Anda di halaman 1dari 35

Skenario 3 : PBL BLOK 26

PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS

SKENARIO

Bapak M (45 tahun) memiliki seorang istri (43 tahun) dan 5 orang anak. Istri bapak M
sedang menjalani pengobatan TBC dan sudah berjalan 3 bulan. Anak perempuannya (s)
yang paling kecil yang berusia 1,5 tahun dan masih menyusu pada ibunya menderita
batuk-batuk dan berat badannya turun, batuknya sudah diobati dengan obat warung karena
ketiadaan uang tapi tidak kunjung sembuh. Keluarga bapak M tinggal di rumah petak
ukuran 5x7 meter di pemukiman padat penduduk.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian


bawah. Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang
sedang batuk, bersin, yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan
mengalami tanda dan gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat-
badan, haid tidak teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu sampai
beberapa bulan, malam batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai darah, nafas
bunyi crakles (gemercik), Wheezing (mengi), keringat banyak malam hari, dan merasa
kedinginan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi tuberkulosis menurut Alsagaff


(2001) adalah adanya sumber infeksi (sering kontak dengan penderita), penurunan daya
tahan tubuh (pasien infeksi HIV, pengguna obat-obat terlarang atau alkohol), faktor
lingkungan (pemukiman yang penuh, kumuh), virulensi tinggi dan jumlah basil banyak
(perilaku buang dahak sembarangan), faktor imunologis, faktor psikologis, dan kelompok
sosio ekonomi rendah (nutrisi dan sebagainya).

Penatalaksanaan TBC dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan


rehabilitatif. Penatalasanaan secara promotif yaitu peningkatan kesehatan diberikan pada

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 1


individu dan keluarga baik yang kontak dengan penderita TBC maupun tidak, adapun cara-
cara untuk meningkatkan kesehatan terkait dengan TBC meliputi hal-hal : menghindari
factor resiko, mengelola stress, menjaga kebersihan diri (Personal higiene), nutrisi yang
seimbang, imunisasi, pemeriksaan rutin (laboratorium).

Pengetahuan penderita TBC dan keluarga pada tingkatan tahu adalah mengingat
penyebab kambuhnya batuk, tertarik menjadi tahu setelah melihat iklan obat batuk dan
dengan obat batuk tersebut gejala batuk bisa reda. Contoh dari pengetahuan tingkat kedua
(memahami) adalah mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit TBC, ataupun penyakit
lainya. Pengetahuan yang terkait pada aplikasi misalnya adalah seorang penderita atau
keluarga yang mampu memilih berobat secara rutin ke puskesmas atau Balai Paru untuk
pengobatan sakit TBC.

1. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT


a. Etiologi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycrobacterium tuberculocis, yang masih keluarga
besar genus Mycrobacterium. Dari anggota keluarga Mycrobacterium yang
diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal bermasalah dengan kesehatan
masyarakat. Mereka adalah Mycrobacterium tuberculocis, M.bovis yang terdapat
pada susu sapi yang tidak dimasak, dan M.leprae yang menyebabkan penyakit
kusta. Mycrobacterium tuberculocis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4
mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga
disebut dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman terdiri dari
asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa hidup bertahun-
tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen
terutama pada bagian apical posterior paru-paru.1,2,3
b. Epidemiologi
Dalam hal mempertimbangkan kepekaan seseorang terhadap tuberkulosis,
ada dua faktor yang harus dipikirkan.
Pertama, adalah resiko mendapatkan infeksi dan yang lain adalah resiko
timbulnya penyakit klinik sesudah infeksi terjadi. Resiko mendapatkan infeksi
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 2
dan timbulnya penyakit klinik tergantung dari adanya infeksi di dalam
masyarakat, kepadatan penduduk, keadaan sosial dari populasi tersebut dari tidak
tepatnya perawatan medis. Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA
positif yang dapat menularkan kepada orang yang berada di sekelilingnya,
terutama kontak erat. Resiko penularan setiap tahun (annual risk of tuberculosis
infection: ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%.
Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000
penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi
tidak akan menjadi penderita tuberculosis hanya 10% yang akan terinfeksi. Hal
ini dipengaruhi daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau
HIV/AIDS.4
WHO memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia, kurang lebih
sejumlah 2 bilyun orang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Angka
infeksi tertinggi di Asia Tenggara, Cina, India dan Amerika Latin. 3 Data yang
dilaporkan WHO Indonesia menempati urutan nomor tiga setelah india dan cina
yaitu dengan angka 1,7 juta orang Indonesia, menurut teori apabila tidak diobati,
tiap satu orang penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10 sampai 15
orang dan cara penularannya dipengaruhi berbagai factor.
Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami stress nutrisi
jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan yang tidak memadai, dan perpindahan
tempat. 3
Pada orang dewasa dua pertiga kasus terjadi pada laki-laki, tetapi ada
sedikit dominasi tuberculosis pada wanita di masa anak-anak. Pada anak,
kebanyakan terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis di rumahnya dari
seseorang yang dekat padanya. Orang dewasa yang terinfeksi virus HIV dengan
tuberculosis dapat menularkan Mycobacterium tuberculosis ke anak, beberapa
darinya berkembang penyakit tuberculosis, dan anak dengan infeksi HIV
bertambah resiko berkembang tuberculosis sesudah infeksi. 3,12

