Anda di halaman 1dari 9

Perkuatan Tanah menggunakan Soil Nailing

Sejarah Soil Nailing

Soil nailing pertama kali diaplikasikan sebagai perkuatan untuk sebuah dinding penahan tanah di
Perancis (1961). Kemudian dikembangkan oleh Rabcewicz (1964, 1965), untuk digunakan dalam galian
terowongan, yang dikenal dengan “The New Austrian Tunneling Method” (NATM).

Metode ini mengkombinasikan perkuatan pasif dari batangan baja dan shotcrete (adukan beton yang
ditembakkan dengan tekanan tinggi pada suatu permukaan). Adanya perkuatan pasif dari batangan besi
pada sekeliling dinding terowongan, sangat mengurangi beban yang harus diterima struktur terowongan
jika dibandingkan dengan metode konvensional. Perbandingan antara kedua metode ini ditunjukkan
secara skematis pada gambar di bawah

Perbandingan Skematis Antara Austrian Tunneling


Method dan Metode Konvensional
Salah satu dinding tanah yang menggunakan perkuatan soil nailing ditemukan pada proyek pelebaran
jalan kereta api dekat Versailles, Perancis (1972), dengan lereng setinggi 18 meter dengan kemiringan
70°. Metode ini dipilih, karena dianggap lebih efektif dari segi biaya, dan proses konstruksinya lebih
cepat dibandingkan dengan metode konvensional lain. Dengan berbagai kelebihannya, kemudian
metode ini berkembang pesat di Eropa, dan sekitarnya, terutama di Perancis dan Jerman.

Pada saat ini, dinding soil nailing banyak digunakan sebagai struktur perkuatan pada tanah galian, baik
sebagai struktur sementara maupun sebagai struktur permanen. Seiring perkembangan teknik
perencanaan, dan teknik konstruksi, aplikasi soil nailing akan terus berkembang.

Elemen Soil Nailing

Nail Bars
Batangan baja yang umum digunakan pada soil nailing, adalah baja ulir yang sesuai dengan standar
ASTM A615, dengan daya dukung tarik 420 MPa (60 ksi atau Grade 60) atau 520 MPa (75ksi atau Grade
75). Ukuran diameternya yang tersedia adalah 19, 22, 25, 29, 32, 36, dan
43 mm, serta ukuran panjang mencapai 18 m

Nail Head

Komponen nail head terdiri dari bearing plate (pelat penahan), hex nut (mur persegi enam), washer
(cincin yang terbuat dari karet atau logam), dan headed stud . Bearing plate umumnya berbentuk
persegi dengan panjang sisi 200-250 mm, tebal 19 m, dan kuat leleh 250 Mpa (ASTM A36), sedangkan
untuk nut, dan washer yang digunakan harus memiliki kuat leleh yang sama dengan batangan bajanya.

Grout (Cor beton)


Cor beton untuk soil nailing dapat berupa adukan semen pasir. Semen yang digunakan adalah semen
tipe I, II, dan III. Semen tipe I (normal) paling banyak digunakan untuk kondisi yang tidak memerlukan
syarat khusus, semen tipe II digunakan jika menginginkan panas hidrasi lebih rendah dan ketahanan
korosi terhadap sulfat yang lebih baik daripada semen tipe I., sedangkan semen tipe III digunakan jika
memerlukan waktu pengerasan yang lebih cepat.

Centralizers (Penengah)

Centralizers adalah alat yang dipasang pada sepanjang batangan baja dengan jarak tertentu (0.5–2.5m)
untuk memastikan tebal selimut beton sesuai dengan rencana, alat ini terbuat dari PVC atau material
sintetik lainnya.

