Anda di halaman 1dari 8

PERMAINAN TRADISIONAL

“BOY-BOYAN”

A. PENDAHULUAN
Boy-boyan merupakan permainan tradisional yang berasal dari provinsi Jawa Barat
khususnya didaerah Sunda. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak laki-laki. Tentu
saja bukan dikhususkan untuk anak laki-laki, anak perempuan juga bisa bermain boy-
boyan. Sebenarnya, permainan ini memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerahnya.
Misalnya, di daerah Pati, Jawa Tengah, permainan ini dikenal dengan nama Gaprek
Kempung. Di daerah Sunda, ada yang menyebutnya boy-boyan, ada juga yang
menyebutnya Bebencaran. Dan di beberapa daerah lainnya permainan ini disebut
Gebokan, karena katanya suara yang biasa ditimbulkan apabila bola karet yang digunakan
dalam permainan mengenai anggota badan dari pemain akan menimbulkan suara “Gebok”.
Walaupun memiliki sebutan yang berbeda-beda, pada intinya permainan boy-
boyan ini adalah sama. Permainan tradisional dari Jawa Barat ini memadukan kerja motorik
anak dan juga mengasah kemampuan membuat strategi. Boy-boyan sendiri biasanya terdiri
dari lima hingga sepuluh pemain yang dibagi menjadi dua kelompok dan dilakukan di
lapangan yang cukup luas.

B. ALAT YANG DIPERLUKAN


1. Pecahan genteng/gerabah, atau pecahan asbes, atau potongan kayu, atau pacahan
batu bata, atau kaleng susu, dan sebagainya
2. Bola plastik, atau bola tenis/kasti

C. TEMPAT PERMAINAN
Dalam permainan boy-boyan ini, biasanya dilakukan di tempat yang luas, misalnya:

halaman rumah, halaman sekolah atau lapangan.

D. UMUR DAN JUMLAH PEMAIN


Permainan boy-boyan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak yang berusia antara 8 sampai
15 tahun. Tetapi tidak ada larangan bagi orang dewasa untuk memainkannya.
Jumlah pemain pada permainan boy-boyan ini sebanyak 4 sampai 10 orang yang kemudian
dibagi menjadi dua kelompok.

E. ATURAN PERMAINAN
1. Permainan dimulai dengan melakukan HomPimPa, yang kalah akan menyusun
pecahan genting/gerabah, atau pecahan asbes, atau potongan kayu, atau pecahan
batu bata, atau kaleng susu dan yang menang sebagai pelempar bola dengan jarak
3 meter.
2. Pelempar harus melempar pecahan genting itu hingga rubuh, dan jika sudah rubuh,
maka pihak yang kalah harus mengejar pihak yang menang dan melemparkan bola
ke arah kelompok pelempar dan pelempar harus menghindari lemparan tersebut dan
harus menata kembali pecahan genting yang telah mereka robohkan.
3. Permainan selesai jika pelempar berhasil menyusun kembali pecahan
genting/gerabah, atau pecahan asbes, atau potongan kayu, atau pacahan batu bata,
atau kaleng susu tersebut, atau pihak penjaga berhasil melempar bola kepada
seluruh kelompok pemenang.

F. CARA BERMAIN
1. Sebelum melakukan permainan, dilakukan “hompimpa” untuk menentukan
kelompok pemain mana yang pertama memulai permainan. Secara bersama-
sama, pemain mengucapkan kata hom-pim-pa. Ketika mengucapkan suku kata
terakhir (pa), masing-masing pemain memperlihatkan salah satu telapak tangan
dengan bagian dalam telapak tangan menghadap ke bawah atau ke atas. Di beberapa
daerah hompimpa dilakukan dengan lagu berlirik “hompimpa alaium gambreng”
Pemenang adalah pemain yang memperlihatkan telapak tangan yang berbeda dari
para pemain lainnya. Ketika pemain lainnya sudah menang, pemain yang kalah
ditentukan oleh dua pemain yang tersisa dengan melakukan “suit”.
2. Kelompok pemain yang menang, harus merubuhkan menara pecahan
genting/gerabah, atau pecahan asbes, atau potongan kayu, atau pacahan batu bata,
atau kaleng susu dengan menggunakan bola tenis dari jarak tertentu.
3. Selanjutnya, pemain yang menang harus menyusun kembali menara pecahan
genting/gerabah, atau pecahan asbes, atau potongan kayu, atau pacahan batu bata,
atau kaleng susu yang berserakan tersebut sambil menghindari tembakan bola dari
pemain yang kalah
4. Sementara pemain yang menang lainnya terus berjuang menyelesaikan susunan
menara pecahan genting/gerabah, atau pecahan asbes, atau potongan kayu, atau
pacahan batu bata, atau kaleng susu tersebut. Jika pemain yang menang berhasil
menyusun pecahan genting/gerabah, atau pecahan asbes, atau potongan kayu, atau
pacahan batu bata, atau kaleng susu berarti permainan usai.

