LANDASAN TEORI
5
6
dan lain-lain). Nitrida (A1N, TiN, dan lain-lain), karbida (SiC, WC,
dan lain-lain). Beberapa material yang termasuk dalam klasifikasi
keramik gelas atau kaca, semen, dan keramik yang terbuat dari
lempung. Material keramik umumnya isolator panas dan listrik, tahan
terhadap suhu tinggi, serta keras, namun getas.
4. Komposit
Materil komposit merupakan gabungan lebih dari satu macam material.
Contoh yang paling umum adalah fiberglass, yang terdiri atas serat
gelas (keramik) sebagai penguat didalam material polimer. Komposit
didesain untuk memperoleh efek sinergis dari sifat-sifat material
penyusunannya. Pada fiberglass, misalnya, material didesain agar
memiliki kekuatan yang cukup tinggi (kontribusi dari material gelas),
tetapi memiliki fleksibelitas yang cukup baik (kontribusi dari material
polimer).
5. Semi konduktor
Semi konduktor memiliki sifat penghantar listrik diantara konduktor
dan isolator. Selain itu, penghantar listriknya sangat sensitif terhadap
kehadiran atom pengotor, walau hadir dalam jumlah kecil sekalipun.
Kehadiran atom pengotor ini harus dikontrol dalam daerah yang sangat
kecil. Material semi konduktor memberikan terobosan yang besar pada
rangkaian terintegrasi (interegented cicuite-IC) yang menghadirkan
8
dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi tanpa mengalami perubahan ukuran
butirnya. Hal ini merupakan karakteristik baja karbon sedang, suhu
pengkasarannya tidak tetap dan dapat berubah-ubah, tergantung pada pengerjaan
panas atau dingin sebelumnya.
Bahan logam memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik
tersebut digolongkan menjadi empat sifat, yaitu :
1. Sifat mekanis
Sifat mekanis suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam
untuk menahan beban yang diberikan, baik beban statis maupun dinamis
pada suhu biasa, suhu tinggi, ataupun suhu di bawah 0ºC. Beban statis
adalah beban yang tetap, baik besar maupun arahnya pada setiap saat,
sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya berubah
menurut waktu.
Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan
kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu, beban dinamis dapat berupa
beban tiba-tiba, berubah-ubah, dan beban jalar. Sifat mekanis logam
meliputi kekuatan kekenyalan, keliatan, kekerasan, kegetasan, keuletan,
tahan aus, batas penjalaran, dan kekuatan stress rupture. Berikut ini
merupakan pembagian dari sifat mekanis, yaitu [2] :
a. Sifat logam pada pembeban tarik
Bila suatu logam dibebani beban tarik, maka akan mengalami
deformasi, yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban
yang dikenakan padanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan
plastis. Deformasi elastis yaitu suatu perubahan yang segera hilang
kembali apabila beban ditiadakan. Sedangkan deformasi plastis yaitu
suatu perubahan bentuk yang tetap ada meskipun beban yang
menyebabkan deformasi ditiadakan.
b. Sifat logam pada pembeban dinamis
Bahan yang dibebani secara dinamis akan lelah dan patah meskipun
dibebani di bawah kekuatan statis. Kelelahan adalah gejala patah dari
bahan disebabkan oleh beban yang berubah-ubah. Kekuatan kelelahan
10
garis lurus dan salah satu arah beban), karena akan terjadi
pembengkokan. Yang lebih praktis adalah memberikan beban puntir
pada sumbu suatu bahan yang berbentuk tabung. Pada pengujian ini,
besarnya tegangan geser tidak sama dari permukaan ke pusat, tegangan
geser di permukaan maksimum dan di sumbu nol.
h. Sifat redaman logam
Apabila suatu logam ditarik atau ditekan sehingga terjadi deformasi
elastis kemudian beban tersebut dihilangkan. Dengan demikian, energi
yang dibutuhkan untuk mengubah bentuk asal selalu lebih rendah
daripada energi untuk deformasi elastis, karena penekanan atau tarikan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya tahanan dalam. Tahanan dalam
adalah kemampuan logam untuk meredam beban atau getaran tiba-tiba.
