Anda di halaman 1dari 14

Klasifikasi Material Teknik:

Secara garis besar material teknik dapat diklasifikasikan menjadi :


1.Material logam
2.Material non logam
Berdasarkan pada komposisi kimia, logam dan paduannya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1.Logam besi / ferrous
2.Logam non besi / non ferrous Logam
logam besi merupakan logam dan paduan yang mengandung besi (Fe) sebagai unsur utamanya.
Logam-logam non besi merupakan meterial yang mengandung sedikit atau sama sekali tanpa besi.
Dalam dunia teknik mesin, logam (terutama logam besi / baja) merupakan
material yang paling banyak dipakai, tetapi material-material lain juga tidak dapat diabaikan.
Material non logam sering digunakan karena meterial tersebut mempunyai sifat yang khas yang
tidak dimiliki oleh material logam. Material Logam dikelompokan menjadi dua yaitu
1. Logam Besi (ferrous)
Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat-sifat kuat, keras, penghantar listrik dan panas,
serta mempunyai titik cair tinggi. Bijih logam ditemukan dengan cara penambangan yang terdapat
dalam keadaan murni atau bercampur.
2. Logam Non Besi (Non Ferrous)
Logam non besi merupakan semua unsur logam yang komposisi utamanya bukan besi. Logam non
besi juga sering digunakan walaupun pada umumnya jarang sekali di industri. Itu karena Logam
besi lebih banyak dipakai semua industri.
Logam Besi (Ferrous) juga terdiri menjadi dua yaitu;
A. Baja (Steel)
Baja paduan adalah baja paduan dengan berbagai elemen dalam jumlah total antara 1,0% dan 50%
berat untuk meningkatkan sifat mekanik. Baja Paduan dipecah menjadi dua kelompok:
1). Baja paduan rendah (low alloy steel)
Baja paduan rendah biasanya digunakan untuk mencapai hardenability lebih baik, yang pada
gilirannya akan meningkatkan sifat mekanis lainnya. Mereka juga digunakan untuk meningkatkan
ketahanan korosi dalam kondisi lingkungan tertentu. Dengan menengah ke tingkat karbon tinggi,
baja paduan rendah sulit untuk las. Menurunkan kandungan karbon pada kisaran 0,10% menjadi
0,30%, bersama dengan beberapa pengurangan elemen paduan, meningkatkan weldability dan sifat
mampu bentuk baja dengan tetap menjaga kekuatannya. Seperti logam digolongkan sebagai baja
paduan rendah kekuatan tinggi.
Baja paduan rendah dikelompokan menjadi 3 yaitu:
a). Baja Karbon Rendah (low carbon steel)
Baja ini dengan komposisi karbon kurang dari 2%. Fasa dan struktur mikronya adalah ferrit dan
perlit. Baja ini tidak bisa dikeraskan dengan cara perlakuan panas (martensit) hanya bisa dengan
pengerjaan dingin. Sifat mekaniknya lunak, lemah dan memiliki keuletan dan ketangguhan yang
baik. Serta mampu mesin (machinability) dan mampu las nya (weldability) baik.
b). Baja Karbon Sedang ( medium carbon steel)
Baja Mil memiliki komposisi karbon antara 0,2%-0,5% C (berat). Dapat dikeraskan dengan
perlakuan panas dengan cara memanaskan hingga fasa austenit dan setelah ditahan beberapa saat
didinginkan dengan cepat ke dalam air atau sering disebut quenching untuk memperoleh fasa ang
keras yaitu martensit. Baja ini terdiri dari baja karbon sedang biasa (plain) dan baja mampu keras.
Kandungan karbon yang relatif tinggi itu dapat meningkatkan kekerasannya. Namun tidak cocok
untuk di las, dengan kata lain mampu las nya rendah. Dengan penambahan unsur lain seperti Cr, Ni,
dan Mo lebih meningkatkan mampu kerasnya. Baja ini lebih kuat dari baja karbon rendah dan
cocok untuk komponen mesin, roda kereta api, roda gigi (gear), poros engkol (crankshaft) serta
komponen struktur yang memerlukan kekuatan tinggi, ketahanan aus, dan tangguh.
c). Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)
Baja karbon tinggi memiliki komposisi antara 0,6- 1,4% C (berat). Kekerasan dan kekuatannya
sangat tinggi, namun keuletannya kurang. baja ini cocok untuk baja perkakas, dies (cetakan), pegas,
kawat kekuatan tinggi dan alat potong yang dapat dikeraskan dan ditemper dengan baik. Baja ini
terdiri dari baja karbon tinggi biasa dan baja perkakas. Khusus untuk baja perkakas biasanya
mengandung Cr, V, W, dan Mo. Dalam pemaduannya unsur-unsur tersebut bersenyawa dengan
karbon menjadi senyawa yang sangat keras sehingga ketahanan aus sangat baik.
2). Baja Paduan Tinggi (high alloy steel)
Baja paduan tinggi terdiri dari baja tahan karat atau disebut dengan stainless steel dan baja tahan
panas.
Baja ini memiliki ketahanan korosi yang baik, terutama pada kondisi atmosfer. Unsur utama yang
meningkatkan korosi adalah Cr dengan komposisi paling sedikit 11%(berat). Ketahanan korosi
dapat juga ditingkatkan dengan penambahan unsur Ni dan Mo. Baja tahan karat dibagi menjadi tiga
kelas utama yaitu jenis martensitik, feritik, dan austenitik. jenis martensitik dapat dikeraskan
dengan menghasilkan fasa martensit. baja tahan karat austenitik memiliki fasa y (austenit) FCC baik
pada temperatur tinggi hingga temperatur kamar. Sedangkan jenis feritik terdiri dari fasa ferrit (a)
BCC. Untuk jenis austenitik dan feritik dapat dikeraskan dengan pengerjaan dingin (cold working).
Jenis Feritik dan Martensitik bersifat magnetis sedangkan jenis austenitik tidak magnetis.
B. Besi Cor (cast iron)
Besi cor adalah kelompok paduan besi memiliki kadar karbon diatas 1,7%(berat). Biasanya berkisar
antara 3-4,43% C(berat). Dikarnakan elemen utamanya selain C dan Si juga ada elemen-elemen
pemadu lainnya seperti Mn, S, P, Mg dan lain-lain dalam jumlah yang sedikit. Sifatnya sangat getas
namun mampu cornya baik dibanding baja. Titik cairnya lebih rendah, ketahanan korosinya lebih
baik, hal ini dikarenakan adanya grafit yang tersebar didalam besi cor. Berdasarkan jenis matriksnya
besi cor terdiri dari besi cor kelabu (gray cast iron), besi cor putih, besi cor noduler, besticor mampu
bentuk (malleable).

