Anda di halaman 1dari 253

EKSPOSISI INJIL MATIUS

Perbandingan ke Empat Injil


Dalam Kitab Suci ada 4 kitab Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Sekalipun
dalam keempat kitab Injil itu ada banyak cerita yang sama, tetapi sebetulnya keempat
penulis Injil itu mempunyai penekanan dan tujuan yang berbeda. Dan kalau kita membaca
keempat kitab Injil itu maka akan terlihat bahwa mereka saling melengkapi satu dengan
yang lain.

Illustrasi: Kalau kita mau membangun rumah, sedikitnya dibutuhkan 3 buah gambar dari
rumah yang akan dibangun (dari atas, dari depan, dari samping). 3 buah gambar itu
menggambarkan rumah yang sama, tetapi menggambarkannya dari sudut yang berbeda,
sehingga mereka saling melengkapi satu dengan yang lain.

1) Matius.
a) Matius menekankan Yesus sebagai Raja.

Ini tidak berarti bahwa Matius tidak menyatakan Yesus sebagai manusia (penekanan
Lukas), sebagai Allah (penekanan Yohanes), sebagai hamba (penekanan Markus),
dsb. Tentu ia juga melakukan hal-hal itu, tetapi penekanan dari Matius adalah
penggambaran Yesus sebagai Raja.

Hal-hal yang menunjukkan bahwa Matius menekankan Yesus sebagai Raja:

 Mat 1:1 menunjukkan bahwa Yesus disebut sebagai ‘anak Daud’ (raja terbesar
bangsa Israel).

 Mat 2:1-12 menunjukkan orang-orang Majus mencari Raja yang baru dilahirkan,
dan menyembah dan memberi persembahan kepadaNya.

 Mat 28:18 - “Yesus mendekati mereka dan berkata: ‘KepadaKu telah diberikan
segala kuasa di sorga dan di bumi”. Ini betul-betul merupakan ucapan yang cocok
bagi seorang Raja.

b) Matius menujukan tulisannya untuk orang Yahudi.

Ini lagi-lagi tidak berarti bahwa Injil Matius ini bukanlah Firman Tuhan untuk orang-
orang non Yahudi. Tentu Injil Matius ini juga merupakan Firman Tuhan bagi kita yang
bukan Yahudi. Tetapi bagaimanapun tujuan orisinil penulisan Injil Matius ini adalah
untuk orang Yahudi. Hal ini perlu diketahui karena kadang-kadang bisa berguna
dalam penafsiran.

Bahwa Matius memang menulis untuk orang Yahudi, bisa terlihat dari:

 Yesus disebut sebagai ‘anak Abraham’ (Mat 1:1), kepada siapa janji tentang
bangsa pilihan Allah itu pertama-tama diberikan.

 ada 11 x kalimat ‘supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi’


(1:22 2:15,17,23 4:14 8:17 12:17 13:35 21:4 26:56 27:9).

Dari sini terlihat bahwa Matius selalu berusaha menghubungkan Yesus dengan
Perjanjian Lama. Matius bermaksud untuk menunjukkan kepada orang Yahudi
bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama. Hal ini
penting untuk orang Yahudi yang mempercayai Perjanjian Lama sebagai Firman
Tuhan.

 mujijat pertama yang dicatat oleh Matius adalah penyembuhan orang yang sakit
kusta (Mat 8:1-4), karena kusta merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh
orang Yahudi. Dengan demikian Matius berkata kepada orang-orang Yahudi itu:
Yesus berkuasa untuk menyembuhkan orang dari penyakit yang paling kamu
takuti itu!

Catatan: Memang dalam Mat 4:23-25 sudah ada mujijat penyembuhan, tetapi
disana hanya diceritakan secara umum, tidak secara specific / khusus. Mat 8:1-4
adalah mujijat penyembuhan pertama dimana Matius menceritakannya secara
specific.

2) Markus.
a) Markus menggambarkan / menekankan Tuhan Yesus sebagai hamba.

Hal-hal yang menunjukkan bahwa Markus memang menekankan Yesus sebagai


seorang hamba:

 dalam Injil Markus tidak ada silsilah Yesus, karena tidak ada orang yang
mempersoalkan silsilah seorang hamba.

 Yesus sudah mulai melayani pada Mark 1:14. Bandingkan dengan Injil Matius
dan Lukas, dimana Yesus baru mulai melayani pada pasal 4.

b) Markus menujukan tulisannya untuk orang Roma.

Ini terlihat dari fakta yang menunjukkan bahwa dalam seluruh Injil Markus, ia hanya
2 x menunjukkan suatu peristiwa sebagai penggenapan dari nubuat Perjanjian Lama
(Mark 1:2 Mark 15:28). Dan dalam Kitab Suci Indonesia, Mark 15:28 itu ada dalam
tanda kurung tegak, yang menunjukkan bahwa itu merupakan ayat yang diragukan /
diperdebatkan keasliannya. Jadi mungkin sebetulnya hanya 1 x Markus
menunjukkan suatu peristiwa sebagai penggenapan nubuat Perjanjian Lama. Ini
menunjukkan bahwa Markus mulai meninggalkan alam Yahudi.

3) Lukas.
a) Lukas menggambarkan Yesus sebagai manusia.

Hal-hal yang menunjukkan bahwa Lukas menekankan Yesus sebagai manusia:

 Dalam Injil Lukas ada silsilah Yesus (Luk 3:23-38), karena orang Yahudi
mementingkan silsilah (bdk. Bil 1:18). Tetapi berbeda dengan silsilah Yesus
dalam Injil Matius yang hanya sampai kepada Abraham, maka dalam Injil Lukas
silsilah Yesus ‘ditarik’ terus sampai kepada Adam, yang adalah manusia pertama.
Kalau Yesus betul-betul adalah manusia, maka Ia haruslah merupakan keturunan
Adam.

 Injil Lukas adalah satu-satunya Injil yang menceritakan pertumbuhan Yesus


sebagai manusia (Luk 2:40,52), dan peristiwa yang dialami Yesus pada waktu
berusia 12 tahun (Luk 2:41-51).

b) Lukas menujukan tulisannya untuk orang Yunani.


Karena itu berbeda dengan Matius yang mencatat mujijat penyembuhan orang sakit
kusta sebagai mujijat yang pertama, maka Lukas mencatat penyembuhan orang
yang dirasuk setan sebagai mujijat pertama (Luk 4:31-37). Mengapa? Karena orang
Yunani paling takut kepada roh-roh jahat. Dengan demikian, Lukas berkata kepada
orang-orang Yunani itu: roh-roh jahat yang paling kamu takuti itu, tidak ada apa-
apanya dibanding dengan Yesus! Mereka terpaksa tunduk kepada Yesus!

4) Yohanes.
a) Yohanes menekankan penggambaran Yesus sebagai Allah / Anak Allah.

Hal-hal yang menunjukkan bahwa Yohanes menekankan penggambaran Yesus


sebagai Allah / Anak Allah:

 Dalam Injil Yohanes tidak ada silsilah Yesus, tetapi Yohanes memulai Injilnya
dengan Yoh 1:1 yang berbunyi: “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu
bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”.

Ini jelas menunjukkan keilahian Yesus.

 Tujuan Injil Yohanes dicatat dalam Yoh 20:30-31 yang berbunyi: “Memang masih
banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-muridNya, yang tidak
tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya
kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu
memperoleh hidup dalam namaNya”.

Dari ayat ini jelas terlihat bahwa tujuan Injil Yohanes adalah supaya semua orang
percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah.

b) Yohanes menujukan tulisannya untuk Gereja / semua orang.

MATIUS 1:1-17
I) Pertentangan-pertentangan.
Silsilah Yesus ini sering dipersoalkan karena kelihatannya mengandung pertentangan-
pertentangan dengan bagian-bagian lain dari Kitab Suci. Bahwa dalam Kitab Suci kita
ada banyak hal yang kelihatannya bertentangan, sering disoroti secara negatif oleh
banyak orang. Sebetulnya perlu kita ketahui bahwa:

1. Adanya hal-hal yang kelihatannya bertentangan itu bisa disoroti secara positif,
karena hal-hal itu menunjukkan bahwa:

a. Para penulis Kitab Suci tidak bersekongkol dalam menuliskan Kitab Suci.

b. Tidak ada orang yang merevisi Kitab Suci, karena kalau memang demikian, maka
pasti semua hal yang kelihatan bertentangan itu sudah ‘disesuaikan’. Hal ini perlu
saudara camkan karena ada agama lain yang mengatakan bahwa orang-orang
Yahudi sudah merevisi Kitab Suci kita ini.

2. Hal-hal yang kelihatannya bertentangan itu bisa diharmoniskan / dijelaskan sehingga


tidak bertentangan.

Pertentangan-pertentangan yang ada di dalam / berhubungan dengan silsilah Yesus


dalam Mat 1:1-17 ini:
1) Silsilah Yesus dalam Mat 1:1-17 berbeda dengan silsilah Yesus dalam Luk 3:23-38.

Kalau kita menyoroti dan membandingkan kedua silsilah itu pada bagian mulai dari
Daud sampai kepada Yesus, maka akan terlihat bahwa ada perbedaan nama-nama,
bahkan ada perbedaan jumlah orang (dalam Matius hanya 28 nama, sedangkan
dalam Lukas ada 43 nama).

Mari kita soroti Mat 1:15b-16 dan Luk 3:23b-24a.

Dalam Matius Dalam Lukas

Matan Matat

 

Yakub Eli

 

Yusuf Yusuf

Jadi sebetulnya Yusuf itu anaknya siapa? Anak Eli (menurut Lukas) atau anak Yakub
(menurut Matius)?

Ada 2 cara untuk mengharmoniskan kedua bagian / silsilah ini:

a) Bapa-bapa gereja, dimulai seorang yang bernama Africanus (tahun 220 M),
mengharmoniskan perbedaan ini dengan cara sebagai berikut:

Matan ----------- Esta ----------- Matat

 

Yakub ----- P ----- Eli

Yusuf ----- Maria

Yesus

Keterangan: Matan kawin dengan seorang perempuan yang bernama Esta dan
lalu mempunyai anak yang dinamakan Yakub. Setelah Matan mati, Esta kawin
lagi dengan Matat dan mempunyai anak yang dinamakan Eli. Jadi, Yakub dan Eli
adalah setengah saudara.

Eli lalu kawin dengan seorang perempuan (P), tapi Eli mati sebelum istrinya itu
sempat mendapatkan anak, dan karena itu Yakub sebagai saudara Eli harus
kawin dengan istri Eli untuk memberi keturunan kepada Eli. Dari perkawinan itu
lahirlah Yusuf. Jadi Yusuf adalah anak sah dari Eli, tapi sebetulnya Yusuf
diperanakkan oleh Yakub. Ini cocok, karena dalam Matius dikatakan ‘Yakub
memperanakkan Yusuf’, sedangkan dalam Lukas dikatakan ‘Yusuf, anak Eli’.

Jadi menurut penafsiran pertama ini, silsilah Yesus dalam Matius maupun
Lukas sama-sama diambil dari jalur Yusuf, tetapi Lukas mengambil jalur yang
sah (secara hukum / legal), sedangkan Matius mengambil jalur yang sebenarnya.
b) Penafsiran / pengharmonisan yang kedua mengatakan bahwa Matius
menuliskan silsilah Yesus dari pihak Yusuf, sedangkan Lukas menuliskan silsilah
Yesus dari pihak Maria. Jadi, Yakub adalah ayah Yusuf (Mat 1:16), sedangkan
Eli adalah ayah Maria (Luk 3:23).

Matan Matat

 

Yakub Eli

 

Yusuf ---------- Maria

Yesus

Tetapi untuk mencapai / mendapatkan hal ini ada 2 penafsiran yang ditempuh
tentang Luk 3:23 yang berbunyi: “Ketika Yesus memulai pekerjaanNya, Ia
berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak
Yusuf, anak Eli”.

1. Kata-kata ‘anak Eli’ dalam Luk 3:23 ditujukan kepada Yusuf, dan diartikan
sebagai ‘menantu Eli’.

“Ia adalah anak Yusuf, anak Eli”.

Menafsirkan kata ‘anak’ sebagai ‘menantu’ bukanlah merupakan sesuatu


yang aneh, karena dalam Rut 1:11-13, Naomi juga menyebut kedua
menantunya dengan sebutan ‘anak-anakku’ (NIV: ‘my daughters’).

2. Kata-kata ‘anak Eli’ dalam Luk 3:23 ditujukan kepada ‘Ia’ (Yesus), dan
diartikan sebagai ‘cucu Eli’.

“Ia adalah anak Yusuf, anak Eli”.

Menafsirkan kata ‘anak’ sebagai ‘cucu’ juga bukan merupakan hal yang aneh,
karena dalam Kitab Suci, istilah ‘anak’ sering menunjuk kepada ‘keturunan’,
dan istilah ‘bapa / ibu’ sering menunjuk kepada ‘nenek moyang’. Bahwa hal
seperti ini sering terjadi terlihat dari:

 Kej 46:16-18 dimana ada 3 generasi yang dalam Kitab Suci Indonesia
disebut sebagai ‘keturunan Zilpa’. Tetapi terjemahan yang hurufiahnya
seharusnya adalah ‘sons of Zilpa’ (= anak-anak Zilpa).

 2Taw 28:1 dimana Daud disebut sebagai ‘bapa leluhur’ Ahas.

NIV memberikan terjemahan hurufiah ‘David, his father’ (= Daud bapanya).

Disamping itu, ada dukungan sebagai berikut terhadap penafsiran ini: Kalau
Luk 3:23-38 ini dilihat dalam bahasa Yunaninya, maka terlihat bahwa semua
nama didahului oleh kata Yunani TOU (= of the), kecuali nama Yusuf.

Pulpit Commentary: “This absence of the article TOU certainly puts the name of
Joseph in a special position in the series of names, and leads us to suppose that the
genealogy is not that of Joseph, but of Heli. ... The twenty-third verse would then
read thus: ‘And Jesus, ... (being as was supposed the son of Joseph),’ after which
parenthesis the first link in the chain would be Jesus, the heir and grandson, and in
that sense the son of Heli” [= Absennya kata TOU ini jelas menempatkan nama
Yusuf dalam posisi yang khusus dalam deretan nama-nama itu, dan memimpin
kami untuk menganggap bahwa silsilah itu bukanlah dari Yusuf, tetapi dari Eli.
... Jadi, ayat 23 seharusnya berbunyi: ‘Dan Yesus, ... (dianggap sebagai anak
Yusuf)’, dan setelah tanda kurung maka mata rantai yang pertama dalam rantai
itu adalah Yesus, pewaris dan cucu, dan dalam arti itu, anak Eli].

Beberapa terjemahan Luk 3:23 yang mendukung penafsiran ini:

Lenski: “And he himself Jesus when beginning was about thirty years old, being a
son (as was supposed of Joseph) of Heli ...” [= Dan Ia sendiri, Yesus, ketika sedang
memulai berusia kira-kira 30 tahun, adalah anak (dianggap dari Yusuf) dari Eli
...].

Greijdanus: “And he himself, Jesus, when he began, was about thirty years old,
being a son, as was supposed of Joseph, of Heli ...” (= Dan Ia sendiri, Yesus, ketika
Ia mulai, berusia kira-kira 30 tahun, merupakan anak, dianggap dari Yusuf, dari
Eli ...).

Berkeley Version: “Jesus Himself, supposedly Joseph’s son, began his ministry at
about thirty, being a descendant of Heli ...” (= Yesus sendiri, dianggap sebagai
anak Yusuf, mulai pelayananNya pada usia kira-kira 30 tahun, adalah
keturunan dari Heli ...).

William Hendriksen: “Now Jesus himself, supposedly Joseph’s son, was about
thirty years old when he began (his ministry), being a son of Heli ...” [= Yesus
sendiri, dianggap sebagai anak Yusuf, berusia kira-kira 30 tahun ketika Ia mulai
(pelayananNya), adalah anak dari Eli ...].

Kalau dipertanyakan yang mana yang benar dari penjelasan-penjelasan ini, maka
tentu saja tidak bisa dipastikan secara mutlak. Ini tidak perlu membuat kita kecewa
atau kecil hati, karena sekalipun tidak bisa dipastikan secara mutlak, tetapi yang
penting adalah bahwa kita sudah melihat adanya kemungkinan bahwa kedua bagian
yang kelihatannya bertentangan itu ternyata bisa diharmoniskan sehingga tidak
harus bertentangan!

John Murray: “Oftentimes, though we may not be able to demonstrate the harmony of
Scripture, we are able to show that there is no necessary contradiction” (= Seringkali,
sekalipun kita tidak bisa menunjukkan keharmonisan Kitab Suci, kita bisa
menunjukkan bahwa disana tidak harus terjadi kontradiksi) - ‘Collected Writings of
John Murray’, vol I, hal 10.

Tetapi saya sendiri sangat condong pada penafsiran yang kedua karena:

a. Dalam Luk 3:23, Lukas sudah mengatakan bahwa Yesus adalah anak Yusuf
menurut anggapan orang. Jadi jelas bahwa ia berkata bahwa sebenarnya Yesus
bukan anak Yusuf. Karena itu adalah sesuatu yang aneh kalau ia lalu memberikan
silsilah Yesus melalui Yusuf. Jauh lebih cocok kalau ia memberikan silsilah Yesus
melalui Maria.

b. Matius menekankan Yesus sebagai Raja, sehingga ia menuliskan silsilah Yesus


dari sudut ‘ayah’Nya (adalah aneh kalau menuliskan silsilah seorang raja dari
sudut ibunya), tetapi Lukas menekankan Yesus sebagai manusia, dan sebagai
manusia, Yesus bukan anak Yusuf, tetapi anak Maria. Karena itu Lukas
menuliskan silsilah Yesus dari sudut Maria.

c. Dukungan kitab Talmud.


Orang Yahudi mempunyai kitab yang disebut Talmud. Kata ‘TALMUD’ adalah
kata bahasa Ibrani yang berarti ‘instruction’ (= instruksi), yang berasal dari akar
kata LAMAD, yang berarti ‘to learn’ (= belajar). Talmud merupakan kumpulan
tulisan-tulisan yang berisikan hukum-hukum Yahudi, baik hukum negara maupun
hukum agama. Talmud ini terdiri dari 2 bagian, yaitu Mishnah (textnya) dan
Gemara (penafsirannya).

Dan dalam kitab Talmud itu, Maria disebutkan sebagai ‘the daughter of Heli’ (=
anak perempuan Eli).

Catatan: ini tidak berarti saya percaya pada otoritas kitab Talmud. Dalam banyak
hal lain kitab ini jelas-jelas sesat!

d. Matius menceritakan peristiwa kelahiran Yesus dengan menyoroti Yusuf (baca


Mat 1:18-2:23 - malaikat berulangkali datang kepada Yusuf); sedangkan Lukas
menceritakan kelahiran Yesus dengan menyoroti Maria (baca Luk 1:26-38 -
malaikat datang kepada Maria).

Karena itu sangat sesuai kalau dalam penulisan silsilah Yesus, Matius
menuliskan silsilah dari pihak Yusuf, dan Lukas menuliskan silsilah dari pihak
Maria.

e. Matius menuliskan Injilnya untuk orang Yahudi, sehingga ia menuliskan silsilah


Yesus hanya sampai Abraham, kepada siapa janji Tuhan tentang bangsa Israel
pertama kali diberikan. Tetapi Lukas menulis untuk orang non Yahudi, dan karena
itu ia meneruskan silsilah Yesus sampai kepada Adam, untuk menunjukkan
bahwa Yesus betul-betul termasuk dalam umat manusia, karena Ia juga adalah
keturunan Adam.

Sekarang, kalau ternyata silsilah yang Lukas tuliskan itu adalah silsilah dari Yusuf,
yang sebetulnya bukan bapa jasmani dari Yesus, maka semua ini sia-sia. Dengan
silsilah ini ia tidak bisa menunjukkan bahwa Yesus betul-betul adalah keturunan
Adam.

Memang ada keberatan terhadap penafsiran kedua ini, yaitu:

1. Tidak ada orang yang membuat silsilah dari sudut ibunya.

Jawabnya: perlu diingat bahwa ini adalah kasus khusus, karena Yesus memang
tidak punya bapa dunia / jasmani, jadi tidak aneh bahwa untuk Yesus lalu
dibuatkan silsilah dari sudut ibuNya!

2. Kalau memang Luk 3:23-38 adalah silsilah Yesus melalui Maria, mengapa nama
Maria tidak ada dalam silsilah?

Jawabnya: mungkin Lukas tidak mau memasukkan nama perempuan, karena hal
ini memang tidak lazim.

Ada satu pertanyaan lagi yang perlu dibahas tentang silsilah Yesus dalam Matius
dan Lukas ini: mengapa Kitab Suci tidak secara jelas / terang-terangan saja
mengatakan bahwa Matius menuliskan silsilah Yesus dari sudut Yusuf dan Lukas
menuliskan silsilah Yesus dari sudut Maria?

Jawab: Dalam 2Pet 3:16b rasul Petrus berkata: “Dalam surat-suratnya itu ada hal-
hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang
tidak teguh imannya, memutar-balikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama
seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain”.

Penjelasan:
 Yang dimaksud dengan ‘surat-suratnya’ adalah surat-surat Paulus (lihat 2Pet
3:15).

 Kata-kata ‘orang-orang yang tidak memahaminya’ diterjemahkan ‘ignorant’ (=


bodoh) oleh NIV dan ‘untaught’ (= tidak diajar) oleh NASB.

Ini tentu tidak menunjuk pada orang yang tidak mengerti firman tetapi rindu untuk
mengerti, tetapi menunjuk kepada orang yang sekalipun tidak mengerti tetapi
tidak mau belajar. Mungkin juga ini menunjuk kepada orang yang tidak mengerti
Hermeneutics (= ilmu penafsiran Kitab Suci) tetapi sok pinter dalam menafsirkan
Kitab Suci.

 Kata-kata ‘yang tidak teguh imannya’ diterjemahkan ‘unstable people’ (= orang


yang tidak stabil) oleh NIV dan ‘the unstable’ (= orang yang tidak stabil) oleh
NASB. Jadi, kata ‘iman’ sebetulnya tidak ada, dan karena itu bagian ini bukan
menunjuk kepada orang yang imannya lemah / kurang kuat, tetapi menunjuk
kepada orang yang mudah berubah-ubah pandangannya (sebentar ikut agama
A, sebentar ikut agama B, dst).

 Kata-kata ‘tulisan-tulisan yang lain’ diterjemahkan ‘the other Scriptures’ (= Kitab


Suci yang lain) oleh NIV dan ‘the rest of the Scriptures’ (= sisa Kitab Suci) oleh
NASB, maksudnya adalah bagian-bagian Kitab Suci yang lain, selain tulisan
Paulus.

 Jadi, 2Pet 3:16 ini menunjukkan bahwa bagian-bagian yang sukar dalam Kitab
Suci / tulisan Paulus itu ada supaya orang yang bodoh dan tidak mau belajar Kitab
Suci dengan serius tersesat dan lalu binasa! Ini sejalan dengan Mat 13:10-15.
Perhatikan khususnya Mat 13:11-12 yang berbunyi: “Jawab Yesus: Kepadamu
diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka
tidak. Karena siapa yang mempunyai kepadanya akan diberi, sehingga ia
berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya
akan diambil dari padanya”.

Kata-kata ‘siapa yang mempunyai’ menunjuk kepada orang yang mempunyai


keinginan mengerti Firman Tuhan. Orang-orang ini akan diberi pengertian yang
berkelimpahan. Sedangkan kata-kata ‘siapa yang tidak mempunyai’ menunjuk
kepada orang yang tidak mempunyai keinginan untuk mengerti Firman Tuhan.
Mereka tidak akan diberi pengertian, sehingga akan tersesat.

Penerapan:

Karena itu, kalau saudara bukanlah seseorang yang ingin belajar Kitab Suci
secara serius, saudara ada dalam bahaya! Kalau saudara maunya cuma
mendengar khotbah yang penuh dengan lelucon dan cerita / kesaksian, saudara
ada dalam bahaya! Karena itu ambillah keputusan untuk belajar Firman Tuhan
secara serius, melalui Kebaktian, Pemahaman Alkitab, Camp / Retreat, Seminar,
dan juga melalui buku-buku rohani, dan cassette khotbah!

2) Silsilah Yesus dalam Injil Matius tidak sesuai dengan cerita dalam kitab 2Raja-Raja.

a) Mat 1:8 mengatakan bahwa ‘Yoram memperanakkan Uzia’.

Sedangkan dalam kitab 2Raja-Raja:

Yoram


Ahazia (2Raja 8:24-25).

Yoas (2Raja 11:2).

Amazia (2Raja 14:1).

Azarya (2Raja 15:1).

Keterangan: Uzia (bahasa Yunani) = Azarya (bahasa Ibrani).

Jadi, Matius meloncati 3 orang yaitu Ahazia, Yoas dan Amazia.

b) Mat 1:11 mengatakan bahwa ‘Yosia memperanakkan Yekhonya’.

Sedangkan dalam kitab 2Raja-Raja:

Yosia

Elyakim / Yoyakim (2Raja 23:34)

Yoyakhin (2Raja 24:6)

Keterangan: Yekhonya (bahasa Yunani) = Yoyakhin (bahasa Ibrani).

Jadi, lagi-lagi Matius meloncati 1 orang, yaitu Elyakim / Yoyakim.

Sekalipun Matius meloncat-loncat, Matius tidak bisa dikatakan salah, karena di atas
telah kita pelajari bahwa dalam Kitab Suci kata ‘memperanakkan’ bisa diterjemahkan
‘menurunkan’, dan kata ‘anak’ bisa diartikan ‘keturunan’.

Matius meloncat-loncat mungkin untuk mendapatkan Mat 1:17 - ‘ada 14 keturunan


dari Abraham sampai Daud, ada 14 keturunan dari Daud sampai pembuangan ke
Babel, dan 14 keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus’. Dengan demikian
silsilah itu lebih mudah untuk diingat.

II) Arti / manfaat silsilah Tuhan Yesus ini bagi kita.


Pertama-tama perlu kita perhatikan bahwa dalam silsilah Yesus ini ada:

1) Nama-nama wanita: Tamar, Rahab, Rut, istri Uria, Maria (ay 3,5,6,16).

Perlu diketahui bahwa pada jaman itu wanita tidak dihargai, dan hal ini bisa terlihat
dari:

 Anak laki-laki Adam dan Hawa ada 3 yang disebutkan namanya dalam Kitab Suci,
yaitu Kain, Habel dan Set. Adam dan Hawa masih mempunyai anak-anak lain,
baik laki-laki maupun perempuan (Kej 5:4), tetapi tidak ada satupun anak perem-
puan Adam dan Hawa yang disebutkan namanya.
 Ada 8 orang yang masuk dalam bahtera Nuh, dan dari 8 orang itu hanya 4 laki-
laki yang diketahui namanya (yaitu Nuh, Sem, Ham dan Yafet), sedangkan yang
4 perempuan tidak disebutkan namanya.

 Ayah Abraham disebutkan namanya, yaitu Terah (Kej 11:27), tetapi ibunya tidak
disebutkan namanya.

 Yakub punya 12 anak laki-laki dan 1 perempuan (disebutkan namanya yaitu Dina
- Kej 30:21). Anak-anak yang laki-laki lalu menjadi suku-suku bangsa Israel, tetapi
dari yang perempuan tidak terjadi suku bangsa apapun.

 Nama saudara-saudara Yesus hanya disebutkan yang laki-laki, tetapi saudara-


saudara yang perempuan tidak disebutkan namanya (Mat 13:55,56).

 Dalam berbakti di Bait Allah, perempuan tidak boleh bercampur dengan laki-laki.

 Juga, beberapa penafsir mengatakan bahwa orang Yahudi laki-laki setiap pagi
menaikkan doa syukur karena dia tidak diciptakan sebagai hamba, orang kafir /
non Yahudi, atau orang perempuan!

Karena itu, kalau dalam silsilah Yesus ini ada nama-nama perempuan, itu betul-betul
merupakan suatu keanehan!

2) Nama-nama orang kafir / non Yahudi, yaitu Rut (ay 5), yang adalah orang Moab
(bdk. Rut 1:4), dan Rahab (ay 5), yang adalah orang Yerikho / Kanaan (Yos 2:1).

Pada jaman itu ada batasan yang sangat keras antara orang Yahudi dengan orang
kafir / non Yahudi (bdk. Ul 7:1-4 Kis 10:28 Gal 2:11-14). Orang kafir yang sudah
masuk agama Yahudi sekalipun, kalau berbakti tidak boleh bercampur / bersama-
sama dengan orang Yahudi.

Dengan bangsa Moab, bahkan ada batasan yang lebih keras lagi (Ul 23:3).

Karena itu, kalau dalam silsilah Yesus ini ada nama-nama orang kafir, bahkan satu
diantaranya adalah orang Moab, itu betul-betul aneh!

3) Nama-nama orang jahat, yaitu:

 Yehuda dan Tamar (ay 3), yang kebejatannya bisa saudara baca dalam Kej 38.

 Rahab (ay 5), yang jelas adalah seorang pelacur (Yos 2:1).

 Manasye (ay 10), yang kejahatannya bisa saudara baca dalam 2Raja 21:1-18.

 Amon (ay 10), yang kejahatannya bisa saudara baca dalam 2Raja 21:19-26.

Pada jaman itu juga ada batasan yang keras sekali antara orang jahat dan orang
baik (bdk. Mat 9:9-11 Luk 7:37-39). Orang Farisi pada jaman itu, kalau akan
berpapasan dengan ‘orang berdosa’, memilih untuk berbelok dan menghindari ‘orang
berdosa’ itu!

Karena itu, adanya nama-nama orang jahat dalam silsilah Yesus ini lagi-lagi
merupakan suatu keanehan!

Adanya nama-nama perempuan, orang kafir dan orang jahat dalam silsilah Tuhan Yesus
merupakan sesuatu yang aneh. Di atas telah kita pelajari bahwa Matius meloncat-loncat
dalam menulis silsilah Tuhan Yesus. Kalau ia mau, ia bisa saja meloncati nama-nama
perempuan, orang kafir, orang jahat itu. Tetapi ia tidak meloncati nama-nama itu. Pasti
ia punya tujuan tertentu. Dia ingin menunjukkan bahwa dalam diri Tuhan Yesus,
semua batasan / tembok pemisah telah dihancurkan! Semua yang ada di dalam
Kristus adalah satu.

1Kor 12:13 - “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang
Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita
semua diberi minum dari satu Roh”.

Gal 3:28 - “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba
atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu
di dalam Kristus Yesus”.

Ef 2:14-19 - “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak
dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan matiNya
sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan
ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya,
dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di
dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.
Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’ dan damai
sejahtera kepada mereka yang ‘dekat’, karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh
beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan
pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota
keluarga Allah”.

Kol 3:11 - “dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau
orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi
Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu”.

Penerapan:

Dalam Kristus tidak boleh ada batasan antara:

 laki-laki dan perempuan.

Ini tentu tidak boleh diartikan bahwa kita boleh melakukan free sex! Ini juga tidak
boleh diartikan bahwa dalam keluarga, istri punya kedudukan yang setingkat dengan
suami!

Artinya adalah: baik laki-laki maupun perempuan, kalau percaya kepada Yesus,
sama-sama diampuni, sama-sama menjadi anak Allah, boleh berbakti bersama-
sama dalam gereja, dan juga boleh sama-sama melayani Tuhan!

 bangsa / suku bangsa yang satu dengan yang lain.

Kita tidak boleh menganak-emaskan bangsa / suku bangsa kita sendiri, dan
menganak-tirikan / menolak / merendahkan bangsa / suku bangsa tertentu dalam
gereja. Adanya gereja yang boleh dikatakan menjadi ‘milik’ dari bangsa / suku
bangsa tertentu, seperti GKJW, HKBP, GPIB, GKT, GKA, dsb, sebetulnya tidak
salah, selama mereka tidak menolak orang dari bangsa / suku yang lain yang mau
berbakti di gereja mereka. Tetapi ada gereja suku semacam itu yang dalam
kebaktiannya menggunakan bahasa sukunya, tanpa diterjemahkan. Menurut saya ini
salah, karena orang dari suku lain tidak akan bisa berbakti di sana, dan karena itu ini
sama saja dengan mendirikan tembok pemisah.

 orang jahat dan orang baik.


Ingat bahwa sebetulnya di hadapan Allah kita semua adalah orang bejat yang penuh
dosa. Jadi jangan merendahkan orang kristen yang berasal dari latar belakang yang
gelap (seperti pelacur, penjahat, dsb). Kalau mereka ada di dalam Kristus, mereka
harus kita anggap dan perlakukan sebagai saudara kita!

 orang tua dengan muda. Ini memang tidak berarti bahwa orang muda boleh bersikap
tidak sopan terhadap orang tua. Ini juga tidak berarti bahwa seorang kakek yang
berusia 80 tahun diharuskan bergaul dengan remaja yang berusia 16 tahun dalam
gereja. Tetapi bagaimanapun kita harus menyadari bahwa baik tua maupun muda
adalah satu dalam Kristus. Jangan sampai orang tua menganggap rendah yang
muda karena belum banyak makan asam garam, dan sebaliknya orang yang muda
jangan menghina yang tua karena kolot dsb.

 orang kaya dengan orang miskin.

Gereja tidak boleh bersikap ramah terhadap orang kaya, tetapi acuh tak acuh
terhadap yang miskin (bdk. Yak 2:1-4)! Orang kristen yang kaya tidak boleh merasa
terhina kalau harus duduk di sebelah orang yang miskin dalam gereja. Jangan lupa
bahwa Yesus dan rasul-rasul juga miskin! Sebaliknya, orang yang miskin juga tidak
boleh merasa rendah diri dalam bergaul dengan orang yang kaya.

 majikan dengan pelayan / pegawai. Ini tidak boleh diartikan bahwa pelayan / pegawai
boleh kurang ajar kepada majikan / tidak mentaati majikan. Dalam pekerjaan, mereka
harus menghormati dan mentaati majikan, tetapi dalam gereja, mereka setingkat!

 persekutuan yang satu dengan yang lain, atau gereja yang satu dengan yang lain
(bdk. Ro 15:25-26 1Kor 16:1-3). Adalah aneh, kalau ada gereja tertentu yang tidak
mau memberikan surat atestasi ke gereja tertentu yang lain, dengan alasan tidak ada
hubungan dengan gereja itu! Lebih-lebih pendeta / gereja yang melarang jemaatnya
untuk pergi ke gereja lain, padahal gereja lain itu tidak mereka anggap sebagai gereja
yang sesat! Bagaimana gereja-gereja tersebut bisa mengucapkan kata-kata ‘Gereja
yang Kudus dan Am’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli, tetapi tetap bersikap seperti
itu adalah sesuatu yang tidak bisa dimengerti!

 komisi yang satu dengan yang lain dalam gereja. Setiap anggota komisi /
departemen dalam gereja harus sadar bahwa mereka berjuang bagi Tuhan, dan
bukan bagi komisi / departemen masing-masing! Karena itu jangan lalu tidak mau
tahu dengan komisi / departemen yang lain.

Batasan yang tetap dan bahkan harus ada adalah batasan antara orang yang ada di
dalam Kristus dengan orang yang ada di luar Kristus:

 2Kor 6:14 memberikan larangan menikah antara orang yang percaya (kepada
Kristus) dengan orang yang tidak percaya (kepada Kristus).

 Ef 5:5-7 (bdk. 1Kor 5:9-13) menunjukkan bahwa kita tidak boleh sembarangan
bergaul dengan orang yang tidak percaya. Kita boleh bergaul untuk memberitakan
Injil kepada mereka dan kita harus mempengaruhi mereka, bukan dipengaruhi oleh
mereka.

 gereja yang sesat, nabi palsu, orang kristen KTP adalah orang yang di luar Kristus.
Karena itu, orang kristen yang sejati tidak boleh menganggap dirinya satu dengan
mereka.

MATIUS 1:18-25
I) ‘Orang tua’ Yesus.
1) Mereka bertunangan (ay 18).

Ay 18 yang menunjukkan bahwa mereka masih ada dalam keadaan bertunangan /


belum menikah, sesuai dengan:

 ay 20b yang menunjukkan bahwa malaikat itu berkata supaya Yusuf tidak takut
mengambil Maria sebagai istri.

 ay 24 yang menunjukkan ketaatan Yusuf terhadap Firman yang disampaikan oleh


malaikat, dimana ia lalu mengambil Maria sebagai istrinya.

Tetapi dalam ay 19 dimana Yusuf disebut ‘suami’ dan Maria disebut ‘istri’, dan juga
dari istilah ‘menceraikan’, kelihatannya mereka sudah menikah.

Hal-hal yang kelihatannya bertentangan ini bisa dimengerti dan diharmoniskan kalau
kita mengerti tradisi di tempat itu pada jaman itu.

Dalam tradisi mereka ada beberapa tahap menuju pernikahan:

a) Pertunangan I (engagement).

Pertunangan I ini terjadi pada waktu dua orang yang dipertunangkan itu masih
kecil, dimana mereka dipertunangkan oleh orang tua mereka, dan mereka belum
saling kenal. Pertunangan I ini bisa dibatalkan.

b) Pertunangan II (bethrotal).

Pertunangan II ini terjadi setelah dua orang tadi sudah cukup umur. Pada saat
pertunangan II ini mereka sudah disebut ‘suami istri’, tetapi mereka belum tinggal
bersama dan mereka belum boleh melakukan hubungan sex.

Bdk. Ul 22:23-24 - “(23) Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang
sudah bertunangan - jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur
dengan dia, (24) maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu
gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena
walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah
memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat
itu dari tengah-tengahmu”.

Perhatikan bahwa dalam ay 23nya disebutkan ‘bertunangan’ tetapi dalam


ay 24nya disebut sebagai ‘istri’.

Dalam tradisi Yahudi saat itu, pemutusan pertunangan II ini dianggap sebagai
perceraian dan dianggap sebagai dosa. Pertunangan II ini hanya berlangsung 1
tahun.

c) Pernikahan.

Pada saat itu, Yusuf dan Maria ada pada masa pertunangan II dan karena itu ay 18
tidak bertentangan dengan ay 19,20,24.

2) Mereka (‘orang tua’ Yesus) adalah orang-orang yang saleh.

a) Yusuf.

Ia adalah seorang yang:

 tulus hati (benar), tidak mau mencemarkan nama Maria (ay 19).
Padahal sakit hati karena merasa dikhianati oleh pacar adalah sesuatu yang
sangat sering menyebabkan orang lalu merusak nama baik pacar yang
tadinya ia cintai, apalagi kalau ia sudah mengambil keputusan untuk
memutuskan hubungan dengan pacarnya itu. Tetapi Yusuf, sekalipun merasa
dikhianati dan sudah mengambil keputusan untuk menceraikan Maria, tidak
mau mencemarkan nama Maria. Karena itulah maka ia bermaksud
menceraikan Maria dengan diam-diam.

Penerapan:

Apakah saudara sering merusak nama baik seseorang melalui penyebaran


gossip / fitnah?

 tidak gegabah.

Ini terlihat dari ay 20 dimana ia ‘mempertimbangkan’ maksudnya untuk


menceraikan Maria.

Penerapan:

Apakah saudara sering melakukan hal-hal tertentu dengan gegabah / tidak


berpikir panjang? Mungkin dalam hal melampiaskan emosi / kemarahan
saudara, atau dalam hal membeli barang, atau dalam hal menerima / menolak
suatu ajaran / praktek. Kalau ya, perhatikanlah Amsal 19:2b yang berbunyi:
‘orang yang tergesa-gesa akan salah langkah’.

 ia percaya pada Firman Tuhan, yang disampaikan malaikat Tuhan kepadanya


melalui mimpi (ay 20-24).

Ada beberapa hal yang perlu dibahas di sini:

 tidak semua / sembarang mimpi bisa dianggap sebagai petunjuk dari


Tuhan!

Calvin: “we must understand that dreams of this sort differ widely from natural
dreams; for they have a character of certainty engraven on them, and are
impressed with a divine seal, so that there is not the slightest doubt of their truth.
... the dreams which come from God are accompanied by the testimony of the
Spirit, which puts beyond a doubt that it is God who speaks” (= kita harus
mengerti bahwa mimpi dari jenis ini sangat berbeda dengan mimpi biasa;
karena mimpi ini mempunyai sifat yang pasti terukir padanya, dan dibuat
menjadi berkesan dengan suatu meterai ilahi, sehingga tidak ada keraguan
sedikitpun tentang kebenarannya. ... mimpi yang datang dari Allah disertai
oleh kesaksian Roh, yang membuat orangnya tidak ragu-ragu bahwa
Allahlah yang berbicara) - hal 96-97.

 kata-kata malaikat itu sebetulnya amat tidak masuk akal. Coba renungkan:
andaikata saudara menjadi Yusuf, dimana tunangan saudara tahu-tahu
menjadi hamil, apakah saudara bisa mempercayai kata-kata malaikat yang
menyatakan bahwa kehamilan itu dari Roh Kudus (ay 20b)? Hebatnya,
Yusuf percaya pada Firman Tuhan yang disampaikan oleh malaikat itu.

Penerapan:

Tuhan sering memberi Firman yang sukar diterima oleh akal. Misalnya:

 bahwa Ia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan


kebaikan bagi anak-anakNya (Ro 8:28). Kadang-kadang tidak terlalu
sukar mempercayai hal ini, tetapi kadang-kadang problem yang kita
alami begitu banyak, berat dan membingungkan, dan bahkan
kelihatannya berakibat negatif terhadap diri kita dan kerohanian kita.
Pada saat seperti itu Ro 8:28 kelihatannya amat tidak masuk akal.
Maukah saudara tetap mempercayainya?

 bahwa Ia selalu mau mengampuni dosa kita yang percaya kepada


Yesus sebagai Juruselamat kita (1Yoh 1:9). Kadang-kadang tidak
sukar bagi kita untuk percaya pada hal ini. Tetapi pada saat-saat
tertentu, misalnya pada waktu kita melakukan dosa yang sangat hebat
/ terkutuk, atau pada saat kita melakukan dosa yang sama berulang-
ulang hingga ribuan kali (karena itu merupakan kelemahan kita), maka
sukar bagi kita untuk percaya bahwa Allah tetap mau mengampuni
dosa itu. Pada saat seperti itu maukah saudara percaya pada Firman
yang ‘tak masuk akal’ itu?

 ia taat pada Firman Tuhan (ay 24-25).

Hal-hal yang perlu disoroti tentang ketaatannya:

 ia taat secara langsung / tidak menunda (ay 24).

Renungkan: apakah saudara juga selalu taat secara langsung, atau


apakah saudara sering menunda ketaatan saudara? Mungkin dalam hal
menyerahkan diri untuk dibaptis, atau dalam hal melayani Tuhan /
memberitakan Injil, atau dalam hal memberikan persembahan
persepuluhan?

 Yusuf menikah dengan Maria.

Kata-kata dalam ay 24 akhir yang mengatakan bahwa Yusuf ‘mengambil


Maria sebagai istrinya’, jelas menunjuk pada per-nikahan Yusuf dan Maria.
Ini perlu ditekankan untuk mengha-dapi ajaran gila dari Pdt. Yusuf Roni,
yang begitu menekankan keperawanan abadi dari Maria, sehingga
mengatakan bahwa Yusuf dan Maria tidak pernah menikah, dan bahkan
menantang pendengarnya untuk menunjukkan di Kitab Suci bagian mana
Yusuf dan Maria pernah menikah! Rupa-rupanya dia tidak pernah
membaca bagian Kitab Suci ini!

 ia tidak malu mengambil Maria sebagai istri, padahal Maria sudah


mengandung sebelum mereka menikah, dan Maria bukan mengandung
dari dia. Apakah ia tidak mempertimbangkan apa kata para tetangga,
keluarga, dan teman kalau mereka melihat bahwa Maria melahirkan anak
sekalipun baru menikah selama 5 bulan?

Renungkan: apakah saudara sering tidak mentaati Firman Tuhan karena


malu? Apakah saudara sering tidak memberitakan Injil karena malu?

 ia rela untuk tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir (ay 25).
Ini penting karena perempuan yang melahirkan Yesus haruslah seorang
perawan. Bandingkan ay 23 dengan Yes 1:14. Menikah tetapi tidak
bersetubuh jelas merupakan sesuatu pengorbanan! Tetapi Yusuf rela
mengalami semua itu!

Renungkan: apakah saudara mau mentaati Firman Tuhan kalau hal itu
membutuhkan pengorbanan? Apakah saudara tetap ke gereja sekalipun
hujan? Apakah saudara tetap ke gereja kalau tidak ada kendaraan
sehingga harus mengeluarkan ongkos taxi?
 ia menamakan anak itu Yesus sesuai dengan Firman yang disampaikan
oleh malaikat (ay 23-25).

b) Maria.

Ia mau dipakai oleh Tuhan untuk mengandung dan melahirkan Yesus (Luk 1:38),
padahal jelas semua ini akan menimbulkan salah pengertian dari banyak orang,
termasuk dari Yusuf, dan bahkan pasti akan menimbulkan banyak ejekan dan
hinaan kepadanya. Ini menunjukkan kerelaan Maria dalam berkorban bagi Tuhan.

Penerapan:

Tuhan tidak bisa dan tidak mau memakai orang yang tidak mau berkorban bagi
Dia. Kalau saudara merasa sukar / berat untuk berkorban bagi Tuhan, renungkan
penderitaan dan pengorbanan yang Yesus sudah lakukan bagi saudara pada
waktu Ia menebus dosa saudara di atas kayu salib. Kalau Ia sudah berkorban
seperti itu bagi saudara, sudah seharusnya saudarapun mau berkorban bagi Dia!

c) Yusuf dan Maria adalah orang-orang yang saleh, tapi mereka sama sekali bukan
orang suci!

Kitab Suci memang sering menceritakan tentang orang yang saleh, yang bahkan
dikatakan tidak bercela, seperti Nuh (Kej 6:9), Ayub (Ayub 1:1,8 2:3), Zakharia
dan Elisabet (Luk 1:6), dsb. Tetapi kalau Kitab Suci mengatakan bahwa mereka
itu saleh, maksudnya bukanlah bahwa mereka itu suci / tanpa dosa, tetapi saleh
dalam perbandingan dengan orang-orang lain. Tetapi kalau kehidupan mereka
dibandingkan dengan kehidupan Yesus, atau dengan Firman Tuhan, maka jelas
bahwa mereka adalah orang-orang yang berdosa, sesuai dengan ayat-ayat
seperti:

 Pengkhotbah 7:20 - “Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang
berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”.

 Ro 3:10-12,23 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun
tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang
mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak
berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua
orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.

Tetapi perlu diketahui bahwa tentang Yusuf maupun Maria, Kitab Suci tidak
pernah mengatakan bahwa mereka itu suci atau tidak bercela.

Orang sering menganggap bahwa Maria harus suci supaya Yesus bisa lahir suci.
Tetapi ini salah karena:

1. Kesucian Yesus terjadi karena pekerjaan Roh Kudus (lihat point II, 4 di
bawah), bukan karena kesucian Maria.

2. Kalau supaya Yesus suci Maria harus suci, maka konsekwensinya adalah:
supaya Maria suci, kedua orang tua Maria harus suci. Dan supaya kedua
orang tua Maria harus suci, maka keempat kakek nenek Maria juga harus suci.
Kalau ini diteruskan, akhirnya Adam dan Hawapun juga harus suci! Ini jelas
adalah hal yang bertentangan dengan Kitab Suci, yang orang Katolikpun pasti
tidak mau menerimanya. Tetapi kalau mereka menolak ini, mereka menjadi
tidak konsisten.

d) Ketaatan mereka menyebabkan penderitaan tetapi dari situ timbul kemuliaan /


kebahagiaan (bdk. Luk 1:46-49). Kehidupan Kristus sendiri juga demikian. Ia
harus melalui penderitaan dan salib, dan setelah itu baru timbul kebangkitan dan
kemuliaan. Itu juga jalan yang harus kita tempuh. Ketaatan dan pelayanan yang
harus kita lakukan demi Tuhan pasti membawa penderitaan, tapi akhirnya
membawa kemuliaan bagi kita. Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:

 Ro 8:18 - “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat
dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”.

 2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi
kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada
penderitaan kami”.

Kalau dalam 2Kor 4:17 Paulus menyebutkan ‘penderitaan ringan’, itu bukan
karena penderitaannya betul-betul ringan (bdk. 2Kor 1:8b-9a yang menunjukkan
hebatnya penderitaan Paulus), tetapi hanya dalam perbandingan dengan
besarnya kemuliaan yang menantikan dia.

Penerapan:

 Semua ini menunjukkan bahwa ajaran Theologia Kemakmuran dan


sejenisnya yang banyak diajarkan oleh gereja-gereja / pendeta-pendeta
jaman sekarang, adalah tidak benar. Kitab Suci tidak pernah mengajarkan
bahwa kalau kita ikut Yesus maka kita akan jadi kaya, sukses, bebas dari
semua problem, dsb.

 Kalau saudara banyak mengalami penderitaan, janganlah kecewa dan putus


asa. Bertekunlah dan bersabarlah dalam menghadapi kesukaran itu, karena
ada saatnya kemuliaan yang Tuhan janjikan akan menjadi milik saudara.

3) Kehidupan mereka setelah kelahiran Yesus.

Mereka hidup seperti suami istri biasa, dan mereka pasti juga melakukan hubungan
sex dan memperoleh anak-anak dari pernikahan itu. Ini terlihat dari:

a) Ay 24-25 mengatakan bahwa mereka tidak bersetubuh ‘sampai Yesus lahir’.


Secara implicit ini menunjukkan bahwa setelah Yesus lahir, mereka melakukan
persetubuhan itu.

Illustrasi: kalau dikatakan bahwa anak saudara libur sampai tanggal 5


Januari 1997, maka itu berarti bahwa setelah itu mereka tidak lagi libur.

Tasker (Tyndale): “The prima facie meaning of this verse would seem to be that after
Mary’s firstborn son was born Joseph had normal sexual intercourse with her; and, as
McNeile points out, the Greek construction used here ‘always implies in the New
Testament that the negatived action did, or will, take place after the point of time
indicated by the particle’” (= Arti yang utama / kuat dari ayat ini kelihatannya adalah
bahwa setelah kelahiran anak sulung Maria, Yusuf melakukan hubungan sex yang
normal dengannya; dan seperti ditunjukkan oleh McNeile, konstruksi bahasa
Yunani yang digunakan di sini “selalu menunjukkan dalam Perjanjian Baru bahwa
tindakan yang bertentangan terjadi, atau akan terjadi setelah saat yang ditunjukkan
oleh kata ‘sampai’”) - ‘The Gospel According to St. Matthew’, hal 36.

A. T. Robertson: “Joseph lived in continence with Mary till the birth of Jesus. Matthew
does not say that Mary bore no other children than Jesus. ‘Her firstborn’ is not genuine
here, but is a part of the text in Luke 2:7. The perpetual virginity of Mary is not taught
here. Jesus had brothers and sisters and the natural meaning is that they were younger
children of Joseph and Mary and not children of Joseph by a previous marriage” (=
Yusuf hidup dalam pertarakan dengan Maria sampai kelahiran Yesus. Matius tidak
mengatakan bahwa Maria tidak melahirkan anak-anak selain Yesus. Kata-kata
‘yang sulung’ di sini tidak merupakan bagian asli / orisinil, tetapi merupakan bagian
dari text dalam Luk 2:7. Keperawanan abadi dari Maria tidak diajarkan di sini.
Yesus mempunyai saudara-saudara laki-laki dan perempuan dan arti yang wajar
adalah bahwa mereka adalah anak-anak yang lebih muda dari Yusuf dan Maria dan
bukan anak-anak Yusuf dari pernikahan sebelumnya) - ‘Word Pictures in the New
Testament’, vol 1, hal 12-13.

Catatan: A. T. Robertson memberikan penafsiran berdasarkan versi KJV, yang


mempunyai tambahan kata-kata ‘yang sulung’.

Ay 25 (KJV): ‘And knew her not till she had brought forth her firstborn son: and he
called his name JESUS’ (= Dan tidak mengenalnya sampai ia telah melahirkan
anaknya yang sulung: dan ia menamakanNya Yesus).

b) Luk 2:7 mengatakan bahwa Yesus adalah anak sulung.

Memang bisa saja bahwa Yesus adalah anak sulung dan sekaligus anak tunggal.
Tetapi Mat 13:55-56 menceritakan adanya saudara-sau-dara Yesus, sehingga
penafsiran yang logis adalah bahwa saudara-saudara Yesus itu adalah anak-
anak Yusuf dan Maria setelah kelahiran Yesus, seperti yang dikatakan oleh A. T.
Robertson di atas.

c) Hubungan sex antara suami istri adalah sesuatu yang diharuskan oleh Tuhan
(Amsal 5:18,19 1Kor 7:3-5). Jadi, tidak mungkin Tuhan menyu-ruh Yusuf
menikahi Maria tetapi melarangnya bersetubuh dengan Maria sampai selama-
lamanya.

Karena itu, menyebut / menganggap Maria sebagai ‘perawan yang abadi’ seperti
yang dilakukan oleh kalangan Roma Katolik, dan juga oleh Gereja Orthodox Syria
(Bambang Noorsena, Jusuf Roni, dsb), jelas merupakan sesuatu yang tidak
Alkitabiah!

Catatan: Kalau saudara mau tahu lebih banyak tentang perbedaan pandangan Roma
Katolik dan Kristen Protestan tentang Maria, bacalah buku saya yang berjudul ‘Roma
Katolik versus Kristen Protestan’.

II) Kelahiran / Inkarnasi Tuhan Yesus.


1) Inkarnasi berbeda dengan reinkarnasi.

Kekristenan percaya adanya inkarnasi, yaitu pada waktu Yesus yang adalah Allah itu
menjadi manusia. Tetapi kekristenan menolak adanya reinkarnasi, karena hal itu
jelas bertentangan dengan Ibr 9:27 yang berbunyi: “Dan sama seperti manusia
ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, ...”.

Kalau reinkarnasi itu memang ada, maka manusia tidak mungkin ditetapkan untuk
mati hanya satu kali saja, tetapi banyak kali.

Saya pernah membaca di surat kabar tentang suatu keluarga yang mempunyai anak
kecil. Mula-mula anak kecil itu normal, tetapi setelah ia mulai bisa bicara, maka ia
mulai berbicara tentang masa lalunya, baik tempat tinggalnya, namanya,
kematiannya, dsb. Mula-mula orang tuanya tidak menggubris hal itu, tetapi karena
anak itu terus berbicara tentang hal itu, mereka menjadi penasaran dan lalu
menyelidiki ke tempat yang diceritakan oleh anak kecil itu. Ternyata memang cerita
anak itu benar. Sekarang pertanyaannya: apakah peristiwa ini membuktikan adanya
reinkarnasi? Saya berpendapat jawabannya adalah ‘tidak’! Mungkin sekali orang
yang mati itu mempunyai kuasa gelap / kerasukan setan, dan pada waktu ia mati,
setannya pindah kepada anak kecil itu, sehingga segala informasi tentang orang
yang mati itu lalu dimiliki oleh anak kecil itu.
2) Inkarnasi berbeda dengan kelahiran, sekalipun inkarnasi terjadi melalui kelahiran.

Perbedaannya adalah:

a) Inkarnasi adalah tindakan aktif; kelahiran adalah tindakan pasif.

b) Inkarnasi menunjukkan pre-existence (= keberadaan sebelumnya); kelahiran


tidak.

3) Pada saat inkarnasi, Allah menjadi manusia.

Perlu kita ingat bahwa kata ‘menjadi’ ini bisa digunakan dalam 2 arti:

a) Kalau kita berkata ‘nasi sudah menjadi bubur’, maka itu berarti bahwa mula-mula
hanya ada nasi, dan setelah itu hanya ada bubur, sedangkan nasinya hilang /
tidak ada lagi.

b) Kalau saya berkata ‘tahun 1993 saya menjadi pendeta’, maka itu berarti mula-
mula ada saya, dan pada tahun 1993 dan selanjutnya saya tetap ada / tidak
hilang, tetapi lalu ditambahi dengan jabatan pendeta.

Kalau kita berbicara tentang ‘Allah yang menjadi manusia’, maka kita harus
mengambil arti ke 2 dari kata ‘menjadi’ tersebut! Jadi, pada waktu Allah menjadi
manusia, keilahian Yesus tidak hilang / tidak berkurang sedikitpun, tetapi Ia justru
ketambahan hakekat manusia pada diriNya. Karena itu kita mempercayai bahwa
Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia, atau dengan
kata lain, Ia adalah 100 % Allah dan 100 % manusia. Ini memang merupakan sesuatu
yang melampaui akal kita, tetapi perlu kita ingat bahwa Yesus / Allah memang
melampaui akal kita. Ajaran tentang Allah (Kristologi maupun doktrin Allah
Tritunggal) yang masuk akal dan bisa dimengerti sepenuhnya, justru adalah
ajaran yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin otak / akal kita yang
terbatas bisa mengerti sepenuhnya Allah yang tidak terbatas?

4) Yesus dilahirkan oleh Maria yang mengandung dari Roh Kudus (ay 18, 21,25).

Beberapa hal yang perlu dibahas:

a) Yesus memang adalah anak Maria, tetapi Ia bukanlah anak Yusuf. Kalau Ia
adalah anak Yusuf dan Maria, maka:

 Ia bukanlah Allah dan manusia, tetapi manusia biasa.

 pastilah Ia lahir sebagai orang yang berdosa, dan kalau Ia berdosa maka Ia
tidak bisa menebus dosa kita.

Karena itu, doktrin kristen tentang ‘Virgin Birth’ (= kelahiran Kristus dari seorang
perawan) adalah doktrin dasar yang sangat penting dan harus dipertahankan.
Tetapi sekarang banyak gereja / pendeta Liberal yang sudah meninggalkan
doktrin ini, padahal dengan meninggalkan doktrin ini, mereka sudah
meninggalkan kekristenan.

Contoh: William Barclay yang memberikan komentar sebagai berikut :

“This passage tells us how Jesus was born by the action of the Holy Spirit. It tells us
what we call the Virgin Birth. This is a doctrine which presents us with many
difficulties; and our Church does not compel us to accept it in the literal and the
physical sense. This is one of the doctrines on which the Church says that we have full
liberty to come to our own conclusion. ... what it stresses is not so much that Jesus was
born of a woman who was a virgin, as that the birth of Jesus is the work of the Holy
Spirit” (= Text ini memberi tahu kita bagaimana Yesus dilahirkan oleh tindakan dari
Roh Kudus. Ini memberi tahu kita tentang apa kita sebut kelahiran dari perawan.
Ini adalah ajaran yang memberikan kepada kita banyak kesukaran; dan gereja
kami / kita tidak memaksa kita untuk menerimanya dalam arti hurufiah dan fisik.
Ini adalah salah satu dari ajaran-ajaran tentang mana Gereja mengatakan bahwa
kita mempunyai kebebasan penuh untuk menyimpulkannya sendiri. ... apa yang
ditekankannya bukanlah bahwa Yesus dilahirkan oleh seorang perempuan yang
adalah seorang perawan, tetapi bahwa kelahiran Yesus merupakan pekerjaan dari
Roh Kudus) - ‘The Gospel of Mathhew’, hal 20.

Ini jelas merupakan penafsiran sesat yang sama sekali tidak menghargai otoritas
Kitab Suci, dan ini menunjukkan kesesatan William Barclay! Gereja manapun
yang tidak mengharuskan doktrin kelahiran Yesus dari seorang perawan, adalah
gereja yang sesat!

b) ‘Maria mengandung dari Roh Kudus’ bukan berarti bahwa Allah / Roh Kudus
melakukan hubungan sex dengan Maria dan menyebabkannya mengandung
melalui hubungan sex itu. Dalam dongeng-dongeng kafir kita sering membaca
tentang dewa yang berhubungan sex dengan manusia sehingga mempunyai
anak. Tetapi kekristenan tidak mengajarkan hal seperti itu. ‘Maria mengandung
dari Roh Kudus’, artinya Roh Kudus melakukan suatu mujijat sehingga perawan
Maria itu mengandung tanpa hubungan sex dengan siapapun.

c) Bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus, ini belum menjamin bahwa Yesus
bisa lahir suci (Yoh 3:6 Ayub 25:4). Yesus bisa suci karena sejak saat pertama
Ia ada dalam kandungan Maria, Roh Kudus sudah menguduskanNya /
menyucikanNya dan Roh Kudus terus menjaga / menguasai Dia sehingga Dia
tidak bisa berbuat dosa (Yes 11:2 Luk 1:35 Yoh 1:14 Yoh 3:34 Ibr 9:14).

Karena itu jelas bahwa Maria tidak harus suci supaya Kristus suci. Kesucian
Kristus disebabkan oleh pekerjaan Roh Kudus, bukan oleh kesucian Maria!

5) Kelahiran Yesus dari perawan Maria merupakan penggenapan dari Yes 7:14.

a) Ada yang berpendapat (misalnya Calvin) bahwa kelahiran Kristus adalah satu-
satunya penggenapan Yes 7:14 dan ada pula yang beranggapan bahwa Yes 7:14
mempunyai 2 penggenapan; yang pertama dalam kelahiran anak Yesaya
(Yes 8:3-4) dan yang kedua dalam kelahiran Yesus Kristus. Saya setuju dengan
pandangan Calvin.

b) Ada yang menganggap bahwa Yes 7:14 tidak mengatakan ‘perawan’ tetapi
‘perempuan muda’. Tetapi Calvin membantah anggapan ini dan menganggapnya
tidak meyakinkan, dan Calvin menambahkan:

 Yesaya menyebut hal itu sebagai ‘tanda’, yaitu mujijat. Kalau itu hanya berupa
seorang perempuan muda yang akan mengandung dan melahirkan, lalu
dimana mujijatnya?

 Juga, mengapa hanya dikatakan bahwa seorang perempuan muda akan


mengandung dan melahirkan, tanpa disebutkan laki-laki atau suaminya? Ini
pasti menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah ‘perawan’ bukan
‘perempuan muda’.

6) Saat dan tempat kelahiran Kristus tidak diketahui dengan pasti.

Saat dan tempat kelahiran Kristus tidak penting. Yang penting adalah fakta bahwa
Yesus Kristus, Juruselamat dunia, sudah lahir! Karena itu janganlah fanatik dengan
tanggal 25 Desember pada waktu saudara merayakan Natal.
III) Tujuan kedatangan Tuhan Yesus.
Ada banyak tujuan kedatangan Yesus ke dalam dunia, seperti memberitakan Injil /
Firman Tuhan, memberikan teladan hidup, dsb.

Tetapi tujuan utama kedatangan Yesus ke dalam dunia ini adalah untuk
menyelamatkan umatNya dari dosa (ay 21). Secara tidak langsung ini menunjukkan
bahwa kalau Yesus tidak datang, maka umat manusia tidak akan bisa selamat.

Karena itu dalam beriman kepada Yesus, hal inilah yang harus ditekankan. Saudara
harus percaya kepadaNya sebagai Juruselamat dosa, bukan sekedar sebagai pelaku
mujijat, teladan, pemberi berkat, penyembuh penyakit dsb.

Demikian juga dalam penginjilan, hal inilah yang harus saudara tekankan! Kalau dalam
penginjilan saudara terus berbicara tentang kesembuhan ilahi / mujijat, maka saudara
akan menghasilkan ‘petobat’ yang hanya percaya kepada Yesus sebagai dokter /
penyembuh / pelaku mujijat. Itu tidak menyelamatkan dia! Tetapi kalau dalam penginjilan
saudara menceritakan kematian Kristus untuk menebus dosa, maka saudara akan
menghasilkan petobat sejati yang betul-betul percaya kepada Yesus sebagai
Juruselamat dosa.

Sekarang mari kita bahas ay 21 ini:

1) Nama ‘Yesus’.

Firman Tuhan menyuruh Yusuf menamai Anak itu Yesus, karena ‘Dialah yang akan
menyelamatkan umatNya dari dosa mereka’ (ay 21).

a) Yesus artinya sama dengan Yosua, yang berarti ‘Yahweh adalah keselamatan’.

William Barclay: “Jesus is the Greek form of the Jewish name Joshua, and Joshua
means Jehovah is salvation” (= Yesus adalah bentuk Yunani dari nama Yahudi
Yosua, dan Yosua berarti ‘Yehovah adalah keselamatan’) - hal 19.

Pulpit Commentary: “‘Jesus.’ It is the Greek form of the familiar ‘Joshua;’ but it has
a significance and a history. It is really Hoshea, or Hoshua, ‘the Helper,’ with the name
of God added as a prefix, Je-hoshua, shortened to Joshua. So it means in full, ‘God our
helper.’ But, in the dream, a very full translation of the name was given. It was said to
declare Messiah’s mission to be ‘saving the people from their sins,’ and ‘from their sins’
is designedly set in contrast with ‘from their troubles,’ so that the moral and spiritual
character of the mission should be made quite plain. ... It is the fact that our supreme
need arises out of our sins that decides the sphere of the Divine helping” (= ‘Yesus’. Ini
merupakan bentuk Yunani dari nama ‘Yosua’ yang begitu dikenal; tetapi nama itu
mempunyai arti dan sejarah. Sebetulnya itu adalah Hosea, atau Hosua, ‘sang
Penolong’, dengan nama Allah ditambahkan sebagai awalan, Ye-hosua, disingkat /
dipendekkan menjadi Yosua. Jadi artinya secara lengkap, ‘Allah penolong kita’.
Tetapi dalam mimpi, diberikan suatu terjemahan yang sangat lengkap / penuh dari
nama itu. Diucapkan untuk menyatakan missi Mesias sebagai ‘menyelamatkan
umatNya dari dosa mereka’, dan kata-kata ‘dari dosa mereka’ secara sengaja
dikontraskan dengan ‘dari kesukaran mereka’, sehingga sifat moral dan rohani dari
missi itu dibuat jadi jelas. ... Fakta bahwa kebutuhan kita yang tertinggi muncul dari
dosa-dosa kita yang menentukan ruang lingkup / bidang dari pertolongan Ilahi) -
hal 28.

Catatan:

 Dalam Ibr 4:8 muncul nama ‘Yosua’, tetapi sebetulnya dalam bahasa Yunani
ini adalah ‘Yesus’. Ini menunjukkan bahwa Yosua (Ibrani) = Yesus (Yunani).
 Bil 13:16 - “Itulah nama orang-orang yang disuruh Musa untuk mengintai
negeri itu; dan Musa menamai Hosea bin Nun itu Yosua”. ‘Yosua’ di sini
seharusnya adalah ‘Yehosua’.

b) Dari ay 21 ini sebetulnya sudah terlihat bahwa kita harus mempercayai Yesus
sebagai Juruselamat dosa, dan bukan sekedar sebagai penyembuh penyakit,
pelaku mujijat, pemberi berkat jasmani, dsb. Bdk. 1Kor 15:19 - “Jikalau kita hanya
dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-
orang yang paling malang dari segala manusia”.

2) ‘Menyelamatkan’.

Artinya adalah:

a) Menebus dari dosa, mengampuni dosa, membebaskan dari hukuman.

b) Membebaskan dari perhambaan dosa (Yoh 8:34-36 1Pet 2:24).

Dengan demikian kita yang tadinya tidak bisa berbuat baik, sekarang bisa berbuat
baik. Dengan kata lain, kita mengalami pengudusan.

Orang Kristen yang sejati harus mengalami kedua hal di atas ini. Tetapi jaman
sekarang banyak orang kristen yang yakin kalau dosanya sudah diampuni, tetapi
hidupnya sama sekali tidak berubah. Kalau saudara adalah orang seperti itu ingatlah
bahwa Yakobus berkata bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:17,26)!
Juga perhatikan kutipan-kutipan kata-kata J. C. Ryle dalam bukunya yang berjudul
‘Holiness’ (= kekudusan) di bawah ini:

 “A ‘saint’, in whom nothing can be seen but worldliness or sin, is a kind of monster not
recognized in the Bible” (= ‘orang kudus’, dalam diri siapa tidak terlihat apapun
kecuali keduniawian atau dosa, adalah sejenis monster yang tidak dikenal dalam
Alkitab) - hal 19.

 “I do not understand how a man can be a true believer unto whom sin is not the greatest
burden, sorrow and trouble” (= Aku tidak mengerti bagaimana seseorang bisa adalah
orang percaya yang sejati kalau bagi dia dosa bukanlah beban, kesedihan dan
kesukaran yang terbesar) - hal 38, kata-kata ini dikutip J. C. Ryle dari John Owen.

 “I fear it is sometimes forgotten that God has married together justification and
sanctification. They are distinct and different things, beyond question, but one is never
found without the other. All justified people are sanctified, and all sanctified are
justified. What God has joined together let no man dare to put asunder” (= Aku takut
bahwa kadang-kadang dilupakan kalau Allah telah mengawinkan pembenaran dan
pengudusan. Tidak usah diragukan bahwa mereka memang adalah 2 hal yang
berbeda, tetapi yang satu tidak pernah ada tanpa yang lain. Semua orang yang
dibenarkan juga dikuduskan, dan semua yang dikuduskan juga dibenarkan. Apa
yang telah dipersatukan Allah jangan ada yang berani menceraikannya) - hal 46.

 “He and sin must quarrel, if he and God are to be friends” (= Ia dan dosa harus
bertengkar, kalau ia mau berteman dengan Allah) - hal 68.

3) ‘UmatNya’.

Ini tidak bisa diartikan orang Yahudi saja, tetapi harus diartikan ‘orang pilihan Allah
dari semua bangsa’. Yesus memang tidak datang hanya untuk bangsa Yahudi saja.
Ini terlihat dengan jelas dari ayat-ayat seperti Kej 12:3 Mat 28:19 Kis 1:8 Kis 10:34-
35 Roma 11:11-24.
4) Cara Kristus menyelamatkan.

Ia menyelamatkan kita dari dosa dengan jalan mati di atas kayu salib untuk menebus
dosa kita. Karena Ia mau mati inilah maka Ia harus dilahirkan.

“YESUS MATI SUPAYA KITA BISA HIDUP”.

“ANAK ALLAH MENJADI MANUSIA SUPAYA MANUSIA BISA MENJADI ANAK


ALLAH”.

MATIUS 2:1-12
Dalam bagian ini ada 3 golongan orang dalam hal sikap / tanggapannya terhadap kelahiran
/ kedatangan Yesus.

I) Golongan Herodes.
A) Keluarga Herodes.

Dalam Kitab Suci kita menjumpai banyak Herodes. Untuk bisa mengerti hubungan
mereka, kita perlu mempelajari keluarga Herodes.

Herodes yang Agung

--------------------------------------------------------------------------------------

↓ ↓ ↓ ↓ ↓

Aristobulus Filipus I Archelaus Antipas Filipus II

↓ ↓

------------------- ↓

↓ ↓ ↓

Herodias Agripa I Salome

--------------------------------------

↓ ↓ ↓

Bernike Agripa II Drusila

Keterangan:

 Herodes yang Agung: Yesus lahir pada jamannya; ia yang membunuh bayi-bayi
di Betlehem (Mat 2 Luk 1:5).

 Aristobulus: tidak ada dalam Kitab Suci.

 Herodias: mula-mula ia adalah istri Filipus I dan mendapatkan anak Salome, lalu
ia menjadi istri Antipas (Mat 14:3).
 Agripa I: ia yang membunuh rasul Yakobus, memenjarakan Petrus dan akhirnya
mati dimakan cacing-cacing (Kis 12:1-23).

 Agripa II: pertemuannya dengan dengan rasul Paulus diceritakan dalam Kis
25:13-27.

 Bernike: diceritakan dalam Kis 25:13,23 Kis 26:30.

 Drusila: diceritakan dalam Kis 24:24.

 Filipus I: ia adalah suami pertama Herodias dan ayah Salome (Mat 14:3).

 Salome:ia adalah anak Filipus I dan Herodias (Mat 14:3).

 Arkhelaus: diceritakan dalam Mat 2:22.

 Antipas: ia mengambil Herodias sebagai istrinya sehingga ia ditegur oleh


Yohanes Pembaptis; ia juga yang membunuh Yohanes Pembaptis dan ia juga
yang mengirim Tuhan Yesus kembali kepada Pontius Pilatus
(Mat 14:1 Mark 6:14 Luk 23:7-12).

 Filipus II: diceritakan dalam Luk 3:1. Ia kawin dengan Salome.

B) Diri Herodes (Herodes yang Agung).

Ia adalah orang Idumea dan sebetulnya ia adalah seorang raja yang hebat, tetapi ia
sangat mudah curiga dan kejam luar biasa. Ia bahkan membunuh istrinya sendiri, ibu
mertuanya dan 3 anak laki-lakinya karena curiga bahwa mereka mau merebut
tahtanya. Sampai-sampai saat itu ada kata-kata dari kaisar yang berbunyi: ‘Lebih
baik menjadi babinya Herodes dari pada menjadi anak laki-lakinya’. Mengapa?
Karena Herodes yang ingin menyenangkan orang Yahudi memang tidak makan babi.
Jadi kalau menjadi babinya aman. Tetapi menjadi anak laki-lakinya resikonya besar
untuk dicurigai dan lalu dibunuh.

Catatan: dalam bahasa Yunani, kata ‘anak laki-laki’ adalah HUIOS, sedangkan kata
‘babi’ adalah HUOS, sehingga dalam bahasa Yunani kata-kata kaisar itu membentuk
syair.

Bisakah saudara bayangkan bagaimana reaksinya ketika mendengar dari orang-


orang Majus bahwa ada raja orang Yahudi yang baru dilahirkan?

Semua orang tahu akan kekejamannya dan karena itu ketika ia mendengar dari
orang-orang Majus tentang raja yang baru lahir, dikatakan oleh Kitab Suci bahwa
‘terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem’ (ay 3). Kata ‘terkejut’ di sini salah
terjemahan.

KJV/RSV/NASB: ‘was troubled’ (= terganggu).

NIV: ‘was disturbed’ (= terganggu).

Perhatikan bahwa ay 3 itu mengatakan bahwa bukan hanya Herodes saja yang
merasa terganggu, tetapi juga seluruh Yerusalem. Mengapa? Karena seluruh
Yerusalem, yang sudah mengenal watak Herodes, takut akan reaksi Herodes karena
adanya Raja yang baru lahir itu.

C) Sikapnya terhadap Firman Tuhan.

1) Tidak percaya.
Ia pasti pernah mendengar tentang nubuat tentang Tuhan Yesus dalam Firman
Tuhan, tetapi ia tidak percaya.

2) Ia mau bertanya tentang Firman Tuhan / mau mendengar Firman Tuhan hanya
karena ia ingin tahu sesuatu (ay 4), bukan karena cinta pada Firman Tuhan /
senang mendengar Firman Tuhan.

Penerapan:

Ada banyak orang kristen yang mau mendengar Firman Tuhan hanya karena rasa
ingin tahu terhadap hal-hal tertentu. Cirinya: mereka suka pilih-pilih topik! Apakah
saudara juga adalah orang seperti itu? Kalau ya, sebetulnya saudara tidak terlalu
berbeda dengan Herodes. Bertobatlah dan belajarlah seluruh Firman Tuhan,
yang bersifat topik maupun yang bersifat exposisi (seperti buku ini), yang bersifat
praktis maupun yang teoritis / doktrinal.

3) Tidak taat pada Firman Tuhan.

Dustanya dalam ay 8, dan lebih-lebih keinginannya untuk membunuh Raja yang


baru lahir itu (ay 13b), dan pembunuhannya terhadap bayi-bayi di Betlehem
(ay 16), menunjukkan bahwa ia tidak taat pada Firman Tuhan.

D) Sikapnya terhadap Tuhan Yesus.

Ia menganggap kehadiran Tuhan Yesus ‘mengganggu’ kehidupannya /


kedudukannya sehingga ia menentang Tuhan Yesus dan ingin membunuhNya. Perlu
diketahui bahwa orang yang memusuhi Yesus belum tentu memusuhi gereja.
Herodes membangun Bait Allah, tetapi ia memusuhi Yesus. Jadi bisa saja saudara
pro pada gereja / kekristenan (simpatisan kristen), tetapi saudara memusuhi Yesus!

Yesus datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan umat manusia, tetapi Herodes
salah sangka terhadap maksud baik Yesus itu, dan ia justru memusuhi Yesus!

Penerapan:

Apakah saudara adalah orang yang menolak Tuhan Yesus karena saudara merasa
bahwa Tuhan Yesus ‘mengganggu’ hidup saudara? Ada bermacam-macam cara
melalui mana saudara bisa merasakan Yesus sebagai gangguan, seperti:

 Mungkin agama saudara bertentangan dengan Yesus, dan karena itu saudara
menganggap Yesus sebagai gangguan.

 Mungkin saudara merasa Yesus mengganggu kenikmatan hidup saudara karena


Yesus melarang saudara berzinah.

 Mungkin saudara merasa Yesus mengganggu acara piknik saudara pada hari
Minggu karena Ia menyuruh saudara untuk berbakti di gereja.

 Mungkin saudara merasa Yesus mengganggu pekerjaan saudara karena Ia


melarang saudara berdusta dan menyuruh saudara untuk hidup jujur.

 Mungkin saudara merasa Yesus mengganggu pelajaran sekolah saudara karena


ia melarang saudara tidak jujur pada waktu ulangan / ujian.

 Mungkin saudara merasa Yesus mengganggu saudara dalam persoalan pacaran


karena Ia melarang saudara berpacaran dengan orang yang tidak seiman.
 Mungkin saudara merasa Yesus mengganggu kehidupan keluarga saudara
karena keluarga saudara selalu aktirf di gereja sehingga menyebabkan saudara
kesepian.

Kalau hal-hal seperti ini menyebabkan saudara lalu menolak Yesus, saudara tidak
berbeda dengan Herodes!

Kalau saudara adalah orang seperti Herodes, ingatlah bahwa Yesus datang ke dalam
dunia dengan maksud baik, yaitu untuk menyelamatkan dunia dari dosa. Kalau
saudara terus membiarkan diri saudara salah paham tentang hal ini, dan terus
memusuhi Yesus, maka akhirnya saudara tidak akan diselamatkan, dan saudara
akan mengalami hukuman kekal karena dosa-dosa saudara! Karena itu bertobatlah
dan datanglah kepada Yesus, dan terimalah Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan
saudara!

Illustrasi: Ada seorang petani yang mempunyai seekor anjing yang setia. Suatu hari
petani itu mempunyai anak, dan pada waktu ia pergi ke sawah untuk bertani, ia
meninggalkan bayinya dalam kamar beserta anjingnya. Pada waktu ia pulang dari
sawah, anjingnya menyambutnya dengan mulut berlumuran darah. Ia kaget sekali
dan menduga bahwa anjing itu telah membunuh bayinya. Ia marah sekali dan lalu
memukuli anjing itu sampai mati. Tetapi pada waktu ia masuk ke kamar, ternyata
bayi itu ada dalam keadaan sehat, dan di dekatnya ada bangkai seekor ular. Jadi
anjing itu membela bayi itu dengan bertarung dengan ular itu dan membunuhnya.
Anjing itu melakukan sesuatu yang sangat baik dan mulia, tetapi karena salah
sangka, petani itu justru membunuhnya.

Ada banyak orang memusuhi Yesus karena salah sangka seperti ini! Yesus datang
ke dalam dunia dengan maksud yang baik / mulia, yaitu untuk mati disalib bagi dosa
dunia. Tetapi banyak orang salah sangka dan menganggap Yesus sebagai
gangguan.

II) Golongan Imam dan ahli Taurat.


Mereka adalah rohaniwan / tokoh agama, dan mereka adalah orang-orang yang
melayani Tuhan, mengerti dan bahkan hafal Firman Tuhan (ay 4-6). Mereka mau dan
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Firman Tuhan, dan mereka mengutip
Mikha 5:1 untuk menjawab pertanyaan Herodes / orang-orang Majus (ay 4-6). Ada
perbedaan antara Mikha 5:1 dengan Mat 2:5-6:

Mikha 5:1 Matius 2:5-6

- Efrata. - Yudea.

- Yang terkecil. - Bukan yang terkecil.

Penjelasan:

a) Mikha mengatakan ‘Betlehem Efrata’ untuk membedakan kota itu dengan Betlehem
yang ada di Zebulun. Matius mengatakan ‘Betlehem di tanah Yudea’; sekalipun kata-
katanya lain, tapi artinya sama.

b) Matius mengganti ‘yang terkecil’ dengan ‘bukan yang terkecil’ untuk menunjukkan
bahwa karena kasih karunia Allah yang sudah menjadikan kota itu sebagai kota
kelahiran Yesus, maka ‘yang terkecil’ berubah menjadi ‘bukan yang terkecil’.

Tetapi imam-imam dan ahli-ahli Taurat yang tahu banyak tentang Firman Tuhan / Mesias
ini, tidak mau pergi ke Betlehem untuk mencari Mesias. Mereka acuh tak acuh terhadap
diri Tuhan Yesus sendiri.
Penerapan:

Banyak orang Kristen yang mempunyai jabatan tinggi dalam gereja / sudah melayani
Tuhan, mengerti banyak tentang Firman Tuhan, tetapi tidak mempunyai hubungan
pribadi dengan Tuhan, dan tidak pernah ‘datang’ kepada Yesus. Mereka punya interest
terhadap segala sesuatu dalam gereja (pendetanya, aliran gerejanya, aktivitasnya,
jemaatnya, dsb) tetapi mereka acuh tak acuh terhadap diri Yesus sendiri.

Illustrasi: Sikap imam-imam dan ahli-ahli Taurat ini sama gilanya dengan pemuda yang
datang ke rumah seorang gadis secara rajin, mempunyai dan menjalin hubungan yang
baik dengan keluarga gadis itu, mempelajari dan mengerti banyak tentang gadis itu, mau
melayani gadis itu, tetapi terhadap diri gadis itu sendiri ia acuh tak acuh / tak ada
hubungan.

Kalau saudara adalah orang kristen yang seperti ini, jangan pernah harap bahwa
kekristenan yang kosong seperti itu bisa menyelamatkan saudara! Bdk. Mat 7:21-23!

Yang paling utama dalam kekristenan adalah hubungan pribadi / pengenalan terhadap
Yesusnya!

III) Golongan orang-orang Majus.


1) Ada hal-hal yang tidak kita ketahui tentang orang-orang Majus ini:

a) Tidak diketahui dengan jelas dari mana datangnya orang-orang Majus ini. Kitab
Suci hanya mengatakan bahwa mereka datang ‘dari Timur’.

b) Juga tidak diketahui berapa jumlah orang-orang Majus ini.

Kitab Suci tidak pernah mengatakan bahwa mereka berjumlah 3 orang!


Persembahan mereka yang 3 macam, yaitu emas, kemenyan dan mur, tidak
membuktikan bahwa mereka ada 3 orang! Ini perlu dicamkan kalau mau membuat
drama Natal!

2) Orang-orang Majus ini kontras sekali dengan gembala-gembala yang datang pada
waktu kelahiran Yesus (Luk 2:8-dst).

Orang-orang Majus: Para gembala:

- bukan orang Yahudi. - orang Yahudi.

- kaya (mereka memberi emas!). - miskin.

- berpendidikan. - tidak berpendidikan.

Ini menunjukkan 2 hal:

a) Bahwa Injil diberitakan kepada gembala maupun orang Majus, menunjukkan


bahwa Injil harus diberitakan kepada semua golongan (bangsa apapun, tingkat
ekonomi dan pendidikan yang bagai-manapun).

Renungkan: adakah golongan yang saudara anak tirikan dalam pemberitaan Injil?
Bangsa / suku bangsa tertentu? Golongan yang miskin? Golongan yang tidak
berpendidikan?

b) Orang dari golongan apapun boleh datang kepada Kristus.


Bandingkan dengan Yoh 6:37b yang berbunyi: “barangsiapa datang kepadaKu, ia
tidak akan Kubuang”.

3) Mereka mendapat petunjuk ‘bintang’ (ay 2,9,10).

Apakah ini berarti bahwa orang Kristen boleh percaya / main-main dengan Astrology?
Dalam mempersoalkan hal ini, perlu diingat bahwa Astrology berbeda dengan
Astronomy.

a) Astronomy berasal dari 2 kata bahasa Yunani yaitu ASTRON (= bintang) +


NOMOS (= hukum). Ini menunjuk pada ilmu perbintangan, dan ini tentu tidak
dilarang dalam kekristenan.

b) Astrology berasal dari 2 kata bahasa Yunani juga, yaitu ASTRON (= bintang) +
LOGOS (= kata, ucapan, ajaran). Ini menunjuk pada ramalan yang didasarkan
atas posisi bintang, atau yang lazim kita kenal dengan nama Horoscope. Ini
secara explicit dilarang dalam Kitab Suci / kekristenan.

Bandingkan dengan Yes 47:13-15 yang berbunyi sebagai berikut:

“Engkau telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan


menyelamatkan engkau orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang
menilik bintang-bintang dan yang pada setiap bulan baru memberi-tahukan apa
yang akan terjadi atasmu! Sesungguhnya, mereka sebagai jerami yang dibakar api;
mereka tidak dapat melepaskan nyawanya dari kuasa nyala api; api itu bukan bara
api untuk memanaskan diri, bukan api untuk berdiang! Demikianlah faedahnya
bagimu dari tukang-tukang jampi itu, yang telah kaurepotkan dari sejak kecilmu;
masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, tidak ada yang dapat
menyelamatkan engkau”.

Sekarang, kalau Astrology itu memang dilarang, lalu bagaimana mungkin Tuhan
memberi petunjuk kepada orang-orang Majus itu dengan menggunakan sebuah
bintang? Calvin menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa ‘bintang’ itu
bukanlah bintang biasa, karena ay 9 menunjukkan bahwa ‘bintang’ itu mempunyai
‘kelakuan’ yang tidak seperti bintang-bintang yang lain.

Ay 9: “Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah,


bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di
atas tempat, di mana Anak itu berada”.

Dimana ada bintang yang mempunyai ‘kelakuan’ seperti itu? Jadi ini pasti bukan
bintang biasa, tetapi ini adalah suatu mujijat yang merupakan alat Tuhan untuk
memberi petunjuk kepada orang-orang Majus. Karena itu jelaslah bahwa hal ini tidak
boleh dijadikan sebagai dasar untuk membenarkan Astrology / Horoscope!

4) Mereka tidak mengerti Firman Tuhan (sehingga harus bertanya-tanya kepada


Herodes); mereka hanya mendapat petunjuk ‘bintang’, tetapi mereka lalu mencari
Yesus, rela berkorban dalam menempuh jarak jauh, sehingga akhirnya menemukan
Yesus.

Alangkah kontrasnya golongan ini dengan golongan imam-imam dan ahli-ahli Taurat,
yang sekalipun mengerti banyak tentang Firman Tuhan, tetapi acuh tak acuh
terhadap Yesus sendiri.

Penerapan:

 sekalipun saudara tidak terlalu mengerti Firman Tuhan, dan sekalipun saudara
adalah orang yang bodoh, kalau saudara mempunyai hati yang betul-betul
mencari Tuhan dan kebenaran, Tuhan pasti akan menunjukkan jalan yang benar
kepada saudara!

 sekalipun saudara tidak tahu terlalu banyak tentang kekristenan, asal saudara
tahu bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, yang lalu mati di salib
untuk dosa saudara, maka tanggapilah hal itu dengan datang kepada Yesus!

5) Mereka menyembah Yesus (ay 2,11).

a) Perhatikan bahwa mereka bukan menyembah Maria, dan bukan juga Yesus dan
Maria, tetapi hanya Yesus saja! Perhatikan komentar dari C. H. Spurgeon tentang
bagian ini:

The old Reformers used to say, “Here is a bone that sticks in the throat of the Romanists,
and they can neither get it up nor down, for it does not say, ‘They saw Mary and the
young child’, the young child is put first, they came to see him; and it does not say that
‘they fell down and worshipped them’” If ever there was an opportunity for Mariolatry,
surely this was the one, when the child was as yet newly-born, and depended so much
upon his mother. Why did not the magi say “Ave Maria!” and commence at once their
Mariolatry? Ay, but these were wise men; they were not priests from Rome, else might
they have done it [= Tokoh-tokoh Reformasi kuno sering berkata: “Ini adalah tulang
yang menyangkut di tenggorokan orang Roma (Katolik), dan mereka tidak dapat
mengeluarkannya ataupun menelannya, karena ayat itu tidak berkata: ‘Mereka
melihat Maria dan bayi itu’, bayi itu disebut lebih dulu, mereka datang untuk
melihat dia; dan ayat itu tidak berkata bahwa ‘mereka tersungkur dan menyembah
mereka’”. Kalau ada kesempatan untuk melakukan penyembahan terhadap Maria,
maka sebetulnya inilah kesempatannya, dimana bayi itu baru dilahirkan, dan sangat
bergantung kepada ibuNya. Mengapa orang-orang Majus itu tidak berkata ‘Salam
Maria!’ dan langsung memulai penyembahan terhadap Maria? Ah, tetapi mereka
ini adalah orang-orang yang bijaksana; mereka bukan pastor-pastor dari Roma,
karena kalau demikian mereka mungkin sudah melakukannya] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’ , vol 3, hal 34.

Catatan: Perlu saudara ketahui bahwa dalam terjemahan KJV kata-kata ‘orang-
orang majus’ dalam Mat 2:1 diterjemahkan ‘wise men’ (= orang-orang yang
bijaksana).

b) Mereka menyembah Yesus sekalipun mereka melihat:

 Seorang bayi yang lemah dan tidak berdaya.

Betul-betul membutuhkan iman yang luar biasa untuk mau menyembah


seorang bayi seperti itu!

 Orang tua Yesus miskin, bukan bangsawan / raja, dan bayi itu ada di dalam
sebuah rumah (ay 11), bukan istana.

 Keadaan Yusuf dan Maria yang miskin dan tak punya kedudukan apa-apa,
dan tempat sederhana yang menjadi tempat tinggal bayi itu, ternyata tidak
menjadi halangan bagi orang-orang Majus itu untuk percaya bahwa bayi
miskin itu adalah Raja! Ini lagi-lagi menunjukkan iman yang luar biasa!

 Bahwa di sini dikatakan kalau bayi itu ada di dalam sebuah rumah, juga
menunjukkan bahwa orang-orang Majus ini tidak pernah bertemu dengan
para gembala, karena para gembala mengunjungi Yesus pada waktu
Yesus masih ada di tempat hewan.
Lagi-lagi ini merupakan sesuatu yang harus dicamkan pada waktu
mengadakan drama Natal: jangan mempertemukan orang-orang Majus
dengan para gembala di kandang Yesus!

Penampilan lahiriah Yesus ini sesuai dengan nubuat dalam Yes 53:2b, tetapi
mereka toh mau menyembahNya (bdk. Mat 13:53-56 yang menunjukkan bahwa
banyak orang tidak percaya kepada Yesus karena melihat penampilan
lahiriahNya).

Penerapan:

Jangan menilai agama, buku (warnanya, bentuknya, cetakannya), gereja


(besarnya dan indahnya gedungnya), pendeta (gelarnya, gagahnya), orang
kristen, berdasarkan penampilan lahiriahnya! Ingat bahwa penampilan lahiriah
seringkali menipu!

6) Mereka memberi persembahan yaitu: emas, kemenyan, mur (ay 11).

Origen (dan banyak penafsir lain) menganggap emas sebagai persembahan untuk
seorang raja, kemenyan sebagai persembahan untuk Allah, dan mur sebagai
persembahan untuk manusia.

William Barclay (dan banyak penafsir lain) menganggap emas sebagai persembahan
untuk seorang raja, kemenyan sebagai persembahan untuk seorang imam, dan mur
sebagai persembahan untuk orang mati (bdk. Yoh 19:39).

Tetapi Calvin tidak menyetujui tafsiran-tafsiran seperti ini, dan menganggap bahwa
tafsiran-tafsiran ini tidak mempunyai dasar. Calvin hanya menganggap bahwa orang-
orang Majus ini tentu memberikan barang-barang terbaik dari negeri mereka, sama
seperti Yakub memberikan persembahan kepada penguasa Mesir barang-barang
terbaik di Kanaan (Kej 43:11).

7) Mereka taat kepada wahyu yang Tuhan berikan.

Mula-mula Tuhan memberi petunjuk melalui ‘bintang’ (ay 2). Setelah ini mereka taati,
lalu Tuhan memberi petunjuk melalui Firman Tuhan yang diberikan oleh imam-imam
dan ahli-ahli Taurat (ay 5-6). Setelah mereka mentaati petunjuk ini, lalu Tuhan
memberi petunjuk dengan bintang lagi (ay 9-10). Setelah mereka mentaatinya lagi,
maka Tuhan memberi petunjuk melalui mimpi (ay 12), dan mereka juga mentaatinya.

Penerapan:

Kalau saudara mendengar / belajar Firman Tuhan dan lalu mentaatinya, maka Tuhan
akan memberi tambahan pengetahuan tentang Firman Tuhan. Tetapi sebaliknya,
kalau saudara belajar Firman Tuhan dan lalu mengabaikannya, maka lambat atau
cepat Tuhan akan berhenti mengajarkan kebenaran kepada saudara. Karena itu,
jadilah pelaku Firman (Yak 1:22).

Kesimpulan:
Ada 3 golongan manusia dengan sikapnya yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yesus.
Yang mana menjadi sikap saudara?

MATIUS 2:13-23
I) Herodes.
1) Mau membunuh Yesus.

a) Mula-mula ia menggunakan orang Majus (ay 8), tetapi ketaatan orang Majus
pada Firman Tuhan (ay 12) menggagalkan rencana pembunuhan Herodes ini,
dan ini menyebabkan ia merasa tertipu (ay 16).

b) Usaha selanjutnya ialah membunuh semua anak-anak di Betlehem yang berusia


dibawah 2 tahun (ay 16). Ini tidak berarti bahwa pada saat itu Yesus sudah
berusia mendekati 2 tahun. Pasti Yesus masih berusia jauh di bawah 2 tahun,
tapi Herodes, yang tidak tahu kapan persisnya bayi Yesus itu dilahirkan, lalu
mengambil amannya dan mengambil batas 2 tahun.

Apa yang dilakukan oleh Herodes di sini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Firaun
dalam Kel 1:15-22. Baik Herodes maupun Firaun adalah orang-orang yang melawan
Allah dan berusaha menggagalkan rencana Allah. Tetapi merekalah yang gagal (bdk.
Maz 2:1-4) karena rencana Allah tidak mungkin gagal (Ayub 42:2 Yes 14:24,26-
27 Yes 46:10-11).

Maz 2:1-4 - “Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka


perkara yang sia-sia? Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat
bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapiNya: ‘Marilah kita memutuskan
belenggu-belenggu mereka dan membuang tali-tali mereka dari pada kita!’ Dia, yang
bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka”.

Ayub 42:2 - “‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak
ada rencanaMu yang gagal”.

Yes 14:24,26-27 - “TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya:


‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang
Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... Itulah rancangan yang telah dibuat
mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala
bangsa. TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat
menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya
ditarik kembali?”.

Yes 46:10-11 - “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari
zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan
sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, yang memanggil burung buas
dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah
mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya,
maka Aku hendak melaksanakannya”.

Penerapan:

Hati-hati dengan ajaran Arminian, yang mengatakan bahwa Allah bisa gagal dalam
mencapai rencanaNya. Ini adalah pandangan yang menghina Allah!

2) Kematian Herodes (ay 19).

a) Pada waktu Herodes mau mati, ia menangkapi tokoh-tokoh Yahudi dan


memenjarakan mereka. Dan ia memberi perintah untuk membunuh mereka
semua pada saat ia mati. Ia melakukan hal ini karena ia tahu bahwa tidak ada
orang yang akan berkabung pada waktu ia mati. Dengan adanya perintah ini,
pada waktu ia mati akan ada orang-orang yang berkabung, sekalipun bukan untuk
kematiannya, tetapi setidaknya pada saat kematiannya.

Tetapi pada waktu ia mati, perintah ini tidak dilaksanakan.


b) Bagaimanapun juga, setiap orang harus mati dan mempertanggung-jawabkan
perbuatannya dihadapan Tuhan.

Ibr 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja,
dan sesudah itu dihakimi”.

Siapkah saudara untuk mati? Ingat bahwa kalau saudara belum mempunyai
Yesus sebagai Juruselamat saudara, saudara tidak siap untuk menghadap
Tuhan! Karena itu jangan menunda untuk percaya dan ikut Yesus!

II) Penderitaan karena Herodes.


Ada 2 golongan yang mengalami penderitaan akibat tindakan Herodes ini:

1) Ibu dari bayi-bayi yang dibunuh (ay 17-18).

2) Yusuf, Maria dan Yesus.

a) Mereka harus mengungsi ke Mesir dan hidup di negeri asing / kafir.

Pengungsian ini tidak diceritakan dalam Injil Lukas, tetapi seharusnya kira-kira
terletak di sela-sela Luk 2:39.

b) Setelah kematian Herodespun, mereka tidak terbebas dari penderitaan, karena


ternyata Arkhelaus menjadi raja di Yudea menggantikan ayahnya (ay 22).

Kedua golongan ini menghadapi penderitaan dengan cara yang berbeda:

1) Ibu dari bayi-bayi yang dibunuh.

a) Mereka sedih dan menangis (ay 18).

Banyak orang Kristen menyalahkan orang menangis dalam keadaan apapun


berdasarkan Fil 4:4 dan Ro 8:28. Tetapi dalam Kitab Suci kita melihat bahwa:

 Yesus juga pernah sedih dan menangis (Mat 26:37-38 Yoh 11:33-35).

 Paulus berkata bahwa kita harus menangis dengan orang yang menangis (Ro
12:15b).

Ini menunjukkan bahwa ada situasi dimana kesedihan dan tangisan bisa
dibenarkan.

b) Mereka hanya / terus-menerus menujukan pandangannya pada penderitaan


mereka (ay 18: ‘mereka tidak ada lagi’).

Ini hal yang salah dari para ibu itu. Tidak salah kalau mereka sedih dan menangis
pada waktu bayi mereka dibunuh, tetapi kalau mereka terus menerus menujukan
pandangannya pada hal yang membuat mereka sedih, maka kesedihan mereka
menjadi berlarut-larut, dan ini merupakan sikap yang salah.

c) Mereka tidak mau dihibur (ay 18).

Ini sikap yang sama seperti sikap Yakub pada waktu mengira bahwa Yusuf sudah
mati diterkam binatang buas (Kej 37:35), dan ini lagi-lagi merupakan sikap yang
salah.
Pada waktu sedih, saudara bukan saja tidak boleh menolak penghiburan, tetapi
sebaliknya saudara harus mencari penghiburan! Tetapi juga perlu diperhatikan
supaya saudara tidak mencari hiburan yang tidak benar, seperti hal-hal duniawi,
dsb. Ini hanya penghiburan yang bersifat semu dan sementara. Carilah hiburan
dari Firman Tuhan, orang kristen / hamba Tuhan yang rohani dsb. Dengan
demikian saudara tidak akan berlarut-larut dalam kesedihan saudara.

2) Yusuf.

a) Dalam penderitaan ia tetap mendengar Firman Tuhan dan mentaatinya (ay 13-
15,20-21).

Allah menyuruh dia lari ke Mesir. Yusuf mempunyai alasan yang kuat untuk
memprotes cara yang ‘lemah’ itu. Bukankah Anak yang dilahirkan Maria itu
disebut sebagai Juruselamat (Mat 1:21)? Lalu mengapa Juruselamat itu tidak
bisa menyelamatkan mereka, bahkan Juruselamat itu harus diselamatkan
dengan cara yang begitu ‘lemah’ yaitu melarikan diri? Bukankah pada masa yang
lalu Allah sering menyelamatkan umatNya dengan cara-cara yang spektakuler /
luar biasa, seperti membelah Laut Merah (Kel 14:15-31), membutakan orang kafir
yang mau menangkap nabiNya (2Raja 6:8-23), menurunkan api dari langit untuk
membakar orang-orang yang mau menangkap nabiNya (2Raja 1:1-12), dsb?
Mengapa sekarang, untuk menyelamatkan AnakNya sendiri, Allah menggunakan
cara yang begitu ‘lemah’? Tetapi sekalipun ada alasan untuk protes, Yusuf tidak
melakukan itu dan ia taat kepada Tuhan.

Penerapan:

Pada waktu saudara minta tolong kepada Tuhan, saudara tidak boleh mendikte
Dia dengan cara apa Ia harus menolong saudara. Biarlah Ia yang memilih dan
menentukan caraNya dan saudara harus percaya bahwa cara yang diberikan itu
adalah yang terbaik. Misalnya pada waktu saudara sakit, janganlah menentukan
bahwa Tuhan harus menyembuhkan saudara dengan menggunakan cara yang
luar biasa, yaitu dengan menggunakan mujijat kesembuhan. Tuhan bisa
menggunakan cara yang biasa, yaitu melalui dokter, obat, olah raga, istirahat,
dsb.

