Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SAINS DAN TEKNOLOGI MATERIAL ELEKTRONIK

PENGANTAR KONSEP MATERIAL: STRUKTUR ATOM DAN IKATAN ANTAR


ATOM

Disusun oleh
Kelompok 1

Rahelda Irene Sidauruk 10022232


Lintang Bimo Sekti W. 10218085
Huwaida Nur A. M. 10219013
Yulia Mifftah Huljanah 10219075
Syazwana Rakha Marahaini 10220002
Novia Masni Dwi Putri 10220015
Almira Chusnul A. S. 10220024
Karisma Salamayana 10220025
Aulia Anshari Rahman 10220048

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
Pengantar Konsep Material: Struktur Atom dan Ikatan Antaratom

Klasifikasi Material
Material padat telah dikelompokan menjadi 3 kategori dasar berdasarkan struktur atom dan
susunan kimia, yaitu logam, keramik dan polimer. Ada juga komposit yang terdiri dari kombinasi
rekayasa 2 material atau lebih.
1. Logam
Material logam biasanya terdiri dari satu atau lebih unsur logam (seperti besi, aluminium dan
tembaga) bahkan dengan unsur nonlogam (jumlahnya relatif kecil). Susunan atom pada logam
jauh lebih teratur dan relatif padat jika dibandingkan dengan polimer dan keramik. Sejumlah
elektron pada logam tidak terikat pada atom tertentu, sehingga logam masuk dalam kategori
konduktor listrik dan panas yang sangat baik.[1.1] Secara mekanik, karakteristik logam relatif kaku
serta tahan patah, dapat ditempa dan dapat diregang ketika mengalami deformasi dalam jumlah
besar, sifat inilah yang membuat logam dapat digunakan secara luas dalam aplikasi struktural.
Logam terbagi menjadi dua jenis, yaitu logam ferro dan logam non-ferro.[1.2] Logam ferro
merupakan logam yang mengandung unsur besi (Fe) tapi karena unsur besi memiliki sifat lunak
dan rapuh sebagai bahan konstruksi, sehingga seringkali ditambah dengan unsur lain utamanya
karbon (C) dan dikenal besi karbon. Logam non-ferro merupakan logam yang tidak mengandung
unsur besi (Fe), logam ini jarang digunakan dalam keadaan murni karena sifatnya yang kurang
memenuhi syarat yang diinginkan kecuali logam non-ferro murni khusus seperti platina, emas
dan perak (memiliki sifat yang memenuhi standar namun harganya relatif mahal).

Gambar 1.1. Grafik batang mengenai nilai kepadatan suhu kamar setiap material.[1.3]
2. Keramik
Keramik adalah senyawa antara unsur logam dan unsur nonlogam, serta yang paling sering
ditemukan adalah oksida (seperti aluminium oksida atau alumina 𝐴𝑙2𝑂3), nitrida (seperti silikon

nitrida 𝑆𝑖3𝑁4) dan karbida (seperti silikon karbida 𝑆𝑖𝐶) atau beberapa orang mengenal porselen,

semen dan kaca.[1.1] Material keramik biasanya lebih tahan terhadap suhu tinggi dan lingkungan
(insulatif terhadap aliran listrik dan panas) dibandingkan logam dan polimer. Secara mekanik,
material keramik bersifat kaku mendekati logam dan lebih rentan patah. Namun, saat ini keramik
sudah banyak direkayasa sehingga lebih tahan patah dan banyak dijumpai pada peralatan rumah
tangga. Keramik dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu glass (transparan, tidak bereaksi pada
barang kimia dan secara biologi), keramik tradisional (bersumber pada tanah lempung yang
mengalami proses pemanasan), keramik dengan performa tinggi (melalui proses
pengembangan), semen dan beton (sering digunakan dalam pembangunan).[1.2]