Beberapa sifat mekanik yang penting antara lain :


1. Kekuatan (strength)
kemampuan suatu material untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan material menjadi
patah. Berdasarkan pada jenis beban yang bekerja, kekuatan dibagi
dalam beberapa macam yaitu kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan torsi,
dan kekuatan lengkung.

2. kekakuan (stiffness)
kemampuan suatu material untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan
terjadinya deformasi atau difleksi.

3. kekenyalan (elasticity)
kemampuan meterial untuk menerima tegangan tanpa
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan
atau dengan kata lain kemampuan material untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula
setelah mengalami deformasi (perubahan bentuk).

4. Plastisitas (plasticity)
kemampuan material untuk mengalami deformasi plastik (perubahan bentuk secara
permanen) tanpa mengalami kerusakan. Material yang mempunyai plastisitas
tinggi dikatakan sebagai material yang ulet (ductile), sedangkan material yang mempunyai
plastisitas rendah dikatakan sebagai material yang getas (brittle).

5. Keuletan (ductility)
sifat material yang digambarkan seperti kabel dengan aplikasi kekuatan tarik. Material
ductile ini harus kuat dan lentur. keuletan biasanya diukur dengan suatu periode tertentu,
persentase keregangan. Sifat ini biasanya digunakan dalam bidang perteknikan, dan
bahan yang memiliki sifat ini antara lain besi lunak, tembaga, aluminium, nikel, dll.