Wall Facing (Muka/Tampilan Dinding)


Pembuatan muka/tampilan dinding terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, muka/tampilan
sementara (temporary facing) yang dibuat dari shotcrete, berfungsi sebagai penghubung antar
batangan-batangan baja (nail bars), dan sebagai proteksi permukaan galian tanah terhadap erosi.
Tahap berikutnya adalah pembuatan muka/tampilan permanen (permanent facing). Muka permanen
dapat berupa panel beton pracetak terbuat dari shotcrete. Muka permanen memiliki fungsi yang sama
dengan muka sementara, tetapi dengan fungsi proteksi terhadap erosi yang lebih baik, dan sebagai
penambah keindahan (fungsi estetika).

Sejalan dengan perkembangan aplikasi geosintetik dalam praktek geoteknik, geosintetik juga dapat
digunakan sebagai muka dari lereng dengan perkuatan soil nailing, dengan pertimbangan bahwa
geosintetik memiliki permeabilitas yang lebih baik daripada menggunakan beton, dan memungkinkan
untuk menumbuhkan vegetasi, menjadikan tampilan lereng tampak alamiah
Drainage System (Sistem Drainase)
Untuk mencegah meningkatnya tekanan air pada lereng di belakang muka dinding, biasanya
dipasangkan lembaran vertikal geokomposit di antara muka dinding sementara dan permukaan galian

Pada kaki lereng harus disediakan saluran pembuangan (weephole) untuk air yang telah dikumpulkan
oleh lembaran geokomposit

Media soil nailing

Soil nailing dapat digunakan untuk banyak jenis tanah, dan kondisi. Pengalaman dari berbagai proyek
menunjukkan beberapa kondisi tanah yang menguntungkan akan membuat metode soil nailing menjadi
lebih efektif dari segi biaya dibandingkan dengan teknik lain (“Soil Nail Walls”, Report FHWAIF-03-017).

Secara umum tanah yang dianggap baik untuk soil nailing adalah tanah yang mampu berdiri tanpa
perkuatan selama kira-kira 1 sampai 2 hari, dengan kedalaman galian 1 sampai 2 m, dan sudut lereng
vertikal atau mendekati vertikal. Disamping itu, muka air tanah juga harus terletak di bawah semua
batangan besi. Berikut beberapa jenis tanah yang dianggap cocok untuk mengaplikasikan soil nailing.

– Tanah keras sampai sangat keras dan berbutir halus (stiff to hard fine grained soils). Tanah berbutir
halus (kohesif) keras sampai sangat keras mencakup lempung (clays), lanau berlempung (clayey silts),
lempung berlanau (silty clays), lempung berpasir (sandy clays), dan kombinasi dari jenis-jenis tersebut.
Dari jenis-jenis tanah tersebut, sebaiknya disertai dengan plastisitas rendah, untuk meminimalkan
kemungkinan pergerakan lateral dinding soil nailing dalam jangka panjang.
– Tanah granular padat hingga sangat padat dengan sedikit kohesi (dense to very dense granular soils
with some apparent cohesion). Tanah ini mencakup tanah pasir, dan kerikil (gravel) dengan nilai N-SPT
lebih dari 30 (Terzaghi et al, 1996), dan dengan sedikit agregat halus (kurang dari 10 sampai 15 persen).
Sebaliknya berikut beberapa contoh jenis tanah dan kondisi yang kurang menguntungkan untuk
menerapkan soil nailing:
– Tanah tidak berkohesi, bergradasi buruk, dan kering. Tanah tanpa kohesi dengan gradasi buruk, dan
dalam kondisi kering, sulit mencapai kemiringan lereng vertikal atau hampir vertikal yang dibutuhkan
dalam soil nailing.
– Tanah dengan muka air tanah tinggi. Kondisi muka air tanah yang tinggi memerlukan sistem drainase
yang signifikan, agar massa tanah dapat berdiri stabil. Selain itu, tingginya muka air tanah akan
menyulitkan proses pengeboran karena tanah dalam lubang bor akan mudah runtuh, akibatnya kondisi
ini memerlukan biaya yang besar untuk pemasangan
soil nailing. Kondisi air tanah yang merembes keluar dari muka lereng juga akan menambah kesulitan
konstruksi ketika pelaksanaan pekerjaan shotcrete.
– Tanah berbatu (soils with cobbles and boulders). Tanah dengan mengandung banyak bebatuan akan
menjadi masalah pada saat pekerjaan pengeboran, dan dapat mengakibatkan peningkatan biaya atau
keterlambatan masa konstruksi.
– Tanah lunak hingga sangat lunak, dan berbutir halus. Jenis tanah tidak cocok untuk konstruksi soil
nailing karena daya ikatnya lemah, akibatnya memerlukan nail bar yang sangat panjang untuk mencapai
kapasitas ikat yang dibutuhkan.
– Tanah organik. Tanah organik seperti lanau organik (organic silts), lempung organik (organic clays), dan
khususnya gambut (peat), memiliki daya dukung geser rendah, sehingga daya ikat tanah terhadap
sistem soil nailing menjadi lemah. Akibatnya, memerlukan panjang nail bars yang tidak ekonomis.
Disamping rendahnya daya dukung geser, tanah organik cenderung bersifat lebih korosif dibandingkan
dengan jenis-jenis tanah inorganik lainnya.
– Tanah atau air tanah korosif. Kondisi ini memerlukan sistem proteksi terhadap korosi yang tinggi, dan
akan mengakibatkan biaya konstruksi menjadi tinggi. Selain itu, kondisi ini juga sangat tidak
menguntungkan untuk dinding soil nailing yang bersifat permanen atau jangka panjang.
– Tanah granular yang renggang (loose to very loose granular soils). Tanah ini akan berdeformasi
berlebih akibat getaran selama konstruksi. Jenis tanah ini dalam kondisi jenuh air, juga tidak cocok
karena rentan terhadap liquefaction pada daerah gempa.