c. Cara Penularan
Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti
udara dalam rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang,
gedung pertemuan, dan kereta api berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara
langsung, menghirup udara bercampur bakteri TB lalu terinfeksi, lalu menderita
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 3
TB, tidak demikian. Masih banyak variabel yang berperan dalam timbulnya
kejadian TB pada seseorang, meski orang tersebut menghirup udara yang
mengandung kuman. Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA (+).
Apabila penderita TB batuk, berbicara atau bersin, maka bakteri TB akan
berhamburan bersama ”droplet” nafas penderita yang bersangkutan, khususnya
pada penderita TB aktif dan luka terbuka pada parunya.1,2
Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang bersangkutan, serta
lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung kuman tersebut. Kuman
TB sangat sensitif terhadap cahaya ultra violet. Cahaya matahari sangat berperan
dalam membunuh kuman di lingkungan. Oleh sebab itu, ventilasi rumah sangat
penting dalam manajemen TB berbasis keluarga atau lingkungan.4

d. Periode Prepatogenesis

 Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)


Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap
disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang
kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya
tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan
problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen,
sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya
sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta
transmisi kongenital yang jarang terjadi.8

 Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian
yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya
pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 4


Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.
Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC
dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan
kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek
dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan.
Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak
adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi
pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.
Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-
ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.8

 Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :
Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita
Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan
pada wanita
Puncak sedang pada usia lanjut
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap
tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan
grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum
terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan
psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk dengan
sosialekonomi rendah memiliki laju lebih tinggi. Aspek keturunan dan
distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin
mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan
sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan
peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan
kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental
dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan
besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan
beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.8
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 5
e. Periode Patogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya agent ke dalam saluran respirasi
dan pencernaan host. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh
interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.2,4,8

Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara langsung


dan pada manusia yang pertama kali terinfeksi disebut primary infection dan
umumnya tidak terlihat gejalanya. Sebagian besar orang berhasil menahan
serangan kuman tersebut dengan cara melakukan isolasi dengan cara kuman TB
dimakan oleh makrofag, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar hilus
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 6
paru. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
membelah diri di paru yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Oleh
sebab itu, kemudian disebut sebagai kompleks primer. Pada saat terjadi infeksi,
kuman masuk hingga pembentukan kompleks primer sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat diketahui dengan reaksi positif pada tes tuberkulin.2
Biasanya hal tersebut terjadi pada masa kanak-kanak dibawah umur 1
tahun. Apabila gagal melakukan containment kuman, maka kuman TB masuk
melalui aliran darah dan berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang
disebut TB milier. Bahkan kuman bisa dibawa aliran darah ke selaput otak yang
disebut meningitis radang selaput otak yang sering menimbulkan sequele gejala
sisa yang permanen.2
Secara umum tubuh memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada
penderita AIDS/HIV. Di Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan
kuman TB. Di negara-negara yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut
jauh lebih besar. Ada ukuran Annual Risk of Tubercolosis
Infection (ARTI). Indonesia tercatat memiliki ARTI sebesar 1-2%, sedangkan
Eropa memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun
diantara 1000 orang penduduk akan ada 10 orang yang tertular. Sebagian besar
yang tertular belum tentu berkembang menjadi TB klinis, hanya sekitar 10%
menjadi TB klinis. Dengan ARTI sebesar 1% maka diantara 100.000 penduduk,
rata-rata 1000 orang penderita TB baru setiap tahunnya, dimana 100 orang
diantaranya adalah BTA positif.2
Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan masuk ke dalam paru
orang-orang yang tertular mengalami fase atau menjadi dormant dan muncul
bila kondisi tubuh mengalami penurunan kekebalan, gizi buruk, atau menderita
HIV/AIDS. TB secara teoritis menyerang berbagai organ, namun terutama
menyerang organ paru. Sedangkan pada paru-paru tempat yang paling disukai
atau tempat yang sering terkena adalah bagian apical pasterior. Hal ini
disebabkan karena Mycrobacterium tubercolocis bersifat aerobik, sedangkan
pada daerah tersebut adalah bagian paru-paru yang banyak memiliki oksigen.2