6. Ketangguhan (toughness)
Merupakan kemampuan material untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan.

7. Kegetasan (brittleness)
suatu sifat bahan yang mempunyai sifat berlawanan dengan keuletan.
kerapuhan ini merupakan suatu sifat pecah dari suatu material dengan sedikit pergeseran per
manen. Material yang rapuh ini juga menjadi sasaran pada beban regang, tanpa memberi
keregangan yang terlalu besar. contoh bahan yang memiliki sifat kerapuhan ini yaitu besi
cor.

8. kelelahan (fatigue)
Merupakan kecenderungan dari logam untuk menjadi patah bila menerima beban bolak
balik (dynamic load) yang besarnya masih jauh di batas batas kekakuan elastiknya.

9. Melar (creep)
kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastik bila pembebanan
yang besarnya relatif tetap dilakukan dalam waktu yang lama pada suhu yang tinggi.

10. kekerasan (hardness)


ketahanan material terhadap penekanan atau indentasi/penetrasi. Sifat
ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance) yaitu ketahanan material
terhadap penggoresan atau pengikisan.

Metode utama Non Destructive Testing meliputi:


Visual Inspection
Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT. Metode ini
bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi. Dalam hal ini tentu saja adalah retak
yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar ataupun boroskop.

Visual inspection dengan boroskop


Liquid Penetrant Test
Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT yang paling sederhana. Metode ini
digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun
non logam, seperti keramik dan plastik fiber. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat
lebih jelas. Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang
diinspeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan viskousitas yang rendah agar
dapat masuk pada cacat dipermukaan material. Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan
material disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna penetrant dengan latar
belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penerapan
developer.
Kelemahan dari metode ini antara lain adalah bahwa metode ini hanya bisa diterapkan pada
permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan pada komponen dengan permukaan kasar,
berpelapis, atau berpori.
Magnetic Particle Inspection
Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface)
suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah dengan
memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan
menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya
cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi adanya kebocoran medan magnet
adalah dengan menaburkan partikel magnetik dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan
berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet.

Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu, medan
magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan
demagnetisasi di akhir inspeksi.
Eddy Current Test
Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan
untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda
logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi
adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada
kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat.
Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau.
Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.
Ultrasonic Inspection
Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang dirambatkan pada
spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang
ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 – 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh
jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasinic ini dibnagkitkan oleh
tranducer dari bahan piezoelektri yang dapat menubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik
kemudian menjadi energi listrik lagi.

Radiographic Inspection
Metode NDT ini dapat untuk menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan
sinar gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus
objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian
direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada
film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film ini lah yang akan memeprlihatkan bagian
material yang mengalami cacat.
DESTRUCTIVE TEST (PENGUJIAN MERUSAK)
1. Pengujian Impak (Impact Test)
Pengujian ini sendiri terbagi kedalam 2 metode yakni Charpy dan Izod. namun metode yang paling
sering digunakan adalah Charpy. Perbedaan Antara kedua metode adalah pada Posisi peletakan
spesimen uji, untuk Charpy spesimen berada pada posisi Horizontal sedangkan Izod, posisi
spesimen uji vertikal. pada spesimen uji dari kedua metode ini diberi takikan. terdapat 3 macam
bentuk takikan yakni U, V dan Persegi. Berikut ilustrasi Uji impak.