Sebagai contoh, besi cor kelabu walaupun memiliki kekuatan dan
tahanan kejut yang rendah, tetapi mempunyai tahanan redam yang
tinggi sehingga untuk memegang perkakas, mesin besi cor kelabu
tersebut akan memperoleh hasil yang lebih baik karena dapat meredam
getaran.
i. Sifat plastis
Sifat plastis adalah kemampuan suatu logam atau bahan dalam keadaan
padat untuk dapat diubah bentuk yang tetap tanpa pecah. Sifat itu
penting untuk dipertimbangkan dalam pengolahan bentuk suatu logam.
Kebanyakan logam pada suhu tinggi mempunyai sifat plastis yang baik
dan cenderung bertambah dengan kenaikan suhu. Logam yang tidak
plastis pada suhu tinggi disebut getas panas, yaitu mudah retak karena
deformasi disebabkan adanya suatu beban pada suhu tersebut. Bila
gejala ini terjadi pada suhu kamar biasa disebut getas dingin.
2. Sifat fisik
Sifat fisik adalah sifat bahan karena mengalami peristiwa fisika seperti
adanya pengaruh panas dan listrik.
a. Sifat karena pengaruh panas antara lain mencair, perubahan
ukuran, dan struktur karena proses pemanasan.
12
b. Sifat listrik yang terkenal adalah tahanan dari suatu bahan terhadap
aliran listrik atau sebaliknya sebagai daya hantar listrik.
3. Sifat pengerjaan atau teknologis
Sifat pengerjaan logam adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam
proses pengolahannya. Sifat itu harus diketahui lebih dahulu sebelum
pengolahan bahan dilakukan. Pengujian yang dilakukan antara lain
pengujian mampu las, mampu mesin, mampu cor, dan mampu keras[2].
4. Sifat kimia
Sifat kimia dari suatu bahan mencakup kelarutan bahan tersebut pada
larutan basa atau garam, dan pengoksidasian bahan tersebut. Hampir
semua sifat kimia erat hubungannya dengan kerusakan (deterisasi) secara
kimia. Kerusakan tersebut berupa gejala korosi dan ketahanan bahan
terhadap serangan korosi. Hal ini sangat penting dalam praktik[2].
Diagram fasa terdiri dari berbagai jenis, yaitu diagram fasa untuk suatu
sistem paduan yang terdiri dari 2 komponen (briner), diagram fasa untuk suatu
sistem paduan yang terdiri dari 3 komponen (terner) dan lain sebagainya.
Dari suatu diagram fasa dapat diketahui beberapa hal, antara lain :
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan
kondisi pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan derah pembekuan paduan Fe-C bila
dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa
tertentu.
5. Reaksi metalurgi yang terjadi yaitu reaksi eutektik, peritektik dan
eutektoid.
Batasan temperatur pada diagram Fe-Fe3C yaitu :
1. A1 adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa autenite
menjadi a+Fe3C (perlit) untuk baja hypo eutektoid.
2. A2 adalah titik currie (pada temperatur 769ºc) dimana sifat magnetik
besi berubah dari ferromagnetic menjadi paramagnetic
3. A3 adalah temperatur tranformasi dari fasa autenite menjadi (ferit)
yang ditandai pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring
dengan turunnya temperatur.
4. Acm adalah temperatur tranformasi dari fasa autenite menjadi Fe3C
(cementite) yang ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan
karbon seiring dengan turunnya temperatur.
Istilah-istilah yang terdapat di diagram fasa, yaitu:
1. Autenit : Larutan pada karbon didalam Fe autenit dengan pelarutan
maksimal 2.41% C pada suhu 1,147𝑜 C
2. Ferit : Larutan padat karbon didalam besi a (FCC) dengan
kelarutan maksimal 0.02% pada suhu 727 ºC
3. Delta : Larutan padat karbon didalam besi dengan kelarutan
maksimal 0,1% pada suhu 1499 ºC
14
Sedangkan pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan
pada jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum [5].
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada
semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.
Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu ASTM E23 [5].
dimana :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
g = percepatan Gravitasi (m/s2)
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui
melalui rumus sebagai berikut :
W2 = G × h2 (kg m)
dimana :
W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m).
G = Berat pendulum (kg).
h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m).
λ = Jarak lengan pengayun (m).
cos β = Sudut posisi akhir pendulum.
g = Percepatan Gravitasi (m/s2).
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat
diketahui melalui rumus sebagai berikut :
W = W1 - W2 (joule)
Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai berikut :
dimana :
W = Usaha untuk mematahkan benda uji (joule)
W1 = Usaha yang dilakukan (joule)
W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (joule)
18
W
K=
Ao
dimana :
K = nilai impact (kg m/mm2)
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (joule)
Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)
60° 2,4 24
90° 4,8 48
120° 7,2 72
Sedangkan sisa usaha (W2) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari
data pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Sisa Usaha (W2) Pada Setiap Ayun
Sisa Usaha ( W2 ) Sisa Usaha ( W2 )
Besar Sudut ( β )
(Kg m) (Joule)
60° 2,4 24
20
90° 4,8 48
120° 7,2 72
Sedangkan bagian-bagian utama dari alat uji impact tipe charpy terdiri atas [ 5] :
1. Badan alat uji impact
Badan alat uji impact terbuat dari baja profil dengan tebal baja 5 mm.
Sedangkan dimensi dari badan alat uji impact ini adalah 750 mm ×
400 mm × 1000 mm. Proses pengerjaan yang dilakukan dalam
pembuatan badan alat uji impact ini adalah proses penyambungan
atau proses pengelasan. Badan alat uji impact berfungsi sebagai
tempat dudukan dari bearing dan tempat benda uji. Berikut ini
merupakan gambar alat uji impact tipe Charpy.
2. Dasar
Dasar alat uji impact ini memiliki fungsi sebagai dasar dudukan dari
alat uji dan sebagai peredam dan penahan dari efek tumbukan yang
terjadi selama proses pengujian , memiliki massa 10 kg .
5. Poros pengayun
Poros pengayun berfungsi sebagai penerus ayunan dari bearing ke
lengan pengayun dan pendulum. Poros pengayun terbuat dari baja
silinder Ø 30 × 120 mm. Pada bagian ujung kanan dan kirinya
dihubungkan ke bearing dan pada bagian bawah pada bagian
tengahnya dihubungkan dengan lengan pengayun.
6. Bearing
Bearing berfungsi sebagai pengayun poros dan bearing yang
digunakan adalah bearing dengan ukuran diameter dalam atau
diameter poros 30 mm. Bearing ditempatkan pada bagian kanan atas
dan kiri atas pada badan alat uji impact dengan cara dibaut.
Gambar 2.15 Lengan Penahan Pendulum Alat Uji Impact Tipe Charpy
11. Sistem Pengereman
Sistem pengereman digunakan dalam memberhentikan laju atau
pergerakan dari pendulum yang bergerak setelah proses tumbukan
atau pengujian. Sistem pengereman terdiri dari berbagai komponen
mulai dari handle rem, cakram dan caliper.
Gambar 2.16 Komponen Sistem Pengereman Alat Uji Impact Tipe Charpy
12. Steer Pengayun
Steer pengayun berfungsi sebagai alat kendali sebagai penggerak untuk
lengan pengayun , diteruskan daya nya dengan menggunakan sistem
gearset.
Gambar 2.17 Lengan Penahan Pendulum Alat Uji Impact Tipe Charpy
26
13. Gearset.
Gear set digunakan sebagai sistem penerus daya untuk menggerakan
posisi ketinggian derajat dari posisi pendulum , mengguakan jenis roda
gigi lurus ( spur ) denga type rack dan pinion
menekan handle rem pada bagian atas alat uji. Setelah itu setelah
pendulum berhenti.
6. Pengamatan sudut pada papan indikator, mengamati sudut akhir setelah
proses pengujian yaitu sudut ketika pendulum dingkat ( Cos α) dan sudut
sesudah proses tumbukan ( Cos β ).
