dapat meningkatkan kekuatan
tensile strength, toughness dan ketahanan terhadap abrasi. Ban mobil
mengandung carbon black dengan fraksi volume 15-30%, ukuran carbon black
20-50 nm dan harus terdistribusi secara merata dan mempunyai gaya ikat yang
kuat dengan karet.
Beton merupakan contoh lain dari particle reinforced composites.
Ada satu parameter penting yang disebut dengan panjang kritis serat
(critical fiber length, lc) yang besarnya tergantung pada diameter serat (d),
ultimate tensile strength (f) shear yield strength matrix (c) :
f * d
lc =
c
Nilai lc untuk serat gelas (fiber glass) dan serat carbon kurang lebih 1mm
(kurang lebih 20 – 150 kali diameter serat).
Ada tiga kondisi yang mungkin terjadi :
a. Jika panjang serat = panjang kritis lc dan nilai stres = f, beban
maksimum yang ditanggung serat terletak tepat di tengah-tengah serat
(arah aksial)
Transverse
Direction
3. Filament Winding
LATIHAN 9
1. Diketahui suatu komposit ABCD tersusun atas 4 unsur A, B, C, D dengan
perbandingan berat penyusun 1 : 2 : 3 : 4
a. Hitunglah densitas campuran (m)
b. Konduktivitas campuran jika serat disusun pararel (km)
c. Modulus Elastisitas jika serat disusun seri (Em)
d. Jika mau dibuat komposit dengan m = 3,5 g/cm3 , dua bahan apa yang harus
dicampur dan berapa perbandingan beratnya?
Bahan , g/cm3 k, ( m) -1 E, N/m2
A 6 1000 10.000
B 5 800 20.000
C 4 500 25.000
C 2 200 30.000