LANDASAN TEORI
5
6
2. Polimer
Material yang termasuk polimer adalah plastik dan karet. Umumnya
polimer merupakan senyawa organik dengan unsur dasar berupa karbon,
7
berada dalam bentuk senyawa oksida (Al203, ZnO2, MgO, dan lain-lain).
Nitrida (A1N, TiN, dan lain-lain), karbida (SiC, WC, dan lain-lain).
Beberapa material yang termasuk dalam klasifikasi keramik gelas atau
kaca, semen, dan keramik yang terbuat dari lempung. Material keramik
umumnya isolator panas dan listrik, tahan terhadap suhu tinggi, serta keras,
namun getas.
4. Komposit
Materil komposit merupakan gabungan lebih dari satu macam material.
Contoh yang paling umum adalah fiberglass, yang terdiri atas serat gelas
(keramik) sebagai penguat didalam material polimer. Komposit didesain
untuk memperoleh efek sinergis dari sifat-sifat material penyusunannya.
Pada fiberglass, misalnya, material didesain agar memiliki kekuatan yang
cukup tinggi (kontribusi dari material gelas), tetapi memiliki fleksibelitas
yang cukup baik (kontribusi dari material polimer).
5. Semi konduktor
Semi konduktor memiliki sifat penghantar listrik diantara konduktor dan
isolator. Selain itu, penghantar listriknya sangat sensitif terhadap
kehadiran atom pengotor, walau hadir dalam jumlah kecil sekalipun.
Kehadiran atom pengotor ini harus dikontrol dalam daerah yang sangat
kecil. Material semi konduktor memberikan terobosan yang besar pada
rangkaian terintegrasi (interegented cicuite-IC) yang menghadirkan
perubahan revolusioner pada berbagai perangkat elektronik dan komputer
pada dua dekade terakhir ini. Sebagai contoh, kini ukuran telepon seluler
semakin ramping dengan kakabilitas yang semakin canggih.
8
6. Biomaterial
Biomaterial mencakup material yang dicangkokkan atau ditanamkan
(implant) kedalam tubuh manusia sebagai pengganti bagian tubuh yang
rusak atau sakit. Material ini tidak boleh menghasilkan unsur yang beracun
ketika bereaksi dengan cairan tubuh dan harus konpatibel dengan jaringan
tubuh. Dengan kata lain, reaksi biologis yang buruk tidak boleh terjadi
pada penggunaan biomaterial. Semua material sebelumnya logam,
polimer, keramik, komposit, atau semikonduktor dapat dipakai sebagai
biomaterial. Baja tahan karat yang lapis dengan titanium merupakan salah
contoh biomaterial yang dimanfaatkan sebagai bahan tulang punggung
buatan.
1. Sifat mekanis
Sifat mekanis suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam untuk
menahan beban yang diberikan, baik beban statis maupun dinamis pada suhu
biasa, suhu tinggi, ataupun suhu di bawah 0ºC. Beban statis adalah beban yang
tetap, baik besar maupun arahnya pada setiap saat, sedangkan beban dinamis
adalah beban yang besar dan arahnya berubah menurut waktu.
Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan
kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu, beban dinamis dapat berupa beban
tiba-tiba, berubah-ubah, dan beban jalar. Sifat mekanis logam meliputi kekuatan
kekenyalan, keliatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, tahan aus, batas penjalaran,
dan kekuatan stress rupture. Berikut ini merupakan pembagian dari sifat mekanis,
yaitu [2] :
a. Sifat logam pada pembeban tarik
Bila suatu logam dibebani beban tarik, maka akan mengalami
deformasi, yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban
yang dikenakan padanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan
plastis. Deformasi elastis yaitu suatu perubahan yang segera hilang
kembali apabila beban ditiadakan. Sedangkan deformasi plastis yaitu
suatu perubahan bentuk yang tetap ada meskipun beban yang
menyebabkan deformasi ditiadakan [2].
b. Sifat logam pada pembeban dinamis
Bahan yang dibebani secara dinamis akan lelah dan patah meskipun
dibebani di bawah kekuatan statis. Kelelahan adalah gejala patah dari
bahan disebabkan oleh beban yang berubah-ubah. Kekuatan kelelahan
suatu logam adalah tegangan bolak-balik tertentu yang dapat ditahan
oleh logam itu sampai banyak balikan tertentu. Sementara itu, batas
kelelahan adalah tegangan bolak-balik tertinggi yang dapat ditahan
oleh logam itu sampai banyak balikan tak terhingga [2].
c. Penjalaran
Penjalaran adalah pertambahan panjang yang terus-menerus pada
beban yang konstan. Bila suatu bahan mengalami pembebanan tarik
tertentu dan tetap, maka pertambahan panjangnya mungkin tidak
10
2. Hukum II Newton
Percepatan sebuah partikel sebanding dengan penjumlahan vektor gaya
yang bekerja padanya dan searah pada penjumlahan vektor tersebut.