Illustrasi: ada suatu tempat yang terkena banjir yang hebat. Seorang kristen naik
ke atas atap rumahnya dan berdoa supaya Tuhan menyelamatkan dia. Sebentar
lagi datang sebuah perahu, dan orang-orang di perahu mengajaknya naik perahu
untuk menyelamatkan diri. Tetapi ia menolak naik perahu itu dan berkata: ‘Aku
sudah berdoa kepada Tuhan dan Ia pasti akan menolong aku’. Perahu itu pergi,
dan sebentar lagi datang sebuah perahu yang lain yang mau menolong dia.
Tetapi ia lagi-lagi menolak dengan alasan / jawaban yang sama. Sebentar lagi
datang sebuah helikopter yang menurunkan tali untuk menolongnya. Tetapi ia
lagi-lagi menolak sambil berkata: ‘Aku sudah berdoa kepada Tuhan, dan Ia pasti
akan menolong aku’. Banjir itu terus naik, dan akhirnya orang itu mati tenggelam.
Pada waktu menghadap Tuhan, orang itu dengan penasaran bertanya kepada
Tuhan: ‘Tuhan, aku berdoa supaya Engkau menyelamatkan aku. Mengapa
Engkau tidak menyelamatkan aku?’. Tuhan lalu berkata: ‘Apa maksudmu Aku
tidak menyelamatkan kamu? Aku mengirim 2 buah perahu dan sebuah helikopter,
tetapi engkau menolak untuk Kuselamatkan!’.

Orang ini menganggap cara yang biasa bukanlah dari Tuhan. Karenanya ia
menolak pertolongan dengan cara yang biasa itu, dan ia mengharapkan Tuhan
menggunakan cara yang luar biasa, seperti mengirim malaikat, dsb. Akhirnya ia
mati karena kebodohannya!
b) Yusuf taat secara langsung (ay 14 - ‘malam itu juga’).

Penerapan:

Jangan menunda untuk mentaati Firman Tuhan! Penundaan adalah


ketidaktaatan! Ingat juga bahwa setan selalu bisa memberikan alasan yang kuat
dan logis supaya saudara menunda ketaatan saudara! Misalnya dalamn hal
melayani Tuhan. Pada masa pemuda / remaja, setan mengusulkan supaya
saudara menunda pelayanan dengan alasan bahwa ini adalah masa muda yang
indah, masa pacaran, masa belajar dsb. Pada waktu saudara sudah dewasa dan
bekerja, setan memberikan begitu banyak kesibukan sehingga saudara menunda
lagi. Pada saat sudah tua, kesehatan saudara tidak memungkinkan untuk
melayani Tuhan. Jadi akhirnya, dari penundaan datang pembatalan!

c) Yusuf taat terus-menerus (ay 13-15,19).

Ketaatan yang sejati harus disertai ketekunan.

Penerapan:

 Tuhan menyuruh saudara belajar Firman Tuhan. Tekunkah saudara dalam


belajar? Tekunkah saudara dalam datang ke Pemahaman Alkitab di gereja
saudara? Tekunkah saudara dalam membaca Alkitab / bersaat teduh?

 Tuhan menyuruh saudara untuk memberitakan Injil. Apakah kegagalan dalam


memberitakan Injil, atau kesukaran yang timbul karena pekabaran Injil yang
saudara lakukan, membuat saudara lalu berhenti dalam mengabarkan Injil?
Tuhan menghendaki saudara mentaati perintah untuk memberitakan Injil ini
dengan tekun!

 Tuhan menyuruh saudara berdoa, memuji Dia, bersyukur kepadaNya, dsb.


Apakah saudara melakukan hal-hal ini dengan tekun?

d) Yusuf menggunakan akal sehat dan Firman Tuhan (ay 22).

Akal sehatnya membuat ia takut pergi ke Yudea karena ia tahu akan kekejaman
Arkhelaus yang tidak kalah dengan kekejaman ayahnya (Herodes yang Agung).
Dan ia lalu menuruti pimpinan Firman Tuhan dan pergi ke Nazaret di Galilea (ay
22-23).

Penerapan:

Pada umumnya kita harus menggunakan akal sehat / logika. Tetapi kadang-
kadang, Tuhan bisa menyuruh kita melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan akal sehat, misalnya pada waktu Ia menyuruh Petrus untuk berjalan di
atas air (Mat 14:28-29). Pada saat seperti itu, kita harus tunduk pada Firman
Tuhan, bukan pada akal sehat / logika kita!

III) Tujuan Tuhan dengan penderitaan.


Di atas Herodes (yang sudah kita bahas dalam no I) dan penderitaan yang dialami
orang-orang tadi (yang sudah kita bahas dalam no II), ada Tuhan yang menguasai
segala sesuatu. Kalau Ia mengijinkan adanya orang seperti Herodes menyebabkan
penderitaan kepada orang-orang lain, termasuk anak-anakNya, Ia pasti mempunyai
tujuan tertentu. Apa tujuan Tuhan?

 ay 14: Yusuf, Maria dan Yesus menderita. Apa tujuannya? Ay 15 memberikan


jawabnya, yaitu supaya nubuat dalam Hos 11:1 tergenapi.
 ay 16: bayi-bayi dibunuh sehingga ibu bayi-bayi itu menderita. Apa tujuannya?
Ay 17-18 memberikan jawabnya, yaitu supaya nubuat dalam Yer 31:15 tergenapi.

 ay 22: Arkhelaus menjadi raja sehingga Yusuf menderita lagi karena tidak berani
pulang. Apa tujuannya? Ay 23 memberikan jawabnya, yaitu supaya Firman yang
disampaikan nabi-nabi tergenapi.

Jadi dari semua ini kita bisa lihat bahwa Allah pasti mempunyai tujuan yang baik pada
waktu Ia mengijinkan anak-anakNya menderita. Bandingkan dengan Ro 8:28 yang
berbunyi: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil
sesuai dengan rencana Allah”.

Penjelasan tentang ay 23:

Ayat ini menimbulkan problem karena tidak ada ayat Perjanjian Lama yang berbunyi
seperti itu.

1) Penjelasan dari John Calvin.

Dalam bahasa Inggris ayat itu berbunyi: “He shall be called a Nazarene” (= Ia akan
dipanggil / disebut orang Nazarene).

Calvin berpendapat bahwa kata ‘Nazarene’ tidak berasal dari kata ‘Nazaret’. Itu
hanya permainan kata saja. ‘Nazarene’ berasal dari kata ‘Nazarite’ (= Nazir) yang
berarti ‘kudus’ atau ‘dipersembahkan / dipisahkan untuk Allah’.

Calvin berpendapat bahwa dalam ay 23 itu Matius mengutip Hakim 13:5. Sama
seperti Simson, yang adalah seorang nazir Allah, membebaskan bangsanya dari
tangan orang Filistin, Tuhan Yesus (yang juga adalah seorang nazir Allah) juga
membebaskan umatNya dari dosa.

Calvin juga menunjuk pada Kej 49:26 yang berbunyi: ‘... ke atas kepala Yusuf, ke atas
batu kepala orang yang teristimewa di antara saudara-saudaranya’.

KJV: 'Joseph, … that was separate from his brethren' (= Yusuf, … yang dipisahkan /
dikuduskan dari saudara-saudaranya).

Terjemahan hurufiahnya adalah: ‘a Nazarite of his brethren’ (= seorang nazir dari


saudara-saudaranya).

Jadi, baik Simson maupun Yusuf adalah nazir, dan mereka berdua adalah Type dari
Kristus, sehingga pada waktu Kristus disebut nazir, maka itu berarti bahwa
Hakim 13:5 dan Kej 49:26 tergenapi. Karena itulah Matius menulis ‘nabi-nabi’
(bentuk jamak) dalam ay 23, yang menunjukkan lebih dari satu bagian Perjanjian
Lama yang digenapi.

2) Penjelasan William Hendriksen.

Hendriksen menganggap penjelasan Calvin tidak benar karena ay 23 itu jelas


menghubungkan ‘kota Nazaret’ dengan ‘a Nazarene’. Ia lalu memberi penjelasan
sebagai berikut:

a) Nazaret yang terletak di Galilea dianggap sebagai tempat yang hina (Yoh 7:40-
42,52 Yoh 1:45-46).

b) Perjanjian Lama banyak menubuatkan Kristus sebagai orang yang hina (Maz
22:7-9 Maz 69:9 Yes 53:2-3).
c) Jadi, dengan Tuhan Yesus disebut sebagai ‘orang Nazaret’, maka tergenapilah
banyak nubuat-nubut Perjanjian Lama itu. Karena itu Matius menulis ‘nabi-nabi’
(bentuk jamak) dalam ay 23.

3) Penjelasan William Barclay.

Barclay menganggap (hal 40) bahwa Matius sedang melakukan permainan kata
terhadap Yes 11:1 - ‘Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan
tumbuh dari pangkalnya akan berbuah’. Ia berkata bahwa kata Ibrani untuk ‘taruk’
adalah NEZER; dan mungkin Matius sedang melakukan permainan kata terhadap
kata ‘orang Nazaret’ dan kata ‘NEZER’; dan bahwa ia ingin mengatakan pada satu
saat bahwa ‘Yesus datang dari Nazaret’ dan bahwa ‘Yesus adalah sang NEZER’,
taruk yang dijanjikan dari keturunan Isai, keturunan Daud, Raja yang diurapi yang
dijanjikan oleh Allah.

4) Knox Chamblin: “I. A general prophecy: ‘through the prophets.’ The plural is especially
noteworthy, alongside the singulars of 1:22; 2:5,15,17. Matthew has no particular OT
passage in view (as confirmed by the impossibility of finding an OT counterpart for the
statement of v. 23b). II. Messiah’s humiliation. In keeping with prophecy (e.g. Isa 49:7;
53:2-3), he lives in a despised town (he is ‘the Nazarene,’ not ‘the Bethlehemite’): Jon 1:46;
7:42,52. III. The Davidic Messiah. NAZORAIOS recalls Hebrew NETSER, ‘branch’ (Isa
11:1). Jesus ‘was a branch from a royal line hacked down to a stump and reared in
surroundings guaranteed to win him scorn’ (Carson, 97). ‘The Davidic origin of the
Branch provides a fitting capstone to Matthew’s version of Jesus’ nativity, which began
with a reference to ‘Jesus Christ the son of David’ (1:1; cf. Rev 22:16). Thus Matthew
marries phonetics with Christology’ (Gundry, 40). More than one theme of Matthew’s birth
narrative is recalled in Rev 22:16b, ‘I am the Root and the Offspring of David, and the
bright Morning Star.’” (= ) - hal 20.

Sebagai pengikut Kristus, kita juga disebut ‘Nazarene’ / Nasrani (Kis 24:5).

 Kalau kita menuruti arti yang diberikan oleh Calvin, maka itu berarti kita juga kudus
dan dipersembahkan untuk Allah.

 Kalau menurut arti yang diberikan oleh Hendriksen, maka kita adalah orang yang
hina (bdk. 1Kor 1:28 1Kor 4:11-13).

MATIUS 3:1-12
I) Diri Yohanes Pembaptis.
1) Yohanes Pembaptis berbeda dengan rasul Yohanes.

Yohanes Pembaptis ini adalah anak dari Zakharia dan Elisabeth (Luk 1:5-25,57-66).

2) Nama ‘Yohanes’ berarti ‘Yahweh is gracious’ (= Tuhan itu baik / penuh kasih
karunia).

3) Hubungan Yohanes Pembaptis dengan Elia:

a) Mal 4:5 Mat 11:14 Mat 17:10-13 kelihatannya menunjukkan bahwa Yohanes
Pembaptis adalah Elia atau reinkarnasi dari Elia.

Mat 17:10-13 - “Lalu murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Kalau demikian


mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?’ Jawab Yesus:
‘Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata
kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan
memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia
akan menderita oleh mereka.’ Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus
bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis”.

b) Tetapi Kitab Suci jelas sekali menentang reinkarnasi, karena dalam Ibr 9:27
dikatakan bahwa “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah
itu dihakimi”.

Disamping itu Yohanes Pembaptis sendiri dengan jelas berkata bahwa ia


bukanlah Elia.

Yoh 1:21a - “Lalu mereka bertanya kepadanya: ‘Kalau begitu, siapakah engkau?
Elia?’ Dan ia menjawab: ‘Bukan!’”.

c) Elia dan Yohanes Pembaptis mempunyai beberapa persamaan seperti:

 pakaian (2Raja 1:8 Mat 3:4).

 semangat / keberanian (Mat 3:7-dst Mat 14:3-4 1Raja 18:16-19). Karena


itulah maka Luk 1:17 mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis ‘berjalan
mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia’. Perlu diketahui bahwa kata ‘roh’
bisa diartikan ‘semangat’.

Jadi, kesimpulannya adalah: Yohanes Pembaptis bukanlah Elia / reinkarnasi dari


Elia, tetapi hanyalah orang yang mempunyai banyak persamaan dengan Elia.

II) Tugas dan pelayanan Yohanes Pembaptis.


1) Tugasnya adalah mempersiapkan jalan bagi Yesus (ay 3).

Pada jaman itu, kalau seorang raja mau berkunjung ke suatu tempat, utusannya
mendahului dia untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Yesus adalah Raja, dan
Yohanes Pembaptis mempunyai suatu tugas khusus, yaitu mempersiapkan jalan
bagi Yesus. Yohanes Pembaptis harus mempersiapkan orang-orang untuk
menerima kedatangan Tuhan Yesus. Ia harus menghancurkan penghalang (dosa)
yang membuat manusia menolak untuk menerima Kristus (bdk. ay 3: ‘luruskan jalan
bagiNya’).

Penerapan:

Setiap hamba Tuhan, bahkan setiap orang Kristen mempunyai tugas khusus. Ini
terlihat dari:

 Ef 2:10 - “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya
kita hidup di dalamnya”.

 1Kor 12:11 - “Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama,
yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang
dikehendakiNya”.

 gambaran orang kristen sebagai anggota-anggota tubuh Kristus (1Kor 12:12-


dst), yang tentunya menunjukkan bahwa setiap anggota mempunyai fungsi yang
khusus.

Karena itu, mintalah petunjuk Tuhan dengan banyak berdoa supaya saudara
mengetahui apa tugas khusus saudara, dan layanilah Tuhan di situ.

2) Memberitakan Firman Tuhan.


a) Ia memberitakan Firman Tuhan kepada umum (ay 2):

1. Orang banyak itu mau mengorbankan waktu dan tenaga, menempuh jarak
yang jauh (ay 1,5) untuk mendengarkan Firman Tuhan.

Jaman sekarang banyak orang kristen memilih gereja yang dekat dengan
rumahnya, tanpa peduli apakah gereja itu mengajarkan Firman Tuhan yang
baik atau tidak. Ini jelas merupakan sikap yang salah. Saudara harus mau
pergi ke gereja yang baik, sekalipun letaknya jauh dari rumah saudara!

2. Berita yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis:

 ‘Bertobatlah’.

Pertobatan yang sejati harus mencakup elemen pikiran, emosi / perasaan


dan kehendak. Pertobatan adalah tindakan berbalik 180° dari kehidupan
lama.

 ‘Kerajaan Surga sudah dekat’.

Kerajaan surga bisa berarti bermacam-macam:

 Pemerintahan Allah.

 keselamatan yang sempurna.

 gereja.

 semua yang sudah ditebus.

Dalam ay 2 ini Kerajaan Surga itu kelihatannya masih akan datang. Dalam
Mat 12:28 Kerajaan Surga itu sudah datang. Dalam Mat 25:34 dan
Mat 26:29 kelihatannya masih akan datang. Jadi Kerajaan Surga itu
mempunyai sifat ‘present’ (= sekarang) dan ‘future’ (= akan datang)
sekaligus. Kerajaan Surga itu sudah ada pada waktu Kristus hidup di
dunia, tetapi terus berkembang sampai mencapai puncaknya pada
kedatangan Kristus yang kedua kalinya.

b) Ia memberitakan Firman Tuhan kepada orang-orang Farisi dan Saduki (ay 7-10).

 Mat 3:7 - “Tetapi waktu ia melihat banyak orang Farisi dan orang Saduki
datang untuk dibaptis, berkatalah ia kepada mereka: ‘Hai kamu keturunan ular
beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat
melarikan diri dari murka yang akan datang?”.

Tetapi kata-kata ‘datang untuk dibaptis’ dalam Mat 3:7 ini diterjemahkan
berbeda-beda.

KJV: ‘come to his baptism’ (= datang pada baptisannya).

RSV/NASB: ‘coming for baptism’ (= datang untuk baptisan).

NIV: ‘coming to where he was baptizing’ (= datang ke mana ia sedang


membaptis).

Lit: ‘coming to the baptism’ (= datang ke baptisan).


Jadi sebetulnya tidak terlihat bahwa orang-orang Farisi dan orang-orang
Saduki itu datang untuk dibaptis! Mungkin sekali mereka hanya datang ke
tempat di mana Yohanes Pembaptis membaptis. Tetapi bdk. ay 11: ‘Aku
membaptis kamu dengan air ...’. Kalau kata-kata ini masih ditujukan kepada
orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki, maka ini menunjukkan bahwa
mereka juga dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.

 Yohanes Pembaptis menegur dosa orang-orang Farisi dan orang-orang


Saduki itu dengan cara yang sangat keras, padahal namanya berarti ‘Tuhan
itu baik / penuh kasih karunia’. Ini bukanlah sesuatu yang bertentangan,
karena kebaikan / kasih kepada seseorang harus ditunjukkan dengan suatu
keberanian menegur dosa orang itu. Jadi, peneguran dosa adalah wujud
kasih. Bandingkan dengan Amsal 27:5-6 yang berbunyi: “Lebih baik teguran
yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. Seorang kawan memukul
dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium dengan berlimpah-limpah”.

Penerapan:

Gereja / orang kristen yang anti pengkhotbah keras, jelas bukanlah gereja /
orang kristen yang baik! Mereka harus ingat bahwa Yohanes Pembaptis,
rasul-rasul, nabi-nabi Perjanjian Lama, dan bahkan Yesus sendiri (bdk.
Yoh 6:60 Mat 23:1-36) adalah pengkhotbah-pengkhotbah keras.

 Yohanes Pembaptis menegur golongan tertentu (orang-orang Farisi dan


orang-orang Saduki) di depan umum. Mat 18:15-17 mengatakan bahwa
peneguran dosa harus dilakukan di bawah empat mata, tetapi 1Tim 5:20
mengatakan bahwa peneguran dosa harus dilakukan di depan semua orang
supaya semua menjadi takut (bdk. Gal 2:11-14 dimana Paulus menegur
Petrus di depan umum). Dari ayat-ayat itu bisa ditarik kesimpulan bahwa ada
dosa-dosa yang penegurannya harus dilakukan secara pribadi dan ada dosa-
dosa yang penegurannya harus dilakukan di depan umum.

 Tegurannya:

 mereka tidak bisa lari dari murka Allah kecuali mereka bertobat (ay 7).
Memang kita hanya bisa lari dari murka Allah dengan cara lari kepada
Allah!

 orang yang bertobat harus mengeluarkan buah pertobatan yaitu


perubahan hidup (ay 8).

 pertobatan bersifat individuil.

Sekalipun mereka adalah ‘keturunan Abraham’ tetapi hal itu tidak ada
artinya kalau mereka sendiri tidak bertobat (ay 9). Karena itu jangan
bersandar pada iman nenek moyang (orang tua yang adalah pendeta,
kakek / nenek yang adalah majelis, dsb).

 kalau tidak betul-betul bertobat, hukuman akan segera datang, bahkan


sudah di ambang pintu (ay 10).

Penerapan:

Lagi-lagi kita lihat bahwa dalam pemberitaan Injil, kita boleh dan seharusnya
memberitakan hukuman / ancaman dari Tuhan bagi orang yang tak mau
bertobat!

3) Membaptis.
a) Baptisan Yohanes adalah untuk pertobatan dan pengampunan dosa (ay 11 Mark
1:4 Luk 3:3). Ini tidak berarti bahwa baptisan itu sendiri bisa mengampuni dosa!
Tanpa adanya iman dan penyesalan dosa, kita tidak mungkin bisa diampuni.

b) Yohanes melakukan baptisan dengan menggunakan air. Ini hanya merupakan


tanda lahiriah saja. Yang bisa melakukan baptisan rohani adalah Kristus sendiri
(ay 11).

1. Baptisan Roh.

 Baptisan Roh berarti pemberian Roh Kudus, dan ini terjadi pada saat
seseorang percaya kepada Kristus.

Ef 1:13 - “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman
kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu
percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu” (bdk.
Yoh 7:38-39 Gal 3:2-5,14).

Karena itu kalau saudara sudah betul-betul percaya kepada Yesus,


saudara tidak perlu mencari baptisan Roh Kudus. Saudara sudah
mendapatkannya!

 Ada banyak ajaran yang mengatakan bahwa Baptisan Roh harus disertai
dengan bahasa lidah / Roh. Tetapi pada saat Stefanus dipenuhi Roh
Kudus (Kis 6:5), ia tidak berbahasa lidah / Roh. Juga pada waktu Saulus /
Paulus menerima / dipenuhi Roh Kudus pertama kalinya, ia tidak
berbahasa lidah / Roh (Kis 9:17). Kis 2:1-11 merupakan penggambaran /
penceritaan tentang apa yang terjadi pada hari Pentakosta. Tetapi itu
bukan hukum / rumus! Jadi bisa saja ada orang yang menerima / dipenuhi
Roh Kudus lalu berbicara dalam bahasa lidah / Roh, tetapi itu bukan
merupakan suatu keharusan!

2. Baptisan api.

‘Api’ bisa berarti:

 hukuman (bdk. ay 10,12).

 alat pemurni (bdk. Mal 3:2-3 - “Siapakah yang dapat tahan akan hari
kedatanganNya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia
menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti
sabun tukang penatu. Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan
mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka
seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang
mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN”).

Kalau ‘api’ diartikan sebagai ‘hukuman’, maka:

 cocok dengan arti ‘api’ dalam kontexnya, yaitu ay 10,12.

 ay 11 artinya jadi: Yang percaya akan diberi Roh Kudus sedang yang
tidak percaya akan dihukum. Ini cocok dengan ay 12.

 Tetapi arti ini tidak cocok dengan Mal 3:2-3.

Kalau ‘api’ diartikan sebagai ‘alat pemurni’, maka:

 cocok dengan Mal 3:2-3.


 tidak cocok dengan ay 10,12.

Karena itu ada orang yang mengambil kedua arti tersebut. Jadi, orang yang
percaya akan menerima Roh Kudus dan disucikan, sedangkan orang yang
tidak percaya akan dihukum.

3. Adanya baptisan api dan baptisan Roh ini dijadikan dasar oleh orang-orang
Bala Keselamatan untuk melakukan baptisan dengan bendera. Argumentasi
mereka adalah sebagai berikut: adanya baptisan api dan baptisan Roh
menunjukkan bahwa baptisan tidak harus dilakukan dengan air, dan karena
itu boleh juga dilakukan dengan bendera.

Jawab: ‘Baptisan api’ maupun ‘baptisan Roh’ tidak menunjuk pada sakramen
baptisan. Dalam Kitab Suci sakramen baptisan tidak pernah dilakukan dengan
menggunakan zat lain selain air! Karena itu melakukan sakramen baptisan
dengan menggunakan bendera adalah tidak sah!

c) Baptisan Yohanes dan baptisan Kristen.

1. Persamaannya:

 dua-duanya diperintahkan oleh Allah .

 dua-duanya menggunakan air.

 dua-duanya berhubungan dengan perubahan hidup.

 dua-duanya adalah sakramen yang berhubungan dengan pengampunan


dosa.

2. Perbedaannya:

 Baptisan Yohanes melihat ke depan karena Kristus belum disalib; baptisan


Kristen melihat ke belakang kepada Kristus yang sudah tersalib.

 Baptisan Yohanes menekankan pertobatan; baptisan Kristen menekankan


iman.

 Baptisan Yohanes untuk orang Yahudi saja; baptisan Kristen untuk segala
bangsa (Mat 28:19).

 Baptisan Yohanes tidak berhubungan dengan penerimaan Roh Kudus


(bdk. Kis 19:2-3); baptisan Kristen berhubungan dengan penerimaan Roh
Kudus. Ini tak berarti bahwa baptisan Kristen menjamin penerimaan Roh
Kudus. Tetapi kalau seseorang betul-betul percaya kepada Yesus, dan ia
memberikan diri untuk dibaptis, maka ia pasti menerima Roh Kudus, dan
juga karunia-karuniaNya (Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 624).

Kis 2:38 - “Jawab Petrus kepada mereka: ‘Bertobatlah dan hendaklah kamu
masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk
pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.

Catatan: kata-kata ‘karunia Roh Kudus’ di sini tidak berarti ‘karunia dari
Roh Kudus’, tetapi ‘karunia berupa Roh Kudus’.

Adanya perbedaan-perbedaan ini menyebabkan orang yang telah


dibaptis oleh Yohanes Pembaptis bisa dibaptis ulang dengan
menggunakan baptisan kristen (bdk. Kis 19:3-5). Tetapi baptisan kristen
sendiri tidak boleh diulang, karena pengulangan baptisan kristen
merupakan penghinaan terhadap baptisan yang pertama.

MATIUS 3:13-17
I) Orang yang membaptis (Yohanes).
1) Apakah Yohanes Pembaptis mengenal Yesus atau tidak?

Ay 14: “Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: ‘Akulah yang perlu dibaptis olehMu,
dan Engkau yang datang kepadaku?’”.

Dilihat dari ay 14 ini, kelihatannya ia mengenal Yesus. Tetapi Yoh 1:31-34


mengatakan bahwa ia tidak mengenal Yesus.

Yoh 1:31-34 - “Dan aku sendiripun mula-mula tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah
aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel.’ Dan
Yohanes memberi kesaksian, katanya: ‘Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti
merpati, dan Ia tinggal di atasNya. Dan akupun tidak mengenalNya, tetapi Dia, yang
mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau
melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atasNya, Dialah itu yang akan
membaptis dengan Roh Kudus. Dan aku telah melihatNya dan memberi kesaksian: Ia
inilah Anak Allah.’”.

Pengharmonisan: Kata-kata ‘tidak mengenalNya’ dalam Yoh 1:31-34 harus diartikan


‘tidak pernah bertemu’, atau ‘tidak mengenalNya melalui pernyataan ilahi’.

Ia baru mengenal Yesus melalui pernyataan ilahi pada saat Yesus dibaptis, dimana
Roh Kudus turun dalam bentuk burung merpati, dan ada suara Bapa dari surga, yang
menyatakan Yesus sebagai AnakNya yang dikasihiNya (Mat 3:16-17).

2) Mula-mula Yohanes keberatan untuk membaptis Yesus (ay 14).

Alasannya cukup logis, yaitu karena Yesus jauh lebih besar dari dirinya (bdk.
Mat 3:11). Tetapi setelah Yesus menjelaskan, Yohanes tunduk (ay 15).

Contoh lain yang mirip dengan hal ini adalah:

a) Yoh 13:8-dst dimana Petrus tidak mau Yesus membiarkan Yesus membasuh
kakinya. Tetapi setelah Yesus menjelaskan, akhirnya ia mau membiarkan Yesus
membasuh kakinya.

b) Ananias dalam Kis 9:10-17 yang mula-mula keberatan untuk melayani Saulus /
Paulus, tetapi setelah Tuhan menjelaskan, akhirnya ia tunduk.

Penerapan:

Kadang-kadang kita keberatan untuk mentaati Tuhan karena kita kurang mengerti.
Tetapi kalau sudah diberi penjelasan, kita seharusnya tunduk. Misalnya:

 dalam persoalan persembahan persepuluhan (Im 27:30 Mal 3:8-11). Banyak


orang keberatan memberi perpuluhan karena takut hidupnya tidak cukup. Setelah
diberi penjelasan bahwa Tuhan pasti akan mencukupi kalau kita mentaatiNya
(Mat 6:25-34) maka mereka harus taat! Tetapi kenyataannya, ada banyak orang
yang setelah dijelaskanpun tetap menolak untuk memberikan persembahan
persepuluhan.
 dalam persoalan Sabat (Kel 20:8 34:21). Banyak orang tidak mempedulikan
larangan bekerja dan mempekerjakan orang pada hari Sabat. Dan sekalipun
sudah dijelaskan alasannya, mereka tetap berkeras untuk bekerja /
mempekerjakan orang pada hari Sabat.

 dalam persoalan kawin campur (2Kor 6:14). Banyak orang kristen yang pacaran
dengan orang yang tidak seiman, dan sekalipun sudah dijelaskan, mereka tetap
berkeras.

II) Orang yang dibaptis (Yesus).


1) Yesus menganggap baptisan / sakramen itu penting.

Hal ini terlihat dari maunya Ia menempuh jarak jauh, yaitu dari Galilea ke Yordan,
untuk itu (ay 13).

Penerapan:

 Apakah saudara menganggap Baptisan (dan juga Perjamuan Kudus) itu penting?
Atau saudara sering menunda / mengabaikan pelaksanaannya? Ini bisa saudara
lakukan bagi diri saudara sendiri ataupun bagi anak saudara (baptisan anak /
bayi).

 Yesus menempuh jarak jauh untuk mentaati kehendak BapaNya. Maukah


saudara berkorban untuk mentaati Tuhan? Ada banyak orang yang hanya mau
mentaati Tuhan selama ketaatan itu tidak menuntut pengorbanan. Ini bukan
ketaatan!

2) Yesus dicegah (oleh Yohanes Pembaptis) pada waktu mau dibaptis (ay 14). Tetapi
Ia tahu apa yang benar dan Ia tidak membiarkan diriNya dicegah (ay 15). Juga pada
waktu Ia mau pergi ke Yerusalem untuk menderita dan mati di sana, Ia dicegah oleh
Petrus, tetapi Ia tidak membiarkan Petrus mencegahNya (Mat 16:21-23). Memang
kalau kita mau mentaati Tuhan, selalu ada halangan. Setan sering memakai orang-
orang disekitar kita, bahkan orang-orang yang rohani sekalipun, untuk menghalangi
kita mentaati Tuhan. Tetapi kalau kita betul-betul yakin akan kehendak Tuhan, kita
tidak boleh membiarkan diri kita dicegah.

3) Yesus tidak mengaku dosa pada saat dibaptis. Orang-orang lain dibaptis sambil
mengaku dosa (Mat 3:6), tetapi Yesus tidak mengaku dosa karena Ia memang tidak
berdosa. Kalau Ia berdosa, Ia tidak bisa menjadi Penebus / Juruselamat kita.

III) Baptisan.
A) Tujuan:

Baptisan Yohanes tujuannya adalah pertobatan dan pengampunan dosa. Tetapi


pada waktu Yesus dibaptis, tujuannya berbeda. Tujuannya adalah:

1) Menggenapkan ‘seluruh kebenaran’.

a) Ay 15: “Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi,
karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’
Dan Yohanespun menurutiNya”.

Terjemahannya hurufiahnya seharusnya adalah ‘kebenaran’ bukan ‘kehendak


Allah’. Tetapi ‘kebenaran’ memang bisa diartikan ‘kehendak Allah’ atau
‘perintah Allah’, dan Allah memang menghendaki / memerintahkan supaya
semua orang dibaptis (Mark 1:4).
b) Perhatikan kata ‘seluruh’. Ini menunjukkan bahwa kita harus taat pada semua
perintah Allah, tidak boleh pilih-pilih. Banyak orang menyamakan perintah-
perintah Allah dengan makan di restoran Padang, dimana kita boleh
mengambil mana yang kita sukai dan mengembalikan yang tidak kita sukai.
Ini jelas salah. Kita harus mentaati seluruh perintah Allah.

2) Penyamaan diri dengan manusia yang berdosa (bdk. Fil 2:5-7). Ini menunjukkan
kerendahan hati Tuhan Yesus.

3) Menggenapi janji Allah kepada Yohanes Pembaptis (Yoh 1:31-34).

Ay 16 berkata ‘Ia melihat Roh Allah’. Kata ‘Ia’ di sini tidak seharusnya dimulai
dengan huruf besar karena kata ini menunjuk kepada Yohanes Pembaptis, bukan
kepada Yesus! Melalui pernyataan ilahi tentang diri Yesus ini, Yohanes lebih
dikuatkan dalam iman dan bisa melayani Tuhan dengan lebih baik.

Penerapan:

Apakah saudara juga ingin melihat mujijat supaya bisa percaya kepada Kristus?
Ingatlah kata-kata Yesus kepada Thomas dalam Yoh 20:29 - “Karena engkau
telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak
melihat, namun percaya”.

B) Cara baptisan.

Banyak orang menganggap ay 16 sebagai dasar baptisan selam. Disamping itu


orang-orang yang mengharuskan baptisan selam mengatakan bahwa kata Yunani
BAPTO / BAPTIZO artinya adalah ‘merendam’ / ‘mencelupkan’. Tetapi semua ini
salah, karena:

1) Kata bahasa Yunani BAPTO / BAPTIZO tidak selalu berarti ‘mencelupkan’ /


‘merendam’ seperti dalam:

a) Mark 7:4 - “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak
lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka
pegang, umpamanya hal mencuci (BAPTISMOUS) cawan, kendi dan perkakas-
perkakas tembaga”.

KJV: ‘And when they come from the market, except they wash, they eat not.
And many other things there be, which they have received to hold, as the
washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables’ (= Dan pada waktu
mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan
banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian
cawan, belanga / panci, bejana / tempat dari tembaga, dan meja-meja).

Kata-kata ‘and of tables’ (= dan meja-meja) tidak ada dalam terjemahan-


terjemahan yang lain, tetapi footnote NIV memberikan keterangan bahwa ada
beberapa manuscripts yang kuno yang memberikan kata-kata itu.

Kalau kata-kata itu memang orisinil, maka itu makin jelas membuktikan bahwa
pembaptisan / pencucian dalam ayat ini tidak dilakukan dengan merendam,
karena bagaimana mungkin orang merendam meja? Berapa besarnya bak
cuci yang dibutuhkan? Jauh lebih masuk akal, bahwa pencucian dilakukan
dengan mencurahkan air ke benda yang akan dicuci tersebut. Dan kalau kata-
kata itu tidak orisinil, tetap aneh bahwa orang mencuci belanga, dsb dengan
cara merendam. Biasanya orang mencuci barang-barang itu dengan
mencurahkan air ke benda tersebut.
b) Luk 11:38 - “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak
mencuci (EBAPTISTHE) tanganNya sebelum makan”.

Orang mencuci tangan tidak harus merendam tangannya dalam air, tetapi bisa
dengan mencurahkan air pada tangan. Jadi jelas bahwa ‘baptis’ di sini tidak
harus berarti ‘celup / selam’.

c) Ibr 9:10 - “karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai
macam pembasuhan (BAPTISMOIS), hanyalah peraturan-peraturan untuk
hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”.

Catatan: ada edisi Kitab Suci Indonesia yang mengatakan ‘pelbagai macam
persembahan’. Ini salah cetak, dan dalam edisi yang baru sudah diperbaiki.

Terjemahan Lama: ‘berbagai-bagai basuhan’.

NASB: various washings (= bermacam-macam pembasuhan).

NIV: various ceremonial washings (= bermacam-macam pembasuhan yang


bersifat upacara keagamaan).

RSV: various ablutions (= bermacam-macam pembersihan / pencucian)

KJV: divers washings (= bermacam-macam pembasuhan).

Kata Yunaninya adalah BAPTISMOIS. Jadi terjemahan hurufiahnya adalah


‘bermacam-macam baptisan’.

Kalau kita memperhatikan kontex dari Ibr 9 itu, maka pasti Ibr 9:10 ini
menunjuk pada ‘pemercikan’ dalam Ibr 9:13,19,21. Karena itu jelas bahwa di
sini kata ‘baptis’ tidak diartikan selam / celup, tetapi percik.

d) 1Kor 10:2 - “Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis
(EBAPTISANTO) dalam awan dan dalam laut”.

Dua hal yang harus diperhatikan:

 Orang Israel berjalan di tempat kering (Kel 14:22). Yang terendam air
adalah orang Mesir!

 Awan tidak ada di atas mereka, tetapi di belakang mereka (Kel 14:19-20).
Juga awan itu tujuannya untuk memimpin / melindungi Israel; itu bukan
awan untuk memberi hujan. Kalau toh awan itu memberi hujan, itu lebih
cocok dengan baptisan percik, bukan selam.

Jadi jelas bahwa orang Israel tidak direndam / diselam dalam awan dan
dalam laut!

Barnes’ Notes: “This passage is a very important one to prove that the word
baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear
that neither the cloud nor the waters touched them” (= Text ini adalah text yang
sangat penting untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti
penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan
maupun air tidak menyentuh mereka).

2) Ini adalah bagian yang bersifat descriptive (= menggambarkan).

Bagian ini hanya menggambarkan apa yang terjadi, dan karena itu bukan
merupakan suatu hukum / norma. Sama halnya dengan kalau Kristus mempunyai
12 murid, Kristus tidak pernah kawin, Kristus berpuasa 40 hari, dan sebagainya.
Semua itu bukan hukum / norma.

3) Kata-kata ‘keluar dari air’ tidak harus berarti bahwa Yesus direndam dalam air
lalu keluar dari air. Kata-kata itu bisa berarti bahwa Yesus berdiri di sungai (hanya
kakiNya yang terendam), lalu keluar dari air / sungai.

Sekarang mari bandingkan peristiwa ini dengan baptisan sida-sida dalam Kis 8:26-
40. Apakah ini adalah baptisan selam? Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari bagian
ini:

a) Kis 8:36 - ‘ada air’.

Yunani: TI HUDOR (a certain water / some water). Jadi ini menunjuk pada sedikit
air, sehingga tidak memungkinkan baptisan selam.

Charles Hodge: “He was travelling through a desert part of the country towards Gaza,
when Philip joined him, ‘And as they went on their way they came unto a certain water
(EPI TI HUDOR, to some water)’. There is no known stream in that region of sufficient
depth to allow of the immersion of a man” [= Ia sedang bepergian melalui bagian
padang pasir dari negara itu menuju Gaza, ketika Filipus bergabung dengannya,
‘Dan ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka mereka sampai pada air
tertentu (EPI TI HUDOR, kepada sedikit air)’. Di daerah itu tidak diketahui adanya
sungai dengan kedalaman yang cukup untuk memungkinkan penyelaman seorang
manusia] - ‘Systematic Theology’, vol III, p 535.

b) Kis 8:38-39 berkata ‘turun ke dalam air ... keluar dari air’.

Apakah ini menunjuk pada baptisan selam? Seperti pada baptisan Yesus, istilah
ini mempunyai 2 kemungkinan arti, yaitu:

 sida-sida itu betul-betul terendam total, lalu keluar dari air.

 sida-sida itu turun ke dalam air yang hanya sampai pada lutut atau mata
kakinya, lalu keluar dari air.

Untuk mengetahui yang mana yang benar dari 2 kemungkinan ini, bacalah Kis
8:38-39 itu sekali lagi. Perhatikan bahwa di situ dikatakan: “dan keduanya turun
ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan
setelah mereka keluar dari air, ...”.

Kalau istilah ‘turun ke dalam air’ dan ‘keluar dari air’ diartikan sebagai baptisan
selam, itu menunjukkan bahwa Filipus, sebagai orang yang membaptis, juga ikut
diselam! Ini jelas tidak mungkin. Jadi dari 2 kemungkinan di atas, yang benar
adalah kemungkinan kedua. Ini juga cocok dengan point a) di atas yang
menunjukkan bahwa air di situ cuma sedikit, sehingga tidak memungkinkan
baptisan selam.

Jadi jelas bahwa Mat 3:16 tidak bisa dijadikan dasar bahwa cara membaptis yang
benar adalah dengan menggunakan baptisan selam. Disamping itu ada banyak
contoh dalam Alkitab dimana baptisan dilakukan bukan di sungai. Juga tidak
diceritakan adanya kolam yang memungkinkan baptisan selam
(Kis 2:41 Kis 9:13 Kis 10:47-48 Kis 16:33). Kis 16:33 adalah contoh yang paling
kuat untuk menunjukkan bahwa baptisan tidak dilakukan dengan penyelaman,
karena hal itu terjadi di dalam penjara!

IV) Allah Tritunggal pada waktu baptisan.


A) Pada peristiwa baptisan Yesus ini, ketiga pribadi dari Allah Tritunggal muncul.

1) Allah Bapa: berbicara dari surga (ay 17).

Ay 17 = Maz 2:7 + Yes 42:1.

Maz 2:7 (NIV): ‘You are my Son’ (= Engkau adalah AnakKu).

2) Yesus (Allah Anak).

Yesus adalah Anak Allah dari kekekalan.

Ada ajaran yang bernama Dynamic Monarchianism / Adoptionism. Ajaran ini


menyatakan bahwa Yesus adalah manusia biasa, tetapi pada saat baptisan, Ia
menerima Roh Kudus (yaitu kuasa / pengaruh ilahi), dan diangkat menjadi
semacam Allah.

Kita tidak menerima ajaran semacam itu. Apa yang bukan Allah tidak bisa
berkembang menjadi Allah. Disamping itu Kitab Suci mengatakan bahwa Yesus
sudah adalah Anak Allah sebelum Ia berinkarnasi.

Gal 4:4 - “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang
lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.

Yang perlu disoroti adalah: pada saat ini Yesus belum berinkarnasi, tetapi sudah
disebut sebagai ‘Anak’.

3) Roh Kudus.

a) Roh Kudus ‘turun’ (ay 16). Ingat, bahwa Roh Kudus adalah Allah yang maha
ada. Jadi kata-kata tersebut di atas adalah bahasa Anthropomorphic (=
bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia).

b) Roh Kudus turun ke atas Yesus dan tinggal atasNya / padaNya (Yoh 1:32-
33). Ini tidak berarti bahwa sebelum itu Yesus tidak mempunyai Roh Kudus.
Roh Kudus terus menjaga Yesus sejak dari pembuahan dalam kandungan
supaya Ia bebas dari dosa (Maz 45:8 Yes 11:2,3 Yes 61:1 Yoh 3:34).

Jadi, kalau pada saat baptisan dikatakan bahwa Roh Kudus turun ke atas
Yesus, tujuanNya adalah untuk melengkapi Yesus untuk tugas pelayananNya
(Yes 42:1 Yes 61:1).

c) Roh Kudus bisa dilihat oleh Yohanes karena Ia menampakkan diri dalam
bentuk burung merpati.

d) Mengapa Roh Kudus tidak menampakkan diri dalam bentuk api seperti pada
Pentakosta (Kis 2:1-11)? Karena Perjanjian Lama menggambarkan Yesus
lemah lembut (bdk. Yes 42:2-3), sehingga merpati lebih cocok.

B) Ke tiga pribadi dari Allah Tritunggal ini muncul pada saat yang sama.

Ajaran Sabellianisme mengajarkan bahwa Allah menyatakan diri dalam penciptaan


sebagai Bapa, dalam penebusan sebagai Anak, dan dalam pengudusan sebagai
Roh Kudus. Jadi, Allah mempunyai 3 perwujudan / manifestasi, bukan 3 pribadi.

Kita tidak mempercayai ajaran Sabellianisme tersebut di atas, karena kalau Allah
mempunyai 3 perwujudan, dan bukannya 3 pribadi, maka ke 3 perwujudan itu tidak
bisa muncul pada saat yang bersamaan. Sedangkan dalam peristiwa baptisan ini,
jelas bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus muncul pada saat yang bersamaan. Kita
percaya bahwa Allah Tritunggal, sekalipun hanya punya 1 hakekat / essence, tetapi
mempunyai 3 pribadi. Ke tiga pribadi tersebut berbeda (distinct) satu dengan yang
lain, tapi bersatu.

Bandingkan dengan Pengakuan Iman Athanasius, no 3-25, yang berbunyi sebagai


berikut:

3. Tetapi iman Katolik / universal / am adalah ini, bahwa kami menyembah satu Allah
dalam tritunggal, dan tritunggal dalam kesatuan. 4. Tidak ada kekacauan /
percampuran pribadi-pribadi ataupun pemisahan zat. 5. Karena pribadi dari Bapa
adalah satu, dari Anak adalah pribadi yang lain, dan dari Roh Kudus adalah pribadi
yang lain. 6. Tetapi dari Bapa, dari Anak, dan dari Roh Kudus ada satu keilahian,
kemuliaan yang sama / setara dan keagungan yang sama kekalnya. 7. Apa adanya Bapa
itu, demikian juga dengan Anak, dan juga Roh Kudus. 8. Bapa tidak diciptakan, Anak
tidak diciptakan, Roh Kudus tidak diciptakan. 9. Bapa itu maha besar, Anak itu maha
besar, Roh Kudus itu maha besar. 10. Bapa itu kekal, Anak itu kekal, Roh Kudus itu
kekal. 11. Tetapi tidak ada tiga yang kekal, tetapi satu yang kekal. 12. Demikian juga
tidak ada tiga (makhluk) yang tidak dicipta, juga tidak tiga yang maha besar, tetapi satu
yang tidak dicipta, dan satu yang maha besar. 13. Dengan cara yang sama Bapa adalah
maha kuasa, Anak adalah maha kuasa, Roh Kudus adalah maha kuasa. 14. Tetapi tidak
ada tiga yang maha kuasa, tetapi satu yang maha kuasa. 15. Demikian juga Bapa adalah
Allah, Anak adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah. 16. Tetapi tidak ada tiga Allah,
tetapi satu Allah. 17. Demikian pula Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh
Kudus adalah Tuhan. 18. Tetapi tidak ada tiga Tuhan, tetapi satu Tuhan. 19. Karena
sebagaimana kami didorong seperti itu oleh kebenaran Kristen untuk mengakui setiap
pribadi secara terpisah / individuil sebagai Allah dan Tuhan; demikian pula kami
dilarang oleh agama Katolik / universal / am untuk mengatakan bahwa ada tiga Allah
atau Tuhan. 20. Bapa tidak dibuat dari apapun, tidak diciptakan, tidak
diperanakkan. 21. Anak itu dari Bapa saja, tidak dibuat, tidak dicipta, tetapi
diperanakkan. 22. Roh Kudus itu dari Bapa dan Anak, tidak dibuat, tidak dicipta, tidak
diperanakkan, tetapi keluar. 23. Karena itu ada satu Bapa, bukan tiga bapa, satu Anak,
bukan tiga anak, satu Roh Kudus, bukan tiga Roh Kudus. 24. Dan dalam tritunggal ini
tidak ada yang pertama atau terakhir, tidak ada yang lebih besar atau lebih
kecil. 25. Tetapi ketiga pribadi yang sama-sama kekal dan setara di antara mereka
sendiri; sehingga mereka semua secara keseluruhan, seperti dikatakan di atas, baik
kesatuan dalam tritunggal, maupun tritunggal dalam kesatuan, harus disembah.

MATIUS 4:1-11
Pendahuluan:
1) Letak konteks:

 setelah baptisan dan pernyataan Allah Bapa (Mat 3:17).

 pada saat Ia mau terjun ke dalam pelayanan.

Ini menunjukkan bahwa setelah kita menerima suatu pernyataan dari Tuhan, atau kalau
kita mau menyenangkan Tuhan, melalui pelayanan kepada Tuhan, belajar Firman Tuhan,
lebih banyak berdoa, dsb, setan pasti menyerang.

2) Roh Kudus dan setan sama-sama bekerja sehingga pencobaan terjadi.

a) Yesus penuh dengan Roh Kudus (Luk 4:1).

Jadi, orang yang penuh dengan Roh Kudus / dekat dengan Tuhan justru akan
diserang setan. Ini bertentangan dengan ajaran populer saat ini, yang mengatakan
bahwa kalau kita beriman dan taat, maka segala problem akan beres, semua
penyakit akan sembuh, yang miskin akan menjadi kaya, dan sebagainya.

b) Roh Kudus memimpin Yesus ke padang gurun untuk dicobai Iblis (ay 1).

Ini seperti seorang pelatih tinju yang memberikan sparring partner kepada petinjunya.
Tetapi pada saat yang sama Roh Kudus memenuhi Yesus untuk menjagaNya agar
tidak jatuh dalam menghadapi pencobaan tersebut. Tujuan Roh Kudus adalah
supaya Yesus menang!

Karena itu kalau saudara mengikuti pimpinan Roh Kudus dan ternyata saudara
mendapatkan serangan / pencobaan dari setan, jangan terlalu heran / kecewa. Kalau
Ia memimpin saudara ke sana, Ia juga akan memperlengkapi saudara. Jadi,
bersandarlah kepadaNya, dan lawanlah serangan / pencobaan setan tersebut.

3) Yesus berpuasa 40 hari 40 malam.

Dalam Kitab Suci orang lain yang pernah melakukan hal itu adalah Musa dan Elia. Dalam
puasa ini, saya tidak setuju dengan pandangan Calvin yang mengatakan bahwa ini
adalah puasa total. Saya berpendapat, seperti kebanyakan penafsir, bahwa Yesus
hanya berpuasa terhadap makanan, bukan terhadap air / minuman. Ini bisa dilihat dari:

 Ay 2 mengatakan ‘lapar’, bukan ‘haus’.

 Ay 3 mengatakan bahwa Iblis mencobai dengan roti, bukan dengan air. Kalau Yesus
juga berpuasa terhadap air, pasti setan akan mencobai dengan air, bukan dengan
roti.

 Luk 4:2 mengatakan bahwa Yesus ‘tidak makan apa-apa’.

Bahwa Yesus berpuasa 40 hari 40 malam, tidak berarti bahwa kita juga harus berpuasa
seperti itu! Ini sama seperti kalau Yesus berjalan di atas air, tentu juga tidak berarti
bahwa kita juga harus berjalan di atas air. Ingat bahwa bagian Kitab Suci yang bersifat
descriptive (= menggambarkan), bukanlah rumus / norma / hukum dalam kehidupan kita.

Calvin bahkan beranggapan bahwa kalau pada jaman sekarang ada orang yang
melakukan hal itu, itu merupakan suatu ketololan. Tetapi saya sendiri tidak berani
mengatakan kata-kata seperti itu, karena bisa saja untuk tujuan tertentu Tuhan
menyuruh seseorang untuk melakukan puasa seperti itu.

I) Pencobaan I (ay 3).


A) Hal-hal yang bisa kita pelajari dari pencobaan I ini:

1) Ada yang mengatakan bahwa pencobaan ini diberikan Iblis untuk meragukan
keilahian Yesus (‘Jika Engkau Anak Allah ...’). Tetapi ada banyak yang
mengatakan bahwa pencobaan I ini tidak dilakukan untuk meragukan keilahian
Yesus. Alasannya: kata bahasa Yunani EI, sekalipun memang bisa diterjemahkan
‘jika’, bisa juga diterjemahkan ‘karena’. Kalau diterjemahkan ‘karena’, jelaslah
bahwa pencobaan pertama ini tidak meragukan keilahian Yesus, tetapi mungkin
bisa dikatakan sebagai ‘mbombongi’. Bdk. Mat 27:40b,42-43 Luk 23:35.

Penerapan:

Setan juga sering menyerang kita dengan cara mbombongi. Misalnya dengan
mengatakan:

 kalau kamu memang jantan, maka pukullah orang yang menghina kamu itu.
 kalau kamu bukan pengecut, ngebutlah dengan kecepatan setinggi mungkin.

 kalau kamu memang jantan, buktikanlah dengan berzinah.

 kalau kamu bukan pemuda / remaja yang ketinggalan jaman, gunakanlah


ecstasy / pil koplo dan anutlah free sex.

 kalau kamu memang kaya, buktikanlah itu dengan membeli barang mewah
sebanyak mungkin.

2) Pencobaan ini bertujuan untuk mengalihkan Yesus dari hal rohani (puasa)
kepada hal jasmani (makanan / roti).

Penerapan:

 Setan juga sering mengalihkan perhatian kita dari hal rohani (doa, Firman
Tuhan, saat teduh, kebaktian, pelayanan) kepada hal jasmani (bisnis, piknik,
TV, pesta, arisan, dsb)! Kalau Pemahaman Alkitab yang datang sedikit, kalau
pesta yang datang banyak!

 Setan juga mengalihkan gereja / kekristenan masa kini dari hal rohani kepada
hal jasmani. Ini terbukti dengan begitu banyaknya penekanan hal jasmani
dalam gereja / keristenan masa kini, seperti Theologia Kemakmuran yang
menekankan kekayaan duniawi, penekanan kesembuhan jasmani / mujijat,
Social Gospel (= penginjilan yang hanya memberikan bantuan sosial), dsb.

 Setan juga sering mengalihkan pikiran kita dari Tuhan / Firman Tuhan pada
saat kebaktian, sehingga kita memikirkan pekerjaan / keuangan.

Amos 8:4-6 - “Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan
yang membinasakan orang sengsara di negeri ini dan berpikir: ‘Bilakah bulan
baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu,
supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan
syikal, berbuat curang dengan neraca palsu, supaya kita membeli orang lemah
karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu
rosokan?’”.

Dan memang jaman sekarang makin lama makin banyak orang yang pergi ke
gereja pada hari Minggu dengan tujuan bisnis!

3) Pencobaan ini bertujuan supaya Yesus tidak mempercayakan diri kepada


BapaNya, tetapi menangani sendiri persoalan lapar itu dengan cara yang tidak
halal yaitu dengan menggunakan keilahianNya. Perlu diketahui bahwa dalam
kehidupanNya sebagai manusia, Yesus tidak pernah menggunakan kuasa /
keilahianNya bagi diriNya sendiri.

Penerapan:

Setan juga selalu menyerang kita supaya kita tidak mempercayakan diri kita
kepada Allah, tetapi menanganinya sendiri dengan menggunakan cara yang tidak
halal, seperti mencuri, korupsi, nyogok, berdusta, menggunakan kuasa gelap /
dukun, dsb.

4) Seperti Adam, Yesus dicobai dengan menggunakan makanan. Tetapi kalau


Adam I kalah, maka Adam ke II (Kristus) menang! Padahal Adam I tidak puasa,
bisa makan buah-buahan yang lain yang ada di taman Eden. Jadi pencobaan
bagi Kristus jauh lebih berat.
5) Setan menyerang titik lemah (lapar), dan ia menyerang pada saat yang tepat.

Seorang yang bernama Arthur Wallis, dalam bukunya yang berjudul ‘God’s
Chosen Fast’ (= Puasa Pilihan Allah) hal 77-78, menjelaskan adanya 3 tahap
yang dialami seseorang kalau melakukan puasa jangka panjang (tanpa makanan
sama sekali, tetapi minum air putih):

 tahap I yang biasanya berlangsung sekitar 2-3 hari (lamanya tahap-tahap ini
bisa berbeda untuk tiap orang), dimana orangnya merasa sangat lapar.

 tahap II yang biasanya juga berlangsung sekitar 2-3 hari, dimana orangnya
tidak lagi merasa terlalu lapar, tetapi merasa badannya lemas, kepalanya
pusing dan ia malas untuk bergerak. Ini dikatakannya sebagai bagian yang
terberat dalam melakukan puasa jangka panjang.

 tahap III.

Pada tahap III ini orang yang tadinya lemas itu mulai pulih kekuatannya, dan
ia tidak lapar lagi. Pada tahap ini orangnya merasa bahwa ia bisa puasa terus
tanpa problem. Tetapi kalau puasa ini diteruskan, maka pada saat tertentu,
rasa lapar tahu-tahu muncul lagi dengan sangat hebatnya. Ini menunjukkan
bahwa lemak tubuh sudah habis, dan kalau puasa itu tetap diteruskan, ini
menjurus pada starvation (= mati kelaparan), dan ini sama dengan bunuh diri.
Beberapa waktu yang lalu diceritakan di TV tentang orang-orang yang
melakukan mogok makan. Mereka tidak apa-apa sampai pada titik ini. Tetapi
pada titik ini, kalau mereka tetap mogok makan, mereka akan mati dalam
waktu kira-kira 1 minggu.

Lamanya tahap III ini tentu saja sangat berbeda untuk setiap orang, karena
sangat tergantung pada gemuk / kurusnya orang yang berpuasa. Orang
gemuk, karena cadangan lemak yang banyak, bisa bertahan lebih dari 40 hari,
sedangkan orang kurus mungkin hanya bertahan 20 hari.

Dari pengertian tentang ketiga tahap puasa ini, tidak aneh / tidak salah kalau
dikatakan bahwa ‘setelah berpuasa 40 hari dan 40 malam, akhirnya laparlah Yesus’
(ay 2). Ini menunjukkan bahwa Yesus sudah sampai pada akhir dari tahap III.

Setan tentu juga tahu akan hal ini, dan ia tahu bahwa pada saat itu Yesus sangat
lapar, dan Ia harus makan kecuali Ia mau bunuh diri. Pada saat itulah setan
menyerang menggunakan roti!

Penerapan:

Setan tahu titik lemah kita dan setan juga menyerang titik lemah kita pada saat
yang tepat. Misalnya:

 saudara lemah dalam persoalan sex. Maka setan bukan hanya akan
menyerang titik lemah itu, tetapi juga menyerangnya pada saat yang tepat,
misalnya pada waktu saudara sedang bertengkar dengan istri saudara.

 saudara adalah seorang yang tamak. Maka setan terus akan memanfaatkan
titik lemah itu, dan ia mungkin sekali bahkan akan memberikan saudara
kesempatan bisnis yang saatnya bertepatan dengan kebaktian / Pemahaman
Alkitab. Ini sekaligus akan memberikan serangan dobel kepada saudara.

 saudara adalah seorang pemarah. Maka setan akan memberikan banyak


orang / hal yang menjengkelkan saudara, dan itu mungkin sekali diberikannya
pada saat yang tepat, yaitu pada saat saudara memang sudah sumpek. Ini
membuat saudara meledak dalam kemarahan!
 anak saudara sedang sakit berat dan hampir mati, dan lalu ada orang yang
cerita tentang dukun yang hebat.

 saudara sedang malas untuk kebaktian, ada teman datang dan mengajak
piknik.

 saudara sedang sangat butuh uang, lalu ada kesempatan untuk korupsi /
mencuri.

B) Jawaban Yesus terhadap pencobaan I (ay 4).

1) Yesus menangkis serangan setan dengan menggunakan Firman Tuhan yang Ia


kutip dari Ul 8:3. Di sini kita lihat pentingnya pengertian dan ingatan terhadap
Firman Tuhan. Firman Tuhan adalah senjata / pedang Roh (Ef 6:17) yang harus
kita gunakan pada saat setan menyerang. Karena itu, jangan mengabaikan
Pemahaman Alkitab / Saat Teduh, dan banyaklah membaca buku-buku rohani
yang baik!

Calvin: “Those who voluntarily throw away that armour, and do not laboriously
exercise themselves in the school of God, deserve to be strangled, at every instant, by
Satan, into whose hands they give themselves up unarmed” (= Mereka yang secara
sukarela membuang senjata itu, dan tidak melatih diri mereka sendiri dengan susah
payah dalam sekolah Allah, layak dijerat, pada setiap saat, oleh Iblis, kedalam
tangan siapa mereka menyerahkan diri mereka sendiri tanpa senjata).

2) Ada 2 penafsiran tentang arti dari kata-kata ‘setiap firman yang keluar dari mulut
Allah’:

a) Ini menunjuk pada Firman Allah atau pengajaran Kitab Suci.

Kalau diambil arti ini, maka seluruh jawaban Yesus itu maksudnya adalah:
karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, maka manusia hidup bukan
dari roti saja (makanan jasmani), tetapi juga dari Firman Allah / pengajaran
Kitab Suci (makanan rohani).

Tetapi penafsiran ini rasanya tidak cocok dengan:

 konteks Mat 4:3-4 / Luk 4:3-4.

Setan menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti, dan Yesus


menjawab: manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari pengajaran Kitab
Suci. Ini rasanya aneh / tidak cocok!

 Ul 8:3 (dari mana Yesus mengutip kata-kata itu), yang berbunyi: “Jadi Ia
merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau
makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek
moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan
dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”.

Kalau kata-kata ‘segala yang diucapkan TUHAN’ itu diartikan pengajaran


Kitab Suci, maka Ul 8:3 itu juga menjadi kacau artinya.

b) Ini menunjuk pada kehendak Allah (Calvin).

Jadi maksud Yesus adalah: sekalipun tidak ada roti, kalau Allah menghendaki
Ia hidup, Ia akan hidup. Penafsiran ini lebih cocok dengan konteks Mat 4:3-4
/ Luk 4:3-4 maupun Ul 8:3!
Calvin: “In like manner, the Apostle says, that he ‘upholdeth all things by his
powerful word’ (Heb i. 3); that is, the whole world is preserved, and every part of it
keeps its place, by the will and decree of Him, whose power, above and below, is
everywhere diffused” [= Dengan cara yang sama, sang rasul berkata bahwa Ia
‘menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan’ (Ibr 1:3);
artinya, seluruh dunia / alam semesta dipelihara, dan setiap bagiannya dijaga
pada tempatnya, oleh kehendak dan ketetapanNya, yang kuasaNya, di atas dan
di bawah, tersebar dimana-mana].

Maksud Calvin adalah: kalau kata ‘firman’ dalam Ibr 1:3 itu bisa diartikan
‘kehendak Allah’, maka tentu dalam Mat 4:4 ini juga bisa.

Penerapan:

Dalam keadaan terjepit / krisis yang bagaimanapun hebatnya, yang


mengancam nyawa sekalipun, ingatlah bahwa hidup / mati tergantung
kehendak Tuhan!

3) Jawaban Yesus ini mengarah kepada hal rohani (kehendak Allah). Setan
mengarahkanNya pada hal jasmani, tetapi Yesus tetap mengarah pada hal
rohani.

Ini harus kita turuti / teladani. Ingat kata-kata Yesus dalam Mat 16:26 - “Apa
gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan
apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?”.

4) Jawaban ini menunjukkan kepercayaan Yesus kepada BapaNya. Ia tidak mau


menggunakan keilahianNya dan Ia percaya BapaNya akan memeliharaNya.

II) Pencobaan II (ay 5-6).


A) Hal-hal yang bisa kita pelajari dari pencobaan II ini:

1) Urut-urutan pencobaan / letak pencobaan II ini.

Pencobaan ke II dalam Matius ditempatkan dalam urutan ke III dalam Lukas 4.


Yang benar adalah urut-urutan dalam Matius, karena setelah pencobaan ke III
dalam Matius, Iblis diusir. Ini bukan suatu kontradiksi, dan Lukas bukannya salah,
hanya saja ia tidak menulis berdasarkan urut-urutan waktu (tidak chronologis).

2) Kalau pencobaan I mencobai Yesus supaya tidak percaya kepada BapaNya,


maka pencobaan II mencobai Yesus untuk terlalu ‘percaya’ kepada BapaNya,
sehingga mencari bahaya dengan cara meloncat dari bubungan Bait Allah.
Memang setan sering menyerang kita, atau dengan extrim kiri, atau dengan
extrim kanan.

Penerapan:

Setan juga sering mencobai kita untuk menjadi terlalu ‘percaya’ kepada Allah.
Misalnya:

 sengaja berbuat dosa, karena percaya keselamatan tidak bisa hilang.

 sengaja berurusan dengan kuasa gelap, karena ‘percaya’ Allah bisa


melindungi.

3) Pencobaan I ditolak oleh Yesus dengan menggunakan Firman Tuhan, maka


sekarang setan juga menggunakan Firman Tuhan (Maz 91:11-12) yang disalah-
tafsirkan. Karena itu kita perlu waspada; tidak setiap orang yang menggunakan
Kitab Suci memberikan pengajaran yang benar. Semua orang sesat bisa mencari-
cari dasar Kitab Suci untuk mendukung pandangan mereka. Contoh:

 orang-orang Saksi Yehovah menggunakan Yoh 14:28 untuk mengatakan


bahwa Yesus lebih rendah dari pada Bapa, padahal ayat itu jelas menyoroti
Yesus sebagai manusia. Dalam Yoh 10:30, yang menyoroti Yesus sebagai
Allah, dikatakan bahwa Yesus dan Bapa adalah satu.

 Theologia Kemakmuran menggunakan 2Kor 8:9 untuk menekankan bahwa


orang kristen harus kaya, padahal kalau kita membaca kontext dari ayat
tersebut, jelas bahwa yang dimaksudkan adalah kaya rohani, bukan kaya
jasmani.

Satu hal yang harus ditekankan di sini adalah bahwa setan juga tahu dan hafal
Kitab Suci. Karena itu kalau kita tidak mau belajar dan menghafal Kitab Suci, kita
akan dengan mudah ditipunya!

B) Jawaban Yesus terhadap pencobaan II (ay 7).

1) Ay 7 ini dikutip oleh Yesus dari Ul 6:16 yang jelas berhubungan dengan ajaran
setan yang menyalahtafsirkan Maz 91:11-12 itu. Di sini kita lihat lagi pentingnya
mempelajari Firman Tuhan dan menghafalkannya. Kita membutuhkannya pada
waktu kita mendengar pemberitaan Firman Tuhan dari siapa saja. Kita harus
mengecek setiap khotbah dengan Firman Tuhan apakah khotbah itu
bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci atau tidak.

Bdk. Kis 17:11 - “Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada
orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan
segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk
mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian”.

Perhatikan bahwa dalam ayat ini orang Yahudi di Berea dipuji karena
mengecheck khotbah Paulus, yang adalah seorang rasul, dengan menggunakan
Kitab Suci! Karena itu kalau saudara adalah orang yang mengaminkan segala
kata-kata pendeta tanpa mengechecknya dengan Kitab Suci, itu jelas merupakan
sikap yang salah dan bahkan berbahaya!

2) Arti ‘mencobai Allah’ dalam Mat 4:7.

Calvin: “In this passage, the word ‘tempt’ denotes the neglect of those means which he
puts into our hands, ... In short, whoever desires to make an experiment of the divine
power, when there is no necessity for it, tempts God by subjecting his promises to an
unfair trial” (= Dalam bagian ini, kata ‘mencobai’ menunjukkan pengabaian sarana
yang Ia letakkan dalam tangan kita, ... Singkatnya, siapapun yang ingin membuat
percobaan dengan kuasa ilahi, pada saat tidak ada keperluan untuk itu, mencobai
Allah dengan meletakkan janjiNya pada ujian yang tidak fair).

Contoh:

 Banyak orang kristen tidak mau membeli obat atau pergi ke dokter pada waktu
sakit, padahal mereka bisa melakukan hal itu. Dan mereka menganggap
bahwa dengan tidak pergi ke dokter dan tidak membeli obat, tetapi hanya
berdoa saja, mereka beriman kepada Allah. Ini bukan beriman kepada Allah,
tetapi mencobai Allah!

 Ada gempa bumi tetapi tidak mau keluar rumah, karena percaya Allah bisa
melindungi.
 Ada ujian tetapi tidak mau belajar karena percaya Allah bisa memberkati.

 Sudah tahu banyak rampok, sengaja keluar malam-malam ke daerah yang


rawan.

III) Pencobaan III (ay 8-9).


A) Hal-hal yang bisa kita pelajari dari pencobaan III ini:

1) Bagaimana terjadinya pencobaan-pencobaan (1-3) ini?

a) William Barclay berkata bahwa pencobaan-pencobaan ini terjadi dalam


pikiran Yesus. Tetapi ini jelas salah, karena kalau Yesus berpikir seperti itu, Ia
sudah berdosa!

b) Hal ini sungguh-sungguh terjadi.

Jadi Yesus betul-betul dibawa oleh Iblis ke bubungan Bait Allah


(pencobaan 2), dan lalu ke puncak gunung (pencobaan 3). Pandangan ini
juga rasanya tidak benar karena:

 sukar terbayangkan Yesus betul-betul pergi bersama-sama / jalan-jalan


dengan setan.

 Ay 8 (bdk. Luk 4:5) mengatakan bahwa dalam sekejap mata setan


memperlihatkan semua kerajaan dunia kepada Yesus. Ini tidak mungkin
bisa terjadi! Di gunung yang mana saudara bisa melihat semua kerajaan
dunia?

c) Calvin menganggap terjadinya adalah melalui vision / penglihatan.

Bandingkan dengan Yeh 40:1b-2, yang berbunyi: “... pada hari itu juga
kekuasaan TUHAN meliputi aku dan dibawaNya aku dalam penglihatan-
penglihatan ilahi ke tanah Israel dan menempatkan aku di atas sebuah gunung
yang tinggi sekali”.

Bandingkan juga dengan Wah 21:10 yang berbunyi: “di dalam roh ia
membawa aku ke gunung yang tinggi”.

2) Apakah kata-kata setan dalam ay 9 (bdk Luk 4:6-7) itu benar?

a) Ada yang berkata ‘ya’ dengan alasan:

 Ef 2:2 Ef 6:12 1Yoh 5:19.

 Yesus sendiri menyebut Iblis sebagai ‘penguasa dunia’ (Yoh


12:31 14:30 16:11).

 Yesus tidak membantah claim dari setan itu.

b) Jawaban yang benar adalah ‘tidak’ karena:

 Ef 2:2 Ef 6:12 1Yoh 5:19 hanya menunjukkan bahwa setan punya kuasa
/ pengaruh yang besar di dunia, khususnya di antara orang yang tidak
percaya.

 Dalam Yoh 12:31 14:30 16:11 Yesus memang menyebut Iblis sebagai
‘penguasa dunia’, tetapi ini tidak dalam arti mutlak.
 Maz 2 menunjukkan bahwa Allah / Yesus yang berkuasa.

 Yesus berkali-kali mengusir setan.

 Setan adalah pendusta (Yoh 8:44).

Jadi, penguasa / pemilik alam semesta adalah Allah (Maz 24:1-2), bukan
setan! Allah tidak pernah kehilangan kontrol atas seluruh alam semesta!

Bdk. Maz 103:19 - “TUHAN sudah menegakkan takhtaNya di sorga dan


kerajaanNya berkuasa atas segala sesuatu”.

Dari semua ini bisa disimpulkan bahwa dalam menggoda, setan sering
berdusta (bdk. Kej 3:4-5). Karena itu, hati-hati dengan dusta setan yang
menawarkan hal-hal yang indah kepada saudara!

3) Tujuan pencobaan III ini adalah:

a) Supaya Yesus mendapatkan mahkota tanpa salib.

Kalau Yesus menggunakan cara yang seharusnya, maka Ia harus menderita


dan mati disalib, baru bisa mengumpulkan orang-orang untuk datang
kepadaNya. Tetapi dengan cara setan ini, Ia hanya perlu tunduk kepada
setan, dan seluruh dunia akan diberikan kepadaNya.

Penerapan:

 Bandingkan ini dengan ajaran Theologia Kemakmuran, atau banyak


ajaran lain dalam kalangan Kharismatik yang mengatakan bahwa kalau
ikut Yesus semua problem bakal beres. Ini menjanjikan mahkota tanpa
salib!

 Semua ajaran yang mengijinkan kompromi supaya terhindar dari


kesukaran / penderitaan, sejalan dengan godaan setan ini. Misalnya:
seorang sekretaris boleh menuruti perintah bossnya untuk berdusta,
misalnya dengan mengatakan bossnya tidak ada padahal ada. Ini lagi-lagi
merupakan ajaran yang menghendaki mahkota tanpa salib.

 Nyogok, ngerpek / nyontek, dan korupsi termasuk tindakan yang


menginginkan hasil cepat tanpa salib.

b) Supaya Yesus mendapat hasil yang banyak dan cepat tetapi:

 tunduk kepada setan.

 bekerja sama dengan setan.

 menggunakan cara yang tidak halal.

Setan juga mencobai manusia dengan cara ini, misalnya:

 pergi ke dukun untuk dapatkan ‘pesogen’ (jimat untuk menjadikan kaya),


atau menggunakan kuasa gelap / jimat supaya usahanya sukses.

Kalau saudara adalah orang yang senang menggunakan kuasa gelap


untuk mendapatkan keinginan saudara, perhatikan kata-kata dalam
Yes 47:9b - “Kepunahan dan kejandaan dengan sepenuhnya akan menimpa
engkau, sekalipun banyak sihirmu dan sangat kuat manteramu”.
 korupsi, mencuri, nyogok, ngerpek.

 bekerja pada hari Sabat.

 melakukan pelayanan gereja dengan menggunakan kuasa gelap (seperti


nggeblak, dan mungkin juga kesembuhan)!

 menggodai hamba Tuhan supaya memberitakan khotbah yang enak di


telinga.

Pokoknya setan berusaha supaya manusia mau mencapai ambisinya dengan


menggunakan cara yang tidak halal, atau bahkan dengan menggunakan
kuasa setan.

B) Jawaban Yesus terhadap pencobaan III (ay 10):

1) Yesus mengusir setan. Ini menunjukkan Yesus lebih besar / berkuasa dari setan.

2) Yesus mengutip Ul 6:13.

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:

a) Lagi-lagi Ia menggunakan Firman Tuhan! Jadi, Yesus tidak pernah mengganti


senjataNya! Tiga kali Ia diserang, dan tiga kali Ia menggunakan Firman Tuhan
untuk menangkis serangan setan!

b) Ada perbedaan antara Ul 6:13 dengan Mat 4:10.

Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah
engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah”.

Tetapi dalam terjemahan NIV ada kata ‘only’ (= hanya).

NIV: ‘Fear the LORD your God, serve him only and take your oaths in his
name’ (= Takutlah kepada TUHAN, Allahmu, beribadahlah hanya kepada Dia
dan bersumpahlah dalam namaNya).

Terjemahan NIV ini salah, karena sebetulnya kata ‘only’ (= hanya) itu tidak
ada.

Memang secara implicit, kalau kita harus beribadah kepada Yahweh, maka
jelas kita hanya boleh beribadah kepada Dia. Tetapi secara explicit, tidak ada
kata ‘hanya’. Tetapi pada waktu Yesus mengutip Ul 6:13 ini dalam Mat 4:10,
Ia menjadikan kata ‘hanya’ itu menjadi explicit.

Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada
tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia
sajalah engkau berbakti!’”.

3) Ay 10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis:


Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau
berbakti!’”.

Ayat ini menunjukkan bahwa hanya Allahlah yang boleh disembah!

Kita tidak boleh menyembah apapun / siapapun selain Allah, seperti:

 setan. Misalnya: gereja setan.


 malaikat (Wah 19:10 Wah 22:8-9).

 manusia (Kis 10:25-26 Kis 14:14-18). Ini termasuk sungkem dan paikwi
kepada orang tua / kakek / nenek. Memang dalam Perjanjian Lama ada
banyak penyembahan yang dilakukan terhadap manusia seperti raja, nabi dan
sebagainya. Tetapi ingat bahwa pada jaman Perjanjian Lama kata-kata Yesus
dalam Mat 4:10 ini belum diucapkan. Ul 6:13 memang sudah ada, tetapi ingat
bahwa dalam Ul 6:13 kata ‘hanya’ itu tidak ada. Baru pada waktu Yesus
mengutipnya dalam Mat 4:10 kata ‘hanya’ itu ditambahkan. Jadi sejak
Mat 4:10 itu diucapkan, tidak boleh lagi ada penyembahan terhadap manusia,
sekalipun motivasi / tujuannya hanya untuk penghormatan. Ini terlihat dengan
jelas misalnya dalam Kis 10:25-26 dimana Petrus menolak penyembahan dari
Kornelius, sekalipun jelas bahwa Kornelius bukan menyembahnya sebagai
Allah, tetapi hanya sekedar sebagai penghormatan saja.

 orang mati, baik itu orang tua, nenek moyang atau Maria / ‘orang suci’.

 berhala (Kel 20:4-6).

Tetapi Yesus mengijinkan orang menyembah diriNya sendiri (Mat 14:33 Mat
28:9,17 Yoh 9:38 Yoh 20:28), karena Ia memang adalah Allah sendiri.

Penutup.
1) Iblis pergi dan menunggu saat yang baik.

Luk 4:13 - “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari padaNya dan
menunggu waktu yang baik”.

Sekalipun di sini ia sudah dikalahkan, dan ia tidak berhasil menjatuhkan Yesus ke dalam
dosa, tetapi ia bukannya lalu pergi selama-lamanya. Ia memang pergi, tetapi ia
menunggu saat yang baik untuk menyerang / mencobai lagi. Ada 2 hal yang bisa kita
dapatkan dari sini:

a) Setan mempunyai ketekunan yang luar biasa dalam mencobai, baik dalam mencobai
Yesus maupun dalam mencobai kita.

Apakah saudara tekun dalam:

 belajar Firman Tuhan?

 berdoa?

 berjuang melawan pencobaan / dosa? Bdk. Ibr 12:1-4.

Kalau setannya tekun dalam mencobai, sedangkan kita tidak tekun dalam belajar
Firman Tuhan, berdoa dan berjuang melawan pencobaan, maka bagaimana kita bisa
menang?

b) Kalau saudara berhasil mengatasi serangan / pencobaan setan, jangan lalu ‘mabuk
/ lupa daratan’ oleh kemenangan itu. Ingat bahwa ia menunggu saat yang baik untuk
menyerang saudara lagi! Jadi tetaplah waspada dan berjaga-jaga.

2) Malaikat-malaikat melayani Yesus (ay 11 Mark 1:13b).

Ini pasti termasuk memberi Yesus makan. Yesus tidak mau menggunakan cara yang
tidak halal untuk mendapatkan makanan, dan sekarang Ia mendapatkan makanan dari
malaikat!
Penerapan:

Kalau saudara mempunyai kebutuhan yang hebat, misalnya kesembuhan atau uang
atau pasangan hidup, dan setan menawarkan kepada saudara untuk bisa mendapatkan
hal-hal itu secara salah, misalnya dengan mendapatkan kesembuhan melalui dukun,
mendapatkan uang dengan korupsi, mendapatkan pasangan hidup yang tidak seiman,
dsb, maka jangan turuti tawaran setan itu. Sekalipun tawaran setan itu kelihatannya
adalah satu-satunya jalan keluar, saudara tetap harus menolaknya! Kalau saudara
menolak tawaran setan itu, dan Tuhan menganggap bahwa apa yang saudara inginkan
itu memang merupakan kebutuhan saudara, maka Tuhan sendiri akan menyediakan
kebutuhan saudara itu pada saatNya dan dengan caraNya sendiri!

MATIUS 4:12-25
I) Yesus mulai dengan pelayananNya (ay 12-17).
A) Yesus pindah ke Galilea setelah mendengar bahwa Yohanes Pembaptis ditangkap
(ay 12).

Ini Ia lakukan bukan karena takut tetapi karena Ia tahu bahwa saatnya untuk mati
belum tiba. Pada waktu Ia tahu bahwa saatnya untuk mati sudah tiba, Ia bahkan
sengaja melangkahkan kakiNya ke Yerusalem (Mat 16:21-23 Mat 17:22-23 Mat
20:17-19 Mat 26:1-2).

B) Yesus tinggal di Kapernaum, di daerah Zebulon dan Naftali untuk menggenapi


Firman Tuhan (ay 13-16).

Ay 15-16 adalah kutipan bebas dari Yes 9:1. Tuhan Yesus memang datang untuk
menggenapi Perjanjian Lama (Mat 5:17).

C) Yesus mulai dengan pelayananNya (ay 17).

Dia adalah Allah sendiri tetapi Ia datang untuk melayani, bukan untuk dilayani.

Mat 20:28 - “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan
untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak
orang.’”.

Bagaimana dengan saudara?

Penerapan:

 Apakah saudara merasa terlalu tinggi untuk melayani? Kalau Yesus yang adalah
Allah itu mau melayani, maka jelas bahwa kita tidak boleh merasa gengsi untuk
menjadi seorang ‘pelayan’ dalam gereja!

 Apakah saudara hanya mau dilayani dan tidak mau melayani?

D) Inti pemberitaan Firman Tuhan yang diberitakan oleh Yesus sama dengan inti
khotbah Yohanes Pembaptis (ay 17 bdk. Mat 3:2).

II) Yesus memanggil murid-muridNya (ay 18-22).


A) Panggilan Tuhan Yesus (ay 19).
1) Mengikut Yesus (ay 19 - ‘Ikutlah Aku’).

Kalau saudara menjadi orang kristen, pastikanlah bahwa saudara bukan sekedar
mengikuti suami, istri, orang tua, teman, pendeta, ataupun merk / aliran gereja
tertentu, tetapi betul-betul mengikut Yesusnya!

Mengikut Yesus ini mencakup beberapa hal:

a) Saudara harus percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan.


Saudara tidak bisa mengikuti Dia tanpa mempercayai Dia.

 Kalau saudara sekedar sudah dibaptis atau rajin ke gereja, atau bahkan
rajin melayani, tetapi hati saudara sebetulnya belum percaya kepada
Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sebetulnya saudara bukan
pengikut Kristus!

 Kalau saudara percaya kepada Yesus sebagai dokter, pemberi berkat,


pelaku mujijat, pemberi kekayaan, dsb, tetapi tidak sebagai Juruselamat
dan Tuhan, maka saudara juga bukan pengikut Kristus!

 Ini adalah langkah pertama dan terutama. Tanpa langkah ini semua
langkah yang lain tidak ada gunanya!

b) Belajar Firman Tuhan.

Bagaimana saudara bisa mengikut Dia, kalau saudara tidak tahu apa yang Ia
inginkan? Dan untuk bisa tahu apa yang Ia inginkan, saudara harus belajar
Firman Tuhan dengan rajin dan tekun. Untuk itu bacalah seluruh Kitab Suci,
ikutlah Pemahaman Alkitab yang baik, dan bacalah buku-buku rohani yang
baik.

c) Persekutuan dengan Tuhan / saat teduh.

Saat teduh, dimana saudara bisa berdoa secara pribadi dan membaca Firman
Tuhan secara pribadi, adalah sesuatu yang sangat penting dalam mengikut
Kristus, dan karenanya hal itu harus saudara lakukan dengan tekun! Bdk. Yoh
15:1-8.

d) Ketaatan.

Tidak ada gunanya saudara belajar Firman Tuhan, kalau saudara tidak
mentaatinya. Jadi, setiap kali mendengar, membaca atau belajar Firman
Tuhan, selalu perhatikan apakah ada dosa yang harus saudara buang, atau
hal baik yang harus saudara lakukan!

2) Menjadi penjala manusia.

Ada banyak kemiripan antara penjala manusia dengan penjala ikan, misalnya:

a) Penjala ikan tidak bisa menunggu supaya ikannya datang kepadanya, tetapi
ia yang harus pergi ke tempat dimana ada ikan.

Demikian juga kalau kita mau menjadi penjala manusia. Kita tidak boleh hanya
menunggu di gereja dengan harapan semua orang akan datang ke gereja,
tetapi kita harus pergi mencari jiwa (Mat 28:19). Kita harus pergi kepada orang
yang belum percaya kepada Yesus, dan memberitakan Injil kepada mereka,
supaya mereka bisa percaya kepada Yesus dan diselamatkan!

Penerapan:
Ada pendeta-pendeta yang tidak mau berkhotbah di gereja-gereja yang sesat,
dan ia menghendaki supaya orang-orang di gereja-gereja itu yang datang
kepadanya. Ini jelas merupakan sikap sombong yang tidak pada tempatnya,
dan bertentangan dengan jiwa penginjilan.

b) Penjala ikan harus mempunyai ketekunan, dan mereka harus terus berjuang
sekalipun mereka berkali-kali menarik jala yang kosong.

Demikian juga dengan penjala manusia. Ingat bahwa Pemberitaan Injil adalah
suatu pekerjaan yang paling membutuhkan ketekunan. Pada waktu
memberitakan Injil, saudara bisa tidak digubris, tetapi sebaliknya diejek,
dibantah, atau bahkan dianiaya dan dibunuh. Sering juga terjadi bahwa kita
kelihatannya berhasil mempertobatkan seseorang, tetapi setelah beberapa
minggu / bulan, orang itu mundur dan terhilang. Menghadapi semua ini, kita
harus tetap tekun dalam memberitakan Injil!

Illustrasi: seorang bernama Bob Wieland (40 tahun), ikut lomba lari marathon,
sekalipun ia tidak mempunyai kaki gara-gara perang Vietnam. Ia masuk finish
terakhir dengan catatan waktu 4 hari, 2 jam, 48 menit, 17 detik, mulai 2
November 1986 - 6 November 1986! Inilah ketekunan! Dalam pemberitaan
Injil, tirulah ketekunannya!

1Kor 15:58 - “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh,


jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu,
bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”. Kitab
Suci Indonesia agak kurang tepat terjemahannya.

KJV: ‘Therefore, my beloved brethren, be ye stedfast, unmoveable, always


abounding in the work of the Lord, forasmuch as ye know that your labour is
not in vain in the Lord’ (= Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih,
berdirilah teguh, jangan goyah, dan selalulah berlimpah-limpah dalam
pekerjaan Tuhan, karena engkau tahu bahwa pekerjaanmu tidaklah sia-sia
dalam Tuhan).

c) Penjala ikan harus mempunyai keberanian.

Khususnya di danau Galilea, setiap saat angin ribut bisa datang dengan
mendadak tanpa ada tanda-tanda lebih dulu.

Bdk. Mat 8:24 - “Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu,


sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur”.

Jadi, penjala ikan di sana menghadapi resiko yang sangat besar.

Demikian juga dengan menjadi penjala manusia. Kalau kita memberitakan Injil
/ Firman Tuhan, maka ada resiko yang harus berani kita ambil. Bagaimanapun
bijaksananya dan benarnya cara yang kita lakukan dalam memberitakan Injil
/ Firman Tuhan, hal itu selalu bisa menimbulkan kemarahan, kebencian,
permusuhan, penganiayaan terhadap diri kita (bdk. ay 12 yang menunjukkan
bahwa Yohanes Pembaptis ditangkap karena menegur Herodes).

B) Orang-orang yang dipanggil oleh Yesus.

1) Mereka sedang sibuk (ay 18,21).

Dan kesibukan mereka ini bukanlah kesibukan yang berdosa, seperti sibuk
merampok, sibuk berzinah, dsb. Kesibukan mereka adalah kesibukan yang positif
/ baik karena mereka sibuk melakukan pekerjaan yang halal. Tetapi mereka tetap
dipanggil oleh Yesus untuk mengikut Dia dan melayani Dia.
Penerapan:

Jangan menolak panggilan Tuhan (baik untuk ikut Pemahaman Alkitab maupun
pelayanan) dengan alasan sibuk! Kalau saudara melakukan hal itu, dan suatu kali
saudara membutuhkan Tuhan dan berdoa kepadaNya, jangan salahkan Tuhan
kalau Ia berkata: “Aku terlalu sibuk untuk mendengar ataupun mengabulkan
doamu!”.

Bdk. Amsal 1:24-28 - “Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak
ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan, kamu
mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, maka aku juga akan
menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke
atasmu, apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda
kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa
kamu. Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab,
mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku”.

2) Mereka adalah orang-orang yang tidak berpendidikan.

a) Tuhan memanggil orang-orang bodoh untuk mempermalukan orang-orang


pandai.

1Kor 1:27-29 - “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk
memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia,
dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang
dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih
Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang
manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah”.

Karena itu kalau saudara adalah orang yang bodoh / tidak berpendidikan,
jangan merasa bahwa Tuhan tidak mau dan tidak bisa memakai saudara.
Sebetulnya yang memegang peranan penting bukan diri kita sebagai alat,
tetapi Tuhannya sebagai pemakai alat tersebut.

Ilustrasi: senjata yang sederhana di tangan Bruce Lee bisa menjadi sesuatu
yang hebat. Demikian juga sekedar pensil dan kertas di tangan seorang
pelukis bisa menghasilkan gambar yang bagus.

Tetapi di sisi lain, jangan menjadi orang fanatik yang bodoh, yang senang dan
bangga akan kebodohan mereka.

Calvin: “When our Lord chose persons of this description it was not because he
preferred ignorance to learning: as some fanatics do, who are delighted with their
ignorance, and fancy that, in proportion as they hate literature, they approach the
nearer to the apostles” (= Pada waktu Tuhan kita memilih orang-orang seperti ini
itu bukanlah karena Ia lebih senang orang bodoh dari pada yang terpelajar,
seperti yang dilakukan oleh beberapa orang fanatik, yang senang dengan
kebodohan mereka, dan berkhayal bahwa makin mereka membenci literatur
makin mereka mirip dengan rasul-rasul).

Dalam persoalan pemanggilan orang bodoh / tak terpelajar ini, kita perlu
mengingat bahwa pada waktu Yesus memanggil orang bodoh / tak
berpendidikan, Ia bukannya lalu membiarkan mereka bodoh / tak
berpendidikan terus. Sebaliknya Yesus mengajar mereka sehingga menjadi
pandai (dalam hal rohani).

Perlu juga diingat bahwa dalam Kitab Suci orang kristen sering disebut dengan
istilah ‘murid’. Mengapa? Karena ‘murid’ adalah seorang yang belajar!
Jadi, keadaan bodoh / tak berpendidikan bukan halangan untuk melayani
Tuhan, tetapi bagaimanapun ia harus mau belajar!

b) Ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak mau memakai orang yang pandai. Paulus
adalah orang pandai dan iapun dipakai oleh Tuhan. Jadi yang penting bukan
orangnya, tetapi Tuhan yang memakai orang itu.

C) Sikap terhadap panggilan Tuhan:

1) Segera (ay 20,22).

Yesus tidak senang dengan penundaan.

Yoh 4:35-36 - “Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim
menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah
ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai. Sekarang juga
penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang
kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita”.

Luk 9:59-60 - “Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang
itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ Tetapi Yesus
berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau,
pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’”.

Mengapa Yesus tidak senang dengan penundaan? Karena:

a) Pelayanan / pemberitaan Injil adalah suatu tindakan penyelamatan terhadap


orang yang setiap saat bisa masuk ke neraka. Jadi, ini merupakan sesuatu
yang bersifat mendesak!

b) Pada saat menunda, kita sudah tidak taat!

Kalau suatu saat saudara berkata kepada pembantu saudara: ‘Ambilkan saya
minum’, dan ia menjawab: ‘Besok saja saya ambilkan’, apakah saudara
menganggap bahwa ia mentaati saudara?

c) Dari penundaan biasanya datang pembatalan.

2) Rela meninggalkan apa saja (ay 20,22).

Mereka meninggalkan pekerjaan dan keluarganya (bdk. Mat 10:37). Memang


tidak semua orang dipanggil Tuhan untuk meninggalkan keluarga / pekerjaan
(contoh: Mark 5:18-20), tetapi kalau saudara diminta meninggalkan keluarga /
pekerjaan / study, maukah saudara taat?

Catatan: Tuhan bisa memanggil seseorang untuk meninggalkan orang tua,


kakak, adik. Ini yang saya maksud dengan ‘keluarga’. Tetapi Tuhan tidak mungkin
memanggil seseorang untuk meninggalkan istrinya / suaminya!

3) Mereka menanggapi panggilan Tuhan secara keseluruhan.

 Ada orang yang mau ikut Yesus tetapi tidak mau menjala manusia.

 Ada orang yang mau menjala manusia, tetapi dirinya sendiri tidak mau ikut
Yesus (tidak mau belajar Firman Tuhan dsb).

Ini adalah orang yang menanggapi hanya sebagian dari panggilan Yesus. Tetapi
murid-murid Yesus mengikut Yesus dan juga menjala manusia. Bagaimana
dengan saudara? Apakah saudara menanggapi panggilan Tuhan secara
keseluruhan atau hanya sebagian?

III) Pelayanan Yesus dan murid-muridNya (ay 23-25).


1) Murid-murid belajar melayani dengan melihat Yesus melayani.

a) Bagi kita yang sudah bisa melayani, harus mengajak orang yang belum bisa
melayani dalam pelayanan, supaya mereka bisa melayani.

b) Bagi kita yang belum bisa melayani, harus mau belajar melayani, baik dari buku-
buku, Pemahaman Alkitab, maupun dari orang-orang yang sudah bisa melayani.

Awas! Ada beda antara orang yang tidak bisa melayani dalam suatu pelayanan
tertentu karena memang ia tidak berkarunia di situ dan orang yang tidak bisa
karena belum / tidak mau belajar melayani!

2) Tuhan Yesus melayani dalam rumah ibadat / synagogue (ay 23).

Baik Tuhan Yesus maupun rasul-rasul sangat menekankan pelayanan dalam rumah
ibadat / synagogue dan Bait Allah (Mat 9:35 Mat 13:54 Mark 1:39 Luk 4:15-
33 Luk 13:10 Yoh 18:20 Kis 3:11-dst Kis 4:2 Kis 5:20-dst Kis 9:20 Kis 13:5-
44 Kis 14:1 Kis 17:2,10 Kis 18:4,19,26).

Memang Tuhan Yesus juga melakukan pelayanan di luar Bait Allah / rumah ibadat,
misalnya dalam Yoh 4 pada waktu Ia melayani perempuan Samaria. Tetapi
bagaimanapun jelaslah bahwa Yesus sangat menekankan pelayanan dalam rumah
ibadat / Bait Allah. Ini mengajar kita untuk juga menekankan pelayanan di dalam
gereja.

Penerapan:

Apakah saudara menekankan pelayanan di dalam gereja? Pelayanan apa yang


saudara lakukan di dalam gereja? Adalah merupakan sesuatu yang aneh bahwa
jaman sekarang ada banyak orang mau aktif dalam persekutuan-persekutuan, tetapi
sama sekali tidak aktif di gereja!

3) Tuhan Yesus melayani secara rohani dan jasmani (ay 23).

Tetapi dalam ay 23 itu pelayanan rohani disebut lebih dahulu (bdk. Mat 9:1-8 -
pengampunan dosa didahulukan dari pada penyembuhannya). Jadi kitapun harus
lebih menekankan pelayanan rohani, tanpa mengabaikan pelayanan jasmani.

Penerapan:

 Banyak gereja-gereja yang penekanan pelayanannya sering lebih dititik-beratkan


pada kesembuhan, yang jelas merupakan pelayanan jasmani. Ini salah!

 Dalam kalangan gereja-gereja Protestan yang liberal, pelayanan yang sering


ditekankan adalah memberikan bantuan sosial bagi orang yang menderita seperti
yatim piatu, korban bencana alam, dsb. Ini lagi-lagi hanya pelayanan jasmani,
dan ini merupakan sesuatu yang salah. Gereja harus menekankan pemberitaan
Injil / Firman Tuhan dan bukannya berubah menjadi suatu badan sosial belaka!

MATIUS 5:1-12
Ay 1: “Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah
murid-muridNya kepadaNya”.

Kata-kata ‘naiklah Ia ke atas bukit’ dalam ay 1 ini kelihatannya bertentangan dengan bagian
paralelnya, yaitu Luk 6:17 yang berbunyi: ‘Lalu Ia turun ... pada suatu tempat yang datar’.

Bagaimana mengharmoniskan 2 bagian yang kelihatannya bertentangan / kontradiksi ini?

Calvin berpendapat bahwa Luk 6:17-19 terpisah dari Luk 6:20-dst.

John Stott mengatakan bahwa mungkin ‘tempat datar’ itu terletak di bukit. Matius menyoroti secara
global dan karena itu ia berkata ‘naiklah Ia ke atas bukit’; sedangkan Lukas menyoroti bagian / daerah
yang lebih kecil, sehingga ia berkata ‘turun ke tempat yang datar’.

penyorotan Matius

penyorotan Lukas
tempat
datar

Bukit

Ilustrasi: Tanggal 12 Nopember 2001 ada pesawat Amerika jatuh di New York, menimpa
pemukuman yang padat penduduk. Malam itu saya menonton 2 channel TV cable. CNN
mengatakan bahwa ada 4 rumah yang terbakar, sedangkan Fox News mengatakan bahwa
sedikitnya ada 12 rumah yang terbakar. Rasanya kedua berita ini bertentangan. Tetapi besoknya
segala sesuatu menjadi jelas, karena dikatakan bahwa 4 rumah terbakar total / hancur total, dan 12
rumah rusak (damaged). Jadi CNN mengatakan 4 rumah, karena hanya menyoroti rumah-rumah
yang terbakar hebat, sedangkan Fox News mengatakan sedikitnya 12 rumah, karena menyoroti
seadanya rumah yang terbakar, tak peduli terbakar banyak ataupun sedikit. Juga tentang korban
dalam pesawat, malam itu sebentar dikatakan bahwa jumlah penumpang 246 orang + 9 awak
pesawat, sebentar lagi dikatakan 251 penumpang + 9 crew pesawat, sebentar lagi kembali 246
penumpang + 9 awak pesawat. Besoknya semua menjadi jelas, karena dikatakan ada 5 bayi yang
dipangku orang tuanya dalam pesawat terbang yang jatuh itu. Rupanya waktu mengatakan 246
penumpang, mereka tidak menghitung bayi-bayi (mungkin bayi naik pesawat tanpa ticket?). Jadi
apa yang kelihatannya kontradiksi, ternyata hanya merupakan berita yang berbeda karena sudut
pandang / penekanan yang berbeda. Sebetulnya tidak ada kontradiksi!

Ay 2: “Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kataNya:”.

Tuhan Yesus mulai mengajar. Jelas sekali bahwa Yesus sangat menekankan pengajaran Firman
Tuhan.

Bdk. Mark 1:37-38 - “waktu menemukan Dia mereka berkata: ‘Semua orang mencari Engkau.’ JawabNya:
‘Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan
Injil, karena untuk itu Aku telah datang.’”.

Karena itu gereja / hamba Tuhan / orang Kristen yang baik juga harus menekankan pengajaran
Firman Tuhan. Perwujudannya:

 Firman Tuhan, dan bukannya puji-pujian, harus mendapatkan tempat yang terutama dalam
kebaktian. Jangan melakukan rapat, latihan koor, dan apapun juga yang lain pada jam Kebaktian
/ Pemahaman Alkitab.

 Gereja / Pendeta harus mengadakan Pemahaman Alkitab, yang betul-betul menggali dan
membahas Kitab Suci. Salah satu hal yang bisa dijadikan penentu bagus atau tidaknya gereja
tersebut, adalah berapa persentase dari jemaat yang hadir dalam Pemahaman Alkitab.

 Orang kristen harus mencari Firman Tuhan, baik melalui kebaktian, Pemahaman Alkitab, Saat
Teduh, buku-buku rohani, dan juga dari Alkitab langsung (Bible Reading).

Ay 3: “‘Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga”.
1) Arti dari kata ‘berbahagialah’.

a) Kata ‘bahagia’ di sini tidak menunjuk pada ‘perasaan bahagia’ yang terasa dalam hati kita.
Kalau kata ‘bahagia’ memang menunjuk pada perasaan bahagia dalam hati kita, bagaimana
mungkin bisa ada ay 4 yang berbunyi: “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka
akan dihibur”? Disamping itu terjemahan yang sebenarnya bukan ‘berbahagialah’, tetapi
‘blessed’ (= diberkatilah) seperti dalam KJV/RSV/NIV/NASB. Memang ada yang
menterjemahkan ‘happy’ (= berbahagialah) seperti Good News Bible, tetapi ini merupakan
terjemahan yang kurang tepat.

b) Juga kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ ini tidak menunjuk pada kebahagiaan / keadaan
diberkati menurut ukuran dunia / jasmani, seperti kaya, sukses, sehat dan sebagainya.
Mengapa? Karena kalau demikian bagaimana bisa dikatakan ‘Berbahagialah / diberkatilah
orang yang dianiaya / dicela / difitnah’ seperti dalam Mat 5:10-11?

c) Kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ di sini menunjuk pada kebahagiaan / keadaan diberkati


dalam pandangan Tuhan. Jadi, dalam pandangan Tuhan orang-orang seperti dalam Mat 5:3-
12 adalah orang yang berbahagia / diberkati. Bisa saja pandangan Tuhan ini bertentangan
dengan pandangan manusia. Jadi bisa saja kita miskin, gagal, menderita, dianiaya, lemah
dsb, tetapi dalam pandangan Tuhan kita berbahagia / diberkati. Sebaliknya bisa saja kita
kaya, berkedudukan tinggi, sukses, dsb, tetapi dalam pandangan Tuhan kita celaka /
terkutuk.

Bdk. Luk 6:24-26 - “Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu
telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan
lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.
Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang
mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.’”.

Kalau kita melihat cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), yang mana dari
mereka yang berbahagia / diberkati menurut pandangan manusia? Pasti orang kayanya.
Tetapi yang mana yang berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan? Jelas Lazarusnya!

Tetapi awas! Ini tidak berarti bahwa semua orang yang miskin, gagal, menderita pasti
berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan! Adalah mungkin untuk menjadi miskin,
gagal, menderita, dsb, dan sekaligus celaka / terkutuk dalam pandangan Tuhan. Contoh:
orang yang miskin, menderita dsb, tetapi tetap tidak percaya / ikut Tuhan.

Juga tidak berarti bahwa orang yang kaya, sukses, berkedudukan tinggi pasti celaka /
terkutuk dalam pandangan Tuhan. Bisa saja seseorang kaya, sukses, berkedudukan tinggi,
dan sekaligus berbahagia / diberkati dalam pandangan Tuhan. Contoh: Abraham, Daud, dan
sebagainya.

Renungkan: apakah saudara ingin menjadi orang yang berbahagia / diberkati dalam
pandangan manusia atau dalam pandangan Tuhan?

Arti tentang kata ‘berbahagialah’ / ‘diberkatilah’ ini harus kita camkan dalam sepanjang pelajaran
tentang ‘Ucapan Bahagia’ dalam Mat 5:3-12 ini.

2) ‘Miskin di hadapan Allah’.

a) ‘Miskin’.

Ada beberapa kata bahasa Yunani yang berarti ‘miskin’:

 PENES atau PENICHROS yang artinya adalah ‘miskin tetapi masih mempunyai sesuatu’.
 PTOCHOS yang artinya adalah ‘miskin dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa’.
Dalam Luk 16:20 kata ‘pengemis’ yang ditujukan kepada Lazarus itu dalam bahasa
Yunaninya adalah PTOCHOS. Bacalah Luk 16:20-21 untuk mendapat gambaran tentang
PTOCHOS itu.

Luk 16:20-21 - “Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok,
berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa
yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya”.