Gambar 1.2. Grafik batang mengenai resistansi suhu kamar terhadap patah setiap material.[1.3]
3. Polimer
Polimer tentunya sudah akrab di kalangan masyarakat. Saat ini, jenis polimer yang banyak
dikenal adalah untuk bahan pembuatan plastik dan karet. Pada umumnya, polimer berasal dari
unsur karbon (C), hidrogen (H), serta elemen nonlogam seperti oksigen (O), nitrogen (N), dan
sebagainya. Polimer memiliki struktur rantai molekul yang besar dengan unsur C sebagai rantai
utamanya. Adapun polimer yang umum digunakan adalah polietilen (PE), nilon, karet, silikon,
polikarbonat (PC), polistirena (PS), dan polivinil klorida (PVC). Bahan tersebut biasanya
memiliki densitas yang rendah, dengan karakteristik mekanik yang berbeda dengan bahan logam
ataupun keramik yang kaku.
Namun, karena densitas polimer yang rendah, sifat dan kekuatan pada basis per massanya dapat
sebanding dengan logam ataupun keramik. Polimer memiliki kelebihan berupa sifat yang lentur
yang membuatnya mudah dibentuk menjadi lebih kompleks. Sedangkan kelemahannya adalah
polimer cenderung untuk melunak/terurai pada suhu sederhana sehingga membatasi
penggunaanya serta konduktivitas listrik yang rendah.

Gambar 1.3. Contoh produk yang terbuat dari bahan polimer


4. Komposit
Komposit merupakan material yang terbentuk dari gabungan dua bahan atau lebih (seperti
logam, keramik, dan polimer) dengan tujuan untuk menggabungkan karakteristik terbaik dari
masing-masing bahan. Bahan alami komposit dapat berupa kayu dan tulang. Namun, terdapat
juga bahan komposit berupa sintetis komposit atau buatan manusia. Salah satu bentuk komposit
yang dikenal adalah fiberglass. Fiberglass merupakan serat kaca yang tertanam di dalam bahan
polimer (umumnya poliester). Bahan ini dikenal relatif kuat dan kaku, hal ini tentunya berbeda
dengan polimer yang memiliki sifat fleksibel.
Selain fiberglass, terdapat juga komposit serat karbon yang diperkuat oleh serat karbon (CFRP)
yang tertanam di dalam polimer. Bahan ini diketahui lebih kuat dibandingkan dengan fiberglass.
Karena demikian, membuat harganya lebih mahal. Penggunaan komposit CFRP dapat dilihat
pada aplikasi pesawat dan kedirgantaraan (contohnya adalah pesawat Boeing 787 yang dibuat
dari bahan komposit CFRP), peralatan olahraga dengan teknologi tinggi (seperti sepeda, golf,
snowboard), serta yang terbaru digunakan untuk bumper mobil.

Advanced Material
Material yang digunakan pada aplikasi yang menggunakan teknologi tinggi dapat disebut sebagai
advanced material. Advanced material ini dapat digunakan pada beberapa produk/alat teknologi
tinggi, seperti kamera recorder, CD/DVD players, komputer, sistem fiber optik, spacecraft,
aircraft, ataupun roket militer. Advanced material dapat berupa material biasa yang
kandungannya telah ditingkatkan sehingga bisa bekerja optimal, maupun dapat berupa material
murni namun mahal (contohnya logam, keramik, polimer). Beberapa yang termasuk advanced
material:
1. Semikonduktor
Semikonduktor yaitu sebuah bahan dengan konduktivitas yang berada di selang insulator dan
konduktor. Semikonduktor disebut juga sebagai bahan setengah penghantar listrik. Sebuah
semikonduktor bersifat sebagai insulator pada temperatur yang sangat rendah, namun pada
temperatur ruangan bersifat sebagai konduktor. Bahan semikonduksi yang sering digunakan
yaitu silikon, germanium, dan gallium arsenide. Semikonduktor sangat berguna dalam bidang
elektronik karena konduktansinya yang mampu diubah-ubah dengan menyuntikkan materi
lain.[2.2]