F = m.a ............................................................................. ......(2.1)
Dimana :
F = Gaya (N)
m = Massa partikel (kg)
a = Percepatan (m/𝑠 −2 )
Dimana :
F = Gaya tarik menarik antara partikel – partikel ( N )
G = Konstanta universalsebesar 66,73 x 10-12 (m3/kg.s2)
m1 & m2 = Masing – masing adalah massa dari partikel 1 dan 2
( kg )
r = Jarak antara partikel – partikel ( m )
Dimana :
W = Berat sebuah partikel (N)
m = Massa partikel (kg)
g = Percepatan gravitasi sebesar 9,8 m/s2
Sumbu-x
MA
Ujung terikat y
RA
Ujung bebas
W = m.g
dan
RA = W .............................................................................. ......(2.6)
Karena itu, gaya normal pada ujung terikat sama dengan beban pada ujung
batang bebas.
Resultan semua momen ujung terikat adalah :
∑M = MA – W. l = 0 .......................................................... ......(2.7)
dan
Akibat beban pada ujung bebas, maka batang akan terdfleksi sebagai berikut :
Dimana :
E = Modulus elastisitas atau modulus Young (Pa)
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)
x l
RA RB
W= m.g
18
∑R = RA + RB – W = 0 ..................................................... ....(2.11)
dan
Ra = ½. W ......................................................................... ....(2.13)
RA = ½. W ........................................................................ ....(2.14)
Dimana :
E = Modulus Elastisitas / Modulus Young (Pa)
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)
Dial Indicator
Gantungan
Beban
b. Meletakkan tempat beban pada ujung batang bebas dan dial indicator
diatasnya. (mengamati posisi awal dial dan mencatatnya).
c. Meletakkan pemberat pertama m1 dan mencatat penurunan posisi pada
dial.
d. Meletakkan pemberat m2 berikutnya dan mencatat penurunan posisi pada
dial.
e. Melakukan prosedur kembali hingga penambahan pemberat ke 10.
f. Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat
berikutnya.
g. Membuat grafik antara pemberat (W) dan defleksi (δ) dan menghitung
harga modulus elastisitas (modulus young) E melalui persamaan:
E = W.I3/6δ I (Pa atau N/mm2) ........................................ ....(2.16)
Dimana :
l = Jarak antara ujung jepit dan bebas
I = Momen Inersia untuk penampang lintang lingkaran
(batang berbentuk silinder)
dan
M ( Momen Tekuk ) = Wl/4 ( Nmm3 ) ............................. ....(2.19)
Dial Indicator
21
beban
Prosedur percobaan :
a. Merangkai 2 tumpuan pada rangka statik dengan jarak 93cm seperti
ditunjukkan pada gambar 2.5.
b. Memposisikan batang baja karbon 1045 ( S45C ) secara simetris pada
kedua tumpuan tersebut.
c. Meletakkan tempat beban ditengah – tengah batang dan dial indicator
diatasnya ( mengamati posisi awal pada dial dan mencatatnya ).
d. Meletakkan pemberat pertama dan mencatat perubahan posisi dial.
e. Meletakan pemberat berikutnya dan mencatat penurunan posisi pada dial.
f. Melakukan prosedur tadi hingga penambahan pemberat ke 10.
g. Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat
berikutnya.
h. Membuat grafik antara pemberat ( W ) dan defleksi ( δ ), dan menghitung
harga modulus elastisitas ( Young ) E melalui persamaan :
Dimana :
l = Jarak antara 2 tumpuan ujung
I = Momen inersia untuk penampang lintang lingkaran
tempa peritik
E Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam
bantalan
F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis
G Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaga-nikel
H Untuk alumunium, seng, dan timbale
K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru dalamnya
bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode Rockwell dibandingkan
dengan metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HR A,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell
atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R
saja [4].
2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih
dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola baja
atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan specimen yang
akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan
digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya,
penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial
indicator pointer.
