Anda di halaman 1dari 48

5

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Klasifikasi Material


Pada dasarnya, disiplin ilmu “Teknik Material” mempelajari hubungan
antara struktur, sifat, pemprosesan, dan kinerja material, serta mengeksploitasi
hubungan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu produk yang memiliki sifat
yang sesuai dengan desain. Dengan mempelajari hal tersebut, kita dapat memilih
dan mendesain material yang paling tepat untuk setiap aplikasi, serta dapat
menentukan teknik pemrosesan yang paling tepat.
Secara singkat, “stuktur“ dari sebuah material umumnya berhubungan
dengan susunan dari komponen-komponen dari suatu material. Struktur dari suatu
material-material dalam skala atom terdiri atas atom, elektron, molekul. Struktur
ini sering disebut sebagai struktur nano (nano struktures). Struktur nano
mengalami perkembangan sangat pesat pada dekade terakhir ini, dimana dipercaya
akan dapat menjadi pemegang kunci perkembangan teknologi pada tahun 2015.
Dalam skala yang lebih besar, struktur material terdiri atas gabungan kelompok -
kelompok atom, umumnya disebut sebagai struktur microskopik (microscopic
struktures), yang berarti dapat dilihat dengan bantuan microskop. Terakhir,
struktur mikroskopik akan bergabung menjadi sesuatu yang dapat dilihat oleh mata
telanjang, yang disebut sebagai stuktur makroskopik (macroscopic struktures).
Terminologi “sifat” akan menjelaskan dalam pemakaian semua material
yang akan terekspos pada faktor eksternal yang menyebabkan material
memberikan respons. Sebagai contoh, sebatang kawat tembaga akan bengkok
ketika kita memberikan beban, rambu-rambu lalu lintas akan bercahaya ketika
terkena sinar lampu mobil, atau sebuah gelas kaca akan pecah ketika terjatuh.
Respons material terhadap stimulus yang diberikan itu disebut sebagai “sifat”
material. Jadi kawat tembaga disebut bersifat plastis, stiker atau cat huruf pada
rambu lalu lintas disebut dinyatakan dalam suatu satuan yang tidak tidak
bergantung pada bentuk dan ukuran.
6

Jadi, teknik ini meliputi bagaimana proses penambangan dilakukan,


bagaimana proses pengolahan biji logam, dan kemudian bagaimana mengestrak
logam dari bijihnya sehingga bahan logam setengah jadi dapat diperoleh. Ilustrasi
mengenai teknik metalurgi hanya mencakup ketika bahan setengah jadi diproses
lebih lanjut, maka bidang ini sudah masuk ke area teknik material. Dengan
demikian, anda dapat melihat bahwa pada bidang ini anda akan mempelajari
pengolahan logam mulai dari biji logam hingga logam tersebut dipakai sebagai
stuktur atau produk, bahkan sampai produk tersebut rusak atau berkarat. Jadi jika
anda menguasai bidang ini, anda dapat berkiprah diseluruh cabang ilmu teknik
karena semuanya memerlukan material.
Secara konversional, material dapat dibedakan menjadi tiga (kelompok),
antara lain sebagai berikut.
1) Logam
2) Polimer
3) Keramik
Pengelompokan atau pengatagorian ini terutama didasarkan pada susunan
atom dan kimiawi. selain ketika jenis material tersebut, terdapat juga jenis material,
seperti komposit, semikonduktor, dan bio material. Bagian berikut akan
menjelaskan masing-masing material tersebut.
A. Logam

Material logam tersusun dari atom-atom logam yang merupakan unsur


terbanyak didalam tabel periodik. Atom-atom logam saling berikatan dalam bentuk
ikatan logam, dimana valensi elektronnya bebas. Bergerak sehingga material ini
memiliki konduktifitas listrik dan terminal yang baik, serta tidak tembus cahaya.
Logam memliki kekuatan yang cukup tinggi, namun cukup ulet. (dapat
dideformasi/diubah bentuk). Contoh logam adalah besi, baja, aluminium, tembaga,
emas, perak, dan emas.
7

Gambar 2.1 Logam


1) Logam bukan besi (non ferro)
Logam bukan besi yaitu logam yang tidak mengandung unsur besi
(Fe). Adapun yang termasuk logam bukan besi antara lain :
a) Tembaga (Cu)
Warna cokelat kemerah-merahan, sifatnya dapat ditempa, liat,
baik untuk penghantar panas, listrik, dan kukuh. Tembaga
digunakan untuk membuat suku cadang bagian listrik, radio
penerangan, dan alat-alat dekorasi. Warna bening
keperakperakan, sifatnya dapat ditempa, liat, dan tahan korosi.
Timah digunakan sebagai pelapis lembaran baja lunak (pelat
timah) dan industri pengawetan.

Gambar 2.2 Tembaga


b) Alumunium (Al)
Umumnya aluminium dicampur dengan logam lainnya sehingga
membentuk aluminium paduan. Material ini dimanfaatkan
bukan saja untuk peralatan rumah tangga, tetapi juga dipakai
untuk keperluan industri, kontsruksi, dan lain sebagainya.
8

Gambar 2.3 Alumunium


B. Polimer
Material yang termasuk polimer adalah plastik dan karet. Umumnya
polimer merupakan senyawa organik dengan unsur dasar berupa karbon, oksigen
dan hidrogen. Unsur-unsur tersebut tersusun dalam bentuk rantai hingga memliki
ukuran molekul yang besar. Atom-atom dalam suatu rantai polimer saling
berkaitan secara konvalen, sementara ikatan antar rantai adalah ikatan Van Der
Waals, polimer umumnya ringan (memiliki massa jenis yang rendah) dan sangat
fleksibel (mudah diubah bentuk).

Gambar 2.4 Polimer


C. Keramik

Keramik merupakan senyawa antara unsur logam dan non logam, yang
memiliki ikatan kovalen atau ionik. Umumnya, senyawa material keramik berada
dalam bentuk senyawa oksida (Al203, ZnO2, MgO, dan lain-lain). Nitrida (A1N,
TiN, dan lain-lain), karbida (SiC, WC, dan lain-lain). Beberapa material yang
termasuk dalam klasifikasi keramik gelas atau kaca, semen, dan keramik yang
9

terbuat dari lempung. Material keramik umumnya isolator panas dan listrik, tahan
terhadap suhu tinggi, serta keras, namun getas.

Gambar 2.5 Keramik


D. Komposit

Materil komposit merupakan gabungan lebih dari satu macam material.


Contoh yang paling umum adalah fiberglass, yang terdiri atas serat gelas
(keramik) sebagai penguat didalam material polimer. Komposit didesain untuk
memperoleh efek sinergis dari sifat-sifat material penyusunannya. Pada
fiberglass, misalnya, material didesain agar memiliki kekuatan yang cukup tinggi
(kontribusi dari material gelas), tetapi memiliki fleksibelitas yang cukup baik
(kontribusi dari material polimer).