f. Manifestasi Klinis
 Gejala Sistemik
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 7
Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam
berlangsung pada sore dan malam hari, disertai keringat dingin meskipun
tanpa aktifitas, kemudian kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa
bulan kemudian seperti demam, influenza biasa, dan kemudian seolah-olah
sembuh tidak ada demam. Gejala lain adalah malaise (perasaan lesu) bersifat
berkepanjangan kronis, disertai rasa tidak fit, tidak enak badan, lemah, lesu,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, pusing, serta
mudah lelah. Gejala sistemik ini terdapat baik pada TB Paru maupun TB
yang menyerang organ lain.1

 Gejala Respiratorik
Adapun gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk
bisa berlangsung secara terus-menerus selama 3 mingggu atau lebih. Hal ini
terjadi apabila sudah melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah
batuk produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa
dahak atau sputum. Dahak ini kadang bersifat purulent. Kadang gejala
respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah. Hal ini disebabkan karena
pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk
darah inilah yang sering membawa penderita berobat ke dokter. Apabila
kerusakan sudah meluas, timbul sesak nafas dan apabila pleura sudah terkena,
maka disertai pula dengan rasa nyeri pada dada.1

2. PEDOMAN NASIONAL PEMBERANTASAN TB


Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB,
kemitraan global dalam penanggulangan TB mengembangkan strategi sebagai berikut:
10

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS


2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintahmaupun
swasta
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 8
Adapun kegiatan P2TB dilaksanakan dengan cara penemuan dan pengobatan
pasien, perencanaan, pemantauan dan evaluasi, peningkatan SDM (pelatihan,
supervisi), penelitian, promosi kesehatan, dan kemitraan dengan lintas sector.

Tujuan Dan Target

Tujuan P2TB adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance
(MDR),sehingga TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Kebijakan

a. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas


desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program
yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
sertamenjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)
b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah
terhadap program penanggulangan TB
d. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan
terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan
dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan
mencegahterjadinya MDR-TB
e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TBdilaksanakan
oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputiPuskesmas, Rumah
Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru(RSP), Balai Pengobatan
Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatanlain serta Dokter Praktek
Swasta (DPS)
f. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama
dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah
dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB
(Gerdunas TB)

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 9


g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring
h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikankepada
pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya
i. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah
yangmemadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program
j. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin
dankelompok rentan terhadap TB
k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium
Development Goals (MDGs)

Strategi
a. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin
ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas
b. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan
secara bertahap dan sistematis
c. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melaluikegiatan
advokasi, komunikasi dan mobilisasi social
d. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan
bantuan sumber daya.
e. Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan
supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan

3. PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA


Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan
pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, integrative, holistic, koordinatif,
dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta
pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis
kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.5
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 10
Sistem pelayanan dokter keluarga sesungguhnya merupakan bagian dari
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang perlu diatur dalam Undang-undang. Disinilah
sesungguhnya tumbuh kembangnya "the five stars doctors", sebagai "the agent of
change", yang berkemampuan dan berfungsi sebagai "care provider" (sebagai bagian
dari kelurga, sebagai pelaksana pealyanan kedokteran komprehensif, terpadu,
berkesinambungan, pada pelayanan dokter tingkat pertama; sebagai pelapis menuju ke
pelayanan kedokteran tingkat kedua), sebagai "decicion maker" (sebagai penentu pada
setiap tindakan kedokteran, dengan memperhatikan semua kondisi yang ikut
mempengaruhinya), sebagai "communicator" (sebagai pendidik, penyuluh, teman,
mediator dan sebagai penasehat keluarga dalam banyak hal dan masalah: gizi,
narkoba, keluarga berencana, seks, HIV, AIDS, sters, kebersihan, pola hidup sehat,
olah raga, olah jiwa, kesehatan lingkungan), sebagai "community leader" (membantu
mengambil keputusan dalan ikhwal kemasyarakatan, utamanya kesehatan dan
kedokteran keluarga, sebagai pemantau, penelaah ikhwal kesehatan dan kedokteran
keluarga), dan sebagai "manager" (berkemampuan untuk berkolaborasi dalam
kemitraan, dalam ikhwal penanganan kesehatan dan kedokteran keluarga).
Five star doctor merupakan profil dokter ideal yang memiliki kemampuan
untuk melakukan serangkaian pelayanan kesehatan untuk memenuhi kualitas,
kebutuhan, efektifitas biaya, dan persamaan dalam dunia kesehatan. WHO
menerapkan batasan bahwa dokter masa depan wajib memenuhi kriteria lima kualitas
seorang dokter, yaitu:
1. Care provider
Dalam memberikan pelayanan medis, seorang dokter hendaknya:
 Memperlakukan pasien secara holistic
 Memandang Individu sebagai bagian integral dari keluarga dan komunitas.
 Memberikan pelayanan yang bermutu, menyeluruh, berkelanjutan dan
manusiawi.
 Dilandasi hubungan jangka panjang dan saling percaya.
2. Decision maker
Seorang dokter diharapkan memiliki:
 Kemampuan memilih teknologi
 Penerapan teknologi penunjang secara etik
 Cost Effectiveness

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 11


3. Communicator
Seorang dokter, dimanapun ia berada dan bertugas, hendaknya:
 Mampu mempromosikan gaya hidup sehat.
 Mampu memberikan penjelasan dan edukasi yang efektif.
 Mampu memberdayakan individu dan kelompok untuk dapat tetap sehat.
4. Community leader
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seorang dokter hendaknya:
 Dapat menempatkan dirinya sehingga mendapatkan kepercayaan
masyarakat.
 Mampu menemukan kebutuhan kesehatan bersama individu serta
masyarakat.
 Mampu melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Manager
Dalam hal manajerial, seorang dokter hendaknya:
 Mampu bekerja sama secara harmonis dengan individu dan organisasi di
luar dan di dalam lingkup pelayanan kesehatan, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pasien dan komunitas.
 Mampu memanfaatkan data-data kesehatan secara tepat dan berhasil guna.
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi yang harus dimiliki
oleh setiap dokter keluarga secara garis besarnya ialah :
a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga.
b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga.
c. Menguasai keterampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan
professional dokter-pasien untuk:
 Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga
dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga.
 Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama
menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan
penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan
keluarga.

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 12


 Dapat bekerjasama secara professional secara harmonis dalam satu tim pada
penyelenggaran pelayanan kedokteran/ kesehatan.

Karakteristik Dokter keluarga menurut IDI (1982) adalah :


a. Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat.
b. Pelayanan menyeluruh dan maksimal
c. Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan
d. Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya
e. Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas
kelanjutannya.
Tugas Dokter Keluarga, meliputi :
a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu
guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan.
b. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat
dan sakit.
d. Memberikan pelayanan kedokteran kepada nidividu dan keluarganya.
e. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
f. Menangani penyakit akut dan kronik.
g. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit.
h. Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS.
i. Memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan
j. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
k. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien.
l. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar
m. Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan
ilmu kedokteran keluarga secara khusus.