Gambar 2.1. Contoh bahan semiconductor (kiri) dan semiconductor devices


2. Biomaterial
Biomaterial adalah material sintesis yang dipakai untuk mengganti bagian dari sistem hidup atau
untuk berfungsi secara terikat dengan jaringan hidup. Biomaterial pada dasarnya adalah material
dari bahan hayati; setiap substansi (selain obat) atau kombinasi substansi, sintesis atau alami,
yang dapat dipakai pada perioda waktu tertentu, sebagai bagian atau keseluruhan sistem yang
memperlakukan, menggandakan, atau mengganti setiap jaringan, organ, ataupun fungsi tubuh.
Biomaterial memiliki beberapa kekurangan. Tidak seperti organ yang memiliki fungsi kompleks,
biomaterial hanya memiliki fungsi tunggal. Kemudian, respon jaringan terhadap biomaterial
biasanya berupa respon toksis dan respon asing tubuh.
Contoh dari biomaterial, seperti pada rekonstruksi tulang cacat. Material yang digunakan dapat
diintegrasikan dengan tulang, seperti Titanium (Ti) (tulang akan terbentuk lambat, serta jaringan
benang akan teramati antara tulang dan material), Apatite (Ca10(PO4)6(OH)2) (tulang akan
terbentuk cepat, serta material akan bergabung langsung dengan tulang), dan Bone Morphogenic
protein (BMP) (sel lemak akan terdeferensiasi). Selain itu, ada pula biomaterial pengisi tulang
buatan (Artificial bone filler), seperti hydroxyapatite dan carbonateapatite.[2.1]

Gambar 2.2. Contoh biomaterial elastis[2.2]


3. Smart material
Smart material adalah material yang dimanipulasi dengan tujuan agar material merespon
rangsangan dengan cara yang dapat kita kontrol dan kita balik. Sebagian dari sifat material
tersebut kita modifikasi, tujuannya agar ketika material menerima rangsangan dari luar seperti
tekanan, regangan, suhu dan lain-lain material tersebut akan bereaksi. Dilihat dari daya
tanggapnya, smart material ini terkenal sebagai bahan responsif. Smart material memiliki sifat
yang dapat bereaksi ketika lingkungan berubah. Material ini memiliki kemampuan untuk
kembali ke bentuk awalnya (mengingat bentuk awal) ketika diberi stimulus tertentu, fenomena
ini disebut shape memory effect.

Gambar 2.3. Contoh smart material: memory foam (kiri) yang peka terhadap temperatur, thermochromic dan
photochromic dyes (kanan) yang peka terhadap panas maupun cahaya UV
4. Nanomaterial
Nanomaterial merupakan material yang mempunyai ukuran dalam skala nanometer yaitu
berkisar antara 1-100 nm. Nano material dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu : nol dimensi,
1D, 2D dan 3D. Banyak nanoteknologi dan nanoscience yang dilakukan untuk memproduksi
nanomaterial. Nanomaterial dapat dibuat dengan teknik top down dan bottom up, dimana top
down merupakan pembuatan struktur yang kecil dari material yang berukuran besar, sedangkan
teknik bottom up adalah penggabungan atom-atom atau molekul-molekul menjadi partikel yang
berukuran lebih besar.

Gambar 2.4. Contoh nanomaterial dan aplikasinya[2.3]

Hubungan Aspek Proses-Properti-Tampilan


Beberapa hubungan yang ada pada jenis-jenis material:

a. Tembaga
b. Kaca dan keramik

c. serat polimer

d. Semikonduktor silikon
Struktur Atom
2.2 KONSEP DASAR
Setiap atom terdiri dari inti yang sangat kecil yang terdiri dari proton dan neutron, yang
dikelilingi oleh elektron yang bergerak. Elektron dan proton keduanya secara elektrik
dibebankan, besarnya muatan menjadi 1,60 X 10-19 C, yang bertanda negatif untuk elektron dan
positif untuk proton; neutron bersifat netral secara listrik. Misa untuk partikel subatomik ini
sangat kecil; proton dan neutron memiliki kira-kira massa yang sama, 1,67 X 10-27 kg, yang
secara signifikan lebih besar dari itu elektron, 9,11 X 10-31 kg.
Setiap unsur kimia dicirikan oleh jumlah proton dalam inti, atau nomor atom (Z). Untuk
atom yang netral secara elektrik atau atom lengkap, atom jumlah juga sama dengan jumlah
elektron. Nomor atom ini berkisar dalam integral unit dari 1 untuk hidrogen hingga 92 untuk
uranium, yang tertinggi dari yang terjadi secara alami elemen.
Massa atom (A) dari atom tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari massa proton
dan neutron dalam inti. Meskipun jumlah proton adalah sama untuk semua atom dari suatu unsur
tertentu, jumlah neutron (N ) mungkin variabel. Jadi atom dari beberapa unsur memiliki dua atau
lebih massa atom yang berbeda, yang disebut isotop. Berat atom suatu unsur sesuai dengan
rata-rata tertimbang massa atom dari isotop alami atom. Satuan massa atom (u) dapat digunakan
untuk perhitungan berat atom. Sebuah skala telah ditetapkan dimana 1u didefinisikan sebagai
1/12 massa atom yang paling isotop umum karbon, karbon 12 (12C) (A = 12.0000). Dalam
skema ini,massa proton dan neutron sedikit lebih besar dari satu, dan
A=Z+N
Berat atom suatu unsur atau berat molekul suatu senyawa dapat ditentukan berdasarkan u
per atom (molekul) atau massa per mol bahan. Di satu mol zat ada 6,022 - 1023 (bilangan
Avogadro) atom atau molekul. Kedua skema berat atom ini terkait melalui persamaan berikut:
1 u/atom (atau molekul) = 1 g/mol
Misalnya, berat atom besi adalah 55,85 u/atom, atau 55,85 g/mol. Beberapa-kali
penggunaan u per atom atau molekul nyaman; pada kesempatan lain gram (ataukilogram) per
mol lebih disukai.