Gambar 1. Susunan menara pecahan genting/gerabah, atau pecahan asbes, atau


potongan kayu, atau pacahan batu bata
Gambar 2. Kelompok pemenang (kelompok pemain)

Gambar 3. Kelompok kalah (kelompok penjaga)

Gambar 4. Menara yang hancur akibat terkena lemparan bola


Gambar 5. Kelompok pemenang berusaha menyusun menara sambil menghindari
kelompok penjaga

G. TUJUAN PERMAINAN
1. Aspek Kognitif
Nilai kognitif yang terkandung didalam permaianan boy-boyan ini yaitu para
peserta kelompok pemenang (pemain) harus berfikir agar mereka dapat menyusun
kembali menara tanpa terkena bola dari kelompok penjaga, begitu juga dengan
kelompok penjaga harus beusaha menggagalkan usaha yang dibuat kelompok
pemenang untuk menyusun menara. Oleh kerana itu, pemain harus memikirkan dan
merencanakan strategi dengan baik agar dapat menjadi pemenang.
2. Aspek Afektif
Nilai afektif yang ada di dalam permainan boy-boyan ini diantaranya:
a) Memahami konsep sportivitas. Melalui permainan ini anak belajar bersikap
sportif, yaitu bermain secara jujur, memperlihatkan sikap menghargai pemain lain,
menerima kemenangan dengan sikap wajar atau menerima kekalahan secara
terbuka.
b) Mengenal kerja sama. Pentingnya kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui
permainan tradisonal
c) Meningkatkan kepercayaan diri. Dalam permainan tradisional rasa percaya diri
anak dapat ditumbuhkan. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan
kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di
mana saja ia berada.
3. Aspek psikomotor
Aspek psikomotor yang terkandung didalam permaianan tradisional boy-boyan
yaitu, melatih kemampuan fisik anak. Dalam permainan tradisional gerak fisik
sangat ditekankan. Memainkan permainan ini amat baik untuk meyalurkan energi
anak yang berlebih karena anak memang harus banyak bergerak. Dalam permainan
ini anak dituntut untuk aktif berlari, kelompok pemenang berusaha menghidari bola
yang dilempar kelompok penjaga dan kelompok penjaga berusaha melempar bola
agar mengenai kelompok pemain.

4. Aspek sosial
Melalui permainan ini anak dapat bersosialisasi dengan teman-temannya.
Permainan tradisonal memungkinkan adanya interaksi sosial. Interaksi dalam
permainan tradisonal mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi,
menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan
kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa
dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia
mampu menyesuaikan diri dengan situasi di sekitanya.
5. Aspek emosional
Dengan adanya permainan ini anak akan belajar mengelola emosi. Pengelolaan
emosi sangat penting bagi anak agar dapat mengendalikan diri di kehidupan
sosialnya. Selain itu, permainan ini dapat memberikan rasa senang sekaligus untuk
melepaskan ketegangan yang dialami anak-anak setelah mengkuti palajaran
disekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Deswandi dkk, 2014, Buku Ajar Teori Dan Praktik Kesegaran Jasmani, FIK UNP: Padang.

http://iman koekoeh /wujud permainan jasmani tradisional di nusantara.

http://permainan tradisional _ goin-goinan _ laci ajaib.

http://cerita-cerita permainan tradisional 'boy-boyan.

http://boy-boyan-perpustakaan digital budaya indonesia.

http://boy-boyan _ djamandoeloe.com
PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN

“PERMAINAN TRADISIONAL BOY-BOYAN”

Disusun Oleh:

NAMA: AGUS MULIONO

NIM: 1200395

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2014

Anda mungkin juga menyukai