4. KESEHATAN LINGKUNGAN

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 13


Kesehatan lingkungan tempat tinggal penduduk merupakan salah satu dari
faktor risiko terjadinya TBC, meliputi :
1. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum
10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3
m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi
tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak
di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga
langit-langit minimum tingginya 2,75 m.6

2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB,
karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih
60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih
cepat dari pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah
serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.6
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 14
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan
naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-
bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu
tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar
10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai
dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar
juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam
ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara
optimum kurang lebih 60%.6

4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC.
Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.
Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,
sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.6

5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.6
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 15
5. PELAYANAN KESEHATAN PRIMER2,5,7
Pelayanan kesehatan primer (PHC) adalah strategi yang dapat dipakai untuk
menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua penduduk.
Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan esensial yang dibuat dan
bisa terjangkau secara universal oleh individu dan keluarga dalam masyarakat. Focus
dari peleyanan kesehatan primer luas jangkauannya merangkum beerbagai aspek dan
kebutuhan masyarakat. PHC, dalam hal ini adalah puskesmas sebagai pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama berfungsi sebagai pusat pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, melaksanakan fungsi diagnosis dan pengobatan, serta pelayanan
tindak lanjut.
Dalam pelaksanaannya PHC menitikberatkan pada pemerataan upaya kesehatan,
penekanan pada upaya preventif, menggunakan teknologi tepat guna, melibatkan
peran serta masyarakat dan kerjasama lintas sektoral. PHC diharapkan menjadi pusat
pelayanan yang utama, menyeluruh, terorganisasi, berkesinambungan, progresif,
berorientasi pada keluarga, serta mementingkan kesehatan individu maupun
masyarakat.2,5,7
Adapun program pokok PHC antara lain:
a. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
b. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
c. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
d. Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
e. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit utama
f. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
g. Pengobatan penyakit umum
h. Penyediaan obat-obatan esensial

Prinsip Pengobatan TB2,5,7

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 16


Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan
obat untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat. Pengobatan TB diberikan
dalam dua tahap, yaitu:
1. Tahap intensif. Pada tahap awal penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampicin.
Bila pada saat tahap intensif tesebut diberikan secara tepat, maka penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu.
2. Tahap lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat dalam jangka
waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah
kekambuhan.

Panduan OAT di Indonesia4


WHO dan IUALTD merekomendasikan OAT standar, yaitu:
a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Obat tersebut diberikan tiap hari selama dua bulan (2HRZE). Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan, diberikan tiga kali seminggu selama empat
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA positif dan
penderita TB paru BTA negative dengan rontgen positif yang sakit berat.

Tabel 1. OAT Kategori 1


Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
Pengobatan pengobatan H R Z E hari/kali
300mg 450mg 500mg 250mg menelan
obat
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 - 54
b. Kategori-2
Tabel 2. OAT Kategori 2
Tahap Lama DOSIS PER HARI/KALI STREPTOM MENEL
pengobata pengob H R Z ETAMBUT ISIN AN
n atan 300 450 500 OL INJEKSI OBAT
mg mg mg 250 500

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 17


mg mg
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0.75gr 60
intensif 1 bulan 1 1 3 3 - - 30
Tahap 5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
Lanjutan

Setelah tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan tablet
HRZE dan suntikan streptomisin. Dilanjutkan satu bulan dengan tablet HRZE setiap hari.
Setelah itu diturunkan dengan tahap lanjutan selama lima bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali seminggu. Suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita yang kambuh, penderita gagal berobat,
atau penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

c. Kategori-3
Tabel 3. OAT Kategori 3
Tahap Lama H 300mg R Z Jumlah hari
pengobatan pengobatan 450mg 500mg menelan obat
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 60
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 - 54

Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan atau
penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, TB kulit, TB
tulang, sendi, dan kelenjar adrenal.

d. Obat sisipan
Tabel 4. Obat sisipan
Tahap Lama H R Z E Jumlah
pengobatan pengobatan 300 450 500 250 hari/kali
mg mg mg mg menelan obat
Tahap intensif 1 bulan 1 1 3 3 30

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 18


Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan setiap hari selama 1
bulan.

Vaksin BCG
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia mengalami
active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin merupakan
suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau
riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang
menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur
strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC
dan telah digunakan sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan
tetapi efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh
dunia. Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis
dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk
diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-
anak yang hasil uji tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang
dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima
terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga
harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan dengan pasien
infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai
dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin
BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah
menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek
untuk pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi.
Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang
telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada
ruang atau tempat bersuhu 2 – 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin
BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan)
pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 19
yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 ml (0,1mg)
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 – 15 tahun.
Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit
seperti atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval
waktu setidaknya 3 minggu). 9