2.3 Elektron di Atom


Model Atom
Selama bagian akhir abad kesembilan belas disadari bahwa banyak fenomena yang
melibatkan elektron dalam padatan tidak dapat dijelaskan secara klasik mekanika. Yang terjadi
selanjutnya adalah pembentukan seperangkat prinsip dan hukum yang mengatur sistem entitas
atom dan subatomik yang kemudian dikenal sebagai mekanik kuantum. Pemahaman tentang
perilaku elektron dalam atom dan kristal padatan talline tentu melibatkan diskusi konsep
mekanika kuantum.
Salah satu hasil awal mekanika kuantum adalah atom Bohr yang disederhanakan model,
di mana elektron diasumsikan berputar di sekitar inti atom secara orbital kreta, dan posisi
elektron tertentu kurang lebih ditentukan dengan baik. didenda dalam hal orbitalnya. Model atom
ini direpresentasikan pada Gambar 2.1.

Prinsip mekanika kuantum penting lainnya menetapkan bahwa energi elektron


terkuantisasi; yaitu, elektron diizinkan hanya memiliki nilai tertentu energi. Sebuah elektron
dapat mengubah energi, tetapi dalam melakukannya ia harus membuat kuantum melompat baik
ke energi yang lebih tinggi yang diizinkan (dengan penyerapan energi) atau ke yang lebih rendah
energi (dengan emisi energi). Seringkali, lebih mudah untuk memikirkan ini diperbolehkan
energi elektron sebagai yang terkait dengan tingkat energi atau keadaan. Keadaan-keadaan ini
melakukannya tidak berubah terus menerus dengan energi; yaitu, keadaan yang berdekatan
dipisahkan oleh finite energi. Misalnya, keadaan yang diizinkan untuk atom hidrogen Bohr
diwakili pada Gambar 2.2.

Energi ini dianggap negatif, sedangkan referensi nol adalah elektron bebas atau tidak terikat.
Tentu saja, elektron tunggal yang terkait dengan atom hidrogen hanya akan mengisi salah satu
dari keadaan ini.
Dengan demikian, model Bohr merupakan upaya awal untuk menggambarkan elektron
dalam atom, baik dari segi posisi (orbital elektron) dan energi (tingkat energi terkuantisasi).
Model Bohr ini akhirnya ditemukan memiliki beberapa keterbatasan yang signifikan karena
menyebabkan ketidakmampuannya untuk menjelaskan beberapa fenomena yang melibatkan
elektron. Sebuah resolusi dicapai dengan model gelombang-mekanik, di mana elektron dianggap
menunjukkan karakteristik seperti gelombang dan partikel. Dengan model ini, sebuah electron
tidak lagi diperlakukan sebagai partikel yang bergerak dalam orbital diskrit; sebaliknya,
posisinya dianggap sebagai probabilitas keberadaan elektron di berbagai lokasi di sekitar inti.
Dengan kata lain, posisi digambarkan dengan distribusi probabilitas atau awan tron.
Gambar 2.3 membandingkan Bohr dan model gelombang-mekanik untuk hidrogenatom.
2.4 Bilangan Quantum