Ia bukan hanya tidak mempunyai rumah, tetapi juga tidak mempunyai uang untuk
membeli makanan atau obat / perban untuk mengobati / membalut luka-lukanya.

Pulpit Commentary:

 “PTOCHOS, in classical and philosophical usage, implies a lower degree of poverty than
PENES (2Cor 9:9)” [= PTOCHOS, dalam penggunaan klasik dan filosofis, menunjukkan
tingkat kemiskinan yang lebih rendah dari PENES (2Kor 9:9)].

 “The PENES may be so poor that he earns his bread by daily labour; but the PTOCHOS is so
poor that he only obtains his living by begging ... The PENES has nothing superfluous, the
PTOCHOS has nothing at all” (= Orang yang PENES adalah orang yang miskin sehingga ia
mendapatkan roti / makanannya melalui kerja keras setiap hari; tetapi orang yang
PTOCHOS adalah orang yang begitu miskin sehingga ia hanya mendapatkan
penghidupannya melalui pengemisan ... Orang yang PENES tidak mempunyai apapun
secara berlebihan, orang yang PTOCHOS sama sekali tidak mempunyai apapun).

Dalam Luk 21:1-4 terdapat cerita tentang seorang janda miskin yang memberikan seluruh
uangnya kepada Tuhan.

Luk 21:1-4 - “(1) Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan
persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda miskin
memasukkan dua peser ke dalam peti itu. (3) Lalu Ia berkata: ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. (4) Sebab mereka
semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari
kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.’”.

Dalam Luk 21:2 ada kata ‘miskin’ dan demikian juga dalam Luk 21:3, tetapi dalam Luk 21:2
digunakan kata Yunani PENICHROS dan dalam Luk 21:3 digunakan kata Yunani
PTOCHOS. Mengapa berbeda? Karena dalam Luk 21:2 sekalipun ia miskin, ia masih
mempunyai uang sedikit, jadi digunakan kata PENICHROS. Tetapi setelah uangnya
dipersembahkan semua, ia tidak mempunyai apa-apa lagi, sehingga dalam Luk 21:3
digunakan kata PTOCHOS.

Kata ‘miskin’ yang digunakan dalam Mat 5:3 adalah PTOCHOS!

b) Kata-kata ‘di hadapan Allah’ salah terjemahan.

NIV/NASB: in spirit (= dalam roh).

Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan ‘miskin’ dalam Mat 5:3 ini bukanlah ‘miskin
dalam hal jasmani / uang’.

Dalam persoalan ini, dalam dunia ini ada 3 golongan manusia:

1. Orang yang merasa dirinya baik (‘kaya dalam roh’) seperti:

a. Orang Farisi dalam Luk 18:9-12 (perumpamaan Yesus tentang 2 orang yang berdoa
di Bait Allah).
Luk 18:9-12 - “Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan
memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: ‘Ada dua
orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut
cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap
syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok,
bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa
dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku”.

Perhatikan bahwa dalam doanya bukan saja ia merendahkan orang-orang lain yang
ia anggap berdosa / jahat, tetapi ia juga ‘memamerkan’ kebaikan / kesalehannya
kepada Tuhan!

b. Jemaat Laodikia.

Wah 3:17 - “Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan
aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan
malang, miskin, buta dan telanjang”.

Apakah saudara merasa diri saudara baik / lebih baik dari orang lain? Ingat bahwa
Mat 5:3 yang berbunyi “Berbahagialah orang yang miskin dalam roh, karena merekalah yang
empunya Kerajaan Sorga” secara implicit menunjukkan “Celakalah orang yang kaya dalam
roh (yang merasa diri baik) karena merekalah yang empunya neraka (akan pergi ke neraka)”.

2. Orang yang merasa diri berdosa tetapi toh masih merasa dirinya mempunyai kebaikan.
Ini adalah miskin dalam arti PENES / PENICHROS bukan PTOCHOS! Jadi golongan ini
belum bisa dikatakan berbahagia! Mungkin ini adalah golongan orang yang paling
banyak terdapat di gereja. Mereka merasa diri sebagai orang berdosa, tetapi mereka
juga merasa diri lumayan baik, karena mereka masih mau pergi ke gereja, memberi
persembahan, melayani Tuhan, tidak melakukan hal-hal yang maksiat, dan sebagainya.
Mereka tidak merasa diri sebagai hitam legam, tetapi sebagai abu-abu atau putih
berbintik-bintik. Apakah saudara termasuk golongan ini?

3. Orang yang merasa dirinya penuh dosa dan sama sekali tidak bisa berbuat baik.

Pulpit Commentary: “Christ here affirms the blessedness of those who are in their spirit
absolutely devoid of wealth. It cannot mean that they are this in God’s opinion, for in God’s
opinion all are so. It means therefore, that they are this in their own opinion” (= Di sini Kristus
menegaskan keadaan diberkati dari orang-orang, yang dalam roh mereka sama sekali tidak
mempunyai kekayaan. Ini tidak bisa diartikan bahwa mereka adalah seperti itu dalam
pandangan Allah, karena dalam pandangan Allah semua adalah demikian. Karena itu, itu
berarti bahwa mereka adalah demikian dalam pandangan mereka sendiri).

Jadi, orang yang termasuk golongan ini adalah orang yang menyadari sepenuhnya
bahwa hidupnya hanyalah dosa, dosa, dan dosa. Ia tidak menganggap diri sebagai putih,
abu-abu, putih berbintik-bintik, tetapi sebagai hitam legam.

Kalau saudara adalah orang yang merasa diri baik / saleh / suci, atau lumayan baik,
maka coba perhatikan gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia
di hadapan Allah.

Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami
seperti kain kotor”.

Perhatikan bahwa Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa kami seperti kain kotor’. Ia juga
tidak mengatakan ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’. Ia mengatakan ‘segala
kesalehan kami seperti kain kotor’.
Kalau kesalehan kita digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana
dengan dosa kita?

Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka
menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di
hadapanKu”.

Dosa / kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV
menterjemahkannya: ‘a woman’s monthly uncleanness’ (= kenajisan bulanan dari
seorang perempuan).

Bandingkan juga dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia
cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24)
Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu,
maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis
juga”.

Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa
datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV
menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).

Jadi Kitab Suci menggambarkan kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan
dosa / kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat
mengalami datang bulan!

Kalau saudara adalah orang yang menganggap diri saudara suci atau lumayan baik,
renungkan bagian ini!

Contoh orang yang termasuk PTOCHOS:

 Rasul Paulus.

Ro 7:18-19 - “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia,
tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal
berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku
perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.

1Tim 1:15 - “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang
ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling
berdosa”.

Merupakan sesuatu yang aneh bahwa pada saat Paulus belum bertobat, ia
menganggap dirinya bisa mentaati hukum Taurat tanpa cacat.

Fil 3:4-6 - “(4) Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah.
Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi:
(5) disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli,
tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, (6) tentang kegiatan aku
penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”.

Tetapi setelah ia bertobat, dan tumbuh dalam pengertian Firman Tuhan dan
kekudusan, ia justru merasa dirinya penuh dengan dosa.

 Pemungut cukai dalam Luk 18:13 - “Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan
ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah,
kasihanilah aku orang berdosa ini”.

 Anak bungsu / terhilang.


Luk 15:17-19 - “Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan
bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan
bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa
terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah
aku sebagai salah seorang upahan bapa”.

3) ‘Karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga’.

Inilah alasan mengapa golongan ini disebut berbahagia: mereka adalah pemilik kerajaan Sorga.
Tetapi mengapa mereka disebut sebagai pemilik kerajaan surga?

a) Karena orang seperti ini tidak akan berusaha masuk surga dengan usahanya sendiri. Dia
akan mengemis pengampunan kepada Tuhan (bdk. Luk 18:13-14). Sebaliknya, orang yang
merasakan dirinya baik / lumayan akan berusaha masuk surga dengan usahanya / perbuatan
baiknya sendiri. Ini tidak mungkin berhasil, karena Kitab Suci memang tidak pernah
mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik! Jadi, orang-orang seperti ini justru akan
masuk neraka!

b) Kristus juga berkata bahwa Ia datang untuk memanggil orang berdosa bukan orang benar.

Mat 9:10-13 - “Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai
dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-muridNya. Pada waktu orang
Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: ‘Mengapa gurumu makan
bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?’ Yesus mendengarnya dan berkata:
‘Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti
firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang
bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.’”.

Kata-kata Yesus ini tidak berarti bahwa dalam dunia ini ada orang-orang yang benar dan ada
orang-orang yang berdosa. Tidak, Kitab Suci mengatakan bahwa semua orang berdosa
(Ro 3:10-12,23), tetapi ada yang sekalipun berdosa tetapi menganggap dirinya baik / benar,
dan ada yang menyadari dirinya berdosa. Yesus datang bukan untuk kelompok pertama
tetapi untuk kelompok kedua!

4) Cara menjadi PTOCHOS.

a) Berdoalah dengan tekun supaya Tuhan membukakan mata saudara sehingga saudara bisa
melihat dosa-dosa saudara. Salah satu fungsi Roh Kudus adalah menyadarkan kita dari
dosa.

Yoh 16:8 - “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan
penghakiman”.

Tanpa pekerjaan Roh Kudus kita tidak mungkin menjadi PTOCHOS!

Banyak orang berdoa meminta berkat, kesembuhan, bahkan karunia-karunia, tetapi tidak
banyak yang meminta pencelikan terhadap dosa.

b) Jangan membandingkan diri dengan orang lain.

Dengan membandingkan diri dengan orang yang jahat kita akan merasa diri kita baik (bdk.
Luk 18:11 - orang Farisi itu merasa diri baik karena ia membandingkan dirinya dengan
pemungut cukai dan orang-orang berdosa yang lain). Standard hidup kita adalah Firman
Tuhan / kehidupan Tuhan Yesus, bukan kehidupan orang lain.

Illustrasi: seorang murid yang mendapat nilai 4 bisa saja merasa nilainya bagus, kalau ia
membandingkan dengan murid yang lebih bodoh, yang mendapat nilai 2.
c) Belajarlah Firman Tuhan!

 Satu hal yang perlu dicamkan adalah: saudara harus menggabungkan point no a) dan
point no c) ini. Hanya berdoa untuk meminta Roh Kudus mencelikkan mata kita terhadap
dosa-dosa kita, tetapi tidak mau belajar Firman Tuhan, tidak akan menjadikan kita
PTOCHOS. Mengapa? Karena cara Roh Kudus mencelikkan mata kita adalah dengan
menggunakan Firman Tuhan. Sebaliknya, kalau kita hanya belajar Firman Tuhan tetapi
tidak berdoa untuk meminta pencelikan terhadap dosa-dosa kita dari Roh Kudus,
mungkin sekali kita akan menjadi semacam ahli-ahli Taurat / orang-orang Farisi, yang
hanya melihat kesalahan orang-orang lain, tetapi merasa dirinya benar (self-righteous
person).

 Firman Tuhan menunjukkan dosa-dosa kita (Ro 3:20 2Tim 3:16). Dan juga, makin kita
mengerti Firman Tuhan, makin kita akan diperhadapkan dengan Allah yang maha suci
sehingga kita makin akan merasa penuh dosa.

d) Bandingkan Firman Tuhan dengan diri saudara sendiri, jangan dengan orang lain. Firman
Tuhan harus menjadi cermin, bukan kaca spion! Memang kalau kita sudah membandingkan
Firman Tuhan dengan diri kita, tentu kita juga boleh membandingkannya dengan orang lain,
karena kita harus saling memperhatikan dan mendorong dalam perbuatan baik (Ibr 10:24-
25).

e) Jangan mencari alasan / kambing hitam untuk menutupi dosa saudara atau membenarkan
kesalahan saudara! Bdk. Kej 3:12-13 1Sam 15:13-15,20-21. Salah satu cara mencari
kambing hitam yang saat ini banyak terdapat, khususnya dalam kalangan Kharismatik dan
Pentakosta, adalah dengan melemparkan kesalahan kepada roh zinah, roh dusta, roh
marah, dan sebagainya. Dalam menghadapi ajaran seperti ini perlu diingat bahwa Adam dan
Hawa juga jatuh karena serangan setan, dan setan memang disalahkan dan dihukum, tetapi
Adam dan Hawa juga! Jadi, kalau mereka hanya menyalahkan roh dusta, roh zinah dsb,
tetapi tidak menekankan bahwa orang yang berdusta dan berzinah itu harus bertobat, maka
itu berarti mereka hanya mencari kambing hitam.

Makin saudara menutupi dosa dan mempertahankan dosa-dosa saudara, makin keras hati
saudara. Tetapi makin saudara mentaati Firman Tuhan, makin peka saudara terhadap dosa
saudara!

Ay 4: “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur”.

1) ‘Berdukacita’.

a) Harus diartikan berhubungan dengan ay 3.

Ini adalah sambungan dari ay 3, dan karena itu harus ditafsirkan berhubungan dengan
ay 3nya. Jadi, yang dimaksud dengan dukacita, bukanlah sembarang dukacita, tetapi
dukacita karena kesadaran akan dosa. Jadi Mat 5:4 tidak boleh dipisahkan dari Mat 5:3.
Kalau saudara sadar bahwa diri saudara penuh dengan dosa, tetapi saudara tidak
berdukacita karenanya, saudara bukan orang Kristen! Celakalah saudara!

b) Arti sebetulnya bukan ‘berdukacita’, tetapi ‘berkabung’.

Kata ‘berduka cita’ (PENTHEO) arti sebenarnya adalah ‘to mourn’ (= berkabung). Bdk.
Mark 16:10 dan Kej 37:34 (Septuaginta / LXX). Jadi tidak cukup sekedar sedih, tetapi harus
sangat sedih!

Apakah saudara sangat sedih karena dosa-dosa saudara? Apakah saudara sangat sedih
karena setiap dosa saudara atau hanya karena dosa-dosa tertentu saja?
Kalau saudara betul-betul mengasihi Allah, dan saudara sadar bahwa setiap dosa menyakiti
Allah dan setiap dosa menyebabkan Kristus menderita dan disalibkan sampai mati, maka
saudara seharusnya akan sangat sedih karena setiap dosa saudara.

c) Contoh orang yang berkabung karena dosa:

 Rasul Paulus dalam Ro 7:24 - “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku
dari tubuh maut ini?”.

 Daud dalam Maz 51 (baca seluruh Maz 51, yang merupakan doa pengakuan dosa Daud
setelah disadarkan dari dosa perzinahan dan pembunuhan yang ia lakukan).

 Pemungut cukai dalam Luk 18:13.

2) ‘akan dihibur’.

Orang-orang yang berkabung karena dosa-dosanya ini ‘akan dihibur’, artinya mereka akan
diampuni sehingga mereka akan bersukacita kembali.

Ro 7:24-25 - “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur
kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.

Maz 51:9,10,16 - “Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir,
basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju! Biarlah aku mendengar kegirangan dan
sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali! ... Lepaskanlah aku dari hutang
darah, ya Allah, Allah keselamatanku, maka lidahku akan bersorak-sorai memberitakan keadilanMu!”.

Luk 18:14 - “Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan
Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan
barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.’”.

Bagian ini secara implicit tidak membenarkan orang yang berkabung secara berlarut-larut karena
dosanya. Kita harus membawa dosa-dosa itu kepada Kristus, meminta pengampunan dariNya,
percaya bahwa Ia pasti mau mengampuni dosa kita itu, merasakan penghiburan dari
pengampunan tersebut, dan bersukacita kembali!

Ay 5: “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi”.

A) ‘Lemah lembut’.

1) Arti yang salah:

 seperti ‘putri Solo’.

 weakness (= kelemahan).

Seseorang berkata: “Meekness is not weakness” (= Kelembutan bukanlah kelemahan)!

2) Kata ‘lemah lembut’ dalam bahasa Yunaninya adalah PRAUS, yang merupakan suatu kata
yang sukar sekali untuk diterjemahkan. William Barclay memberikan 3 hal untuk menjelaskan
arti PRAUS ini:

a) Ia mengatakan bahwa Aristotle sering mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang
extrim. Misalnya: murah hati terletak diantara pelit / kikir dan boros.

PRAUS terletak diantara ‘marah yang berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah marah’. Jadi,
orang yang PRAUS bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang
berlebihan, tetapi selalu marah pada saat yang tepat. Perlu diingat bahwa marah belum
tentu merupakan dosa. Musa disebut sebagai orang yang lemah lembut (Bil 12:3), tetapi
ia pernah marah (Kel 32:19).

Bil 12:3 - “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia
yang di atas muka bumi”.

Kel 32:19 - “Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang
menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya
dan dipecahkannya pada kaki gunung itu”.

Demikian juga dengan Tuhan Yesus. Ia menyebut diriNya lemah lembut (Mat 11:29),
tetapi berulang-ulang Ia marah (Mat 23:13-36 Yoh 2:13-17 Mark 3:5).

Mat 11:29 - “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut
dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”.

Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang
sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia
mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu”.

Yoh 2:13-17 - “Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke
Yerusalem. Dalam Bait Suci didapatiNya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan
merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir
mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-
penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkanNya. Kepada pedagang-
pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah
BapaKu menjadi tempat berjualan.’ Maka teringatlah murid-muridNya, bahwa ada tertulis:
‘Cinta untuk rumahMu menghanguskan Aku.’”.

Kemarahan yang bersifat egois / selfish anger (misalnya kalau kita marah karena ada
orang berbuat salah kepada kita), jelas adalah kemarahan yang salah. Tetapi kemarahan
yang terjadi pada waktu kita melihat orang lain ditindas (bdk. 1Sam 11:6), atau pada saat
kita melihat suatu dosa, atau pada saat kita melihat adanya ajaran sesat
(Wah 2:2 2Kor 11:4), jelas merupakan kemarahan yang benar.

1Sam 11:6 - “Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan
menyala-nyalalah amarahnya dengan sangat”.

Perhatikan bahwa Roh Allah berkuasa atas Saul, tetapi ia menjadi sangat marah, karena
ada penindasan terhadap orang-orang Yabesy-Gilead.

Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku
tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah
mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa
engkau telah mendapati mereka pendusta”.

Jemaat gereja Efesus ini dipuji oleh Tuhan, karena mereka tidak dapat sabar terhadap
orang-orang jahat / rasul-rasul palsu.

2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain
dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada
yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.

Sebaliknya, jemaat Korintus dikecam oleh Paulus karena mereka sabar saja pada waktu
ada pengajar-pengajar sesat.
b) Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang yang sudah dijinakkan / dikuasai
sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik / majikannya. Jadi dalam arti yang kedua
ini orang yang PRAUS adalah orang dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.

Penerapan:

Kalau saudara mendengar Firman Tuhan yang ‘menyerang’ hidup saudara, apalagi kalau
‘mengurangi’ penghasilan saudara, apakah saudara mau tunduk?

c) Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS
mengandung arti ‘rendah hati’.

Bdk. Maz 37:11 - “Tetapi orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira
karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah”.

Kerendahan hati timbul karena pengenalan yang benar tentang diri sendiri. Karena itu
Mat 5:3 (kenal diri sendiri sebagai orang penuh dosa) harus terjadi sebelum Mat 5:5
(rendah hati) bisa terjadi.

3) Tiap orang Kristen harus mempunyai sifat PRAUS ini, karena PRAOTES (kata bendanya)
adalah salah satu dari 9 hal yang merupakan buah Roh Kudus (Gal 5:22-23 - ‘kelemah-
lembutan’).

B) ‘Memiliki bumi’.

Ini salah terjemahan. Terjemahan yang benar adalah ‘mewarisi bumi’.

1) Arti yang salah:

a) Ajaran Saksi Yehovah yang mengatakan bahwa nanti hanya 144.000 orang yang akan
masuk surga, sedangkan sisanya akan tinggal di bumi yang disempurnakan. Ajaran ini
bertentangan dengan 2Pet 3:9-12 dan Wah 21:1, yang jelas menunjukkan bahwa bumi /
alam semesta akan dihancurkan pada waktu Kristus datang kedua kalinya.

2Pet 3:10-13 - “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap
dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi
dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur
secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup yaitu kamu yang menantikan dan
mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-
unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Tetapi sesuai dengan janjiNya, kita menantikan
langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran”.

Wah 21:1 - “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama
dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi”.

b) Memiliki bumi berarti kita akan jadi kaya (theologia kemakmuran).

2) Arti yang benar: Ada beberapa kemungkinan:

a) Kita / orang kristen memang memiliki bumi dalam arti tertentu.

1. Di dalam Kristus, kita memiliki segala sesuatu (1Kor 3:21,22 2Kor 6:10).

2. Sekalipun ditinjau secara materi / duniawi orang dunia mempunyai banyak dan orang
Kristen mempunyai sedikit tetapi ada hal-hal yang perlu kita ingat:
 Untuk orang dunia:

 bukan ia yang memiliki harta, tetapi hartanya yang memiliki / menguasai dia
(menjadi dewa).

 ia tidak mempunyai damai; semua miliknya sia-sia.

 Sedang untuk orang Kristen, William Hendriksen berkata:

“They may possess only a small portion of this earth or of earthly goods, but a small
portion with God’s blessing resting upon it is more than the greatest riches without
God’s blessing” (= Mereka mungkin hanya mempunyai sebagian kecil dari bumi ini atau
dari harta duniawi, tetapi sebagian kecil disertai berkat Allah di atasnya adalah lebih
banyak dari pada kekayaan yang terbesar tanpa berkat Allah).

b) Yang dimaksud dengan ‘bumi’ adalah ‘langit dan bumi yang baru’ (Wah 21:1).

c) ‘Memiliki / mewarisi bumi’ berarti ‘diberkati oleh Tuhan’.

Dari mana bisa muncul arti seperti ini? Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan ‘bumi’
adalah gh (GE), yang mempunyai bermacam-macam arti yaitu: earth (= bumi), land (=
tanah / negeri / daratan), country (= negeri), region (= daerah / wilayah), soil (= tanah),
ground (= tanah). Jadi, sekalipun bisa diterjemahkan ‘bumi’, tetapi bisa juga
diterjemahkan ‘tanah’ / ‘negeri’. Tuhan berjanji untuk memberikan tanah Kanaan kepada
Abraham (Kej 12:1-3,7). Selama ratusan tahun janji itu diulang-ulang kepada bangsa
Israel. Akhirnya kata-kata ‘memiliki / mewarisi tanah’ menjadi suatu ungkapan yang
artinya ‘menerima berkat Tuhan’ atau ‘diberkati oleh Tuhan’. Karena itu istilah ‘mewarisi
bumi’ atau ‘mewarisi negeri’ muncul berulang-ulang, seperti dalam
Maz 25:13 Maz 37:9,11,22,29,34 Yes 57:13. Bacalah ayat-ayat tersebut maka saudara
akan melihat dengan jelas bahwa istilah ‘mewarisi bumi / negeri’ memang bisa diartikan
‘diberkati oleh Tuhan’.

Ay 6: “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan”.

A) ‘Lapar dan haus’.

1) Ini adalah kata kiasan yang artinya ‘rindu’ / ‘ingin sekali’ (bdk. Maz 42:2,3 Maz 63:2).

2) Ini adalah pertanda dari kehidupan yang sehat; sebaliknya, ‘tidak lapar / haus’ menunjukkan
mati / sakit.

3) ‘Lapar dan haus’ pasti ada wujudnya, yaitu mencari makan / minum.

4) ‘Lapar dan haus’ terjadi setiap hari; dan kalau orang yang lapar dan haus itu tidak
mendapatkan yang diingini, maka orangnya akan menderita.

B) ‘Kebenaran’.

1) Ini adalah hal rohani, bukan materi / duniawi.

2) ‘Kebenaran’ yang dimaksud di sini bukanlah ‘kebenaran secara hukum / legal’ (justification)
seperti dalam Ro 9:30-10:4, melainkan ‘kebenaran secara moral’ atau ‘kesucian’.

C) ‘Lapar dan haus akan kebenaran’.

1) Orang yang disebut berbahagia adalah orang yang rindu pada hal-hal rohani.
Banyak orang hanya rindu pada hal-hal duniawi / materi seperti sex, uang, kekuasaan,
kedudukan, hiburan, makanan / minuman dan lain-lain. Kitab Suci justru memperingatkan
kita terhadap hal-hal tersebut (Luk 21:34-36).

2) Orang yang berbahagia adalah orang yang rindu pada kesucian.

Sadar akan dosa (Mat 5:3) dan sedih karena dosa (Mat 5:4) tidak cukup! Harus disertai
dengan keinginan untuk menjadi suci (Mat 5:6). Kerinduan pada kesucian ini tidak
terpisahkan dari kebencian pada dosa. Apakah saudara membenci semua dosa? Kalau
saudara rindu pada kesucian dan benci pada dosa, itu merupakan pertanda bahwa rohani
saudara hidup / sehat; tetapi kalau saudara tidak rindu pada kesucian dan saudara mencintai
dosa, itu pertanda bahwa rohani saudara mati / sakit.

3) Kerinduan pada kesucian / kebencian pada dosa itu harus ada wujudnya, yaitu:

 Mencari Firman Tuhan (Pemahaman Alkitab, Saat Teduh), karena Firman Tuhan
merupakan alat Tuhan untuk menyucikan kita (Yoh 15:3 Yer 23:29a).

 Berdoa supaya Tuhan menolong saudara dalam kelemahan saudara (Mat 26:41).

 Menjauhi pencobaan (bdk. Mat 6:13a). Adalah aneh kalau kita berdoa sesuai dengan
kalimat ini, tetapi kita justru mendekati pencobaan.

Apakah 3 hal yang merupakan wujud dari keinginan untuk suci ini ada pada saudara? Kalau
tidak ada, mungkin saudara sebetulnya tidak rindu untuk suci!

4) Kerinduan untuk suci dan 3 wujudnya di atas harus ada tiap hari. Dan kalau tak dituruti,
saudara akan menderita.

Apakah saudara merasa menderita kalau saudara tidak bisa datang dalam Pemahaman
Alkitab? Saudara mungkin sukar untuk melewatkan 1 hari tanpa makanan jasmani, tetapi
bagaimana 1 hari kalau tanpa makanan rohani? Apakah saudara ‘menderita’ atau ‘tenang-
tenang’ saja?

D) ‘Akan dipuaskan’.

Artinya:

1) Akan mendapatkan kesucian (secara bertahap).

Mengapa kesucian saudara tidak bertumbuh? Mungkin karena saudara tidak betul-betul
rindu pada kesucian. Kalau saudara betul-betul rindu, saudara pasti akan bertumbuh!

2) Akan bersukacita.

Tiap orang Kristen yang sungguh-sungguh pasti akan bersukacita pada waktu mendengar
Firman Tuhan. Dan pada waktu ia mentaatinya ia juga akan merasakan sukacita (Yes 48:18).

Ay 7: “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan”.

A) Orang yang murah hati.

1) Arti murah hati / merciful.

Ada 3 unsur yang harus ada:

a) Kemampuan untuk melihat penderitaan orang lain dari sudut orang itu sehingga bisa ikut
merasakan penderitaannya.
b) Adanya rasa kasihan / simpati pada orang yang menderita itu.

Kamus Webster mengatakan bahwa kata bahasa Inggris ‘sympathy’ berasal dari kata
bahasa Yunani SYMPATHEIA yang berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu SYN (=
bersama-sama dengan) dan PATHOS (= feeling / perasaan).

Jadi, ‘simpati’ artinya adalah ‘merasa bersama-sama dengan orang yang menderita’. Ini
tentu baru bisa terjadi kalau no 1 di atas sudah ada.

c) Adanya tindakan menolong.

Rasa kasihan yang tidak diikuti tindakan menolong, sama sekali tidak berguna (Yak 2:15-
16 1Yoh 3:18).

2) Contoh ‘orang’ yang murah hati.

a) Allah sendiri.

Ia melihat diri kita dari sudut kita (Maz 103:14), Ia kasihan pada kita, Ia menolong kita.
Dalam diri Allah terdapat:

 Kasih Karunia / Grace / CHARIS: ini menangani dosa.

 Kemurahan hati / Mercy / ELEOS: ini menangani penderitaan akibat dosa.

b) Orang Samaria yang murah hati dalam Luk 10:30-37.

Kata ‘belas kasihan’ dalam Luk 10:37 dalam bahasa Yunaninya adalah ELEOS (=
kemurahan hati / mercy).

c) ‘Domba-domba’ dalam Mat 25:34-40; jadi, ‘murah hati’ itu adalah ciri dari ‘domba’.

3) Tindakan ‘murah hati’ yang salah.

Kalau kita tahu bahwa pertolongan / tindakan kita itu akan membawa akibat yang jelek untuk
orang yang kita tolong itu, maka tindakan ‘murah hati’ itu adalah salah.

Contoh:

 memberi uang kepada orang yang malas / tidak mau bekerja (2Tes 3:10 Amsal 3:27,28).

 meminjami uang / kendaraan yang jelas akan dipakai untuk hal-hal yang berdosa seperti
rokok, berzinah, dan sebagainya.

 mengantar orang sakit ke dukun.

 orang tua / guru / majikan yang tidak menindak anak / murid / pegawai yang salah. Ingat
bahwa kasih / kemurahan hati harus disertai dengan kebenaran (1Yoh 3:18). Juga
jangan lupa bahwa Allah kita adalah Allah yang tegas dalam mendidik anak-anaknya (Ibr
12:5-11).

4) Bagaimana bisa menjadi murah hati?

a) Harus sudah mengalami kemurahan Allah (bdk. Ef 4:32-5:2).

Yesus mengecam orang yang sudah mendapat kemurahan tetapi tidak mau bermurah
hati (Mat 18:23-35).

b) Harus mengalami penderitaan (Ibr 2:18 Ibr 4:15 2Kor 1:3-6).


Tanpa ini kita tidak akan bisa mengerti penderitaan orang lain.

Seseorang mengatakan:

“God does not comfort us to make us comfortable, but to make us comforters” (= Allah tidak
menghibur kita untuk membuat kita merasa nyaman, tetapi untuk membuat kita menjadi
penghibur).

c) Harus tahu / mengerti kebenaran / Firman Tuhan.

Tanpa ini kita akan melakukan tindakan ‘murah hati’ yang salah.

B) Orang yang murah hati akan beroleh kemurahan.

Bdk. Mat 6:14 - “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga”.

Kita harus berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat seperti ini. Ayat-ayat ini tidak berarti bahwa
kita mendapat kemurahan / pengampunan dari Allah karena kita sudah bermurah hati /
mengampuni orang lain. Ini jelas salah karena ini mengajarkan ‘salvation by works /
‘keselamatan karena perbuatan baik’ yang bertentangan dengan Ef 2:8-9 Ro 9:15-16,18.

Arti yang benar: Imanlah yang menyebabkan kita diampuni / mendapat kemurahan. Tetapi iman
itu harus dibuktikan dengan perbuatan (Yak 2:17,26) dan kemurahan hati / mengampuni orang
adalah salah satu perbuatan baik. Jadi, kita tidak bisa disebut beriman kalau kita tidak
mempunyai kemurahan hati atau tidak mau mengampuni orang, dan karena kita tidak beriman,
kita juga tidak akan mendapat kemurahan / pengampunan. Sebaliknya, kalau kita mempunyai
kemurahan hati / mau mengampuni orang, itu membuktikan kebenaran iman kita, sehingga
kitapun akan mendapat kemurahan / pengampunan.

Ay 8: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”.

A) ‘Orang yang suci hatinya’.

1) ‘Suci’.

Kata ‘suci’ ini dalam bahasa Yunani adalah KATHAROS dan kata ini digunakan untuk
menggambarkan:

 pakaian yang sudah dicuci.

 jagung / gandum yang sudah bersih.

 tentara pilihan.

 susu / anggur yang tidak dicampur dengan air.

 logam murni.

Jadi, artinya sebetulnya adalah murni (pure), tanpa kotoran / campuran. Dan memang dalam
KJV: ‘Blessed are the pure in heart: for they shall see God’ (= Diberkatilah mereka yang
murni hatinya: karena mereka akan melihat Allah). RSV/NIV/NASB juga menterjemahkan
‘pure’ (= murni).

2) Macam-macam kekotoran yang bisa ada dalam hati kita:

 kemunafikan (Mat 15:8 Mat 23:25-28).


 motivasi-motivasi yang salah (Kis 5:1-11 Mat 6:1,2,5,16).

 kesombongan.

 semua dosa-dosa lain dalam hati seperti rencana jahat, cinta uang, iri hati, kebencian,
egoisme, keinginan-keinginan duniawi, percabulan, kekuatiran, kemalasan, ketamakan,
sifat kikir, dsb.

3) Hati yang suci merupakan sesuatu yang penting karena hal itu mempengaruhi seluruh
kehidupan kita (Mat 15:18-19 Maz 24:4 Amsal 4:23).

4) Bagaimana bisa memiliki hati yang suci?

a) Beriman kepada Kristus (Kis 15:9 Ibr 9:13-14 Tit 1:15).

Tanpa langkah pertama dan terutama ini, maka langkah-langkah selanjutnya di bawah
ini tidak ada gunanya.

b) Belajar Firman Tuhan (Ro 3:20 2Tim 3:16 Yer 23:29 Yoh 15:3).

c) Introspeksi (Amsal 4:23).

Tanpa ini, pengertian Firman Tuhan tidak ada gunanya.

d) Doa pengakuan dosa (Maz 51:9,11,12 1Yoh 1:9).

e) Doa supaya Tuhan membuat hati kita menjadi suci (Maz 86:11-12 Maz 119:36,80).

B) ‘mereka akan melihat Allah’ (bdk. Ibr 12:14).

Artinya:

1) ‘Melihat Allah’ di surga setelah kita mati (1Kor 13:12 1Yoh 3:2).

Memang setiap orang akan melihat Allah setelah mati (Wah 1:7 Ro 14:10-12 Fil 2:10-
11 Wah 6:15-17). Yang dimaksud oleh Mat 5:8 ini tentu saja ‘melihat Allah’ dalam arti yang
positif.

2) ‘Melihat Allah’ di dunia ini, pada waktu kita masih hidup.

Artinya: orang yang murni / suci hatinya akan merasakan kehadiran Allah, merasa Allah
dekat dengan dia, merasakan penyertaan Allah dan mengalami persekutuan yang indah
dengan Allah.

Contoh: Yuri Gagarin (kosmonot Uni Soviet) pergi ke ruang angkasa dan tidak melihat Allah,
lalu berkata Allah tidak ada. Anehnya, kontras dengan hal itu, Jim Irwin, seorang astronout
Amerika Serikat, yang juga pergi ke ruang angkasa dan bahkan mendarat di bulan dengan
Apollo 16, justru merasakan hadirat Tuhan di bulan.

Penerapan:

Apakah saudara tidak ‘melihat Allah’ dalam kehidupan saudara sehari-hari? Kalau tidak, itu
menunjukkan bahwa ada banyak kekotoran dalam hati saudara! Bertobatlah, dan buanglah
semua kekotoran itu, dan saudara akan ‘melihat Allah’ dalam kehidupan saudara saat ini!

Ay 9: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”.

A) ‘Orang yang membawa damai’.


1) Kata ‘damai’ dalam bahasa Yunani adalah EIRENE, dan dalam bahasa Ibrani adalah
SHALOM. Kata ini tidak sekedar berarti ‘tidak bertengkar’, tetapi juga harus ada hubungan
yang benar / baik.

Illustrasi: Amerika Serikat dan Rusia memang tidak perang, tetapi tidak berarti ada damai di
antara mereka.

2) Kata-kata ‘orang yang membawa damai’ seharusnya lebih tepat diterjemahkan ‘orang-orang
yang mengusahakan damai’ (peacemakers).

Yang tidak termasuk ‘mengusahakan damai’:

 mengadu domba, memecah belah, memfitnah dan sebagainya.

 hanya melerai suatu perkelahian, tanpa betul-betul mendamaikannya.

 membiarkan suatu persoalan / kesalahan supaya tidak gegeran.

Ini sering terjadi di dalam gereja dimana pendeta, karena tidak mau gegeran, lalu
membiarkan suatu kesalahan begitu saja, Tindakan semacam ini akan menimbulkan
gegeran / kekacauan yang lebih besar di kemudian hari.

Mengusahakan damai berarti mengusahakan hubungan yang benar / baik. Ini kadang-
kadang harus dicapai dengan gegeran dulu (untuk membereskan persoalan / kesalahan).

3) Cara mengusahakan damai.

a) Kita sendiri juga harus berdamai dengan orang-orang di sekitar kita (Ro 12:18 Ibr
12:14a).

b) Kita harus mendamaikan orang dengan orang, dan juga mendamaikan mereka dengan
Allah dengan cara memberitakan Injil kepada mereka. Ingat bahwa dosalah yang
menyebabkan adanya pertengkaran antar manusia (Kej 3:12). Juga Injil disebut sebagai
Injil damai sejahtera (Ef 6:15). Kalau orang-orang itu bertobat, sehingga dosa mereka
dibereskan, maka lebih besar kemungkinan bagi mereka untuk berdamai.

B) ‘karena mereka akan disebut anak-anak Allah’.

1) Ini tak boleh diartikan bahwa kalau kita mendamaikan orang maka kita menjadi anak-anak
Allah. Penafsiran semacam ini mengarah pada ajaran sesat ‘salvation by works’ (=
keselamatan karena perbuatan baik), dan bertentangan dengan Yoh 1:12 yang mengatakan
bahwa kita bisa menjadi anak-anak Allah karena iman kepada Yesus.

2) Orang-orang yang mengusahakan damai disebut anak-anak Allah artinya ‘mirip dengan
Allah’ dan ‘mereka melakukan apa yang dilakukan Allah’.

Perhatikan beberapa hal di bawah ini yang menunjukkan hubungan ‘Allah’ dengan ‘damai’:

 Allah disebut Allah damai sejahtera (1Tes 5:23 Ibr 13:20).

 Allah disebut sebagai sumber damai sejahtera (Ro 15:33 2Kor 13:11).

 Mengusahakan damai adalah pekerjaan Allah (Ef 2:14-16 Kol 1:20).

Jadi, bukankah wajar kalau orang yang mengusahakan damai disebut anak-anak Allah?
Mereka mirip dengan Allah dan mereka melakukan apa yang Allah lakukan.
Ay 10-12: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya
Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan
segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga
telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.’”.

Adalah sesuatu yang menarik bahwa ay 9 (tentang mengusahakan damai) langsung disambung
dengan ay 10-12 (tentang penganiayaan terhadap orang Kristen). Memang, sekalipun kita berusaha
mendamaikan orang, khususnya kalau kita berusaha mendamaikan orang dengan Allah, akan ada
banyak orang akan memusuhi / menganiaya kita.

A) Penderitaan / penganiayaan.

1) Alasan Yesus memberikan bagian ini.

Calvin: “It is evident from other passages, that they foolishly imagined the kingdom of Christ to be
filled with wealth and luxuries” (= Adalah jelas dari bagian-bagian yang lain, bahwa mereka secara
tolol membayangkan bahwa Kerajaan Kristus dipenuhi dengan kekayaan dan kemewahan).

Karena itu Kristus memberikan ayat-ayat ini sebagai peringatan: ikut Yesus tidak berarti
jalannya mulus, tetapi sebaliknya penuh dengan penderitaan!

2) Yang disebut berbahagia bukanlah seadanya orang yang menderita. Ada orang-orang yang
menderita karena dosa. Ini tentu tidak disebut berbahagia (1Pet 2:20 1Pet 4:15). Ada juga
orang-orang yang menderita karena mereka mengira mereka taat pada Tuhan, tetapi
sebetulnya tidak. Ini bisa terjadi karena kurang / tidak mengerti Firman Tuhan. Misalnya:
orang yang membolos dari pekerjaan untuk melayani Tuhan, sehingga akhirnya dipecat dari
pekerjaannya dan menderita karenanya. Ini tetap adalah menderita karena dosa, sekalipun
dosanya tidak disengaja / tidak disadari.

3) Yang disebut berbahagia adakah orang yang menderita karena:

a) Kebenaran (ay 10).

Orang yang lapar dan haus akan kebenaran (Mat 5:6), justru akan menderita karena
kebenaran!

b) Kristus (ay 11).

Memang orang-orang yang percaya kepada Kristus, betul-betul mengikut Kristus dan
berusaha hidup sesuai kehendak Tuhan, pasti akan mengalami penderitaan
(Mat 10:16,25,34-36 Yoh 15:18-25 Kis 14:22 Fil 1:29 2Tim 3:12).

Luther: “The Church is the community of those who are persecuted and martyred for the gospel’s
sake” (= Gereja adalah kumpulan dari mereka yang dianiaya dan dibunuh secara syahid demi Injil).

Calvin: “We can not be Christ’s soldiers on any other condition than to have the greater part of the
world rising in hostility against us, and pursuing us even to death. The state of the matter is this.
Satan, the prince of the world, will never cease to fill his followers with rage, to carry on hostilities
against the members of Christ” (= Kita tidak bisa menjadi tentara Kristus dengan kondisi lain selain
mendapatkan sebagian besar dari dunia memusuhi kita, dan mengejar kita bahkan sampai mati.
Persoalannya adalah seperti ini. Setan, penguasa dunia ini, tidak akan pernah berhenti mengisi
pengikut-pengikutnya dengan kemarahan, untuk mengadakan permusuhan terhadap anggota-
anggota Kristus).

B) Macam-macam penderitaan.

Ay 11 dan Luk 6:22 menunjukkan bahwa penderitaan itu bisa ada dalam berbagai bentuk, yaitu:
dicela, difitnah, dianiaya, dikucilkan, dibenci, ditolak. Ini tentu tidak lengkap. Bisa saja kita dipecat
dari pekerjaan, dicerai oleh istri / suami (bdk. 1Kor 7:15), dipenjarakan, dan bahkan dibunuh.
Makin kita mendekati akhir jaman / kedatangan Kristus yang keduakalinya, maka makin hebat
penganiayaan terhadap orang Kristen (Mat 24:9,21,22). Karena itu, kalau kita tidak mau untuk
berlatih untuk menderita / berkorban bagi Kristus mulai sekarang, nanti pada saat ada
penganiayaan besar, kita pasti tidak akan kuat!

C) Sikap menghadapi penderitaan / penganiayaan.

1) Sikap yang salah:

 kasihan pada diri sendiri (self pity).

 marah / benci / membalas dendam.

 susah / sedih.

 pura-pura menikmati penderitaan.

 berkompromi dengan dosa / lari ke dalam dosa / menjauhi Tuhan.

 menjadi suam dalam kerohanian.

 menjadi takut terhadap serangan setan, sehingga mengambil keputusan untuk tidak
terlalu giat dalam mengikuti Tuhan, dengan tujuan supaya setan tidak terlalu
menyerangnya.

2) Sikap yang benar: bersuka cita dan bergembira (ay 12 bdk. 1Pet 4:13).

Mengapa bersukacita / bergembira? Bukan karena penderitaan itu sendiri! Tetapi karena:

a) Upah yang besar di surga (ay 10b,12a Ibr 11:24-26 Ro 8:18 2Kor 4:17).

b) Penderitaan itu membuktikan kemurnian iman kita (1Pet 4:14).

Yesus juga dianiaya, dan demikian juga nabi-nabi Perjanjian Lama (ay 12b), dan rasul-
rasul juga. Kalau kita tidak dianiaya, jelas ada sesuatu yang tidak beres dengan iman
kita.

c) Kita menderita karena orang yang kita cintai yaitu Kristus sendiri (ay 11 Kis 5:41).

Polycarp, murid rasul Yohanes yang pada tahun 155 / 156 M. mengalami kematian
syahid dengan jalan dibakar hidup-hidup, sebelum pembakaran itu menyatakan kata-
kata ini:

“86 years have I served Christ, and he has done me no wrong. How can I blaspheme my King
who has saved me?” (= 86 tahun aku telah melayani Kristus, dan Ia tidak pernah berbuat salah
kepadaku. Bagaimana aku bisa menghujat Rajaku yang telah menyelamatkanku?).

“O Lord God Almighty, the Father of thy well beloved and well blessed son, by whom we have
received the knowledge of thee .... I thank thee that thou hast graciously thought me worthy
of this day and of this hour” (= ‘Ya Tuhan Allah yang mahakuasa, Bapa dari AnakMu yang
kekasih Yesus Kristus, melalui siapa kami telah menerima pengenalan terhadapMu ... Aku
bersyukur kepadaMu bahwa Engkau dengan begitu baik telah menganggapku layak untuk hari
ini dan jam / saat ini).

d) Kita bisa memberi teladan yang menguatkan orang-orang Kristen yang lain. Ay 12
menunjukkan bahwa nabi-nabi itu bisa menjadi teladan bagi kita. Kalau kita menderita
karena Kristus / kebenaran dan kita tetap bisa bersukacita, kita juga bisa menjadi teladan
yang menguatkan iman orang-orang Kristen yang lain.

D) Kalau sampai sekarang saudara belum pernah menderita barang sedikitpun karena Kristus /
kebenaran, maka perhatikanlah Luk 6:26 - “Celakalah kamu jika semua orang memuji kamu; karena
secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu”.

Leon Morris (Tyndale):

 “It is a danger when all men speak well of you, for this can scarcely happen apart from sacrifice of
principle” (= Merupakan sesuatu yang berbahaya kalau semua orang memuji / berbicara baik
tentang kamu, karena ini hampir tidak mungkin terjadi terpisah dari pengorbanan prinsip).

 “It is the false prophets who win wide acclaim (cf. Je. 5:31). A true prophet is too uncomfortable to
be popular” [= Adalah nabi-nabi palsu yang memenangkan banyak tempik sorak (bdk. Yer 5:31).
Seorang nabi yang benar terlalu tidak menyenangkan untuk menjadi populer].

William Hendriksen: “When everybody speaks well of you it must be that you are a deceitful, servile
flatterer” (= Kalau setiap orang berbicara baik tentang kamu / memuji kamu, itu pasti karena kamu
adalah seorang penjilat yang mau merendahkan diri dan bersifat penipu).

Contoh: Bambang Noorsena (Gereja Orthodox Syria) berulangkali menyatakan kebanggaannya


karena ia diterima oleh tokoh-tokoh ‘orang seberang’ (padahal ‘orang seberang’ itu tidak bertobat
/ percaya kepada Yesus), dan ia mengecam orang kristen yang tidak diterima oleh ‘orang
seberang’. Ia juga mengatakan bahwa dengan sistim penyampaian seperti yang ia lakukan,
sekalipun ia tidak mengkompromikan kepercayaannya, tetapi bisa terjadi ‘agree in disagreement’
(= setuju di dalam ketidaksetujuan).

Perlu dipertanyakan mengapa ia bisa diterima oleh ‘orang seberang’ padahal mereka tidak
bertobat / percaya kepada Yesus? Jelas karena ajaran yang ia beritakan adalah Kitab Suci / Injil
yang sudah disesuaikan dengan telinga ‘orang seberang’ itu.

Misalnya ia berkata: kalau berbicara kepada orang Islam sebutlah Bapa sebagai WUJUTULAH
(= the existence of God / keberadaan Allah), Anak sebagai KALIMATULAH (= Firman Allah),
Roh Kudus sebagai ROHULAH (= Roh Allah), maka pasti tidak ada batu sandungan. Bandingkan
sikap kompromi Bambang Noorsena ini dengan:

 Yesus sendiri, rasul-rasul, dan orang-orang kristen abad pertama (bahkan nabi-nabi dalam
Perjanjian Lama). Pada waktu mereka memberitakan Injil / Firman Tuhan, saya tidak melihat
bahwa orang-orang yang menolak mereka lalu ‘setuju di dalam ketidak-setujuan’. Sebaliknya
mereka memusuhi, memfitnah, dan tidak jarang menganiaya dan membunuh pemberita Injil
/ Firman Tuhan tersebut. Mengapa? Karena berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
Bambang Noorsena, mereka ini tidak mengkompromikan Injil / Firman Tuhan tersebut.

 kata-kata Paulus dalam 2Kor 4:2 dan 1Kor 1:22-23. Paulus tetap memberitakan salib,
sekalipun itu adalah batu sandungan!

Bandingkan juga dengan:

 Yoh 15:18-20a - “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci
Aku dari pada kamu. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya.
Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah
dunia membenci kamu. Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah
lebih dari tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu”.

 Mat 10:21-28 - “Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang
ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan
membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu; tetapi orang yang
bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota
yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu
selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang. Seorang murid tidak lebih dari
pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. Cukuplah bagi seorang murid jika ia
menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika
tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya. Jadi janganlah kamu takut terhadap
mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada
sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam
gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari
atas atap rumah. Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi
yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan
baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.

Renungkan kedua text di atas ini. Kalau Bambang Noorsena bisa tidak dimusuhi dengan sistim
pemberitaan yang ia gunakan, bukankah ia menjadi hamba / murid yang lebih tinggi dari Tuan /
Gurunya?

Tetapi William Hendriksen juga memberikan tambahan yang penting untuk menjaga
keseimbangan. Ia berkata:

“If a person is unpopular, he should ask himself, ‘Is this because I am loyal to my Lord ... or is it because
I have failed to reveal a Christlike character?’” (= Jika seseorang tidak populer, ia harus bertanya
kepada dirinya sendiri: ‘Apakah ini disebabkan karena aku setia kepada Tuhanku ... atau apakah ini
disebabkan karena aku telah gagal untuk menyatakan karakter yang menyerupai Kristus?’).

MATIUS 5:13-16
Kalau kita melihat Kej 1:4,12,18,21,25 maka kita melihat bahwa pada saat penciptaan,
dunia dan segala isinya, dikatakan ‘baik’. Dan untuk manusianya dikatakan ‘sungguh amat
baik’ (Kej 1:31). Tetapi masuknya dosa ke dalam dunia (Kej 3) menyebabkan sekarang:

 dunia ini penuh dengan orang yang tidak mengenal Allah atau tidak peduli kepada Allah.

 dunia ini penuh dengan dosa dan moral yang bejad.

 dunia ini sedang menuju penghukuman Allah yang kekal / neraka.

Dalam dunia yang seperti inilah Tuhan Yesus menyuruh kita menjadi Garam dunia dan
Terang dunia.

I) Garam dunia.
Kalau kita digambarkan sebagai ‘garam’ itu tidak berarti bahwa kita harus sama dengan
garam dalam segala hal. Ini sama seperti kalau saudara mengatakan kepada seseorang
‘kamu itu seperti babi’. Tentu saudara hanya menyamakan dia dengan babi dalam hal-
hal tertentu, bukan dalam segala sesuatu. Demikian juga kalau kita digambarkan
sebagai ‘garam’. Jangan mengambil persamaan yang salah, yang bertentangan dengan
ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, misalnya:

 garam larut kalau kena air, jadi kalau hujan kita boleh bolos ke gereja.

 kalau makanan terlalu banyak garam rasanya jadi tidak enak, jadi sebaiknya dunia
ini jangan terlalu banyak orang kristen.

Lalu dalam hal apa kita harus sama seperti garam?

1) Garam berfungsi untuk mengawetkan / mencegah kebusukan.


Pada jaman dimana belum ada kulkas / freezer, maka garam penting sekali baik bagi
pemburu maupun nelayan untuk mengawetkan daging binatang buruan / ikan,
karena garam bisa mencegah pembusukan.

Jadi kalau dikatakan bahwa kita adalah garam dunia, maka artinya adalah bahwa
kita harus mencegah dunia dari kebusukan rohani.

Kita bisa melakukan hal itu dengan memberitakan Injil kepada dunia. Dan
Pemberitaan Injil itu harus disertai dengan kesaksian hidup yang baik dan dengan
doa. Tujuannya adalah membawa orang kepada Kristus, karena Kristus adalah satu-
satunya jalan ke surga (Yoh 14:6 Kis 4:12 1Yoh 5:11-12).

Saya ingin tekankan tentang ‘memberitakan Injil’. Apa artinya?

Arti yang salah:

 Social Gospel (= Injil Sosial). Ini banyak dalam kalangan gereja Protestan,
dimana aktivitas pemberitaan Injil dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat
yang dilanda bencana alam, yatim piatu, dsb, dan apa yang mereka lakukan di
sana hanyalah memberikan bantuan sosial. Orang-orang yang dibantu senang,
tetapi tetap tidak bisa mengenal Kristus, dan akan masuk ke neraka pada saat
mereka mati.

 Yesus ditekankan sebagai pemberi berkat jasmani, penyembuh, pembuat mujijat,


penolong dalam kesukaran duniawi. Ini banyak dalam kalangan Pentakosta /
Kharismatik.

Memberitakan Injil yang benar, mencakup hal-hal ini:

a) Menyatakan dosa.

b) Menyatakan keadilan Allah / hukuman dosa, khususnya neraka.

c) Memberitakan Yesus sebagai Allah yang menjadi manusia, yang lalu mati di salib
sebagai pengganti manusia berdosa / untuk memikul hukuman manusia berdosa.

d) Mendorong orang itu untuk mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamatnya.

e) Menjelaskan hubungan iman dengan pertobatan dari dosa.

Kalau kita memberitakan Injil dan orang yang kita injili itu mau datang kepada Kristus,
maka ia akan dicegah dari pembusukan.

Contoh:

 dulu Saulus adalah orang yang sedang membusuk. Tetapi setelah bertobat, ia
menjadi Paulus, orang yang hidup bagi Tuhan dan berguna untuk Tuhan.

 ada cerita tentang seorang pemabuk yang bertobat. Lalu temannya mengejek dia
dengan bertanya: ‘Apa betul Yesus bisa mengubah air menjadi anggur?’. Orang itu
menjawab: ‘Aku tidak tahu apakah Yesus mengubah air menjadi anggur atau tidak,
tetapi di rumahku Yesus mengubah bir menjadi perabot rumah tangga’.

2) Garam mengenakkan makanan.

Bagaimanapun pandainya seseorang memasak, kalau tidak ada garam, makanan


menjadi hambar dan tidak enak. Jadi, garam mengenakkan makanan.
Kita adalah garam dunia; artinya kehadiran kita harus mengenakkan orang-orang di
sekitar kita. Mereka harus merasa senang dengan kehadiran kita. Ini bisa kita
lakukan dengan:

 mengasihi / menolong orang-orang di sekitar kita.

 mentaati dan menghormati orang tua.

 menghibur orang yang kesusahan.

Tetapi ini ada batasnya, yaitu kita tidak boleh melakukan sesuatu yang
menyenangkan orang tetapi bertentangan dengan Firman Tuhan.

Contoh:

 mengantar orang ke dukun.

 memberi tahu waktu ulangan.

 membelikan orang rokok.

Hal lain yang harus kita ingat adalah bahwa hidup orang Kristen yang bagaimanapun
baiknya tidak selalu menyenangkan orang dunia. Tuhan Yesus sendiri, yang
hidupnya suci murni dan penuh kasih, tidak disenangi oleh banyak orang. Pada
waktu kita memberitakan Injil, menegur dosa dan sebagainya, kita bisa mendapatkan
permusuhan / kebencian (bdk. Gal 4:16 1Pet 3:13-14).

3) Garam mempengaruhi, bukan dipengaruhi.

Kalau garam dimasukkan ke dalam makanan, garam menjadikan makanan itu asin,
Jadi garam mempengaruhi makanan. Karena itu, kalau kita adalah garam dunia,
maka kita harus mempengaruhi orang dunia, dan bukan sebaliknya, orang dunia
yang mempengaruhi kita (bdk. Ro 12:2). Apakah saudara mempengaruhi dunia atau
dipengaruhi oleh orang dunia?

Misalnya:

 dalam soal rokok, minuman keras, ecstasy dan sebagainya, apakah saudara
berani berkata ‘tidak!’ kalau ditawari?

 kalau saudara diajak berzinah, apakah saudara bisa menolak dengan tegas?

 kalau teman-teman di sekolah semua ngerpek / nyontek, dan saudara diajak,


bisakah saudara menolak?

 kalau dunia menggunakan ‘jam karet’ / suka datang terlambat, apakah saudara
juga demikian?

Sebaliknya, apakah saudara bisa mempengaruhi orang-orang di sekitar saudara


dalam hal:

 pergi ke gereja, membaca / belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani Tuhan?

 berbuat baik, seperti menolong orang?

 rajin belajar / bekerja dengan baik?

 ketundukan / hormat kepada orang tua, kesetiaan kepada istri / suami?


Kalau ketiga hal tersebut di atas tidak ada di dalam hidup kita, kita menjadi garam yang
tawar, yang tidak berguna (ay 13).

Catatan: Stott dan Hendriksen mengatakan bahwa garam memang bisa menjadi tawar,
kalau tercampur zat-zat lain.

II) Terang dunia.


Sebetulnya kita bukan terang dunia (bdk. Yoh 1:6-8). Tuhan Yesuslah yang merupakan
Terang dunia (Yoh 1:9 8:12 9:5). Kita adalah terang di dalam Tuhan (Ef 5:8), atau
dengan kata lain, kita memantulkan terang dari Tuhan.

Beberapa hal tentang terang:

1) Terang berbeda secara menyolok dengan gelap.

Karena itu kalau kita adalah terang, maka hidup kita harus berbeda secara menyolok
dengan hidup orang dunia. Memang bukan berbeda dalam segala hal, tetapi hanya
dalam hal yang merupakan dosa. Misalnya:

 dalam kejujuran.

 dalam kerajinan.

 dalam hal mentaati peraturan lalu lintas dan lampu lalu lintas.

 dalam hal sogok menyogok.

 dalam hal ‘jam karet’ / suka terlambat.

 pada waktu dimusuhi / ada orang yang menjengkelkan, kita tetap mengasihi dan
mengampuni.

 pada waktu menderita atau ada kesukaran, kita tidak mengeluh / marah, tetapi
tetap beriman, bersukacita, dan tetap berusaha menyenangkan Allah.

Kalau kita hidup berbeda dengan dunia dalam hal-hal yang bersifat dosa, maka kita
memuliakan Allah (ay 16).

Satu hal yang perlu dicamkan adalah: kalau kita hidup berbeda dengan dunia, kita
akan seperti kota yang terletak di atas gunung (ay 14), artinya kehidupan kita akan
disorot / diperhatikan orang. Karena itu kita harus hidup dengan lebih hati-hati.

2) Terang tidak boleh disembunyikan.

Ini terlihat dari:

 ay 15: ‘orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang’.

 ay 16: ‘hendaknya terangmu bercahaya di depan orang’.

Jadi, kita tidak boleh terus menyendiri atau terus ada di gereja. Kita harus mau
bergaul dengan orang dunia untuk ‘menerangi’ mereka. Ingat bahwa saudara tidak
disebut dengan istilah ‘terang gereja’, tetapi ‘terang dunia’!

3) Terang memberi petunjuk.


Ini bisa kita lakukan dengan memberitakan Injil, memberi nasihat / teguran, mengajak
ke gereja yang benar dan sebagainya.

Apakah saudara memberi petunjuk pada orang-orang di sekitar saudara? Dan


saudara-saudara yang sudah mempunyai anak, apakah saudara mengarahkan
anak-anak saudara kepada Yesus? Bdk. Amsal 22:6.

4) Terang makin dibutuhkan di tempat yang semakin gelap.

Makin gelap suatu tempat, maka makin dibutuhkan terang di tempat itu. Analoginya:
makin berdosa orang-orang di suatu tempat, makin perlu adanya orang-orang Kristen
untuk menerangi mereka.

Kesaksian: saya tidak mau menetap di Amerika Serikat, karena saya menganggap
Indonesia lebih gelap dan lebih membutuhkan terang.

Dalam pelayanan kita sebagai majelis, pengurus, guru sekolah minggu, pendeta,
pengkhotbah, dan sebagainya, kita cenderung lebih senang melayani jemaat yang
‘baik’. Kita condong untuk ‘membuang orang yang brengsek’. Tetapi sebetulnya
orang yang brengsek itu yang lebih membutuhkan terang kita! Bdk. Mat 9:10-13.

5) Terang mempengaruhi gelap, bukan sebaliknya (Yoh 1:5).

Sama seperti garam, terang mempengaruhi, bukan dipengaruhi.

Matius 5:17-20
I) Yesus bukannya meniadakan, tetapi menggenapi,
Perjanjian Lama.
1) Istilah ‘hukum Taurat’ mempunyai beberapa arti, yaitu:

 10 hukum Tuhan.

 5 kitab Musa, yaitu Kejadian sampai Ulangan.

 seluruh Perjanjian Lama.

Dalam ay 17 yang diambil adalah arti yang ke 2 (karena di sini istilah ‘hukum Taurat’
ditambahi dengan kata-kata ‘atau kitab para nabi’), sedangkan dalam ay 18-19 yang diambil
adalah arti yang ke 3.

Ay 17: ‘hukum Taurat atau kitab para nabi’.

Istilah yang biasanya digunakan adalah ‘hukum Taurat dan kitab para nabi’. Yesus
menggunakan kata ‘atau’ untuk memberikan penekanan: ‘Aku tidak datang untuk meniadakan
hukum Taurat atau kitab para nabi’.

Yang Ia maksudkan dengan hukum Taurat / Perjanjian Lama tentu bukan ajaran / penafsiran
ahli-ahli Taurat tentang Perjanjian Lama. Untuk menunjukkan betapa njlimet / rumitnya ahli-
ahli Taurat dalam menafsirkan hukum Taurat / Perjanjian Lama, bacalah apa yang dikatakan
Barclay di bawah ini.

Barclay: “The Law lays it down that the Sabbath Day is to be kept holy, and that on it no work is
to be done. That is a great principle. But the Jewish legalists had a passion for definition. So they
asked: What is work? All kinds of things were classified as work. For instance, to carry a burden on
the Sabbath Day is to work. But next a burden has to be defined. So the Scribal Law lays it down
that a burden is ‘food equal in weight to a dried fig, enough wine for making a goblet, milk enough
for one swallow, honey enough to put upon a wound, oil enough to anoint a small member, water
enough to moisten an eye-salve, paper enough to write a customs house notice upon, ink enough
to write two letters of the alphabet, reed enough to make a pen’ - and so on endlessly. So they
spent endless hours arguing whether a man could or could not lift a lamp from one place to another
on the Sabbath, whether a tailor committed a sin if he went out with a needle in his robe, whether
a woman might wear a brooch or false hair, even if a man might go out on the Sabbath with
artificial teeth or an artificial limb, if a man might lift his child on the Sabbath Day. These things to
them were the essence of religion. Their religion was a legalism of petty rules and regulations” [=
Hukum Taurat menetapkan bahwa hari Sabat harus dikuduskan, dan bahwa pada hari itu tidak ada
pekerjaan yang boleh dilakukan. Itu merupakan prinsip yang besar. Tetapi para legalist Yahudi
senang mendefinisikan. Karena itu mereka bertanya: Apakah pekerjaan itu? Semua jenis hal-hal
digolongkan sebagai pekerjaan. Misalnya, membawa beban pada hari Sabat adalah bekerja. Tetapi
selanjutnya ‘beban’ itu harus didefinisikan. Maka hukum dari ahli-ahli Taurat menetapkan bahwa
‘beban’ adalah ‘makanan yang sama beratnya dengan sebuah buah ara kering, anggur yang cukup
untuk membuat satu gelas minuman, susu yang cukup untuk satu teguk, madu cukup untuk
diberikan pada suatu luka, minyak cukup untuk mengurapi anggota yang kecil, air cukup untuk
membasahkan salep mata, kertas cukup untuk menuliskan pemberitahuan suatu rumah cukai (?),
tinta cukup untuk menuliskan 2 huruf dari alfabet, bambu cukup untuk membuat sebuah pena’,
dst tanpa ada akhirnya. Demikianlah mereka menghabiskan banyak waktu untuk berdebat apakah
seseorang boleh atau tidak boleh mengangkat sebuah lampu dari satu tempat ke tempat lain pada
hari Sabat, apakah seorang penjahit melakukan dosa jika ia pergi keluar dengan sebuah jarum
dalam jubahnya, apakah seorang perempuan boleh memakai bros atau rambut palsu, bahkan
apakah seseorang boleh pergi keluar pada hari Sabat dengan gigi palsu atau kaki palsu, apakah
seseorang boleh mengangkat anaknya pada hari Sabat. Hal-hal ini bagi mereka merupakan inti dari
agama. Agama mereka adalah suatu legalisme yang terdiri dari peraturan-peraturan yang picik /
remeh] - hal 128.

Barclay: “To write was to work on the Sabbath. But writing has to be defined. So the definition
runs: ‘He who writes two letters of the alphabet with his right or with his left hand, whether of one
kind or of two kinds, if they are written with different inks or in different languages, is guilty. Even
if he should write two letters from forgetfulness, he is guilty, whether he has written them with ink
or with paint, red chalk, vitriol, or anything which makes a permanent mark. Also he that writes
on two walls that from an angle, or on two tablets of his account book so that they can be read
together is guilty ... But, if anyone writes with dark fluid, with fruit juice, or in the dust of the road,
or in sand, or in anything which does not make a permanent mark, he is not guilty. ... If he writes
one letter on the ground, and one on the wall of the house, or on two pages of a book, so that they
cannot be read together, he is not guilty.’ That is a typical passage from the Scribal Law; and that
is what the orthodox Jew regarded as true religion and the true service of God” [= Menulis pada
hari Sabat berarti bekerja. Tetapi ‘menulis’ perlu didefinisikan. Dan demikianlah bunyi definisinya:
‘Ia yang menulis 2 huruf dari alfabet dengan tangan kanan atau tangan kirinya, apakah dari satu
jenis atau 2 jenis, jika huruf-huruf itu ditulis dengan tinta yang berbeda atau dalam bahasa yang
berbeda, bersalah. Bahkan jika ia menulis 2 huruf karena lupa, ia bersalah, apakah ia telah menulis
huruf-huruf itu dengan tinta atau dengan cat, kapur merah, benda tajam (?), atau apapun yang
membuat tanda permanen. Juga ia yang menulis pada 2 dinding yang membentuk suatu sudut,
atau pada 2 lembaran dari buku catatan / rekeningnya sehingga huruf-huruf itu bisa dibaca
bersama-sama, ia bersalah ... Tetapi jika seseorang menulis dengan cairan gelap, dengan air buah,
atau di tanah di jalanan, atau pada pasir, atau pada apapun yang tidak membuat tanda permanen,
ia tidak bersalah. ... Jika ia menulis satu huruf di tanah, dan satu di dinding rumah, atau pada 2
halaman dari suatu buku, sehingga huruf-huruf itu tidak bisa dibaca bersama-sama, ia tidak
bersalah’. Itulah text yang khas dari hukum dari ahli-ahli Taurat; dan itulah yang dianggap oleh
seorang Yahudi orthodox sebagai agama dan sebagai pelayanan yang benar kepada Allah] - hal
129.

Barclay: “To heal was to work on the Sabbath. Obviously this has to be defined. Healing was
allowed when there was danger to life, and especially in troubles of the ear, nose and throat; but
even then, steps could be taken only to keep the patient from becoming worse; no steps might be
taken to make him get any better. So a plain bandage might to (be ?) put on a wound, but no
ointment; plain wadding might be put into a sore ear, but not medicated wadding” (=
Menyembuhkan pada hari Sabat berarti bekerja. Jelas bahwa hal ini harus didefinisikan.
Penyembuhan diijinkan pada saat ada bahaya terhadap kehidupan, dan khususnya pada waktu
ada gangguan telinga, hidung dan tenggorokan / kerongkongan; tetapi bahkan dalam keadaan itu,
hanya boleh dilakukan langkah-langkah untuk menjaga supaya pasien itu tidak menjadi lebih
parah; tidak boleh dilakukan langkah-langkah yang membuatnya lebih baik. Jadi, suatu perban
biasa boleh diberikan pada suatu luka, tetapi tidak boleh diberi obat / salep; kapas biasa boleh
diberikan pada telinga yang sakit, tetapi kapas dengan obat tidak boleh) - hal 129.

Barclay: “The Scribes were the men who worked out these rules and regulations. The Pharisees,
whose names means The Separated Ones, were the men who had separated themselves from all
the ordinary activities of life to keep all these rules and regulations. We can see the length to which
this went from the following facts. For many generations this Scribal Law was never written down;
it was the oral law, and it was handed down in the memory of generations Scribes. In the middle
of the third century A. D. a summary of it was made and codified. That summary is known as the
Mishnah; it contains sixty-three tractates on various subjects of the Law, and in English makes a
book of almost eight hundred pages. Later Jewish scholarship busied itself with making
commentaries to explain the Mishnah. These commentaries are known as the Talmuds. Of the
Jerusalem Talmud there are twelve printed volumes; and of the Babylonian Talmud there are sixty
printed volumes. To the strict orthodox Jew, in the time of Jesus, religion, serving God, was a matter
of keeping thousands of legalistic rules and regulations; they regarded these petty rules and
regulations as literally matters of life and death and eternal destiny. Clearly Jesus did not mean
that not one of these rules and regulations was to pass away; repeatedly he broke them himself;
and repeatedly he condemned them; that is certainly not what Jesus meant by the Law, for that is
the kind of law that both Jesus and Paul condemned” (= Ahli-ahli Taurat adalah orang-orang yang
menyusun peraturan-peraturan ini. Orang-orang Farisi, yang namanya berarti ‘orang-orang yang
terpisah’, adalah orang-orang yang memisahkan diri mereka sendiri dari semua aktivitas
kehidupan biasa untuk mentaati semua peraturan-peraturan itu. Kita bisa melihat panjangnya
peraturan-peraturan itu dari fakta-fakta yang berikut ini. Selama beberapa generasi, hukum dari
ahli-ahli Taurat ini tidak pernah dituliskan; itu merupakan hukum lisan, dan diturunkan dalam
ingatan dari generasi-generasi ahli-ahli Taurat. Pada pertengahan abad ketiga Masehi suatu
ringkasan darinya dibuat dan disusun. Ringkasan itu dikenal sebagai Mishnah; itu terdiri dari 63
traktat tentang bermacam-macam pokok hukum Taurat, dan dalam bahasa Inggris menjadi sebuah
buku yang terdiri dari hampir 800 halaman. Ahli-ahli theologia Yahudi selanjutnya menyibukkan
dirinya sendiri dengan membuat tafsiran-tafsiran untuk menjelaskan Mishnah. Tafsiran-tafsiran ini
dikenal sebagai Talmud. Talmud Yerusalem terdiri dari 12 volume; dan Talmud Babilonia terdiri
dari 60 volume. Bagi seorang Yahudi orthodox, pada jaman Yesus, agama dan pelayanan kepada
Allah merupakan persoalan ketaatan terhadap ribuan peraturan-peraturan legalistik; mereka
menganggap peraturan-peraturan remeh / picik ini secara hurufiah sebagai persoalan hidup atau
mati dan tujuan kekal. Jelas bahwa Yesus tidak memaksudkan bahwa tidak satupun dari
peraturan-peraturan ini yang boleh ditiadakan; berulangkali Ia sendiri melanggar mereka; dan
berulangkali Ia mengecam mereka; jelas bukan itu yang Yesus maksudkan dengan hukum Taurat,
karena itu adalah jenis hukum Taurat yang dikecam oleh Yesus dan Paulus) - hal 129-130.

2) Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat / Perjanjian Lama.

a) Kata-kata ‘jangan kamu menyangka’ (ay 17) menunjukkan bahwa ada orang-orang yang
menganggap bahwa Tuhan Yesus membatalkan Perjanjian Lama. Mengapa banyak
orang beranggapan demikian?

1. Karena Ia mengajarkan ‘ajaran yang baru’ dan mengajarkannya dengan cara yang
berbeda.

 Mark 1:22,27 - “Mereka takjub mendengar pengajaranNya, sebab Ia mengajar mereka


sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat. ... Mereka semua takjub,
sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: ‘Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia
berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahatpun diperintahNya dan mereka taat
kepadaNya.’”.

 Kis 6:14 - “sebab kami telah mendengar dia mengatakan, bahwa Yesus, orang Nazaret
itu, akan merubuhkan tempat ini dan mengubah adat istiadat yang diwariskan oleh
Musa kepada kita.’”.

 Kis 21:21 - “Tetapi mereka mendengar tentang engkau, bahwa engkau mengajar
semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan
hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya mereka jangan menyunatkan anak-
anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat kita”.

Memang dalam ayat terakhir ini tuduhan itu diberikan kepada Paulus, tetapi
Paulus jelas mendapatkan ajarannya dari Yesus.

2. Dalam mengajar, biasanya ahli-ahli Taurat mengajar dengan berkata: ‘Musa berkata:
...’ (bdk. Mat 19:7 22:24 23:2 Yoh 5:45,46 8:5 9:28,29). Tetapi pada waktu Yesus
mengajar, Ia berkata: ‘Aku berkata: ...’ (Mat 5:18,20,22 dst).

3. Kristus sendiri juga kelihatan berbeda dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
karena Ia sendiri bukanlah seorang ahli Taurat maupun orang Farisi. Ia tidak pernah
belajar dalam sekolah mereka.

Yoh 7:15 - “Maka heranlah orang-orang Yahudi dan berkata: ‘Bagaimanakah orang ini
mempunyai pengetahuan demikian tanpa belajar!’”.

Ini tentu tidak berarti bahwa Yesus tidak pernah belajar Firman Tuhan. Ini hanya
berarti bahwa Ia tidak pernah belajar di ‘sekolah theologia’ dari ahli-ahli Taurat.

b) Tuhan Yesus dengan jelas membantah anggapan tersebut, dan Ia berkata bahwa Ia
datang bukan untuk meniadakan Perjanjian Lama (ay 17), dan bahwa tidak ada satu
bagian kecilpun dari Perjanjian Lama yang boleh dibuang (ay 18).

Ay 17-18: “‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat
atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk
menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit
dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi”.

1. ‘meniadakan’.

Barnes (hal 22) mengatakan bahwa kata ini maksudnya adalah: ‘abrogate’ (=
membatalkan / mencabut), ‘to deny their divine authority’ (= menyangkal otoritas
ilahinya), ‘to set men free from the obligation to obey them’ (= membebaskan manusia
dari kewajiban untuk mentaatinya).

2. ‘Iota’ merupakan huruf terkecil dalam abjad Yunani (i); dan dalam bahasa Ibrani
mungkin ini analog dengan huruf Yod (y).

Perlu diingat bahwa perbedaan kecil dalam penulisan bisa menjadi perbedaan besar
dalam artinya.

Illustrasi: sepasang suami istri bertengkar. Lalu si suami merasa bersalah dan ingin
berdamai. Ia lalu pergi ke toko bunga dan meminta toko itu mengirimkannya kepada
istrinya. Ia juga meminta supaya bunga itu disertai sebuah kartu atas namanya
disertai dengan ucapan: ‘I am sorry, I love you’ (= Maafkan aku, aku cinta kepadamu).
Tetapi toko bunga itu kurang teliti, dan menghapuskan koma di tengah-tengah kalimat
itu sehingga yang tertulis adalah kata-kata ‘I am sorry I love you’ (= Aku menyesal
aku mencintai kamu).

Lebih-lebih dalam bahasa Ibrani ada banyak huruf yang bentuknya mirip, dan
perbedaan titik atau coretan kecil, bisa menyebabkan perbedaan yang sangat besar.

3. ‘selama belum lenyap langit dan bumi ini’ (ay 18).

Pulpit Commentary mengatakan (hal 156) bahwa kata-kata ini tidak berarti bahwa
pada saat langit dan bumi berlalu maka hukum Taurat dibuang.

Bdk. Luk 16:17 - “Lebih mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum
Taurat batal”.

Tetapi Hendriksen mempunyai pandangan yang berbeda. Ia mengatakan (hal 292)


bahwa di dunia yang akan datang itu tidak ada lagi Kitab Suci (Perjanjian Lama +
Perjanjian Baru).

William Hendriksen: “In the new heaven and earth ‘the law’ as a written book will no
longer be necessary. In fact, the written Bible - Old and New Testament - will have become
superfluous” (= Dalam langit dan bumi yang baru, hukum Taurat sebagai buku tertulis tidak
lagi diperlukan. Bahkan, Alkitab tertulis - Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru - akan
menjadi berlebihan / tidak dibutuhkan) - hal 292.

c) Bukti-bukti bahwa Tuhan Yesus tidak meniadakan Perjanjian Lama:

 Yesus mempelajari Perjanjian Lama (Luk 2:46).

 Yesus menggunakan Perjanjian Lama untuk melawan pencobaan / godaan setan


(Mat 4:4,7,10), dan Ia mengutip Perjanjian Lama pada waktu mengajar. Ini
menunjukkan bahwa Ia menghafalkan Perjanjian Lama.

 Yesus menyuruh orang mentaati Perjanjian Lama (Mat 8:4 bdk. Im 14:1-32).

 Yesus sendiri mentaati Perjanjian Lama, misalnya: Ia berbakti, ikut merayakan hari
raya Perjanjian Lama, dan sebagainya.

d) Yesus sejalan dengan Paulus dalam persoalan ini.

Kata-kata Yesus dalam ay 17-18 ini sejalan dengan kata-kata Paulus dalam Ro 3:31 -
“Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak!
Sebaliknya, kami meneguhkannya”.

Dalam Kitab Suci memang ada ayat-ayat yang menunjukkan seakan-akan Paulus
bertentangan dengan hukum Taurat (bdk. Kis 15:1-2 Gal 3:1-5 Gal 5:1-6), tetapi ayat-
ayat itu tidak menunjukkan bahwa ia menentang Perjanjian Lama / hukum Taurat, tetapi
bahwa ia menentang keselamatan melalui ketaatan terhadap hukum Taurat.

e) Pembahasan ayat-ayat Kitab Suci yang seolah-olah menunjukkan bahwa hukum Taurat
sudah tidak berlaku.

1. Luk 16:16a - “Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes”.

Penjelasan: Ayat ini salah terjemahan! Kata ‘berlaku’ sebetulnya tidak ada! Memang
dengan demikian kelihatannya ada yang kurang dalam kalimatnya, dan kekurangan
itu harus disuplai. Tetapi Kitab Suci Inggris menyuplai dengan cara yang berbeda
dibandingkan dengan Kitab Suci Indonesia.
KJV/RSV: ‘The law and the prophets were until John’ (= Hukum Taurat dan nabi-nabi
ada sampai Yohanes).

NIV/NASB: ‘The Law and the Prophets were proclaimed until John’ (= Hukum Taurat
dan Nabi-nabi diberitakan sampai Yohanes).

Bandingkan juga dengan ayat pararelnya dalam Mat 11:13 - “Sebab semua nabi dan
kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes”.

Arti ayat itu: Yohanes Pembaptis membuka suatu jaman yang baru. Tetapi sama
sekali tidak berarti bahwa Perjanjian Lama dihapuskan.

2. Ro 10:4 - “Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh
tiap-tiap orang yang percaya”.

KJV: ‘Christ is the end of the Law’ (= Kristus adalah akhir dari hukum Taurat).

Ini menyebabkan kelihatannya Hukum Taurat / Perjanjian Lama tidak berlaku lagi
sejak kedatangan Kristus.

Penjelasan: ada 2 cara penafsiran:

 Kata yang diterjemahkan ‘the end’ (= akhir) seharusnya berarti ‘sesuatu yang
menyempurnakan’. Jadi, artinya: ketaatan / kebenaran yang sempurna dicapai
dengan iman dalam Kristus (baca Ro 10:1-4).

 Hendriksen mengatakan (hal 342, footnote) bahwa kata ‘end’ di sini tidak boleh
diartikan ‘akhir’ (karena akan bertentangan dengan Ro 3:31 Ro 5:20 Ro 7:7),
tetapi harus diartikan ‘tujuan’.

Bdk. Gal 3:24 - “Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang,
supaya kita dibenarkan karena iman”.

Bagaimanapun juga, ayat ini tidak berarti bahwa Perjanjian Lama dihapuskan sejak
Kristus datang.

3. Ef 2:15 - “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah mem-batalkan hukum Taurat
dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu
manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.

Kita tidak boleh menafsirkan bahwa ayat ini mengajarkan bahwa seluruh hukum
Taurat dibatalkan, karena kalau demikian maka penafsiran tersebut akan
bertentangan dengan kata-kata Yesus dalam Mat 5:17-18 yang sedang kita bahas
ini. Yang dibatalkan di sini hanyalah ‘ceremonial Law’ (= hukum-hukum yang
berhubungan dengan upacara kebaktian / keagamaan). Contoh: sunat, persembahan
korban untuk menghapus dosa, larangan makan, persoalan najis / tahir dan
sebagainya.

Semua hal-hal ini (ceremonial law) dihapuskan pelaksanaannya saja, tetapi arti /
maknanya makin diteguhkan. Misalnya: sejak Kristus mati di salib, kita tidak perlu lagi
mengorbankan binatang untuk menghapuskan dosa, tetapi arti dari persembahan
korban dalam Perjanjian Lama itu tetap berlaku (tidak ada pengampunan tanpa
pencurahan darah - bdk. Ibr 9:22).

Calvin: “With respect to doctrine, we must not imagine that the coming of Christ has freed
us from the authority of the law: for it is the eternal rule of a devout and holy life, ... With
respect to ceremonies, there is some appearance of a change having taken place; but it
was only the use of them that was abolished, for their meaning was more fully confirmed.
... Let us therefore learn to maintain inviolable this sacred tie between the law and the
Gospel, which many improperly attempt to break” (= Berkenaan dengan doktrin, kita tidak
boleh membayangkan bahwa kedatangan Kristus telah membebaskan kita dari otoritas
hukum Taurat: karena itu merupakan peraturan kekal dari kehidupan yang saleh / taat dan
kudus, ... Berkenaan dengan upacara-upacara, kelihatannya telah terjadi perubahan;
tetapi hanya penggunaan mereka yang dihapuskan, karena arti mereka bahkan makin
diteguhkan. ... Karena itu hendaklah kita belajar untuk menjaga supaya hubungan yang
kudus antara hukum Taurat dan Injil tidak diganggu gugat, yang merupakan sesuatu yang
diusahakan untuk dihancurkan oleh banyak orang) - hal 277-278.

Calvin: “But it is asked, were not ceremonies among the commandments of God, the least
of which we are now required to observe? I answer, We must look to the design and object
of the Legislator. God enjoined ceremonies, that their outward use might be temporal, and
their meaning eternal. That man does not break ceremonies, who omits what is shadowy,
but retains its effect” (= Tetapi ditanyakan, bukankah upacara termasuk di antara perintah-
perintah Allah, yang harus kita taati sampai bagian yang terkecil? Saya menjawab: Kita
harus melihat rencana dan tujuan dari pembuat hukum / undang-undang. Allah
memerintahkan upacara, supaya penggunaan lahiriah mereka hanya bersifat sementara,
tetapi artinya bersifat kekal. Seseorang tidak melanggar upacara, kalau ia menghapuskan
apa yang bersifat bayangan, tetapi mempertahankan artinya) - hal 279-280.

Catatan: hal lain yang mendukung penghapusan ceremonial law adalah sobeknya
tirai Bait Allah pada saat Tuhan Yesus mati (Mat 27:51). Dengan ini seluruh Bait Allah
beserta imam-imam dan korban-korban telah dihapuskan.

3) Tuhan Yesus datang untuk menggenapi Perjanjian Lama (ay 17b).

Apa artinya ‘menggenapi’?

a) Mentaatinya dengan sempurna.

Mat 3:15 - “Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi, karena
demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’ Dan Yohanespun
menurutiNya”.

Jelas bahwa di sini kata ‘menggenapkan’ berarti ‘mentaati’. Arti ini bisa diambil untuk Mat
5:17b ini. Jadi Tuhan Yesus menggenapi Perjanjian Lama dengan mentaatinya.

Gal 4:4 - “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari
seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.

KJV: ‘made under the law’ (= dibuat di bawah hukum Taurat).

Terjemahan hurufiahnya adalah ‘becoming under law’ (= menjadi di bawah hukum


Taurat).

b) Menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lama (bdk. Mat 1:22 Mat 2:15 Mat 4:14), dan
menggenapi bagian-bagian Perjanjian Lama yang merupakan type / bayangan Tuhan
Yesus seperti: imam, korban penghapus dosa dan sebagainya.

c) Mati disalib untuk memikul hukuman dosa-dosa manusia.

D. Martyn Lloyd-Jones: “One of the ways in which the law has to be fulfilled is that its
punishment of sin must be carried out. This punishment is death, and that was why He died” (=
Salah satu cara dalam mana hukum Taurat harus digenapi adalah bahwa hukuman dari dosa
harus dilaksanakan. Hukuman ini adalah kematian, dan itulah sebabnya mengapa Ia mati) -
‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 192.
d) Dr. Knox Chamblin mengatakan bahwa dalam kata ‘menggenapi’ ini tercakup juga arti
‘to fill up’ (= memenuhi / mengisi sampai penuh), atau ‘to complete’ (= melengkapi).

e) Ada juga orang yang mengatakan bahwa kata ‘menggenapi’ itu bisa diartikan ‘mengajar’.

D. Martyn Lloyd-Jones: “Our Lord Jesus Christ in these two verses confirms the whole of the Old
Testament. He puts His seal of authority, His imprimatur, upon the whole of the Old Testament canon,
the whole of the law and the prophets. ... To the Lord Jesus Christ the Old Testament was the Word of
God; it was Scripture; it was something absolutely unique and apart; it had authority which nothing
else has ever possessed nor can possess” (= Tuhan kita Yesus Kristus dalam kedua ayat ini meneguhkan
seluruh Perjanjian Lama. Ia memberikan meterai otoritasNya, persetujuanNya, pada seluruh kanon
Perjanjian Lama, seluruh kitab / hukum Taurat dan nabi-nabi. ... Bagi Tuhan Yesus Kristus, Perjanjian
Lama adalah Firman Allah; itu adalah Kitab Suci; itu merupakan sesuatu yang secara mutlak unik dan
terpisah; itu mempunyai otoritas yang tidak pernah dipunyai dan tidak akan dipunyai oleh apapun
yang lain) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 187.

II) Orang kristen dan Perjanjian Lama (ay 19).


1) Kita tidak boleh meniadakan bagian yang bagaimanapun kecilnya dari Perjanjian Lama
(ay 19).

Kalau Yesus sendiri tidak meniadakan Perjanjian Lama, bahkan bagian yang terkecil
sekalipun, maka kita harus meneladani Dia dalam hal tersebut.

a) ‘meniadakan’ (ay 19).

KJV: ‘break’ (= melanggar).

RSV: ‘relaxes’ (= mengendurkan / mengurangi).

NIV: ‘breaks’ (= melanggar).

NASB: ‘annuls’ (= membatalkan).

Pulpit Commentary mengatakan (hal 157) bahwa arti dari kata Yunaninya bukan sekedar
‘melanggar’ tetapi ‘abrogate’ (= mencabut, membatalkan).

b) ‘sekalipun yang paling kecil’ (ay 19).

1. Ini menunjukkan bahwa Firman Tuhan tidak semua sama penting.

Hendriksen mengatakan (hal 292) bahwa sekalipun ajaran Kristus jauh berbeda
dibandingkan dengan ajaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, yang ia anggap
sebagai ‘membelah rambut’, tetapi Ia jelas juga menganggap adanya hukum yang
lebih penting dari pada hukum yang lain. Dasar Kitab Suci untuk pandangan ini:

 kata-kata ‘sekalipun yang paling kecil’ dalam ay 19 ini.

 Mat 22:36-40 - “‘Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?’ Jawab
Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan
yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung
seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.

 Mat 23:23 - “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu
orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu
bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan
belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan
diabaikan”.

 1Kor 15:3-4 - “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa
yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita,
sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan,
pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci”.

William Hendriksen: “Not every commandment of that law is of equal significance. The
rabbis divided the law into 613 commandments. They considered 248 of these to be
positive, 365 negative. They carried on lengthy debates about heavier and lighter
commandments. Some rabbis considered Deut. 22:6 (‘You shall not carry off the mother-
bird together with her young’) to be the ‘lightest’ (least significance) of them all. As to the
heaviest or greatest of all commandments, the question as to its identity was answered by
a scribe (Luke 10:27). That Jesus agrees with him is clear from his response (Luke 10:28; cf.
Matt. 22:34-40; Mark 12:28-34)” [= Tidak setiap perintah dari hukum Taurat mempunyai
arti yang setara. Rabi-rabi membagi hukum Taurat menjadi 613 perintah. Mereka
menganggap 248 darinya sebagai perintah positif, 365 perintah negatif. Mereka
mengadakan perdebatan panjang lebar tentang perintah yang lebih berat dan yang lebih
ringan. Beberapa rabi menganggap Ul 22:6 (“janganlah engkau mengambil induk itu
bersama-sama dengan anak-anaknya”) sebagai yang paling ringan (paling tidak penting /
berarti) dari semua. Sedangkan tentang yang terberat atau terbesar dari semua perintah,
pertanyaan berkenaan dengan identitasnya dijawab oleh seorang ahli Taurat (Luk 10:27).
Bahwa Yesus setuju dengan dia terlihat dengan jelas dari tanggapan-Nya (Luk 10:28; bdk.
Mat 22:34-40; Mark 12:28-34)] - hal 292.

Ul 22:6-7 - “Apabila engkau menemui di jalan sarang burung di salah satu pohon atau di
tanah dengan anak-anak burung atau telur-telur di dalamnya, dan induknya sedang duduk
mendekap anak-anak atau telur-telur itu, maka janganlah engkau mengambil induk itu
bersama-sama dengan anak-anaknya. Setidak-tidaknya induk itu haruslah kaulepaskan,
tetapi anak-anaknya boleh kauambil. Maksudnya supaya baik keadaanmu dan lanjut
umurmu”.

Catatan: saya berpendapat bahwa Hendriksen salah dalam menggunakan ayat,


karena:

 Luk 10 itu tidak mempersoalkan hukum yang terutama, lihat mulai ay 25.

Luk 10:25-28 - “Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus,
katanya: ‘Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’
Jawab Yesus kepadanya: ‘Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di
sana?’ Jawab orang itu: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal
budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’ Kata Yesus
kepadanya: ‘Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.’”.

 Mat 22:34-40 / Mark 12:28-34 memang mempersoalkan hukum yang terutama,


tetapi Luk 10:25-28 tidak, karena Luk 10:25-28 tidak paralel dengan Mat 22:34-
40 / Mark 12:28-34 (tetapi Matius dan Markus memang paralel), karena:

 Dalam Lukas, pertanyaan dari ahli Taurat itu berbeda, karena yang ia
tanyakan adalah apa yang harus diperbuatnya untuk memperoleh hidup yang
kekal (Luk 10:25), dan ahli Taurat itu sendirilah yang mengucapkan hukum
kasih itu. Sedangkan dalam Matius / Markus, Yesuslah yang mengucapkan
hukum kasih itu.
Mat 22:34-40 - “Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah
membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang
dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: ‘Guru, hukum
manakah yang terutama dalam hukum Taurat?’ Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum
yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan
kitab para nabi.’”.

Mark 12:28-34 - “Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-
orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat
kepada orang-orang itu, datang kepadaNya dan bertanya: ‘Hukum manakah yang
paling utama?’ Jawab Yesus: ‘Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang
Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan
segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua
hukum ini.’ Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: ‘Tepat sekali, Guru, benar
kataMu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang
mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan
segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah
jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.’ Yesus
melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya:
‘Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!’ Dan seorangpun tidak berani lagi
menanyakan sesuatu kepada Yesus”.

 Dalam Lukas, ahli Taurat itu tegar tengkuk (Luk 10:29). Ini berbeda dengan
gambaran yang diberikan oleh Markus (Mark 12:32-34).

 Dalam Lukas ada cerita tentang orang Samaria yang murah hati (Luk 10:30-
37), sedangkan dalam Matius / Markus tidak.

2. Sekalipun hukum yang satu tidak sama pentingnya dengan hukum yang lain, tetapi
yang paling tidak pentingpun tetap tidak boleh dibuang / diabaikan.

Pulpit Commentary: “While the Jews distinguished carefully between small and great
precepts, they insisted on the importance of keeping even the smallest” (= Sementara
orang-orang Yahudi membedakan secara hati-hati antara perintah / aturan yang kecil dan
yang besar, mereka tetap menekankan pentingnya ketaatan pada yang terkecil) - hal 157.

Calvin menggunakan bagian ini untuk menyerang Gereja Roma Katolik, yang
mengatakan bahwa ada dosa remeh (venial sin). Dulu dikatakan bahwa venial sin ini
tidak diakuipun tidak apa-apa. Bagaimana dengan ajaran Gereja Roma Katolik
sekarang? Apakah mereka berubah? Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’
1992, dikatakan (No 1458):

“Without being strictly necessary, confession of everyday faults (venial sins) is nevertheless
strongly recommended by the Church” [= Tanpa mengatakan bahwa ini diharuskan secara
ketat, bagaimanapun pengakuan dari kesalahan-kesalahan setiap hari (dosa-dosa remeh /
ringan) dianjurkan secara kuat oleh Gereja].

Jadi dalam hal ini kelihatannya tidak terlalu ada perubahan, karena mereka hanya
menganjurkan secara kuat, tetapi tidak mengharuskan secara ketat, untuk
melakukan pengakuan dosa terhadap dosa-dosa ringan / remeh.
Saya setuju dengan Calvin bahwa ini jelas merupakan sesuatu yang bertentangan
dengan kata-kata Yesus di sini. Jadi, sekalipun memang hukum yang ‘ringan’ dan
dosa yang ‘kecil’ itu memang ada, tetapi kita tetap tidak boleh melanggar hukum yang
ringan atau membiarkan dosa yang kecil.

Renungkan: dosa apa yang saudara anggap remeh dan saudara biarkan dalam hidup
saudara? Hukum yang mana yang saudara abaikan dalam hidup saudara?
Bertobatlah dari sikap seperti itu!

Jadi dari ay 19 ini terlihat bahwa kita tidak boleh meniadakan bagian manapun dalam
Perjanjian Lama. Kita harus menerima dan menghormati seluruh Perjanjian Lama.

Penerapan:

Apakah saudara hanya senang membaca / mempelajari Perjanjian Baru? Ini sama dengan
meniadakan seluruh Perjanjian Lama!

Pulpit Commentary: “The Christian, while he loves the New Testament with all his heart, must not
depreciate the Old” (= Orang kristen, sementara ia mengasihi Perjanjian Baru dengan segenap
hatinya, tidak boleh merendahkan / meremehkan Perjanjian Lama) - hal 176.

D. Martyn Lloyd-Jones: “We must never drive a wedge between the Old Testament and the New.
We must never feel that the New makes the Old unnecessary. I feel increasingly that it is very
regrettable that the New Testament should ever have been printed alone, because we tend to fall
into the serious error of thinking that, because we are Christians, we do not need the Old
Testament” (= Kita tidak pernah boleh memecah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kita tidak
pernah boleh merasa bahwa Perjanjian Baru membuat Perjanjian Lama tidak perlu. Saya makin
lama makin merasa bahwa merupakan sesuatu yang sangat disesalkan bahwa Perjanjian Baru
dicetak sendirian, karena kita cenderung untuk jatuh ke dalam kesalahan yang serius untuk
berpikir bahwa karena kita adalah orang-orang kristen, kita tidak membutuhkan Perjanjian Lama)
- ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 191.

2) Kita harus mentaati dan mengajarkan / memberitakan Perjanjian Lama.

Ay 19b: ‘siapa yang melakukan dan mengajarkan’.

a) Hubungan antara ‘melakukan / mentaati’ dan ‘mengajarkan’.

Ada orang yang mau mentaati tetapi tidak mau menyebarkannya. Ada juga yang
sebaliknya, mau mengajarkannya, tetapi ia sendiri tidak melakukannya. Yesus
menghendaki keduanya.

A. T. Robertson: “Jesus puts practice before preaching. The teacher must apply the doctrine
to himself before he is qualified to teach others” (= Yesus meletakkan praktek sebelum
pengajaran. Sang guru harus menerapkan ajaran kepada dirinya sendiri sebelum ia memenuhi
syarat untuk mengajar orang lain) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol I, hal 43.

Perhatikan bahwa ia menggunakan kata ‘apply’ (= menerapkan). Saya setuju dengan kata
‘menerapkan’, tetapi kalau kata itu diganti dengan ‘mentaati’, saya tidak setuju. Saya tidak
setuju, tidak peduli betapa populernya pandangan yang mengatakan bahwa seorang
pendeta / pengkhotbah harus mentaati dulu baru boleh mengajar. Mengapa? Karena
kalau pengkhotbah hanya boleh mengajarkan apa yang sudah bisa ia taati, maka sedikit
sekali dari Kitab Suci yang bisa dia ajarkan. Jarang sekali, kalau ada, orang yang bisa
mentaati ayat-ayat seperti Mat 22:37 Mat 5:28 Mat 5:39,44 Fil 4:4 1Tes 5:18 dsb.
Kalau demikian apakah ayat-ayat ini tidak boleh diajarkan? Ini akan bertentangan dengan
ay 19a, yang mengecam orang yang tidak mengajarkan semua / seluruh hukum Taurat.
Juga, kalau kita melihat seorang dokter terkena flu, kita tidak akan berkata bahwa dokter
itu tidak boleh mengobati orang yang sakit flu. Kalau kita melihat seorang montir mobilnya
mogok, kita tidak akan mengatakan bahwa montir itu tidak boleh membetulkan mobil.
Lalu mengapa kalau ada seorang pendeta yang tidak bisa melakukan ajarannya kita
berkata bahwa ia tidak boleh memberitakan ajaran tersebut?

Lain lagi ceritanya kalau si pengkhotbah itu memang tidak berkeinginan untuk melakukan
apa yang ia ajarkan. Ini tentu merupakan suatu kemunafikan.

Tetapi dari sudut saudara sebagai jemaat / pendengar, apakah pendeta / pengkhotbah
itu mentaati ajarannya sendiri atau tidak, saudara tetap harus mendengar dan taat, tentu
saja selama ajarannya itu benar.

Bdk. Mat 23:1-3 - “Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-
muridNya, kataNya: ‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.
Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi
janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi
tidak melakukannya”.

Kalau pendeta / pengkhotbah itu tidak mentaati ajarannya sendiri, itu urusan dia dengan
Tuhan, tetapi kalau saudara ikut-ikutan tidak taat, saudarapun akan berurusan dengan
Tuhan. Jadi tetaplah taat, tak peduli pendeta / pengkhotbahnya taat atau tidak!

b) Keharusan mentaati Perjanjian Lama.

Misalnya:

 tentang persembahan persepuluhan! Tidak pernah ada ayat yang menghapuskan


persembahan persepuluhan ini! Ada orang yang menggunakan 2Kor 9:7 sebagai
dasar untuk menghapuskan persembahan persepuluhan, tetapi ini salah, karena ayat
ini berbicara tentang persembahan sukarela, bukan tentang persembahan
persepuluhan!

 tentang peraturan Sabat (tidak boleh bekerja / mempekerjakan orang, dan harus
berbakti). Ini juga tidak pernah dihapuskan. Entah berdasarkan apa orang-orang
tertentu mengatakan bahwa dalam Perjanjian Baru peraturan / hukum Sabat sudah
dihapuskan!

Ay 19 ini perlu dicamkan setiap kali saudara meremehkan suatu dosa dan
membiarkannya ada dalam hidup saudara. Itu sama dengan meniadakan / tidak
melakukan salah satu Firman Tuhan. Misalnya:

 dusta. Bdk. Kel 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.

 iri hati. Bdk. Kel 20:17 - “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini
isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau
keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.’”.

 menyebarkan gossip.

Amsal 10:12 - “Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala


pelanggaran”.

Amsal 17:9 - “Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-
bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib”.

Hati-hati dengan dosa ini, dan jangan memberi alasan / dalih: ‘Oh, itu keluar dengan
sendirinya’. Atau: ‘Oh, saya tidak bermaksud begitu’. Atau: ‘Oh, aku maunya cuma
sharing’. Semua penggossip begitu. Tidak ada penggosip yang memulai gossipnya
dengan berkata: ‘Eh dengarkan, saya mau menceritakan suatu gossip. ...’.
3) Resiko kalau melanggar hal-hal di atas dan pahala kalau mentaati hal-hal di atas (ay 19).

Resiko bagi yang melanggar: menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan
Surga (ay 19).

Pahala bagi yang mentaati: menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga (ay 19).

Ada 2 hal yang ingin saya bahas di sini:

a) Istilah ‘Kerajaan Surga’ menunjuk kepada apa?

 Calvin menganggap bahwa istilah ‘Kerajaan Sorga’ menunjuk kepada Gereja, sama
seperti penggunaan istilah itu dalam Luk 7:28 - “Aku berkata kepadamu: Di antara
mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada
Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya.’”.

Catatan: kalau Matius menggunakan istilah ‘Kerajaan Sorga’ maka Lukas


menggunakan istilah ‘Kerajaan Allah’. Tetapi kedua istilah ini artinya sama.

 Tetapi penafsir yang lain pada umumnya menganggap bahwa istilah ini menunjuk
baik kepada ‘Gereja’, maupun kepada ‘surga’.

William Hendriksen: “As Scripture confirms, this principle holds with respect to Christ’s
rule both on earth (cf. Matt. 18:1-4) and in heaven. It is true now and will apply also in the
day of judgment and afterward” [= Seperti diteguhkan oleh Kitab Suci, prinsip ini berlaku
berkenaan dengan pemerintahan Kristus baik di bumi (bdk. Mat 18:1-4) dan di surga. Itu
benar pada saat ini, dan akan berlaku juga pada hari penghakiman dan setelahnya] - hal
292-293.

Mat 18:1-4 - “Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya:
‘Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?’ Maka Yesus memanggil seorang anak kecil
dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan
masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi
seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga”.