Dimana :
F = Gaya (N)
m = Massa partikel (kg)
a = Percepatan (m/𝑠 −2 )
3. Hukum III Newton
Gaya aksi dan reaksi antara 2 partikel yang berinteraksi sama besar.
Berlawanan arah dan segaris. Disamping itu, hukum Newton untuk
29
Dimana :
F = Gaya tarik menarik antara partikel – partikel ( N )
G = Konstanta universalsebesar 66,73 x 10-12 (m3/kg.s2)
m1 & m2 = Masing – masing adalah massa dari partikel 1 dan 2
( kg )
r = Jarak antara partikel – partikel ( m )
Persamaan tersebut dikembangkan untuk menentukan berat sebuah
partikel W, yaitu:
W = m.g
Dimana :
W = Berat sebuah partikel (N)
m = Massa partikel (kg)
g = Percepatan gravitasi sebesar 9,8 m/s2
Sebuah partikel dikatakan dalam keadaan keseimbangan bila partikel
tersebut dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan.
Kondisi tersebut tercapai, bila resultan seluruh gaya dan momen sama
dengan nol. Persamaan keseimbangan dinyatakan sebagai berikut :
R= ∑F=0, M= ∑M=0
MA
X
Sumbu-x
Ujung terikat Y
RA Ujung bebas
W = m.g
∑Fy = RA- W = 0
dan
RA = W
Karena itu, gaya normal pada ujung terikat sama dengan beban pada
ujung batang bebas.
Resultan semua momen ujung terikat adalah :
∑M = MA – W. l = 0
31
dan
MA = W.l
Harga momen MA sebesar momen yang dihasilkan akibat beban pada
ujung bebas.
Momen gaya pada titik x sepanjang batang l dapat dinyatakan sebagai :
MA = W.(x.l)
Akibat beban pada ujung bebas, maka batang akan terdfleksi sebagai
berikut :
δ = W.x2 (x-3l)/6El
Dimana :
E = Modulus elastisitas atau modulus Young (Pa)
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4)
Defleksi maksimum dari batang kantilever adalah :
δmaks = Wl3/3EI
Sumbu-y x 1
W= m.g
∑R = RA + RB – W = 0
dan
Ra = ½. W
RA = ½. W
δ = Wl4/48.E.I
Dimana :
E = Modulus Elastisitas / Modulus Young (Pa).
I = Momen Inersia luas penampang lintang batang (m4).
Defleksi batang tergantung pada beban yang diberikan W. panjang
batang l, modulus elastisitas E dan momen inersia luas penampang
lintang batang. Modulus elastisitas menunjukkan kekakuan bahan
tergantung jenis bahannya.
Dial Indicator
Ujung bebas
Ujung terikat
Gantungan
Beban
Dimana :
l = Jarak antara ujung jepit dan bebas.
I = Momen Inersia untuk penampang lintang lingkaran
(batang berbentuk silinder).
dan
Dial Indicator
Beban
Gambar 2.24 Rangkaian Batang Dengan Ujung 2 Tumpuan
35
Prosedur percobaan :
a. Merangkai 2 tumpuan pada rangka statik dengan jarak 93cm seperti
ditunjukkan pada gambar 2.5.
b. Memposisikan batang baja karbon 1045 ( S45C ) secara simetris pada
kedua tumpuan tersebut.
c. Meletakkan tempat beban ditengah – tengah batang dan dial indicator
diatasnya ( mengamati posisi awal pada dial dan mencatatnya ).
d. Meletakkan pemberat pertama dan mencatat perubahan posisi dial.
e. Meletakan pemberat berikutnya dan mencatat penurunan posisi pada
dial.
f. Melakukan prosedur tadi hingga penambahan pemberat ke 10.
g. Menentukan defleksi antara pemberat yang satu dengan pemberat
berikutnya.
h. Membuat grafik antara pemberat ( W ) dan defleksi ( δ ), dan
menghitung harga modulus elastisitas ( Young ) E melalui persamaan :
Dimana :
l = Jarak antara 2 tumpuan ujung
I = Momen inersia untuk penampang lintang lingkaran
skala. Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya
bervariasi, yaitu :
1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell
Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan
memilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala
tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akurat, maka
kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan yang
jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan, dimana
acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui
tabel sebagai berikut :
Skala Pemakaiannya
Untuk carbide cementite, baju tipis, dan baja dengan lapisan keras yang
A
tipis.
B Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan alumunium, dan besi tempa.
Untuk baja, besi tuang keras, besi tempa peritik, titanium, baja dengan
C lapisan keras yang dalam, dan bahan bahan lain yang lebih keras
daripada skala B-100.
Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi tempa
D
peritik.
Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam
E
bantalan.
F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis.
Untuk logam bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
L
bahan-bahan tipis.
Untuk logam bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
M
bahan-bahan tipis.
Untuk logam bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
P
bahan-bahan tipis.
Untuk logam bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
R
bahan-bahan tipis.
Untuk logam bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
S
bahan-bahan tipis.
Untuk logam bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
V
bahan-bahan tipis.
1. Benda uji.
2. Operator.
3. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
rata dan bersih. Setelah gaya tekan ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari
bekas lekukan, maka diameter paling atas dari lekukan tersebut diukur secara
teliti, yang kemudian dipakai untuk menentukan kekerasan logam yang diuji
dengan menggunakan rumus:
2F
BHN
πD[D D 2
d 2 ]
dimana :
2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai
toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3 mm
adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm adalah 0,004 mm,
dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah 0,005 mm. Penggunaannya bergantung
pada gaya tekan P dan jenis logam yang diuji, maka penguji harus dapat memilih
diameter bola yang paling sesuai [4]. Berikut ini merupakan langkah-langkah yang
dilakukan untuk menguji kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :
6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari
tepi specimen maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2
diameter lekukannya.
Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya tekan
tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik dengan sudut
42
Spesifikasi :
1. HRC Load : 150 KP 4. HRD Load : 100 KP
Indentor : Kerucut intan 120º Indentor : Kerucut intan 120º
2. HRB Load : 100 KP 5. HRF Load : 60 KP
Indentor : Steel Ball Ø 1/16” Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
3. HRA Load : 60 KP 6. HRG Load : 150 KP
Indentor : Kerucut intan 120º Indentor : Steel Ball Ø 1/16”
1. Pemotongan
Pemotongan specimen cukup dalam dimensi yang tidak terlalu besar (<
10 × 10 × 10) mm dan tidak boleh menjadi panas berlebihan dalam
proses pemotongan untuk menghindari rusaknya struktur specimen
tersebut akibat panas.
45
2. Penyalutan (Mounting)
Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan
pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang
digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada
temperatur 150º C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang
digunakan pada proses penyalutan, yaitu :
Tabel 2.5 Bahan-Bahan Mounting
NO Plastik Tipe Catatan
Setelah kita mengetsa, kita langsung dapat melihat bagian mana yang
bengkok atau mengambang dari serat (alur) benda kerja tersebut. Macro test ini
biasanya dilakukan pada benda yang pembuatannya ditempa, dituang, dan hasil
pengerolan.
c. Cara mengetsa
Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat
langsung dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan
asam yang akan digunakan pada sebuah cawan kemudian
mencelupkan permukaan benda uji pada asam tersebut sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan. Setelah itu, benda dicuci
dengan air hangat atau alcohol untuk menghentikan reaksi dan
mengeringkan dengan udara dari mesin kompresor [3].
d. Pengaruh etsa
Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda
uji. Dengan kata lain, baik atau tidaknya hasil pengetsaan dapat
dipengaruhi oleh larutan kimia yang digunakan untuk mengetsa [3].
Setelah bahan uji dietsa, di atas seluruh permukaan benda uji akan
tampak garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis yang tampak itu
menunjukkan adanya batas antar butir kristal logam tersebut.
49
Dimana :
LOK = Lensa Okuler (nilai 2,5)
LOB = Lensa Obyektif/Lensa yang Dipakai pada Mikroskop
FK = Faktor Kamera (nilai 1) Ukuran Foto 3R nilai 4 [3].