Setiap elektron dalam atom dicirikan dengan empat parameter yaitu bilangan kuantum,
Ukuran, bentuk, dan orientasi spasial . Terkadang kulit-kulit ini dilambangkan dengan huruf K,
L, M, N, O dan seterusnya, dengan prinsipal quantum number n, yaitu 1,2,3,4 dan seterusnya
seperti gambar 2.4. . Bilangan kuantum ini terkait dengan jarak elektron dari nukleus. Bilangan
kuantum kedua adalah l yang menandakan subkulit, yang dilambangkan dengan s, p, d, atau f; ini
terkait dengan bentuk subkulit elektron.Selain itu, jumlah subkulit ini dibatasi oleh besarnya
n.Subkulit yang diperbolehkan untuk beberapa nilai n juga disajikan pada Gambar 2.4. Lalu
keadaan energi untuk setiap subkulit ditentukan oleh bilangan kuantum ketiga yaitu ml. Untuk
subkulit s, ada keadaan energi tunggal, sedangkan untuk subkulit p, d, dan f,tiga, lima, dan tujuh,
masing-masing (Gambar2.4). Dengan tidak adanya pengaruhmedan magnet dari luar, keadaan
dalam setiap subkulit adalah identik. Namun ketika ada pengaruh medan magnet, keadaan
subkulit ini terpecah, dengan masing-masing keadaan memiliki energi yang sedikit berbeda.
Bilangan quantum ke 4 adalah ms, yang mana menunjukan kemana arah putaran elektron, dua
nilai yang mungkin adalah ½ dan -½
Gambar 2.4 Bilangan quantum setiap kulit dan subkulit.

Diagram tingkat energi lengkap untuk berbagai kulit dan subkulit ditunjukkan pada
Gambar 2.5. Pertama, semakin kecil bilangan kuantum utama, semakin rendah tingkat energi;
misalnya, energi keadaan 1s lebih kecil daripada energi keadaan 2s yang pada gilirannya lebih
rendah dari 3s. Kedua, di dalam setiap kulit, energi subkulittingkat meningkat dengan nilai
bilangan kuantum l. Misalnya,energi dari keadaan 3d lebih besar dari 3p, yang lebih besar dari
3s. Namun untuk keadaan d dan f misalnya, energi keadaan 3d umumnya lebih besar dari itu
untuk 4s.
Gambar 2.5 Diagram energi kulit dan subkulitnya.

Ikatan Atom dalam Zat Padat


Di alam, kebanyakan zat dijumpai bukan dalam bentuk atom tunggal, melainkan dalam
bentuk kumpulan atom berikatan yang disebut dengan molekul. Secara umum, molekul di alam
terbentuk akibat dua macam ikatan antaratom, yakni ikatan ionik dan kovalen[5.1].
a. Ikatan ionik terbentuk antara unsur logam dengan unsur nonlogam. Dalam hal ini,
ketika bereaksi, unsur logam cenderung melepas elektron yang kelak diterima oleh
unsur nonlogam. Akibatnya, kedua unsur ini berubah menjadi ion-ion bermuatan yang
kelak berinteraksi dalam bentuk ikatan ionik.
b. Ikatan kovalen terbentuk antara sejumlah unsur nonlogam. Ikatan ini terbentuk akibat
penggunaan elektron secara bersama oleh atom-atom dalam molekul.
(a)

(b)
Gambar 5.1. Proses terbentuknya (a) NaCl yang berikatan ionik[5.1] dan (b) H2 yang berikatan kovalen[5.2]

Awalnya, ikatan kovalen dipandang hanya dipengaruhi oleh jumlah elektron


valensi—sebagaimana dalam model VSEPR (valence shell electron pair repulsion) ataupun
struktur Lewis. Pada tinjauan lebih lanjut yang berdasar pada konsep kuantum, ikatan antaratom
dapat dijelaskan dengan teori ikatan valensi (valence bond, VB) ataupun teori orbital molekul
(molecular orbital, MO)[5.3].
(a) (b)

Gambar 5.2. (a) Model orbital HF menurut teori VB dan (b) diagram energi HF menurut teori MO[5.3]