Gambar 2.6 Komposit

2.1.1 Karakteristik Material

Karakteristik logam ini dipelajari dari struktur elektronnya atau dengan


kata lain dari pemahaman struktur atom-atom yang membentuknya. Berikut ini
karakteristik dari struktur logam murni. Ion logam berukuran relatif kecil, dengan
diameter sekitar 0,25 nm. Ion-ion sejenis di dalam logam padat murni tertumpuk
10

bersama secara teratur, dan sebagian besar logam tertumpuk secara kolektif ionion
menempati volume minimum.
Bahan logam memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik
tersebut digolongkan menjadi empat sifat, yaitu :
1. Sifat mekanis
Sifat mekanis suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam
untuk menahan beban yang diberikan, baik beban statis maupun
dinamis pada suhu biasa, suhu tinggi, ataupun suhu di bawah 0ºC.
Beban statis adalah beban yang tetap, baik besar maupun arahnya pada
setiap saat, sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan
arahnya berubah menurut waktu. Beban statis dapat berupa beban tarik,
tekan lentur, puntir, geser, dan kombinasi dari beban tersebut.
Sementara itu, beban dinamis dapat berupa beban tiba-tiba,
berubahubah, dan beban jalar. Sifat mekanis logam meliputi kekuatan
kekenyalan, keliatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, tahan aus, batas
penjalaran, dan kekuatan stress rupture. Berikut ini merupakan
pembagian dari sifat mekanis, yaitu:

a) Sifat logam pada pembeban Tarik


Bila suatu logam dibebani beban tarik, maka akan mengalami
deformasi, yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh
beban yang dikenakan padanya. Deformasi ini dapat terjadi secara
elastis dan plastis. Deformasi elastis yaitu suatu perubahan yang
segera hilang kembali apabila beban ditiadakan. Sedangkan
deformasi plastis yaitu suatu perubahan bentuk yang tetap ada
meskipun beban yang menyebabkan deformasi ditiadakan .
11

b) Sifat logam pada pembeban dinamis


Bahan yang dibebani secara dinamis akan lelah dan patah
meskipun dibebani di bawah kekuatan statis. Kelelahan adalah
gejala patah dari bahan disebabkan oleh beban yang
berubahubah. Kekuatan kelelahan suatu logam adalah tegangan
bolakbalik tertentu yang dapat ditahan oleh logam itu sampai
banyak balikan tertentu. Sementara itu, batas kelelahan adalah
tegangan bolakbalik tertinggi yang dapat ditahan oleh logam itu
sampai banyak balikan tak terhingga.
c) Penjalaran
Penjalaran adalah pertambahan panjang yang terus-menerus
pada beban yang konstan. Bila suatu bahan mengalami
pembebanan tarik tertentu dan tetap, maka pertambahan
panjangnya mungkin tidak berhenti sampai ia patah atau
mungkin berhenti bergantung pada besarnya beban tarik tersebut.
d) Sifat logam terhadap beban tiba-tiba
Bila deformasi mempunyai kecepatan regangan yang tinggi,
maka bahan umumnya akan mengalami patah getas, akibat
bahan dikenai beban tiba-tiba. Untuk melihat sifat tersebut
dilakukan percobaan pukul, yang dilakukan pada batang uji dan
diberi tarikan menurut standar yang telah ditentukan.
e) Sifat kekerasan logam
Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis
karena pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan
atau penekanan. Sifat ini banyak hubungannya dengan sifat
kekuatan, daya tahan aus, dan kemampuan dikerjakan dengan
mesin (mampu mesin). Cara pengujian kekerasan terdiri dari tiga
macam, yaitu goresan, menjatuhkan bola baja, dan penekanan.
f) Sifat penekanan
Sifat ini hampir sama dengan sifat tarikan. Untuk bahan getas,
besaran sifat tekanannya cenderung lebih tinggi daripada sifat
12

tariknya. Sebagai contoh, besi cor kelabu, yang sifat tekanannya


kira-kira empat kali lebih besar daripada sifat tariknya.
g) Sifat logam terhadap geser dan puntir
Pengujian geser suatu bahan akan sulit dilakukan dengan cara
memberi beban berlawanan pada titik yang berlainan (tidak
terletak pada suatu garis lurus dan salah satu arah beban), karena
akan terjadi pembengkokan. Yang lebih praktis adalah
memberikan beban puntir pada sumbu suatu bahan yang
berbentuk tabung. Pada pengujian ini, besarnya tegangan geser
tidak sama dari permukaan ke pusat, tegangan geser di
permukaan maksimum dan di sumbu nol.
h) Sifat redaman logam
Apabila suatu logam ditarik atau ditekan sehingga terjadi
deformasi elastis kemudian beban tersebut dihilangkan. Dengan
demikian, energi yang dibutuhkan untuk mengubah bentuk asal
selalu lebih rendah daripada energi untuk deformasi elastis,
karena penekanan atau tarikan tersebut. Hal ini terjadi karena
adanya tahanan dalam. Tahanan dalam adalah kemampuan
logam untuk meredam beban atau getaran tiba-tiba. Sebagai
contoh, besi cor kelabu walaupun memiliki kekuatan dan
tahanan kejut yang rendah, tetapi mempunyai tahanan redam
yang tinggi sehingga untuk memegang perkakas, mesin besi cor
kelabu tersebut akan memperoleh hasil yang lebih baik karena
dapat meredam getaran.
i) Sifat plastis
Sifat plastis adalah kemampuan suatu logam atau bahan dalam
keadaan padat untuk dapat diubah bentuk yang tetap tanpa pecah.
Sifat itu penting untuk dipertimbangkan dalam pengolahan
bentuk suatu logam. Kebanyakan logam pada suhu tinggi
mempunyai sifat plastis yang baik dan cenderung bertambah
dengan kenaikan suhu. Logam yang tidak plastis pada suhu
13

tinggi disebut getas panas, yaitu mudah retak karena deformasi


disebabkan adanya suatu beban pada suhu tersebut. Bila gejala
ini terjadi pada suhu kamar biasa disebut getas dingin.
2. Sifat fisik
Sifat fisik adalah sifat bahan karena mengalami peristiwa fisika
seperti adanya pengaruh panas dan listrik.
a. Sifat karena pengaruh panas antara lain mencair, perubahan
ukuran, dan struktur karena proses pemanasan.
b. Sifat listrik yang terkenal adalah tahanan dari suatu bahan
terhadap aliran listrik atau sebaliknya sebagai daya hantar listrik.
3. Sifat pengerjaan atau teknologis
Sifat pengerjaan logam adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam
proses pengolahannya. Sifat itu harus diketahui lebih dahulu sebelum
pvengolahan bahan dilakukan. Pengujian yang dilakukan antara lain
pengujian mampu las, mampu mesin, mampu cor, dan mampu keras.
4. Sifat kimia
Sifat kimia dari suatu bahan mencakup kelarutan bahan tersebut pada
larutan basa atau garam, dan pengoksidasian bahan tersebut. Hampir
semua sifat kimia erat hubungannya dengan kerusakan (deterisasi)
secara kimia. Kerusakan tersebut berupa gejala korosi dan ketahanan
bahan terhadap serangan korosi. Hal ini sangat penting dalam praktik.