Catatan: mungkin ia menggunakan Mat 18:1-4 ini, karena karena para murid jelas
sudah masuk dalam ‘Gereja’, sehingga yang dimaksudkan oleh Yesus dengan ‘tidak
akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga’ adalah ‘tidak masuk ke surga’.

Matthew Poole: “that man shall have a great renown and reputation in the church, which
is the kingdom of heaven upon earth, and shall have a great reward in the kingdom of glory
hereafter” (= orang itu akan mendapatkan kemasyhuran dan reputasi yang besar dalam
gereja, yang adalah kerajaan surga di bumi, dan akan mendapatkan upah / pahala yang
besar dalam kerajaan kemuliaan setelahnya / di alam baka) - hal 23.

Saya lebih setuju dengan penafsiran yang kedua. Jadi sekalipun masuk surga itu hanya
tergantung iman kepada Kristus, tetapi tinggi rendahnya tingkat di surga, atau besar
kecilnya pahala di surga, tergantung dari kehidupan kita, dan khususnya tergantung dari
sikap kita terhadap Firman Tuhan.

b) Apa artinya ‘menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga’?

 Clarke menafsirkan kata-kata ini sebagai:

“shall have no place in the kingdom of Christ here, nor in the kingdom of glory above” (=
tidak akan mendapatkan tempat dalam kerajaan Kristus di sini ataupun dalam kerajaan
kemuliaan di atas) - hal 70.
Bdk. Wah 22:18-19 - “Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-
perkataan nubuat dari kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-
perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang
tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-
perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon
kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.

 Pulpit Commentary (hal 157) mengutip pendapat Agustinus tentang bagian ini dimana
ia mengatakan bahwa orang-orang ini bukannya tidak masuk ke dalam Kerajaan
Sorga, tetapi menduduki tempat terendah.

Saya lebih condong pada pandangan kedua ini.

Jadi, sikap kita terhadap Firman Tuhan mempengaruhi / menentukan tinggi rendahnya
tempat di surga. Dengan kata lain, itu mempengaruhi / menentukan kemuliaan kita di
hadapan Allah. Ini sesuai dengan Kis 17:11 - “Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya
dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala
kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya
itu benar demikian”.

KJV/RSV: ‘more noble’ (= lebih mulia).

NIV: ‘more noble character’ (= karakter yang lebih mulia).

NASB: ‘more noble-minded’ (= mempunyai pikiran yang lebih mulia).

Jadi, orang yang mempunyai sikap yang benar terhadap Firman Tuhan dianggap lebih mulia
oleh Tuhan, dan karena itu nanti pasti juga akan mendapat tempat yang lebih mulia di surga.

Hal-hal lain yang mempengaruhi kemuliaan seseorang di hadapan Allah adalah:

1. Doa, yang merupakan ketaatan terhadap Firman Tuhan yang memerintahkan kita untuk
berdoa.

Bdk. 1Taw 4:9-10 - “Yabes lebih dimuliakan dari pada saudara-saudaranya; nama Yabes itu
diberi ibunya kepadanya sebab katanya: ‘Aku telah melahirkan dia dengan kesakitan.’ (10)
Yabes berseru kepada Allah Israel, katanya: ‘Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-
limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tanganMu menyertai aku, dan melindungi aku
dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!’ Dan Allah mengabulkan
permintaannya itu”.

2. Pelayanan, yang merupakan ketaatan terhadap Firman Tuhan yang memerintahkan kita
untuk melayani. Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:

 Mat 20:26-27 - “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di
antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka
di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu”.

 Mat 24:46-47 - “Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu,
ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan
mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya”.

 Mat 25:14-23 - perumpamaan tentang talenta.

 Luk 19:12-19 - perumpamaan tentang uang mina.


III) Orang kristen vs ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
(ay 20).
1) Yesus bertentangan dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Ay 20 ini bukan hanya menunjukkan bahwa Yesus menentang kehidupan ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, tetapi juga bahwa Ia ‘menghakimi’ ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi. Karena itu jelaslah bahwa ‘larangan menghakimi’ dalam Mat 7:1-2 tidak boleh
diartikan seakan-akan kita tidak boleh mengecam / menyatakan kesalahan / kesesatan dari
orang / gereja tertentu. Bdk. Yoh 7:24.

D. Martyn Lloyd-Jones: “The second proposition, which he lays down in verses 19 and 20, is that
this teaching of His which is in such harmony with the Old Testament is in complete disharmony
with, and an utter contradiction of, the teaching of the Pharisees and scribes” (= Hal yang kedua
yang Ia berikan dalam ay 19 dan 20, adalah bahwa ajaranNya ini, yang begitu sesuai dengan
Perjanjian Lama, sepenuhnya tidak sesuai dengan, dan sama sekali bertentangan dengan, ajaran
dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 181.

D. Martyn Lloyd-Jones: “our Lord was not content with making positive statements only; He
made negative ones also. He was not content with just stating His doctrine. He also criticized other
doctrines. ... Many, alas, seem to object in these days to negative teaching. ‘Let us have positive
teaching’, they say. ‘You need not criticize other views.’ But our Lord definitely did criticize the
teaching of the Pharisee and scribes. ... And it is essential, of course, that we should do the same”
(= Tuhan kita tidak puas dengan memberikan pernyataan yang positif saja; Ia juga memberikan
pernyataan yang negatif. Ia tidak puas dengan hanya menyatakan ajaran / doktrinNya. Ia juga
mengkritik ajaran / doktrin yang lain. ... Pada jaman ini kelihatannya ada banyak orang keberatan
dengan pengajaran yang negatif. ‘Baiklah kita mempunyai pengajaran yang positif’, kata mereka.
‘Engkau tidak perlu mengkritik pandangan-pandangan yang lain’. Tetapi Tuhan kita jelas
mengkritik ajaran dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. ... Dan tentu saja merupakan sesuatu
yang penting bahwa kita melakukan hal yang sama) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal
181,182.

D. Martyn Lloyd-Jones: “We are talking about æcumenicity, and the argument is put forward
that, because of a certain common danger, it is not the time to be arguing about points of doctrine;
rather we should all be friendly and pull together. Not at all, according to our Lord. The fact that
the Roman Catholic and Greek Orthodox Churches are called Christian is no reason why we should
not expose the corruptness and the dangerous errors of their systems” (= Kami berbicara tentang
oikumene, dan diajukan suatu argumentasi bahwa karena suatu bahaya umum tertentu, ini
bukanlah waktu untuk berdebat tentang doktrin; sebaliknya kita semua harus bersahabat dan
bekerja sama. Menurut Tuhan kita sama sekali tidak demikian. Fakta bahwa Gereja-gereja Roma
Katolik dan Orthodox Yunani disebut Kristen bukanlah alasan mengapa kita tidak boleh
menyingkapkan keburukan dan kesalahan-kesalahan yang berbahaya dari ajaran mereka) -
‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 182.

Catatan: Ia menyebutkan Gereja Roma Katolik dan Gereja Orthodox Yunani sebagai contoh.
Tentu saja ada lebih banyak contoh, apalagi pada jaman ini, seperti: Saksi Yehovah, Mormon
(Gereja Yesus Kristus dari orang-orang suci jaman akhir), Liberalisme, Gereja Orthodox
Syrianya Bambang Noorsena / Jusuf Roni, Penginjilan terhadap orang matinya Andereas
Samudera, dan yang sekarang sedang ‘naik daun’, yaitu Pdt. Yesaya Pariadji dari GBI
Tiberias. Dari kesaksiannya jelas terlihat bahwa ia menganut pandangan ‘keselamatan oleh
perbuatan baik’, dan juga ia menyalah-gunakan sakramen baptisan dan Perjamuan Kudus
untuk melakukan kesembuhan.

2) Kebenaran kita harus melampaui kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Ay 20: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”.
Kata-kata ‘hidup keagamaan’ salah terjemahan, seharusnya adalah ‘kebenaran’.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘righteousness’ (= kebenaran).

Kata bahasa Yunani yang dipakai adalah DIKAIOSUNE, yang artinya memang adalah
‘righteousness’ (= kebenaran).

Jadi, Yesus berkata bahwa kalau kebenaran kita tidak lebih dari kebenaran ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, kita tidak akan masuk surga.

Pada jaman itu ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dianggap sebagai teladan, yang
ketaatannya bahkan dianggap terlalu tinggi untuk dicapai oleh orang awam. Tetapi di sini
Yesus berkata bahwa kebenaran kita harus lebih dari pada kebenaran ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi. Sebetulnya bagaimana kebenaran atau ketaatan dari ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi itu?

a) Ketaatan lahiriah.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah orang-orang yang sangat menekankan
Hukum Taurat sampai sekecil-kecilnya, tetapi hanya secara lahiriah. Kalau saudara
membaca Mat 5:21-28, saudara akan melihat dengan jelas bahwa Yesus menyalahkan
penafsiran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum-hukum tertentu dalam
hukum Taurat, karena mereka hanya memberikan penafsiran lahiriah saja. Jadi,
seseorang dianggap melanggar hukum ke 6 kalau ia betul-betul melakukan pembunuhan
secara lahiriah; demikian juga seseorang dianggap melanggar hukum ke 7 jika ia betul-
betul berzinah secara lahiriah. Yesus lalu mengatakan bahwa pelanggaran terhadap
kedua hukum itu bisa terjadi melalui pikiran / hati, bukan hanya secara lahiriah.

D. Martyn Lloyd-Jones: “The kingdom of God is concerned about the heart; it is not my
external actions, but what I am inside that is important. A man once said that the best
definition of religion was this: ‘Religion is that which a man does with his own solitude.’ In
other words, if you want to know what you really are, you can find the answer when you are
alone with your thoughts and desires and imaginations. It is what you say to yourself that
matters. How careful we are in what we say to others; but what do we say to ourselves? What
a man does with his own solitude is what ultimately counts. The things that are within, which
we hide from the outside world because we are ashamed of them, these proclaim finally what
we really are” (= Kerajaan Allah mempersoalkan hati; yang penting bukan tindakan lahiriahku,
tetapi apa yang ada di dalamku. Seseorang pernah mengatakan bahwa definisi yang terbaik
dari agama adalah ini: ‘Agama adalah apa yang seseorang lakukan pada waktu ia seorang diri’.
Dengan kata lain, jika engkau ingin tahu apa sebenarnya dirimu, engkau bisa mendapatkan
jawaban pada waktu engkau sedang sendirian dengan pemikiranmu, keinginanmu dan
khayalanmu. Yang menjadi soal adalah apa yang engkau katakan kepada dirimu sendiri.
Alangkah hati-hatinya kita dalam apa yang kita katakan kepada orang-orang lain; tetapi apa
yang kita katakan kepada diri kita sendiri? Yang pada akhirnya diperhitungkan adalah apa yang
dilakukan seseorang pada waktu ia seorang diri. Hal-hal yang ada di dalam, yang kita
sembunyikan dari dunia luar karena kita malu tentangnya, hal-hal inilah yang akhirnya
menyatakan diri kita yang sebenarnya) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 204.

Ketaatan lahiriah dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ini menimbulkan
kemunafikan.

J. Sidlow Baxter: “First they solemnly laboured to perform all the scribal enjoinments; then,
failing in this, they rested in mere outward compliance; then they excused outward correctness
only; then they masqueraded in an outward profession of piety while covertly sinning; until
finally, becoming used to this, they tolerated it, and even practised it, thus becoming the worst
of hypocrites” (= Mula-mula mereka berusaha untuk melakukan semua perintah / larangan
dari ahli Taurat; lalu setelah mereka gagal dalam hal ini, mereka berhenti pada semata-mata
penyesuaian lahiriah; lalu mereka mengabaikan / membiarkan / mengijinkan kebenaran
lahiriah saja; lalu mereka menggunakan topeng pengakuan kesalehan lahiriah, sementara
mereka berbuat dosa secara tersembunyi; sampai akhirnya, menjadi terbiasa dengan hal ini,
mereka mentoleransinya, dan bahkan mempraktekkannya, dan dengan demikian menjadi
orang munafik yang paling buruk) - ‘Explore the Book’, vol 5, hal 51.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi juga adalah orang-orang yang suka memamerkan
ketaatannya pada hukum Taurat (Mat 6:2,5,16). Ini jelas merupakan sebagian dari
kemunafikan mereka.

Kebenaran kita harus melampaui kebenaran dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat
(ay 20), artinya ketaatan kita tidak boleh hanya merupakan ketaatan lahiriah. Hati juga
harus taat!

Contoh ketaatan lahiriah:

 Saudara tidak mempunyai istri kedua ataupun melakukan perselingkuhan, tetapi


saudara tidak mencintai istri saudara.

 Saudara menolong orang tetapi saudara tidak mengasihinya.

 Saudara melayani / memberi persembahan, tetapi melakukannya bukan dengan


sukacita tetapi dengan terpaksa.

 Saudara hadir di gereja, tetapi pikiran saudara memikirkan pekerjaan dan bahkan
pekerjaan yang berdosa.

Amos 8:4-6 - “Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang
membinasakan orang sengsara di negeri ini dan berpikir: ‘Bilakah bulan baru berlalu,
supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh
menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan
neraca palsu, supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena
sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan?’”.

Lloyd-Jones mengatakan ada banyak orang yang asal sudah pergi berbakti dan
mengikuti Perjamuan Kudus pada hari Minggu, merasa bahwa ia bebas
menggunakan hari itu sesukanya.

D. Martyn Lloyd-Jones: “The Lord’s day is a day that is meant to be given as much as
possible to God. We ought on this day to put everything aside as far as we can, that God
may be honoured and glorified and that His cause may prosper and flourish” (= Hari Tuhan
adalah suatu hari yang dimaksudkan untuk diberikan sebanyak mungkin kepada Allah.
Pada hari ini kita harus mengesampingkan segala sesuatu sejauh kita bisa, supaya Allah
bisa dihormati dan dimuliakan dan perkara / aktivitasNya bisa berhasil dan bertumbuh /
maju) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 205.

Kita tidak boleh mempunyai ketaatan yang hanya bersifat lahiriah, tetapi kita harus
mempunyai ketaatan yang muncul dari hati, dan ini hanya dimungkinkan kalau kita sudah
dilahir-barukan.

b) Kepercayaan terhadap hal-hal lahiriah.

‘Ketaatan lahiriah’ yang sudah kita bahas pada point a) di atas berbeda dengan
‘kepercayaan terhadap hal-hal lahiriah’ yang dibahas di sini. Kepercayaan terhadap hal-
hal lahiriah berhubungan dengan faktor keturunan (keturunan Abraham), kebangsaan
mereka (bangsa pilihan), dan juga dengan sunat, yang merupakan tanda lahiriah bahwa
mereka adalah bangsa pilihan.
Fil 3:4-6 - “Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika
ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat
pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang
pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat,
tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”.

Mat 3:9 - “Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah
bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham
dari batu-batu ini!”.

Yoh 8:39-40 - “Jawab mereka kepadaNya: ‘Bapa kami ialah Abraham.’ Kata Yesus kepada
mereka: ‘Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan
yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku;
Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari
Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham”.

Kis 15:1 - “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-
saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa,
kamu tidak dapat diselamatkan.’”.

Penerapan:

Kita juga bisa mempunyai kepercayaan terhadap hal-hal lahiriah, seperti Baptisan,
Perjamuan Kudus, kekristenan yang turun temurun, suku bangsa yang kristen, dan
sebagainya. Semua ini harus dibuang dari diri kita!

c) Menekankan tradisi lebih dari moral.

Hal lain tentang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ini adalah bahwa mereka lebih
peduli dengan hal-hal yang bersifat upacara keagamaan (seperti membasuh tangan
sebelum makan - Mat 15:2) dari pada hal-hal yang bersifat moral.

d) Menggunakan tradisi untuk menghindari tuntutan hukum Taurat.

Lloyd-Jones juga mengatakan bahwa ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sering
menggunakan tradisi untuk menghindari tuntutan hukum Taurat.

Bdk. Mat 15:3-6 - “Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Mengapa kamupun melanggar
perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah
ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati.
Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada
padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan
kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian
firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.

D. Martyn Lloyd-Jones: “They worked by traditions, and most of these traditions were really
nothing but very clever and subtle ways of evading the demands of the law. ... You see that a
Roman Catholic who does not believe in divorce has obtained one. How has it happened? It has
probably been done by means of casuistry - some kind of explanation on paper that seems to
satisfy the letter of the law. But, again, I am not simply concerned to denounce that Catholic
type of religion. God knows we are all experts at this. We can all rationalize our own sins and
explain them away, and excuse ourselves for the things we do and do not do. That was typical
of the Pharisees” (= Mereka bekerja dengan tradisi, dan kebanyakan dari tradisi ini hanyalah
cara yang sangat pandai dan cerdik untuk menghindari tuntutan hukum Taurat. ... Engkau
melihat bahwa seorang Roma Katolik yang tidak percaya pada perceraian bisa bercerai.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Mungkin itu dilakukan dengan cara mempermainkan hukum -
sejenis penjelasan di atas kertas yang kelihatannya memuaskan hukum secara hurufiah. Tetapi
saya tidak sekedar mencela agama Katolik. Allah tahu bahwa kita semua ahli dalam hal ini. Kita
semua bisa merasionalisasikan dosa-dosa kita sendiri dan menjelaskan dosa-dosa itu, dan
memaafkan diri kita sendiri untuk apa yang kita lakukan dan yang tidak kita lakukan. Ini
merupakan sesuatu yang khas dari orang-orang Farisi) - ‘Studies in the Sermon on the
Mount’, hal 205.

Pulpit Commentary: “Antinomianism is unchristian. If Christianity is to be found in the


teachings of Christ, Christianity does not relax the moral Law. On the contrary, it elevates and
strengthens that Law. We cannot make a greater mistake than to suppose that the grace of
Christ means a certain easy treatment of men, any diminution of duty, any release from the
obligations of right. It is not a pardon of the past with indifference as regards the future. It is
forgiveness as a foundation and preparation for a new and better life” [= Anti hukum
merupakan sesuatu yang tidak kristen. Jika kekristenan mau ditemukan dalam ajaran Kristus,
kekristenan tidak melonggarkan hukum moral. Sebaliknya, kekristenan meninggikan dan
menguatkan hukum itu. Kita tidak bisa membuat kesalahan yang lebih besar dari pada
menganggap bahwa kasih karunia Kristus berarti suatu tindakan mengentengkan manusia,
suatu pengecilan dari kewajiban, suatu pembebasan dari kewajiban-kewajiban dari hak (?). Itu
bukan merupakan pengampunan dari masa lalu dengan sikap acuh tak acuh berkenaan dengan
masa yang akan datang. Itu merupakan pengampunan sebagai suatu dasar dan persiapan
untuk suatu kehidupan yang baru dan lebih baik] - hal 181.

e) Hanya mengajar tetapi tidak melakukan.

Mat 23:1-3 - “Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-muridNya,
kataNya: ‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu
turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah
kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak
melakukannya”.

Kalau ahli-ahli Taurat itu (dan mungkin banyak pendeta / penginjil) hanya mengajar tetapi
tidak melakukan, maka di kalangan jemaat banyak yang hanya mendengar dan
bertumbuh dalam pengetahuan, tetapi tidak melakukan (bdk. Yak 1:22).

Pulpit Commentary: “knowledge is not to be despised; it is necessary, it is most interesting;


but it is not enough” (= pengetahuan tidak boleh diremehkan / dipandang rendah; itu
merupakan sesuatu yang perlu, itu merupakan sesuatu yang paling menarik; tetapi itu tidak
cukup) - hal 176.

f) Menekankan hal-hal yang kecil tetapi mengabaikan hal-hal yang besar.

Mat 23:23-24 - “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-
orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi
yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan
kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin-
pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya
kamu telan”.

g) Kebenaran mereka adalah kebenaran karena perbuatan baik, bukan karena iman.

Ro 9:30-10:3 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa
lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman.
Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran,
tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena
iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, seperti ada tertulis:
‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan,
dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ Saudara-saudara, keinginan
hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. Sebab aku dapat
memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi
tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan
oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka
tidak takluk kepada kebenaran Allah”.

Memang text ini tidak berbicara tentang kebenaran dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, tetapi Israel / Yudaisme. Tetapi Israel / Yudaisme jelas mendapatkan itu dari ahli-
ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Fil 3:7-9 - “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi
karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus,
Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya
itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia
bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan
kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan
berdasarkan kepercayaan”.

Kalau saudara adalah orang yang berjuang untuk masuk surga dengan ketaatan /
perbuatan baik saudara, maka saudara tidak berbeda dengan ahli-ahli Taurat dan orang-
orang Farisi ini.

Hendriksen mengatakan (hal 293) bahwa ay 20-dst ini menunjukkan bahwa kebenaran
yang dituntut oleh Yesus adalah kebenaran yang sempurna, yang merupakan pemberian
Allah. Ini hanya bisa diterima dengan iman kepada Kristus.

3) Ancaman kalau tidak mempunyai kebenaran yang lebih dari pada kebenaran ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi.

Ay 20b: “sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”.

Pulpit Commentary: “A much stronger statement than that of ver. 19, though some would identify
the two. There Christ was comparing one disciple with another; here his disciples with non-
disciples” (= Suatu pernyataan yang jauh lebih kuat dari apa yang ada dalam ay 19, sekalipun ada
yang menyamakan kedua hal itu. Di sana Kristus membandingkan satu murid dengan yang lain; di
sini Ia membandingkan murid-muridNya dengan yang bukan murid) - hal 158.

Pulpit Commentary: “Christians who neglect part of the Law of God shall be called least in the
kingdom of heaven; but mere formalists shall not even enter therein” (= Orang-orang kristen yang
mengabaikan sebagian dari hukum Taurat Allah akan disebut yang terkecil dalam kerajaan surga;
tetapi orang-orang yang hanya mempraktekkan hal-hal lahiriah bahkan tidak akan masuk ke
dalamnya) - hal 176.

Kesimpulan / penutup.
Yesus tidak membuang Perjanjian Lama, dan karena itu kita juga tidak boleh membuang Perjanjian
Lama, tetapi sebaliknya mengajarkannya dan mentaatinya. Dan kita harus mempunyai kebenaran
yang melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, khususnya dalam persoalan:

 kebenaran yang didapatkan oleh iman kepada Kristus.

 ketaatan yang muncul dari hati yang sudah dilahir-barukan, dan bukan sekedar ketaatan yang
lahiriah saja.

Matius 5:21-26
I) Yesus bukan menentang Firman Tuhan / Perjanjian Lama, tetapi menentang
penafsiran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang Perjanjian Lama.

1) Terjemahan yang salah dari Kitab Suci Indonesia.

Ay 21: “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh;
siapa yang membunuh harus dihukum”.

KJV/RSV/NIV/Lit: ‘it was said’ (= dikatakan).

Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘difirmankan’. Penggunaan kata ‘firman’ menunjukkan


bahwa itu merupakan kata-kata Allah / Perjanjian Lama, dan ini salah.

Kalau Yesus mengutip Perjanjian Lama, maka istilah yang biasa digunakan adalah:

 ‘Ada tertulis’ (It is written / It has been written), seperti dalam Mat 4:4,7,10.

 ‘Tidakkah kamu baca’, seperti dalam Mat 12:3,5 Mat 19:4 Mat 22:31.

Sebetulnya terjemahannya adalah ‘it was said’ (= dikatakan), seperti dalam Kitab Suci
bahasa Inggris, dan ini tidak menunjuk pada kata-kata Allah, tetapi pada kata-kata / ajaran
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Hal yang sama terjadi pada ay 27,31,33,38,43.

2) Dalam ay 21-48 Yesus memberikan exposisi / penafsiranNya tentang hukum Taurat, dan
mengkontraskannya dengan penafsiran / ajaran dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.
Perbedaan utama adalah bahwa ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi selalu memberikan
penafsiran hurufiah, dan hanya memperhatikan tindakan lahiriah, sedangkan Yesus
memberikan arti sebenarnya dan menekankan juga hati, pikiran, motivasi dan keinginan
seseorang. Tetapi ada juga bagian dimana ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu
menggunakan tradisi mereka yang sama sekali tidak ada dalam Kitab Suci (seperti dalam
ay 43), atau memberikan penerapan yang salah tentang Perjanjian Lama (seperti dalam
ay 31,33,38).

II) Yesus membahas hukum ke 6: jangan membunuh.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menafsirkan hukum ke 6, sebagai larangan terhadap
pembunuhan secara fisik / lahiriah saja, tetapi dalam ay 21-26 ini Yesus menerapkannya pada
hal-hal lain, yaitu:

1) Marah (ay 22a).

a) Tidak semua kemarahan adalah dosa.

Ay 22a (KJV): ‘But I say unto you, That whosoever is angry with his brother without a
cause shall be in danger of the judgment’ (= Tetapi Aku berkata kepadamu: Bahwa
siapapun yang marah kepada saudaranya tanpa alasan akan ada dalam bahaya
penghakiman).

Kata-kata ‘without a cause’ (= tanpa alasan) hanya ada dalam manuscripts tertentu.

Stott mengatakan (hal 83) bahwa sekalipun kata-kata ‘without a cause’ itu mungkin sekali
tidak orisinil, tetapi kata-kata itu memberikan penafsiran yang benar tentang apa yang
Yesus maksudkan, karena jelas bahwa tidak semua kemarahan merupakan dosa.
Terlepas dari asli atau tidaknya, atau benar atau tidaknya, kata-kata ‘without a cause’ itu
dalam terjemahan KJV ini, Kitab Suci jelas tidak menganggap semua kemarahan sebagai
dosa. Ini terlihat dari:
 Yesus berulangkali marah (Mark 3:5 Yoh 2:13-17), tetapi dikatakan tidak berdosa
(Ibr 4:15).

 kemarahan jemaat Efesus terhadap rasul-rasul palsu dipuji (Wah 2:2), dan
sebaliknya ke‘sabar’an jemaat Korintus terhadap rasul-rasul palsu justru dikecam
(2Kor 11:4).

 Ef 4:26 yang berbunyi: ‘Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa:
janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu’, jelas menunjukkan bahwa
‘marah’ tidak selalu identik dengan ‘dosa’, dan bahwa kita bisa marah tetapi tidak
berdosa.

Kemarahan yang benar biasanya adalah kemarahan yang dilandasi oleh kasih, dan
ditujukan terhadap dosa, ketidak-adilan, penindasan, dan kesesatan.

Contoh:

 orang tua yang marah kepada anak yang nakal.

 orang kristen yang marah karena adanya ajaran sesat atau karena adanya korupsi
dalam gereja.

 kita marah karena adanya terorisme.

 kita marah mendengar orang yang bersalah dibebaskan / orang yang tidak bersalah
dihukum oleh pengadilan.

Perlu dicamkan bahwa sekalipun kemarahan seperti ini merupakan kemarahan yang
benar, tetapi kalau perwujudannya kelewat batas maka itu menjadi salah / dosa. Misalnya
kalau kemarahan terhadap anak diwujudkan dengan memaki anak atau memukul
sehingga mencederai anak tersebut.

b) Tetapi jelas ada banyak kemarahan yang memang merupakan dosa, dan mungkin
sebagian besar kemarahan kita, tidak bisa disebut sebagai ‘holy anger’ (= kemarahan
yang suci), dan memang merupakan dosa. Dan ini dihubungkan oleh Yesus dengan
hukum ke 6 (ay 21). Jadi, kemarahan seperti itu merupakan pembunuhan dalam hati /
pikiran.

c) Kata ‘saudara’ dalam ay 22 kelihatannya harus diartikan bukan sebagai ‘saudara


seiman’, tetapi sebagai ‘sesama manusia’, atau ‘siapapun yang mempunyai hubungan
dengan kita’.

2) Mencaci-maki / mengeluarkan kata-kata yang bersifat menghina (ay 22b,c).

a) Mengatakan ‘kafir’ (ay 22b).

1. Arti kata ini sebenarnya.

RSV: ‘whoever insults his brother’ (= siapapun menghina saudaranya).

KJV/NIV/NASB tidak menterjemahkan kata ini, tetapi hanya mentransliterasikan


(mengganti huruf-huruf Yunaninya dengan huruf Latin) sebagai ‘Raca’.

D. Martyn Lloyd-Jones: “‘Raca’ means ‘worthless fellow’” (= ‘Raca’ berarti ‘orang yang
tidak berharga’) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 224.

John Stott mengatakan (hal 84) bahwa kata ‘Raca’ itu mungkin sama dengan kata
Aram yang berarti ‘empty’ (= kosong).
Tasker (Tyndale) mengatakan bahwa kata ‘Raca’ tidak terlalu berbeda dengan
MORE (yang digunakan dalam ay 22c) yang artinya ‘bodoh / tolol’ (dalam Kitab Suci
Indonesia diterjemahkan ‘jahil’).

Barclay: “Raca is an almost untranslatable word, because it describes a tone of voice more
than anything else. Its whole accent is the accent of contempt. To call a man Raca was to
call him a brainless idiot, a silly fool, an empty-headed blunderer. It is the word of one who
despises another with an arrogant contempt” (= Raca hampir tidak bisa diterjemahkan,
karena kata itu lebih menggambarkan nada suara dari pada apapun yang lain. Seluruh
penekanannya merupakan penekanan penghinaan / kejijikan. Menyebut seseorang
sebagai Raca berarti menyebutnya sebagai seorang idiot yang tidak mempunyai otak,
seorang tolol, seorang pembuat kesalahan yang kepalanya kosong) - hal 139.

2. Orang yang mengatakan Raca lebih bersalah dari pada orang yang marah (point no
1 di atas).

Sama seperti kemarahan, mengatakan Raca juga dinyatakan oleh Yesus sebagai
pelanggaran terhadap hukum ke 6. Tetapi kalau ay 22a mengatakan bahwa orang
yang marah ‘harus dihukum’ [NASB: ‘liable to the court’ (= bisa dihadapkan ke
pengadilan)], maka ay 22b mengatakan bahwa orang yang mengatakan ‘Raca’ harus
‘dihadapkan ke Mahkamah Agama (Sanhedrin)’. Saya setuju dengan William Barclay
yang mengatakan (hal 140) bahwa ini tidak boleh diartikan secara hurufiah. Artinya
hanyalah bahwa tindakan yang kedua ini (ay 22b) merupakan dosa yang lebih besar
dari pada tindakan pertama (ay 22a).

Penerapan:

Sekalipun pada waktu saudara marah secara salah saudara sudah berdosa, tetapi
kalau bisa tetap tahanlah mulut saudara supaya tidak mengeluarkan kata-kata
hinaan, karena ini akan membuat saudara jatuh ke dalam dosa yang lebih besar.

b) Mengatakan ‘jahil’ (ay 22c).

1. Kata ‘jahil’ ini jelas merupakan terjemahan yang salah.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘fool’ (= bodoh / tolol).

Kata Yunani yang dipakai adalah MORE, dan Adam Clarke mengatakan (hal 71)
bahwa mungkin itu berasal dari kata bahasa Ibrani MARAH, yang berarti
‘memberontak’ atau ‘murtad’. Jadi mungkin bisa diartikan sebagai ‘sesat’. Tetapi
Clarke mengatakan bahwa ini hanya bersalah, kalau si penuduh / pemaki itu tidak
bisa membuktikan tuduhan / makiannya tersebut.

Barclay mengatakan (hal 140) bahwa sekalipun kata Yunaninya bisa diartikan ‘bodoh’
/ ‘tolol’, tetapi kalau kita menyebut seseorang dengan kata ini, maka artinya adalah
bahwa orang itu ‘bodoh secara moral’. Ini berarti kita mencap orang tersebut sebagai
orang yang tidak bermoral, dan dengan demikian merusak reputasi orang tersebut.

2. Mengatakan seseorang sebagai bodoh / tolol, tidak selalu merupakan dosa.

Dalam Mat 23:17 Yesus sendiri berkata kepada / tentang ahli-ahli Taurat dan orang-
orang Farisi dengan kata-kata sebagai berikut: “Hai kamu orang-orang bodoh dan
orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas
itu?”.

Kata Yunani yang digunakan dalam Mat 23:17 ini sama dengan yang digunakan
dalam Mat 5:22, hanya saja dalam Mat 23:17 ini digunakan bentuk jamak.
Bandingkan juga dengan Luk
11:40 24:25 Ro 1:22 1Kor 15:36 2Kor 11:19 Gal 3:1 1Pet 2:15 dimana Yesus /
rasul-rasul juga mengatakan seseorang sebagai ‘bodoh’. Tetapi dalam semua ayat-
ayat ini, kata bahasa Yunaninya berbeda dengan yang digunakan dalam Mat 5:22
dan Mat 23:17.

Dari semua ini harus disimpulkan bahwa sama seperti marah, maka mengatakan
‘bodoh’ / ‘tolol’ hanya salah, kalau hal itu dilandasi kebencian atau emosi yang tidak
terkendali.

3. Tindakan ini lebih berat lagi dosanya dari pada tindakan pertama (marah) dan kedua
(mengatakan Raca), dan itu ditunjukkan oleh kata-kata ‘harus diserahkan ke dalam
neraka yang menyala-nyala’ (ay 22c).

Lagi-lagi saya setuju dengan Barclay yang mengatakan (hal 141) bahwa ini tidak
boleh ditafsirkan secara hurufiah. Ini hanya menunjukkan bahwa tindakan
mengatakan ‘bodoh’ ini merupakan dosa yang lebih besar dari pada mengatakan
‘Raca’.

Barclay: “Long-lasting anger is bad; contemptuous speaking is worse, and the careless or
the malicious talk which destroys a man’s good name is worst of all” (= Kemarahan yang
bertahan lama merupakan sesuatu yang buruk; mengucapkan sesuatu yang menghina
merupakan sesuatu yang lebih buruk, dan kata-kata yang sembrono atau jahat yang
menghancurkan nama baik seseorang adalah yang terburuk dari semua) - hal 141.

3) Adanya ‘ganjelan’ yang belum dibereskan dalam hati saudara kita terhadap kita (ay 23-24).

a) Apa yang dimaksud dengan ‘ganjelan’ itu?

William Hendriksen beranggapan (hal 300) bahwa ‘ganjelan’ itu tidak mungkin
merupakan sesuatu yang remeh / kecil, karena kalau demikian, alangkah sedikitnya
orang yang bisa berbakti kepada Allah. Jadi ia beranggapan bahwa ‘ganjelan’ itu
haruslah sesuatu yang cukup penting / besar. Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata
ini sukar dipraktekkan, karena besar atau kecil merupakan sesuatu yang relatif.

Selanjutnya Hendriksen membahas apakah orang yang mempunyai ganjelan terhadap


kita itu harus benar, baru kita wajib melakukan ay 23-24 ini? Atau apakah sekalipun ia
tidak benar, tetapi ia menyangka bahwa ia benar, kita tetap wajib melakukan ay 23-24
ini?

Hendriksen mengatakan bahwa Lenski berpendapat bahwa orang yang mempunyai


ganjelan itu harus benar. Matthew Poole juga mengatakan (hal 23) bahwa orang itu harus
mempunyai ‘just reason’ (= alasan yang benar).

Tetapi Hendriksen sendiri beranggapan bahwa kalaupun saudara kita itu salah, tetapi
kalau ia mengira dirinya benar, sehingga ia mempunyai ganjelan terhadap kita, maka kita
tetap harus mengusahakan perdamaian dengan dia (bukan minta maaf, tetapi
menjelaskan / memberi pengertian kepadanya). Dan kelihatannya Pulpit Commentary
mempunyai pandangan yang sama dengan Hendriksen.

Pulpit Commentary: “It is noteworthy that our Lord in this verse does not define on whose
side the cause of the quarrel lies” (= Perlu diperhatikan bahwa Tuhan kita dalam ayat ini tidak
mendefinisikan pada sisi siapa penyebab pertengkaran ini terletak) - hal 162.

Satu hal lain yang ingin saya tambahkan adalah: kalau kita disuruh berinisiatif untuk
membereskan suatu ‘ganjelan’ yang ada dalam diri saudara kita, apalagi kalau ‘ganjelan’
itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di sekitar saudara terhadap
siapa saudara mempunyai ‘ganjelan’? Bawa itu kepada Tuhan, dan bereskan! Bahkan
mungkin sekali untuk membereskan hal itu, saudara harus datang kepada orang
tersebut, dan membicarakannya!

b) Mengapa hal seperti ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum ke 6?

D. Martyn Lloyd-Jones: “the commandment not to kill really means we should take positive
steps to put ourselves right with our brother” (= perintah untuk tidak membunuh berarti bahwa
kita harus mengambil langkah-langkah yang positif untuk meluruskan / memperbaiki
hubungan kita dengan saudara kita) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 227.

c) Kata ‘persembahan’ / ‘memberikan persembahan’ (ay 23,24).

Calvin beranggapan (hal 287) bahwa kata ‘persembahan’ merupakan suatu synecdoche
(= gaya bahasa dimana ‘sebagian’ mewakili ‘seluruhnya’), dan menunjuk pada ibadah /
kebaktian yang kita lakukan terhadap Allah.

Matthew Poole: “It is a text usually applied with reference to communion with God in the
Lord’s supper, but equally extensive to any other part of worship, hearing the word, James
1:21, and prayer, 1Tim 2:8” (= Ini merupakan text yang biasanya diterapkan berkenaan dengan
persekutuan dengan Allah dalam Perjamuan Kudus, tetapi juga mencakup lebih luas pada
bagian lain dari ibadah / kebaktian, mendengar firman, Yak 1:21, dan doa, 1Tim 2:8) - hal 23.

Yak 1:19-21 - “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah
cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;
sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Sebab itu buanglah
segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah
lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu”.

1Tim 2:8 - “Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki berdoa dengan
menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan”.

Bandingkan juga dengan ayat-ayat di bawah ini:

 Yes 1:15 - “Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan
mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya,
sebab tanganmu penuh dengan darah”.

 Yes 58:3-4 - “‘Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga?
Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?’
Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu
mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan
berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu
berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi”.

D. Martyn Lloyd-Jones: “In the sight of God there is no value whatsoever in an act of worship
if we harbour a known sin. ... If I, in the presence of God, and while trying to worship God
actively, know there is sin in my heart which I have not dealt with and confessed, my worship
is useless. There is no value in it at all” (= Dalam pandangan Allah ibadah itu tidak mempunyai
nilai apapun jika kita mempunyai / menyembunyikan dosa yang diketahui. ... Jika saya, di
hadapan Allah, sedang berusaha untuk menyembah / berbakti kepada Allah secara aktif, tahu
bahwa ada dosa dalam hati saya yang belum saya tangani dan akui, ibadah saya tidak berguna.
Itu sama sekali tidak mempunyai nilai) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 228.

D. Martyn Lloyd-Jones: “If you are in a state of conscious enmity against another, if you are
not speaking to another person, or if you are harbouring these unkind thoughts and are a
hindrance and an obstacle to that other, God’s Word assures you that there is no value in your
attempted act of worship” (= Jika engkau ada dalam keadaan permusuhan yang disadari
terhadap orang lain, jika engkau tidak mau berbicara dengan seorang yang lain, atau jika
engkau mempunyai / menyembunyikan pikiran-pikiran yang tidak baik ini dan hal itu
merupakan suatu halangan dan rintangan terhadap orang lain itu, Firman Allah meyakinkanmu
bahwa tidak ada nilai dalam usahamu untuk beribadah / berbakti) - ‘Studies in the Sermon
on the Mount’, hal 228.

D. Martyn Lloyd-Jones: “There is no value or purpose in praying to God if you know in your
own heart that you are not right with your brother. It is impossible for God to have any dealings
with sin and iniquity. He is of such a pure countenance that He cannot even look upon it.
According to our Lord the matter is so vital that you must even interrupt your prayer, you must,
as it were even keep God waiting. Go and put it right, He says; you cannot be right with God
until you put yourself right with man” (= Tidak ada nilai atau kegunaan dalam berdoa kepada
Allah jika engkau tahu dalam hatimu sendiri bahwa engkau tidak benar / beres dengan
saudaramu. Adalah mustahil bagi Allah untuk mempunyai hubungan / urusan dengan dosa dan
kejahatan. Ia mempunyai wajah yang begitu murni sehingga Ia bahkan tidak bisa
memandangnya. Menurut Tuhan kita persoalan itu begitu penting sehingga engkau harus
menginterupsi doamu, bahkan engkau seakan-akan harus membiarkan Allah menunggu.
Pergilah dan bereskanlah, kataNya; engkau tidak bisa beres dengan Allah kecuali engkau
membereskan dirimu sendiri dengan manusia) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal
228-229.

Calvin: “But if the worship, which men render to God, is polluted and corrupted by their
resentments, this enables us to conclude, in what estimation he holds mutual agreement
among ourselves” (= Tetapi jika ibadah / kebaktian, yang dilakukan manusia kepada Allah,
dikotori dan dirusak oleh kebencian / kemarahan / kesebalan / ketidak-senangan, ini
menyebabkan kita bisa menyimpulkan bagaimana Ia menilai persetujuan / persesuaian satu
sama lain di antara kita sendiri) - hal 286.

d) Ini tidak berarti bahwa hubungan dengan manusia lebih penting dari pada hubungan
dengan Allah.

Knox Chamblin: “The point is not that human relationships are more important than the
worship of God, but that these two are inextricably bound together (the one inevitably affects
the other)” [= Maksudnya bukan bahwa hubungan dengan manusia lebih penting dari pada
ibadah / kebaktian kepada Allah, tetapi bahwa kedua hal ini terikat menjadi satu secara tak
terpisahkan (yang satu secara tak terhindarkan mempengaruhi yang lain)] - hal 41.

e) Inisiatif untuk membereskan ganjelan ini jelas bukan hal yang gampang. Ini
membutuhkan kerendahan hati dan penyangkalan diri!

f) Bagaimana kalau kita sudah mengusahakan perdamaian secara benar, tetapi orang
tersebut tidak mau berdamai?

Pulpit Commentary: “The Christian can never excuse himself by saying, ‘My brother will not
be reconciled to me.’ He must be; and the Christian must not rest until he is. The burden of right
relations rests on him” (= Orang kristen tidak pernah bisa beralasan dengan berkata:
‘Saudaraku tidak mau diperdamaikan dengan aku’. Ia harus; dan orang kristen itu tidak boleh
berhenti sampai ia mau. Beban dari hubungan yang benar ada pada orang kristen itu) - hal
225.

Saya berpendapat bahwa kata-kata ini salah. Clarke mengatakan (hal 72) bahwa kalau
kita sudah berusaha untuk berdamai, tetapi orang itu tidak mau, maka itu tidak akan
menghalangi ibadah kita kepada Allah. Bdk. Ro 12:18 - “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu
bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”.
Calvin: “so long as a difference with our neighbour is kept up by our fault, we have no access
to God” (= selama suatu perbedaan dengan sesama kita dipelihara / dipertahankan oleh
kesalahan kita, kita tidak mempunyai akses kepada Allah) - hal 286.

4) Ada hutang yang belum dibayar (ay 25-26).

a) Gambaran yang mustahil?

Mungkin orang-orang yang suka mencari-cari kesalahan Kitab Suci untuk menyerang
Kitab Suci, akan menyerang bagian ini sebagai sesuatu yang tidak masuk akal. Mana
ada 2 orang yang mau ‘bertempur’ dalam pengadilan lalu berjalan ke pengadilan
bersama-sama? Memang ini kelihatannya tidak masuk akal untuk kita pada jaman ini,
tetapi pada jaman itu di sana, hal itu merupakan sesuatu yang bisa terjadi.

Barclay: “The picture of two opponents on the way to court together seems to us very strange,
and indeed rather improbable. But in the ancient world it often happened. Under Greek law
there was a process of arrest called APAGOGE, which means ‘summary arrest’. In it the plaintiff
himself arrested the defendant. He caught him by his robe at the throat, and held the robe in
such a way that, if the man struggled, he would strangle himself” (= Gambaran tentang dua
lawan dalam perjalanan ke pengadilan bersama-sama kelihatan sangat aneh bagi kita, dan
bahkan mustahil. Tetapi dalam dunia kuno itu sering terjadi. Di bawah hukum Yunani ada
suatu proses penangkapan yang disebut APAGOGE, yang berarti ‘penangkapan cepat’. Dalam
penangkapan ini sang penuntut sendiri menangkap terdakwa. Ia menangkapnya di bagian
leher dari jubahnya, dan memegang jubah itu sedemikian rupa sehingga jika orang itu
berontak, ia akan mencekik dirinya sendiri) - hal 144.

Bdk. Mat 18:28-30 - “Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain
yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya:
Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu,
hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam
penjara sampai dilunaskannya hutangnya”.

b) Penafsiran rohani atau hurufiah?

Calvin mengatakan bahwa bagian ini sering ditafsirkan secara rohani, dimana ‘hakim’
diartikan menunjuk kepada ‘Allah’.

Calvin juga mengatakan (hal 288-289) bahwa Gereja Roma Katolik menafsirkan ‘penjara’
sebagai ‘api penyucian’, dan orang tak akan keluar dari penjara / api penyucian sampai ia
membayar lunas dosa-dosanya. Yang dimaksud dengan ‘lawan’ adalah ‘setan’, dan
Calvin lalu mengatakan bahwa kalau bagian ini mau ditafsirkan demikian, maka karena
ayat ini menyuruh kita berdamai dengan lawan kita, maka itu harus diartikan bahwa kita
harus berdamai dan menjadi teman dengan setan.

Calvin sendiri tidak setuju dengan penafsiran yang merohanikan seperti itu, dan
mengatakan bahwa bagian ini harus ditafsirkan secara hurufiah, dan jelas bahwa
pandangan Calvin ini benar.

c) Kontras dan persamaan.

Ada kontras antara ay 22-24 dengan ay 25-26. Yang pertama berurusan dengan
‘saudaranya’ (ay 22) / ‘saudaramu’ (ay 23), dan yang kedua berurusan dengan ‘lawanmu’
(ay 25).

Tetapi juga ada persamaan antara ay 23-24 dengan ay 25-26, yaitu ada ganjelan dalam
diri orang tersebut terhadap kita, dan ini harus dibereskan. Persamaan yang lain adalah
bahwa dalam kedua kasus, persoalannya harus dibereskan dengan secepatnya.
Barclay: “When personal relations go wrong, in nine cases out of ten immediate action will
mend them; but if that immediate action is not taken, they will continue to deteriorate, and
the bitterness will spread in an ever-widening circle” (= Pada waktu hubungan pribadi rusak,
dalam 9 dari 10 kasus, tindakan langsung / segera akan memperbaikinya; tetapi jika tindakan
langsung / segera itu tidak dilakukan, hubungan itu akan terus memburuk, dan kepahitan akan
menyebar makin lama makin luas) - hal 145.

d) Hutang yang tidak dibayar jelas akan merupakan suatu ganjelan dalam diri orang yang
memberi hutang, dan karena itu orang kristen harus secepatnya membereskan
hutangnya.

Sebetulnya berhutang saja sudah merupakan sesuatu yang memalukan, apalagi kalau
berhutang dan tidak membayar hutangnya. Kitab Suci menggambarkan orang yang
berhutang dan tidak membayar kembali sebagai orang fasik.

Maz 37:21a - “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali”.

e) Jangan menggunakan text ini sebagai dasar untuk membolehkan orang kristen
membereskan perkara pidana di luar sidang.

Ingat bahwa yang dipersoalkan dalam ay 25-26 adalah persoalan hutang, yang jelas
merupakan suatu persoalan perdata. Jadi, yang boleh / harus dibereskan di luar sidang
/ sebelum sidang ini hanyalah perkara perdata. Perkara pidana tidak boleh didamaikan
seperti itu.

Kesimpulan / penutup.
Tuhan menghendaki kita mempunyai hubungan yang baik dengan sesama, dan juga pemberesan
semua ganjelan. Memang ini tidak mudah, tetapi akan menjadi lebih mudah jika semua pihak mau
berusaha melaksanakan kehendak Tuhan ini. Maukah saudara? Tuhan memberkati saudara.

Matius 5:27-30
I) Perzinahan dalam hati / pikiran.
1) Kesalahan penafsiran hukum ke 7.

Tentang ay 27 Calvin berkata (hal 290) bahwa sekalipun Kristus mengutip kata-kata dari
hukum Taurat tetapi Ia bukan menyalahkan hukum Taurat, tetapi penafsiran yang salah
tentang hukum Taurat. Sama seperti dengan hukum yang ke 6 (Mat 5:21-26), pada saat itu
pelanggaran hukum ke 7 ini baru dianggap terjadi kalau betul-betul terjadi perzinahan fisik.

Kesalahan penafsiran ini sudah terjadi untuk waktu yang lama, tetapi Calvin mengatakan
(hal 290) bahwa lamanya suatu kesalahan tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk
mendukung kesalahan tersebut.

2) Perzinahan tidak hanya bisa terjadi secara fisik, tetapi juga dalam hati / pikiran kita.

A. T. Robertson mengatakan (hal 45-46) bahwa kata ‘hati’ di sini bukan hanya
mempersoalkan emosi / perasaan, tetapi mencakup intelek / pikiran, perasaan, dan
kehendak.

Calvin: “He says, that not only those who have seduced their neighbours’ wives, but those who
have polluted their eyes by an immodest look, are adulterers before God” (= Ia berkata bahwa
bukan hanya mereka yang menggoda istri dari sesamanya, tetapi juga mereka yang mengotori
mata mereka dengan pandangan yang tidak sopan, adalah pezinah-pezinah di hadapan Allah) - hal
290.
Calvin: “not only those who form a deliberate purpose of fornication, but those who admit any
polluted thoughts, are reckoned adulterers before God” (= bukan hanya mereka yang membentuk
tujuan percabulan yang sengaja, tetapi juga mereka yang mengijinkan pikiran kotor, dianggap
sebagai pezinah-pezinah di hadapan Allah) - hal 290.

Bagian ini dipakai oleh Calvin untuk menyerang pandangan Roma Katolik.

Calvin: “The hypocrisy of the Papist, therefore, is too gross and stupid, when they affirm that lust
is not a sin, until it gain the full consent of the heart. But we need not wonder, that they make sin
to be so small a matter; for those who ascribe righteousness to the merit of works must be very
dull and stupid in judging their sins” (= Karena itu, kemunafikan dari para pengikut Paus adalah
terlalu menyolok dan bodoh, pada waktu mereka menegaskan bahwa nafsu bukanlah dosa,
sampai nafsu itu mendapatkan persetujuan penuh dari hati. Tetapi kita tidak perlu heran, bahwa
mereka membuat dosa menjadi persoalan yang begitu kecil; karena mereka yang mempercayai
kebenaran karena perbuatan baik pasti sangat tumpul dan bodoh dalam menghakimi / menilai
dosa-dosa mereka) - hal 290-291.

Adam Clarke: “If voluntary and deliberate looks and desires make adulterers and adulteresses,
how many persons are there whose whole life is one continued crime! whose eyes being full of
adultery, they cannot cease from sin, 2Pet. 2:14. Many would abhor to commit one external act
before the eyes of men, in a temple of stone; and yet they are not afraid to commit a multitude of
such acts in the temple of their hearts, and in the sight of God!” (= Jika pandangan dan keinginan
sukarela dan sengaja membuat orang menjadi pezinah-pezinah, betapa banyak orang yang seluruh
hidupnya merupakan satu kejahatan yang terus menerus! yang matanya penuh dengan
perzinahan, mereka tidak bisa berhenti dari dosa, 2Pet 2:14. Banyak orang benci untuk melakukan
satu tindakan lahiriah di hadapan mata manusia, dalam suatu kuil dari batu; tetapi mereka tidak
takut untuk melakukan banyak tindakan seperti itu dalam kuil dari hati mereka, dan dalam
pandangan Allah) - hal 73.

Bdk. 2Pet 2:14 - “Mata mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah jemu berbuat dosa.
Mereka memikat orang-orang yang lemah. Hati mereka telah terlatih dalam keserakahan. Mereka
adalah orang-orang yang terkutuk!”.

3) Ayat ini memang lebih ditekankan untuk laki-laki, sekalipun tentu juga berlaku untuk
perempuan.

Ay 27-28 - “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu:
Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di
dalam hatinya”.

Kata-kata ‘setiap orang yang memandang’ dalam bahasa Yunaninya menggunakan bentuk
masculine / laki-laki.

Mengapa ditekankan pada laki-laki? Karena pada umumnya orang perempuan baru
terangsang melalui sentuhan, sedangkan orang laki-laki sudah terangsang melalui
penglihatan.

4) Sebetulnya, sama seperti dengan hukum ke 6 (Mat 5:22b), hukum ke 7 ini juga bisa dilanggar
dengan kata-kata.

Ini tidak dinyatakan di sini, tetapi ada dalam:

 Ef 4:29 - “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang
baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih
karunia”. Bdk. Kol 3:8.
 Ef 5:3-4 - “Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun
jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga
perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono - karena hal-hal ini tidak pantas -
tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur”.

Penerapan:

Ini harus diperhatikan oleh orang yang senang dengan guyonan / lelucon ataupun
percakapan yang berbau porno dan bersifat erotis / membangkitkan nafsu.

II) Cara mengatasi dosa ini.


Tuhan jelas menghendaki kita membuang dosa ini, dan itu terlihat dari Kol 3:5 - “Karena itu
matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu
jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala”.

Bagaimana cara membuang dosa ini?

1) Ay 29-30: “(29) Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu,
karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh
dicampakkan ke dalam neraka. (30) Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau,
penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari
pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka”.

Bdk. Mat 18:8-9 - “Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah
itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada
dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu
menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam
hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua”.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas dari text tersebut di atas:

a) Kata ‘menyesatkan’.

KJV: ‘offend’.

Barnes’ Notes: “The English word ‘offend’ means now, commonly, to displease; to make
angry; to affront. This is by no means the sense of the word in Scripture. It means, to cause to
fall, or to allure, into sin” (= Kata bahasa Inggris ‘offend’ sekarang pada umumnya berarti,
‘membuat tidak senang’, ‘membuat marah’, ‘menghina’. Ini sama sekali bukanlah arti dari kata
itu dalam Kitab Suci. Kata itu berarti ‘menyebabkan jatuh’, atau ‘memikat ke dalam dosa’) -
hal 25.

NKJV/RSV/NIV: ‘causes you to sin’ (= menyebabkan kamu berdosa).

NASB: ‘makes you to stumble’ (= membuat kamu tersandung).

b) Arti dari ungkapan ‘mencungkil mata kanan’ dan ‘memenggal tangan kanan’.

Adam Clarke mengatakan (hal 73) bahwa ‘mata kanan’ dan ‘tangan kanan’ menunjuk pada
dosa-dosa yang paling menyenangkan dan paling berguna bagi kita.

William Hendriksen: “This command must not be taken literally, ... The general meaning of
the passage, then, is this: ‘Take drastic action in getting rid of whatever in the natural course
of events will tempts you into sin.’” (= Perintah ini tidak boleh diartikan secara hurufiah, ...
Maka, arti yang umum dari text ini adalah ini: ‘Ambillah tindakan drastis untuk membuang
apapun yang secara alamiah akan mencobai engkau ke dalam dosa’) - hal 303.
John Stott: “A few Christian, whose zeal greatly exceeded their wisdom, have taken Jesus au
pied de la lettre and mutilated themselves. Perhaps the best-known example is the third-
century scholar, Origen of Alexandria. He went to extremes of asceticism, renouncing
possessions, food and even sleep, and in an over-literal interpretation of this passage and of
Matthew 19:12 actually made himself a eunuch. Not long after, in AD 325, the Council of Nicea
was right to forbid this barbarous practice” (= Beberapa orang kristen, yang semangatnya jauh
melebihi hikmatnya, mengartikan kata-kata Yesus secara hurufiah dan membuntungi dirinya
sendiri. Mungkin contoh yang paling terkenal adalah ahli teologia abad ketiga, Origen dari
Alexandria. Ia memasuki ke-extrim-an dari pertapaan, meninggalkan / membuang semua
miliknya, makanan dan bahkan tidur, dan dalam suatu penafsiran yang kelewat hurufiah dari
text ini dan Mat 19:12, ia betul-betul membuat dirinya seorang sida-sida / orang yang dikebiri.
Tidak lama setelahnya, dalam tahun 325 M., sidang gereja di kota Nicea dengan benar
melarang praktek kejam / biadab ini) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 89.

John Stott memberikan penafsiran tentang ay 29-30 ini sebagai berikut: kalau matamu
menyebabkan engkau berdosa karena ada pencobaan datang kepadamu melalui
matamu, maka ‘cungkillah matamu’. Artinya: jangan melihatnya. Berlakulah seakan-akan
engkau betul-betul telah mencungkil matamu dan membuangnya, dan sekarang engkau
buta dan tidak bisa melihat hal itu. Demikian juga kalau pencobaan datang melalui tangan
atau kaki. Penggallah tangan / kakimu. Artinya: Jangan lakukan hal itu / jangan pergi ke
sana. Berlakulah seakan-akan engkau betul-betul telah memenggal tangan / kakimu,
sehingga engkau tidak bisa melakukan hal itu / pergi ke sana.

Calvin: “you ought rather to part with your eyes, than to depart from the commandments of
God.’ And yet Christ does not mean, that we must mutilate our body, in order to obey God: ...
Christ employs an exaggerated form of speech to show, that whatever hinders us from yielding
that obedience to God which he requires in his law, ought to be cut off” (= engkau harus
memilih untuk berpisah dengan matamu dari pada berpisah dari perintah-perintah Allah’.
Tetapi Kristus tidak memaksudkan bahwa kita harus membuntungi tubuh kita, supaya bisa
mentaati Allah: ... Kristus menggunakan ungkapan yang melebih-lebihkan untuk menunjukkan
bahwa apapun yang menghalangi kita dari penyerahan dan ketaatan kepada Allah yang Ia
kehendaki dalam hukumNya, harus dibuang) - hal 291.

Ay 29,30: ‘cungkillah dan buanglah itu ... penggallah dan buanglah’.

Adam Clarke: “It is not enough to shut the eyes, or stop the hand; the one must be plucked
out, and the other cut off. Neither is this enough, we must cast them both from us. Not one
moment’s truce with an evil passion, or a sinful appetite. If you indulge them, they will gain
strength, and you shall be ruined” (= Tidak cukup untuk menutup mata, atau menghentikan
tangan; yang satu harus dicungkil, dan yang lain dipenggal. Ini juga belum cukup, kita harus
membuang mereka dari kita. Jangan sesaatpun mengadakan gencatan senjata dengan nafsu
jahat atau keinginan yang berdosa. Jika engkau memuaskan mereka, mereka akan
mendapatkan kekuatan, dan engkau akan hancur) - hal 74.

Memang jelas bahwa penafsiran hurufiah tidak memungkinkan, karena kalaupun mata /
tangan kanan dibuang, kita masih bisa berdosa dengan mata / tangan kiri, dan kalaupun
mata / tangan kiri dibuang, kita masih bisa berdoa dengan pikiran kita. Tetapi perhatikan
apa yang dikatakan oleh seorang penafsir dari Pulpit Commentary di bawah ini.

Pulpit Commentary: “The ideas of this verse are expressed in the strong language of Oriental
imagery, and yet a moment’s reflection will show us that the language is not a whit too strong,
even if it is interpreted with strict literalness. If it came to a choice between plucking out an eye
and death, every man who had courage enough to perform the hideous deed would at once
choose it as the less terrible alternative. Every day hospital patients submit to frightful
operation to save their lives or to relieve intolerable sufferings. But if to the thought of death
we add the picture of the doom of the lost, the motives for choosing the lesser evil are
immeasurably strengthened. ... The difficulty, then, is not as to the truth of our Lord’s words,
but as to the application of them. ... As a matter of fact, self-mutilation is not the right method
of avoiding temptation. If it were the sole method, it would be prudent to resort to it. But, as
God has provided other ways, only a wild delusion will resort to this. Moreover, if lust is in the
heart, it will not be destroyed by plucking out the eye. If hatred reigns within the enraged man,
he is essentially a murderer, even after he has cut off the hand with which he was about to
commit his awful crime. Still, whatever is most near to us and hinders our Christian life, must
go - any friendship, though dear as the apple of the eye; any occupation, though profitable as
the right hand” (= Maksud dari ayat ini dinyatakan dalam bahasa perumpamaan Timur yang
kuat / keras, tetapi suatu pemikiran yang singkat akan menunjukkan kepada kita bahwa
bahasa itu tidak sedikitpun terlalu kuat / keras, bahkan jika itu ditafsirkan dengan
kehurufiahan yang ketat. Jika sampai pada suatu pemilihan antara pencungkilan mata dan
kematian, setiap orang yang mempunyai keberanian yang cukup untuk melakukan tindakan
mengerikan itu akan segera memilihnya sebagai suatu alternatif yang kurang mengerikan
(dibandingkan dengan kematian). Setiap hari pasien-pasien rumah sakit tunduk pada operasi
yang menakutkan untuk menyelamatkan nyawa mereka atau untuk meringankan penderitaan
yang tak tertahankan. Tetapi jika kepada pemikiran tentang kematian kita menambahkan
gambaran tentang nasib / hukuman bagi orang yang terhilang, maka motivasi untuk memilih
pemotongan / pencungkilan itu akan sangat dikuatkan. ... Jadi, kesukarannya bukanlah
berkenaan dengan kebenaran dari kata-kata Tuhan kita, tetapi berkenaan dengan penerapan
dari kata-kata itu. ... Sebetulnya, pembuntungan diri sendiri bukanlah metode yang benar
untuk menghindari pencobaan. Seandainya itu merupakan satu-satunya metode, maka
merupakan sesuatu yang bijaksana untuk mengambil jalan itu. Tetapi, karena Allah telah
menyediakan jalan-jalan yang lain, hanya khayalan yang liar yang akan mengambil jalan ini.
Lagi pula, jika nafsu itu ada dalam hati, itu tidak akan dihancurkan dengan mencungkil mata.
Jika kebencian berkuasa dalam diri orang yang sangat marah, maka secara hakiki ia adalah
seorang pembunuh, bahkan setelah ia memotong tangan dengan mana ia mau melakukan
kejahatannya yang hebat itu. Tetapi, apapun yang paling dekat dengan kita dan menghalangi
kehidupan kristen kita, harus dibuang - persahabatan yang manapun, sekalipun kita sayangi
seperti biji mata kita; pekerjaan apapun, sekalipun berguna seperti tangan kanan kita) - hal
182.

2) Kita harus menjauhi godaan / pencobaan.

Calvin: “If the mind were pure, the eyes and hands would be obedient to it; for it is certain, that
they have no movement of their own. But here we are deeply to blame. We are so far from being
as careful as we ought to be, to avoid allurements, that we rather provoke our senses to wickedness
by allowing them unbounded liberty” (= Seandainya pikiran kita murni, mata dan tangan akan taat
kepadanya; karena adalah pasti bahwa mereka tidak mempunyai pergerakan dari diri mereka
sendiri. Tetapi di sini kita harus sangat dicela / disalahkan. Kita sangat jauh dari sikap hati-hati yang
seharusnya untuk menghindari pikatan / godaan, tetapi sebaliknya kita memancing / merangsang
pikiran kita pada kejahatan dengan mengijinkannya pada kebebasan tanpa batas) - hal 291.

Dalam doa Bapa Kami ada kata-kata ‘janganlah membawa kami ke dalam pencobaan’
(Mat 6:13a). Kita sering berdoa seperti itu, tetapi dalam tindakan kita kita justru mencari
pencobaan, dengan tidak membatasi mata / telinga kita. Jadi, tindakan kita bertentangan
dengan doa kita!

Bdk. Ayub 31:1,7,9-11 - “(1) ‘Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku
memperhatikan anak dara? ... (7) Jikalau langkahku menyimpang dari jalan, dan hatiku menuruti
pandangan mataku, dan noda melekat pada tanganku, ... (9) Jikalau hatiku tertarik kepada
perempuan, dan aku menghadang di pintu sesamaku, (10) maka biarlah isteriku menggiling bagi
orang lain, dan biarlah orang-orang lain meniduri dia. (11) Karena hal itu adalah perbuatan mesum,
bahkan kejahatan, yang patut dihukum oleh hakim”.

John Stott mengomentari text Ayub ini dengan berkata: “The control of his heart was due to the
control of his eyes” (= Kontrol dari hatinya disebabkan oleh kontrol dari matanya) - ‘The Message
of the Sermon on the Mount’, hal 88.
John Stott mengatakan bahwa ia tidak mau memberikan peraturan / batasan tentang buku /
majalah apa yang boleh atau tidak boleh dibaca oleh orang kristen. Ia berkata bahwa setiap
orang berbeda. Ada orang-orang yang sangat mudah terangsang dan ada yang tidak. Jadi
batasan untuk setiap orang berbeda. Yang jelas, apa yang menyebabkan berdosa /
perzinahan dalam hati bagi dia, itu dilarang.

Pulpit Commentary: “Sex is the spirit of the modern dance” (= Sex merupakan roh / semangat /
ciri dari dansa modern) - hal 216.

Tidak semua dansa termasuk dalam golongan ini, dan karena itu kita tidak bisa secara
mutlak melarang orang kristen berdansa atau melihat dansa. Tetapi jelas bahwa orang
kristen harus hati-hati dengan dansa. Banyak ‘dance group’ yang disewa pada acara
penikahan, yang mempertontonkan tarian yang jelas-jelas merangsang, dan ini harus
diwaspadai oleh orang kristen pada waktu mengadakan pernikahan.

Juga permainan-permainan pada acara HUT banyak yang berbau porno, dan sangat
memungkinkan terjadinya rangsangan pada seseorang. Misalnya memasukkan sesuatu ke
dalam kantong celana seorang cowok, dan menyuruh seorang cewek yang matanya ditutup
untuk mencari dan mengambil barang tersebut. Dan permainan seperti ini yang disenangi!

Kalau orang laki-laki harus menjauhi godaan / pencobaan, maka para perempuan,
khususnya para gadis, juga harus berusaha supaya diri mereka tidak menjadi godaan /
pencobaan bagi para laki-laki, yaitu dengan berhati-hati dalam berpakaian.

John Stott: “This may be an appropriate moment to refer in passing to the way girls dress. It would
be silly to legislate about fashions, but wise (I think) to ask them to make this distinction: it is one
thing to make yourself attractive; it is another to make yourself deliberately seductive” (= Ini
mungkin merupakan saat yang tepat untuk membicarakan cara gadis-gadis berpakaian. Adalah
tolol untuk mengatur / membuat peraturan tentang mode, tetapi saya kira merupakan sesuatu
yang bijaksana untuk meminta mereka membuat pembedaan ini: membuat dirimu sendiri menarik
berbeda dengan secara sengaja membuat dirimu menggoda / menggairahkan) - ‘The Message of
the Sermon on the Mount’, hal 88.

Catatan: saya berpendapat bahwa kata ‘menarik’ dan ‘menggoda’ / ‘menggairahkan’ yang
digunakan oleh John Stott juga merupakan istilah-istilah yang relatif, karena berbeda untuk
setiap orang. Tetapi memang ada pakaian yang jelas tergolong ‘menggoda’ /
‘menggairahkan’, seperti misalnya pakaian yang dipakai oleh para cewek dalam film
‘Baywatch’, dan banyak film lainnya.

Bukan hanya cara berpakaian, tetapi juga cara duduk dari para gadis, harus diperhatikan,
supaya tidak menjadi pencobaan bagi para laki-laki.

3) Kita harus menyibukkan diri dengan pelayanan dan mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang
baik.

William Barclay mengatakan (hal 148,149) bahwa cara yang salah untuk mengatasi dosa ini
adalah dengan mengambil keputusan untuk tidak memikirkan pikiran-pikiran kotor tersebut,
karena makin kita memutuskan seperti itu, makin kita memikirkan hal-hal tersebut. Ada 2 hal
yang harus dilakukan untuk mengatasi problem tersebut:

 dengan melakukan tindakan-tindakan Kristen. Hidup kita harus dipenuhi dengan


pekerjaan dan pelayanan Kristen sehingga tidak ada waktu bagi pikiran-pikiran kotor
untuk masuk ke dalam otak kita.

Bandingkan dengan:

 Kej 4:7 - “Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika
engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda
engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.’”.
 2Sam 11:1-2 - Daud jatuh dalam perzinahan gara-gara menganggur dan tidak ikut
berperang.

 dengan mengisi otak kita dengan pikiran-pikiran yang baik.

Fil 4:8 - “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang
adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut
kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu”.

Tentu saja, hal baik yang terutama yang perlu / harus kita masukkan ke dalam pikiran
kita, adalah Firman Tuhan! Karena itu, rajinlah belajar Firman Tuhan.

4) Doa, jelas merupakan sesuatu yang juga harus dilakukan untuk mengatasi dosa ini.

Maz 119:37a - “Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa”.

Kalau dosa ini memang merupakan kelemahan saudara, maka banyaklah berdoa untuk hal
ini!

Matius 5:31-32
I) Perceraian pada jaman Yesus.

1) Yang diucapkan Yesus dalam ay 31 lagi-lagi merupakan ajaran ahli-ahli Taurat tentang
Perjanjian Lama.

Ay 31: “Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai
kepadanya”.

NASB: “And it was said, ‘Whoever sends his wife away, let him give her a certificate of
divorce’” (= Dan telah dikatakan: ‘Siapapun yang menceraikan istrinya, hendaklah ia
memberinya surat cerai’).

2) Text Perjanjian Lama yang dipersoalkan.

Ul 24:1-4 - “(1) ‘Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan
jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh
padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu
menyuruh dia pergi dari rumahnya, (2) dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari
sana, lalu menjadi isteri orang lain, (3) dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi
kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta
menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi
isterinya itu mati, (4) maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh
mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah
kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan
TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu”.

Pada jaman itu ada kontroversi / perdebatan antara Rabbi Shammai versus Rabbi Hillel.
Mereka adalah 2 rabbi Yahudi yang bertentangan pendapat tentang syarat perceraian yang
mereka tafsirkan dari Ul 24:1-4.

Catatan:

 perlu dicamkan bahwa sebetulnya Ul 24:1-4 sama sekali tidak memberikan ijin cerai
ataupun syarat perceraian. Ul 24:1-4 itu hanya menekankan bahwa kalau seseorang
menceraikan istrinya, dan istrinya itu lalu menjadi istri dari laki-laki lain, dan lalu
pernikahan kedua itu juga putus, maka laki-laki pertama itu tidak boleh mengambil
kembali perempuan itu menjadi istrinya lagi.

Secara implicit, bagian ini justru memperingatkan orang untuk tidak gampang-gampang
bercerai, karena kalau suatu hari ia menyesal dan ingin rujuk, ia tidak bisa rujuk [kalau
istri yang dicerai itu belum kawin lagi, maka rujuk diijinkan (1Kor 7:11), tetapi ia kalau
sudah kawin lagi, rujuk tidak lagi dimungkinkan].

 kalaupun dalam prakteknya, Musa menyuruh seorang suami yang menceraikan istrinya
untuk memberikan surat cerai, itu tidak berarti bahwa perceraian itu diijinkan. Perceraian
tetap dilarang, tetapi diberikan peraturan kalau hal itu terjadi.

Bandingkan dengan Ul 21:15-17 - “‘Apabila seorang mempunyai dua orang isteri, yang
seorang dicintai dan yang lain tidak dicintainya [KJV/Lit: ‘hated’ (= dibenci)], dan mereka
melahirkan anak-anak lelaki baginya, baik isteri yang dicintai maupun isteri yang tidak dicintai,
dan anak sulung adalah dari isteri yang tidak dicintai, maka pada waktu ia membagi warisan
harta kepunyaannya kepada anak-anaknya itu, tidaklah boleh ia memberikan bagian anak
sulung kepada anak dari isteri yang dicintai merugikan anak dari isteri yang tidak dicintai, yang
adalah anak sulung. Tetapi ia harus mengakui anak yang sulung, anak dari isteri yang tidak
dicintai itu, dengan memberikan kepadanya dua bagian dari segala kepunyaannya, sebab
dialah kegagahannya yang pertama-tama: dialah yang empunya hak kesulungan.’”.

Apakah text ini mengijinkan polygamy, dan lebih-lebih apakah text ini mengijinkan
seorang yang melakukan polygamy itu mencintai seorang istri dan membenci istri yang
lain? Tentu saja tidak, tetapi Tuhan tahu bahwa itu pasti akan terjadi, dan karena itu di
sini Ia memberikan peraturan kalau hal itu terjadi.

 dalam hal ini perlu diwaspadai terjemahan yang salah dari KJV yang berbunyi sebagai
berikut: ‘When a man hath taken a wife, and married her, and it come to pass that she
find no favour in his eyes, because he hath found some uncleanness in her: then let him
write her a bill of divorcement, and give it in her hand, and send her out of his house. And
when she is departed out of his house, she may go and be another man’s wife. And if the
latter husband hate her, and write her a bill of divorcement, and giveth it in her hand, and
sendeth her out of his house; or if the latter husband die, which took her to be his wife;
Her former husband, which sent her away, may not take her again to be his wife, after
that she is defiled; for that is abomination before the LORD: and thou shalt not cause the
land to sin, which the LORD thy God giveth thee for an inheritance’ (= Pada waktu
seorang laki-laki telah mengambil seorang istri, dan menikah dengan dia, dan terjadilah
bahwa ia tidak menyenangkan dalam matanya, karena ia telah menemukan suatu
kenajisan dalam dia: maka hendaklah ia menuliskan surat perceraian, dan
memberikannya ke tangannya, dan menyuruhnya keluar dari rumahnya. Dan pada waktu
ia meninggalkan rumah itu, ia boleh pergi dan menjadi istri orang laki-laki lain. Dan jika
suami yang belakangan ini membencinya, dan menulis baginya surat cerai, dan
memberikannya kepadanya, dan mengusirnya dari rumahnya; atau jika suami yang
belakangan ini, yang mengambilnya sebagai istri, mati; suaminya yang terdahulu, yang
telah mengusirnya, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi istrinya, setelah ia
dinajiskan; karena itu merupakan kekejian di hadapan TUHAN: dan engkau akan
menyebabkan negeri, yang diberikan TUHAN Allahmu kepadamu sebagai warisanmu ini,
berdosa).

Yang digaris-bawahi itu salah terjemahan. Kesalahan penterjemahan ini menyebabkan


dalam KJV ini kelihatannya memang perceraian dan pernikahan lagi itu memang
diijinkan, padahal dalam terjemahan. yang seharusnya tidaklah demikian. Dalam
terjemahan dari NKJV (New King James Version) kesalahan ini sudah dibetulkan.

a) Rabbi Shammai menyoroti kata-kata ‘yang tidak senonoh’ dalam Ul 24:1.

KJV: ‘some uncleanness’ (= suatu kenajisan).


RSV/NASB: ‘some indecency’ (= ketidak-senonohan).

NIV: ‘something indecent’ (= sesuatu yang tidak senonoh).

Kelihatannya Barclay menganggap bahwa Rabbi Shammai berpendapat bahwa kata-


kata ‘yang tidak senonoh’ dalam Ul 24:1 menunjuk pada perzinahan. Jadi ia berkata
bahwa menurut rabbi Shammai perceraian diijinkan hanya kalau terjadi perzinahan.

Barclay tentang Mat 5:31-32: “Shammai and his school defined ‘some indecency’ as meaning
unchastity and nothing but unchastity. ‘Let a wife be as mischievous as the wife of Ahab,’ they
said, ‘she cannot be divorced except for adultery.’” (= Shammai dan kelompoknya
mendefinisikan ‘yang tidak senonoh’ sebagai ‘ketidak-murnian’ / ‘perzinahan’ dan tidak ada
yang lain kecuali ‘perzinahan’. ‘Biarlah seorang istri sama jahatnya seperti istri Ahab’, kata
mereka, ‘ia tidak bisa diceraikan kecuali karena perzinahan) - hal 152.

Catatan: saya tidak terlalu mengerti pandangan Barclay, karena kata ‘unchastity’ bisa
diterjemahkan bermacam-macam. Tetapi dari bagian akhir kutipan itu, terlihat bahwa
Barclay menganggapnya sebagai ‘perzinahan’. Yang ini tidak diragukan karena Barclay
menggunakan kata ‘adultery’ yang memang berarti ‘perzinahan’.

Tasker kelihatannya mempunyai pandangan yang sama dengan Barclay, karena ia


mengatakan sebagai berikut:

Tasker (Tyndale): “Jesus favoured the interpretation put on Deutronomy 24:1 by the stricter
school of Jewish intrepreters” [= Yesus setuju / menyokong penafsiran tentang Ul 24:1 oleh
kelompok / aliran yang lebih ketat dari penafsir Yahudi (maksudnya tentu saja adalah
Shammai)] - hal 69.

Tetapi John Stott mempunyai pandangan berbeda. Menurutnya, Rabbi Shammai tidak
menganggap hal itu sebagai suatu perzinahan, karena perzinahan diancam dengan
hukuman mati, bukan dengan perceraian. Jadi, istilah itu dianggap menunjuk pada
pelanggaran sexual, tetapi belum sampai pada perzinahan / persetubuhan.

John Stott: “‘something shameful’ (NEB, RSV) or ‘something indecent’ (NIV) in his wife. This
cannot refer to adultery on her part, for this was punishable by death, not divorce. So what
was it? During the first century B. C. the rival pharisaic parties led by Rabbi Shammai and Rabbi
Hillel were debating this very thing. Shammai was strict and understood ‘something indecent’
(whose Hebrew root alludes to ‘nakedness’ or ‘exposure’) as a sexual offence of some kind
which, though left undefined, fell short of adultery or promiscuity” [= ‘sesuatu yang
memalukan’ (NEB, RSV) atau ‘sesuatu yang tidak senonoh’ (NIV) dalam diri istrinya. Ini tidak
bisa menunjuk pada perzinahan karena perzinahan dijatuhi hukuman mati, bukan perceraian.
Lalu itu menunjuk pada apa? Selama abad pertama S. M. kelompok-kelompok Farisi yang
bersaingan dipimpin oleh Rabbi Shammai dan Rabbi Hillel memperdebatkan hal ini. Shammai
sangat ketat dan mengartikan ‘yang tidak senonoh’ (yang akar kata bahasa Ibraninya
menunjuk pada ‘ketelanjangan’ atau ‘pembukaan’) sebagai pelanggaran sexual yang sekalipun
tidak didefinisikan, tetapi tidak sampai pada perzinahan atau persetubuhan] - ‘Involvement’,
vol II, hal 164.

James Hurley mempunyai pandangan yang sama dengan John Stott, tetapi ia juga
secara explicit mengatakan bahwa ada perbedaan pendapat tentang apa yang
dimaksudkan oleh rabbi Shammai.

James B. Hurley: “The school of Shammai took a much stricter stand. They understood Moses
to permit divorce only for a ‘shameful thing’ or ‘indecency’ ... Scholars have debated the precise
meaning of Moses’ phrase and Shammai’s use of it” (= Kelompok Shammai mengambil arti
yang jauh lebih ketat. Mereka mengartikan Musa mengijinkan perceraian hanya karena
‘sesuatu yang memalukan’ atau’ ketidak-senonohan’ ... Para penafsir berdebat tentang arti
yang tepat dari ungkapan yang digunakan oleh Musa, dan penggunaan oleh Shammai terhadap
ungkapan itu) - ‘Man and Woman in Biblical Perspective’, hal 97-98.

James B. Hurley: “The school of Shammai ... allowed divorce only for ‘ a shameful thing’ or
‘an indecency’. It is difficult to tell what Shammai meant by the phrase. Many scholars have
translated it as ‘unchastity’. By ‘unchastity’ some scholars meant ‘illicit sexual relations’; others
meant ‘unbecoming behaviour’. The Talmudic rabbis seem to have similar uncertainty. In some
text ‘an indecency’ is left to stand in its ambiguity. Elsewhere the rabbis add further
explanations such as spinning in the street, going out ‘uncovered’, or not wearing enough
clothes ... These actions were regarded as flagrant violations of marital propriety and as
potentially seductive” [= Kelompok Shammai ... mengijinkan perceraian hanya karena ‘hal yang
memalukan’ atau ‘suatu ketidak-senonohan’. Adalah sukar untuk mengatakan apa yang
dimaksud Shammai dengan istilah ini. Banyak penafsir menterjemahkannya sebagai
‘unchastity’. Ada penafsir yang mengartikan kata ‘unchastity’ ini sebagai ‘hubungan sex yang
haram’; dan penafsir-penafsir yang lain mengartikan ‘kelakuan yang tidak pantas’. Rabbi-rabbi
dalam kitab Talmud kelihatannya mempunyai ketidak-pastian yang mirip. Dalam sebagian text
kata-kata ‘an indecency’ / ‘suatu ketidak-senonohan’ itu dibiarkan dalam arti gandanya. Di
tempat lain rabbi-rabbi menambahkan penjelasan-penjelasan lebih lanjut seperti berputar /
pusing di jalan (?), pergi ke luar dengan telanjang, atau tidak mengenakan pakaian yang cukup
... Tindakan-tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran yang menyolok dari kesopanan
pernikahan dan sebagai sangat memungkinkan untuk menggoda] - ‘Man and Woman in
Biblical Perspective’, hal 100.

b) Rabbi Hillel menyoroti kata-kata ‘ia tidak menyukai lagi perempuan itu’ dalam Ul 24:1 dan
lalu menafsirkan bahwa segala tindakan istri yang tidak menyenangkan suami boleh
dijadikan alasan untuk menceraikan istri (termasuk tindakan yang remeh seperti
menggosongkan makanan waktu masak, bicara terlalu keras sehingga terdengar oleh
tetangga dsb).

Adam Clarke: “Rabbi Akiba said, ‘If any man saw a woman handsomer than his own wife, he
might put his wife away; because it is said in the law, ‘If she find not favour in his eyes.’ Deut.
24:1” (= Rabbi Akiba berkata: ‘Jika ada orang yang melihat seorang perempuan yang lebih
cantik dari istrinya sendiri, ia boleh menyingkirkan / menceraikan istrinya; karena dikatakan
dalam hukum Taurat: ‘Jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu’. Ul 24:1) - hal 74.

Adam Clarke: “Josephus, the celebrated Jewish historian, ‘in his Life’, tells us, with the utmost
coolness and indifference, ‘About this time I put away my wife, who had borne me three
children, not being pleased with her manners.’” (= Josephus, ahli sejarah Yahudi yang terkenal,
‘dalam kehidupannya’, memberitahu kita, dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, ‘Kira-kira
pada saat ini aku menyingkirkan / menceraikan istriku, yang telah melahirkan bagiku 3 anak,
karena aku tidak senang dengan kelakuannya’) - hal 74.

Jelas bahwa pandangan Hillel lebih banyak diterima, khususnya oleh orang laki-laki, dari
pada pandangan Shammai! Ini, ditambah dengan fakta bahwa proses perceraian merupakan
suatu proses yang sangat mudah, membuat pernikahan merupakan sesuatu yang sangat
rawan / tidak aman.

Barclay: “The process of divorce was extremely simple. The bill of divorcement simply ran: ‘Let this
be from me thy writ of divorce and letter of dismissal and deed of liberation, that thou mayest
marry whatsoever man thou wilt.’ All that had to be done was to hand that document to the
woman in the presence of two witnesses and she stood divorced” (= Proses perceraian sangat
sederhana. Surat perceraian hanya berbunyi: ‘Inilah surat perceraianmu dariku dan surat
pembebasan dan tindakan kemerdekaan, supaya engkau bisa menikahi siapapun yang engkau
kehendaki’. Semua yang harus dilakukan adalah menyerahkan dokumen itu ke tangan perempuan
itu di hadapan dua saksi dan perempuan itu sudah diceraikan) - hal 151.
Barclay: “Human nature being such as it is, it is easy to see which school would have the greater
influence. In the time of Jesus divorce had grown easier and easier, so that a situation had arisen
in which girls were actually unwilling to marry, because marriage was so insecure” (= Melihat
keadaan manusia, adalah mudah untuk mengetahui pihak mana yang mempunyai pengaruh yang
lebih besar. Pada jaman Yesus perceraian telah menjadi makin lama makin mudah, sehingga
muncul suatu situasi dimana gadis-gadis betul-betul tidak mau menikah, karena pernikahan begitu
‘tidak pasti / aman’) - hal 152.

II) Ajaran Yesus tentang perceraian.

Ay 32: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah,
ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat
zinah”.

Bdk. Mat 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena
zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.

1) “Setiap orang yang menceraikan isterinya”.

Matius hanya mempersoalkan suami yang menceraikan istri, karena Matius menujukan
Injilnya terutama untuk orang-orang Yahudi, dimana yang banyak terjadi adalah kasus suami
menceraikan istri, dan tidak pernah terjadi sebaliknya. Tetapi Markus yang menuliskan
Injilnya kepada orang-orang non Yahudi, juga melarang istri menceraikan suaminya.

William Hendriksen: “Matthew was writing primarily to Jews, among whom the rejection of a
wife by her husband was well-known, but not vice-versa. Mark, writing to Gentiles, includes both
possibilities (10:11,12). But naturally Matt. 5:32 applies to the wife who ‘puts away’ her husband
as well as to the husband who does the same to his wife” [= Matius menulis terutama kepada
orang-orang Yahudi, di antara siapa penolakan seorang istri oleh suaminya merupakan sesuatu
yang terkenal, tetapi tidak sebaliknya. Markus, menulis kepada orang-orang non Yahudi,
mencakup kedua kemungkinan (10:11,12). Tetapi tentu saja Mat 5:32 berlaku bagi istri yang
menceraikan suaminya sama seperti bagi suami yang melakukan hal yang sama terhadap istrinya]
- hal 305 (footnote).

Mark 10:11-12 - “Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin
dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri
menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”.

2) Kalimat perkecualian: ‘kecuali karena zinah’.

Ada macam-macam pandangan tentang bagian ini.

a) Ada yang menganggap kalimat perkecualian ini sebagai tidak sah, karena Markus dan
Lukas tidak mempunyainya.

Barclay: “It is now that we are face to face with one of the most real and most acute difficulties
in the New Testament. ... The difficulty is - and there is no escaping it - that Mark and Matthew
report the words of Jesus differently. ... both Mark and Luke make the prohibition of divorce
absolute; with them there are no exceptions whatsoever. But Matthew has one saving clause
- divorce is permitted on the ground of adultery. ... In the last analysis we must choose between
Matthew’s version of this saying and that of Mark and Luke. We think there is little doubt that
the version of Mark and Luke is right. ... Matthew’s saving clause is a later interpretation
inserted in the light of the practice of the Church when he wrote” (= Sekarang kita berhadapan
dengan salah satu dari kesukaran-kesukaran yang paling nyata dan paling akut dalam
Perjanjian Baru. Kesukarannya adalah - dan tidak ada jalan untuk lolos dari kesukaran ini -
bahwa Markus dan Matius melaporkan kata-kata Yesus secara berbeda. ... Baik Markus
maupun Lukas membuat larangan perceraian itu mutlak; pada mereka tidak ada perkecualian
apapun. Tetapi Matius mempunyai satu kalimat perkecualian - perceraian diijinkan dengan
alasan perzinahan. ... Pada analisa terakhir kita harus memilih antara versi Matius dari kata-
kata ini dan versi Markus dan Lukas. Kami berpendapat bahwa tidak diragukan bahwa versi
dari Markus dan Lukaslah yang benar. ... Kalimat perkecualian Matius merupakan penafsiran
belakangan yang dimasukkan dalam terang dari praktek dari Gereja pada saat ia menulis) - hal
200-202.

Catatan: ayat dalam Markus adalah Mark 10:11-12; sedangkan ayat dalam Lukas adalah
Luk 16:18.

Mark 10:11-12 - “Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya lalu
kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si
isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.’”.

Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia
berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia
berbuat zinah.’”.

Tetapi perlu diketahui bahwa dalam Mat 5:32 maupun Mat 19:9 tidak ada perbedaan
manuscripts. Semua manuscripts mempunyai kalimat perkecualian tersebut.

Komentar-komentar tentang ‘kalimat perkecualian’ dalam Mat 19:9 dan Mat 5:32 yang
tidak ada dalam Markus dan Lukas:

John Stott:

 “Because it does not occur in the parallel sayings in Mark and Luke, many scholars have
been too ready to dismiss it. Some suggest that it was an early scribal interpolation and no
part of Matthew’s original text. But there is no manuscript evidence that it was a gloss;
even the alternative reading of Codex Vaticanus, retained in the RSV margin, does not omit
the clause. Other scholars attribute the clause to Matthew himself, and / or to the church
in which he was writing, but deny that Jesus ever spoke it. But its omission by Mark and
Luke is not in itself a sufficient ground for rejecting it as an editorial invention or
interpretation by the first evangelist. It is perfectly possible to suppose that Matthew
included it for his Jewish readership who were very concerned about the permissible
grounds for divorce, whereas Mark and Luke, writing for Gentile readers, did not have the
same concern. Their silence is not necessarily due to ignorance; it may equally well be that
they took the clause for granted. Pagan cultures regarded adultery as a ground for divorce.
So did both the Jewish schools of Hillel and Shammai, in spite of their disagreements on
other points. This was not in dispute” [= Karena itu (kalimat perkecualian) tidak ada dalam
kata-kata yang paralel dari Markus dan Lukas, banyak penafsir yang terlalu siap untuk
membuangnya. Sebagian mengusulkan bahwa itu merupakan suatu penyisipan awal dari
penyalin dan bukan bagian dari text orisinil Matius. Tetapi tidak ada bukti manuscripts
bahwa itu merupakan catatan / keterangan; bahkan dalam pembacaan yang berbeda dari
Codex Vaticanus, yang dipertahankan dalam catatan tepi dari RSV, tidak membuang
kalimat itu. Penafsir-penafsir lain menganggap bahwa kalimat itu berasal dari Matius
sendiri, dan / atau dari gereja kepada siapa ia menulis, tetapi menyangkal bahwa Yesus
pernah mengucapkannya. Tetapi tidak adanya kalimat itu dalam Markus dan Lukas bukan
merupakan alasan yang cukup untuk menolaknya sebagai suatu ciptaan redaksi atau
penafsiran oleh penginjil pertama itu (Matius). Adalah mungkin untuk menganggap bahwa
Matius mencakupnya karena pembaca Yahudinya yang sangat memperhatikan tentang
dasar-dasar yang memungkinkan perceraian, sedangkan Markus dan Lukas, yang menulis
kepada pembaca-pembaca non Yahudi, tidak mempunyai perhatian yang sama. Diamnya
mereka tidak harus disebabkan oleh ketidak-tahuan; juga mungkin bahwa mereka
menganggap kalimat itu sudah jelas / pasti (sehingga tidak perlu ditulis). Kebudayaan kafir
menganggap perzinahan sebagai dasar perceraian. Demikian juga kedua kelompok / aliran
dari Hillel dan Shammai, sekalipun mereka mempunyai ketidak-cocokan dalam hal-hal lain.
Ini tidak diperdebatkan] - ‘Involvement’, vol II, hal 169-170.

 “It seems far more likely that its absence from Mark and Luke is due not to their ignorance
of it but to their acceptance of it as something taken for granted. After all, under the
Mosaic law adultery was punishable by death (although the death penalty for this offence
seems to have fallen into disuse by the time of Jesus); so nobody would have questioned
that marital unfaithfulness was a just ground for divorce. Even the rival Rabbis Shammai
and Hillel were agreed about this” [= Jauh lebih memungkinkan bahwa tidak adanya
kalimat perkecualian dalam Markus dan Lukas bukan disebabkan karena ketidak-tahuan
mereka tentang hal itu, tetapi karena mereka menerima hal itu sebagai sesuatu yang sudah
pasti / jelas. Dalam jaman Musa, perzinahan dihukum dengan hukuman mati (sekalipun
hukuman mati untuk pelanggaran ini kelihatannya sudah tidak dilakukan pada jaman
Yesus); sehingga tak seorangpun akan mempertanyakan bahwa ketidak-setiaan
pernikahan merupakan alasan yang benar untuk perceraian. Bahkan Rabbi Shammai dan
Hillel yang bersaingan setuju tentang hal ini] - ‘The Message of the Sermon on the
Mount’, hal 96,97.

Tasker (Tyndale): “There is no manuscripts evidence for the omission of the exception-clause”
(= Tidak ada bukti manuscripts untuk penghapusan dari kalimat perkecualian) - hal 96.

A. T. Robertson: “An unusual phrase that perhaps means ‘except for a matter of unchastity.’
... McNeile denies that Jesus made this exception because Mark and Luke do not give it. He
claims that the early Christians made the exception to meet a pressing need, but one fails to
see the force of this charge against Matthew’s report of the words of Jesus” (= Suatu ungkapan
yang tidak biasa, yang mungkin berarti ‘kecuali karena persoalan ketidak-murnian /
perzinahan’. ... McNeille menyangkal bahwa Yesus membuat perkecualian ini karena Markus
dan Lukas tidak memnberikannya. Ia mengclaim bahwa orang-orang Kristen abad-abad awal
membuat perkecualian untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, tetapi seseorang gagal
untuk melihat kekuatan dari tuduhan terhadap laporan Matius tentang kata-kata Yesus) -
‘Word Pictures in the New Testament’, vol I, hal 47.

A. T. Robertson memberi komentar tambahan tentang kata-kata McNeile ini:

“That in my opinion is gratuitous criticism which is unwilling to accept Matthew’s report


because it disagrees with one’s views on the subject of divorce. He adds: ‘It cannot be supposed
that Matthew wished to represent Jesus as siding with the school of Shammai.’ Why not, if
Shammai on this point agreed with Jesus?” (= Dalam pandangan saya merupakan suatu kritik
yang serampangan / tidak beralasan / tidak pada tempatnya jika seseorang tidak mau
menerima laporan Matius karena laporan itu tidak cocok dengan pandangannya tentang
pokok perceraian. Ia menambahkan: ‘Tidak bisa dianggap bahwa Matius ingin
menggambarkan Yesus sebagai berpihak kepada kelompok / aliran Shammai’. Mengapa tidak,
jika Shammai dalam hal ini setuju dengan Yesus?) - ‘Word Pictures in the New Testament’,
vol I, hal 155.

Catatan: dari kata-kata yang terakhir ini kelihatannya A. T. Robertson menganggap


bahwa Shammai mengijinkan perceraian hanya kalau terjadi perzinahan (sama seperti
pandangan Barclay tentang Shammai).

b) Kata yang diterjemahkan ‘zinah’ adalah PORNEIA, dan kata PORNEIA ini biasanya
diterjemahkan ‘fornication’ (= percabulan), dan ini biasanya dibedakan dengan kata
Yunani MOICHEIA, yang biasanya diartikan ‘adultery’ (= perzinahan).

Biasanya ‘adultery’ (= perzinahan) dianggap menunjuk pada tindakan orang yang sudah
menikah, sedangkan ‘fornication’ (= percabulan) menunjuk pada tindakan orang yang
belum menikah.
Ini menyebabkan ada yang menafsirkan bahwa yang Yesus maksudkan adalah:

1. Perzinahan yang dilakukan sebelum pernikahan, dan baru diketahui sesudah


pernikahan. Bandingkan dengan Ul 22:13-21 - orang kawin tetapi tidak didapati tanda
keperawanan.

John Stott: “The Greek word is PORNEIA. It is normally translated ‘fornication’, denoting
the immorality of the unmarried, and is often distinguished from MOICHEIA (‘adultery’),
the immorality of the married. For this reason some have argued that the exceptive clause
permits divorce if some pre-marital sexual sin is later discovered” [= Kata Yunaninya adalah
PORNEIA. Biasanya kata itu diterjemahkan ‘percabulan’, menunjuk pada tindakan tidak
bermoral dari orang yang belum menikah, dan kata itu sering dibedakan dari MOICHEIA
(‘perzinahan’), tindakan tidak bermoral dari orang yang sudah menikah. Karena alasan ini
beberapa orang berargumentasi bahwa kalimat perkecualian mengijinkan perceraian jika
dosa sexual yang terjadi sebelum pernikahan ditemukan / diketahui belakangan] - ‘The
Message of the Sermon on the Mount’, hal 97.

Matthew Henry tentang Mat 19:9: “Dr. Whitby understands this, not of adultery, but
(because our Saviour uses the word porneia - fornication) of uncleanness committed before
marriage, but discovered afterward; because if it were committed after, it was a capital
crime, and there needed no divorce” [= Dr. Whitby mengerti ini, bukan sebagai perzinahan,
tetapi (karena Juruselamat kita menggunakan kata porneia / PORNEIA - percabulan)
kenajisan yang dilakukan sebelum pernikahan, tetapi baru diketemukan kemudian; karena
jika itu dilakukan setelah pernikahan, itu harus dihukum mati, dan tidak perlu ada
perceraian] - hal 270.

2. Perzinahan yang dilakukan pada masa pertunangan tingkat dua dalam adat Yahudi.

Dalam tradisi mereka ada beberapa tahap menuju pernikahan:

a. Pertunangan I (engagement).

Pertunangan I ini terjadi pada waktu dua orang yang dipertunangkan itu masih
kecil, dimana mereka dipertunangkan oleh orang tua mereka, dan mereka belum
saling kenal. Pertunangan I ini bisa dibatalkan.

b. Pertunangan II (bethrotal).

Pertunangan II ini terjadi setelah dua orang tadi sudah cukup umur. Pada saat
pertunangan II ini mereka sudah disebut ‘suami istri’ (bdk. Ul 22:23-24; dalam
ay 23nya disebutkan ‘bertunangan’ tetapi dalam ay 24nya disebut sebagai ‘istri’)
tetapi mereka belum tinggal bersama dan mereka belum boleh melakukan
hubungan sex. Dalam tradisi Yahudi saat itu, pemutusan pertunangan II ini
dianggap sebagai perceraian dan dianggap sebagai dosa. Pertunangan II ini
hanya berlangsung 1 tahun.

c. Pernikahan.

Pandangan ini menganggap bahwa perzinahan itu terjadi pada masa pertunangan
tingkat dua. Bandingkan dengan kasus Yusuf yang hendak menceraikan Maria,
karena ia mengira bahwa Maria mengandung dari perzinahan.

The Wycliffe Bible Commentary tentang Mat 19:9: “If fornication be regarded as a
general term including adultery (an identification most uncertain in the New Testament),
then our Lord allowed divorce only for the cause of infidelity by the wife. ... However, if
fornication be viewed in its usual meaning, and referred here to unchastity by the bride
during betrothal (cf. Joseph’s suspicious, Mt 1:18,19), then Christ allowed no grounds what
ever for divorce of married persons. Thus he agreed neither with Shammai nor Hillel” [=
Jika percabulan dianggap sebagai suatu istilah umum yang mencakup perzinahan (suatu
identifikasi yang sangat tidak pasti dalam Perjanjian Baru), maka Tuhan kita mengijinkan
perceraian hanya karena ketidak-setiaan oleh istri. ... Tetapi, jika percabulan dipandang
dalam artinya yang biasa, dan di sini menunjuk pada perzinahan oleh mempelai
perempuan pada masa pertunangan (bdk. kecurigaan Yusuf, Mat 1:18-19), maka Kristus
tidak mengijinkan dasar apapun untuk perceraian dari orang-orang yang menikah. Dengan
demikian Ia tidak setuju baik dengan Shammai ataupun Hillel] - hal 963.

Westminster Confession of Faith, chapter XXIV, No 5a - “Adultery or fornication


committed after a contract, being detected before marriage, giveth just occasion to the
innocent party to dissolve the contract” (= Perzinahan atau percabulan yang dilakukan
setelah suatu kontrak / perjanjian, yang dideteksi sebelum pernikahan, memberikan
alasan yang benar kepada pihak yang tidak bersalah untuk membubarkan kontrak /
perjanjian).

Catatan: kata-kata dari Westminster Confession of Faith di sini tidak berarti bahwa
Westminster Confession of Faith menyetujui penafsiran ini. Ini terlihat dari pasal 24
ayat 5b yang nanti saya kutip di bawah. Westminster Confession of Faith hanya
menganggap bahwa dalam kasus seperti itu, perceraian diijinkan. Dasar yang dipakai
adalah kasus Yusuf dan Maria (Mat 1:18-19).

Keberatan terhadap pandangan ini:

a. Dalam Mat 19, Yesus dan orang-orang Farisi tidak sedang berbicara tentang
pertunangan, tetapi tentang pernikahan. Dan dalam Mat 19, text-text Kitab Suci
yang dipersoalkan, yaitu Ul 24:1-4 dan Kej 2:24, semua berbicara tentang
pernikahan, bukan pertunangan.

Mat 19:3-10 - “(3) Maka datanglah orang-orang Farisi kepadaNya untuk mencobai
Dia. Mereka bertanya: ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan
alasan apa saja?’ (4) Jawab Yesus: ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan
manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? (5) Dan
firmanNya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. (6) Demikianlah mereka bukan
lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya
Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan
isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa
mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. (9)
Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena
zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’ (10) Murid-murid itu
berkata kepadaNya: ‘Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik
jangan kawin.’”.

b. Arti dan penggunaan dari kata PORNEIA.

 Kata PORNEIA tidak hanya menunjuk pada dosa sexual dari orang yang
belum menikah, tetapi kata ini merupakan istilah umum yang artinya luas, dan
mencakup hal-hal seperti:

 incest (1Kor 5:1).

 homosex (Yudas 7).

 perzinahan (Yer 3:2,6 versi LXX).


 Ada penafsir mengatakan bahwa kata PORNEIA digunakan dalam
Sirakh 23:23 (salah satu kitab dari kitab-kitab Apocrypha / Deutrokanonika)
dan menunjuk pada dosa dari seorang pezinah perempuan, yang jelas-jelas
sudah menikah.