50
2.5.1 Annealing
Merupakan proses pemanasan materal sampai pada suhu austensite lalu
ditahan beberapa waktu kemudian pendinginannya dilakukan perlahan-lahan di
dalam tungku, tujuan dari annealing adalah:
52
1. Mengurangi kekerasan
2. Menghilangkan tegangan sisa
3. Memperbaiki ductiliyy.
4. Menghaluskan ukuran butir.
Macam-macam proses annealing adalah sebagai berikut:
1. Full annealing
2. Recrystalisation annealing
3. Stress relief annealing
2.5.2 Normalizing
Merupakan proses perlakuan panas dimana proses pemanasan mencapai
temperature asutenisasi (eutectoid) dan kemudian didinginkan perlahan pada
udara (still air). Pada umumnya,proses normalizing dilakukan pada temperature
55°C diatas upper critical line pada diagram fasa Fe – Fe3C. Tujuan dari
normalizing adalah:
1. Menghaluskan butir.
2. Homogenisasi struktur kristal.
3. Menghilangkan tegangan dalam.
2.5.3 Hardening
Merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk meningkatkan
sifat material terutama pada nilai kekerasan, denga cara celup cepat (quenching)
material yang sudah dipanaska kedalam suatu media pendingin yang dapat berupa
air, air garam maupun oli.
Kekerasan yang dicapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensite)
ini diiringi dengan kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan, karena itu
pada umumnya dilakukan pemanasan kembali menuju suhu tertentu dengan
pendinginan lambat. Dengan pendinginan yang cepat, maka tidak ada waktu yang
cukup bagi austenite untuk merubah fasa menjadi pearlite dan ferrite atau pearlite
dan cementite. Tujuan dari proses hardening adalah untuk merubah struktur
sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensite yang keras, sehingga
menghasilkan kekerasan yang baik dan nilai kekenyalan (ductility) yang rendah.
53
2.5.4 Tempering
Tempering adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk
menghilangkan tegangan dalam dan mengurangi nilai kekerasan. Memanaskan
kembali berkiar pada suhu 150°C - 650°C dan didinginkan secara perlahan-lahan
tergantung sifat akhir baja tersebut.
a. Tempering pada suhu rendah (150°C - 300°C)
Tujuannya untuk mengurangi tegangan kerut dan kerapuhan dari baja.
Proses ini digunakan untuk alat-alat kerja yang tak mengalami beban
yang berat, missal : mata bor.
b. Tempering pada suhu menengah (300°C - 500°C)
Tujuannya untuk menambah keuletan dan kekerasannya menjadi
sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang
mengalami beban cukup berat, missal : pegas.
c. Tempering pada suhu tinggi (500°C - 650°C)
Tujuannya untuk memeberikan daya keuletan yang besar dan
sekaligus kekrasan menjadi lebih rendah. Proses ini digunakan pada,
roda gigi, poros, batang penggerak dan sebagainya.
2. Nitriding
Baja yang mendapatkan perlakuan nitriding adalah baja paduan rendah
yang mengandung chromium dan molibdenium dan kadang-kadang
disertai kandungan nikel dan vanadium. Beberapa baja nitriding
mengandung sekitar 1% aluminium. Baja tersebut terus dipanaskan
pada 500°C, selama 40 – 90 jam didalam kotak gas yang diisi sirkulasi
gas ammonia. Permukaan baja akan menjadi sangat keras karena
terbentuknya nitride, sedangkan inti bahan tidak berpengaruh.
3. Flame Hardening
Proses ini sangat cepat untuk menghasilkan permukaan yang keras dari
baja yang kandungan karbonnya >0,4%. Permukaan baja dipanaskan
dengan cepat hingga suhu kritisnya dengan perantara semburan api.
Flame atau dengan induction coil frekuensi tinggi, kemudia segera
diberi perlakuan quenching untuk mendapatkan struktur martensite.
Setelah quenching, perambatan panas dari inti ke permukaan baja
sudah cukup untuk tempering lapisan permukaannya. Proses ini
banyak dilakukan terutama pada perkakas poros-poros pendukung.