6. UPAYA PROMOTIF dan PREVENTIF

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan
dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Pencegahan Primer2,5,7
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling
efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan
mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko (
masa Pra-Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 20


kesehatan adalah rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar
untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara, melindungi dan
meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu dilakukan karena masalah TB
banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan
penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran serta
masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan
dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan
media.
Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok.
Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan
sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita.
Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya
penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh. Bagi anggota
keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya,
sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan bahan
cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih
luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari “suatu penyakit yang
tidak dapat disembuhkan dan memalukan”, menjadi “suatu penyakit yang
berbahaya, tetapi dapat disembuhkan”. Bila penyuluhan ini berhasil, akan
meningkatkan penemuan penderita secara pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan
PMO, sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa
selain dilakukan oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector,
termasuk kalangan media massa.

a. Penyuluhan Langsung Perorangan


Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan
langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah
membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat,dll)
dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, puskesmas,
posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada. Supaya komunikasi
dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 21
sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah
setempat yang sering dipakai masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-
gejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar, petugas kesehatan harus
melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati,
mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau
bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti.
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
 Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang
penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha
memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita serta
pengobatannya.
 Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor
manusia yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.
Faktor yang menghambat tersebut, antara lain:
a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan
c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak
diterima oleh keluarganya.
d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan
bahwa pasien tidak tahu tentang TB.

b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada
sekelompok orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan
keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan
lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya
menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga
(gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar
yang singkat dan jelas.

c. Penyuluhan Massa

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 22


Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi
penderita, tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan
penanggulangan TB sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar,
radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak
berupaleaflet,poster,billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas,
terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu
memperhitungkan kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih,
obat tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal ini perlu dipertimbangkan
agar tidak mengecewakan masyarakat yang dating untuk mendapatkan
pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan
menjadi “bumerang” (counter productive)

Penyuluhan Penderita Tuberkulosis


 Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan
TB-paru.
 Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
upaya mengurangi penyebaran penyakit.
 Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar
penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit
kepada orang lain.
 Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
 Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan
demi tercapainya masyarakat yang sehat.
 Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang
mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.
 Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB
paru bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan
seperti halnya penyakit lain.

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 23


 Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada
koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.

Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.


 Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
 Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus harus diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama
kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5
tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
 Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
 Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
 Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
 Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect
gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita,
kontak, suspect, perawatan.
 Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan
pasteurisasi air susu sapi.

2. Pencegahan Sekunder2,5,7
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan
kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan
Lingkungan.

Diagnosis TB
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis
pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun,

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 24


pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila
diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak semua unit pelayanan kesehatan
memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya
untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB
berdasarkan pemeriksaan BTA. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali,
yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai
menderita TB, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang
diambil adalah dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika
penderita memeriksakan dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu,
disebut pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen
SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut,
yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam
pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah
kepada TB maka yang bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil
radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak
SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya
dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila
tidak berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya
tanda-tanda TB, maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur
terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS
positif, maka yang bersangkutan adakah positif menderita TB. Namun, apabila
dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi
mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan BTA negatif, radiologi
positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen dahak negatif,
maka yang bersangkutan bukan TB.
Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada
orang dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 25


BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi
dan uji tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala
seperti:
2. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
3. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu
3-7 hari.
4. Terdapat gejala umum TB. Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
 Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi
yang baik.
 Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
naik dengan memadai.
 Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai
keringat malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi
saluran napas bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
 Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran
ini biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan
paha.
 Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
 Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di
daerah dan adanya tanda-tanda cairan abdomen.
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan, dengan
tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan dilakukan
48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau
indurasi yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi
sebesa r > 10 mm.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun
tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang
terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 26


itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk
seleksi dari petunjuk yang paling efektif.