Pada zat padat, atom-atom yang berikatan membentuk struktur yang sangat besar.
Akibatnya, tinjauan teori VB ataupun teori MO tidak lagi cukup untuk membahas struktur ini.
Sebagai alternatif, ikatan antaratom pada zat padat dapat ditinjau dengan teori pita (band theory).
Menurut teori ini, energi elektron pada suatu atom dalam suatu zat padat berasal dari seluruh
atom dalam zat itu. Bila diakumulasi, energi-energi ini membentuk pita-pita energi yang
bertingkat-tingkat. Pita energi yang merujuk pada energi elektron valensi disebut pita valensi
(valence band) sedangkan pita yang terisi setengah atau kosong disebut pita konduksi
(conduction band)[5.3].
Gambar 5.3. (a) Diagram umum pita energi zat padat dan (b) grafik energi elektron sebagai fungsi jarak[5.4]

Konduktivitas elektrik suatu zat padat dipengaruhi oleh jarak pita konduksi zat tersebut
dengan pita valensinya. Makin dekat jarak kedua pita itu, makin baik konduktivitas elektrik zat
tersebut. Pada konduktor, pita valensi dan konduksi zat mengalami overlap sedangkan pada
semikonduktor, jarak pita valensi dan konduksi zat dalam suhu ruang memungkinkan adanya
sejumlah elektron yang “melompat” ke pita konduksi—yakni jarak pita kurang dari 2 eV[5.4].

Gambar 5.4. Pita-pita energi padatan konduktor (kiri), isolator (tengah), dan semikonduktor (kanan)[5.4]

Di sisi lain, pada logam, elektron mengisi sebagian atau mengisi penuh subkulit s, d, ataupun
f. Akibatnya, pita valensi dan pita konduksi zat logam mengalami overlap; logam pun bersifat
konduktif. Overlap tersebut juga mengakibatkan banyaknya elektron yang dapat mencapai pita
konduksi. Hal ini menyebabkan munculnya “lautan elektron valensi” pada padatan logam yang
memperkuat ikatan antaratom logam[5.4].

Gambar 5.5. Ilustrasi lautan elektron valensi di dalam padatan logam[5.5]


Daftar Pustaka

[1.1] Callister, W.D., Rethwisch, D.G., 2015, Fundamentals of Material Science and
Engineering: An Integrated Approach, 5th ed., John Wiley & Sons, “Energy Band
Structures in Solids”, pp. 4-6.
[1.2] Herdi, P., 2020, Material Teknik (Logam, Keramik, Polimer dan Komposit), pp. 20-23.
10.13140/RG.2.2.23703.60320
[1.3] Callister, W.D., Rethwisch, D.G., 2013, Materials Science and Engineering: An
Introduction, 8th ed., John Wiley & Sons, “Energy Band Structures in Solids”, pp. 5-11.
[2.1] Jatiningasih, A., 2009, "Biomaterials": Kuliah Singkat Prof. Kunio Ishikawa.
https://www.itb.ac.id/news/2348.xhtml
[2.2] Annabilab, Elastin-based biomaterials.
https://www.annabilab.ucla.edu/research/elastin-based-biomaterials/
[2.3] Huston, M.; DeBella, M.; DiBella, M.; Gupta, A. Green Synthesis of Nanomaterials.
Nanomaterials 2021, 11, 2130. https://doi.org/10.3390/nano11082130
[5.1] Jespersen, N.D., Hyslop, A., Brady, J.E., 2015, Chemistry: The Molecular Nature of
Matter, 7th ed., John Wiley & Sons, “Elements, Compounds, and the Periodic Table”, pp.
70-94.
[5.2] Ibid., “The Basics of Chemical Bonding”, pp. 354-364.
[5.3] Ibid., “Theories of Bonding and Structure”, pp. 407-450.
[5.4] Callister, W.D., Rethwisch, D.G., 2015, Fundamentals of Material Science and
Engineering: An Integrated Approach, 5th ed., John Wiley & Sons, “Energy Band
Structures in Solids”, pp. 506-508.
[5.5] Ibid., “Primary Interatomic Bonds”, pp. 36-37.

Anda mungkin juga menyukai