2.1.2 Diagram Fasa


Diagram fasa adalah representasi grafik hubungan antara batasan
lingkungan (misal: temperatur dan tekanan) komposisi daerah stabilitas fasa.
Diagram fasa memetakan rentang komposisi, biasanya dalam berat tiap unsur
paduan, misal 70% tembaga- 30% nikel dan temperatur melebihi fasa tertentu
yang stabil untuk suatu sistem bahan-bahan yang dihimpun pada data campuran
yang terbeda.
14

Gambar 2.7 Diagram Fasa Fe3

Diagram fasa terdiri dari berbagai jenis, yaitu diagram fasa untuk suatu
sistem paduan yang terdiri dari 2 komponen (briner), diagram fasa untuk suatu
sistem paduan yang terdiri dari 3 komponen (terner) dan lain sebagainya[2].
Dari suatu diagram fasa dapat diketahui beberapa hal, antara lain :

1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda


dengan kondisi pendinginan lambat.

2. Temperatur pembekuan dan derah pembekuan paduan Fe-C bila


dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.

4. Batas-batas kelarutan atau kesetimbangan dari unsur karbon pada


fasa tertentu.
5. Reaksi metalurgi yang terjadi yaitu reaksi eutektik, peritektik dan
eutektoid.
Batasan temperatur pada diagram Fe-Fe3C yaitu :

1. A1 adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa autenite


menjadi a+Fe3C (perlit) untuk baja hypo eutektoid.
2. A2 adalah titik currie (pada temperatur 769ºc) dimana sifat magnetik
besi berubah dari ferromagnetic menjadi paramagneti.
3. A3 adalah temperatur tranformasi dari fasa autenite menjadi (ferit)
yang ditandai pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring
dengan turunnya temperatur.
15

4. Acm adalah temperatur tranformasi dari fasa autenite menjadi Fe3C


(cementite) yang ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan
karbon seiring dengan turunnya temperatur.
Istilah-istilah yang terdapat di diagram fasa, yaitu :

1. Austenite : Larutan pada karbon didalam Fe autenit dengan pelarutan


maksimal 2.41% C pada suhu 1147 °C
2. Ferrite : Larutan padat karbon didalam besi a (FCC) dengankelarutan
maksimal 0.02% pada suhu 727 ºC
3. Delta : Larutan padat karbon didalambesidengankelarutan maksimal
0,1% pada suhu 1499 ºC
4. Pearlite : Campuran mekanis yang homogen antara kristal halus ferit
(a) dengan kadar 0.02% dan kristal halus Sementite(Fe3C) dengan
kadar 6,687% yang rapat terletak bersebelahan, serta terjadi pada
suhu 727ºC (suhu eutektoid) hal ini terjadi bukan dari larutan cair
tetapi dari larutan pada austenit.
5. Cementite : Ikatan kimia besi karbon (Fe3C) yang terbentuk pada
konsentrasi 6,687% melalui reaksi 3Fe+C ─> Fe3C yang disebut
sebagai karbid besi berwarna terang atau keputihputihan.
6. Ledeburite :Campuran mekanis yang homogen antara kristal halus
austenit dengan kadar 2,14% dan kristal halus sementit dengan kadar
6,687% yang rapat terletak bersebelahan serta terjadi pada suhu tetap
1147ºC.

2.2 Uji Kekerasan Rockwell

Metode Rockwell merupakan metode yang paling banyak digunakan


dalam industri karena sangat sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusus
untuk melakukannya. Peralatan pengujian Rockwell sudah terautomasi sehingga
tidak perlu dilakukan pengukuran jejak. Nilai kekerasan langung ditampilkan
dimesin ketika penjejakan telah selesai dilakukan. Pengujian kekerasan dengan
metode Rockwell ini diatur berdasarkan standar ASTM E18-15. Adapun standar
kekerasan metode pengujian Rockwell ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
16

Tabel 2.1 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell


Skala Penekan Beban Skala Warna
Kekerasan
Awal Utama Jumlah Angka

A Kerucut intan 10 50 60 100 Hitam


120º

B Bola baja 90 100 130 Merah


1,558 mm 10
(1/16”)

C Kerucut intan 140 150 100 Hitam


120º 10

D Kerucut intan 90 100 100 Hitam


120º 10

E Bola baja 90 100 130 Merah


3,175 mm 10
(1/8”)
F Bola baja 50 60 130
1,558 mm 10 Merah

G Bola baja 140 150


1,558 mm 10 130 Merah

H Bola baja 50 60
3,175 mm 10 130 Merah

K Bola baja 10 140 150 130 Merah


3,175 mm
17

L Bola baja 6,35 50 60


mm (1/4”) 10 130 Merah

M Bola baja 6,35 90 100


mm 10 130 Merah

P Bola baja 6,35 140 150


mm 10 130 Merah

R Bola baja 12,7 50 60


mm (1/2”) 10 130 Merah

S Bola baja 12,7 90 100


mm 10 130 Merah

V Bola baja 12,7 140 150


mm 10 130 Merah

Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat dikelompokkan


menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing skala. Dalam
metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya bervariasi,
yaitu :
1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell
Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.

Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan
memilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala
tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akurat,
maka kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan
yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan,
18

dimana acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui
melalui tabel sebagai berikut :

Tabel 2.2 Skala Kekerasan Dan Pemakaiannya


Skala Pemakaiannya

A Untuk carbide cementite, baja tipis, dan baja dengan lapisan keras
yang tipis

B Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan alumunium, dan besi


tempa

C Untuk baja, besi tuang keras, besi tempa peritik, titanium, baja dengan
lapisan keras yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras
daripada skala B-100

D Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi
tempa peritik

E Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam


bantalan

F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis

G Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaga-nikel

H Untuk alumunium, seng, dan timbale

K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
19

R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell


diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua
(beban utama) disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg
sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan.
Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan
dengan menggunakan metode pengujian Rockwell, yaitu :
1. Cara pengujian kekerasan Rockwell

Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor


dengan suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih
dari suatu logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan
dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan dijadikan dasar
perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil
pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru
dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode
Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan
Rockwell atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang
disingkat dengan huruf R saja
2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell

Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor


terlebih dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu
indentor bola baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang,
20

penguji meletakkan specimen yang akan diuji kekerasannya di


tempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan digunakan untuk
proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya, penguji
dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial
indicator pointer.
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa
factor antara lain :
1. Benda uji.
2. Operator.
3. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Tingkat ketelitian rendah.
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3. Penekanan bebannya tidak praktis.
Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji kekerasan yang dimiliki oleh
Laboratorium Material Teknik & Pengecoran Logam, Jurusan Teknik Mesin,
Universitas Gunadarma, yaitu:
Nama alat : Rockwell Hardness Testing Machine
Merk : MITUTOYO HR-400
Loading : Maximum 150 KP
Minimum 60 KP
Spesifikasi :
1. HRC Load : 150 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
2. HRB Load : 100 KP
Indentor : Steel ball 1/16”
3. HRA Load : 60 KP
21

Indentor : Kerucut intan 120º


4. HRD Load : 100 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
5. HRF Load : 60 KP
Indentor : Steel ball 1/16”
6. HRG Load : 150 KP
Indentor : Steel ball 1/16”
Berikut ini Dibawah ini merupakan gambar dari alat uji kekerasan
Rockwell.