2. Pengujian Tarik (Tensile Test)


Pengujian tarik sendiri dimaksudkan untuk mengetahui tingkat elastistas sebuah material. serta
Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang
diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang akan dapat diketahui setelah proses pengujian
ini ialah kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan.
Pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban tarik pada spesimen secara kontinyu hingga
spesimen putus. Data yang diperoleh berupa pertambahan panjang serta besarnya beban yang
diberikan secara terus menerus.
3. Pengujian Kekerasan (Hardness Test)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kekerasan sebuah material. Pengujian ini sendiri
terbagi dalam 4 metode, yaitu : Brinell, Vickers, Rockwell, dan Mikro Hardness (Knoop Hardness).
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan
mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu
keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari
material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat
kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu
material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Uji Kekerasan Rockwell
Uji kekerasan rockwell ini juga didasarkan kepada penekanan sebuah indentor dengan suatu gaya
tekan tertentu kepermukaan yang rata dan bersih dari suatu logam yang diuji kekerasannya. Setelah
gaya tekan dikembalikan ke gaya minor maka yang dijadikan dasar perhitungan nilai
kekerasan rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter ataupun diagonal bekas lekukan tetapi
justru “dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu”. Inilah kelainan cara rockwell dibandingkan
dengan cara pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian rockwell yang umumnya biasa dipakai ada ke jenis yaitu HRA, HRB,dan HRC. HR itu
sendiri merupakan suatu singkatan dari kekerasan rockwell atau rockwell hardness number dan
kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja.
Pengujian kekerasan dengan metode rockwell ini diatur berdasarkan standar DIN 50103. Tingkat
skala kekerasan menurut metode rockwell adalah berdasarkan pada jenis indentor yang digunakan
pada masing-masing skala. Dalam metode rockwell ini terdapat dua macam indentor yang
ukurannya bervariasi, kedua jenis indentor itu adalah :
a. Kerucut intan dengan besar sudut 1200, dikenal pula dengan “Rockwell cone”.
b. Bola baja dengan berbagai ukuran, dikenal pula dengan “Rockwell”.
Untuk cara pemakaian skala ini, lebih dahulu ditentukan dan dipilih ketentuan angka kekerasan
meksimum yang boleh digunakan oleh skala tertentu. Jika pada skala tetentu tidak tercapai angka
kekerasan yang akurat, maka kita tentukan skala lain yang dapat menunjukan angka kekerasan yang
jelas. Sebagaimana rumus tertentu, maka skala memiliki standar atau acuan.
Untuk mendapatkan nilai HRB harus menggunakan sebuah indentor berupa bola baja yang disepuh
dengan ukuran Ø 1/16” dan ini digunakan untuk jenis logam yang tidak mendapatkan perlakuan
pengerasan sebelummya (sepuh) dan untuk semua jenis non-ferrous dalam kondisi padat.
Sedangkan untuk mendapatkan nilai HRc digunakan sebuah indentor kerucut diamond yang
memiliki sudut puncak 120o yang ujungnya dibundarkan dengan jari-jari 0,2 mm dan dipakai untuk
menentukan kekerasan baja-baja yang telah dikeraskan. Kerucut diamond biasa disebut juga
”brale”.
Alat Uji Kekerasan Rockwell.
Alat yang dipergunakan untuk melakukan uji kekerasan suatu logam yang dilakukan dengan
menggunakan uji kekerasan rockwell digunakan alat yang bernama Rockwell Hardness Test. Berikut
ini merupakan gambar beserta data dari mesin uji kekerasan rockwell :
Nama alat : Rockwell Hardness Test
Merk : AFFRI Seri 206.RT-206.RTS
Loading : Maximum 150 KP dan Minimum 60 KP
Spesifikasi : HR C Load : 150 KP
Indentor : Kerucut Diamond 1200
HR B Load : 100 KP
Indentor : Steel Ball Æ 1/16”
HR A Load : 60 KP
Indentor : Kerucut Diamond 1200