Penatalaksanaan TB
 Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya resistensi terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter.
 Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang
menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti
pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan
terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau
melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu
bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orang-
orang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh
karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada
pemberian isoniazid, maka isoniazid tidak diberikan secara rutin pada
penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut: infeksi
baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes tuberkulin);
adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam satu institusi;
abnormalitas foto thorax konsisten dengan proses penyembuhan TB lama,
diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau
pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang
menekan sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi
pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi samping
yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam yang luas, jika hal ini
terjadi dianjurkan untuk menghentikan pengobatan dan hubungi dokter yang
merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan memberikan

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 27


pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu terhadap
semua penderita, terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih dan
terhadap pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan.
 Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat
efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk
diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem
DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi
dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi
yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang
belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri
dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama 2
bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan
inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin
diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi
resistensi terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka
harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3
bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau
respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan
pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu
merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada
perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri
tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai
menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau
rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka lamanya
pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551
Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang,
WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2
bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH
dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi
secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan
pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan
EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 28
obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit
dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka
pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada
anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit
modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari
penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan
limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan.
Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi
minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup
selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada
anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta
warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan
yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen
dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil.
Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang
berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.
 Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi
untuk penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS)
dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk
kontak.
 Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan
dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum
biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah
Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang
secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru
dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam
ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar
menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang
memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung
pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi
tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya
negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang
mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 29


sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap
pengobatan).Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita dewasa.
Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang
diberikan kepada penderita.
 Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer/Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat
dipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.

3. Pencegahan Tersier2,5,7
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit.
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara
psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,
pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk
mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

7. STRATEGI DIRECT OBSERVE TREATMENT SHORCUT


Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan badan kesehatan
dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama yang menghasilkan rekomendasi
perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di
Indonesia, yang kemudian disebut sebagai strategi DOTS.10,11
Istilah DOTS dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat
jangka pendek setiap hari oleh pengawas menelan obat. Tujuannya mencapai angka
kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika
timbul dan mencegah resistensi. Sebelum pengobatan pertama kali dimulai DOTS
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 30
harus menjelaskan kepada pasien tentang cara dan manfaatnya. PMO haruslah
seseorang yang mampu membantu pasien sampai sembuh selama enam bulan dan
sebaiknya merupakan anggota keluarga pasien yang diseganinya. Siapapun dapat
menjadi PMO, dengan syarat sebagai berikut:
a. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama
pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita dengan
HIV/AIDS.
b. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien.
Adapun tugas PMO antara lain:
1. Bersedia mendapat penjelasan di klinik
2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
yang ditentukan
4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur
hingga sembuh
5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap
minum obat.
6. Merujuk pasien bila efek semakin berat
7. Melakukan kunjungan rumah
8. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui
gejala TB.
Hasil evaluasi pada tahun 1998 menggambarkan bahwa cakupan penemuan penderita
baru mencapai 9.8% dengan angka keberhasilan mencapai 89%, sehingga WHO
menggolongkan Negara kita sebagai Negara dengan penyelenggaraan program yang
baik tetapi ekspansi sangat lambat. Kajian data ini didapatkan dari puskesmas
pelaksana program DOTS yang baru mencapai lebih kurang 40% dari 7000
puskesmas dan rumah sakit yang ada.10

Kemitraan Dalam Penanggulangan Tuberkulosis

Kemitraan program penanggulangan tuberkulosis adalah suatu upaya untuk


melibatkan berbagai sektor, baik dari pemerintah, swasta maupun
kelompok organisasi masyarakat mengingat beban masalah TB yang tinggi,
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 31
keterbatasan sektor pemerintah, potensi melibatkan sektor lain, keberlanjutan program
dan akuntabilitas, mutu, transparansi. Tujuan kemitraan tuberkulosis adalah
terlaksananya upaya percepatan penanggulangan tuberkulosis secara efektif dan efisien dan
berkesinambungan.

Prinsip Dasar Kemitraan

a. Kesetaraan
b. Keterbukaan
c. Saling menguntungkan
Langkah Langkah Pelaksanaan
a. Identifikasi calon mitra
b. Sosialisasi program TB kepada calon mitra
c. Penyamaan persepsi
d. Pembentukan Komitmen
e. Pengaturan peran yang secara tertulis dalam dokumen resmi berupa Nota
Kesepakatan (MoU) antara duabelah pihak
f. Komunikasi intensif