Gambar 2.8 Alat Uji Kekerasan Rockwell


Keterangan Gambar:
1. Elevation Handle.
2. Test Force Selector Knob.
3. Indenter Shaft.
4. Display (LED).
5. Front Panel
6. Indentor.
7. Flat Anvil.
8. Bellows.
22

2.3 Uji Impact Charpy


Uji impact charpy digunakan untuk mengetahui kegetasan atau keuletan
suatu bahan (specimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara tiba-tiba
terhadap benda yang akan diuji secara statik. Benda uji dibuat takikan terlebih
dahulu sesuai dengan standar dan hasil pengujian benda tersebut akan
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan
sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji tersebut.

2.3.1 Dasar Pengujian


Pada pengujian ini adalah suatu bahan uji yang ditakik, dipukul oleh
pendulum (godam) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat
kegetasan suatu bahan. Cara ini dapat dilakukan dengan charpy atau cara izod.

2.3.2 Pengujian Charpy dan Izod


Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum
diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian
impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari
penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum .
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.
Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu ASTM E23.

Gambar 2.11 Sistem Uji Impact Charpy Dan Izo


23

2.3.3 Mesin Uji Impact


Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu
beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk
konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional
sampai dengan sistem digital yang lebih maju.
Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi
kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar
deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan
peningkatan laju regangan beberapa kali lipat.

Gambar 2.12 Mesin Uji Impact Charpy

2.3.4 Specimen Uji Impact


Pada pengujian impact dalam proses pengujiaanya menggunakan
specimen sebagai sampel dari material logam yang akan di uji. Material logam
yang akan di uji harus dipotong sesuai ukuran standar specimen yang berlaku.
untuk ukuran specimen sendiri harus mengikuti standar yang berlaku, untuk
pengujian impact yang mengacu pada standar ASTM E23 yang mengatur
bagaimana standar ukuran specimen yang digunakan pada pengujian impact,
dengan ukuran 55 × 10 × 10 mm, dengan takikan ( Notch ) sebesar 45º dan
kedalaman 2 mm.

Gambar 2.13 Specimen Uji Impact


24

2.3.5 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact


Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,
maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang
juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas.
Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram
meter (kgm) pada saat pendulum mencapai kedudukan 4.
Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum
dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum
akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan
pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai
patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut :

Atau dapat juga diselesaikan dengan menggunakan rumus berikut ini :

W1 = G × λ(1 - cos α ) x g (m/s2 )


dimana :
W1 = Usaha yang dilakukan (kgm)
G = Berat pendulum (kg)
h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = Jarak lengan pengayun (m)
cos λ = Sudut posisi awal pendulum
g = Percepatan Gravitasi (m/s2)
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut :

W2 = G × h2 (kgm)

Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

W2 = G × λ(1-cos ß) (kgm)

W2 = G × λ
25

dimana :

W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kgm)


G = Berat pendulum (kg) h2 = Jarak akhir antara
pendulum dengan benda uji (m) λ = Jarak lengan
pengayun (m) cos β = Sudut posisi akhir pendulum g
= Percepatan Gravitasi (m/s2)
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat
diketahui melalui rumus sebagai berikut :

W = W1 - W2 (kg m)

Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai


berikut :

W = G × λ(cos β - cos λ) (kg m)


dimana :
W = Usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (joule)

W1 = Usaha yang dilakukan (joule)


W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (joule)
G = Berat pendulum (kg)
λ = Jarak lengan pengayun (m)
cos λ = Sudut posisi awal pendulum
cos β = Sudut posisi akhir pendulum

g = Percepatan Gravitasi (m/s2)

Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini :
K: 𝑊
Ao

dimana :
K = Nilai impact (kg m/mm2)
W = Usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (joule)
Ao = Luas penampang di bawah takikan (mm2)
26

Gambar 2.14 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact

Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode charpy adalah :


Kelebihan:
1. Hasil pengujian lebih akurat.
2. Pengerjaannya lebih mudah di pahami dan di lakukan.
3. Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.
4. Harga alat lebih murah.
5. Waktu pengujian lebih singkat.

Kekurangan:
1. Hanya dapat di pasang pada posisi horizontal.
2. Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak di cekam.
3. Pengujian hanya dapat di lakukan pada specimen yang kecil.
4. Hasil pengujian kurang dapat atau tepat di manfaatkan dalam
perancangan karena level tegangan yang di berikan tidak rata.
Dimana benda uji dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar
ASTM E23 - 05 dan hasil pengujian pada benda uji tersebut akan terjadi
perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan sesuai dengan keuletan atau
kegetasan terhadap benda uji tersebut. Percobaan uji impact charpy dilakukan
dengan cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda uji yang akan diuji
27

secara statik, dimana pada benda uji dibuat terlebih dahulu sesuai dengan
ukuran standar ASTM E23 - 05.

2.3.6 Alat Uji Impact Charpy Kapasitas 215 Joule


Dalam praktikum mengenai uji impact pada Laboratorium Teknik Mesin
Lanjut Universitas Gunadarma, menggunakan alat uji impact metode charpy
yang berkapasitas 215 Joule berikut ini merupakan spesifikasi dari alat uji yang
digunakan dalam proses praktikum.

2.3.7 Spesifikasi dan Bagian Utama Alat Uji Impact Charpy


Adapun spesifikasi alat uji impact tipe charpy adalah sebagai berikut :
Tipe alat uji : Charpy
Kapasitas : 215 Joule
Berat pendulum (godam) : 16 kg
Jarak titik ayun dengan titik pukul : 1200 mm = 1,2 m
Posisi awal pemukula : 140º
Sudut pisau pemukul : 45º
Dimensi alat uji : 1150 mm × 800 mm × 500 mm
Standar bahan uji : Material ferro dan non ferro yang
memiliki sifat getas ( britellness )
yang tinggi.

Gambar 2.15 Alat Uji Impact Tipe Charpy Kapasitas 215 Joule (a) Tampak
Depan, (b) Tampak Samping Kiri, (c) Tampak Belakang
28

2.3.8 Komponen dan Bagian Utama Alat Uji Impact Charpy

Gambar 2.16 Bagian-Bagian Utama Alat Uji Impact Tipe Charpy


Sedangkan bagian-bagian utama dari alat uji impact tipe charpy terdiri atas:
1. Badan alat uji impact
Badan alat uji impact terbuat dari baja profil dengan tebal baja 5 mm.
Sedangkan dimensi dari badan alat uji impact ini adalah 750 mm ×
400 mm × 1000 mm. Proses pengerjaan yang dilakukan dalam
pembuatan badan alat uji impact ini adalah proses penyambungan
atau proses pengelasan. Badan alat uji impact berfungsi sebagai
tempat dudukan dari bearing dan tempat benda uji. Berikut ini
merupakan gambar alat uji impact tipe charpy.

Gambar 2.17 Badan Alat Uji Impact Tipe Charpy


29

2. Dasar
Dasar alat uji impact ini memiliki fungsi sebagai dasar dudukan dari
alat uji dan sebagai peredam dan penahan dari efek tumbukan yang
terjadi selama proses pengujian , memiliki massa 10 kg .

Gambar 2.18 Dasar Alat Uji Impact Tipe Charpy\

3. Pendulum
Pendulum berfungsi sebagai beban yang akan diayunkan ke benda uji
dan juga terdapat pisau pemukul untuk mematahkan benda uji.
Pendulum terbuat dari baja pelat silinder Ø 230 × 30 mm dengan
berat 8 kg. Pada bagian atas pendulum dihubungkan ke bagian lengan
pengayun dengan cara dilas.

Gambar 2.19 Pendulum Alat Uji Impact Tipe Charpy


4. Lengan pengayun
Lengan pengayun berfungsi untuk menentukan gerakan ayunan dari
poros ke pendulum. Lengan pengayun ini terbuat dari baja silinder Ø
30 × 697 mm dan pada bagian atasnya dihubungkan ke poros dengan
30

di baut, serta pada bagian bawahnya dihubungkan ke pendulum


dengan cara dilas.

Gambar 2.20 Lengan Pengayun Alat Uji Impact Tipe Charpy


5. Poros pengayun
Poros pengayun berfungsi sebagai penerus ayunan dari bearing ke
lengan pengayun dan pendulum. Poros pengayun terbuat dari baja
silinder Ø 30 × 120 mm. Pada bagian ujung kanan dan kirinya
dihubungkan ke bearing dan pada bagian bawah pada bagian
tengahnya dihubungkan dengan lengan pengayun.
6. Bearing
Bearing berfungsi sebagai pengayun poros dan bearing yang
digunakan adalah bearing dengan ukuran diameter dalam atau
diameter poros 30 mm. Bearing ditempatkan pada bagian kanan atas
dan kiri atas pada badan alat uji impact dengan cara dibaut.

Gambar 2.21 Bearing Alat Uji Impact Tipe Charpy


7. Tempat benda uji
Tempat benda uji berfungsi sebagai tempat diletakkannya benda uji
yang akan dilakukan pengujian. Tempat benda uji ini terbuat dari baja
31

profil U 70 × 40 mm dengan tebal 5 mm. Tempat benda uji dilas


menyatu dengan badan alat uji impact.

Gambar 2.22 Tempat Benda Uji Impact Tipe Charpy


8. Busur derajat dan jarum penunjuk
Busur derajat berfungsi sebagai alat pengukur atau alat baca dari hasil
pengujian. Jarum penunjuk berfungsi untuk menunjukkan angka
pada busur derajat yang merupakan hasil dari pengujian. Jarum
penunjuk dihubungkan ke poros pengayun dengan dibaut sehingga
arah ayunannya sesuai dengan arah ayunan poros pengayun.

Gambar 2.23 Busur Derajat Dan Jarum Penunjuk


9. Pisau pemukul
Pisau pemukul berfungsi untuk memukul benda uji yang telah dibuat
takikan. Posisi pisau pada saat akan memukul adalah di belakang
takikan benda uji. Bahan pisau pemukul ini harus lebih keras dari
benda yang akan diuji dan sudut pisau pemukul adalah 45º.
32

Gambar 2.24 Pisau Pemukul Alat Uji Impact Tipe Charpy


10. Lengan Penahan Pendulum
Lengan penahan pendulum berfungsi sebagai penahan sesaat
pendulum akan menumbuk benda uji , penahan tersebut
menggunakan mekanisme engsel slot sebagai penahanya.

Gambar 2.25 Lengan Penahan Pendulum Alat Uji Impact Tipe


Charpy
11. Sistem Pengereman
Sistem pengereman digunakan dalam memberhentikan laju atau
pergerakan dari pendulum yang bergerak setelah proses tumbukan
atau pengujian. Sistem pengereman terdiri dari berbagai komponen
mulai dari handle rem, cakram dan caliper.

\
Gambar 2.26 Komponen Sistem Pengereman Alat Uji Impact Tipe
Charpy
33

12. Steer Pengayun


Steer pengayun berfungsi sebagai alat kendali sebagai penggerak
untuk lengan pengayun , diteruskan daya nya dengan menggunakan
sistem gearset.

Gambar 2.27 Lengan Penahan Pendulum Alat Uji Impact Tipe


Charpy 13. Gearset.
Gear set digunakan sebagai sistem penerus daya untuk menggerakan
posisi ketinggian derajat dari posisi pendulum , mengguakan jenis
roda gigi lurus ( spur ) denga type rack dan pinion

Gambar 2.28 Gearset Pada Alat Uji Impact Tipe Charpy


Berikut ini merupakan dimensi dari alat uji impact yang ditunjukkan dari
berbagai tampak.
34

Tampak Depan Tampak Samping


Gambar 2.29 Dimensi Alat Uji Impact
2.4 Uji Metalografi
Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan
metalografi. Metalurgi adalah ilmu yang menguraikan tentang cara pemisahan
logam dari ikatan unsur-unsur lain. Metalurgi dapat dikatakan pula sebagai cara
pengolahan logam secara teknis untuk memperoleh jenis logam atau logam
paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan metalografi adalah ilmu
yang mempelajari tentang cara pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat,
struktur, temperatur, dan persentase campuran logam tersebut. Pemeriksaan
struktur dapat dilakukan melalui berbagai skala panjang atau tingkat agnifikasi,
mulai dari pemeriksaan visual atau pembesaran rendah (~20x) hingga perbesaran
lebih dari 1.000.000x dengan mikroskop elektron. Metalografi juga dapat
mencakup pemeriksaan struktur kristal dengan teknik seperti difraksi sinar-x.
Namun, alat yang paling familiar dari metalografi adalah mikroskop cahaya,
dengan perbesaran mulai dari ~50 hingga 1000x dan kemampuan untuk
menyelesaikan fitur mikrostruktur ~0,2 um atau lebih besar. Mikrostruktur
adalah kumpulan fasa fasa dan stuktur yang ada di logam yang sudah diamati
dengan metode metalografi.
Dalam proses pengujian metalografi, pengujian logam dibagi lagi
menjadi dua jenis, yaitu :
35

1. Pengujian makro (Macroscope Test)


Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan
pembesaran 10 ± 100x.
2. Pengujian mikro (Microscope Test)
Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan
pembesaran 1000x.
Untuk saat ini mikroskop yang digunakan sudah dihubungkan dengan
komputer yang dilengkapi dengan sistem analisis gambar yang akurat. Dari hasil
pengamatan mikroskop tersebut dapat dihitung ukuran ,bentuk dan distribusi fasa
dan juga didapat matriks mikrostruktur. Selain itu jika data mikrostruktur sudah
didapat, dengan data tesebut kita dapat memprediksi sifat sifat mekanik seperti
deformasi plastis, elongasi, dan kekuatan tarik.

Dalam kasus kawat dan benda bulat yang kecil, bagian memanjang
melalui pusat spesimen terbukti menguntungkan ketika dipelajari bersama
dengan bagian melintang.

Gambar 2.9 Location of area shown in phomicrograph


Berikut keterangan gambar:
A. Permukaan penge-roll-an.
B. Arah penge-roll-an.
C. Sisi penge-roll-an.
D. Bagian planar (bagian 2 dimensi).
36

E. Bagian memanjang tegak lurus dengan permukaan penge-roll-an.


F. Bagian melintang.
G. Bagian radius yang membujur.
H. Bagian tangensial yang membujur.
Ukuran spesimen pengujian metallography, pada spesimen yang akan
dipolesuntuk pemeriksaan metalografi umumnya tidak lebih dari sekitar 12 - 25
mm2 (0,5 hingga 1,0 inci2), atau sekitar 12 - 25 mm pada dameter jika
materialnya berbentuk silinder. Ketinggian spesimen harus tidak lebih dari yang
diperlukan untuk penanganan yang nyaman selama pemolesan.
Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk melakukan pengujian
metalografi. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:

1. Pemotongan
Pemotongan specimen cukup dalam dimensi yang tidak terlalu besar
(< 10 × 10 × 10) mm dan tidak boleh menjadi panas berlebihan dalam
proses pemotongan untuk menghindari rusaknya struktur specimen
tersebut akibat panas.
2. Penyalutan (Mounting)
Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan
pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang
digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada
temperatur 150º C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang
digunakan pada proses penyalutan, yaitu :
Tabel 2.3 Bahan-Bahan Mounting
NO Plastik Tipe Catatan

1 Phenolic Thermosetting Memerlukan


(contohnya bakelit) pengontrolan panas dan
tekanan dengan
secukupnya
memberikan bahan
pelarut secara
perlahan-lahan.
37

2 Diall phthalete Thermosetting Memerlukan


pengontrolan suhu
(prepolimer)
panas antara 130º C
140º C tekanan,
penyusutan rendah, dan
karakteristik polishing
yang baik.

3 Phenolic varnish Thermosetting Untuk pengisian


vakum oxide film

4 Epoxy resin Liquid various Araltide grade ialah


suatu cairan tuangan
(contohnya Araldite)
resin yang memberikan
penyalutan yang baik
tanpa panas dan
tekanan, perlahanlahan
waktu proses mounting.

5 Plyvinyl chloride Thermosetting Penyusutan rendah,


lamban biasa pelarut,
tetapi penyelesaian
dengan glacialacetic
acai.

3. Penggerindaan atau pengampelasan


Proses ini menggunakan kertas ampelas yang berjenjang dimulai dari
ampelas yang kasar sampai dengan yang halus. Tingkat kehalusan
kertas ampelas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silikon karbida yang
menempel pada kertas tersebut. Misalnya, terdapat ampelas yang
memiliki tingkat kehalusan hingga 220, angka 220 menunjukkan
bahwa serbuk silikon karbida pada kertas ampelas itu bisa lolos dari
38

ayakan hingga mencapai 220 lubang pada luas 1 inchi2 (sekitar 625
mm2).
4. Pemolesan (polishing)
Benda uji yang sudah melewati proses penggerindaan, dieteruskan ke
proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles
metalografi. Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar dengan kain
beludru (selvyt). Cara pemolesannya, benda uji diletakkan di atas
piringan yang berputar, kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles
yang biasa digunakan adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah
perdagangan diberi nama autosol atau gama alumina. Bila garis-garis
bekas pengampelasan masih terlihat, pemolesan diteruskan. Apabila
terlihat sudah rata, maka specimen dibersihkan dan dilanjutkan dengan
pengetsaan.
5. Pengetsaan
Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu lapisan yang
menutupi permukaan struktur logam. Struktur mikro dapat terlihat
dengan jelas di bawah mikroskop dengan menghilangkan lapisan
tersebut dengan cara mengetsa. Mengetsa dalam kamus, dapat
diartikan sebagai proses pembuatan gambar atau ukuran pada pelat
tembaga, yang dilapisi lilin dengan benda tajam kemudian
membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena korosi cairan asam.
Hasil proses itu ialah etsa, yaitu berupa gambar atau ukiran. Berikut
ini merupakan penjelasan beberapa larutan etsa untuk pengujian makro
dan mikro yang biasa dipakai dalam metalografi..
a. Cara mengetsa
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat
langsung dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan
asam yang akan digunakan pada sebuah cawan kemudian
mencelupkan permukaan benda uji pada asam tersebut sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan. Setelah itu, benda dicuci
39

dengan air hangat atau alcohol untuk menghentikan reaksi dan


mengeringkan dengan udara dari mesin kompresor.
b. Pengaruh etsa
Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan
benda uji. Dengan kata lain, baik atau tidaknya hasil pengetsaan
dapat dipengaruhi oleh larutan kimia yang digunakan untuk
mengetsa. Setelah bahan uji dietsa, di atas seluruh permukaan
benda uji akan tampak garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis
yang tampak itu menunjukkan adanya batas antar butir kristal
logam tersebut. Untuk memperjelas bentuk dan corak butir-butir
kristal yang berbeda jenisnya itu, dapat diamati pada mikroskop.
Dengan mikroskop, kita dapat menunjukkan adanya perbedaan
beberapa elemen yang terkandung dalam bahan uji tersebut.
Meskipun demikian, tidak semua proses pengetsaan menghasilkan
hasil etsa yang memuaskan. Dengan kata lain, dalam satu proses
pengetsaan terkadang kita tidak berhasil mengetsa benda yang
diuji. Berikut ini merupakan faktorfaktor penyebab terjadinya
kegagalan dalam mengetsa, yaitu :
1. Benda kerja terlalu kotor karena terlalu lunak atau berminyak.
2. Benda kerja tidak bersih pada waktu dicuci.
3. Kurangnya waktu pengetsaan.
4. Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.
5. Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etching
reagent).
6. Mikroskop.
Pada dasarnya, mikroskop terdiri dari dua buah lensa positif, yaitu
lensa yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat
dengan benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif,
sedangkan lensa yang berada dekat dengan mata disebut lensa okuler.
Perbesaran total oleh mikroskop ini didefinisikan dengan
perbandingan antara tangen sudut buka baying akhir dengan sudut
40

buka tanpa menggunakan alat. Perbesaran sebuah mikroskop


biasanya berkisar 50, 100, 200, 400, dan 1000 kali lebih besar dari
benda uji. Perbesaran struktur mikro dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

LOK × LOB × FK × UKURAN FOTO

Dimana :
LOK = lensa okuler (nilai 2,5)
LOB = lensa obyektif/lensa yang dipakai pada mikroskop
FK = faktor kamera (nilai 1), Ukuran foto 3R nilai 4.
Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji metalografi (Mettalurgical
Microscope) yang dimiliki oleh Laboratorium Material Teknik & Pengecoran
Logam, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gunadarma, yaitu[10] :

Tyepiece : NWF 10 X
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X
Viewing head :Binocular body complete with interpupillary
distance

Illuminator : Koehler-type illuminator complete with aperture and


field diaphragms, filter slots, and bulb cord.
Uses EL-38 (8 V,15 W) tungsten filamen bulb.
Mechanical stage : Graduated 150 × 160 mm in size 30 × 30 mm cross
motion, reading to 0,1 mm by vernier. Provided with
low position stage controls.

Focusing control : Stage height is adjustable by the control knob and


fixed by locking knob. Fine controls are workable in
arrange of 2 mm.

Photo mechanic :Optical path selector for visual observation and


photography, built in reflecting mirror and camera
port.
41

Polarizing filters : Built-in slideway, complete with analyzer, rotatable


through 0-9º, and polarizer filter.

