Skenario
Skenario
SKENARIO
Bapak M (45 tahun) memiliki seorang istri (43 tahun) dan 5 orang anak. Istri bapak M
sedang menjalani pengobatan TBC dan sudah berjalan 3 bulan. Anak perempuannya (s)
yang paling kecil yang berusia 1,5 tahun dan masih menyusu pada ibunya menderita
batuk-batuk dan berat badannya turun, batuknya sudah diobati dengan obat warung karena
ketiadaan uang tapi tidak kunjung sembuh. Keluarga bapak M tinggal di rumah petak
ukuran 5x7 meter di pemukiman padat penduduk.
PENDAHULUAN
Pengetahuan penderita TBC dan keluarga pada tingkatan tahu adalah mengingat
penyebab kambuhnya batuk, tertarik menjadi tahu setelah melihat iklan obat batuk dan
dengan obat batuk tersebut gejala batuk bisa reda. Contoh dari pengetahuan tingkat kedua
(memahami) adalah mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit TBC, ataupun penyakit
lainya. Pengetahuan yang terkait pada aplikasi misalnya adalah seorang penderita atau
keluarga yang mampu memilih berobat secara rutin ke puskesmas atau Balai Paru untuk
pengobatan sakit TBC.
c. Cara Penularan
Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti
udara dalam rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang,
gedung pertemuan, dan kereta api berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara
langsung, menghirup udara bercampur bakteri TB lalu terinfeksi, lalu menderita
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 3
TB, tidak demikian. Masih banyak variabel yang berperan dalam timbulnya
kejadian TB pada seseorang, meski orang tersebut menghirup udara yang
mengandung kuman. Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA (+).
Apabila penderita TB batuk, berbicara atau bersin, maka bakteri TB akan
berhamburan bersama ”droplet” nafas penderita yang bersangkutan, khususnya
pada penderita TB aktif dan luka terbuka pada parunya.1,2
Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang bersangkutan, serta
lamanya seseorang menghirup udara yang mengandung kuman tersebut. Kuman
TB sangat sensitif terhadap cahaya ultra violet. Cahaya matahari sangat berperan
dalam membunuh kuman di lingkungan. Oleh sebab itu, ventilasi rumah sangat
penting dalam manajemen TB berbasis keluarga atau lingkungan.4
d. Periode Prepatogenesis
Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian
yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya
pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.
Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :
Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita
Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan
pada wanita
Puncak sedang pada usia lanjut
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap
tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan
grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum
terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan
psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk dengan
sosialekonomi rendah memiliki laju lebih tinggi. Aspek keturunan dan
distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin
mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan
sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan
peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan
kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental
dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan
besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan
beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.8
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 5
e. Periode Patogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya agent ke dalam saluran respirasi
dan pencernaan host. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh
interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.2,4,8
f. Manifestasi Klinis
Gejala Sistemik
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 7
Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam
berlangsung pada sore dan malam hari, disertai keringat dingin meskipun
tanpa aktifitas, kemudian kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa
bulan kemudian seperti demam, influenza biasa, dan kemudian seolah-olah
sembuh tidak ada demam. Gejala lain adalah malaise (perasaan lesu) bersifat
berkepanjangan kronis, disertai rasa tidak fit, tidak enak badan, lemah, lesu,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin kurus, pusing, serta
mudah lelah. Gejala sistemik ini terdapat baik pada TB Paru maupun TB
yang menyerang organ lain.1
Gejala Respiratorik
Adapun gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk
bisa berlangsung secara terus-menerus selama 3 mingggu atau lebih. Hal ini
terjadi apabila sudah melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah
batuk produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa
dahak atau sputum. Dahak ini kadang bersifat purulent. Kadang gejala
respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah. Hal ini disebabkan karena
pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk
darah inilah yang sering membawa penderita berobat ke dokter. Apabila
kerusakan sudah meluas, timbul sesak nafas dan apabila pleura sudah terkena,
maka disertai pula dengan rasa nyeri pada dada.1
Tujuan P2TB adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance
(MDR),sehingga TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Kebijakan
Strategi
a. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin
ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu prioritas
b. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan
secara bertahap dan sistematis
c. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melaluikegiatan
advokasi, komunikasi dan mobilisasi social
d. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan
bantuan sumber daya.
e. Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan
supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan
4. KESEHATAN LINGKUNGAN
2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB,
karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih
60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih
cepat dari pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah
serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.6
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 14
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan
naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-
bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu
tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar
10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai
dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar
juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam
ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara
optimum kurang lebih 60%.6
4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC.
Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.
Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,
sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.6
5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.6
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 15
5. PELAYANAN KESEHATAN PRIMER2,5,7
Pelayanan kesehatan primer (PHC) adalah strategi yang dapat dipakai untuk
menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua penduduk.
Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan esensial yang dibuat dan
bisa terjangkau secara universal oleh individu dan keluarga dalam masyarakat. Focus
dari peleyanan kesehatan primer luas jangkauannya merangkum beerbagai aspek dan
kebutuhan masyarakat. PHC, dalam hal ini adalah puskesmas sebagai pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama berfungsi sebagai pusat pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, melaksanakan fungsi diagnosis dan pengobatan, serta pelayanan
tindak lanjut.