Cara Penggunaan Mesin Uji Kekerasan Rockwell


Mesin uji kekerasan rockwell (rockwell hardness test) harus dipelajari dulu secara seksama. Mesin
yang ada merupakan mesin yang digunakan untuk uji rockwell HRA, HRB, HRC, HRD, HRF,
HRG selanjutnya sebelum dimulai pengujian indetor harus dipasang terlebih dahulu sesuai dengan
jenis pengujian yang diperlukan baik itu indetor bola baja maupun kerucut diamond.
Setelah indetor terpasang, letakan specimen yang akan diuji kekerasannya ditempat yang tersedia
dan menyetel beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Nilai kekerasan dapat dilihat
pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer.
Uji Brinell
Uji brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang terbuat dari baja chrom yang telah
dikeraskan dengan diameter tertentu, oleh gaya tekan secara statis kedalam permukaan logam yang
diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas
lekukan, maka diameter paling atas dari lekukan tadi diukur secara teliti untuk kemudian dipakai
untuk penentuan kekerasan logam yang diuji dengan menggunakan rumus:
Dimana : P = Beban yang diberikan (KP atau Kgf).
D = Diameter indentor yang digunakan.
d = Diameter bekas lekukan.
Kekerasan ini disebut kekerasan brinell yang biasa disingkat dengan HB atau BHN
(Brinell Hardness Number). Bertambah keras logam yang diuji bertambah tinggi nilai HB
Mesin Percobaan Kekerasan Brinell
Mesin uji kekerasan brinell (Brinell Hardness Test) harus dipelajari dulu dan bila perlu mencatat
hal-hal yang kiranya nanti diperlukan bagi pembuatan laporan, misalnya sebagai berikut:
1. Merek, type, nomor seri, tahun pembuatan, dan kemampuan mesin secara keseluruhan.
2. Bagian-bagian utama dari mesin.
3. Gambar sketsa mesin secara keseluruhan.
4. Cara-cara pemakaian mesin.
Bila memakai bola baja untuk uji brinell, biasanya yang terbuat dari baja chrom yang telah disepuh
atau ada juga cementite carbide, bola brinell ini tidak boleh berdeformasi sama sekali disaat proses
penekanan kepermukaan logam uji. Standar dari bola brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau
0,3937 in, dengan penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah
distandarkan seperti diatas terdapat juga bola-bola brinell dengan diameter lebih kecil (Ø 5 mm, Ø
2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai toleransi-toleransi
tersendiri. Misalnya untuk diameter 1 s/d 3 mm adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 s/d 6
adalah 0,004 mm dan antara 6 s/d 10 adalah 0,005 mm. Karena penggunaannya tergantung pada
gaya tekan (P) dan jenis logam yang diuji, maka praktikan harus dapat memilih diameter bola yang
paling sesuai. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan percobaan yaitu:
1. Periksa dan persiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.
2. Periksa dan persiapkan mesin untuk dipakai.
3. Lakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameterbola baja yang digunakan, dan alat
pengukur waktu.
4. Bebaskan beban tekan dan keluarkan bola dari lekukan lalu pasang alat optis untuk melihat
bekas yang kemudian diameter bekas tadi diukur secara teliti dengan mikrometer pada
mikroskop. Pengukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua kali secara
bersilang, tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang diperoleh diambil rata-ratanya
untuk kemudian dimasukan kedalam rumus brinell untuk memperoleh hasil
kekerasan brinell (HB).
5. Lakukanlah proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai rata-rata dari uji
kekerasan brinell tersebut.
6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi specimen maupun
dari tepi lekukan lainnya harus paling kurang 2 dan 3/2 diameter lekukan.
Uji Kekerasan Vickers
Uji vickers ini didasarkan kepada penekanan oleh suatu gaya tekan tertentu oleh
sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik yang memiliki sudut puncak kepermukaan logam
yang diuji kekerasannya, dimana permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih.
Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid diamond dikeluarkan dari
bekas yang terjadi (permukaan bekas merupakan segi empat karena piramid merupakan piramid
sama sisi), maka diagonal segi empat bekas teratas diukur secara teliti untuk kemudian digunakan
sebagi kekerasan logam yang diuji. Nilai kekerasan yang diperoleh sedemikian itu disebut
kekerasan vickers yang biasa disingkat denga Hv atau HVN (Vicker Hardness Number). Untuk
memperoleh nilai kekerasan vickers maka hasil penekanan yang diperoloeh dimasukkan kedalam
rumus:

Mesin Percobaan Uji Kekerasan Vickers


Mesin percobaan kekerasan vickers (vickers hardness test) harus dipelajari dulu. Maka dari itu hal
yang penting dipelajari adalah bagaimana menggunakan alat uji kekerasan vickers ini, dalam h
al memasang indentor pyramid diamond, meletakan specimen di tempatnya, menyetel beban yang
akan dipakai, melihat dan mengukur diagonal persegi empat teratas dari bekas yang terjadi seteliti
mungkin. Kelebihan nya adalah skala kekerasan nya yang berkelanjutan untuk rentang luas,
indentor intan artinya pembebanan tidak perlu diubah ubah dan tidak bergantung pada ukuran
indentor, dan dapat diaplikasikan pada bahan uji yang tipis.
Kelemahannya memakan waktu yang lebih lama dari pengujian lain.
4. Pengujian Fatigue
Fatigue atau kelelahan adalah bentuk dari kegagalan yang terjadi pada struktur karena beban
dinamik yang berfluktuasi dibawah yield strength yang terjadi dalam waktu yang lama dan
berulang-ulang. Fatik menduduki 90% penyebab utama kegagalan pemakaian. Terdapat 3 fase
dalam perpatahan fatik : permulaan retak, penyebaran retak, dan patah.
Mekanisme dari permulaan retak umumnya dimulai dari crack initiation yang terjadi di permukaan
material yang lemah atau daerah dimana terjadi konsentrasi tegangan di permukaan (seperti
goresan, notch, lubang-pits dll) akibat adanya pembebanan berulang. Selanjutnya, adalah
penyebaran retak ini berkembang menjadi microcracks. Perambatan atau perpaduan microcracks ini
kemudian membentuk macrocracks yang akan berujung pada failure. Maka setelah itu, material
akan mengalami apa yang dinamakan perpatahan. Perpatahan terjadi ketika material telah
mengalami siklus tegangan dan regangan yang menghasilkan kerusakan yang permanen.
Suatu bagian dari benda dapat dikenakan berbagai macam kondisi pembebanan termasuk tegangan
berfluktuasi, regangan berfluktuasi, temperatur berfluktuasi (fatik termal), atau dalam kondisi
lingkungan korosif atau temperatur tinggi. Kebanyakan kegagalan pemakaian terjadi sebagai akibat
dari tegangan-tegangan tarik.
Awal proses terjadinya kelelahan (fatigue) adalah jika suatu benda menerima beban yang berulang
maka akan terjadi slip. Ketika slip terjadi dan benda berada di permukaan bebas maka sebagai salah
satu langkah yang disebabkan oleh perpindahan logam sepanjang bidang slip. Ketika tegangan
berbalik, slip yang terjadi dapat menjadi negatif (berlawanan) dari slip awal, secara sempurna dapat
mengesampingkan setiap efek deformasi. Deformasi ini ditekankan oleh pembebanan yang
berulang, sampai suatu retak yang dapat terlihat akhirnya muncul retak mula-mula terbentuk
sepanjang bidang slip.
Fatigue menyerupai brittle farcture yaitu ditandai dengan deformasi plastis yang sangat sedikit.
Proses terjadinya fatigue ditandai dengan crack awal, crack propagatin dan fracture akhir.
Permukaan fracture biasanya tegak lurus terhadap beban yang diberikan. Dua sifat makro dari
kegagalan fatigue adalah tidak adanya deformasi plastis yang besar dan farcture yang menunjukkan
tanda-tanda berupa ‘beachmark’ atau ‘camshell’. Tanda-tanda makro dari fatigue adalah tanda garis
garis pada pemukaan yang hanya bisa dilihat oleh mikroskop elektron.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fatigue adalah :
1. Tegangan Siklik, Besarnya tegangan siklik tergantung pada kompleksitas geometri dan
pembebanan
2. Geometri, Konsentrasi stress akibat variasi bentuk geometri merupakan titik dimulainya fatigue
cracks.
3. Kualitas permukaan, Kekasaran permukaan dapat menyebabkan konsentrasi stress mikroscopic
yang menurunkan ketahanan fatik.
4. Tipe material, Fatigue setiap material berbeda beda, contohnya komposit dan polymer memiliki
fatigue yang berbeda dengan metal.
5. Tegangan sisa, Proses manufaktur seperti pengelasan, pemotongan, casting dan proses lainnya
yang melibatkan panas atau deformasi dapat membentuk tegangan sisa yang dapat menurunkan
ketahanan fatik material.
6. Besar dan penyebaran internal defects, Cacat yang timbul akibat proses casting seperti gas
porosity, non-metallic inclusions dan shrinkage voids dapat nenurunkan ketahanan fatik.
7. Arah beban, Untuk non-isotropic material, ketahanan fatik dipengaruhi oleh arah tegangan
utama.
8. Besar butir, Pada umumnya semakin kecil ukuran butir akan memperpanjang fatigue.
9. Lingkungan, Kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan erosi, korosi dapat mempengaruhi
fatigue life.
10. Temperatur, Temperatur tinggi menurunkan ketahanan fatik material.

Fatigue life dapat ditingkatkan dengan cara :


1. Mengontrol tegangan
– Peningkatan tegangan menurunkan umur fatik.
– Pemicunya dapat secara mekanis (fillet atau alur pasak) maupun metalurgi (porositas atau
inklusi).
– Kegagalan fatik selalu dimulai pada peningkatan tegangan

2. Mengontrol struktur mikro


– Meningkatnya ukuran benda uji, umur fatik kadang-kadang menurun
– Kegagalan fatik biasanya dimulai pada permukaan
– Penambahan luas permukaan dari benda uji besar meningkatkan kemungkinan dimana terdapat
suatu aliran, yang akan memulai kegagalan dan menurunkan waktu untuk memulai retak

3. Mengontrol penyelesaian permukaan


– Dalam banyak pengujian dan aplikasi pemakaian, tegangan maksimum terjadi pada permukaan
– Umur fatik sensitif terhadap kondisi permukaan
– Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah tegangan sisa permukaan.

5 Pengujian Creep
Creep adalah aliran plastis yang dialami material pada tegangan tetap. Uji Mulur

Uji mulur adalah mencari perubahan yang terus-menerus dalamdeformasi material pada suhu tinggi
jika tegangan berada dibawah kekuatanluluh. Hasil dari pengujian diperlukan untuk mendesain
komponen mesin yang bekerja pada suhu tinggi. Uji mulur berguna untuk jangka waktu lamadalam
pembangunan bahan yang memiliki keterbatasan regangan.
Sebagai prediksi jangka waktu ketahanan suatu bahan sebelumdigunakan. Perlakuan uji mulur
memakan waktu selama 2000 – 10.000 jamdengan tipe regangan kurang dari 0,5%. Mulur
umumnya di tes mengunakanruangan lingkungan pada kondisi panas/dingin yang tepat.
Pengendalian suhusangat penting untuk meminimalkan efek perluasan panas pada sampel
Material yang belim digunakan pertama – tama dipanaskan pada temperatur yang dibutuhkan dan
panjangnya diukur. Antisipasi kerusakan material dilakukan secara cepat dan bertahap. Pengukuran
pertambahan panjang harus selalu diukur dengan frekuensi dengan waktu yang teratur. Rata – rata
percobaan yang harus dilakukan pada uji mulur sebanyak 50 kali.
Beberapa mekanisme mulur yaitu :
 Dufusi Bulk (Nabarro – Herring Creep)
Nilai mulur berkurang ketika ukuran serat bahan bertambah.
Difusi Batas Serat (Coble Creep)
Ketergantungan ukuran serat lebih besar dibandingkan dengan Nabarro – Herring.
Dislokasi Creep
Dislokasi mulur dikontrol oleh pergerakan dari dislokasi danketergantungan tinggi pada tegangan.
Pengaruh Suhu
Terjadi pada bahan polimer dan bahan viskoelastis lainnya.

Anda mungkin juga menyukai