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain :
1. Benda uji.
2. Operator.
3. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Tingkat ketelitian rendah.
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3. Penekanan bebannya tidak praktis.
dimana :
P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D = diameter indentor yang digunakan
d = diameter bekas lekukan
Apabila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang terbuat
dari baja krom yang telah disepuh atau cermentite carbide. Bola Brinell ini tidak
boleh berdeformasi sama sekali di saat proses penekanan ke permukaan logam uji.
Standar dari bola Brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau 0,3937 in, dengan
penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah distandarkan
di atas, terdapat juga bola-bola Brinell dengan diameter lebih kecil (Ø 5 mm, Ø
2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai
toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3 mm
27
adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm adalah 0,004 mm,
dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah 0,005 mm. Penggunaannya bergantung
pada gaya tekan P dan jenis logam yang diuji, maka penguji harus dapat memilih
diameter bola yang paling sesuai [4].
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji
kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :
Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.
1. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.
2. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang
digunakan, dan alat pengukur waktu.
3. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu
memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur
diameter bekas sebelumnya secara teliti dengan mikrometer pada
mikroskop. Pangukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua
kali secara bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang
diperoleh, diambil rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus
Brinell untuk memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
4. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai
rata-rata dari uji kekerasan Brinell tersebut.
5. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi
specimen maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter
lekukannya [4].
dengan beban 1-120 kgf. Pembebanan diberikan selama 10-15 detik dan jejak
berbentuk intan yang diukur kedua diameternya dalam mm.
Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid
diamond dikeluarkan dari bekas yang terjad, maka diagonal segi empat bekas
teratas diukur secara teliti, yang digunakan sebagai kekerasan logam yang akan
diuji. Permukaan bekas merupakan segi empat karena pyramid merupakan
piramida sama sisi. Nilai kekerasan yang diperoleh disebut sebagai kekerasan
Vickers, yang biasa disingkat dengan Hv atau HVN (Vickers Hardness Number).
Untuk memperoleh nilai kekerasan Vickers, maka hasil penekanan yang diperoleh
dimasukkan ke dalam rumus berikut ini :
2 F sin θ 2 1,8554 F
Hv =
D2 D2 .............................................. ... (2.25)
Minimum 60 KP
Spesifikasi :
1. HRC Load : 150 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
2. HRB Load : 100 KP
Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
3. HRA Load : 60 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
4. HRD Load : 100 KP
Indentor : Kerucut intan 120º
5. HRF Load : 60 KP
Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
6. HRG Load : 150 KP
Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
2. Penyalutan (Mounting)
Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan
pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang
digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada temperatur
150º C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan pada proses
penyalutan, yaitu :
Setelah kita mengetsa, kita langsung dapat melihat bagian mana yang
bengkok atau mengambang dari serat (alur) benda kerja tersebut. Macro test ini
biasanya dilakukan pada benda yang pembuatannya ditempa, dituang, dan hasil
pengerolan.
34
c. Cara mengetsa
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat
langsung dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan asam
yang akan digunakan pada sebuah cawan kemudian mencelupkan
permukaan benda uji pada asam tersebut sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan. Setelah itu, benda dicuci dengan air hangat atau alcohol untuk
menghentikan reaksi dan mengeringkan dengan udara dari mesin
kompresor [3].
d. Pengaruh etsa
Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda uji.
Dengan kata lain, baik atau tidaknya hasil pengetsaan dapat dipengaruhi
oleh larutan kimia yang digunakan untuk mengetsa [3].
35
Setelah bahan uji dietsa, di atas seluruh permukaan benda uji akan tampak
garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis yang tampak itu menunjukkan
adanya batas antar butir kristal logam tersebut. Untuk memperjelas bentuk
dan corak butir-butir kristal yang berbeda jenisnya itu, dapat diamati pada
mikroskop. Dengan mikroskop, kita dapat menunjukkan adanya perbedaan
beberapa elemen yang terkandung dalam bahan uji tersebut. Meskipun
demikian, tidak semua proses pengetsaan menghasilkan hasil etsa yang
memuaskan. Dengan kata lain, dalam satu proses pengetsaan terkadang
kita tidak berhasil mengetsa benda yang diuji. Berikut ini merupakan
faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan dalam mengetsa, yaitu :
1. Benda kerja terlalu kotor karena terlalu lunak atau berminyak.
2. Benda kerja tidak bersih pada waktu dicuci.
3. Kurangnya waktu pengetsaan.
4. Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.
5. Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etching reagent) [3].
6. Mikroskop
Pada dasarnya, mikroskop terdiri dari dua buah lensa positif, yaitu lensa
yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat dengan
benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif, sedangkan lensa
yang berada dekat dengan mata disebut lensa okuler [3].
Perbesaran total oleh mikroskop ini didefinisikan dengan perbandingan
antara tangen sudut buka baying akhir dengan sudut buka tanpa
menggunakan alat. Perbesaran sebuah mikroskop biasanya berkisar 50,
100, 200, 400, dan 1000 kali lebih besar dari benda uji [3].
Perbesaran struktur mikro dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
LOK × LOB × FK × UKURAN FOTO ........................... ....(2.26)
dimana :
LOK = lensa okuler (nilai 2,5)
LOB = lensa obyektif/lensa yang dipakai pada mikroskop
FK = faktor kamera (nilai 1)
36
Tyepiece : NWF 10 X
Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X
Viewing head : Binocular body complete with interpupillary distance
Illuminator : Koehler-type illuminator complete with aperture and field
diaphragms, filter slots, and bulb cord. Uses EL-38 (8 V,
15 W) tungsten filamen bulb.
Mechanical stage : Graduated 150 × 160 mm in size 30 × 30 mm cross
motion, reading to 0,1 mm by vernier. Provided with low
position stage controls.
Focusing control : Stage height is adjustable by the control knob and fixed
by locking knob. Fine controls are workable in arrange of
2 mm.
Photo mechanic : Optical path selector for visual observation and
photography, built in reflecting mirror and camera port.
Polarizing filters : Built-in slideway, complete with analyzer, rotatable
through 0-9º, and polarizer filter.
Microscope stand : Inverted stand, complete with built-in plane glass
reflector, built in power supply transformer, variable
light intensity control, out put sockets.
Color filters : Green filter for visual observation and monochromatic
film photography, and blue filter for color photography [4]
dimana :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
g = percepatan Gravitasi (m/s2)
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut :
dimana :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos β = sudut posisi akhir pendulum
g = percepatan Gravitasi (m/s2)
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat
diketahui melalui rumus sebagai berikut :
Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai berikut :
dimana :
W =usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (joule)
W1 = usaha yang dilakukan (joule)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (joule)
41
W
K=
A o ............................................................................. ....(2.33)
dimana :
K = nilai impact (kg m/mm2)
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (joule)
Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)
Besar energi (W1) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada
tabel berikut ini.
42
60º 2,4 24
90º 4,8 48
120º 7,2 72
Sedangkan sisa usaha (W2) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari
data pada tabel berikut ini.
43
60º 2,4 24
90º 4,8 48
120º 7,2 72
Sedangkan bagian-bagian utama dari alat uji impact tipe charpy terdiri atas :
1. Badan alat uji impact
Badan alat uji impact terbuat dari baja profil dengan tebal baja 5 mm.
Sedangkan dimensi dari badan alat uji impact ini adalah 750 mm × 400
mm × 1000 mm. Proses pengerjaan yang dilakukan dalam pembuatan
badan alat uji impact ini adalah proses penyambungan atau proses
pengelasan. Badan alat uji impact berfungsi sebagai tempat dudukan dari
bearing dan tempat benda uji. Berikut ini merupakan gambar alat uji
impact tipe 𝑐ℎ𝑎𝑟𝑝𝑦 [5] .
2. Dasar
Dasar alat uji impact ini memiliki fungsi sebagai dasar dudukan dari alat
uji dan sebagai peredam dan penahan dari efek tumbukan yang terjadi
selama proses pengujian , memiliki massa 10 kg .
3. Pendulum
Pendulum berfungsi sebagai beban yang akan diayunkan ke benda uji dan
juga terdapat pisau pemukul untuk mematahkan benda uji. Pendulum
terbuat dari baja pelat silinder Ø 230 × 30 mm dengan berat 8 kg. Pada
bagian atas pendulum dihubungkan ke bagian lengan pengayun dengan
cara dilas [5].
4. Lengan pengayun
Lengan pengayun berfungsi untuk menentukan gerakan ayunan dari poros
ke pendulum. Lengan pengayun ini terbuat dari baja silinder Ø 30 × 697
mm dan pada bagian atasnya dihubungkan ke poros dengan di baut, serta
pada bagian bawahnya dihubungkan ke pendulum dengan cara dilas [5].
47
5. Poros pengayun
Poros pengayun berfungsi sebagai penerus ayunan dari bearing ke lengan
pengayun dan pendulum. Poros pengayun terbuat dari baja silinder Ø 30 ×
120 mm. Pada bagian ujung kanan dan kirinya dihubungkan ke bearing
dan pada bagian bawah pada bagian tengahnya dihubungkan dengan
lengan pengayun.
6. Bearing
Bearing berfungsi sebagai pengayun poros dan bearing yang digunakan
adalah bearing dengan ukuran diameter dalam atau diameter poros 30 mm.
Bearing ditempatkan pada bagian kanan atas dan kiri atas pada badan alat
uji impact dengan cara dibaut [5].
9. Pisau pemukul
Pisau pemukul berfungsi untuk memukul benda uji yang telah dibuat
takikan. Posisi pisau pada saat akan memukul adalah di belakang takikan
benda uji. Bahan pisau pemukul ini harus lebih keras dari benda yang akan
diuji dan sudut pisau pemukul adalah 45º [5].
Gambar 2.21 Lengan Penahan Pendulum Alat Uji Impact Tipe Charpy
Gambar 2.22 Komponen Sistem Pengereman Alat Uji Impact Tipe Charpy
Gambar 2.23 Lengan Penahan Pendulum Alat Uji Impact Tipe Charpy
13. Gearset.
Gear set digunakan sebagai sistem penerus daya untuk menggerakan
posisi ketinggian derajat dari posisi pendulum , mengguakan jenis roda
gigi lurus ( spur ) denga type rack dan pinion
51
Berikut ini merupakan dimensi dari alat uji impact yang ditunjukkan dari berbagai
tampak.
menekan handle rem pada bagian atas alat uji. Setelah itu setelah
pendulum berhenti.
6. Pengamatan sudut pada papan indikator, mengamati sudut akhir setelah
proses pengujian yaitu sudut ketika pendulum dingkat ( Cos α) dan sudut
sesudah proses tumbukan ( Cos β )
a. Hardening
b. Tempering
c. Surface hardening (carburizing, nitriding, flame hardening, dll)
2.5.1 Annealing
Merupakan proses pemanasan materal sampai pada suhu austensite
laluditahan beberapa waktu kemudian pendinginannya dilakukan perlahan-lahan
di dalam tungku,
tujuan dari annealing adalah:
1. Mengurangi kekerasan
2. Menghilangkan tegangan sisa
3. Memperbaiki ductiliyy.
4. Menghaluskan ukuran butir.
Macam-macam proses annealing adalah sebagai berikut:
1. Full annealing
2. Recrystalisation annealing
3. Stress relief annealing
2.5.2 Normalizing
Merupakan proses perlakuan panas dimana proses pemanasan mencapai
temperature asutenisasi (eutectoid) dan kemudian didinginkan perlahan pada
udara (still air). Pada umumnya,proses normalizing dilakukan pada temperature
55°C diatas upper critical line pada diagram fasa Fe – Fe3C. Tujuan dari
normalizing adalah:
1. Menghaluskan butir.
2. Homogenisasi struktur kristal.
3. Menghilangkan tegangan dalam.
2.5.3 Hardening
Merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan
sifat material terutama pada nilai kekerasan, denga cara celup cepat (quenching)
55
material yang sudah dipanaska kedalam suatu media pendingin yang dapat berupa
air, air garam maupun oli.
Kekerasan yang dicapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensite)
ini diiringi dengan kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan, karena itu
pada umumnya dilakukan pemanasan kembali menuju suhu tertentu dengan
pendinginan lambat.
Dengan pendinginan yang cepat, maka tidak ada waktu yang cukup bagi
austenite untuk merubah fasa menjadi pearlite dan ferrite atau pearlite dan
cementite.
Tujuan dari proses hardening adalah untuk merubah struktur sedemikian
rupa sehingga diperoleh struktur martensite yang keras, sehingga menghasilkan
kekerasan yang baik dan nilai kekenyalan (ductility) yang rendah.
2.5.4 Tempering
Tempering adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk
menghilangkan tegangan dalam dan mengurangi nilai kekerasan.
Memanaskan kembali berkiar pada suhu 150°C - 650°C dan didinginkan
secara perlahan-lahan tergantung sifat akhir baja tersebut.