Dalam pelaksanaannya PHC menitikberatkan pada pemerataan upaya kesehatan,
penekanan pada upaya preventif, menggunakan teknologi tepat guna, melibatkan
peran serta masyarakat dan kerjasama lintas sektoral. PHC diharapkan menjadi pusat
pelayanan yang utama, menyeluruh, terorganisasi, berkesinambungan, progresif,
berorientasi pada keluarga, serta mementingkan kesehatan individu maupun
masyarakat.2,5,7
Adapun program pokok PHC antara lain:
a. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
b. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
c. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
d. Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
e. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit utama
f. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
g. Pengobatan penyakit umum
h. Penyediaan obat-obatan esensial
Setelah tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan tablet
HRZE dan suntikan streptomisin. Dilanjutkan satu bulan dengan tablet HRZE setiap hari.
Setelah itu diturunkan dengan tahap lanjutan selama lima bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali seminggu. Suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita yang kambuh, penderita gagal berobat,
atau penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
c. Kategori-3
Tabel 3. OAT Kategori 3
Tahap Lama H 300mg R Z Jumlah hari
pengobatan pengobatan 450mg 500mg menelan obat
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3 60
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 - 54
Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan atau
penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, TB kulit, TB
tulang, sendi, dan kelenjar adrenal.
d. Obat sisipan
Tabel 4. Obat sisipan
Tahap Lama H R Z E Jumlah
pengobatan pengobatan 300 450 500 250 hari/kali
mg mg mg mg menelan obat
Tahap intensif 1 bulan 1 1 3 3 30
Vaksin BCG
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia mengalami
active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin merupakan
suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau
riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang
menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur
strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC
dan telah digunakan sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan
tetapi efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh
dunia. Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis
dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk
diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-
anak yang hasil uji tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang
dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima
terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga
harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan dengan pasien
infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai
dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin
BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah
menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek
untuk pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi.
Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang
telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada
ruang atau tempat bersuhu 2 – 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin
BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan)
pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda
PBL BLOK 26: PROGRAM PENANGGULANGAN TB 19
yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 ml (0,1mg)
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 – 15 tahun.
Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit
seperti atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval
waktu setidaknya 3 minggu). 9
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan
dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pencegahan Primer2,5,7
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling
efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan
mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko (
masa Pra-Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi
b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada
sekelompok orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan
keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan
lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya
menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga
(gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar
yang singkat dan jelas.
c. Penyuluhan Massa
2. Pencegahan Sekunder2,5,7
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan
kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan
Lingkungan.
Diagnosis TB
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis
pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun,
Penatalaksanaan TB
Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya resistensi terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter.
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang
menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti
pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan
terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau
melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu
bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orang-
orang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh
karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada
pemberian isoniazid, maka isoniazid tidak diberikan secara rutin pada
penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut: infeksi
baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes tuberkulin);
adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam satu institusi;
abnormalitas foto thorax konsisten dengan proses penyembuhan TB lama,
diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau
pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang
menekan sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi
pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi samping
yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam yang luas, jika hal ini
terjadi dianjurkan untuk menghentikan pengobatan dan hubungi dokter yang
merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan memberikan
3. Pencegahan Tersier2,5,7
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit.
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara
psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,
pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk
mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
a. Kesetaraan
b. Keterbukaan
c. Saling menguntungkan
Langkah Langkah Pelaksanaan
a. Identifikasi calon mitra
b. Sosialisasi program TB kepada calon mitra
c. Penyamaan persepsi
d. Pembentukan Komitmen
e. Pengaturan peran yang secara tertulis dalam dokumen resmi berupa Nota
Kesepakatan (MoU) antara duabelah pihak
f. Komunikasi intensif
KESIMPULAN
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC merupakan salah satu
problem utama epidemiologi kesehatan didunia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan
faktor penentu yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC
baik periode Prepatogenesis maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan
dalam Bagan “Segitiga Epidemiologi TBC”.
Meningkatnya angka penderita TBC disebabkan berbagai faktor diantaranya
karakteristik demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti
ketidaktahuan akan akibat, komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang
menderita TBC di rumah dan sikap penderita TBC. Selain itu penularan dalam keluarga
juga disebabkan kebiasaan sehari-hari keluarga yang kurang memenuhi kesehatan seperti
kebiasaan membuka jendela, kebiasaan membuang dahak penderita. Faktor lain yang
berpengaruh adalah pengetahuan keluarga yang kurang tentang penyakit TBC seperti
penyebab, akibat dan komplikasinya, sehingga menyebabkan keluarga dan penderita TBC
kurang termotivasi untuk berobat yang berakibat terjadinya penularan dalam keluarga.
Akibat lebih jauh dari hal tersebut adalah terjadinya penularan penderita TBC dalam
keluarga dan masyarakat yang kemudian akan berdampak pada masalah pembangunan
kesehatan kesehatan di Indonesia karena meningkatnya angka penderita TBC.
Pencegahan terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yang
terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi).