BAB II
LANDASAN TEORI
Keramik merupakan senyawa antara unsur logam dan non logam, yang
memiliki ikatan kovalen atau ionik. Umumnya, senyawa material keramik berada
dalam bentuk senyawa oksida (Al203, ZnO2, MgO, dan lain-lain). Nitrida (A1N,
TiN, dan lain-lain), karbida (SiC, WC, dan lain-lain). Beberapa material yang
termasuk dalam klasifikasi keramik gelas atau kaca, semen, dan keramik yang
9
terbuat dari lempung. Material keramik umumnya isolator panas dan listrik, tahan
terhadap suhu tinggi, serta keras, namun getas.
bersama secara teratur, dan sebagian besar logam tertumpuk secara kolektif ionion
menempati volume minimum.
Bahan logam memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik
tersebut digolongkan menjadi empat sifat, yaitu :
1. Sifat mekanis
Sifat mekanis suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam
untuk menahan beban yang diberikan, baik beban statis maupun
dinamis pada suhu biasa, suhu tinggi, ataupun suhu di bawah 0ºC.
Beban statis adalah beban yang tetap, baik besar maupun arahnya pada
setiap saat, sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan
arahnya berubah menurut waktu. Beban statis dapat berupa beban tarik,
tekan lentur, puntir, geser, dan kombinasi dari beban tersebut.
Sementara itu, beban dinamis dapat berupa beban tiba-tiba,
berubahubah, dan beban jalar. Sifat mekanis logam meliputi kekuatan
kekenyalan, keliatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, tahan aus, batas
penjalaran, dan kekuatan stress rupture. Berikut ini merupakan
pembagian dari sifat mekanis, yaitu:
Diagram fasa terdiri dari berbagai jenis, yaitu diagram fasa untuk suatu
sistem paduan yang terdiri dari 2 komponen (briner), diagram fasa untuk suatu
sistem paduan yang terdiri dari 3 komponen (terner) dan lain sebagainya[2].
Dari suatu diagram fasa dapat diketahui beberapa hal, antara lain :
H Bola baja 50 60
3,175 mm 10 130 Merah
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan
memilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala
tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akurat,
maka kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan
yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan,
18
dimana acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui
melalui tabel sebagai berikut :
A Untuk carbide cementite, baja tipis, dan baja dengan lapisan keras
yang tipis
C Untuk baja, besi tuang keras, besi tempa peritik, titanium, baja dengan
lapisan keras yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras
daripada skala B-100
D Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi
tempa peritik
F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis
K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
19
R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
W2 = G × h2 (kgm)
W2 = G × λ(1-cos ß) (kgm)
W2 = G × λ
25
dimana :
W = W1 - W2 (kg m)
Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini :
K: 𝑊
Ao
dimana :
K = Nilai impact (kg m/mm2)
W = Usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (joule)
Ao = Luas penampang di bawah takikan (mm2)
26
Kekurangan:
1. Hanya dapat di pasang pada posisi horizontal.
2. Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak di cekam.
3. Pengujian hanya dapat di lakukan pada specimen yang kecil.
4. Hasil pengujian kurang dapat atau tepat di manfaatkan dalam
perancangan karena level tegangan yang di berikan tidak rata.
Dimana benda uji dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar
ASTM E23 - 05 dan hasil pengujian pada benda uji tersebut akan terjadi
perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan sesuai dengan keuletan atau
kegetasan terhadap benda uji tersebut. Percobaan uji impact charpy dilakukan
dengan cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda uji yang akan diuji
27
secara statik, dimana pada benda uji dibuat terlebih dahulu sesuai dengan
ukuran standar ASTM E23 - 05.
Gambar 2.15 Alat Uji Impact Tipe Charpy Kapasitas 215 Joule (a) Tampak
Depan, (b) Tampak Samping Kiri, (c) Tampak Belakang
28
2. Dasar
Dasar alat uji impact ini memiliki fungsi sebagai dasar dudukan dari
alat uji dan sebagai peredam dan penahan dari efek tumbukan yang
terjadi selama proses pengujian , memiliki massa 10 kg .
3. Pendulum
Pendulum berfungsi sebagai beban yang akan diayunkan ke benda uji
dan juga terdapat pisau pemukul untuk mematahkan benda uji.
Pendulum terbuat dari baja pelat silinder Ø 230 × 30 mm dengan
berat 8 kg. Pada bagian atas pendulum dihubungkan ke bagian lengan
pengayun dengan cara dilas.
\
Gambar 2.26 Komponen Sistem Pengereman Alat Uji Impact Tipe
Charpy
33
Dalam kasus kawat dan benda bulat yang kecil, bagian memanjang
melalui pusat spesimen terbukti menguntungkan ketika dipelajari bersama
dengan bagian melintang.
1. Pemotongan
Pemotongan specimen cukup dalam dimensi yang tidak terlalu besar
(< 10 × 10 × 10) mm dan tidak boleh menjadi panas berlebihan dalam
proses pemotongan untuk menghindari rusaknya struktur specimen
tersebut akibat panas.
2. Penyalutan (Mounting)
Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan
pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang
digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada
temperatur 150º C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang
digunakan pada proses penyalutan, yaitu :
Tabel 2.3 Bahan-Bahan Mounting
NO Plastik Tipe Catatan
ayakan hingga mencapai 220 lubang pada luas 1 inchi2 (sekitar 625
mm2).
4. Pemolesan (polishing)
Benda uji yang sudah melewati proses penggerindaan, dieteruskan ke
proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles
metalografi. Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar dengan kain
beludru (selvyt). Cara pemolesannya, benda uji diletakkan di atas
piringan yang berputar, kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles
yang biasa digunakan adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah
perdagangan diberi nama autosol atau gama alumina. Bila garis-garis
bekas pengampelasan masih terlihat, pemolesan diteruskan. Apabila
terlihat sudah rata, maka specimen dibersihkan dan dilanjutkan dengan
pengetsaan.
5. Pengetsaan
Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu lapisan yang
menutupi permukaan struktur logam. Struktur mikro dapat terlihat
dengan jelas di bawah mikroskop dengan menghilangkan lapisan
tersebut dengan cara mengetsa. Mengetsa dalam kamus, dapat
diartikan sebagai proses pembuatan gambar atau ukuran pada pelat
tembaga, yang dilapisi lilin dengan benda tajam kemudian
membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena korosi cairan asam.
Hasil proses itu ialah etsa, yaitu berupa gambar atau ukiran. Berikut
ini merupakan penjelasan beberapa larutan etsa untuk pengujian makro
dan mikro yang biasa dipakai dalam metalografi..
a. Cara mengetsa
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat
langsung dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan
asam yang akan digunakan pada sebuah cawan kemudian
mencelupkan permukaan benda uji pada asam tersebut sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan. Setelah itu, benda dicuci
39
Dimana :
LOK = lensa okuler (nilai 2,5)
LOB = lensa obyektif/lensa yang dipakai pada mikroskop
FK = faktor kamera (nilai 1), Ukuran foto 3R nilai 4.
Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji metalografi (Mettalurgical
Microscope) yang dimiliki oleh Laboratorium Material Teknik & Pengecoran
Logam, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gunadarma, yaitu[10] :
Tyepiece : NWF 10 X
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X
Viewing head :Binocular body complete with interpupillary
distance
Adapun tujuan dari pengujian batang lentur ini adalah : untuk mengetahui
defleksi atau lendutan dan reaksi momen serta tegangan terhadap batang material
Baja Aisi pada saat mendapat beban terdistribusi pada jarak pusat yang telah di
tetapkan, untuk mengetahui nilai keamanan pada material uji, dan
membandingkan hasil perhitungan defleksi secara teoritis dengan eksperimental.
Gambar 2.30 Chart untuk modulus elastisitas dan rapat jenis bahan teknik
Terlihat pada gambar, setiap jenis bahan teknik dinyatakan pada area
tertentu seperti logam teknik, keramik teknik, komposit teknik, keramik
berporos, polimer teknik, kayu, elastomer dan polimer busa. Bahan dengan
rapat jenis tinggi seperti logam keramik dan komposit cenderung lebih kaku.
Sebaliknya, polimer dengan rapat jenis rendah akan mempunyai kekakuan
rendah.
Tiga hukum Newton untuk benda bergerak berlaku untuk mekanika benda
tegar, yaitu:
1. Hukum I Newton
Sebuah partikel tetap dalam keadaan diam atau terus bergerak dalam
sebuah garis lurus pada kecepatan tetap bila ada gaya seimbang yang
bekerja padanya.
2. Hukum II Newton
Percepatan sebuah partikel sebanding dengan penjumlahan vektor
gaya yang bekerja padanya dan searah pada penjumlahan vektor
tersebut.
F = m.a
Dimana :
F = Gaya (N)
m = Massa partikel (kg)
a = Percepatan (m/ )
3. Hukum III Newton
Gaya aksi dan reaksi antara 2 partikel yang berinteraksi sama besar.
Berlawanan arah dan segaris. Disamping itu, hukum Newton untuk
menentukan gaya tarik menarik gravitasi antara 2 partikel yang
dinyatakan sebagai berikut:
F = G.m1.m2/r2
45
Dimana :
W = m.g
Dimana :
R= ∑F=0, M= ∑M=0
Sebuah batang kantilever dengan ujung satu terikat dan satu ujung
bebas ditunjukkan pada gambar 2.2. batang mempunyai panjang
batang sebesar l dan diberi beban W pada ujung bebasnya. Akibat
pembeban tersebut, maka ujung batang bebas terdefleksi sebesar y.
Ujung terikat mempunyai gaya normal RA dan momen MA yang
berlawanan arah dengan arah gerak jarum jam.
46
∑Fy = RA- W = 0
Karena itu, gaya normal pada ujung terikat sama dengan beban
pada ujung batang bebas. Resultan semua momen ujung terikat adalah:
∑M = MA – W. l = 0
Harga momen MA sebesar momen yang dihasilkan akibat beban
pada ujung bebas. momen gaya pada titik x sepanjang batang l dapat
dinyatakan sebagai berikut :
MA = W.(x.l)
Akibat beban pada ujung bebas, maka batang akan terdfleksi
sebagai berikut :
Dimana :
E = Modulus elastisitas atau modulus Young (Pa)
∑R = RA + RB – W = 0
Ra = ½. W
RA = ½. W
δ = Wl4/48.E.I
48
Dimana :
E = Modulus Elastisitas / Modulus Young (Pa)
1. Tujuan Percobaan
49
f. 20 pemberat
2.5.3 Prosedur Percobaan Batang Kantilever
a. Merangkai batang kantilever dengan ujung kiri terikat dan ujung kanan
bebas dengan panjang 50cm, seperti gambar 2.4.
b. Meletakkan tempat beban pada ujung batang bebas dan dial indicator
diatasnya. (mengamati posisi awal dial dan mencatatnya).
c. Meletakkan pemberat pertama m1 dan mencatat penurunan posisi pada
dial.
d. Melakukan prosedur kembali hingga penambahan pemberat ke 10.
e. Membuat grafik antara pemberat (W) dan defleksi (δ) dan menghitung
harga modulus elastisitas (modulus young) E melalui persamaan:
Dimana :
Dimana :
hubungan :