Pulpit Commentary (tentang Mat 19:9): “it is not correct to say that PORNEIA
denotes solely the sin of unmarried people. All illicit connection is described by this
term, and it cannot be limited to one particular kind of transgression. In Ecclus.
23:23 it is used expressly of the sin of an adulteress” (= tidak benar untuk
mengatakan bahwa PORNEIA hanya menunjuk pada dosa dari orang yang belum
menikah. Semua hubungan gelap / haram digambarkan oleh istilah ini, dan itu
tidak bisa dibatasi pada satu jenis pelanggaran tertentu. Dalam Sirakh 23:23 kata
itu digunakan secara jelas tentang dosa dari seorang perzinah perempuan) - hal
244-245.

Catatan:

 jangan mencampur-adukkan kitab yang dalam bahasa Inggris disebut


‘Ecclesiastes’ (= kitab Pengkhotbah) dengan ‘Ecclesiasticus’. Yang
terakhir ini menunjuk kepada salah satu dari kitab-kitab Apocrypha /
Deutrokanonika, yang dalam bahasa Indonesia (Kitab Suci Katolik)
disebut ‘kitab Sirakh’.

 Sirakh 23:22-23 - “Demikianlah halnya seorang istri yang meninggalkan


suaminya dan dari orang lain melahirkan waris. Sebab pertama-tama ia tidak
taat kepada hukum dari Yang Mahatinggi, keduanya ia bersalah terhadap
suaminya, ketiganya ia berzinah dengan melacur, dan akhirnya melahirkan
anak dari laki-laki lain”.

 John Stott: “PORNEIA was, in fact, a generic word for sexual infidelity or ‘marital
unfaithfulness’ (NIV) and included, ‘every kind of unlawful sexual intercourse’
(Arndt-Gingrich)” [= dalam faktanya, PORNEIA merupakan kata umum untuk
ketidak-setiaan sexual atau ‘ketidak-setiaan pernikahan’ (NIV) dan mencakup
‘setiap jenis hubungan sex yang tidak sah’ (Arndt-Gingrich)] - ‘Involvement’, vol II,
hal 170.

Catatan: Arndt-Gingrich adalah nama-nama dari 2 penulis suatu lexicon /


kamus Yunani yang sangat tebal, dan merupakan lexicon / kamus standard.

 W. E. Vine: “PORNEIA (porneia) is used (a) of illicit sexual intercourse, ... in Matt.
5:32 and 19:9 it stands for, or includes, adultery; it is distinguished from it in 15:19
and Mark 7:21” [= PORNEIA (porneia) digunakan (a) tentang hubungan sexual yang
tidak sah, ... dalam Mat 5:32 dan 19:9 kata itu berarti, atau mencakup, perzinahan;
kata itu dibedakan dari perzinahan dalam (Mat) 15:19 dan Mark 7:21] - ‘An
Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 455.

 Knox Chamblin: “The meaning of PORNEIA. The fundamental meaning of the term
is ‘prostitution,’ in keeping with its nominal counterpart PORNE, ‘prostitute,
harlot.’ Yet it also denotes ‘fornication’ and indeed can be used to comprehend
‘every kind of unlawful sexual intercourse’ ... Thus the term is more comprehensive
than MOICHEIA, ‘adultery.’” (= Arti dari kata PORNEIA. Arti dasar dari istilah ini
adalah ‘pelacuran’, sesuai dengan kata benda pasangannya yaitu PORNE, ‘pelacur’.
Tetapi kata itu juga menunjuk pada ‘percabulan’ dan bisa digunakan untuk
mencakup ‘setiap jenis hubungan sex yang tidak sah’ ... Jadi istilah ini mempunyai
arti yang lebih luas dari pada MOICHEIA, ‘perzinahan’) - hal 150.
 John Stott: “PORNEIA is derived from PORNE, a prostitute, without specifying
whether she (or her client) is married or unmarried. Further, it is used in the
Septuagint for the unfaithfulness of Israel, Yahweh’s bride, as exemplified in
Hosea’s wife Gomer. It seems, therefore, that we must agree with R. V. G. Tasker’s
conclusion that PORNEIA is ‘a comprehensive word, including adultery, fornication
and unnatural vice’” [= PORNEIA diturunkan dari PORNE, ‘seorang pelacur’, tanpa
menyatakan apakah ia (atau langganannya) menikah atau tidak menikah.
Selanjutnya, kata itu digunakan dalam Septuaginta untuk ketidak-setiaan dari
Israel, mempelai perempuan dari Yahweh, seperti ditunjukkan dalam diri dari istri
Hosea yaitu Gomer. Karena itu, kelihatannya kita harus setuju dengan kesimpulan
dari R. V. G. Tasker bahwa PORNEIA merupakan kata yang luas / meliputi banyak
hal, termasuk perzinahan, percabulan dan kejahatan sexual yang tidak alamiah] -
‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 97.

Catatan: pada footnotenya John Stott menyebutkan bahwa ayat dalam Hosea
yang dimaksudkan adalah:

 Hos 1:2,3 - “Ketika TUHAN mulai berbicara dengan perantaraan Hosea,


berfirmanlah Ia kepada Hosea: ‘Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal
dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat
dengan membelakangi TUHAN.’ Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti
Diblaim, lalu mengandunglah perempuan itu dan melahirkan baginya seorang
anak laki-laki”.

 Hos 2:1,3 - “‘Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteriKu, dan Aku
ini bukan suaminya; biarlah dijauhkannya sundalnya dari mukanya, dan
zinahnya dari antara buah dadanya, ... Tentang anak-anaknya, Aku tidak
menyayangi mereka, sebab mereka adalah anak-anak sundal”.

Catatan: dalam Kitab Suci Inggris Hos 2:2,4.

 Kata PORNEIA dan MOICHEIA digunakan secara interchangeable (= bisa


dibolak-balik) dalam Wah 2:20-22, karena Wah 2:20,21 menggunakan
PORNEIA, sedangkan Wah 2:22 menggunakan MOICHEIA, padahal semua
membicarakan satu hal yang sama.

Wah 2:20-22 - “(20) Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan
wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-
hambaKu supaya berbuat zinah (porneusai / PORNEUSAI) dan makan
persembahan-persembahan berhala. (21) Dan Aku telah memberikan dia waktu
untuk bertobat, tetapi ia tidak mau bertobat dari zinahnya (porneiaj / PORNEIAS).
(22) Lihatlah, Aku akan melemparkan dia ke atas ranjang orang sakit dan mereka
yang berbuat zinah (moiceuontaj / MOICHEUONTAS) dengan dia akan
Kulemparkan ke dalam kesukaran besar, jika mereka tidak bertobat dari
perbuatan-perbuatan perempuan itu”.

Kesimpulan: adalah salah untuk memberikan garis pemisah yang tegas antara
PORNEIA dan MOICHEIA, dan mengartikan PORNEIA sebagai dosa sexual dari
orang yang belum menikah sedangkan MOICHEIA adalah dosa sexual dari orang
yang sudah menikah.

c) Kalimat ini dianggap sebagai suatu perkecualian. Jadi, Yesus melarang perceraian,
kecuali terjadi perzinahan. Ini merupakan pandangan dari hampir semua penafsir. Jadi,
kata-kata banyak orang bahwa pada umumnya pandangan yang diterima adalah bahwa
orang kristen tidak boleh bercerai, sekalipun terjadi perzinahan, adalah kata-kata yang
salah. Ini akan saya buktikan nanti dengan memberikan banyak kutipan di bawah.
Tetapi, perzinahan itu haruslah perzinahan fisik, bukan perzinahan dalam hati seperti
dalam Mat 5:28. Mengapa?

 karena kalau cerai diijinkan pada saat terjadi perzinahan pikiran, maka semua
perempuan boleh mencerikan suaminya. Mana ada orang laki-laki yang tidak pernah
melanggar Mat 5:28?

 Mat 19:9 dan Mat 5:31-32 mengatakan ‘perzinahan’ bukan ‘perzinahan dalam hati’
seperti yang dikatakan Mat 5:28.

 perzinahan dalam hati tidak bisa dibuktikan, sehingga tidak memungkinkan untuk
dijadikan dasar untuk menceraikan pasangannya.

 ada penafsir mengatakan bahwa kata PORNEIA digunakan karena memang kata itu
lebih menekankan sifat fisik dari perzinahan yang dilakukan dibandingkan dengan
kata MOICHEIA.

Pulpit Commentary tentang Mat 5:32: “‘Fornication.’ The reference is to sin after
marriage. ... The more general word (porneia) is used, because it lays more stress on the
physical character of the sin than moiceia would have laid” [= ‘Percabulan’. Yang ditunjuk
adalah dosa setelah pernikahan. ... Kata yang lebih umum (porneia - PORNEIA) digunakan,
karena kata itu lebih menekankan sifat fisik dari dosa tersebut dari pada kata moiceia /
MOICHEIA] - hal 164.

John Stott: “PORNEIA means physical sexual immorality; the reason why Jesus made it the
sole permissible ground for divorce must be that it violates the ‘one flesh’ principle which
is foundational to marriage as divinely ordained and biblically defined” (= PORNEIA berarti
ketidak-bermoralan sexual secara fisik; alasan mengapa Yesus membuatnya sebagai satu-
satunya dasar yang mengijinkan perceraian haruslah karena hal itu melanggar prinsip ‘satu
daging’ yang merupakan dasar dari pernikahan sebagai sesuatu yang ditetapkan Allah dan
didefinisikan oleh Alkitab) - ‘Involvement’, vol II, hal 170.

Beberapa penafsir menganggap bahwa tindakan penyimpangan sexual seperti


homosex, lesbianisme, bestiality (= hubungan sex dengan binatang) juga tercakup di sini,
karena kata PORNEIA memang mencakup hal-hal tersebut.

Mengapa saya mengambil pandangan ini?

1. Arti dan penggunaan kata PORNEIA yang sudah dibahas di atas.

2. Yer 3:1-8, khususnya ay 8nya, yang berbunyi: “Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya
Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat
cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan
ia juga pun pergi bersundal”.

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mempraktekkan prinsip yang Yesus ajarkan dalam
Mat 5:32 dan Mat 19:9 itu. Pada waktu Israel bersundal / berzinah / tidak setia kepada
Allah, maka Allah menceraikan Israel dan memberikan surat cerai kepadanya!
Memang perzinahan yang dilakukan oleh Israel, adalah perzinahan rohani, dimana
mereka tidak setia kepada Allah dan lalu menyembah berhala / allah lain, tetapi
prinsipnya sama yaitu: jikalau terjadi perzinahan maka perceraian diijinkan!

3. 1Kor 6:16 - “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada
perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas:
‘Keduanya akan menjadi satu daging.’”.

Ini menunjukkan bahwa perzinahan menghancurkan ikatan pernikahan.


G. I. Williamson: “If a man becomes one flesh with an harlot, it is hard to see how he can
yet be one flesh with his wife. Unless such be repented of and forgiven, we do not see how
it can be denied that the adultery necessitates the dissolution of the marriage” (= Jika
seorang laki-laki menjadi satu daging dengan seorang pelacur, sukar untuk melihat
bagaimana ia bisa tetap satu daging dengan istrinya. Kecuali ia bertobat dan diampuni,
kami tidak melihat bagaimana bisa disangkal bahwa perzinahan itu mengharuskan
pembubaran / terputusnya pernikahan) - ‘The Westminster Confession of Faith’, hal
185.

Banyak orang menyoroti pandangan ini secara negatif, karena mengijinkan perceraian.
Tetapi sebetulnya pandangan ini bisa disoroti secara positif, karena dengan adanya
pandangan ini, maka orang akan agak takut untuk berzinah.

Keberatan terhadap pandangan ini:

a. Apakah itu berarti tidak ada pengampunan?

Jawab:

Merupakan sesuatu yang menarik bahwa persis sebelum text dari Mat 19:1-12
terdapat text Mat 18:21-35 (perumpamaan tentang orang yang berhutang 10.000
talenta) yang menekankan pengampunan. Karena itu jelas bahwa ‘menceraikan
pasangan yang berzinah’ tidak boleh diartikan ‘tidak mengampuni’. Orang itu harus
diampuni, tetapi tidak diterima kembali sebagai pasangan hidup! Ini sama seperti
kasus pendeta yang jatuh dalam perzinahan, sehingga dipecat dari jabatannya.
Kalau ia bertobat, ia diampuni, tetapi tetap tidak diterima kembali sebagai pendeta,
karena ia tidak lagi memenuhi syarat penatua dalam 1Tim 3:7 - ‘mempunyai nama
baik’.

Saya tidak setuju dengan Jay E. Adams (‘Marriage, Divorce, and Remarriage in the
Bible’, hal 56-57) yang mengharuskan pihak yang tidak bersalah untuk mengampuni
dan menerima kembali pasangan yang berzinah, jika pasangan yang berzinah
tersebut bertobat. Saya berpendapat bahwa ia memang harus mengampuni
pasangannya tersebut tetapi ia tidak harus (tetapi boleh) menerimanya kembali
sebagai pasangan hidup. Ia berhak menceraikannya dan menikah lagi dengan orang
lain.

Pada waktu Yusuf mengira bahwa Maria telah berzinah dengan laki-laki lain, ia tidak
menegur ataupun berusaha mempertobatkan Maria, supaya ia bisa menerimanya
kembali, tetapi ia berusaha menceraikannya. Dan ia disebut sebagai ‘seorang yang
tulus hati’ (Lit: ‘seorang yang benar’) - Mat 1:18-19.

b. Mat 19:7-8 - “(7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa
memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata
Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan
isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian”.

Kata-kata ‘karena ketegaran hatimu’ disoroti dan ditafsirkan bahwa perceraian karena
perzinahan itupun diijinkan karena ketegaran hati manusia. Jadi sebetulnya tetap
tidak boleh cerai sekalipun ada perzinahan.

Jawab:

Dalam Mat 19:7 itu orang-orang Farisi menggunakan istilah ‘memerintahkan’.


Sekalipun memang mereka berkata bahwa ‘Musa memerintahkan untuk memberikan
surat cerai’, tetapi orang bisa menerima secara salah, seolah-olah Musa
memerintahkan perceraian. Karena itu, pada waktu Yesus menjawab dalam
Mat 19:8, Ia tidak mau menggunakan istilah ‘memerintahkan’, tetapi Ia menggunakan
istilah ‘mengijinkan’.

Padahal, tadi di atas sudah kita lihat bahwa sebetulnya Ul 24:1-4 tidak mengijinkan
perceraian / pernikahan lagi ataupun memberikan syarat perceraian; lalu mengapa
dalam Mat 19:8 Yesus mengatakan bahwa Musa mengijinkan perceraian? Ada 2
kemungkinan jawaban:

 Karena Musa tidak melarang perceraian secara tegas, maka itu dianggap
mengijinkan.

 Waktu Yesus berkata ‘Musa mengijinkan’, Ia tidak memaksudkan Ul 24:1-4, tetapi


dalam praktek / kenyataannya, dimana Musa memang mengijinkan perceraian.

Itupun tidak berarti bahwa Musa menghalalkan perceraian itu atau menganggapnya
tidak dosa. Karena itu Yesus berkata ‘karena ketegaran hatimu maka Musa mengijinkan
hal itu’. Jadi, supaya tidak terjadi hal yang lebih buruk seperti istri dipukuli, tidak diberi
makan dsb, maka Musa akhirnya mengijinkan perceraian. Tetapi perceraian yang
dimaksud di sini bukanlah perceraian yang terjadi karena perzinahan / dosa sexual
yang hebat.

Kata-kata ‘tetapi sejak semula tidaklah demikian’ mungkin menunjuk pada keadaan
ideal (pada saat tidak ada dosa, pada saat pernikahan itu pertama-tama diadakan
oleh Allah). Memang pernikahan diadakan bukan supaya ada perceraian.

Penafsiran ini tidak bertentangan dengan kontex. Coba perhatikan: dalam Mat 19:3
orang-orang itu bertanya: ‘Apakah diperbolehkah orang menceraikan istrinya dengan
alasan apa saja?’. Dalam Mat 19:4-6 Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan
mereka, tetapi Ia lebih dulu membicarakan peraturan umum atau keadaan idealnya,
yaitu orang tidak boleh bercerai. Lalu dalam Mat 19:7 mereka bertanya: ‘Mengapa
Musa menyuruh memberi surat cerai?’. Dan Yesus menjawab dalam Mat 19:8:
‘Karena ketegaran hatimu’. Lalu dalam Mat 19:9 Ia menekankan lagi bahwa orang
tidak boleh bercerai, tetapi sekarang ini Ia memberikan perkecualian, yaitu kalau
terjadi perzinahan. Baru dalam Mat 19:9 ini Ia menjawab pertanyaan mereka dalam
Mat 19:3. Dengan demikian kesimpulan seluruhnya adalah sebagai berikut:
Terhadap pertanyaan: apakah boleh seseorang menceraikan istrinya dengan alasan
apa saja? Yesus menjawab: Tidak, orang hanya boleh bercerai kalau terjadi
perzinahan!

Komentar-komentar dari para penafsir:

Tasker (Tyndale) tentang Mat 19:3-9: “Their question ‘Is it lawful for a man to put away his
wife for every cause?’ is not immediately or very directly answered; but the subsequent
narrative implies that in effect the answer of Jesus is ‘If you mean for any cause, My answer is
Yes; if you mean for every cause, My answer is No’” (= Pertanyaan mereka: ‘Apakah
diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?’ tidak dijawab secara
langsung; tetapi cerita selanjutnya secara tidak langsung menunjukkan bahwa sebetulnya
jawaban Yesus adalah: ‘Jika engkau memaksudkan untuk sesuatu alasan, jawabanKu adalah
Ya; jika engkau memaksudkan untuk setiap alasan / alasan apa saja, jawabanKu adalah Tidak’)
- hal 179.

Tasker (Tyndale): “The word PORNEIA translated ‘fornication’ is a comprehensive word,


including adultery, fornication and unnatural vice. ... Jesus does not insist that there must be
divorce in these cases, ... but that these, and not trivial considerations, are the kind of things
for which divorce may rightly be granted” (= Kata PORNEIA yang diterjemahkan ‘percabulan’
merupakan suatu kata yang mempunyai banyak arti, termasuk perzinahan, percabulan, and
kejahatan yang tidak alamiah. ... Yesus tidak berkeras bahwa harus ada perceraian dalam
kasus-kasus ini, ... tetapi bahwa hal-hal ini, dan bukannya pertimbangan-pertimbangan yang
remeh, merupakan jenis hal-hal untuk mana perceraian bisa diberikan secara benar) - hal 184.

Knox Chamblin tentang Mat 19:3-9: “It is now to be emphasizes that Jesus’ ‘except clause in
v. 9 does not represent a reversal or even an exception to the principle enunciated in vv. 4-6.
For where PORNEIA has occurred, the marital union has already been severed. In this case a
divorce does not cause the rift but witnesses to a rift that has already occurred. Jesus
legitimizes ‘a kind of divorce that consists solely in the formalization of a break that has already
occurred through sexual infidelity’” (= Sekarang harus ditekankan bahwa kalimat perkecualian
Yesus dalam ay 9 tidak menggambarkan suatu pembalikan atau bahkan suatu perkecualian
terhadap prinsip yang diucapkan dalam ay 4-6. Karena dimana PORNEIA telah terjadi,
persatuan pernikahan telah terpotong / terputus. Dalam kasus ini perceraian tidak
menyebabkan keretakan itu tetapi memberi kesaksian tentang suatu keretakan yang telah
terjadi. Yesus mengesahkan ‘suatu jenis perceraian yang semata-mata merupakan peresmian
dari suatu keretakan / perpecahan yang sudah terjadi melalui ketidak-setiaan sexual’) - hal
150.

Barnes’ Notes tentang Mat 5:32: “Our Saviour brought marriage back to its original
institution, and declared that whosoever put away his wife henceforward should be guilty of
adultery. But one offence, he declared, could justify divorce. ... Nor has any man, or set of men,
a right to interfere and declare that divorces may be granted for any other cause. Whosoever,
therefore, are divorced for any cause except the single one of adultery, if they marry again,
are, according to the Scriptures, living in adultery” (= Juruselamat kita membawa pernikahan
kembali kepada pendirian orisinilnya, dan menyatakan bahwa siapapun yang menceraikan
istrinya mulai saat itu bersalah dalam persoalan perzinahan. Tetapi satu pelanggaran, Ia
menyatakan, bisa membenarkan perceraian. ... Tidak ada siapapun, baik seseorang maupun
sekelompok orang, yang berhak untuk mencampuri dan menyatakan bahwa perceraian
diijinkan untuk alasan lain apapun juga. Karena itu siapapun yang diceraikan karena alasan lain
kecuali perzinahan, jika mereka menikah lagi, menurut Kitab Suci, hidup dalam perzinahan) -
hal 25.

Barnes’ Notes tentang Mat 19:9: “Only one offence was to make divorce lawful. This is the
law of God. And by the same law, all marriages which take place after divorce, where adultery
is not the cause of divorce, are adulterous. Legislatures have no right to say that men may put
away their wives for any other cause; and where they do, and where there is marriage
afterwards, by the law of God such marriages are adulterous” (= Hanya satu pelanggaran yang
membuat perceraian menjadi sah. Ini adalah hukum Allah. Dan oleh hukum yang sama, semua
pernikahan yang terjadi setelah perceraian, dimana perzinahan bukanlah alasan dari
perceraian tersebut, adalah perzinahan. Pembuat undang-undang tidak mempunyai hak untuk
mengatakan bahwa orang boleh menceraikan istri mereka untuk alasan lain apapaun juga; dan
dimana mereka melakukannya, dan dimana ada pernikahan setelahnya, oleh hukum Allah
pernikahan seperti itu dianggap sebagai perzinahan) - hal 87.

John Murray tentang Mat 5:31-32: “In verse 32 Jesus proceeds to propound the principle that
to put away or dismiss a wife for any reason but that of sexual infidelity is sin” (= Dalam ay 32
Yesus melanjutkan dengan mengemukakakan prinsip bahwa menceraikan atau memecat
seorang istri untuk alasan lain selain alasan ketidak-setiaan sexual adalah dosa) - ‘Divorce’,
hal 20.

William Hendriksen tentang Mat 5:31-32: “The exception to which Jesus refers in Matt. 5:32
(‘except on the ground of infidelity’) permits divorce only when one of the contracting parties,
here the wife, by means of marital unfaithfulness (‘fornication’) rises in rebellion against the
very essence of the marriage bond” [= Perkecualian yang ditunjukkan oleh Yesus dalam
Mat 5:32 (‘kecuali karena percabulan’) mengijinkan perceraian hanya pada waktu satu dari
pihak-pihak yang menikah, di sini si istri, oleh ketidak-setiaan pernikahan (‘percabulan’)
memberontak terhadap inti / hakekat dari ikatan pernikahan] - hal 305.
Matthew Henry tentang Mat 5:32: “divorce is not to be allowed, except in case of adultery,
which breaks the marriage covenant” (= perceraian tidak diijinkan, kecuali dalam kasus
perzinahan, yang menghancurkan perjanjian pernikahan) - hal 62.

Pulpit Commentary tentang Mat 5:32: “The popular school, that of Hillel, allowed divorce ‘for
every cause’ (ch. 19:3); the Lord allows it only ‘for the cause of fornication.’” (= Kelompok /
aliran yang poupler, yaitu kelompok / aliran dari Hillel, mengijinkan perceraian ‘karena alasan
apa saja’ (pasal 19:3); Tuhan mengijinkannya hanya ‘karena percabulan’) - hal 177.

Calvin (tentang Mat 5:31): “Though the husband and the wife are united by mutual consent,
yet God binds them by an indissoluble tie, so that they are not afterwards at liberty to separate.
An exception is added, ‘except on account of fornication’: for the woman, who has basely
violated the marriage-vow, is justly cast off; because it was by her fault that the tie was broken,
and the husband set at liberty” (= Sekalipun suami dan istri idpersatukan oleh persetujuan
bersama, Allah mengikat mereka dengan ikatan yang tidak bisa diputuskan, sehingga setelah
itu mereka tidak bebas untuk berpisah / bercerai. Suatu perkecualian ditambahkan, ‘kecuali
karena percabulan’: karena perempuan, yang secara hina telah melanggar janji pernikahan,
secara benar dibuang; karena kesalahannya menyebabkan ikatan itu hancur dan suami itu
menjadi bebas) - hal 293.

Calvin tentang Mat 19:9: “But an exception is added; for the woman, by fornication, cuts
herself off, as a rotten member, from her husband, and sets him at liberty. Those who search
for other reasons ought justly to be set at nought, because they choose to be wise above the
heavenly teacher. ... the husband, who convicts his wife of uncleanness, is here freed by Christ
from the bond” [= Tetapi suatu perkecualian ditambahkan; karena perempuan itu, oleh
percabulan, membuang / memotong dirinya sendiri, sebagai anggota yang membusuk, dari
suaminya, dan membuat suaminya bebas. Mereka yang mencari alasan-alasan lain, secara
benar harus ditolak, karena mereka memilih untuk menjadi lebih bijaksana di atas guru
surgawi. ... sang suami, yang membuktikan kenajisan istrinya, di sini dibebaskan oleh Kristus
dari ikatan tersebut] - hal 383,384.

John Murray tentang Mat 5:31-32: “Fornication is unequivocally stated to be the only
legitimate ground for which a man may put away his wife. The word used here is the more
generic term for sexual uncleanness, namely, fornication (porneia). This term may be used of
all kinds of illicit sexual intercourse and may apply to such on the part of unmarried persons, in
whose case the sin would not be in the specific sense of adultery. But though it is the generic
word that is used here (cf. also Matt. 19:9), it is not to be supposed that the sense is perplexed
thereby. What Jesus sets in the forefront is the sin of illicit sexual intercourse. It is, of course,
implied that such on the part of a married woman is not only fornication but also adultery in
the specific sense, for the simple reason that it constitutes sexual infidelity to her spouse. And
this is the only case in which, according to Christ’s unambiguous assertion, a man may dismiss
his wife without being involved in the sin which Jesus proceeds to characterise as making his
wife to be an adulteress” [= Percabulan dengan tegas dinyatakan sebagai satu-satunya dasar
yang sah dengan mana seorang boleh menceraikan istrinya. Kata yang digunakan di sini
merupakan istilah yang lebih umum untuk kenajisan sexual, yaitu percabulan (porneia -
PORNEIA). Istilah ini bisa digunakan untuk semua jenis hubungan sex yang gelap / haram dan
bisa diterapkan hal-hal itu pada orang-orang yang belum menikah, sehingga dosanya bukanlah
perzinahan dalam arti spesifik / khusus. Tetapi sekalipun kata yang umum yang digunakan di
sini (bdk. juga Mat 19:9), tidak boleh dianggap bahwa dengan demikian artinya dibingungkan
/ dikaburkan. Apa yang diajukan oleh Yesus adalah dosa dari hubungan sex yang haram / gelap.
Tentu saja secara tidak langsung itu menunjuk pada hal-hal dari perempuan yang sudah
menikah, yang bukan hanya merupakan percabulan tetapi juga perzinahan dalam arti spesifik
/ khusus, karena alasan yang sederhana bahwa itu merupakan ketidak-setiaan sexual terhadap
pasangannya. Dan ini adalah satu-satunya kasus dalam mana, menurut penegasan Kristus yang
jelas, seseorang boleh menceraikan istrinya tanpa terlibat dalam dosa yang Yesus gambarkan
sebagai membuat istrinya menjadi pezinah] - ‘Divorce’, hal 20-21.
John Murray tentang Mat 5:31-32: “the Old Testament law did not provide for divorce in the
case of adultery. The law was more stringent; it required death for such sexual infidelity. The
marriage was indeed thereby dissolved but this was effected through the death of the guilty
party. The law enunciated by our Lord, on the other hand, institutes divorce as the means of
relief for the husband in the case of adultery on the part of the wife. Here then is something
novel and it implies that the requirement of death for adultery is abrogated in the economy
Jesus himself inaugurated. ... He abrogated the Mosaic penalty for adultery and he legitimated
divorce for adultery” (= hukum Perjanjian Lama tidak menyediakan perceraian dalam kasus
perzinahan. Hukumnya lebih keras; hukum itu mengharuskan kematian untuk ketidak-setiaan
sexual seperti itu. Pernikahan itu memang bubar tetapi ini terjadi melalui kematian dari pihak
yang bersalah. Di sisi lain, hukum yang diucapkan oleh Tuhan kita, menegakkan / menetapkan
perceraian sebagai jalan pembebasan untuk suami dalam kasus perzinahan yang dilakukan
oleh istri. Maka di sini ada sesuatu yang baru dan secara tidak langsung hal itu menunjukkan
bahwa hukuman mati untuk perzinahan dibatalkan dalam pengaturan / sistim yang diresmikan
oleh Yesus sendiri. ... Ia membatalkan hukuman dari hukum Taurat Musa untuk perzinahan
dan ia mengesahkan perceraian untuk perzinahan) - ‘Divorce’, hal 27.

A. T. Robertson: “it is plain that Matthew represents Jesus in both places as allowing divorce
for fornication as a general term (porneia) which is technically adultery (moicheia from
moichao or moicheuo)” [= adalah jelas bahwa Matius menggambarkan Yesus di kedua tempat
sebagai mengijinkan perceraian untuk percabulan sebagai suatu istilah umum (PORNEIA) yang
secara tehnis adalah perzinahan (MOICHEIA dari MOICHAO atau MOICHEUO)] - ‘Word
Pictures in the New Testament’, vol I, hal 155.

John Stott: “Only sexual infidelity could be admitted as a ground for breaking the marriage
bond. This had been clearly recognised in the Old Testament because it was punishable by
death. But the death sentence for adultery had fallen into disuse, and in any case the Romans
did not permit the Jews to administer it. So when Joseph suspected Mary of unfaithfulness, he
thought of divorce, not death (Matthew 1:18f). And Jesus refused to be trapped by those who
asked if the woman caught in adultery should be stoned (John 8:3ff). It seems, then, that he
abrogated the death penalty for sexual infidelity, and made this the only legitimate ground for
dissolving the marriage bond, by divorce not death, and then only as a permission” [= Hanya
ketidak-setiaan sexual bisa diterima sebagai suatu dasar untuk menghancurkan ikatan
pernikahan. Ini telah secara jelas dikenali dalam Perjanjian Lama karena hal itu dijatuhi dengan
hukuman mati. Tetapi hukuman mati untuk perzinahan telah tidak digunakan, dan
bagaimanapun juga orang Romawi tidak mengijinkan orang-orang Yahudi untuk
melaksanakannya. Jadi pada saat Yusuf mencurigai Maria tentang ketidak-setiaan, ia
memikirkan perceraian, bukan kematian (Matius 1:18-dst). Dan Yesus menolak untuk dijebak
oleh mereka yang bertanya apakah perempuan yang tertangkap dalam perzinahan harus
dirajam (Yoh 8:3-dst). Jadi kelihatannya Ia membatalkan hukuman mati untuk ketidak-setiaan
sexual, dan membuat hal ini sebagai satu-satunya dasar yang sah untuk mengancurkan ikatan
pernikahan, oleh perceraian bukan oleh kematian, dan itu hanya merupakan ijin] -
‘Involvement’, vol II, hal 172.

James B. Hurley: “If we take PORNEIA at its common face value, as illicit intercourse, Jesus’
response rejects both rabbinic views. We can now see why the disciples were surprised at Jesus’
teaching. He was far stricter than the rabbis. ... He permitted it only for sexual violations of the
marriage bond, violations which, under the Old Testament, would have meant a death
sentence. According to Jesus only illicit sexual relations (PORNEIA: adultery, homosexuality,
bestiality) provide reason to terminate a marriage” [= Jika kita menerima PORNEIA sesuai
dengan artinya yang umum, sebagai hubungan gelap / haram, maka tanggapan Yesus menolak
pandangan dari kedua rabbi. Sekarang kita bisa melihat mengapa murid-murid terkejut
mendengar ajaran Yesus. Ia jauh lebih ketat dari rabbi-rabbi itu. ... Ia mengijinkannya hanya
karena pelanggaran sexual terhadap ikatan pernikahan, pelanggaran mana, di bawah
Perjanjian Lama, berarti hukuman mati. Menurut Yesus hanya hubungan sexual yang gelap /
haram (PORNEIA: perzinahan, homosex, bestiality / hubungan sex dengan binatang)
memberikan alasan untuk mengakhiri suatu pernikahan] - ‘Man and Woman in Biblical
Perspective’, hal 103.

Jay E. Adams: “That there is confusion about the word ‘fornication’ is understandable. In
American law, the word ‘fornication’ has come to mean sexual sin by unmarried persons, over
against ‘adultery’ which means sexual sin involving a married person. However, that
distinction must not be read back into the Bible as many unwittingly do. It was not the biblical
distinction. Indeed, Scripture writers used the word ‘fornication’ (PORNEIA) to describe ‘sexual
sin in general’, and in the Bible it referred to cases of incest (1Cor. 5:1), homosexuality (Jude 7)
and even adultery (Jeremiah 3:1,2,6,8 - here a married adulteress is divorced because of her
fornication; cf. vv.2,6 in the LXX) as fornication” [= Bahwa di sana ada kebingungan tentang
kata ‘percabulan’ merupakan sesuatu yang bisa dimengerti. Dalam hukum Amerika, kata
‘percabulan’ berarti dosa sexual yang dilakukan oleh orang-orang yang belum menikah,
sedangkan ‘perzinahan’ berarti dosa sexual yang menyangkut orang-orang yang sudah
menikah. Tetapi pembedaan itu tidak boleh dimasukkan ke dalam Alkitab seperti yang
dilakukan oleh banyak orang tanpa disadari. Itu bukan merupakan pembedaan yang
alkitabiah. Bahkan penulis-penulis Kitab Suci menggunakan kata ‘percabulan’ (PORNEIA) untuk
menggambarkan ‘dosa sexual secara umum’, dan dalam Alkitab kata itu menunjuk pada kasus-
kasus incest (1Kor 5:1), homosex (Yudas 7) dan bahkan perzinahan (Yeremia 3:1,2,6,8 - di sini
seorang pezinah yang telah menikah diceraikan karena percabulannya; bdk. ay 2,6 dalam LXX
/ Septuaginta) sebagai percabulan] - ‘Marriage, Divorce, and Remarriage in the Bible’, hal
53-54.

Yer 3:1-8 - “(1) FirmanNya: ‘Jika seseorang menceraikan isterinya, lalu perempuan itu pergi
dari padanya dan menjadi isteri orang lain, akan kembalikah laki-laki yang pertama kepada
perempuan itu? Bukankah negeri itu sudah tetap cemar? Engkau telah berzinah dengan
banyak kekasih, dan mau kembali kepadaKu? demikianlah firman TUHAN. (2) Layangkanlah
matamu ke bukit-bukit gundul dan lihatlah! Di manakah engkau tidak pernah ditiduri? Di
pinggir jalan-jalan engkau duduk menantikan kekasih, seperti seorang Arab di padang gurun.
Engkau telah mencemarkan negeri dengan zinahmu dan dengan kejahatanmu. (3) Sebab itu
dirus hujan tertahan dan hujan pada akhir musim tidak datang. Tetapi dahimu adalah dahi
perempuan sundal, engkau tidak mengenal malu. (4) Bukankah baru saja engkau memanggil
Aku: Bapaku! Engkaulah kawanku sejak kecil! (5) Untuk selama-lamanyakah Ia akan murka
atau menaruh dendam untuk seterusnya? Demikianlah katamu, namun engkau sedapat-
dapatnya melakukan kejahatan.’ (6) TUHAN berfirman kepadaku dalam zaman raja Yosia:
‘Sudahkah engkau melihat apa yang dilakukan Israel, perempuan murtad itu, bagaimana dia
naik ke atas setiap bukit yang menjulang dan pergi ke bawah setiap pohon yang rimbun untuk
bersundal di sana? (7) PikirKu: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepadaKu,
tetapi ia tidak kembali. Hal itu telah dilihat oleh Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak
setia. (8) Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan
murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan
yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal”.

Jay E. Adams: “fornication covers incest, bestiality, homosexuality and lesbianism as well as
adultery. To speak of adultery only, might tend to narrow the focus too much” (= percabulan
mencakup incest / perzinahan dalam keluarga, bestiality / hubungan sex dengan binatang,
homosex dan lesbian maupun perzinahan. Hanya mengatakan perzinahan, bisa cenderung
terlalu menyempitkan fokusnya) - ‘Marriage, Divorce, and Remarriage in the Bible’, hal 54-
55.

Matthew Poole: “He (Jesus) here opposeth the Pharisees in two points. 1. Asserting that all
divorces are unlawful except in case of adultery. 2. Asserting that whosoever married her that
was put away committed adultery” [= di sini Ia (Yesus) menentang orang-orang Farisi dalam
dua hal. 1. Menegaskan bahwa semua perceraian tidak sah kecuali dalam kasus perzinahan.
2. Menegaskan bahwa siapapun yang menikahi dia yang diceraikan, melakukan perzinahan] -
hal 24.
Matthew Poole: “it is unlawful in any case but that of adultery, which dissolves the marriage
knot and covenant” [= itu (perceraian) tidak sah dalam kasus apapun kecuali kasus
perzinahan, yang membubarkan ikatan dan perjanjian pernikahan] - hal 25.

D. Martyn Lloyd-Jones: “There is only one legitimate cause and reason for divorce - that which
is here called ‘fornication’. ... There is only one cause for divorce. There is one; but there is only
one. And that is unfaithfulness by one party” (= Hanya ada satu sebab dan alasan yang sah
untuk perceraian - yaitu apa yang di sini disebut ‘percabulan’. ... Hanya ada satu alasan untuk
perceraian. Ada satu, tetapi hanya ada satu. Dan itu adalah ketidak-setiaan oleh satu pihak) -
‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 250.

Matthew Henry tentang Mat 19:9: “He allows divorce, in case of adultery; the reason of the
law against divorce being this, ‘They two shall be one flesh.’ If the wife play the harlot, and
make herself one flesh with an adulterer, the reason of the law ceases, and so does the law. By
the law of Moses adultery was punished with death, Deut. 22:22. Now our Lord mitigates the
rigour of that, and appoints divorce to be the penalty” (= Ia mengijinkan perceraian, dalam
kasus perzinahan; alasan dari hukum yang menentang perceraian adalah ini: ‘Keduanya itu
menjadi satu daging’ ... Jika sang istri bersundal dan membuat dirinya sendiri satu daging
dengan seorang pezinah, alasan dari hukum itu berhenti, dan demikian juga dengan
hukumnya. Oleh hukum Taurat Musa perzinahan dihukum dengan hukuman mati, Ul 22:22.
Sekarang Tuhan mengurangi kekerasan dari hukuman itu, dan menetapkan perceraian sebagai
hukumannya) - hal 270.

Westminster Confession of Faith, chapter XXIV, No 5b - “In the case of adultery after
marriage, it is lawful for the innocent party to sue out a divorce and, after the divorce, to marry
another, as if the offending party were dead” (= Dalam kasus perzinahan setelah pernikahan,
adalah sah bagi pihak yang tidak bersalah untuk menuntut suatu perceraian, dan setelah
perceraian, untuk menikah dengan orang lain, seakan-akan pihak yang bersalah itu mati).

Penafsir-penafsir yang termasuk dalam kelompok ke 3 ini (yang mengijinkan perceraian


kalau terjadi perzinahan), terbagi dalam 2 kelompok lagi:

1. Yang tidak mengijinkan pernikahan lagi bahkan bagi pihak yang tidak bersalah.

Penafsir yang mengambil pandangan ini berpendapat bahwa ‘kalimat perkecualian’


dalam Mat 19:9 itu hanya berlaku untuk ‘perceraian’, tetapi tidak berlaku untuk
‘pernikahan lagi’ (re-marriage).

Pulpit Commentary tentang Mat 19:9: “Our Lord seems to have introduced the
exceptional clause in order to answer what were virtually two questions of the Pharisees,
viz. whether it was lawful to ‘put away a wife for every cause,’ and whether, when a man
had legally divorced his wife, he might marry again. To the former Christ replies that
separation was allowable only in the case of fornication; in response to the second, he rules
that even in that case remarriage was wholly barred” (= Tuhan kita kelihatannya
memberikan kalimat perkecualian untuk menjawab apa yang sebetulnya merupakan dua
pertanyaan dari orang-orang Farisi, yaitu apakah diperbolehkan untuk ‘menceraikan
istrinya karena alasan apa saja’, dan apakah, pada waktu seseorang secara sah telah
menceraikan istrinya, ia boleh menikah lagi. Kepada pertanyaan yang pertama Kristus
menjawab bahwa perpisahan diijinkan hanya dalam kasus percabulan; dan terhadap
pertanyaan yang kedua, ia memberi peraturan bahwa bahkan dalam kasus seperti itu
pernikahan lagi sepenuhnya dilarang) - hal 245.

Pulpit Commentary tentang Mat 19:9: “The Lord distinctly forbids divorce, ‘except it be
for fornication.’ He does not sanction remarriage even in that case” (= Tuhan secara jelas
melarang perceraian, ‘kecuali karena percabulan’. Ia tidak menyetujui pernikahan lagi
bahkan dalam kasus itu) - hal 254.
Sepanjang apa yang saya baca dari buku-buku tafsiran saya, hanya penafsir ini saja
yang tetap melarang pernikahan lagi sekalipun perceraiannya terjadi karena
pasangannya berzinah.

2. Yang mengijinkan pernikahan lagi dari pihak yang tidak bersalah.

Kelompok kedua ini menganggap bahwa ‘kalimat perkecualian’ dalam Mat 19:9 itu
berlaku baik untuk perceraian maupun untuk pernikahan lagi. Hampir semua penafsir
memegang pandangan ini.

Knox Chamblin: “The ‘except clause’ must be related to both the divorce and the
remarriage” (= ‘Kalimat perkecualian’ harus dihubungkan baik dengan ‘perceraian’
maupun dengan ‘pernikahan lagi’) - hal 150.

John Murray tentang Mat 19:9: “Matthew informs us of two things: (a) a man may put
away his wife for adultery; (b) he may marry another when such divorce is consummated”
[= Matius menginformasikan kita dua hal: (a) seseorang boleh menceraikan istrinya karena
perzinahan; (b) ia boleh menikah dengan orang lain pada waktu perceraian seperti itu
terjadi] - ‘Divorce’, hal 52.

William Hendriksen tentang Mat 19:9: “As far as the record goes, this is the only ground
Jesus ever mentioned for giving the innocent person - in the present case the husband, ... -
the right to divorce his wife and marry again” (= Sejauh terlihat dari catatannya, ini adalah
satu-satunya dasar yang pernah disebutkan oleh Yesus yang memberikan kepada orang
yang tidak bersalah - dalam kasus ini adalah sang suami, ... - hak untuk menceraikan
istrinya dan menikah lagi) - hal 717.

A. T. Robertson: “Jesus by implication, as in 5:31, does allow remarriage of the innocent


party, but not of the guilty one” (= Yesus, secara implicit, seperti dalam 5:31, memang
mengijinkan pernikahan lagi, tetapi bukan oleh pihak / orang yang bersalah) - ‘Word
Pictures in the New Testament’, vol I, hal 155.

Calvin tentang Mat 19:9: “‘And whosoever shall marry her that is divorced.’ This clause
has been very ill explained by many commentators; for they have thought that generally,
and without exception, celibacy is enjoined in all cases when a divorce has taken place;
and, therefore, if a husband should put away an adulteress, both would be lain under the
necessity of remaining unmarried. ... It was therefore a gross error; for, though Christ
condemns as an adulterer the man who shall marry a wife that has been divorced, this is
undoubtedly restricted to unlawful and frivolous divorces” (= ‘Dan siapapun yang menikah
dengan ia yang diceraikan’. Kalimat ini dijelaskan secara buruk oleh banyak penafsir;
karena mereka berpikir secara umum, dan tanpa perkecualian, bahwa dalam semua kasus
dimana terjadi perceraian orangnya diharuskan hidup celibat / tidak menikah; dan karena
itu, jika seorang suami menceraikan seorang pezinah, keduanya tidak boleh menikah lagi.
... Karena itu, itu merupakan suatu kesalahan yang besar / menyolok; karena sekalipun
Kristus mengecam sebagai seorang pezinah orang yang menikahi seorang istri yang telah
diceraikan, tidak diragukan bahwa ini dibatasi pada perceraian-perceraian yang tidak sah
dan sembrono) - hal 384.

Catatan: Mat 19:9 (KJV): - “And I say unto you, Whosoever shall put away his wife,
except it be for fornication, and shall marry another, committeth adultery: and whoso
marrieth her which is put away doth commit adultery” (= Dan Aku berkata kepadamu:
Siapapun yang menceraikan istrinya, kecuali karena percabulan, dan menikah
dengan orang lain, ia melakukan perzinahan: dan siapapun menikah dengan
perempuan yang diceraikan, ia melakukan perzinahan).

Terjemahan KJV agak berbeda, karena bagian akhir dari KJV (yang saya garis-
bawahi) tidak ada dalam Kitab Suci yang lain (mungkin ini dari manuscripts yang
berbeda). Dan Calvin mengomentari bagian ini.
John Stott: “with only one exception, he called all remarriage after divorce adultery” (=
dengan hanya satu perkecualian, Ia menyebut semua pernikahan lagi setelah perceraian
sebagai perzinahan) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 95.

John Stott: “The only situation in which divorce and remmariage are possible without
breaking the seventh commandment is when it has already been broken by some serious
sexual sin” (= Satu-satunya situasi dalam mana perceraian dan pernikahan lagi
dimungkinkan tanpa melanggar hukum ketujuh adalah pada saat pernikahan itu telah
dihancurkan oleh dosa sexual yang serius) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’,
hal 97-98.

Matthew Poole: “Some have upon these words made a question whether it be lawful for
the husband or the wife separated for adultery to marry again while each other liveth. As
to the offending party, it may be a question; but as to the innocent person offended, it is
no question, for the adultery of the person offending hath dissolved the knot of marriage
by the Divine law. ... it seemeth against reason that both persons should have the like
liberty to a second marriage. ... It is unreasonable that she should make an advantage of
her own sin and error. ... But for the innocent person, it is an unreasonable that he or she
should be punished for the sin of another” (= Beberapa orang berdasarkan kata-kata ini
mempertanyakan apakah diperbolehkan untuk suami atau istri yang bercerai karena
perzinahan untuk menikah lagi sementara mereka sama-sama masih hidup. Berkenaan
dengan pihak yang bersalah, itu memang merupakan suatu pertanyaan; tetapi berkenaan
dengan pribadi yang tidak bersalah, tidak perlu dipertanyakan, karena perzinahan dari
pihak yang bersalah telah membubarkan ikatan pernikahan oleh hukum Ilahi. ...
kelihatannya bertentangan dengan akal bahwa kedua orang mempunyai kebebasan yang
sama untuk menikah lagi. ... Adalah tidak masuk akal bahwa ia mendapatkan keuntungan
dari dosa dan kesalahannya sendiri. ... Tetapi untuk pribadi yang tidak bersalah, adalah
tidak masuk akal bahwa ia harus dihukum karena kesalahan dari pihak yang lain) - hal 88-
89.

D. Martyn Lloyd-Jones: “We can say not only that a person who thus has divorced his
wife because of her adultery is entitled to do so. We can go further and say that the divorce
has ended the marriage, and that this man is now free and as a free man he is entitled to
re-marriage. ... His relationship to that woman is the same as if she were dead; and this
innocent man is therefore entitled to re-marriage” (= Kita bisa mengatakan bukan hanya
bahwa seseorang yang telah menceraikan istrinya karena perzinahannya berhak
melakukan hal itu. Kita bisa melanjutkan dan berkata bahwa perceraian itu telah
mengakhiri pernikahan, dan bahwa orang ini sekarang bebas dan sebagai seorang yang
bebas ia berhak untuk menikah lagi. ... Hubungannya dengan perempuan itu adalah sama
seakan-akan perempuan itu sudah mati; dan karena itu orang yang tidak bersalah ini
berhak untuk menikah lagi) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 252.

Barclay: “Jesus’s answer was to take things back to the very beginning, back to the ideal
of creation. ... Jesus was laying down the principle that all divorce is wrong. Thus early we
must note that it is not a law; it is a principle, which is a very different thing. ... Here, at
once, the Pharisees saw a point of attack. ... They could now say to Jesus, ‘Are you saying
Moses was wrong? Are you seeking to abrogate the divine law which was given to Moses?
Are you setting yourself above Moses as a law-giver?’ Jesus’s answer was that what Moses
said was not in fact a law, but nothing more than a concession. Moses did not command a
divorce; at the best he only permitted it in order to regulate a situation which would have
become chaotically promiscuous. ... The Mosaic regulation was only a concession to fallen
human nature. ... It is now that we are face to face with one of the most real and most
acute difficulties in the New Testament. ... The difficulty is - and there is no escaping it -
that Mark and Matthew report the words of Jesus differently. ... both Mark and Luke make
the prohibition of divorce absolute; with them there are no exceptions whatsoever. But
Matthew has one saving clause - divorce is permitted on the ground of adultery. ... In the
last analysis we must choose between Matthew’s version of this saying and that of Mark
and Luke. We think there is little doubt that the version of Mark and Luke is right. ...
Matthew’s saving clause is a later interpretation inserted in the light of the practice of the
Church when he wrote” (= Jawaban Yesus membawa semua kembali pada keadaan semula,
kembali pada keadaan ideal dari penciptaan. ... Yesus sedang menetapkan suatu prinsip
bahwa semua perceraian adalah salah. Kita harus memperhatikan bahwa ini bukanlah
suatu hukum; ini adalah suatu prinsip, yang merupakan sesuatu yang sangat berbeda. ...
Di sini, segera orang-orang Farisi melihat suatu titik untuk melakukan penyerangan. ...
Sekarang mereka bisa berkata kepada Yesus: ‘Apakah Engkau berkata bahwa Musa itu
salah? Apakah Engkau berusaha membatalkan hukum ilahi yang diberikan kepada Musa?
Apakah Engkau menempatkan diriMu sendiri di atas Musa sebagai pemberi hukum?’.
Jawaban Yesus adalah bahwa apa yang Musa katakan dalam faktanya bukanlah suatu
hukum, tetapi tidak lebih dari suatu kelonggaran. Musa tidak memerintahkan perceraian;
paling-paling ia hanya mengijinkannya untuk mengatur suatu keadaan yang bisa menjadi
kacau balau. ... Peraturan Musa hanya merupakan suatu kelonggaran bagi manusia yang
sudah jatuh ke dalam dosa. ... Sekarang kita berhadapan dengan salah satu dari kesukaran-
kesukaran yang paling nyata dan paling akut dalam Perjanjian Baru. ... Kesukarannya
adalah - dan tidak ada jalan untuk lolos dari kesukaran ini - bahwa Markus dan Matius
melaporkan kata-kata Yesus secara berbeda. ... Baik Markus maupun Lukas membuat
larangan perceraian itu mutlak; pada mereka tidak ada perkecualian apapun. Tetapi
Matius mempunyai satu kalimat perkecualian - perceraian diijinkan dengan alasan
perzinahan. ... Pada analisa terakhir kita harus memilih antara versi Matius dari kata-kata
ini dan versi Markus dan Lukas. Kami berpendapat bahwa tidak diragukan bahwa versi
dari Markus dan Lukaslah yang benar. ... Kalimat perkecualian Matius merupakan
penafsiran belakangan yang dimasukkan dalam terang dari praktek dari Gereja pada saat
ia menulis) - hal 200-202.

Catatan: ayat dalam Markus adalah Mark 10:11-12; sedangkan ayat dalam Lukas
adalah Luk 16:18.

 Mark 10:11-12 - “Lalu kataNya kepada mereka: ‘Barangsiapa menceraikan isterinya


lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.
Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat
zinah.’”.

 Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan
lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan
suaminya, ia berbuat zinah.’”.

Barclay: “It would be wrong to leave this matter without some attempt to see what it
actually means for the question of divorce at the present time. ... What Jesus laid down
was a principle and not a law” (= Adalah salah untuk meninggalkan persoalan ini tanpa
suatu usaha untuk melihat apa arti sebenarnya untuk pertanyaan tentang perceraian pada
jaman sekarang. ... Apa yang Yesus tetapkan adalah suatu prinsip dan bukan suatu hukum)
- hal 208.

Dan ia lalu mengatakan (hal 209) bahwa seandainya ada suatu pernikahan yang
menjadi kacau sehingga menjadi seperti neraka di dunia, dan seandainya sudah
diusahakan semua cara untuk memperbaikinya tetapi pernikahan tersebut tetap
kacau, apakah dua orang itu harus tetap mempertahankan pernikahan tersebut?

Barclay: “are then these two people to be for ever fettered together in a situation which
cannot do other than bring a lifetime of misery to both? It is extremely difficult to see how
such reasoning can be called Christian; it is extremely hard to see Jesus legalistically
condemning two people to any such situation. This is not to say that divorce should be
made easy, but it is to say that when all the physical and mental and spiritual resources
have been brought to bear on such situation, and the situation remains incurable and even
dangerous, then the situation should be ended” (= maka apakah kedua orang ini harus
diikat bersama-sama selama-lamanya dalam suatu keadaan yang hanya bisa memberikan
kesengsaraan seumur hidup kepada mereka berdua? Adalah sangat sukar untuk melihat
bagaimana pemikiran / pertimbangan seperti itu bisa disebut Kristen; adalah sangat sukar
untuk melihat Yesus secara legalistik mengecam / menghukum dua orang pada keadaan
seperti itu. Ini bukan berarti bahwa perceraian harus dibuat menjadi mudah, tetapi
maksudnya adalah bahwa pada saat semua sumber-sumber fisik, mental dan rohani telah
dibawa untuk diarahkan pada keadaan itu, dan keadaan itu tetap tidak bisa disembuhkan
dan bahkan berbahaya, maka keadaan itu harus diakhiri) - hal 209.

Catatan: bagi saya seluruh pemikiran Barclay di sini menunjukkan kesesatannya.


Saya tidak mengerti bagaimana ia memisahkan / membedakan ‘prinsip’ dan ‘hukum’.
Juga aneh bahwa ia menyalahkan Matius karena memberikan kalimat perkecualian,
tetapi pada akhirnya ia tetap mengijinkan perceraian kalau pernikahan itu memburuk
dan memang tidak bisa diperbaiki lagi.

Saya sendiri mengambil pandangan kedua ini. Saya beranggapan bahwa kalimat
perkecualian dalam Mat 5:32 dan Mat 19:9 berlaku baik bagi perceraian maupun
pernikahan lagi.

Contoh kasus: kalau seorang suami menceraikan istrinya, sekalipun bukan karena
perzinahan, maka mereka berdua tidak boleh menikah lagi. Tetapi bagaimana kalau
suami itu melanggar larangan tersebut, dan ia menikah lagi? Saya tidak menemukan
buku tafsiran yang membahas kasus seperti ini. Tetapi saya sendiri berpendapat
sebagai berikut: suami itu sebetulnya tidak berhak menikah lagi. Kalau ia menikah
lagi, maka di hadapan Allah pernikahan itu merupakan perzinahan. Dengan demikian
ditinjau dari sudut istri yang diceraikan, suaminya berzinah, dan karena itu si istri
menjadi berhak menikah lagi.

3) “Ia menjadikan istrinya berzinah”.

Tentang kata-kata ‘ia menjadikan isterinya berzinah’ dalam ay 32b, Calvin berkata:

“the man who, unjustly and unlawfully, abandons the wife whom God had given him, is justly
condemned for having prostituted his wife to others” (= orang yang secara tidak benar dan tidak
sah meninggalkan istri yang telah Allah berikan kepadanya, secara benar dikecam sebagai telah
melacurkan istrinya kepada orang-orang lain) - hal 293.

William Hendriksen: “she is called an adulteresses because she may easily become one. ... Far
better, it would seem to me, is therefore the translation, ‘Whoever divorces his wife except on the
basis of infidelity exposes her to adultery,’ or something similar. What Jesus is saying, then, is this:
Whoever divorces his wife except on the ground of infidelity must bear the chief responsibility if as
a result she, in her deserted state, should immediately yield to the temptation of becoming married
to someone else” (= ia disebut sebagai pezinah karena ia dengan mudah menjadi seorang pezinah.
... Karena itu, bagi saya jauh lebih baik terjemahan: ‘Siapapun menceraikan istrinya kecuali
berdasarkan ketidak-setiaan membukakan dia kepada perzinahan’, atau terjemahan lain yang
serupa. Jadi, apa yang dimaksud oleh Yesus adalah ini: Siapapun menceraikan istrinya kecuali
berdasarkan ketidak-setiaan harus memikul tanggung jawab utama jika sebagai akibatnya
perempuan itu, dalam keadaan ditinggalkan, menyerah pada pencobaan untuk menjadi istri dari
orang lain) - hal 305,306.

4) “dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.

Ini tentu saja berlaku kalau perceraian itu merupakan perceraian yang tidak sah.

Penerapan:

Karena itu jangan terlalu cepat berpikir negatif kalau ada janda / duda yang mau menikah
lagi. Kita harus mengetahui lebih dulu apa sebabnya ia menjadi janda / duda. Kalau itu
disebabkan karena pasangannya mati, atau karena ia menceraikan pasangannya yang
berzinah, maka ia berhak untuk menikah lagi!

Matius 5:33-37
1) Lagi-lagi di sini Tuhan Yesus tidak menentang hukum Taurat, tetapi menentang penafsiran (dan
praktek) dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentang hukum Taurat

Ay 33: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah
palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan”.

Dalam hukum Taurat / Perjanjian Lama tidak ada ayat yang bunyinya persis seperti itu. Tetapi
ada beberapa ayat yang kalau digabungkan berbunyi seperti itu. Ayat-ayat itu adalah:

 Im 19:12 - “Janganlah kamu bersumpah dusta demi namaKu, supaya engkau jangan melanggar
kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.

 Bil 30:2 - “Apabila seorang laki-laki bernazar atau bersumpah kepada TUHAN, sehingga ia
mengikat dirinya kepada suatu janji, maka janganlah ia melanggar perkataannya itu; haruslah ia
berbuat tepat seperti yang diucapkannya”.

 Ul 23:21 - “‘Apabila engkau bernazar kepada TUHAN, Allahmu, janganlah engkau menunda-nunda
memenuhinya, sebab tentulah TUHAN, Allahmu, akan menuntutnya dari padamu, sehingga hal itu
menjadi dosa bagimu”.

 Pkh 5:3-4 - “Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya,
karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik engkau tidak
bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.

Sekalipun demikian, yang dibicarakan / dibetulkan di sini oleh Yesus bukanlah hukum Tauratnya
sendiri, tetapi penafsiran / ajaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum Taurat.
Lagi-lagi terjemahan salah dari Kitab Suci Indonesia yang menggunakan istilah ‘difirmankan’
seolah-olah menunjukkan bahwa Yesus menentang Perjanjian Lama. Tetapi dalam terjemahan
yang benar tidak terlihat hal itu.

KJV: ‘Again, ye have heard that it hath been said by them of old time, Thou shalt not forswear
thyself, but shalt perform unto the Lord thine oaths’ (= Lagi, engkau telah mendengar bahwa
telah dikatakan oleh mereka dari jaman dulu, Engkau tidak boleh bersumpah palsu, tetapi
engkau harus melakukan bagi Tuhan sumpahmu).

NIV: “Again, you have heard that it was said to the people long ago, ‘Do not break your oath, but
keep the oaths you have made to the Lord.’” (= Lagi, engkau telah mendengar bahwa dikatakan
kepada orang-orang jaman dulu, ‘Jangan melanggar sumpahmu, tetapi peganglah sumpah yang
telah engkau buat terhadap Tuhan’).

2) Kalau dalam ay 21-26 Yesus meluruskan penafsiran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
tentang hukum ke 6 (Jangan membunuh), dan dalam ay 27-32 Yesus meluruskan penafsiran
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum ke 7 (Jangan berzinah), maka dalam
ay 33-37 ini Ia membicarakan sumpah yang berhubungan dengan hukum ke 3 (Jangan
menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan / sia-sia).

Calvin: “God condemned in the law not only acts of perjury, but lightness in swearing, which lessens
the reverence for his name. The man who perjures himself is not the only person who takes the name
of God in vain, (Ex. 20:7.) He does so, who idly and contemptuously pronounces the name of God on
trivial occasions, or in ordinary conversation” [= Allah menyalahkan / mengecam dalam hukum Taurat
bukan hanya tindakan sumpah palsu, tetapi peremehan sumpah, yang mengurangi hormat / takut
kepada namaNya. Orang yang bersumpah palsu bukan hanya satu-satunya orang yang menggunakan
nama Allah dengan sia-sia, (Kel 20:7). Ia juga melakukannya, jika ia mengucapkan nama Allah secara
tak berarti dan menghina pada peristiwa-peristiwa yang remeh, atau dalam percakapan sehari-hari] -
hal 293.

Penerapan:

Jangan terbiasa mengucapkan kata-kata seruan seperti ‘Ya Allah’, ‘Masya-allah’, atau seperti
yang dilakukan oleh orang-orang Barat, yaitu ‘My God’, ‘Jesus Christ’, dan sebagainya. Ini
termasuk pelanggaran hukum ketiga, karena menyebut nama Allah secara sembarangan / sia-
sia! Juga jangan menggunakannya sekedar untuk lelucon atau percakapan yang tidak berguna!
Ini merupakan dosa yang sekalipun sudah sering dibicarakan, tetapi tetap sering diremehkan
dan dilanggar oleh banyak orang-orang kristen yang bahkan termasuk aktivist gereja! INGAT
BAHWA SIKAP SAUDARA TERHADAP NAMA ALLAH MERUPAKAN SIKAP SAUDARA
TERHADAP ALLAH SENDIRI!

3) Ajaran dan praktek dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada saat itu berkenaan dengan
sumpah.

Calvin: “The Jews had circuitous or indirect ways of swearing; and when they swore by heaven, or by
earth, or by the altar, (Mat. 23:18,) they reckoned it to be next to nothing” [= orang-orang Yahudi
mempunyai jalan memutar atau tidak langsung dalam bersumpah; dan pada waktu mereka
bersumpah demi surga, atau demi bumi, atau demi mezbah, (Mat 23:18), mereka menganggapnya
sebagai hampir tidak berarti apa-apa] - hal 294.

Pulpit Commentary: “The Jews, it seems, thought lightly of oaths which did not contain the sacred
Name of God; they used such oaths constantly and heedlessly” (= Kelihatannya orang-orang Yahudi
menganggap ringan sumpah yang tidak mencakup nama yang kudus dari Allah; mereka menggunakan
sumpah-sumpah seperti itu secara terus menerus dan dengan sembrono / sembarangan) - hal 177.

Bdk. Mat 23:16-22 - “(16) Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah
demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat.
(17) Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait
Suci yang menguduskan emas itu? (18) Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi
bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. (19) Hai kamu orang-orang
buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu?
(20) Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi
segala sesuatu yang terletak di atasnya. (21) Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah
demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. (22) Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia
bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya”.

Kata-kata ‘itu tidak sah’ terjemahannya kurang tepat.

KJV/RSV: ‘it is nothing’ (= itu bukan apa-apa).

NIV: ‘it means nothing’ (= itu tidak berarti apa-apa).

NASB: ‘that is nothing’ (= itu bukan apa-apa).

Penerapan:

Jaman ini, orang juga sering mencari jalan memutar untuk menghindari penggunaan nama Allah
dalam sumpah. Misalnya berkata ‘sumpah mati’. Bahkan kadang-kadang orang berusaha untuk
menghindari penggunaan kata ‘sumpah’. Misalnya: dengan mengatakan ‘sumprit’, atau
mengubahnya menjadi ‘saya berjanji’, atau dengan sekedar mengangkat tangan kanannya, dsb.
Sebetulnya semua ini sama saja, dan tetap adalah dosa, kalau hal ini dilakukan dengan
sembarangan!

4) Ajaran Yesus berkenaan dengan sumpah.


a) Yesus tidak melarang sumpah secara mutlak!

Sepintas lalu, ay 34a yang berbunyi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali
bersumpah”, melarang sumpah secara mutlak. Dan Barclay (hal 161) mengatakan bahwa
ada 2 golongan yaitu Essenes (suatu sekte Yahudi) dan Quakers yang secara mutlak tidak
mau bersumpah. Dan jelas bahwa jaman sekarangpun ada banyak orang kristen yang
beranggapan bahwa sumpah dilarang secara mutlak. Tetapi saya berpendapat bahwa
sebetulnya sumpah tidak dilarang secara mutlak.

Calvin: “Many have been led by the phrase, ‘not at all,’ to adopt the false notion, that every kind
of swearing is condemned by Christ” (= Banyak orang telah dibimbing oleh ungkapan ‘janganlah
sekali-kali’ untuk mengambil maksud yang salah, bahwa setiap jenis sumpah dikecam oleh Kristus)
- hal 294.

Calvin berpendapat bahwa kata-kata Yesus dalam ay 34a ini tidak boleh dipisahkan dari
kata-kata selanjutnya, yang menunjukkan sumpah yang bagaimana yang Ia maksud, yaitu
sumpah demi langit, demi bumi, demi Yerusalem, demi kepalamu (ay 34-36), yang oleh
orang-orang Yahudi dianggap remeh / tak berarti. Jadi, yang dilarang adalah sumpah
sembarangan.

Pulpit Commentary: “How, then, can we explain this absolute prohibition here? In that our Lord
is not here thinking at all formal and solemn oaths, but of oaths as the outcome of impatience and
exaggeration” (= Lalu bagaimana kita bisa menjelaskan larangan mutlak di sini? Dengan
mengatakan bahwa di sini Tuhan kita tidak berpikir tentang semua sumpah yang formal / resmi
dan khidmat, tetapi tentang sumpah-sumpah sebagai akibat / hasil dari ketidak-sabaran dan
tindakan melebih-lebihkan) - hal 165.

Pulpit Commentary: “our Lord’s prohibition applies only to rash, idle oaths, such as were common
among the Jews” (= Larangan Tuhan kita hanya berlaku untuk sumpah yang sembarangan dan
kosong, seperti yang banyak terdapat di antara orang-orang Yahudi) - hal 177.

Adam Clarke: “Be not much in oaths, although one should swear concerning things that are true;
for in much swearing it is impossible not to profane” (= Jangan banyak bersumpah, sekalipun dalam
hal yang benar; karena dalam banyak bersumpah adalah tidak mungkin untuk tidak meremehkan
hal-hal yang keramat) - hal 75.

Calvin: “His statement amounts to this, that there are other ways of ‘taking the name of God in
vain,’ besides perjury; and, therefore, that, we ought to refrain from allowing ourselves the liberty
of unnecessary swearing: for, when there are just reasons to demand it, the law not only permits,
but expressly commands us to swear” (= Arti pernyataanNya menjadi begini: bahwa ada cara-cara
lain untuk ‘menyebut nama Allah dengan sembarangan / sia-sia’ disamping sumpah palsu; dan
karena itu, kita harus menahan diri kita sendiri dari kebebasan bersumpah secara tidak perlu:
karena, pada waktu di sana ada alasan-alasan yang benar yang menuntut sumpah, hukum Taurat
bukan hanya mengijinkan, tetapi secara jelas memerintahkan kita untuk bersumpah) - hal 295.

Alasan-alasan yang menunjukkan bahwa sumpah tidak mungkin dilarang secara mutlak:

1. Perjanjian Lama mengijinkan, bahkan mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu.

Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah
dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah”.

Kel 22:7-8 - “Apabila seseorang menitipkan kepada temannya uang atau barang, dan itu dicuri
dari rumah orang itu, maka jika pencuri itu terdapat, ia harus membayar ganti kerugian dua
kali lipat. Jika pencuri itu tidak terdapat, maka tuan rumah harus pergi menghadap Allah untuk
bersumpah, bahwa ia tidak mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya”.
Kel 22:10-11 - “Apabila seseorang menitipkan kepada temannya seekor keledai atau lembu
atau seekor domba atau binatang apapun dan binatang itu mati, atau patah kakinya atau
dihalau orang dengan kekerasan, dengan tidak ada orang yang melihatnya, maka sumpah di
hadapan TUHAN harus menentukan di antara kedua orang itu, apakah ia tidak mengulurkan
tangannya mengambil harta kepunyaan temannya, dan pemilik harus menerima sumpah itu,
dan yang lain itu tidak usah membayar ganti kerugian”.

Bil 5:11-28 - “TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada orang Israel dan
katakanlah kepada mereka: Apabila isteri seseorang berbuat serong dan tidak setia terhadap
suaminya, dan laki-laki lain tidur dan bersetubuh dengan perempuan itu, dengan tidak
diketahui suaminya, karena tinggal rahasia bahwa perempuan itu mencemarkan dirinya, tidak
ada saksi terhadap dia, dia tidak kedapatan, dan apabila kemudian roh cemburu menguasai
suami itu, sehingga ia menjadi cemburu terhadap isterinya, dan perempuan itu memang telah
mencemarkan dirinya, atau apabila roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia menjadi
cemburu terhadap isterinya, walaupun perempuan itu tidak mencemarkan dirinya, maka
haruslah orang itu membawa isterinya kepada imam. Dan orang itu harus membawa
persembahan karena perempuan itu sebanyak sepersepuluh efa tepung jelai, yang ke atasnya
tidak dituangkannya minyak dan yang tidak dibubuhinya kemenyan, karena korban itu ialah
korban sajian cemburuan, suatu korban peringatan yang mengingatkan kepada kedurjanaan.
Maka haruslah imam menyuruh perempuan itu mendekat dan menghadapkannya kepada
TUHAN. Lalu imam harus membawa air kudus dalam suatu tempayan tanah, kemudian harus
memungut debu yang ada di lantai Kemah Suci dan membubuhnya ke dalam air itu. Apabila
imam sudah menghadapkan perempuan itu kepada TUHAN, haruslah ia menguraikan rambut
perempuan itu, lalu meletakkan korban peringatan, yakni korban sajian cemburuan, ke atas
telapak tangan perempuan itu, sedang di tangan imam haruslah ada air pahit yang
mendatangkan kutuk. Maka haruslah imam menyumpah perempuan itu dengan berkata
kepadanya: Jika tidak benar ada laki-laki yang tidur dengan engkau, dan jika tidak engkau
berbuat serong kepada kecemaran, padahal engkau di bawah kuasa suamimu, maka luputlah
engkau dari air pahit yang mendatangkan kutuk ini; tetapi jika engkau, padahal engkau di
bawah kuasa suamimu, berbuat serong dan mencemarkan dirimu, oleh karena orang lain dari
suamimu sendiri bersetubuh dengan engkau - dalam hal ini haruslah imam menyumpah
perempuan itu dengan sumpah kutuk, dan haruslah imam berkata kepada perempuan itu -
maka TUHAN kiranya membuat engkau menjadi sumpah kutuk di tengah-tengah bangsamu
dengan mengempiskan pahamu dan mengembungkan perutmu, sebab air yang mendatangkan
kutuk ini akan masuk ke dalam tubuhmu untuk mengembungkan perutmu dan mengempiskan
pahamu. Dan haruslah perempuan itu berkata: Amin, amin. Lalu imam harus menuliskan kutuk
itu pada sehelai kertas dan menghapusnya dengan air pahit itu, dan ia harus memberi
perempuan itu minum air pahit yang mendatangkan kutuk itu, dan air itu akan masuk ke dalam
badannya dan menyebabkan sakit yang pedih. Maka haruslah imam mengambil korban sajian
cemburuan dari tangan perempuan itu lalu mengunjukkannya ke hadapan TUHAN, dan
membawanya ke mezbah. Sesudah itu haruslah imam mengambil segenggam dari korban
sajian itu sebagai bagian ingat-ingatannya dan membakarnya di atas mezbah, kemudian
memberi perempuan itu minum air itu. Setelah terjadi demikian, apabila perempuan itu
memang mencemarkan dirinya dan berubah setia terhadap suaminya, air yang mendatangkan
sumpah serapah itu akan masuk ke badannya dan menyebabkan sakit yang pedih, sehingga
perutnya mengembung dan pahanya mengempis, dan perempuan itu akan menjadi sumpah
kutuk di antara bangsanya. Tetapi apabila perempuan itu tidak mencemarkan dirinya,
melainkan ia suci, maka ia akan bebas dan akan dapat beranak.’”.

1Raja 8:31-32 - “Jika seseorang telah berdosa kepada temannya, lalu diwajibkan mengangkat
sumpah dengan mengutuk dirinya, dan dia datang bersumpah ke depan mezbahMu di dalam
rumah ini, maka Engkaupun kiranya mendengarkannya di sorga dan bertindak serta mengadili
hamba-hambaMu, yakni menyatakan bersalah orang yang bersalah dengan menanggungkan
perbuatannya kepada orang itu sendiri, tetapi menyatakan benar orang yang benar dengan
memberi pembalasan kepadanya yang sesuai dengan kebenarannya”.
Dan Yesus tidak mungkin bertentangan dengan Perjanjian Lama (bdk. Mat 5:17-19).

2. Ibr 6:13-17 - “Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada Abraham, Ia bersumpah demi
diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari padaNya, kataNya: ‘Sesungguhnya
Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.’
Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan
kepadanya. Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi
suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. Karena itu, untuk lebih
meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusanNya, Allah telah
mengikat diriNya dengan sumpah”.

3. Pada waktu Yesus diadili oleh Sanhedrin, dan Ia disuruh berbicara di bawah sumpah, Ia
bukannya menegur mereka yang menyuruhNya bersumpah, tetapi sebaliknya Ia mau
menjawab, padahal tadinya Ia tidak mau berbicara.

Mat 26:63-64 - “Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah
yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ Jawab
Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang
kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas
awan-awan di langit.’”.

4. Dalam Wah 10:5-6 malaikat bersumpah.

Wah 10:5-6 - “Dan malaikat yang kulihat berdiri di atas laut dan di atas bumi, mengangkat
tangan kanannya ke langit, dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya,
yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan
segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.

5. Paulus sering bersumpah.

Ro 1:9 - “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil
AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu”.

Ro 9:1 - “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut
bersaksi dalam Roh Kudus”.

1Kor 15:31 - “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi
kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal ini benar”.

2Kor 1:23 - “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku - Ia mengenal aku -, bahwa sebabnya
aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu”.

Gal 1:20 - “Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak
berdusta”.

Fil 1:8 - “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan
kamu sekalian”.

Betul-betul tidak terbayangkan bahwa Paulus, yang adalah rasul yang begitu saleh, bisa
berulang kali bersumpah kalau sumpah memang dilarang secara mutlak.

Semua ini menunjukkan bahwa sumpah tidak dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan,
atau dalam hal-hal yang penting lainnya, kita boleh bersumpah. Yang dilarang adalah
bersumpah secara sembarangan, untuk hal-hal yang tidak penting, sekalipun hal yang
dikatakan itu merupakan kebenaran. Hal ini ditekankan lagi secara lebih khusus dalam ay
37.
Ay 37: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang
lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.

Bdk. Yak 5:12 - “Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga
maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak
hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman”.

Calvin menganggap bahwa dalam ay 37 ini Kristus memberikan obat, yaitu dengan
menyuruh orang untuk berkata jujur / tidak berdusta. Saya tidak setuju dengan penafsiran
Calvin di sini, karena kontext, dan kalimat terakhir dari ay 37 menunjukkan bahwa yang
ditentang di sini adalah sumpah secara sembarangan. Jadi kata-kata ‘Jika ya, hendaklah kamu
katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak’, bukan ditujukan untuk menekankan
kejujuran, tetapi untuk melarang sumpah sembarangan. Jadi kalau ‘ya’, katakanlah ‘ya’,
bukan ‘sumpah ya’.

Pulpit Commentary: “here the question is not of truthfulness, but of fervency in asseveration” (=
di sini persoalannya bukanlah kebenaran, tetapi semangat dalam penegasan) - hal 165.

Penerapan:

Apakah saudara sering bersumpah pada waktu saudara ingin kata-kata saudara dipercaya
oleh orang lain, sekalipun itu bukan menyangkut sesuatu yang penting?

Beberapa komentar tentang orang yang gampang untuk bersumpah:

 Pulpit Commentary: “It betrays a consciousness, too, on the swearer’s part that he is not to
be believed in his bare word” [= Juga, itu menyingkapkan suatu kesadaran pada pihak si
penyumpah bahwa ia tidak dipercaya dalam kata-katanya semata-mata (tanpa sumpah)] - hal
205.

 William Hendriksen: “It is characteristic of certain individuals who are aware that their
reputation for veracity is not exactly outstanding that the more they lie the more they will also
assert that what they are saying is ‘gospel truth.’ They are in the habit of interlacing their
conversations with oaths” (= Merupakan ciri dari individu-individu tertentu yang sadar bahwa
reputasi mereka untuk kejujuran tidak terlalu menonjol, dimana makin mereka berdusta
makin mereka menegaskan bahwa apa yang mereka katakan adalah ‘kebenaran injil’. Mereka
terbiasa untuk menjalin percakapan mereka dengan sumpah) - hal 308.

 Adam Clarke: “A common swearer is constantly perjuring himself: such a person should never
be trusted” (= Seseorang yang biasa bersumpah secara terus menerus bersumpah palsu: orang
seperti itu tidak pernah boleh dipercaya) - hal 75.

b) Sumpah demi hal-hal lain selain Allah, tetap merupakan sumpah, yang harus dianggap
mengikat, dan tidak boleh diremehkan / dianggap tidak ada.

Ay 34-36: “(34) Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit,
karena langit adalah takhta Allah, (35) maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kakiNya,
ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; (36) janganlah juga engkau
bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan
sehelai rambutpun”.

1. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh bersumpah demi langit, bumi dan sebagainya.

Yesus mengucapkan kata-kata ini karena orang-orang Yahudi pada saat itu memandang
remeh sumpah demi langit, bumi dsb (pokoknya sumpah yang tidak mencakup nama
Allah).
Calvin: “It is a mistake to explain these words as meaning, that such forms of swearing are
condemned by God only. The reasons which he brings forward tend rather to the opposite view,
that we swear by the name of God even when we name the heaven, and the earth: because
there is no part of the world on which God has not engraved the marks of his glory” (= Adalah
salah untuk menjelaskan bahwa kata-kata ini artinya adalah bahwa hanya bentuk-bentuk
sumpah seperti itu yang dikecam oleh Allah. Alasan yang Ia kemukakan justru cenderung untuk
berarti sebaliknya, yaitu bahwa kita bersumpah demi nama Allah bahkan pada saat kita
menyebut langit / surga, dan bumi: karena tidak ada bagian dalam alam semesta dimana Allah
tidak mengukirkan tanda-tanda / ciri-ciri kemuliaanNya) - hal 295.

Calvin: “Heaven is called in Scripture (Isa. 66:1) the throne of God: not that he dwells in heaven
alone, but to teach men to raise their minds upwards, whenever they think of him, and not to
form any low or earthly conceptions of him. Again, the earth is called his footstool, (v. 35) to
inform us, that he fills all things, and that no extent of space can contain him. The holiness of
Jerusalem (v. 35) depended on his promise. It was the holy city, (Isa. 52:1:) because God had
selected it to be the seat and residence of his empire. When men swear by their head, (v. 36,)
they bring forward their life, which is a remarkable gift of God, as a pledge of their sincerity”
[= Langit / surga disebut dalam Kitab Suci (Yes 66:1) sebagai takhta Allah: bukan bahwa Ia
tinggal di dalam surga saja, tetapi untuk mengajar manusia untuk mengangkat pikiran mereka
ke atas, kapanpun mereka berpikir tentang Dia, dan tidak membentuk konsep yang rendah
atau duniawi tentang Dia. Juga, bumi disebut tumpuan kakiNya (ay 35) untuk memberi tahu
kita, bahwa Ia memenuhi segala sesuatu, dan bahwa tidak ada tempat yang bisa menampung
Dia. Kekudusan Yerusalem (ay 35) tergantung pada janjiNya. Itu adalah kota kudus (Yes 52:1),
karena Allah telah memilihnya untuk menjadi kedudukan dan tempat tinggal dari
kekaisaranNya. Pada waktu orang bersumpah demi kepala mereka (ay 36), mereka
mengajukan hidup / nyawa mereka, yang merupakan karunia yang hebat / luar biasa dari
Allah, sebagai jaminan dari ketulusan / kejujuran mereka] - hal 296.

Yes 66:1 - “Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhtaKu dan bumi adalah tumpuan
kakiKu; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi
perhentianKu?”.

Bdk. 1Raja 8:27 - “Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit,
bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi
rumah yang kudirikan ini”.

Tetapi, kalau kita memang boleh bersumpah demi sesuatu yang bukan Allah (langit, bumi
dsb), lalu bagaimana dengan Ul 6:13 yang berbunyi: “Engkau harus takut akan TUHAN,
Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau
bersumpah”. Bukankah ayat ini kelihatannya menunjukkan bahwa kita hanya boleh
bersumpah demi nama Allah / Tuhan?

Calvin mengatakan bahwa Ul 6:13 tidak boleh diartikan seakan-akan kita hanya boleh
bersumpah demi nama Tuhan. Pada waktu Ul 6:13 itu mengatakan bahwa kita harus
bersumpah harus demi nama Tuhan, maksudnya kita tidak boleh bersumpah demi nama
dewa / berhala / allah lain!

Memang, dalam Ul 6:13 itu, ‘nama Tuhan’ bukannya dikontraskan dengan ‘segala sesuatu
yang lain’, tetapi dengan ‘dewa / berhala / allah lain’. Jadi yang dilarang oleh ayat itu
hanyalah bersumpah demi dewa / berhala / allah lain, bukannya demi hal-hal lain seperti
langit, bumi, dan sebagainya. Pandangan ini didukung oleh Ul 4:26, yang menunjukkan
bahwa Musa bersumpah demi langit dan bumi!

Ul 4:26 - “maka aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini,
bahwa pastilah kamu habis binasa dengan segera dari negeri ke mana kamu menyeberangi
sungai Yordan untuk mendudukinya; tidak akan lanjut umurmu di sana, tetapi pastilah kamu
punah”.
Tetapi Calvin (hal 296) menentang cara bersumpah dari orang-orang Katolik, yang
bersumpah demi malaikat, atau orang-orang suci yang sudah mati, karena menurut dia
ini merupakan pendewaan terhadap malaikat / orang-orang suci tersebut.

2. Sumpah demi langit, bumi, kepala dsb, tetap merupakan sumpah yang mengikat, dan
tidak boleh diremehkan / dianggap tidak ada.

Jadi berbeda dengan praktek dari orang-orang Yahudi pada saat itu, yang menganggap
ada sumpah yang mengikat dan ada yang tidak berarti apa-apa (Mat 23:16-22), maka
Yesus mengatakan bahwa semua sumpah mengikat, bahkan pada saat nama Allah tidak
digunakan.

Pulpit Commentary: “Neither by heaven, etc. Our Lord further defines what he means by an
oath. It does not mean only expression in which God’s Name is mentioned, but any expression
appealing to any object at all, whether this be supraterrestrial, terrestrial, national, or
personal. Although God’s Name is omitted in such cases, from a feeling of reverence, its
omission does not prevent the asseveration being an oath” [= ‘Baik demi langit / surga, dsb’.
Tuhan kita menjelaskan lebih lanjut apa yang Ia maksudkan dengan suatu sumpah. Itu tidak
hanya berarti ungkapan-ungkapan dalam mana Nama Allah disebutkan, tetapi seadanya
pernyataan yang menyebut seadanya obyek (sebagai saksi), apakah yang di atas bumi, yang
berkenaan dengan bumi, nasional, atau pribadi. Sekalipun Nama Allah dihapuskan dalam
kasus-kasus itu, karena rasa takut, penghapusan tersebut tidak menghalangi pernyataan yang
ditekankan itu sebagai suatu sumpah] - hal 165.

Pulpit Commentary: “The principle underlying all this is that men should see God in
everything. That the creature cannot be separate from the Creator. Therefore that calling any
creature to witness is virtually calling God” (= Prinsip yang melandasi semua ini adalah bahwa
manusia harus melihat Allah dalam segala sesuatu. Bahwa ciptaan tidak bisa dipisahkan dari
sang Pencipta. Karena itu pemanggilan seadanya ciptaan sebagai saksi sebetulnya merupakan
pemanggilan terhadap Allah) - hal 218.

5) Bagaimana mengobati penyakit ‘suka bersumpah’?

a) Sadari bahwa itu merupakan dosa.

Kalau saudara tidak menganggap ‘sumpah gampangan’ itu sebagai dosa, tentu saudara
tidak akan berusaha membuang hal itu dari hidup saudara. Jadi, kesadaran dosa ini mutlak
penting!

b) Berusahalah membuang dosa itu, sekalipun sudah menjadi kebiasaan (Yak 5:12).

Thomas Manton: “Thy custom will not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to
destroy sinners” (= Kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu merupakan kebiasaanmu
untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang berdosa).

c) Berbicaralah jujur senantiasa.

Banyak orang sering berdusta sehingga tidak bisa dipercaya dan supaya ia bisa dipercaya,
ia lalu bersumpah. Tetapi kalau kita selalu jujur kepada siapapun, kita akan dipercaya
sekalipun tidak bersumpah. Dengan demikian, sumpah itu tak akan dibutuhkan lagi untuk
meyakinkan orang.

Memang kalau selama ini saudara sudah dikenal sebagai orang yang sering berdusta, dan
mulai saat ini saudara mengambil keputusan untuk berbicara jujur, maka tentu saja orang-
orang di sekitar saudara tidak akan cepat-cepat percaya. Tetapi bertekunlah dalam kejujuran
itu, maka lambat laun orang-orang itu akan mempercayai saudara.
Barclay: “Isocrates, the great Greek teacher and orator, said, ‘A man must lead a life which will
gain more confidence in him than ever an oath can do.’ Clement of Alexandria insisted that
Christians must lead such a life and demonstrate such a character that no one will ever dream of
asking an oath from them” (= Isocrates, guru dan orator Yunani yang terkenal, berkata: ‘Seseorang
harus hidup sehingga mendapatkan keyakinan dalam dirinya lebih dari pada yang bisa didapatkan
oleh sumpah’. Clement of Alexandria bersikeras bahwa orang-orang Kristen harus hidup
sedemikian rupa dan mendemonstrasikan suatu karakter sedemikian rupa sehingga tidak
seorangpun akan pernah bermimpi untuk menyuruh mereka bersumpah) - hal 160.

d) Jangan peduli kalau saudara tidak dipercaya, sekalipun saudara mengatakan kebenaran.
Tidak perlu menyakinkan orang itu dengan jalan bersumpah. Kalau orang itu tidak mau per-
caya, biarkanlah ia tidak percaya!

Kesimpulan:
Adam Clarke: “The best way is to have as little to do as possible with oaths. An oath will not bind a knave
nor a liar; and an honest man needs none, for his character and conduct swear for him” (= Cara yang terbaik
adalah bersumpah sesedikit mungkin. Suatu sumpah tidak akan mengikat seorang bangsat / yang tidak
jujur ataupun seorang pendusta; dan seseorang yang jujur tidak membutuhkannya, karena karakter dan
tingkah lakunya bersumpah untuknya) - hal 74.

Matius 5:38-42
1) Ay 38-39a: “(38) Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. (39) Tetapi Aku
berkata kepadamu: ...”.

Kata ‘firman’ lagi-lagi merupakan terjemahan yang salah, dan terjemahan yang salah ini
menyebabkan seakan-akan Yesus menentang hukum Taurat / Perjanjian Lama.

KJV: ‘Ye have heard that it hath been said, An eye for an eye, and a tooth for a tooth: But I say
unto you, ...’ (= Kamu telah mendengar bahwa telah dikatakan: Satu mata untuk satu mata, dan
satu gigi untuk satu gigi: Tetapi Aku berkata kepadamu: ...).

Jadi, lagi-lagi di sini Yesus bukannya menentang hukum Taurat / Perjanjian Lama, tetapi
menentang ajaran dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum Taurat / Perjanjian
Lama.

2) Prinsip ‘mata ganti mata dan gigi ganti gigi’ berlaku untuk pengadilan, bukan dalam urusan pribadi.

a) Dalam hukum Taurat / Perjanjian Lama memang ada hukum-hukum seperti itu, yaitu dalam:

 Im 24:20 - “patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain
bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya”.

 Kel 21:23-25 - “Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka
engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti
tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak”.

 Ul 19:21 - “Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa,
mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.’”.

b) Tetapi semua ini diberikan dalam kontex hukum pengadilan (baca ketiga ayat ini dan
perhatikan kontexnya).

Karena itu artinya adalah: pengadilan harus memberikan hukuman yang setimpal dengan
kesalahan orang yang diadili. Tujuan dari hukum ini justru adalah supaya tidak terjadi balas
dendam pribadi.
c) Tetapi para ahli Taurat menafsirkannya sebagai hukum pribadi (boleh membalas dendam
secara pribadi). Padahal dalam Perjanjian Lama ada ayat-ayat yang jelas bertentangan
dengan balas dendam pribadi, seperti:

 Im 19:18 - “Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap
orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri;
Akulah TUHAN”.

 Amsal 20:22 - “Janganlah engkau berkata: ‘Aku akan membalas kejahatan,’ nantikanlah
TUHAN, Ia akan menyelamatkan engkau”.

 Amsal 24:29 - “Janganlah berkata: ‘Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian


kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya.’”.

Penafsiran salah dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi inilah yang dikoreksi oleh
Yesus.

Calvin: “Here another error is corrected. God had enjoined, by his law, (Lev. 24:20,) that judges
and magistrates should punish those who had done injuries, by making them endure as much as
they had inflicted. The consequence was, that every one seized on this as a pretext for taking
private revenge. They thought that they did no wrong, provided they were not the first to make
the attack, but only, when injured, returned like for like” [= Di sini kesalahan yang lain dikoreksi.
Allah telah memerintahkan melalui hukumNya (Im 24:20), bahwa hakim harus menghukum
mereka yang telah melukai, dengan membuat mereka merasakan sama banyaknya dengan apa
yang mereka timbulkan. Akibatnya adalah, bahwa setiap orang menggunakan ini sebagai alasan /
dasar untuk melakukan pembalasan dendam pribadi. Mereka mengira bahwa mereka tidak
melakukan hal yang salah, asalkan mereka tidak menyerang lebih dulu, tetapi hanya membalas
secara sama pada waktu mereka dilukai / disakiti] - hal 297.

Barnes’ Notes: “In these places it was given as a rule to regulate the decisions of judges. ... But,
instead of confining it to magistrates, the Jews had extended it to private conduct, and made it the
rule by which to take revenge” [= Di tempat-tempat ini (maksudnya Kel 21:23-
25 Im 24:20 Ul 19:21) itu diberikan sebagai peraturan untuk mengatur keputusan dari hakim.
... Tetapi orang-orang Yahudi bukannya membatasi hal itu bagi hakim, melainkan memperluasnya
untuk tingkah laku pribadi, dan membuatnya sebagai peraturan untuk membalas dendam] - hal
26.

Pulpit Commentary: “The words of the Law of Moses relate to punishment inflicted by a court of
justice; the Jews probably understood them as permitting private revenge. Holy Scripture does not
forbid the infliction of judicial punishment (comp. Rom. 13:4). It forbids the revengeful temper, and
it forbids private revenge altogether” [= Kata-kata dari Hukum Musa berhubungan dengan
hukuman yang diberikan oleh pengadilan; orang-orang Yahudi mungkin mengartikan hukum-
hukum itu sebagai ijin untuk pembalasan dendam pribadi. Kitab Suci yang kudus tidak melarang
pemberian hukuman pengadilan (bdk. Ro 13:4). Tetapi Kitab Suci melarang sifat suka balas
dendam, dan Kitab Suci melarang balas dendam pribadi secara total] - hal 177.

William Hendriksen: “This was a law for the civil courts, laid down in order that the practice of
seeking private revenge might be discouraged. The Old Testament passages do not mean, ‘Take
personal revenge whenever you are wronged,’ They mean the exact opposite, ‘Do not avenge
yourself but let justice be administered publicly.’ ... The Pharisees, however, appealed to this law
to justify personal retribution and revenge” (= Ini adalah hukum untuk pengadilan, diberikan
supaya orang tidak terdorong untuk melakukan praktek balas dendam pribadi. Text-text Perjanjian
Lama ini tidak berarti: ‘Lakukanlah balas dendam pribadi jika ada orang yang berbuat salah
kepadamu’. Artinya justru adalah sebaliknya: ‘Jangan membalas dendam sendiri, tetapi biarkanlah
keadilan dilakukan di depan umum’. ... Tetapi orang-orang Farisi menggunakan hukum ini untuk
membenarkan balas dendam pribadi) - hal 310.
John Stott: “The context makes it clear beyond question that this was an instruction to the judges
of Israel. Indeed, they are mentioned in Deuteronomy 19:17,18” (= Kontextnya membuat jelas dan
tanpa keraguan bahwa ini merupakan instruksi bagi hakim-hakim dari Israel. Dan memang mereka
disebutkan dalam Ul 19:17-18) - ‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 104.

Ul 19:16-21 - “(16) Apabila seorang saksi jahat menggugat seseorang untuk menuduh dia
mengenai suatu pelanggaran, (17) maka kedua orang yang mempunyai perkara itu haruslah berdiri
di hadapan TUHAN, di hadapan imam-imam dan hakim-hakim yang ada pada waktu itu. (18) Maka
hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa saksi itu seorang
saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudaranya, (19) maka kamu
harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah
harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (20) Maka orang-orang lain akan
mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti
itu di tengah-tengahmu. (21) Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa
ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.’”.

d) Latar belakang munculnya hukum ini, dan pelaksanaannya.

Barclay: “Jesus begins by citing the oldest law in the world - an eye for an eye, and a tooth for a
tooth. That law is known as the Lex Talionis, ... These laws are often quoted as amongst the blood
thirsty, savage and merciless laws of the Old Testament; but before we begin to criticise certain
things must be noted. (i) The Lex Talionis, ... so far from being a savage and bloodthirsty law, is in
fact the beginning of mercy. Its original aim was definitely the limitation of vengeance. In the very
earliest days the vendetta and the blood feud were characteristic of tribal society. If a man of one
tribe injured a man of another tribe, then at once all the members of the tribe of the injured man
were out to take vengeance on all the members of the tribe of the man who committed the injury;
and the vengeance desired was nothing less than death. This law deliberately limits vengeance. It
lays it down that only the man who committed the injury must be punished, and his punishment
must be no more than the equivalent of the injury he has inflicted and the damage he has done.
Seen against its historical setting this is not a savage law, but a law of mercy. (ii) Further, this was
never a law which gave a private individual the right to extract vengeance; it was always a law
which laid down how a judge in the law court must assess punishment and penalty (cp.
Deuteronomy 19:18). ... (iii) Still Further, this law was never, at least in any even semi-civilized
society, carried out literally. The Jewish jurists argued rightly that to carry it out literally might in
fact be the reverse of justice, because it obviously might involve the displacement of a good eye or
a good tooth for a bad eye or a bad tooth. And very soon the injury does was assessed at a money
value; and the Jewish law in the tractate Baba Kamma carefully lays down how the damage is to
be assessed. If a man has injured another, he is liable on five counts - for injury, for pain, for healing,
for loss of time, for indignity suffered. In regard to injury, the injured man is looked on as a slave
to be sold in a market place. His value before and after the injury was assessed, and the man
responsible for the injury had to pay the difference. He was responsible for the loss in value of the
man injured. In regard to pain, it was estimated how much money a man would accept to be willing
to undergo the pain of the injury inflicted, and the man responsible for the injury had to pay that
sum. In regard to healing, the injurer had to pay all the expenses of the necessary medical
attention, until a complete cure had been effected. In regard to loss of time, the injurer had to pay
compensation for the wages lost while the injured man was unable to work, and he had also to pay
compensation if the injured man had held a well paid position, and was now, in consequence of the
injury, fit for less well rewarded work. In regard to indignity, the injurer had to pay damages for
the humiliation and indignity which the injury had inflicted. ... (iv) And most important of all, it
must be remembered that the Lex Talionis is by no means the whole Old Testament ethics. There
are glimpses and even splendours of mercy in the Old Testament” [= Yesus mulai dengan mengutip
hukum tertua di dunia - mata ganti mata, dan gigi ganti gigi. Hukum itu dikenal sebagai Lex Talionis,
... Hukum-hukum ini sering dikutip sebagai hukum-hukum yang haus darah, kejam / ganas dan
tidak berbelas kasihan dari Perjanjian Lama; tetapi sebelum kita mulai mengkritik, ada hal-hal
tertentu yang harus diperhatikan. (i) Lex Talionis, ... sama sekali bukan merupakan hukum yang
kejam / ganas dan haus darah, tetapi dalam faktanya justru merupakan permulaan dari belas
kasihan. Tujuan orisinilnya jelas adalah untuk membatasi balas dendam. Pada jaman kuno /
dahulu, dendam keluarga dan permusuhan yang turun temurun merupakan ciri dari masyarakat
suku. Jika seseorang dari satu suku dilukai oleh seseorang dari suku yang lain, maka segera semua
anggota dari suku yang dilukai keluar untuk membalas dendam kepada semua anggota dari suku
dari orang yang melakukan hal itu; dan balas dendam yang diinginkan tidak kurang dari kematian.
Hukum ini secara sengaja membatasi balas dendam. Hukum ini menetapkan bahwa hanya orang
yang melakukan hal itu yang harus dihukum, dan hukumannya tidak boleh lebih dari luka yang
telah ia lakukan dan kerusakan yang telah ia perbuat. Dilihat dari keadaan sejarahnya, maka
hukum ini bukanlah hukum yang kejam / ganas, tetapi hukum belas kasihan. (ii) Selanjutnya, ini
tidak pernah merupakan hukum yang memberi hak individual / pribadi untuk memaksakan balas
dendam; tetapi hukum ini selalu merupakan hukum yang menetapkan bagaimana seorang hakim
dalam pengadilan harus memperkirakan / membebankan hukuman (bdk. Ul 19:18). ... (iii) Lebih
jauh lagi, setidaknya dalam masyarakat yang cukup beradab, hukum ini tidak pernah dilaksanakan
secara hurufiah. Juri-juri / hakim-hakim Yahudi secara benar berargumentasi bahwa
melaksanakan hukum ini secara hurufiah dalam faktanya bisa membalikkan keadilan, karena itu
jelas bisa melibatkan penggantian mata yang baik atau gigi yang baik untuk mata yang buruk dan
gigi yang buruk. Karena itu luka yang dilakukan lalu ditaksir dengan uang; dan hukum Yahudi dalam
traktat Baba Kamma secara teliti menetapkan bagaimana caranya kerusakan itu harus ditaksir. Jika
seseorang melukai orang lain, ia dapat dikenakan lima hitungan, yaitu untuk luka, untuk rasa sakit,
untuk penyembuhan / pengobatan, untuk waktu yang hilang / terbuang, dan untuk penghinaan
yang diderita. Berkenaan dengan luka, orang yang terluka dipandang sebagai budak yang akan
dijual di pasar. Harganya sebelum dan sesudah luka itu terjadi, ditaksir, dan orang yang
bertanggung jawab untuk luka itu harus membayar perbedaan harga tersebut. Ia bertanggung
jawab untuk kerugian harga dari orang yang dilukai. Berkenaan dengan rasa sakit, ditaksir berapa
uang yang mau diterima oleh seseorang untuk mengalami rasa sakit dari luka tersebut, dan orang
yang bertanggung jawab untuk luka itu harus membayar jumlah itu. Berkenaan dengan
penyembuhan / pengobatan, orang yang melukai harus membayar semua pengeluaran untuk
pengobatan yang dibutuhkan, sampai kesembuhan yang sempurna telah terjadi. Berkenaan
dengan kehilangan / kerugian waktu, orang yang melukai harus membayar kompensasi untuk
upah yang hilang sementara orang yang terluka tidak bisa bekerja, dan ia juga harus membayar
kompensasi jika orang yang terluka itu tadinya mempunyai kedudukan yang baik, dan sekarang,
karena luka itu, hanya cocok untuk pekerjaan yang lebih buruk / rendah. Berkenaan dengan
penghinaan, orang yang melukai harus membayar kerusakan untuk perendahan dan penghinaan
yang diberikan oleh luka tersebut. ... (iv) Dan yang terpenting dari semua, harus diingat bahwa Lex
Talionis sama sekali bukan merupakan seluruh etika Perjanjian Lama. Ada kilasan-kilasan dan
bahkan kemegahan-kemegahan dari belas kasihan dalam Perjanjian Lama] - hal 163.

Barclay lalu menyebutkan beberapa ayat yaitu:

 Im 19:18 - “Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap
orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri;
Akulah TUHAN”.

 Amsal 25:21 - “Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah
dia minum air”.

 Amsal 24:29 - “Janganlah berkata: ‘Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian


kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya.’”.

 Ratapan 3:30 - “Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang
dengan cercaan”.

3) Ajaran Yesus dalam persoalan pribadi.

Dalam persoalan pengadilan Yesus tidak mengubah Perjanjian Lama. Jadi prinsip ‘mata ganti
mata dan gigi ganti gigi’, yang artinya pengadilan harus menjatuhkan hukuman yang adil sesuai
dengan kesalahan orang yang diadili, tetap berlaku. Tetapi dalam persoalan pribadi, Yesus
memberikan ajaran dalam Mat 5:39-dst.

Barclay: “Few passages of the New Testament have more of the essence of the Christian ethic in them
than this one. Here is the characteristic ethic of the Christian life, and the conduct which should
distinguish the Christian from other men” (= Sedikit text-text dari Perjanjian Baru yang mempunyai
lebih banyak hakekat dari etika Kristen di dalamnya dari pada yang satu ini. Di sinilah ciri etika dari
kehidupan Kristen, dan tingkah laku yang seharusnya membedakan orang Kristen dari orang-orang
lain) - hal 163.

Sekarang mari kita membahas ay 39-42 satu per satu:

a) Ay 39: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat
kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi
kirimu”.

1. ‘Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu’.

John Stott: “we cannot take Jesus’ command, ‘Resist not evil,’ as an absolute prohibition of
the use of all force (including the police) unless we are prepared to say that the Bible contradicts
itself and the apostles misunderstood Jesus. For the New Testament teaches that the state is a
divine institution, commissioned (through its executive office-bearers) both to punish the
wrongdoer (i.e., to ‘resist one who is evil’ to the point of making him bear the penalty of his
evil) and to reward those who do good” [= kita tidak bisa menerima perintah Yesus ‘janganlah
kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu’ sebagai suatu larangan mutlak untuk
menggunakan semua kekuatan (termasuk polisi) kecuali kita siap untuk mengatakan bahwa
Alkitab bertentangan dengan dirinya sendiri dan rasul-rasul salah mengerti Yesus. Karena
Perjanjian Baru mengajarkan bahwa pemerintah merupakan lembaga ilahi, yang ditugaskan
(melalui pejabat-pejabatnya) untuk menghukum orang yang berbuat salah / jahat (yaitu, untuk
‘melawan orang yang jahat’ dengan membuat ia memikul hukuman dari kejahatannya) dan
untuk memberi upah kepada mereka yang berbuat baik] - ‘The Message of the Sermon of
the Mount’, hal 110.

Bdk. Ro 13:1-4 - “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab
tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada,
ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan
Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab jika
seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat.
Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu
akan beroleh pujian dari padanya. Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu.
Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah
menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas
mereka yang berbuat jahat”.

John Stott: “I think Luther’s distinction between ‘person’ and office’, or as we might say,
between individual and institution, holds. The Christian is to be wholly free from revenge, not
only in action, but in his heart as well; as an office-bearer in either state or church, however,
he may find himself entrusted with authority from God to resist evil and to punish it” (= Saya
kira pembedaan yang dilakukan oleh Luther antara ‘pribadi’ dan ‘jabatan’, atau seperti bisa
kami katakan antara individu dan lembaga, berlaku. Orang kristen harus sepenuhnya bebas
dari balas dendam, bukan hanya dalam tindakan, tetapi juga dalam hatinya; tetapi sebagai
seorang pejabat negara atau gereja, ia mendapati bahwa dirinya dipercayai dengan otoritas
dari Allah untuk melawan kejahatan dan menghukumnya) - ‘The Message of the Sermon of
the Mount’, hal 113.

2. Tamparan merupakan suatu serangan yang tidak membahayakan jiwa.


Perlu diingat bahwa ‘menampar’ merupakan serangan yang tidak membahayakan jiwa.
Pada waktu mendapatkan serangan yang tidak membahayakan jiwa, kita tidak boleh
membalas. Tetapi, kalau serangan itu membahayakan jiwa, orang kristen boleh membela
diri, karena kita juga harus mengasihi diri kita sendiri (Mat 22:39), sehingga kita tidak
boleh membiarkan begitu saja diri kita sendiri dibunuh orang. Bdk. Ester 9 Neh 4.

Barnes’ Notes: “The general principle which he laid down was, that we are not to resist evil;
... But even this general direction is not to be pressed too strictly. Christ did not intend to teach
that we are to see our families murdered, or to be murdered ourselves, rather than to make
resistance. The law of nature, and all laws, human and Divine, have justified self-defence, when
life is in danger” (= Prinsip umum yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak boleh melawan
kejahatan; Tetapi bahkan pengarahan umum ini tidak boleh ditekankan secara terlalu ketat.
Kristus tidak bermaksud untuk mengajar bahwa kita harus membiarkan keluarga kita atau diri
kita dibunuh, dan bukannya melakukan perlawanan. Hukum alam, dan semua hukum, baik
hukum manusia maupun hukum ilahi, membenar-kan pembelaan diri, pada waktu jiwa ada
dalam bahaya) - hal 26.

Barnes’ Notes: “Had he intended to refer it to a case where life in danger, he would most
surely have mentioned it. ... Instead of doing this, however, he confines himself to smaller
matters, to things of comparatively trivial interest, and says, that in these we had better take
wrong than to enter into strife and lawsuits. The first case is, where we are smitten on the
cheek” (= Seandainya ia bermaksud untuk menunjuk pada suatu kasus dimana jiwa ada dalam
bahaya, Ia pasti telah menyebutkannya. ... Sebaliknya dari melakukan hal ini, Ia membatasi
diriNya pada hal-hal kecil, pada hal-hal yang relatif remeh, dan berkata bahwa dalam hal-hal
ini kita lebih baik menerima hal yang salah dari pada masuk ke dalam pertengkaran dan
pengadilan. Kasus pertama adalah pada waktu kita ditampar pada pipi) - hal 26.

3. Tamparan pada pipi kanan, sekalipun tidak membahayakan jiwa, tetapi merupakan suatu
penghinaan yang besar.

Orang yang tidak kidal, untuk memukul / menampar pipi kanan lawannya menggunakan
tangan kanannya, harus memukul dengan punggung tangan, dan menurut Barclay ini
merupakan penghinaan dobel dibandingkan dengan tamparan menggunakan telapak
tangan.

Barclay: “Now according to Jewish Rabbinic law to hit a man with the back of the hand was
twice as insulting as to hit him with the flat of the hand” (= Menurut hukum rabi Yahudi,
memukul seseorang dengan punggung tangan merupakan penghinaan dobel dibandingkan
dengan memukul dengan telapak tangan) - hal 166.

4. Kata-kata ‘berilah juga kepadanya pipi kirimu’ tidak boleh diartikan secara hurufiah.

Barnes’ Notes: “The first case is, where we are smitten on the cheek. Rather than contend and
fight, we should take it patiently, and turn the other cheek. This does not, however, prevent
our remonstrating firmly, yet mildly, on the injustice of the thing, and insisting that justice
should be done to us, as is evident from the example of the Saviour himself. See John 18:32” (=
Kasus pertama adalah pada waktu kita ditampar pada pipi. Dari pada menantang dan
berkelahi, kita harus menerimanya dengan sabar, dan memberikan pipi satunya. Tetapi ini
tidak menghalangi kita untuk memprotes dengan tegas, tetapi lembut, ketidak-adilan dari hal
itu, dan berkeras bahwa keadilan harus dilakukan kepada kita, seperti jelas dari teladan sang
Juruselamat sendiri. Lihat Yoh 18:23) - hal 26.

A. T. Robertson: “Sticklers for extreme literalism find trouble with the conduct of Jesus in John
18:22f. where Jesus, on receiving a slap in the face, protested against it” (= Orang-orang yang
berpegang teguh pada penghurufiahan yang extrim akan mendapatkan problem dengan
tingkah laku Yesus dalam Yoh 18:22-dst dimana Yesus, pada waktu menerima tamparan di
wajahNya, memprotes hal itu) - hal 90.
Yoh 18:22-23 - “Ketika Ia mengatakan hal itu, seorang penjaga yang berdiri di situ, menampar
mukaNya sambil berkata: ‘Begitukah jawabMu kepada Imam Besar?’. Jawab Yesus kepadanya:
‘Jikalau kataKu itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kataKu itu benar, mengapakah
engkau menampar Aku?’”.

Calvin beranggapan bahwa penafsiran hurufiah justru merupakan sesuatu yang


mendorong kejahatan dari si pemukul.

Calvin: “Unquestionably, Christ did not intend to exhort his people to whet the malice of those,
whose propensity to injure others is sufficiently strong: and if they were to turn to them the
other cheek, what would it be but holding out such an encouragement?” (= Tidak diragukan,
Kristus tidak bermaksud untuk mendesak umatNya untuk merangsang kejahatan dari mereka,
yang mempunyai kecenderungan kuat untuk melukai orang lain: dan jika mereka harus
memberikan pipi satunya, apakah itu selain memberikan dorongan seperti itu?) - hal 299.

Calvin berpendapat bahwa sekalipun kita tidak boleh membalas, tetapi kita boleh
menghindar.

Calvin: “There are two ways of resisting: the one, by warding off injuries through inoffensive
conduct; the other, by retaliation. Though Christ does not permit his people to repel violence
by violence, yet he does not forbid them to endeavour to avoid an unjust attack” (= Ada 2 jalan
untuk menahan / melawan: yang satu dengan menghindari luka melalui tindakan bertahan;
yang lain dengan membalas. Sekalipun Kristus tidak mengijinkan umatNya untuk melawan
kekerasan dengan kekerasan, tetapi Ia tidak melarang mereka untuk berusaha menghindari
serangan yang tidak adil / benar) - hal 298.

Calvin: “I admit that Christ restrains our hands, as well as our minds, from revenge: but when
any one has it in his power to protect himself and his property from injury, without exercising
revenge, the words of Christ do not prevent him from turning aside gently and inoffensively to
avoid the threatened attack” (= Saya mengakui bahwa Kristus menahan tangan kita maupun
pikiran kita dari balas dendam: tetapi pada saat seseorang mempunyai kuasa untuk
melindungi dirinya sendiri dan miliknya dari luka / kerugian, tanpa melakukan balas dendam,
kata-kata Kristus tidak menghalanginya / melarangnya untuk menghindar ke samping secara
lembut dan bertahan untuk menghindari serangan yang mengancam) - hal 299.

5. Ini mengajar kita untuk sabar dalam menghadapi tindakan yang menyakitkan.

Calvin: “Christ informs them, on the contrary, that, though judges were entrusted with the
defence on the community, and were invested with authority to restrain the wicked and repress
their violence, yet it is the duty of every man to bear patiently the injuries which he receives”
[= Sebaliknya Kristus memberi tahu mereka bahwa sekalipun hakim dipercaya untuk membela
masyarakat, dan diberi otoritas untuk mengekang orang jahat dan menekan kekerasan /
kekejaman mereka, tetapi merupakan kewajiban dari setiap orang untuk menanggung dengan
sabar tindakan menyakitkan yang ia terima] - hal 297.

Calvin: “The amount of the whole admonition is, that believers should learn to forget the
wrongs that have been done to them, - that they should not, when injured, break out into
hatred or ill-will, or wish to commit an injury on their part, - but that, the more the obstinacy
and rage of wicked men was excited and inflamed, they should be the more fully disposed to
exercise patience” (= Arti dari seluruh nasehat ini adalah bahwa orang-orang percaya harus
belajar untuk melupakan kesalahan-kesalahan yang dilakukan terhadap mereka, - bahwa pada
waktu mereka dilukai mereka tidak boleh meledak dalam kebencian atau keinginan jahat, atau
keinginan untuk melukai, - tetapi bahwa makin kekeras-kepalaan dan kemarahan dari orang-
orang jahat bangkit dan berkobar, makin mereka harus cenderung untuk menggunakan
kesabaran) - hal 298.

Penerapan:
 Adakah orang yang berbuat jahat kepada saudara / menyakiti saudara, kepada siapa
saudara sekarang sedang jengkel, dendam, siap meledak, dan ingin membalas?
Yesus menghendaki saudara untuk menahan dengan sabar. Maukah saudara?

 Mungkin ada teman sekerja / sekolah yang sentimen / benci kepada saudara, dan
selalu mengejek saudara. Bagaimana sikap saudara?

 Pada waktu di jalanan pasti sering ada orang yang memotong / menyerobot jalan
saudara, atau becak / bemo yang berhenti seenaknya, atau orang menyeberang
tanpa melihat dan sengaja berjalan pelan-pelan, atau orang yang menyetir dengan
kecepatan rendah tetapi tidak mau minggir pada waktu diklakson, atau mobil yang
lampunya ‘ngedim’ sehingga menyilaukan saudara. Ini semua pasti masih jauh lebih
remeh dari pada ditampar pada pipi. Bagaimana reaksi saudara?

b) Ay 40: “Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu,
serahkanlah juga jubahmu”.

1. Sekarang Kristus mempersoalkan gangguan yang lain, yaitu tentang orang yang
menuntut kita melalui pengadilan.

2. Kata ‘jubah’ menunjuk pada ‘outer garment’ (= pakaian luar); sedangkan kata ‘baju’
menunjuk pada ‘tunic / under garment’ (= pakaian dalam).

a. Ay 40 ini berkebalikan dengan Luk 6:29, yang mengatakan bahwa barangsiapa yang
mengambil jubahmu, biarlah ia juga mengambil bajumu. Mungkin Yesus
mengucapkan keduanya, Lukas menulis yang satu, Matius menulis yang lain. Jadi
Matius dan Lukas bukannya bertentangan tetapi saling melengkapi.

b. Ada penafsir-penafsir yang kelihatannya mengartikan bagian ini secara hurufiah.

Barnes’ Notes: “The second evil mentioned is, where a man is litigious, and determined
to take all the advantage the law can give him: following us with vexatious and expensive
lawsuits. Our Saviour directs us, rather than imitate him - rather than to contend with a
revengeful spirit in courts of justice, and to perpetual broils - to take trifling injury, and
yield to him. This is merely question about property, and not about conscience and life” (=
Kejahatan yang kedua yang disebutkan adalah, dimana seseorang suka bertengkar /
berperkara, dan memutuskan untuk mengambil semua keuntungan yang bisa diberikan
oleh hukum kepadanya: mengikuti kita dengan perkara hukum / pengadilan yang
menjengkelkan dan mahal. Juruselamat kita mengarahkan kita, dari pada meniru dia - dari
pada melawan dengan roh balas dendam dalam pengadilan, dan kemarahan yang terus
menerus - untuk menerima kerugian yang remeh, dan menyerah kepadanya. Ini hanya
persoalan tentang harta milik, dan bukan tentang hati nurani dan nyawa) - hal 26.

Catatan: ia mengatakan ‘kerugian yang remeh’. Bagaimana kalau kerugiannya bukan


sesuatu yang remeh, tetapi sangat besar?

William Barclay: “So, then, what Jesus is saying is this: ‘The Christian never stands upon
his rights; he never disputes about his legal rights; he does not consider himself to have any
legal right at all.’ There are people who are for ever standing on their rights, who clutch
their privileges to them and who will not be pried loose from them, who will militantly go
to law rather than suffer what they regard as the slightest infringement of them. Churches
are tragically full of people like that, ... People like that have not even begun to see what
Christianity is. The Christian thinks not of his rights, but of his duties; not of his privileges,
but of his responsibilities. The Christian is a man who has forgotten that he has any right
at all; and the man who will fight to the legal death for his right, inside or outside the
Church, is far from the Christian way” (= Jadi, yang dikatakan Yesus adalah ini: ‘Orang
Kristen tidak pernah berpegang pada hak-haknya; ia tidak pernah bertengkar tentang hak-
hak hukumnya; ia menganggap dirinya tidak mempunyai hak hukum apapun sama sekali’.
Ada orang-orang yang selalu berpegang pada hak-hak mereka, yang menggenggam hak-
hak mereka, dan yang tidak mau melepaskannya, yang mau secara agresif pergi kepada
hukum dari pada menderita / mengalami apa yang mereka anggap sebagai pelanggaran
yang paling kecil terhadap hak-hak mereka. Gereja-gereja secara tragis penuh dengan
orang-orang seperti itu, ... Orang-orang seperti itu bahkan belum pernah mulai melihat apa
kekristenan itu. Orang Kristen tidak berpikir tentang haknya, tetapi tentang kewajibannya;
bukan tentang hak-haknya, tetapi tanggung jawabnya. Orang Kristen adalah orang yang
telah melupakan bahwa ia mempunyai hak; dan orang yang mau bertengkar sampai mati
secara hukum untuk hak-haknya, di dalam atau di luar Gereja, adalah orang yang jauh dari
jalan Kristen) - hal 167.

Catatan:

 kalau kata-kata Barclay ini dimutlakkan, saya jelas tidak setuju. Pada waktu
Paulus naik banding kepada kaisar (Kis 25:11), atau pada waktu ia memprotes
penyesahan terhadap dirinya sebagai seorang warga negara Romawi
(Kis 22:25), atau pada waktu ia secara implicit menuntut orang yang
mencambukinya meminta maaf kepadanya (Kis 16:35-39), jelas bahwa ia
menggunakan haknya.

 sekalipun saya tidak setuju secara mutlak kata-kata Barclay ini, tetapi saya
berpendapat bahwa kata-kata ini perlu saudara renungkan, khususnya kalau
saudara adalah orang yang terlalu mempertahankan hak saudara, sehingga rela
bertengkar hanya karena hak saudara yang remeh dilanggar.

c. Saya sendiri berpendapat, bahwa sama seperti dengan ay 39 (ditampar pipi kanan,
berikan pipi kiri), ay 40 ini juga tidak boleh diartikan secara hurufiah, tetapi harus
diartikan hanya bahwa kita tidak boleh membalas perlakuan jahat kepada kita. Jadi,
kalau seseorang menuntut mobil saudara, dan saudara bukan hanya memberikan
mobil itu kepadanya, tetapi juga lalu pulang dan mengambil sertifikat rumah dan
memberikannya kepada si penuntut itu, saudara sudah melakukan suatu kegilaan /
ketololan, yang sama sekali tidak pernah dimaksudkan oleh ayat ini.

Calvin: “None but a fool will stand upon the words, so as to maintain, that we must yield
to our opponents what they demand, before coming into a court of law: for such
compliance would more strongly inflame the minds of wicked men to robbery and
extortion; and we know, that nothing was farther from the design of Christ” (= Tidak ada
orang kecuali orang tolol yang berpegang pada kata-kata, sehingga menganggap bahwa
kita harus menyerahkan kepada lawan kita apa yang mereka tuntut, sebelum sampai pada
pengadilan: karena pemenuhan tuntutan seperti itu akan membakar dengan lebih kuat
pikiran dari orang-orang jahat kepada perampokan dan pemerasan; dan kita tahu, bahwa
tidak ada yang lebih jauh dari tujuan Kristus dari hal itu) - hal 299.

Calvin: “If a man, oppressed by an unjust decision, loses what is his own, and yet is
prepared, when it shall be found necessary, to part with the remainder, he deserves not
less to be commended for patience, than the man who allows himself to be twice robbed
before coming into court. In short, when Christians meet with one who endeavours to
wrench them a part of their property, they ought to be prepared to lose the whole” [= Jika
seseorang, ditindas oleh suatu keputusan yang tidak adil (dari pengadilan), dan
kehilangan miliknya, tetapi ia siap, jika perlu, untuk berpisah dengan sisa miliknya, ia layak
mendapat pujian untuk kesabarannya, yang tidak kurang dari pada orang yang
mengijinkan dirinya sendiri untuk dirampok 2 x sebelum sampai ke pengadilan.
Singkatnya, pada waktu orang-orang Kristen bertemu dengan orang yang berusaha untuk
merenggut sebagian dari milik mereka, mereka harus siap untuk kehilangan seluruhnya] -
hal 300.

Calvin: “Hence we conclude, that Christians are not entirely prohibited from engaging in
law-suits, provided they have a just defence to offer” (= Jadi, kami menyimpulkan bahwa
orang-orang Kristen tidak sepenuhnya dilarang untuk berurusan di pengadilan, asal
mereka mempunyai pembelaan yang adil / benar untuk diberikan) - hal 300.

Dari ketiga komentar Calvin di atas, bisa disimpulkan bahwa Calvin tidak mau
menghurufiahkan kata-kata Yesus di atas, sehingga seakan-akan berarti bahwa kita
harus menyerahkan apapun yang dituntut oleh lawan kita sebelum sampai ke
pengadilan. Menurutnya, sikap seperti itu hanya akan memicu kejahatan yang lebih
kuat dalam diri orang-orang jahat itu. Jadi, kita boleh maju ke pengadilan, tetapi kalau
toh secara tidak adil kita dikalahkan, sehingga kita kehilangan sebagian milik kita, kita
bahkan harus mempunyai sikap rela kehilangan semua milik kita, kalau hal itu
memang perlu.

Pulpit Commentary: “To insist upon the literal meaning of these words would be to apply
the method of the Pharisees to the interpretation of the New Testament; a literal obedience
under all circumstances would destroy the very framework of society, and let loose all that
is evil in human nature. But the Lord is laying down general principles. Cases will often arise
in which the application of those principles must be modified by other rules of Holy
Scripture. ... a literal obedience is not always possible; it would not be always right; it would
sometimes do harm rather than good. The Lord himself, the gentlest and the meekest,
expostulated with those who struck him wrongfully (John 18:23). Neither when he bids us,
‘Give to him that asketh thee,’ are his words to be taken literally, as commanding
indiscriminate almsgiving. ... St. Paul would not have us give to the idle (2Thess. 3:10). We
must understand our Lord’s words as interpreted by his own example and by other parts of
Holy Scripture. We must forgive injuries, we must not resist evil, we must give freely; but
in all these things we must be guided by the wisdom which is from above” [= Berkeras pada
arti hurufiah dari kata-kata ini adalah sama dengan menerapkan metode dari orang-orang
Farisi pada penafsiran dari Perjanjian Baru; suatu ketaatan hurufiah dalam segala keadaan
akan menghancurkan kerangka dari masyarakat, dan melepaskan semua yang jahat dalam
diri manusia. Tetapi Tuhan sedang menetapkan prinsip-prinsip umum. Sering akan muncul
kasus-kasus dalam mana penerapan dari prinsip-prinsip itu harus dimodifikasi oleh
peraturan-peraturan lain dari Kitab Suci yang kudus. ... suatu ketaatan hurufiah tidak
selalu memungkinkan; itu tidak selalu benar; itu kadang-kadang mengakibatkan kerugian
/ keburukan / kejahatan dari pada kebaikan. Tuhan sendiri, orang yang paling lembut,
memprotes mereka yang memukulNya secara salah (Yoh 18:23). Juga pada waktu Ia
memerintah kita ‘Berilah kepada orang yang meminta kepadamu’, kata-kataNya tidak
boleh diartikan secara hurufiah, seakan-akan kita diperintahkan untuk memberi sedekah
tanpa membeda-bedakan / tanpa pandang bulu. ... Santo Paulus tidak menghendaki kita
memberi kepada orang yang malas / menganggur (2Tes 3:10). Kita harus mengerti kata-
kata Tuhan kita seperti yang ditafsirkan oleh teladanNya sendiri dan oleh bagian-bagian
lain dari Kitab Suci yang kudus. Kita harus mengampuni suatu luka / kerugian, kita tidak
boleh melawan kejahatan, kita harus memberi dengan bebas; tetapi dalam semua hal-hal
ini kita harus dipimpin oleh hikmat yang dari atas] - hal 177-178.

William Hendriksen: “In summary: we have no right to hate the person who tries to
deprive us of our possessions” (= Singkatnya: kita tidak mempunyai hak untuk membenci
orang yang mencoba untuk mengambil milik kita) - hal 310.

c) Ay 41: “Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia
sejauh dua mil”.

William Hendriksen: “The first verb in ‘Whoever forces you to go on one mile ...’ refers to the
authority to requisition, to press into service. ... the verb gradually acquired the more general
meaning of compelling someone to render any kind of service. It is used in connection with Simon
of Cyrene who was compelled to carry Christ’s cross (Matt. 27:32; Mark 15:21). Now what Jesus is
saying is that rather than to reveal a spirit of bitterness or annoyance toward the one who forces
a burden upon a person, the latter should take this position with a smile. Did someone ask you to
go with him, carrying his load for the distance of one mile? Then go with him two miles!” [= Kata
kerja yang pertama dalam ‘Siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil ...’ menunjuk
pada otoritas pada tuntutan untuk bekerja, menekan kepada pelayanan. ... kata kerjanya secara
perlahan-lahan mendapatkan arti yang lebih umum yaitu memaksa seseorang untuk melakukan
pelayanan jenis apapun. ... Kata itu digunakan dalam hubungan dengan Simon dari Kirene yang
dipaksa untuk memikul salib Kristus (Mat 27:32; Mark 15:21). Apa yang dikatakan oleh Yesus
adalah bahwa dari pada menyatakan suatu roh / semangat kepahitan atau kejengkelan terhadap
orang yang memaksakan suatu beban pada seseorang, maka orang yang terakhir ini harus
mengambil posisi ini dengan suatu senyuman. Apakah seseorang memintamu untuk pergi dengan
dia, membawa bebannya untuk jarak satu mil? Maka pergilah dengan dia sejauh 2 mil!] - hal 311.

William Barclay: “There are always two ways of doing things. A man can do the irreducible
minimum and not a stroke more; he can do it in such a way as to make it clear that he hates the
whole thing; he can do it with the barest minimum of efficiency and no more; or he can do it with
a smile, with a gracious courtesy, with a determination, not only to do this thing, but to do it well
and graciously. He can do it, not simply as well as he has to, but far better than anyone has any
right to expect him to. The inefficient workman, the resentful servant, the ungracious helper have
not even begun to have the right idea of the Christian life. The Christian life is not concerned to do
as he likes; he is concerned only to help, even when the demand for help is discourteous,
unreasonable and tyrannical” (= Selalu ada 2 cara untuk melakukan hal-hal. Seseorang bisa
melakukan hal yang paling minim yang tidak bisa dikurangi lagi, dan tidak lebih sedikitpun; ia bisa
melakukannya sedemikian rupa sehingga jelas terlihat bahwa ia membenci seluruh hal itu; ia bisa
melakukannya dengan kemampuan / kwalitet yang paling minim, dan tidak lebih dari itu; atau ia
bisa melakukannya dengan suatu senyuman, dengan persetujuan yang murah hati, dengan suatu
ketetapan hati, bukan hanya melakukan hal ini, tetapi melakukannya dengan baik dan dengan
murah hati. Ia bisa melakukannya, bukan sekedar sebaik yang harus ia lakukan, tetapi jauh lebih
baik dari pada yang diharapkan oleh siapapun darinya. Pekerja yang tidak efisien, pelayan yang
jengkel, penolong yang tidak murah hati bahkan belum mulai mendapatkan gagasan yang benar
tentang kehidupan Kristen. Kehidupan Kristen tidak berkenaan dengan melakukan seperti yang ia
senangi; ia hanya memperhatikan untuk menolong, bahkan pada waktu tuntutan untuk
pertolongan itu merupakan sesuatu yang kurang ajar / tidak sopan, tidak masuk akal dan bersifat
lalim / kejam) - hal 169.

Catatan: kata-kata Barclay di sini bisa diterapkan pada pelayanan maupun pemberian
persembahan!

d) Ay 42: “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau
meminjam dari padamu”.

1. ‘Berilah kepada orang yang meminta kepadamu’.

a. Yang membingungkan dari bagian ini adalah: apakah si peminta ini seorang musuh
yang meminta secara paksa / setengah memaksa, atau ia adalah peminta biasa?

 Kontexnya menunjukkan bahwa peminta ini adalah musuh, dalam arti ia adalah
orang yang meminta secara paksa / setengah memaksa.

Kalau ini memang adalah musuh, maka artinya adalah: dari pada gegeran /
berkelahi untuk mempertahankan hak, lebih baik memberikan apa yang ia minta.

 Kebanyakan penafsir mengartikan orang ini sebagai peminta biasa.

Kalau kita menerima penafsiran yang kedua ini, maka kita harus
mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:

 Sekalipun ay 42 ini kelihatannya berlaku mutlak, tetapi tidak boleh diartikan


secara mutlak. Mengapa? Karena Kitab Suci mengajar bahwa hanya orang
yang miskin dan yang berhak ditolong, yang perlu diberi.
Ul 15:7-8 - “Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang
saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu
oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun
menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu, tetapi engkau harus
membuka tangan lebar-lebar baginya dan memberi pinjaman kepadanya dengan
limpahnya, cukup untuk keperluannya, seberapa ia perlukan”.

Amsal 3:27-28 - “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang


berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya. Janganlah engkau
berkata kepada sesamamu: ‘Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi,’
sedangkan yang diminta ada padamu”.

Kalau kita menafsirkan ay 42 ini secara mutlak, dalam arti kita harus memberi
kepada seadanya orang yang meminta kepada kita, maka kita akan
bertentangan dengan Ul 15:7-8 dan Amsal 3:27-28 ini.

 Sekalipun memberi itu merupakan kebiasaan yang baik, tetapi ada hal-hal lain
yang harus dipertimbangkan.

Calvin: “Though the words of Christ, which are related by Matthew, appear to
command us to give to all without discrimination, ... it is certain, that it was the
design of Christ to make his disciples generous, but not prodigals: and it would be
a foolish prodigality to scatter at random what the Lord has given us. ... Let us
therefore hold, first, that Christ exhorts his disciples to be liberal and generous; and
next, that the way of doing it is, not to think that they have discharged their duty
when they have aided a few persons, but to study to be kind to all, and not to be
weary of giving, so long as they have the means” (= Sekalipun kata-kata Kristus,
yang diceritakan oleh Matius kelihatannya memerintahkan kita untuk memberi
kepada semua orang tanpa pandang bulu, ... adalah jelas bahwa tujuan Kristus
adalah untuk membuat murid-muridNya dermawan, tetapi tidak boros / royal: dan
merupakan keroyalan yang tolol untuk menyebarkan secara sembarangan apa
yang Tuhan berikan kepada kita. ... Karena itu hendaknya kita pertama-tama
memegang / mempercayai bahwa Kristus mendesak murid-muridNya untuk
menjadi dermawan dan murah hati; dan selanjutnya, bahwa cara melakukannya
adalah, bukan dengan berpikir bahwa mereka telah melaksanakan kewajiban
mereka pada waktu mereka telah menolong beberapa orang, tetapi dengan
belajar untuk menjadi baik kepada semua orang, dan tidak jemu-jemu dalam
memberi, selama mereka mempunyai kekayaan / cara) - hal 301.

Barnes’ Notes: “It is good to be in the habit of giving. At the same time, the rule
must be interpreted so as to be consistent with our duty to our families, (1Tim 5:8)
and with other objects of justice and charity. It is seldom, perhaps never, good to
give to a man that is able to work, 2Tes 3:10. To give to such is to encourage
laziness, and to support the idle at the expense of the industrious” [= Adalah baik
untuk terbiasa memberi. Pada saat yang sama, perintah ini harus ditafsirkan
sedemikian rupa sehingga konsisten dengan kewajiban kita terhadap keluarga kita
(1Tim 5:8), dan dengan obyek-obyek keadilan dan kasih yang lain. Jarang, mungkin
tidak pernah, merupakan hal yang baik untuk memberi kepada orang yang bisa
bekerja (2Tes 3:10). Memberi kepada orang seperti itu sama dengan
menganjurkan kemalasan, dan menyokong orang malas dengan mengorbankan
orang rajin] - hal 27.

William Barclay: “It is clear that the effect of the giving on the receiver must be
taken into account. Giving must never be such as to encourage him in laziness and
in shiftlessness, for such giving can only hurt” (= Adalah jelas bahwa akibat dari
pemberian itu pada si penerima harus diperhitungkan. Memberi tidak pernah
boleh dilakukan sehingga mendorong-nya dalam kemalasan dan dalam keseganan
untuk bekerja, karena pemberian seperti itu hanya bisa merugikan) - hal 172.

Matthew Poole: “These precepts of our Saviour must be interpreted, not according
to the strict sense of the words, as if every man were by them obliged, without
regard to his own abilities, or the circumstances of the persons begging or asking
of him, to give to every one that hath the confidence to ask of him; but as obliging
us to liberality and charity according to our abilities, and the true needs and
circumstances of our poor brethren, and in that order which God’s word hath
directed us; first providing for our own families, then doing good to the household
of faith, then also to others, as we are able, and see any of them true objects of our
charity” (= Perintah-perintah Juruselamat kita ini harus ditafsirkan, bukan menurut
arti kata yang ketat, seakan-akan setiap orang diwajibkan oleh perintah-perintah
ini untuk memberi kepada setiap orang yang mempunyai keberanian untuk
meminta kepadanya, tanpa memandang kemampuannya sendiri, atau keadaan
dari orang yang mengemis atau meminta kepadanya; tetapi mewajibkan kita
kepada kedermawanan dan kasih sesuai dengan kemampuan kita, dan kebutuhan
yang sungguh-sungguh dan keadaan dari saudara-saudara kita yang miskin, dan
dalam urut-urutan sesuai dengan pengarahan Firman Allah; pertama-tama
pemeliharaan terhadap keluarga kita sendiri, lalu berbuat baik kepada saudara-
saudara seiman, lalu juga kepada orang-orang lain, sesuai dengan kemampuan
kita, dan memastikan setiap dari mereka sebagai obyek yang benar dari kasih kita)
- hal 213.

Pulpit Commentary: “beneficence must be with discretion (Ps. 112:5), else the idle
and worthless may carry away what should have been reseved for the worthy” [=
kemurahan hati harus dilakukan dengan kebijaksanaan (Maz 112:5), atau orang-
orang yang malas dan tidak layak akan mengangkut apa yang seharusnya
disediakan untuk orang yang layak mendapatkannya] - hal 220.

Maz 112:5 - “Mujur orang yang menaruh belas kasihan dan yang memberi
pinjaman, yang melakukan urusannya dengan sewajarnya”.

KJV: ‘with discretion’ (= dengan kebijaksanaan).

RSV/NIV: ‘with justice’ (= dengan keadilan).

NASB: ‘in judgment’ (= dalam penghakiman / penilaian).

Leon Morris (Tyndale): “it is the spirit of the saying that is important. If Christians
took this one absolutely literally there would soon be a class of saintly paupers,
owning nothing, and another of prosperous idlers and thieves. It is not this that
Jesus is seeking, but a readiness among His followers to give and give and give. The
Christian should never refrain from giving out of a love for his possessions. Love
must be ready to be deprived of everything if need be. Of course, in a given case it
may not be the way of love to give. But it is love that must decide whether we give
or withhold, not a regard for our possessions” (= arti dari kata-kata inilah yang
penting. Jika orang kristen menerima / menuruti perintah ini dalam arti hurufiah
sepenuhnya, maka segera akan ada segolongan orang kudus yang miskin, yang
tidak mempunyai apa-apa, dan golongan lain yang makmur yang terdiri dari orang-
orang malas dan pencuri-pencuri. Bukan ini yang dicari oleh Yesus, tetapi suatu
kesediaan di antara para pengikutNya untuk memberi dan memberi dan memberi.
Orang kristen seharusnya tidak pernah menahan diri dari memberi karena cinta
kepada miliknya. Kasih harus siap untuk kehilangan segala sesuatu jika itu
diperlukan. Tentu saja, dalam kasus tertentu, memberi bukanlah merupakan jalan
kasih. Tetapi adalah kasih, dan bukannya perhatian / penilaian terhadap milik kita,
yang harus menentukan apakah kita memberi atau menahan) - hal 130.
Jadi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memberi, yaitu:

 kita tidak boleh memberi secara royal dan sembarangan / ngawur.

 kewajiban untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau kita terus


memberi kepada seadanya orang yang meminta sehingga keluarga kita
sendiri tidak tercukupi, maka ini salah. Bdk. 1Tim 5:8 - “Tetapi jika ada
seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya,
orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman”.

 adanya orang-orang lain yang juga harus diberi / berhak untuk diberi.
Kalau kita terus memberi kepada seseorang yang tidak tahu diri dalam
meminta dan yang sebetulnya tidak layak untuk diberi, maka akhirnya kita
tidak bisa memberi kepada orang lain yang sebetulnya lebih berhak. Ini
jelas salah.

 kasih kepada manusia, dan bukannya kasih kepada milik / uang kita, yang
menentukan apakah harus memberi atau tidak. Kalau pemberian itu
menjadikannya makin malas maka ini justru tidak kasih.

 dalam dunia hukum dikenal suatu semboyan: lebih baik membebaskan 1000
orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
Kedua penafsir di bawah ini kelihatannya menerapkan hal itu dalam persoalan
memberi.

William Barclay: “it must also be remembered that it is better to help a score of
fraudulent beggars than to risk turning away the one man in real need” (= juga
harus diingat bahwa adalah lebih baik untuk menolong 20 pengemis yang curang
dari pada beresiko menolak satu orang yang betul-betul dalam kebutuhan) - hal
172.

Barnes’ Notes: “This is the general rule. It is better to give sometimes to an


undeserved person, than to turn away one really necessitous” (= Ini adalah
peraturan umum. Adalah lebih baik untuk kadang-kadang memberi kepada orang
yang tidak layak mendapatkan, dari pada menolak orang yang betul-betul
membutuhkan) - hal 27.

b. Bdk. Luk 6:30 - “Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah
meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu”.

Calvin: “we must remember what I have already hinted, that we ought not to quibble about
words, as if a good man were not permitted to recover what is his own, when God gives him
the lawful means. We are only enjoined to exercise patience, that we may not be unduly
distressed by the loss of our property, but calmly wait, till the Lord himself shall call the robbers
to account” (= kita harus mengingat apa yang baru saya tunjukkan, bahwa kita tidak boleh
bertengkar tentang kata-kata, seakan-akan seorang yang baik / saleh tidak diijinkan untuk
mendapatkan kembali miliknya, pada saat Allah memberinya cara / jalan yang sah menurut
hukum. Kita hanya diperintahkan untuk bersabar, supaya kita tidak menjadi terlalu sedih oleh
kehilangan milik kita, tetapi dengan tenang menunggu, sampai Tuhan sendiri memintai
pertanggung-jawaban dari para perampok itu) - hal 301.

Matthew Poole: “Nor must the second part of the verse be interpreted, as if it were a restraint
of Christians from pursuing of thieves or oppressors, but as a precept prohibiting us private
revenge, or too great contending for little things, &c.” [= Juga bagian kedua dari ayat ini
(Luk 6:30) tidak boleh diartikan seakan-akan itu merupakan pengekangan terhadap orang-
orang kristen untuk tidak melakukan pengejaran / penangkapan terhadap pencuri atau
penindas, tetapi sebagai larangan yang melarang kita untuk melakukan balas dendam pribadi,
atau untuk bercekcok untuk hal-hal kecil, dsb.] - hal 213.
Pulpit Commentary: “This verse has been often adduced by unbelievers to prove the
incompatibility of our Lord’s utterances with the conditions of modern society. Wrongly.
Because our Lord is inculcating the proper spirit of Christian life, not giving rules to be literally
carried out irrespective of circumstances” (= Ayat ini sering dikemukakan oleh orang-orang
yang tidak percaya untuk membuktikan ketidak-cocokan dari ucapan-ucapan Tuhan kita
dengan keadaan dari masyarakat modern. Salah. Karena Tuhan kita sedang menanamkan roh
/ semangat yang benar dari kehidupan Kristen, bukan memberikan peraturan-peraturan untuk
dilaksanakan secara hurufiah tak peduli bagaimana / apa keadaannya) - hal 167.

2. ‘dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu’.

Sama seperti potongan sebelumnya, maka bagian inipun pasti tidak bisa diartikan secara
mutlak.

Kesimpulan / penutup.
John Stott: “Christ’s illustrations are not to be taken as the charter for any unscrupulous tyrant, ruffian,
beggar, or thug. His purpose was to forbid revenge, not to encourage injustice, dishonesty or vice. How can
those who seek as their first priority the extension of God’s righteous rule at the same time contribute to
the spread of unrighteousness? True love, caring for both the individual and society, takes action to deter
evil and to promote good. And Christ’s command was ‘precept of love, not folly’. He teaches not the
irresponsibility which encourages evil but the forbearance which renounces revenge” (= Illustrasi Kristus
tidak boleh dianggap sebagai hak / ijin untuk tiran yang jahat / tidak bermoral, bajingan, pengemis, atau
penjahat yang kejam. TujuanNya adalah untuk melarang balas dendam, bukan untuk mendorong ketidak-
adilan, ketidak-jujuran atau kejahatan. Bagaimana mereka yang mencari perluasan dari pemerintahan
yang benar dari Allah sebagai prioritas pertama, bisa pada saat yang sama memberikan sumbangsih pada
tersebarnya ketidak-benaran? Kasih yang benar, yang memperhatikan / mempedulikan individu maupun
masyarakat, melakukan tindakan untuk menghalangi kejahatan dan memajukan kebaikan. Dan perintah
Kristus merupakan ‘ajaran / perintah kasih, bukan ajaran / perintah tolol’. Ia bukan mengajarkan sikap
tidak bertanggung jawab yang mendorong kejahatan tetapi kesabaran yang membuang balas dendam) -
‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 108.

Matius 5:43-48
Ay 43-44: “(43) Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
(44) Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya
kamu”.

1) Terjemahan KJV yang berbeda.

Ay 43-44 (KJV): ‘Ye have heard that it hath been said, Thou shalt love thy neighbour, and hate
thine enemy. But I say unto you, Love your enemies, bless them that curse you, do good to them
that hate you, and pray for them which despitefully use you, and persecute you’ (= Kamu telah
mendengar bahwa dikatakan: Kasihilah sesamamu manusia, dan bencilah musuhmu. Tetapi
Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu, berkatilah mereka yang mengutuk kamu,
berbuatlah baik kepada mereka yang membenci kamu, dan berdoalah untuk mereka yang
dengan jahat menggunakan kamu, dan menganiaya kamu).

Catatan: tambahan ini (bagian yang saya garis-bawahi) berasal dari manuscripts yang berbeda,
dan pada umumnya tidak dianggap sebagai bagian asli dari Kitab Suci oleh para penafsir.

2) Kesalahan terjemahan Kitab Suci Indonesia.

Ay 43-44: “(43) Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
(44) Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya
kamu”.
KJV: ‘Ye have heard that it hath been said’ (= Kamu telah mendengar bahwa dikatakan).

Seperti bagian yang sudah-sudah, kata ‘firman’ lagi-lagi merupakan terjemahan yang salah, dan
terjemahan yang salah ini menyebabkan seakan-akan Yesus menentang hukum Taurat /
Perjanjian Lama. Padahal Yesus bukannya menentang hukum Taurat / Perjanjian Lama, tetapi
menentang ajaran dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum Taurat / Perjanjian
Lama.

3) Ajaran Perjanjian Lama dalam persoalan ini:

a) Dalam Perjanjian Lama memang ada ajaran ‘kasihilah sesamamu manusia’.

Bagian pertama dari ay 43 ini diambil dari Im 19:18 - “Janganlah engkau menuntut balas, dan
janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN”, tetapi kata-kata ‘seperti dirimu sendiri’ dibuang.

Ul 22:1-4 juga menunjukkan bahwa mereka harus mengasihi saudara mereka.

Ul 22:1-4 - “‘Apabila engkau melihat, bahwa lembu atau domba saudaramu tersesat, janganlah
engkau pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya kepada
saudaramu itu. Dan apabila saudaramu itu tidak tinggal dekat denganmu dan engkau tidak
mengenalnya, maka haruslah engkau membawa hewan itu ke dalam rumahmu dan haruslah itu
tinggal padamu, sampai saudaramu itu datang mencarinya; engkau harus mengembalikannya
kepadanya. Demikianlah harus kauperbuat dengan keledainya, demikianlah kauperbuat dengan
pakaiannya, demikianlah kauperbuat dengan setiap barang yang hilang dari saudaramu dan yang
kautemui; tidak boleh engkau pura-pura tidak tahu. Apabila engkau melihat keledai saudaramu
atau lembunya rebah di jalan, janganlah engkau pura-pura tidak tahu; engkau harus benar-benar
menolong membangunkannya bersama-sama dengan saudaramu itu.’”.

b) Tetapi dalam Perjanjian Lama tidak pernah ada ajaran / ayat yang berbunyi: ‘bencilah
musuhmu’.

Lalu dari mana mereka mendapatkan kata-kata ‘bencilah musuhmu’ ini?

D. Martyn Lloyd-Jones: “Nowhere in the Old Testament, I repeat, do we find ‘Love your neighbour
and hate your enemy’; but we do find many statements that may have encouraged people to hate
their enemies” (= Tidak ada dalam Perjanjian Lama, saya ulangi, kita dapatkan kata-kata ‘Kasihilah
sesamamu manusia dan bencilah musuhmu’; tetapi kita mendapatkan banyak pernyataan yang
bisa mendorong orang untuk membenci musuh-musuh mereka) - ‘Studies in the Sermon on the
Mount’, hal 300.

1. Stott mengatakan (hal 115) bahwa ahli-ahli Taurat mengatakan bahwa Im 19 ditujukan
kepada ‘segenap jemaah Israel’ (Im 19:2). Dan Im 19:18 - “Janganlah engkau menuntut
balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN”.

Ini menyebabkan mereka berkata bahwa ‘sesama mereka adalah sesama orang-orang
Yahudi’ atau ‘orang-orang yang sebangsa dan seagama dengan mereka’. Mereka
beranggapan bahwa hukum ini sama sekali tidak berbicara tentang orang asing atau
musuh.

D. Martyn Lloyd-Jones: “They said that the ‘neighbour’ meant only an Israelite; so they
taught the Jews to love the Jews, but they told them at the same time to regard everybody else
not only as an alien but as an enemy. Indeed they went so far as to suggest that it was their
business, almost their right and their duty, to hate all such people. ... Thus there were many
amongst the zealous Pharisees and scribes who thought they were honouring God by despising
everybody who was not a Jew. They thought it was their business to hate their enemies” (=
Mereka berkata bahwa ‘sesama manusia’ berarti hanya orang Israel; sehingga mereka
mengajar orang Yahudi untuk mengasihi orang Yahudi, tetapi pada saat yang sama mereka
memberitahu mereka untuk menganggap semua orang yang lain bukan hanya sebagai orang
asing tetapi sebagai musuh. Bahkan mereka berjalan begitu jauh sehingga mengusulkan bahwa
hal itu adalah urusan mereka, dan hampir merupakan hak dan kewajiban mereka, untuk
membenci orang-orang seperti itu. ... Karena itu ada banyak di antara orang-orang Farisi dan
ahli-ahli Taurat yang bersemangat, yang beranggapan bahwa mereka sedang menghormati
Allah dengan merendahkan setiap orang yang bukan orang Yahudi. Mereka mengira adalah
urusan mereka untuk membenci musuh mereka) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal
299-300.

Bantahan:

John Stott: “The reasoning is rational enough to convince those who wanted to be convinced,
and to confirm them in their own racial prejudice. ... They evidently ignored the instruction
earlier in the same chapter to leave the gleanings of field and vineyard ‘for the poor and the
sojourner’, who was not a Jew but a resident alien, and the unequivocal statement against
racial discrimination at the end of the chapter: ‘the stranger who sojourns with you shall be to
you as the native among you, and you shall love him as yourself’ (34)” [= Pemikiran /
pertimbangan ini cukup rasionil untuk meyakinkan mereka yang mau untuk diyakinkan, dan
menegaskan mereka dalam prasangka rasial mereka. ... Mereka secara jelas mengabaikan
instruksi / ajaran pada bagian awal dari pasal yang sama untuk meninggalkan sisa-sisa dari
ladang dan kebun anggur ‘bagi orang miskin dan bagi orang asing’ (Im 19:10), yang bukanlah
orang Yahudi tetapi seorang asing yang menetap, dan pernyataan yang tegas terhadap
diskriminasi rasial pada akhir dari pasal: ‘Orang asing yang tinggal padamu harus sama bagimu
seperti orang Israel asli dari antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri’ (Im 19:34)] - ‘The
Message of the Sermon on The Mount’, hal 114.

Im 19:10 - “Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah
yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus
kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu”.

Im 19:34 - “Orang asing yang tinggal padamu harus sama bagimu seperti orang Israel asli dari
antaramu, kasihilah dia seperti dirimu sendiri, karena kamu juga orang asing dahulu di tanah
Mesir; Akulah TUHAN, Allahmu”.

Jadi, kalau kita melihat kontext dari Im 19 itu, maka jelas tidak mungkin kita bisa
menerima tafsiran dari orang-orang Yahudi tentang Im 19:18 tersebut.

Jadi, arti dari ‘sesama manusia’ adalah seperti yang dikatakan oleh Stott di bawah ini.

John Stott: “Our ‘neighbour’ in the vocabulary of God includes our enemy. What constitutes
him our neighbour is simply that he is a fellow human being in need, whose need we know and
are in a position in some measure to relieve” (= Sesama manusia kita dalam perbendaharaan
kata dari Allah mencakup musuh kita. Apa yang menyebabkannya menjadi sesama kita
hanyalah sekedar bahwa ia adalah sesama manusia kita yang ada dalam kebutuhan, yang
kebutuhannya kita ketahui, dan kita ada dalam keadaan untuk bisa meringankannya sampai
taraf tertentu) - ‘The Message of the Sermon on The Mount’, hal 118.

Bdk. Luk 10:25-37 - ‘perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati’, yang juga
mempersoalkan ‘siapakah sesama manusia’ itu?

2. Text yang menyuruh Israel memusuhi / membasmi bangsa kafir / non Israel, seperti:

 perintah untuk membasmi orang Kanaan, seperti dalam Ul 7:2 dan sebagainya.
 perintah untuk membasmi orang Amalek dalam Ul 25:17-19 - “‘Ingatlah apa yang
dilakukan orang Amalek kepadamu pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir; bahwa
engkau didatangi mereka di jalan dan semua orang lemah pada barisan belakangmu
dihantam mereka, sedang engkau lelah dan lesu. Mereka tidak takut akan Allah. Maka
apabila TUHAN, Allahmu, sudah mengaruniakan keamanan kepadamu dari pada segala
musuhmu di sekeliling, di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dimiliki
sebagai milik pusaka, maka haruslah engkau menghapuskan ingatan kepada Amalek dari
kolong langit. Janganlah lupa!’”.

 ayat-ayat seperti Bil 25:17-18 Bil 31:2-3,7-8 Ul 23:3-4 yang menyuruh mereka
‘sentimen’ terhadap orang Moab, Midian, Amon.

Bantahan:

Ayat-ayat seperti ini jelas tidak mungkin dijadikan dasar, karena:

 perang suci / kudus (holy war) seperti itu hanya ada pada saat itu saja, dan
merupakan perang Allah terhadap berhala / penyembah berhala.

 dalam melaksanakan perintah Tuhan itu bangsa Israel berfungsi sebagai algojo dari
Allah yang melaksanakan hukumanNya terhadap bangsa-bangsa kafir tersebut.

3. Mazmur-mazmur yang berisi kutukan terhadap orang-orang jahat / doa supaya orang-
orang jahat dibinasakan. Misalnya:

 Maz 69:23-29 - “Biarlah jamuan yang di depan mereka menjadi jerat, dan selamatan
mereka menjadi perangkap. Biarlah mata mereka menjadi gelap, sehingga mereka tidak
melihat; buatlah pinggang mereka goyah senantiasa! Tumpahkanlah amarahMu ke atas
mereka, dan biarlah murkaMu yang menyala-nyala menimpa mereka. Biarlah perkemahan
mereka menjadi sunyi, dan biarlah kemah-kemah mereka tidak ada penghuninya. Sebab
mereka mengejar orang yang Kaupukul, mereka menambah kesakitan orang-orang yang
Kautikam. Tambahkanlah salah kepada salah mereka, dan janganlah sampai Engkau
membenarkan mereka! Biarlah mereka dihapuskan dari kitab kehidupan, janganlah
mereka tercatat bersama-sama dengan orang-orang yang benar!”.

 Maz 109:1-31.

Bantahan:

Tentang mazmur-mazmur seperti ini Stott mengatakan bahwa pemazmur tidak berbicara
tentang kebencian pribadi tetapi sebagai ia berbicara wakil dari bangsa pilihan Allah
(Israel), yang menganggap orang-orang jahat sebagai musuh Allah. Ia membenci mereka
karena ia mengasihi Allah.

D. Martyn Lloyd-Jones: “In writing his Psalms, the Psalmist is not so much writing about
himself as about the Church; and his Psalms, you will find, are concerned in every single
instance, in every imprecatory Psalm, with the glory of God. As he talks about the things that
are being done to him, he is speaking of things that are being done to God’s people and to
God’s Church. It is the honour of God that he is concerned about, it is his zeal for the house of
God and for the Church of God that moves him to write these things” (= Dalam menuliskan
mazmur-mazmurnya, sang pemazmur tidak menulis tentang dirinya sendiri tetapi tentang
Gereja; dan mazmur-mazmurnya, akan engkau dapati, dalam setiap contoh, dalam setiap
Mazmur kutukan, peduli dengan kemuliaan Allah. Pada waktu ia berbicara tentang hal-hal
yang sedang dilakukan terhadapnya, ia berbicara tentang hal-hal yang sedang dilakukan
terhadap umat Allah dan Gereja Allah. Adalah kehormatan Allah yang ia pedulikan, adalah
semangatnya bagi rumah Allah dan untuk Gereja Allah yang menggerakkannya untuk
menuliskan hal-hal ini) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 300-301.
John Stott: “The truth is that evil men should be the object simultaneously of our ‘love’ and
our ‘hatred’, ... To ‘love’ them is ardently to desire that they will repent and believe, and so be
saved. To ‘hate’ them is to desire with equal ardour that, if they stubbornly refuse to repent
and believe, they will incur God’s judgment. ... So there is such a thing as perfect hatred, just
as there is such a thing as righteous anger. But it is a hatred for Gods’ enemies, not our own
enemies. It is entirely free of all spite, rancour and vindictiveness, and is fired only by love of
God’s honour and glory” (= Kebenarannya adalah bahwa orang-orang jahat harus menjadi
obyek secara bersamaan dari kasih kita dan kebencian kita, ... Mengasihi mereka berarti
menginginkan dengan bersemangat / sungguh-sungguh bahwa mereka akan bertobat dan
percaya, dan dengan demikian diselamatkan. Membenci mereka adalah menginginkan dengan
kesungguhan / semangat yang sama bahwa jika mereka secara tegar tengkuk menolak untuk
bertobat dan percaya, mereka akan mendatangkan penghakiman Allah. ... Jadi, ada kebencian
yang sempurna, sama seperti ada kemarahan yang benar. Tetapi itu merupakan kebencian
terhadap musuh-musuh Allah, bukan musuh-musuh kita sendiri. Itu sepenuhnya bebas dari
semua dendam, kebencian, dan balas dendam, dan dibakar / dinyalakan hanya oleh kasih
terhadap kehormatan dan kemuliaan Allah) - ‘The Message of the Sermon on The Mount’,
hal 117.

Catatan: untuk kata-kata yang saya garis-bawahi itu, bandingkan dengan Maz 139:21-
22 - “Masakan aku tidak membenci orang-orang yang membenci Engkau, ya TUHAN, dan tidak
merasa jemu kepada orang-orang yang bangkit melawan Engkau? Aku sama sekali membenci
mereka, mereka menjadi musuhku”.

Bandingkan mazmur-mazmur kutukan itu dengan:

 Wah 6:10 - “Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di
bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh
karena kesaksian yang mereka miliki. Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya:
‘Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan
tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?’”.

 Wah 19:1-4 - “Kemudian dari pada itu aku mendengar seperti suara yang nyaring dari
himpunan besar orang banyak di sorga, katanya: ‘Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan
dan kekuasaan adalah pada Allah kita, sebab benar dan adil segala penghakimanNya,
karena Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu, yang merusakkan bumi dengan
percabulannya; dan Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hambaNya atas pelacur
itu.’ Dan untuk kedua kalinya mereka berkata: ‘Haleluya! Ya, asapnya naik sampai selama-
lamanya.’ Dan kedua puluh empat tua-tua dan keempat makhluk itu tersungkur dan
menyembah Allah yang duduk di atas takhta itu, dan mereka berkata: ‘Amin, Haleluya.’”.

Orang-orang ini sudah di surga, tetapi masih menaikkan doa yang boleh dikatakan mirip
dengan mazmur-mazmur kutukan tersebut, dan orang-orang itu menginginkan
penghakiman Allah, dan bersukacita dan memuji Tuhan karena penghakimanNya yang
adil terhadap orang-orang jahat.

c) Sebetulnya dalam Perjanjian Lama bukan hanya sudah ada ajaran ‘Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri’, tetapi juga sudah ada ajaran ‘Kasihilah musuhmu’.

Ini terlihat dari:

 Kel 23:4-5 - “Apabila engkau melihat lembu musuhmu atau keledainya yang sesat, maka
segeralah kaukembalikan binatang itu. Apabila engkau melihat rebah keledai musuhmu
karena berat bebannya, maka janganlah engkau enggan menolongnya. Haruslah engkau rela
menolong dia dengan membongkar muatan keledainya”.

Kalau keledai musuh rebah kita harus menolong, lebih-lebih kalau musuh itu yang rebah.
 Ayub 31:29 - “Apakah aku bersukacita karena kecelakaan pembenciku, dan bersorak-sorai,
bila ia ditimpa malapetaka”.

 Amsal 24:17 - “Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia
terperosok”.

 Amsal 25:21 - “Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah
dia minum air. Karena engkau akan menimbun bara api di atas kepalanya, dan TUHAN akan
membalas itu kepadamu”. Bandingkan dengan tindakan Elisa dalam 2Raja 6:21-23 yang
melakukan hal ini terhadap orang Aram.

Karena itu kalau Yesus mengajarkan untuk mengasihi musuh, itu bukan sesuatu yang aneh
atau yang bertentangan dengan Perjanjian Lama. Demikian juga adanya ayat-ayat
Perjanjian Baru yang mempunyai arah yang serupa, seperti:

 1Kor 4:12b-13a - “Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar;
kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah”.

 Ro 12:14,17,19-21 - “(14) Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan
mengutuk! ... (17) Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik
bagi semua orang! ... (19) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut
pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu
adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (20) Tetapi, jika
seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian
kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap
kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.

4) Hubungan perintah kasih kepada musuh (ay 44), dengan larangan untuk melawan orang yang
berbuat jahat kepada kita (ay 39).

John Stott: “The last two antitheses of the series reveal a progression. The first is a negative command:
Do not resist one who is evil; the second is positive: Love your enemies and seek their good. The first is
a call to passive non-retaliation, the second to active love. As Augustine put it, ‘Many have learned
how to offer the other cheek, but do not know how to love him by whom they were struck.’” (= Dua
antithesis yang terakhir dari seri antithesis itu menyatakan suatu kemajuan. Yang pertama merupakan
suatu perintah negatif: Jangan melawan orang yang jahat; yang kedua merupakan sesuatu yang positif:
Kasihilah musuhmu dan usahakanlah kebaikan untuk mereka. Yang pertama merupakan panggilan
pada sikap tidak membalas yang pasif, yang kedua pada kasih yang aktif. Seperti dikatakan oleh
Agustinus: ‘Banyak orang telah belajar bagaimana memberikan pipi satunya, tetapi tidak tahu
bagaimana mengasihi orang-orang oleh siapa mereka dipukul’) - ‘The Message of the Sermon on
The Mount’, hal 122.

5) Arti dari ‘mengasihi’.

a) Arti negatif / salah dari ‘mengasihi’.

Barclay: “It is then quite obvious that the last thing agapē, Christian love, means is that we allow
people to do absolutely as they like, and that we leave them quite unchecked. No one would say
that a parent really loves his child if he lets the child do as he likes. If we regard a person with
invincible goodwill, it will often mean that we must punish him, that we must restrain him, that we
must discipline him, that we must protect him against himself. But it will also mean that we do not
punish him to satisfy our desire for revenge, but in order to make him a better man” (= Jelas bahwa
arti dari agapē, kasih Kristen, bukanlah kalau kita mengijinkan orang-orang melakukan secara
mutlak seperti yang mereka inginkan, dan bahwa kita membiarkan mereka tanpa dikekang. Tidak
seorangpun akan mengatakan bahwa seorang tua sungguh-sungguh mengasihi anaknya jika ia
membiarkan anak itu berbuat seperti yang dikehendakinya. Jika kita melihat seseorang, dengan
keinginan baik yang tak terkalahkan, itu sering berarti bahwa kita harus menghukumnya, bahwa
kita harus mengekangnya, bahwa kita harus mendisiplin / menghajarnya, bahwa kita harus
melindunginya terhadap dirinya sendiri. Tetapi itu juga berarti bahwa kita tidak menghukumnya
untuk memuaskan keinginan kita untuk balas dendam, tetapi untuk membuatnya menjadi
seseorang yang lebih baik) - hal 174.

b) Kasih bukan perasaan tetapi keputusan, dan ‘mengasihi’ berbeda dengan ‘menyenangi’.

Barclay: “Agapē does not mean a feeling of the heart, which we cannot help, and which comes
unbidden and unsought; it means a determination of the mind, whereby we achieve this
unconquerable goodwill even to those who hurt and injure us” (= Agapē tidak berarti suatu
perasaan dari hati, terhadap mana kita tidak bisa berbuat apa-apa, dan yang datang tanpa diminta
dan dicari; itu berarti suatu keputusan / ketetapan dari pikiran, dengan mana kita mencapai
keinginan baik yang tidak bisa dikalahkan bahkan terhadap mereka yang menyakiti dan melukai
kita) - hal 174.

D. Martyn Lloyd-Jones: “we must understand the difference between loving and liking. Christ
said, ‘Love your enemies,’ not ‘Like your enemies’. ... We are not called upon to like everybody. We
cannot do so. But we can be commanded to love. ... People have stumbled at this. ‘Do you mean to
say that it is right to love and not to like?’ they ask. I do. What God commands is that we should
love a man and treat him as if we do like him. Love is much more than feeling or sentiment. Love
in the New Testament is very practical - ‘For this is the love of God, that we keep his
commandments.’ Love is active. If, therefore, we find we do not like certain people, we need not
be worried by that, so long as we are treating them as if we did like them. That is loving, and it is
the teaching of our Lord everywhere” (= kita harus mengerti perbedaan antara mengasihi dan
menyenangi. Kristus berkata: ‘Kasihilah musuhmu’, bukan ‘Senangilah musuhmu’. ... Kita tidak
dipanggil untuk menyenangi setiap orang. Kita tidak bisa berbuat demikian. Tetapi kita bisa
diperintahkan untuk mengasihi. ... Orang-orang tersandung pada hal ini. ‘Apakah kamu bermaksud
untuk mengatakan bahwa adalah benar untuk mengasihi dan tidak menyenangi?’, mereka
bertanya. Ya. Apa yang Allah perintahkan adalah bahwa kita harus mengasihi seseorang dan
memperlakukannya seakan-akan kita menyenanginya. Kasih merupakan sesuatu yang jauh lebih
dari perasaan atau sentimen. Kasih dalam Perjanjian Baru adalah sangat praktis - ‘Karena inilah
kasih Allah, bahwa kita mentaati perintah-perintahNya’. Kasih itu aktif. Karena itu, jika kita
mendapati bahwa kita tidak menyenangi orang-orang tertentu, kita tidak perlu menguatirkan hal
itu, selama kita memperlakukan mereka seakan-akan kita menyenangi mereka. Itulah mengasihi,
dan itu merupakan ajaran dari Tuhan kita di mana-mana) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’,
hal 307-308.

Catatan: saya sendiri tidak yakin apakah kata-kata / penafsiran dari Barclay dan Martin Lloyd-
Jones dalam persoalan ini bisa dibenarkan.

c) Meniru teladan Allah dalam mengasihi kita yang adalah musuh-musuhNya.

John Stott: “Our enemy is seeking our harm; we must seek his good. For this is how God has treated
us. It is ‘while we were enemies’ that Christ died for us to reconcile us to God (Rom 5:10). If he gave
himself for his enemies, we must give ourselves for ours” [= Musuh kita mengusahakan kerugian
kita; kita harus mengusahakan kebaikannya. Karena inilah bagaimana Allah telah memperlakukan
kita. Adalah ‘pada saat kita masih seteru / musuh’ Kristus mati untuk kita untuk memperdamaikan
kita dengan Allah (Ro 5:10). Jika Ia memberikan diriNya sendiri untuk musuh-musuhNya, kita harus
memberikan diri kita sendiri untuk musuh-musuh kita] - ‘The Message of the Sermon on The
Mount’, hal 118.

6) ‘berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu’ (ay 44b).

Ini merupakan salah satu perwujudan dari kasih kepada musuh.

a) Kita harus meniru teladan Yesus dalam persoalan ini.


Bdk. Luk 23:34 - “Yesus berkata: ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang
mereka perbuat.’”.

John Stott: “If the cruel torture of crucifixion could not silence our Lord’s prayer for his enemies,
what pain, pride, prejudice or sloth could justify the silencing of ours?” [= Jika penyiksaan yang
kejam dari penyaliban tidak bisa membungkam doa Tuhan kita untuk musuh-musuhNya, rasa
sakit, kesombongan, prasangka, atau kemalasan apa yang bisa membenarkan bungkamnya diri
kita (sehingga tidak berdoa untuk orang yang menganiaya kita)?] - ‘The Message of the Sermon
on The Mount’, hal 119.

b) Berdoa untuk musuh / orang yang menganiaya kita, membuat kasih kita kepada orang itu
bertumbuh.

John Stott: “‘This is the supreme command,’ wrote Bonhoeffer. ‘Through the medium of prayer we
go to our enemy, stand by his side, and plead for him to God.’ Moreover, if intercessory prayer is
an expression of what love we have, it is a means to increase our love as well. It is impossible to
pray for someone without loving him, and impossible to go on praying for him without discovering
that our love for him grows and matures. We must not, therefore, wait before praying for an enemy
until we feel some love for him in our heart. We must begin to pray for him before we are conscious
of loving him, and we shall find our love break first into bud, then into blossom” (= ‘Ini merupakan
perintah yang tertinggi’, tulis Boenhoffer. ‘Melalui perantaraan doa kita pergi kepada musuh kita,
berdiri di sisinya, dan memohon untuk dia kepada Allah’. Selanjutnya, jika doa syafaat merupakan
perwujudan dari kasih yang bagaimana yang kita miliki, itu juga merupakan suatu cara untuk
meningkatkan kasih kita. Adalah tidak mungkin untuk berdoa untuk seseorang tanpa
mengasihinya, dan tidak mungkin untuk terus berdoa untuk dia tanpa mendapati bahwa kasih kita
untuk dia bertumbuh dan menjadi matang. Karena itu, kita tidak boleh menunggu sebelum berdoa
untuk seorang musuh sampai kita merasa ada kasih untuk dia dalam hati kita. Kita harus mulai
berdoa untuk dia sebelum kita sadar bahwa kita mengasihinya, dan kita akan mendapatkan bahwa
kasih kita mula-mula akan bersemi, dan lalu berbunga) - ‘The Message of the Sermon on The
Mount’, hal 119.

Barclay: “We are bidden to pray for them. No man can pray for another man and still hate him.
When he takes himself and the man whom he is tempted to hate to God, something happens. We
cannot go on hating another man in the presence of God. The surest way of killing bitterness is to
pray for the man we are tempted to hate” (= Kita diminta untuk berdoa bagi mereka. Tidak ada
orang yang bisa berdoa untuk orang lain dan tetap membencinya. Pada waktu ia membawa dirinya
sendiri dan orang yang ia benci kepada Allah, sesuatu terjadi. Kita tidak bisa terus membenci orang
lain di hadapan Allah. Jalan / cara yang paling pasti untuk membunuh kepahitan adalah dengan
berdoa untuk orang yang kita benci) - hal 175.

7) Mengapa kita harus mengasihi musuh?

a) Supaya kita berbahagia.

Adam Clarke: “Jesus Christ designs to make men happy. Now he is necessarily miserable who
hates another” (= Yesus Kristus mendesign / merencanakan untuk membuat manusia bahagia. Ia
yang membenci orang lain pastilah sengsara) - hal 77.

Catatan: saya berpendapat bahwa kebahagiaan kita tidak boleh menjadi tujuan dari tindakan
mengasihi musuh, tetapi merupakan semacam effek samping yang pasti terjadi kalau kita
mengasihi musuh.

b) Supaya hidup kita tidak dikontrol oleh orang lain.

D. Martyn Lloyd-Jones: “our treatment of others must never depend upon what they are, or upon
what they do to us. ... The whole secret of living this kind of life is that man should be utterly
detached. He must be detached from others in the sense that his behaviour is not governed by what
they do. ... one of the most tragic things about us is that our lives are so much governed by other
people and by what they do to us and think about us. ... Think of the unkind and cruel thoughts
that have come into your mind and heart. What produced them? Somebody else! How much of our
thinking and acting and behaviour is entirely governed by other people! It is one of the things that
make life so wretched. You see a particular person and your spirit is upset. If you had not seen that
person you would not have felt like that. Other people are controlling you. ... Your love must
become such that you will no longer be governed and controlled by what people say. Your life must
be governed by a new principle in yourself, a new principle of love” (= perlakuan kita terhadap
orang-orang lain tidak pernah boleh tergantung pada bagaimana keadaan mereka, atau pada apa
yang mereka lakukan kepada kita. ... Seluruh rahasia dari bagaimana kita hidup dalam kehidupan
jenis ini adalah bahwa manusia harus sama sekali terlepas. Ia harus terlepas dari orang-orang lain
dalam arti bahwa kelakuan / tindak-tanduknya tidak dikuasai oleh apa yang mereka lakukan. ...
salah satu hal yang paling tragis tentang kita adalah bahwa kehidupan kita begitu dikuasai oleh
orang-orang lain dan oleh apa yang mereka lakukan terhadap kita dan pikirkan tentang kita. ...
Pikirkan tentang pemikiran yang tidak baik dan kejam yang masuk ke dalam pikiran dan hatimu.
Apa yang memproduksinya? Seseorang lain! Betapa banyak pikiran dan tindakan dan kelakuan kita
sepenuhnya dikuasai oleh orang-orang lain! Itu adalah salah satu dari hal-hal yang membuat
kehidupan begitu buruk / sedih. Kamu melihat orang tertentu, dan kamu menjadi kacau. Jika kamu
tidak melihat orang itu, kamu tidak akan merasa seperti itu. Orang-orang lain sedang menguasai
kamu. ... Kasihmu harus menjadi sedemikian rupa sehingga kamu tidak lagi dikuasai dan dikontrol
oleh apa yang orang-orang katakan. Kehidupanmu harus dikuasai / diperintah oleh suatu prinsip
yang baru dalam dirimu sendiri, suatu prinsip baru dari kasih) - ‘Studies in the Sermon on the
Mount’, hal 303,304-305.

c) Untuk mengubah musuh menjadi teman.

John Stott mengutip kata-kata Martin Luther King: “‘hate multiplies hate ... in a descending
spiral of violence’ and is ‘just as injurious to the person who hates’ as to the victim. But above all
‘love is the only force capable of transforming an enemy into a friend’ for it has ‘creative’ and
‘redemptive’ power” [= ‘kebencian melipatgandakan kebencian ... dalam suatu spiral kekerasan
yang menurun’ dan ‘merugikan secara sama bagi orang yang membenci’ seperti bagi korbannya
(orang yang dibenci). Tetapi di atas semua ‘kasih adalah satu-satunya kekuatan yang mampu untuk
mengubahkan seorang musuh menjadi seorang teman’ karena kasih mempunyai kuasa
‘penciptaan’ dan ‘penebusan’] - ‘The Message of the Sermon on The Mount’, hal 114.

D. Martyn Lloyd-Jones: “People say we should do it in order to turn them into friends. ... They
say: ‘If you are nice to people they will become nice to you.’ ... but let us be realists, not
sentimentalists, because we know that that is not true and it does not work. No, our action is not
aimed at turning them into friends. No; it is not because our action will somehow change these
people psychologically and turn them into what we want them to be, that we are to do these
things. We must do them for one reason only, not that we can ever redeem or make anything of
them, but that in this way we can display to them the love of God” (= Orang-orang mengatakan
bahwa kita harus melakukan hal itu untuk mengubah mereka menjadi teman-teman. ... Mereka
berkata: ‘Jika kami baik kepada orang-orang mereka akan menjadi baik kepada kamu’. ... tetapi
marilah kita menjadi realist, bukan sentimentalist, karena kita tahu bahwa itu tidak benar dan itu
tidak berhasil. Tidak, tindakan kita tidak ditujukan untuk mengubah mereka menjadi teman-
teman. Tidak; bukan karena tindakan kita entah bagaimana akan mengubah orang-orang ini secara
psikhologis dan mengubah mereka menjadi apa yang kita inginkan, maka kita melakukan hal-hal
ini. Kita harus melakukan hal-hal itu hanya untuk satu alasan, bukan supaya kita bisa menebus
atau membuat mereka menjadi sesuatu apapun, tetapi karena dengan cara ini kita bisa
menunjukkan kepada mereka kasih Allah) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 305-306.

Catatan: harus diakui bahwa tidak selalu kasih kepada musuh bisa memenangkan orang dan
mengubah mereka dari musuh menjadi teman. Ada orang-orang yang begitu jahat sehingga
membalas kasih dengan kejahatan (bdk. Maz 109:4-5). Tetapi jelas tidak semua orang
seperti itu, dan karena itu saya berpendapat bahwa itu memang merupakan salah satu tujuan
yang memungkinkan dari kasih kepada musuh.
Bandingkan dengan:

 Ro 12:20-21 - “(20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia
minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21)
Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.

 2Raja 6:21-23 - “Lalu bertanyalah raja Israel kepada Elisa, tatkala melihat mereka:
‘Kubunuhkah mereka, bapak?’ Tetapi jawabnya: ‘Jangan! Biasakah kaubunuh yang kautawan
dengan pedangmu dan dengan panahmu? Tetapi hidangkanlah makanan dan minuman di
depan mereka, supaya mereka makan dan minum, lalu pulang kepada tuan mereka.’
Disediakannyalah bagi mereka jamuan yang besar, maka makan dan minumlah mereka.
Sesudah itu dibiarkannyalah mereka pulang kepada tuan mereka. Sejak itu tidak ada lagi
gerombolan-gerombolan Aram memasuki negeri Israel”.

 Amsal 15:1 - “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang
pedas membangkitkan marah”.

 Amsal 25:15 - “Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut
mematahkan tulang”.

d) Untuk membuktikan bahwa kita adalah anak-anak Allah, dan untuk menunjukkan suatu
kehidupan yang lebih baik dari pemungut cukai / orang kafir (ay 45-48).

Ay 45-48: “(45) Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang
menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi
orang yang benar dan orang yang tidak benar. (46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi
kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (47) Dan apabila kamu
hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan
orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? (48) Karena itu
haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.’”.

1. Ay 45,48: “(45) Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga,
yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan
bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. ... (48) Karena itu haruslah kamu sempurna,
sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.’”.

 ini tidak berarti bahwa kita harus meniru apapun yang Allah kerjakan.

Calvin: “It ought to be observed that, when the example of God is held out for our
imitation, this does not imply, that it would be becoming in us to do whatever God does.
He frequently punishes the wicked, and drives the wicked out of the world. In this respect,
he does not desire us to imitate him: for the judgment of the world, which is his prerogative,
does not belong to us. But it is his will, that we should imitate his fatherly goodness and
liberality” (= Perlu diperhatikan bahwa pada waktu kita disuruh meneladani Allah, ini tidak
berarti bahwa kita harus meniru apapun yang Allah lakukan. Ia seringkali menghukum
orang jahat, dan menyingkirkan orang jahat dari dunia ini. Dalam hal ini, Ia tidak
menginginkan kita untuk meniruNya: karena penghakiman dunia, yang merupakan hak
khususNya, bukanlah hak kita. Tetapi adalah kehendakNya, bahwa kita meniru kebaikan
dan kemurahan hatiNya) - hal 306.

 ay 48 tidak berarti bahwa kita / orang kristen bisa mencapai kesempurnaan dalam
hidup di dunia ini.

John Stott: “Some holiness teachers have built upon this verse great dreams of the
possibility of reaching in this life a state of sinless perfection” (= Beberapa pengajar-
pengajar kekudusan telah membangun di atas ayat ini mimpi-mimpi / khayalan-khayalan
yang besar tentang kemungkinan untuk mencapai dalam hidup ini suatu keadaan
kesempurnaan tanpa dosa) - ‘The Message of the Sermon on The Mount’, hal 119.

Stott lalu mengatakan (hal 121-122) bahwa ini merupakan penafsiran yang
menentang kontext khotbah di bukit, karena:

 dalam Mat 5:6 dibicarakan tentang orang yang ‘lapar dan haus akan kebenaran’,
dan ini tidak mungkin ada kalau mereka sudah mencapai kesempurnaan.

 dalam Mat 6:12 Yesus mengajar untuk berdoa: ‘Ampunilah kami akan kesalahan
kami’. Ini jelas juga menunjukkan ketidak-sempurnaan.

Kedua hal ini merupakan petunjuk yang jelas bahwa Yesus tidak mengharapkan para
pengikutNya untuk menjadi sempurna secara moral dalam hidup ini.

 ini tidak berarti bahwa kita menjadi anak Allah kalau kita mengasihi musuh, tetapi
sebaliknya. Kalau kita mengasihi musuh, itu membuktikan bahwa kita adalah anak-
anak Allah.

Calvin: “you are not to understand, that our liberality makes us the children of God: ...
Christ ... proves from the effect, that none are the children of God, but those who resemble
him in gentleness and kindness” (= engkau tidak boleh mengerti bahwa kemurahan hati
kita membuat kita menjadi anak-anak Allah: ... Kristus ... membuktikan dari akibatnya /
hasilnya, bahwa tidak ada yang adalah anak Allah, kecuali mereka yang menyerupai Dia
dalam kelembutan dan kebaikan) - hal 307.

Calvin: “The statement amounts to this, ‘Whoever shall wish to be accounted a Christian,
let him love his enemies.’” (= Pernyataan itu sama dengan ini: ‘Siapapun yang ingin untuk
dianggap sebagai orang Kristen, hendaklah ia mengasihi musuhnya’) - hal 306.

Barclay: “Hebrew is not rich in adjectives; and for that reason Hebrew often uses ‘son of
...’ with an abstract noun, where we would use an adjective. For instance ‘a son of peace’
is ‘a peaceful man’; ‘a son of consolation’ is ‘a consoling man’. So, then, ‘a son of God’ is ‘a
godlike man’” (= Bahasa Ibrani tidak kaya dengan kata sifat; dan karena itu bahasa Ibrani
sering menggunakan ‘anak dari ...’ dengan suatu kata benda abstrak, di tempat kita
menggunakan suatu kata sifat. Sebagai contoh ‘anak damai’ adalah ‘orang yang cinta
damai’; ‘anak penghiburan’ adalah ‘orang yang suka menghibur’. Maka, ‘anak Allah’ adalah
‘orang yang menyerupai Allah’) - hal 177.

Barnes’ Notes: “the sons of your Father. The word ‘son’ has a variety of significations. ...
In this passage, the word is used because, in doing good to enemies, they resemble God”
(= anak-anak Bapamu. Kata ‘anak’ mempunyai bermacam-macam arti. ... Dalam text ini,
kata itu digunakan karena dalam melakukan yang baik kepada musuh-musuh, mereka
menyerupai Allah) - hal 27.

2. Ay 46-47: “(46) Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?
Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (47) Dan apabila kamu hanya memberi
salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain?
Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?”.

 ‘orang yang tidak mengenal Allah’.

KJV: ‘the publicans’ (= pemungut cukai). Rupanya ini diambil dari manuscript yang
berbeda.

NIV: ‘pagans’ (= orang kafir).


RSV/NASB/Lit: ‘the Gentiles’ (= orang-orang non Yahudi).

 ‘apakah lebihnya’.

Kekristenan kita dibuktikan oleh adanya sesuatu yang khusus / spesial dalam hidup
kita.

D. Martyn Lloyd-Jones: “Now here there is real value in Dr. Moffatt’s translation, ‘If you
only salute your friends, what is special about that?’ ... The Christian is essentially a unique
and special kind of person. ... The question which we must ask ourselves, then, if we want
to know for certain whether we are truly Christian or not, is this: Is there that about me
which cannot be explained in natural terms? Is there something special and unique about
me and my life which is never to be found in the non-Christian? ... As I examine my
activities, and look at my life in detail, can I claim for it that there is something about it
which cannot be explained in ordinary terms and which can only be explained in terms of
my relationship to the Lord Jesus Christ? Is there anything special about it? ... If God is your
Father, somewhere or another, in some form or other, the family likeness will be there, the
traces of your Parentage will inevitably appear” (= Di sini ada nilai yang nyata dari
terjemahan Dr. Moffatt: ‘Jika engkau hanya memberi salam kepada teman-temanmu, apa
yang spesial tentang hal itu?’ ... Orang Kristen secara hakiki adalah unik dan merupakan
jenis orang yang spesial. ... Maka pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri kita
sendiri, jika kita ingin tahu secara pasti apakah kita betul-betul orang Kristen atau tidak,
adalah ini: Apakah ada tentang aku dan hidupku yang tidak pernah ditemukan dalam diri
orang-orang yang non-Kristen? ... Pada saat aku memeriksa aktivitas-aktivitasku, dan
melihat pada kehidupanku secara terperinci, bisakah aku mengclaim untuknya bahwa di
sana ada sesuatu tentangnya yang tidak bisa dijelaskan dalam kondisi biasa, dan yang
hanya bisa dijelaskan dalam kondisi dari hubunganku dengan Tuhan Yesus Kristus? Apakah
ada hal yang spesial tentangnya? ... Jika Allah adalah Bapamu, di suatu tempat atau yang
lain, dalam satu bentuk atau bentuk yang lain, kemiripan keluarga akan ada di sana, jejak-
jejak dari Orang Tuamu pasti akan muncul) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal
312,314,320.

8) Apakah perintah ini menunjukkan kesalahan kekristenan, atau sebaliknya justru menunjukkan
benarnya kekristenan?

Perintah untuk mengasihi musuh ini sering menyebabkan kekristenan diserang oleh orang-orang
beragama lain, karena dianggap tidak masuk akal, dsb. Tetapi tentang ‘kasihilah musuhmu’ ini
Adam Clarke justru berkata:

“This is the most sublime precept ever delivered to man: a false religion durst not give a precept of this
nature, because, without supernatural influence, it must be for ever impracticable” (= Ini adalah
perintah yang paling mulia / luhur yang pernah diberikan kepada manusia: agama yang salah / palsu
tidak berani memberikan perintah seperti ini, karena, tanpa pengaruh supranatural, itu pasti tidak
akan bisa dipraktekkan untuk selama-lamanya) - hal 408.

John Stott: “Alfred Plummer summed up the alternatives with admirable simplicity: ‘To return evil for
good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine.’” (= Alfred Plummer
menyimpulkan pilihan-pilihan dengan kesederhanaan yang mengagumkan: ‘Membalas kebaikan
dengan kejahatan adalah seperti setan; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah manusiawi;
membalas kejahatan dengan kebaikan adalah ilahi’) - ‘The Message of the Sermon on The Mount’,
hal 122.

Kesimpulan / penutup.
Jelas bahwa tak seorangpun bisa mentaati perintah-perintah ini secara sempurna. Ini menunjukkan
adanya 2 hal yang harus kita lakukan:
1) Datang kepada Kristus untuk percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat kita, supaya
semua kekurangan / dosa kita berkenaan dengan hukum ini, ataupun dengan hukum-hukum
yang lain, bisa diampuni dan disucikan.

2) Bersandar kepada Tuhan dengan banyak berdoa supaya Ia memberikan kita kemauan dan
kemampuan untuk mentaati hukum-hukum ini.

MATIUS 6:1-6,16-18
Kalau dalam Mat 5:21-48 Tuhan Yesus menyerang ajaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
maka dalam Mat 6:1-18 Tuhan Yesus menyerang praktek / kehidupan dari ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi. Ajaran mereka yang salah menimbulkan praktek / kehidupan yang salah, dan
kedua-duanya diserang oleh Tuhan Yesus.

Schema / bagan Matius 6:1-18:

Mat 6:1 - thema.

Mat 6:2-4  contoh pertama: tentang memberi sedekah.

Mat 6:5-6  contoh kedua: tentang berdoa.

Mat 6:7-15 - tentang doa.

Mat 6:16-18  contoh ketiga: tentang berpuasa.

Jadi Mat 6:7-15 agak menyimpang dari fokus seluruh teks, dan karena itu akan dibahas secara
terpisah dalam pelajaran yang akan datang, sedangkan dalam pelajaran ini hanya akan dibahas
Mat 6:1-6,16-18.

Ay 1: “‘Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka,
karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga”.

1) Penekanan: jangan melakukan perbuatan baik untuk pamer!

Kata-kata ‘supaya dilihat’ dalam bahasa Yunaninya adalah THEATHENAI (= to be seen / untuk
dilihat). Kata ‘theater’ berasal dari kata Yunani tersebut. Jadi, kita tidak boleh menjadikan dunia
ini sebagai suatu theater / tempat pertunjukan untuk memamerkan kebaikan kita.

2) Kata-kata ‘kewajiban agama’ dalam bahasa Yunani adalah DIKAIOSUNE, yang seharusnya
berarti ‘kebenaran’.

NASB: ‘righteousness’ (= kebenaran).

NIV: ‘acts of righteousness’ (= tindakan-tindakan kebenaran).

3) Apakah Mat 6:1 ini bertentangan dengan Mat 5:16 - “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya
di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di
sorga.’”?

Mat 6:1 tidak bertentangan dengan Mat 5:16 karena Mat 6:1 melarang melakukan perbuatan
baik di depan manusia dengan motivasi untuk kemuliaan diri sendiri. Sedangkan Mat 5:16
menyuruh untuk menunjukkan perbuatan baik di depan manusia dengan motivasi supaya Tuhan
dipermuliakan.

4) Mat 6:1 ini tidak berarti ‘jangan pamer supaya kamu mendapat upah’.
Mat 6:1 hanya mengajarkan bahwa kalau kita memamerkan perbuatan baik kita maka kita tidak
akan mendapatkan upah. Upah / pahala adalah sesuatu yang aneh. Kalau kita melakukan
sesuatu yang baik dengan tujuan untuk mendapatkan upah / pahala, kita justru tidak akan
mendapat upah / pahala. Tetapi kalau kita melakukan sesuatu yang baik tanpa tujuan untuk
mendapatkan upah / pahala, kita justru akan mendapatkannya.

Ay 2-4: “(2) Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang
dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. (3) Tetapi jika engkau memberi
sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. (4) Hendaklah
sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan
membalasnya kepadamu.’”.

1) Contoh pertama ini mengecam tindakan ‘memamerkan pemberian sedekah’ dan ini bisa terlihat
dari:

a) Kata-kata ‘Janganlah engkau mencanangkan hal itu’ (ay 2).

NASB: ‘do not sound a trumpet before you’ (= janganlah membunyikan terompet di
depanmu).

NIV: ‘do not announce it with trumpets’ (= janganlah mengumumkannya dengan terompet).

Apakah peniupan terompet itu betul-betul dilakukan oleh orang-orang Farisi, atau itu hanya
sekedar merupakan ‘karikatur’ dari Tuhan Yesus tentang orang-orang Farisi, tidak terlalu jadi
soal. Bagaimanapun juga, arti bagian ini jelas, yaitu: tidak boleh pamer!

b) Tindakan seperti itu disebut sebagai tindakan ‘orang munafik’ (ay 2).

Kata yang diterjemahkan ‘orang munafik’ dalam bahasa Yunaninya adalah HUPOCHRITAI,
yang arti sebenarnya adalah aktor / pemain sandiwara. Jadi, orang yang memamerkan
kebaikannya oleh Tuhan Yesus disebut sebagai aktor / pemain sandiwara. Kelihatannya
mereka menolong orang, tetapi tujuan mereka adalah supaya mereka dipuji orang. Ini jelas
merupakan suatu sandiwara.

c) Kata-kata ‘Jangan diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu’ (ay 3).

Ini bisa diartikan bahwa terhadap orang yang paling dekatpun kita tidak boleh pamer.

Calvin: “By this expression he means that we ought to be satisfied with having God for our only
witness” (= Dengan ungkapan ini Ia memaksudkan bahwa kita harus puas dengan mempunyai
Allah sebagai satu-satunya saksi).

Tetapi, bahwa Tuhan Yesus menggunakan istilah ‘tangan kiri’ yang adalah anggota tubuh
kita sendiri, menunjukkan bahwa sebetulnya bukan saja terhadap orang yang dekat saja kita
tidak boleh pamer, tetapi terhadap diri kita sendiripun kita tak boleh pamer. Pamer terhadap
diri sendiri bisa dilakukan dengan mengingat-ingat kebaikan yang pernah dilakukan lalu
memuji diri sendiri dan sebagainya (bdk. Luk 18:12).

John Stott: “We are not to be self-conscious in our giving, for our self-consciousness will readily
deteriorate in self-righteousness” (= Kita tidak boleh sadar akan diri sendiri dalam memberi, karena
kesadaran akan diri sendiri akan dengan mudah memburuk menjadi sikap menganggap benar diri
sendiri).

John Stott: “Christian giving is to be marked by self sacrifice and self forgetfulness, not by self
congratulation” (= Pemberian Kristen harus ditandai dengan pengorbanan diri sendiri dan
pelupaan diri sendiri, bukan dengan pemberian selamat kepada diri sendiri).
2) Ay 3-4 tidak boleh dimutlakkan. Jadi, bagian ini tidak berarti bahwa kalau kita mau memberi
uang pada seorang pengemis, kita harus menunggu sampai pukul 12 malam dimana tidak ada
seorangpun bisa melihat pemberian sedekah itu. Ingat, penekanan bagian ini adalah tidak boleh
pamer dengan tujuan supaya dipuji. Jadi, bukan perahasiaannya yang ditekankan, tetapi
motivasi ingin dipujinya.

3) Kalau seseorang memberi sedekah dengan motivasi pamer, apa yang terjadi?

Ay 2: ‘mereka sudah mendapat upahnya’.

Kata-kata ‘mereka sudah mendapat’ dalam bahasa Yunaninya adalah APECHOUSIN (APECHO)
yang merupakan istilah perdagangan dan artinya adalah ‘sudah menerima sepenuhnya (bukan
hanya menerima uang muka) dan memberikan tanda terima untuk itu’.

NASB: ‘they have their reward in full’ (= mereka mendapatkan pahala mereka sepenuhnya).

NIV: ‘they have received their reward in full’ (= mereka telah menerima pahala mereka
sepenuhnya).

Jadi, pujian manusia yang mereka dapatkan adalah upah / pahala mereka sepenuhnya,
sehingga selanjutnya tidak ada lagi upah / pahala dari Allah.

4) Sebaliknya, kalau seseorang memberi sedekah secara tersembunyi (bukan untuk pamer), maka
ia akan mendapat upah / pahala dari Allah. Tidak ada manusia yang tahu kebaikannya, tetapi
Allah tahu dan akan memberinya upah / pahala. Upah / pahala dari Allah bisa diberikan di surga,
tetapi bisa juga dalam hidup di dunia berupa kepuasan, damai, sukacita dan sebagainya.

Ay 5-6: “(5) ‘Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya,
supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
(6) Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu
yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya
kepadamu”.

Penekanan dari contoh kedua ini adalah: jangan berdoa dengan tujuan pamer.

Jadi, bagian ini tidak berarti bahwa:

 kita tidak boleh berdoa sambil berdiri pada waktu ada di tempat ibadah / gereja (bdk. ay 5).

 kita tidak boleh berdoa di tikungan jalan raya (bdk. ay 5).

 kalau mau berdoa harus di dalam kamar dan pintu harus ditutup (bdk. ay 6).

 kalau berdoa tidak boleh diketahui orang lain sama sekali.

Dari kehidupan Tuhan Yesus kita melihat bahwa:

 Ia tidak selalu berdoa dalam kamar (bdk. Mark 1:35 Mat 26:36-46).

 Ia kadang-kadang berdoa di depan banyak orang (bdk. Luk 3:21 Luk 23:34 Yoh 11:41-42).

Ingat bahwa bagian ini tidak mengajar dimana kita boleh / tidak boleh berdoa, juga tidak
menekankan perahasiaan doa, tetapi menekankan bahwa kita tidak boleh memamerkan doa
dengan tujuan supaya dipuji manusia.

Penerapan:
 kalau tidak ada orang, kita tidak berdoa waktu makan. Tetapi kalau ada orang-orang kristen di
sekitar kita, kita lalu berdoa waktu mau makan.

 senang memimpin doa di depan banyak orang, supaya bisa menunjukkan ‘kehebatannya’ dalam
berdoa.

 pada waktu memimpin doa, membuat kalimat-kalimat indah, supaya dianggap hebat. Kalau
orang yang memimpin doa ini memang seseorang yang berjiwa puitis, dan doanya menunjukkan
hal itu, itu tentu tidak salah. Jadi sekali lagi saya tekankan, yang dipersoalkan dalam larangan
ini adalah motivasi pamernya.

Ay 16-18: “(16) ‘Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka
mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. (17) Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah
kepalamu dan cucilah mukamu, (18) supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa,
melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu.’”.

1) Bagian ini menunjukkan bahwa orang Kristen harus berpuasa. Ini bisa terlihat dari:

a) ‘kebenaran’ / ‘kewajiban agama’ (ay 1) diberi 3 contoh yaitu memberi sedekah (ay 2-4), berdoa
(ay 5-6), berpuasa (ay 16-18). Kalau memberi sedekah itu diharuskan, berdoa juga
diharuskan, bisakah kita bayangkan bahwa contoh yang ke 3, yaitu berpuasa, tidak
diharuskan dan bahkan tidak perlu dilakukan?

b) Dalam Mat 6:2,5,16 kata ‘apabila’ terjemahan Inggrisnya adalah ‘when’ (= pada waktu),
bukan ‘if’ (= jika). Kalau digunakan ‘if you fast’ / ‘jika engkau berpuasa’ maka itu berarti bahwa
Tuhan Yesus menganggap bahwa belum tentu orang-orang yang diajar itu akan berpuasa.
Tetapi penggunaan ‘when you fast’ / ‘pada waktu engkau berpuasa’ menunjukkan bahwa
Tuhan Yesus menganggap bahwa mereka pasti akan berpuasa.

Apa yang sampai saat ini tidak saya mengerti adalah: kapan dan untuk apa kita harus berpuasa.
Ada banyak khotbah, pengajaran, dan buku yang membahas hal ini, tetapi menurut saya
semuanya tidak bisa memberikan dasar Kitab Suci yang meyakinkan.

2) Contoh ketiga ini menekankan bahwa kita tidak boleh memamerkan puasa.

Cara orang-orang Yahudi memamerkan puasa adalah dengan membuat mukanya suram /
mengubah air muka dengan sengaja (mungkin supaya orang yang melihatnya lalu bertanya
sehingga mereka bisa menjelaskan). Tuhan Yesus memerintahkan mereka melakukan ay 17.
Ini bukan sesuatu yang aneh tetapi sesuatu yang mereka lakukan sehari-hari.

3) Kalau mereka berpuasa untuk pamer, mereka mendapat upah sepenuhnya berupa pujian
manusia, tidak ada lagi upah dari Allah.

3 hal di atas tadi (memberi sedekah, berdoa, berpuasa) hanya contoh. Tentu saja dalam semua
perbuatan baik kita tidak boleh pamer. Misalnya:

 dalam melakukan pelayanan.

 dalam memberitakan Injil.

 dalam belajar Firman Tuhan.

 dalam ketaatan terhadap Firman Tuhan.

 khususnya dalam memberi persembahan di gereja.


Karena itu kalau saudara memberikan persembahan, janganlah menuliskan nama terang, tetapi
pakailah kode / nama samaran. Sedangkan untuk gereja, janganlah menuliskan nama terang
dari orang yang memberikan persembahan dalam warta tertulis / lisan. Sekalipun orangnya
menuliskan nama terang, pada warta tertulis / lisan, tuliskan singkatan saja!

Sekalipun sebetulnya bukan perahasiaannya yang ditekankan, tetapi motivasi pamernya, tetapi
kalau hal itu diketahui oleh orang-orang, itu dengan mudah bisa memicu kesombongan dalam
diri saudara. Mungkin karena itulah, sekalipun penekanannya adalah pada motivasi pamernya,
tetapi perahasiaannya tetap diberikan dalam ketiga contoh ini (ay 3-4,6,18). Jadi, kecuali ada
tujuan positif, maka rahasiakanlah semua perbuatan baik saudara!

MATIUS 6:7-15
Ay 7-8: “(7) Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak
mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. (8) Jadi
janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu
minta kepadaNya”.

Ay 7: ‘janganlah kamu bertele-tele’.

Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan ‘bertele-tele’ adalah kata yang unik yang tidak dijumpai di
tempat lain. Karena itu kata itu tidak diketahui dengan tepat terjemahannya.

NASB: ‘do not use meaningless repetition’ (= janganlah menggunakan pengulangan yang tidak
mempunyai arti).

NIV: ‘do not keep up babbling’ (= janganlah terus menerus mengoceh).

RSV: ‘do not heap up empty phrases’ (= janganlah menumpuk ungkapan-ungkapan yang kosong).

KJV: ‘use not vain repetitions’ (= janganlah menggunakan pengulangan yang sia-sia).

Banyak penafsiran tentang hal ini:

 doa yang dipanjang-panjangkan (bdk. ay 7: ‘banyaknya kata-kata’. Calvin menganggap kata ini
berarti ‘pembicaraan yang tidak berarti’).

 doa yang isinya kalimat-kalimat yang sama diulang-ulang, padahal kalimatnya tidak berarti.

 doa yang hanya dengan bibir / lidah, tetapi tidak dengan hati.

 doa dengan tujuan memberi informasi kepada Tuhan (bdk. ay 8).

Contoh:

 Kis 19:34 - “Tetapi ketika mereka tahu, bahwa ia adalah orang Yahudi, berteriaklah mereka bersama-
sama kira-kira dua jam lamanya: ‘Besarlah Artemis dewi orang Efesus!’”.

 1Raja 18:25-29 - “Kemudian Elia berkata kepada nabi-nabi Baal itu: ‘Pilihlah seekor lembu dan
olahlah itu dahulu, karena kamu ini banyak. Sesudah itu panggillah nama allahmu, tetapi kamu tidak
boleh menaruh api.’ Mereka mengambil lembu yang diberikan kepada mereka, mengolahnya dan
memanggil nama Baal dari pagi sampai tengah hari, katanya: ‘Ya Baal, jawablah kami!’ Tetapi tidak
ada suara, tidak ada yang menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di sekeliling mezbah
yang dibuat mereka itu. Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya: ‘Panggillah
lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian;
barangkali ia tidur, dan belum terjaga.’ Maka mereka memanggil lebih keras serta menoreh-noreh
dirinya dengan pedang dan tombak, seperti kebiasaan mereka, sehingga darah bercucuran dari tubuh
mereka. Sesudah lewat tengah hari, mereka kerasukan sampai waktu mempersembahkan korban
petang, tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab, tidak ada tanda perhatian”.

 doa rosario dalam Katolik.

 doa Bapa Kami dalam kebaktian, sekalipun tidak selalu, tetapi sering menjadi doa seperti itu.

Untuk mengatasi kesalahan seperti ini, lalu dikatakan ay 8: “Jadi janganlah kamu seperti mereka,
karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepadaNya”.

Kalau begitu apa gunanya doa? Calvin mengatakan bahwa orang kristen berdoa bukan untuk
memberi informasi kepada Tuhan tentang hal-hal yang tidak diketahuiNya, atau untuk
mendorongNya untuk melakukan kewajibanNya, atau untuk mendesak Dia untuk melakukan
sesuatu yang segan dilakukanNya. Orang kristen berdoa supaya:

 mereka menggerakkan diri mereka sendiri untuk mencari Dia.

 mereka bisa mempraktekkan iman pada janji-janjiNya.

 mereka bisa menenangkan kekuatiran mereka dengan mencurahkannya kepada Tuhan.

 mereka bisa menyatakan bahwa hanya dari Dia saja mereka mengharapkan hal-hal yang baik,
baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

Calvin: “We must, ... maintain both of these truths, that He freely anticipates our wishes, and yet that we
obtain by prayer what we ask” (= Kita harus, mempertahankan kedua kebenaran ini, bahwa Ia dengan
bebas mengantisipasi / mendahului keinginan-keinginan kita, tetapi sekalipun demikian kita mendapatkan
melalui doa apa yang kita minta) - hal 314.

Ay 9-15: “(9) Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu, (10)
datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga. (11) Berikanlah kami pada hari ini
makanan kami yang secukupnya (12) dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga
mengampuni orang yang bersalah kepada kami; (13) dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan
kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.] (14) Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang,
Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. (15) Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang,
Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.’”.

Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13).

1) Doa ini juga ada dalam Injil Lukas, yaitu dalam Luk 11:2-4 - “(2) Jawab Yesus kepada mereka:
‘Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah namaMu; datanglah KerajaanMu. (3)
Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya (4) dan ampunilah kami akan dosa kami,
sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami
ke dalam pencobaan.’”.

Calvin mengatakan bahwa tidak ada kepastian apakah Yesus mengajar Doa Bapa Kami ini
hanya satu kali atau dua kali. Ada orang yang menganggap dua kali, karena dalam Matius Yesus
mengajarkan tanpa diminta sedangkan dalam Lukas Yesus mengajarkan setelah diminta. Tetapi
Calvin mengatakan bahwa mungkin saja Matius tidak menceritakan tentang permintaan itu.

2) Dalam Lukas, Tuhan Yesus mengajarkan doa ini atas permintaan murid-murid.

Luk 11:1 - “Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa,
berkatalah seorang dari murid-muridNya kepadaNya: ‘Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang
diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.’”.
Kita memang perlu meminta agar Tuhan mengajar kita berdoa. Bandingkan dengan Ro 8:26-
27 - “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana
sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan
yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu
bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus”.

Karena itu, merupakan sesuatu yang penting untuk memulai doa kita dengan permintaan:
‘Tuhan, tolong pimpin aku supaya bisa berdoa sesuai dengan kehendakMu’.

3) Tujuan pemberian Doa Bapa Kami.

a) Doa Bapa Kami diberikan bukan dengan tujuan untuk didoakan kata demi kata.

Calvin: “Christ does not enjoin his people to pray in a prepared form of words” (= Kristus tidak
memerintahkan umatNya untuk berdoa dengan suatu bentuk / susunan kata-kata yang sudah
disiapkan) - hal 316.