Microscope stand : Inverted stand, complete with built-in plane glass


reflector, built in power supply transformer,
variable light intensity control, out put sockets.

Color filters :Green filter for visual observation and


monochromatic film photography, and blue filter
for color photography
Berikut ini merupakan gambar dari mikroskop untuk mengetahui struktur
dari benda uji.

Gambar 2.10 Mettalurgical Microscope

2.5 Uji Lendutan Batang


Mekanika merupakan ilmu fisika yang berhubungan dengan benda diam
atau bergerak dalam pengaruh gaya – gaya yang bergerak padanya. Mekanika
dapat dibagi tiga, yaitu mekanika benda tegar, mekanika benda terdeformasi, dan
mekanika fluida. Statika dan dinamika merupakan bagian dari mekanika benda
tegar. Bila statika membahas benda – benda dalam keadaan keseimbangan baik
pada keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan, dinamika
merupakan bagian mekanika yang berhubungan dengan gerak benda dengan
percepatan.
42

Adapun tujuan dari pengujian batang lentur ini adalah : untuk mengetahui
defleksi atau lendutan dan reaksi momen serta tegangan terhadap batang material
Baja Aisi pada saat mendapat beban terdistribusi pada jarak pusat yang telah di
tetapkan, untuk mengetahui nilai keamanan pada material uji, dan
membandingkan hasil perhitungan defleksi secara teoritis dengan eksperimental.

Gambar 2.30 Chart untuk modulus elastisitas dan rapat jenis bahan teknik

Dalam aplikasi keteknikan, kebutuhan tersebut haruslah disesuaikan


dengan pertimbangan. ekonomis dan pertimbangan teknis, seperti kekuatan
(strength), kekakuan (stiffines), dan kestabilan (stability). Pemilihan atau
desain suatu batang sangat bergantung pada segi teknik di atas yaitu kekuatan,
kekakuan dan kestabilan. Pada kriteria kekuatan, desain beam haruslah cukup
kuat untuk menahan gaya geser dan momen lentur, sedangkan pada kriteria
kekakuan, desain haruslah cukup kaku untuk menahan defleksi yang terjadi
agar batang tidak melendut melebihi batas yang telah diizinkan. Suatu batang
jika mengalami pembebanan lateral, baik itu beban terpusat maupun beban
terbagi rata, maka batang tersebut mengalami defleksi.
Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi besar kecilnya defleksi
adalah :
1. Besar dan jenis pembebanan.
2. Jenis tumpuan.
3. Jenis material.
4. Kekuatan material.
Salah satu faktor yang sangat menentukan besarnya defleksi pada
batang yang dibebani adalah jenis tumpuan yang digunakan. Adapun jenis -
jenis tumpuan yang sering digunakan ada 3 yaitu:
43

1. Tumpuan Jepit. Tumpuan jepitan merupakan tumpuan yang dapat


menahan momen dan gaya dalam arah vertikal maupun horizontal.
2. Tumpuan Engsel. Tumpuan engsel merupakan tumpuan yang dapat
menahan gaya horizontal maupun gaya vertikal yang bekerja padanya.
3. Tumpuan Rol. Tumpuan rol merupakan tumpuan yang bisa menahan
y vertikal yang bekerja padanya.
Metode-metode yang dapat digunakan dalam perhitunganlendutan/defleksi pada
balok yaitu :
1. Metoda integrasi.
2. Metoda luas diagram momen.
3. Metoda superposisi.
4. Metoda energi.
5. Metoda konyugat.
Besarnya momen lentur dan gaya geser pada sembarang penampang
menentukan besarnya tegangan yang bekerja pada potongan tersebut.
Penyajian grafis dari gaya lintang dan momen lentur sangat menyederhanakan
analisis, perlu diketahui pada harga mana momen lentur mencapai maksimum
atau minimum serta pada titik mana gaya lintang berubah tanda.
Elastisitas merupakan sifat yang menyebabkan sebuah benda kembali
ke bentuk semula apabila gaya yang bekerja padanya dihilangkan. Sebuah
benda yang kembali sepenuhnya kepada bentuk semula dikatakan elastis
sempurna, sedang benda yang tidak kembali sepenuhnya kepada bentuk
semula dikatakan elastis parsial.
Dalam hal benda elastis sempurna, usaha yang dilakukan oleh gaya-
gaya luar selama deformasi sepenuhnya ditransformasikan menjadi energi
potensial regangan, sedangkan dalam hal benda elastis parsial sebagian dari
usaha yang dilakukan oleh gaya luar selama deformasi diubah ke dalam bentuk
panas yang timbul dalam benda tersebut selama berlangsungnya deformasi non
elastis.

Defleksi batang tergantung pada beban yang diberikan Berat. panjang


batang, modulus elastisitas ( modulus elastisitas) E dan momen inersia luas
44

penampang lintang batang. Modulus elastisitas menunjukkan kekakuan bahan


tergantung jenis bahannya.

Terlihat pada gambar, setiap jenis bahan teknik dinyatakan pada area
tertentu seperti logam teknik, keramik teknik, komposit teknik, keramik
berporos, polimer teknik, kayu, elastomer dan polimer busa. Bahan dengan
rapat jenis tinggi seperti logam keramik dan komposit cenderung lebih kaku.
Sebaliknya, polimer dengan rapat jenis rendah akan mempunyai kekakuan
rendah.
Tiga hukum Newton untuk benda bergerak berlaku untuk mekanika benda
tegar, yaitu:
1. Hukum I Newton
Sebuah partikel tetap dalam keadaan diam atau terus bergerak dalam
sebuah garis lurus pada kecepatan tetap bila ada gaya seimbang yang
bekerja padanya.
2. Hukum II Newton
Percepatan sebuah partikel sebanding dengan penjumlahan vektor
gaya yang bekerja padanya dan searah pada penjumlahan vektor
tersebut.

F = m.a

Dimana :
F = Gaya (N)
m = Massa partikel (kg)

a = Percepatan (m/ )
3. Hukum III Newton
Gaya aksi dan reaksi antara 2 partikel yang berinteraksi sama besar.
Berlawanan arah dan segaris. Disamping itu, hukum Newton untuk
menentukan gaya tarik menarik gravitasi antara 2 partikel yang
dinyatakan sebagai berikut:

F = G.m1.m2/r2
45

Dimana :

F = Gaya tarik menarik antara partikel – partikel ( N )


G = Konstanta universal sebesar 66,73 x 10-12 (m3/kg.s2))
m1 & m2 = Masing – masing adalah massa dari
partikel 1 dan 2 ( kg )
r = Jarak antara partikel – partikel ( m )
Persamaan tersebut dikembangkan untuk menentukan berat sebuah
partikel W, yaitu:

W = m.g

Dimana :

W = Berat sebuah partikel (N) M


= Massa partikel (kg) g = Percepatan
gravitasi sebesar 9,8 m/s2
Sebuah partikel dikatakan dalam keadaan keseimbangan bila partikel
tersebut dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan.
Kondisi tersebut tercapai, bila resultan seluruh gaya dan momen sama
dengan nol. Persamaan keseimbangan dinyatakan sebagai berikut :

R= ∑F=0, M= ∑M=0

2.5.1 Prinsip Kerja Alat Uji Lendutan Batang


Adapun prinsip kerja alat pada pengujian lendutan batang pada percobaan
ini diantaranya adalah:
1. Batang Kantilever dengan 1 tumpuan ujung

Sebuah batang kantilever dengan ujung satu terikat dan satu ujung
bebas ditunjukkan pada gambar 2.2. batang mempunyai panjang
batang sebesar l dan diberi beban W pada ujung bebasnya. Akibat
pembeban tersebut, maka ujung batang bebas terdefleksi sebesar y.
Ujung terikat mempunyai gaya normal RA dan momen MA yang
berlawanan arah dengan arah gerak jarum jam.
46

Gambar 2.31 Batang Kantilever

Berdasarkan syarat keseimbangan, yaitu resultan semua gaya dan


semua momen sama dengan nol. Resultan semua gaya pada sumbu y
adalah :

∑Fy = RA- W = 0
Karena itu, gaya normal pada ujung terikat sama dengan beban
pada ujung batang bebas. Resultan semua momen ujung terikat adalah:

∑M = MA – W. l = 0
Harga momen MA sebesar momen yang dihasilkan akibat beban
pada ujung bebas. momen gaya pada titik x sepanjang batang l dapat
dinyatakan sebagai berikut :

MA = W.(x.l)
Akibat beban pada ujung bebas, maka batang akan terdfleksi
sebagai berikut :

Dimana :
E = Modulus elastisitas atau modulus Young (Pa)

I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)


47

Defleksi maksimum dari batang kantilever adalah :


Δ = Wl3/3EI

2. Batang Kantilever dengan 2 Tumpuan ujung

Sebuah batang dengan panjang l ditumpu dengan 2 tumpuan bebas


pada ujung A dan B, seperti ditunjukkan pada gambar 2.3. Di tengah
batang diberi beban sebesar W.

Gambar 2.32 Sebuah Batang Ditumpu Oleh 2 Tumpuan Batang

Dalam keseimbangan apabila resultan semua gaya dan momen sama


dengan nol. Resultan semua gaya pada sumbu - y adalah:

∑R = RA + RB – W = 0

Resultan semua momen pada titik A memberikan:

Ra = ½. W

Resultan semua momen pada titik B memberikan :

RA = ½. W

Bagian tengah batang akan terdefleksi sebesar:

δ = Wl4/48.E.I
48

Dimana :
E = Modulus Elastisitas / Modulus Young (Pa)

I = Momen Inersia luas penampang lintang batang


(m4)
Defleksi batang tergantung pada beban yang diberikan W. panjang
batang l, modulus elastisitas (modulus elastisitas) E dan momen inersia
luas penampang lintang batang. Modulus elastisitas menunjukkan
kekakuan bahan tergantung jenis bahannya. seperti ditunjukkan pada
gambar 3. Terlihat pada gambar, setiap jenis bahan teknik dinyatakan
pada area tertentu seperti logam teknik, keramik teknik, komposit
teknik, keramik berporos, polimer teknik, kayu, elastomer dan polimer
busa. Bahan dengan rapat jenis tinggi seperti logam keramik dan
komposit cenderung lebih kaku. Sebaliknya, polimer dengan rapat
jenis rendah akan mempunyai kekakuan rendah.

Gambar 2.33 Chart untuk modulus elatisitas (modulus Young) dan


rapat jenis bahan Teknik

2.5.2 Prosedur Percobaan Lendutan Batang Dan Rangka

1. Tujuan Percobaan
49

Berikut ini adalah tujuan percobaan uji lendutan batang diantaranya:


a. Untuk mengukur defleksi dan regangan batang kantilever secara
sederhana.
b. Membandingkan harga analitik dan percobaan dari regangan batang.

c. Mengukur defleksi dan teori untuk menentukan modulus young dari


bahan.
d. Mencatat kesalahan yang mungkin terjadi dalam percobaan batang
kantilever.
2. Peralatan percobaan

Berikut ini adalah peralatan percobaan yang digunakan pada uji


lendutan batang dengan ujung satu tumpuan diantaranya: a. Peralatan
defleksi batang
b. 1 batang silinder baja 1045 dengan panjang 100cm berdiamter
8mm
c. 1 rangka batang atap berbahan baja

d. 1 buah dial indicator dengan probe 10mm

e. 1 buah magnetic stand

f. 20 pemberat
2.5.3 Prosedur Percobaan Batang Kantilever

Gambar 2.34 Rangkaian Batang Kantilever Ujung 1 Tumpuan


Prosedur percobaan batang kantilever:
50

a. Merangkai batang kantilever dengan ujung kiri terikat dan ujung kanan
bebas dengan panjang 50cm, seperti gambar 2.4.
b. Meletakkan tempat beban pada ujung batang bebas dan dial indicator
diatasnya. (mengamati posisi awal dial dan mencatatnya).
c. Meletakkan pemberat pertama m1 dan mencatat penurunan posisi pada
dial.
d. Melakukan prosedur kembali hingga penambahan pemberat ke 10.
e. Membuat grafik antara pemberat (W) dan defleksi (δ) dan menghitung
harga modulus elastisitas (modulus young) E melalui persamaan:

E = W.I3/6δ I Pa atau N/mm2

Dimana :

L = Jarak antara ujung jepit dan bebas


I = Momen Inersia untuk penampang lintang lingkaran
(batang berbentuk silinder) l Lingkaran =
¼.πr4 r = jari – jari lingkaran π
= 3.14

f. Menghitung tegangan tekuk σb antara pemberat berbeda menggunakan


hubungan :

b= M δ/ I (MPa atau N/mm2)

M ( Momen Tekuk ) = Wl/4 ( Nmm3 )


51

2.5.4 Prosedur Percobaan Batang dengan 2 Tumpuan Ujung

Gambar 2.35 Rangkaian Batang Dengan Ujung 2 Tumpuan


Prosedur percobaan :
a. Merangkai 2 tumpuan pada rangka statik dengan jarak 93cm seperti
ditunjukkan pada gambar 2.5.
b. Memposisikan batang baja karbon 1045 ( S45C ) secara simetris pada
kedua tumpuan tersebut.
c. Meletakkan tempat beban ditengah – tengah batang dan dial indicator
diatasnya ( mengamati posisi awal pada dial dan mencatatnya ).
d. Meletakkan pemberat pertama dan mencatat perubahan posisi dial.

e. Meletakan pemberat berikutnya dan mencatat penurunan posisi pada


dial.
f. Melakukan prosedur tadi hingga penambahan pemberat ke 10.

g. Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat


berikutnya.
h. Membuat grafik antara pemberat ( W ) dan defleksi ( δ ), dan
menghitung harga modulus elastisitas ( Young ) E melalui persamaan :

E= WI3/48.δ.I (MPa atau N/mm2)

Dimana :

l = Jarak antara ujung jepit dan bebas

I = Momen Inersia untuk penampang lintang

lingkaran (batang berbentuk silinder)


52

l Lingkaran = ¼.πr4 , r = jari – jari lingkaran

i. Menghitung tegangan tekuk σb antara pemberat berbeda menggunakan

hubungan :

M ( Momen tekuk ) = Wl/4 ( Nmm3 )

Anda mungkin juga menyukai