Berbagai jenis tanah dan kondisi yang dijelaskan di atas, hanya merupakan pendekatan dalam soil
nailing. Oleh karena itu, diperlukan pengujian lebih lanjut, baik uji lapangan maupun laboratorium,
untuk mengevaluasi kelayakan pelaksanaan konstruksi dengan soil nailing.

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN SOIL NAILING

Fitur yang paling menonjol dari soil nailing adalah konstruksi top-downnya. Ekskavasi umumnya
dilakukan pada lapisan tiap 2 m dari bagian muka tanah. Pada setiap lapisan yang digali, “nails” dipasang
dan permukaan dilapisi shotcrete, kemudian lapisan berikutnya diperlakukan dengan cara yang sama.

KELEBIHAN SOIL NAILING

– Peralatan konstruksinya mudah dipindahkan dan dapat digunakan pada lokasi yang sempit.
– Tekniknya fleksibel, mudah untuk dimodifikasi.
– Tidak menimbulkan kebisingan.
– Lebih sedikit gangguan pada properti/bangunan disekitarnya.
– Membutuhkan ruang “shoring” yang lebih sedikit.
– Volume baja untuk nail bars dalam soil nailing lebih sedikit dibandingkan dengan ground anchors,
karena umumnya batangan baja dalam soil nailing lebih pendek. Material yang dibutuhkan juga relatif
lebih sedikit, jika dibandingkan dengan ground anchors.
– Luas area yang dibutuhkan dalam masa konstruksi lebih kecil dibandingkan dengan teknik lain,
sehingga cocok untuk pekerjaan yang memiliki areal konstruksi terbatas.
– Dinding dengan soil nailing relatif lebih fleksibel terhadap penurunan, karena dinding untuk soil nailing
lebih tipis jika dibandingkan dengan dinding gravitasi.

Kelemahan soil nailing


– Metode soil nailing tidak dapat digunakan untuk tanah jenuh air.
– Tidak cocok digunakan untuk tanah dengan gaya geser yang sangat rendah, tidak juga pada pasir dan
kerikil yang kohesinya buruk.
– Lereng tanah harus dapat mempertahankan bentuknya tanpa bantuan konstruksi penahan lain, pada
saat proses “nailing” berlangsung dan sebelum shotcrete diaplikasikan.
– Drainase baik adalah hal yang penting, terutama untuk struktur yang permanen
– Soil nailing tidak cocok diaplikasikan untuk struktur yang membutuhkan kontrol ketat terhadap
deformasi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan post tension nail, namun langkah ini akan
meningkatkan biaya kosntruksi.
– Pelaksanaan konstruksi soil nailing relatif lebih sulit, sehingga membutuhkan kontraktor yang ahli, dan
berpengalaman.

Perbandingan SOIL NAILING DENGAN dinding penahan tanah lainnya

GRAVITY WALL
– Berat sendiri gravity wall mempengaruhi kinerja gravity wall untuk dapat menahan tekanan tanah
yang berada dibelakangnya.

PILING WALL
– Piling wall biasa digunakan pada tanah yang lunak dan tempat yang sempit.
– Teori umum desain strukturnya adalah 1/3 diatas tanah dan 2/3 di bawah tanah.

KANTILEVER
– Dinding kantilever biasanya terbuat dari lapisan besi yang relatif tipis, beton “cast-in-place” atau
mortared masonry (biasanya berbentuk T terbalik).
– Dinding kantilever merubah tekanan horizontal dari belakang dinding menjadi tekanan vertikal pada
tanah dibawahnya.

GROUND ANCHOR/PENJANGKARAN
– Dinding menggunakan kabel yang dijangkarkan pada batu atau tanah dibelakang dinding tersebut.
– Dinding ini sangat berguna untuk menahan beban yang besar ataupun untuk menghasilkan dinding
yang tipis

SOIL NAILING
– Besi dimasukkan ke dalam tanah seperti paku kemudian dilapisi oleh lapisan shotcrete yang terdiri
atas wiremesh.
– Soil nailing cocok digunakan pada jenis tanah: lempung, tanah berpasir, batu yang telah melapuk,
tanah terstratifikasi dan heterogen.
– Soil nailing tidak cocok digunakan pada jenis tanah: lempung plastis dan lunak, organik, tanah lepas
(N<10), kepadatan rendah dan tersaturasi

Desain soil nailing

Prosedur desain untuk struktur penahan tanah menggunakan soil nailing harus memasukkan beberapa
langkah berikut:

– Untuk struktur geometris (kedalaman dan inklinasi lereng terpotong), profil tanah, dan pembebanan
“boundary” (surcharge) yang telah ditentukan, perkirakan gaya “nails” yang bekerja dan lokasi bidang
longsor yang potensial.
– Tentukan jenis penulangan (tipe, luas penampang melintang, panjang, inklinasi dan jarak antar
tulangan) dan pastikan kestabilan lokal pada tiap-tiap level penulangan, yaitu pastikan ketahanan dari
“nails” (kekuatan dan kapasitas “pull out”) telah mencukupi untuk menahan gaya kerja rencana dengan
faktor keamanan yang dapat diterima.
– Pastikan kestabilan global dari struktur soil nailing dan tanah disekitarnya terjaga selama dan sesudah
ekskavasi dengan faktor keamanan yang dapat diterima.
– Tentukan gaya-gaya yang bekerja pada permukaan lereng (contoh, tekanan tanah lateral dan gaya dari
nail pada sambungan) dan desain permukaan lereng sesuai desain arsitektur.
– Untuk struktur permanen, tentukan pelindung korosi yang relevan dengan kondisi lokasi.
– Tentukan sistem drainase untuk level piezometri air bawah tanah.

Aplikasi soil nailing

Soil Nailing dapat diaplikasikan pada:

– Stabilisasi lereng pada jalan raya.


– Lereng galian basement untuk gedung tinggi.
– Rangka terowongan untuk lereng terstratifikasi yang curam dan tidak stabil.

Anda mungkin juga menyukai