Pada catatan kakinya diberikan terjemahan yang lain, dimana dikatakan:

“Christ does not command his people to adhere to certain words” (= Kristus tidak memerintahkan
umatNya untuk berpegang pada kata-kata tertentu) - hal 316 (footnote).

Calvin melanjutkan:

“It was not the intention of the Son of God ... to prescribe the words which we must use, so as not
to leave us at liberty to depart from the form which he has dictated” (= Bukanlah merupakan
maksud dari Anak Allah ... untuk menentukan kata-kata yang harus kita gunakan, sehingga tidak
memberikan kita kebebasan untuk menyimpang dari bentuk yang telah Ia diktekan / perintahkan)
- hal 316.

Jadi, menurut Calvin (dan saya setuju dengan dia), tujuan Yesus dalam memberikan Doa
Bapa Kami bukanlah untuk didoakan kata demi kata seperti yang dilakukan oleh banyak
gereja-gereja Protestan dan Katolik.

Bukti / alasan dari pandangan ini:

1. Ay 9: ‘berdoalah demikian’.

RSV: ‘Pray then like this’ (= Maka berdoalah seperti ini).

NASB: ‘pray, then, in this way’ (= Maka, berdoalah dengan cara ini).

KJV: ‘After this manner therefore pray ye’ (= Karena itu, berdoalah menurut cara ini).

Tidak dikatakan ‘pray in these words’ (= berdoalah dengan kata-kata ini).

Jadi, kita tidak harus berdoa persis seperti itu kata demi kata.

2. Doa Bapa Kami dalam Mat 6:9-13 berbeda dengan Luk 11:2-4. Mengapa? Ada 2
kemungkinan:

 Luk 11:2-4 adalah singkatan dari Mat 6:9-13.

 Tuhan Yesus mengajar lebih dari satu kali dan bentuknya berbeda.

Yang manapun yang benar dari 2 kemungkinan ini, tidak terlalu jadi soal. Tetapi ini jelas
menunjukkan bahwa kita tidak harus berdoa persis seperti itu, karena kalau kita memang
harus berdoa seperti itu kata demi kata, maka tidak mungkin bisa ada 2 versi!
b) Doa Bapa Kami diberikan sebagai contoh / model doa, tentang apa yang seharusnya kita
minta dalam doa.

Calvin: “Christ ... only points out what ought to be the object of all our wishes and prayers” (=
Kristus ... hanya menunjukkan apa yang seharusnya merupakan obyek dari semua keinginan dan
doa kita) - hal 316.

Calvin: “His intention rather was, to guide and restrain our wishes, that they might not go beyond
those limits” (= MaksudNya adalah, untuk memimpin dan mengekang keinginan-keinginan kita,
supaya tidak melampaui batas) - hal 316.

4) Doa Bapa Kami bukan mantera.

Gereja Katolik menggunakan Doa Bapa Kami, doa Salam Maria dan sebagainya sebagai
semacam mantera (harus berdoa tiga kali dan sebagainya). Ini tidak pernah diajarkan dalam
Kitab Suci.

5) Arti Doa Bapa Kami.

a) ‘Bapa kami yang di surga’ (ay 9).

1. Pada permulaan doa, bahkan sebelum doa, kita harus sadar kepada siapa kita berbicara.
Kita berbicara bukan sekedar kepada manusia biasa tetapi kepada Bapa yang di surga!

2. Kata ‘Bapa’ menunjukkan hubungan yang dekat, kasihNya dan sebagainya.

Kalau saudara tidak yakin bahwa Allah adalah Bapa saudara, atau bahwa saudara
adalah anakNya, maka sebetulnya saudara tidak layak untuk berdoa kepadaNya. Jadi,
percayalah dahulu kepada Yesus, supaya saudara menjadi anak Allah (Yoh 1:12), dan
barulah saudara boleh berdoa kepadaNya. Juga kalau saudara memberikan counseling
kepada orang kafir / orang kristen KTP yang sedang menderita, terkena musibah dsb,
jangan menyuruh dia berdoa kalau ia belum percaya kepada Kristus. Itu tidak ada
gunanya. Memang kadang-kadang Tuhan bisa mendengar dan mengabulkan doa dari
orang yang belum percaya kepadaNya (mungkin dengan tujuan supaya orang itu mau
percaya), tetapi pada umumnya Ia tidak mau mendengarkan doa orang yang bukan
anakNya!

Calvin: “as it would be the folly and madness of presumption, to call God our Father, except
on the ground that, through our union to the body of Christ, we are acknowledged as his
children, we conclude, that there is no other way of praying aright, but by approaching God
with reliance on the Mediator” (= sebagaimana merupakan kelancangan yang bodoh dan gila
untuk menyebut Allah Bapa kita, kecuali atas dasar bahwa melalui persatuan kita dengan
tubuh Kristus, kita diakui sebagai anak-anakNya, kami menyimpulkan bahwa tidak ada jalan
lain untuk berdoa dengan benar, kecuali dengan mendekati Allah dengan bersandar pada sang
Pengantara) - hal 317-318.

Bdk. 1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah
dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.

3. Kata ‘di surga’ bukan menekankan ‘tempat dari Allah’ tetapi menekankan keilahian,
otoritas, kuasa dari Allah. Ia berbeda dengan yang lain!

4. Kata ‘di surga’ tidak berarti bahwa Allah hanya ada di surga (bdk. 2Taw 2:6 - “... langit,
bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Dia”). Ini hanya
merupakan suatu penghormatan.
5. Kata-kata ‘Bapa’ dan ‘yang di surga’ harus ditekankan secara seimbang. Kalau hanya
ditekankan ‘Bapa’ kita akan datang kepada Dia dengan kurang ajar / tidak hormat. Kalau
hanya ditekankan ‘di surga’, kita akan takut datang kepada Dia.

b) ‘Dikuduskanlah namaMu’ (ay 9).

‘Nama Allah’ berarti ‘diri Allah’ sendiri. Ini terlihat dari banyak ayat seperti:

 Maz 9:11 - “Orang yang mengenal namaMu percaya kepadaMu, sebab tidak Kautinggalkan
orang yang mencari Engkau, ya TUHAN”.

 Yoh 17:6,26 - “(6) Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan
kepadaKu dari dunia. Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu
dan mereka telah menuruti firmanMu. ... (26) dan Aku telah memberitahukan namaMu
kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan
kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.’”.

Ini adalah suatu doa supaya Allah dihormati / dimuliakan dan diakui oleh manusia.

Calvin berkata bahwa kebalikan dari ini adalah pada waktu manusia berbicara tentang Allah
tanpa rasa hormat kepadaNya.

Calvin: “the highest dishonour that can be done to him is unbelief and contempt of his word” (=
sikap tidak hormat tertinggi yang bisa dilakukan terhadap Dia adalah ketidak-percayaan dan sikap
jijik / menghina / memandang rendah terhadap firmanNya) - hal 319.

c) ‘Datanglah kerajaanMu’ (ay 10).

Ini adalah suatu doa supaya Allah memerintah. Memang Allah sudah memerintah, tetapi ada
banyak orang yang tidak mengakuiNya sebagai Raja. Kita berdoa supaya orang-orang itu
mau mengakuiNya sebagai Raja.

Ini tidak berarti kita hanya perlu berdoa seperti ini dan tidak perlu memberitakan Injil. Kita
harus berdoa dan bekerja! Jadi, kita harus berdoa supaya semua orang mau tunduk pada
pemerintahan Allah, tetapi kita juga harus memberitakan Injil / Firman Tuhan supaya semua
orang bisa percaya dan tunduk kepada Kristus.

Calvin mengatakan (hal 320) bahwa tanpa pekerjaan Roh Kudus, maka pemberitaan Firman
Tuhan tidak akan ada gunanya. Jadi keduanya harus digabungkan supaya Kerajaan Allah
bisa ditegakkan. Karena itu kita berdoa supaya Allah bekerja, baik melalui firmanNya
maupun RohNya, supaya seluruh dunia tunduk kepadaNya.

d) ‘Jadilah kehendakMu’ (ay 10).

Istilah ‘kehendak Allah’ bisa menunjuk pada rencana kekalNya yang pasti akan terlaksana,
tetapi bisa juga menunjuk pada firmanNya.

Dalam arti yang pertama, ini merupakan suatu pernyataan bahwa kita mau menerima
kehendak Allah (bdk. Mat 26:42).

Dalam arti yang kedua, ini adalah suatu doa supaya firman / hukum-hukum Allah ditaati.
Kalimat selanjutnya dari Doa Bapa Kami ini menunjukkan bahwa di surga malaikat-malaikat
sudah mentaati Allah, dan kita berdoa supaya di bumi hal itu juga terjadi.

e) ‘Di bumi seperti di surga’ (ay 10).

Kalimat ini berhubungan bukan hanya dengan kalimat ke 4 di atas, tetapi berhubungan
dengan kalimat ke 2, ke 3, ke 4.
Di surga hal-hal tersebut di atas (no 2-4) sudah terjadi. Kita berdoa supaya hal-hal tersebut
juga terjadi di bumi.

Orang-orang Saksi Yehovah menafsirkan bahwa ini menunjuk pada bumi yang akan
disempurnakan (Firdaus), yang akan menjadi tempat tinggal dari orang-orang yang
diselamatkan, selain dari 144.000 orang yang masuk surga. Ini jelas merupakan penafsiran
yang sesat.

f) ‘Berikanlah kepada kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya’ (ay 11).

1. Kata ‘makanan’ secara hurufiah adalah ‘roti’.

NASB: ‘Give us this day our daily bread’ (= Berilah kami hari ini roti harian kami).

 Ada yang menganggap bahwa dengan ‘roti / makanan’ di sini bukanlah betul-betul
roti / makanan karena mereka menganggap permintaan seperti itu terlalu duniawi.
Mereka lalu menafsirkan ‘roti’ sebagai Firman Tuhan / Perjamuan Kudus. Tetapi ini
salah! Allah memang juga memperhatikan kebutuhan jasmani kita (bdk. Yoh 6:5 -
“Ketika Yesus memandang sekelilingNya dan melihat, bahwa orang banyak berbondong-
bondong datang kepadaNya, berkatalah Ia kepada Filipus: ‘Di manakah kita akan membeli
roti, supaya mereka ini dapat makan?’”).

 Calvin menganggap bahwa kata ‘roti’ mencakup segala macam makanan, dan
bahkan segala kebutuhan jasmani kita.

2. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘yang secukupnya’ dalam Kitab Suci Indonesia, oleh
NASB diterjemahkan ‘daily’ (= harian) adalah EPIOUSION.

Calvin menafsirkan bahwa arti dari kata ini adalah ‘terus menerus’. Jadi, karena kita tiap
hari mempunyai kebutuhan jasmani, maka kita meminta supaya setiap hari Tuhan
memberikan kebutuhan kita secara terus menerus / tanpa terputus.

Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan bahwa kata ini tidak pernah muncul di
bagian lain dari Kitab Suci kita, dan bahkan juga tidak dalam tulisan-tulisan non kristen,
sehingga sukar diketahui artinya. Ia sendiri menganggap bahwa arti dari kata itu adalah
‘yang secukupnya’ (seperti terjemahan Kitab Suci Indonesia). Tetapi sebetulnya
terjemahan ‘daily’ (= harian) dari NASB juga memberikan arti yang tidak terlalu berbeda.

Jadi kata ini mengajarkan kita untuk tidak meminta secara serakah. Mintalah apa yang
benar-benar dibutuhkan. Bdk. Amsal 30:8-9 - “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan
kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati
makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan
berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama
Allahku”.

3. Bukan hanya orang miskin, tetapi orang kayapun juga harus menaikkan doa seperti ini.
Mengapa? Karena kita sepenuhnya tergantung kepada Tuhan dan segala kekayaan bisa
hilang dalam sekejap (bdk. Ayub).

Calvin: “unless God feed us daily, the largest accumulation of the necessaries of life will be of
no avail. Though we may have abundance of corn, and wine, and every thing else, unless they
are watered by the secret blessing of God, they will suddenly vanish, or we will be deprived of
the use of them, or they will lose their natural power to support us, so that we shall famish in
the midst of plenty” (= kecuali Allah memberi kita makan setiap hari, pengumpulan yang
terbesar dari kebutuhan-kebutuhan hidup akan sia-sia / tak berguna. Sekalipun kita
mempunyai jagung dan anggur dan segala sesuatu yang lain berlimpah-limpah, kecuali semua
itu diairi oleh berkat rahasia dari Allah, mereka akan lenyap dengan tiba-tiba, atau kita tidak
akan bisa menggunakannya, atau mereka akan kehilangan kekuatan alamiahnya untuk
menopang kita, sehingga kita akan kelaparan / mati kelaparan di tengah-tengah kelimpahan)
- hal 324-325.

Calvin: “A certain man has abundant wine and grain. Since he cannot enjoy a single morsel of
bread apart from God’s continuing favor, his wine and granaries will not hinder him from
praying for his daily bread” (= Seorang tertentu mempunyai anggur dan padi / gandum
berlimpah-limpah. Karena ia tidak bisa menikmati sepotong kecil rotipun terpisah dari
kemurahan / kebaikan hati yang terus menerus dari Allah, anggur dan lumbung-lumbungnya
tidak menghalangi dia untuk berdoa untuk roti hariannya) - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book III, Chapter XX, No 7.

Bdk. Maz 104:27-28 - “(27) Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada
waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya, mereka memungutnya; apabila Engkau
membuka tanganMu, mereka kenyang oleh kebaikan”.

4. Adanya doa ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu bekerja (bdk. 2Tes 3:10b - “jika seorang
tidak mau bekerja, janganlah ia makan”).

Sebaliknya, kalau kita bekerja, dan bisa mendapatkan makanan, kita tidak boleh
sombong dan menganggap bahwa kita bisa mencukupi kebutuhan kita sendiri. Pekerjaan
kita, kalau bukan karena berkat Tuhan, tidak akan ada hasilnya / gunanya.

Calvin: “The fields must, no doubt, be cultivated, labour must be bestowed on gathering the
fruits of the earth, and every man must submit to the toil of his calling, in order to procure food.
But all this does not hinder us from being fed by the undeserved kindness of God, without which
men might waste their strength to no purpose. We are thus taught, that what we seem to have
acquired by our own industry is his gift” (= Tidak diragukan bahwa ladang-ladang harus
diusahakan / ditanami, jerih payah harus diberikan untuk mengumpulkan buah-buah dari
bumi, dan setiap orang harus bekerja sesuai panggilannya, untuk mendapatkan makanan.
Tetapi semua ini tidak menghalangi diri kita untuk diberi makan oleh kebaikan yang tidak layak
kita dapatkan dari Allah, tanpa mana orang-orang akan menghabiskan kekuatan mereka tanpa
ada gunanya. Maka kita diajar bahwa apa yang kelihatannya kita dapatkan oleh kerajinan kita
adalah pemberianNya) - hal 325.

g) ‘Dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah
kepada kami’ (ay 12).

 Kata ‘kesalahan’ seharusnya adalah ‘hutang’ (Inggris: ‘debts’). Luk 11:4 menggunakan
istilah ‘dosa’ (Yunani: HAMARTIA). Dosa memang adalah suatu hutang (bdk. Luk 7:36-
50)!

 Ini merupakan doa pengakuan dosa, dan ini adalah sesuatu yang penting sekali. Dosa
merusak persekutuan dengan Allah, menghalangi doa kita sehingga tidak bisa mencapai
Allah (Yes 59:1-2), menghalangi berkat Tuhan, menarik kepada dosa lain,
menghancurkan damai dan sebagainya, dan karena itu dosa harus dibereskan
secepatnya. Calvin beranggapan (hal 326) bahwa kita harus memulai doa kita dengan
pengakuan dosa.

 Jangan beranggapan bahwa semua orang mempunyai hak untuk meminta ampun atas
dosa-dosanya! Kata pertama dalam Doa Bapa Kami ini adalah ‘Bapa’. Ini menunjukkan
bahwa yang boleh meminta ampun atas dosa-dosanya adalah ‘anak-anak Allah’ saja,
yaitu orang-orang yang percaya kepada Yesus (Yoh 1:12).

 ‘seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami’.


Bagian ini diperluas dalam ay 14-15 - “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang,
Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni
orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.’” (bdk. Mat 18:22-35).

Ini tidak boleh diartikan bahwa pengampunan yang kita berikan menyebabkan kita
diampuni. Iman kita yang menyebabkan kita diampuni, tetapi iman harus dibuktikan
dengan maunya kita mengampuni orang lain.

Calvin: “This condition is added, that no one may presume to approach God and ask
forgiveness, who is not pure and free from all resentment. And yet the forgiveness, which we
ask that God would give us, does not depend on the forgiveness which we grant to others: ...
Christ did not intend to point out the cause, but only to remind us of the feelings which we
ought to cherish towards brethren, when we desire to be reconciled to God” (= Syarat ini
ditambahkan, supaya tak seorangpun berani mendekati Allah dan meminta pengampunan,
jika ia tidak murni dan bebas dari semua kemarahan / kebencian. Tetapi pengampunan yang
kita minta Allah berikan kepada kita, tidak tergantung pada pengampunan yang kita berikan
kepada orang-orang lain: ... Kristus tidak bermaksud untuk menunjukkan penyebabnya, tetapi
hanya mengingatkan kita tentang perasaan yang harus kita pelihara terhadap saudara-saudara
kita, pada waktu kita ingin diperdamaikan dengan Allah) - hal 327.

 Kita minta ampun langsung kepada Bapa. Pengantara kita adalah Yesus Kristus
(1Tim 2:5), bukan pendeta, pastor dan sebagainya. Bandingkan dengan orang Katolik
yang mengaku dosa kepada pastor!

 Satu pertanyaan yang dibahas oleh Calvin adalah: pemberesan dosa tentu lebih penting
dari makanan. Lalu mengapa doa tentang makanan didahulukan dari pada doa tentang
pengakuan / pengampunan dosa? Calvin menjawab:

“Though the forgiveness of sins is to be preferred to food, as far as the soul is more valuable
than the body, yet our Lord commenced with bread and the supports of an earthly life, that
from such a beginning he might carry us higher” (= Sekalipun pengampunan dosa harus lebih
didahulukan dari makanan, sebagaimana jiwa lebih berharga dari tubuh, tetapi Tuhan kita
mulai dengan roti dan penopang dari kehidupan duniawi, supaya dari permulaan seperti itu Ia
bisa membawa kita lebih tinggi) - hal 322.

h) ‘Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang
jahat’ (ay 13)

Ada 2 problem dengan kalimat ini:

1. Allah tidak mencobai kita (Yak 1:13). Lalu untuk apa kita doa seperti itu?

2. Pencobaan bermanfaat bagi kita (Yak 1:2-4 - “(2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai
suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, (3) sebab kamu
tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (4) Dan biarkanlah
ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan
tak kekurangan suatu apapun”). Lalu mengapa kita minta supaya terhindar dari
pencobaan?

Jawab:

 Pencobaan di sini adalah pencobaan di dalam hati / pikiran. Kita tidak minta dijauhkan
dari pencobaan dari luar karena ini membawa kebaikan. Kita minta dihindarkan dari
pencobaan di dalam karena ini adalah dosa.

 Ini bukan permintaan supaya terhindar dari pencobaan / tidak terkena pencobaan, tetapi
permintaan supaya tidak jatuh ke dalam dosa pada waktu menghadapi pencobaan. Jadi,
ini adalah suatu permintaan supaya Tuhan tidak mengijinkan kita untuk mendapatkan
pencobaan yang akan menjatuhkan kita dalam dosa.

i) ‘Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.
Amin’ (ay 13b).

Bagian ini diperdebatkan keasliannya dan karena itu bagian ini diletakkan di dalam tanda
kurung tegak. Memang kalau tidak ada kalimat ini, doa Bapa Kami ini menjadi ‘aneh’, karena
terhenti secara tiba-tiba. Tetapi bagaimanapun juga, Luk 11:2-4 juga tidak memiliki bagian
itu. Disamping itu, untuk Mat 6:9-13, manuscript-manuscript yang kuno tidak memiliki kalimat
itu dan manuscript-manuscript yang memiliki kalimat itu, kalimatnya bervariasi / berbeda satu
dengan yang lain.

Kesimpulan: kalimat ini tidak ada dalam aslinya!

6) Peninjauan terhadap Doa Bapa Kami secara keseluruhan.

a) Ay 9-10: 3 permintaan untuk kemuliaan Allah.

Ay 11-13: 3 permintaan untuk diri sendiri.

Jadi, dalam doa kemuliaan Allah harus lebih diutamakan dari kepentingan diri sendiri, tetapi
permintaan untuk diri sendiri tetap tidak boleh diabaikan.

Calvin: “in prayer Christ enjoins us to consider and seek the glory of God, and, at the same time,
permits us to consult our own interest” (= dalam doa, Kristus memerintahkan kita untuk
memikirkan dan mencari kemuliaan Allah, dan pada saat yang sama, mengijinkan kita untuk
mempertimbangkan / mengingat kepentingan kita sendiri) - hal 316.

Calvin: “we must not be so exclusively occupied with what is advantageous to ourselves, as to
omit, in any instance, to give the first place to the glory of God” (= kita tidak boleh sibuk / dipenuhi
semata-mata dengan apa yang menguntungkan diri kita sendiri, sehingga menghapuskan, dalam
keadaan apapun, untuk memberikan tempat pertama bagi kemuliaan Allah) - hal 322.

Karena itu, tentu saja kalau kepentingan kita sendiri bertentangan dengan kemuliaan Allah,
maka kemuliaan Allahlah yang harus kita cari / doakan!

b) Bagian yang untuk diri sendiri (ay 11-13) terdiri dari permintaan yang bersifat jasmani dan
rohani. Kedua-duanya perlu dalam hidup kita! Kalau saudara berdoa apakah saudara
meminta hanya hal-hal yang bersifat jasmani saja? Atau sebaliknya saudara hanya meminta
hal-hal yang bersifat rohani saja? Mintalah kedua-duanya!

Dalam doa Bapa Kami ini permintaan untuk jasmani didahulukan. Ini tidak berarti bahwa
jasmani lebih penting dari rohani.

Mark 2:1-12 - Yesus mengampuni dosa dahulu, baru menyembuhkan penyakit orang itu.

Mat 16:26 - “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan
apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?”.

1Tim 4:7-8 - “Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah.
Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung
janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.

c) Masa lampau, sekarang, dan yang akan datang, tercakup dalam doa ini.

Ay 11: ‘hari ini’. Ini masa sekarang.


Ay 12: tentang kesalahan / dosa. Ini menunjuk pada masa lampau.

Ay 13: tentang pencobaan. Ini menunjuk pada masa yang akan datang.

Jadi, seluruh hidup diserahkan kepada Tuhan dalam doa.

d) Allah Tritunggal merupakan obyek dari doa kita.

Ay 11: minta makanan. Ini menunjuk kepada Bapa.

Ay 12: minta ampun. Ini menunjuk kepada Yesus.

Ay 13: minta tolong dalam menghadapi pencobaan. Ini menunjuk kepada Roh Kudus.

Jadi, dalam doa, kita minta supaya Allah Tritunggal campur tangan dalam hidup kita.

MATIUS 6:19-34

Kalau Mat 6:1-18 menangani hidup pribadi kita, maka Mat 6:19-34 menangani hidup kita
dalam hubungannya dengan orang banyak (mencari uang).

Kalau Mat 6:1-18 mengurus hal-hal yang bersifat ‘agama / rohani’ (sedekah, doa, puasa),
maka Mat 6:19-34 mengurus hal-hal yang bersifat ‘duniawi’ (cari uang).

Catatan: sebetulnya di hadapan Allah segala tindakan kita (termasuk cari uang) adalah yang
bersifat rohani!

Ay 19-24.

Ay 19: ‘Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi’.

Ini tidak berarti bahwa:

1) Kita tidak boleh bekerja mencari uang.

Kitab Suci bahkan mengharuskan kita bekerja.


Amsal 6:6-11 - “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah
bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan
rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas,
berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? ‘Tidur
sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal
berbaring’ - maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan
kekurangan seperti orang yang bersenjata”.

Amsal 30:25 - “semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di
musim panas”.

2Tes 3:6-11 - “Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan
Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan
pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami. Sebab
kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai
bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha
dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara
kamu. Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau
menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti. Sebab, juga waktu kami
berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau
bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang
tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak
berguna”.

Tit 3:14 - “Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik
untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak
berbuah”.

2) Orang Kristen tidak boleh kaya. Abraham, Ayub adalah orang kaya!

Jadi, arti ay 19 adalah:

a) Kita tak boleh mengumpulkan harta demi harta itu sendiri. Bdk. Luk 12:16-21.

b) Kita tak boleh mengumpulkan harta secara egois.

Ay 19 (NIV): ‘Do not store up for yourselves treasures on earth’ (= Janganlah menumpuk
untuk dirimu sendiri harta di bumi).

Mengapa kita tidak boleh menimbun harta di bumi?


1) Harta dunia bisa rusak / hilang tetapi harta surgawi adalah kekal (ay 19-20).

Cerita tentang Ayub dalam Kitab Suci, dan krismon beberapa waktu yang lalu
menunjukkan secara jelas, betapa mudahnya seseorang jadi bangkrut / miskin. Jadi,
janganlah menimbun harta duniawi, tetapi carilah harta surgawi. Kita tidak bisa
‘menimbun harta dunia’ (cinta uang, egois) dan pada saat yang sama memiliki harta
surgawi.

2) Hati kita selalu mengikuti harta kita (ay 21).

Bdk. Maz 62:11b - “apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya”.

Orang yang mengejar harta / mencintai uang, pikirannya / hatinya pasti terus tertuju pada
uang. Orang yang mengejar harta di surga, selalu memikirkan bagaimana ia bisa
menyenangkan / memuliakan Tuhan.

Penerapan:

Yang mana yang lebih banyak saudara pikirkan dari 2 pertanyaan ini:

  bagaimana saya bisa menjadi lebih kaya / mendapat uang lebih banyak?

  bagaimana saya bisa menyenangkan / memuliakan Tuhan?

3) Hidup kita tergantung pada pandangan mata kita (ay 22-23).

‘Mata adalah pelita tubuh’ (ay 22).

Ini adalah kiasan. Hampir semua yang dilakukan oleh tubuh tergantung pada
kemampuan mata untuk melihat. Karena itu mata disebut sebagai pelita tubuh. Kalau
‘matamu baik’ (ay 22), artinya mata saudara diarahkan kepada harta surgawi, maka
‘teranglah seluruh tubuhmu’ (ay 22b), artinya hidup saudara akan baik. Kalau ‘matamu
jahat’ (ay 23a), artinya mata saudara diarahkan kepada harta duniawi, maka ‘gelaplah
seluruh tubuhmu’ (ay 23b), artinya hidup kita akan jahat.
Bdk. 1Tim 6:9-10 - “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam
jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang
menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala
kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.

Ay 23b: ‘Jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu’.

Kata ‘terang’ menunjuk pada mata / pandangan mata kita; sedangkan kata ‘kegelapan’
menunjuk pada sifat kita yang berdosa.

Jadi, artinya adalah: kita pada dasarnya sudah berdosa; kalau mata kita diarahkan pada
yang jahat (harta duniawi), maka kita akan makin berdosa / jahat.

4) Kita tak bisa mengabdi pada 2 tuan (ay 24).

Kata ‘tuan’ dalam bahasa Yunaninya adalah KURIOS, yang mengandung arti ‘pemilik’ /
‘owner’.

Kata ‘mengabdi’ seharusnya berarti ‘memperhambakan diri’.

Seorang pelayan memang bisa bekerja pada 2 majikan, tetapi seorang budak / hamba
adalah milik dari tuannya, sehingga tidak mungkin seorang hamba bisa mempunyai dua
tuan.

Jadi, kita harus memilih: Allah atau uang!

  Orang-orang seperti Matius dan Zakheus memilih Allah / Yesus (Mark 2:14 Luk
19:8).

  Pemuda kaya memilih uang (Mat 19:21-22).

Bagaimana dengan saudara? Yang mana yang saudara pilih?


5) Uang makin lama makin menjerat kita.

Wiliam Barclay memberikan penjelasan tentang kata ‘Mamon’. Ia mengatakan bahwa


‘mamon’ berarti ‘milik secara materi’ / ‘material possessions’ dan ini sebetulnya bukanlah
suatu kata yang mengandung arti buruk.

  mamon berasal dari suatu kata yang berarti ‘to entrust’ (= mempercayakan). Jadi,
mamon adalah harta yang dipercayakan kepada bank / orang lain.

  lama kelamaan, mamon bukan lagi sesuatu yang dipercayakan tetapi menjadi
sesuatu yang dipercaya.

  akhirnya, mamon menjadi dewa dalam hidup manusia dan lalu ditulis dengan
huruf besar (Mamon).

Jadi, dari perkembangan arti kata ‘mamon’ ini sudah jelas terlihat bahwa mamon yang
mula-mula tidak ada jeleknya itu makin lama makin menjerat manusia. Uang memang
merupakan sesuatu yang berbahaya. Kalau kita tidak berhati-hati, maka bukan kita yang
menguasai uang, tetapi uang yang menguasai kita. Bdk. Ayub 31:24-28.

Ay 25-34:

1) Hubungan Mat 6:19-24 dengan Mat 6:25-34.

Dua bagian ini sebetulnya sama-sama mempersoalkan uang (makanan, minuman,


pakaian dalam Mat 6:25-34 juga harus dibeli dengan uang).

Tetapi ‘mengejar uang’ lebih banyak dilakukan oleh orang kaya, sedangkan ‘kuatir’ lebih
banyak dilakukan oleh orang miskin.

Setan memang seorang yang licin sekali. Pada seseorang ia menggoda supaya orang
itu mengejar harta dunia. Kalau orang itu menolak, dan orang itu mau mengejar harta
surgawi, maka setan datang dengan siasat yang lain dan ia akan berkata pada orang
itu: ‘Kamu mengejar harta surgawi, lalu besok mau makan apa? Pakai pakaian apa?’.
Dengan kata lain, ia menggoda orang itu untuk kuatir.

Tetapi Tuhan Yesus telah memperlengkapi kita, baik dengan Mat 6:19-24 maupun Mat
6:25-34, untuk menghadapi kedua macam serangan setan itu. Jadi, sebetulnya
sekalipun setan itu hebat, bagi kita telah disediakan senjata Firman Allah yang bisa
memperlengkapi kita secara sempurna. Tetapi, kita harus mau belajar Firman Tuhan
supaya kita bisa menggunakannya untuk menghadapi serangan setan.

2) Mengapa kita tidak boleh kuatir.

a) Ay 25b:

  hidup lebih penting dari makanan.

  tubuh lebih penting dari pakaian.

Artinya: kalau Allah mau memberikan hidup / tubuh, Ia pasti juga mau memberi
makanan / pakaian (yang kurang penting).

Illustrasi: orang tua mau membelikan anaknya sepeda motor, pasti juga mau
membelikan bensinnya.

b) Ay 26: burung diberi makan, sedang kita jauh lebih berharga dari burung karena kita
adalah gambar Allah dan anak Allah. Jadi, kita pasti juga diberi makan.

Illustrasi: orang tua mau memberi makan pelayan, anjing, kucing. Pasti juga mau
memberi makan anaknya.

Catatan: kata-kata ‘tidak menabur’, ‘tidak menuai’, dsb., tidak berarti bahwa burung
tidak bekerja!

c) Ay 28-30: bunga diberi pakaian, sedang kita jauh lebih berharga dari bunga. Bunga
rumput hanya berumur satu hari, kita kekal! Jadi, kita pasti juga diberi pakaian.

Catatan: kata-kata ‘tidak bekerja’, ‘tidak memintal’, dsb., tidak berarti bahwa
tanaman bunga itu tidak bekerja. Ia bekerja, misalnya akarnya mencari makanan
dalam tanah dan sebagainya.
d) Ay 26,32: ‘Bapamu’. Jadi, kita = anak Allah. Dan Bapa kita tahu kebutuhan kita (ay
32). Ia pasti memelihara kita.

e) Kuatir bukan hanya tidak berguna, tetapi bahkan merugikan.

1. Ay 27: kuatir tidak ada gunanya, tidak bisa memperpanjang hidup. Lamanya kita
hidup telah ditentukan Allah.

2Sam 7:12 - “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian
bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan
keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan
kerajaannya”.

Maz 39:5-6 - “‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas
umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! Sungguh, hanya beberapa
telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa.
Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela”.

Lalu bagaimana dengan ayat-ayat seperti:

Amsal 3:1,2 - “Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah
hatimu memelihara perintahku, karena panjang umur dan lanjut usia serta
sejahtera akan ditambahkannya kepadamu”.

Kel 20:12 - “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang
diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.

Ayat-ayat ini hanya meninjaunya dari sudut pandangan manusia. Kalau


seseorang taat kepada Tuhan, maka Tuhan memberkati dia, sehingga seolah-
olah umurnya bertambah panjang. Sebaliknya kalau seseorang tidak taat, Tuhan
mermberikan hukuman mati kepadanya, sehingga seolah-olah usianya menjadi
singkat. Tetapi sebetulnya semuanya telah ditentukan Tuhan.

2. Lebih dari itu, kuatir bukan saja tidak berguna, tetapi bahkan merugikan karena
bisa memberikan bermacam-macam penyakit.

f) Ay 30: kuatir menunjukkan kurang / tidak percaya, dan ini adalah dosa (bdk. Mat
8:26 14:31 16:8).
g) Ay 34: kuatir akan hari esok menyebabkan kita memikul beban yang terlalu berat,
karena Tuhan hanya memberi kekuatan untuk beban hari ini.

3) Sikap yang benar.

a) Kita tidak boleh kuatir.

Tetapi ada ‘tidak kuatir’ yang salah, dan ada ‘tidak kuatir’ yang benar.

  ‘Tidak kuatir’ yang salah:

  Tidak kuatir karena percaya pada diri sendiri, orang tua, suami dan
sebagainya. Ini salah! (Yes 31:1 Yes 2:22).

  Tidak kuatir karena bersikap apatis / acuh tak acuh. Ini fatalist (menyerah
pada nasib)! Ini juga salah!

  ‘Tidak kuatir’ yang benar:

Tidak kuatir, karena percaya kepada Tuhan (ay 30). Untuk ini kita harus mengenal
Tuhan dan supaya bisa mengenal Tuhan, kita harus belajar Firman Tuhan!

b) Mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya (ay 33).

Ini berarti hidup untuk Tuhan, mentaati Tuhan, mengutamakan Tuhan. Kalau kita
melakukan itu, Tuhan berjanji akan mencukupi kebutuhan kita.

Kita melihat suatu contoh dalam doa Salomo dalam 1Raja 3:5-13. Karena ia tidak
meminta kekayaan, umur panjang dsb, tetapi meminta sesuatu yang bisa
memuliakan Allah, maka Allah justru memberi semuanya untuk dia.

Banyak orang yang mau dicukupi dulu, baru hidup untuk Tuhan. Ini terbalik!
c) Hidup untuk sehari saja (ay 34).

Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh merencanakan untuk masa depan (bdk. Kej
41:33-36 Amsal 6:6-11). Ini hanya berarti bahwa kita tidak boleh menguatirkan masa
depan. Jadi, hidup / tenaga / pikiran dipusatkan untuk hari ini saja.

Illustrasi: kalau saudara mau menebang hutan; jangan melihat pada semua pohon
yang harus saudara tebang, karena itu akan membuat saudara putus asa karena
banyaknya pekerjaan yang harus saudara lakukan. Lihatlah pada 1 pohon saja, dan
tebanglah pohon itu! Setelah pohon itu tumbang, baru lihat pohon lain, dst!

MATIUS 7:1-6
Ay 1-5:
1) Arti yang salah dari kata-kata ‘jangan menghakimi’:

a) Yesus melarang adanya pengadilan.

Penafsiran ini jelas salah karena bertentangan dengan bagian-bagian Kitab Suci di bawah
ini:

 Kel 18:13-26 dimana Musa dan sejumlah orang menjadi hakim.

 1Raja 3:16-28 dimana Salomo menjadi hakim.

 pemberian Undang-Undang untuk pengadilan seperti dalam Kel 21:12-dst.

 Roma 13:1-5 - “(1) Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab
tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada,
ditetapkan oleh Allah. (2) Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan
Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya. (3) Sebab jika
seorang berbuat baik, ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat.
Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu
akan beroleh pujian dari padanya. (4) Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk
kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma
pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka
Allah atas mereka yang berbuat jahat. (5) Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja
oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita”.

b) Kita tidak boleh melakukan siasat gerejani.

Jaman sekarang ini kita mungkin sudah tidak lagi pernah mendengar tentang adanya gereja
yang menjalankan siasat gerejani, dan kata-kata ‘jangan menghakimi’ ini sering dipakai oleh
pendeta / majelis untuk tidak melakukan siasat gerejani. Tetapi ini jelas merupakan
penggunaan yang salah, karena bertentangan dengan:

Mat 18:15-17 - “‘Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia
mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan
engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi,
perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya
kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang
yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai”.

1Kor 5:1-2,9-13 - “(1) Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan
percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya. (2) Sekalipun
demikian kamu sombong. Tidakkah lebih patut kamu berdukacita dan menjauhkan orang yang
melakukan hal itu dari tengah-tengah kamu? ... (9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu,
supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah
dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan
penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan
dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala,
pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan
bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di
luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13)
Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan
dari tengah-tengah kamu”.

Kedua text ini jelas mengatakan bahwa dalam hal-hal tertentu siasat gerejani harus
dilakukan!

William Hendriksen: “Luke 6:37 has been used at times as an excuse for laxity in exercising church
discipline, but in the light of its context, and also of Matt. 18:15-18 and John 20:23, such use of this
passage is without any justification” (= Lukas 6:37 kadang-kadang digunakan sebagai suatu alasan
untuk tidak melakukan disiplin gerejani, tetapi dalam terang dari kontexnya, dan juga dari
Mat 18:15-18 dan Yoh 20:23, penggunaan seperti itu dari text ini tidak dapat dibenarkan) - ‘The
Gospel of Luke’, hal 355.

c) Kita harus membutakan diri terhadap kesalahan orang lain; kita tidak boleh menilai orang
lain ataupun mengkritik / menegur orang lain.

Secara sadar atau tidak, ada banyak sekali orang kristen ataupun hamba Tuhan yang
mengambil penafsiran ini. Ini terlihat pada waktu mereka menggunakan kata-kata ‘jangan
menghakimi’ ini terhadap orang yang mencela suatu ajaran sesat atau seorang nabi palsu.

Orang-orang ini tidak menyadari bahwa pada waktu mereka mengatakan kata-kata ‘jangan
menghakimi’ kepada seseorang, mereka sendiri sudah menghakimi orang itu!

Alasan yang sering dikemukakan untuk melarang menghakimi secara total:

1. Itu tidak kasih. Ini salah, karena kita menilai seseorang bisa dengan tujuan meluruskan
orang itu dari kesalahan / kesesatannya, dan juga untuk menolong supaya orang lain
tidak ikut dengan kesesatan tersebut.

2. Kita tidak boleh bertengkar, kita harus cinta damai. Ini salah, karena:

 kalau kita membiarkan kesesatan dengan alasan cinta damai, kita tidak mencintai
orang-orang yang bisa menjadi korban kesesatan itu.

 menyatakan kesalahan / kesesatan seseorang tidak berarti harus bertengkar. Tetapi


kalau toh terpaksa bertengkar, karena orang yang ditegur tidak mau bertobat, perlu
kita ketahui bahwa kebenaran lebih berharga dari pada perdamaian, dan perdamaian
harus rela dikorbankan demi kebenaran. Dalam Yak 3:17 dikatakan: “Tetapi hikmat
yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut,
penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik”.
Perhatikan bahwa ‘murni’ mendahului ‘pendamai’, dan karena itu kebenaran harus
lebih diutamakan dari perdamaian.
Pada waktu Martin Luther melihat adanya begitu banyak ajaran dan praktek yang
salah dari gereja Roma Katolik pada saat itu, apakah ia tetap memelihara
perdamaian? Tidak, tetapi sebaliknya ia memakukan 95 thesisnya di pintu gereja
Wittenberg, dan ini akhirnya menimbulkan perpecahan dalam gereja! Beranikah
saudara menyalahkan Martin Luther dan menganggapnya sebagai orang yang tidak
cinta damai?

Thomas Manton: “If the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in
truth’s quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should be
blended together in confusion than one jot of truth perish” (= Jika perhatian yang paling
utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran
kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih baik
langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran binasa) - hal
316.

Calvin, dalam komentarnya tentang Ef 5:11, berkata:

“But rather than the truth of God shall not remain unshaken, let a hundred worlds perish”
(= Dari pada kebenaran Allah tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).

3. Kita tidak maha tahu. Sekalipun kita memang tidak maha tahu, tetapi Allah telah memberi
kita Kitab Suci / Firman Tuhan, yang salah satu fungsinya adalah ‘menyatakan kesalahan’.

2Tim 3:16-17 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap
perbuatan baik”.

Jadi, dengan belajar Kitab Suci kita bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah /
sesat. Mengatakan ‘kita tidak tahu’ seringkali bukan merupakan perwujudan dari
kerendahan hati, tetapi justru merupakan perwujudan dari suatu sikap tegar tengkuk,
yang sekalipun sudah diberi tahu tetapi tetap tidak mau tahu!

4. Hanya Allah yang berhak menghakimi (Yak 4:12 Ro 12:17-20).

Ayat-ayat ini digunakan out of context, karena Ro 12:17-20 itu diberikan dalam kontext
yang melarang balas dendam, dan Yak 4:12 dalam kontext orang yang menyalahkan
orang lain berdasarkan pemikirannya sendiri, bukan berdasarkan Firman Tuhan. Jadi,
semua ini tidak bisa diterapkan kepada orang yang menilai orang lain betul-betul
berdasarkan Kitab Suci / Firman Tuhan.

Saya berpendapat bahwa kita boleh menilai, menyalahkan, dan mengecam seseorang,
karena:

a. Yesus sendiri mengecam dan mengutuk orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, orang-orang
Saduki, dan ajarannya (Mat 5:20-48 Mat 6:1-18 Mat 15:1-14 Mat 16:1-12 Mat
21:45 Mat 22:29 Mat 23:1-36).

b. Paulus juga mengutuk para nabi palsu (Gal 1:6-9), dan memarahi jemaat Korintus karena
mereka sabar terhadap nabi-nabi palsu (2Kor 11:4). Ia juga menyetujui kecaman
terhadap orang Kreta dan memerintahkan Titus untuk menegur mereka (Tit 1:12-13),
mengecam Himeneus, Filetus dan Aleksander (1Tim 1:20 2Tim 2:17,18 2Tim 4:14).

c. Yohanes mengecam Diotrefes (3Yoh 9-10).

d. Dalam Yoh 7:24 Yesus berkata: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi
hakimilah dengan adil”.
Dengan kata-kata ini, Yesus jelas membolehkan kita untuk menghakimi / menilai orang
lain asal kita melakukannya dengan adil, dengan memperhatikan fakta-fakta secara
keseluruhan.

e. Kitab Suci juga memberikan perintah atau larangan berkenaan dengan nabi-nabi palsu,
seperti:

 2Yoh 10-11 - “Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini,
janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam
kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam
perbuatannya yang jahat”.

 Tit 3:10 - “Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi”.

Bagaimana bisa melaksanakan hal ini kalau kita tidak lebih dulu membentuk pandangan
bahwa seseorang itu memang adalah nabi palsu?

f. Dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat yang menyuruh kita menguji segala sesuatu /
pengajar-pengajar, seperti:

 1Tes 5:21 - “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik”.

Bagaimana kita bisa memegang yang baik, kalau tidak menilai lebih dulu mana yang
baik dan mana yang buruk, dan lalu membuang yang buruk?

 1Yoh 4:1-3 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi
ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang
telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh
yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan
setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh
antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia
sudah ada di dalam dunia”.

g. Larangan menghakimi ini (Mat 7:1-5) disusul dengan larangan untuk memberikan barang
kudus kepada anjing atau mutiara kepada babi (Mat 7:6). Bagaimana kita bisa mentaati
larangan dalam Mat 7:6 ini, kalau kita tidak lebih dulu membentuk suatu pandangan
bahwa seseorang itu adalah anjing / babi, yang tidak layak diberi mutiara / barang yang
kudus? Juga Mat 7:15 menyuruh berhati-hati terhadap nabi-nabi palsu. Bagaimana kita
bisa mentaati peringatan / perintah ini kalau kita tidak membentuk suatu pandangan
bahwa seseorang itu adalah nabi palsu. Lebih-lebih Mat 7:15 itu dilanjutkan dengan
Mat 7:16, yang mengatakan bahwa dari buahnya kita mengenal pohonnya. Karena itu,
jelas bahwa kita boleh memastikan bahwa suatu pohon itu jelek, kalau kita melihat buah
yang jelek.

h. Ay 3-5 yang berbunyi: “(3) Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu,
sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (4) Bagaimanakah engkau dapat
berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada
balok di dalam matamu. (5) Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka
engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.’”,
tidak berarti kita harus mendiamkan kesalahan orang lain, tetapi bahwa kita harus
mengoreksi diri sendiri lebih dulu sebelum mengoreksi orang lain.

Bertentangan dengan banyak orang jaman sekarang yang menganggap bahwa kita sama
sekali dilarang untuk menghakimi, hampir semua penafsir mengatakan bahwa kita harus
menghakimi!

Pulpit Commentary: “Men must be judged by us also. We have to decide whether we will give
them our confidence, our friendship; whether we will admit them into the family circle, into the
society, into the Church. To decline to judge men is to neglect one of the most serious duties and
most weighty obligation of our life” (= Kita juga harus menghakimi manusia. Kita harus
memutuskan apakah kita akan memberikan mereka kepercayaan kita, persahabatan kita; apakah
kita akan menerima mereka ke dalam lingkungan keluarga, ke dalam masyarakat, ke dalam Gereja.
Menolak untuk menghakimi manusia berarti mengabaikan salah satu kewajiban yang paling serius
dan penting dari hidup kita) - ‘The Gospel According to Luke’, hal 159.

Calvin: “this passage is altogether misapplied by those persons who would desire to make that
moderation, which Christ recommends, a pretence for setting aside all distinction between good
and evil. We are not only permitted, but are even bound, to condemn all sins; unless we choose to
rebel against God himself, - nay, to repeal his laws, to reverse his decisions, and to overturn his
judgment-seat. It is his will that we should proclaim the sentence which he pronounces on the
actions of men: only we must preserve such modesty towards each other, as to make it manifest
that he is the only Lawgiver and Judge, (Isa 33:22)” [= text ini disalahgunakan oleh orang-orang
yang ingin membuat penghakiman terbatas / tak berlebihan yang dinasehatkan Kristus sebagai
suatu alasan untuk menyingkirkan semua perbedaan antara baik dan jahat. Kita bukan hanya
diijinkan, tetapi bahkan diharuskan, untuk mengecam semua dosa; kecuali kita memilih untuk
memberontak terhadap Allah sendiri, - tidak, mencabut hukum-hukumNya, membalik keputusan-
keputusanNya, dan membalik takhta penghakimanNya. Merupakan kehendakNya bahwa kita
menyatakan hukuman yang Ia umumkan terhadap tindakan-tindakan manusia: hanya kita harus
menjaga kerendahan hati satu terhadap yang lain, sehingga menjadi nyata bahwa Ia adalah satu-
satunya Pemberi hukum dan Hakim (Yes 33:22)] - hal 346-347.

2) Arti yang benar dari kata-kata ‘jangan menghakimi’:

Larangan menghakimi ini kelihatannya ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang Farisi, dan
/ atau orang-orang yang segolongan dengan mereka, yang:

a) Menganggap diri sendiri benar.

D. Martyn Lloyd-Jones memberi contoh penghakiman yang salah yang dimaksudkan oleh
Yesus, yaitu orang Farisi yang berdoa di Bait Suci yang berkata: “Ya Allah, aku mengucap
syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang
lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini” (Luk 18:11). Di belakang
penghakiman yang salah ada ‘self-righteous spirit’ (= roh yang menganggap diri sendiri
benar). Karena itu Yesus menambahkan Mat 7:3-5 / Luk 6:41-42.

D. Martyn Lloyd-Jones: “What is this spirit that condemns? It is a self-righteous spirit. Self is
always at the back of it, and it is always a manifestation of self-righteousness, a feeling of
superiority, and a feeling that we are all right while others are not. That then leads to
censoriousness, and a spirit that is always ready to express itself in a derogatory manner. And then,
accompanying that, there is the tendency to despise others, to regard them with contempt. I am
not only describing the Pharisees, I am describing all who have the spirit of the Pharisee” (= Apakah
roh yang menghukum ini? Itu adalah roh yang merasa dirinya sendiri benar. Diri sendiri / si aku
selalu ada di belakangnya, dan itu selalu merupakan manifestasi dari perasaan bahwa dirinya
sendiri benar, suatu perasaan superior / lebih tinggi, dan suatu perasaan bahwa kita benar
sementara orang lain tidak. Itu lalu membawa kepada sikap suka mengkritik, dan suatu roh /
semangat yang selalu siap untuk menyatakan dirinya sendiri dengan cara yang merendahkan orang
lain. Dan lalu, bersama-sama dengan itu, di sana ada kecenderungan untuk menghina orang lain,
memandang orang lain dengan jijik. Saya bukan hanya menggambarkan orang Farisi, saya
menggambarkan semua yang mempunyai roh orang Farisi) - ‘Studies in the Sermon on the
Mount’, hal 167.

b) Terlalu gampang dan cepat menyalahkan orang lain sebelum mengetahui seluruh
persoalannya lebih dulu. Bdk. Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak,
tetapi hakimilah dengan adil”.
c) Menegur / mengecam dengan kemarahan yang tak terkendali, tanpa kasih / belas kasihan.

Bandingkan dengan Yohanes dan Yakobus yang ingin menurunkan api dari langit ke atas
orang-orang Samaria (Luk 9:51-56). Pulpit Commentary (hal 159) mengatakan bahwa
penghakiman seperti ini mempunyai kecenderungan untuk menghancurkan dari pada
memperbaiki.

d) Membesar-besarkan kesalahan orang lain.

e) Mempunyai sikap hyper-critical / terlalu kritis, yang biasanya selalu mencari-cari kesalahan
orang, dan merasa senang pada saat bisa menemukan dan mengecam kesalahan orang
lain.

D. Martyn Lloyd-Jones: “a very vital part of this spirit is the tendency to be hypercritical. Now
there is all the difference in the world between being critical and being hypercritical. ... The man
who is guilty of judging, in the sense in which our Lord uses the term here, is the man who is
hypercritical, which means that he delights in criticism for its own sake and enjoys it. I am afraid I
must go further and say that he is a man who approaches anything which he is asked to criticize
expecting to find faults, indeed, almost hoping to find them. ... Love ‘hopeth all things’, but this
spirit hopes for the worst; it gets a malicious, malign satisfaction in finding faults and blemishes”
(= suatu bagian vital dari roh ini adalah kecenderungan untuk menjadi terlalu kritis. Ada perbedaan
yang sangat besar antara kritis dan terlalu kritis. ... Orang yang dipersalahkan tentang
penghakiman, dalam arti yang digunakan oleh Tuhan kita di sini, adalah orang yang terlalu kritis,
yang berarti bahwa ia menyenangi kritik demi kritik itu sendiri dan menikmatinya. Saya harus
meneruskan dan berkata bahwa ia adalah orang yang mendekati segala sesuatu, untuk mana ia
diminta untuk mengkritik, sambil mengharapkan bahwa ia akan menemukan kesalahan-
kesalahan. ... Kasih ‘mengharapkan segala sesuatu’, tetapi roh ini mengharapkan yang terburuk; ia
mendapatkan kepuasan yang jahat dan membahayakan dalam menemukan kesalahan-kesalahan
dan cacat-cacat) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 167.

D. Martyn Lloyd-Jones: “If ever we know the feeling of being rather pleased when we hear
something unpleasant about another, that is this wrong spirit. If we are jealous, or envious, and
then suddenly hear that the one of whom we are jealous or envious has made a mistake and find
that there is an immediate sense of pleasure within us, that is it” (= Jika kita pernah mengetahui
perasaan senang pada waktu kita mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang
lain, maka inilah roh yang salah itu. Jika kita cemburu atau iri hati, dan lalu tiba-tiba kita
mendengar bahwa orang terhadap siapa kita cemburu atau iri hati itu telah membuat kesalahan
dan kita mendapatkan bahwa di dalam diri kita langsung ada perasaan gembira, maka itulah roh
itu) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 168.

3) Mengapa kita tidak boleh menghakimi?

Catatan: tentu saja yang saya maksud dengan ‘tidak menghakimi’ di sini adalah ‘tidak menghakimi
secara salah’.

a) Kita sendiri mempunyai banyak kesalahan, bahkan mungkin kesalahan yang lebih besar (ay
3-5). Bdk. Ro 2:1-3 - “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang
lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau
menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang
sama. Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat
demikian. Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian,
sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput
dari hukuman Allah?”.

b) Orang yang menghakimi / menghukum akan dihakimi / dihukum; balasan ini bisa datang dari
manusia dan / atau dari Allah.
Ada orang yang keberatan terhadap kata ‘dihakimi’ / ‘dihukum’, karena mereka berpendapat
bahwa orang kristen tidak bisa dihakimi / dihukum. Untuk menjawab ini maka Lloyd-Jones
mengatakan bahwa ada 3 macam penghakiman dari Allah kepada kita:

1. Penghakiman akhir jaman yang menentukan kita masuk surga atau neraka.

Orang kristen yang sejati pasti lulus dalam penghakiman ini. Penebusan Kristus
membuat mereka pasti diampuni dan masuk surga. Tetapi masih ada 2 penghakiman
lain, yang mempengaruhi orang kristen!

2. Penghakiman / penghukuman dalam arti menghajar (Ibr 12:5-11).

3. Penghakiman untuk menentukan pahala.

2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap
orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam
hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

D. Martyn Lloyd-Jones lalu menyimpulkan:

“Though we are Christians, and are justified by faith, and have an assurance of our salvation, and
know we are going to heaven, we are yet subject to this judgment here in this life, and also after
this life” (= Sekalipun kita adalah orang-orang Kristen, dan dibenarkan oleh iman, dan mempunyai
keyakinan keselamatan, dan tahu bahwa kita akan pergi ke surga, tetapi kita menjadi sasaran
penghakiman ini di sini dalam kehidupan ini, dan juga setelah kehidupan ini) - ‘Studies in the
Sermon on the Mount’, hal 176.

c) Penghakiman yang kita lakukan akan menjadi standard penghakiman terhadap diri kita
sendiri.

Ay 2: “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan
ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu”.

D. Martyn Lloyd-Jones: “The second reason for not judging is that, by so doing, we are not only
produce judgment for ourselves, we even set the standard of our own judgment” (= Alasan kedua
untuk tidak menghakimi adalah bahwa dengan melakukan itu kita bukan hanya menghasilkan
penghakiman terhadap diri kita sendiri, tetapi kita bahkan menetapkan standard penghakiman
kita sendiri) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 176.

Calvin mengatakan bahwa ini berarti bahwa orang yang murah hati akan diperlakukan
dengan murah hati. Tetapi Calvin juga mengingatkan bahwa juga sering terjadi bahwa orang
kristen yang murah hati justru diperlakukan dengan jelek, difitnah dan sebagainya. Kalau ini
terjadi maka harus dingat 2 hal:

1. Tidak ada orang kristen yang bisa melakukan semua ini dengan sempurna. Semua orang
pernah melakukan penghakiman yang salah, sehingga kalau mereka mengalami
penghakiman yang salah, mereka tetap layak mendapatkannya.

2. Suatu saat Tuhan akan memunculkan kebenaran mereka.

4) Cara memberikan kritikan / teguran yang benar.

a) Kita harus mempunyai motivasi yang benar, yaitu kasih.

Kalau kita mau mengkritik / menegur tetapi dalam hati kita tidak ada kasih maka sebaiknya
kita membatalkan rencana untuk menegur itu. Kalau kita menegur dengan motivasi kasih
maka kita akan menegur untuk kebaikan orang yang kita tegur. Teguran yang diberikan
hanya untuk melampiaskan kejengkelan jelas tidak diberikan dengan kasih.
b) Kritikan baru boleh diberikan setelah kita mengetahui duduk perkaranya dengan benar /
jelas. Bdk. Yoh 7:24 - “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah
dengan adil.’”. Jadi, jangan mengkritik hanya karena saudara mendengar kabar angin, atau
pada waktu saudara hanya tahu sebagian dari fakta-fakta yang ada.

c) Kritikan baru boleh diberikan setelah saudara mengintrospeksi diri saudara sendiri (ay 3-5).

 Adanya dosa dalam diri kita bisa menyebabkan kita ‘melihat’ dosa-dosa yang sebetulnya
tidak pernah ada pada diri orang yang kita tegur. Misalnya: kalau saudara benci /
sentimen pada seseorang, maka segala yang orang itu lakukan akan saudara rasakan
sebagai sesuatu yang salah. Saudara harus membereskan dosa saudara ini dulu, dan
kalau saudara sudah bisa mengasihi orang itu, maka saudara mungkin akan melihat
bahwa banyak (bahkan mungkin semua) kesalahan orang itu sebetulnya tidak pernah
ada.

Illustrasi: Orang melihat tetangganya menjemur pakaian yang masih kotor, padahal
sebetulnya kaca jendelanya sendiri, melalui mana ia melihat jemuran tetangganya, yang
kotor.

 Pada waktu saudara introspeksi mungkin saudara lalu melihat bahwa saudara pernah
melakukan dosa-dosa tertentu di masa lalu terhadap mana saudara sudah bertobat. Ini
tidak perlu dan tidak boleh menyebabkan saudara takut untuk menegur. Ay 5
menunjukkan bahwa kalau balok di mata kita itu sudah dikeluarkan, maka kita boleh
mengeluarkan selumbar dari mata saudara kita.

d) Pada waktu mengkritik, saudara harus menunjukkan kesalahan orang itu dengan jelas /
specific, bukan secara samar-samar / kabur / tidak jelas. Kalau saudara menyatakannya
secara samar-samar, maka orang itu tidak tahu tindakan apa yang menyebabkan ia menjadi
batu sandungan sehingga ia tidak bisa mengubah tindakannya. Jadi, sebutkan tindakan apa
yang menyebabkan ia menjadi batu sandungan.

Misalnya:

 jangan menegur seseorang dengan kata-kata ‘kamu itu menjengkelkan’. Ini tidak jelas,
dan tidak memungkinkan orang itu untuk bertobat / memperbaiki dirinya. Saudara harus
menegur dengan jelas, misalnya: ‘kamu itu menjengkelkan, karena kalau berhutang tidak
pernah membayar’, atau ‘kamu itu menjengkelkan, karena selalu tidak menepati janji’.

 jangan menegur seorang pengkhotbah dengan mengatakan ‘khotbahmu jelek’. Saudara


harus memberi tahu ‘jelek dalam hal apa’? Tidak ada arahnya? Tidak sistimatis? Tidak
ada penerapan? Tidak ada pendalaman?

 jangan menegur seorang pengurus dengan mengatakan ‘kamu tidak becus jadi pengurus’.
Saudara harus menjelaskan ‘dalam hal apa dia tidak becus’. Tidak becus karena acara
yang dibuat tidak menarik? Tidak becus dalam mengakrabkan anggota-anggota
pengurus yang lain? Tidak becus dalam menggerakkan anggota-anggota pengurus yang
lain untuk bekerja?

e) Kritikan harus diberikan dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat.

1. Cara yang tepat tergantung situasi dan kondisi; bisa berupa teguran yang keras atau
yang lemah lembut, bisa langsung atau melalui orang lain atau bahkan melalui surat
(tetapi jangan melalui surat kaleng, karena ini bertentangan dengan Mat 18:15).

2. Saat yang tidak tepat juga sangat penting (Amsal 15:23 25:11).

Kalau kita menegur orang pada saat orang itu sedang marah atau sedang sangat sedih,
itu tentu salah.
Ay 6: “‘Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu
melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu
ia berbalik mengoyak kamu.’”.

1) Barang kudus dan mutiara (barang berharga). Apa artinya? Ada 2 penafsiran:

a) Perjamuan kudus. Jadi, yang dimaksud dengan ‘barang kudus’ dan ‘mutiara’ adalah roti dan
anggur dalam Perjamuan Kudus. Ini tidak boleh diberikan kepada ‘anjing’ / ‘babi’ yang
diartikan sebagai orang yang belum kristen. Penafsiran ini tidak bisa dibenarkan karena
ay 6b ada kata-kata ‘diinjak-injak’ dan ‘mengoyak’ yang menjadi kehilangan artinya kalau
‘barang kudus’ dan ‘mutiara’ diartikan demikian.

b) Firman Tuhan / Injil. Dari kedua istilah yang digunakan oleh Yesus ini, kita harus tahu betapa
tingginya kita harus menilai Firman Tuhan / Injil! Jangan sedikitpun punya perasaan
merendahkan terhadap Firman Tuhan / Injil, kalau saudara tidak mau disebut sebagai babi
dan anjing!

2) Babi dan anjing. Ada 2 pandangan lagi tentang babi dan anjing ini:

a) Orang-orang non Yahudi.

Ini jelas adalah penafsiran dari orang-orang Yahudi abad-abad pertama. Mereka
menganggap Injil / Firman Tuhan hanya boleh diberitakan kepada orang Yahudi. Ini tentu
bertentangan dengan Mat 28:19 dan Kis 1:8, yang jelas memerintahkan kita untuk
memberitakan Injil kepada semua bangsa.

b) Orang-orang yang tidak menghargai Injil dan lalu menghina / menghujat injil atau
membuatnya sebagai lelucon / bahan guyonan. Terhadap orang-orang seperti ini penginjilan
harus dihentikan.

Injil adalah sesuatu yang kudus / berharga. Memang Injil harus diberitakan kepada orang
jahat / yang belum percaya, tetapi kalau mereka menghinanya, kita harus berhenti dalam
memberitakan Injil. Jelas bahwa tidak semua orang yang tidak percaya bisa dianggap
sebagai anjing / babi. Hanya mereka yang menghinanya bisa dianggap seperti itu.

Karena itu kalau saudara tetap ‘bertekun’ dalam memberitakan Injil sekalipun orang yang
saudara injili itu membuatnya sebagai guyonan dan ejekan, sadarilah bahwa itu bukanlah
ketekunan dalam memberitakan Injil, tetapi dosa!

William Hendriksen: “Christ’s disciples must not endlessly continue to bring the gospel message
to those who scorn it. To be sure, patience must be exercised, but there is a limit. ... Staying on and
on in the company of those who ridicule the Christian religion is not fair to other fields that are
waiting to be served” (= Murid-murid Kristus tidak boleh terus menerus membawa berita Injil
kepada mereka yang memandang rendah / mencemoohkannya. Jelas bahwa kita harus sabar,
tetapi ada batasnya. ... Tinggal terus menerus dalam kumpulan orang-orang yang mengejek /
mentertawakan / mencemoohkan agama Kristen merupakan sikap yang tidak adil terhadap
ladang-ladang lain yang sedang menunggu untuk dilayani) - hal 359-360.

Hendriksen juga menunjukkan beberapa fakta yang penting berkenaan dengan hal ini, yaitu:

 Herodes telah cukup banyak mendengar dari Yohanes Pembaptis (Mark 6:20), dan
karena itu Yesus tidak mau berbicara sepatah katapun kepadanya (Luk 23:9).

 Yesus menginstruksikan murid-muridNya untuk tidak tinggal terlalu lama di tempat-


tempat yang menolak pemberitaan Injil mereka (Mat 10:14,23). Ini dituruti oleh Paulus
(Kis 13:45-46 Kis 18:5-6 Kis 28:23-28).
 Yesus memberikan perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah (Luk 13:6-9)
yang jelas menunjukkan bahwa kesabaran Allah bukanlah tanpa batas.

 Tit 3:10-11 - “(10) Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau
jauhi. (11) Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya
menghukum dirinya sendiri”.

 Amsal 29:1 - “Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-
konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi”.

3) Tuhan sendiri juga akan ‘mentaati’ Mat 7:6 ini, dengan menarik Injil / FirmanNya dari orang-
orang yang tidak menghargainya.

Yoh 12:35-36 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu.
Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu;
barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi. (36) Percayalah kepada terang
itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.’ Sesudah berkata
demikian, Yesus pergi bersembunyi dari antara mereka”.

Yes 55:6 - “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”.

Karena itu bertobatlah secepatnya, dan hargailah Firman Tuhan!

MATIUS 7:7-14
Mat 7:7-11
1) Ini adalah suatu perintah untuk berdoa. Doa bukan sekedar sesuatu yang diijinkan tetapi
merupakan sesuatu yang diperintahkan. Karena itu, ‘tidak berdoa’ merupakan suatu dosa (bdk.
1Sam 12:23).

Ada orang-orang yang menganggap doa itu tak ada gunanya karena berdoa atau tidak berdoa
toh tidak ada bedanya. Orang yang tidak berdoa juga diberi makan, lulus ujian dan sebagainya.

Tentang hal ini ada dua hal yang perlu kita perhatikan:

a) Dalam hal jasmani, memang ada kemungkinan orang yang tak berdoapun akan menerima
sesuatu dari Tuhan. Tetapi kita tetap harus membedakan antara pemberian Tuhan sebagai
Pencipta kepada manusia ciptaanNya dan pemberian Tuhan sebagai Bapa kepada
anakNya.

b) Dalam hal rohani, orang yang tidak minta tidak akan menerima. Misalnya: pengampunan
dosa hanya diberikan oleh Allah kepada mereka yang memintanya.

Jadi, berdoa ada gunanya dan kita diperintahkan untuk berdoa. Seberapa banyak saudara
berdoa?

2) Kata-kata ‘mintalah’, ‘carilah’, dan ‘ketoklah’ dalam ay 7 ada dalam bentuk present imperative.
Dalam bahasa Yunani ada dua bentuk perintah yaitu:

 aorist imperative: ini adalah perintah yang hanya perlu dilakukan 1 x. Contoh: Yoh 2:7.

 present imperative: ini adalah perintah yang harus dilakukan terus-menerus. Contoh: Ef 5:18.

Kata-kata dalam Mat 7:7 itu ada dalam bentuk present imperative dan karena itu berarti
bahwa kita harus terus menerus berdoa. Adakah saudara sudah berdoa dengan tekun?
3) Tuhan hanya memberi yang baik kepada kita (ay 11).

a) Ayat yang pararel dengan Mat 7:11 adalah Luk 11:13 - “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi
pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan
Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya.’”.

Tetapi di situ disebutkan ‘Roh Kudus’ (dalam bahasa Yunani tanpa definite article ‘the’). Apa
artinya? Ada beberapa penafsiran:

1. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud betul-betul Roh Kudus (pribadi ke-3 dari
Allah Tritunggal), tetapi ini hanya berlaku untuk jaman itu. Mereka disuruh minta Roh
Kudus karena pada saat itu Roh Kudus belum turun (peristiwa itu terjadi sebelum hari
Pentakosta). Pada jaman ini setiap orang yang percaya kepada Kristus, pasti sudah
menerima Roh Kudus sehingga tak perlu minta lagi. (Ef 1:13 Ro 8:9-11).

2. Itu berarti ‘kehadiran dan pekerjaan Roh Kudus dalam diri kita’.

Pulpit Commentary: “Here the Lord, ... pictures the case of one who deserves a special
deepening of the spiritual life, and prays some prayer for the presence of the Holy Spirit. Such
a prayer, says Christ, must be granted” (= Di sini Tuhan, ... menggambarkan kasus dari
seseorang yang layak mendapatkan pendalaman kehidupan rohani yang khusus, dan
mendoakan suatu doa untuk kehadiran dari Roh Kudus. Doa seperti itu, kata Kristus, pasti
dikabulkan) - hal 302.

3. Itu berarti hal-hal yang bersifat rohani.

Calvin (hal 354) termasuk dalam golongan ini.

4. Ada yang berkata bahwa istilah ‘Roh Kudus’ mencakup ‘semua hal yang baik’.

William Hendriksen: “Here Matthew’s version has ‘good gifts,’ while Luke’s has ‘the Holy
Spirit.’ These two are in perfect accord, for is not the Holy Spirit the very Source of all that is
good?” (= Di sini versi Matius mengatakan ‘’pemberian yang baik’ sementara versi Lukas
mengatakan ‘Roh Kudus’. Kedua hal ini sesuai secara sempurna, karena bukankah Roh Kudus
adalah Sumber dari semua yang baik?) - hal 613-614.

Bandingkan Luk 11:13 ini dengan Yes 44:3b - “Aku akan mencurahkan RohKu ke atas
keturunanmu, dan berkatKu ke atas anak cucumu”. Ini bisa dianggap sebagai ‘synonymous
parallelism’ (2 kalimat paralel yang sinonim / berarti sama), sehingga ‘RohKu’ = ‘berkatKu’.

Saya condong pada penafsiran yang terakhir ini.

b) Waktu kita menafsirkan ay 7-8, kita harus memperhatikan ay 9-11.

Ada banyak orang yang menafsirkan ay 7-8 terlepas dari ay 9-11 sehingga mereka
menyimpulkan bahwa Allah akan memberikan segala sesuatu yang kita minta. Ini salah!
Karena jelas sekali ay 11 mengatakan bahwa Allah hanya memberi yang baik kepada kita.
Yang dimaksud dengan ‘yang baik’ itu jelas adalah yang baik dari sudut pandang Allah, bukan
sudut pandangan kita.

c) Kadang-kadang ada orang yang berdoa untuk meminta sesuatu yang jelas-jelas adalah dosa
tetapi dikabulkan. Bagaimana hal itu terjadi? Penjelasan:

 pengabulan itu mungkin datang dari setan.

 pengabulan itu bisa datang dari Tuhan karena Tuhan hendak menghajar orang itu (1Sam
8:6-9).
d) Supaya doa kita tak sia-sia, maka kita harus meminta apa yang baik. Supaya kita tahu apa
yang baik, kita harus belajar Firman Tuhan! Jadi, doa tidak bisa dipisahkan dari Firman
Tuhan. Orang yang tidak mengerti Firman Tuhan tidak akan bisa berdoa dengan baik / benar.

e) Kalau Allah mmberikan semua yang kita, itu sebetulnya adalah malapetaka bagi kita karena
kita akan menerima segala sesuatu menurut kebijaksanaan kita. Kalau Allah menyensor
permintaan kita, maka kita akan menerima segala sesuatu sesuai kebijaksanaan Allah.

Illustrasi: kalau orang tua menuruti segala permintaan anak, itu mencelakakan / membunuh
anak itu!

Seseorang mengatakan:

“The Lord’s answers to prayers are infinitely perfect, and they will show that often when we were
asking for a stone that looked like bread, He was giving us bread that to our shortsightedness
looked like stone” (= Jawaban-jawaban Tuhan terhadap doa-doa adalah sempurna secara tak
terbatas, dan mereka menunjukkan bahwa seringkali pada saat kita meminta untuk suatu batu
yang kelihatannya seperti roti, Ia memberikan kepada kita roti yang bagi penglihatan kita yang
cupet terlihat seperti batu) - ‘Streams in the Desert’, vol 2, January 7.

Mat 7:12
Confucius mengatakan kalimat ini secara negatif: ‘Jangan lakukan kepada orang lain sesuatu yang
engkau tak ingin dilakukan terhadap dirimu sendiri’.

Tuhan Yesus mengajarkan sesuatu yang positif dalam ay 12 ini. Yang positif lebih luas dari yang
negatif. Contoh: ‘Kasihilah sesamamu’ (positif) lebih luas dari ‘Jangan membunuh’ (negatif).

Untuk mentaati ajaran Confucius kita hanya perlu berpikir: ‘Apakah aku senang orang lain melakukan
hal ini terhadap aku?’. Tetapi untuk melakukan ajaran Yesus dalam ay 12 ini membutuhkan
imaginasi: ‘Apa yang aku ingin orang lakukan terhadap aku dalam situasi ini?’.

Ay 12b mirip dengan Mat 22:40. Tetapi ay 12b salah terjemahan. NASB menterjemahkan ‘for this is
the Law and the Prophets’ (= karena inilah hukum Taurat dan kitab para nabi).

Jadi, sebetulnya tak ada kata ‘seluruh’ dalam ay 12b. Dalam Mat 22:40 ada kata ‘seluruh’. Mengapa
berbeda? Mat 22:37-39 membicarakan kasih pada Allah dan kasih kepada manusia yang memang
merupakan inti dari seluruh Perjanjian Lama. Sedangkan Mat 7:12a hanya membahas tentang kasih
kepada manusia saja. Karena itu tak digunakan kata ‘seluruh’ dalam Mat 7:12b.

Mat 7:13-14
1) 2 pintu dan 2 jalan.

a) Ada yang menganggap bahwa pintu = jalan. Tetapi ada 2 alasan yang tidak memungkinkan
penafsiran seperti itu:

 ay 13 dan 14 mengatakan ‘pintu dan jalan’ bukan ‘pintu atau jalan’.

 ‘pintu’ hanya dilewati sesaat saja; ‘jalan’ dilewati untuk jangka waktu yang cukup lama.

Ada yang menganggap ‘jalan’ mendahului ‘pintu’. Jadi, ‘pintu’ diartikan sebagai kematian
(akhir dari ‘jalan’). Tetapi ay 13 dan ay 14 kedua-duanya mendahulukan ‘pintu’ dari pada
‘jalan’!

Jadi, ‘pintu’ bisa diartikan sikap terhadap Kristus (tindakan sesaat saja). Sedangkan
‘jalan’ diartikan seluruh hidup kita / sikap kita terhadap Firman Tuhan.
b) Pintu / jalan yang sempit menunjukkan ada banyak hal yang harus ditinggalkan yaitu segala
dosa. Bahkan kadang-kadang keluarga, uang dan sebagainya.

Pintu / jalan yang lebar menunjukkan kita bisa membawa segala sesuatu yang kita senangi
(seadanya dosa-dosa kita).

c) Pintu / jalan yang lebar menggambarkan hidup yang gampang dan enak. Bisa nyogok, curi,
dusta, kompromi, ngerpek, punya banyak istri, zinah dan sebagainya.

Pintu / jalan sempit menggambarkan kesukaran! Mat 7:13 mengatakan ‘Masuklah ...’. Tetapi
ayat pararelnya yaitu Luk 13:24 mengatakan ‘Berjuanglah ...’ [NIV: ‘Make every effort ...’ (=
Lakukan setiap usaha)]. Ini semua jelas menunjukkan bahwa kita tidak mungkin masuk surga
tanpa melalui kesukaran (bdk. Kis 14:22 Fil 1:29 2Tim 3:12).

d) Yesus hanya memberikan 2 pilihan:

 pintu sempit - jalan sempit - kehidupan (surga).

 pintu lebar - jalan lebar - kebinasaan (neraka).

Ada banyak orang yang menginginkan jalan yang ke 3 yaitu ‘jalan yang cukupan’. Karena itu
mereka hidup berkompromi dengan dunia!

Theologia Kemakmuran mengajarkan bahwa pintu dan jalan yang lebar akan menuju pada
kehidupan / surga, dan jelas bertentangan dengan kata-kata Yesus di sini.

e) Problem: Im 26:1-13 mengatakan kalau ikut Tuhan bakal enak dan sebaliknya Im 26:14-39
mengatakan kalau tidak ikut Tuhan bakal menderita. Baca juga Ul 30:15-20 dan Yos 1:1-9.
Semua ini rasanya bertentangan dengan Mat 7:13-14.

Penjelasan Calvin:

1. Orang-orang suci Perjanjian Lama juga menderita. Jadi, jelas bahwa ketaatan kepada
Tuhan tidak menyebabkan hidup jadi enak tanpa kesukaran.

2, Dalam Perjanjian Lama Allah mendidik bangsa Israel seperti mendidik anak-anak. Allah
ingin mereka melihat kasihNya / berkat surgawi melalui berkat-berkat jasmani.

Dalam Perjanjian Baru Allah mendidik orang Kristen seperti mendidik orang dewasa.
Allah ingin kita melihat kasihNya / berkat surgawi sekalipun kita tak mengalami berkat
jasmani. Mengapa? Karena sudah ada salib Kristus, sehingga tanpa berkat jasmani yang
berkelimpahan kita sudah harus bisa melihat kasih Allah. Tetapi orang-orang dalam
Perjanjian Lama hidup sebelum salib Kristus, sehingga tanpa adanya berkat jasmani
sukar untuk bisa melihat kasih Allah.

3. Berkat / kutuk jasmani dalam Perjanjian Lama merupakan type / bayangan dari berkat /
kutuk rohani dalam Perjanjian Baru.

2) 2 grup manusia: banyak dan sedikit.

a) Kecenderungan manusia adalah memilih yang gampang, memilih dosa, mengikuti orang
banyak. Karena itulah jalan lebar dipilih oleh banyak orang.

b) ‘sedikit’ maksudnya dalam perbandingan dengan yang ikut jalan lebar, karena Wah 7:9 jelas
mengatakan ‘tak terhitung banyaknya’ orang yang masuk surga.

c) Orang yang sungguh-sungguh ikut Tuhan / orang Kristen asli selalu merupakan golongan
minoritas! Ingat jaman Elia, Sodom dan Gomora, Nuh, Tuhan Yesus. Jadi, kalau mau jadi
orang Kristen sungguh-sungguh jangan harapkan akan disenangi / didukung banyak orang!
3) 2 tujuan: kehidupan (surga) dan kebinasaan (neraka).

a) Tidak ada tempat yang ke 3 (tempat penantian, api penyucian dan sebagainya)!

b) Supaya kita mau ikut jalan sempit, Yesus menghubungkan jalan sempit dengan kehidupan
(bdk. Ro 8:18 2Kor 4:17).

MATIUS 7:15-29
Mat 7:15-23
1) Nabi-nabi palsu itu berbahaya!

Ini bisa terlihat dari:

 kata ‘waspadalah’ yang jelas merupakan suatu peringatan. (ay 15).

 kata ‘serigala’ (ay 15) yang jelas merupakan seekor binatang yang berbahaya bagi seekor
domba.

Dimana letak bahayanya?

 Mereka ‘menyamar sebagai domba’ (ay 15).

NASB/NIV: ‘come to you in sheep’s clothing’ (= datang kepadamu dalam pakaian domba).

Jadi, serigala itu datang kepada domba dengan pakaian / kulit domba. Mereka cuma pakaian
/ kulitnya saja yang kristen, tetapi dalamnya tidak! Serigala biasa sudah berbahaya, tetapi
serigala yang menyamar sebagai domba jauh lebih berbahaya lagi!

 Mereka disebut sebagai ‘nabi-nabi palsu’ (ay 15). Jadi, serigala-serigala itu bukan menyamar
sebagai orang-orang Kristen biasa, tetapi sebagai ‘nabi’.

 nabi adalah orang yang mempunyai kedudukan tinggi. Jadi, mereka menyamar sebagai
orang yang punya kedudukan tinggi seperti Majelis, Pengurus komisi dan sebagainya.

 nabi adalah orang yang memberitakan Firman Tuhan. Jadi, mereka menyamar sebagai
orang yang memberitakan Firman Tuhan seperti Pendeta, Penginjil, guru sekolah
minggu, guru agama dan sebagainya. Ini yang membuat mereka sangat berbahaya.
Dengan pengajaran mereka yang sesat mereka menyesatkan banyak orang.

2) Ciri-ciri nabi palsu:

a) Ay 16-20: dari buahnya kita bisa mengenal mereka. Apa artinya ‘buah’? Ada yang
mengartikan ‘ajaran’, ada pula yang mengatakan ‘pengaruh ajaran’, ada lagi yang
mengatakan ‘kehidupan’. Yang mana benar? Kalau kita membandingkan ay 16-20 dengan
Mat 3:8-10 dan Mat 12:24,33-37 (perhatikan bahwa ketiga bagian ini mengandung ayat-ayat
yang mirip / sama. Jadi, arti ‘buah’ dalam ketiga bagian ini pasti sama), maka jelas bahwa
artinya adalah ‘kehidupan’. Arti ini cocok dengan konteks (lihat ay 21,23 yang menunjukkan
kehidupan yang jahat dari nabi palsu).

Jadi, ciri nabi palsu adalah hidup yang jahat. Contoh:

 mengejar keuntungan (Yer 8:10 Tit 1:11 2Pet 2:3).

 baik kepada orang yang menguntungkan (Mikha 3:5).

Test ini sukar dilakukan karena:


 kita sukar tahu tentang kehidupan nabi itu.

 nabi itu bisa pura-pura saleh.

 semua nabi asli juga adalah manusia berdosa (bdk. Daud berzinah, membunuh, dan
sebagainya).

Memang sebetulnya, sekalipun nabi palsu maupun asli itu adalah manusia berdosa, tetapi
ada bedanya. Nabi asli punya kesungguhan untuk taat. Tetapi inipun adalah sesuatu yang
sukar terlihat..

Test ini hanya bisa kita pakai kalau kita dekat dengan nabi itu sehingga tahu betul-betul
tentang hidupnya.

b) Nubuat yang meleset (Ul 18:22).

Kalau ia bernubuat / meramal tentang masa depan dan meleset (sekalipun hanya meleset
satu kali) maka ia adalah nabi palsu! Karena itu perhatikanlah orang-orang yang sering
mengeluarkan nubuat!

c) Ajaran yang sesat (Ul 13:1-3 2Pet 2:1 Gal 1:6-9 Tit 1:11 1Yoh 4:1-3 2Yoh 7-11).
Kesalahan bisa berupa suatu ajaran yang menyenangkan orang (2Taw 18:12 1Yoh 4:5),
ajaran yang tidak menegur dosa, ajaran yang memberitakan yang enak-enak saja (Yer
23:16-17 Yer 8:11).

d) Motivasi yang salah. Misalnya mencari kemuliaan diri sendiri (Yoh 7:18 Yoh 3:30). Ini juga
sukar terlihat tetapi kadang-kadang bisa terlihat dengan jelas! Misalnya: Pendeta yang
melarang jemaatnya untuk berbakti di gereja lain atau memberi persembahan kepada gereja
lain atau melayani di gereja lain, sekalipun gereja lain itu tidak sesat. Pendeta seperti ini
hanya menginginkan jemaat itu untuk dirinya sendiri dan bukan untuk Tuhan.

Contoh lain: Pendeta yang sengaja pamer kepandaiannya pada waktu khotbah.

Seseorang mengatakan:

“No man can at one and the same time prove that he is clever and that Christ is wonderful” (= Tidak
ada orang yang pada saat yang sama bisa membuktikan bahwa ia adalah orang yang pandai dan
bahwa Kristus itu sangat indah / luar biasa).

3) Nasib nabi-nabi palsu (ay 21-23).

a) Masuk surga? Tidak!

 Orang-orang ini menyebut ‘Tuhan, Tuhan’. Jadi, mereka mengaku diri sebagai orang
Kristen.

 Orang-orang ini melayani Tuhan (ay 22).

 Tetapi orang-orang ini tidak taat kepada Tuhan (ay 21,23). Ini kontradiksi dengan sebutan
‘Tuhan’ yang mereka gunakan (bdk. Luk 6:46 2Tim 2:19).

Catatan: ay 21 tidak mengajarkan ‘keselamatan melalui perbuatan baik’! Penafsiran


terhadap ay 21 ini tidak boleh bertentangan dengan Ef 2:8-9! Calvin mengomentari ay 21b
dengan kata-kata ini:

“These words, therefore, do not exclude faith, but presuppose it as the principle from which other
good works flow” (= Karena itu, kata-kata ini bukannya membuang iman, tetapi mensyaratkannya
sebagai asal usul / sumber dari mana semua perbuatan baik mengalir).
Calvin: “‘To do the will of the Father’ not only means, to regulate their life and manners, (as
philosophers talked,) by the rule of virtues, but also to believe in Christ, according to that saying,
‘This is the will of him that sent me, that very one which seeth the Son, and believeth on him, may
have everlasting life,’ (John 6:40.) These words, therefore, do not exclude faith, but presuppose it
as the principle from which other good works flow” (= ) - hal 367-368.

Jadi, ay 21 itu menunjuk pada orang-orang yang tidak membuktikan ‘iman’nya dengan
perbuatan baik. Mereka tidak masuk surga dengan ‘iman’ seperti itu. (bdk. Yak 2:17,26).

b) Masuk neraka? Ya! Karena memang hanya ada 2 tempat setelah kematian. Jadi, kalau tidak
masuk surga, tentu masuk neraka!

 Ay 22:

 mereka mengira mereka selamat, atau,

 mereka protes dalam usaha mereka supaya selamat (bdk. Mat 25:44). Ini sia-sia!

 Apakah ay 21-23 mengajarkan bahwa keselamatan bisa hilang? Tidak! Tiga alasan:

 konteks (ay 15-23) berbicara tentang nabi palsu!

 orang-orang itu = ‘pembuat kejahatan’ (ay 23). Jadi, imannya mati (bdk. Yak 2:17,26).
Mereka hanya orang Kristen KTP. Ini cocok dengan gambaran ‘serigala yang
memakai pakaian domba’ (ay 15). Karena mereka cuma Kristen KTP, jelas mereka
bukan kehilangan keselamatan, tetapi mereka memang tidak pernah selamat!

 ay 23 Yesus berkata:’Aku tidak pernah mengenal kamu!’. Kalau mereka pernah betul-
betul percaya dan diselamatkan, maka pasti Yesus pernah mengenal mereka! (bdk.
Yoh 10:27 2Tim 2:19).

4) Kita harus waspada terhadap nabi-nabi palsu itu (ay 15).

a) Nabi-nabi palsu sudah ada pada jaman Yesus.

Dalam ay 15 Yesus menggunakan kata ‘datang / come’, bukan ‘akan datang / will come’.
Tetapi menjelang akhir jaman (sekarang ini!), maka nabi-nabi palsu akan semakin banyak
(Mat 24:11-14). Jadi, kita harus makin waspada

b) Cara berwaspada:

 banyak berdoa untuk meminta Tuhan memimpin dalam pengertian Firman Tuhan.

 banyak membaca / belajar Firman Tuhan.

 hati-hati dalam memilih gereja / pengkhotbah

 hati-hati dalam memberi persembahan. Kalau saudara memberikan persembahan


kepada gereja yang sesat, pada hakekatnya saudara memberi persembahan kepada
setan!

Mat 7:24-29: Akhir khotbah di bukit.


Mat 7:24-27: Sebagai penutup khotbahnya Yesus memberikan illustrasi ini. 2 orang itu mirip. Sama-
sama membangun rumah. Bedanya tidak terlihat karena terletak pada fondasinya. Tetapi kalau
kesukaran datang, bedanya akan terlihat.
Yesus memberikan bagian ini sebagai penutup khotbahNya karena Ia ingin mereka tidak sekedar
menjadi pendengar Firman, tetapi juga pelaku Firman! (bdk. Yak 1:22-25).

Mat 7:28-29: Kesan pendengar:

1) ‘Penuh kuasa’. Apa artinya?

a) Ada yang menafsirkan karena Yesus sering mengajar: ‘Aku berkata ...’

b) Adanya kuasa Roh Kudus yang menyertaiNya (bdk. Luk 4:32,36).

2) ‘takjub’ (ay 28). Ini tidak cukup! Mereka harus taat! (bdk. ay 24-27).

Penerapan:

Apakah saudara sering merasakan keindahan suatu khotbah? Lalu, apakah saudara hanya
sekedar mengagumi keindahan khotbah itu, atau saudara juga mau mentaatinya?

MATIUS 8:1-4
Ay 1:
Yesus turun dari bukit. Dalam Mat 5:1 Ia naik ke bukit lalu memberikan khotbah di bukit (Mat 5-7),
lalu sekarang Ia turun dari bukit.

Ay 2-4:
1) Bagian ini pararel dengan Mark 1:40-45 dan Luk 5:12-16.

2) Orang kusta:

a) Penafsiran populer yang salah:

 kusta = hukuman dosa. Sekalipun hal ini bisa terjadi (Bil 12:1-10 2Raja 5:26-27) tetapi
tak selalu demikian.

 mengalegorikan bagian ini. Bagian ini sebetulnya merupakan bagian yang bersifat
hurufiah, bukan lambang. Tetapi banyak orang mengalegorikan bagian ini dengan
mengatakan bahwa orang kusta adalah lambang dari orang yang berdosa. Ia datang
kepada Yesus dan kustanya disembuhkan. Itu lambang dari orang berdosa yang datang
kepada Kristus, lalu dosanya diampuni/disucikan. Sekalipun ajaran ini injili, tapi dasar
dan penafsirannya salah.

 Roma Katolik juga mengalegorikan bagian ini. Mereka mengatakan orang kusta adalah
lambang orang berdosa dan Yesus menyuruh orang itu pergi kepada imam yang adalah
lambang dari pastor (priest). Ini mereka jadikan dasar dari ajaran mereka tentang
sakramen pengakuan/pengampunan dosa. Tetapi ini jelas tak masuk akal, karena orang
kusta itu sudah sembuh sebelum ia datang kepada imam, dan tujuan pergi kepada imam
hanya untuk mendapat pernyataan tahir saja (bdk. Im 14:1 dan seterusnya).

b) Kusta dalam Kitab Suci belum tentu sama dengan kusta jaman ini. Dalam NIV diberikan
footnote yang berbunyi: ‘The Greek word was used for various diseases affecting the skin
not necessarily leprosy’ (= Kata Yunaninya digunakan untuk bermacam-macam penyakit
kulit, tidak harus kusta).

c) orang kusta:
 sangat menderita lahir maupun batin.

 tidak bisa disembuhkan kecuali oleh mujijat. Im 13-14 tak ada cara penyembuhan kusta
karena memang tak bisa disembuhkan. Reaksi raja Israel dalam 2Raja 5:7 menunjukkan
bahwa memang kusta tak bisa disembuhkan kecuali oleh mujijat.

 selalu diasingkan supaya tak menulari / menajiskan orang lain. Bahkan kalau ia adalah
raja sekalipun, ia akan tetap diasingkan (Im 13:45,46 Bil 5:1,2 2Raja 15:5 2Taw 26:21).

William Barclay mengatakan bahwa kalau orang kusta memasukkan kepalanya ke dalam
sebuah rumah, maka seluruh rumah dianggap najis. Dan jarak minimum antara orang
kusta dan orang sehat adalah 4 hasta (± 180 cm). Kalau angin bertiup dari orang kusta
ke arah orang sehat maka jarak minimum adalah 100 hasta (± 45 meter).

 Orang kusta dalam bacaan kita sudah mencapai stadium lanjut. Ini bisa terlihat dari kata-
kata ‘penuh kusta’ dalam Luk 5:12. Jadi, ia sudah lama sangat menderita.

3) Apa yang dilakukan oleh orang kusta itu?

a) Datang kepada Yesus (ay 2).

Berbeda dengan 10 orang kusta dalam Luk 17:12 yang berdiri agak jauh, maka orang ini
datang mendekat. Pasti ia tak akan berani datang seperti itu kepada orang lain, siapapun
juga adanya orang itu. Tetapi mungkin ia sudah mendengar tentang kuasa dan kasih Tuhan
Yesus sehingga ia berani datang kepada Yesus.

b) Menyembah Yesus (ay 2).

Ini jelas adalah sikap hormat. Tetapi tidak jelas apakah ia menghormati Yesus sebagai Allah
atau sekedar sebagai nabi. Tetapi kata ‘sujud menyembah’ dalam ay 2 ini dalam bahasa
Yunaninya sama dengan kata ‘sujud menyembah’ dalam Mat 4:9-10. Dalam Mat 4:9-10
Yesus melarang menyembah siapapun kecuali Allah, tetapi dalam bagian ini Ia menerima
sembah dari orang kusta itu. Ini menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.

Penerapan:

Yesus = Allah. Sudahkah saudara menyembah Dia?

c) Ia berkata: ‘Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku’ (ay 2). Ini adalah
pandangan/kepercayaan yang benar! Orang itu yakin bahwa Yesus bisa menyembuhkan dia
(beda sekali dengan orang dalam Mark 9:22), tetapi ia tak yakin apakah Yesus mau
menyembuhkannya. Ia tidak yakin karena memang Yesus tidak pernah berjanji untuk
menyembuhkannya. Banyak orang yakin dan ‘beriman’ bahwa Tuhan akan menyembuhkan
dirinya sendiri / orang lain yang sakit, padahal Yesus tidak pernah berjanji untuk melakukan
hal itu. ‘Iman’ seperti itu tak punya dasar Kitab Suci sehingga tidak bisa disebut sebagai
iman!

4) Reaksi Tuhan Yesus:

a) Yesus mengulurkan tanganNya dan menjamah orang itu (ay 3).

 biasanya orang yang menjamah orang kusta lalu menjadi najis. Tetapi waktu Yesus
menjamah orang kusta itu, orang kustanya yang menjadi tahir.

 Yesus menjamah orang itu karena ia berbelas kasihan kepada orang itu.

Ini tidak berarti bahwa hamba Tuhan harus menjamah yang mempunyai penyakit yang
menular. Tidak pernah ada janji bahwa hamba Tuhan tidak akan ketularan kalau ia
menjamah orang yang mempunyai penyakit yang menular!
 Yesus tidak selalu menjamah orang yang sakit. Dalam Mat 8:5-13 Yesus menyembuhkan
seseorang dari jarak jauh! Jadi, jelaslah bahwa ‘menjamah’ bukanlah suatu rumus yang
harus selalu dilakukan waktu mendoakan orang sakit. Tetapi jaman sekarang hal itu
menjadi semacam rumus!

b) Yesus mau menyembuhkan orang itu (ay 3).

1. Ia menyembuhkan hanya dengan menggunakan kata-kataNya / firmanNya!

2. Ini suatu mujijat / kesembuhan ilahi! Dua ciri kesembuhan ilahi:

 Kesembuhannya terjadi seketika, tidak secara bertahap. Semua kesembuhan ilahi /


mujijat dalam Kitab Suci terjadi seketika! Dalam Mark 8:22-25 sekalipun kelihatannya
kesembuhan terjadi secara bertahap, tetapi dalam jangka waktu yang sangat singkat,
sehingga itupun harus dianggap seketika.

Jaman sekarang banyak orang yang bersaksi bahwa mereka mengalami mujijat /
kesembuhan ilahi tetapi secara bertahap. Ini bukan kesembuhan Ilahi. Memang
kesembuhan itu tetap berasal dari Tuhan, tetapi itu bukan kesembuhan ilahi!

 Kesembuhannya terjadi secara sempurna / total. Semua kusta orang itu hilang, tidak
tertinggal sedikitpun. Semua kesembuhan ilahi dalam Kitab Suci terjadi secara
sempurna! Tetapi jaman sekarang banyak orang yang bersaksi bahwa mereka
mendapatkan kesembuhan ilahi yang tidak sempurna. Misalnya: orang lumpuh
disembuhkan sehingga bisa berjalan, tetapi masih pincang. Orang sakit jantung
disembuhkan tetapi masih tidak bisa olah raga. Ini semua bukan kesembuhan ilahi!

3. Penyembuhan orang sakit kusta yang dilakukan Yesus ini adalah ciri dari Mesias (Mat
11:2-5 Yes 35:5-6).

c) Yesus memberi larangan dan perintah (ay 4).

1. Larangannya: Jangan memberi tahu siapapun.

 Larangan seperti ini sering terjadi misalnya dalam Mat 9:30 12:16 17:9 Mark
5:43 7:36, tetapi tidak selalu Yesus memberikan larangan seperti itu (bdk. Mark 9:19-
20).

 Larangan ini aneh! Bukankah waktu itu banyak orang yang melihat hal itu? (bdk.
ay 1). Belum tentu, karena ay 1 dan ay 2 belum tentu berhubungan. Dalam Injil
Matius khotbah di bukit (Mat 5-7) mendahului peristiwa penyembuhan orang kusta
ini, tetapi dalam Injil Lukas peristiwa penyembuhan orang kusta ini (Luk 5:12-16)
mendahului khotbah di bukit (Luk 6:17-dst). Andaikatapun Matiuslah yang menulis
sesuai dengan urutan-urutan waktu, tetap ada kemungkinan bahwa antara ay 1 dan
ay 2 ada selang waktu, sehingga waktu Yesus menyembuhkan orang kusta itu
peristiwa itu tidak disaksikan oleh banyak orang dalam ay 1 itu.

 Mengapa Yesus melarang orang itu memberi tahu orang lain? Untuk ini ada
bermacam-macam jawaban / penafsiran:

 Orang itu dilarang hanya sampai ia menunjukkan diri kepada imam. Jadi, maksud
Yesus adalah jangan menunda untuk menunjukkan diri kepada imam.

 Yesus tahu bahwa kalau banyak orang tahu bahwa Ia bisa melakukan mujijat,
mereka akan menjadikanNya raja atas mereka (bdk. Yoh 6:15). Yesus melarang
supaya hal itu tidak terjadi.

 Yesus melarang karena orang itu harus belajar dulu. Setelah itu baru boleh
memberitakan. Jadi, dengan kata lain Ia berkata: jangan tergesa-gesa menjadi
pengkhotbah, belajarlah lebih dulu supaya nanti bisa menjadi pengkhotbah yang
baik. Mungkin ini harus diperhatikan oleh orang-orang Islam yang menjadi Kristen
dan langsung menjadi pengkhotbah tanpa belajar / sekolah theologia!

 Yesus tidak mau dikenal sebagai pembuat mujijat tetapi sebagai Juruselamat.

 Itu adalah saat perendahan yang dialami oleh Yesus sehingga tidak pantas Ia
dipuji-puji karena mujijat yang Ia lakukan.

 Yesus ingin menghindari iri hati dan permusuhan yang akan timbul kalau Ia
dikenal sebagai orang yang bisa melakukan mujijat.

 Supaya Ia terus punya kebebasan dalam memberitakan Firman Tuhan (Mark


1:45). Ini yang paling sesuai konteks! Akhirnya setelah orang itu tidak mentaati
larangan Yesus itu dan menyebarkan peristiwa itu (Mark 1:45), maka Yesus tidak
bebas lagi memberitakan Firman Tuhan.

Jelas bahwa Yesus lebih mementingkan pemberitaan Firman Tuhan dari pada
penyembuhan orang sakit!

2. PerintahNya: Tunjukkan dirimu kepada imam dan seterusnya.

 Ini menunjukkan bahwa Yesus menghormati / mentaati / menghendaki orang


mentaati Perjanjian Lama (bdk. Im 14:1 dan seterusnya - itu jelas perintah Perjanjian
Lama / Hukum Taurat).

Sejak kematian Yesus Im 13-14 memang tidak perlu dilakukan lagi karena ini
termasuk ceremonial law / hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan
(Ef 2:15). Bagian Perjanjian Lama yang termasuk moral law / hukum moral, seperti
10 hukum Tuhan, terus berlaku sampai akhir jaman (Mat 5:17-19).

 ‘sebagai bukti bagi mereka’ (ay 4).

NASB: ‘as a testimony to them’ (= sebagai suatu kesaksian bagi mereka).

Apa artinya? Lagi-lagi ada macam-macam penafsiran:

 ‘mereka’ = orang-orang Yahudi. Jadi, artinya: supaya mereka tahu bahwa ia


sudah sembuh dari kustanya karena imamlah yang berhak untuk menyatakan
bahwa seorang kusta sudah sembuh.

 ‘mereka’ = imam-imam. Artinya: sebagai bukti kepada imam-imam bahwa Yesus


adalah hamba Allah yang mentaati Taurat. Tetapi ini berarti orang itu harus
memberi tahu imam-imam bahwa Yesuslah yang menyembuhkannya. Ini
bertentangan dengan larangan Yesus di atas tadi.

 ‘mereka’ = imam-imam. Arti: supaya imam-imam tahu bahwa Yesus mempunyai


kuasa ilahi. Ini juga berarti bahwa orang itu harus memberitahu imam bahwa
Yesuslah yang menyembuhkannya. Ini bertentangan dengan larangan Yesus.

 ‘mereka’ = imam-imam. Arti: supaya mereka tahu engkau sudah sembuh. Mereka
tak perlu tahu siapa yang menyembuhkan engkau.

5) Reaksi orang itu (Mark 1:45 Luk 5:15-16).

a) Sekalipun tidak dikatakan bahwa orang itu pergi kepada imam, bisa dipastikan ia pergi
kepada imam, karena tanpa pernyataan sembuh dari imam ia akan tetap dianggap najis.
b) Orang itu memberitahu banyak orang bahwa Yesus menyembuhkannya. Ia melanggar
larangan Yesus.

 mungkin motivasinya baik tetapi ia tetap berdosa dengan melanggar larangan itu.

 mungkin ia merenungkan larangan itu lalu menganggapnya tidak bijaksana sehingga ia


langgar.

Penerapan:

Perintah / larangan Tuhan bukan untuk direnungkan betul / tidaknya. Semua pasti betul!
Harus ditaati!

 orang itu mungkin berkobar-kobar semangatnya dalam melayani Tuhan, tetapi ia berdosa
karena semangatnya tidak disalurkan sesuai kehendak Tuhan.

c) Orang ini baru menerima berkat Tuhan, tetapi ia langsung menyakiti hati Tuhan.

Penerapan:

Banyak orang melakukan hal yang serupa, misalnya:

 diberi Tuhan berkat berupa mobil, lalu digunakan untuk piknik pada hari minggu dan tidak
ke gereja.

 lulus ujian, lalu pesta pora dan melupakan Tuhan.

 dapat pekerjaan yang enak, lalu mendewakan uang dan melupakan Tuhan.

6) Akibat ketidak-taatan orang itu (Mark 1:45 Luk 5:15-16).

a) Pelayanan Yesus menjadi terhalang.

b) Banyak orang datang kepada Yesus, tetapi sebagian untuk mendengar Firman Tuhan dan
sebagian untuk mendapat kesembuhan (Luk 5:15). Bisa dipastikan bahwa yang mencari
kesembuhan jauh lebih banyak dari yang mencari Firman Tuhan!

7) Apa tindakan Yesus selanjutnya?

a) Yesus menghindari mereka (Luk 5:16)!

Luk 5:16 versi NIV mengandung kata ‘often’ (= sering).

NIV: ‘But Jesus often withdrew to lonely places dan prayed’ (= Tetapi Yesus sering
mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa).

NASB juga memberi tambahan seperti itu.

Tetapi sebetulnya kata ‘often’ itu tidak ada. Kalau kata itu ditambahkan, maka Luk 5:15
kelihatannya terputus dari Luk 5:16. Padahal Luk 5:16 adalah akibat Luk 5:15. Yesus sengaja
menghindari orang banyak itu! Mengapa?

Calvin: “He avoided a crowd of men because He saw that He would not satisfy the wishes of the
people without doing so many miracles as to prevent them from thinking properly about His
doctrine” (= Ia menghindari kerumunan banyak orang karena Ia melihat bahwa Ia tidak bisa
memuaskan keinginan dari orang-orang itu tanpa melakukan begitu banyak mujijat sehingga
membuat mereka tidak bisa berpikir benar tentang ajaranNya).
Terlalu banyak orang yang minta kesembuhan. Kalau Yesus menuruti semua itu maka
semua itu akan menyebabkan orang-orang itu tak bisa berpikir secara benar tentang apa
yang Ia ajarkan. Karena itulah Yesus menghindar!

Dari sini bisa kita lihat:

 Yesus mengutamakan pengajaran Firman Tuhan.

 Yesus tidak selalu menyembuhkan orang sakit yang datang kepadaNya! Alangkah
berbedanya ini dengan kepercayaan banyak orang saat ini yang menganggap Yesus
selalu mau menyembuhkan!

b) Yesus berdoa di tempat yang sunyi.

 ini tidak berarti kita tidak boleh berdoa kalau sedang ramai.

 kalau bisa, usahakanlah untuk membuat sunyi tempat saudara berdoa (misalnya:
matikan TV / tape dan sebagainya) atau pergilah ke tempat yang sunyi untuk berdoa.

 alangkah bertentangannya cara Yesus dalam berdoa ini dengan praktek-praktek jaman
sekarang seperti:

 doa diiringi musik / band.

 doa bersuara.

 sebagian jemaat berdoa, sebagian lainnya menyanyi.

MATIUS 8:5-17
Mat 8:5-13
I) Apakah Mat 8:5-13 = Luk 7:1-10 = Yoh 4:46-53?
A) Mat 8:5-13 dan Luk 7:1-10.

Mat 8 perwira itu sendiri yang pergi kepada Yesus.

Luk 7 perwira itu suruh orang pergi kepada Yesus.

Memang ada pandangan yang mengatakan bahwa Mat 8 dan Luk 7 adalah 2 cerita
yang berbeda. Jadi, ada perwira II yang meniru perwira I. Tetapi begitu banyak detail-
detail yang sama antara Mat 8 dan Luk 7 menyebabkan hal itu rasanya tidak masuk
akal.

Mat 8:5-13 jelas memang sama / paralel dengan Luk 7:1-10!

Orang Yahudi mempunyai anggapan bahwa apa yang dilakukan seseorang melalui
orang lain; ia sendirilah yang melakukan hal itu.

Illustrasi: dalam hidup kita sekalipun kita sering berkata: ‘Saya membangun rumah’,
padahal kenyataannya kita menyuruh orang (tukang batu) untuk membangun rumah.

Contoh dalam Kitab Suci:

 Yoh 3:22,26 dan Yoh 4:1 mengatakan Yesus yang membaptis


Tetapi Yoh 4:2 mengatakan Yesus sendiri tidak membaptis; murid-muridNyalah
yang membaptis. Jadi, Yesus membaptis melalui murid-muridNya sebagai agen.

 Mark 10:35 - Yohanes dan Yakobus sendiri yang minta kepada Yesus.

Tetapi Mat 20:20 - yang minta adalah ibu mereka. Jadi, Yohanes dan Yakobus
minta lewat ibunya sebagai agen.

B) Mat 8:5-13 dan Yoh 4:46-53.

Ini memang merupakan 2 cerita yang berbeda. Perbedaannya:

Mat 8:5-13 Yoh 4:46-53

---------------------------------------------------------------------------

perwira pegawai istana

yang sakit adalah hamba yang sakit adalah anak

melarang Yesus datang meminta Yesus datang

Kesimpulan: Mat 8:5-13 = Luk 7:1-10  Yoh 4:46-52.

II) Perwira.
1) ‘perwira’ (ay 5) atau ‘centurion’ adalah kepala atas 100 orang prajurit. Orang ini jelas
bukan orang Yahudi tetapi dari Luk 7:5 kelihatannya ia masuk agama Yahudi.

2) Orang ini mempunyai problem yaitu hambanya sakit (ay 6 bdk. Luk 7:3).

3) Orang ini mengasihi hambanya yang sakit.

Luk 7:3 - ‘sangat dihargainya’. Tetapi KJV mengatakan: ‘who was dear to him’ (=
yang disayanginya).

Kasih ini menyebabkan ia ‘menaikkan doa syafaat’ untuk hambanya (ay 5-6).

Penerapan:

Bagaimana sikap saudara kalau pembantu saudara sakit? Apakah saudara berdoa
supaya dia disembuhkan? Atau saudara tidak peduli? Baca Amsal 12:10!

4) Orang ini rendah hati.

Orang-orang Yahudi menganggap ia ‘layak’ untuk ditolong (Luk 7:5). Tetapi ia sendiri
menganggap dirinya tidak layak (ay 8 bdk. Luk 7:6-7). Mungkin sekali rasa tidak
layak itu ada karena ia tahu batasan yang keras antara Yahudi dan non Yahudi (bdk.
Yoh 18:28 Kis 10:28 Kis 11:2-3 Gal 2:11-14).

Rasa tidak layak harus ada pada diri kita waktu kita berdoa / datang kepada Tuhan
(bdk. Luk 18:9-14).

5) Orang ini beriman (ay 8b-9).

 tidak ada tahyul dalam imannya; ia yakin Yesus bisa menyembuhkan tanpa
menyentuh.
 arti ay 9: Kalau aku yang adalah seorang bawahan bisa memberi perintah dan
perintah itu bisa terlaksana, apalagi Engkau yang bukan seorang bawahan!

III) Sikap Tuhan Yesus.


1) Yesus heran melihat iman orang itu (ay 10).

Bandingkan dengan Mark 6:6a dimana Yesus heran melihat ketidak-percayaan


orang-orang Nazaret.

Yesus dikatakan ‘heran’. Ini meninjau Yesus sebagai sebagai manusia. Waktu itu
kesadaran manusiaNyalah yang muncul. Sebagai Allah, Yesus tidak mungkin bisa
merasa heran.

2) Yesus memuji iman orang itu (ay 10). Hal yang sama ia lakukan kepada seorang
perempuan Kanaan (Mat 15:28). Yesus senang melihat orang beriman kepada Dia!

3) Yesus mengatakan ay 11-12.

Ay 11: banyak orang non Yahudi akan selamat / masuk surga. Perwira ini hanya
contoh / salah satu diantara mereka. Ini sesuai dengan nubuat-nubuat dalam
Perjanjian Lama seperti Kej 12:1-3 Yes 2:2-3 Yes 11:10 Yes 49:6 Mikha 4:1-2.

Ay 12:

 ‘anak kerajaan’ = orang Yahudi.

 ‘kegelapan’. Disebut gelap untuk dikontraskan dengan Allah yang adalah terang.
Atau, gelap bisa berhubungan dengan penjara bawah tanah yang gelap.

 ‘paling gelap’. Orang Yahudi tahu banyak, jadi dituntut banyak (Luk 12:47-48).

 ‘ratap’ (= weep). Ini kontras dengan keadaan di surga yang tanpa air mata (Wah
21:4).

 ‘kertak gigi’ menggambarkan rasa sakit / amarah.

4) Yesus menyembuhkan (ay 13).

 kesembuhan ilahi selalu terjadi seketika, bukan melalui proses.

 ay 13 ini hanya berlaku untuk perwira itu. Ayat ini tidak berlaku umum.

MATIUS 8:14-17
1) Petrus punya ibu mertua (ay 14), dan itu berarti ia punya istri (bdk. 1Kor 9:5).

 gereja Katolik melarang para hamba Tuhan untuk menikah. Tetapi Petrus yang
mereka akui sebagai Paus I ternyata menikah! Ini kontradiksi!

 hidup membujang tidak berpengaruh pada kesucian! Pernikahan / sex diciptakan


oleh Allah!

 hanya orang yang punya karunia membujang boleh hidup membujang (Mat 19:10-12
1Kor 7:7).
2) Ay 15 (bdk. Luk 4:39). Yesus menghardik demam. Ini tidak berarti bahwa orang itu
demam karena dirasuk setan! Penyakit memang bisa terjadi karena kerasukan setan
tetapi tidak selalu demikian.

3) Ay 15 setelah disembuhkan (terima berkat), orang itu melayani.

Mungkin saudara tidak pernah mengalami kesembuhan ilahi. Tetapi itu tidak berarti
bahwa saudara tidak pernah menerima berkat. Keselamatan adalah berkat terbesar!
Tetapi sudahkah saudara melayani?

4) Ay 16 Yesus mengusir roh-roh jahat. Dalam Mark 1:34 Yesus melarang mereka bicara.
Karena apa? Yesus tidak mau dipublikasikan oleh setan. Itu sama dengan bekerja sama
dengan setan. Hal yang sama juga dilakukan Paulus (Kis 16:16-18).

5) Ay 16: ‘all the sick’ (= semua orang sakit). Yesus menyembuhkan semua orang yang
sakit itu. Ini tetap tidak boleh diartikan bahwa orang Kristen yang sakit pasti disembuhkan
oleh Yesus. Mengapa? Karena dalam bagian-bagian Kitab Suci yang lain kita melihat
bahwa Yesus tidak selalu menyembuhkan semua yang sakit! (bdk. Luk 5:15-16 Yoh
5:1-18).

6) Ay 17. Ada kutipan dari Yes 53:4a.

Pertanyaan: apakah Yes 53:4 itu bicara tentang penyakit jasmani atau rohani (dosa)?

a) Ada yang berpendapat bahwa Yes 53:4 itu bicara tentang penyakit jasmani dan
rohani. Semua ditanggung oleh Yesus. Tetapi penafsir ini tetap berkata bahwa orang
yang percaya kepada Yesus pasti akan menerima pengampunan dosa (kesembuhan
atas penyakit rohani), tetapi belum tentu mengalami kesembuhan jasmani.
Pembebasan dari problem jasmani baru akan kita alami pada saat Kristus datang ke
dua kalinya.

Kalau memang Yes 53:4 ditafsirkan sebagai penyakit jasmani dan rohani, maka tak
ada problem lagi dengan Mat 8:17.

b) Ada yang berpendapat bahwa Yes 53 hanya berbicara soal penyakit rohani atau
dosa. Memang kalau dilihat kontexnya (Yes 53:4-6) maka ‘penyakit’ dalam Yes 53:4
adalah penyakit rohani atau dosa. Demikian juga kalau kita melihat pada 1Pet 2:22-
25.

Problemnya adalah: kalau Yes 53:4 diarahkan pada penyakit rohani / dosa, mengapa
Matius mengutip ayat itu waktu Yesus memberikan kesembuhan jasmani?

Jawaban: Yesus sering melakukan mujijat karena Ia hendak mengajar sesuatu.


Contoh:

 Ia mencelikkan mata orang buta dalam Yoh 9 untuk menunjukkan diriNya sebagai
‘terang dunia’ (Yoh 9:5).

 Ia membangkitkan Lazarus dalam Yoh 11 untuk menunjukkan diriNya sebagai


‘Kebangkitan dan Hidup’ (Yoh 11:25).

 Ia memperbanyak roti dalam Yoh 6 untuk menunjukkan diriNya sebagai ‘Roti


Hidup’ (Yoh 6:35).

Jadi, dalam Mat 8 Ia menyembuhkan penyakit jasmani untuk menunjukkan diri


sebagai penyembuh penyakit rohani atau dosa. Karena itulah Matius lalu mengutip
Yes 53:4 dan mengatakan bahwa ayat itu tergenapi saat itu.
Calvin: “Matthew quotes this prediction, after having related that Christ cured various
diseases; though it is certain that he was appointed not to cure bodies, but rather to cure
souls; for it is of spiritual disease that the Prophet intends to speak. But in the miracles
which Christ performed in curing bodies, he gave a proof of the salvation which he brings
to our souls. That healing had therefore a more extensive reference than to bodies, because
he was appointed to be the physician of souls; and accordingly Matthew applies to the
outward sign what belonged to the truth and reality” (= Matius mengutip ramalan ini,
setelah menceritakan bahwa Kristus menyembuhkan bermacam-macam penyakit;
sekalipun sudah tentu bahwa Ia ditetapkan bukan untuk menyembuhkan tubuh, tetapi
untuk menyembuhkan jiwa; karena adalah penyakit rohanilah yang dibicarakan oleh
sang nabi. Tetapi dalam mujijat-mujijat yang dilakukan Kristus dalam menyembuhkan
tubuh, Ia memberi suatu bukti tentang keselamatan yang Ia bawa kepada jiwa kita.
Karena itu kesembuhan itu mempunyai hubungan yang lebih luas dengan jiwa dari
pada tubuh, karena Ia ditetapkan sebagai dokter untuk jiwa; dan sesuai dengan itu
Matius menerapkan pada tanda lahiriah apa yang termasuk pada kebenaran dan
kenyataan) - hal 115.

MATIUS 8:18-34
Mat 8:18-22
Dalam Mat 8:18-22 ini hanya diceritakan tentang 2 orang (dalam Luk 9:57-62 yang
merupakan bagian paralelnya ada 3 orang).

1) Orang pertama (ay 19-20).

 orang ini adalah seorang ahli Taurat dan ia mau ikut Yesus. Kata-katanya
kelihatannya menunjukkan bahwa ia adalah orang yang rohani. Tetapi dari jawaban
Yesus pada ay 20 bisa disimpulkan bahwa orang ini ingin ikut Yesus karena ia
mengira bahwa ikut Yesus itu bakal enak (karena Yesus bisa melakukan segala
macam mujijat). Orang ini tidak tahu apa-apa tentang penyangkalan diri, pemikulan
salib, penderitaan karena / demi Kristus dan sebagainya.

 Jawaban Yesus kepada orang pertama ini (ay 20):

 ay 20 menunjukkan Yesus tidak punya tempat tinggal. Ia ditolak dimana-mana.

 Orang Kristen yang menganggap bahwa ikut Yesus itu enak tok, perlu
memperhatikan dan merenungkan ay 20 ini! Juga ayat-ayat seperti
Mat 10:16 Mark 13:12-13 Yoh 15:18-19 Yoh 16:33 Fil 1:29 2Tim 3:12).

 Yesus tidak melakukan propaganda bahwa ikut Dia itu enak. Ia langsung
memberitahu bahwa ikut Dia itu berat dan ada ‘ongkos yang harus dibayar’. Ini
jelas bertentangan dengan banyak ajaran pada saat ini yang mengatakan bahwa
ikut Yesus pasti kaya, sembuh dari sakit, bebas dari problem dan sebagainya.
Yesus tidak pernah mengajarkan ajaran yang seperti ini!

2) Orang kedua (ay 21-22).

Ada orang-orang yang menafsirkan bahwa ayah orang itu memang baru saja mati.
Tetapi rasanya tidak mungkin Yesus melarang orang itu untuk mengubur ayahnya kalau
ayahnya betul-betul baru mati. Penafsir yang lain menganggap bahwa tradisi saat itu
adalah bahwa seorang anak harus menguburkan ayahnya. Jadi, biasanya anak tidak
mau pergi jauh sebelum ayahnya mati dan ia kuburkan. Jadi, yang diminta oleh orang
ini adalah penundaan untuk ikut Yesus sampai ayahnya mati, barulah ia mau ikut Yesus.

Apa yang ingin dilakukan oleh orang itu (mengubur ayah) adalah sesuatu yang baik (bdk.
Mat 15:3-9). Tetapi ia mengutamakan hal itu lebih dari ikut Yesus. Ini yang salah!
Penundaan yang ingin ia lakukan menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai kesadaran
bahwa ikut Yesus / melayani Yesus adalah sesuatu yang sangat mendesak dan tidak
boleh ditunda. Tetapi banyak orang Kristen seperti itu. Mereka menunda untuk belajar
Firman Tuhan, melayani Tuhan dan sebagainya dengan piliran: ‘Lain kali toh masih bisa’.
Apakah saudara juga berpikir seperti itu? Bertobatlah!

Ay 22 artinya: orang yang mati rohani bisa menguburkan ayahmu, tetapi kamu harus ikut
Aku dan mengabarkan Injil (Lukas 9:60). Ada tugas-tugas yang bisa dilakukan oleh
orang lain, yang tidak Kristen sekalipun. Tetapi ada tugas-tugas yang hanya bisa
dilakukan oleh orang Kristen yang sungguh-sungguh. Misalnya memberitakan Injil. Ini
harus diprioritaskan!

Penerapan:

Apakah saudara punya aktivitas-aktivitas dunia (sekalipun itu baik) sehingga saudara
lalu tidak mempunyai waktu untuk melayani Tuhan? Ingat bahwa aktivitas duniawi itu
bisa dilakukan oleh orang lain, yang kafir sekalipun. Tetapi pelayanan di gereja tidak
bisa dilakukan oleh orang kafir. Kapan saudara mau meninggalkan aktivitas duniawi itu
dan mulai melayani Tuhan?

Dalam pelayananpun ada hal-hal yang bisa dilakukan oleh banyak orang, misalnya jadi
bendahara, penulis, dan sebagainya. Ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh sedikit
orang, misalnya menjadi liturgist, organist dan sebagainya. Ada hal-hal yang hanya bisa
dilakukan oleh sangat sedikit orang, misalnya berkhotbah / mengajar. Saudara harus
berusaha untuk lebih menggunakan karunia-karunia yang jarang ada!

3) Perbandingan antara orang pertama dan orang kedua:

Orang pertama : too ready to follow Jesus (= terlalu siap untuk mengikut Yesus).

Orang kedua : too unready to follow Jesus (= terlalu tidak siap untuk mengikut Yesus).

Mat 8:23-27
1) Bagian ini pararel dengan Mark 4:35-41 dan Luk 8:22-25.

2) Ay 23 (bdk. Mark 4:35): Yesus yang mengajak, dan Yesus beserta murid-murid dalam
perahu. Tetapi mereka toh terkena badai. Jelas bahwa ikut / taat kepada Yesus tidak
menjamin bahwa hidup ini akan bebas dari kesukaran!

3) Ay 24: ‘sekonyong-konyong’. Letak geografis danau Galilea menyebabkan badai sering


datang secara mendadak. Badai itu jelas bukan suatu kebetulan. Itu memang
direncanakan / diatur oleh Allah untuk menguji iman murid-murid. Memang kalau hidup
serba tenang / enak, kita tidak bisa melihat lemahnya iman kita. Kalau kesukaran sudah
datang, maka baru kita bisa melihat lemahnya iman kita.

4) Ay 24: ‘Yesus tidur’. Tapi hakekat ilahi (divine nature) tetap mengontrol diri Yesus
sehingga sekalipun Ia tidur, itu tidak berarti Ia tidak mengontrol segala sesuatu!

5) Ay 25: murid-murid takut. Rasa takut murid-murid dalam ay 25 ini adalah rasa takut yang
disebabkan kurang / tidak beriman. Itu jelas adalah dosa!

6) Ay 25: kata-kata yang diucapkan berbeda dengan Mat 4:28 dan Luk 8:24.

Penjelasan: pada waktu ketakutan mungkin setiap murid berteriak-teriak. Matius


menuliskan teriakan murid yang satu, Markus menuliskan teriakan murid yang lain dan
sebagainya.
7) Ay 26: di sini Yesus menegur dulu, baru menenangkan badai. Ini terbalik dengan yang
di Markus dan Lukas. Penulis Kitab Suci tidak selalu menulis sesuai dengan urut-urutan
waktu. Tidak diketahui yang mana yang sesuai dengan urut-urutan waktu.

8) Ay 26 Yesus menenangkan badai. Ini menunjukkan keilahian Yesus (bdk. ay 27). Pada
waktu Yesus tidur, itu menunjukkan kemanusiaan Yesus. Dia memang sungguh-
sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.

Mat 8:28-34
1) Bagian ini pararel dengan Mark 5:1-20 dan Luk 8:26-39.

2) Ay 28: Gadara. Mark 5:1 - Gerasa.

Ada yang mengatakan dua nama itu sama. Ada juga yang mengatakan bahwa Gerasa
terletak 12 mil sebelah tenggara Gadara dan mungkin peristiwa itu terjadi di antara dua
tempat itu sehingga Matius menyebut Gadara dan Markus menyebut Gerasa.

3) Ay 28: dua orang. Mark / Luk - hanya 1 orang.

Mungkin sekali waktu itu ada 2 orang yang kerasukan setan, tetapi yang satu lebih parah
keadaannya sehingga Markus / Lukas hanya menyoroti yang satu itu.

4) Ay 28: orang yang kerasukan itu sangat berbahaya dan sangat kuat (bdk. Mark 5:3-4).

Setan memang bisa memberi kekuatan luar biasa / gaib seperti ‘tenaga dalam’, ilmu
kebal dan sebagainya.

5) Ay 29: ini diucapkan karena Yesus menyuruh mereka keluar (Mark 5:7-8).

Setan mengaku Yesus sebagai Anak Allah tetapi ia bisa mendustai manusia sehingga
manusia tidak percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah.

Setan tahu bahwa ada waktunya ia akan disiksa!

Kata-kata ‘sebelum waktunya’ (ay 29) bisa berarti:

 ia tahu bahwa saat itu memang belum waktunya.

 ia mengucapkan hanya karena takut kalau-kalau waktu itu sudah tiba.

Setan minta beberapa hal:

 supaya tidak disuruh ke jurang maut (Luk 8:31) dan supaya tidak disuruh keluar
daerah itu (Mark 5:10). Mungkin kedua hal ini sama artinya yaitu setan minta tidak
diusir ke daerah yang tidak berpenghuni. Ini menunjukkan keinginan mereka yang
luar biasa untuk menggoda / menyerang manusia.

 minta ijin masuk ke dalam babi-babi (ay 31).

6) Ay 32: Yesus mengijinkan setan-setan itu masuk ke dalam babi-babi dan setan itu
membunuh babi-babi itu. Dari sini bisa kita dapatkan beberapa hal:

 untuk menyerang / membunuh babipun setan membutuhkan ijin Tuhan, apalagi


menyerang / membunuh kita!
 kalau Allah tidak menguasai, orang yang kerasukan itupun pasti sudah dibunuh oleh
setan dari tadi. Jadi, sekalipun kelihatannya orang yang kerasukan itu dikuasai
sepenuhnya oleh setan, tetapi Allah tetap menguasai seluruhnya.

 setan membunuh babi-babi dengan tujuan menyerang pemilik babi (bdk. Ayub).

7) Ay 32:mengapa Yesus ijinkan setan masuk ke dalam babi dan membunuh babi-babi
itu?

Ada beberapa penafsiran:

 untuk menghukum pemilik babi, karena babi adalah binatang haram. Tetapi,
pemiliknya belum tentu adalah orang Yahudi sehingga tidak terikat dengan peraturan
itu.

 Yesus ingin menguji pemilik babi.

 Yesus ingin menunjukkan bahwa 2 manusia jauh lebih berharga dari 2000 babi.

 Yesus ingin orang yang kerasukan itu melihat bukti bahwa setan memang sudah
keluar dari dirinya. Kalau setan hanya sekedar keluar dan tak terjadi apa-apa, maka
orang itu mungkin masih akan bertanya-tanya: ‘Betulkah setannya sudah keluar dari
diriku?’. Tetapi sekarang, dengan setan-setan itu masuk ke dalam babi lalu babi-babi
lari dan masuk danau, ia bisa yakin bahwa setan memang sudah keluar dari dirinya.

8) Ay 33-34: orang banyak / pemilik babi:

 takut, mungkin karena:

 melihat keilahian Yesus.

 takut akan rugi lebih banyak.

 minta Yesus pergi. Mereka lebih senang tidak ada Yesus dari pada harus rugi!
Mereka lebih melihat pada kerugiaanya daripada berkat yang diberi Yesus (orang
yang sembuh).

9) Mark 5:18-20: bagian ini tidak ada dalam Matius / Lukas.

 orang itu bebas dari setan; ini tidak berarti bahwa ia boleh hidup semaunya. Ia harus
taat kepada Yesus.

 Yesus yang menyembuhkan orang itu. Tetapi Yesus menyuruh orang itu untuk
menceritakan apa yang diperbuat Tuhan atasnya (ay 19). Dan orang itu lalu
memberitakan apa yang diperbuat Yesus atasnya. Jadi, jelas bahwa ‘Yesus’ dan
‘Tuhan’ bisa dibolak-balik dan itu berarti Yesus adalah Tuhan!

 Yesus menyuruh orang itu ‘sharing’ (= membagikan pengalaman). Ini merupakan


sesuatu yang penting. Setiap saudara harus belajar untuk sharing!

 orang banyak itu mengusir Yesus. Tetapi Yesus tetap mengasihi / mengasihani
mereka. Buktinya? Ia meninggalkan seorang (atau 2 orang) ‘penginjil’ di sana.

MATIUS 9:1-13
Mat 9:1-8
Bagian ini paralel dengan Mark 2:1-12 dan Luk 5:17-26.

Ay 1:
‘KotaNya sendiri’ menunjuk pada kota Kapernaum (bdk. Mark 2:1). Yesus memang lahir di Betlehem
dan dibesarkan di Nazaret. Di sini Kapernaum disebut ‘kotaNya sendiri’ karena Ia sering pergi ke
sana.

Ay 2: (bdk. Mark 2:2-5).

1) 4 orang membawa si lumpuh kepada Yesus. Dari bagian ini kita bisa mempelajari beberapa hal
yang penting tentang suatu pelayanan:

a) Ada kesatuan dan ada 1 tujuan yaitu membawa si lumpuh kepada Yesus.

b) Ada kerja sama. Ini mutlak harus ada dalam pelayanan.

c) Ada ketekunan. Mereka tidak putus asa sekalipun ada halangan (banyak orang menghalangi
pintu masuk).

d) Ada kasih kepada orang yang dilayani. Kasih ini menyebabkan mereka mau berkorban
tenaga, waktu, perasaan, dsb.

Adakah hal-hal ini dalam pelayanan saudara?

2) Penderitaan sering membawa seseorang kepada Kristus.

Kelumpuhan itu jelas merupakan suatu penderitaan. Banyak orang pada waktu menderita justru
lari ke dalam dosa. Tetapi bagi orang lumpuh ini, penderitaannya justru membawanya kepada
Yesus.

3) Yesus ‘melihat’ iman mereka.

a) Ini merupakan bukti keilahian Yesus. Ia bisa melihat iman.

b) Ada yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘mereka’ hanyalah 4 orang yang
mengusung si lumpuh. Tetapi ini tidak mungkin, karena kalau si lumpuh itu sendiri tidak
beriman, ia tidak mungkin mendapat pengampunan dosa (bdk. Ibr 11:6). Jadi jelaslah bahwa
yang dimaksud dengan ‘mereka’ adalah 4 orang yang mengusung dan si lumpuh sendiri.

4) ‘Percayalah ...’. Ini salah terjemahan.

NIV/RSV: ‘take heart’ (= teguhkanlah hatimu).

NASB: ‘take courage’ (= beranikanlah dirimu).

KJV: ‘be of good cheer’ (= bergembiralah).

Kata Yunani yang sama dalam Mat 9:22 diterjemahkan ‘teguhkanlah hatimu’.

5) ‘Dosamu sudah diampuni’.

a) Ini menunjukkan bahwa mungkin sekali orang itu lumpuh karena dosa.

b) Orang itu pasti menginginkan kesembuhan jasmani. Yesus memberikan kebutuhan orang
itu, yaitu kesembuhan jiwa, sekalipun orang itu tidak meminta hal itu.
c) Yesus lebih mementingkan kesembuhan rohani / jiwa dari pada kesembuhan jasmani.
Apakah kita / gereja kita juga seperti itu?

Ay 3:
1) ‘Ahli Taurat’.

Bagian paralelnya dalam Luk 5:17 versi Kitab Suci Indonesia tetap menterjemahkan ‘ahli Taurat’.
Tetapi Kitab Suci bahasa Inggris memberikan terjemahan yang berbeda.

NIV/NASB/RSV: ‘teachers of the law’ (= guru-guru hukum Taurat).

KJV: ‘doctors of the law’ (= doktor-doktor hukum Taurat).

Ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang belajar dan mengajar hukum Taurat.

2) Mereka menganggap bahwa Yesus menghujat Allah (bdk. Mark 2:7).

Mereka mempunyai pandangan yang benar, yaitu bahwa hanya Allah saja yang bisa
mengampuni dosa. Lalu mereka melihat Yesus mengampuni dosa. Ada 2 kesimpulan yang bisa
mereka ambil:

a) Yesus adalah Allah.

b) Yesus menghujat Allah, karena sekalipun Ia adalah manusia biasa yang bukan Allah, Ia
mengampuni dosa, dan itu berarti menyamakan diri dengan Allah (bdk. Yoh 10:32-33).

3) Mereka berkata ‘dalam hatinya’.

Jadi, ini adalah ketidaksenangan yang tidak diungkapkan (beda dengan Mat 8:34 dan Mat 9:11).
Sebetulnya lebih baik mengungkapkan ketidaksenangan dari pada memendamnya, karena
memendam ketidaksenangan biasanya berakhir dengan penyebaran gossip pada waktu orang
yang tak disenangi itu tidak ada.

Ay 4a:
Yesus mengetahui pikiran mereka. Dalam 1Kor 2:11 dikatakan bahwa yang tahu pikiran seseorang
hanyalah roh orang itu. Tetapi seseorang bisa mengetahui pikiran orang lain:

 dengan pertolongan Tuhan. Contoh: nabi-nabi dan rasul-rasul sering bisa tahu pikiran orang lain
(Misalnya: Kis 5:1-4 1Raja 14:1-6).

 dengan pertolongan setan. Karena itu jangan terlalu heran dan lalu percaya kepada orang yang
tahu pikiran saudara atau problem / penyakit saudara. Ia mungkin saja menggunakan kuasa
gelap.

 kalau orang itu adalah Tuhan sendiri.

Ay 4b-7:
Dari sudut manusia memang gampang untuk berkata ‘dosamu sudah diampuni’. Karena apa?
Karena tidak ada buktinya apakah hal itu betul-betul terjadi atau tidak. Tetapi kalau harus
mengucapkan kalimat itu dan harus betul-betul terjadi, maka itu jelas mustahil. Juga mengatakan
‘bangunlah dan berjalanlah’ dan harus betul-betul terjadi, adalah sesuatu yang mustahil bagi
manusia.

Tetapi bagaimana kalau ditinjau dari sudut Tuhan? Ada yang mengatakan bahwa bagi Tuhan
mengampuni dosa lebih sukar karena untuk bisa mengampuni dosa Ia harus menjadi manusia dulu
dan mati menebus dosa manusia. Sedangkan untuk menyembuhkan penyakit Ia tidak perlu
melakukan semua itu. Tetapi kalau penyakit orang itu terjadi karena dosanya, maka jelas bahwa
penyakit itu tidak akan sembuh sebelum dosanya diampuni.

Jadi, pertanyaan Yesus dalam ay 5 harus dijawab sebagai berikut: ‘Bagi manusia dua hal itu sama-
sama mustahil, sedangkan bagi Allah sama-sama mungkin / bisa dilakukan’.

Arti dari bagian ini: dalam ay 2 Yesus mengampuni dosa. Ini merupakan suatu claim bahwa Ia adalah
Allah. Tetapi tidak ada bukti bahwa pengampunan dosa itu betul-betul terjadi. Karena itu, claimnya
sebagai Allah juga tidak terbukti. Ia lalu membuktikan claimnya sebagai Allah itu dengan
menyembuhkan orang lumpuh itu. Ini membuktikan bahwa Ia adalah Allah, dan ini membuktikan
bahwa pengampunan dosa yang tadi Ia ucapkan memang betul-betul terjadi.

Ay 8:
Pada waktu melihat mujijat itu, orang banyak itu kagum, takut, dan memuliakan Allah. Tetapi mereka
toh tetap tidak percaya kepada Yesus! Dari mana kita bisa tahu bahwa mereka masih tetap tidak
percaya?

1) Sampai Yesus mati dan bangkit, hanya ada 11 murid dan sedikit orang yang betul-betul percaya
kepada Yesus.

2) Ay 8b mengatakan: ‘Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia’.

a) Jelas bahwa mereka masih tetap menganggap Yesus sebagai manusia, bukan sebagai
Allah.

b) Kata ‘manusia’ sebetulnya ada dalam bentuk jamak (Inggris: ‘men’). Yang dimaksud adalah
‘seluruh umat manusia’ (human race). Jadi, mereka menganggap Yesus hanya sebagai
salah satu dari ‘human race / umat manusia’.

Dalam Mat 8:1-17 Yesus menunjukkan kuasaNya atas penyakit.

Dalam Mat 8:23-27 Yesus menunjukkan kuasaNya atas alam (badai, ombak, angin, dsb).

Dalam Mat 8:28-34 Yesus menunjukkan kuasaNya atas setan.

Dalam Mat 9:1-8 Yesus menunjukkan kuasaNya atas dosa!

Mat 9:9-13: (paralel dengan Mark 2:13-17 dan Luk 5:27-32).

Ay 9:
1) Orang yang bernama ‘Matius’ dalam ay 9 ini sama dengan ‘Lewi’ dalam Mark 2:14 / Luk 5:27.
Ialah yang nantinya menulis Injil Matius ini.

Ia adalah:

 orang Yahudi.

 pemungut cukai (Luk 5:27).

 orang kaya.

 orang yang dibenci masyarakat karena ia bekerja sebagai penagih pajak untuk pemerintah
Romawi (yang adalah penjajah dan orang kafir), dan pada waktu menagih pajak, pemungut
cukai ini memeras rakyat dengan cara menaikkan pajak dan mengkorupsi kelebihannya.
2) Matius dipanggil oleh Yesus pada waktu ia ada di rumah cukai. Ia masih ada di dalam dosa
(sebetulnya pekerjaan sebagai penagih pajak bukanlah dosa, tetapi tindakan korupsinya jelas
adalah dosa). Tetapi ia toh dipanggil oleh Yesus. Inilah kasih Allah kepada orang berdosa!

3) Matius ikut Yesus, padahal dalam panggilan Yesus kepadanya tidak ada janji berkat apa-apa!
Ini merupakan sesuatu yang luar biasa!

4) Matius meninggalkan segala sesuatu (Luk 5:28).

a) Ini kontras sekali dengan sikap pemuda kaya dalam Mat 19:22.

b) Pekerjaan pemungut cukai sebetulnya tidak dosa kalau dilakukan dengan benar. Ini terlihat
dari:

 Yesus tidak menyuruh Zakheus meninggalkan pekerjaannya (Luk 19:1-10).

 Yohanes Pembaptis tidak menyuruh pemungut cukai meninggalkan pekerjaannya.

Tetapi untuk Matius pekerjaan itu tidak memungkinkan ia memenuhi panggilan Tuhan,
sehingga pekerjaan itu harus ditinggalkan. Di sini kita bisa mempelajari sesuatu yang
penting: panggilan Tuhan harus diutamakan lebih dari segala sesuatu!

c) Waktu Matius mengikut Yesus ia mendapat sesuatu (damai, sukacita, dsb), tetapi ia juga
kehilangan sesuatu (pekerjaan, harta, teman-teman, dsb). Kalau kita mau ikut Yesus kita
akan mengalami hal yang sama. Harus ada kemauan untuk mengorbankan sesuatu!

Ay 10:
1) Pesta itu diadakan oleh Matius (Luk 5:29). Ini mungkin merupakan pesta perpisahan dengan
teman-temannya, tetapi jelas juga merupakan usaha Matius untuk memperkenalkan teman-
temannya kepada Yesus. Orang yang sudah diampuni pasti mempunyai keinginan untuk
membawa orang lain kepada Yesus. Adakah keinginan itu ada pada saudara?

2) Yesus ikut pesta.

Ini menunjukkan bahwa pesta bukanlah dosa. Orang kristen tidak pernah diperintah oleh Tuhan
untuk menjauhi dunia sedemikian rupa sehingga menjadi seorang pertapa!

3) Yesus berkumpul / bergaul dengan orang-orang berdosa.

Ini kontras dengan sikap orang-orang Farisi yang menjauhi orang berdosa. Kita memang harus
mau bergaul dengan orang berdosa / bejad, tetapi tetap ada batas-batasnya. Kalau pergaulan
saudara dengan orang berdosa itu menyebabkan saudara jatuh ke dalam dosa, maka sebaiknya
saudara menghindari hal itu. Misalnya: ex perokok sebaiknya tidak bergaul dengan perokok!

Ay 11:
1) Orang Farisi itu pasti tidak ikut pesta ini. Mereka menganggap diri mereka lebih baik dari orang
lain (Luk 18:9) dan menganggap bahwa kalau mereka berkumpul atau bergaul dengan orang
berdosa, maka mereka akan menjadi najis.

2) Mereka mengkritik Yesus yang berkumpul dan bergaul dengan orang berdosa. Mereka memang
pintar mengecam dosa, tetapi mereka tidak berusaha mempertobatkan orang berdosa itu.
Mereka seperti seorang dokter yang hanya mau mendiagnose pasiennya dari jauh, tetapi tidak
mau mendekati pasiennya dan tidak mempunyai keinginan mengobati / menyembuhkan
pasiennya.

Ay 12-13:
1) Ay 13a merupakan kutipan dari Hos 6:6. Penekanan Hos 6:6 itu adalah: Tuhan menginginkan
mereka mempunyai belas kasihan / kebaikan kepada sesama manusia. Tidak berarti bahwa
persembahan itu tidak penting, tetapi persembahan yang disertai kehidupan yang jahat kepada
sesama manusia, tidak akan diterima oleh Allah.

Yesus mengutip Hos 6:6 untuk menekankan perlunya kasih / kebaikan / belas kasihan kepada
sesama manusia.

2) ‘pergilah dan pelajarilah’ (ay 13a) artinya adalah ‘renungkanlah’.

‘Menghindari orang berdosa adalah tradisi orang Farisi yang bertentangan dengan Firman
Tuhan. Kalau saja mereka mau merenungkan Firman Tuhan, maka tradisi seperti itu pasti tidak
akan ada. Karena itu merenungkan Firman Tuhan adalah sesuatu yang penting!

Penerapan:

Dalam hidup saudara mungkin ada banyak tradisi yang bertentangan dengan Kitab Suci, tetapi
tidak saudara sadari karena saudara tidak atau kurang merenungkan Kitab Suci. Misalnya:

 datang terlambat dalam kebaktian. Kalau saja saudara merenungkan bahwa dalam
2Tim 2:3-4 orang kristen disebut sebagai ‘prajurit’, yang tentu harus mempunyai kedisiplinan
dalam hal waktu, maka mestinya tradisi datang terlambat dalam kebaktian itu tidak akan ada
dalam hidup saudara!

 tidak / jarang bersaat teduh / berdoa. Kalau saja saudara merenungkan Yoh 15:1-8 yang
menggambarkan bahwa kita sebagai ranting anggur harus terus melekat pada pokok anggur,
maka mestinya saudara akan menjadi orang kristen yang banyak berdoa / bersaat teduh
secara teratur.

 tidak melakukan pelayanan apa-apa. Mayoritas orang kristen termasuk di sini! Kalau saja
mereka mau merenungkan bahwa setiap orang kristen adalah anggota tubuh Kristus (1Kor
12:27) yang pasti mempunyai fungsi / kegunaan, maka mereka mestinya akan mau melayani
Tuhan.

3) Ay 12,13b:

a) Bagian ini tidak berarti bahwa manusia cuma sakit secara rohani. Kitab Suci mengatakan
bahwa manusia berdosa itu mati secara rohani (Ef 2:1). Perumpamaan Yesus di sini tidak
boleh diartikan sehingga keluar dari tujuannya / fokusnya!

b) Bagian ini tidak berarti bahwa di dunia ini ada orang benar. Yang dimaksud oleh Yesus
dengan ‘orang benar’ adalah ‘orang berdosa yang merasa dirinya benar’.

c) Ay 13b merupakan ayat yang penting dalam memberitakan Injil, yaitu:

 kalau kita berhadapan dengan orang yang putus asa melihat banyak-nya dosa-dosanya.
Menggunakan ayat ini beritahu orang itu bahwa Yesus justru mencari orang seperti Dia.
Tambahkan juga Yoh 6:37 untuk menunjukkan bahwa kalau Ia mau datang kepada
Yesus, ia pasti tidak akan ditolak.

 kalau kita berhadapan dengan orang yang membanggakan kebaikan-nya. Beritahu dia,
bahwa kalau ia merasa diri baik, Yesus justru tidak mencari dia, sehingga ia pasti akan
binasa dalam neraka!

d) Dalam Luk 5:32 ada tambahan: ‘supaya mereka bertobat’.

Ini adalah sesuatu yang penting. Yesus memang mengasihi orang berdosa dan mau
menerima mereka. Tetapi mereka harus bertobat dari segala dosa mereka dan berbalik
kepada Tuhan!
Ini merupakan sesuatu yang harus ditekankan dalam memberitakan Injil. Jangan hanya
memberitakan bahwa orang yang percaya kepada Yesus akan diampuni dan masuk surga.
Beritakan juga bahwa orang yang mau ikut Yesus harus mau bertobat!

Matius 9:14-17
Mat 9:14-17 mempunyai 2 bagian paralel yaitu Mark 2:18-22 dan Luk 5:33-39.

Ay 14:
1) Dalam Matius, yang datang kepada Yesus adalah murid-murid Yohanes (Pembaptis).

Dalam Markus, yang datang kepada Yesus adalah orang-orang (Mark 2:18).

Dalam Lukas, yang datang kepada Yesus adalah orang-orang Farisi (Luk 5:33).

Cara mengharmoniskan bagian-bagian ini adalah dengan menafsirkan bahwa ‘orang-orang’


dalam Mark 2:18 adalah gabungan dari ‘murid-murid Yohanes’ dan ‘orang-orang Farisi’.
Sekarang ada 2 kemungkinan:

a) Kedua grup itu datang kepada Yesus, tetapi Matius dan Lukas hanya menceritakan salah
satu.

b) Orang-orang Farisi menghasut murid-murid Yohanes untuk melancarkan kritik kepada Yesus
tentang murid-muridNya. Matius hanya menyoroti grup orang yang betul-betul datang
kepada Yesus yaitu murid-murid Yohanes. Lukas menyoroti grup yang menjadi sumber
terjadinya persoalan itu, yaitu orang-orang Farisi. Sedangkan Markus menyoroti keduanya.

2) Baik dalam Matius, Markus, maupun Lukas, bagian ini ditulis persis setelah cerita tentang
panggilan Lewi / Matius dan pesta yang diadakan oleh Lewi / Matius. Mungkin sekali peristiwa
itu memang terjadi persis sesudahnya. Jadi, melihat Yesus dan murid-muridNya makan dan
minum dalam pesta itu, maka orang-orang itu lalu mengkritik tentang hal puasa.

3) Bandingkan Mat 9:14 dengan Mat 9:11.

Dalam Mat 9:11, pada waktu Yesus dianggap salah, kritik dilancarkan kepada murid-muridNya.
Sebaliknya, dalam Mat 9:14, pada waktu murid-murid Yesus dianggap salah, kritik dilancarkan
kepada Yesus.

Ini ciri khas orang yang kurang ajar. Kalau si A salah, ia ceritakan kepada si B; kalau si B salah,
ia ceritakan kepada si A. Apakah saudara juga demikian? Bacalah Mat 18:15 dan bertobatlah
dari dosa saudara.

4) Tentang puasa, dalam Kitab Suci sebetulnya keharusan puasa bagi seluruh bangsa Israel
hanyalah 1 tahun 1 x yaitu pada hari raya Pendamaian (Im 16:29-34 Im 23:26-32 Bil 29:7-11).

Tetapi orang-orang Farisi berpuasa 2 x seminggu (Luk 18:12).

Murid-murid Yohanes berpuasa mungkin karena:

 sedih karena penangkapan terhadap Yohanes.

 ikut-ikutan orang Farisi.

 ajaran / teladan Yohanes Pembaptis (bdk. Mat 11:18).


Jadi, mereka berpuasa bukan karena diharuskan oleh Firman Tuhan (kalau memang itu adalah
puasa yang diharuskan oleh Firman Tuhan, pasti Yesus juga menyuruh murid-muridNya
berpuasa), tetapi karena keinginan mereka sendiri atau sekedar sebagai tradisi. Tetapi mereka
lalu memaksa orang lain (murid-murid Yesus) untuk juga berpuasa mengikuti mereka. Ini jelas
salah. Mereka tidak berhak melakukan hal itu. Hanya Kitab Suci yang boleh dijadikan standard
hidup.

Penerapan:

Dalam gereja ada:

a) Hal-hal yang dilakukan karena diperintahkan oleh Tuhan dalam Kitab Suci. Misalnya:
Perjamuan Kudus, Baptisan, pemberitaan Firman Tuhan, Pemberitaan Injil, doa, adanya tua-
tua / diaken, dsb.

b) Hal-hal yang dilakukan karena tradisi / kebijaksanaan manusia. Misalnya: adanya katekisasi
sebelum baptisan, pendeta memakai toga dalam kebaktian, adanya doa Bapa Kami dan 12
Pengakuan Iman Rasuli dalam kebaktian, penggunaan organ / band dalam kebaktian, tepuk
tangan dalam kebaktian, dsb.

Hal-hal seperti ini tidak mutlak, dan kita tidak boleh memaksa siapapun untuk melakukan
hal-hal tersebut.

5) Yohanes Pembaptis adalah orang yang mempersiapkan jalan bagi Yesus. Jadi, ajarannya pasti
sejalan dan banyak persamaannya dengan ajaran Yesus. Tetapi ada beda antara Yohanes
Pembaptis dan Yesus yaitu yang bisa saudara lihat dalam Mat 11:18-19.

Dalam hal yang penting / essential ( yaitu dalam hal ajaran), Yohanes Pembaptis sama dengan
Yesus. Mereka berbeda dalam hal-hal yang remeh. Tetapi orang-orang Farisi / murid-murid
Yohanes justru menyoroti perbedaannya dan melupakan persamaannya.

Dalam hidup orang kristen / gereja ada:

a) Hal-hal yang remeh, seperti:

 cara memuji Tuhan dengan / tanpa band, dengan / tanpa tepuk tangan.

 bolehkah makan dideh / darah?

 bolehkah orang mati diperabukan?

b) Hal-hal yang cukup penting, seperti:

 predestinasi, ada atau tidak?

 bisakah keselamatan hilang?

 haruskah orang kristen berbahasa roh / lidah?

c) Hal-hal yang sangat penting / essential, seperti:

 Kitab Suci adalah Firman Allah.

 Yesus dan Roh Kudus adalah Allah sendiri.

 Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.

 adanya surga dan neraka.


 kita diselamatkan karena iman kepada Yesus dan bukan karena perbuatan baik /
ketaatan.

Membicarakan, mengetahui / mengerti tentang perbedaan yang remeh / cukup penting adalah
hal yang harus dilakukan. Tetapi jangan terus menerus menyoroti hal-hal itu sehingga
melupakan persamaan dalam hal-hal yang essential / sangat penting. Kalau kita sebagai orang
Reformed bertemu dengan orang Arminian dan lalu berdebat tentang predestinasi dan
melupakan bahwa kita sama-sama percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat,
maka kita tidak bisa bersatu / saling mengasihi dengan dia. Kita lupa bahwa dia adalah saudara
seiman kita dan kita akan menganggapnya sebagai musuh kita!

6) Banyak orang beranggapan bahwa ‘mengumbar nafsu’ adalah dosa. Tetapi mereka lalu jatuh
ke dalam extrim yang lain dimana mereka lalu beranggapan bahwa orang harus menjadi pertapa
untuk bisa suci. Karena itu mereka lalu mengucilkan diri, berpuasa, dsb. Ini bukanlah
kekristenan! Dalam kekristenan, kesucian tidak didapat dengan menjadi pertapa.

Ay 15:
1) Untuk bisa mengerti jawaban Yesus ini, kita perlu mengerti tradisi orang Yahudi pada jaman itu
dalam pernikahan. Mereka berbulan madu di rumah. 1 minggu setelah pernikahan, rumah terus
dibuka. Teman-teman dekat mempelai bersama-sama dengan mempelai berdua dan mempelai
berdua diperlakukan sebagai raja dan ratu. Dalam keadaan seperti ini tentu tidak mungkin ada
seorang sahabat yang lalu berpuasa.

Tradisi inilah yang menjadi latar belakang jawaban Yesus. Saat dimana Yesus (mempelai pria)
bersama-sama dengan murid-muridNya (sahabat-sahabat mempelai pria) adalah saat
bersukacita, bukan saat susah, sehingga tidak cocok untuk berpuasa.

2) Yesus berkata bahwa pada saat mempelai pria ‘diambil dari mereka’, maka mereka akan
berpuasa. Sukar untuk menafsirkan dengan pasti apa maksud ayat ini.

Yesus Yesus Yesus Yesus Yesus

ada tidak ada ada tidak ada ada?

_____________________________________________________________

M B N P

Saat dimana Yesus ‘diambil dari mereka / murid-muridNya’ bisa menunjuk kepada:

a) Saat Yesus mati disalib. Mayoritas penafsir mengambil pandangan ini. Ini berarti bahwa
setelah kematian Yesus barulah murid-murid berpuasa. Tetapi problem dengan pandangan
ini adalah: Kitab Suci tidak pernah menceritakan bahwa murid-murid Yesus berpuasa antara
kematian dan kebangkitan Yesus!

b) Saat Yesus naik ke surga. Problem dengan pandangan ini adalah: saat Yesus naik ke surga,
bukan merupakan saat dukacita bagi murid-murid Yesus. Padahal ay 15 secara implicit
menunjukkan bahwa itu adalah saat dukacita.
Hal-hal lain yang menyebabkan bagian ini sukar ditafsirkan dengan pasti:

 Pada hari Pentakosta, Roh Kudus turun sehingga Yesus hadir / ada lagi bersama murid-
muridNya. Tetapi bagaimanapun, ini bukanlah kehadiran jasmani, tetapi kehadiran secara
rohani. Apakah kita harus menganggap Yesus ada atau tidak ada bersama murid-muridNya?

 Puasa-puasa yang dilakukan dalam Kisah Rasul semua terjadi setelah Pentakosta. Tetapi
dilakukan bukan karena dukacita tetapi biasanya berhubungan dengan pelayanan (Kis 13:2-
3 Kis 14:23).

Semua ini menyebabkan saya tidak bisa mengambil kesimpulan yang pasti tentang arti ayat ini.

3) Dari ay 15 ini jelas bahwa Yesus mengatakan bahwa saat yang tepat untuk berpuasa adalah
pada waktu kita sedih. Jadi tidak sepatutnya kita berpuasa sekedar sebagai tradisi, tanpa tujuan
/ sebab apa-apa. Jadi, mungkin kita bisa berpuasa pada saat kita merasa sedih karena ada dosa
yang menyebabkan kita lalu tidak merasakan kehadiran Kristus dalam hidup kita.

Ay 16-17:
Ini adalah 2 perumpamaan:

 Kain yang belum susut akan menyusut kalau kena air, sehingga akan menyebabkan baju tua itu
sobek lebih besar lagi.

 Anggur yang baru mengeluarkan gas. Kantong kulit yang baru masih mempunyai sifat lentur /
elastis sehingga bisa menahan tekanan gas itu. Tetapi kantong kulit yang sudah tua, sudah
kehilangan sifat lentur / elastisnya sehingga akan pecah bila diisi dengan anggur baru.

Perlu diketahui bahwa bagian ini adalah bagian yang sangat sukar, sehingga muncul bermacam-
macam penafsiran tentang bagian ini:

1) Calvin:

Baju / kantong tua mudah pecah / sobek. Ini menggambarkan kelemahan murid-murid Yesus.
Kain yang belum susut / anggur baru menggambarkan disiplin yang terlalu keras. Jadi, artinya:
belum waktunya menyuruh murid-murid yang lemah itu melakukan disiplin yang begitu keras
seperti puasa.

2) William Barclay:

Arti ay 16: kadang-kadang ‘menambal’ adalah suatu ketololan. Kita harus memulai dengan
sesuatu yang baru.

Arti ay 17: pikiran kita harus lentur / elastis, dalam arti kita harus mau menerima ide-ide baru.

Keberatan saya: kelihatannya ay 16-17 merupakan 2 perumpamaan yang menunjuk pada 1 arti
yang sama. Yesus sering memberikan beberapa perumpamaan berturut-turut untuk
menekankan suatu kebenaran tertentu. Contoh: Luk 15 memberikan 3 cerita berturut-turut yang
mempunyai penekanan / arti / fokus yang sama.

3) William Hendriksen:

Kain yang belum susut / anggur baru menunjuk pada keselamatan / kekayaan rohani dalam
Kristus.

Baju baru / kantong baru menunjuk pada rasa syukur dan sukacita. Inilah sikap yang tepat untuk
menerima berkat-berkat rohani di dalam Kristus.

4) Anggur baru / kain yang belum susut menunjuk pada keselamatan karena iman.
Baju / kantong tua menunjuk pada keselamatan karena perbuatan baik.

Dua ajaran ini tak cocok untuk digabungkan.

5) Kain yang belum susut / anggur baru menunjuk pada kekristenan.

Baju / kantong tua menunjuk pada Yudaisme / agama Yahudi.

Dua ajaran ini tidak bisa digabungkan. Yesus anti pada syncretisme (= penggabungan 2 agama
atau lebih).

6) Kekristenan bukanlah Yudaisme yang ditambal-tambal. Harus buang sama sekali dan mulai
dengan suatu yang baru.

Saya paling condong pada arti ke 5.

Luk 5:39:
Ayat ini tidak ada dalam Matius dan Markus. Ayat ini juga ditafsirkan bermacam-macam:

1) Anggur tua menunjuk pada ajaran Yesus (lebih enak).

Jadi, maksud Yesus dengan Luk 5:39 ini ialah: murid-muridKu sudah mengecap ajaranKu yang
lebih enak sehingga mereka pasti tidak akan mau kembali pada ajaran orang Farisi / Yudaisme
(anggur baru).

Keberatan saya:

 ajaran orang Farisi ada lebih dulu dari ajaran Yesus, sehingga aneh kalau digambarkan
dengan anggur baru.

 dalam Mat 9:17 anggur baru menunjuk pada kekristenan / ajaran Yesus.

2) Anggur tua menunjuk pada ajaran Yesus, karena anggur tua tidak mempunyai kemegahan
seperti anggur baru. Tetapi toh anggur tua lebih enak / lebih baik dari anggur baru (ajaran orang
Farisi).

Keberatan saya: dalam Mat 9:17 anggur baru menunjuk pada ajaran Yesus.

3) Anggur tua menunjuk pada ajaran orang Farisi; anggur baru menunjuk pada ajaran Yesus.

Ayat ini menyerang kekolotan orang Farisi yang tidak mau berubah / tak mau menerima ajaran
baru.

Keberatan terhadap penafsiran ini: mengapa anggur tua yang lebih enak ditujukan pada ajaran
orang Farisi? Bukankah ajaran Yesus yang lebih enak?

Jawabnya: ini adalah suatu perumpamaan. Tujuannya hanya menyerang kekolotan orang Farisi
tanpa mempersoalkan ajaran siapa yang lebih enak. Bandingkan dengan Luk 18:1-8 dimana
Allah digambarkan sebagai hakim yang lalim.

Saya menerima penafsiran no 3 ini.

Penerapan:

Jangan bersikap kolot. Jangan terus berpegang pada apa yang ada dalam otak saudara.
Saudara harus mau:

 mengubah pikiran saudara dengan yang baru.


 menambah pikiran saudara dengan yang baru.

Tetapi tentu saja ada syaratnya, yaitu ajaran yang baru itu harus sesuai dengan Kitab Suci /
berdasarkan Kitab Suci! Jadi kalau saudara menerima ajaran seperti Toronto Blessing, yang
tidak ada dasar Kitab Sucinya (kecuali yang dipaksakan), maka itu bukan berpikiran terbuka,
tetapi justru tolol!

MATIUS 9:18-26
I) Ay 18-19:
1) ‘Baru saja meninggal’ (ay 18).

Ini kelihatannya bertentangan / kontradiksi dengan Mark 5:23: ‘sedang sakit, hampir mati’, dan
Luk 8:42: ‘hampir mati’.

Cara mengharmoniskan:

a) Matius menceritakan secara singkat tanpa mempedulikan detail-detailnya, sedangkan


Markus dan Lukas menceritakan detail-detailnya.

b) Kata-kata Yairus yang sebenarnya adalah: ‘Anakku sakit begitu berat sehingga pasti saat
ini ia sudah mati’. Matius lalu mengambil sebagian dari kata-kata ini dan Markus / Lukas
mengambil bagian yang lain.

Ini adalah satu penafsiran yang mungkin sekali. Memang dalam Mark 5:23 di katakan:
‘Supaya ia selamat dan tetap hidup’. Ayat ini seolah-olah menentang penafsiran ini. Tetapi
kata ‘tetap’ dalam ayat itu sebetulnya tidak ada sehingga penafsiran ini tetap mempunyai
kemungkinan benar.

c) Anak itu masih hidup waktu Yairus meninggalkan rumah, tetapi sudah mati waktu Yairus
berbicara dengan Yesus. Matius memasukkan fakta itu ke dalam perkataan Yairus,
sedangkan Markus / Lukas menceritakan kata-kata Yairus sesuai dengan anggapan
Yairus (Yairus tidak tahu anaknya sudah mati). Ini juga merupakan penafsiran yang
mungkin sekali benar.

2) Iman Yairus lebih kecil dari iman perwira dalam Mat 8:5-13 karena Yairus merasa perlu
Yesus datang ke rumahnya sedangkan perwira itu menganggap Yesus bisa menyembuhkan
tanpa datang.

Juga Mark 5:36 menunjukan secara tak langsung iman Yairus hancur waktu diberitahu
bahwa anaknya mati.

Tetapi dengan iman yang semacam itu ia toh berdoa dan doanya dikabulkan! Memang bagus
sekali kalau kita bisa berdoa dengan iman yang hebat, teapi kalau tidak bisa, janganlah lalu
takut berdoa; tetapi sebaliknya, tetaplah berdoa!

Catatan: ‘Iman’ di sini bukanlah ‘saving faith’ (= iman yang menyelamatkan)! Iman di sini
hanya satu kepercayaan bahwa Yesus bisa menyembuhkan. Iman seperti ini tidak
menyelamatkan kita!

II) Ay 20-22:
1) Penderitaan perempuan ini:
a) Pendarahan. Ini sudah merupakan penderitaan, tetapi dengan adanya Im 15:19-27(ini
ceremonial law yang tak berlaku lagi jaman ini) maka penderitaan perempuan ini semakin
hebat. Ia tidak bisa berbakti bersekutu dengan orang lain!

b) Jangka panjang yaitu 12 tahun!

c) Mark 5:26 ia sudah mencari semua tabib sehingga semua uang habis untuk itu. Ini
menambah penderitaan lagi.

2) Iman perempuan ini.

a) Imannya berbau takhyul (ay 21).

b) Imannya lemah. Ini terlihat dari kata-kata ‘teguhkanlah hatimu’ dalam ay 22. Tetapi kata-
kata “imanmu telah menyelamatkan (seharusnya: ‘menyembuhkan’) engkau”
menunjukan bahwa imannya ada.

c) Ia mengira Yesus tak akan tahu kalau jubahnya dipegang. Ini menunjukan imannya jelek!

Tetapi ia toh di sembuhkan! Tuhan tidak menuntut iman yang sempurna sebelum
mengabulkan permohonan kita!

3) Perempuan ini menginterupsi tanpa permisi.

Yesus sedang ada urusan penting dengan Yairus, tetapi ia potong di tengah jalan! Ini adalah
saat yang salah tetapi yang banyak di lakukan. Contoh:

 memotong pembicaraan 2 orang.

 mengajak orang yang sedang sibuk bekerja / belajar / nonton TV dsb.

Sekalipun ini kelihatan sepele, tetapi ini bisa membuat orang jengkel sehingga merusak
persekutuan!

4) Mark 5:29: ‘seketika itu’. Kesembuhan ilahi harus menjadi langsung, bukan melalui proses!
Bagian ini memang bersifat descriptive, tetapi semua kesembuhan ilahi dalam Kitab Suci
terjadi secara langsung, sehingga ini harus dijadikan rumus / hukum!

5) Yesus tahu tindakan perempuan itu dan Yesus bertanya (Mark 5:30-33).

a) Yesus bertanya bukan karena ia tak tahu. Ia ingin perempuan itu sharing (bdk.Luk 8:47).
Beranikah saudara mensharingkan berkat Tuhan?

b) Perempuan itu menjadi takut, mungkin karena ia menganggap ia telah menajiskan Yesus
(bdk. Im 15:19-27).

c) Murid-murid Yesus tolol tetapi sok pintar! Apakah saudara sering seperti itu?

6) Perempuan itu sembuh karena memegang jubah Yesus. Dalam Kis 19:11-12 ada orang-
orang yang disembuhkan dengan sapu tangan / kain Paulus. Ini adalah bagian yang bersifat
descriptive sehingga tak perlu / tak boleh ditiru / dijadikan rumus / hukum.

7) Ay 22: ‘imanmu telah menyelamatkan (menyembuhkan) engkau’. Ayat ini tidak berlaku
umum! Dalam Kitab Suci ada bagian yang tidak berlaku umum seperti Mat 10:5-10 Mat
14:29 Hos 1:2 Mat 1:20-21 Luk 1:31.

Bagaimana kita tahu apakah suatu bagian yang berlaku umum atau tidak! Kita harus
membandingkan dengan seluruh Kitab Suci! Dalam Kitab Suci tidak semua orang beriman
di sembuhkan dari penyakit (2Kor 12:7-10 1Tim 5:23 2Tim 4:20). Jadi, jelas Mat 9:22 tidak
berlaku umum!

8) Yesus mengucapkan ay 22 supaya orang-orang itu tidak terus menganggap najis


perempuan itu.

9) Mark 5:24 menunjukkan ada banyak orang. Tetapi Yesus toh memperhatikan satu pribadi
(perempuan itu)! Bandingkan juga dengan Luk 18:35-40 Luk 19:1-5.

Jangan menganggap Tuhan tidak punya waktu untuk memperhatikan problem saudara! Ia
memperhatikan secara pribadi!

III) Ay 23-26:
1) Anak itu (anak Yairus) sudah mati. Ini jelas terlihat dari ay 23 yang menunjukan ada peratap
profesional. Juga dengan jelas dikatakan oleh Mark 5:35.

Dari sudut Yairus, mungkin sekali ia selalu menyalahkan perempuan dalam ay 20-22 itu.
Andaikata tidak ada interupsi itu maka mungkin Yesus bisa tiba pada waktunya dan
menyembuhkan anaknya.

Kalau Yairus memandang secara itu, maka ia akan menjadi jengkel marah dan dsb. Tetapi
kalau Yairus mau memandang dari sudut Allah, bahwa Allahlah yang menentukan /
merencanakan segala sesuatu dan Allah jugalah yang melaksanakan segala rencana itu,
maka ia tidak akan jengkel, marah kecewa dsb.

Contoh: Ayub 1:21 menunjukkan Ayub tidak marah kepada orang Syeba dan Kasdim.

Ia melihat semua itu dari sudut Allah. Kej 45:4-8 & Kej 50:15-21 menunjukkan bahwa Yusuf
juga melakukan hal yang serupa.

Disamping itu ay 20-22 seharusnya bisa menguatkan iman Yairus. Setelah ia melihat bahwa
hanya dengan memandang jubah Yesus perempuan itu bisa sembuh, Yairus seharusnya
lebih percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan / membangkitkan anaknya. Dari sini kita
bisa belajar bahwa sudut peninjauan dari suatu bagian adalah suatu saat yang penting!
Belajarlah untuk meninjau dari sudut yang benar!

2) Ay 24 merupakan jawaban / kata-kata Yesus.

a) William Barclay mengatakan bahwa mungkin sekali Yesus memang memaksudkan


bahwa anak itu belum mati. Barclay menambahkan bahwa di sini Yesus memberikan
diagnose ilahi, bukan kesembuhan ilahi.

Ini jelas pandangan yang salah! Luk 8:55 mengatakan ‘roh anak itu kembali’!

b) ‘tidur’. Untuk ini lihat Yoh 11:11 dimana Lazarus juga di katakan ‘tidur’.Tetapi dari Yoh
11:13,14,17 jelas bahwa Lazarus betul-betul mati!

Lalu mengapa Yesus mengatakan kata ‘tidur’? Karna Ia mau menunjukkan bahwa anak
itu akan bangun / hidup kembali.

c) Yesus mengatakan kata-kata ini pada waktu Yairus sedang kecewa / putus asa. Adalah
penting untuk mau mendengar Firman Tuhan waktu kita sedang susah, kecewa putus
asa dan sebagainya!

d) Orang-orang mentertawakan Yesus! (bdk. Kej 18:10-15).

Mengapa mereka mentertawakan Yesus? ada 2 kemungkinan:


 mereka mengartikan kata-kata Yesus secara hurufiah.

 mereka tahu arti kata-kata Yesus, tetapi mereka tak percaya.

3) Ay 25: anak itu bangkit. (bdk. Luk 8:55).

Luk 8:55 anak itu diberi makan (bdk. Luk 24:41-43).

Mark 5:42 anak itu diberi, jalan.

Semua ini untuk menunjukkan bahwa anak itu betul-betul hidup kembali.

Perhatikan bahwa ini adalah bagian yang bersifat descriptive! Ini bukan rumus! Anak itu
bangkit dengan tubuh lama, dan lalu mati lagi. Yesus bangkit dengan tubuh kebangkitan dan
tak mati lagi. Karena itu Yesus tetap adalah yang pertama / sulung bangkit dari antara orang
mati (1Kor 15:20-23 Kol 1:18 Wah 1:5).

4) Ay 26 kabar tersiar.

Dalam Mark 5:43 dan Luk 8:56 dikatakan bahwa Yesus melarang mereka cerita. larangan
ini aneh! Pada saat itu banyak orang tahu kalau anak itu mati. Setelah anak itu bangkit,
sekalipun Yairus tidak cerita orang-orang toh akan tahu juga. Lalu, mengapa Yesus melarang
untuk cerita tentang hal itu? Saya tak mengerti mengapa Yesus melarang, Yairus pasti juga
tidak mengerti! Tetapi tugas Yairus adalah taat pada perintah itu. Pokoknya ia mengerti
perintahnya apa, itu sudah cukup! Tidak perlu mengerti kenapa perintah itu di beritkan oleh
Yesus.

Lihatlah Abraham dalam Kej 12:1-3 (bdk. Ibr 11:8) dan juga dalam Kej 22. Abraham tidak
bertanya mengapa ia harus pergi dari kampung halamannya? Bukankah Allah bisa
menjadikannya bangsa yang besar di sana? Ia juga tidak bertanya mengapa harus
mengorbankan Ishak? Abraham mengerti perintah itu sekalipun tidak mengerti mengapa
perintah itu diberikan. Tugas Abraham bukan untuk mengerti alasan pemberian perintah itu,
tetapi untuk taat pada perintah itu!

Ini juga merupakan tugas saudara. Taatlah sekalipun tidak mengerti alasan pemberian
perintah itu!

MATIUS 9:27-38
I) Matius 9:27-34:
1) Sebutan ‘Anak Daud’ (ay 27) berarti mereka menganggap / mengakui Yesus sebagai Mesias
(Mat 1:1 Luk 1:32 Mat 21:9,14-16 Mat 22:41-45).

2) Mula-mula doa / permintaan 2 orang itu ‘tak di gubris’ oleh Yesus. Hal seperti ini sering terjadi
(bdk. Mat 15:22-23 Yoh 11:3-6). Mungkin Yesus ingin menguji iman / ketekunan mereka.
Karena itu kalau saudara mengalami hal seperti itu, dimana doa saudara seakan-akan tidak
dipedulikan oleh Tuhan, jangan putus asa dalam berdoa! Doa dari 2 orang buta itu akhirnya
dikabulkan!

3) Dalam ay 28-29 Yesus menanyakan iman mereka dan lalu berkata: ‘Jadilah kepadamu
menurut imanmu’. Hal seperti ini sering terjadi, dan bahkan dalam Mat 13:58, karena tidak
ada iman,Yesus tidak melakukan banyak mujijat!

Tetapi bagaimanapun hal ini tidak selalu berlaku! Perhatikan dua hal ini:

a) Yesus tidak selalu menanyakan iman. Dalam Mat 9:32-33 Ia tidak menanyakan iman
mereka.
b) Yesus sering menyembuhkan orang yang tidak beriman. Misalnya orang yang kerasukan
setan dalam Mat 8:28 tetap disembuhkan padahal tak beriman.

Sekarang banyak orang kristen atau hamba Tuhan yang kalau mendoakan orang sakit dan
tidak berhasil, lalu menyalahkan si sakit dan menuduhnya ‘tak beriman’ atau ‘belum bertobat
dari dosa-dosa tertentu’. Ini adalah sesuatu yang Alkitabiah! Bahkan dalam Mat 17:14-20.
Pada waktu murid-murid tidak bisa menyembuhkan orang yang kerasukan setan, Yesus
menegur / menyalahkan murid-muridNya, bukan orang yang kerasukan itu! (Tetapi awas, ini
juga bukan sesuatu yang berlaku umum! Kalau tidak sembuh, tidak mesti itu adalah
kesalahan dari orang yang mendoakan! Semua tergantung kehendak Tuhan).

4) Dua orang buta itu begitu dapat berkat, langsung tidak taat (ay 30-31).

Penerapan:

Orang yang mula-mula aktif dalam gereja, setelah mendapat berkat (pekerjaan, mobil,
pacar), lalu mulai meninggalkan Tuhan.

Motivasi 2 orang buta itu mungkin baik, tetapi motivasi yang baik tak bisa mengubah tindakan
yang salah menjadi benar!

5) Ay 32: orang ini bisu karena kerasukan setan (bdk. Mat 12:22 Mat 17:14-18). Sekalipun hal
seperti itu sering terjadi, itu tidak berarti bahwa semua penyakit disebabkan karena
kerasukan setan. Dasarnya:

a) Kitab Suci membedakan antara ‘orang sakit’ dan ‘orang kerasukan setan’ (Mat
4:24 Mat 8:16 Mat 10:8).

b) Yesus maupun rasul-rasul tidak selalu menengking setan kalau mau menyembuhkan
orang sakit (bdk. Mat 9:28-30 Kis 3:6-7 Kis 9:33-35).

Banyak orang protestan yang tak percaya adanya orang yang kerasukan setan. Ini tolol dan
tak Alkitabiah! Tetapi banyak orang Kharismatik / Pentakosta yang jatuh kepada extrim yang
lain; mereka menganggap orang sakit pasti kerasukan setan sehingga mereka selalu
menengking setan kalau mereka mengahadapi orang sakit. Ini juga salah!

6) Kesembuhan orang buta / bisu adalah tanda Mesias (Yes 35:5,6 Mat 12:22-23 Mat 11:2-6).

7) Terhadap tindakan Yesus itu ada:

a) pujian (ay 33b).

b) kutukan / hujatan (ay 34).

 orang memang bisa mengusir setan dengan kuasa setan. Misalnya dukun.

 tetapi tuduhan itu tak cocok bagi Yesus yang selalu hidup suci.

 orang-orang Farisi ini tidak buta secara jasmani seperti 2 orang dalam ay 27, tetapi
mereka buta rohani.

 orang-orang Farisi itu tidak dirasuk oleh setan seoerti orang dalam ay 32, tetapi
mereka dikuasai oleh setan.

Kalau kita ikut Yesus, maka dalam segala tindakan ketaatan yang kita lakukan, 2 tanggapan
seperti itu bisa kita alami! Jangan sombong waktu dipuji dan jangan berhenti mentaati Tuhan
waktu dikutuk!
II) Matius 9:35-38:
1) Ay 35: Yesus berkeliling untuk memberitakan Injil.

Ini sesuai dengan rerintahnya dalam Mat 28:19: ‘Pergilah...’.

Apakah saudara pergi mencari orang yang akan saudara injili, atau saudara hanya
menunggu orang kafir datang pada saudara baru saudara injili?

Belajar Firman Tuhan adalah saat yang baik, tetapi kalu saudara terus belajar Firman Tuhan
(ikut Kebaktian, Bible Study / Pemahaman Alkitab, STRIS, Seminar, Retreat, dsb) sehingga
saudara tidak mempunyai waktu untuk pergi memberitakan injil, maka saudara telah menjadi
orang kristen yang tidak seimbang!

2) Ay 35 Yesus melayani dalam rumah ibadat. Baik Yesus maupun rasul-rasul menekankan
sekali pelayanan dalam bait Allah ataupun dalam rumah-rumah ibadat (synagogue). Orang
Kristen dalam pelayanan haruslah berpusatkan pada gereja!

3) Ay 35 Yesus memberitakan Injil dan berbuat baik (menyembuhkan orang sakit). dua hal ini
kedua-duanya penting.

 Berbuat baik tanpa memberitakan Injil tidak menyelamatkan orang.

 Memberitakan Injil tanpa berbuat baik bisa menjadi batu sanbungan.

4) Ay 36 menunjukkan kondisi rohani jaman itu.

a) ‘lelah’.

KJV: ‘fainted’ (=). Ini karena perbedaan manuscript.

RSV/NIV: ‘were harassed’ (= kuatir, tersiksa, bingung).

NASB: ‘were distressed’ (= menderita, susah).

b) ‘terlantar’.

KJV: ‘were scattered abroad’ (= tersebar).

RSV/NIV: ‘helpless’ (= tak berdaya).

NASB: ‘downcast’ (= sedih / putus asa).

Kata Yunaninya menunjuk kepada orang yang mabuk / terluka yang dibiarkan begitu saja
tergeletak di tanah. Jadi, orang itu membutuhkan pertolongan, tetapi tidak ditolong.

c) ‘Seperti domba tak bergembala’ (bdk. Yeh 34).

Saat itu ada tokoh-tokoh agama (ahli Taurat, imam-imam, dsb) tetapi toh Yesus berkata
bahwa mereka seperti domba yang tak bergembala. Ini seperti keadaan jaman ini.
Banyak pendeta yang tidak menggembalakan jemaatnya, misalnya dengan cara:

 mengajar Firman Tuhan asal-asalan, sehingga jemaatnya tidak mengerti Firman


Tuhan sekalipun sudah bertahun-tahun pergi ke gereja itu dengan rajin.

 tidak menjaga jemaatnya dari ajaran sesat.

5) Ay 36: Yesus berbelas kasihan melihat kondisi rohani mereka.


Kita sering hanya berbelas kasihan melihat kondisi jasmani dari orang-orang di sekitar kita.
Marilah kita lebih memperhatikan kondisi rohani!

6) Ay 37-38.

Ada banyak pelayanan / pekerjaan, tetapi hanya sedikit pekerja / pelayan. Cara
mengatasinya? Dengan berdoa meminta Tuhan memberi pekerja / pelayan. Marilah kita
berdoa supaya Tuhan mengirim lebih banyak pekerja (pendeta, penginjil, guru Sekolah
Minggu, guru agama, dosen theologia, pengurus / majelis, penginjil pribadi, dan sebagainya.
Tetapi maukah saudara kalau sendiri diutus oleh Tuhan untuk menjadi pendeta, penginjil,
guru Sekolah Minggu dan sebagainya? Tidak cukup hanya berdoa untuk meminta pekerja.
Saudara sendiri harus mau bekerja / melayani sesuai dengan kemampuan / karunia yang
Tuhan berikan kepada saudara.

MATIUS 10:1-15
I) Panggilan pelayanan.
1) Yang memanggil adalah Yesus sendiri (ay 1,5 bdk. 1Kor 1:1 2Kor 1:1 Gal 1:1,15-17 Ef 1:1).
Kita tidak boleh melayani karena alasan-alasan yang lain (misalnya: daripada menganggur,
karena desakan majelis / pendeta / orang kristen yang lain, dsb). Kita harus melayani karena
panggilan Tuhan. Coba periksa apa sebabnya saudara melayani!

2) Yesus berdoa semalam suntuk sebelum memanggil (Luk 6:12,13).

Ini adalah sesuatu yang harus kita tiru. Sebelum melakukan segala sesuatu, kita harus
berdoa lebih dulu meminta pimpinan Tuhan. Apalagi kalau kita mau mengangkat pendeta,
penginjil, majelis, guru Sekolah Minggu, pengurus, dsb. Kita memang harus menggunakan
otak kita untuk memilih orang-orang yang rasanya cocok untuk jabatan-jabatan tersebut,
tetapi kita harus berdoa supaya Tuhan memimpin kita sehingga kita mendapatkan orang-
orang yang tepat.

3) Mula-mula murid-murid mendapat panggilan untuk mengikut Yesus (Mat 4:19,21 Mat
9:9 Yoh 1:43), dan sekarang mereka mendapat panggilan untuk melayani. Tidak ada
seorang yang dipanggil hanya untuk ikut Yesus dan tidak dipanggil untuk melayani Dia!
Bagaimana dengan saudara? Mungkin saudara sudah mengikut Yesus, tetapi sudahkah
saudara melayani Dia?

II) Orang-orang yang dipanggil.


1) Ada 12 orang yang dipanggil untuk menjadi rasul (ay 1,2,5). Dalam Perjanjian Lama ada 12
suku Israel, dan Yesus sengaja memanggil 12 orang untuk menjadi rasul. Ini bukan
kebetulan tetapi kesengajaan.

2) 12 orang itu dipilih dari antara murid-murid (Luk 6:13). Murid = disciple / learner (orang yang
belajar). Ini sesuatu yang penting! Kalau kita mau memilih pejabat gereja, kita harus memilih
dari antara orang-orang yang senang / rajin belajar Firman Tuhan! Kalau seseorang melayani
Tuhan tetapi dia bukan seorang yang senang / rajin belajar Firman Tuhan, ia pasti akan
mengacaukan segala pelayanan!

3) Orang itu adalah orang-orang yang biasa saja, tetapi lalu Yesus memperlengkapi mereka
(ay 1). Dan perhatikan urut-urutannya. Yesus memperlengkapi dulu (ay 1), baru Ia mengutus
(ay 5). Kalau Tuhan menyuruh melayani, Ia pasti memperlengkapi (1Kor 12:7-11). Karena
itu jangan saudara mengatakan sudara tidak melayani karena saudara tidak bisa melayani!

4) Ay 2: ‘Pertama Simon yang di sebut Petrus'.

Kata ‘pertama’ (first) dalam bahasa Yunani adalah PROTOS yang bisa diartikan:
 no 1 (menunjukan nomor urut belaka).

 yang terutama.

Gereja Roma Katolik mengambil arti kedua untuk mendukung pandangan mereka bahwa
Petrus adalah Paus I. Tapi Kitap Suci tidak menunjukkan bahwa Petrus mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari rasul-rasul yang lain. Baca Kis 15 Gal 2:11-14 yang jelas
menunjukkan bahwa Petrus bukan pemimpin tertinggi.

Jadi di sini kata PROTOS mungkin hanya menunjukkan urut-urutan saja atau hanya sekedar
menunjukkan bahwa Petrus adalah orang yang menonjol di antara mereka (tetapi tetap
bukan yang paling tinggi pangkatnya!).

5) Ay 3: ‘Matius pemungut cukai’.

Untuk mengingat kasih karunia Allah yang dilimpahkan kepadanya, Matius menambahkan
‘pemungut cukai’ untuk dirinya sendiri. Bandingkan dengan Paulus dalam Gal 1:13,14 1Tim
1:12-16. Pernahkah saudara mengingat siapa saudara dahulu?

Apa yang dilakukan Matius maupun Paulus di atas, tidak bertentangan dengan Fil 3:14!
Kalau ‘yang di belakang’ itu menghalangi kemajuan kita, maka itu harus dilupakan. Tetapi
kalau itu bisa mendorong kita untuk maju, maka justru harus diingat. Juga cara kita meninjau
apa yang di belakang sangat menentukan apakah hal itu menghalangi kemajuan kita atau
mendorong kita untuk maju.

6) Ay 4: ‘Yudas Iskariot yang mengkhianati Dia’.

Sebutan ‘Pemungut cukai’ bagi Matius bukanlah sesuatu yang merendahkan / memalukan,
tetapi sebutan ‘pengkhianat’ untuk Yudas adalah sesuatu yang memalukan / merendahkan.

Mengapa? Karena dosa Matius terjadi sebelum ia ikut Yesus / menjadi rasul. Sedangkan
dosa Yudas terjadi sesudah ia ikut Yesus dan menjadi rasul. Di samping itu Matius bertobat
sedangkan Yudas tidak.

Karena itu hati-hatilah dengan dosa sesudah saudara menjadi orang kristen. Itu jauh lebih
memalukan dari pada dosa saudara sebelum saudara menjadi orang kristen.

Anehnya mengapa Yesus memilih Yudas yang akhirnya akan menjadi pengkhianat?

Bukankah Yesus sudah berdoa dulu (semalam suntuk!) sebelum memilih 12 rasul itu? Di sini
kita lihat bahwa kalau kita berdoa meminta pimpinan Tuhan, itu tidak berarti bahwa kita tidak
akan mengalami hal-hal yang tidak enak! Tetapi apa yang tidak enak itu dapat berguna bagi
kemuliaan Allah! Pengkhianatan Yudas akhirnya dipakai oleh Allah untuk kemuliaanNya!

III) Instruksi Yesus.


1) Object / tujuan pelayanan (ay 5-6).

 bukan bangsa lain (Gentiles / non Yahudi).

 bukan orang Samaria (untuk tahu latar belakang orang Samaria, baca 2Raja 17).

 hanya kepada domba yang hilang dari Israel (bdk. Mat 15:24 Ro 15:8).

Pembatasan ini jelas hanya bersifat sementara karena dalam Mat 28:19 dan Kis 1:8 jelas
Yesus menghendaki murid-muridNya melakukan Pemberitaan Injil kepada semua bangsa.
Tetapi, bagaimanapun Paulus sendiri memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi dulu,
dan setelah ditolak, barulah ia memberitakan Injil kepada orang-orang non Yahudi (Kis
12:46 Kis 28:17-29).

Israel adalah bangsa pilihan dan Mesias dijanjikan kepada mereka. Jadi adalah sesuatu yang
tepat kalau Injil lebih dahulu diberitakan kepada mereka.

2) Tugas mereka (ay 7-8).

 memberitakan Injil. Ini tugas utama, lebih penting dari penyembuhan, dll.

 menyembuhkan orang sakit.

 membangkitkan orang mati.

Ada manuscripts yang menghapuskan bagian ini. Manuscripts kuno justru mempunyai
bagian ini. Rupa-rupanya bagian ini dihapus karena dalam Kitab Suci sebelum kenaikan
Yessus ke surga murid-murid tidak pernah menyembuhkan orang mati. Jadi dianggap
tak cocok dan lalu dihapus. Tetapi saya percaya ini adalah bagian Kitab Suci yang sah.

 mentahirkan orang kusta.

 mengusir setan.

Ingat, bahwa tugas-tugas ini hanya berlaku untuk 12 rasul itu pada saat itu saja! Jadi jangan
menjadi orang ekstrim dengan lalu berusaha melakukan hal itu. Tetapi bagaimana dengan
pemberitaan Injil? Perintah pekabaran Injil diperbaharui terus menerus oleh Yesus seperti
dalam Mat 28:19. Jadi, itu berlaku untuk kita! Tetapi perintah untuk membangkitkan orang
mati, dsb, itu bukan untuk kita!

3) Pesan Yesus:

a) Ay 8b: kamu memperolehnya dengan cuma-cuma, berikanlah dengan cuma-cuma.

 Ini menunjuk kepada keselamatan. Kita memang mendapat keselamatan dengan


cuma-cuma! (Yes 55:1 Ef 2:8-9 Ro 3:24).

 Kita harus memberikan keselamatan (artinya memberitakan Injil) dengan cuma-


cuma. Ini tidak berarti bahwa hamba Tuhan tidak boleh menerima HR, tetapi ini
berarti bahwa hambaTuhan tidak boleh memberitakan Firman Tuhan dengan tujuan
mencari keuntungan pribadi. Juga hamba Tuhan tidak boleh ‘menjual Firman Tuhan’
dengan menentukan tarif khotbah, dsb. Ini berbeda dengan kalau suatu gereja mau
mengangkat seseorang menjadi pendeta. Dalam hal ini memang harus ada
pembicaraan tentang biaya hidup tiap bulan yang akan diberikan kepada hamba
Tuhan itu.

b) Ay 9-10. Mereka dilarang membawa:

1. Emas, perak, tembaga dalam ikat pinggang.

2. Bekal (ay 10). Ini seharusnya adalah ‘kantong’ untuk membawa barang-barang
(RSV/NIV/NASB: ‘bag’).

3. Baju 2 helai. Jadi tidak boleh membawa ‘serep’ / baju extra.

4. Sandal. Ini harus diartikan seperti baju. Yang dilarang adalah membawa sandal extra
(bdk. Mark 6:9).
5. Tongkat. Mengapa kelihatannya ini bertentangan dengan Mark 6:8 - “jangan
membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat”? Ada macam-macam
penafsiran:

 Sama seperti baju dan sandal, yang dilarang adalah membawa tongkat extra.

Tetapi, penafsiran ini aneh. Siapa yang membawa tongkat extra dalam
perjalanan?

 Ada manuscripts yang menggunakan bentuk jamak RABDOUS (= tongkat-


tongkat), bukanlah bentuk tunggal RABDON (= tongkat). Penafsir-penafsir
tertentu menyetujui bentuk jamak itu untuk menghilangkan pertentangan ini.
Tetapi yang betul adalah RABDON karena manuscripts kuno menulis demikian
dan itu adalah pembacaan yang lebih sukar (more difficult reading).

 Calvin: RABDON bisa berarti:

 rod (tongkat yang berat). Ini yang dimaksud oleh Matius (tak boleh dibawa).

 ‘walking stick’ (= tongkat yang ringan). Ini yang dimaksud oleh Markus (boleh
dibawa).

 Mungkin dari antara 12 rasul itu ada yang sudah mempunyai tongkat dan ada
yang belum. Untuk yang sudah mempunyai tongkat, berlaku Mark 6:8 (boleh
dibawa); sedangkan bagi yang belum mempunyai tongkat berlaku Mat 10:10
(tidak boleh membawa tongkat, artinya mereka tidak perlu mencari tongkat). Ini
penafsiran yang saya setujui.

Ingat bahwa semua larangan ini cuma berlaku untuk mereka pada saat itu!
Bandingkan dengan Luk 22:35-36 - “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Ketika Aku
mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu
kekurangan apa-apa?’ Jawab mereka: ‘Suatupun tidak.’ KataNya kepada mereka: ‘Tetapi
sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian
juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual
jubahnya dan membeli pedang”.

Jadi, jangan dilakukan pada jaman ini! Tetapi, mengapa saat itu Tuhan melarang?

 Karena Tuhan akan mencukupi (bdk. Luk 22:35,36).

 Seorang pekerja patut mendapat upah (ay 10b bdk. 1Kor 9:4-14 1Tim 5:17,18).

William Barclay: “Here then is the double truth; the man of God must never be over-
concerned with material things, but the people of God must never fail in their duty to see
that the man of God receives a reasonable support” [= Di sini ada kebenaran ganda; hamba
Allah tidak pernah boleh terlalu memikirkan hal-hal materi, tetapi umat Allah (jemaat)
tidak pernah boleh gagal dalam kewajiban mereka untuk mengusahakan supaya hamba
Allah menerima dukungan (keuangan) yang layak / masuk akal].

c) Ay 11-15.

 Carilah orang yang layak dan tinggal padanya (bdk. Luk 10:7 - ‘jangan pindah-
pindah).

Mereka tidak boleh tinggal dalam satu rumah, lalu pindah karena ada rumah lain yang
lebih baik, dsb.

 Cara mencari orang yang layak:


 Beri salam (12-13). Kalau salam itu ditolak, orang itu tak layak. Kalau salam itu
diterima, orang itu layak.

 Beritakan Injil (ay 14-15).

Kalau Injil itu ditolak, orang itu tak layak; kalau itu terjadi maka rasul-rasul harus:

 tinggalkan. Pemberitaan Injil tidak perlu memaksa!

 kebaskan debu sebagai peringatan (Mark 6:11 Luk 9:5 Kis 13:51).

Dalam Pemberitaan Injil tidak boleh selalu ‘ramah / lemah lembut’. Kalau Injil
ditolak / dihina kita harus menunjukkan sikap keras. Jangan memberitakan
Injil dengan cara seolah-olah Injil itu adalah barang murahan / jelek yang
nggak laku!

Untuk orang yang menolak Injil, berlaku ay 16! Hukum mereka akan lebih berat
dari pada orang-orang Sodom dan Gomora (bdk. Luk 12:47-48).

Jelas bahwa penolakan terhadap Injil bukanlah sesuatu yang main-main! Juga ini
menunjukkan bahwa ada tingkat-tingkat hukuman di neraka (bdk. Mat 11:23).

MATIUS 10:16-46
I) Hidup Kristen tidak terhindar dari penderitaan.
1) Yesus mengutus kita seperti domba ke tengah-tengah serigala (ay 16).

Kita digambarkan seperti domba yang tak punya alat pertahanan apa-apa, sedangkan orang
dunia digambarkan seperti serigala. Ini jelas menunjukkan penderitaan, penganiayaan dan
bahkan pembunuhan. Karena itu kalau hal seperti itu terjadi, jangan terlalu heran.

2) Kita harus memberitakan Injil (ay 23,26,27).

Andaikata kita tidak perlu memberitakan Injil, mungkin kita tidak akan menderita, atau
setidaknya penderitaan akan berkurang banyak. Mengapa? Karena Pekabaran Injil
merupakan serangan langsung terhadap setan sehingga ia akan menyerang habis-habisan
orang yang memberitakan Injil.

Apa artinya Mat 10:23?

Mat 10:23 - “Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain;
karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota
Israel, Anak Manusia sudah datang”.

3) Murid tidak lebih dari gurunya dan hamba tidak lebih dari tuannya (ay 24-25).

Yesus sendiri sebagai guru / tuan kita telah dihina, menderita, dianiaya dsb. Dan karena itu
kitapun harus juga mengalami hal-hal itu.

Catatan: Beelzebul (ay 25) berasal dari Baal-zebub (2Raja 1:2) yang adalah dewa orang
Ekron. Ini akhirnya menjadi julukan bagi setan. Jadi, pada waktu Yesus disebut demikian,
jelas itu adalah penghinaan yang luar biasa.

4) Kita harus mengakui Yesus di depan manusia (ay 32-33).

Andaikata kita boleh jadi pengikut Yesus tanpa mengakui Yesus, maka kita aman! Contoh:
 Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea (Yoh 19:38-39).

 Petrus (Mat 26:69-75).

 Pemimpin-pemimpin Yahudi (Yoh 12:42-43).

Apakah dalam hidup saudara, saudara sering tidak mengakui Yesus di depan manusia?
Misalnya:

 malu berdoa pada waktu makan di tengah-tengah orang kafir.

 kalau memimpin doa di tengah-tengah orang beragama lain, lalu takut menyebut nama
Yesus / Kristus.

 takut mengakui diri sebagai orang kristen karena takut hubungan dengan orang lain
menjadi rusak.

 berdiam diri pada waktu orang berbicara salah tentang Yesus / kekristenan.

Ini semua memang menjadikan saudara ‘aman’. Tetapi Yesus tak pernah menghendaki hal
ini! Ia menghendaki saudara mengakui Dia di depan manusia! Ini menjebabkan kita akan
dihina, diejek, dikucilkan, bahkan dianiaya / dibunuh!

5) Yesus datang bukan membawa damai, tetapi pedang (ay 34-36).

Apakah ini bertentangan dengan ayat-ayat seperti Yes 9:5 Yoh 14:27 Ef 2:14-18? Tidak!

 Yesus memang memberikan damai di hati orang yang percaya (Yoh 14:27 Gal 5:22).

 Yesus juga mendamaikan orang yang percaya dengan Allah (Ro 5:1 2Kor 5:19-21).

 Yesus juga mendamaikan orang percaya dengan orang percaya (Ef 2:14-18).

Tetapi antara orang yang percaya dengan orang yang tidak percaya, bukan terjadi damai,
tetapi terjadi perpecahan dan pertentangan karena Yesus! (Ay 34-36 Yoh 7:40-43).

Di dalam dunia ini jauh lebih banyak orang yang tidak percaya. Selalu ada pertentangan
antara mereka dan kita. Keharmonisan antara mereka dan kita baru bisa ada, kalau kita
berkompromi dengan dosa! Kalau kita betul-betul hidup sesuai dengan Firman Tuhan, kita
pasti menderita karena pertentangan / permusuhan ini!

6) Kita harus mengasihi Yesus lebih dari semua (ay 37).

Andaikata kita boleh mengasihi keluarga / orang lain lebih dari Yesus, maka ay 35,36
mungkin sekali tidak akan terjadi. Tetapi Yesus menghendaki kita mengasihi / mentaati Dia
lebih dari siapapun juga! Ini menyebabkan penderitaan!

Penderitaanbisa datang dari:

a) ‘gereja’ (ay 17).

b) Orang beragama lain yang anti kristen (ay 17).

c) Pemerintah yang anti kristen (ay 18).

d) Keluarga (ay 21,34-36).

e) Semua orang (ay 22).


Tetapi perhatikan penderitaan itu haruslah ‘karena Aku’! Jangan menderita karena dosa atau
karena ketololan (ay 18,22 39 bdk. Mat 5:10-12 & 1Pet 4:14-16).

Yesus mencari pengikut, tetapi Ia memberitahu lebih dahulu bahwa mereka yang mau ikut Dia
akan menderita! Ini penting supaya pada waktu penderitaan itu datang, para pengikutNya sudah
siap. Alangkah berbedanya ajaran Yesus tentang penderitaan dengan ajaran-ajaran Kharismatik
pada umumnya yang boleh dikatakan menghapuskan penderitaan dari hidup orang kristen!

II) Pesan-pesan Yesus untuk menghadapi penderitaan.


1) Kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (ay 16)

Ada orang2 yang cerdik tapi tidak tulus. Apakah saudara seperti itu dalam pekerjaan / study
saudara?

Ada orang yang tulus, tapi bodoh (tak memakai otak / tak bijaksana). Ini memberikan
penderitaan yang tak ada gunanya!

2) Tidak boleh takut/kuatir (ay 19,26,28 31).

Perhatian ay 28! Orang yang takut Allah tidak takut pada manusia!

Tidak kuatir / tidak takut tak berarti gegabah / sembrono! (ay 16: cerdik)

Kita harus waspada walaupun kita tak takut (ay 17).

3) Bertahan sampai kesudahan (ay 22).

4) Harus terus memberitakan Injil (ay 23).

 ‘lari’ tak selalu dosa! (bdk. Mat 12: 14-15a Kis 9:23-26).

Kalau lari karena takut, seperti yang dilakukan murid2 Yesus waktu Yesus ditangkap, itu
jelas adalah dosa.

 Kalau ditolak di suatu kota, harus pergi kekota lain. Mungkin tidak berhasil di suatu kota
tetapi berhasil di kota lain. Kalau saudara memberitakan Injil, dan saudara ditolak
pergilah memberitakan Injil kepada orang lain.

 ‘Anak manusia datang’. Ini pasti tak menunjuk pada kedatangan kedua! Lalu apa artinya?
Ada beberapa kemungkinan:

a) Saat dimana Yesus memberi pertolongan / penghiburan.

b) Kebangkitan Yesus.

c) Pentakosta (bdk. Yoh 14: 17-18).

d) Penghancuran Yerusalem pada tahun 70 M.

5) Ingat bahwa Yesus juga menderita (ay 24-25).

6) Harus rela / mau memikul salib (ay 38).

Ini mencakup semua penderitaan demi Kristus.

7) Harus rela kehilangan nyawa (ay 39).


 ‘Orang yang mempertahankan nyawa’ artinya adalah orang yang melakukan segala
sesuatu demi kepentingan / kenyamanan dirinya sediri. Orang seperti ini akan kehilangan
nyawa / masuk neraka! (bdk. Luk 12:16-21 - orang kaya yang bodoh).

 ‘Orang yang rela kehilangan nyawa’ adalah orang yang tak perduli pada kenyamanan diri
sendiri. Orang ini akan mendapatkan nyawanya / mendapat hidup kekal.

Tetapi perhatikan orang itu harus kehilangan nyawanya karena Kristus (ay 39), bukan
karena hal-hal lain!

III) Penghiburan.
1) Ay 16: Yesuslah yang mengutus kita.

Dalam bahasa Yunaninya, kata ‘Aku’ di tekankan sehingga sebetulnya bisa diterjemahkan:
‘Aku sendiri mengutus kamu....’

2) Ay 19-20: Roh Kudus akan menyertai dan dan memberi kata-kata pada waktu kita diadili.

Awas, ini tak berlaku untuk pengkhotbah yang mau berkhotbah!!

3) Ay 22: yang bertahan akan selamat. Keslamatan ini jelas merupakan suatu penghiburan!

Ay 22 ini tak bertentangan dengan doktrin Perseverance of the saints!

Ay 22 ini meninjau dari sudut manusia dan menekankan tanggung jawab manusia.

Tetapi dari sudut Allah, orang yang sudah selamat, pasti Ia jaga sehingga tak akan terhilang
(Yoh 10:27-30 1Kor 1:8-9).

4) Ay 28: Manusia hanya bisa membunuh tubuh, tak bisa mengapa-apakan jiwa.

Inipun Yesus berbicara dari sudut pandang manusia!

Ditinjau dari sudut pandang Allah, orang-orang itu tidak bisa membunuh tubuh kita kalau itu
tidak dikehendaki / diijinkan Allah! (ay 29-31 bdk. Yoh 19:10-11).

Ay 29-31:

 ay 29a: 2 ekor seduit. Luk 12:6 - 5 ekor dua duit. Jadi dua duit bukan dapat 4 ekor, tetapi
5 ekor (ditambahi satu / welas). Ini menunjukan betapa tak berharganya burung pipit itu!

‘Streams in the Desert’, vol 3, December 11: “‘Have you ever noted the Master’s
mathematics in these two sparrow texts - Matthew 10:29 and Luke 12:6? The sparrow was sold
as an article of food in the Palestine markets. So cheap was the little bird that two of them
were sold for the paltry pittance of a farthing. ‘Are not two sparrows sold for a farthing?’ ‘Are
not five sparrows sold for two farthings?’ Naturally four of them would be sold for two
farthings. But so insignificant were they in the sight of the vendor that, when a buyer came
along with two farthings, the seller threw in an extra one, giving five for two, instead of four.
Yet of this extra sparrow - almost worthless in the sight of the vendor, the Lord utters this
wonderful word, ‘Not one of them is forgotten before God.’ ‘We have been missing a wondrous
truth. The God of the universe is also the God of the tiny sparrow” (= ).

 ay 29: ‘jatuh kebumi diluar kehendak Bapamu’.

Kata ‘kehendak’ seharusnya tak ada! Karena itu ada dua penafsiran:
a) ‘Jatuh ke bumi’ diartikan hinggap di bumi. Jadi arti seluruhnya: burung yang tak
berharga itupun setiap hinggap di bumi disertai Tuhan! (bdk. Luk 12:6).

b) Jatuh = mati. Jadi, artinya: burung pipit yang tidak berharga itupun tidak bisa mati,
kalau Allah tidak menghendakinya.

Arti ini sesuai kontex karena ay 28 bisa soal ‘dibunuh / mati’.

 ay 29-31 Kalau burung pipit dijaga Tuhan, rambut juga dijaga Tuhan, apalagi kita sebagai
manusia. Kita tidak bisa mati dan tidak ada yang bisa membunuh kita, kecuali Tuhan
menghendaki / mengijinkan.

5) Ay 40-42: Ada orang-orang yang akan menyambut mereka. Ini satu penghiburan!

 Awas terhadap orang-orang yang menerima kita (karena sungkan, sopan santun, dsb)
tetapi menolak Yesus / Injil. Jelas ayat-ayat ini tidak memaksudkan seperti itu.

 Motivasi yang benar dalam menerima orang kristen ialah: ‘karena ia adalah muridKu’ (ay
42).

 ‘secangkir air sejuk’. Pemberian / kebaikan yang kecilpun dihargai Tuhan.

 Upah (ay 41-42). Sama dengan upah nabi / orang benar. Mungkin artinya: menerima
hidup kekal.

Anda mungkin juga menyukai