8. PENCATATAN dan PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang amat penting
dalam system informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB
harus melaksanakan suatu system pencatatan danpelaporan yang baku. Untuk itu
pencatatan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan
formulir yang sudah baku juga. Pencatatan yang dilakukan di unit pelayanan
kesehatan meliputi beberapa item, yaitu:
2. Kartu pengobatan TB (01)
3. Kartu identitas penderita TB (TB02)
4. Register laboratorium TB (TB04)
5. Formulir permohonan pemeriksaan dahak (TB05)
6. Daftar tersangka penderita TB (TB06)
7. Formulir pindah penderita TB (TB09)
8. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10)
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 32
Cara pengisian formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB
Nasional (P2TB). Untuk pembuatan lapporan, data yang ada dari formulit TB01
dimasukkan kedalam formulir register TB (TB03) dan direkap kedalam formulir
rekapan yang ada di tingkat kabupaten/kota.11

KESIMPULAN
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC merupakan salah satu
problem utama epidemiologi kesehatan didunia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan
faktor penentu yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC
baik periode Prepatogenesis maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan
dalam Bagan “Segitiga Epidemiologi TBC”.
Meningkatnya angka penderita TBC disebabkan berbagai faktor diantaranya
karakteristik demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti
ketidaktahuan akan akibat, komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang
menderita TBC di rumah dan sikap penderita TBC. Selain itu penularan dalam keluarga
juga disebabkan kebiasaan sehari-hari keluarga yang kurang memenuhi kesehatan seperti
kebiasaan membuka jendela, kebiasaan membuang dahak penderita. Faktor lain yang
berpengaruh adalah pengetahuan keluarga yang kurang tentang penyakit TBC seperti
penyebab, akibat dan komplikasinya, sehingga menyebabkan keluarga dan penderita TBC
kurang termotivasi untuk berobat yang berakibat terjadinya penularan dalam keluarga.
Akibat lebih jauh dari hal tersebut adalah terjadinya penularan penderita TBC dalam
keluarga dan masyarakat yang kemudian akan berdampak pada masalah pembangunan
kesehatan kesehatan di Indonesia karena meningkatnya angka penderita TBC.
Pencegahan terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yang
terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi).

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 33


DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Penerbit Buku


Kompas. 2005.
2. Chin J (Ed), Kandun IN (Editor Penterjemah). Manual Pemberantasan Penyakit
Menular. Infomedika. 2006.
3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2006.
4. Santoso, M. Masalah Pengelolaan TBC Paru di Indonesia. Departemen Penyakit
Dalam FK UKRIDA. RSUD Koja Jakarta. 2006.
5. Soetono, Sadikin, & Zanilda. Membangun Praktek Dokter Keluarga Mandiri.
Jakarta : Pengurus Besar IDI. 2006

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 34


6. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2001.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 2002
8. Universitas Indonesia (FKUI). Kuliah Tuberculosis. 2004. Diunduh dari
http://ui.org/ fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 16 Juni 2012.
9. Anonym. Vaksin BCG. 2007. Diunduh dari
http://www.rxmed.com/b.main/b2.pharmaceutical/b2.1.monographs/CPS-
%20Monographs/CPS-%20%28General%20Monographs-
%20B%29/BCG%20Vaccine.html. 16 Juni 2012.
10. Amira Permatasari. Pemberantasan Penyakit TB dan Strategi DOTS. 2005.
Diunduh dari
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=program+pemberantasan+tbc&source=
web&cd=3&ved=0CFQQFjAC&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbit
stream%2F123456789%2F3448%2F1%2Fparu-amira.pdf&ei=KUncT8n-
H9HrrQfh1Jm_DQ&usg=AFQjCNFzbqb2YWYZPi3vc4nsVsY3xzjVaA&cad=rja.
16 Juni 2012.
11. Anonim. Pencatatan dan Pelaporan Kasus TB. 2007. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/75695183/73/II-14-PENCATATAN-DAN-
PELAPORAN. 16 Juni 2012.
12. Anonim. Tuberculosa Pada Anak. Maret 2006. Diunduh dari
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=epidemiologi+tbc+pada+anak&source
=web&cd=3&ved=0CFMQFjAC&url=http%3A%2F%2Flast3arthtree.files.wordpr
ess.com%2F2009%2F02%2Ftb-pada-
anak.pdf&ei=cVvcT_G7BYqIrAfk4Im9DQ&usg=AFQjCNEbuKhFp2Jr4hgvdBY
TYC7P5lmMOg&cad=rja. 16 Juni 2012.

PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 35

Anda mungkin juga menyukai